peb hellp complete pdf_64

41
1 Laporan Kasus PREEKLAMSI BERAT DAN HELLP SYNDROME Disusun oleh: Anne Fretha PS, S.Ked Efsarini , S.Ked M.Ogi Yuhamzi, S.Ked Mega silfia Zulfi, S.Ked Poppy Zindi Hana Desti S.Ked Uswatun Hani Astuti, S.Ked Widuri Pratama Putri, S.Ked Yohannes Purwanto, S.Ked Pembimbing : dr.Noviardi, Sp.OG KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU PEKANBARU 2013

Upload: mega-silfia-zulfi

Post on 21-Jan-2016

139 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEB HELLP Complete PDF_64

1

Laporan Kasus

PREEKLAMSI BERAT DAN HELLP SYNDROME

Disusun oleh:

Anne Fretha PS, S.Ked

Efsarini , S.Ked

M.Ogi Yuhamzi, S.Ked

Mega silfia Zulfi, S.Ked

Poppy Zindi Hana Desti S.Ked

Uswatun Hani Astuti, S.Ked

Widuri Pratama Putri, S.Ked

Yohannes Purwanto, S.Ked

Pembimbing :

dr.Noviardi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

PEKANBARU

2013

Page 2: PEB HELLP Complete PDF_64

2

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas

ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai disease of

theories ini, masih sulit untuk ditanggulangi. Preeklampsia dan eklampsia dikenal

dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan suatu sindroma yang

berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer,

dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih

mengarah pada kejadian eklampsia.

Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang

dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP

(Hemolysis,Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal,

perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat

berupa kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine

fetal death (IUFD).1

Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia

secara mendasar dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh

penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk

preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak

penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih

menjadi kendala dalam penanganannya.1 Oleh karena itu diagnosis dini

preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta

penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu

dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan

hipertensi, edema, dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan

pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia

sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di

samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.2

Page 3: PEB HELLP Complete PDF_64

3

Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian

bayi lebih dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi

di negara-negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara

maju terdapat kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara

rutin. Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi, preeklampsia masih

merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi.

Salah satu dari komplikasi komplikasi yang sering terjadi pada pre

eklampsia adalah gejala disertai dengan timbulnya hemolisis, peningkatan enzim

hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia yang dikenal dengan sindroma

HELLP (Hemolysis Elevated Liver Enzyme Low Platelets Count). Kematian ibu

bersalin pada sindroma HELLP cukup tinggi yaitu 24 % dengan penyebab

kematian berupa kegagalan kardiopulmonal, gangguan pembekuan darah,

perdarahan otak, ruptur hepar, dan kegagalan organ multipel, demikian juga

kematian perinatal pada sindroma HELLP juga cukup tinggi, terutama disebabkan

oleh persalinan preterm.2

Page 4: PEB HELLP Complete PDF_64

4

BAB II

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama pasien : Ny.Z.A Nama suami : Tn. D

Umur : 32 tahun Umur : 45 tahun

Pendidikan : SD Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh tani

Agama : Islam Agama : Islam

Suku : Melayu Suku : Melayu

Alamat : Rambah Samo, Rohul Alamat :Rambah Samo, Rohul

No. MR : 832226

ANAMNESIS

Pasien masuk Kamar Bersalin IGD RSUD AA Pekanbaru padatanggal 5

November 2013Jam 15.20 WIB, rujukan dari RSUD Rokan Hulu

dengan:G3P2A0H2, Gravid 33-34 mg, belum inpartu Janin Tunggal Hidup, Preskep

+ PEB + HELLP Parsial Syndrome.

a. Keluhan Utama:

Nyeri kepala dan pandangan kabur sejak 2 hari SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengaku hamil 8 bulan, dengan HPHT: 10/3/2013 dengan

TP17/12/2013, usia kehamilan: 33-34 minggu. Nyeri kepala (+) nyeri ulu hati

(+), pandangan kabur (+), sejak 2 hari yang lalu, bengkak pada kedua kaki

sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-), keluar lendir

bercampur darah (-), keluar air-air tak tertahankan dari kemaluan (-), gerakan

janin dirasakan sejak kehamilan 5 bulan hingga sekarang masih terasa.

Page 5: PEB HELLP Complete PDF_64

5

c. Riwayat Penyakit Dahulu:

Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga:

Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-)

e. Riwayat Ante Natal Care :

Periksa kehamilan 6 x tiap bulan ke bidan, pada usia kehamilan 7 bulan

tekanan darah tingggi > 140/100 mmHg. USG terakhir tanggal

30/10/2013pada usia kehamilan 8 bulan dikatakan kondisi dan posisi janin

baik, BB: 2000 gram

f. Riwayat Minum Obat:

Selama hamil pasien minum obat hanya diberikan oleh bidan berupa vitamin

g. Riwayat Haid:

Pertama menstruasi usia 12 tahun, siklus teratur 28 hari, selama 5-6 hari,

banyaknya 2-3 kali ganti pembalut/hari dan tidak ada nyeri haid.

h. Riwayat Perkawinan:

1 kali menikah, menikah saat usia ibu 17 tahun

i. Riwayat Kehamilan/ Persalinan/ Abortus: G3P2A0H1

Anak I :Perempuan, Th 1998, 2700 gr, normal ditolong bidan, cukup bulan,

lahir pervaginam anak hidup sehat, sekarang sudah 15 tahun dan

bersekolah SMA

Anak II: Perempuan, Th 2002, 3200 gr, normal ditolong bidan, cukup bulan,

lahir pervaginam normal, anak hidup sehat, sekarang 11 tahun dan

sekolah kelas 6 SD

Anak III: hamil sekarang.

Page 6: PEB HELLP Complete PDF_64

6

j. Riwayat KB :

Menggunakan KB suntik 3 bulan teratur sejak lahir anak pertama 1998 –

2001, dan sejak lahir anak kedua 2002 – 2012

k. Riwayat Sosial Ekonomi

Suami bekerja sebagai buruh tani di perkebunan sawit, ibu sebagai ibu rumah

tangga, hasil kerja suami cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan

sekolah anak.

PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum

Baik

b. Kesadaran

Komposmentis

c. Tanda Tanda Vital

Tekanan Darah : 170 / 110 mmHg

Frek. Nadi : 86 x / menit

Frek. Nafas : 22 x / menit

Suhu : 36,60C

TB : 149 cm

BB : 107 kg

d. Status Generalis

Kepala

Mata: Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening

Thoraks

Paru :vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : dalam batas normal

Page 7: PEB HELLP Complete PDF_64

7

Abdomen : Status Obstetrikus

Genitalia : Status Obstetrikus

Ekstremitas : edema pada kedua tungkai, CRT < 2 detik,akral hangat.

e. Status Obstretikus

Muka : Kloasma gravidarum (-)

Mammae : Hiperpigmentasi areola mammae, mammae membesar dan

menegang, papilla mammae menonjol.

Abdomen

Inspeksi :Perut tampak membesar sesuai dengan usia kehamilan,

striae gravidarum (+), hiperpigmentasi linea mediana (+),

skar (-)

Palpasi :

L I: Sulit dinilai.

L II: Sulit dinilai

L III:Sulit dinilai

L IV: Sulit dinilai

TFU : sulit dinilai

His : (-)

Auskultasi : DJJ : 145 x/ menit, teratur (terdengar di sisi kanan)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium ( 5/11/3013 )

Hemoglobin : 12.5 gr/dl

Hematokrit : 34,8 %

Leukosit : 23.000 /ul

Trombosit : 20.000 /ul

SGOT :57,4 u/l

SGPT :56 u/l

Ptotein urin :+3

Ureum : 63,9 mg/dl (meningkat)

Kreatinin :2,57 mg/dl (meningkat)

Page 8: PEB HELLP Complete PDF_64

8

Albumin :3,1 mg/dl (menurun)

DIAGNOSIS KERJA

G3P2A0H2, Gravid 33–34 mg, Belum inpartu, Superimposed PEB + HELLP

Syndrome Missisipi kelas I + Hiperurisemia+ Hipoalbuminemia + Tekanan Darah

Tidak Terkontrol + Janin Hidup Tunggal Intra Uterin.

TERAPI / SIKAP

Observasi KU, TTV, His, DJJ/jam

Pemberian regimen MgSO4 40% sesuai protap

Waspadai eklampsia, fetal distress, solusio plasenta

Injeksi dexametason 2 x 6 mg

Fluimucil tab 1 x 1 tab 600 mg

Nifedipine 3 x 10 mg

Methyldopa 3 x 500 mg

Tranfusi trombosit 2 labu

Albumin 3 labu

PROGNOSIS :

Dubia ad bonam

Page 9: PEB HELLP Complete PDF_64

9

FOLLOW UP

Hari/Tanggal Follow up

Selasa 05

November 2013 Pasien diterima dari VK IGD pukul 17.30 dengan permasalahan:

18.00 WIB

S

Nyeri kepala (+), pandangan kabur (+), nyeri ulu hati (+),

sejak 2 hari yang lalu, bengkak pada kedua tungkai sejak

satu bulan yang lalu.

O

KU : tampak sakit sedang Kes: CM

TTV : TD: 200/120 mmHg, Nadi: 92 x/ menit,

Nafas: 26 x/menit, Suhu: 36.5oC

Status generalis: edema ekstremitas, CRT >2 detik

Status obstetris: DJJ: 136 x/menit, HIS : (-)

A

G3P2A0H2, Gravid 33–34 mg, Belum inpartu, Superimposed

PEB + HELLP Syndrome Missisipi kelas I +

Hiperurisemia+ Hipoalbuminemia + Tekanan Darah Tidak

Terkontrol + Janin Hidup Tunggal Intra Uterin.

P

Observasi KU, TTV, His, DJJ/jam

Regimen MgSO4 40% sesuai protap

Waspadai perburukan kearah eklamsia, fetal distress,

solusio plasenta

Injeksi dexametason 2 x 6 mg

Nasal kanul O2 5 L

22.00WIB

S Pandangan kabur (+), nyeri ulu hati (+), nyeri kepala bagian

depan (+)

O

KU: Tampak sakit sedang Kes: CM

TTV : TD: 190/100 mmHg, Nadi: 88 x/ menit, Nafas:

26 x/menit, Suhu: 36.5oC

Status generalis: edema ekstremitas, edema periorbita

Status obstetris: DJJ: 132 x/menit, HIS : (-)

A

G3P2A0H2, Gravid 33–34 mg, Belum inpartu, Superimposed

PEB + HELLP Syndrome Missisipi kelas I +

Hiperurisemia+ Hipoalbuminemia + Tekanan Darah Tidak

Terkontrol + Janin Hidup Tunggal Intra Uterin.

P

Observasi KU, TTV, His, DJJ/ jam

Waspadai perburukan kearah eklamsia, fetal

distress, solusio plasenta

Injeksi dexametason 2 x 6 mg

Nasal kanul O2 5L

Page 10: PEB HELLP Complete PDF_64

10

Selasa, 6

November 2013

00.00 WIB

S Pandangan kabur (+), nyeri ulu hati (+), nyeri kepala (+),

mual (-), muntah (-)

O

KU: sedang Kes: CM

TTV : TD: 200/120 mmHg, Nadi: 92 x/ menit, Nafas:

24 x/menit, Suhu: 36.5Oc

Status generalis: edema ekstremitas, edema periorbita,

CRT >2 detik

Status obstetris: DJJ: 136 x/menit, HIS : (-)

A

G3P2A0H2, Gravid 33–34 mg, Belum inpartu,

Superimposed PEB + HELLP Syndrome Missisipi kelas I +

Hiperurisemia+ Hipoalbuminemia + Tekanan Darah Tidak

Terkontrol + Janin Hidup Tunggal Intra Uterin.

P

Observasi KU, TTV, His, DJJ/jam

Waspadai perburukan kearah eklamsi, fetal distress,

solusio plasenta

Injeksi dexametason 2 x 6 mg

Nifedipine 10 mg sublingual, cek TD setiap setengah

jam, jika belum turun beri nifedipin 10 mg.

Nasal kanul O2 5L

04.00 WIB

S Pandangan kabur (+), nyeri ulu hati (+), nyeri kepala(+),

mual (-), muntah(-)

O

KU: Tampak sakit sedang Kes: CM

TTV : TD: 170/110 mmHg, Nadi: 88 x/ menit, Nafas:

18x/menit, Suhu: 36.5

Status generalis: edema ekstremitas, edema periorbita

Status obstetris: DJJ: 136 x/menit, HIS : (-)

A

G3P2A0H2, Gravid 33–34 mg, Belum inpartu,

Superimposed PEB + HELLP Syndrome Missisipi kelas I +

Hiperurisemia+ Hipoalbuminemia + Tekanan Darah Tidak

Terkontrol + Janin Hidup Tunggal Intra Uterin.

P

Observasi KU, TTV, His, DJJ/jam

Waspadai perburukan ke arah eklampsia, fetal

distress, solusio plasenta

Injeksi dexametason 2 x 6 mg

06.30 WIB

S Pandangan kabur (+), nyeri ulu hati (+), nyeri kepala (+)

mual, muntah (-)

O

O: KU: baik Kes: CM

TTV: TD: 170/110 mmHg, Nadi: 84 x/ menit,

Nafas: 18 x/menit, Suhu: afebris

Status generalis: edema ekstremitas

Status obstetris: DJJ: 136 x/menit, HIS : (-)

Page 11: PEB HELLP Complete PDF_64

11

A

G3P2A0H2, Gravid 33–34 mg, Belum inpartu,

Superimposed PEB + HELLP Syndrome Missisipi kelas I +

Hiperurisemia+ Hipoalbuminemia + Tekanan Darah Tidak

Terkontrol + Janin Hidup Tunggal Intra Uterin.

P

Observasi KU, TTV, His, DJJ/jam

Waspadai perburukan ke arah eklampsia, fetal

distress, solusio plasenta

Injeksi dexametason 2 x 6 mg

Nifedipine 10 mg

Konsul ke Spesialis Penyakit Dalam

Rencana USG hari ini 6/11/2013

07.00 WIB

S sakit kepala bagian frontal (+), nyeri ulu hati (-), sesak nafas

(+)

O

KU: baik Kes: CM

TTV : TD: 180/100 mmHg, Nadi: 84 x/ menit,

Nafas: 26x/menit, Suhu: 36.50

C

Status generalis: edema ekstremitas, edema periorbita.

Status obstetris: DJJ: 136 x/menit, HIS : (-)

A

G3P2A0H2, Gravid 33–34 mg, Belum inpartu,

Superimposed PEB + HELLP Syndrome Missisipi kelas I +

Hiperurisemia+ Hipoalbuminemia + Tekanan Darah Tidak

Terkontrol + Janin Hidup Tunggal Intra Uterin.

P

Observasi KU, TTV, His, DJJ/jam

Waspadai perburukan ke arah eklampsia, fetal

distress, solusio plasenta

Injeksi dexametason 2 x 6 mg

Hasil Labolatorium

Leukosit :16.900/Ul

Hb :8,1 gr/dl

Ht :23,2 gr%

PLT :20.000 Ul

09.00 WIB

Hasil visite konsulen

tanggal 6 November

2013

Diagnosis

G3P2A0H2, Gravid 33–34 mg, Belum inpartu, PEB dengan

impending eklampsia + HELLP Syndrome + Janin Hidup

Tunggal Intra Uterin.

Terapi

Dexametason 2 x 6 mg

Sectio Cesarea Cito

Tranfusi thrombosit 3 labu

Page 12: PEB HELLP Complete PDF_64

12

LAPORAN OPERASI

Diagnosis Pre Operasi:

G3P2A0H2, Gravid 33–34 mg, Belum inpartu, PEB dengan impending eklampsia

+ HELLP Syndrome + Janin Hidup Tunggal Intra Uterin.

06 November 2013 (13.20 WIB)

Dilakukan narkose spinal, kemudian dinding abdomen di tutup dengan duk

steril, kecuali lapangan operasi. Dilakukan insisi medial inferior pada diding perut

lebih kurang 9 cm, subkutis pasien digunting, kemudian diperlebar secara tumpul.

Peritoneum digunting, kemudian diperlebar, tampak uterus gravid, dicari plika

uteri, digunting kemudian diperluas secara tumpul. Dilakukan insisi SBR

semilunar, kemudian diperluas secara tumpul. Ketuban dipecahkan, didapatkan

ketuban jernih. Anak dilahirkan dengan melungsir kepala, dengan bayi lahir pukul

14.25 WIB. JK: Laki-laki BBL: 1900 gr PB: 40 cm APGAR score: 3/6 Plasenta

dilahirkan secara lengkap, dilakukan pembersihan cavum uteri, kemudian

dilakukan penjahitan luka SBR secara jelujur. Dilakukan tubektomi bilateral

pomeroy. Dilakukan pembersihan rongga abdomen dan penjahitan dinding

abdomen lapis demi lapis.

Diagnosis Post Operasi:

P3A0H3 post SCTPP atas indikasi PEB+ impending eklampsia + HELLP

Sindrom + post tubektomi bilateral pomeroy.

Terapi post operasi

o IFVD RL 20 tpm

o Syntocinon 2 fls

o Pasang DC menetap

o Tirah baring 24 jam

o Pronalges 2x1

o Ceftriaxone 2x1gr

Page 13: PEB HELLP Complete PDF_64

13

FOLLOW UP DI RUANG NIFAS:

Hari/Tanggal Follow up

6 November

2013

Masalah diterima dari OK IGD dengan P3A0H3 post SCTPP atas

indikasi PEB+ impending eklampsia + HELLP Sindrom +

tubektomi bilateral pomeroy

22.30 WIB

S Pandangan kabur (+), nyeri ulu hati (-), nyeri bekas operasi

(+), nyeri kepala (-), perdarahan (+), ASI (-).

O KU: sedang Kes: CM

TTV : TD: 160/90 mmHg, Nadi: 86 x/ menit, Nafas: 21

x/menit, Suhu: 36.50

C

Status generalis: udem tungkai (+)

Status obstetris: TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi baik,

ASI (-), perdarahan 10cc

A P3A0H3, post SCTPP a/i PEB + impending eklamsi +

HELLP Syndrome + post tubektomi bilateral pomeroy

P Lapor konsulen jaga (transfusi WB 2 labu)

Observasi KU, TTV, perdarahan, TFU, kontraksi.

Mobilisasi bertahap

Regimen MgSO4 sesuai protap

Injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam ,diet TKTP

Waspadai perburukan ke arah eklamsia

7 November

2013

06.30 WIB

S Keluhan saat ini TD :200/120 mmHg, dengan impending

eklamsi, pandangan kabur.

Hasil laboratorium terbaru Leukosit: 24300 /ul, Hb: 9,5

gr/dl, HCT: 26%, PLT: 21000 /ul

Advice

tranfusi WB 2 labu,

furosemid 1 ampul ekstra,

nifedipin 10 mg sublingual

Page 14: PEB HELLP Complete PDF_64

14

07.00 WIB

S pandangan kabur (+), nyeri kepala frontal (+), perut terasa

menyesak (+), mual muntah (-)

O KU: baik Kes: CM

TD 180/110 mmHg, HR: 64x/I, RR: 22x/I, T: afebris

Status generalis: edema ekstremitas

Status obstetric: TFU 2 jari dibawah pusat, perdarahan aktif

(-), lochia rubra (+) 3 cc, ASI (-)

A P3A0H3 , post SC TPP a/i PEB + impending eklamsi +

HELLP Syndrome

post tubektomi bilateral pommeroy + nifas hari pertama.

P Observasi KU, TTV, perdarahan, TFU, kontraksi

Waspada ke arah eklamsia

Mobilisasi bertahap

Regimen MgSO4 sesuai protap

Injeksi ceftriaxon 1 gr/12 jam ,diet TKTP

Nifedipin 10 mg sublingual

07.45 WIB

Lapor konsulen jaga

S hasil laboratorium

Hb: 8,1 gr/dl, Ht: 23,2%, leukosit: 16.900/ ul plt: 20.000,/ul

dengan pandangan kabur dan nyeri ulu hati.

Advice

Dexametason ampul/12 jam

Metildopa 3x500 mg

Hidonac 5cc dalam 1 kolf

4x5 mg IV, 1 ampul/6 jam

Astin 2x1 tab

Extract C 2x500mg IV, 1

Dextrose 5% 3x1/8jam

16.30 wib

Hasil laporan pagi cek trombosit/ 4 jam

Konsul ulang jika hasil laboratorium keluar

Regimen MgSO4 boleh dihentikan bila > 12 jam post partum

S Pandangan kabur (+)

O TD: 240/140 mmHg, Nadi: 84 x/ menit, Nafas: 18 x/menit,

Suhu: 36.50 C

Status generalis: d.b.n

Status obstetrik: TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi

baik, perdarahan aktif (-)

A P3A0H3, post SC TPP a/i PEB + impending eklamasi +

HELLP Syndrome, post tubektomi bilateral pomeroy + nifas

hari pertama

P tidak turun

berikan nifedipin 10 mg.

Page 15: PEB HELLP Complete PDF_64

15

22.30 wib

S Pandangan berkunang (+), nyeri ulu hati (-),

mual muntah (-)

O KU: baik Kes: CM

TTV : TD: 220/140 mmHg, Nadi: 84 x/ menit, Nafas:

18 x/menit, Suhu: 36.50 C

Status generalis: d.b.n

Status obstetric: TFU 2 jari dibawah jari pusat,

kontraksi baik, perdarahan aktif (-)

A P3A0H3, post SC TPP a/i PEB + impending eklamasi +

HELLP Syndrome, post tubektomi bilateral pomeroy + nifas

hari pertama

P Observasi KU, TTV, perdarahan, TFU, kontraksi

Mobilisasi bertahap

Regimen MgSO4 sesuai protap

Injeksi ceftriaxon 1 gr/12 jam

turun berikan nifedipin 10 mg.

Dexametason 4x1 mg

Astin 2x1 tab

Hidonac 5 cc dalam 1 kolf

Dextrose 5% 3x1/8 jam

Lapor dokter

Jaga

Hasil laporan konsulen cek platelet/4jam, konsul ulang jika hasil

keluar, regimen MgSO4 dihentikan.

8 November

2013

07.00 WIB

S pandangan berkunang-kunang (+), nyeri ulu hati (-), sakit

kepala bagian frontal (-), nyeri luka operasi (+)

O KU: baik Kes: CM

TTV : TD: 180/100 mmHg, Nadi: 74 x/ menit, Nafas: 22

x/menit, Suhu: 36.5

Status generalis: d.b.n

Status obstetris: TFU 2 jari dibawah pusat, perdarahan

aktif (-), ASI (-), lokia rubra 2 cc

A P3A0H3, post SC TPP a/i PEB + impending eklamasi +

HELLP Syndrome, post tubektomi bilateral pomeroy + nifas

hari kedua

P Observasi KU, TTV, perdarahan, TFU, kontraksi

Nifedipin 10 mg, cek TD dalam 30 menit, jika tidak

turun berikan nifedipin 10 mg

Dexametason 4 x 1 gr

Astin 2 x 1 tablet

Hidonac 5 cc dalam 1 kolf 0,5 % 3x1 dalam 8 jam

Extract C 500 mg x 2

Trombosit diperiksa/12 jam

Page 16: PEB HELLP Complete PDF_64

16

Periksa

laboratorium

Jam 00.00 WIB

Leukosit : 22500 /uL

Hb : 8,7 gr/dl

HCT :24 %

PLT: 41000 uL

Jam 04.00 WIB

Leukosit : 21200 /uL

Hb : 9 gr/dl

HCT :24,1 %

PLT: 43000 Ul

9 November

2013

06.40 WIB

S pandangan kabur(+), nyeri ulu hati (-)

O KU: baik Kes: CM

TTV : TD: 160/90 mmHg, Nadi: 84 x/ menit, Nafas: 18

x/menit, Suhu: 36.50C

Status generalis: d.b.n

Status obstetris: TFU 2 jari dibawah pusat, perdarahan

aktif (-), ASI (+), lokia rubra 2 cc

A P3A0H3, post SC TPP a/i PEB + impending eklamasi +

HELLP Syndrome, post tubektomi bilateral pomeroy + nifas

hari ketiga

P Observasi KU, TTV, perdarahan, TFU, kontraksi

Nifedipin 10 mg, cek TD dalam 30 menit, jika tidak

turun berikan nifedipin 10 mg

Dexametason 4 x 1 gr

Astin 2 x 1 tablet

Hidonac 5 cc dalam 1 kolf 0,5 % 3x1 dalam 8 jam

Extract C 500 mg x 2

Periksa trombosit tiap 24 jam

10 November

2013

09.00 WIB Lapor konsulen jaga

TD: 200/120 mmHg

Advice

Lanjutkan nifedipin 3 x 10 mg

Metildopa 3 x 500mg

Cek tekanan darah/ 30 menit

Page 17: PEB HELLP Complete PDF_64

17

11 November

2013

07.00 WIB

S pandangan sedikit kabur (+)

O KU: baik Kes: CM

TTV : TD: 150/90 mmHg, Nadi: 74 x/ menit, Nafas: 18

x/menit, Suhu: 36.50

C

Status generalis: d.b.n

Status obstetris: TFU 2 jari dibawah pusat, perdarahan

aktif (-), ASI (+), lokia

rubra 2 cc

A P3A0H3, post SC TPP a/i PEB + impending eklamsia+

HELLP Syndrome, post tubektomi bilateral pomeroy + nifas

hari ke lima

P Lanjutkan nifedipin 3 x 10 mg

Metildopa 3 x 500mg

Cek tekanan darah/ 30 menit

Pemeriksaan Lab:

Leukosit : 25800 /ul

Hb: 9,4 gr/dl

HCT: 25,1 %

PLT : 129000 uL

Page 18: PEB HELLP Complete PDF_64

18

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Preeklampsia

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai

dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria.2

Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling

banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan

saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari

preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat.2

2. Insiden

Spellacy dkk, melaporkan bahwa pada wanita > 40 tahun insiden

hipertensi meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan wanita usia 20-30 tahun.

Hansen melaporkan peningkatan insiden preeklampsia sebesar 2-3 kali pada

nulipara yang berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan dengan usia 25-29 tahun.

Secara umum insiden preeklampsia ± 5% dari seluruh kehamilan, hampir 70%

diantaranya adalah nulipara. Hampir 20% nulipara menderita hipertensi sebelum,

selama persalinan, dan masa nifas jika dibandingkan dengan multipara sebesar

7%. Menurut Cunningham dan Leveno di RS Parkland selama tahun 1986

ditemukan insiden hipertensi sebesar 18% pada ras kulit putih, 20% hispanik, dan

22% ras kulit hitam. Insiden hipertensi dalam kehamilan pada multipara adalah

6,2% pada kulit putih, 6,6% pada hispanik, dan 8,5% pada ras kulit hitam.2

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak

faktor yang mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,

perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain.9

Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo,

2003). Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia

sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C

Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila

dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Sudinaya (2000)

Page 19: PEB HELLP Complete PDF_64

19

mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan

Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1.431 persalinan selama periode 1

Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus

(4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Di samping itu, preeklampsia juga

dipengaruhi oleh paritas. Surjadi dkk, mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel

pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi

pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak

terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.

Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan

karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosis dengan superimposed

PIH .10,11

3. Klasifikasi

Hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :2

1. Hipertensi karena kehamilan dan sembuh setelah persalinan.

a. Hipertensi tanpa proteinuria atau edema patologis.

b. Preeklampsia dengan proteinuria dan atau edema patologik.

- Preeklampsia berat.

- Preeklampsia ringan.

c. Eklampsia yaitu proteinuria dan atau edema patologik disertai kejang.

2. Hipertensi yang sudah ada sebelumnya dan diperberat oleh kehamilan.

a. Superimposed preeklampsia.

b. Superimposed eklampsia.

3. Hipertensi bersamaan dengan kehamilan, yaitu hipertensi kronis yang

sudah ada sebelum kehamilan atau menetap setelah persalinan.

Page 20: PEB HELLP Complete PDF_64

20

4. Faktor Risiko Preeklampsia

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab

terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah

faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut

meliputi :12,13

1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau

riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko

terjadinya preeklampsia.

2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat

(blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko

terjadinya preeklampsia.Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada

umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrim, seperti

terlalu muda atau terlalu tua.

3) Kegemukan

4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang

mempuyai bayi kembar atau lebih.

5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu

sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut

meliputi hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degeneratif

seperti reumatik arthritis atau lupus.

5. Etiologi Preeklampsia

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara

pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa

faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah:14

a. Faktor Trofoblas

Semakin banyak jumlah Trofoblassemakin besar kemungkina terjadinya

Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori

ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia

membaik setelah plasenta lahir.

Page 21: PEB HELLP Complete PDF_64

21

b. Faktor Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi

pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada

kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen

plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak

menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan

berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat

respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.

Fierlie FM mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun

pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :

a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek

imun dalam serum.

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen

pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.

c. Faktor Hormonal

Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron

antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang

menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi hipertensi dan edema.

d. Faktor Genetik

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat

diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan

peran faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain :

a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-

Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-

Eklampsia.

c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada

anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia.

e. Faktor Gizi

Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam

lemak essensial terutama asam arakidonat sebagai preursor sintesis

Page 22: PEB HELLP Complete PDF_64

22

Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang

memicu terjadinya preeklampsia.

f. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,

sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan

normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian

akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin

III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan

tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan

kerusakan endotel.

6. Patofisiologi Preeklampsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan

patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh

vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat

mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti

prostaglandin, tromboksan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi

platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf

pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.

Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan

proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri

epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler

meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan

peningkatan tahanan pembuluh perifer.2

Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan

trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan

janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.2,15

Perubahan pada organ-organ :15

1) Perubahan kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia

dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan

peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara

Page 23: PEB HELLP Complete PDF_64

23

nyata dipengaruhi oleh berkurangnyasecara patologis hipervolemia kehamilan

atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid

intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam

ruangektravaskular terutama paru.

2) Metabolisme Air dan Elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui

penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada

penderita preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau

penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat

mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini

disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali

tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan

perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan

klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu

dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan

merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala

lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang mengarah pada eklamsia

adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh

adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri

atau didalam retina.

4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada

korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.

5) Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,

sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen

terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia sering terjadi

peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi

partus prematur.

Page 24: PEB HELLP Complete PDF_64

24

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh

edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena

terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.

7. Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan

pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat

diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu :16

1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau

lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu

kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.

b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada

urine kateter atau midstearm.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a) Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg

b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+

c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

d) Gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

e) Terdapat edema paru dan sianosis

f) Trombositopeni

g) Gangguan fungsi hati

h) Pertumbuhan janin terhambat

8. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya

kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta

kerusakan dari organ-organ vital, pengelolaan cairan, dan saat yang tepat untuk

persalinan.Perawatannya dapat meliputi :16

Page 25: PEB HELLP Complete PDF_64

25

a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.

Indikasi bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini

1) Ibu :

a) Kehamilan lebih dari 37 minggu

b) Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia

c) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.

2) Janin :

a) Adanya tanda-tanda gawat janin

b) Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.

3) Laboratorium :

Adanya sindroma HELLP .

b. PengobatanMedikamentosa

1) Pemberian obat : MgSO4 40% dalam larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam)

2) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

3) Diuretikum diberikan bila ada edema paru, payah jantung kongestif, atau

anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.

4) Pemberian antihipertensi apabila TD ≥180/110 mmHg. Anti hipertensi lini

pertama adalah nifedipin dosis 10-20 mg per oral, diulangi setiap 30 menit,

maksimum 120 mg dalam 24 jam.

c. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan.

Indikasi : Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda

impending eklamsi dengan keadaan janin baik.

9. Prognosis

Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia.

Kriteria Eden antara lain:13

a. Koma yang lama (prolonged coma)

b. Nadi diatas 120

c. Suhu 39,4°C atau lebih

d. Tekanan darah di atas 200 mmHg

Page 26: PEB HELLP Complete PDF_64

26

e. Konvulsi lebih dari 10 kali

f. Proteinuria 10 g atau lebih

g. Tidak ada edema, edema menghilang

Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke

kelas ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis

akan lebih buruk.13

A. Sindroma HELLP

1. Definisi

Sindroma HELLP adalah kelainan multisistem yang merupakan komplikasi

kehamilan dengan pemeriksaan laboratorium menandakan hemolisis, disfungsi

hepatik, dan trombositopenia. Kelainan ini pertama kali dijelaskan oleh Weinstein

pada tahun 1982, dan kemudian disebut sindroma HELLP yang merupakan

akronim dari Hemolysis (H), Elevated Liver Enzyme (EL), Low Platelets (LP).14

Sindroma HELLP paling sering berhubungan dengan preeklampsia berat

atau eklampsia, namun juga bisa didiagnosis tanpa diawali kelainan-kelainan

tersebut. Kelainan ini dapat berupa murni komplikasi PEB atau merupakan

fenomena sekunder pada pasien dengan Adult Respiratory Distress Syndrome

(ARDS), gagal ginjal, dan kerusakan organ multipel dengan DIC.14

2. Epidemiologi

Sindroma HELLP terjadi pada kira-kira 0,5-0,9% dari semua kehamilan

dan 10 sampai 20% pada kasus dengan PEB. Sekitar 70% kasus sindrom HELLP

terjadi sebelum persalinan dengan frekuensi tertinggi pada usia kehamilan 27-37

minggu; 10% terjadi sebelum usia kehamilan 27 minggu, dan 20% setelah 37

minggu.14

3. Faktor Risiko

Faktor risiko sindroma HELLP berbeda dengan preeklampsia. Pasien

sindrom HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun)

dibandingkan pasien preeklampsia-eklampsia tanpa sindroma HELLP (rata-rata

Page 27: PEB HELLP Complete PDF_64

27

umur 19 tahun). Insiden sindroma ini juga lebih tinggi pada populasi kulit puih

dan multipara. Sindroma ini biasanya muncul pada trimester ketiga.14

Tabel 1. Faktor resiko 14

Sindrom HELLP Preeklamsia

Multipara Nullipara

Usia ibu >25 tahun Usia ibu <20 tahun atau >40 tahun

Ras kulit putih Riwayat keluarga eklampsia

Riwayat keluaran kehamilan yang jelek ANC yang buruk

Diabetes mellitus

Hipertensi kronis

Kehamilan multiple

4. Patofisiologi Sindroma HELLP

Penyebab sindrom HELLP secara pasti belum diketahui, sindrom

menyebabkan terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi platelet

intravaskuler. Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan

serotonin, dan menyebabkan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet,

serta kerusakan endotelial lebih lanjut. Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan

terminasi kehamilan. Sel-sel darah merah yang mengalami hemolisis akan keluar

dari pembuluh darah yang telah rusak, membentuk timbunan fibrin. Adanya

timbunan fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah hepar,

akibatnya enzim hepar akan meningkat. Proses ini terjadi di hati, dan

menyebabkan terjadinya iskemia yang mengarah kepada nekrosis periportal dan

akhirnya mempengaruhi organ lainnya. 15

Beberapa kondisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya eklampsia dan

pre eklampsia salah satunya, adanya peningkatan sintesis bahan vasokonstriktor

dan sintesis bahan vasodilator yang menurun yang mengakibatkan terjadinya

kerusakan endotel yang luas. Penyebab lain eklampsia diduga terjadi akibat

iskemia plasenta, hubungan antara lipoprotein dengan densitas yang rendah

dengan pencegahan keracunan, perubahan sistem imun, dan perubahan genetik.15

Page 28: PEB HELLP Complete PDF_64

28

5. Angka Kejadian dan Gejala Klinis HELLP sindroma

Sindrom HELLP terjadi pada kira-kira 0,5 sampai 0,9% dari semua

kehamilan dan 10 sampai 20% pada kasus dengan PEB. Sekitar 70% kasus

sindrom HELLP terjadi sebelum persalinan dengan frekuensi tertinggi pada usia

kehamilan 27-37 minggu, 10% terjadi sebelum usia kehamilan 27 minggu, dan

20% setelah 37 minggu. Rerata usia kehamilan pada wanita dengan sindrom

HELLP lebih tinggi pada wanita dengan preekalmpsia. Kebanyakan wanita kulit

putih dengan sindrom HELLP adalah multipara. Sindrom HELLP postpartum

biasanya terjadi pada 48 jam pertama pada wanita dengan proteinuria dan

hipertensi yang terjadi saat persalinan. Wanita dengan sindrom HELLP biasanya

disertai hipertensi dan proteinuria, namun tidak terjadi pada 10-20% kasus.

Sekitar 50% kasus sindrom HELLP diawali dengan edem anasarka. 16

Gejala klinis yang biasanya muncul adalah nyeri perut kuadran kanan atas

atau nyeri epigastrik, mual, dan muntah. Nyeri perut biasanya fluktuatif atau nyeri

kolik. Kebanyakan pasien melaporkan riwayat mual beberapa hari sebelum gejala

klinis yang lain. 30-60% mengeluhkan nyeri kepala, dan sekitar 20%

mengeluhkan gangguan penglihatan. Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung

terus menerus, dan intensitasnya dapat berubah dengan cepat. Karakteristik

sindrom HELLP adalah terjadi pada malam hari dan membaik pada siang hari.

Wanita dengan sindrom HELLP parsial mempunyai gejala lebih ringan dan lebih

rendah risikonya terkena komplikasi dibandingkan sindrom HELLP total. 16

6. Kriteria Diagnosis

Berdasarkan Tennessee Classification System, Sibai menjelaskan kriteria

sindrom HELLP total seperti yang terlihat di tabel.2. Hemolisis intravaskuler

didiagnosis dengan ditemukannya sel-sel abnormal pada apusan darah tepi,

peningkatan bilirubin serum (≥ 20,5 μmol/L atau ≥ 1,2 mg/ 100 mL) dan

peningkatan LDH (> 600 U/L). 16

Berdasarkan sistem penggolongan Mississippi, klasifikasi sindrom HELLP

didasarkan pada jumlah trombosit terendah sepanjang perjalanan penyakit. Kelas

1 dan kelas 2 berhubungan dengan hemolisis (LDH > 600 U/L) dan peningkatan

AST (> 70 U/L), sedangkan kelas 3 hanya berdasarkan LDH > 600 U/L dan AST

Page 29: PEB HELLP Complete PDF_64

29

≥ 40 U/L dengan jumlah trombosit tertentu. Sindrom HELLP kelas 3 berhubungan

dengan tingginya risiko perburukan kondisi pasien. 16

Tabel 2. Kriteria Diagnosis HELLP Sindroma16

Klasifikasi Klasifikasi

Tennessee

Klasifikasi Mississippi

Kelas 1 Trombosit ≤ 100.109

/L

AST ≥ 70 U/L

LDH ≥ 600 U/L

Trombosit ≤ 50.109/L

AST atau ALT ≥ 70 U/L

LDH ≥ 600 U/L

Kelas 2 Trombosit ≥ 50.109/L

sampai ≤ 100.109/L

AST atau ALT ≥ 70 U/L

LDH ≥ 600 U/L

Kelas 3 Trombosit ≥ 100. 109/L

sampai ≤ 150.109/L

AST atau ALT ≥ 40 U/L

LDH ≥ 600 U/L

7. Pengelolaan Wanita Hamil dengan Sindrom HELLP

a. Terapi Medikamentosa

Mengikuti terapi medikamentosa pre eklampsia dan eklampsia dengan

melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml

atau adanya koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin,

waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.2

Pemberian dexametasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk

double strength dexametasone (double dose).2

Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000 –

150.000/ml dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri

epigastrium, maka diberikan dexametasone 10 mg i.v tiap 12 jam. Terapi

dexametasonedihentikan bila terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >

100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik

pre eklampsia-eklampsia. Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi

trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml dan antioksidan.2

Page 30: PEB HELLP Complete PDF_64

30

b. Sikap Pengelolaan Obstetrik

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu diakhiri

(terminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan

pervaginam atau perabdominam.2

8. Pengelolaan Postpartum Sindrom HELLP

Kebanyakan ibu dengan sindrom HELLP, jumlah trombosit akan terus

menurun setelah melahirkan dengan kecenderungan meningkat pada hari ketiga.

30% dari sindrom HELLP berkembang setelah lahir, mayoritas terjadi dalam 48

jam pertama post partum. Namun, onset dapat berkisar dari beberapa jam sampai

7 hari setelah melahirkan. Wanita dengan sindrom HELLP postpartum memiliki

peningkatan risiko gagal ginjal dan edema paru secara signifikan dibandingkan

dengan dengan onset antenatal. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi setelah

melahirkan mungkin dapat mempercepat pemulihan, yaitu 10 mg deksametason

setiap 12 jam. 16

Studi acak menunjukkan bahwa penggunaan adjuvan deksametason

intravena untuk pasien postpartum dengan preeklamsia berat tidak mengurangi

keparahan atau durasi penyakitnya. Selain itu, manfaat deksametason pada wanita

dengan sindrom HELLP post partum tidak dapat dibedakan pada uji coba

terkontrol acak dengan penggunaan placebo 105 wanita dengan sindrom HELLP

postpartum. Tidak ada perbedaan morbiditas ibu, durasi tinggal di rumah sakit,

atau penggunaan produk darah atau transfusi antara kelompok, juga tidak ada

perbedaan jumlah hitung trombosit, pemulihan, AST, LDH, hemoglobin atau

diuresis. Temuan ini tidak mendukung penggunaan deksametason dalam masa

nifas untuk pemulihan wanita dengan sindroma HELLP. 16

Wanita dengan sindrom HELLP yang menunjukkan peningkatan bilirubin

atau kreatinin yang progresif lebih dari 72 jam setelah melahirkan dapat diberikan

terapi berupa transfusi tukar plasma dengan fresh frozen plasma. Pada kasus

hemolisis yang terus-menerus, trombositopenia yang persisten dan

hipoproteinemia, substitusi eritrosit dan trombosit post partum serta suplementasi

albumin merupakan rejimen pengobatan standar. Dalam sebuah penelitian terbaru

Page 31: PEB HELLP Complete PDF_64

31

mengenai wanita dengan sindrom HELLP kelas 1, penambahan transfusi

trombosit dengan terapi standar CS tidak menaikan tingkat kepulihan. Ertan et al.

memberikan terapi pada wanita dengan masalah diuresis pada periode postpartum

yang mendapat terapi furosemide dan profilaksis berupa antitrombin atau heparin

dosis rendah bolus sangat dianjurkan apabila oliguria berlanjut, dan jika perlu

dapat dilakukan pengawasan pada pasien tersebut. 16

Beberapa pasien dengan sindrom HELLP, terutama pasien dengan DIC,

menunjukkan penundaan perbaikan kondisi atau penurunan pada periode

postpartum. Oleh karena itu, penggunaan heparin telah diusulkan untuk pasien

dengan preeklamsia, sindrom HELLP dan DIC. Analisis retrospektif pada wanita

dengan DIC dalam periode postpartum menyatakan bahwa 6 dari 9 wanita

tersebut terjadi perdarahan post-partum termasuk hematoma retroperitoneal.

Terapi dengan heparin dapat memperparah perdarahan post-partum. Dengan

demikian, sebagian besar penulis menentang penggunaan rutin heparin.untuk DIC.

Sebuah meta-analisis menyimpulkan bahwa furosemide tidak bermanfaat untuk

mencegah atau mengobati gagal ginjal akut pada orang dewasa. Cairan yang

terlalu sedikit dapat memperburuk vasokontriksi yang sedang terjadi dan

menyebabkan kerusakan ginjal pada preeklamsia berat atau sindrom HELLP. 16

Page 32: PEB HELLP Complete PDF_64

32

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari uraian kasus diatas didapatkan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah sistem rujukan pada pasien ini sudah tepat?

2. Apakah diagnosa dan penatalaksanaan awal dari RSUD RH sudah tepat?

3. Apakah diagnosis dan tindakan pada pasien ini di VK IGD sudah tepat?

4. Apakah diagnosis dan tindakan di VK Ruangan pada pasien ini sudah tepat?

5. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

1. Apakah sistem rujukan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat?

Jawaban: Kurang Tepat

Berdasarkan pedoman sistem rujukan, pasien merupakan kelompok faktor

resiko III ada gawat darurat obstetrik (AGDO), pada pasien ini dengan pre

eklampsia berat. Ibu dengan AGDO dalam kondisi yang langsung dapat

mengancam nyawa ibu atau janin, harus segera dirujuk tepat waktu (RTW), ke

rumah sakit dalam upaya menyelamatkan ibu atau bayi baru lahir. Pada pasien ini

dalam sistem rujukan dari RSUD RH sudah sesuai dengan pedoman rujukan.

RSUD RH sebagai rumah sakit kabupaten mempunyai fasilitas tenaga

dokter spesialis obstetri dan ginekologi dan fasilitas ruang operasi, tetapi pada

pasien ini dirujuk dengan alasan tidak adanya fasilitas transfusi trombosit

sehingga pasien ini di rujuk ke rumah sakit umum daerah tingkat provinsi.

Kekurangan dari sistem rujukan pada pasien ini adalah kurangnya kerjasama

lintas program antara rumah sakit yang merujuk dengan rumah sakit rujukan

sehingga pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik atas kasus

yang ditangani menjadi kurang baik.

Page 33: PEB HELLP Complete PDF_64

33

2. Apakah diagnosa dan penatalaksanaan awal dari RSUD RH sudah tepat?

Jawaban : Belum tepat

Diagnosis pasien dari RSUD RH belum tepat. RSUD RH mendiagnosis

pasien ini dengan G3P2A0H2 gravid 33-34 minggu belum inpartu janin tunggal

hidup intra uterin presentasi kepala+ PEB+ HELLP parsial Sindroma. Hasil

lab tanggal 4/4/2013 di RSUD RH Hb : 12,0 g/dl, Leukosit 16.900 /ul, Trombosit

25.000 /mm3 hematokrit 37 % . Diagnosis pada pasien ini tidak sesuai dengan

kaidah penulisan diagnosis yaitu penulisan diagnosis ibu yang diikuti dengan

diagnosis janin, dari hasil lab juga tidak dilengkapi dengan hasil pemeriksaan

fungsi hepar ( SGOT, SGPT ).

Sikap pengelolaan obstetrik pada preeklampsia berat dengan gejala

impending eklampsia dan sindroma HELLP dalam literatur juga tindakan aktif

berupa terminasi kehamilan tanpa memandang usia kehamilan. Penatalaksanaan

awal yang dilakukan di RSUD RH sudah tepat mengingat keterbatasan fasilitas

transfusi trombosit yang diperlukan dalam tindakan operatif, maka dilakukan

terapi mencegah eklampsia dengan pemberikan regimen S.M, pengendalian tekan

darah dengan pemberian nifedipine dan methyldopa, mengurangi keluhan mual

dan muntah dengan pemberian primperan dan ranitidine.

3. Apakah diagnosis dan tindakan pada pasien ini di VK IGD sudah tepat?

Jawaban: Belum Tepat

Diagnosis pasien di VK IGD G3P2A0H2, Gravid 33–34 mg, Belum

inpartu, Superimposed PEB + HELLP Syndrome Missisipi kelas I +

Hiperurisemia + Hipoalbuminemia + Tekanan Darah Tidak Terkontrol +

Janin Hidup Tunggal Intra Uterin.Diagnosis pada pasien ini sudah sesuai

dengan kaidah penulisan diagnosis yaitu penulisan diagnosis ibu yang diikuti

dengan diagnosis janin tetapi kriteria diagnosis kurang tepat. Diagnosis G3 karena

kehamilan ini merupakan kehamilan ketiga pada pasien (Multipara). Untuk gravid

33-34 minggu pada pasien jika berdasarkan HPHT (rumus Neagle) dan tinggi

fundus uteri sudah tepat. HPHT didapatkan tanggal 10-3-2013 dengan taksiran

persalinan tanggal 17-03-2013 (33-34 minggu).

Page 34: PEB HELLP Complete PDF_64

34

Belum inpartu didapatkan dari pemeriksaan belum ada tanda-tanda inpartu

yaitu belum ada His dan belum ada keluar lendir darah yang menunjukkan belum

ada perubahan pada serviks uteri.

Diagnosis HELLP Syndrome pada pasien ini sudah tepat karena dari

pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan darah hingga 170/110 mmHg

dengan protein urin +3 serta edema generalisata.Bedasarkan literatur, dikatakan

HELLP Syndrome adalah preelampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis,

peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia. Diagnosis

Superimposed PEB kurang tepat karena kriteria superimposed PEB dalam literatur

adalah hipertensi kronik yang disertai dengan proteinuria, sedangkan dari hasil

anamnesis maupun dari hasil pemeriksaan ante natal care dikatakan pasien ini

mengeluh adanya edema pada kedua tungkai dan tekanan darah mulai naik sejak

kehamilan 7 bulan (> 20 minggu) dan sebelumnya tensi normal, maka dari kriteria

tekanan darah meningkat > 160/110 mmHg dengan proteinuria +3 dan terjadi

pada kehamilan > 20 bulan juga ditemukan tanda dan gejala yang khas seperti

nyeri kepala, pandangan kabur, nyeri pada kuadaran atas abdomen, yang

menunjukkan gejala empending eklampsia lebih tepat dengan diagnosa Pre

eklampsia Berat (PEB) dengan impending eklampsia.

Pada pasien juga ditemukan proteinuria +3, adanya tanda-tanda hemolisis

intravascular dan tanda kerusakan disfungsi sel hepatosi hepar dengan ditemukan

adanya kenaikkan AST (57,4 U/l), dan trombositopenia (20.000/ml), semua

perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa

memandang ada dan tidaknya tanda dan gejala preeclampsia, harus

dipertimbangkan sindroma HELLP. Berdasarkan kadar trombosit darah pada

pasien ini menurut Klasifikasi Mississipi termasuk dalam kelas I karena kadar

trombosit pada pasien ini 20.000. Menurut literatur klasifikasi missisipi kelas I

adalah kadar trombosit < 50.000, LDH > 600 IU, AST dan ALT > 40 IU/l

HELLP syndrome pada pasien ini sudah bisa ditegakkan dari anamnesis

yang didapatan gejala seperti: nyeri kepala, dan mual, pandangan kabur, nyeri

pada ulu hati. Disebut HELLP Syndrome apabila didapatkan:

Page 35: PEB HELLP Complete PDF_64

35

Klasifikasi Klasifikasi

Tennessee

Klasifikasi Mississippi

Kelas 1 Trombosit ≤

100.109 /L

AST ≥ 70 U/L

LDH ≥ 600 U/L

Trombosit ≤ 50.109/L

AST atau ALT ≥ 70 U/L

LDH ≥ 600 U/L

Kelas 2 Trombosit ≥ 50.109/L

sampai ≤ 100.109/L

AST atau ALT ≥ 70 U/L

LDH ≥ 600 U/L

Kelas 3 Trombosit ≥ 100. 109/L

sampai ≤ 150.109/L

AST atau ALT ≥ 40 U/L

LDH ≥ 600 U/L

Diagnosis Hiperurisemia + Hipoalbuminemia + Tekanan darah tidak

terkontrol kurang tepat karena bukan merupakan diagnosis patologis obstetri

tetapi lebih memberi gambaran hasil laboratorium yang abnormal yaitu kadar

ureum yang lebih dari normal dan kadar albumin yang kurang dari normal. Dalam

referensi disebutkan bahwa pada preeklamsia berat terjadi perubahan fungsi ginjal

berupa terjadinya kerusakan sel glomerulus yang mengakibatkan permiabilitas

membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria,

dengan berkurangnya protein dalam plasma maka selain didapatkan hasil

proteinurin positif maka didaptkan hasil hipoalbuminemia. Sedangkan akibat

adanya hipovolemia yang mengakibatkan menurunnya aliran darah ke ginjal dan

menurunkan laju filtrasi glomerulus sehingga sekresi dari ureum dan kreatinin

juga menurun, sehiingga kadar ureum dan kreatinin dalam darah menjadi

meningkat dari hasil pemeriksaan. Dari keterangan ini hiperurisemia dan

hipoalbuminemia merupakan abnormalitas yang terjadi pada preeklampsia berat

sehingga kurang tepat dijadikan diagnosa yang berdiri sendiri.

Pada saat tiba di VK IGD RSUD AA, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini dilakukkan tindakan yang

dilakukan antara lain:

Pemberian regimen SM dengan loading dan maintenance dose karena

magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang

pada eklampsia.

Page 36: PEB HELLP Complete PDF_64

36

Selanjutnya pemberian nifedipine 3x10 mg merupakan antihipertensi lini

pertama pada kasus Preeklamsia berat. Pembeberian dexametasone 2 x 6 mg,

Fluimucil tab 1 x 1 tab 600 mg, dan tranfusi trombosit 2 labu dan tranfusi

albumin sebagai medikamentosa sindroma HELLP dengan gambaran trombosit

< 100.000/ml disertai gejala klinik preeklampsia dan impending eklampsia.

Berdasarkan literatur sikap pengelolaan obstetrik pada preeklampsia berat

dengan gejala impending eklampsia dan sindroma HELLP adalah berupa tindakan

aktif berupa terminasi kehamilan tanpa memandang usia kehamilan. Tindakan

yang dilakukan di VK IGD kurang tepat, setelah mengetahui adanya gejala

impending eklampsia dan gejala sindroma HELLP maka sebaiknya pasien ini

segera dikonsulkan untuk melakukan terminasi kehamilan mengingat resiko tinggi

pada pasien sambil melakukan stabilisasi kondisi pasien.

4. Apakah diagnosis dan tindakan di VK Ruangan pada pasien ini sudah tepat?

Diagnosis di VK ruangan sebelum dikonsulkan dengan konsulen adalah

G3P2A0H2, Gravid 33–34 mg, Belum inpartu, Superimposed PEB + HELLP

Syndrome Missisipi kelas I + Hiperurisemia + Hipoalbuminemia + Tekanan

Darah Tidak Terkontrol + Janin Hidup Tunggal Intra Uterin, diagnosis ini

masih kurang tepat karena masih diagnosis lanjutan dari VK IGD. Setelah

dikonsulkan dengan konsulen diagnosis pasien menjadi G3P2A0H2, Gravid 33–34

mg, Belum inpartu, PEB dengan impending eklampsia + HELLP Syndrome

+ Janin Hidup Tunggal Intra Uterin, dan kemudian direncanakan tindakan aktif

berupa Dexametasone 2 x 6 mg terminasi kehamilan per abdominal dengan

melakukan Sectio Cesarea Cito dengan dipersiapkan tranfusi thrombosit 3 kolf

dan melanjutkan pemberian dexametasone 2 x 6 gr.

Diagnosia dan rencana terapi di ruangan sudah tepat karena dalam literatur

indikasi kriteria tindakan aktif (agresif) pada Preeklampsia Berat apabila

didapatkan satu atau lebih keadaan dibawah ini:

Ibu :

- Kehamilan lebih dari 37 minggu

- Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia

- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.

Page 37: PEB HELLP Complete PDF_64

37

Janin :

- Adanya tanda-tanda gawat janin

- Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.

Laboratorium :

- Adanya sindroma HELLP .

Sikap pengelolaan obstetrik pada sindroma HELLP dalam literatur juga tindakan

aktif berupa terminasi kehamilan tanpa memandang usia kehamilan.

5. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

Jawab: prognosa baik

Prognosis pasien ini ditegakkan berdasarkan kriteria prognosis Eden yaitu

kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia,yang terdiri dari: 20

- Koma yang lama (prolonged coma)

- Frekuensi nadi diatas120 kali permenit

- Suhu 103°F atau 39,4°C atau lebih

- Tekanan darah lebih dari 200mmHg

- Konvulsi lebih dari 10 kali

- Proteinuria 10gr atau lebih

- Tidak ada edema, edema menghilang

Jika tidak ditemui tanda atau ditemui satu tanda dari kriteria Eden maka

prognosis tergolong baik sedangkan jika ditemui lebih dari 2 tanda dari kriteria

Eden maka tergolong buruk.20

Pada pasien ini tidak ada tanda yang termasuk

kriteria Eden sehingga dikatan prognosis pasien ini baik (bonam).

Page 38: PEB HELLP Complete PDF_64

38

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

1. Sistem rujukan pada pasien ini kurang tepat. Hal ini terlihat dari sistem

rujukan yang mengarah pada sistem rujukan Berdasarkan pedoman sistem

rujukan, pasien merupakan kelompok faktor resiko III ada gawat darurat

obstetrik (AGDO), dan sudah dirujuk segera, tetapi kekurangan dari sistem

rujukan pada pasien ini adalah kurangnya kerjasama lintas program antara

rumah sakit yang merujuk dengan rumah sakit rujukan sehingga pelimpahan

tugas dan tanggung jawab secara timbal balik atas kasus yang ditangani

menjadi kurang baik.

2. Diagnosis rujukan pada pasien belum tepat karena tidak sesuai dengan kaidah

penulisan diagnosis yaitu penulisan diagnosis ibu yang diikuti dengan

diagnosis janin, tetapi penanganan awal dan sistem rujukan pada pasien ini

sudah tepat karena keterbatasan fasilitas rumah sakit asal rujukan.

3. Diagnosis yang ditegakkan di VK IGD masih belum tepat karena kurang

sesuai dengan kriteria diagnosis berdasarkan gejala, dan tindakan yang

dilakukan di VK IGD kurang tepat, setelah mengetahui adanya gejala

impending eklampsia dan gejala sindroma HELLP maka sebaiknya pasien ini

segera dikonsulkan untuk melakukan terminasi kehamilan mengingat resiko

tinggi pada pasien sambil melakukan stabilisasi kondisi pasien.

4. Diagnosis di VK ruangan awalnya masih kurang tepat karena masih diagnosis

lanjutan dari VK IGD. Setelah dikonsulkan dengan konsulen diagnosis pasien

menjadi lebih tepat sesuai kriteria diagnosis berdasarkan gejala. Sikap

pengelolaan obstetrik pada sindroma HELLP dalam literatur juga tindakan

aktif berupa terminasi kehamilan tanpa memandang usia kehamilan

5. Prognosis pada pasien ini baik (bonam) sesuai dengan indikasi prognosis

dalam kriteria eden, pasien ini tidak ada kriteria yang masuk dalam kriteria

eden.

Page 39: PEB HELLP Complete PDF_64

39

2. Saran

1. Sebaiknya sistem rujukan yang tergolong kelompok AGDO harus dilakukan

sesuai dengan sistem rujukan rujukan tepat waktu dan adanya kerjasama lintas

program antara rumah sakit yang dirujuk dan rumah sakit yang merujuk,

sehingga pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik atas kasus

yang ditangani menjadi lebih baik

2. Kaidah penulisan diagnosis obstetri seharusnya berupa diagnosis ibu diikuti

dengan diagnosis janin.

3. Sebaiknya pada pasien ini dengan diagnosis PEB dan Hellp Syndrome pasien

harus dilakukan terminasi dengan tindakan aktif berupa terminasi kehamilan

tanpa memandang usia kehamilan. Tindakan ini sebaiknya sudah dilakukan

terminasi sejak pasien masuk ke VK IGD sehingga tidak perlu dikirim ke VK

ruangan mengingat resiko tinggi pada pasien ini.

Page 40: PEB HELLP Complete PDF_64

40

DAFTAR PUSTAKA

1. Syarif U, Referat Preeklamsi dan Eklampsi [Referat]. Rumah Sakit Umum

Daerah Budhi Asih Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti: Jakarta: 09

april 2012-16 juni 2012

2. Wiknjosastro, H. Hipertensi dalam Kehamilan. Ilmu Kandungan edisi

ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2012.

3. Cunningham F. G., 2005. Chapter 34. Hypertensive Disorders In

Pregnancy. In Williams Obstetri. 22nd Ed. New York :Medical Publishing

Division, pp. 762-74

4. Cunningham F.G., 1995. Hipertensi dalam Kehamilan dalam Obstetri

Williams. Edisi 18. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp. 773-819

5. Brenner B, Hoffman, Blumenfeld Z, Weiner Z, Younis JS. Gestational

outcome in trombophillic women with recurrent pregnancy loss treated by

enoxaparin. Trom haemost 2000;83: 93-7.

6. Suyono, Y.J., 2002, Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, edisi 6,

Hipokrates, Jakarta Tomasulo, P.J. & Lubetkin, D., (2006, March

15 – Review date), Preeclamsia, Availablefrom:

http://www.obgyn.health.ivillage.com/pregnancybacics/preeclamsia.cmf

7. Wibowo B., Rachimhadi T., 2006. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam :

Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, pp. 281-99

8. Sudhaberata K., 2001. Profil Penderita Preeklampsia-Eklampsia di RSU

Tarakan Kaltim.

9. Sunaryo R., 2008. Diagnosis dan Penatalaksanaan Preeklampsia-

Eklampsia, in : Holistic and Comprehensive Management Eclampsia.

Surakarta : FK UNS, pp 14

10. Wibowo B., Rachimhadi T., 2006. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam :

Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, pp. 281-99

Page 41: PEB HELLP Complete PDF_64

41

11. Manuaba I. B. G., 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC, pp 401-

31

12. Rachma N., 2008. Eklampsia : Preventif dan Rehabilitasi Medik Pre dan

post Partum, in Holistic and Comprehensive Management Eclampsia.

Surakarta : FK UNS, pp. 99

13. Prasetyorini, N, 2009. Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia. Seminar

POGI Cabang Malang. Divisi Kedokteran Feto Maternal - FKUB/RSSA

Malang.

14. Haram K, Svender E, Abildgaard U. The HELLP syndrome: Clinical

tissue and management a review. BMC Pregnancy and Chilbirth. 2009

15. Maulydia, Eddy Rahardjo. Majalah Kedokteran Intensif. Sindrom HELLP,

Eklampsia, dan Perdarahan Intrakranial. 4 agustus 2011

16. Diana Yana, HELLP Sindroma: 14 November 2013.diunduh dari:

http://www.scribd.com/doc/157501366/HELLP-Syndrome