pedoman penanggulangan bencana rsgj
DESCRIPTION
dok RSTRANSCRIPT
PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA
(HOSPITAL DISASTER PLAN)
RUMAH SAKIT GRAHA JUANDA
http://documents.tips/documents/pedoman-penanggulangan-bencana.html
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana bisa terjadi dimana saja, baik dirumah sakit maupun di luar rumah sakit,
merupakan suatu potensi ataupun suatu resiko yang harus kita terima. Hal ini bisa
terjadi karena faktor alam, yang disebut bencana alam, serta bencana industri, yang
disebabkan karena human error, atau kecelakaan karena sifat bahan / material yang
diolah dan sifat pekerjaan yang mengandung sumber bahaya.
Bencana terjadi setiap saat, dengan rangkaian mata rantai terakhir berupa kerugian
moril materil, begitu juga banyaknya korban akibat bencana tersebut. Kehilangan
anggota keluarga, kehilangan sumber pencaharian, kehilangan rumah, mobil, bahkan
kehilangan nyawa, belum lagi gangguan psikologis akibat trauma yang ditimbulkan
bencana tersebut. Untuk dapat mengurangi jumlah korban jiwa manusia akibat
bencana ini, perlu adanya usaha pertolongan medik darurat (pra-rumah sakit dan
atau di rumah sakit) yang melibatkan berbagai unsur kesehatan di berbagai instansi
pemerintah maupun swasta secara terpadu dan terintegrasi. Sehingga diperlukan
adanya suatu upaya kesiapsiagaan dan kewaspadaan dalam memberikan
pertolongan medik darurat terutama di rumah sakit (Hospital Disaster Planning).
Dalam usaha efektivitas pelaksanaan penanggulangan bencana tersebut maka
dengan ini disusun buku Pedoman Penanggulangan Bencana yang diberlakukan di
Rumah Sakit Graha Juanda.
B. Tujuan
a. Sebagai pedoman dalam menanggulangi bencana yang terjadi baik dari dalam
maupun dari luar rumah sakit yang mengenai pegawai, pasien, pengunjung dan
masyarakat sekitar.
b. Menentukan tanggung jawab dari masing-masing personel dan unit kerja pada
saat terjadinya bencana
c. Sebagai acuan dalam penyusunan standar prosedur operasional dalam
penanggulangan kegawat daruratan
BAB II
BATASAN DISASTER/ BENCANA
1. Pengertian
Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak atau secara
berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan yang normal atau
kerusakan ekosistem sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk
menolong dan menyelamatkan manusia beserta lingkungannya.
Bencana (disaster) pada dasarnya merupakan suatu kejadian dimana terdapat
korban manusia, kerusakan materi, kebutuhan yang melebihi sumber daya lokal
dan terganggunya mekanisme kehidupan sehari-hari. Korban masal adalah
banyaknya korban dengan penyebab kejadian yang sama, sehingga
membutuhkan pertolongan medik yang lebih memadai dalam hal fasilitas
maupun tenaga sehingga dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat.
Sistem penatalaksanaan korban bencana massal adalah satu kelompok yang
terdiri dari, unit-unit organisasi dan sektor-sektor yang bekerjasama dengan
menggunakan tatacara tetap untuk meminimalkan tingkat kematian dan
kecacatan korban bencana masal dengan menggunakan segala sumber daya yang
ada secara efisien.
Sistem penatalaksanaan korban bencana massal didasarkan pada :
1. Tatacara penilaian awa, dipergunakan dalam prosedur kegawatdaruratan
rutin yang dapat diadaptasi untuk kecelakaan-kecelakaan besar.
2. Penggunaan sumber daya secara maksimal
3. Persiapan dan respon multi sektoral
4. Koordinasi yang terencana baik dan teruji
Triase
Adalah tindakan pemilihan korban sesuai kondisi kesehatannya untuk mendapat
label tertentu dan kemudian dikelompokan serta mendapatkan pertolongan/
penanganan sesuai dengan kebutuhan.
Korban akan terbagi dalam lima kondisi kesehatan sebagai berikut :
a. Label hijau
Korban yang tak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat
ditunda, mencakup korban dengan :
- Fraktur minor
- Luka minor, luka bakar minor
b. Label kuning
Korban dengan cidera berat yang perlu mendapatkan perawatan khusus dan
kemudian dapat dipulangkan atau dirawat dirumah sakit atau dirujuk ke
rumah sakit lain, termasuk dalam kategori ini :
- Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma
abdomen berat)
- Fraktur disable
- Luka bakar luas
- Gangguan kesadaran / trauma kepala
c. Label merah
Korban dengan cidera berat yang memerluka observasi ketat, kalau perlu
tindakan operasi, dengan kemungkinan harapan hidup yang masih besar dan
memerlukan perawatan rumah sakit atau rujuk ke rumah sakit lain, termasuk
dalam kategori ini :
- Syok oleh berbagai kausa
- Gangguan pernafasan
- Trauma kepala dengan pupil anisokor
- Perdarahan eksternal massal
d. Label hitam
Korban yang sudah meninggal dunia. Ditempatkan di lobi belakang (area
poliklinik)
Siaga
adalah suatu keadaan dimana pada waktu yang bersamaan korban di rumah
sakit dalam jumlah yang besar sehingga memerlukan penanggulangan khusus,
dan dapat terjadi didalam maupun diluar jam kerja.
Pesan Siaga dari Pusat Komunikasi (dibagian umum) harus disampaikan langsung
kepada IGD (melalui telepon) informasi ini harus diterima langsung oleh perawat
atau dokter jaga, kemudian berkoordinasi dengan Direktur, manajer pelayanan
dan koordinator perawat mengaktifkan rencana penanggulangan bencana
rumah sakit. Setelah itu operator akan memanggil/memobilisasi tenaga
penolong tercantum dalam daftar.
Berdasarkan kondisi dan kemampuan rumah sakit, maka kondisi siaga dibagi
menjadi dua tingkat :
a. Siaga I (satu) : Jumlah korban 10 – 20 orang
Jumlah korban melebihi kapasitas IGD RS Graha Juanda, sehingga harus
dibantu dengan memobilisasi petugas dari unit kerja lain, tapi masih
terbatas didalam lingkungan rumah sakit.
Pekerjaan rutin sebagian tertunda, sebagian masih dapat dilakukan
tanpa terganggu
b. Siaga II (dua) : lebih dari 20 Orang
Jumlah korban melebihi kemampuan pelayanan IGD, sehingga harus
memobilisasi sebagian besar petugas RS Graha Juanda termasuk karyawan
yang sedang tidak bertugas
2. Kategori Bencana / Disaster
Yang termasuk dalam kategori bencana/disaster di Rumah Sakit :
a. Intern
Bencana yang berasal dari intern rumah sakit dan menimpa rumah sakit
dengan segala objek vitalnya yaitu pasien, pegawai, material dan dokumen.
Contoh : kebakaran di rumah sakit.
b. Ekstern
Bencana bersumber asal dari luar rumah sakit yang dalam waktu singkat
mendatangkan korban bencana dalam jumlah melebihi rata-rata keadaan
biasa sehingga memerlukan penanganan khusus dan mobilisasi tenaga
pendukung lainnya.
Contoh : korban keracunan massal, korban kecelakaan massal, bencana alam,
dll.
BAB III
STAF DAN PIMPINAN
Kepengurusan
1. Jabatan ketua Tim Penanggulangan Bencana adalah seorang dari profesi
medis yang senior dan mempunyai pengalaman di bidang penanganan
bencana serta benar-benar ahli didalam mengelola operasi
penanggulangan bencana
2. Koordinator Tim Penanggulangan Bencana adalah seorang dari pimpinan
unit pelayanan umum, pelayanan medik, namajer logistik, manajer
keuangan dan humas, yang terampil serta mempunyai kemampuan, skill
dan pengetahuan yang memadai
Masa Kerja
Masa kerja dari Ketua Tim Penanggulangan Bencana tidak tak terbatas dan
bisa ditetapkan untuk masa kerja 5 tahun dan dapat dipilih kembali.
BAB IV
ORGANISASI DAN TATA KERJA
KEDUDUKAN TIM PENANGGULANGAN BENCANA
1. Tim penanggulangan bencana adalah wadah nonstruktural dibawah
Direktur Rumah Sakit
2. Tim Penanggulangan Bencana dipimpin oleh Ketua Tim sebagai pemegang
komando (Incident Commander)
3. Keanggotaan Tim Penanggulangan Bencana terdiri dari 5 Koordinator,
yaitu :
Koordinator Humas
Koordinator Petugas Lapangan
Koordinator Logistik
Koordinator transportasi dan akomodasi
Koordinator Dana
TUGAS FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB
No Jabatan Tugas dan Tanggung Jawab
1 Komandan Tim
Penanggulangan Bencana
- Penentuan kebijakan
penanggulangan keadaan darurat
bencana
- Pimpinan tertinggi dalam
penanggulangan bencana
- Mengkoordinir para koordinator
dibawahnya
- Melakukan koordinasi dengan
pihak internal maupun eksternal
- Bertanggung jawab untuk menjaga
keselamatan personel
penanggulangan insiden,
masyarakat dan penyelesaian
tugas-tugas operasi
penanggulangan insiden
2 Koordinator Humas (Public
Relation Section)
- Meliput secara kronologis kejadian
dan usaha penanggulangan
keadaan darurat
- Membuat dokumentasi
- Memberikan informasi kepada
instansi berwenang mengenai
kejadian serta mengatur dan
melayani pejabat, pers, media
massa yang datang untuk meminta
informasi yang dibutuhkan yang
berkaitan dengan kejadian, bila
diperlukan
3 Koordinator perencana dan - Membuat perencanaan kegiatan
operasional (Petugas
Lapangan)
(incident action plan)
- Bertanggung jawab untuk
menerima dan melaksanakan
Incident Action Plan (IAP)
- Untuk insiden yang lebih besar
sekalanya atau lebih komplek. IAP
dibuat dalam bentuk dokumen
tertulis dan dibawah arahan
Komandan Tim
- Melapor kepada Komandan Tim
- Menentukan sumber daya dan
organisasi yang diperlukan
4 Koordinator Logistik - Menyediakan fasilitas pelayanan
(alat komunikasi, alat medis, food
supply), material dan personil
untuk mengoperasikan peralatan
medis
- Memegang peranan penting dalam
mendukung operasi untuk jangka
panjang
5 Koordinator transportasi
dan akomodasi
- Melaksanakan koordinasi
kelancaran transportasi
dilingkungan terjadinya bencana
guna menunjang kelancaran
penanggulangan keadaan darurat
- Mengatur persiapan transportasi
- Mempersiapkan akomodasi semua
anggota tim
6 Koordinator Dana - Mempersiapkan kebutuhan dana
untuk keperluan semua
operasional semua anggota tim
- Menelusuri biaya penanggulangan
insiden dan penggantian biaya
- Membukakan semua biaya untuk
operasi penanggulangan bencana
PENGELOLAAN SDM
1. Kesiapan sebelum penugasan
2. Prosedur penugasan
3. Prosedur demobilisasi
Kesiapan sebelum penugasan
Persiapkan diri sebelum ada penugasan.
Ikuti pelatihan-pelatihan yang diperlukan.
Mengenali posisi apa yang akan anda tempati dalam organisasi
penanggulangan insiden, akan membantu dalam persiapan.
memiliki daftar periksa / Checklist untuk semua kebutuhan yang
diperlukan ini.
Sebuah “Go Kit” sebelumnya akan menghemat waktu antara pengerahan
dan check in.
Go Kit anda diharapkan terdiri dari barang-barang yang akan diperlukan
dalam setiap
insiden:
Tanda pengenal
Pena, pensil, spidol
Kertas
Formulir-formulir ICS dan lainnya
Kebijakan, prosedur, dan instruksi yang akan diperlukan dalam
penanganan
Peta/tataletak
Selotip dan paku tancap
Clipboard
Beberapa barang-barang keperluan pribadi yang juga perlu dimasukkan
dalam Go Kit anda diantaranya adalah sebagai berikut:
Satu atau lebih pakaian ganti (termasuk sepatu), khususnya jika anda
akan
dikerahkan beberapa periode waktu.
Jaket
Lampu senter
Obat-obatan
Makanan ringan
Bacaan dan radio tape player untuk pengisi waktu istirahat.
Prosedur Penugasan
Cari atasan langsung anda untuk mendapatkan informasi penting untuk
melakukan pekerjaan anda:
Apa status terkini?
Apa tanggung jawab kerja anda yang khusus
Kapan anda harus melapor dan dimana?
Apa penugasan anda?
Kepada siapa anda akan melapor (nama, jabatan)?
Berapa lama anda akan ditugaskan?
Apa peran anda? Apakah anda punya otoritas untuk mengambil
keputusan? Apakah anda seorang Supervisor? Jika ya, berapa orang yang
akan anda awasi?
Prosedur apa yang berlaku untuk menghubungi Supervisor anda sehari-
hari?
Bagaimana keluarga anda dapat menghubungi anda bila dalam keadaan
darurat?
Buat catatan selama briefing, khususnya bila anda memiliki bawahan
yang juga perlu mendapatkan briefing dari anda.
Buat catatan terhadap kegiatan-kegiatan yang anda lakukan, yang
mungkin akan diperlukan dikemudian hari.
Prosedur Demobilisasi
Persiapkan diri sebelum ada penugasan.
Demobilisasi tidak hanya sekedar pulang ke rumah.
Semua pekerjaan yang sedang berlangsung harus sudah selesai, kecuali
ada arahan lain.
Pastikan semua catatan dan dokumen anda sudah diperbaharui
Berikan penjelasan pada pengganti anda atau Supervisor anda tentang
status darisemua pekerjaan
Berikan penjelasan pada bawahan anda dan perkenalkan pengganti anda,
jika diperlukan.
Kembalikan atau alihkan semua peralatan yang menjadi tanggung jawab
anda.
Ikuti prosedur check out yang berlaku sebelum meninggalkan lokasi
BAB V
PERENCANAAN LOGISTIK, KOMUNIKASI, DAN KOORDINASI
PERENCANAAN LOGISTIK
Pos Komando Penanggulangan Insiden
Tempat yang berfungsi sebagai pusat komando utama.
Seorang Incident Commander bertempat di sini.
Tanggungjawab pertama seorang Incident Commander adalah memberikan
perintah.
Dengan memberikan perintah, berarti juga memberikan arahan dan otoritas /
kewenangan serta komunikasi yang jelas dalam penanggulangan insiden.
Sebuah syarat dimana seorang Incident Commander dapat memberikan perintah
adalah dengan mendirikan Incident Commando Pos (ICP) pada setiap insiden
Lokasi ICP harus diumumkan kepada semua penanggungjawab dan disebarluaskan
sehingga semua personil mengetahui lokasinya.
Staging Areas
Lokasi-lokasi yang didirikan di daerah insiden dimana sumber daya (orang,
peralatan, dll) ditempatkan sambil menunggu penugasan.
Staging Area dikelola dibawah koordinator perencanaan dan operasional.
Apabila insiden berkembang, tambahan sumberdaya diperlukan untuk
penanggulangan insiden. Untuk menghindari masalah yang dapat terjadi dari
penumpukan terlalu banyak sumberdaya dan untuk mengelola sumber daya yang
tersedia secara efektif, Ketua Tim akan mengidentifikasi kebutuhan untuk satu atau
lebih Staging Area
Sama dengan ICP, Staging Area diberikan nama dan identifikasi.
Staging Area dapat dipindahkan jika diperlukan, tetapi harus selalu dapat
diidentifikasi dengan jelas.
Base
Base memberikan pelayanan utama dan aktivitas pendukung untuk
penanggulangan
insiden.
Base digunakan untuk menyediakan tempat untuk sumberdaya yang out-of-
service.
Base adalah tempat dimana Koodinator Logistik /Logistic Section dan barang –
barang supply ditempatkan.
Kebutuhan atau fasilitas lain yang mungkin diperlukan, bergantung pada faktor-
faktor
khusus dalam sebuah insiden, seperti
Camp
Camp terpisah dari Incident Base, dilengkapi dengan fasilitas dan tenaga untuk
menyediakan makanan, air, tempat tidur dan sanitasi untuk personil
penanggulangan insiden
PERALATAN
Set Penanggulangan Bencana Bag
Alat komunikasi telepon, yang dapat dipergunakan untuk hubungan dengan seluruh
satuan kerja RS dan juga hubungan dengan luar RS Semen Gresik
PERENCANAAN KOMUNIKASI DAN KOORDINASI PROSES PENGAKTIFAN TIM
PENANGGULANGAN BENCANA
Penerima berita pertama
Bila jam kerja bisa langsung melaporkan kepada TPB (Tim Penanggulangan Bencana)
Bila diluar jam kerja, penerima berita bisa menyampaikan berita tersebut kepada
supervisor, kemudian supervisor meneruskan berita kepada Ketua TPB.
Komandan Tim penanggulangan bencana (TPB) :
a. Menginformasikan kepada koordinator – koordinator dibawahnya untuk
mempersiapkan semua persiapan TPB (sesuai uraian tugas diatas)
b. Mengkoordinasikan situasi dan kondisi bencana kepada unit – unit terkait untuk
langkah-langkah berikutnya.
EVALUASI
Koordinator humas segera melakukan evaluasi penanganan bencana sebagai berikut :
1. Mengadakan penelitian dan laporan yang telah dilakukan terhadap korban selama
proses penanganan korban bencana.
2. Mengambil langkah dalam usaha memberikan pelayanan kepada pasien pasca bencana.
3. Mengevaluasi proses kegiatan dan kendala – kendala yang dihadapi Tim
Penanggulangan Bencana untuk perbaikan apabila terjadi bencana selanjutnya
BAB VI
PROSEDUR PENANGGULANGAN BENCANA DI RUMAH SAKIT
PENATALAKSANAAN KORBAN BENCANA MASSAL RUMAH SAKIT
Proses Penyiagaan
Pesan siaga dari pusat komunikasi harus disampaikan langsung kepada Instalasi Gawat
Darurat (melalui telepon atau radio). Informasi ini harus diterima langsung oleh perawat
atau dokter jaga. Kemudian bekerja sama dengan petugas administrasi (perawat dibagian
administrasi, Kepala RS, Direktur Bidang Medis), keputusan mengaktifkan rencana
penatalaksanaan korban bencana massal di rumah sakit, akan dibuat. Setelah itu operator
telepon Rumah Sakit akan mulai memanggil/memobilisai tenaga penolong yang tercantum
dalam daftar
Mobilisasi
1. Tim Siaga Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit
Jika kecelakaan terjadi dalam radius 20 menit dari Rumah Sakit, Tim Siaga
Penanggulangan Bencana di RS akan segera di berangkatkan ke lokasi kejadian.
Jika kecelakaan tersebut terjadi dalam jarak lebih dari 20 menit dari RS, tim tersebut
hanya akan diberangkatkan berdasarkan permintaan Tim Kesehatan Daerah.
2. Petugas Rumah Sakit
a. Petugas Kunci
Bila terjadi bencana massal, rumah sakit harus segera menghubungi tenaga utama
Rumah Sakit tersebut (Direktur Rumah Sakit, Kepala Pelayanan Medik, Kepala
Urusan Rumah Tangga, Petugas Gudang, dan semua anggota tim Hospital Disaster
Plan)
b. Pengerahan Petugas
Mobilisasi Internal Petugas Rumah Sakit Petugas Unit Gawat Darurat yang
diberangkatkan ke lokasi kecelakaan harus segera digantikan dengan petugas dari
keperawatan lain. Petugas dari bagian lain juga harus membantu mempersiapkan
ruangan yang akan dipergunakan untuk menampung korban kecelakaan massal
tersebut.
Mobilisasi Sentripetal Petugas Rumah Sakit
Bantuan harus diberikan kepada unit-unit utama dalam penanggulangan
kecelakaan missal di rumah sakit, yaitu unit gawat darurat, unti bedah, kamar
operasi, laboratorium, radiologi dan unit perawatan intensif, dan petugas-petugas
lain seperti Kepala Perawat, petugas dapur, ruang cuci, petugas gudang, petugas
keamanan dan operator telepon harus pula dimobilisasi.
c. Koordinasi dengan sektor lain
Sesuai dengan rencana penatalaksanaan korban bencana massal nasional, rumah
sakit akan berkoordinasi dengan sektor-sektor berikut :
1. Kepolisian
Rencana penatalaksanaan korban bencana massal nasional mencakup
pengiriman langsung tenaga kepolisian dalam jumlah memadai ke rumah sakit
segera setelah adanya bencana massal diumumkan secara resmi.
Tenaga kepolisian ini akan membantu pengamanan rumah sakit dengan
perhatian utama untuk mengamankan daerah dimana korban diterima dan
semua pintu masuk ke rumah sakit. Jika dalam 15 menit setelah bencana massal
diumumkan Polisi tidak menghubungi rumah sakit, operator telepon harus
menghubungi pusat komunikasi, pusat penanggulangan gawat darurat, atau
markas besar kantor polisi di daerah tersebut.
2. Koordinasi dengan Palang Merah
Palang Merah akan mengirimkan dua tim sukarelawan yang telah dilatih khusus
ke rumah sakit dimana tim pertama akan bekerja di unit gawat darurat
sedangkan tim lainnya dapat ditempatkan dimana saja tenaga mereka
dibutuhkan.
3. Operator Radio Amatir
Operator radio amatir akan menghubungi Kepala Rumah Sakit dan akan
menempatkan peralatan dimana dibutuhkan. Jika palang merah dan asosiasi
radio amatir tidak menghubungi Rumah Sakit dalam 30 menit setelah kejadian
bencana diumumkan, kepala rumah sakit menghubungi melalui Pusat
Komunikasi Gawat Darurat Pos Komando di Rumah Sakit.
Disetiap rumah sakit harus disediakan satu ruangan yang akan difungsikan sebagai
Pos Komando selama bencana massal terjadi. Sebaiknya ruangan ini sudah dilengkapi
dengan radio dan telepon, atau telah dipersiapkan untuk pemasangan alat komunikasi
tersebut. Ruangan ini harus mudah ditemukan/dicapai, dan cukup untuk menampung
hingga 10 petugas.
Tim inti dari Pos Komando di Rumah Sakit ini beranggotakan :
a. Kepala Rumah Sakit
b. Kepala Bidang Pelayanan Medik
c. Kepala Urusan Rumah Tangga
d. Sekretaris
e. Humas (yang akan berhubungan dengan keluarga korban dan media massa)
Pengosongan Fasilitas Penerima Korban
Harus diusahakan untuk menyediakan tempat tidur di rumah sakit untuk
menampung korbana bencana massal yang akan dibawa ke rumah sakit tersebut. Untuk
menampung korban, pos komando rumah sakit harus segera memindahkan para penderita
rawat inap yang kondisinya telah memungkinkan untuk dipindahkan.
Perkiraan Kapasitas Rumah Sakit
Daya tampung rumah sakit ditetapkan tidak hanya berdasarkan jumlah tempat tidur
yang tersedia, tetapi juga berdasarkan kapasitasnya untuk merawat korban. Dalam suatu
kecelakaan massal, “permasalahan” yang muncul dalam penanganan korban adalah
kapasitas perawatan Bedah dan Unit
Perawatan Intensif.
Korban dengan trauma multipel, umumnya akan membutuhkan paling sedikit dua
jam pembedahan. Jumlah kamar operasi efektif (mencakup jumlah kamar operasi, dokter
bedah, ahli anastesi dan peralatan yang dapat berjalan secara simultan) merupakan
penentu kapasitas perawatan bedah, dan lebih jauh kapasitas rumah sakit dalam merawat
korban.
Perkiraan kapasitas rumah sakit dalam menolong korban bencana massal harus
segera diputuskan oleh Komandan Tim Penanggulangan Bencana Rumah Sakit, dan segera
menginformasikannya kepada Pos Komando dilapangan sehingga korban dengan status
“merah” dapat dibawa ke fasilitas kesehatan lainnya jika jumlah korban sudah melampaui
kapasitas rumah sakit dalam menerima korban bencana massal.
Penerimaan korban
Lokasi Tempat penerimaan korban di rumah sakit adalah tempat dimana triase
dilakukan. Untuk itu dibutuhkan :
1) Akses langsung dengan tempat dimana ambulans menurunkan korban.
2) Merupakan tempat tertutup
3) Dilengkapi dengan penerangan yang cukup
4) Akses yang mudah ke tempat perawatan utama seperti Unit Gawat Darurat, Kamar
Operasi, dan Unit Perawatan Intensif.
Jika penatalaksanaan pra-Rumah sakit dilakukan secara efisien, jumlah korban yang
dikirim ke rumah sakit akan terkontrol sehingga setelah triase korban dapat segera dikirim
ke unit perawatan yang sesuai dengan kondisi mereka. Tetapi jika hal ini gagal akan sangat
banyak korban yang dibawa ke rumah sakit, sehingga korban-korban tersebut harus
ditampung dulu dalam satu ruangan sebelum dapat dilakukan triase. Dalam situasi seperti
ini daya tamping rumah sakit akan segera terlampaui.
Tenaga Pelaksana
Petugas triase di rumah sakit akan memeriksa setiap korban untuk konfirmasi triase
yang telah dilakukan sebelumnya, atau untuk melakukan kategorisasi ulang status
penderita. Jika penatalaksanaan pra-rumah sakit cukup adekuat, triase di rumah sakit dapat
dilakukan oleh perawat berpengalaman di unit gawat darurat. Jika penanganan pra-rumah
sakit tidak efektif, sebaiknya triase di rumah sakit dilakukan oleh dokter gawat darurat atau
oleh ahli anastesi yang berpengalaman.
Hubungan dengan Petugas Lapangan
Jika sistem penatalaksanaan korban bencana massal telah berjalan dengan baik akan
dijumpai hubungan komunikasi yang konstan antara pos komando rumah sakit, pos medis
lanjutan, dan pos komando lapangan. Dalam lingkungan rumah sakit, perlu adanya aliran
informasi yang konstan antara tempat triase, unit-unit perawatan utama dan pos komando
rumah sakit. Ambulans harus menghubungi tempat triase di rumah sakit lima menit
sebelum ketibaannya di rumah sakit.
Tempat Perawatan Di Rumah Sakit
Tempat Perawatan Merah
Untuk penanganan korban dengan trauma multipel umumnya dibutuhkan
pembedahan sedikitnya selama 2 jam. Di kota-kota atau di daerah-daerah
kabupaten dengan jumlah kamar operasi yang terbatas, hal ini mustahil untuk
dilakukan sehingga diperlukan tempat khususdimana dapat dilakukan perawatan
yang memadai bagi korban dengan status “merah”. Tempat perawatan ini disebut
“Tempat Perawatan Merah” yang dikelola oleh ahli anastesi dan sebaiknya
bertempat di Unit Gawat Darurat yang telah dilengkapi dengan peralatan yang
memadai dan disiapkan untuk menerima penderita gawat darurat.
Tempat Perawatan Kuning
Setelah triase korban dengan status “kuning” akan segera dipindahkan ke
perawatan bedah yang sebelumnya telah disiapkan untuk menerima korban
kecelakaan massal. Tempat ini dikelola oleh seorang dokter. Di tempat perawatan
ini secara terus menerus akan dilakukan monitoring, pemeriksaan ulang kondisi
korban dan segala usaha untuk mempertahankan kestabilannya. Jika kemudian
kondisi korban memburuk, ia harus segera dipindahkan ketempat “merah”.
Tempat Perawatan Hijau
Korban dengan kondisi “hijau” sebaiknya tidak dibawa ke rumah sakit, tetapi
cukup ke puskesmas atau klinik-klinik. Jika penatalaksanaan prarumah sakit tidak
efisien, banyak korban dengan status ini akan dipindahkan ke rumah sakit. Tempat
khusus untuk korban dengan status “hijau” ini berada jauh dari unit perawatan
utama lainnya. Jika memungkinkan, korban dapat dikirim ke puskesmas atau klinik
terdekat.
Tempat Untuk Korban Dengan Hasil Akhir / Prognosis Jelek
Korban-korban seperti ini, hanya akan membutuhkan perawatan suportif,
sebaiknya ditempatkan di perawatan / bangsal yang telah dipersiapkan untuk
menerima korban bencana massal
Tempat Untuk Korban Yang Meninggal Dunia
Sebagai bagian dari rencana penatalaksanaan korban bencana missal di
rumah sakit harus disiapkan suatu ruang yang dapat menampung sedikitnya
sepuluh korban yang telah meninggal dunia.
EVAKUASI SEKUNDER
Pada beberapa keadaan tertentu seperti jika daya tampung rumah sakit terlampaui,
atau korban membutuhkan perawatan khusus (misalnya bedah saraf), korban harus
dipindahkan ke rumah sakit lain yang menyediakan fasilitas yang diperlukan penderita.
Pemindahan seperti ini dapat dilakukan ke rumah sakit lain dalam satu wilayah, ke daerah
atau provinsi lain, atau bahkan ke negara lain.
Pos komando rumah sakit akan mengirim berita tentang permintaan evakuasi
korban dari rumah sakit kepada petugas medik di pusat penanggulangan gawat darurat
yang akan melakukan kontak dengan rumah sakit tujuan dan mengatur pelaksanaan
pemindahan korban tersebut.
BAB VII
PROGRAM PENANGGULANGAN BENCANA
DARI LUAR RUMAH SAKIT
METODOLOGI
Bencana dari luar rumah sakit akan mendatangkan korban yang bersifat massal,
karenanya berdasarkan jumlah korban yang datang bencana dengan korban massal dibagi
menjadi 3 tingkat yaitu :
1. Siaga 3 : jumlah korban yang datang 3 – 4 orang saja
2. Siaga 2 : jumlah korban yang datang 5 – 10 orang
3. Siaga 1 : jumlah korban yang datang lebih dari 10 orang
Keadaan siaga ini ditentukan oleh Dokter IGD yang berdinas pada saat itu, yang
selanjutnya dilaporkan kepada Ketua Tim Disaster plan dan Direktur Rumah Sakit. Triage
dipimpin oleh dokter IGD bersama perawat IGD. Penanggulangan awal penderita dilakukan
oleh dokter IGD, perawat IGD, tenaga perawat dari ruangan lain yang dimobilisasikan. Triase
bertujuan untuk menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh korban. Penilaian
triage saat bencana sedikit berbeda dengan triage pada kondisi normal, disesuaikan dengan
jumlah korban dan kemampuan kapasitas RS dalam melakukan pertolongan korban. Untuk
triase digunakan kartu kode warna setelah diperoleh informasi akurat tentang keadaan
penderita. Kartu warna yang dipergunakan disini adalah :
MERAH (immediate)
Korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan kemungkinan bertahan
hidup yang paling besar jika dilakukan tindakan segera. Butuh tindakan operasi segera atau
intervensi life-saving lainnya, merupakan prioritas utama untuk tim bedah atau
evakuasi/transportasi ke fasilitas yang lebih baik. Termasuk korban-korban dengan :
a. Syok oleh berbagai kausa
b. Gangguan pernapasan
c. Trauma kepala dengan pupil anisokor
d. Perdarahan eksternal masif
KUNING (observation)
Korban dengan kondisi stabil saat datang, perawatan dapat ditunda sementara,tetapi
membutuhkan observasi ketat dan re-triage ulang oleh petugas medis yang berpengalaman.
Dalam kondisi normal, kemungkinan merupakan penderita yang memerlukan tindakan
segera.
Termasuk dalam kategori ini :
a. Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen
berat)
b. Fraktur multipel
c. Fraktur femur / pelvis
d. Luka bakar luas
e. Gangguan kesadaran / trauma kepala
f. Korban dengan status yang tidak jelas
Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan ketat terhadap
timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera mungkin.
HIJAU (wait / walking wounded)
Kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan
dapat ditunda,
mencakup korban dengan :
a. Fraktur minor
b. Fraktur minor, luka bakar minor.
BIRU
Korban dengan kemungkinan survive / bertahan hidup nol atau kecil sekali. Tindakan
yang dilakukan hanya observasi atau jika dimungkinkan pemberian analgesik. Termasuk
dalam kategori ini adalah :
a. Korban dengan trauma berat (severe injuries)
b. Uncompensated blood loss
c. Korban dengan pemeriksaan neurologi yang negatif.
HITAM
Korban yang telah meninggal dunia. Pada label dituliskan : nama korban, umur, jenis
kelamin, alamat pasien. Bila korban tidak dikenal ditulis “tidak dikenal”.
ORGANISASI
Dalam keadaan bencana / disaster plan seperti ini maka secara otomatis pengorganisasian
penanggulangan bencana yang telah ditetapkan menjadi aktif.
PERENCANAAN SDM
Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi penanggulangan bencana
ditentukan berdasarkan :
Jumlah korban yang ada pada saat itu
Jumlah tenaga yang ada pada saat itu.
Ketentuan perencanaan SDM adalah sebagai berikut :
1) Siaga 3 : Jumlah korban yang datang 3-4 orang
Dokter IGD dan Perawat IGD yang berdinas dibantu oleh perawat poliklinik agar
dapat memenuhi kebutuhan tenaga.
2) Siaga 2 : Jumlah korban yang datang 5 – 10 orang
Diperlukan tambahan tenaga perawat dari Perawatan lantai II sesuai kebutuhan.
3) Siaga 1 : Jumlah korban lebih dari 10 orang
Diperlukan tambahan tenaga dari unit pelayanan perawatan lantai II dan lantai
III,serta perawat yang sedang tidak berdinas (di asrama maupun di rumah).
PERENCANAAN KOMUNIKASI
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan hal yang sangat
penting. Untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi, yaitu :
Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar
Bagi pengirim berita sebutkan identitas (nama, instansi dan alamat) dan isi berita
yang mmenyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, tindakan yang
telah dilakukan.
Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.
Alat – alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :
Pagging
Airphone/intercom
Telepon
Faximile
Pesawat HT
Handphone
PERENCANAAN LOGISTIK
Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun alat medis
sangat diperlukan saat penanggulangan bencana, hal menjadi peranan penting bagi tim
pendukung logistik untuk merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi pada saat itu.
PERENCANAAN KOMUNIKASI
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan hal yang
sangat penting. Untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi, yaitu :
Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar
Bagi pengirim berita sebutkan identitas (nama, instansi dan alamat) dan isi berita yang
menyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, tindakan yang telah
dilakukan.
Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.
Alat – alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :
Pagging
Airphone/intercom
Telepon
Faximile
Pesawat HT
Handphone
PERENCANAAN TRANSPORTASI
Peranan Transportasi juga tidak kalah pentingnya untuk pengangkutan korban, oleh
karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi ambulan untuk merujuk
korban ke rumah sakit rujukan dan bilamana perlu dapat berkoordinasi dengan Ambulan
118.
PELAPORAN
Informasi tentang jumlah / beratnya korban dan kerusakan harus segera didapat
dalam 2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh Pimpinan Disaster dan
Tim Disaster, selanjutnya dibuatkan laporannya untuk disampaikan kepada direktur rumah
sakit