bab ii kerangka teori dan metode ... - …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126156-sk-fis 011 2008...
TRANSCRIPT
BAB II
KERANGKA TEORI DAN METODE PENELITIAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan terhadap beberapa skripsi
administrasi pajak, oleh para mahasiswa administrasi pajak strata satu (S1) dari Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - Universitas Indonesia, terdapat dua penelitian yang erat
kaitannya dengan retribusi terminal. Mochamad Ridwan, dalam skripsi yang berjudul
“Potensi Retribusi Terminal Sebagai Sumber Penerimaan Pendapatan Asli Daerah;
Evaluasi Terhadap Kinerja Pemungutan Retribusi Terminal di Kota Depok”,2004.
Menurut Mochamad Ridwan dalam skripsinya, terminal Depok selain sebagai prasarana
transportasi jalan juga merupakan sumber penerimaan retribusi terminal yang memiliki
penerimaan pada tahun 2003 cenderung meningkat.21
Banyaknya jumlah angkutan, khususnya angkutan otolet dan masyarakat yang
memasuki area Terminal Depok yang diharuskan membayar retribusi. Sejak tanggal 15
Januari 2002, pelaksanaan pemungutan Retribusi Terminal Kota Depok dikerjasamakan
dengan pihak swasta yaitu CV. Bhakti Perwita Utama. Dalam pelaksanaan pemungutan
retribusi terminal terdapat banyak penyimpangan, terutama dalam penggunaan dan
pelaporan karcis retribusi. Oleh karena itu, hasil penerimaan Retribusi Terminal yang
masih jauh dari potensi yang ada menunjukkan bahwa pelaksanaan pemungutan retribusi
terminal di Kota Depok tidak efektif.
21 Ridwan, Mochamad, “Potensi Retribusi Terminal Sebagai Sumber Penerimaan Pendapatan Asli Daerah; Evaluasi Terhadap Kinerja Pemungutan Retribusi Terminal di Kota Depok”,2004.
13
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
Selain skripsi yang ditulis oleh Mochamad Ridwan terdapat juga penelitian yang
dilakukan oleh Rd. Dade Kusuma, seorang mahasiswa administrasi negara strata satu (S1)
dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - Universitas Indonesia. Dalam skripsi yang
berjudul “Kontribusi Pajak Daerah dan Reribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kota Tanggerang Tahun Anggaran 1997/1998-2002”. Menurut Rd. Dade Kusuma
penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dikelola dan dipungut oleh
Pemerintah Daerah Kota Tanggerang dalam kurun waktu tahun 1997/1998-2002
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap PAD Kota Tanggerang, tetapi perlu
terus dikembangkan dengan cara mengoptimalkan Sumber Daya Alam, Sumber Daya
Manusia, dan sumber keuangan yang telah dimiliki oleh Pemda Kota Tanggerang.22
Kemudian Dade menyatakan bahwa diperlukan pengkajian ulang mengenai jenis
pajak daerah dan retribusi daerah dengan pungutan-pungutan kecil yang ditagih berulang-
ulang, terutama untuk retribusi daerah, karena hal ini akan menimbulkan sikap enggan
membayar kepada pihak pemerintah daerah. Selain itu, diperlukan adanya transparansi dan
akuntabilitas kepada publik mengenai sumber-sumber keuangan terutama yang berasal dari
retribusi daerah, sehingga tidak memberikan ruang kepada pegawai pemerintah daerah
terutama pada Kantor Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah untuk melakukan korupsi
dan kolusi.
Dengan demikian Pemerintah Daerah Kota Tanggerang setiap tahunnya harus
melakukan identifikasi dan inventaris nilai dan potensi asset daerah, agar memperoleh
informasi yang lebih akurat, lengkap, dan mutakhir mengenai kekayaan daerah yang
dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah daerah. Yang pada akhirnya Pemda Kota
22 Kusuma, Rd. Dade, “Kontribusi Pajak Daerah dan Reribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tanggerang Tahun Anggaran 1997/1998-2002”, 2004.
14
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
Tanggerang dapat membuat kebijakan mengenai jenis pajak daerah dan retribusi daerah
yang perlu dikembangkan atau tidak, yang tidak digunakan lagi disesuaikan dengan
perubahan yang terjadi di wilayah Kota Tanggerang.
Berbeda dengan kedua tinjauan pustaka tersebut, penelitian ini akan
memfokuskan perhatian terhadap pengelolaan penerimaan retribusi di Terminal
Baranangsiang Kota Bogor. Selain itu, pada karya ilmiah ini, pemahaman dasar mengenai
teori retribusi dari Ronald C. Fisher serta teori manajemen PAD dari James McMaster
dijadikan acuan mendasar. Dengan demikian pertanyaan penelitian dalam skripsi ini dapat
diketahui serta memperjelas pemahaman mengenai retribusi dan manajemen PAD.
B. KAJIAN TEORI
a. Teori retribusi
Berawal dari pendapat James McMaster (1991), seorang pengajar ilmu ekonomi
di Sekolah Ilmu Administrasi Canberra, Australia, menyatakan retribusi didasari atas dua
prinsip, yaitu :
The first is the "benefit principle." Under this principle, those who receive direct benefits from a service pay for it through a consumer charge related to their level of consumption of the service. The second, and equally valid criterion, is known as the "ability-to-pay principle." Charges based on this principle are related to the financial capacity of households to pay for urban services. Low-income households are charged a lower rate per unit of service than higher income groups. If a service benefits everybody collectively and indiscriminately, such as defense or disease control, the cost is borne by taxation. 23
23James McMaster, “Urban Financial Management A Training Manual”,The International Bank for Reconstruction and Development / THE WORLD BANK 1818 H Street, N.W.Washington, D.C. 20433, U.S.A, 1991., p.23.
15
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
Terdapat dua prinsip atas pengenaan retribusi, yang pertama adalah "benefit
principle”. Dibawah prinsip ini, mereka yang menerima kenikmaatan langsung dari suatu
pelayanan harus membayar sesuai dengan kebutuhan mereka. Prinsip kedua adalah
“ability-to-pay principle”, berdasarkan prinsip ini pengenaan tarif retribusi berdasarkan
kemampuan dari wajib retribusi. Semakin rendah penghasilannya, maka semakin rendah
harga yang dikenakan dibanding dengan mereka yang tinggi penghasilannya.
Lebih lanjut, Ronald C. Fisher (1996), seorang ahli keuangan negara dan daerah
menyatakan teori retribusi sebagai berikut :
In theory, the use of charges and fees should accomplish at least two broad goals. First, it should make the recipient of a service face the true cost of their consumption decisions, creating an incentive for efficient choice. The second goal of service provision using charges and fees is to reduce expenditure pressures on general taxes. 24
Secara teoritis, pengenaan retribusi harus mencapai dua tujuan. Pertama, retribusi harus
membuat wajib retribusi menghadapi harga sesungguhnya atas keputusan konsumsi
mereka, menciptakan suatu insentif untuk pilihan efisien. Tujuan yang kedua pengenaan
retribusi untuk engurangi ketergantungan pembiayaan dari pajak daerah. Berkaitan dengan
teori tersebut, dalam teori ekonomi dinyatakan bahwa harga barang dan/atau jasa (layanan)
yang diberikan oleh pemerintah hendaknya didasarkan pada biaya tambahan (marginal
cost), yaitu biaya untuk melayani konsumen yang terakhir.25 Devas berpendapat, bahwa
retribusi daerah haruslah merupakan suatu harga yang dibayar oleh masyarakat terhadap
layanan yang diberikan oleh pemerintah daerah dengan timbal balik yang sepadan.26
24 Ronald C. Fischer, “State and Local Public Finance”, USA : Times Mirror Higher Education Group, 1996, p.179.
25 Nick Devas, et.all, Op. Cit., hal. 95. 26 Ibid. hal. 95.
16
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
Lebih lanjut Zorn mengatakan bahwa terdapat tiga syarat penting yang harus
dipenuhi sebelum retribusi dapat dikenakan atas suatu barang atau jasa :
Three necessary conditions must be satisfied before user charges can be employed to finance a good or service- benefit separability, chargeability, and voluntarism. First, there must be an identifiable set of individuals or firms, not the whole community, that directly benefits from provision of the good. Second, it must be possible to exclude individuals from consuming the goods if they do not pay. Third, individuals must have the right to choose whether to consume the good. 27
Terdapat tiga syarat penting yang harus dipenuhi sebelum retribusi dikenakan utuk
membiayai pengadaan barang dan jasa, yaitu pemisahan kenikmatan, dapat dikenakan
pungutan, dan sukarela. Ketiga kondisi tersebut tidak terdapat dalam pure public goods
tetapi terdapat di pure private goods. Dengan demikian, kelayakan pengenaan retribusi
lebih sesuai terhadap private goods daripada public goods.28
Dari gambaran-gambaran singkat mengenai teori retribusi di atas, yang menjadi
poin penting adalah pemenuhan syarat-syarat ini harus diikuti dengan manfaat langsung
yang dapat dirasakan oleh wajib retribusi yang telah membayar retribusi. Obyek retribusi
daerah hendaknya menjadi perhatian pemerintah daerah dan bukan hanya layanan yang
seadanya. Perbaikan dan penambahan fasilitas yang dapat digunakan oleh wajib retribusi
juga harus dilakukan sebagai imbalan terhadap retribusi yang telah dibayar. Perbaikan dan
penambahan fasilitas berhubungan dengan manajemen pendapatan asli daerah yang akan
dibahas selanjutnya.
b. Teori Manajemen Pendapatan Asli Daerah27 C. Kurt Zorn. “User Charges and Fees”. Dalam John F. Patersen dan Dennis F Strachoto (Eds.).
Local Government Finance : Concepts and Practices. Chicago, Illinois, USA ; Government Finance Officers Association, 1991, p. 143.
28 C. Kurt Zorn, Op.Cit., p. 143.
17
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
Setelah kita mengetahui tentang teori retribusi, prinsip penerapan retribusi, serta
syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penerapan retribusi atas suatu barang atau jasa,
maka kita juga harus mengetahui teori Manajemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini
disebabkan karena retribusi merupakan salah satu sarana meningkatkan pendapatan
pemerintah daerah karena memberikan kontribusi yang cukup besar dalam PAD selain
pajak daerah.
Menurut McMaster, teori manajemen pendapatan asli daerah adalah :
Revenue administration is concerned with the implementation of fiscal policy-with the process of identification/registration of taxpayers and consumers, assessment, collection, and enforcement. It is concerned with the administrative feasibility of a local tax source or charge. Two particular measurements can be used:• Realization-the proximity of actual yields to the true potential of
the revenue source (the potential being the yield, assuming that everyone who should pay, doespay, and pays his or her full liability);
• Cost-the amount of resources used in collecting revenues in relation to their yield, measured in fiscal and human resources (and also public goodwill, though that is hard to measure). Fiscal policy and revenue administration dependence of particular public authorities upon revenue from charging. 29
Administrasi penerimaan berkaitan dengan implementasi dari kebijakan fiskal dengan
proses identifikasi atau registrasi dari wajib pajak dan wajib retribusi, penilaian,
pemungutan, dan penegakan sanksi. Hal ini berkaitan dengan kecakapan pihak administrsi
atas suatu sumber pajak daerah atau retribusi daerah. Dua tolak ukur yang dapat digunakan
oleh pemerintah daerah, yaitu realisasi dari potensi penerimaan daerah dan biaya yang
dikeluarkan dalam mengumpulkan penerimaan.
29 James McMaster, Op.Cit., p. 35.
18
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
Teori tersebut diperkuat dengan pernyataan Devas, yaitu terdapat dua peran yang
dapat dimainkan oleh pemerintah daerah dalam kaitannya dengan manajemen PAD, yaitu :
a. Menekankan peranan pemerintah daerah sebagai ungkapan dari kemauan
dan identitas masyarakat setempat. Tujuan pemerintah daerah pada
dasarnya bersifat politik, dalam arti pemerintah daerah merupakan wadah
bagi penduduk setempat untuk mengemukakan keinginan mereka dan untuk
menyelenggarakan urusan setempat sesuai dengan keinginan dan prioritas
mereka.
b. Pemerintah daerah pada dasarnya adalah lembaga untuk menyelenggarakan
layanan-layanan tertentu untuk daerah, dan sebagai alat yang tepat untuk
menebus biaya memberikan layanan yang semata-mata bermanfaat untuk
daerah. Tujuan pemerintah daerah bersifat tata usaha dan ekonomi.
Terdapat persamaan dalam pendapat Mcmaster dan Devas mengenai
pembiayaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam manajemen anggaran daerah. 30
Lebih lanjut, Mardiasmo mengatakan “strategi untuk mengoptimalkan kekayaan
daerah meliputi :
1) Identifikasi dan inventarisasi nilai potensi daerah ;
2) Adanya sistem informasi manajemen asset daerah ;
3) Pemanfaatan potensi daerah ;
4) Melibatkan berbagai profesi atau keahlian yang terkait seperti auditor internal
dan penilai. 31
30 Nick Devas, et.all, Op. Cit., hal. 179-180.31 Mardiasmo, “Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah”, Yogyakarta : Penerbit ANDI, 2002,
hal. 241.
19
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
Manajemen PAD erat kaitannya dengan pengelolaan, menurut Lembaga Administrasi
Negara (1985) pengelolaan merupakan proses dari keseluruhan usaha atau kegiatan
memikirkan dan menentukan berbagai hal yang bersangkutan dengan apa-apa yang harus
dilakukan, mengusahakan, mengatur, menggerakkan, dan memanfaatkan sumber-sumber
baik yang berupa manusia maupun bukan manusia yang diperlukan untuk pencapaian
tujuan, serta menjamin agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dan kegagalan
dalam pencapaian tujuan.32
Kemampuan pemerintah daerah untuk menyediakan layanan sangat tergantung
atas kemampuannya untuk mendanai layanan tersebut. Kemampuan tersebut dapat dilihat
dari potensi daerah itu sendiri serta pemanfaatannya. Dengan demikian, selain pajak
daerah, maka retribusi merupakan sumber penerimaan pemerintahan daerah yang dapat
menyediakan pelayanan dan barang publik. Selain itu, retribusi merupakan jalan yang
berpotensi mengurangi ketergantungan pemerintah daerah dari pemerintah pusat untuk
sektor pendapatan.
C. RETRIBUSI DAERAH
Untuk menjelaskan lebih jauh mengenai retribusi maka sangat perlu dilakukan
pemahaman mengenai barang publik dan barang pribadi, sehingga dapat ditarik suatu
kesimpulan perlunya melakukan pungutan retribusi oleh pemerintah daerah. Menurut Roy
V. Salomo33, barang publik adalah barang yang bila dikonsumsi oleh seseorang atau
individu tidak akan mengurangi kesempatan bagi individu lainnya untuk
mengkonsumsinya. Barang publik memiliki dua sifat utama, yaitu non excludable dan non
32 Roy V. Salomo dan M. Ikhsan,. Op.Cit, hal. 108.33 Ibid., hal. 139.
20
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
rival. Sifat non excludable berarti bahwa penyediaan barang-barang tersebut tidak dapat
dibatasi hanya kepada orang-orang tertentu yang bersedia membayarnya saja.
Seseorang akan tetap dapat menikmati manfaat barang publik meskipun ia tidak
bersedia membayar sama sekali, dengan kenikmatan yang sama dengan orang yang
bersedia membayar. Sifat non rival adalah bahwa manfaat barang publik tersebut dapat
dinikmati oleh satu orang atau lebih pada saat yang bersamaan. Konsumsi barang tersebut
oleh satu orang tidak akan mengurangi ketersediaannya bagi orang lain.
Contoh barang publik adalah pertahanan dan keamanan, jalan umum, taman dan
lain-lain. Barang-barang ini disediakan untuk semua orang tanpa terkecuali. Setiap orang
dapat dengan bebas memanfaatkan dan merasakan ketersediaan barang tersebut, walaupun
tanpa membayarnya. Pemanfaatan barang-barang tersebut dapat dilakukan secara bersama
dan tanpa mempengaruhi ketersediaannya bagi orang lain.
Barang pribadi bersifat exclude dan rival.34 Barang pribadi hanya disediakan bagi
orang-orang yang bersedia membayarnya. Pemilik barang pribadi dapat menikmati barang
tersebut secara pribadi dengan menyingkirkan atau mengecualikan (exclude) orang lain
untuk turut menikmatinya. Demikian pula, apabila barang pribadi telah dinikmati oleh
seseorang maka akan menghilangkan atau mengurangi kesempatan bagi orang lain untuk
mengkonsumsi barang tersebut (bersifat rival).
Hal yang lain dari ciri-ciri barang pribadi ialah tidak boleh adanya eksternalitas
dalam memproduksinya, artinya pada saat diproduksi dan dikonsumsi tidak boleh
mengakibatkan orang lain memperoleh keuntungan maupun kerugian. Jika akibat
memproduksi maupun mengkonsumsinya terdapat eksternalitas maka harus segera
diinternalkan dengan kompensasi atau ganti rugi maupun pajak. “Prinsip pengecualian
34 Ibid.
21
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
(Exclusion Principle) diterapkan, yaitu dimana konsumsi tergantung pada apa yang
dibayarkan, sedangkan konsumsi bagi yang tidak membayar dikesampingkan.”35
Pada tabel berikut ini disajikan perbedaan antara barang publik, barang semi
publik, dan barang pribadi.
Tabel II.1.
Perbedaan Antara Barang Publik, Barang Semi Publik, dan Barang Pribadi
Jenis Barang Barang Publik Barang Semi Publik Barang PribadiSiapa yang memanfaatkan
Seluruh masyarakat Pelanggan dan masyarakat
IndividualKonsumen
Pengecualian dari yang tidak membayar
Sangat tidak mungkin
Kadang-kadang Sangat mungkin
Kemungkinan diberlakukannya tarif
Tidak dimungkinkan
Mungkin Mungkin
Pilihan Konsumen Tidak ada Kadang-kadang PenuhSiapa yang membiayai konsumsi
Dibayar oleh pajak Sebagian dibayar oleh konsumen dan sebagian lainnya disubsidi
Konsumen membayar penuh
Hubungan antara pembayaran dan konsumen
Tidak ada Dekat Amat dekat
Siapa yang memutuskan memproduksi
Hanya Pemerintah Pasar dan Pemerintah Hanya pasar
Sumber : Guritno, Mangkoesubroto, Ekonomi Publik, Yogyakarta: BPFE, 2001, hal 5.Pelayanan terhadap pengadaan barang tersebut oleh pemerintah dibiayai oleh sumber yang
berbeda. Dalam hal pembiayaan untuk penyediaannya, secara teoritis public goods karena
pemanfaatannya dapat dinikmati secara bersama, maka harus dibiayai sepenuhnya dengan
pajak (pajak daerah), dan sebaliknya private goods yang kemanfaatannya dapat dinikmati
secara pribadi harus dibiayai dengan retribusi.36
35 Musgrave Richard and Peggy B,”Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek”, Terjemahan Drs. Alfonsius Sirait, Ak., dkk, Jakarta : Penerbit Erlangga, 1993, hal. 44.
36 Roy V. Salomo dan M. Ikhsan, Op.Cit., hal. 141 (dikutip dari Musgrave dan Musgrave, 1984; Aronson 1985)
22
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
Namun pada kenyataannya usaha-usaha yang dilakukan oleh swasta dalam
menyediakan barang publik tersebut masih terlalu langka, hal ini disebabkan karena cara-
cara mengutip pembayaran dari pemakainya akan menimbulkan ketidakefisienan dalam
perekonomian dan menimbulkan biaya sosial yang besar sekali. Oleh sebab itu adalah lebih
tepat apabila pembiayaan untuk penyediaan jasa dan kegiatan tersebut dipungut melalui
retribusi daerah.
Selanjutnya Fischer menyatakan, bahwa terdapat empat prinsip umum dalam
melakukan pengenaan retribusi atas barang publik dan barang pribadi, yaitu :
1. User charge financing becomes more attractive as the share of marginal benefits that accrues to direct users increases.
2. User-charge financing requires that direct users can be easily identified and excluded (at reasonable cost) from consuming the service unless the charge is paid, assuming that most of the benefits of a service or facility go to direct users.
3. The efficiency case for user-charge financing is stronger when demand is more price elastic. In the special case of a perfectly inelastic (vertical) demand, price does not matter. No inefficiency would result if consumers underestimate cost. Obviously, the more price elastic demand is, the greater the potential for inefficiency if consumers do not face true costs.
4. Marginal benefits, not total benefits, matter for determination of user charges. 37
Selain kegiatan penyediaan barang publik dan barang pribadi, terdapat juga kegiatan yang
pada umumnya hanya dilakukan oleh pihak pemerintah akan tetapi sebelumnya masih
dapat dijalankan oleh pihak swasta dan sering disebut dengan barang semi publik yaitu
penyediaan barang publik oleh pihak swasta disebabkan karena pihak swasta tersebut
masih dapat memungut pembayaran dari hasil kegiatan maupun jasa-jasa yang telah
dihasilkannya, kegiatan itu antara lain ialah penyediaan jasa-jasa perizinan membangun,
37 Ronald C. Fischer, Op.Cit., p. 180.
23
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
sampah, parkir, dan pendidikan (khususnya untuk pendidikan, dalam bidang ini swasta
yang memegang peranan cukup besar).
Menurut Davey, retribusi diartikan sebagai suatu pembayaran yang dilakukan
oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan, dan biasanya dimaksudkan untuk menutup
seluruh atau sebagian dari biaya pelaksanaannya.38 Kemudian Suparmoko menyatakan
bahwa, retribusi adalah suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah dimana kita
dapat melihat adanya hubungan balas jasa yang langsung diterima dengan adanya
pembayaran retribusi tersebut.39
Terdapat perbedaan dari seluruh pengertian-pengertian tersebut, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari retribusi adalah :
1) Retribusi dipungut oleh negara atau pemerintah daerah kepada masyarakat
yang tidak dapat dipaksakan
2) Dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
3) Pembayarnya mendapatkan imbalan jasa atau kontrapretasi langsung
4) Hasil pungutannya digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum negara atau kepentingan-kepentingan publik.
Penentuan tarif adalah fungsi administratif yang penting dalam hal pemungutan
retribusi. Kesadaran pemerintah daerah dalam menentukan alokasi biaya diantara obyek
retribusi sangat diperlukan. Namun demikian, terdapat hal-hal yang membuat
dibedakannya pembiayaan yang dilakukan dengan berdasarkan pajak dan retribusi, antara
lain :
a. Sulitnya membedakan definisi antara barang publik dan barang pribadi.
38 Davey, K.J, “Pembiayaan Pemerintah Daerah”, Jakarta : UI Press,1998, hal. 132.39 M Suparmoko, “Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek”, Yogyakarta : BPFE, 1997, hal. 94.
24
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
b. Aplikasi logis dan peraturan sering melibatkan pembayar pajak, di dalam
pembayaran sesuatu yang melebihi kas pemerintah maupun batasan dari pikiran
sehat.
c. Adanya pembatasan bagi orang-orang yang mampu membayar.
d. Sebagai pengendalian bagi masyarakat untuk berhati-hati mengkonsumsi
barang-barang umum yang langka.
e. Untuk memudahkan pemungutan (lebih efisien) 40
Menurut Bagus Santoso, suatu penyediaan barang atau jasa yang dibiayai dari
pajak atau retribusi tergantung pada derajat kemanfaatan barang dan jasa itu sendiri. 41
Semakin dekat kemanfaatan suatu barang dengan private goods, maka pembiayaannya
berasal dari retribusi. Sebaliknya, semakin dekat kemanfaatan suatu barang dengan public
goods, maka pembiayaannya berasal dari pajak. Mc Queen menerangkan suatu tanggapan
menekankan untuk memperjelas kenyataan bahwa masyarakat bersedia membayar retribusi
bila tingkat layanan dirawat dan ditingkatkan, setiap pembayaran retribusi menerima
kontrapretasi langsung berupa jasa-jasa yang telah disediakan.42
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikemukakan sifat retribusi menurut
Haritz adalah sebagai berikut :
a. Pelaksanaannya bersifat ekonomis
b. Ada imbalan langsung kepada pembayar
40 Davey, K.J, Op.Cit., hal. 133.41 Bagus Santoso, Retribusi Pasar Sebagai Pendapatan Asli Daerah, Prisma No. 4, Jakarta : LP3ES
1995, seperti yang dikutip oleh Mochamad Ridwan dalam skripsinya yang berjudul “Potensi Retribusi Terminal Sebagai Sumber Penerimaan Pendapatan Asli Daerah; Evaluasi Terhadap Kinerja Pemungutan Retribusi Terminal di Kota Depok”, 2004, hal. 19.
42 Jim Mcqueen, “Development of a Model For User Fees a Model On Policy Development in Creating and Maintaining User Fees For Municipalities”. MPA Research Paper. Submitted to : The Local Government Program Departement of Political Science, The University Western Ontario, 1-23 August, 1998, seperti yang dikutip oleh Erlly Kurniati dalam tesisnya yang berjudul “Tinjauan Terhadap Retribusi Terminal Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Bekasi”, 2006, hal 7.
25
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
c. Iurannya memenuhi persyaratan, persyaratan formal dan material tetapi tetap
ada alternatif untuk membayar
d. Retribusi umumnya merupakan pungutan yang fungsi budgetairnya tidak
menonjol
e. Dalam hal-hal tertentu retribusi digunakan untuk tujuan tertentu, tetapi dalam
banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dibukukan oleh
Pemerintah Daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat. 43
D. Pendapatan Asli Daerah
Secara konsepsional, yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
adalah seluruh penerimaan daerah dari berbagai usaha pemerintah daerah, baik untuk
mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatan
rutin maupun kegiatan pembangunannya.44 PAD adalah seluruh penerimaan daerah yang
diakibatkan oleh tindakan Kepala Daerah selaku penguasa. Batasan ini didasarkan pada
pendapat Abdullah, bahwa Kepala Daerah selaku penguasa anggaran dapat mengambil
tindakan yang dapat berakibat pada anggaran baik pendapatan atau pembelanjaan. 45
Pendapatan asli daerah merupakan cerminan dari otonomi daerah serta
penyerahan otoritas sistem pengendalian dan manajemen keuangan daerah kepada
pemerintah daerah.46 Sumber PAD merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari
43 Benyamin Haritz, “Peran Administrasi Pemerintah Daerah : Efektivitas Penerimaan Retribusi Daerah Pemerintah Daerah Tingkat II se Jawa Barat”, seperti yang dikutip oleh Erlly Kurniati, Loc. Cit., hal. 7.
44 Badan Pusat Statistik, “Indikator Ekonomi DKI Jakarta”, 1997, hal.14.45 Abdullah, “Pajak dan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia”, Jakarta : Gramedia, 1984,
hal. 21.46 Masyarakat Transparansi Indonesia, “Panduan Pengawasan Keuangan Daerah : Wawasan dan
Instrumen Monitoring Keuangan Daerah, Adib Achmadi (ed.), Jakarta : Masyarakat Transparansi Indonesia, 2005, hal. 52.
26
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
wilayah daerah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber PAD ini terdiri dari :
a. Hasil pajak daerah,
b. Hasil retribusi daerah,
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
d. Lain-lain PAD yang sah, antara lain hasil penjualan asset tetap daerah dan jasa
giro.
Sebagai tindak lanjut dari pemberian otonomi kepada kabupaten atau kota, maka
Pemerintah Pusat memberikan kebebasan kepada daerah untuk menggali kemampuan
rumah tangganya sendiri di dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Upaya untuk
meningkatkan PAD adalah mutlak diperlukan dalam mengantisipasi pelaksanaan otonomi
yang lebih nyata dan bertanggungjawab sesuai dengan amanat Undang-undang tentang
Pemerintahan Daerah, dan Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
E. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
APBD didefinisikan sebagai suatu rencana pekerjaan keuangan (financieel
werkplan), yang dibuat untuk suatu jangka waktu tertentu, dalam waktu mana badan
legislatif memberikan kredit kepada badan-badan eksekutif untuk melakukan pembelanjaan
guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar
(grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk
menutup pengeluaran tadi.47
Definisi lain menyebutkan bahwa APBD adalah rencana operasional keuangan
pemerintah daerah yang menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna
47 J. Wajong,”Administrasi Keuangan Daerah”, Jakarta : Ichtiar, 1962, hal. 82.
27
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran serta
menggambarkan juga perkiraan penerimaan tertentu dan sumber-sumber penerimaan
daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.48 Sedangkan menurut
Ginanjar Kartasasmita, APBD bagi pemerintah daerah merupakan dokumen rencana
kegiatan dan pembiayaan dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah dari
pembangunan setiap tahunnya.49
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, didalam APBD terkandung
beberapa aspek penting, seperti :
a. APBD merupakan rencana rinci yang berisi pengeluaran dan penerimaan
daerah.
b. Dalam APBD termuat rencana kerja yang akan dilakukan dalam kurun waktu
tertentu, biasanya satu tahun.
c. Rencana kerja yang tertuang dalam APBD merupakan hasil kesepakatan yang
dicapai oleh legislatif daerah (DPRD) dan eksekutif (Kepala Daerah beserta
aparatnya).
Pada dasarnya APBD adalah rencana keuangan yang dikelola pemerintah daerah
yang mana sumber keuangan itu berasal dari :
1. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD
2. Dana perimbangan; dan
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. 50
48 D.J.Mamesah,”Sistem Administrasi Keuangan Daerah”, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995, hal. 20.
49 Ginanjar Kartasasmita, “Administrasi Pembangunan : Perkembangan, Pemikiran, dan Prakteknya di Indonesia”, Jakarta : LP3S, 1997, hal. 126.
50 Masyarakat Transparansi Indonesia, Op.Cit., hal 51-52.
28
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
F. Metode Penelitian
Metode di dalam penelitian merupakan hal mutlak, karena didalamnya terdapat
teknik penelitian dan pengumpulan data yang menjadi indikator berhasil tidaknya
penelitian. Pemilihan metode yang tepat dan sesuai dengan jenis penelitian akan
menjadikan hasil penelitian lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagaimana dikemukakan Bailey bahwa :
“Method mean the research technique or tool used togather data. Methodology mean the phylosophy of the research process. This includes the assumptions and values that serve as a rationable for research and the standards or criteria the researchers uses for interpreting data and reaching conclusions.” 51
Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu.52 Metode Penelitian adalah cara pengumpulan data
dengan menggunakan teknik pengumpulan data dan alat pengumpulan data.53
1) Pendekatan penelitian
Mengacu kepada jenis data dan analisisnya, maka pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Dengan menggunakan
teori-teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Creswell
“.....in quantitative paradigm of research, in which researchers use accepted and pricase meaning, a theory commonly is understood to have certain characteristic.....”54
51 Kenneth D. Bailey. “Methods of Social Research.” New York : The Press, A Division of Macmillan, inc. Toronto : Maxwell Macmillan Canada. New York Oxford Singapore Sidney : Maxwell Macmillan International, 1994, p. 34.
52 Sugiono, “Metode Penelitian Bisnis”, CV. Alfabeta, Bandung : 1999, hal.1.53 Manasse Malo, “Metode Penelitian Sosial”, Penerbit Karunika, Jakarta : 1986 54 John W. Creswell, “Research Design : Qualitative and Quantitative Approaches”, Thousand
Oaks, California. USA : Sage Publication, 1994, hal. 82.
29
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
Fokus penelitian ditujukan hanya pada variabel tertentu, yaitu pengelolaan
retribusi Terminal Baranangsiang di Kota Bogor.
2) Jenis Penelitian
Untuk menyusun penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif.
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu
kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki.55 Khususnya pengelolaan retribusi yang diterima
oleh Pemerintah Kota Bogor di Terminal Baranangsiang.
3) Teknik Pengumpulan Data
Guna mendeskripsikan masalah yang disajikan dalam penelitian ini, maka
diperlukan data serta berbagai informasi. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penulisan ini antara lain adalah :
• Studi Kepustakaan ( Library Research ), yaitu pengumpulan data dengan
membaca literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang
diambil, baik berupa buku, Undang-undang Perpajakan, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Daerah, koran, tulisan ilmiah, World Wide Web
(WWW) dan sebagainya. WWW adalah layanan internet yang
55 Mohammad Nazir, “Metode Penelitian”, Cet. 3,Ghalia Indonesia, Jakarta : 1988, hal. 63.
30
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
menggunakan konsep hypertext antar dokumen yang berkaitan,
didalamnya terdapat berjuta halaman Web (Web page).56 Teknik
pengumpulan data melalui studi kepustakaan dimaksudkan untuk
mengungkapkan buah pikiran yang akan membuat peneliti lebih kritis dan
analitis dalam mengerjakan penelitian.57 Selain itu studi kepustakaan
digunakan untuk menentukan arah dan tujuan penelitian, serta mencari
konsep yang sesuai dengan permasalahan skripsi ini.
• Wawancara mendalam
Wawancara riset merupakan percakapan dua orang, yang dimulai oleh
pewawancara dengan tujuan khusus memperoleh keterangan yang sesuai
dengan penelitian, dan dipusatkan olehnya pada isi yang dititikberatkan
pada tujuan-tujuan deskripsi, prediksi, dan penjelasan sistematik
mengenai penelitian tersebut.58 Teknik wawancara kepada pihak-pihak
seperti Kepala Bidang Teknik Sarana dan Prasarana Dinas Lalu Lintas
Angkutan Jalan Kota Bogor, untuk mengetahui kinerja mereka dalam hal
pemeliharaan dan perawatan infrastruktur Terminal Baranangsiang.
Kepala Seksi Penyusunan Program, Pengembangan, Analisa, dan Evaluasi
Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor, untuk mengetahui lebih jelas
mengenai retribusi terminal sebagai komponen PAD. Kepala Urusan Tata
56 WIT dan Dr. Erhans A, “Internet”, PT. Ercontara Rajawali, Jakarta 2001, hal. 82.57 Mohammad Nazir, Op.Cit, hal. 112.58 Bruce A.Chadwik,”Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial”, Diterjemahkan oleh Sulistia
ML, IKIP Semarang Presss, Semarang : 1991, hal. 88.
31
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
Usaha Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Terminal Baranangsiang Kota
Bogor dan Kepala Terminal Baranangsiang untuk mengetahui
pengelolaan retribusi terminal selama ini dan kendalanya. Wawancara ini
bertujuan untuk memperoleh keterangan atau informasi yang lebih rinci
dari pihak-pihak yang terkait langsung dengan penerimaan retribusi
Terminal Baranangsiang Kota Bogor. Hal ini senada dengan pernyataan
Neuman, “The individual is currently involved in the field. The more
likely is that they have reconstructed their collections”.59
• Observasi
Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan
langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa
ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.60
4) Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena
dengan menganalisa, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam
memecahkan masalah penelitian.61 Analisa secara deskriptif adalah teknik analisa yang
bertujuan untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial dan hubungan-
hubungan yang terdapat dalam penelitian.62
59 W. Lawrence Neuman, Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approach, fourth edition, USA: Allyn & Bacon, 2000, . hal 374.
60 Cl. Selltiz et.all., ”Research Methods in Social Relations”, (New York : Holt, Rinehart and Winston, 1964), hal. 200.
61 Mohammad Nazir, Op.Cit., hal. 405.62 Prof. Dr. S. Nasution , M.A., “Metode Research (Penelitian Ilmiah)”, (Jakarta: Penerbit BUMI
AKSARA, Edisi 1, Cetakan kedua, April1996), hlm. 24.
32
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
G. Operasionalisasi Konsep
Tabel II.2.
Operasionalisasi Konsep
KONSEP VARIABEL DIMENSI INDIKATOR
Retribusi Daerah
Pengelolaan Retribusi Daerah
1. Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah
1.1 . Setiap orang yang dikenakan retribusi membayar kewajibannya
1.2. Setiap orang membayar retribusi sesuai harganya 1.3. Seluruh penerimaan retribusi sesuai
dengan yang dilaporkan petugas pemungut retribusi
2. Identifikasi Wajib Retribusi Daerah
2.1. Identifikasi secara otomatis
2.2. Terdapat alat bukti pembayaran retribusi seperti karcis/tiket2.3. Pengidentifikasian wajib retribusi dapat ditelusuri dari sektor lain2.4. Kewajibannya sangat jelas
3. Penilaian Retribusi Daerah
3.1. Penilaian secara otomatis
3.2. Si pelapor memiliki sedikit atau tidak sama
sekali keraguan3.3. Penilaian dapat diperiksa dengan informasi yang lain
33
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008
4. Pemungutan Retribusi Daerah
4.1. Pembayaran retribusi secara otomatis
4.2. Pembayaran retribusi dapat dibuktikan4.3. Terdapat kesetaraan 4.4. Sanksi yang membuat jera4.5. Bukti pemungutan yang jelas untuk dicermati pihak pemerintah daerah4.6. Pembayaran retribusi harus mudah
5. Biaya Retribusi Daerah
5.1. Pelaporan dan pemungutan retribusi berhubungan dengan proses administrasi lain5.2. Sejumlah sumber penerimaan dapat dipungut dalam transaksi tunggal5.3. Pengenaan retribusi harus mendapatkan keuntungan untuk menutupi biaya pemungutan retribusi5.4. Transaksi (pelaporan dan pemungutan retribusi) tidak terpisah5.5. Pelaporan dan pembayaran retribusi dapat Dilakukan secara otomatis
H. Asumsi
Penelitian ini berusaha untuk mengkaji variabel pengelolaan retribusi daerah khususnya
retribusi terminal yang terdapat di Terminal Baranangsiang Kota Bogor. Dengan demikian,
mengingat kondisi infrastruktur Terminal Baranangsiang kurang baik maka asumsi atas
penelitian ini adalah terdapat kendala-kendala dalam pengelolaan retribusi Terminal
Baranangsiang Kota Bogor.
34
RETRIBUSI TERMINAL..., LEVI AMOS HASUDUNGAN SILALAHI, FISIP UI, 2008