pd t-18-2004-a konstruksi dan bangunanpip2bdiy.com/nspm/pd. t-18-2004-a.pdf · rawan bencana akibat...
TRANSCRIPT
Pd T-18-2004-A
Konstruksi dan Bangunan
Pembuatan peta bahaya akibat aliran debris
DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004
Pd T-18-2004-A
i
Prakata Pedoman pembuatan peta bahaya akibat aliran lahar ini termasuk dalam Gugus Kerja Irigasi, Sabo, Rawa dan Pantai, Danau dan Sungai dalam Sub Panitia Teknik Bidang Sumber Daya Air yang berada di bawah Panitia Teknik Konstruksi dan Bangunan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Penulisan pedoman ini mengacu kepada Pedoman BSN No.8 Tahun 2000 dan telah mendapat masukkan dan koreksi dari ahli bahasa.
Perumusan pedoman ini dilakukan melalui proses pembahasan pada Gugus Kerja, Prakonsensus dan Konsensus pada tanggal 10 September 2003 di Pusat Litbang Sumber Daya Air Bandung serta proses penetapan pada Panitia Teknik yang melibatkan para narasumber dan pakar dari berbagai instansi terkait.
Pedoman ini diharapkan menjadi acuan dan pegangan untuk pembuatan peta bahaya akibat aliran debris yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penduduk, maupun pemerintah daerah setempat dalam hal kebijakan pengembangan daerah yang berkaitan dengan daerah rawan bencana akibat aliran debris.
.
Pd T-18-2004-A
ii
Daftar isi
Prakata ....................................................................................................................... i
Daftar isi ...................................................................................................................... ii
Pendahuluan ............................................................................................................... iii
1 Ruang lingkup ....................................................................................................... 1
2 Acuan normatif ...................................................................................................... 1
3 Istilah dan definisi ................................................................................................. 1
4 Persyaratan .......................................................................................................... 2
4.1 Data dan Informasi ........................................................................................ 2
4.2 Ketentuan-ketentuan ..................................................................................... 2
5 Survai lapangan .................................................................................................... 3
6 Penghitungan ........................................................................................................ 4
7 Penggambaran ..................................................................................................... 7
Lampiran A Tabel ...................................................................................................... 10
Lampiran B Contoh penghitungan .............................................................................. 15
Lampiran C Gambar ................................................................................................... 18
Lampiran D Daftar nama dan lembaga ...................................................................... 19
Bibliografi .................................................................................................................... 20
Pd T-18-2004-A
iii
Pendahuluan
Peta bahaya akibat aliran debris termasuk dalam salah satu cara penanggulangan bencana alam akibat aliran debris secara nonfisik (tidak menggunakan bangunan Sabo). Peta bahaya yang informatif ini diharapkan dapat membantu pemerintah daerah setempat dalam membuat kebijakan rencana pengembangan wilayah agar di daerah rawan bencana debris tidak dijadikan lahan pemukiman. Akan tetapi, daerah itu dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain, misalnya pertanian. Apabila daerah tersebut telah terlanjur menjadi lahan pemukiman peta bahaya dapat digunakan sebagai informasi untuk masyarakat sehingga masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana harus selalu waspada terutama pada saat musim hujan agar dapat meminimalisasi korban, baik harta maupun jiwa.
Pedoman pembuatan peta bahaya akibat aliran debris ini meliputi tahapan-tahapan pelaksanaan pembuatan peta bahaya dimulai dari pekerjaan persiapan yang berupa survai lapangan, penghitungan, dan penggambaran.
Pd T-18-2004-A
1 dari 20
Pembuatan peta bahaya akibat aliran debris
1 Ruang lingkup
Pedoman ini menguraikan persyaratan, ketentuan-ketentuan, dan pengerjaan pembuatan peta bahaya akibat longsoran tebing sungai dan limpasan aliran debris serta berlaku untuk pembuatan peta bahaya akibat aliran debris untuk daerah vulkanik dan nonvulkanik yang rawan terhadap aliran debris.
2 Acuan normatif
- SNI 03-1724-1989 : Tata cara perencanaan hidrologi danhidrolika untuk bangunan sungai
- SNI 03-2415-1991 : Metode penghitungan debit banjir.
- SNI 03-2851-1991 : Tata cara perencanaan teknis bendung penahan sedimen.
3 Istilah dan definisi
3.1 Peta bahaya akibat aliran debris adalah suatu peta yang memberikan informasi bahwa kawasan tertentu rawan terhadap bahaya longsoran tebing sungai dan limpasan akibat aliran debris.
3.2 Aliran debris adalah aliran rombakan yang terdiri atas campuran pasir, batu, kayu dan air yang bergerak secara kolektif dari dasar sampai dengan permukaan aliran.
3.3 Aliran sedimen hiperkonsentrasi atau aliran immature debris adalah aliran transisi antara aliran debris dengan aliran traktif. Dalam hal ini aliran terbentuk oleh aliran bawah berupa aliran kolektif dan lapisan atas berupa aliran traktif.
3.4 Sedimen adalah butiran lepas (noncohesive) dari berbagai diameter yang terbawa oleh aliran permukaan atau aliran sungai baik secara suspensi maupun bergerak di dasarnya dan berpotensi bergerak dengan massa yang besar.
3.5 Titik limpasan aliran debris adalah suatu tempat pada alur sungai yang secara topografis dan penampang alur sungai tidak mampu dialiri debit aliran debris tertentu.
3.6 Estimasi volume aliran debris adalah estimasi jumlah debris yang terangkut oleh aliran air.
3.7 Torent adalah alur sungai yang terjal/curam di lereng gunung/pegunungan.
3.8 Debit aliran debris adalah estimasi jumlah aliran debris per satuan waktu.
Pd T-18-2004-A
2 dari 20
4 Persyaratan
4.1 Data dan Informasi Data yang diperlukan untuk pembuatan peta bahaya akibat aliran debris adalah data teknis dan data sosial ekonomi.
4.1.1 Teknis Data teknis yang diperlukan dalam pembuatan peta bahaya ini, antara lain
a) peta topografi sekurang-kurangnya skala 1 : 25.000, b) peta geologi, c) data hidrologi (data curah hujan) d) data sungai (geometri sungai), e) data geoteknik, f) peta tata guna lahan, dan g) catatan atau data mengenai bencana sedimen yang pernah terjadi dan data lainnya
yang terkait. 4.1.2 Sosial ekonomi Data sosial ekonomi yang diperlukan antara lain
a) jumlah penduduk, b) tata guna lahan, yang semakin tinggi nilai ekonomisnya maka kebutuhan akan peta
bahaya tersebut menjadi semakin tinggi, c) bangunan sarana dan prasarana yang terancam oleh aliran debris, dan d) bangunan penting lainnya.
4.2 Ketentuan-ketentuan Agar peta bahaya yang dihasilkan dapat bermanfaat seperti yang diharapkan dalam pembuatannya harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
4.2.1 Umum Ketentuan umum yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.
a) Adanya sumber material debris yang memungkinkan terangkut kehilir oleh aliran menjadi aliran debris. Aliran debris dapat bersumber dari 1) sumber sedimen dari daerah vulkanik yang terdiri atas
(a) endapan lepas piroklastik, (b) endapan lava dan abu vulkanik yang tersebar di lereng gunung maupun yang ada
di alur sungai. 2) sumber sedimen dari daerah nonvulkanik terdiri atas
(a) sedimen yang berasal dari daerah hancuran sekitar patahan (fracture zone) yang rawan terhadap longsor,
(b) sedimen hasil erosi permukaan lahan kritis, (c) endapan sedimen yang berada pada alur sungai.
b) Adanya potensi air yang mampu mengangkut material menjadi aliran debris.
c) Adanya kemiringan alur yang cukup terjal.
d) Adanya daerah rawan limpasan aliran debris yang meliputi 1) adanya perubahan kemiringan alur yang curam ke alur yang landai, 2) daerah kipas aluvial, 3) tebing sungai rendah, dan 4) daerah tikungan luar yang berpotensi melimpas karena tinggi tebing tidak aman
terhadap limpasan aliran debris.
Pd T-18-2004-A
3 dari 20
e) daerah limpasan aliran debris yang merupakan daerah pertanian, daerah hunian, dan daerah industri.
f) bila digunakan sebagai dasar pengembangan wilayah, daerah tersebut harus diamankan dari daerah hunian. Apabila sudah terlanjur menjadi daerah hunian, pedoman ini dapat digunakan sebagai pemberitaan dini agar penduduk yang tinggal di daerah tersebut waspada
4.2.2 Teknis Adanya tempat atau daerah tertentu di sekitar atau pada alur sungai yang rawan bencana akibat aliran debris perlu mendapat perhatian, antara lain yaitu
a) di bagian hulu, kanan, dan kiri sungai yang mempunyai tebing terjal yang rawan terhadap longsor akibat erosi horizontal,
b) daerah hilir terdapat kipas aluvial yang pada umumnya merupakan daerah pemukiman, pertanian, dan industri, dan
c) daerah bahaya yang mempunyai batas dan luas tertentu.
Lebar daerah bahaya di daerah rawan longsoran tebing sungai adalah B'
B' = 2 x H
dengan : B' lebar daerah rawan longsor H tinggi tebing sungai
B B' = 2H
H
Gambar 1 Lebar daerah rawan longsor
a) Lebar, panjang, dan luas daerah bahaya akibat limpasan aliran debris adalah sebagai berikut.
1) batas sebelah kanan dan kiri sungai adalah sungai atau tebing yang cukup tinggi (lebih tinggi dari pada tinggi air banjir).
2) lebar dan panjang aliran debris dapat dihitung menggunakan rumus empiris. 3) luas daerah bahaya tergantung pada arah aliran, topografi daerah endapan,jenis
batuan, besarnya curah hujan dan sebaran sedimen yang pernah terjadi pada saat bencana yang lalu.
b) Keamanan meliputi
1) daerah bahaya tidak dijadikan daerah hunian. 2) daerah bahaya sebaiknya digunakan sebagai daerah sabuk hijau (green belt) atau
daerah pertanian.
5 Survei lapangan Sebelum mengadakan survei lapangan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada pembuatan peta bahaya akibat aliran debris, perlu dipersiapkan peta topografi dengan skala 1:25.000 yang mutakhir. Survei lapangan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi lapangan yang sebenarnya, yang antara lain sebagai berikut.
Pd T-18-2004-A
4 dari 20
a) Kemiringan alur sungai
Mengadakan survei lapangan menggunakan peta topografi yang mutakhir dengan ketelitian akurat dapat diprediksi tempat-tempat penting yang harus mendapat perhatian dipandang dari kemiringan alur.
Hubungan antara kejadian aliran debris dengan kemiringan alur adalah sebagai berikut. 0 ≤ θ < 3 ° bagian pengendapan aliran sedimen.
3° ≤ θ < 10° bagian pengendapan aliran sedimen dan bagian pengendapan aliran debris.
10° ≤ θ < 15° bagian pengendapan dan terjadinya aliran debris serta bagian terjadinya aliran sedimen.
θ ≥ 15° daerah terjadinya aliran debris. Dengan demikian, daerah terjadinya maupun daerah endapan aliran debris dapat diperkirakan secara makro dalam peta topografi.
Berdasarkan hasil survei lapangan dapat juga diketahui kondisi alur, baik ke arah memanjang maupun melintang.
b) Keberadaan material di dasar alur dan di lereng.
Hal-hal yang perlu diamati adalah 1) tebal rata-rata material sedimen di dasar alur dan di lereng gunung, 2) lokasi sumber material debris, dan 3) estimasi jumlah material sedimen di sumbernya.
c) Penampang alur sungai
Alur sungai di daerah rawan aliran debris perlu diukur penampangnya di beberapa titik penting, terutama di tempat yang rawan terhadap limpasan aliran debris yaitu antara lain 1) tikungan sungai yang kritis, 2) apex point (puncak kipas aluvial), dan 3) perubahan palung sungai dari palung yang dalam ke palung sungai yang dangkal.
c) Daerah pengaliran sungai (catchment area).
Di daerah pengaliran sungai perlu diamati untuk mengetahui antara lain : 1) kepastian kondisi daerah pengaliran sungai dan keberadaan sumber material debris, 2) kondisi geologi, 3) kejadian bencana longsor atau aliran debris yang lampau, dan 4) terjadi crack atau sliding cliff.
6 Penghitungan Berdasarkan hasil survei lapangan dapat diperkirakan lokasi titik kritis atau titik awal penyebaran aliran debris pada masing-masing alur. Kemudian dapat ditentukan dan digambar masing-masing catchment area (daerah pengaliran sungai) pada peta topografi.
A (luas daerah pengaliran sungai) dapat dihitung menggunakan planimeter.
Besarnya curah hujan harian (R24) dengan periode ulang 50 th atau 100 th dapat dihitung berdasarkan data yang tersedia. Cara penghitungan dan pengolahan data curah hujan sesuai dengan petunjuk Penghitungan Debit Banjir (SNI 03-2415-1991).
Dalam membuat peta bahaya akibat aliran debris dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut.
Dengan memasukkan unsur hidrologi dan mempertimbangkan persamaan konsentrasi massa, debit puncak aliran debris dapat dihitung menggunakan rumus Ashida dkk. (1981).
Pd T-18-2004-A
5 dari 20
…………………………………….…………………..(1)
dengan :
Qt adalah debit puncak aliran (m3/dt). f1,f2 adalah koefisien aliran limpasan A1 adalah catchment area di daerah terjadinya debris (km2) A2 adalah catchment area daerah lainnya (km2 ) I30 adalah intensitas curah hujan selama 30 menit (mm). Cd adalah konsentrasi sedimen aliran debris.
Volume sedimen yang dapat diangkut dalam satu kali banjir debris maupun aliran hiperkonsentrasi dapat diprediksi dengan mempergunakan rumus empiris dari Mizuyama (1988) sebagai berikut :
………………………………………..……..…………(2)
dengan :
λ adalah void rasio (± 0,40 ). Fr adalah koefisien koreksi aliran, hasil penelitian di Kali Boyong wilayah gunung Merapi
nilai fr = 0,3 – 0,7; apabila tidak ada data maka nilai fr dianggap = 1 A adalah catchment area ( km2 ). Vec adalah volume sedimen yang dapat diangkut oleh aliran (m3) Cd adalah konsentrasi sedimen aliran debris. R24 adalah curah hujan harian maksimum (mm).
Untuk mengetahui tipe aliran debris atau aliran hiperkonsentrasi yang ada pada alur sungai dapat dibedakan berdasarkan kemiringan dasar sungai dan tinggi aliran relatif.
1) Aliran debris terjadi apabila kemiringan dasar sungai lebih besar atau sama dengan kemiringan dasar kritis (tg θ ≥ tg θd) dapat dihitung menggunakan rumus Takahashi dkk. (1988).
………………………………………………………..(3)
dengan : ρs adalah rapat masa material (ton/m3)
ρw adalah rapat masa air (ton/m3) k adalah nilai koefisien eksperimen (0,85 – 1) Φ adalah sudut geser dalam statis (º)
C* adalah konsentrasi sedimen pada dasar sungai (= 0,6 ) 2) Aliran sedimen hiperkonsentrasi terjadi pada kondisi tg θh < tg θ < tg θd (kemiringan
dasar sungai lebih landai daripada kemiringan kritik terjadinya aliran debris akan tetapi lebih besar atau sama dengan kemiringan dasar kritik untuk aliran hiperkonsentrasi)
301d*
d122t IA
CCC
fAf3,62Q
−
+×=
( )
( )tgφ
k11ρρρC
ρρCtgθ
wws*
ws*d
++−
−=
rd
d3
24ec f
C1C
λ110ARV
−−
××=
Pd T-18-2004-A
6 dari 20
……………………………………….…………….(4)
dengan : ho adalah tinggi aliran (m) d adalah diameter material dasar (m) C* adalah konsentrasi sedimen pada dasar sungai (= 0,6 )
Pada aliran debris, gerakan kolektif partikel dianggap memenuhi seluruh kedalaman aliran, sehingga konsentrasi sedimen (Cd) dianggap sama untuk seluruh kedalaman. Konsentrasi sedimen aliran debris dapat dihitung menggunakan rumus Takahashi dkk. (1988).
…………………………………..…………………. (5)
dengan : tg θ adalah kemiringan alur (º) C* adalah konsentrasi sedimen pada dasar sungai (= 0,6 )
Apabila hasil penghitungan Cd lebih dari 0,9 C*, Cd diambil 0,9.C* dan apabila Cd lebih kecil dari 0,3 maka diambil 0,3.
Pada aliran hiperkonsentrasi gerakan kolektif partikel tidak terjadi pada seluruh kedalaman aliran, melainkan terjadi hanya pada sebagian kedalaman aliran sehingga konsentrasi sedimen (Cd) akan berbeda pada tiap kedalaman aliran. Besarnya konsentrasi sedimen dipengaruhi oleh kemiringan dasar sungai (tg θ). Konsentrasi sedimen dapat dihitung menggunakan rumus Mizuyama.(1988)
………………………………………………………………..(6)
Untuk mengetahui apakah terjadi limpasan debris atau tidak pada suatu penampang sungai perlu diadakan checking kemampuan daya tampung tampang lintang alur (tinggi tebing).
…………………………………………….………………………….……(7)
…………………………………………………………………………….…….(8)
dengan : Qt adalah debit puncak aliran (m3/dt) B adalah lebar sungai (m) h adalah tinggi aliran (m) U adalah kecepatan aliran (m/dt)
( )( )
tg φ
dh1ρρρC
ρρCtg θ0
wws*
ws*h
++−
−=
( )( )tg θtg φρρtg θρC
ws
wd −−
×=
θtg11,851θtg11,85C 2
2
d ×+×
=
UhBQ t ××=
UBQh t
×=
Pd T-18-2004-A
7 dari 20
Tebing sungai tidak aman terhadap limpasan debris apabila
H tebing < Hd + Hl
tinggi loncat aliran debris
tinggi aliran debris
Gambar 2 Tinggi tebing sungai
Memprediksi panjang sebaran material aliran debris dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.
Hitung U (kecepatan aliran debris) dapat menggunakan rumus Takahashi dkk (1988) :
………………..………………………..(9)
dengan: d adalah diameter butir (m) g adalah percepatan gravitasi (m/dt2) θ adalah kemiringan dasar sungai ρw adalah rapat masa air (ton/m3). ρs adalah rapat masa material (ton/m3). α adalah sudut geser dinamis aliran debris
Apabila tipe aliran hiperkonsentrasi kecepatan aliran dapat dihitung menggunakan rumus empiris sebagai berikut.
*50
.Udh0,4U = ……………………………………………………………………..…(10)
….…………………………..
Menghitung panjang jangkauan endapan material (Xl = diameter lingkaran dimana aliran akan terkonsentrasi dan mengendap ) menggunakan rumus
……………………...…………(11)
7 Penggambaran Daerah bahaya akibat aliran debris dapat digambarkan dengan urutan sebagai berikut.
a) Tentukan titik awal limpasan (A) dan arah limpasan pada peta topografi. b) Gambarkan panjang sebaran sedimen (Xl) pada garis arah limpasan. c) Buat lingkaran dengan jari-jari 1/2 Xl melalui titik awal limpasan debris (A) dan berpusat
pada garis arah limpasan.
( )( ) sin θg
ρCtg αcos θCg
ρρρρ
UX
wd
d
ws
ws
2
l
⋅−
+
×××−−
=
( ) 233
1
d
*21
s
wdd h1
CC
ρρC1C
sinαasinθg
d52U
−
−+
⋅⋅
⋅=
Pd T-18-2004-A
8 dari 20
d) Tarik garis dengan sudut 45o dari garis arah limpasan ke kanan dan kiri sampai memotong lingkaran di titik B dan C.
e) Buat garis singgung lingkaran melalui titik B dan C. f) Buat garis singgung lingkaran melalui titik D memotong tegak lurus garis singgung yang
melalui titik B dan C. g) Persegi lima ABEFC merupakan daerah bahaya sebaran material aliran debris secara
umum. Namun, apabila di dalam daerah bahaya (segilima ABEFC) terdapat alur sungai lain atau terdapat tebing yang cukup tinggi, kedua fenomena tersebut dapat menjadi batas sebaran sedimen.
h) Apabila dibagian luar AB dan AC terdapat daerah yang rawan tertimpa bencana aliran debris, daerah bahaya dapat diperlebar menjadi GEFH.
i) Peta bahaya tersebut perlu dibandingkan dengan sebaran sedimen akibat aliran debris yang pernah terjadi pada saat lampau. Apabila sebaran sedimen yang pernah terjadi lebih luas, penentuan luas daerah bahaya ditentukan berdasarkan luas daerah yang lebih besar.
Gambar 3 Pola penyebaran aliran debris
A
X l
A
B C
E D
F
G H
Pd T-18-2004-A
9 dari 20
1. Kemiringan alur sungai. 2. Keberadaan material (sumber sedimen). 3. Penampang alur sungai. 4. Kondisi Daerah Pengaliran Sungai (catchment area).
Gambar 4 Bagan alir pembuatan peta bahaya akibat aliran debris
Pekerjaan Persiapan
Survei Lapangan
Analisa Hidrologi
Kontrol aliran dengan Rumus (3) & (4)
Hitung Cd dengan rumus Takahashi dkk - Rumus (5)
Hitung Cd dengan rumus Mizuyama - Rumus (6)
Hitung Debit Qt - Rumus (1) Hitung Debit Qt - Rumus (1)
Kontrol kemampuan daya tampung tampang lintang alur
- Rumus (7) & (8)
Kontrol kemampuan daya tampung tampang lintang alur -
Rumus (7) & (8)
Hitung kecepatan menggunakan Rumus (9)
Hitung kecepatan menggunakan Rumus (10)
Debris Hiperkonsentrasi
Peta Skala 1 : 25.000 1. Buat garis alur sungai (dari orde 1). 2. Tentukan batas catchment area. 3. Tentukan daerah rawan :
sumber sedimen terjadinya aliran debris berdasarkan kemiringan alur
1. Hitung intensitas curah hujan selama 30 menit. 2. Tentukan dan hitung luas catchment yang
kemungkinan akan terjadi aliran debris.
Hitung panjang endapan menggunakan Rumus (11)
Penggambaran pada peta
Pernah terjadi aliran debris ?
Bandingkan dan ambil yang paling besar
ya
tidak
Mulai
Selesai
Pd T-18-2004-A
10 dari 20
Lampiran A
Tabel
Tabel A.1 Contoh formulir survei alur aliran debris
Keterangan Satuan Alur 1 Alur 2 Alur 3 Alur 4
Nomor Alur/Torent
Nama Sistim Drainasi
Nama Sungai
Nama Alur (torent)
Kabupaten – Propinsi
Kelurahan – Kecamatan
Lokasi Alur
Kampung
Panjang Torent Km
Luas Daerah Aliran (DAS) Km2
Gambaran
Umum
Alur Lebar Sungai m
Keadaan Geologi yang penting
Gradient / kemiringan alur °
Katagori Tingkat Bahaya
Survei 1
Survei 2
Katagori Tingkat Bahaya
Tebal endapan m
Katagori Tingkat Bahaya
Kondisi endapan
Volum Sedimen yang mungkin
terangkut
m3
Hasil
Survei
Katagori Tingkat Bahaya
Jumlah Penduduk jiwa
Jumlah KK jiwa
Fasilitas Umum yang ada
Obyek
yang
Dilindungi
Luas Tanah yg Ditanami ha
Bencana Debris. Ada , Tidak
ada, tgl,bln,th
Tempat Pengungsian, ada,
Tidak ada
Pd T-18-2004-A
11 dari 20
Tabel A.2 Contoh lembar data survei kerugian akibat aliran debris No. Alur
Nama Sistim Drainasi
Nama Sungai
Nama Alur
Propinsi, Kabupaten
Kccamatan – Kelurahan
Lokasi Alur
Kampung
Panjang Alur Km
Kemiringan Dasar Sungai Rata-rata °
Lebar Dasar Sungai m
Luas Daerah Pengaliran Sungai (DPS) Km2
Gambaran
Umum Alur
Kondisi gologi yang penting
Kondisi topografi
Kemiringan °
Kondisi
Daerah /titik akhir banjir
Panjang Daerah Pengendapan m
Lebar Maksimum m
Luas Daerah Pengendapan m2
Tebal Endapan Maksimum m
Daerah
Endapan
Material
Lahar
Volum Endapan Debris m3
Korban Jiwa , Korban Hilang Org
Korban Luka-luka Org
Jumlah KK Jiwa
Fasilitas Umum bh
Luas Daerah Pertanian ha
Kerugian
Akibat
Bencana
Catatan
Pd T-18-2004-A
12 dari 20
Tabel A.3 Contoh lembar survei daerah bahaya aliran debris
KETERANGAN Satuan Alur 1 Alur 2 Alur 3 Alur 4 Alur 5
Nomor aliran
Nama Sistim Drainasi
Nama Sungai
Nama Alur
Kabupaten, Propinsi
Kelurahan, Kecamatan
Lokasi
Alur
Kampung
Kemiringan Rata-rata Bag. Hilir °
Katagori Topografi
Gradient/kemiringan °
Kondisi
Panjang Daerah Pengendapan m
Lebar Maksimum m
Kondisi
Luas Daerah Km2
Tebal Maksimum m
Tebal rata-rata m
Banyaknya endapan m3
Jumlah Penduduk jiwa
Jumlah KK jiwa
Hasil
Survei
Fasilitas Umum bh
Luas Lahan Pertanian ha
Bencana Lahar, Ada , Tgl,Bln,Th, Tidak ada
Rencana Penanggulangan Oleh
Tempat Pengungsian, Ada , Tidak ada
Memerlukan Bang Sabo, Ya , Tidak
Fasilitas Sabo, Ada , Tidak
Pd T-18-2004-A
13 dari 20
Tabel A.4 a Contoh lembar pengamatan lapangan
ENDAPAN DASAR ALUR
No
Kemiringan dasar alur °
Lebar Endapan m
Tebal Endapan m
Diameter Maksimum Material m
Diameter Rata-rata mm
No
Kemiringan dasar alur °
Lebar Endapan m
Tebal Endapan m
Diameter Maksimum Material m
Diameter Rata-rata mm
No
Kemiringan dasar alur °
Lebar Endapan m
Tebal Endapan m
Diameter Maksimum Material m
Diameter Rata-rata mm
No
Kemiringan dasar alur °
Lebar Endapan m
Tebal Endapan m
Diameter Maksimum Material m
Diameter Rata-rata mm
No
Kemiringan dasar alur °
Lebar Endapan m
Tebal Endapan m
Diameter Maksimum Material m
Diameter Rata-rata mm
Pd T-18-2004-A
14 dari 20
Tabel A.4 b Contoh lembar pengamatan lapangan
SKET
Pd T-18-2004-A
15 dari 20
Lampiran B
Contoh Penghitungan Lokasi Batang Suliti A ( luas DPS) = 5,77 Km2 ( A1 = 4,04 km2, A2 = 1,73 km2 ) R24 = 167 mm. R30 = 63 mm. λ = 0,4 fr = 0,5 ρs = 2,6 ton/m3 ρw = 1,0 ton/m3 φ = 35° θ = 11° Kontrol :
( )
( )φTg
k11ρρρC
ρρCθTgWWS*
WS*d
+
+−
−=
( )
0,70020
0,85111,01,0)-(2,60,6
1,0-2,60,6θTg d
+
+=
0,7002x
2,1760,960,96θTg d +
=
Tg θd = 0,2143 > 0,194380 (aliran hiperkonsentrasi) Konsentrasi sediment dihitung menggunakan rumus Mizuyama :
θTg11,851θTg11,85C 2
2
d +=
2
2
d 0,194.11,8510,194.11,85C
+=
1,445980,44598C d =
308,0=dC untuk kondisi lapangan nilai Cd diambil 1,5 kali, Nilai Cd maksimum = 0,9 C*.
Pd T-18-2004-A
16 dari 20
Debit total aliran :
( ) 301d
*d
122t I.A.CC
CfA.f3,62Q
−
+=
63.1,73.0,462)-(0,6
0,462.0,754,04.0,753,62Qt
+=
/det.m257,825Q 3
t = Volume sediment yang dapat diangkut oleh aliran :
fr.C1
Cλ1
A.R.10Vd
d243
ec
−−
=
.0,50,4621
0,462λ1
5,77.167.10V3
ec
−−=
3
ec m689.557,89V = Debit aliran dari luar daerah terjadinya debris tetapi masih dalam daerah pengamatan :
3022WC I.A.f3,62Q =
63 .4,04.0,753,62Q WC =
/det.m106,05Q 3
WC =
dh0,4
UU
*
=
1/5h55,2075U0,01
4389,8.h.0,190,4.hU
0,0111)(9,8.h.tg0,4.h.
U
0,01(g.R.I)0,4.h.
U
=
=
=
=
Q = U . A = 55,2075 h1,5 . b. h = 55,2075 h1,5 . 30. h = 1656,22 h5/2
Pd T-18-2004-A
17 dari 20
Tinggi aliran debris : 257,825 = 1656,22 . h5/2 h = 0,475 m Kecepatan aliran debris : U = 55,2075 h3/2 = 55,2075. 0,4753/2 = 18,07 m/det. Panjang endapan :
θSin.gρ).Cρ(ρ
αTg.θCos.C.g.)ρ(ρUXl
wdws
dws
2
−
+−
−=
0,19089,8.10,4621).-(2,6
0,57735.0,9816.0,462.9,8.1)-(2,618,07Xl
2
−
+
=
1,86981,739
4,105459326,52Xl
−
=
m664,98Xl =
Pd T-18-2004-A
18 dari 20
Lampiran C
Gambar
Gambar C.1 Contoh peta bahaya akibat aliran debris
Pd T-18-2004-A
19 dari 20
Lampiran D
Daftar nama dan lembaga
1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
2) Penyusun
Nama Lembaga
Ir. Soeryono Haryadi, SU. Pusat Litbang Sumber Daya Air
Ir. Subarkah, Dipl.HE. Pusat Litbang Sumber Daya Air
Drs. Sutikno, HS. Pusat Litbang Sumber Daya Air
Pd T-18-2004-A
20 dari 20
Bibliografi 1. Debris flow, Disaster Prevention Research Institute, Kyoto University, International
Assosiation for Hydrolic Research (IAHR), A.A Balkema / Roterdam/Brookfield, 1991.
2. Guide to Zoning for Debris flow Vulnereble Area. Ministry of Construction, Japan, 1979.
3. Mannual Perencanaan Sabo, Ditjen Pengembangan Perdesaan, Departemen Kimbangwil, 2000.
4. Petunjuk Penghitungan Debit Banjir, Pusat Litbang, Pengairan, Balitbang PU, 1988.
5. Petunjuk Perencanaan Bangunan Pengendali Sedimen, Puslitbang Pengairan, Balitbang PU, 1988.
6. Technical Standart for The measures Against Debris Flow. ISSN.0386-5878, Technical Memorandum of PWRI No.2632, Public Works Research Institute, Ministry of Construction, 1988.