pawiwahan agung
TRANSCRIPT
LAPORAN PENGAMATAN PAWIWAHAN AGUNG GKR
BENDARA DAN KPH YUDANEGARA DI KRATON
YOGYAKARTA
Laporan ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Busana Jawa
Dosen: Prof. Dr. Suharti
Oleh:
1. Zamsi Indriarwati 10205241060
2. Yacobus Cahyadi 10205241061
3. Dwi Yuni Astuti 10205241062
4. Nur Hanifah Insani 10205241063
5. Nur Afif Wibowo 10205241065
6. Dani Ari Wahyuni 10205241070
7. Fitria Wulandari 10205241073
8. Rista Sapta Perwitasari 10205241074
9. Muhammad Al Ma’arif 10205241077
Kelas : B2
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap daerah memiliki adat istiadat dan tradisi yang berbeda-beda
dalam setiap bagian kehidupannya. Salah satu tradisi yang berkembang di
daerah-daerah adalah mengenai tradisi dalam tata upacara pernikahan. Ada
banyak variasi penyelenggaraan tata upacara pernikahan. Salah satu daerah
yang memiliki kekhasan dalam penyelenggaraan tradisi pernikahan adalah
Yogyakarta. Yogyakarta memiliki tradisi upacara pernikahan yang berbeda
dengan daerah-daerah lainnya. Keraton Yogyakarta merupakan tempat
munculnya simbol-simbol adat di daerahnya. Perlangsungan upacara
pernikahan yang diselenggarakan di keraton Yogyakarta tentu dilangsungkan
dengan berbagai tahapan upacara di dalamnya. Rangkaian upacara yang
dilangsungkan selama prosesi pernikahan pun sangat beragam dan sarat akan
makna.
Oleh karena itu, untuk menjaga kelestarian budaya, adat tradisi yang
ada di daerah-daerah, termasuk di daerah Yogyakarta ini alangkah baiknya
jika kita mempelajari seluk-beluk yang berkenaan dengan tata upacara
pernikahan, tepatnya adat tradisi pernikahan di keraton Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tata urutan upacara pawiwahan agung?
2. Bagaimana tata busana yang digunakan saat upacara pawiwahan agung?
3. Bagaimana tata rias yang digunakan saat upacara pawiwahan agung?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tata Urutan Pawiwahan Agung
1. Upacara Nyantri
Upacara nyantri merupakan suatu tradisi yang harus dilakukan
oleh calon pengantin pria. Menurut tradisi, upacara nyantri
dilaksanakan satu sampai tiga hari sebelum upacara ijab dilaksanakan.
Dalam satu sampai tiga hari itu, calon pengantin pria harus sudah
diserahkan kepada orang tua calon pengantin putri.
Upacara nyantri ini dimaksudkan untuk mengenalkan semua
hal yang berkaitan dengan kraton. Alasan utama diselenggarakan
upacara ini adalah demi kelancaran jalannya upacara pernikahan
sehingga tidak akan merepotkan pihak calon pengantin putri dan
semua acara dapat berjalan tepat pada waktu yang telah ditetapkan.
Pukul 09.00 WIB, calon pengantin pria (Achmad Ubaidillah
3
yang bergelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudhanegara) sudah
berada di Ndalem Mangkubumen Keraton bersama keluarga yang
didampingi KRT Pujaningrat. Pukul 10.00 WIB, kerabat keraton KRT
Jatiningrat atau Romo Tirun Marwito dan KRT Yudahadiningrat
berangkat menjemput calon pengantin pria di Ndalem Mangkubumen
untuk nyantri di keraton dengan menaiki kereta berkuda yaitu kereta
Kangjeng Kyai Puspo Manik. Pukul 11.00 WIB, calon pengantin pria
tiba di Regol Magangan lalu menuju Bangsal Kasatriyan untuk
upacara nyantri dan beristirahat di Gedhong Srikaton.
Dalam prosesi ini busana yang dikenakan oleh calon temanten
kakung, yaitu atela putih, bebetan batik dan menggunakan iket batik.
2. Upacara Plangkahan
Upacara plangkahan dilakukan sebagai penghormatan bagi
kakak dari calon pengantin putri (GRAy Nurabra Juwita) yang belum
menikah. Calon pengantin putri Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurastuti
Wijareni atau Jeng Reni yang berganti gelar Gusti Kanjeng Ratu
Bendara mengadakan upacara plangkahan di Pendopo Keraton Kilen
dan Ngabekten di Keraton Kilen, tempat tinggal Sultan HB X bersama
keluarga. Syarat plangkahan berupa perhiasan seperti kalung, cincin,
4
anting dan gelang serta perlengkapan wanita seperti tas, pakaian, dan
sepatu. Selain itu juga diserahkan satu paket pisang sanggan. Pisang
sanggan yang diberikan hanyalah menjadi simbol tebusan. Tebusan ini
memberi makna agar kakak bersedia memberi restu.
Pada prosesi ini melibatkan calon temanten putri GKR
Bendara, kakaknya yang dilangkahi yaitu GRAy. Nurabra Juwita,
serta orang tua calon temanten putri. Busana yang dikenakan GKR
Bendara dan GRAy. Nurabra Juwita sama yaitu kebaya broklat warna
coklat, dengan nyamping batik.
3. Upacara Siraman
Upacara siraman dilaksanakan satu hari sebelum upacara ijab.
Siraman mengandung arti memandikan calon pengantin disertai niat
membersihkan diri agar menjadi bersih dan murni / suci lahir batin.
Perlengkapan dan sajen upacara siraman:
a. Air dari tujuh sumber
b. Kembang setaman (bunga sritaman)
c. Konyoh manca warna
d. Landha merang, santan kanil, air asem
e. Dua butir kelapa yang sudah tua
f. Alas duduk
g. Sehelai mori
h. Motif grompol
i. Sabun dan handuk
j. Kendi
k. Sajen siraman
5
Pukul 09.00
WIB, siraman calon
pengantin putri di
Bangsal Sekar
Kedaton. Sementara
calon pengantin pria
mengadakan
siraman di Gedong
Pompa (kesatriyan) sekira pukul 11.00 WIB.
Pada saat upacara siraman calon pengantin putri
menggunakan kain mori putih dengan kain batik sebagai pakaian
dalam dan memakai roncean bunga melati menutupi dada sampai
perut. Calon pengantin putra memakai mori putih dengan kain
batik sebagai pakaian dalam.
4. Upacara Tantingan
6
Upacara tantingan merupakan upacara untuk menanting
(menanyakan kesanggupan untuk menikah). Sekitar pukul 18.00
WIB, upacara tantingan Sri Sultan HB X terhadap putri bungsunya di
Emper Prabayeksa.
Pada saat tantingan calon temanten putri memakai kebaya
broklat warna coklat dengan nyamping batik motif truntum. Ayah
temanten putri, Sri Sultan HB X mengenakan surjan warna hijau
kembang-kembang, iket, keris dan jarik motif truntum, sedangkan
GKR Hemas memakai kebaya broklat warna orange dan jarik sarimbit
dengan Sri Sultan.
5. Upacara Midodareni
7
Upacara midodareni dilaksanakan pada sore hari menjelang
upacara ijab. Upacara midodareni ini dilakukan oleh calon pengantin
putri. Dalam upacara ini calon pengantin putri tidak diperkenankan
tidur dan tidak diperkenankan keluar dari kamar pengantin sampai jam
24.00 serta tidak diperkenankan bertemu dengan calon pengantin pria.
Selanjutnya, sekira pukul 19.30 WIB, dilakukan prosesi midodareni di
Bangsal Sekar Kedaton. Sekira pukul 21.00 WIB.
Pada saat midodareni calon temanten putri memakai kebaya
broklat warna coklat dengan nyamping batik motif truntum. Ayah
temanten putri, Sri Sultan HB X mengenakan surjan warna hijau
kembang-kembang, iket, keris dan jarik motif truntum, sedangkan
GKR Hemas memakai kebaya broklat warna orange dan jarik sarimbit
dengan Sri Sultan.
6. Upacara Ijab
Upacara ijab merupakan upacara inti atau pokok dari upacara
perkawinan. Upacara ijab merupakan upacara sakral atau religius dan
administratif, dalam arti bahwa upacara ini dilaksanakan atas dasar
hukum yang berlaku baik hukum agama maupun hukum negara.
8
Pada pukul 06.00 WIB, calon pengantin pria beserta
rombongan menuju Bangsal Srimanganti untuk menunggu waktu akad
nikah. Pukul 06.30 WIB, Sultan HB X menuju Masjid Panepen. Pukul
06.45 WIB, rombongan calon pengantin pria menuju Masjid Panepen.
Pukul 07.00 WIB, prosesi ijab kabul dilakukan di masjid tersebut.
Setelah upacara ijab kabul, KPH Yudanegara melakukan sungkem
ngabekti kepada Sri Sultan HB X. Pukul 08.00 WIB atau usai ijab
kabul, pengantin pria dan rombongan kembali ke Bangsal Kesatriyan.
Pengantin kakung memakai atela putih, jarik batik truntum,
iket dan keris. Ayah pengantin perempuan (Sri Sultan) memakai jarik
truntum, surjan warna hijau kembang-kembang, iket dan keris.
7. Upacara Panggih
Upacara panggih yaitu upacara saat bertemunya pengantin pria
dengan pengantin wanita. Upacara ini melambangkan bahwa usaha
untuk mencari tingkatan kehidupan yang sempurna itu banyak
rintangannya. Dalam upacara panggih ini terdapat upacara edan-
edanan yaitu upacara yang dimaksudkan untuk tolak bala.
9
Selain itu ada upacara balang-balangan gantal, gantal (daun
sirih) berjumlah tujuh buah. Balang-balangan gantal ini sebagai
lambang saling melemparkan cinta. Setelah balang-balangan gantal
dilanjutkan dengan upacara memecah telur yaitu pengantin laki-laki
menginjak telur dengan kaki kiri, tindakan ini mengandung arti bahwa
pengantin pria mempunyai sikap yang tegas untuk menurunkan
keturunannya melalui seorang wanita yang menjadi istrinya dan
menerimanya dengan segala kesucian hati.
Kemudian dilanjutkan upacara ranupada yaitu pengantin
wanita
mencuci kaki pengantin pria dengan air bunga sritaman. Upacara ini
melambangkan pelayanan dan kesetiaan pengantin wanita terhadap
10
pengantin pria.
Upacara selanjutnya adalah pondhongan, yaitu pengantin
wanita dipondhong oleh pengantin pria dibantu oleh paman dari
pengantin wanita. Upacara ini dilakukan karena pengantin wanita
berstatus lebih tinggi dari pengantin pria. Upacara panggih
dilaksanakan di Bangsal Kencono.
Setelah upacara panggih dilanjutkan upacara tampa kaya yaitu
upacara di mana pengantin laki-laki menuangkan biji-bijian, beras
kuning dan uang logam kepada pengantin wanita. Upacara ini
11
melambangkan pemberian nafkah suami kepada istri untuk
melestarikan hidup rumah tangganya. Upacara tampa kaya
dilaksanakan di Bangsal Purworukmi (Kasatriyan).
Setelah tampa kaya dilanjutkan dahar klimah yaitu di mana
penganti pria mengepalkan tiga buah kepalan nasi kuning kemudian
dimakan oleh pengantin wanita. Tindakan ini melambangkan bahwa
kedua pengantin kelak saling bantu-membantu dalam menghadapi
segala macam tantangan hidup. Upacara ini diadakan di Gadri
(Kasatriyan).
Pada saat rangkaian upacara panggih melibatkan temanten
putri, temanten kakung dan orang tua temanten kakung putri. Busana
pengantin putri yaitu, menggunakan busana keprabon gagrag
Yogyakarta yang merupakan busana kebesaran Keraton Yogyakarta.
Busana keprabon putri terdiri dari kampuh dengan tengahan putih
bermotif semen raja, udhet cindhe, nyamping cindhe, memakai 5 buah
cundhuk mentul, pethat gunungan, ceplok jebehan sri taman, kelat
bahu, buntal, kalung atau sangsangan sungsun, gelang atau binggel
kana, dan beberapa assesoris raja kaputren lainnya.
Busana pengantin
kakung yaitu,
menggunakan busana
keprabon gagrag
Yogyakarta yang
merupakan busana
kebesaran Keraton
Yogyakarta. Busana keprabon kakung terdiri dari kuluk matak
warnaputih mengingat status pengantin kakung yang bukan dari trah
bangsawan. Menggunakan ron sumping, kalung sungsun, kaset, gelang
kana, kelat bahu, cincin, buntal, celana cindhe, kamus, timang, moga
bludiran, keris branggah dengan roncen sekar sri taman, serta kampuh
12
prada dengan
tengahan
berwarna putih
motif semen raja.
Busana yang
dikenakan orang
tua temanten putri
yaitu Sri Sultan
Hamengku Buwono X dan GKR Hemas, Sri Sultan mengenakan surjan
berwarna dasar putih dengan motif bunga – bunga warna oranye
sementara GKR Hemas mengenakan kebaya broklat warna coklat.
Keduanya nyamping sarimbit motif parang barong ceplok mangkara.
Ibu mempelai kakung menggunakan kebaya yang sama dengan GKR
Hemas dan nyamping batik. Sedangkan kakak temanten kakung
menggunakan atela hitam, keris dan bebetan jarik batik.
8. Kirab Temanten
Kirab temanten pasangan GKR Bendara dan KPH Yudanegara
dimulai pukul 16.00 WIB. Kirab ini dimulai dari pintu gerbang Keben
sampai Bangsal Kepatihan. Rombongan kirab terdiri dari dua bregada
prajurit, lima kereta kuda, dan empat belas kuda yang ditunggangi
penari lawung ageng. Dua bregada prajurit kraton berada di barisan
depan yaitu bregada Wirabraja dan bregada Ketanggung. Kereta yang
digunakan dalam kirab berjumlah lima kereta, yaitu Kyai Kus Ijem
atau Landower, Kyai Jong Wiyat, Kyai Roto Biru, Kyai Landower
Surabaya dan Kyai Permili. Kereta yang dinaiki oleh pasangan
pengantin adalah Kyai Jong Wiyat.
Pada saat acara kirab temanten kakung dan putri menggunakan
pakaian beludru merah marun dengan bordir emas, kelat bahu,
perhiasan emas. Temanten kakung juga menggunakan kuluk
13
kanigaran.
9. Resepsi
Acara resepsi bertempat di Dalem Kepatihan. Acara resepsi
dimulai sekitar pukul 19.00 WIB. Pada awal acara, tampil Tari
Bedoyo Manten yang ditarikan oleh enam orang gadis. Tari Bedoyo
Manten merupakan tarian Keraton yang diciptakan oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono IX. Tarian ini hanya digelar ketika ada putri
Sultan yang menikah.
14
Tari Bedoyo Manten menampilkan kisah perjalanan hubungan
sepasang kekasih hingga diresmikan dalam ikatan suci sebagai suami-
istri. Dalam tarian ini, dua orang penari berperan sebagai pengantin,
sedangkan empat penari lainnya berperan sebagai penari Srimpi.
Musik (gendhing) yang digunakan dalam Tari Bedoyo Manten adalah
Ladrang Gati
Sangaskoro.
Usai
penampilan Tari
Bedoyo Manten,
ditampilkan Tari
Lawung Ageng.
Tari Lawung
Ageng diciptakan
oleh Sri Sultan HB I. Tarian ini merupakan simbolisasi dari para
prajurit Keraton yang sedang berlatih perang. Tari Lawung Ageng
ditarikan oleh 16 penari pria, yang terdiri dari 2 penari botoh, 2 penari
salotho, 4 penari Jajar, 4 penari lurah, dan 4 penari ploncong.
Pada saat acara
resepsi temanten kakung
dan putri menggunakan
pakaian beludru hitam
dengan bordir emas, kelat
bahu, perhiasan emas.
Temanten kakung juga
menggunakan kuluk
kanigaran.
10. Pamitan
15
Prosesi terakhir dari Pernikahan Agung GKR Bendara dengan
KPH Yudanegara adalah pamitan. Prosesi ini digelar mulai dari
Bangsal Kasatriyan hingga Gedong Jene.
Pada awal prosesi, GKR Bendara berjalan menjemput KPH
Yudanegara di Bangsal Kasatriyan. Di Bangsal Kasatriyan telah
menunggu KPH Yudanegara, orangtua dari pengantin pria, serta
beberapa kerabat Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, antara lain
GBPH Prabukusuma.
Rombongan GKR Bendara dan KPH Yudanegara kemudian
berjalan menuju Gedong Jene. Di Gedong Jene, rombongan ini telah
ditunggu oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, GKR Hemas, dan
keempat putri mereka, yaitu: GKR Pembayun, GKR Condrokirono,
GKR Maduretno, dan GRAj Nurabra Juwita.
Acara pertama dalam prosesi pamitan adalah nasehat dari Sri
Sultan HB X kepada GKR Bandara dan KPH Yudanegara dalam
berumah tangga. Sri Sultan memberikan nasehat mulai dari cara
meredam ego masing-masing hingga masukan untuk tetap menjaga
kewibawaan dan harga diri.
Usai Sri Sultan menyampaikan nasehat kepada pasangan
suami-istri ini, tiba waktunya bagi keluarga pihak pria yang diwakili
oleh Tursansi Alwi untuk memberikan nasehat. Tursansi Alwi atas
16
nama keluarga menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya
atas semua kerjasama dari berbagai pihak yang mendukung
terlaksananya pernikahan agung ini. Selain itu juga meminta maaf
apabila telah melakukan berbagai kesalahan terkait dengan adat
karena belum punya pengalaman sama sekali. Sedangkan bagi GKR
Bendara dan KPH Yudanegara, perwakilan dari pihak pria ini
mengucapkan selamat berbahagia dan selamat menempuh hidup baru.
Acara kemudian dilanjutkan dengan sungkeman. GKR
Bendara melakukan sungkem terlebih dahulu, kemudian disusul oleh
KPH Yudanegara. Sungkeman pertama dilakukan kepada Sri Sultan
HB X, kemudian GKR Hemas. Usai sungkem terhadap Sultan dan
Permaisuri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat tersebut,
sungkeman dilanjutkan kepada kedua orangtua KPH Yudanegara.
Pamitan merupakan prosesi terakhir yang dijalani oleh GKR
Bendara dan KPH Yudanegara selama pernikahan agung. Dalam
prosesi pamitan, KPH Yudanegara meminta izin kepada Sultan HB X
dan GKR Hemas untuk membawa istrinya, GKR Bendara ke Jakarta
di mana selama ini KPH Yudanegara bekerja. Selain itu, pamitan juga
merupakan wujud sembah bakti dan permohonan doa restu kedua
pasangan kepada kedua orangtua dari masing-masing pihak.
Dalam acara pamitan temanten kakung menggunakan atela
putih, iket batik, dan jarik motif batik. Sedangkan temanten putri
menggunakan kebaya broklat warna merah jambu dan jarik yang sama
dengan temanten kakung.
B. Tata Rias yang Digunakan Saat Upacara Pawiwahan Agung
1. Tata rias biasa
Tata rias biasa merupakan tata rias yang digunakan pada saat
acara plangkahan, tantingan, midodareni, dan pamitan. Tata rias biasa
meliputi pelembab, alas bedak, bedak, eye shadow, blush on, lipstik,
17
mascara dan lain sebagainya. Sanggul yang digunakan adalah sanggul
ukel tekuk dengan peniti renteng dan bros di tengahnya.
2. Tata rias paes ageng
Tata rias paes ageng digunakan pada saat upacara panggih,
kirab, serta resepsi. Persiapan rias pengantin antara lain meliputi:
memakai lapisan dasar (foundation), boreh, serta kencanan, yaitu apa
yang lazim digunakan untuk merias wajah pengantin.
Perlengkapan rias y ng harus disediakan, antara lain;
1) Pidih: cairan berwarna hitam
2) Prada: kertas emas, yang digunting-gunting selebar ½ cm kemudian
dipotong-potong menurut kebutuhan
3) Prada emas yang dipotong menjadi bentuk kinjengan atau capung-
capung kecil
4) “Keteb” dari bahan metal berwarna putih berbentuk bulat-bulat
kecil
5) Lipstik berwarna merah
6) Boreh (ramuan untuk mengolesi tubuh berwarna kuning kehijauan).
Warna ini menggambarkan keagungan.
Rias dimulai dengan cara mempertebal pola rias untuk
pengantin yang disebut cengkorongan. Pola rias ini telah dibuat secara
tipis usai siraman, dengan garis lengkung di dahi dan pangkal pipi.
Pola rias pada dahi terdiri dari 4 jenis, yaitu: penunggul, pengapit,
penitis, godhek.
Penunggul terletak di pusat dahi dan berbentuk seperti pucuk
daun sirih. Karena ini maka disebut mucuk godhong sirih. Pengapit
berbentuk seperti kuncup daun kantil. Tempatnya di sebelah kanan
dan kiri penunggul. Penitis terletak di pinggil, bentuknya juga seperti
pucuk daun sirih, tetapi lebih kecil dari penunggul. Godhek berbentuk
seperti tanduk kerbau atau seperti pisau yang melengkung ke bawah.
Para ahli paes memiliki patokan perbandingan ukuran lebar, yaitu
3:3:2,5.
18
Di penunggul dilekatkan prada yang berupa kertas warna emas
berbentuk capung bersayap, yang disebut kinjengan. Di pengapit,
penitis, dan godhek dilekatkan kinjengan tidak bersayap. Di tengah-
tengah dahi, tepatnya di bawah penunggul dibuat cithak, yaitu lukisan
memakai pucuk daun sirih mirip belah ketupat yang kemudian dioles
dengan cairan pidih.
Alis digambar menyerupai tanduk menjangan, lalu ditebalkan
dengan pidih. Bentuk ini dinamakan menjangan ranggah. Di pinggiran
mata dekat bulu mata diberi garis yang disebut celak. Di daerah
kelopak mata kea rah pelipis diberi olesan berwarna coklat sedemikian
rupa sehingga tampak samar-samar. Bibir diberi olesan lipstick
berwarna merah.
Tata rambut pengantin puteri gaya Yogya disebut gelung bokor
mengkurep. Sanggul bulat mirip seperti dua sisir jeruk yang dikupas
dan diletakkan berhadap-hadapan, diisi dengan irisan daun pandan
yang terlebih dahulu dimasukan ke dalam rajut panjang. Gelung ini
kemudian ditutup sepenuhnya dengan ronce melati. Hiasan gelung ini
masih ditambah dengan ronce gajah ngoling, rangkaian melati yang
panjangnya 40 cm. Ronce gajah ngoling dikaitkan di bawah gelung
bokor mengkurep. Gelung ini masih diperindah lagi dengan rangkaian
melati yang disebut teplok. Di tengah-tengah gelkung dihiasi bunga
mawar. Masih disempurnakan lagi dengan jebehan.
19
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Upacara pawiwahan agung yang telah dilaksanakan oleh keraton
Yogyakarta dalam rangka merayakan pernikahan putri Sri Sultan
Hamengkubuwana X, yaitu GKR Bendara dan KPH Yudanegara merupakan
sebuah tradisi warisan leluhur yang begitu luar biasa. Serangkaian prosesi
pernikahan yang harus dijalani oleh kedua mempelai memang terasa begitu
melelahkan. Akan tetapi, rangkaian ritual upacara yang telah dilakukan itu
tentu mengandung filosofi masing-masing.
Upacara pawiwahan agung yang dilaksanakan oleh keraton Yogyakarta
ini dilaksanakan selama empat hari berturut-turut, dimulai pada hari Minggu
tanggal 16 Oktober 2011 sampai hari Rabu tanggal 19 Oktober 2011.
Rangkaian prosesi pawiwahan agung ini terdiri dari upacara nyantri, upacara
plangkahan, upacara siraman, upacara tantingan, upacara midodareni, upacara
ijab, upacara panggih, upacara tampa kaya, upacara dahar klimah, kirab
temanten, acara resepsi, serta acara pamitan.
Dalam pelaksanaan berbagai macam prosesi tersebut, juga
menggunakan busana dan tata rias yang berbeda-beda disesuaikan dengan
pakem (aturan yang telah ditetapkan). Untuk busana yang digunakan oleh
orang-orang yang terlibat di dalamnya juga berbeda-beda disesuaikan dengan
kedudukan masing-masing saat berlangsungnya prosesi pernikahan itu. Untuk
prosesi puncak dalam acara pawiwahan agung ini, yaitu pada saat upacara
panggih, kedua mempelai pengantin dirias dengan menggunakan tata rias
paes ageng dan busana yang digunakan adalah busana kebesaran Keraton
Yogyakarta. Sementara untuk acara selain upacara panggih menggunakan tata
rias biasa dan busana kebaya untuk pengantin putri serta busana atela untuk
pengantin pria.
20
B. Saran
Sebagai orang Jawa alangkah baiknya jika kita turut melestarikan adat
tradisi yang telah dilangsungkan sejak dahulu oleh para leluhur kita. Salah
satu contohnya adalah melestarikan rangkaian upacara pawiwahan agung
seperti yang dilakukan oleh pihak Keraton Yogyakarta ini. Dalam menggelar
prosesi pernikahan ada banyak hal yang terlebih dahulu perlu dilakukan oleh
kedua calon mempelai pengantin sebelum pengantin resmi menikah dengan
berlangsungnya acara ijab qobul. Begitu pula untuk rangkaian acara sesudah
ijab qobul.
Memang tidak mutlak harus dilakukan rangkaian prosesi pernikahan
seperti dalam pawiwahan agung ini. Akan tetapi, ketika kita masih bisa dan
mampu untuk melakukan tradisi seperti ini tentu akan lebih baik. Selain itu,
dengan melakukan acara yang telah menjadi tradisi leluhur seperti itu berarti
kita ikut berperan serta dalam menjaga keeksistensian budaya warisan leluhur
kita sendiri. Dan kita pun turut menjaga keberadaan budaya yang telah
diwariskan oleh para generasi sebelum kita terdahulu agar tidak musnah
apalagi dicuri oleh bangsa lain.
21
DAFTAR PUSTAKA
Condronegoro, Mari. 1995. Memahami Busana Adat Kraton Yogyakarta Warisan Penuh Makna. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
http://jogjanews.com/2011/10/20/berita-foto-upacara-tampa-kaya-dan-dhahar-klimah-pernikahan-agung-kraton-yogyakarta/
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQwZqxb5kuB18-0Y3STkC6YN_CuVhzccnw_YX75LSAi5m4ybq7W3Q
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSeBmAHEv321ep7Qto6J3Mnzi26C33elTgIB6by9tklfeNldNSN
http://www.google.co.id/imgres?q=KPH+Yudanegara&hl=id&sa=G&gbv=2&biw=1052&bih=576&tbm=isch&tbnid=Ws7kR-BA-relfM:&imgrefurl=http://anehaneh.tk/kirab-pengantin-kraton-yogyakarta/&docid=QrgwPAaeYzMWKM&imgurl=http://images.detik.com/content/2011/10/18/157/Rombongan-Kirab-7.jpg&w=640&h=427&ei=1_SkTsvCD4iyrAeo2oT7Ag&zoom=1
Jandra, Mifedwil, dkk. 1991. Perangkat/Alat-alat dan Pakaian serta Makna Simbolis Upacara Keagamaan di Lingkungan Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kedaulatan Rakyat, Rabu Kliwon, 19 Oktober 2011.
Mochtar, Kusniati. 1988. Adat Perkawinan Kraton Jogyakarta Dalam Busana Kebesaran. Yogyakarta: Anjungan Daerah Istimewa Jogyakarta TMII.
www.detik.com
www.mediaindonesia.com
Yosodipuro, Marmien Sardjono. 1996. Rias Pengantin Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
22
LAMPIRAN
Kartu Undangan
Prosesi Ngerik
23
Tari Edan-Edanan
Kembar Mayang
24
Rombongan Kirab
Rombongan Kirab
25
Rombongan Kirab
Rombongan Kirab
26
Rombongan Kirab
Resepsi