peb1
DESCRIPTION
edTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi
yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400
perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal
setiap tahun karena kehamilan dan persalinan. Di Indonesia, 2 orang ibu
meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan nifas. Begitu juga dengan
kematian anak, di Indonesia setiap 20 menit anak usia di bawah 5 tahun
meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6
juta anak balita meninggal setiap tahun.Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita
terjadi di Negara miskin, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia
angka kematian anak balita menurun 15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per
1.000 kelahiran hidup pada tahun 1988 menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup
pada kurun waktu 1998-2002. Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di
negara maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup.1,3,9
Angka kematian ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan status gizi dan
kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan
terutama untuk ibu hamil, melahirkan dan masa nifas. Badan Kesehatan dunia
atau WHO (2004) memperkirakan bahwa di seluruh dunia terdapat kematian ibu
sebesar 500.000 jiwa pertahun diperkirakan karena perdarahan (25%), penyebab
tidak langsung (20%), preeklampsia/eklampsia (15%), infeksi (13%), aborsi yang
tidak aman (12%), persalinan yang kurang baik (8%) dan penyebab langsung
lainnya (8%).1,2,3,9
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya: paritas, ras dan etnis. Selain itu juga dipengaruhi
oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan, juga sosial dan ekonomi. Di
Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%. Angka ini memberikan
total sekitar lebih dari 4 miliar kasus per tahunnya di seluruh dunia. Sedangkan di
Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari
semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran). Berdasarkan studi yang
dilakukan oleh WHO tahun 2009, dengan peserta wanita yang hamil atau wanita
2
hamil yang mengakhiri kehamilannya di periode antara tahun 1997-2002, terdapat
sekitar 14,9% wanita meninggal dengan preeklampsia. Selain itu preeklampsia
merupakan pembunuh nomor satu penyebab kematian ibu di Amerika Latin
sebanyak 25,7%, disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak 9,1%. Penelitian ini
menjadi salah satu bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian ibu
yang paling serius, selain perdarahan di seluruh negara, terutama negara yang
sedang berkembang.1,3,4,7
Salah satu upaya untuk menurunkan Angka Kematian Perinatal (AKP)
akibat preeklampsia adalah dengan menurunkan angka kejadian preeklampsia.
Angka kejadian dapat diturunkan melalui upaya pencegahan, pengamatan dini dan
terapi. Upaya pencegahan kematian perinatal dapat diturunkan bila dapat
diidentifikasi faktor-faktor yang mempunyai nilai prediksi. Saat ini beberapa
faktor resiko telah berhasil diidentifikasi, shingga diharapkan dapat mencegah
timbulnya preeklampsia. Menurut Duckitt dan Harrington faktor resiko
preeklampsia yang perlu diperhatikan meliputi faktor usia, paritas, nutrisi, riwayat
preeklampsia sebelumnya, atau riwayat penyakit seperti Diabetes Melitus,
hipertensi kronik sebelumnya, dan lain-lain.5,6
Untuk menurunkan angka kematian karena preeklampsia ini, maka
ketersediaan akses untuk memperoleh Antenatal Care (ANC) minimal secara
rutin dilakukan 4 kali selama periode masa kehamilan sangat penting. Karena hal
ini dapat memberikan pengaruh positif sikap wanita terhadap Antenatal Care
secara benar. Upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi sangat penting
untuk mencegah angka kematian pada gangguan ini.8
3
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 33 tahun
Alamat : Blajo Kalitengah Lamongan
Pendidikan Terakhir : Sarjana
Pekerjaan : Dosen
Nama suami : Tn. M
Usia Suami : 29 Tahun
Lama Menikah : 6 Tahun
Pekerjaan Suami : Dosen
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal masuk : 6 Oktober 2012 - Pukul 20.03 WIB
II. ANAMNESA
Anamnesa langsung dengan pasien pada tanggal 6 Otober 2012 pukul
20.15 WIB di IGD Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.
Keluhan utama : Sakit kepala
RPS :
Pasien dengan jenis kelamin wanita, usia 33 tahun datang ke IGD RSML
pada tanggal 6 Oktober 2012 pukul 20.03 dengan keluhan sakit kepala. Sakit
kepala dirasakan seperti tegang dari daerah dahi sampai belakang kepala. Sakit
kepala dirasakan sejak sekitar 1 jam sebelum MRS. Selain itu pasien jg
mengeluhkan bengkak pada kaki yang hilang timbul sejak kehamilan pasien
memasuki bulan ke 5. Keluhan bengkak tersebut dirasakan pasien hilang saat
istirahat tapi sudah seminggu ini lebih sering bengkak.
4
Selama kontrol kehamilan tekanan darah pasien naik turun tidak stabil.
Tekanan darah pasien mulai meningkat awal-awal kehamilan, namun hanya
mengalami peningkatan sedikit, (sistole mengalami peningkatan sekitar 10-15
mmHg, diastole mengalami peningkatan sekitar 10 mmHg) dan kadang-kadang
turun lagi. Namun saat kehamilan memasuki bulan ke 5 tekanan darah pasien
mengalami peningkatan lagi dari sebelumnya hingga sistole mencapai 170-180
mmHg. Saat terakhir kontrol tekanan darah pasien mencapai 180/90 mmHg. Saat
ini pasien sedang mengandung anak kedua.
Pasien belum mengeluhkan keluar darah dan lendir dari vagina, belum
terasa kenceng-kenceng. Janin dalam perut masih bergerak kadang-kadang. Pasien
mengaku belum merasakan adanya ketuban atau cairan yang merembes. Pasien
juga tidak mengeluhkan adanya perdarahan di jalan lahir.
Riwayat Menstruasi
Menarche : Usia 13 tahun
Siklus Haid : Teratur 1 bulan sekali,
Lama : 7 hari
Gumpalan : (-)
Dismenore : (+)
Flour albus : (-)
HPHT : 13 Februari 2012
TP : 20 November 2012
Riwayat Pernikahan
1x selama 6 tahun.
Usia istri saat menikah : 27 tahun
Usia suami saat menikah : 25 tahun
Riwayat Kontrasepsi
(-)
5
Riwayat Antenatal Care
Pasien hamil ke 2 ini, saat trimester I dan II tidak didapatkan keluhan mual
dan muntah. Pasien rutin kontrol kehamilan di dokter 1x tiap bulan dan kontrol
tekanan darah tidak stabil, kadang naik kadang normal. Mengalami peningkatan
sedikit saat awal kehamilan sekitar 140/80 dan mengalami peningkatan lagi saat
kehamilan memasuki bulan ke 5 hingga mencapai 180/90 mmHg.
Riwayat Persalinan dan Kehamilan
GII P1-1 A0
I : Laki-laki, 6 tahun, berat 3,3 kg, dengan SC (APS)
II : Hamil ini
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Diabetes : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat Hepatitis : Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal
Riwayat Sosial
Pasien bekerja menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi di Lamongan,
dan sekitar 2 minggu terakhir sedang sibuk mempersiapkan wisuda bagi
mahasiswanya, sering pulang larut malam dan kecapaian. Pasien tinggal serumah
dengan suami dan ibunya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2012 di VK Sakinah 20.45 WIB
6
Vital Sign
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 181/105 mmHg
Nadi : 115x/menit
Suhu : 36,6 derajat celcius
RR : 24x/menit
Status Generalis
Kepala : Anemis (-), Ikterus (-), Cyanosis (-), Dispneu (+).
Reflek cahaya +/+.
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar thyroid (-).
Thorax : Simetris (+), Reguler (+), Retraksi (-).
C/ S1 S2 Tunggal, Mumur (-), Gallop (-)
P/ Vesicular +/+, Rh +/+, Whez -/-
Abdomen : Perut besar dan panjang sesuai usia kehamilan, BU (+) N.
Ekstremitas : Akral HKM, Edema +/+, CRT <2 menit.
Status Obstetrik
Inspeksi : Tampak membesar dan memanjang, striae gravidarum (+).
Palpasi :
Leopord I : TFU = 27 cm, Teraba masa bulat besar lunak.
Leopord II : Kanan : bagian kecil janin. Kiri : tahanan memanjang.
Leopord III : Bagian bawah teraba bagian bulan besar keras.
Leopord IV : Belum masuk PAP
Auskultasi :
DJJ : (+), 135x/menit
Vaginal Toucher: Tidak dilakukan.
7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah lengkap pemeriksaan urinalisa, hasilnya adalah
sebagai berikut :
A. Pemeriksaan darah lengkap dan BGA
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Diffcount 1/0/80/24/5 1-2/0-1/49-67/25-33/3-7
Hematokrit 33,3% L 40-54%, P 35-47%
Hemoglobin 11,7 g/dl P=12,0-16,0 mg/dl, L=13,0 18,0 mg/dl
Leukosit 11.500 4000-10.000
Trombosit 284.000 150.000- 450.000
Bleeding Time -
Clothing Time -
SGOT 12 L: 37 U/L, P:31 U/L
SGPT 19 L:41 U/L, P:31 U/L
Urea 16 10-50 mg/dl
Serum Creatinin 0.5 P 0,7 – 1,2 mg/dl , L 0,8 – 1,5 mg/dl
Uric Acid -
GDA 110 <200 mg/dl
HBs-Ag -
Albumin -
Bill.Direct -
Bill.Total -
Kalium -
Natrium -
8
B. Pemeriksaan urinalisa
V.
DIAGNOSA
Berdasarkan data dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjuang yang dilakukan, disimpulkan bahwa assesment pada Ny.S adalah : G2
P1001 Ab000 Gr 32 minggu dengan PEB
Rencana tindakan:
1.Bed rest
2.Tidur miring kiri
PemeriksaanTanggal Nilai Normal
6 Oktober 2012
Urine Lengkap
Bakteri NEGATIFNEGATIF
Bilirubin urine NEGATIF NEGATIF
Cast NEGATIFNEGATIF
Cylinder Eritrosit NEGATIF NEGATIF
Cylinder Leukosit NEGATIFNEGATIF
Epitel Urine POSITIF 2-3 POSITIF 0-2/plp
Eritrosit Urine POSITIF 1-2NEGATIF
Hyalin NEGATIF NEGATIF
Jamur Urin NEGATIFNEGATIF
Keton Urin NEGATIF NEGATIF
Kristal Amorfp Urat NEGATIFNEGATIF
Kristal Ca Ox NEGATIF NEGATIF
Kristal Uric Acid NEGATIFNEGATIF
Leukosit Urine NEGATIF POSITIF 0-2/plp
Parasit Urine NEGATIFNEGATIF
Protein Urine NEGATIF NEGATIF
Reduksi Urin NEGATIFNEGATIF
Urobilin Urin NEGATIF NEGATIF
9
3.O2 Nasal 3 lpm
4. Infus RD 5 20 tpm
5.Pasang DK
6.Nifedipin 3x10 mg
7.Metildopa 3x500 mg
8.Kalmethasone 2 x 3 ampul
9.SM 40% 4 gram IM (bokong kanan-kiri)
10. Observasi tanda-tanda vital
11. NST
Prognosa : Dubia et Bonam
Rawat Hari Ke 0 Rawat Hari Ke 1 Rawat Hari Ke 2 Rawat Hari Ke 3 Rawat Hari Ke 4 Rawat Hari Ke 5A. On Ventil SimV.PS A. On Ventil SimV.PS A. On Ventil SimV.PS A. On Ventil Mode CPAV
PSVA. Clear A. Clear
B. RR : 14x/menit Sp02 : 87% Ves +/+ , Rh +/+, Wh
+/+, Retraksi -/-
B. RR : 12x/ menit Sp02 : 99%
Ves +/+ , Rh -/-, Wh +/+
B. RR : 19x/ menit Sp02 : 94% Ves +/+ , Rh -/-, Wh -/- Retraksi -/-
B. RR : 16x/ menit Sp02 : 94% Ves +/+ , Rh -/-, Wh -/- Retraksi -/-
B. Spontan RR : 19x/ menit Sp02 : 94% Ves +/+ , Rh -/-, Wh -/- Retraksi -/-
B. SpontanRR: 22-24 x/menitSpo2: 99%Ves +/+ , Rh -/-, Wh
-/-Retraksi -/-
C. T: 122/88 mmHgN : 84 x/menitSuhu: 38,2 CAkral : HKM
C. T: 126/83 mmHg N: 134x/menit Suhu: 38,6 C Akral: HKM
C. T: 129/76mmHg N: 140x/menit Suhu: 38,7 C Akral: HKM
C. T: 163/98mmHg N: 110x/menit Suhu: 36,7 C Akral: HKM
C. T: 145/95mmHg N: 80x/menit Suhu: 35 C Akral: HKM
C. T: 153/84 mmHg N: 76x/menit Suhu: 36 C Akral: HKM
D. KU: LemahGCS : 4X6
D. KU: LemahGCS: 4X6
D. KU: LemahGCS: 4X6
D. KU: Lemah GCS: 4X6
D. KU: Lemah GCS: 456
D. KU : Cukup GCS: 456
E. Terpasang DC (+)PU : 950 ccEks : Oedema +/+
E. Terpasang DC (+)PU: 5550 ccEks : Oedema +/+
E. Terpasang DC (+) PU: 1450 Eks : Oedema +/+
E. Terpasang DC (+) PU:3810 cc Eks : Oedema -/-
E. Terpasang DC (+) PU: 2285 cc Eks : Oedema -/-
E. Terpasang DC (+)PU : 720 ccEks : Oedema -/-
Pemeriksaan tambahan :DL , BGA, LFT, RFT, Foto Thorax
Pemeriksaan tambahan :BGA, GDA, SC, DL
Pemeriksaan tambahan :Kultur darah + Sputum ETT
Pemeriksaan tambahan : Pemeriksaan tambahan :Cek DL, BGA, Albumin darah
Pemeriksaan tambahan :BGA, Albuin, UL Pindah Ruangan
Terapi :- Assering 500 cc
/24 jam- Amoxcicilin 3x1- Metronidazole
3x500 mg- Gentamicin 2x80
mg- Vit C- Furosemid 3x1- Pransa 1x1- Ulsafat 3x10 cc
Terapi :- Assering 500
cc/24 jam- Amoxcicilin 3x1- Metronidazole
3x500 mg- Gentamicin 2x80
mg- Vit C- Furosemid pump
5 mg- Oksitosin drip- Ulsafat 3x10 cc
Terapi :- Inf Tridex 100 500
cc/24 jam- Tranfusi PRC- Amoxcicilin 3x1- Metronidazole 3x500
mg- Gentamicin 2x80 mg- Ulsafat 3x10 cc
Terapi: - IVFD Tridex 100 500
cc- Inj. Amoxcicilin 3x1- Inj.Metronidazole
3x500 - Inj.Gentamicin 2x80
mg- Nebule Ventolin
Terapi: - Inf. Tridex 100 500 cc- Inj. Terfacef 21- Inj. Furosemid 3x1- Inj. Trovensis 1 amp- Inj. Miloz 2,5 mg- Drip Cernevit- Inj. Antrain 3x1- Inj. Ranitin 2x1- Transfusi PRC sd
HB>8 gr
Terapi :- IVFD PAG 500 cc- Tridex 100 500 cc- Inj. Terfacef 2x1- Inj. Furosemid 1x1- Inj. Hexylon 2x1- Drip Cernevit 1x1- Inj. Antrain 3x1- Inj. Ranitidin 2x1- Nebul Ventolin- Ulsafat 3x10 ml
SOAP
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sesuai dengan batasan dari National Institues of Health (NIH)
Working Group on Blood Pressure in Pregnancy, preeklampsia adalah
timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur kehamilan lebih
dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Sedangkan menurut POGI
pada tahun 2005 menyatakan bahwa preeklampsia adalah penyakit
hipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah umur kehamilan 20
minggu. Saat ini oedema pada wanita hamil dianggap sebagai hal biasa dan
tidak spesifik dalam diagnosis preeklampsia. Sebelumnya, edema termasuk
ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia, namun sekarang tidak
lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, kecuali edema anasarka yang
bisa ditandai dengan kenaikan berat badan >500 gr/minggu.3,9,10
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda
lain. Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg dapat
membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah
dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 4 jam pada keadaan istirahat.11
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam
yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang
11
dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali
dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat,
sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.12,13
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-
eklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan
di jaringan tubuh seperti pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan
tangan harus tetap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat
badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan
sekitar 500 gr per minggu, 2000 gr per bulan, atau 13 kg selama kehamilan.
Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai
timbulnya pre-eklampsia.12,13
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi
eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Eklampsia
dapat menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated intravascular
coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga
eklampsia dapat berakibat fatal.11,12,13
Berdasarkan pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di
Indonesia pada tahun 2005, hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi
menjadi : 14,15
1. Hipertensi gestasional
Dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg untuk pertama
kalinya ketika hamil, tidak terdapat proteinuria, dan tekanan darah
kembali normal kurang dari 12 minggu setelah melahirkan.
2. Preeklampsia
Preeklampsia ringan, adalah suatu keadaan pada ibu hamil disertai
kenaikan tekanan darah sistolik 140/90 mm/Hg atau kenaikan
diastolik 15 mm/Hg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mm/Hg atau
setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal
dan adanya proteinuria kuantitatif >3 gr perliter atau kuantitatif 1+
atau 2+ pada urin kateter atau midstream.
Preeklamsia berat, adalah suatu keadaan pada ibu hamil bila
disertai kenaikan tekanan darah 160/110 mm/Hg atau lebih, adanya
12
proteiunuria 5 gr atau lebih per liter dalam 24 jam atau kuantitatif 3+
atau kuantitatif 4+, adanya oliguria (jumlah urin kurang dari 500cc
per jam, adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, rasa nyeri
di epigastrium, adanya tanda sianosis, edema paru, trombositopeni,
gangguan fungsi hati, serta yang terakhir adalah pertumbuhan janin
terhambat.
3. Eklampsia
Merupakan preeklampsia yang disertai kejang dan disusul dengan
koma. Eklampsia didefinisikan sebagai penambahan kejang umum
pada sindrom preeklampsia ringan dalam waktu lama atau berat.
Biasanya eklampsia ditandai dengan tekanan darah yang meningkat
lebih tinggi, oedema menjadi lebih umum, proteinuria bertambah
banyak dan timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma.
4. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik adalah ditemukannya peningkatan tekanan darah
hingga >140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan
20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.
5. Hipertensi kronik dengan Superimposed Preeklampsia
Timbulnya proteinuria > 300 mg/24 jam pada ibu hamil yang
sebelumnya telah mengalami hipertensi (hipertensi kromis), tetapi
tidak ada proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu.
B. Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia dinyatakan berkisar antara
2% dan 10% dari kehamilan di seluruh dunia, walaupun terdapat pula
perbedaan laporan sehingga frekuensi preeklampsia untuk tiap Negara
berbeda-beda karena kemungkinan penyebab preeklampsia merupakan
interaksi antara banyak faktor antara lain faktor ekonomi, psikologi, sosial,
nutrisi, lingkungan, dan genetic. Adanya faktor yang berperan membuat
perbedaan antara negara maju dan negara berkembang. Terdapat
kecenderungan bahwa angka kejadian preeklampsia lebih meningkat di
negara berkembang.9,16
13
Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang, seperti di negara
Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus
per 10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian eklampsia di negara berkembang
bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus per 100 kehamilan untuk 1
kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian preeklampsia-eklampsia
di negara berkembang seperti negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir,
Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%.17,18,19
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 3,4 – 8,5 %
dari seluruh kehamilan dengan angka kematian maternal sekitar 9,8 – 25%
dan angka kematian perinatal sekitar 7,7 – 60%, ini merupakan bukti bahwa
preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia bagi
ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia adalah
akibat perdarahan.1,3,4,5,10
Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan /
preeklampsia /eklampsia.16,20,21,22
1. Faktor resiko maternal
a. Primigravida & jumlah paritas
b. Usia yang terlalu muda dan terlalu tua (< 15 tahun / >35 tahun)
c. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
d. Riwayat preeklampsia pada keluarga
e. Faktor nutrisi
f. Berat badan
g. Ras kulit hitam
h. Kontrasepsi barrier
i. Kebiasaan (merokok)
2. Faktor resiko medis
a. Hipertensi kronik
b. Sebab sekunder hipertensi kronik seperti hiperkortisol,
hiperaldosteronisme, feokromositoma dan stenosis arteri renalis
c. Infeksi (ISK, periodontitis)
d. Diabetes yang sedang diderita baik tipe 1 atau 2 terutama dengan
komplikasi mikrovaskuler
14
e. Gangguan mood dan ansietas
f. Penyakit ginjal
g. Penggunaan obat-obat antidepressant
h. SLE, obesitas, trombofilia
3. Faktor resiko plasenta
a. Penyakit trofoblas gestasional
b. Kehamilan multiple
c. Hydrops fetalis
d. Triploidi
C. Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.
Beberapa teori yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : 11,14,16,18,23,24,25,26,27
1. Teori Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang
pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan
fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin
akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.
Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin. Sekresi tromboksan oleh trombosit yang bertambah akan
menimbulkan vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron
menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi
plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.
2. Teori Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul
lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies”
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun
15
yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta.
Menurut penelitian Fierlie FM pada tahun 1992, pada preeklampsia
memang mendapatkan adanya komplek imun humoral dan aktivasi
komplemen pada system imun penderita preeklampsia dan eklampsia,
tapi masih belum ad bukti bahwa system imunologi bisa menyebabkan
preeklampsia dan eklampsia.
3. Teori Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia
bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. Bukti pendukung
berperannya faktor genetic pada kejadian preeklampsia adalah
peningkatan faktor Human Leukocyte Antigen (HLA) pada wanita.
Pernelitian terakhir menghubungkan antara kejadian preeklampsia
dengan trisomi 13. Walaupun faktor genetik berperan pada preeklampsia
tetapi belum dapat diterangkan secara jelas manifestasinya pada penyakit
in.
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
4. Teori Iskemik Plasenta
Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas menginvasi desidua dan
miometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler
menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak
jaringan muskulo-elastik dinding arteri dan mengganti dinding arteri
16
dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir semester I dan
pada masa ini perluasan proses tersebut sampai mengenai
Deciduomymetrial junction . Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi
invasi tahap kedua yaitu sel-sel trofoblas masuk ke dalam lumen arteri
spiralis sampai asal arteritersebut dalam miometrium. Selanjutnya proses
seperti tahap pertama kemudianterjadi lagi penggantian endotel,
perusakan jaringan muskulo-elastik dan perubahan fibrinoid dinding
arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding tipis,
lemas dan berbentuk seperti kantong yang memungkinkan terjadinya
dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan darah yang
meningkat. Pada preeklampsia proses plasentasi tersebut tidak berjalan
sebagaimana mestinya oleh karena disebabkan 2 hal yaitu pertama, tidak
semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas. Kedua, pada
arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel
trofoblas secara normal tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung
sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap
mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti masih
terdapat resistensi vaskuler. Disamping itu juga terjadi ateriosis akut pada
arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen vaskuler arteri bertambah
kecil atau bahkan mengalami obliterasi. Teori tentang bagaimana sel-sel
trofoblas gagal mengadakan invasi arteri spiralis sampai saat ini belum
diketahui dengan jelas.
5. Teori Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA system)
Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (SRAA) mempunyai peran
penting dalam pengendalian tonus vaskuler dan tekanan darah. Pada
sistem ini angiotensin diproduksi oleh hepar dan dibantu oleh rennin
untuk memproduksi angiotensin I. Angiotensin I inaktif kemudian
dikonversi menjadi angiotensin II yang aktif secara biologis oleh
Angiotensin Converting Enzyme yang terikat pada endotel vaskuler.
Angiotensin II yang beredar dalam darah akan berinteraksi dengan
reseptor spesifik untuk merangsang kontraksi otot polos, menstimulir
17
produksi aldosteron dan menyebabkan retensi natrium, mempercepat
pelepasan norepinefrin dan menghambat pengambilan kembali
norepinefrin oleh nervus terminalis simpatis, serta menambah reaktivitas
otot polos vaskuler terhadap norepinefrin. Pada kehamilan normal
komponen SRAA menigkat sedangkan pada preeklampsia beberapa
komponen SRAA lebih rendah dibanding pada kehamilan normal dan
terjadi kenaikan sensitivitas yang nyata pada penekanan peptide dan
katekolamin. Ada pendapat yang menyatakan bahwa respon penekanan
terhadap angiotensin II meningkat secara bermakna pada usia kehamilan
18 minggu pada wanita hamil yang akan berkembang menuju
preeklampsia. Pengaturan sensitivitas angiotensin II tampaknya
berhubungan erat pada sintesis prostanoid. Penghambat sintesis
prostaglandin dinyatakan menambah respon penekanan terhadap
angiotensin II dalam kehamilan normal. Dari penelitian menunjukkan
bahwa infuse prostaglandin E2 (PGE2), prostaglandin E1(PGE1) dan
prostasiklin mengurangi respon penekanan angiotensin II pada trimester
II sedangkan indometasin meningkatkan sensitivitas vaskuler
6. Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya preeklampsia. Ada juga tentang suplementasi
zinc, kalsium dan magnesium yang dapat mencegah preeklampsia.
Penelitian lain menunjukkan bahwa diet tinggi buah dan sayuran
memiliki efek anti oksidan sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Pemberian asupan vitamin C dan E juga dapat menurunkan insidensi
terjadinya preeklampsia pada wanita hamil. Perubahan hemodinamik
selama kehamilan seperti peningkaga curah jantung, volume darah, RBF,
dan GFR disebabkan adanya aktivitas NO. NO adalah substansi vasoaktif
yang diproduksi oleh endotel pembuluh darah dari asam amino L-arginin
yang diperantari oleh aktivitas enzim NO synthase. Pemberian suplemen
kalsium mempunyai peranan penting pada produksi NO di endotel
pembuluh darah. Selain itu penurunan kadar kalsium serum pada
18
preeklampsia berhubungan dengan penurunan kadar cGMP, yang
merupakan efektor dari kerja NO. Pada kehamilan normal, produksi NO
dievaluasi dari kadar nitrit dan nitrat plasma; fungsi NO dievaluasi dari
kadar cGMP. Pada preeklampsia kadar nitrit dan nitrat plasma sebanding
atau meningkat dibandingkan kehamilan normal, tetapi kadar cGMP di
urin dan plasma menurun. Penurunan kadar cGMP ini mungkin
disebabkan oleh peningkatan inaktivasi dari NO akibat produksi O2 yang
berlebihan. O2 akan bereaksi dengan NO membentuk peroksinitrat yang
menyebabkan disfungsi pembuluh darah plasenta dan gangguan aliran
darah plasenta.
7. Teori stress oksidatif dan anti oksidan
Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeklampsia disebabkan
oleh gangguan adaptasi intravaskuler ibu terhadap kehamilan sehingga
memicu proses inflamasi intravaskuler sistemik. Dalam teori ini
dinyatakan bahwa preeklampsia timbul akibat adanya leukosit aktif
dengan jumlah yang ekstrem dalam sirkulasi ibu. Singkatnya, sitokin-
sitokin seperti Tumor Necrosis Faktor(TNF) dan interleukin (IL) dapat
memicu stres oksidatif yang berkaitan dengan preeklampsia. Stres
oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif dan radikal bebas yang
memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini selanjutnya
menghasilkan radikal beracun yang merusak sel-sel endotel,
mengacaukan produksi nitrit oksida, dan mengganggu keseimbangan
prostaglandin. Akibat lainnya adalah terbentuknya sel makrofag yang
mengandung lipid (sel foam) di dalam atherosis; aktivasi proses koagulasi
mikrovaskuler menyebabkan trombositopenia; dan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya edema dan proteinuria
Penelitian tentang efek stress oksidatif pada preeklampsia ini
menimbulkan ketertarikan untuk memberikan antioksidan sebagai
pencegahan preeklampsia. Antioksidan merupakan kelompok senyawa
yang berfungsi untuk mencegah kerusakan akibat produksi radikal bebas
19
yang berlebihan. Contoh antioksidan antara lain, vitamin E atau tokoferol,
vitamin C (asam askorbat), dan karoten.
D. Patofisiologi 11,16,23,26,28,29
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis Preeklampsia -
eklampsia. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten
dan menimbulkan hipertensi. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa
adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya
penurunan perfusi uteroplasenta, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah
plasenta yang berkurang dan pada akhirnya terjadilah hipoperfusi plasenta
dan iskemik plasenta.
Adanya vasokonstriksi tersebut juga akan menimbulkan hipoksia pada
endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriol
disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu, iskemia plasenta
yang terjadi akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas atau oksidan
yang beredar dalam sirkulasi sehingga disebut toxaemia. Radikal bebas akan
mengikat asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak yang akan
merusak endotel pembuluh darah.
Kerusakan endotel pembuluh darah tersebut akan menyebabkan
disfungsi endotel dan berakibat sebagai berikut:
a. Gangguan metabolisme prostaglandin sehingga protasiklin sebagai
vasodilator kuat menurun
b. Agregasi trombosit pada endotel yang rusak dan produksi tromboksan
sebagai vasokonstriktor kuat
c. Perubahan endotel glomerolus ginjal
d. Peningkatan permeabilitas kapiler
e. Peningkatan bahan vasopresor endotelin dan penurunan nitrit oxide
(NO)
f. Peningkatan faktor koagulasi
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat
menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas
20
vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya
akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin
II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek
vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler
menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran
darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan
pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga
terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini
menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur
pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada
lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.18
Selain itu, implantasi dari invasi trofoblas yang tidak normal ke dalam
pembuluh darah uterus merupakan penyebab terbesar kejadian hipertensi
yang berkaitan dengan sindrom preeklampsia. Secara fisiologis invasi ke
dalam uterus oleh trofoblas endovaskuler menyebabkan remodeling dari
arteri spiralis uterus yang luas, yang menyebabkan pelebaran dari diameter
pembuluh darah. Pada preeklampsia, terdapat invasi yang kurang dan
arteriol profunda dari tidak melebar. Hasil studi menunjukkan derajat dari
invasi trofoblas yang inkomplit ke dalam arteri spiralis secara langsung
berkaitan dengan derajat keparahan dari hipertensi maternal. Kemudian,
akan menyebabkan hipoperfusi plasenta yang akan menyebabkan pelepasan
komponen vasoaktif sistemik yang akan menyebabkan respon inflamasi
seperti vasokonstriksi, kerusakan endotel, pecahnya kapiler, hiperkoagulasi,
dan disfungsi dari trombosit, yang semuanya akan berkontribusi terhadap
disfungsi organ dan gambaran klinis dari penyakit ini.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga
terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen
(HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna.
Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi
perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon
(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan
21
absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel.
Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi
pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Semua hal diatas akan menimbulkan berbagai macam manifestasi atau
gangguan ke berbagai organ, yaitu :
Fungsi organ-organ lain :12,13,19
a. Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-
eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan
suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral,
faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.
b. Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang
berhubungan dengan beratnya penyakit.
c. Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi
glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia,
sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin
meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran
protein (”sindroma nefrotik pada kehamilan”).
d. Sirkulasi uterus , koriodsidua
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah
patofisiologi yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor
yang menentukan hasil akhir kehamilan.
- Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi
yang berkurang.
22
- hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta,
yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga
meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain
(angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang
lebih tinggi.
- karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai
oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan
pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.
E. Gambaran klinis
Gejala subjektif pada pasien adalah :
Gambaran klinik mulai dengan kenaikan BB, oedema kaki atau tangan,
kenaikan tekanan darah dan terakhir akan terjadi proteinurin. Pada
preeklampsia ringan tidak ditemukan gejala subjektif. Pada preeklampsia
ditemukan sakit kepala terutama daerah frontalis, rasa nyeri daerah
epigastrium, penglihatan kabur, mual disertai muntah. Gejala ini sering
ditemukan pada preeklampsia yang mana merupakan petunjuk bahwa
eklampsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi,
oedema terjadi lebih banyak dan proteinuria bertambah.23
F. Diagnosis dan klasifikasi
Pembagian preeklampsia sendiri dibagi dalam golongan ringan dan
berat. Berikut adalah penggolongannya: 4,11,23
1. Preeklampsia ringan
Kriteria diagnostik : hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa
udema setelah usia kehamilan 20 minggu.
a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang;
kenaikan sistolik ≥ 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik ≥ 15
mmHg tidak dipakai sebagai kriteria preeklamsia Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan jarak periksa
1 jam, sebaiknya 4 jam.
23
b. Proteinuria kuantitatif ≥ 300 mg/24 jam ataui ≥ +1 dipstik; pada urin
kateter atau mid stream
c. Oedema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria
diagnostik kecuali anasarka
2. Preeklampsia berat
Dibagi menjadi:
a. Preeklamsi berat dengan impending eklampsi
b. Preeklamsi berat tanpa impending eklampsi
Menurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalah
gejala gejala oedema, protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan
obyektif. Gejala subyektif antara lain : nyeri kepala, gangguan visual
dan nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif antara lain
hiperreflexia, eksitasi motorik dan sianosis (M. Dikman Angsar, 1995).
Pre eklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:
a. Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih dan tekanan diastole 110
mmHg atau lebih dan tidak turun walaupun sudah menjalani
perawatan di RS dan tirah baring
b. Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +4
dipstik
c. Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam.
d. Kenaikan kreatinin serum
e. Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, dan pandangan kabur
f. Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen
karena teregangnya kapsula Glisson
g. Terjadi oedema paru-paru dan sianosis
h. Hemolisis mikroangiopatik
i. Terjadi gangguan fungsi hepar peningkatan SGOT dan SGPT
j. Pertumbuhan janin terhambat
k. Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3) atau penurunan
trombosit dengan cepat
24
l. Sindroma Hellp. (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets
Count)
G. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diketahui :18
a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC
b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya
retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan yang
memberat
d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gr per minggu atau peningkatan
berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.
H. Pemeriksaan Penunjang 30,31
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif
untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator
preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat
diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang
menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya
preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan
pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari
pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum,
protein total, reduksi bilirubin, sedimen pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan
juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu
perdarahan dan pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu
dilakukan pemeriksaan USG. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan
sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.
I. Prognosis
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur
gestasi janin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan
25
bagaimana proses bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia.
Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.16
J. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :30
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis
periportal hati pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.
Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat
yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme
arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama
dengan enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low
platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila
telah mencapai tahap eklampsia.
K. Diagnosis Banding
Diagnosis banding preeklampsia berat , yaitu :16,23
1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik
2. Hipertensi Kronis
3. Hipertensi dalam kehamilan
26
4. Preeklampsia ringan
5. Proteinuria Kehamilan
L. Penatalaksanaan
1. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka
secara prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk
ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai
berikut :7
a. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
b. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
c. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi,
oksigen, cairan infus dextrose/ringer laktat.
d. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
e. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20
mg/iv, dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose
dalam maintenance drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat
kejang, dan terpasang tongue spatel.
2. Penanganan di Rumah Sakit
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre
eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:10,11,19
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi
ditambah pengobatan medisinal.
b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
1. Perawatan Aktif 10,11,16,23,32
Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :
a. Indikasi
- Keadaan Ibu:
27
Kehamilan aterm ( > 37 minggu)
Adanya gejala-gejala impending eklampsia
Perawatan konservatif gagal ( 6 jam setelah pengobatan medisinal
terjadi kenaikan TD, 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala
tidak berubah)
Adanya Sindrom Hellp
- Keadaan Janin
Adanya tanda-tanda gawat janin
Adanya pertmbuhan janin terhambat dalam rahim
b. Pengobatan Medikamentosa
- Segera MRS.
- Tirah baring miring ke satu sisi.
- Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)
- Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
- Antasida.
- Obat-obatan :
Anti kejang:
i. Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1
gram (10% dalam 10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit.
b) Refleks patella positif kuat
c) Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress
pernafasan (-)
d) Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBB/jam).
Cara Pemberian:
a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV +
IM, jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal
sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4
menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc larutan
MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong
28
kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan
jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat
diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin
pada suntikan IM.
b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal,
dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara
intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri
dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
Penghentian MgSO4 :
1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi,
refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi
SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan
kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena
ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7
mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10
mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot
pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
2. Setelah 24 jam pasca persalinan
3. 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan
luminal 3x30-60 mg
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
a) Hentikan pemberian magnesium sulfat
b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)
secara IV dalam waktu 3 menit.
c) Berikan oksigen.
d) Lakukan pernapasan buatan.
ii. Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian
MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500
ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak
ada perbaikan, rawat di ruang ICU.
iii. Diuretika
29
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema
paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka, serta
kelainan fungsi ginjal. Diberikan furosemid injeksi (Lasix
40mg/im).
iv. Anti hipertensi
Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160 mmHg
diastolik > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan
menurunkan perfusi plasenta. Dosis antihipertensi sama dengan
dosis antihipertensi pada umumnya.
- Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat
diberikan obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),
catapres (clonidine) injeksi 1 ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10
ml NaCl flash/ aquades masukkan 5 ml IV pelan 5 mnt, 5
mnt kemudian TD diukur, tak turun berikan sisanya (5ml
pelan IV 5 mnt). Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai
TD normotensif.
- Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan
tablet antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan
adalah nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik
90-100 mmHg
v. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,
diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid.
vi. Lain-lain :
- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata
- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC
dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol
atau xylomidon 2 cc IM.
30
- Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
- Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena
kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg
sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
- Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari.
Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)
c. Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
i. Induksi persalinan :
- amniotomi
- tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring.
ii. Seksio sesaria bila :
- Fetal assesment jelek
- Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5)
atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
- 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase
aktif.
- Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi
dengan seksio sesaria.
Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :
Kala I
i. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio
sesaria.
ii. Fase aktif :
- Amniotomi saja
- Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap
maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan
oksitosin).
Kala II
31
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan
partus buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan
oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian
pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan
memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru
janin dengan memberikan kortikosteroid.
2. Perawatan Konservatif 10,11,16,23,32
a. Indikasi perawatan konservatif
bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu
tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia
keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal :
Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri
dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam
Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka
pengobatan diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o
Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.
c. Pengobatan obstetri :
Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre
eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
konservatif gagal dan harus diterminasi.
Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih
dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
d. Penderita dipulangkan bila :
Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia
ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
32
Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia
ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre
eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
M. Penatalaksanaan Eklampsia 31,32,34
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai
semakin tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala
eklampsia adalah menurunnya kesadaran sampai dengan koma dan terjadi
konvulsi. Terapi eklampsia dengan konvulsi bertujuan untuk mencegah
terjadi konvulsi terlalu lama, mencegah agar konvulsi berkurang,
menyelamatkan jiwa maternal dengan pengobatan Magnesium sulfat.
a. Prinsip pengobatan :
- Menghentikan dan mencegah kejang-kejang
- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
- Mencegah komplikasi
- Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin
pada ibu.
i. Obat untuk anti kejang
- Mg SO4
Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih,
disusul 8 g 40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri.
Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai
24 jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-pelan.
Pemberian IV ulangan ini hanya SEKALI SAJA, apabila timbul
kejang lagi, berikan pentotal 5 mg/KgBB/IV pelan-pelan
Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotum
Glukonas Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit.
- Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan
MgSO4 secara hati-hati terutama kalu ada kelainan jantung.
- Perawatan kalau kejang :
33
Kamar isolasi yang cukup terang
Pasang sadep lidah ke dalam mulut
Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap
Oksigenisasi yang cukup
Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan
fraktur
- Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan
Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita
Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka
berikan dalam bentuk NGT
ii. Memperbaiki keadaan umum ibu
- Infus D5%
- Pasang CVP untuk :
Pemantauan keseimbangan cairan
Pemberian kalori
Koreksi keseimbangan asam basa
Koreksi keseimbangan elektrolit
iii.Mencegah komplikasi
- Obat-obat antihipertensi
Diberikan pada penderita TD 160/110 mmHG atau lebih
(nifedipine,catapres)
- Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan kelainan
fungsi ginjal
- Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah jantung,
edema paru, dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan digitalis cepat
dengan cedilanid.
- Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV
- Antipiretika : xylomidon 2 ml/IM dan atau kompres alkohol
- Kortikosteroid
34
iv. Penanganan pada edema paru akut :
- Oksigen
- Morfin
- Furosemid
- Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi
v. Terminasi kehamilan
Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini
- Setelah kejang terakhir
- Setelah pemberian anti kejang terakhir
- Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir
- Penderita mulai sadar
- Untuk koma tentukan skor tanda vital
STV > 10 boleh terminas, STV <9 tunda 6 jam kalau ada perubahan
terminasi
Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB
N. Pencegahan21,24,30,32
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan
agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan
mengobatinya segera apabila ditemukan.
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat
dihilangkan.
4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
yang dapat menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada
akhirnya menghasilkan oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga
untuk mencegahnya bisa diberikan antioksidan, yang dibagi menjadi 3
golongan :
- Antioksidan primer
35
Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal
bebas baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya
menjadi produk yang lebih stabil. Contoh antioksidan primer,
ialah enzim superoksida dimustase (SOD), katalase, dan glutation
dimustase.
- Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta
mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder
diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin C, dan β-karoten.
- Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan
yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang
memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksida reduktase.
36
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus ini didiagnosa sebagai kasus preeklampsia karena berdasarkan
anamnesa didapatkan tekanan darah yang meningkat lebih dari 140/90, kemudian
disertai, nyeri kepala, dan edema. Sesuai dengan alur diagnosa pada pasien
eklampsia pada gambar di bawah ini :
37
Gambar 4.1
Alur Penilaian Klinik Pada Pasien Eklampsia
Pada kasus ini pasien mengalami gejala-gejala yang biasanya timbul akibat
eklampsia yaitu:
1.Hipertensi
Hipertensi pada kehamilan ini disebabkan oleh banyak faktor resiko di
dalamnya.
38
Gambar 4.2
Berbagaii faktor resiko hipertensi pada kehamilan
39
Gambar 4.3
Patofiologi hipertensi pada kehamilan
Kejadian awal pada hiprtensi dalam kehamilan tampaknya disebabkan
karena berkurangnya perfusi uteroplasenta sebagai akibat dari invasi sitotrofoblast
abnormal pada arteriol spiral. Iskemia plasenta diduga juga menyebabkan
meluasnya aktivasi / disfungsi endotel vaskular ibu yang nantinya akan
menghasilkan peningkatan pembentukan endotelin dan tromboksan, peningkatan
sensitivitas vaskular menjadi angiotensin II, dan penurunan pembentukan
vasodilator seperti oksida nitrat dan prostasiklin. Pentingnya faktor endotel dan
humoral yang memediasi penurunan hemodinamik ginjal dan fungsi ekskretorik
dan elevasi tekanan arteri selama hipertensi dalam kehamilan masih belum jelas.
Berbagai penelitian juga masih berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor plasenta
yang bertanggung jawab untuk memediasi aktivasi / disfungsi endotel vaskular
ibu.
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia dan eklampsia
adalah spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada
beberapa kasus lumenarteriol demikian kecilnya, sehingga hanya dapat dilalui
oleh satu sel darah merah saja. Tekanan darah yang meningkat merupakan usaha
mengatasi kenaikan tekanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi.
Kenaikan berat badan dan edema karena penimbunan cairan yang berlebihan
40
dalam ruang interstisial belum diketahui sebabnya. Pada preeklampsia dan
eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang
tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan
volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklamsia
permeabelitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.
Menurunnya aliran darah memberikan dampak kepada organ-organ tubuh.
Pada plasenta, menurunnya aliran darah mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.
Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu. Pada hipertensi
yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya karena
kekurangan oksigenasi.
Gambar 4.4
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan
2.Proteinuria
Kurangnya darah ke ginjal mengakibatkan filtrasi glomerulus berkurang.
Kelainan yang penting adalah dalam hubungan dengan proteinuria serta dengan
retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus menurun sampai 50% dari normal,
sehingga menyebabkan diuresis turun, pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguri
atau anuria.
3.Edema
41
Pada preeklampsia/eklampsia tampak edema retina , spasmus setempat
atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri . Diplopia dan ambliopia pada
kasus preeklampsia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya
eklampsia. Hal ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pusat penglihatan di
korteks serebri.
Edema paru merupakan sebab utama kematian penderita preeklampsia dan
eklampsia. Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasi kordis kiri.
Hemokonsentrasi yang tinggi pada preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui
sebabnya. Terjadi pergeseran air dari ruang intravaskular ke ruang interstisial.
Terjadi peningkatan hemotokrit, peningkatan protein serum, dan bertambahnya
edema menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah meningkat, dan
waktu peredaran arah akan lebih lama. Aliran darah ke berbagai bagian tubuh
berkurang mengakibatkan hipoksia.
Namun edema menurut penelitian yang terbaru tidak lagi menjadi bagian
dari kriteria diagnosis dari preeclampsia-eklampsia. Walaupun edema tidak lagi
menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun adanya penumpukan
cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh seperti pretibia, dinding
perut, lumbosakral, wajah dan tangan harus tetap diwaspadai. Edema dapat
menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami
kenaikan berat badan sekitar 500 gr per minggu, 2000 gr per bulan, atau 13 kg
selama kehamilan. Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu
dicurigai timbulnya pre-eklampsia.
Penatalaksanaan
42
Gambar 4.5
Alur penatalaksanaan hipertensi pada kehamilan
Prinsip pengobatan :
- Dilakukan perawatan konservatif dengan indikasi :
a. kehamilan preterm kurang dari 37 minggu
b. tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia
c. keadaan janin baik.
- Bed rest
- Tidur miring kiri
- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
O2 untuk membantu oksigenasi ibu maupun janin
- Mencegah komplikasi
a. Obat-obat antihipertensi
Diberikan dengan indikasi TD sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥110.
Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai sistolik
160 mmHg dan diastolik 90-100 mmHg. Bisa dikombinasikan dengan
metildopa.
b. Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV
- SM
a. Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri
dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam
43
b. Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
c. Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan
diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o
- Memperbaiki keadaan umum ibu
Infus RL (Ringer Lactate) yang mengandung 5% dextrosse 60-125cc/jam
Pasang CVP untuk :
Pemantauan keseimbangan cairan
Pemberian kalori
Koreksi keseimbangan asam basa
Koreksi keseimbangan elektrolit
- Kortikosteroid
Untuk merangsang pematangan paru dapat diberikan Kalmethasone 2 x 3
ampul.
- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan konservatif
gagal dan harus diterminasi.
- Penderita dipulangkan bila :
a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan
telah dirawat selama 3 hari.
b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
-
-
DAFTAR PUSTAKA
44
1. Abdul Bari S., 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI, FKUI. Jakarta.
2. Abdul Bari S., George andriaanzs, Gulardi HW, Djoko W, 2010, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
3. Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia”,2005. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.
4. Ansar DM, Simanjuntak P, Handaya, Sjahid Sofjan. Panduan pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia. Satgas Gestosis POGI, Ujung Pandang, 2004. C: 12-20.
5. Saifuddin, B. A, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, JNNPKKR-POGI bekerjasama dengan Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta.
6. Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta.
7. Sibai BM, et al. Aggressive versus expactant management of severe preeclampsia at 28 to 32 weeks’ gestation : A randomizad controlled trial. Am J Obstet Gynecol 1994;171:818-22)
8. Lana, K.,M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeclampsia. The American Family Physician. 70(12). Hal 1-7 (http://wwwaafp.org/afp/2004/1215/p23.h,).
9. World Health Organization. (2004). Beyond the numbers : reviewing maternal deaths and complications to make pregnancy safer . Geneva: World Health Organization.
10. Hernawati, I. (2011). Analisis Kematian Ibu Di Indonesia Tahun 2010 Berdasarkan Data SDKI, Riskesdas Dan Laporan Rutin KIA, (Online) diunduh 28 Januari 2012. Available from URL: HYPERLINK http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/08
11. Angsar, M,D., 2002. Ilmu Kebidanan: “ Hipertensi dalam Kehamilan” (edisi ke-3). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia, hal. 530-561.
12. Universitas Sriwijaya. Protap Obgyn: “Preeklampsia Berat”, hal.3-10.13. Arga, J., Guick Obgyn: “PEB”. Departemen Obstetri dan Ginekologi Dr.
Mohammad Hoesin, FK UNSRI, Palembang, hal.73-77.14. Subhaberata, Ketut. 2001. Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia.
UPF OBGIN RSU Tarakan : Indonesia.15. Kee-Hak Lim.2009. Preeclampsia.Available on www.emedicine.com16. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins
GD et al. 2001, Hypertension Disorders in Pregnancy. Williams Obstetrics. 21th ed. London: Prentice-Hall International, 2001: 567-618.
45
17. WHO, 2011. Maternal and Perinatal Health (http://www.who.int/topics/maternal_health/en/,)
18. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. UPF. Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum Tarakan Kalimantan Timur. Di unduh dari: (http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-preeklampsia-beratdaneklampsia/, diakses pada tanggal).
19. Zhang, Jun., dkk. 1997. Epidemiology of Pregnancy-induced hypertension. Epidemiologic Reviews. 19(2). (http://epirev.oxfordjournals.org/,).
20. Barton JR, Sibai BM. Preeclampsia In : Manual of Obstetric, 7th edition, Texas : Lippincott Williams & Wilkins 2007 : 182 – 190.
21. Magee LA, Helewa M, Mourtquin JM. Diagnosis, Evaluation and management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy. Journal of Obstetric and Gynecology Canada, 2008; 30: S1-S48.
22. Gilstrap LC, Ramin SM. Diagnosis and Management of Preeclampsia dan Eclampsia. ACOG Practice Bulletin, 2002; 99; 159-67.
23. Sarwono Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 1999. Ilmu kandungan. FK UI, Jakarta
24. Sastrawinata, S., 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC25. Roberts JM, Taylor RN, Musci TJ, Rodgers GM, Hubel CA, McLaughlin.
Preeclampsia: An Endothelial Cell Disorder. Am J Obstet Gynecol 1989; 161: 1200-1204.
26. Wang Y, Alexander JS. Placental Pathophysiology in Preclampsia. Pathophysiology 2000; 6: 261-270
27. Matthiesen, Leif. 2005. Immunology of preeclampsia. S. Karger AG, Basel : New York
28. James, Scott. 2003. Danforth’s Obsetrics and Gnyecology 9th edition. Lippincolt William and Wilkins : England
29. Sibai BM. Diagnosis and Managemen of Gestasional hipertension and Preeclampsia. High risk pregnancy series : an expert's reviews. vol.102. Edisi pertama. New York : The American College of Obstetricians and Gynaecologist. Alih bahasa : Wibowo N. Diagnosis dan Managemen Preeklampsia Berat. Jakarta : Divisi Fetomaternal Bagian Obstetri and Ginekologi FKUI-RSCM;2004.
30. Rustam, M. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta.
31. Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran : “ Komplikasi selama Kehamilan” (edisi ke-3). Media Aesculapius, Jakarta, Indonesia, hal. 270-271.
32. Rambulangi, John.2003.Penanganan dan pendahuluan prarujukan penderita preeklampsia berat dan eklampsia. SMF OBGIN FK Univ. Hasanuddin : Makassar
46
33. Arga, J., Guick Obgyn: “PEB”. Departemen Obstetri dan Ginekologi Dr. Mohammad Hoesin, FK UNSRI, Palembang, hal.73-77.