pcl vfhggh

58
PERANAN PANCASILA SEBAGAI MORAL DAN ETIKA POLITIK DALAM PEMBAHASAN ISU KENAIKAN BBM 1 APRIL 2012 Oleh : ARMIRIRI MEGA NUURU NIM 112010101027 KELOMPOK 1 PCL – 04

Upload: armiriri-mega-nuuru

Post on 23-Oct-2015

64 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gmhjgfdhg

TRANSCRIPT

Page 1: Pcl vfhggh

PERANAN PANCASILA SEBAGAI MORAL DAN ETIKA POLITIK

DALAM

PEMBAHASAN ISU KENAIKAN BBM 1 APRIL 2012

Oleh :

ARMIRIRI MEGA NUURU

NIM 112010101027

KELOMPOK 1

PCL – 04

UNIVERSITAS JEMBER

2012

Page 2: Pcl vfhggh

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan

satu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik

norma hukum, norma moral, maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam

filsafat Pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang

bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif (menyeluruh)

dan sistem ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat

tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman

dalam suatu tindakan atau aspek praksis melainkan suatu nilai-nilai yang

bersifat mendasar.

Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang

bersifat fundamental dan universal bagi manusia dalam hidup bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Adapun manakala nilai - nilai tersebut akan

dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan yang nyata

dalam masyarakat, bangsa maupun negara maka nilai-nilai tersebut kemudian

dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehingga merupakan suatu

pedoman.

Pengamalan Pancasila dalam berbagai kehidupan dewasa ini

memang sudah sangat sulit untuk ditemukan. Tidak terkecuali dikalangan

intelek dan kaum elit politik bangsa Indonesia tercinta ini. Aspek kehidupan

berpolitik, ekonomi, dan hukum serta hankam merupakan ranah kerjanya

Pancasila di dunia Indonesia yang sudah menjadi dasar Negara dan membawa

Negara ini merdeka hingga 64 tahun lebih. Secara hukum Indonesia memang

sudah merdeka selama itu, namun jika kita telaah secara individu (minoritas)

hal itu belum terbukti. Masih banyak penyimpangan yang dilakukan para elit

politik dalam berbagai pengambilan keputusan yang seharusnya menjungjung

tinggi nilai-nilai Pancasila dan Keadilan bagi seluruh warga Negara

Page 3: Pcl vfhggh

Indonesia. Keadilan yang seharusnya mengacu pada Pancasil dan UUD 1945

yang mencita-citakan rakyat yang adil dan makmur sebagaimana mana

termuat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea satu dan dua hilanglah sudah

ditelan kepentingan politik pribadi.

Sebagai contoh yaitu mengenai isu kenaikan Harga BBM di Bulan

April tahun 2012 ini yang meresahakan warga. Dimana ketika pemerintah

berencana menaikan harga BBM tersebut menuai pro dan kontra di

masyarakat. Disisi pro tujuan dinaikannya BBM adalah untuk menghemat

anggaran belanja negara dan mengurangi biaya subsidi yang digelontorkan

untuk BBM dan disisi kontra dengan naiknya harga BBM dapat

menyebabkan harga kebutuhan pokok sehari-hari menjadi meningkat,

sehingga masyarakat menajadi sengsara.

Maka dari itulah, penulis tertarik untuk melakukan study kasus

mengenai etika politik dan moral para elit politik negara republik Indonesia

dalam penanganan kasus isu kenaikan harga BBM tanggal 1 April 2012 yang

dimana menimbulkan banyak pertanyaan bagi masyarakat Indonesia. baik

dari sudut pandang ekonomi, politik, maupun hukum. Yang mana sangat erat

kaitannya dengan pemahaman dan aplikasi dari nilai-nilai pancasila yang

sudah menjadi dasar Negara selama lebih dari 60 tahun.

Page 4: Pcl vfhggh

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Apa dampak dari adanya kenaikan harga BBM terhadap Etika dan

Moral para elit Politik khususnya anggota DPR di Indonesia?

1.2.2 Bagaimana peranan Pancasila dalam membentuk moral dan etika

berpolitik bagi para anggota DPR di indonesia dalam menangani

Kasus isu kenaikan harga BBM 1 April 2012?

Page 5: Pcl vfhggh

BAB II

PEMBAHASAN

Proses kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bisa dilepaskan

dari dimensi kehidupan politik. Akan tetapi, kehidupan politik di setiap

negara tentu saja berbeda. Salah satu penyebabnya adalah faktor perbedaan

ideologi. Kehidupan politik orang hidup di Negara yang menganut paham

liberal, tentu saja berbeda dengan yang hidup di negara sosialis atau komunis.

Begitu juga dengan kehidupan politik rakyat Indonesia, pasti berbeda dengan

rakyat bangsa lainnya.

Dimensi politik dalam etika politik di sini adalah dimaksudkan ada

dalam pengertiannya yang lebih luas. Bukan hanya berkenaan dengan sistem

kenegaraan atau hubungan antar negara. Misal, yang mencakup kehidupan

kenegaraan, pemerintahan, penentuan dan pelaksanaan kebijakan negara

tentang berbagai hal yang telah diutarakan sebelumnya. Akan tetapi di sini

pengertian itu diperluas lagi ke dalam tataran manusia sebagai makhluk yang

berpolitik. Secara kasar dapat disebutkan bahwa segala tindakan manusia atau

bahkan manusia itu sendiri tidak akan lepas dari orientasi dan moda-

moda politik. Manusia hidup karena berpolitik. Secara kodrati sebagai

makhluk individual atau sosial manusia akan memerlukan aturan-aturan atau

norma-norma untuk dapat menjalani hidupnya. Kata kunci dari dimensi

politik ini adalah kaitannya dengan hak dan kewajiban manusia. Sebagai

warga dunia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat, sebagai

individu, dan sebagai makhluk Tuhan.

Dengan melihat dua dimensi ini, etika dan politik, dalam Pancasila

sebagai Etika Politik, maka kita dapat memberi kesimpulan awal bahwa

Pancasila adalah pedoman hidup bersama kita, yang mengatur bagaimana kita

bersikap dan bertindak antar satu dengan lain,yang disertai hak dan

kewajibannya. Dengan kata lain Pancasila adalah moral identity kita. Baik

sebagai warga dunia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat.

Kita dikenali karena kita memiliki Pancasila dalam diri kita sebagai pedoman

hidup bersama.

Page 6: Pcl vfhggh

2.1 Dampak Dari Adanya Isu Kenaikan Harga BBM 1 April 2012 Terhadap

Etika Dan Moral Para Elit Politik Khususnya Anggota DPR Di

Indonesia dalam mengambil kebijakan.

Isu kenaikan harga BBM memunculkan problem pelik bagaimana

melakukan penilaian etika politik terhadap sesuatu kasus kebijakan yang

salah dan memintai pertanggung jawaban oknum yang terlibat dalam

pengambilan kebijakan yaitu para wakil rakyat. Untuk menangani kasus

tersebut DPR RI memiliki beberapa Hak. Anggota DPR RI mempunyai hak

sebagai berikut: (1) hak Interpelasi, yaitu hak para anggota DPR untuk

meminta keterangan atau pertanggungjawaban kepada pemerintah mengenai

kebijakannya dalam suatu bidang, (2) hak angket adalah hak DPR untuk

melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan

strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara

yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. dan (3) hak

menyatakan pendapat yaitu Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR

sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah

atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia

internasional disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai

tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap

dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran

hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak

pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi

syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Kebanyakan keputusan yang dikeluarkan oleh para elit politik kita

lebih mengarah ke pencarian aktor atau agensi yang bertanggung jawab.

Sangat sedikit yang mengarah ke persoalan substansi materi permasalahan

dan proses pengambilan kebijakan terhadap masalah yang kini menjadi

problem. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk menilai etika politik

dan moral para pengambil kebijakan dalam menangani kasus-kasus tersebut

diatas. Pertanyaan pengusutan Pansus yang mengabaikan substansi

permasalahan dan bagaimana proses pengambilan keputusan diambil hanya

Page 7: Pcl vfhggh

akan membenturkan masalah pada tembok kekuasaan. Hal ini akan membuat

permasalahan yang ada sulit diungkap karena begitu kompleksnya realitas

struktur relasi-relasi kekuasaan seputar kebijakan yang telah dikeluarkan.

Mulai dari prosedur yang rumit dan harus melewati tingkat hirarkisme

pemerintah yang berbelit-belit.

Begitu riskannya masalah-masalah didunia perpolitikan Indonesia.

Hal-hal seperti ini akan memberi pengaruh yang sangat buruk bagi etika dan

moral politik bangsa. Hal itu terbukti, dari kegiatan pengusutan dana bail out

Century di Pansus dan pembahasan dalam rapat paripurna mengenai

kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBAM. Ungkapan-ungkapan

dan bahasa yang tidak semestinya keluar dari wakil rakyat yang mengemban

amanah penting dan menjadi momok masyarakat terhadap penilaian etika dan

moral karakter politik bangsa ini. Bahkan kata yang tidak sopan dan

diskriminatif santer keluar dari anggota Wakil rakyat yang mengusut kasus

ini.

Seperti Sidang paripurna DPR di Gedung Parlemen Jakarta, yang

membahas rencana penaikan harga BBM bersubsidi berlangsung dalam

suasana hujan interupsi dan cukup panas. Fraksi PKS tegas menolak

keinginan pemerintah menaikkan harga BBM itu. Marzuki Alie, Ketua DPR,

yang memimpin sidang berkali-kali menjelaskan dua opsi yang akan dibawa

dalam mekanisme voting untuk menghasilkan keputusan. Opsi pertama

adalah ayat 6 pasal 7 UU APBN 2012 tetap diberlakukan; sedang opsi kedua

adalah menambahkan ayat 6(a) dalam pasal 7 UU APBN 2012 itu. Ayat dan

pasal undang-undang inilah yang menjadi pangkal masalah pemberlakuan

atau tidak jadi memberlakukan penaikan harga BBM bersubsidi oleh

pemerintah berdasarkan persetujuan DPR. Belasan anggota DPR sampai

harus maju ke depan meja pimpinan sidang untuk menyampaikan

keberatannya jika sidang paripurna langsung melaju ke tahap voting menuju

pengambilan keputusan. 1

1 http://www.antaranews.com/berita/304021/sidang-paripurna-bbm-dpr-panas.

Page 8: Pcl vfhggh

Bandingkan dengan etika politik yang diamanahkan oleh

Pancasila dan UUD 1945, sangat jauh dari konteks yang ada. Kehidupan

berpolitik yang seharusnya senafas dengan nilai-nilai Pancasila yang

menjunjung tinggi kebersamaan dan saling menghormati sudah hilang

tertindas kepentingan politik pribadi dan golongan- golongan tertentu.

Perilaku tersebut memang sudah mencoreng nama baik Pancasila

sebagai dasar Negara, sumber dari segala sumber hukum, pedoman hidup

bangsa dan jiwa luhur bangsa ini yang mengatur semua kegiatan warga

Negara Indonesia. Politik memang susah ditebak, apa yang dilakukan oleh

para elit politik kita dalan mengambil kebijakan hanyalah kesalahan segelintir

orang, bukan berarti kegagalan Pancasila sebagai pengatur etika dan moral

berpolitik yang jujur dan murni.

Menyikapi masalah yang sarat dengan isu politik ini bukanlah hal

yang baru bagi bangsa ini. Goncangan dan ancaman bagi penguasa ini sudah

pernah terjadi di rezim sebelumnya. Jika disikapi dengan baik hal ini tidak

akan seburuk yang kita banyangkan. Kasus seperti ini seolah menguji

struktur, kultur, dan personel demokrasi bangsa benar- benar arif dalam

menyikapi perbedaan, berhati luas dalam menghadapi tekanan. Ujian

terhadap demokratisasi dan pembelajaran etika politik menjadi nyata dalam

kasus ini.

Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas

humanism, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja.

Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat

dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta

sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu

kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral

bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan

sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa

Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat

ditemukan dalam sila-silanya.

Page 9: Pcl vfhggh

Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat

nilai yang terpadu berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Apabila kita memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung

dalam Pembukaan UUD 1945, yang pada hakikatnya adalah nilai-nilai

Pancasila.

Nilai dasar yang fundamental suatu Negara dalam hukum

mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah,

dalam arti dengan jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk dirubah.

Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang

fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat

Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti

pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

Pancasila merupakan dasar Negara dan sekaligus ideologi bangsa,

oleh sebab itu nilai-nilai yang tersurat maupun yang tersirat harus dijadikan

landasan dan tujuan mengelola kehidupan Negara, bangsa maupun

masyarakat. Dengan kata lain nilai-nilai Pancasila wajib dijadikan norma

moral dalam menyelenggarakan Negara menuju cita-cita sebagaimana

dirumuskan dalam alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Etika politik Pancasila mengamanatkan bahwa Pancasila sebagai nilai-

nilai dasar kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat harus

dijabarkan dalam bentuk perundang-undangan, peraturan atau ketentuan yang

dibuat oleh penguasa. Dengan kata lain semua produk hukum yang berlaku di

Indonesia tidak boleh bertentangan dengan jiwa dan semangat Pancasila.

2.2 Peranan Pancasila Dalam Membentuk Moral Dan Etika Berpolitik Bagi

Para Anggota DPR Di Indonesia Dalam Menangani Isu Kasus Kenaikan

Harga BBM 1 April 2012

Pancasila sebagai pedoman kehidupan berpolitik di Indonesia

mempunyai peran yang sangat penting. Pancasila sebagai sumber nilai dan

Page 10: Pcl vfhggh

norma harus bisa meminimalisir kemungkinan yang bersifat destruktif.

Dengan nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila akan bisa

menjadi filter bagi penyelesaian kasus kebijakan pemerintah dalam menaikan

harga BBM.

Kelima sila Pancasila wajib menjadi dasar dalam penyelesaian

Permasalahan tersebut diatas. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila

Ketuhanan Yang Maha Esa hingga Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat

Indonesia, akan membawa kasus ini kedalam pemahaman yang morality dan

religius. Sehingga pengambilan keputusan dalam penyelesaian permasalahan

tersebut akan menghasilkan keputusan yang seadil- adilnya. Tak akan ada

yang merasa rugi dan dirugikan. Dengan jiwa kekeluargaan yang tertanam

dalam Pancasila memberikan peran pada kuatnya integralitas para wakil

rakyat yang sedang melakukan penyelesaian di DPR. Berikut kami lebih

menjelaskan mengenai Pancasila sebagai sistem etika dan moral politik di

indonesia.

2.3 Dampak Apabila Kenaikan Harga BBM 1 April 2012 Terjadi

Berita mengenai kenaikan Harga BBM tahun 2012 ini membuat

kontrofersi di berbagai pihak. Pasalnya kenaikan harga BBM pasti akan

mempengaruhi kenaikan bahan pokok di pasaran. Selain itu Kenaikan harga

BBM tahun 2012 juga akan melemahkan perekonomian warga indonesia.

Berbagai aksi penolakan harga BBM terus di lakukan oleh berbagai oknum

baik mahasiswa, buruh maupun pihak lainnya. Di prediksikan kenaikan harga

BBM akan mencapai 500 - 2500 per liter hal ini pasti akan membuat warga

keberatan. Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo mengatakan,

kenaikan harga BBM harus disesuaikan dengan keadaan masyarakat.

Walaupun naiknya tidak signifikan, namun akan memberikan dampak kepada

masyarakat.

Page 11: Pcl vfhggh

Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta meyakini

kenaikan BBM murni bukan untuk penyelamatan APBN. Malah justru sangat

membebani APBN-P 2012. Menurutnya, akibat selisih hitung subsidi BBM di

RAPBN-P 2012, keuangan negara berpotensi rugi Rp 17,1 triliun. Dijelaskan,

berdasar perhitungan Megawati Institute yang merujuk kepada RAPBN-P

2012 dan jawaban pemerintah kepada DPR ketika pembahasan asumsi makro,

maka jumlah rencana anggaran untuk subsidi BBM (premium, solar dan

minyak tanah) adalah sebesar Rp 104,1 triliun.

Hasil perhitungan subsidi BBM dengan harga keekonomian

premium Rp 8.022 (harga subsidi Rp6.000), Minyak tanah harga

keekonomian Rp 7.600 (harga subsidi Rp 2.500), dan Solar harga

keekomiannya Rp 8.130 (harga subsidi Rp 6.000), dengan asumsi ICP 105

USD/barel dan kuota total 40 juta kilo liter adalah sebesar Rp 87 Triliun. Dari

rencana anggaran subsidi BBM yang diajukan oleh pemerintah sebesar Rp

104,1 triliun dan dibandingkan dengan rencana realisasi subsidi yang dihitung

ulang sebesar Rp 87 triliun, maka terdapat selisih Rp 17,1 triliun. Selisih

itulah yang pemerintah harus menjelaskan kembali kenapa selisih tersebut

dapat terjadi.

Jebolnya APBN lebih disebabkan oleh adanya penambahan subsidi

listrik yang naik hingga 107,1 persen dan kenaikan Cost Recovery sebesar

25,5 Persen, Program BLSM dan Subsidi Angkutan Umum yang secara

keseluruhan mencapai Rp 106,3 triliun. Serta usulan penurunan penerimaan

pajak sebesar Rp 25,8 triliun dan PNBP Gas sebesar Rp 6,1 triliun.

Ditegaskan, kenaikan subsidi listrik yang mencapai 107,1 persen

sangat tidak sebanding dengan kenaikan harga BBM yang hanya sebesar 30

persen. Sementara pada sisi lain kenaikan cost recovery juga tidak sebanding

dengan terjadinya penurunan lifting minyak dari 950.000 bph menjadi

930.000 bph. BBM ini murni bukan untuk penyelamatan APBN, malah justru

sangat membebani APBN-P 2012.

Page 12: Pcl vfhggh

Atas dasar pertimbangan tersebut adalah sangat tidak tepat pada

saat ini kenaikan BBM bersubsidi dilakukan hanya karena alasan kenaikan

harga minyak dunia. Ini menunjukkan, RAPBN-P 2012 tidak disiapkan

secara matang, karena unsur transparansi dan akuntanbilitas tidak

dikedepankan pemerintah sehingga kredibilitas dan kualitas dari RAPBN-P

2012 ini patut diragukan.

2.4 Pembahasan Isu Kenaikan Harga BBM 1 April 2012

Mayoritas anggota fraksi DPR RI menyetujui opsi penambahan

ayat 6a dalam Pasal 7 UU No 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 dalam

sidang paripurna DPR RI, Jumat (30/3/2012).

Keputusan ini dihasilkan setelah pemungutan suara dilakukan

dalam sidang paripurna, Sabtu (31/3/2012) dini hari. Melalui mekanisme ini,

356 anggota fraksi menyatakan mendukung opsi kedua yang menambahkan

ayat 6 a pada Pasal 7 UU APBN 2012 yang memberi kesempatan kepada

pemerintah menaikkan harga BBM, tetapi dengan syarat.

"Dalam hal harga minyak mentah rata-rata Indonesia dalam kurun

waktu berjalan yaitu enam bulan mengalami kenaikan atau penurunan lebih

dari 15 persen, maka pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan

penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya," demikian

bunyi penambahan ayat 6a tersebut.

Selain Demokrat, fraksi-fraksi yang menyatakan setuju adalah

Golkar, PAN, PKB dan PPP. Sementara itu, hanya 82 anggota yang

menyetujui opsi pertama yang berbunyi bahwa Pasal 7 ayat 6 tidak berubah

sehingga tak ada kenaikan harga BBM.

Jumlah dukungan terhadap opsi pertama cukup kecil karena hanya

terdiri dari Fraksi PKS dan Gerindra. Dua fraksi yang konsisten sejak awal

menolak memutuskan untuk walk-out, yaitu PDI-P dan Hanura.

Page 13: Pcl vfhggh

Hasil ini langsung memperoleh protes dari para mahasiswa yang

mengikuti jalannya paripurna sejak Jumat pagi. Kericuhan kecil di balkon

paripurna sempat terjadi. Para mahasiswa segera dipaksa keluar oleh satuan

pengamanan dalam DPR RI. Selain terjadi protes dari para mahasiswa,

demopun terjadi di berbagai daerah di Indonesia yang samapi menimbulkan

banyak kerugian dan korban jiwa. Hingga akhirnya Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono mengumumkan pembatalan kenaikan harga BBM 1 April 2012

karena itu hanya satu – satunya cara untuk menghentikan aksi-aksi

demonstrasi yang diwarnai kekerasan dan korban jiwa.

Masyarakat menyambut gembira dengan dibatalkannya kenaikan

harga bahan bakar minyak pada awal April 2012. Pembatalan kenaikan harga

BBM itu tertuang dalam keputusan rapat Paripurna DPR tentang APBN-P

2012 pukul 01, 00 WIB, Sabtu (31/3/2012). Dalam rapat itu disetujui soal

kenaikan BBM dengan syarat tertentu yang diatur dalam pasal 7 ayat 6A UU

22 tahun 2011 dinyatakan bahwa "Dalam hal harga rata-rata minyak

Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan

mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15 persen dalam 6

bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam

APBN-P Tahun Anggaran 2012, pemerintah berwenang untuk melakukan

penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung."

Lewat pasal inilah harga BBM subsidi batal naik pada 1 April

2012. Harga minyak rata-rata 6 bulan terakhir belum 15% di atas asumsi ICP

atau baru US$ 105 per barel. Dalam APBN-P 2012 juga disetujui soal subsidi

energi Rp 225 triliun dengan rincian subsidi BBM Rp 137 triliun, subsidi

listrik Rp 65 triliun, dan cadangan risiko fiskal energi Rp 23 triliun.

Dilaporkan Jose reporter Suara Surabaya, Sabtu (31/3/2012), atas nama

pemerintah, Agus Martowardoyo Menteri Keuangan menyatakan menerima

keputusan ini. Dengan demikian, asumsi baru dalam UU APBN-P 2012

adalah pertumbuhan ekonomi 6,5%, inflasi 6,8%, nilai tukar rupiah Rp

9.000/US$, harga minyak Indonesia (ICP) US$105 per barel dan Lifting

minyak 930 ribu barel per hari.

Page 14: Pcl vfhggh

A. PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan

satu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik

norma hukum, norma moral, maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam

filsafat Pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang

bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif

(menyeluruh) dan sistem ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu, suatu

pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang

merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praksis melainkan

suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar.2

Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat

fundamental dan universal bagi manusia dalam hidup bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Adapun manakala ila-nilai tersebut akan

dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan yang

nyata dalam masyarakat, bangsa maupun negara maka nilai-nilai tersebut

kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehingga

merupakan suatu pedoman. Norma-norma tersebut meliputi3

1. Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang

dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Sopan ataupun tidak

sopan, susila atau tidak susila.. Dalam kapasitas inilah Pancasila telah

dijabarkan dalam suatu suatu norma-norma moralitas atau nirma-

norma etika sehingga Pancasila merupakan sistem etika dalam

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2. Norma hukum yaitu suatu sistem perundang-undangan yang berlaku

di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka Pancasila berkedudukan

sebagai sumber dari segala sumber hukum nilai-nilai Pancasila yang

sejakdahulu telah merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang

terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum

membentuk suatu negara. Atas dasar pengertian inilah maka nilai-nilai

2 DR. Kaelan, M.S., Pendidikan Pancasila, hal. 85.3 Ibid

Page 15: Pcl vfhggh

Pancasila sebenarnyya berasal dari bangsa Indonesia sendiri atau

dengan perkataan lain bahwa bangsa Indonesia sebagai asal mula

materi (kausa materialis) nilai-nilai Pancasila.

Jadi, sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah suatu pedoman yang

langsung bersifat normatif ataupun praksis mellainkan merupakan suatu

sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma baik meliputi

norma moral maupun hukum, yang gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut

dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan

kenegaraan meupun kebangsaan.

1. PENGERTIAN ETIKA4

Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagai menjadi beberapa

cabang menurut lingkungan bahasannya masing-masing. Cabang-cabang

itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan

filsafat praktis. Kelompok pertama mempertanyakan segala sesuatu yang

ada sedangkan kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap

terhadap apa yang ada tersebut. Jadi filsafat teoritis mempertanyakan dan

berusaha mencari jawaban tentang segala sesuatu, misalnya hakikat

manusia, alam, hakikat resalitas sebagai suatu keseluuhan, tentang

pengetahuan, tntang apa ynag kita ketahui, tentang yang transenden, dan

lain sebagainya. Dalam hal ini, filsafat teoritispun juga mempunyai

maksud-maksud dan berkaitan erat dengan hal-hal yang bersifat praktis,

karena pemahaman yangdicari menggerakkan kehidupannya.

Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua

kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu

pemikiran kriti dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-

pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang

bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau

bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggungjawab

4 Ibid, hal. 86

Page 16: Pcl vfhggh

verhadapan dengan pelbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum

mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan

manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam

hubungannya dengan pelbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987).

Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas kewajiban

manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial membahas tentang

kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang

merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.

Etika berkaitan dengan pelbagai masalah nilai karena etika pada

pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat

nilai “susila” dan ”tidak susila”, “baik” dan “buruk”. Sebagai bahasan

khusus etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat

disebut susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang

dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukkan

bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila.

Sebenarnya etika lenih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar

pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia (Kattsoff,

1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar

filosofis dengan hubungna dalam tingkah laku manusia.

2. PENGERTIAN NILAI5

Nilai atau ‘’value’’ termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-

persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat

yaitu Filsafat Nilai (Axiology, Theory of Value). Filsafat juga sering

diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang

filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya

keberhargaan atau kebaikan, dan kata kerja yang artinya suatu tindakan

kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.

5 Ibid, hal. 87

Page 17: Pcl vfhggh

Di dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences

dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada

pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang

menyebabkan menariik suatu minat seseorang atau kelompok, (The

believed capacity of any object to statisfy a human desire). Jadi nilai itu

pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu.

Misalnya, bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susila adalah sifat

atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian

maka nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi

dibalik kenyataan – kenyataan yang lainnya. Ada nilai itu karena adanya

kenyataan – kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartrager).

Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk

menghubungkan sesuatu sengan sesuatu yang lain, kemudian untuk

selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan nilai

yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak

benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai yang

dilakukan oleh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsure-unsur

yang ada pada manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsure-unsur jasmani,

akal, rasa, karsa (kehendak) dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan

bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik dan lain

sebagainya.

Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan, dambaan,

dan keharusan. Maka apabila kita berbicara tentang nilai sebenarnya kita

berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yang merupakan cita-cita,

harapan, dambaan dan keharusan. Berbicara tentang nilai berarti berbicara

tentang das Sollen, bukan das Sein , kita masuk kerokhanian bidang makna

normative, bukan kognotif, kita masuk ke dunia ideal dan bukan dunia

real. Meskipun demikian, diantara keduanya, antara Das sollen dan das

Sein, antara yang makna normative dan kognotif, antara dunia ideal dan

dunia real itu saling berhubungan atau saling berkaitan erat. Artinya bahwa

das sollen itu harus menjelma menjadi das sein, yang ideal harus menjadi

Page 18: Pcl vfhggh

real, yang bermakna normative harus direalisasikan dalam perbuatan

sehari-hari yang merupakan fakta. (Kodhi, 1989:21)

a) Hierarkhi Nilai6

Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai, hal ini sangat

tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam

menentukan pengertian serta hierarkhi nilai. Misalnya kalangan

materialis memandang bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai material.

Kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai

kenikmatan. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai

macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan

manusia. Banyak usaha untuk menggolong-golongkan nilai tersebut dan

penggolongan tersebut amat beranekaragam, tergantung pada sudut

pandang dalam rangka penggolongan tersebut.

Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak

sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu senyatanya ada yang

lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai

yang lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan

dalam empat tingkatan sebagai berikut :

1. Nilai-nilai kenikmatan : dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-

nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan (die Wertreihe des

Angenehmen und Unangehmen), yang menyebabkan orang senang

atau menderita tidak enak

2. Nilai-nilai kehidupan : dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang

penting bagi kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens) misalnya

kesehatan, kesegaran jasmani, kesejahteraan umum.

3. Nilai-nilai kejiwaan : dalam tingkat ini terdapat nila-nilai kejiwaan

(geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan

jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini ialah

6 Ibid, hal. 88

Page 19: Pcl vfhggh

keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam

pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.

4. Nilai-nilai kerohanian : dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai

dari yang suci dan tak suci (wermodalitat des Heiligen ung

Heiligen). Nilai-nilai semacma ini terutama terdiri dari nilai-nilai

pribadi.

Walter G. Everet menggolong-golongkan nilai-nilai manusiawi ke

dalam delapan kelompok, yaitu :7

1. Nila-nilai ekonomis (ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua

benda yang dapat dibeli)

2. Nilai-nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi, dan

keindahan dari kehidupan badan)

3. Niali-nilai hiburan (nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang

dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan)

4. Nilai-nilai sosial (berasal mula dari keutuhan kepribadian dan sosial

yang diinginkan)

5. Nilai-nilai watak (keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial

yang diinginkan)

6. Nilai-nilai estetis (nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni)

7. Nilai-nilai intelektual (nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran

kebenaran)

8. Nilai-nilai keagamaan

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu :

1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan

jasmani manusia atau kebutuhan material ragawi manusia

2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk

dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas

3. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani

manusia nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam :

a. Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta)

manusia

7 Ibid, hal. 89

Page 20: Pcl vfhggh

b. Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur

perasaan (esthetis, gevoel, rasa) manusia

c. Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur

kehendak (will, wollen, karsa) manusia

d. Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan

mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau

keyakinan manusia.

Masih banyak lagi cara pengelompokkan nilai misalnya seperti

yang dilakukan N.

Rescher, yaitu pembagian nilai berdasarkan pembawa nilai

(trager), hakikat keuntungna ynag diperoleh, dan hubungan

antara pendukung nilai dan keuntungan yang diperoleh. Begitu

pula dengan pengelompokkan nilai menjadi nilai intrinsik dan

ekstrinsik, nilai objektif dan nilai subjektif, nilai positif dan nilai

negatif (disvalue) dan sebagainya.

Dari uraian mengenai macam-macam nilai di atas, dapat

dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya

sesuatu yang berujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berujud

non-material atau imaterial. Bahkan sesuatu yang immaterial itu dapat

mengandung nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilai-

nilai material relatif mudah diukur yaitu dengan menggunakan alat indra

maupun alat pengukur seperti berat, panjang, luas dan sebagainya.

Sedangkan nilai kerohanian/spiritual lebih sulit mengukurnya. Dalam

menilai hal-hal kerohanian /spiritual, yang menjadi alat ukurnya adalah

hati nurani manusia yang dibantu oleh alat indra, cipta, rasa, karsa, dan

keyakinan manusia.

Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai pancasila tergolong

nilai-nlai kerokhanian, tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui

adanya nilai material dan nilai vital. Dengan demikian nikai-nlai lain

secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai

kenenaran, nilai keindahan, atau nilai estetis, nilai kebaikan, atau nilai

moral, maupu nilai kesucian sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila

Page 21: Pcl vfhggh

ketuhanan Yang Maha Esa sebagai ‘dasar’ sampai dengan sila keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai ‘tujuan’ (Darmodiharjo,

1978).

Selain nilai-nilani yang dikemukakan olh para okoh aksiolgi

tersebut menyangkut tentang wujud macamnya, nilai-nilai tersebut juga

berkaitan dengan tingkatan-tingkatannya. Hal ini kita lihat secara objektif

karena nilai-nilai tersebut menyangkut segala aspek kehidupan mnusia.

Ada sekelompok nilai yang memiliki kedudukan atau hirarki yang lebih

tinggi dibandingkan dengan nlai-nilai lainnya ada yng lebih rendah

bahkan ada tingkatan nilai yang bersifat mutlak. Namun demikian hal ini

sangat tergantung pada filsafat dari masyarakat atau bangsa sebagai

subjek pendukung nilai tersebut misalnya bagi bangsa indonesia nilai

religius merupakan satu niai yang tertinggi dan mutlak namun demikian

hal ini sangat tergantung dari filsafat masyarakat atau bangsa sebagi

subjek pendukung nilai-nilai tersebut. Misalnya bagi bangsa indonesia

nilai religius merupakan suatu nilai yang tertinggi dan mutlak, artinya

nilai religius tersebut hierarkinya diatas segala nilai yang ada dan tidak

dapat dijustifikasi berdasarkan akal manusia karena pada tingkatan

tertentu nilai tersebut bersifat diatas dan diluar kemampuan jangkauan

akal piir manusia. Namun demikian bagi bangsa yang menganut paham

sekuler nlai yang tertinggi adalah pada akal manusia sehingga niali

ketuhanan dibawh otoritas akal manusia.

b) Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praktis8

Dalam kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya maka nilai-

nilai dapat dikelompokkan menjadi tigamacam yaitu nilai dasar, nilai

instrumental dan nilai praksis.

a) Nilai Dasar

Walau nilai memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati

melalui indra manusia, namun dalam realisasinya nilai berkaitan

8 Ibid, Hal. 91

Page 22: Pcl vfhggh

dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang

bersifat nyata (praktisis) namun demikian setiap nilai memiliki

nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut dasar onotologis),

yaitu merupakan hakika, esensi, intisari atau makna yang

terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal

karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu

misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya.

Jikalau nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka

nilai tersebut bersifat mutlak karena hakikat Tuhan adalah kausa

prima(sebab pertama), sehingga segala sesuatu diciptakan berasal

dari Tuhan. Demikian juga jikalau nilai dasar itu berkaitan dengan

hakikat manusia, maka nilai-nilai tersebut bersumber kepada

hakikat kodrat manusia, sehingga jikalau nilai-nilai dasar

kemanusiaan dijabarkan dalam norma hokum maka diistilahkan

sebagai hak dasar atau hak asasi. Demikian juga hakikat nilai

dasar itu dapat juga berlandaskan pada hakikat sesuatu benda,

kuantitas, kualitas, aksi, relasi, ruang maupun waktu.

Demikianlah sehingga nilai dasardapat juga disebut juga sebagai

sumber norma yang pada gilirannya dijabarkan atau direalisasikan

dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis. Konsekuensinya

walaupun dalam aspek praksis dapat berbeda-beda namun secara

sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar yang

merupakan sumber penjabaran norma serta realisasi praksis

tersebut.

b) Nilai Instrumental

Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka

nilai dasar tersebut di atas harus memiliki formulasi serta

parameter atau ukuran yang jelas. Nilai instrumental inilah yang

merupakan suatu pedoman yang dapat diukur yang dapat

diarahkan. Bilamana nilai instrumental tersebut berkaitand engan

tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka

merupakan suatu norma moral. Namun jikalau nilai instrumental

Page 23: Pcl vfhggh

itu berkaitan dengan suatu organisasi maupun Negara maka nilai-

nilai instrumental itu merupkan suatu arahan, kebijaksanaan, atau

strategi yang bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat juga

dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan eksplisitasi dari

nilai dasar.

c) Nilai Praksis

Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut

dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata.

Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai

instrumental itu. Dapat juga dimungkinkan berbeda-beda

wujudnya, namun demikian tidak bisa menyimpang atau bahkan

tidak dapat bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai

instrumental, dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem

perwujudannya tidak boleh menyimpang dari sistem tersebut.

3. PENGERTIAN MORAL

Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan,

tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk,

yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat

kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam

masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika

sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggao tidak bermoral.

Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-

prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa

kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat

dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral

etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma dan moral

secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai

aspeknya.

Page 24: Pcl vfhggh

4. PENGERTIAN NORMA

Kesadaran akan hubungan yang ideal akan menumbuhkan

kepatuhan terhadap peraturan atau norma. Norma adalah petunjuk

tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari- hari

berdasarkan motivasi tertentu.

Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai

makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu

kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk

dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa

norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan

norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang

dikenal dengan sanksi, misalnya:

a) Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan

b) Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal

terhadap diri sendiri,

c) Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam

pergaulan masyarakat,

d) Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau

kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat Negara.

5. HUBUNGAN NILAI, NORMA DAN MORAL9

Sebagamana dijelaskan di atas bahwa nilai adalah kualitas dari

suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun

batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan, atau

motivasi dalm bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun

tidak.

Nilai bebeda dengan fakta di mana fakta dapat diobservasi melalui

suatu verifikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya

dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti, dan dihayati oleh manusia.

9 Ibid, hal. 92

Page 25: Pcl vfhggh

Nilai berkaitan juga dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala

sesuatu pertimbangan internal (batiniah) manusia. Nilai dengan

demikian tidak bersifat konkrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan

indra manusia, dan nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif.

Bersifat subjektif manakala nilai tersebut diberikan oleh subjek (dalam

hal ini manusia sebagai pendukung pokok nilai) dan bersifat objektif.

Jikalau nilai tersebut telah melekat pada sesuatu terlepas dari penilaian

manusia.

Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap

dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih dikonkritkan lagi serta

diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia

untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara konkrit. Maka

wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu

norma. Terdapat berbagai macam norma, dan dari berbagai macam

norma tersebut, noma hukumlah yang paling kuat keberlakuannya

karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal misalnya

penguasa atau penegak hukum.

Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan

etika. Isitlah moral mengandung integritas dan martabat pribadi

manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh

moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam

kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya.

Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai

penuntun sikap dan tingkah laku manusia.

Hubungan antara moral dan dengan etika memang sangat erat

sekali dan kadangkala kedua hal tersebut disamakan begitu saja.

Namun sebenarnya kedua hal tersebut memliki perbedaan. Moral

yaitu merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan,

patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis

tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi

manusia yang baik.adapun di pihak lain adalah suatu cabang filsafat

Page 26: Pcl vfhggh

yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan

pandangan-pandangan moral tersebut (Krammer, 1988, dalam

Darmodiharjo, 1996). Atau juga sebagaimana dikemukakan oleh De

Vos (1987), bahwa etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan

tentang kesusilaan. Adapun yang dimaksudkan dengan kesusilaan

adalah identik dengan pengertian moral, sehingga etika pada

hakikatnya adalah sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tenant

prinsip-prinsip moralitas.

Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri-sendiri, tetapi tidak

demikian halnya dengan etika tetapi tidak semua orang perlu

melakukan pemikiran yang kritis terhadap etika. Tidak semua orang

peru melakukan pemikirna yang kritis terhadap etika. Terdapat suatu

kemungkinan bahwa seseorang mengikuti begitu saja pola-pola

moralitas yang ada dalm masyarakat tanpa perlu merefleksikannya

secara kritis.

Etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh atau tidak

boleh dilakukan oleh seseorang. Wewenang ini dipandang berada di

tangan pihak-pihak yang memberikan ajaran moral. Hal inilah yang

menjadi kekuarangan dari etika jikalau dibandingkan dengan ajaran

moral. Sekalipun demikian, dalma etika seseorang dapat mengerti

mengapa, dan atas dasar apa manusia harus hidup menurut norma-

norma tertentu. Hal yang terakhir inilah yang merupakan kelebihan

etika jikalau dibandingkan dengan moral.

Hal ini dapat dianalogikan bahwa ajaran moral sebagai buku

petunjuk tentang bagaimana kita memperlakukan sebuah mobil

dengan baik, sedangkan etika memberikan pengertian pada kita

tentang struktur dan teknologi mobil itu sendiri. Demikianlah

hubungan yang sistematik antara nilai, norma dan moral, yang pada

gilirannya ketiga aspek tersebut terwujud dalam suatu tingkah laku

praktis dalam kehidupan manusia.

Page 27: Pcl vfhggh

B. ETIKA POLITIK10

Sebagai usaha ilmiah filsafatpun dibagi ke dalam beberapa cabang,

terutama menurut bidang yang dibahas. Dua cabang utama filsafat

adalah filsafat teoritis dan filsafat praktis. Yang pertama

mempertanyakan apa yang ada, sedangkan yang kedua, bagaimana

manusia harus bersikap terhadap apa yang ada. Jadi, filsafat teoritis

mempertanyakan apa itu manusia, alam, apa hakikat realita sebagai

keseluruhan, apa itu pengetahuan, apa yang dapat kita ketahui tentang

yang transendent dan sebagainya. Dalam ini filsafat teoritis pun

mempunyai suatu maksud praktis karena pemahaman yang dicarinya

diperlukan manusia untuk mengarahkan kehidupannya. Sedangkan

filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika.

Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia.

Etika sendiri dibagi lagi ke dalam etika umum dan etika khusus.

Etika umum mempertanyakan prinsip – prinsip dasar yang berlaku bagi

segenap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip –

prinsip itu dalam hubungan dengan kewajiban manusia dalam pelbagai

lingkup kehidupannya. Dibedakan antara etika individual yang

mempertanyakan kewajiban manusia sebagai individu, terutama

terhadap dirinya sendiri dan melalui suara hati terhadap Yang Ilahi, dan

etika sosial. Etika sosial jauh lebih luas dari etika individual karena

hampir semua kewajiban manusia bergandengan dengan kenyataan

bahwa ia merupakan makhluk sosial. Dengan bertolak dari martabat

manusia sebagai pribadi yang sosial, etika sosial membahas norma –

norma moral yang seharusnya menentukan sikap dan tindakan antar

manusia. Etika sosial memuat banyak etika yang khusus mengenai

wilayah – wilayah di kehidupan manusia tertentu. Di sini termasuk

misalnya kewajiban – kewajiban di setiap permulaan kehidupan,

masalah pengguguran isi kandungan dan etika seksual, tetapi juga

norma – norma yang berlaku dalam hubungan dengan satuan – satuan

10 Franz Magnis- Suseno, Etika Politik (Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern), hal. 12

Page 28: Pcl vfhggh

kemas yarakatan yang berlembaga seperti etika keluarga, etika pelbagai

profesi, etika pendidikan. Dan di sini termasuk juga etika politik atau

filsafat moral mengenai dimensi politis kehidupan manusia.

a) Arti Kata “Moral”11

Akan tetapi, sebelum kita melihat dimensi politis itu dengan lebih

terperinci, perlu dijelaskan arti satu kata yang memang merupakan kata

kunci dalam seluruh traktat ini, kata “moral”. Apa yang kita maksud

apabila kita menambah kata sifat “moral” pada salah satu kata benda

seperti “kewajiban”, “norma”, “pertimbangan”, dan sebagainya? Apa

yang membedakan kewajiban dan norma moral dari kewajiban dan

normayang bukan moral?

Di sini bukan tempatnya untuk memasuki diskusi yang sudah lama

kontroversi tentang apa yang menjadi ciri khas suatu sifat yang kita

sebut moral. Bagi kita cukup apabila kita memperhatikan segi mana

yang selalu diintip apabila kita mempergunakan kata itu. Segi ini dapat

enjadi jelas dengan bantuan beberapa contoh. Misalya kita dapat

mengatakan bahwa si A adalah dosen yang buruk (jalan pikirannya

kacau, omongannya tidak jelas, dan sebagainya), tetapi sebagai manusia

ia baik sekali dan dicintai oleh para mahasiswa. Tentang orang yang

sama kita dapat mengatakan bahwa dia sebagai dokter sangat baik,

tetapi sebagai manusia ia buruk (misalnya karena bantuannya

tergantung tinggi pembayaran yang diterimanya) dan apabila kita bicara

tentang pemain bola yang baik, kita belum mengatakan apapun tentang

kualitas moralnya.

Dari contoh – contoh itu menjadi jelas bahwa kekhususan kebaikan

moral terletak dalam perspektif pemandangan. Entah seseorang baik

atau buruk sebagai dosen, sebagai dokter, dan sebagai pelari, tetapi

apakah ia baik dalam arti moral, tergantung dari apakah ia baik sebagai

11 Ibid, hal.13

Page 29: Pcl vfhggh

manusia. Kalau kita berkata bahwa Bu Enny adalah orang baik, maka

baik itu dimaksud dalam arti moral, kita mau mengatakan bahwa Bu

Enny entah dia pandai masak atau tidak adalah baik sebagai manusia.

Jadi kata moral selalu menunjuk pada manusia sebagai manusia. Maka

kewajiban moral dibedakan dari kewajiban – kewajiban lain, dan norma

moral adalah norma untuk mengukur betul salahnya tindakan manusia

sebagai manusia.

Dengan demikian etika politik mempertanyakan tanggung jawab

dan kewajiban manusia sebagai manusia, dan bukan sebagai warga

negara terhadap negara, hukum yang berlaku, dan sebagainya. Dua –

duanya, kebaikan manusia sebagai manusia dak kebaikannya sebagai

warga negara memang tidak identik. Sudah Aristoteles menulis bahwa

identitas antara manusia yang baik dan warga negara yang baik hanya

terdapat apabila negara sendiri baik. Apabila negara buruk, maka orang

yang baik sebagai warga negara, jadi yang dalam segala – galanya

hidup sesuai dengan aturan negara buruk itu, adalah buruk, barangkali

jahat, sebagai manusia; dan sebaliknya dalam negara buruk, manusia

yang baik, sebagai manusia jadi seseorang yang betul – betul

bertanggung jawab akan buruk sebagai warga negara, karena tidak

dapat hidup sesuai dengan aturan buruk negara itu.

6. MENCERMATI LIMA SILA

Abdul Hadi W.M. dalam makalahnya12 menyatakan bahwa Pancasila adalah

landasan ideologis berdirinya NKRI merupakan sekumpulan sistem nilai.

Sebagai sistem nilai yang dijadikan pedoman hidup sebuah bangsa Pancasila

adalah jiwa yang menghidupi kehidupan bangsa ini.

1. Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa ada pada puncak pedoman hidup

bangsa Indonesia. Dan seperti apa yang dikatakan Abdul Hadi W.M. sila

12 Abdul Hadi W.M,“Pancasila sebagi Etika Politik dan Dasar Negara,” makalah ini disampaikan pada mata kuliah Pancasila di ICAS Jakarta, 06 November 2006, hal. 2.

Page 30: Pcl vfhggh

ini menjadi pengayom bagi sila yang lain dalam prakteknya. Semangat

kemanusiaan, semangat persatuan, semangat kerakyatan, dan dan

semangat keadilan berjalan dengan berlandaskan pada Ketuhanan.

2. Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Secara sempit atau ke

dalam, sila ini dapat diartikan bahwa setiap warga negara Indonesia

memperoleh perlakuan yang adil dan beradab. Dan secara luas, bangsa

Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian. Bahwa setiap orang

memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa harus dibeda-bedakan.

3. Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sila ini paling tidak menggambarkan

bahwa bangsa ini adalah satu keluarga besar yang di dalamnya didasari

adanya kesadaran perbedaan satu sama lain. Dari perbedaan inilah

sebenarnya bangsa ini ada. Bangsa ini adalah mozaik yang terdiri dari

fragmen-fragmen yang membentuknya.

4. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/Perwakilan. Satu nilai yang menjadi ciri bangsa

ini adalah kebersamaan dan suka bermusyawarah dalam menentukan satu

kebijakan demi kepentingan bersama. Di dasari oleh tiga sila sebelumnya.

5. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan di

sini seperti yang dikatakan Abdul Hadi W.M., adalah Keadilan yang

mencakup tiga bentuk keadilan: (1) Keadilan distributif: menyangkut

hubungan negara terhadap warganegara, berarti bahwa negaralah yang

wajib memenuhi keadilan dalam membagi kemakmuran, kesejahteraaan

penghasilan negara, yang terakhir ini dalam bentuk bantuan, subsidi dan

kesempatan untuk hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban

yang setara dan seimbang; (2) Keadilan legal, yaitu keadilan dalam

kaitannya dengan hak dan kewajiban warganegara terhadap negara,

tercermin dalam bentuk ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan

yang berlaku dalam negara; (3) Keadilan komutatif: yaitu suatu hubungan

keadilan antara warga dengan warga lainnya secara timbal balik.13

Dari pencermatan pada lima sila ini, kembali pada pertanyaan di atas

bahwa apakah Pancasila hadir sebagai jiwa dahulu ataukah badannya terlebih

13 Ibid.

Page 31: Pcl vfhggh

dahulu? Jika Pancasila hadir dalam diri bangsa ini sebelum badan Pancasila itu

dirumuskan, berarti bangsa Indonesia secara khas memang memiliki nilai-nilai

atau pedoman yang berkesuaian dengan Pancasila setelah dirumuskan. Tetapi

jika badannya terlebih dahulu yang hadir, kemudian bangsa ini menghayati

nilai-nilainya, berarti ada kesepakat berikutnya tentang nilai-nilai baru yang

terbentuk yang harus dipatuhi dan jadikan pedoman besama. Pertanyaan ini

muncul karena terkait dengan fenomena sekarang ini, fenomena akan

ketidakpercayaan bangsa Indonesia pada Pancasila. Atau pe-marginal-an

Pancasila dari kehidupan bangsa ini.

Sebenarnya tidaklah begitu penting apakah Pancasila hadir menjiwai

terlebih dahulu sebelum badannya dirumuskan, atau sebaliknya. Hanya saja

ada implikasi yang dapat digunakan untuk menganalisa masalah delegitimasi

Pancasila akhir-akhir ini dengan melihat itu mana yang hadir terlebih dahulu.

Ketika melihat Pancasila sebagai jiwa yang hadir terlebih dahulu, dengan

melihat kondisi saat ini, berarti bukan Pancasilanya yang bermasalah. Bahwa

Pancasila tidak lagi relevan adalah omong kosong belaka. Pancasila adalah

tetap Pancasila yang tetap terbuka bagi semua golongan dan nilai-nilainya akan

terus termutakhirkan sesuai dengan perkembangan zaman, seperti yang

dikatakan oleh Prof. Dr. Nurcholish Madjid, “Pancasila adalah sebuah ideologi,

maka itu berarti terbuka lebar adanya kesempatan untuk semua kelompok

sosial guna mengambil bagian secara positif dalam pengisian dan

pelaksanaannya. Maka para pemuka Islam pun harus tanggap kepada masalah

ini.”14 Jadi manusia-manusianya yang kepribadiannya tergerus.

Dan jika kemudian, jika yang hadir terlebih dahulu adalah badannya,

maka kita memang perlu melihat kembali sila-sila Pancasila. Sudahkan hal itu

sesuai dengan watak dan pribadi bangsa ini. Atau paling tidak sudah cukup

dapat menampung watak dan kepribadian itu. Terakhir, yang bermasalah

apakah Pancasila ataukah manusia-manusianya, masih menjadi pekerjaan

rumah, yang bukan hanya diteliti dalam tataran teoritis atau sekedar wacana

saja. Namun, juga dalam tataran praktisnya. Atau bahkan kita melepaskan itu

14 Budhi Munawar Rahman, Ensiklopedia Cak Nur, Jakarta; Paramadina, 2007, entri M-P.

Page 32: Pcl vfhggh

semua, didasari ketakberdayaan kita dalam menghadapi gerusan arus

globalisasi, dengan nilai-nilai positif dan negatifnya.

Page 33: Pcl vfhggh

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pertama, Pancasila merupakan dasar Negara dan sekaligus ideologi

bangsa, oleh sebab itu nilai-nilai yang tersurat maupun yang tersirat harus

dijadikan landasan dan tujuan mengelola kehidupan Negara, bangsa maupun

masyarakat. Dengan kata lain nilai-nilai Pancasila wajib dijadikan norma

moral dalam menyelenggarakan Negara menuju cita-cita sebagaimana

dirumuskan dalam alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Etika politik Pancasila mengamanatkan bahwa Pancasila sebagai nilai-

nilai dasar kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat harus

dijabarkan dalam bentuk perundang-undangan, peraturan atau ketentuan yang

dibuat oleh penguasa. Dengan kata lain semua produk hukum yang berlaku di

Indonesia tidak boleh bertentangan dengan jiwa dan semangat Pancasila.

Konflik dalam penentuan kebijakan, pemegang otoritas secara

dominatif tak jarang melakukan berbagai manipulasi politik sehingga

bawahan atau rakyat menjadi korban dan memikul beban impitan dominasi

pemegang otoritas. Sistem demokrasi menyadari konflik politik permanen

ini dengan segala impitan dominasi yang ditimbulkan. Karena itu, dalam

sistem demokrasi, penentuan kebijakan selalu harus dimintai

pertanggungjawaban. Ini dilakukan bukan hanya pada aktor atau agensi

penentu kebijakan, tetapi juga akuntabilitas substansial dan proses penentuan

kebijakan.

Pancasila yang berfungsi sebagai etika politik bangsa Indonesia harus

menjadi penyaring dalam proses pengambilan keputusan agar tidak terjadi

kesalahan pengambilan kebijakan yang bisa menggoncangkan jiwa dan

raga bangsa Indonesia dan berindikasi pada krisis kepercayaan terhadap

penguasa. Padahal sudah sangat jelas dicantumkan dalam Pancasila dan

Page 34: Pcl vfhggh

Pembukaan UUD 1945, bahwa pengambilan keputusan kebijakan apapun

urgensinya haruslah dengan musyawarah mufakat, sebagaimana tercantum

dalam Pancasila sila ke-4.

Kita bertekad menegakkan kehidupan politik demokratis. Para elit

politik dalam menyelesaikan masalah tersebut diatas tak terkecuali, harus ada

pertanggungjawaban secara demokratis dan terbuka. Bukan hanya aktor

penentu kebijakan, tetapi juga pertanggungjawaban substansi materi

kebijakan dan proses penentuan kebijakan.

Kedua, Pancasila sebagai pedoman kehidupan berpolitik di Indonesia

mempunyai peran yang sangat penting. Pancasila sebagai sumber nilai dan

norma harus bisa meminimalisir kemungkinan yang bersifat destruktif.

Dengan nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila akan bisa

menjadi filter bagi penyelesaian kasus Bank Century dan kebijakan pemerintah

dalam menaikan harga BBM.

Abdul Hadi W.M. dalam makalahnya15 menyatakan bahwa Pancasila

adalah landasan ideologis berdirinya NKRI merupakan sekumpulan sistem

nilai. Sebagai sistem nilai yang dijadikan pedoman hidup sebuah bangsa

Pancasila adalah jiwa yang menghidupi kehidupan bangsa ini.

1. Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa ada pada puncak pedoman

hidup bangsa Indonesia. Dan seperti apa yang dikatakan Abdul Hadi

W.M. sila ini menjadi pengayom bagi sila yang lain dalam prakteknya.

Semangat kemanusiaan, semangat persatuan, semangat kerakyatan, dan

dan semangat keadilan berjalan dengan berlandaskan pada Ketuhanan.

2. Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Secara sempit atau ke

dalam, sila ini dapat diartikan bahwa setiap warga negara Indonesia

memperoleh perlakuan yang adil dan beradab. Dan secara luas, bangsa

15 Abdul Hadi W.M,“Pancasila sebagi Etika Politik dan Dasar Negara,” makalah ini disampaikan pada mata kuliah Pancasila di ICAS Jakarta, 06 November 2006, hal. 2.

Page 35: Pcl vfhggh

Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian. Bahwa setiap orang

memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa harus dibeda-bedakan.

3. Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sila ini paling tidak menggambarkan

bahwa bangsa ini adalah satu keluarga besar yang di dalamnya didasari

adanya kesadaran perbedaan satu sama lain. Dari perbedaan inilah

sebenarnya bangsa ini ada. Bangsa ini adalah mozaik yang terdiri dari

fragmen-fragmen yang membentuknya.

4. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/Perwakilan. Satu nilai yang menjadi ciri bangsa

ini adalah kebersamaan dan suka bermusyawarah dalam menentukan satu

kebijakan demi kepentingan bersama. Di dasari oleh tiga sila

sebelumnya.

5. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan di

sini seperti yang dikatakan Abdul Hadi W.M., adalah Keadilan yang

mencakup tiga bentuk keadilan: (1) Keadilan distributif: menyangkut

hubungan negara terhadap warganegara, berarti bahwa negaralah yang

wajib memenuhi keadilan dalam membagi kemakmuran, kesejahteraaan

penghasilan negara, yang terakhir ini dalam bentuk bantuan, subsidi dan

kesempatan untuk hidup bersama yang didasarkan atas hak dan

kewajiban yang setara dan seimbang; (2) Keadilan legal, yaitu keadilan

dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban warganegara terhadap

negara, tercermin dalam bentuk ketaatan terhadap peraturan perundang-

undangan yang berlaku dalam negara; (3) Keadilan komutatif: yaitu suatu

hubungan keadilan antara warga dengan warga lainnya secara timbal

balik.16

Kelima sila Pancasila wajib menjadi dasar dalam penyelesaian

Permasalahan tersebut diatas. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila

Ketuhanan Yang Maha Esa hingga Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat

Indonesia, akan membawa kasus ini kedalam pemahaman yang morality dan

religius. Sehingga pengambilan keputusan dalam penyelesaian permasalahan

tersebut akan menghasilkan keputusan yang seadil- adilnya. Tak akan ada

16 Ibid.

Page 36: Pcl vfhggh

yang merasa rugi dan dirugikan. Dengan jiwa kekeluargaan yang tertanam

dalam Pancasila memberikan peran pada kuatnya integralitas para wakil

rakyat yang sedang melakukan penyelesaian di DPR. Berikut kami lebih

menjelaskan mengenai Pancasila sebagai sistem etika dan moral politik di

indonesia.

Ketiga, Pembatalan kenaikan harga BBM itu tertuang dalam

keputusan rapat Paripurna DPR tentang APBN-P 2012 pukul 01, 00 WIB,

Sabtu (31/3/2012). Dalam rapat itu disetujui soal kenaikan BBM dengan

syarat tertentu yang diatur dalam pasal 7 ayat 6A UU 22 tahun 2011

dinyatakan bahwa "Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia

Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau

penurunan rata-rata sebesar 15 persen dalam 6 bulan terakhir dari harga

minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P Tahun Anggaran

2012, pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM

bersubsidi dan kebijakan pendukung." Lewat pasal inilah harga BBM

subsidi batal naik pada 1 April 2012.

Selain itu, pembatalan keputusan kenaikan BBM 1 April 2012

karena untuk melindungi warga negara Indonesia dari demo yang

mengakibatkan kekerasan, kerugian, dan menyebabkan banyak korban jiwa.

Dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan ini jugasilandasi atas dasar

Pancasila sebagai moral dan etika politik bangsa.

Page 37: Pcl vfhggh

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU

Abdul Hadi W.M,“Pancasila sebagi Etika Politik dan Dasar

Negara,” disampaikan pada mata kuliah Pancasila di ICAS Jakarta, 06

November 2006

Budhi Munawar Rahman, Ensiklopedia Cak Nur, Jakarta;

Paramadina, 2007, entri M-P.

Frabz Magnis, dkk. ETIKA POLITIK (Prinsip-Prinsip Moral

Dasar Kenegaraan Modern), Penerbit : GRAMEDIA, Jakarta,1988.

Kaelan, Pendidikan Pancasila,Penerbit : PARADIGMA,

Yogyakarta, 2004.

Suseno, Franz-Magniz, Etika Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar

Kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia, 2003

II. INTERNET

http://www.antaranews.com/berita/304021/sidang-paripurna-bbm-dpr-

panas.terakhir

diakses pada tanggal 28 April 2012, jam 19:00 wib.

https://www.facebook.com/note.php?note_id=229115287100113.

diakses pada tanggal 6 Mei 2012, jam 14.00 wib