pbl blok 21 metabolik endokrin-2
DESCRIPTION
pblTRANSCRIPT
Diabetes Melitus Tipe I pada Anak
Ellen Seprilia Sujiman *
102010105
F2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
*Alamat Korespondensi :
Ellen Seprilia Sujiman
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510
No Telp (021) 5694-2051 email: [email protected]
Pendahuluan
Diabetes melitus adalah salah satu penyakit kronik yang paling sering mengenai anak di
Amerika Serikat, dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada orang
dewasa. Walaupun sebagian besar morbiditas dan mortalitas yang telah diketahui berkaitan
dengan diabetes melitus terjadi akibat penyulit jangka-panjang selama masa dewasa, tetapi
upaya untuk menangani diabetes selama masa kanak-kanak merupakan faktir penting untuk
menurunkan peningkatan morbiditas dan mortalitas jangka-panjang ini serta memperbaiki
kualitas hidup anak yang terjangkit diabetes melitus. Penatalaksanaan diabetes yang optimal
pada masa anak-anak dan remaja merupakan tantangan yang cukup besar bagi pasien, keluarga,
maupun petugas kesehatan. Diabetes sering digunakan sebagai model pada masa anak karena
1
psikososial penangan penyakit kronik pada masa anak karena penyakit ini bersifat kronik dan
memiliki kompleksitas penanganan yang tidak sempurna. 1
Diabetes melitus bukan salah satu wujud tunggal terapi agaknya merupakan kelompok
kelainan heterogen yang ada perbedaan pola genetik serta mekanisme patofisiologi dan etiologi
lain yang membebakan gangguan toleransi glukosa. Kelompok Data Diabetes Nasional telah
mengajukan klasifikasi diabetes dan katehgori lain intoleransi glukosa berdasarkan
pengetahuan masa kini. Klasifikasi ini telah didukung dan diterima oleh berbagai asosiasi
diabetes diseluruh dunia serta oleh dan beberapa bentuk intoleransi karbohidrat telah dikenali. 1
Anamnesis
Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat
kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang
dialami pasien. Berdasarkan kasus di atas, anamnesis yang dilakukan secara allo-anamnesis
yaitu anamnesis dimana ibu pasien yang menderita penyakit langsung menjawab pertanyaan
dokter. 1
Pertanyaan-pertanyaan yang biasa ditanyakan pada saat anamnesis pasien diabetes adalah
gejala-gejala khas diabetes serta komplikasi yang biasa sudah menyertainya pada saat
diagnosis. Pertanyaan yang biasa diajukan antara lain :
Identitas Pasien
Keluhan Utama
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit keluarga
Poliuria. Apakah pasien merasakan volume urin yang meningkat. Biasanya sering
disertai dengan adanya nokturia yang membangunkan pasien dari tidurnya dan
sering menganggu kualitas tidur.
Polidipsia. Tanyakan apakah pasien sering merasa haus. Polidipsia disebabkan oleh
banyaknya volume urin yang dikeluarkan.
Poliphagia. Tanyakan apakah pasien sering merasa lapar.
Penurunan berat badan.
2
Neuropati. Tanyakan apakah pasien mengalami kesemutan, hilang rasa pada bagian
distal tubuh seperti kaki.
Infeksi. Tanyakan apabila pasien mendapat luka, apakah luka tersebut sukar
sembuh, terutama pada bagian kaki..
Retinopati. Tanyakan pada pasien apakah ia mengalami gangguan penglihatan. 1
Pemerikasaan Fisik
Sebagai tambahan dari pemeriksaan fisik komplit pada umumnya, perlu diberikan
perhatian khusus pada aspek-aspek yang berkaitan dengan DM seperti BMI, pemeriksaan mata,
tekanan darah ortostatik, pemeriksaan kaki, pemeriksaan denyut perifer. Tekanan darah >
130/80 mHg sudah dianggap sebagai tekanan darah tinggi pada pasien dengan diabetes.
Pemeriksaan ektremitas bawah yang teliti dilakukan untuk melihat adanya neuropati perifer,
calus, infeksi jamur superficial, penyakit kuku, reflex APR KPR, dan bentuk kaki yang
abnormal (hammer atau claw toes, dan charcoat foot). Dinilai juga kemampuan untuk
merasakan sentuhan menggunakan benang monofilament dan kemampuan untuk menentukan
letak sakit/tusukan (pinprick) untuk menentukan seberapa parah neuropati perifernya. Penyakit
periodontal, gigi, dan gusi lebih sering terjadi pada pasien DM, sehingga juga harus diperiksa. 2
Working Diagnosis
Diabetes Melitus Tipe I
Diabetes melitus tipe I, kedaan ini ditandai dengan insulinopenis berat dan
ketegantugan pada insulin eksogen untuk mencegah ketosis dan agar tetap hidup, karenanya
diabetes ini disebut juga diabetes melitus tergantung insulin (IDDM). Riwayat alamiahnya
penyakit ini menunjukkan bahwa ada fase tidak tergantung insulin, preketotik, baik sebelum
dan setelah diagnosis awal. Meskipun mulainya terjadi terutama pada masa anak, penyakit ini
dapat timbul pada usia kapanpun. Karenanya, istilah seperti diabetes juvenil, diabetes
cenderung ketosis, dan diabetes rapuh harus dihilangkan diganti diabetes tipe I atau IDDM.
Diabetes tipe I secara jelas berbeda karena hubungannya dengan antigen histokopatibilitas
(HLA), adanya antibody terhadap komponen sitoplasma dan komponen sel permukaan sel
pulau dalam sirkulasi, antibody terhadap insulin pada tidak ada pemajanan terhadap injeksi
insulin eksogen sebelumnya, antibody terhadap asam glutamate dekarboksilase (glutamic acid
3
decarboxylase [GAD]), enzim yang mengubah asam glutamate menjadi asam gamma
aminobutirat (gamma aminobutyric acid [GABA]), ditemukan secara berlebihan pada inervasi
pulau pancreas, infiltrasi limfosit pulau pada awal peyakit, diabetes pada anak adalah tegantung
insulin dan masuk dalam kartegori tipe I. 3
Differensial Diagnosis
Diabetes Melitus Tipe II
Orang-orang dalam subkelas ini (dahulu dikenal dengan diabetes yang mulai dewasa,
diabetes yang mulai maturitas (maturity onset diabetes [MOD], atau diabetes stabil) adalah
tidak tergantung insulin dan hanya jarang berkembang ketosis, namun beberapa dapat
memerlukan insulin untuk perbaikan hiperglikemia bergejala, dan ketosis dapat timbul pada
beberapa penderita selama infeksi berat atau stress lain. Ini biasanya disebut diabetes melitus
tidak tergantung insulin (non-insulin-dependent diabetes melitus [NIDDM]). Kadar insulin
serum dapat normal atau menurun sedang, biasanya kurang bila dibandingkan dengan kadar
pada kontrol sesuai berat badan, usia, dan masa pubertas. Diabetes ini jarang pada masa anak
dan remaja, ketika diabetes ini menjadi Nampak sebagai toleransi glukosa abnormal, biasanya
pada individu gemuk (obesitas). 3
Sebagai pendekatan awal, penurunan berat badan terindikasi pada anak yang gemuk
(obesitas). Toleransi karbohidrat abnormal juga dapat terjadi pada anak yang memiliki riwayat
keluarga diabetes tipe II. 3
Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi dan secara klinis
ditandai dengan poliuri dan polidipsi. Pada anak, terdapat dua bentuk diabetes insipidus,
defisiensi AVP sejati atau sentral, dan bentuk famial terkaita-X yang kadar AVP darahnya
meningkat (diabetes insipidus nefrogenik). Bentuk pertama respions baik terhadap peberian
AVP eksogen, bentuk yang terakhir refrakter terhadap terapi ini.4
Manifestasi klinis. Poliuri dan polidipsi merupakan manifesatasi klinis utama diabetes
insipidus. Valume urin dapat berlebih 10 L/hari pada orang dewasa atau 200 mL/kg/hari (8
mL/kg/hari) pada bayi. Bayi sangat sering nangis dan tidak puas dengan susu tambahan tetapi
4
tenang bila menadapat air. Hipotermia, turunnya berat badan cepat, dan kolaps adalah biasa
pada masa bayi. Pada anak yang lebih muda, gangguan tidur dan aktivitas terjadi lebih berat.
Jika anak tersebut dapat memenuhi peningkatan kebutuhan air dengan meningkatkan asupan
air, tidak ada gejala tambahan yang ditemukan. Akan tetapi, jika pasien tersebut sangat muda
atau tidak berdaya atau tidak sadar, dengan segera akan timbul dehidrasi. Hiperpireksia dapat
terjadi, dank arena urine bersifat hipotonik, terjadi hipernatremia. Hiperpireksia dan/atau
hipernatremia dapat menyebabkan cedar berat atau fatal pada sistem saraf pusat. 4
Epidemiologi
Diabetes melitus Tipe I adalah gangguan endokrin pediatric tersering, yang mengenai
sekitar 1 dari terhadap diabetes bervariasi dalam populasi etnik. Insidens tahunan pada anak
berkisar 30:100.000 pada populasi Skandinavia sampai rendah sebesar 1:100.000 di Jepang. Di
Amerika Serikat, insidens tahunan sekitar 15:100.000. prevelensi DMI di Amerika Serikat
paling tinggi di antara orang Kaukasia Amerika Serikat lebih rendah pada Afrika Amerika serta
Hispanik Amerika. 4
Determinan genetik memainkan peran pada kerentanan terhadap DMI, walaupun cara
pewarisannya adalah yang kompleks dan mungkin multigenik. Saudara kandung atau anak
kandung pasien diabetes memiliki resiko menderia diabetes sebesar 3-6%, kembari indentik
memiliki resiko 30-50%. Fakor genetik tidak sepenuhya menyebabkan kerentanan terhadap
DMI, faktor lingkungan juga mempunyai peran. 4
Hubungan ketentanan DMI dengan antigen leukosit manusia pada kromosom 6
merupakan determinan kerentanan yang paling kuat, yang memyebabkan sekitar 40%
pewarisan DMI familial. Alel HLA tertentu (HLA DR3 dan DR4) telah dibuktikan
meingkatkan resiko perkembangan DMI, sedangkan HLA tertentu lain telah ditemukan
menggunakan pengaruh protektif. Lebih dari 90% anak dengan DMI memiliki alel HLA DR3,
DR4, atau keduanya. Daerah V dengan insulin pada kromosom 11 juga telah dikaitkan dnegan
kerentanan DMI, dan terdapat beberapa bukti adanya hubungan sedikitnya 18 lokus lain dengan
DMI. 3,4
5
Etiologi
Penyebab dasar temuan-temuan klinis awal pada bentuk diabetes dominan ini pada
masa anak adalah sekresi insulin yang menurun tajam. Meskipun kadar basal insulin dalam
darah dapat normal pada penderita yang baru didiagnosis, produksi insulin dalam responsnya
terhadap bergbagai sekretagoga yang kuat diturunkan dan biasanya hilang setelah berbulan-
bulan atau bertahun-tahun, jarang melebihi 5 tahun. Pada penderita tertentu yang dianggap
beresiko tinggi terhadap perkembangan diabetes tipe I, seperti kembar identik yang tidak
terkena diabetes, penurunan progresif pada kapasitas mengsekresi insulin telag diketahui selam
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun sebelum muncul gejala diabetes klinis, yang biasanya
menjadi namak pada waktu cadangan sekresi insulin 20% atau berkurang dari normal. 5
Sejumlah antigen yang berbeda terhadap antigen sel beta dapat dideteksi, termasuk
antibody sel pulau (islet cell antibodies [ICA]), autoantibody insulin (AAI), dan antibody
terhadap asam glutamat dekarboksilase (glutamic cid decarboxylase [GDA]). Penelitian
anggota keluarga pasien dengan DMI telah menunjukkan bahwa resiko untuk diabetes
meningkat sesuai jumlah antibodi yang dideteksi dengan serum. Pada individu dengan hanya
satu antibodi yang dapat dideteksi, resikonya hanya 10-15%, pada individu dengan tiga atau
lebih antibodi, resikonya menjadi 55-90%. 5
Begitu dimulai, proses destruktif autoimun diduga berlanjut sampai menghancurkan 80-
90% massa sel beta. Pada saat itu, sisa massa sel beta tidak cukup untuk mempertahankan
kontrol gula darah dan manifestasi klinis diabetes terjadi. 5
Patofisiologi
Pengrusakan progresif sel-sel β menyebabkan defisiensi insulin, hormone anabolik
utama. Sekresi normalnya dalam responsnya terhadap makanan dimodulasi dengan sangat baik
oleh mekanisme neuron, hormon, dan terkait substrat yang saling mempengaruhi untuk
memungkinkan penyusunan terkendali bahan makanan yang tertelan sebagai energy untuk
penggunaan segera atau yang akan datang, mobilisasi energy selama keadaan puasa
tergantuung pada kadar insulin plasma yang rendah. Dengan demikian, pada metabolism
normal, ada perubahan yang teratur antara keadaan anabolik insulin tingga sesudah makan, dan
keadaan puasa, katabolik insulin rendah yang mempengaruhi tiga jaringan utama: hati, otot,
6
jaringan lemak. Diabetes melitus tipe I, ketika ia berkembang menjadi keadaan katabolic
insulin rendah permanen didalam makanan tidak berbalik tetapi agak meningkatkan proses
katabolik ini. Penting untuk menekannkan bahwa hati lebih sensitif daripada otot atau lemak
terhadap kadar insulin tertentu: yaitu, poduksi glukosa endogen dari hati melalui glikogenolisis
dan glukoneogenesis dapat ditahan pada kadar insulin yang tidak sepenuhnya memperbesar
penggunaan glukosa oleh jaringan perifer. Akibatnya, dengan hiperglikemia sesudah makan
(postprandial); hiperglikemi puasa menunjukkan produksi glukosa endogen yang berlebihan
dan manifestasi lambat yang menggambarkan defisiensi insulin berat. 3,4
Meskuipun defisiensi insulin merupakan defk primer, beberapa perubahan sekunder
yang melibatkan hormon stres (epinerfin, kortisol, hormon pertumbuhan, dan glucagon)
mempercepat dan memperbesar jumlah dan besarnya dekompensasi metabolik. Peningktan
kadar plasma hormon kontralegulator memperbesar kekacauan metabolik karena gangguan
sekresi insulin (epinefrin) lebih lanjut, dengan melawan kerjanya (epinefrin, kortisol, dan
hormone pertumbuhan), dan dengan meningkatkan glikogenolisis, glukoneogenesis, lipolisis
dan ketogenesis (glucagon, epinefrin, hormon pertumbuhan, dan kortisol) sementara
menurunkan penggunaan glukosa dan clearance glukosa (epinefrin, hormon pertumbuhan, dan
kortisol). Dengan defisiensi insulin yang progresif, produksi glukosa berlebihan dan gangguan
penggunaannya menyebabkan hiperglikemi dengan glukosuria bila nilai ambang ginjal sektar
180 mg/dL dilampaui. Akibat dieresis osmoticnya menghasilkan poliuria, kehilangan elektrolit
urin, dehidrasi, dan polidipsia kompensatoir. Manifestasi yang berkembang ini, terutama
dehidrasi, merupakan stres fisiologi, mengakibatkan hipersekresi epinefrin, glucagon, kortisol,
dan hormone pertumbuhan yang memperbesar dan mengabadikan kekacauan metabolik dan
mempercepat dekompensasi metabolik. Stres akut karena trauma atay infeksi juga dapat
mempercepat dekompensasi metabolic menjadi keteasidosis pada diabetes yang sedang
berkembang atau sudah menetap. Hiperosmolalitas, biasanya dijumpai sebagai akibat dari
hiperglikemia progresif, turut membantu simtomatologinya, terutama penumpulan otak pada
ketoasidosis diabetes. 3,6
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan nilai plasma hormone kontra-regulator
juga menyebabkan lipolisis yang dipercepat dan sintesis lipid yang terganggu, dengan akibat
peningkatan kadar lipid tota, kolestrol, trigliserid, dan asam lemak bebas plasma. Keadaan
hormone yang saling mempengaruhi defisiensi insulin dan kelebihan glucagon menyimpangkan
asam lemak bebas ke dalam pembentukan benda-benda keton, kecepatan pembentukan benda-
benda keton ini terutama β-hidroksibutirat dan asetoasetat, melebihi kapasitas penggunaan
7
perifernya dan ekskresi ginjal. Akumulasi asam keton ini menyebabkan asidosis metabolik dan
pernapasan cepat dalam kompensatior dalam upaya mengekskresikan kelebihan CO2
(pernapasan kusmaul). Aseton, yang dibentuk oleh konversi asetosetat nonenzimatis,
menyebabkan bau pernapasan yang khas. Keton diekskresikan dalam urin bersamaan dengan
kation dan dengan demikian meningkatkan lebih lanjut kehilangan air dan elektrolit. Pada
dehidrasi progresif, asidosis, hiperosmolalitas dan penurunan penggunaan oksigen otak,
kesadaran menjadi terganggu dan penderita akhirnya menjadi koma. Dengan demikian,
defisiensi insulin mengahsilkan keadaan katabolik yang berat, keadaan kelaparan yang
diperbesar dimana semua tanda klinis awal dapa dijelaskan berdasarkan perubahan-perubahan
yang diketahui pada metabolism intermedier yang dipereantarai oleh defisiensi insulin bersama
dengan kelebihan hormon kontraregulator. Karena perubahan hormon kontra regulator adalah
sekunder, keparahan dan lama gejala menggambarkan luasnya insulinopia primer. 3-6
Manifestasi Klinis
Tanda klasik diabetes pada anak adalah riwayat poliuria, polidipsia, polifagia, dan
turunnya berat badan. Lama gejala-gejala ini bervariasi tetapi sering kurang dari 1 bulan. Kunci
untuk adanya poliuria mungkin mulainya enuresis pada anak yang dilatih buang air
sebelumnya. Mulainya secara diam-diam ditandai dengan lesu, lemah, dan turunnya berat
badan juga sangat lazim. Turunnya berat badan walaupun masukan diet ditambah dapat dengan
mudah diterangkan dengan ilustrasi berikut; Rata-rata nak usia 10 tahun yang sehan
membutuhkan masukan kalori harian 2.000 kalori atau lebih, darinya sekitar 50% berasal dari
karbohidrat. Dengan perkembangan diabetes, kehilangan air dan glukosa harian dapat menjadi
masing-masing sebanyak 5L dan 250 g. Ini menggambarkan kehilangan 1.000 kalori dalam
urin, atau 50% dari rata-rata masukan kalori harian. Karenanya, walaupun masukan makanan
dan air kompensatoir anak meningkat, kalorinya tidak dapat digubakan, kehilangan kalori
berlebihan berlanjur, dan terjadi kenaikan katabolisme dan turunnya berat badan. 5
Infeksi kulit bernanah dan vaginitis monilia pada gading umur belasan tahun kadang-
kadang timbul pada waktu diagnosis diabetes. Infeksi ini jarang merupakan manifestasi klinis
diabetes satu-satunya pada anak, dan riwayat yang teliti akan selalu menunjukkan adanya
poliuria dan polidipsia. 5
8
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini sering
didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah
teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin menurun
sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila dengan dosis
insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka pemberian insulin harus
dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara teratur
untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua
bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
4. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen. 6
Ketoasidosis menyebabkan tanda awal banyak (sekitar 25%) anak diabetes. Manifestasi
awal mungkin relatif ringan dan terdiri atas muntah, poliuria, dan dehidrasi. Pada kasus-kasus
yang lebih lama dan berat, adanya pernapasan kussmaul, dan ada bau aseton pada
pernapasannya. Nyeri atau kekakuan perut dapat menyerupai apendisitis atau pankreatitis.
Terjadi ketumpulan otak dan akhirnya koma. Temuan-temuan laboratorium, meliputi
glukosuria, ketonuria, hiperglikemi, ketonemia, dan asidosis metabolik. Leukosistosis adalah
lazim, dan amylase serum nonspesifik dapat meningkatkan lipase serum biasanya tidak
meningkat. Pada mereka yang dengan nyeri perut, nyeri tidak boleh dianggap bahwa temuan ini
merupakan bukti perlunya gawat darurat pembedahan sebelum masa terapi cairan, elektrolit,
9
insulin yang sesuai telah dicoba untuk mengkoreksi dehidrasi dan asidosis, manifestasi perut
sering hilang setelah beberapa jam pengobatan tersebut. 7
Penatalaksanaan
Non-Medika Mentosa
Tujuan pengobatan ialah mengembalikan anak kepada kesehatan dan pertmbuhan yang
mendekati normal. Hal yang penting ialah pertumbuhan dan perkembangannya dengan
memperhatikan kekuatan jasmani yang sebaiknya. Tidak boleh banyak berbeda dengan anak
normal. 7,8
1. Diet: makanan harus adekuat untuk pertumbuhan dan aktifitas normal dan cukup
mengenyangkan. Sebaliknya makanan tidak banya berbeda dengan makanan anak lain
dan disesuaikan dengan makanan keluarga. Walaupun sekarang bayak penganut diet
bebas, ada baiknya anak diberikan bimbingan. Diet bebas berarti bahwa anak boleh
makan sesukanya pada waktu makan, tetapi tidak boleh berlebihan dan harus
menjauhkan diri dari makanan manis (gula-gula dan lain-lain) dan makanan yang
banyak mengandung karbohidrat.
Prinsip die ini ialah:
a. Kalori cukup untuk pertumbuhan dan aktifitas.
b. Protein tidak kurang dari 2-3 gram/kkbb/hari.
c. 40-50% daripada kalori terdiri dari karbohidrat.
d. Cukup vitamin dan mineral.
e. Seluruh keluarga sedapat-dapatnya ikut dalam diet ini. Penilaian terhadap diet
seorang anak ialah pertumbuhan dan cukup kenyangnya anak itu. 7,8
Medika Mentosa
Pengobatan insulin
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka panjangnya
adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar
10
glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan
dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan
mandiri. Kriteria pengendalian DM dapat dilihat pada tabel 1. 9
Tabel 1. Kriteria pengendalian diabetes melitus 9
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
- puasa
-2 jam
80-109
110-159
110-139
160-199
>140
>200
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK
- dengan PJK
<130
<100
130-159
11-129
>159
>129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK
- dengan PJK
<200
<150
<200-249
<150-199
>250
>200
BMI/IMT
- perempuan
- laki-laki
18,9-23,9
20 -24,9
23-25
25-27
>25 atau <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita anak
dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada
pemberian injeksi insulin. 8,9
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa,
elektrolit dan pemakaian insulin.
11
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi penyakit
dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang DM/keluarga
mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan pemantauan glukosa
darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan
jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam
batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi. 8,9
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan
penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya 9
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya
anak-anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin
tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik
maupun sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh
lingkungan
12
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus dirinya
sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya. 9
Keadaan ideal yang ingin dicapai ialah penyandang DM tipe 1 dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang
diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya komplikasi. Sasaran-
sasaran ini dapat dicapai oleh sebagian besar penyandang DM maupun keluarganya jika
mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. 7-9
Untuk mencapai tujuan ini penatalaksanaan dibagi menjadi :
1. Pemberian insulin
2. Penatalaksanaan dietetik
3. Latihan jasmani
4. Edukasi
5. Home monitoring (pemantauan mandiri )
Pemberian Insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi
hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi insulin untuk
mengatasi glukosa darah yang tinggi. Penghentian suntikan akan menimbulkan komplikasi akut
dan bisa fatal akibatnya. 7-9
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini
terutama untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet
dan olahraga secara teratur. 7-9
13
Cara Kerja Insulin
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama bersumber dari
karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa. Karbohidrat dipecah
menjadi glukosa dan masuk ke peredaran darah, dan glukosa darah dapat meningkat. Secara
terus menerus pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau tidak. Setelah makan, glukosa
meningkat di dalam peredaran darah dan pengeluaran insulin oleh pankreas juga meningkat.
Tugas pokok insulin adalah mengatur pengangkutan atau masuknya glukosa dari darah ke
dalam sel sehingga glukosa darah bisa turun. Jadi, insulin berperan dalam mengatur kestabilan
glukosa di dalam darah. Insulin juga bekerja di hati. Setelah makan, kadar insulin meningkat
dan membantu penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati
akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa darah
dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.7-9
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak
bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui
suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot
(intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang
dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan
semprot) ke dalam kulit (insulin medijector). 7-9
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
14
Tabel 2. Insulin yang Tersedia dan yang Akan Tersedia di Indonesia 9
Tipe Insulin Mulai Kerja Puncak Lama Kerja
Ultra Short Acting (Quick-Acting, Rapid
Acting) Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog)
15-30 min 60-90 min 3-5 hr
Short-Acting (Soluble, Neutral)
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R
30-60 min 2-4 hr 6-8 hr
Intermediate-Acting (Isophane)
Insulatard, Humulin N, NPH
1-2 hr 4-8 hr 16-24 hr
Long-Acting Insulin (Zinc-based)
Monotard, Humulin Lente, Humulin Zn
1-3 hr 4-12 hr 16-24 hr
Very Long Acting Insulin
Insulin Glargine (Lantus)
Insulin Detemir (Levemir)
2-4 hr 4-24hr
(nopeak)
24-36 hr
Mixed Insulin (Short + Intermedidiate-Acting
Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin 30/70
30 min 2-8 hr 24 hr
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Glukosa:
- Kadar glukosa plasma puasa diatas 126 mg/dL (7,8 mmol/L) pada lebih dari satu
pemeriksaan baik diamnbil pada pagi hari sesudah puasa semalaman. 3,4
- Kadar glukosa plasma sewaktu diatas 200 mg/Dl (11,1 mmol/L). Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir. 3,4
b. Pada individu asimtomatik, jika terdapat peningkatan kadar glukosa darah puasa dan
peningkatan kadar glukosa darah yang menetap selama dilakukan tes toleransi
glukosa oral (TTGO/OPGTT) yang dilakukan lebih dari 1 kali.
15
Cara pemeriksaan TTGO adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Periksa glukosa darah
5. Berikan glukosa 75g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5
menit.
6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. 5
WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti di atas, tetapi di Indonesia hanya
memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja. Sedangkan, TTGO pada anak seringkali tidak
dibutuhkan karena gejala klinis yang khas. 5
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) 4
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena
Darah Kapiler
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena
Darah Kapiler
<110
<90
<110
<90
110-199
90-199
110-125
90-109
>200
>200
>126
>110
c. Hiperglikemia: pemeriksaan kadar gula darah puasa dan pascaprandia. Normal, puasa
(Follin_W): 70-100 mg%. – GGT. 5
d. Ketonuria
Dalam keadaan tidak ada insulin dalam jumlah cukup, maka tiga “badan keton"
utama dibentuk dan diekskresi ke dalam kemih: asam β-hidroksibutirat, asam
asetoasetat, dan aseton. Produk-produk komersil untuk menguji adanya keton dalam
kemih kini tersedia. Tablet Acetest, Ketostix, dan Keto-Diastix menggunakan suatu
16
reaksi nitroprusida yang hanya mengukur aseton dan asetoasetat. Dengan demikian,
uji-uji ini dapat keliru mengarahkan bila asam β-hidroksibutirat merupakan
metabolit yang dominan. 5
Kondisi-kondisi lain di samping ketoasidosis diabetik dapat menyebabkan badan-
badan keton tampil dalam kemih; antara lain kelaparan, diet tinggi lemak,
ketoasidosis alkoholik, demam, dan kondisi lain di mana kebutuhan metabolik me-
ningkat. 5
e. Proteinuria
Proteinuria seperti yang ditemukan pada pemeriksaan carik celup rutin seringkali
menjadi tanda pertama komplikasi diabetes pada ginjal. Jika proteinuria terdeteksi,
maka perlu dilakukan analisis kumpulan kemih 24 jam untuk menentukan derajat
proteinuria (individu normal mengekskresikan < 30 mg protein per hari) dan laju
ekskresi kreatinin kemih; pada saat yang sama, kadar kreatinin serum perlu ditentukan
sehingga bersihan kreatinin (suatu perkiraan dari laju filtrasi glomerulus) dapat dihi-
tung. Pada beberapa kasus kelak terjadi proteinuria yang berat (3-5 g/hari) dengan
gejala-gejala sindroma nefrotik lain seperti edema, hipoalbuminemia, dan
hiperkolesterolemia.5
f. Gangguang keseimbangan elektrolit, pCO2 menurun, pH menurun. 5
Komplikasi
1. Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi : hipoglikemia dan keteasidosis.
2. Komplikasi jangka panjang biasanya terjadi setelah tahun kelima, berupa: nefropati,
neuropati, dan retinopati. 5
Diagnosis dini dan pengobatan dini penting sekali untuk:
1. Mengurangi terjadinya gagal ginjal berat, yang memerlukan dialisis.
2. Menunda “end stage renal disease” dan dengan ini memperpanjang umur penderita. 5,6
Prognosis
17
Diabetes melitus tipe I bukan merupakan penyakit benigna. Pada suatu penelitian yang
lama terhadap 25 anak berumur kurang dari 12 tahun pada saat didiagnosis, ada beberapa
kematian dalam 10-25 tahun diagnosis, tidak dapat diangap lansung karena diabetes, dan kedua
karena bunuh diri. Komplikasi visual, ginjal, neuropati dan lainnya relative sering. Lagi pula,
meskipun anak diabetes akhirnya mencapai ketinggian dalam kisaran dewasa normal, pubertas
dapat terlambat, dan tinggi akhirnya dapat kurang dari potensial genetiknya. Dari penilitian
pada anak kembar identik tampak bahwa, walaupun pengendaloan tampaknya memuaskan,
anak kembar diabetes manampakkan pubertas yang terlambat dan penurunan tinggi badan yang
besar, dengan rata-rata perbedaan 5 cm, bila mulainya penyakit terjadi sebelum pubertas.
Pengamatan ini menunjukkan bahwa pada masa lalu, kriteria konvensional untuk menilai
pengendalian adalah tidak cukup dan bahwa pengendalian diabetes tergantung-insulin yang
cukup hampir tidak pernah dicapai dengan metode rutin. 4,5
Pengenalan alat portabel yang dapat deprogram untuk memberikan infus insulin terus-
menerus dengan pulsa terkait makan merupakan satu pendekatan terhadap penyelesaian
masalag jangka panjang ini. Pada orang-orang tertentu, pola glukosa darah yang hampir normal
dan indeks pengendalian metabolic lain temasuk HnA1c telah dijaga selama beberapa tahun.
Namun, pendekatan ini harus dicadangkan pada orang-orang yang sangat temotivasi yang
dilakukan dengan pemantauan diri glukosa darah dengan sungguh-sungguh dan waspada
terhadap kemungkinan komplikasi, seperti kegaglan mekanik alat infuse, yang menyebabkan
hipergikemia atau hipoglikemia, dan infeksi pada lokasi pemasangan jarum. 4,5
Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditunjukkan pada kelompok yang memiliki
faktor resiko, yaitu mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat
Diabetes Melitus dan kelompok intoleransi glukosa. 10
a. Faktor Resiko (yang tidak bisa dimodifikasi)
- Rasa dan etnik
- Riwayat keluarga dengan diabetes (anak peyandang diabetes)
18
- Umur. Resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan diabetes
melitus.
- Riwyat lahir dengan BB rendah, < 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah
mempunyai resiko yang lebih tinggi disbanding bayi dengan BB normal. 10
Faktor Resiko (yang bisa dimodifikasi)
- BB berlebih (IMT > 23 kg/m2)
- Kurangnya akitivitas fisik
- Kurangnya (>140/90 mmHg)
- Dyslipidemia (HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL)
- Diet tidak sehat. Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan
resiko menderita pradiabetes dan DM tipe 2. 10
Intoleransi Glukosa:
Merupakan suatu keadaan yang mendahului timbunya diabetes.
Diagnosis toleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO (Tes Toleransi
Glukosa Oral) setelah puasa 8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila
hasil tes glukosa darah menunjukkan salah satu dari: 10
- Glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL
- Glukosa darah 2 jam setelah makan glukosa (TTGO) antara 140-199 mg/dL
Materi penyuluhan:
1. Program penurunan BB. Pada seseorang yang mempunyai resiko diabetes dan
mempunyai BB lebih, penurunan BB merupakan cara utama menurunkan resiko terkena
diabetes melitus tipe 2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian munculya diabetes
melitus tipe 2.
2. Diet sehat. Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan
seimbang, sehingga tidak menimbulkan puncak glukosa darah yang tinggi setelah
makan. Makan mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut.
19
3. Latihan jasmani. Dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan atau
menurunkan BB, serta dapat meningkatkan kadar kolestrol HDL
4. Menghentikan Merokok. 10
2. Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap diabetes melitus sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaring
terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan semikian pasien diabetes yang
sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring hingga dengan demikian dapat dilakukan
upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih
reversibele. 10
3. Pencegahan Tersier
Sumua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha
meliputi :
- Mencegah timbulnya komplikasi
- Mencegah progresi daripada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan
organ
- Mencegah kecacatam tubuh 10
Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa diambil dari skenario “Seorang ibu membawa anak
perempuannya yang berusia 6 tahun kepoliklinik karena anaknya sering kencing. Dalam satu
hari, anaknya dapat lencing lenih dari 10x”. Dari skenario bahawa anak ibu tersebut menderi
Diabetes Melitus Tipe I, karena dengan adanya tanda salah satu gejala klinis, yaitu sering
buang air kecil atau Poliuria.
20
Daftar Pustaka
1. Hartanto H, Mahanani DA, Susi N, Syamsi RM. Buku ajar pediatric Rudolph. Edisi:
20.Vol.3. Jakarta:EGC;2007.h.1871-74, 1983-2009.
2. Bates. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta. EGC; 2009.
3. Schteingart DE. Pankreas: metabolisme glukosa dan diabetes melitus. Dalam: Price SA,
Wilson LM, editor. Patofisiologi. Volume 2. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2006.h.1261-70.
4. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 3. Edisi 15. Jakarta:
EGC; 2000.h1919-21, 2005-25.
5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI;2007.h.259-61.
6. Yudha EKm Wahyuningsih E, Yulianti D, Karyuni PE. Buku saku patofisiologi. Edisi:
3. Jakarta:EGC;2009.h.509-11.
7. Tandra, Hans. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama;2007.h.134-5
8. Katzung. B. G. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba
Medika;2002.h.90-92
9. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI;2005.h.98-9.
10. Suyono Slamet. Diabetes di Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid III, 2009;
Ed. V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : h. 1855-1856.
21