pediatric facial trauma
TRANSCRIPT
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 1/24
1
I. PENDAHULUAN
Trauma merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada
anak. Berbagai studi melaporkan insidens trauma wajah pada anak, selain gigitan
binatang, lebih rendah dibanding dewasa. Trauma wajah pada anak secara umum
dibedakan menjadi trauma jaringan lunak dan fraktur tulang wajah. Meskipun
prevalensi fraktur tulang wajah pada anak lebih jarang dibanding dewasa, fraktur
kraniofasial perlu ditangani dengan baik karena turut berperan dalam morbiditas
anak.1
Pada anak yang masih muda, penonjolan kranium2,3 dan retrusi relatif
wajah2 menyebabkan risiko fraktur tengkorak akibat trauma tumpul lebih besar
dibanding fraktur wajah karena tengkorak menyerap tumbukan awal. Hal inilah
yang dapat melindungi wajah.2,3 Seiring pertambahan usia dan perkembangan
fisiologis, proyeksi wajah semakin ke bawah dan ke depan sedangkan wajah
tengah dan mandibula semakin menonjol. Hal ini menyebabkan frekuensi fraktur
wajah meningkat, sedangkan lesi kranial justru berkurang.3
Wajah menggambarkan perasaan, kepribadian, dan kosmetik seseorang
sehingga luka pada wajah akibat suatu trauma apabila tidak ditindaki secara
bersungguh-sungguh dapat mengganggu keseimbangan jiwa seseorang dan
merusak masa depannya. Penderita cedera wajah pada anak perlu mendapat
perhatian khusus karena tulang wajah anak yang masih bertumbuh dan fungsi
wajah yang penting, terutama fungsi kosmetik. Dalam hal ini, manipulasi minimal
pada tulang wajah harus dilakukan untuk mencegah adanya kelainan pertumbuhan
wajah anak.4
II. ANATOMI WAJAH
Cranium dibagi menjadi 2 bagian, yaitu neurocranium dan
visceracranium. Neurocranium membentuk cavitas crania yang ditempati oleh
encephalon dan dibagi menjadi bagian yang membentuk basis cranii dan calvaria
cranii. Viscerocranium membentuk facies (wajah) yang dibentuk oleh sebagian os
frontale, os nasale, os lacrimale, os zygomaticum, os maxilla, dan os mandibula.5
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 2/24
2
Orbita adalah suatu rongga yang ditempati oleh bulbus oculi. Orbita
mempunyai margo superior, lateral, inferior, dan medial. Margo superior dibentuk
oleh os frontale, margo lateralis dibentuk oleh os zygomaticum dan os frontale,
margo inferior dibentuk oleh os zygomaticum dan os maxilla, dan margo medialis
dibentuk oleh os maxilla, os lacrimale, dan os frontale. Pada os maxilla terdapat
foramen infraorbitalis yang dilalui nervus dan vasa orbitalis. Tonjolan pipi
dibentuk oleh os zygomaticum yang bertumpu pada maxilla yang membentuk
lateralis wajah. Pada sisi lateral dari os zygomaticum terdapat foramen
zygomaticofacial yang dilalui oleh nervus zygomaticofaciale. Hidung dibentuk
oleh os nasale dan maxilla, membatasi apertura piriformis. Bagian hidung yang
dapat digerakkan dibentuk oleh kartilago yang difikasasi oleh jaringan ikat pada
apertura piriformis. Rahang dibentuk oleh dua buah tulang maxilla. Pertumbuhan
maxilla menentukan panjang wajah yang berlangsung antara usia 6-12 tahun.
Rahang bawah dibentuk oleh mandibula bersama dengan dentis yang berada pada
pars alveolaris mandibula.6
Gambar 1. Anatomi wajah 7
Pembuluh darah yang menyuplai darah pada wajah adalah arteri dan vena
facialis. A. Facialis berjalan ke arah ventrocranial pada dinding pharynx melewati
bagian dorsal glandula submandibularis dan keluar dari tepi anteriornya di bagian
caudal mandibula, selanjutnya naik ke wajah mengikuti tepi anterior m. Masseter.
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 3/24
3
A. Facialis mempercabangkan a. Palatina ascendens, ramus tonsilaris, ramus
glandularis, dan a. Submentalis. Cabang-cabang a. Facialis berjalan bebas dan
berkelok-kelok. Keadaan ini menguntungkan terutama dalam hubungannya
dengan wajah yang terus bergerak.6
Gambar 2. Vaskularisasi wajah 7
Inervasi sensibel dari wajah tergantung dari perkembangannya. Wajah
berkembang dari 3 primordia, yaitu processus frontonasalis, processus maxillaris,
dan processsus mandibularis. Processus frontonasalis membentuk regio frontalis
dan regio nasalis. Processus maxillaris dan mandibularis (arcus brachiale I)
membentuk regio maxillaris dan mandibula. Masing-masing processus tersebut
mempunyai inervasinya sendiri. N. Ophtalmicus mempersarafi processus
frontalis, n. Maxillaris mempersarafi daerah maxilla, dan n. Mandibuaris
menyuplai regio mandibularis. Ketiga nervus tersebut merupakan cabang dari n. V
dan membagi tiga daerah inervasi sensibel, kecuali suatu daerah kecil pada
angulus mandibulae yang diinervasi oleh n. Auricularis magnus.6
Inervasi motorik kelompok otot wajah dilakukan oleh n. Facialis (VII).
N. fasialis meninggalkan cranium melalui foramen stylomastoideum, berjalan di
lateral proc. Styloideus dan mencapai permukaan posterior glandula parotis. Saraf
ini berjalan menembus kelenjar parotis, membagi kelenjar ini menjadi lobus
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 4/24
4
superfisialis dan profundus. Dekat pada tepi anterior kelenjar parotis saraf ini
mempercabangkan cabang-cabang terminalnya. Di dalam kelenjar parotis terdapat
suatu plexus saraf yang disebut pes anserinus yang dibentuk oleh cabang-cabang
dari n. Facialis, n. Auricularis magnus, n. Occipitalis minor dan n.
Auriculotemporalis.6
III. EPIDEMIOLOGI
Distribusi cedera maksilofasial pada anak berbeda dengan orang dewasa.
Anak lebih sering mengalami cedera jaringan lunak dan jarang mengalami fraktur
fasial. Hal ini disebabkan bayi dan anak memiliki kranium dan os frontal yang
lebih besar, sinus paranasalis yang belum berkembang, tonjolan bantalan lemak
bukkal, dan tulang wajah yang elastis. Adanya perbedaan anatomi ini juga
menyebabkan bayi dan anak kecil lebih sering mengalami trauma os frontal dan
jarang wajah tengah. Ketika beranjak remaja, pola cedera pediatrik beralih
menjadi wajah tengah dan wajah bagian bawah.1
Sebuah penelitian di Parana (1986-2000) menunjukkan hasil dari 103
pasien yang mengalami fraktur wajah, 27,18 % mengalami cedera jaringan lunak.
Dari jumlah tersebut, laserasi di regio mental merupakan cedera terbanyak, diikuti
bibir, mukosa oral, dan lidah.8
Untuk kasus fraktur tulang wajah, anak memiliki frekuensi yang lebih
rendah dibanding orang dewasa.3 Fraktur wajah pada anak mencakup sekitar 1,5-
5% dari keseluruhan kejadian fraktur.9 Prevalensi fraktur wajah pada anak paling
rendah pada bayi dan meningkat progresif seiring pertambahan usia. Hanya 0,87-
1% fraktur wajah terjadi pada anak di bawah lima tahun, sedangkan 1-14,7%
terjadi pada pasien diatas 16 tahun. Puncak insidens terjadi pada usia 6-7 tahun
karena berhubungan dengan awal masuk sekolah dan 12-14 tahun karena aktivitas
fisik yang bertambah. Rasio laki-laki dan perempuan sebesar 1:1 hingga 8,5:1.
Perbedaan jumlah ini dihubungkan dengan aktivitas fisik anak laki-laki yang lebih
banyak dan lebih berisiko.3
Persentasi fraktur pada setiap lokasi anatomi berbeda pada tiap kelompok
umur anak. Pada sebuah seri kasus ditemukan bahwa fraktur nasal merupakan
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 5/24
5
jenis yang paling banyak ditemukan (58,6%), diikuti fraktur mandibula (21,5%).
Fraktur orbita (9,5%), frontal (5,1%), dan midfasial (3,8%) menempati urutan
berikutnya.9 Fraktur kompleks NOE (Naso-Orbita-Ethmoid) merupakan jenis
yang paling sedikit ditemukan (1,5%). Selain jenis fraktur tersebut, fraktur dental
dan alveolar sering terjadi bersama fraktur nasal, khususnya pada anak berusia 8-9
tahun.3
Gambar 3. Distribusi lokasi anatomi fraktur tulang wajah pada pediatrik 3
IV. ETIOLOGI
Penyebab trauma wajah pada anak bervariasi, tergantung usia dan levelaktivitas. Bayi dan anak kecil rawan mengalami cedera akibat energi berkecepatan
rendah seperti trauma lahir, jatuh, mainan, kecelakaan lalu lintas, gigitan binatang,
dan penyiksaan anak.3,10 Penyiksaan anak merupakan kasus yang jarang, namun
perlu dipertimbangkan pada setiap kasus dengan luka berulang.9 Anak yang lebih
tua lebih sering mengalami cedera akibat energi berkecepatan tinggi seperti
kecelakaan lalu lintas (pejalan kaki ataupun penumpang),2,10 jatuh,2,10 olahraga,2,10
dan perkosaan.10
Khusus fraktur tulang wajah, suatu seri kasus menyatakan kecelakaan
sepeda motor merupakan penyebab utama fraktur wajah pada anak dengan jumlah
36,4%. Sport related injury menempati posisi kedua dengan jumlah 26,2%.
Penyebab selanjutnya adalah kecelakaan yang tidak disengaja, seperti jatuh
(23,1%), kekerasan (9,3%), dan penyebab lain (6,2%).3 Sebuah studi klinis
terhadap 95 anak yang berusia kurang dari 16 tahun di India memperoleh temuan
yang sedikit berbeda. Berdasarkan studi tersebut, jatuh merupakan penyebab
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 6/24
6
tersering cedera maksilofasial pada anak. Diagram berikut menunjukkan hasil
temuan studi klinis tersebut.11
Diagram 1. Frekuensi penyebab cedera maksilofasial pada anak 11
V. PATOFISIOLOGI
Pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan facies penting
untuk mengetahui pola cedera pada trauma wajah pada anak. Perubahan bentuk
wajah, perkembangan sinus, dan pertumbuhan gigi memegang peranan penting
terhadap pola fraktur pada pasien anak. Ukuran kepala anak berkembang dua kali
lipat pada usia 5 tahun, mencapai 80% ukuran kepala orang dewasa. Bentuk dan
proyeksi wajah berubah drastis selama tahun pertama kehidupan. Pada saat lahir,
rasio wajah : kranium = 1:8.1,3,12 Rasio ini meningkat menjadi 1: 4 saat usia 5
tahun dan mencapai rasio dewasa 1 : 2,5 selama remaja. Ukuran kranium
meningkat 4 kali dan wajah meningkat 12 kali sejak kelahiran hingga dewasa.1,3
Pertumbuhan vertikal wajah berhubungan dengan erupsi gigi dan kebutuhan
respirasi. Hal ini berlangsung pertama kali pada usia 6 bulan, kemudian
berlangsung selama tahun ketiga dan keempat, selama usia tujuh hingga sebelas
tahun, dan terakhir antara usia enam belas dan tujuh belas tahun.12
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 7/24
7
Gambar 4. Perbedaan bentuk wajah saat (a) lahir, (b) 5 tahun, (c) dewasa 14
Septum nasi dipertimbangkan sebagai pusat perkembangan wajah tengah.
Sebagian besar perkembangan wajah tengah terjadi di bagian bawah. Maksilla
bagian bawah tumbuh dalam arah vertikal. Kavum nasi meluas hingga ke tengah
orbita dan dasarnya menurun seiring erupsi gigi permanen.1
Kondilus mandibula berperan sebagai pusat pertumbuhan mandibula.
Mandibula bayi tumbuh ke arah lateral dan anterior sehingga memperbesar ukuran
dari wajah bagian bawah. Penambahan tulang pada kondilus dan ramus posterior
serta resorbsi pada bagian anterior menyebabkan terjadinya proyeksi ke depan.
Proses ini berlanjut hingga semua tulang wajah tumbuh sempurna. Oleh karena
itu, cedera pada kondilus dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan mandibula.1
Pneumatisasi sinus paranasalis dimulai dari sinus ethmoid dan berlanjut
secara bertahap hingga sinus maksillaris, sinus sphenoid, dan sinus frontalis.
Sinus mencapai ukuran sesungguhnya setelah pubertas dan pertumbuhan gigi
lengkap.3 Perkembangan sinus maxillaris dapat terlihat pada umur 5 bulan. Sinus
melebar pada 5 tahun pertama dan bergerak ke bawah dasar hidung seiring erupsi
gigi permanen pada usia 12 tahun. Sinus maxillaris tumbuh sempurna pada umur
16 tahun. Sinus ethmoidalis terlihat pada umur 1 tahun. Sinus frontalis terlihat
pada umur 6 tahun dan mencapai ukuran maksimal pada akhir pubertas.1 Sinus
maksillaris dan frontalis memegang peranan penting dalam pola fraktur wajah.
Hal ini terlihat dari adanya korelasi positif antara frekuensi fraktur wajah tengah
dengan tingkat perkembangan dan pneumatisasi sinus paranasalis.3 Hal ini terjadi
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 8/24
8
karena adanya perkembangan sinus yang mampu mengatur kekuatan tumbukan
dan berfungsi sebagai efek bantalan.1
Gambar 5. Perkembangan sinus frontalis dan maxillaris berdasarkan
perkembangan usia 3
Pertumbuhan gigi juga memiliki peran yang sangat penting dalam
penanganan fraktur tulang wajah. Gigi nonpermanen mengalami erupsi sepanjang
2 tahun pertama kehidupan. Anak usia 2-6 tahun secara bertahap mengalami pergantian gigi menjadi permanen.1 Terdapat tiga fase pertumbuhan gigi, yaitu (1)
fase deciduous yang berlangsung sekitar usia 2 tahun, (2) fase campuran yang
berlangsung saat usia 6-12 tahun, dan (3) fase permanen atau fase definitif yang
berlangsung sekitar usia 13 tahun. Pertumbuhan gigi yang belum lengkap
menguatkan maksilla dan mandibula karena adanya akar gigi dalam rahang bawah
meningkatkan stabilitas dan elastisitas tulang.3
Berbeda dengan dewasa, tulang wajah anak merupakan struktur yang
dinamis dan masih berkembang. Struktur anatomi wajah anak memiliki
karakteristik yang bersifat protektif yang dapat mengurangi kemungkinan fraktur
tulang wajah. Delapan puluh persen pertumbuhan kranium terjadi dalam satu
tahun pertama kehidupan. Meskipun pertumbuhan wajah pada fase ini masih
cepat, hanya pada usia setelah 2 tahun pertumbuhan wajah lebih cepat dibanding
kranium. Pertumbuhan kavum orbita dan otak hampir sempurna pada usia 7
tahun. Wajah bagian bawah terus tumbuh hingga usia dewasa awal. Oleh karena
anak memiliki rasio kraniofasial yang tinggi, insidens fraktur kranium lebih sering
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 9/24
9
terjadi dibanding fraktur wajah tengah. Perkembangan sinus paranasal juga
memberikan proteksi tambahan relatif terhadap fraktur fasial. Elastisitas tulang
imatur yang lebih besar dapat menjelaskan insidens fraktur tipe greenstick yang
lebih besar pada pediatrik dibanding dewasa. Maxilla dan mandibula pediatrik
juga lebih resisten terhadap fraktur karena adanya gigi susu.9,13
Gambar 6. Perbandingan anatomi wajah anak dan dewasa 3
VI. JENIS CEDERA
A. Cedera Jaringan lunak
Cedera jaringan lunak wajah pada anak cukup sering terjadi.
Diagnosis awal dan terapi definitif penting dalam menangani cedera jaringan
lunak, khususnya cedera n. fasialis dan parotis, gigitan binatang, luka avulsi,
dan laserasi pada palpebra dan telinga.15 Penyebab cedera jaringan lunak
dapat disebabkan oleh trauma tumpul maupun trauma tajam.
16
Cedera jaringan lunak biasanya disertai cedera tulang dan paling sering disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas. Beberapa struktur anatomi yang perlu mendapat
perhatian khusus pada trauma jaringan lunak wajah, yaitu palpebra, telinga,
hidung, dan mulut. Hal ini penting dilakukan untuk memperoleh kesejajaran
yang tepat.16
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 10/24
10
Gambar 7. Luka avulsi pada palpebra 15
Cedera jaringan lunak pada wajah dapat berupa : 4
1. Laserasi (simpel dan kompleks)
2. Kontusi
3. Abrasi
4. Avulsi
B. Fraktur
Beberapa jenis fraktur yang dapat terjadi pada trauma wajah yaitu :
1. Fraktur os nasal
Insidens fraktur os nasal pada anak jarang karena kekuatan
benturan disebar ke seluruh wajah tengah sehinga hanya terjadi edema
tanpa gangguan anatomi. Fraktur os nasal sering menyebabkan fraktur
longitudinal di anterior septum ataupun dislokasi septum dari perlekatan
dengan tulang sehingga menyebabkan obstruksi nasi dan gangguan
pertumbuhan jangka panjang.17 Penyembuhan yang cepat os nasal pada
anak mengharuskan reduksi tertutup pada fraktur yang mengalami
dislokasi dalam 5-7 hari.10
2. Fraktur mandibula
Pola dan distribusi fraktur mandibula dipengaruhi kekuatan dan
arah benturan, serta tingkatan pertumbuhan tulang anak. Pada anak yang
lebih muda, os mandibula memiliki jaringan lunak yang lebih banyak
sebagai bantalan, pelindung disamping letak mandibula yang cukup
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 11/24
11
terlindung. Oleh karena itu, benturan langsung pada dagu akan diteruskan
pada kaput kondilus yang akan menyebabkan cedera tumbuk.1
Regio kondilus merupakan regio yang paling sering mengalami
fraktur pada anak, diikuti parasimphiseal, korpus, dan angulus
mandibula.1 Hal ini disebabkan banyaknya tulang medular yang
mengelilingi kortex yang tipis. Tiga tipe fraktur kondilar meliputi fraktur
intrakapsular kaput kondilus, fraktur kondilar letak tinggi yang melalui
leher di atas sigmoid notch, dan fraktur subkondilar yang berhubungan
dengan fraktur tipe greenstick . Fraktur intrakapsular yang sering terjadi
pada anak yang lebih kecil lebih banyak menyebabkan gangguan
pertumbuhan jika dibandingkan frraktur tipe greenstick yang lebih sering
terjadi pada anak yang lebih besar.17
Gambar 8. Lokasi yang sering mengalami fraktur pada mandibula (a)
symphyseal / parasymphyseal , (b) body, (c) angle, (d) subcondylar , (e) condylar
head 18
3. Fraktur NOE
Cedera pada regio NOE dapat menyebabkan defek fungsional dankosmetik pada anak.13 Fraktur pada regio ini jarang terjadi sebab tulang
pada daerah ini tidak menonjol dan belum berkembang dengan baik.
Fraktur ini dapat bervariasi dari dislokasi minimal hingga fraktur
kominutif berat yang dapat melibatkan orbita, os maxilla, dan os
frontal.1,13 Fraktur pada empat sisi NOE secara anatomi terdiri dari
fraktur sutura nasofrontal, os nasal, rim orbita media, dan rim
infraorbita.13
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 12/24
12
4. Fraktur kompleks zigomaticomaxilaris (fraktur tripod)
Fraktur kompleks zigomaticomaxilaris (ZMC) dihubungkan
dengan pneumatisasi sinus maxillaris. Insidens fraktur ini jarang pada
anak di bawah 5 tahun13 dan meningkat seiring pertambahan usia karena
os zygoma semakin menonjol.1 Fraktur os zigomatikum dapat tepat
mengenai arkus saja atau seluruh korpus (eminensia malaris) sepanjang
dinding lateral dan dasar orbita. Perpindahan zygoma menyebabkan
pendataran pipi dan depresi lingkaran dan dasar orbita.1
Gambar 9. Gambaran CT scan 3D fraktur ZMC, yang mencakup fraktur dinding
maksilla, arkus zygoma (tanda panah) dan dinding lateral orbita pada sutura
zygomaticosphenoid (ujung panah) 19
5. Fraktur wajah tengah
Fraktur wajah tengah relatif jarang pada anak karena belum
berkembangnya sinus paranasal dan masih adanya gigi maxilla yang
belum tererupsi. Selain itu, maxilla anak yang masih lembek, spongy,
elastis, dan dilindungi oleh jaringan lemak turut menjadi penyebab
rendahnya insidens fraktur ini pada anak. Fraktur tipe ini paling sering
disebabkan oleh cedera berkecepatan tinggi sehingga sering disertai
cedera penyerta.1
Pola cedera os maxilla meliputi dentoalveolar (34,3%), zygoma
(30%), dan fraktur Le Fort (20%). Klasifikasi fraktur Le Fort pada anak
sama dengan dewasa. Adapun klasifikasi fraktur Le Fort sebagai berikut :
1,20
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 13/24
13
1. Fraktur Le Fort I (fraktur transmaxillaris) memisahkan os palatum
dan alveolaris dengan os maxilla. Fraktur ini menyusuri lantai
hidung, sinus maxillaris, dan lempeng pterygoid. Fraktur tipe ini
lebih sering terjadi pada anak yang lebih besar karena sinus
maxillarisnya lebih berkembang dan gigi permanennya telah
mengalami erupsi.
2. Fraktur Le Fort II (fraktur piramida) meliputi maxilla, sutura
nasofrontal, dan aspek medial dan lateral orbita sehingga
menghasilkan segmen berbentuk piramida yang mengambang.
3. Fraktur Le Fort III memisahkan wajah dengan kranium secara
komplit. Garis fraktur meliputi arkus zygomatikus, sutura
frontozygoma, dinding lateral dan medial orbita, sutura
nasofrontal, septum, dan lempeng pterygoid.
Gambar 10. Klasifikasi fraktur Le Fort 18
VII. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis trauma wajah pada anak dimulai dengan melakukan
anamnesis dengan menanyakan riwayat AMPLE (allergies, medications, past
history, last meal, events) untuk memperoleh informasi detail tentang riwayat
trauma.21 Setelah anamnesis dilakukan pemeriksaan fisis yang dimulai dengan
memeriksa kepala dan leher.9
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 14/24
14
Pasien dengan cedera jaringan lunak harus ditentukan terlebih dahulu
beberapa hal berikut, yaitu (1) jenis perlukaan (abrasi, kontusio, dll), (2) penyebab
cedera, (3) usia luka, (4) lokasi jaringan lunak, (5) derajat kontaminasi luka
sebelum, selama, dan setelah trauma, (6) ada tidaknya cedera penyerta, dan (7)
riwayat kesehatan umum pasien (alergi, obat yang pernah dikonsumsi). Lokasi
perlukaan harus menjadi perhatian karena setiap jenis kulit memiliki karakteristik
penyembuhan luka yang berbeda-beda.22
Pada pasien dengan trauma wajah, pemeriksaan fisis sering terhalang
oleh edema wajah. Wajah asimetris yang disertai edema, ekimosis, edema
periorbital, trismus, dan maloklusi merupakan tanda fraktur fasial. Pemeriksaan
fisis dilakukan dengan mengevaluasi wajah, kavum oris, leher, vertebra servikal,
mata, otoskopi, dan rinoskopi.1
Fraktur os nasal dapat didiagnosis dengan adanya deviasi, deformitas,
krepitus, step-off , dan edema di daerah hidung.10 Pemeriksaan awal sebaiknya
meliputi evaluasi intranasal untuk mengevaluasi hematoma septum dan jika
ditemukan harus dievakuasi. Sebaiknya dilakukan evaluasi ulang 3-4 hari setelah
edema berkurang untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang lebih akurat.
Neonatus yang mengalami trauma hidung sering ditemukan dengan deformitas
ujung hidung yang asimetris dengan bagian dorsum sering lurus. Hal ini dicurigai
terjadi akibat trauma lahir ataupun posisi intrauterin abnormal yang berlangsung
lama. 17
Pemeriksaan fisis mandibula sebaiknya mengevaluasi ROM mandibula,
open bite, occlusal deformity, dan cedera penyerta lainnya. Fraktur mandibula
dicurigai dari adanya nyeri, edema, oklusi abnormal, anestesi pada distribusi saraf
mentalis, perdarahan socket gigi, dan trismus.1
Gambaran klinik fraktur kompleks NOE berupa akar hidung yang datar
dan tertekan, telekantus (pelebaran jarak interpalpebra),10 perdarahan
subkonjungtiva,1,13 dan mobilitas tendon kantus medial pada palpasi bimanual.1,13
Tanda lain yang dapat ditemukan berupa rinore CSS,13 diplopia,13 edema
periorbita,13 ekimosis,13 dan cedera apparatus lakrimalis.10
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 15/24
15
Tanda diagnostik yang penting pada fraktur ZMC adalah perdarahan
subkonjungtiva,1,23 gangguan fungsi otot ekstraokuler (biasanya disertai
diplopia),23 pergerakan mandibula abnormal akibat keterbatasan gerakan
processus koronoid,1 epistaksis akibat perdarahan dari sinus maksillaris,1 dan
hilangnya sensasi sisi yang terkena sebagai akibat trauma pada n. Infraorbitalis.23
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada fraktur maxilla seperti
edema wajah berat, ekimosis orbita, dan maloklusi.13
Pemeriksaan oftalmologi dan neurologis lengkap penting mengingat
tingginya cedera penyerta yang mengenai mata dan saraf pada wajah.9
Pemeriksaan oftalmologi lengkap mencakup evaluasi riwayat penglihatan, visus,
persepsi cahaya, motilitas bola mata, dan pemeriksaan pupil, konjungtiva, dan
kelopak mata.1 Untuk pemeriksaan neurologis, pemeriksaan fungsi n. V dan
fungsi motorik n.VII merupakan hal yang penting.9 Adanya laserasi, kontusio,
dan abrasi di daerah inervasi saraf sebaiknya menjadi fokus pemeriksa. Gangguan
sensoris di dahi, pipi, dan bibir bawah sebaiknya dicurigai sebagai defisit fungsi n.
Fasialis.1
Pelaksanaan rangkaian pemeriksaan diagnostik bergantung status
hemodinamik pasien dan ada tidaknya cedera penyerta. Diagnosis dan
penatalaksanaan cedera yang mengancam jiwa dilakukan tanpa pemeriksaan
radiologis. Pemeriksaan foto polos yang dapat dilakukan untuk skrining awal
fraktur tulang wajah adalah posisi water’s, PA, dan lateral. Ketiga posisi ini dapat
mengidentifikasi sebagian besar fraktur.10 Namun demikian, pemeriksaan foto
polos untuk diagnosis fraktur tulang wajah pada pediatrik masih memiliki
keterbatasan karena rasio tulang cancellous lebih besar dibanding tulang kortikal
sehingga sering terjadi fraktur tipe greenstick yang terkadang tidak terbaca.9
Selain itu, gigi yang belum mengalami erupsi dan korteks tulang yang belum
berkembang turut mengaburkan visualisasi fraktur.17
Terdapat beberapa posisi yang dapat membantu menegakkan diagnosis
untuk cedera tulang wajah tertentu, yaitu :10
a. Posisi submental vertex ideal untuk mendiagnosis fraktur arkus zygoma
b. Posisi Towne’s untuk menilai kondilus mandibula
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 16/24
16
c. Oblik lateral kiri dan kanan untuk melihat korpus dan ramus mandibula
CT scan merupakan modalitas yang sering digunakan untuk pencitraan
fraktur wajah pada anak. Potongan axial dapat memberikan gambaran volume
orbita dan perubahan luas wajah akibat fraktur orbita dan maksilla. Proyeksi
koronal dapat memberikan informasi penting tentang fraktur kompleks NOE dan
fraktur dasar orbita. Potongan koronal penting untuk memperoleh informasi
akurat tentang pola fraktur, namun demikian proyeksi ini terkadang sulit untuk
diperoleh pada anak yang tidak kooperatif.17
CT scan dapat memberikan informasi yang lebih detail tentang struktur
jaringan lunak dan tulang dengan tambahan kemampuan memberikan rekonstruksi
3D.9 Pada pasien stabil, kepala, leher, dan wajah dapat dilakukan pemeriksaan
pada waktu yang bersamaan. Jika dicurigai adanya suatu fraktur orbita, harus
dilakukan pemeriksaan potongan axial dan koronal 2-3 mm melalui kavum
orbita.10
VIII. PENATALAKSANAAN
Wajah merupakan salah satu area yang kaya vaskularisasi, lebih resisten
terhadap infeksi, dan penyembuhan lukanya lebih cepat dibanding area lain di
tubuh.22 Pada cedera wajah selain masalah umum seperti kerusakan kulit, jaringan
lunak, maupun tulang perlu diperhatikan secara khusus cedera saraf sensorik
maupun motorik, kelenjar, dan saluran liur. Di samping itu, perlu diperhatikan
pula dampak cedera terhadap fungsi bicara, mengunyah, menelan, pernapasan,
dan penglihatan. Dampak jangka panjang seperti skar pada bibir, hidung, dan
kelopak mata serta aspek kosmetik perlu mendapat perhatian pada pengelolaan
luka.1
Trauma maxilofasial pada anak menunjukkan berbagai tantangan.
Meskipun prinsip penanganan trauma maksilofasial sama dengan kelompok umur
lain, teknik rekonstruksi harus mempertimbangkan anatomi yang masih
berkembang, kecepatan penyembuhan luka, imaturitas emosional, dan
kemungkinan deformitas jangka panjang sebagai konsekuensi gangguan
pertumbuhan wajah.24
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 17/24
17
Dasar tindakan terhadap luka pada wajah sama dengan luka pada daerah
lain, yaitu : 4
1. Pencucian luka dengan larutan garam fisiologis atau air hangat-hangat
kuku dengan tujuan untuk menghilangkan jaringan nonviable dan benda
asing di dalamnya
2. Debridemen
Debridemen sebaiknya tidak dilakukan atau kalau sangat perlu, dilakukan
seminimal mungkin. Hal ini disebabkan jaringan pada daerah luka yang
sangat minim dan suplai darah pada daerah wajah yang sangat baik
sehingga diharapkan penyembuhan luka lebih sempurna
3. Hemostasis
Merupakan tindakan yang esensial bagi penyembuhan luka karena
dengan hemostasis yang baik, hematom yang menjadi penghambat
penyembuhan dapat dihindari
4. Penjahitan luka
Tegangan jaringam, dead space, dan pengikatan yang terlalu erat harus
dihindari karena dapat mengganggu penyembuhan.
Cedera jaringan lunak pada anak dapat sembuh dengan cepat sehingga
memerlukan penanganan lebih awal. Beberapa luka sembuh dengan
meninggalkan skar hipertofik yang sering membutuhkan penanganan lebih lanjut
sehingga lebih bijaksana untuk memberi tahu kepada orang tua tentang
kemungkinan dibutuhkannya operasi kedua. Skar tebal terkadang membutuhkan
prosedur rekonstruktif oleh karena area yang tidak diterapi dapat menghambat
pertumbuhan jaringan, khususnya di area mandibula. Hilangnya jaringan lunak
wajah akibat avulsi ataupun luka bakar diperbaiki dengan trasplantasi kulit. Defek
di nasal, pada beberapa kasus, dengan graft aurikular dapat memberikan hasil
yang memuaskan.12
Kontusio jarang yang berakibat serius pada kulit. Penanganan kontusio
dengan observasi dan pembersihan sering memberikan hasil yang memuaskan.
Namun demikian, kontusio sering muncul bersama hematom.25 Hematom yang
masih berada pada stadium current jelly sebaiknya dievakuasi dengan insisi25
dan
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 18/24
18
dipasang pembalut lunak,26 sedangkan hematom yang telah membentuk cairan
harus diaspirasi dengan jarum.25 Walaupun hematom kecil di wajah sering
diabsorbsi spontan,25 terkadang hematom yang tidak diterapi membentuk
deformitas skar permanen.1 Pemberian preparat enzim proteolitik secara sistemik
terkadang tidak membantu.1
Penanganan laserasi dimulai dengan inspeksi untuk mencari struktur
yang mengalami kerusakan, lalu membersihkannya dengan penyikatan (brushing ),
irigasi tekanan, dan debridemen secara minimal tetapi bijaksana pada tepi jaringan
yang mengalami kontusi. Biasanya reseksi cukup 2 mm. Reparasi berlapis
kemudian dilakukan untuk mencapai luka yang datar dengan jaringan parut yang
minimal. Debridemen harus sangat konservatif pada daerah komisura oris,
kelopak mata, dan hidung bagian distal. Semua material asing harus diangkat pada
saat pemeriksaan awal.1
Seperti halnya orang dewasa, anak dengan trauma wajah harus dicurigai
adanya cedera duktus parotis dan n. Fasialis. Adanya laserasi sistem lakrimalis
juga harus dicurigai pada tiap luka yang terletak dekat dengan septi medial
kelopak mata.1 Laserasi saraf kranial dan duktus parotikus ditangani dengan
reparasi langsung26 dengan menggunakan jahitan permanen. Cedera duktus
parotikus harus dipasang stent selama minimal 2 minggu atau hingga kontinuitas
jaringan epitel dalam lumen telah mengalami perbaikan Selain itu, pasien juga
harus diberikan antibiotik selama 7-10 hari sehingga kelenjar tidak statis dan
mudah mengalami obstruksi (sialadenitis). Pemberian permen karet untuk
menstimulasi produksi saliva juga dapat dilakukan.15
Untuk cedera yang memerlukan tindakan operasi, terdapat beberapa hal
yang harus diperhatikan. Sebelum melakukan operasi, perlu dilakukan konsultasi
antara pasien dan ahli bedah agar dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
menyeluruh terhadap pasien. Konsultasi ini memberi kesempatan bagi ahli bedah
untuk menciptakan keakraban, atau paling tidak kepercayaan, antara anak dan
orang tua pasien dengan ahli bedah yang akan melakukan operasi. Pada
pertemuan ini dapat dibahas tentang diagnosis, perawatan paskaoperasi, dan
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 19/24
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 20/24
20
Pemberian salep antibiotik topikal harus dihentikan setelah 7 hari untuk mencegah
reaksi jaringan. Jika luka telah mengalami epitelisasi, biasanya 7-10 hari, gel skar
topikal dapat diberikan. Agen ini dapat mengurangi deposisi kolagen berlebihan.
Selama periode ini, sangat penting untuk mencegah kondisi basah dan panas yang
berlebihan, serta agen iritan yang dapat mengeksaserbasi respon inflamasi.15
IX. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat trauma wajah pada anak
sebagai berikut :
1. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik dapat terjadi karena hilangnya sejumlah darah
dari wajah yang kaya akan vaskularisasi. Hal ini dapat menjadi ancaman
jika darah tersebut masuk ke jalan napas.9
2. Gangguan airway
Dapat timbul akibat darah, sekret, ataupun obstruksi mekanik oleh
lidah.10 Intubasi oral lebih dipilih dibanding cricotirotomi dan tracheotomi
untuk mengatasi hal tersebut.9
3. Infeksi
Infeksi dapat terjadi, khususnya pada trauma yang berhubungan
dengan kavum oris dan sinus, luka dengan jaringan nekrotik, dan fraktur
terbuka.9
4. Laserasi wajah dapat menyebabkan transeksi apparatus lakrmalis, duktus
parotis, n. Trigeminus, dan n. Fasialis.10
5. Deformitas
Fraktur wajah tengah dapat menyebabkan deformitas tulang jangka
panjang. Fraktur kompleks NOE dan fraktur nasal berat dapat
menyebabkan deformitas hidung pelana ataupun deviasi septum.
Keduanya juga dapat menghambat pertumbuhan wajah tengah karena
adanya hubungan antara ethmoid, vomer, septum, dan maksilla yang
berkontribusi terhadap proyeksi wajah.27
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 21/24
21
Fraktur kondilus madibula biasanya sembuh dengan baik pada
anak-anak dan fungsinya dapat kembali normal dengan cepat. Namun
demikian, orang tua harus diinformasikan tentang risiko restriksi
pertumbuhan jangka panjang yang lebih sering pada fraktur tipe ini,
khususnya pada anak-anak. Fraktur ini dapat menyebabkkan maloklusi
dengan deviasi pada sisi yang terkena yang tidak dapat dideteksi hingga
erupsi gigi permanen.27
6. Masalah psikologis
Skar pada wajah dapat menyebabkan masalah psikologis
berkepanjangan pada anak.10
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 22/24
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Younes AA, Faust RA. Maxillary fractures in children. [Online]. Apr 12
2012. [Cited: 18 Oktober 2012]. Available from URL :
http://emedicine.medscape.com/article/872768-overview
2. Hawramy, FA. Maxillofacial trauma among children below 15 years in
Sulaimani city/iraq . Kufa Med.Journal 2011.VOL.14.No.1
3. Galiano AA, et al. Pediatric facial fractures: children are not just small
adults. [Cited: 18 Oktober 2012]. Available from URL :
http://radiographics.rsna.org/content/28/2/441.full.pdf+html
4. Rieuwpassa AJ, Malawat H. Trauma muka. Dalam : Naskah lengkap
simposium kecelakaan lalu lintas. Ujung Pandang : Ikatan Ahli Bedah
Indonesia. 1976. hal. 117-121
5. Japardi, Iskandar. Anatomi tulang tengkorak . [Cited: 18 Oktober 2012].
Available from URL :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1985/1/bedah-
iskandar54.pdf
6. Luhulima JW. Colli facialis. Dalam : Anatomi umum & colli facialis.
Makassar : Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. 2010. hal. 97
7. Crouch, Andre. Facial trauma. [Cited: 18 Oktober 2012]. Available from
URL : http://open.umich.edu/sites/default/files/3486/Lecture11-
advancedemergencytraumacourse-maxillofacialtrauma.ppt
8. Scariot, Rafaela, Et Al. Maxillofacial injuries in a group of brazilian subjectsunder 18 years of age. J Appl Oral Sci. 2009;17(3):195-8
9. Ghaderi B, Dado D. Facial Injuries. In : Pediatric surgery. Texas : Landes
Bioscience. 2000. p. 120-122
10. Shah BR, Lucchesi M. Maxillofacial trauma. In : Atlas of pediatric
emergency medicine. The Mc Graw-Hill Companie. 2007
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 23/24
23
11. SV Kumaraswamy, et al. Pediatric injuries. In : Maxillofacial trauma : a 5
year study. J Maxillofac Oral Surg 8(2):150 – 153
12. Converse JM, Dingman RO. Facial injuries in children. [Cited: 18 Oktober
2012]. Available from URL :
http://famona.sezampro.rs/medifiles/plastic/converse/co260794.pdf
13. Krakovitz PR, Koltai PJ. Facial and middle ear trauma. In : Current
pediatric therapy 18th ed . Pensylvania : Elsevier. 2007
14. Dufresne CR. Manson PN. Pediatric facial trauma. [Cited: 18 Oktober 2012].
Available from URL :http://images.bplastik.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SS6
1igoKCtIAAF361Ic1/Pediatric%20Facial%20Trauma.ppt?key=bplasti
k:journal:78&nmid=139342936
15. Hogg NJV, Horswell BB. Soft tissue pediatric facial trauma: a review. J Can
Dent Assoc 2006; 72(6):549 – 52
16. Freiberg, A. Craniofacial fractures. In : Plastic Surgery. [Cited: 18 Oktober
2012]. Available from URL :
http://www.angelfire.com/md2/liaquatian/PlasticSurg.pdf
17. Pachigolla R, Quinn FB. Pediatric facial trauma. [Cited: 18 Oktober 2012].
Available from URL : http://www.utmb.edu/otoref/grnds/ped-facial-
trauma-9905/ped-facial-trauma-9905.htm
18. The Royal Children’s Hospital Melbourne Team. Maxillofacial injury. [Cited:
18 Oktober 2012]. Available from URL :
http://www.rch.org.au/paed_trauma/manual/115_Maxillofacial_injury
19. Kaewlai, Rathachai. Zygomaticomaxillary complex (zmc) fracture. Dec 6
2009. [Cited: 18 Oktober 2012]. Available from URL :
http://radiologyinthai.blogspot.com/2009/12/zygomaticomaxillary-
complex-zmc.html
20. Jeffrey AN, et al. Facial trauma. In : Surgery basic science and clinical
evidence. San Fransisco : Springer. 2000. p. 2011-3
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma
http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 24/24
21. Hollier L, Patrick Kelley. Soft tissue and skeletal injuries of the face. In :
Grabb & Smith’s Plastic Surgery 6 th ed . Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins. 2007. p. 315-31
22. Way LW. Plastic & reconstructive surgery. In : Current Surgical Diagnosis
& Treatment 11th ed . India : McGraw-Hill Companies. 2003. p. 1252-
3
23. Schrock, TR. Fraktur tulang-tulang muka. Dalam : Ilmu Bedah (Handbook of
surgery) ed. 7 . Jakarta : EGC. 2005. hal. 371-3
24.
Arensman, RM. Preoperative care. In : Pediatric surgery. Texas : LandesBioscience. 2000. p. 2-3
25. Schultz, RC. Soft tissue injuries of the face. In : Grabb & Smith’s Plastic
surgery 5th ed . Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2009. p.
227-32
26. Manson, Paul. Cedera wajah. Dalam : Terapi bedah mutakhir ed 4. Jakarta :
Binarupa Aksara. 1997. hal. 472-84
27. Hogg NJV, Horswell BB. Hard tissue pediatric facial trauma: a review. J
Can Dent Assoc 2006; 72(6):555 – 8