pbl blok 14 mario
TRANSCRIPT
Musculosceletal-2Ade frima segara manurung
(10-2008-141)C-3
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAJAKARTA
2010
1
Daftar Isi
Daftar isi .............................................................................................................. 2
Kata pengantar ......................................................................................................3
Pendahuluan ..........................................................................................................4
Isi ...........................................................................................................................5
Kesimpulan...........................................................................................................25
Daftar pustaka ......................................................................................................26
2
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam saya sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
kemurahanNya makalah ini dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini saya
membahas “artritis gout”.
Makalah ini dibuat dalam rangka mengetahui dan mengerti penyakit artritis gout.
Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya saya mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi
dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya saya sampaikan :
Dr. Sony, selaku tutor PBL kelompok C3.
Rekan-rekan mahasiwa dan mahasiswi yang telah banyak memberikan masukan untuk
makalah ini, terutama kelompok C 3.
Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat dan mohon maaf bila ada kesalahan,
semoga dilain waktu saya dapat memperbaikinya. Terima Kasih.
Jakarta, 29 Maret 2011
Penyusun
Ade frima segara manurung
10-2008-141
3
PENDAHULUAN
Artritis pirai (gout) adalah suatu inflamasi yang hanya terjadi akibat deposit kristal
monosodium urat (MSU) pada sendi. Sebaliknya, Kristal yang terdeposit di jaringan lunak tidak
akan menyebabkan terjadinya inflamasi, Gangguan metabolism yang mendasarkan gout adalah
hiperurisemia dengan peninggian kadar asam urat lebih dari 7,0 mg/dl dan 6.0 mg/dl.
Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai penyakit gout, mulai dari, gejala, diagnosis
patogenesis, sampai cara menanggulangi dan mencegah penyakit gout.
4
ISI
A. Anamnesis
Anamnesis sangat diperlukan untuk mendeteksi penyakit yang berhubungan dengan
muskuloskeletal. Anamnesis yang penting adalah riwayat penyakit, umur, jenis kelamin, nyeri
sendi, kaku sendi, bengkak sendi, disabilitas dan gejala sistemik. Riwayat penyakit menjadi suatu
yang penting karena pada penyakit gout ini dapat terjadi pengulangan kambuh dari penyakit ini.
Penyakit gout sendiri sebagian besar mempengaruhi orang berumur diatas 30 tahun dan lebih
banyak pria yang terkena penyakit ini. Dua hal tadi yang merupakan kepentingan dari anamnesis
umur dan jenis kelamin pasien. Nyeri sendi biasanya perlu ditanyakan sebagai tanda gejala awal
dari penyakit ini. Nyeri sendi yang sering terjadi paa artritis gout terjadi biasanya berupa serangan
yang hebat pada waktu bangun pagi hari, sedangkan pada malam hari sebelumnya pasien tidak
merasakan apa-apa, rasa nyeri ini biasanya self limiting dan sangat responsif dengan pengobatan.
Apabila sudah berlanjut akan dapat menyebabkan kekakuan dan bengkak dari sendi tersebut.
Apabila sudah terjadi kekakuan dari sendi tersebut tentu saja ini akan menyebabkan
ketidakmampuan sendi tersebut berfungsi secara adekuat. Infeksi sistemik ini sendiri dapat terjadi
pada penderita gout. Gout sendiri pada stadium lanjut merupakan penyakit inflamatoir dan akan
mengakibatkan peningkatan reaktan fase akut seperti peninggian LED atau CRP yang akan
mengakibatkan keluhan kelelahan, lesu, mudah marah, berat badan turun, dan mudah sekali
terangsang. Anamnesis lain yang juga perlu diperhatikan adalah adanya kesakitan pada daerah
perut, kesakitan ini mungkin saja merupakan komplikasi dari penyakit itu sendiri yaitu terjadinya
kerusakan pada ginjal. Selain kerusakan ginjal juga perlu ditanyakan status berkemih pasien
tersebut karena komplikais lain yang dimungkinkan yaitu adanya batu urat yang tersumbat di
saluran kemih.
B. Pemeriksaan
1. Fisik
Pemeriksaan fisik yang penting pada sistem muskuloskeletal dapat dibagi menjadi pada saat
diam/istirahat dan pada saat bergerak. Dan dapat juga dilakukan palpasi untuk beberapa hal seperti
yang akan dibahas. Inspeksi deformitas sangat perlu dilakukan pada sendi-sendi yang terserang gout
ini, selain daripada deformitas pada saat diam juga perlu dilakukan inspeksi pada saat bagian
tersebut coba digerakan. Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah tungkai tersebut mengalami
5
deformitas yang dapat dikoreksi atau deformitas yang sudah tidak dapat dikoreksi. Deformitas yang
dapat dikoreksi apabila deformitas tersebut masih dapat digerakan yang diakibatkan oleh
penumpukan jaringan lunak. Sedangkan deformitas yang tidak dapat dikoreksi biasanya disebabkan
oleh restriksi kapsul sendi atau kerusakan sendi. Pemeriksaan inspeksi lainnya yaitu melihat
benjolan apabila terdapat benjolan pada sendi pasien. Hal yang patut diperhatikan adalah ukuran
dari benjolan, suhu, warna kulit di sekitar benjolan. Bisanya pada penderita gout benjolannya akan
berwarna kemerahan, teraba panas, dan akan berasa nyeri. Untuk mendeteksi kelainan sekunder
yang mungkin terjadi yaitu mencari kelainan yang menyangkut anemia, pembersaran organ limfoid,
keadaan kardiovaskular dan tekanan darah. Kelainan yang mungkin juga timbul walaupun sangat
jarang terjadi yaitu timbulnya febris yang bersifat sistemik.
Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan pada penderita gout adalah melihat cara berjalan,
sikap/postur badan. Sikap badan dan postur badan harus diperhatikan saat pasien masuk ruangan.
Karena sikap badan odan cara berjalan orang yang menahan sakit akan berbeda dari normal. Sikap
berjalan yang paling sering ditunjukan pada penderita gout apada kali adalah gaya berjalan antalgik,
yaitu pasien akan segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformitas sementara pada tungkai
yang sehat akan lebih lama diletakan di lantai; biasanya akan diikuti oleh gerakan tangan yang
asimetri. Pergerakan beserta bunyi apabila digerakan juga patut diperhatikan pada penderita, bunyi
pada penderita gout merupakan bunyi krepitus halus yang terdengar sepanjang struktur yang terkena
dan biasanya lemah dan hanya terdengar mengunakan stetoskop. Pemeriksaan fisik yang mungkin
juga dapat diketemukan kelainan yaitu pemeriksaan ginjal. Pemeriksaan ginjal yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan perkusi ginjal, pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi apakah
ada nyeri pada daerah ginjal. Pemeriksaan ginjal bisanya dilakukan pada penderita lanjut karena
dikhawatirkan terjadi penyumbatan saluran kemih dengan komplikasi lanjutan yaitu pembengkakan
ginjal.
2. Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan lab yang paling dapat menegakkan kristal urat dari cairan sendi ataupun topus
yang mengandung kristal urat. Cara yang dapat digunakan dapat dilakukan dengan reaksi kimia
ataupun dilihat langsung dengan mengunakan mikroskop. Karena tidak semua penderita gout ini
sampai terjadi topus dan sulitnya mengambil cairan sendi pada sendi kecil seperti sendi pada daerah
kaki, cara ini relatif lebih sulit dilakukan daripada pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan lainnya yang
dimaksud adalah mendeteksi LED, hitung leukosit, dan CRP pada fase akut, kadar kreatinin 24 jam.
Asam urat darah dan urin 24 jam. Pada aspirasi cairan sendi dapat diketemukan cairan yang
berwarna putih susu. Cairan ini merupakan manifestasi hitung sel yang dapat meningkat sampai
6
dengan 60.000/μL dan juga terdapat timbunan monosodium urat pada cairan sendi.
Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah asam urat darah dan urin dan kreatinin darah dan
urin 24 jam. Pemeriksaan asam urat urin 24 jam orang diet rendah purin selama 3-5 hari dibawah
600 mg/hari. Apabila hasilnya berada diatas itu orang tersebut diduga mengalami kelebihan
produksi asam urat. Tetapi mungkin juga hasil dibawah 600 mg/hari bukan merupakan batas normal
oleh karena itu diperlukan pemeriksaan kadar kreatinin urin dan darah untuk memantau kemampuan
bersihan ginjal. Kadar asam urat dalam urin tersebut dapat tercapai karena ketidakmampuan ginjal
untuk mengeluarkan asam urat dari dalam tubuh, ini yang disebut dengan underexcretion.
Pemeriksaan kadar urin ini merupakan suatu standar yang perlu diperhatikan karena kadar asam
urat darah yang tinggi akan meningkatkan kemungkinan gout yang timbul. Kadar asam urat 24 jam
masih dapat dikatakan normal tanpa diet dalam batas 800 mg/hari. Apabila kadar asam urat tanpa
diet rendah urat melebihi angka itu patut dicurigai adanya overproduction dari urat tersebut.
Walaupun tidak semua orang yang memiliki asam urat yang tinggi akan menderita gout, begitupun
tidak semua orang yang memiliki kadar asam urat normal tidak akan terkena gout. Menurut
penelitian yang dilakukan di Indonesia sekitar 21% orang yang menderita gout memiliki kadar asam
urat darah yang masih dalam batas normal. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa apabila
hanya ditemukan artritis pada pasien dengan hiperurisemia tidak bisa didiagnosis gout.
Pemeriksaan LED, hitung leukosit, dan CRP merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk
mendeteksi apakah terjadi inflamasi pada pasien tersebut. Reaksi inflamasi akan terjadi pada
penderita gout pada fase akut, oleh karena itu pemeriksaan LED, hitung leukosit, dan CRP akan
meningkat. Pemeriksaan yang paling jarang tatapi masih mungkin dilakukan dan hanya digunakan
untuk penelitian adalah pemeriksaan enzim-enzim dalam tubuh. Pemeriksaan enzimnya antara lain
PRPP synthetase, enzim HPRT, xantin oksidase untuk penyakit gout primer sedangkan unutk gout
sekunder yaitu glukosa 6 fosfatase. Seluruh penyakit hiperurisemia dan gout yang disebabkan oleh
enzim tersebut merupakan kelainan genetik, oleh karena itu biasanya penyakit-penyakit teserbut
sudah mulai dapat dilihat perubahannya pada masa anak-anak.
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering digunakan sebagai alat bantu diagnosis gout adalah
pemeriksaan foto polos. Pemeriksaan foto polos ini digunakan karena memberikan hasil yang cukup
spesifik dengan biaya yang cukup terjangkau. Pemeriksaaan radiologi ini hanya dapat dilaksanakan
pada pasien gout interkritikal. Pada pasien awal tidak dapat dilakukan pemeriksaan karena pasti
akan mendapatkan hasil normal. Hal ini disebabkan karena belum terbentuknya kristal urat yang
akan memberikan gambaran radiopaq.
Perubahan yang radiografis pada penyakit gout ditemukan pada sekitar 50% pasien. Dimana
7
sebagian besar pasien menunjukan kelainan pada sendi metatarsophalangeal yang pertama yaitu
sekitar 60% pasien. Selain dari sendi itu, lokasi lain yang sering terjadi radang gout antaralain jari
kaki, mata kaki, tangan, dan bursa olecranon. Seringnya diketemukan kelainan pada daerah ini
sudah dapat dijelaskan secara ilmiah, dan akan dibahas pada bagian patogenesis.
Perubahan tersebut terjadi diluar dari sendi yang terserang atau pada daerah juxta-artricular
dan didifinisikan sebagai “punched-out lytic lesion” dan lama kelamaan akan menjadi bertambah
besar. Pertambahan besar lesi ini sangat dipengaruhi oleh pola diet pasien. Pada sebagian kasus
sering terjadi patah tulang. Unutk penyakit gout yang kronis hampir selalu diketemulan topus dan
penyempitan dari sendi tersebut. Apabila penyempitan sendi tersebut dibiarkan maka akan sangat
mungkin terberbentuknya deformitas sendi dan kasifikasi dari jaringan lunak disekitar sendi tesebut.
Pada sebagian kasus dapat juga diketemukan penyakit degeneratif yang terdapat pada sendi
metatarsophalangeal. Pada penyakit yang kronis biasanya diketemukan inflamasi asimetris, artritis
erosif yang kadang-kadang disertai nodul jaringan lunak.
Gambar diatas sebelah kiri, gambaran tangan kiri pasien mengambarkan terbentuknya topus pada
jari pertama dengan bagian yang lebih opaq dan terdapat pembengkakan sendi tersebut. Sedangkan
pada tangan kanan pada jari kedua dan kelima antara phalang medial dan distal juga terbentuk
pembengkakan yang lebih opaq. Dapat juga diperhatikan bahwa sendi-sendi tersebut sudah lebih
rapat dibandingkan sendi yang normal. Untuk gambar yang disebelah kanan menunjukan adanya
topus pada metatarsophalangeal pada kaki kiri pasien.
8
Gambaran radiologi konvensional diatas menunjukan kedia tangan penderita yang mengalami
polyarticular yang asimetris, punched-out lesion dan overhanging erosions pada banyak sendi.
9
C. Diagnosis Kerja
Untuk mendiagnosis penyakit gout tidak hanya berdasarkan pada uji laboratorium yang
menunjukan adanya hiperurisemia dan gejala klinik adanya artritis saja. Penyakit gout secra umum
biasanya diketemukan kombinasi-kombinasi berikut:
riwayat inflamasi klasik artritis monoartrikuler khusus pada sendi MTP-1;
diikuti oleh stadium interkritik dimana bebas simptom;
resolusi sinovitis yang cepat dengan pengobatan kolkisin;
hiperurisemia.
Kriteria klasifikasi Artritis Gout pada fase akut dapat dipastikan dengan menemukan
kelainan-kelainan seperti yang ditulis di bawah ini.
a. ditemukan kristal urat yang karakteristik dalam cairan sendi, atau
b. tofus yang terbukti mengandung kristal urat dengan cara kimia atau mikroskop polarisasi, atau
c. ditemukan 6 dari 12 fenomena klinis, laboratoris dan riadologis sebagai tercantum di bawah:
1. lebih dari satu kali serangan artritis akut
2. inflamasi maksimal terjadi dalam waktu satu hari
3. serangan artritis monoartikular
4. sendi kemerahan
5. nyeri atau bengkak pada sendi MTP-1
6. serangan unilateral yang melibatkan sendi MTP-1
7. serangan unilateral yang melibatkan sendi tarsal
8. dugaan tofus
9. hiperurikemia
10. pembengkakan tidak simetris di antara sendi (radiologis)
11. kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)12. kultur cairan sendi untuk mikroorganisme pada waktu serangan inflamasi sendi memberikan
hasil negatif.
Berbeda dengan stadium gout interkritikal dimana stadium gout interkritikal tidak akan
diketemukan reaksi radang akut yang ditandai dengan adanya pembengkakan, merah, panas dan
nyeri. Pada stadium gout interkritikal ini dapat dideteksi dengan aspirasi cairan sendi dan ditemukan
kristal urat. Sedangkan untuk stadium gout menahun, gejala yang paling khas adalah dengan adanya
topus, topus yang diperiksa ini haruslah menunjukan adanya kristal urat. Apabila kristal urat ini
telah ditemukan, maka dapat dipastikan adanya penyakit gout. Kelainan radiografi pada kronik gout
adalah inflamasi asimetri, artritis erosif yang kadang-kadang disertai dengan nodul jaringan lunak.
10
D. Diagnosis Banding
a. Artritis Rematoid
Artritis rematoid merupakan suatu penyakit peradangan
kronis sistemik yang menyerang berbagai jaringan. Pada artritis
rematoid sering terjadi sinovitis poliferatif nonsupuratif yang
sering kali berkembang menjadi kehancuran tulang rawan sendi
dan tulang di bawahnya.dan menimbulkan kecacatan akibat
arthritis. Patogenesis dari penyakit ini adalah hipersensifitas tipe
IV yang dimediasi sel T. Faktor pencetus dari penyakit ini belum
diketahui secara pasti dimana limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi poliferasi sel endotel, dan terjadilah
reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh limfosit. Terjadi juga
pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang
mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus.
Gejala dari arthritis rematoid ini dapat dibedakan dengan gout dengan anamnesis ataupun
dengan pemeriksaan lainnya. Pada arthritis rematoid ini onset dari penyakit tersebut sebagian besar
secara perlahan, tetapi dalam jumlah yang sedikit onsetnya timbul dengan cepat. Pada arthritis
rematoid ditemukan artritis yang simetris berbeda dibandingkan dengan gout yang tidak simetris.
11
Pada stadium awal dari penyakit ini juga dapat diketemukan polyarthritis permanen. Pada
pemeriksaan lab terjadi peningkatan faktor reumatoid, inilah yang menjadi salah satu pembeda
dengan gout. Yang menjadi persamaan dengan gout adalah adanya kenaikan LED dan CRP.
Kenaikan ini juga mekanismenya hampir sama dengan gout karena disebabkan oleh reaksi
inflamasi.
Pada arthritis rematoid stadium lanjut proses inflamasi tidak lagi menimbulkan bengkak
yang berwarna merah walaupun terjadi reaksi peradangan yang nyeri. Gejala arthritis rematoid lain
pada stadium lanjut ditemukan sebuah panus. panus ini terbentuk oleh sel epitel sinovial yang
berpoliferasi dan bercampur dengan sel radang, jaringan granulasi, dan jaringan ikat fibrosa. Panus
ini juga lah yang akan menjebabkan keraguan apabila dibandingkan dengan topus yang relatif sama.
Pada pasien yang sudah kronis, biasanya akan diikuti deformitas sendi dan sudah tidak dapat
dikoreksi lagi. Ketidakdapatan dikoreksinya ini terutama disebabkan karena sudah hilangnya
lapaisan tulang rawan, bahkan dapat juga terjadi penyatuan tulang, sehingga kemampuan sendi
tersebut tidak dapat digerakan sama sekali. Deformitas yang sering terjadi adalah membentuk leher
angsa. Dimana telapak tangan akan bergerak ke arah ulna dan jari-jari akan bergerak ke arah radius.
Pada gambaran radiologi konvensional baik pada fase akut ataupun pada fase kronis akan
ditemukan pembengkakan jaringan lunak osteopenia juxta articular, erosi tulang dan hilangnya
tulang rawan. Foto polos sendi yang juga penting yaitu pergelangan tangan dan pergelangan kali
untuk data dasar, sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya. Untuk foto MRI mampu
mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal dibandingkan dengan foto polos, sehingga tampilan
sendinya akan lebih rinci. Pada foto rontgen polos yang paling dapat dibedakan dengan gout adalah
adanya pembengkakan jaringan lunak dan terdapat erosi tulang sekitar dari sendi yang terkena
tersebut. Gout sendiri jarang bersama-sama dengan Artritis reumatoid, bila dicurigai adanya gout
maka pemeriksaan cairan sendi perlu dilakukan. Apabila pemeriksaan cairan sendi didapatkan
kristal urat maka dapat dipasitkan terjadi gout.
b. Infeksious Arthritis
Infeksius arthritis merupakan sebuah bentuk peradangan pada daerah sendi dengan
penyebab bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan peradangan di Indonesia merupakan
Microbacterium toberculosa. Bakteri dapat masuk ke dalam sendi dapat melaui berbagai jalan
termasuk lewat aliran darah selain aspirasi langsung pada cairan synovial. Bakteri yang terdapat di
sendi akan memiliki dua kemungkinan yaitu akan mati difagosit oleh synovial lining cells.
Pemakanan ini akan memunculkan reaksi antigen antibodi yang akan mengaktifkan jalur klasik.
Apabila bakteri yang masuk ke sendi tersebut memiliki toksin, maka toksin tersebut akan
12
mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif. Kemungkinan ketiga yaitu bakteri tersebut akan
terfagosit oleh PMN, dimana dalam proses fagositosisnya akan mengeluarkan ke lingkungan sedikit
enzim lisozomal. Ketiga faktor tersebut lah yang mengakibatkan inflamasi pada daerah sendi.
Gejala klinis yang dapat terlihat pada penyakit infeksious arthritis adalah nyeri, bengkak,
kaku, dan berwaran kemerahan pada sendi. Sendi yang terkena biasanya hanya nomoartrikular.
Gejala lainnya yang pasti terjadi dan berdampak sistemik adalah deman. Dari beberapa gejala yang
disebutkan diatas sesuai dengan gout. Pemeriksaan hitung leukosit yang didapatkan akan lebih dari
50.000/ml dengan PMN lebih dari 80%. Kenaikan yang tinggi ini jarang diketemukan pada
penderita gout, walaupun pada sebagian penderita dapat terkena. Pada pemeriksaan ini glukosa dan
LDH darah tidak begitu berguna. Gambaran radiologis yang didapatkan pada otot polos pada fase
awal akan menunjukan adanya osteoporosis periartrikular, penyempitan celah sendi dan terdapat
erosi. MRI akan lebih spesifik dibandingkan dengan foto polos pada stadium awal. MRI dapat lebih
spesifik karena pada stadium awal akan terjadi pembengkakan dan pendesakan jaringan lunak dan
sendi.
c. Osteoarthritis
Osteoartritis (OA) adalah suatu kelainan sendi kronis (jangka lama) dimana terjadi proses
pelemahan dan disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan tulang dan
tulang rawan baru pada sendi. Kelainan ini merupakan suatu proses degeneratif pada sendi yang
dapat mengenai satu atau lebih sendi.
Osteoartritis merupakan penyakit tersering yang menyebabakan timbulnya nyeri dan
disabilitas (hambatan) gerakan pada populasi usia lanjut. OA merupakan kelainan yang mengenai
berbagai ras dan kedua jenis kelamin. Pria dan wanita memiliki kesempatan yang sama untuk
terkena OA, namun pada wanita biasanya sendi yang terkena lebih banyak. Seiring dengan
bertambahnya usia, insidens OA juga semakin bertambah. Dapat dibayangkan nanti ketika
seseorang sudah berusia lebih dari 60 tahun, ¼ dari seluruh populasi wanita dan 1/5 dari seluruh
populasi pria dapat terkena OA. OA dapat menyerang semua sendi, namun predileksi yang tersering
adalah pada sendi-sendi yang menanggung beban berat badan seperti panggul, lutut, dan sendi
tulang belakang bagian lumbal bawah.
Hal-hal yang dapat menjadi faktor risiko timbulnya OA antara lain :
Trauma, yaitu patah tulang yang mengenai permukaan sendi.
Pekerjaan yang menimbulkan beban berulang pada sendi.
Obesitas (kegemukan), yang menyebabkan peningkatan beban pada sendi, terutama sendi
lutut.
13
Riwayat OA pada keluarga.
Densitas (kepadatan) tulang yang rendah.
Nyeri merupakan keluhan utama tersering dari pasien-pasien dengan OA yang ditimbulkan
oleh kelainan seperti tulang, membran sinovial, kapsul fibrosa, dan spasme otot-otot di sekeliling
sendi. Nyeri awalnya tumpul kemudian semakin berat, hilang timbul, dan diperberat oleh aktivitas
gerak sendi. Nyeri biasanya menghilang dengan istirahat.
Kekakuan pada kapsul sendi dapat menyebabkan kontraktur (tertariknya) sendi dan
menyebabkan terbatasnya gerakan. Penderita akan merasakan gerakan sendi tidak licin yang disertai
bunyi gemeretak (krepitus). Sendi terasa lebih kaku setelah istirahat. Perlahan-lahan sendi akan
bertambah kaku.
Sendi akan terlihat membengkak karena adanya penumpukan cairan di dalam sendi.
Pembengkakan ini terlihat lebih menonjol karena pengecilan otot sekitarnya yang diakibatkan
karena otot menjadi jarang digunakan.
Berikut adalah beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk lebih mendukung adanya
OA dan untuk membedakannya dengan gout antara lain :
Pemeriksaan laboratorium --> biasanya tidak dijumpai kelainan
Foto polos sendi (roentgen) --> dapat terlihat penyempitan rongga sendi, pembentukan
osteofit (tonjolan-tonjolan kecil pada tulang), perubahan bentuk sendi, dan destruksi tulang
Pemeriksaan cairan sendi --> dapat dijumpai peningkatan kekentalan cairan sendi
Pemeriksaan artroskopi --> dapat memperlihatkan destruksi tulang rawan sebelum tampak
di foto polos
14
E. Etiologi Gout
Artritis pirai (gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal
monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan ekstraselular.
Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang
merusak tulang (tofi), batu asam urat dan yang jarang adalah kegagalan ginjal (gout nefropati).
Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai
peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl.
Beberapa orang dengan gout membentuk lebih banyak asam urat dalam tubuh nya (10%). Sisanya
(90%) adalah dimana tubuh tidak efektif membuang asam urat melalui air seni. Genetik, jenis
kelamin dan nutrisi (peminum alkohol, obesitas) memegang peranan penting dalam pembentukan
penyakit gout.
F. Epidemiologi
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang disampaikan oleh
Hippocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja (adolescens) sedangkan pada
perempuan jarang sebelum menopause. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di Amerika
Serikat adalah 13.6/1000 pria dan 6.4/1000 perempuan. Prevalensi gout bertambah dengan
meningkatnya taraf hidup. Prevalensi di antara pria African American lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok pria caucasian.
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis pirai (AP). Pada tahun 1935
seorang dokter kebangsaan Belanda bernama Van der Horst telah melaporkan 15 pasien artritis pirai
dengan kecacatan (lumpuhkan anggota gerak) dari suatu daerah di Jawa Tengah. Penelitian lain7
mendapatkan bahwa pasien gout yang berobat, rata-rata sudah mengidap penyakit selama lebih dari
5 tahun. Hal ini mungkin disebabkan banyak pasien gout yang mengobati sendiri (self medicatiori).
Satu study yang lama di Massachusetts (Framingham Study) mendapatkan lebih dari 1% dari
populasi dengan kadar asam urat kurang dari 7 mg/100 ml pernah mendapat serangan artritis gout
akut.
Di Asia tenggara dan Pasifik, hiperurisemia dan penyakit pirai lebih sering ditemukan. Insidens
paling tinggi ditemukan pada pria bangsa Maori di New Zealand, yaitu 10 penderita tiap 100
orang.
Faktor yang dianggap ikut berperan sehubungan dengan tingginya insidens pirai di antara bangsa
Maori adalah Clearance asam urat yang rendah pada ginjal, pemakaian alkohol yang banyak, dan
kegemukan.15
Epidemiologi hiperurisemia dan penyakit pirai di Indonesia masih belum diketahui dengan pasti,
tetapi ada beberapa bukti bahwa hiperurisemia dan penyakit pirai sering dijumpai, misalnya di
Sulawesi dan Jawa.
G. Patogenesis Gout
Gout merupakan gangguan yang disebabkan oleh penimbunan asam urat, yaitu suatu produk
akhir dari metabolisme purin, dalam jumlah berlebihan di jaringan. Asam urat yang tertimbun ini
berbentuk kristal mononatrium urat, dalam waktu yang lama, kristal ini akan membesar dan
membentuk tofi dan dapat juga terjadi deformitas sendi yang kronis. Bentuk sediaan histopatoligis
dari gout ini biasanya menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir kristal monosodium urat. Dan
karena terjadi reaksi inflamasi maka akan diketemukan sel nononuklear dan sel giant. Erosi
kartilago dan korteks tulang terjadi di sekitar tofus. Kapsul fibrosa biasanya prominen di sekeliling
tofi. Kristal tofi berbentuk jarum dan sering membentuk sekelompok kecil secara radier. Pada gout
akut pada cairan sendi juga biasanya akan diketemulan monosodium urat. Apabila aspirasi diambil
saat inflamasi akut maka akan diketemukan banyak kristal di dalam lekosit. Hal ini disebabkan
karena terjadi proses fagositosis. Walaupun memiliki hubungan sebab akibat antara gout dan
hiperurisemia, tetapi tidak berarti setiap penderita hiperurisemia pasti akan menderita gout,
begitupun sebaliknya tidak semua penderita gout pasti juga telah menderita hiperurisemia.
Gout sendiri dibagi menjadi tiga kategori yaitu gout primer, gout sekunder, gout idiopatik.
Gout promer adalah gout tanpa disebabkan penyakit atau penyebab lain, terdiri dari hiperurisemia
primer dengan kelainan molekuler yang masih belum jelas dan hiperurisemianya karena adanya
kelainan enzim. Guot sekunder adalah gout yang disebabkan karena penyakit lain atau penyebab
lain. Gout sekinder dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu kelainan yang menyebabkan
peningkatan biosontesis de novo, kealinan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau
pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan underexcretion. Gout idiopatik adalah
hiperurisemia yang tidak jelas penuebab primer, kelainan genetik dan tidak ada kelainan fisiologi
atau anatomi yang jelas.
16
Tabel diatas merupakan tabel perbedaan gout primer dan sekunder.
Gambar diatas merupakan gambar proses metabolisme dari pembentukan asam urat.
Kelainan kelainan pada enzim PRPP synthetase, enzim HPRT, xantin oksidase akan menyebabkan
penyakit gout primer, kelainan pada enzim glukosa 6 phospatase terdapat pada penyakit gout
sekunder. Dimana peningkatan PRPP dan atau penurunan HPRT dan APRT akan menyebabkan
overproduction. Peningkatan enzim xantin oksidase yang akan mengakibatkan juga peningkatan
asam urat.b Tetapi penurunan glukosa 6 phospatase justru akan menyebabkan hiperurisemia.
Hiperurisemia ini terjadi karena kombinasi overproduction dan under excretion karena peningkatan
17
pemecahan ATP. Selain daripada itu aktivitas fisik yang berat secara normal dapat menyebabkan
hiperurisemia karena terjadi pemecahan ATP datau keadaan anaerob yang menghasilkan zat-zat
yang kemudian dipecah menjadi xantin dan asam urat. Dari semua yang telah disebutkan diatas
merupakan keadaan over production, sedangkan untuk keadaan underexcretion dikelompokan
menjadi penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus, penurunan fractional uric acid
clerance dan pemakaian obat-obat.
Dari tulisan yang ada di atas semuanya telah menunjukan bagaimana terjadinya
hiperurinemia, tetapi tidak menunjukkan bagaimana proses inflamasi dari gout tersebut. Pada
prinsipnya, ini merupakan reaksi peradangan biasa terhadap monosodium urat. Onset dari serangan
gout berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum, suhu lingkungan, dan perubahan PH.
Perubahan kadar asam urat yang meninggi seperti yang terjaid pada skenario karena banyak
mengkonsumsi jeroan dapat meningkatkan reaksi inflamasi yang terjaid pada pasien tersebut.
Perubahan yang bersifat penurunan kadar asam urat dalam darah dapat menyebabkan tofi ataupun
tofus yang tinggi kandungan monosodium uratnya akan mengeluarkan zat tersebut ke luar dari tofi
sehingga menyebabkan juga reaksi inflamasi. Kelarutan monosodium urat akan tinggi pada suhu
yang tinggi dan rendah pada suhu yang rendah. Oleh karena itu dapat dijelaskan bahwa
pengendapan monosodium urat itu lebih mudah terjadi pada organ tubuh yan glebih dingin. Bagian
tubuh yang paling dingin terdapat pada kaki lalu pada ujung-ujung jari tangan. Untuk pH, rentang
kelarutan untuk suatu kelarutan dalam tubuh sangat lebar, dan tidak begitu berpengaruh pada
manusia. Karena pada pH 7,5 dan 5,8 kelarutannya tidak berbeda banyak yang tidak dapat
menyebabkan reaksi inflamasi. Hal yang juga penting adalah kecepatan difusi molekul urat dari
ruang sinovia kedalam plasma hanya setengah kecepatan air. Dengan demikian konsentrasi urat
dalam caiaran sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari
selanjutnya bila cairan sendi diresorbsi waktu berbaring akan meningkatkan kadar urat lokal.
18
Reaksi randang yang timbul seperti bagan diatas dapat terjadi melalui dua proses
peradangan yaitu dengan pengaktifan komplemen dan yang dimediasi oleh makrofag. Kristal urat
sendiri dapat mengaktifkan jalur komplemen klasik dan jalur alternatif. Zat ini dapat
mengaktifkannya tanpa bantuan imunoglobin. Kedua jalur klasik dan jalur alternatif ini akan
mengkatifkan C3 menjadi C3a yang akan mempermudah fagositosis dan memanggil sel netrofil.
Selain itu C3a juga akan mengaktifkan C5 menjadi C5a yang fungsi kemotaksisnya lebih besar dari
C3a. Berdasarkan dari fungsi yang diatas akan menyebabkan membrane attak complex yg
merupakan komponen akhir proses aktivasi komplemen yang bersifat sitotoksik pada sel patogen
maupun sel host. Makrofag pada sinovium merupakan sel utama dalam proses peradangan yang
dapat menghasilkan berbagai mediator kimiawi yang merupakan penyebab dari peradangan itu
sendiri. Setelah kristal urat ini menyebabkan makrofag mengeluarkan mediator peradangan maka
akan juga terjadi pemangilan leukosit ke tempat peradangan dan menyebabkan peningkatan junlah
leukosit sistemik. Mediator peradangan yang mungkin dikeluarkan oleh makrofag adalah IL-1,
19
TNF, IL-6, dan GM-CSF. Semua pengkspresian gen ini terjadi akibat degranulasi dan melalui jalur
signal transduction pathway dan berakhir dengan aktivasi transkripsi faktor. Peningkatan jumlah
leukosit sistemik ini yang dapat dipantau pada pemeriksaan lab yang merupakan salah satu pertanda
dari adanya inflamasi.
Stadium dari gout ini dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu stadium gout akut,
stadium interkritikal dan stadium gout menahun. Pada stadium gout akut rasa nyeri timbul sangat
cepat dalam waktu yang singkat. Nyeri yang singkat biasanya dialami mono artrikuler bengkak,
merah, terasa hangat, dan dengan gejala sistemik.seperti yang telah disebutkan sebelumnya sendi
yang sering terkena pada MTP-1. Keluhan ini dapat sembuh dalam beberapa jam atau hari, tetapi
apabila tidak dipantau penyakitnya akan menyebabkan gout kronis. Stadium berikutnya yaitu
stadiium interkritikal, stadium ini tidak didapati gejala tanda-tanda radang akut namum pada
aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan tetap berlajut
walaupun tanpa keluahn. Keadaan ini dapat terjaid satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat
sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Stadium gout menahun dapat terjadi apabila tidak dilakukan
penanganan yang baik pada stadium gout sebelumnya. Ciri khas stadium ini yaitu besarnya tofi dan
terdapat poliartikular. Tofi ini sering pecah dan sulut sembuh dengan obat, kadang-kadang dapat
timbul infeksi sekunder. Lokasi tofi yang sering yaitu pada cuping telinga, MTP-1, olekranoon,
tendo achilles dan jari tangan. Pada stadium ini juuga sering disertai batu saluran kemih sampai
penyakit ginjal menahun.
H. Penatalaksanaan
Secara umum penanganan artritis gout adalah memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi
dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun
komplikasi lain, misalnya pada ginjal.
Tujuan terapi gout adalah:
1. Menghentikan serangan akut secepat mungkin
2. Mencegah serangan akut berulang
3. Mencegah komplikasi akibat timbunan Kristal urat di sendi, ginjal atau tempat lain.
Modalitas yang tersedia untuk terapi gout dan hiperurisemia:
1. Edukasi
Sebagian besar kasus gout dan hiperurisemia (termasuk hiperurisemia asimptomatik) mempunyai
latar belakang penyebab primer, sehingga memerlukan pengendalian kadar asam urat jangka pan-
jang. Perlu compliance yang baik dari pasien untuk mencapai tujuan terapi di atas, dan hal itu hanya
20
didapat dengan edukasi yang baik. Pengendalian diet rendah purin juga menjadi bagian tata laksana
yang penting.
2. Terapi serangan akut: kompres dingan, kolkisin, OAINS, steroid, ACTH
Pada keadaan serangan akut pemberian kompres dingin dapat membantu mengurangi keluhan nyeri.
Semua yang meningkatkan dan menurunkan asam urat harus dikendalikan. Tidak diperbolehkan
minum alkohol. Penggunakan obat penurun asam urat dihindari, kecuali sebelumnya sudah
mengkonsumsinya secara rutin, maka harus diteruskan dan tidak boleh dihentikan.
Kolkisin mempunyai efek anti inflamasi yang kuat, namun batas amannya sangat sempit, dan sering
menimbulkan efek samping. Secara tradisional dulu kolkisin digunakan pada serangan akut arthritis
dengan dosis 0,5-0,6 mg tiap jam peroral sampai terjadi tiga hal yaitu keluhan arthritis membaik;
muncul efek samping mual, muntah, diare; atau sudah mencapai dosis maksimal seba-nyak 10
dosis. Saat ini para ahli lebih menganjurkan pemberian tiap 2-6 jam sehingga tidak menimbulkan
banyak efek samping, dan lebih berharap pada efek prevensi serangan berikutnya. Pemberian
kolkisin intravena menjadi alternatif, namun dengan risiko efek samping yang lebih besar. Hati-hati
pada gangguan fungsi ginjal.
Terapi dengan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) menjadi pilihan utama untuk diberikan pada
serangan akut dengan dosis yang optimal, dengan syarat fungsi ginjal yang masih baik.6 Jenis
OAINS termasuk yang selektif COX-2 tidak terlalu berpengaruh terhadap respon klinik, tapi
sebaiknya digunakan yang jenis deng-an onset kerja cepat, dan dengan pertimbangan efek samping-
nya.
Pemakaian kortikosteroid intrartikuler cukup bermanfaat pada arthritis monoartikuler atau yang
melibatkan bursa. Sedangkan kortikosteroid sistemik dapat digunakan terutama pada gangguan
fungsi ginjal, atau intoleran dengan kolkisin dan OAINS. Dosis steroid yang diperlukan sesuai de-
ngan prednisone 20-60 mg perhari. Adrenocorticotropic (ACTH) injeksi intramuskuler dapat
mengatasi serangan akut pada pemberian pertama kali, meskipun kadang-kadang diperlukan pe-
ngulangan 24-48 jam kemudian.
3. Kontrol hiperurisemia: xanthine oxidase inhibitors, urikosurik agent
Kontrol hiperurisemia dilakukan dengan diet rendah purin, serta menghindari obat-obatan yang
meningkatkan kadar asam urat serum terutama diuretik. Selanjutkan diperlukan urate lowering
agent seperti golongan xanthine oxidase inhibitor, maupun uricosuric agent, dengan catatan tidak
boleh dimulai pada saat serangan akut. Pada hiperurisemia asimptomatik terapi farmakologik dimu-
lai jika kadar asam urat serum >9 mg/dL. Sedangkan pada penderi-ta gout telah diketahui bahwa
pemberian urate lowering agent juga menjadi faktor pencetus serangan akut, sehingga diberikan
21
juga kolkisin dosis prevensi 0,6 mg 1-3 kali perhari, atau OAINS dosis rendah, dan dimulai setelah
tidak adanya tanda-tanda inflamasi akut. Rilonacept, suatu inhibitor IL-1 sedang dikembangkan se-
bagai obat pencegah serangan akut pada awal terapi penurun asam urat. Target terapi adalah menu-
runkan kadar asam urat serum sampai di bawah 6,8 mg/dL (lebih baik sampai 5-6 mg/dL).
Jenis urate lowering agent yang pertama yaitu golongan xanthine oxidase inhibitor dengan cara
kerja penghambatan oksidasi hipo-xantin menjadi xantin, dan xantin menjadi asam urat. Obat yang
termasuk golongan ini adalah allopurinol. Diberikan mulai dosis 100 mg/hari dan dinaikkan tiap
minggu sampai tercapai target (rata-rata diperlukan minimal 300 mg/hari). Pada gangguan fungsi
ginjal dosis harus disesuaikan. Jenis obat yang lain seperti febuxostat, non-purine xanthine oxidase
inhibitor yang juga cukup poten, maupun pegylated recombinant uricase, masih dikembangkan.
Sedangkan jenis urate lowering agent yang kedua yaitu golongan uricosuric agent, bekerja dengan
cara menghambat reabsorsi urat di tubulus renalis. Yang paling sering dipakai adalah probenesid
dan sulfinpirazon. Probenesid dengan dosis 0,5-3 gram dibagi 2-3 kali perhari. Sedangkan
sulfinpirazon diberikan dengan dosis 300-400 mg dibagi 3-4 kali perhari. Pemakaian obat
urikosurik ini lebih diindikasikan pada keadaan dengan ekskresi asam urat di urin <800 mg perhari,
dan dengan fungsi ginjal yang masih baik (creatinine clearance >80ml/menit). Risiko batu ginjal
semakin besar pada kadar asam urat di urin yang tinggi. Pada beberapa kasus yang sulit
dikendalikan dengan obat tunggal, kombinasi uricosuric agent dan xanthine oxidase inhibitor dapat
dibenarkan.
I. Pencegahan
Makanan yang mengandung tinggi purin dan tinggi protein sudah lama diketahui dapat
menyebabkan dan meningkatkan risiko terkena gout. Makanan kaya protein dan lemak merupakan
sumber purin. Padahal walau tinggi kolesterol dan purin, makanan tersebut sangat berguna bagi
tubuh, terutama bagi anak-anak pada usia pertumbuhan. Kolesterol penting bagi prekusor vitamin
D, bahan pembentuk otak, jaringan saraf, hormon steroid, garam-garaman empendu dan membran
sel.Orang yang kesehatannya baik hendaknya tidak makan berlebihan. Sedangkan bagi yang telah
menderita gangguan asam urat, sebaiknya membatasi diri terhadap hal-hal yang bisa memperburuk
keadaan. Misalnya, membatasi makanan tinggi purin dan memilih yang rendah purin.
Makanan yang sebaiknya dihindari adalah makanan yang banyak mengandung purin tinggi.
Penggolongan makanan berdasarkan kandungan purin:
Golongan A: Makanan yang mengandung purin tinggi (150-800 mg/100 gram makanan)
adalah hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jeroan, udang, remis, kerang, sardin, herring,
ekstrak daging (abon, dendeng), ragi (tape), alkohol serta makanan dalam kaleng.
22
Golongan B: Makanan yang mengandung purin sedang (50-150 mg/100 gram makanan)
adalah ikan yang tidak termasuk golongan A, daging sapi, kerang-kerangan, kacang-kacangan
kering, kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun pepaya, kangkung.
Golongan C: Makanan yang mengandung purin lebih ringan (0-50 mg/100 gram makanan)
adalah keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan.
Pengaturan diet sebaiknya segera dilakukan bila kadar asam urat melebihi 7 mg/dl dengan tidak
mengonsumsi bahan makanan golongan A dan membatasi diri untuk mengonsmsi bahan makanan
golongan B. Juga membatasi diri mengonsumsi lemak serta disarankan untuk banyak minum air
putih. Apabila dengan pengaturan diet masih terdapat gejala-gejala peninggian asam urat darah,
sebaiknya berkonsultasi dengan dokter terdekat untuk penanganan lebih lanjut.
Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan
berat badan. Penderita gangguan asam urat yang kelebihan berat badan, berat badannya harus
diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah konsumsi kalori. Asupan kalori yang terlalu sedikit
juga bisa meningkatkan kadar asam urat karena adanya badan keton yang akan mengurangi
pengeluaran asam urat melalui urin
Hal yang juga perlu diperhatikan, jangan bekerja terlalu berat, cepat tanggap dan rutin
memeriksakan diri ke dokter. Karena sekali menderita, biasanya gangguan asam urat akan terus
berlanjut.
Tinggi karbohidrat
Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik dikonsumsi oleh penderita
gangguan asam urat karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin. Konsumsi
karbohidrat kompleks ini sebaiknya tidak kurang dari 100 gram per hari. Karbohidrat sederhana
jenis fruktosa seperti gula, permen, arum manis, gulali, dan sirop sebaiknya dihindari karena
fruktosa akan meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
Rendah protein
Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
Sumber makanan yang mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati,
ginjal, otak, paru dan limpa. Asupan protein yang dianjurkan bagi penderita gangguan asam urat
adalah sebesar 50-70 gram/hari atau 0,8-1 gram/kg berat badan/hari. Sumber protein yang
disarankan adalah protein nabati yang berasal dari susu, keju dan telur.
Rendah lemak
23
Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Makanan yang digoreng, bersantan,
serta margarine dan mentega sebaiknya dihindari. Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15 persen
dari total kalori.
Tinggi cairan
Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat melalui urin. Karena itu, Anda
disarankan untuk menghabiskan minum minimal sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari. Air minum
ini bisa berupa air putih masak, teh, atau kopi. Selain dari minuman, cairan bisa diperoleh melalui
buah-buahan segar yang mengandung banyak air. Buah-buahan yang disarankan adalah semangka,
melon, blewah, nanas, belimbing manis, dan jambu air. Selain buah-buahan tersebut, buah-buahan
yang lain juga boleh dikonsumsi karena buah-buahan sangat sedikit mengandung purin. Buah-
buahan yang sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian, karena keduanya mempunyai
kandungan lemak yang tinggi.
Tanpa alkohol
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat mereka yang mengonsumsi alkohol lebih
tinggi dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan
meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambat pengeluaran asam urat dari
tubuh.
J. Prognosis
Dari segi prognosis, pirai dapat dianggap sebagai suat u simtom, bukan merupakan suatu penyakit
tersendiri. Dengan kata lain prognosis penyakit pirai merupakan prognosis penyakit yang
menyertainya.
Jarang artritis pirainya sendiri menyebabkan kematian, dan angka kematian artritis pirai adalah
tidak berbeda dengan angka kematian populasi pada umumnya. Sebaliknya, pirai sering
dihubungkan dengan beberapa penyakit yang berbahaya dengan mortalitas cukup tinggi. Sebagai
contoh misalnya kelainan vaskular degeneratif, hipertensi, hiperlipidemia, penyakit ginjal dan
kegemukan.
KESIMPULAN
24
Penyakit gout sering menyebabkan pembengkakan pada sendi akibat deposit Kristal asam
urat terutama pada metatarsophalanges 1 yang kemudian menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan
panas. Penyakit ini dapat menjadi kronis jika tidak diobati segera dan menyebabkan gangguan
aktivitas hidup pada si penderita.
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Edward ST. Arthritis pirai (arthritis gout). Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4.
Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.
2. Harper's Illustrated Biochemistry, Twenty-Seventh Edition; The McGraw-Hill Companies,
Inc. 2006
3. Kainama,H.W.S. Penyakit pirai (gout),UKRIDA,1993
4. Gundreman, RB. Gunderman Essential Radiology Second Edition : Thieme Medical Pub-
lishers, Inc , 2006
5. Sudiono, dr. Herawati (et all). Patologi klinik urinalisis. Jakarta : Biro Publikasi Fakultas
Kedokteran Ukrida ; 2008.
6. Arthritis gout. Diunduh dari http://www.klikdokter.com/illness/detail/44 (2011)
7. Asam urat(gout arthritis). Diunduh dari
http://www.jakartalantern.com/content/health-topic/gout.html ( 29 maret 2011)
8. Hidayat R. Gout dan hiperurisemia. Diunduh dari http://www.dexa-medica.com
(2011)
26