pedoman pengarusutamaan gender (pug ... - pertanian… ketahan... · desa dan lkd e ... yang...
TRANSCRIPT
PEDOMAN
PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG)
BIDANG KETAHANAN PANGAN
BADAN KETAHANAN PANGAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
JAKARTA, 2012
PEDOMAN
PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG)
BIDANG KETAHANAN PANGAN
Badan Ketahanan Pangan
Kementerian Pertanian
2012
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER i BIDANG KETAHANAN PANGAN
KATA PENGANTAR
Pengarusutamaan Gender (PUG) ditujukan agar semua program pembangunan nasional dapat
dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesempatan dan akses yang sama bagi laki-laki dan
perempuan , disertai adanya kendali dan manfaat yang dapat diterima dan dirasakan bersama
oleh keduanya. Kondisi ini masih menjadi suatu tantangan mengingat kebijakan pembangunan
baik tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota pada umumnya belum sepenuhnya
menempatkan kesetaraan dan keadilan gender sebagai prioritas pembangunan. Oleh karena itu,
PUG telah dituangkan dalam salah satu bab pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010-2014 yang merupakan acuan bagi setiap Kementerian/Lembaga dalam
menjabarkan dan menyusun Rencana Strategisnya.
Kerangka berfikir yang responsif gender diperlukan dalam operasionalisasi siklus program dan
kegiatan pembangunan pertanian pada umumnya dan pembangunan ketahanan pangan pada
khususnya karena dapat memberikan perhatian dan kesempatan untuk berkembang bagi
seluruh pelaku pembangunan baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam proses pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan yang responsif gender, maka aparat dan
penyuluh/pendamping memiliki peranan penting dalam meningkatkan partisipasi laki-laki dan
perempuan secara aktif dan bersama-sama mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga
pemantauan dan evaluasi kegiatan. Oleh karena itu, penyamaan persepsi dan pemahaman
aparat dan penyuluh/pendamping tentang “makna” dan aplikasi gender mutlak diperlukan.
Dalam rangka menyamakan persepsi dan meningkatkan pemahaman aparat dan
penyuluh/pendamping di bidang ketahanan pangan, dipandang perlu adanya buku Pedoman
Pengarusutamaan Gender Bidang Ketahanan Pangan yang mudah dipahami dan praktis
dilaksanakan.
Dengan diterbitkannya buku pedoman ini, diharapkan aparat dan penyuluh/pendamping dapat
secara optimal melaksanakan upaya pengarusutamaan gender di bidang ketahanan pangan
untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam akses, partisipasi, kontrol dan
manfaat pembangunan ketahanan pangan.
Jakarta, Juli 2012
Achmad Suryana
Kepala Badan Ketahanan Pangan
Kementerian Pertanian
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER ii BIDANG KETAHANAN PANGAN
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Tabel iii
Daftar Gambar iv
Daftar Lampiran v
BAB I : Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1 B. Dasar Hukum 2 C. Tujuan 3 D. Sasaran 3
BAB II : Pengarusutamaan Gender 4
A. Apa Itu Gender 4 B. Apa Itu Keadilan dan Kesetaraan Gender 5 C. Apa Itu Pengarusutamaan Gender 5 D. Apa Itu Peran Gender 6
BAB III : Data Terpilah dan Metode Analisis 7
A. Data Terpilah 7 B. Metode Analisis Gender 9
BAB IV : Model Kegiatan Ketahanan Pangan berbasis 12 Pengarusutamaan Gender
A. Gambaran Umum Desa Mandiri Pangan 12 B. Profil Penerima Manfaat yang Perspektif Gender 13 C. Jenis Kegiatan yang Dilakukan 14 D. Organisasi Kelompok Penerima Manfaat, Tim Pangan 14
Desa dan LKD E. Proses Pendampingan 15 F. Manfaat yang Diterima 19
BAB V : Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan 20
A. Pemantauan dan Evaluasi 20 B. Pelaporan 20
BAB VI : Penutup 22
Daftar Pustaka 23
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER iii BIDANG KETAHANAN PANGAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. PRA yang tidak bermuatan gender dan 15 PRA yang memiliki muatan gender
Tabel 2. Teknik PRA dalam kajian masyarakat 17
Tabel 3. Berbagai Aplikasi PRA yang dilengkapi dengan 18 Hasil Analisis Gender
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER iv BIDANG KETAHANAN PANGAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Laki-laki dan perempuan berpartisipasi aktif 4
pada pertemuan kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan)
Gambar 2. Implementasi dari kesetaraan gender: petugas laki-laki 5
dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam memberikan
pelayanan informasi kepada masyarakat
Gambar 3. Kegiatan yang dapat dikerjakan baik laki-laki maupun perempuan 6
yang memiliki peran ganda di dalam masyarakat
Gambar 4. Alur Pelaporan 21
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER v BIDANG KETAHANAN PANGAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ilustrasi Perbedaan Gender (G) dengan Jenis Kelamin (S) 24
Lampiran 2. Data Terpilah Ketahana Pangan 26
Lampiran 3. Gender Analysis Pathway (GAP) 30
Lampiran 4. Gender Budget Statement 31
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 1
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kesamaan peran antara laki-laki dan perempuan dimulai dengan dikumandangkannya
‘emansipasi’ pada tahun 1950 dan 1960-an. Setelah itu pada tahun 1963 muncul gerakan
kaum perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial
PBB. Kesamaan laki-laki dan perempuan diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari
konferensi PBB pada tahun 1975, yang memprioritaskan pembangunan bagi kaum
perempuan.
Berkaitan dengan itu dikembangkan berbagai program pemberdayaan perempuan, dan
mulai diperkenalkan tema Women In Development (WID), yang bermaksud untuk
mengintegrasikan kegiatan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan. Setelah itu,
terjadi beberapa kali pertemuan internasional yang memperhatikan tentang
pemberdayaan perempuan. Sampai akhirnya sekitar tahun 1980-an, berbagai studi
menunjukkan bahwa kualitas kesetaraan lebih penting daripada sekedar kuantitas, maka
tema WID diubah menjadi Women and Development (WAD).
Pada tahun 1992 dan 1993, studi Anderson dan Moser memberikan rekomendasi bahwa
tanpa kerelaan, kerjasama, dan keterlibatan kaum laki-laki maka program pemberdayaan
perempuan tidak akan berhasil dengan baik. Dengan alasan tersebut, maka dipergunakan
pendekatan gender yang dikenal dengan Gender and Development (GAD) yang
menekankan prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara laki-laki dan
perempuan.
Pada tahun 2000 konferensi PBB menghasilkan ‘The Millenium Development Goals’
(MDGs) yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai
cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit, serta menstimulasi
pembangunan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan.
Terdapat 60,7 % penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dengan komposisi 48 %
mencari nafkah dari sektor pertanian. Persentase tersebut mencapai 60 juta orang dan
diantaranya sebesar 38,2 % adalah perempuan. Lebih lanjut, sebesar 16 % petani kepala
rumah tangga adalah perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah keadilan dan
kesetaraan gender perlu diperhatikan dengan baik. Apabila hal tersebut kurang
diperhatikan akan menimbulkan kesenjangan manfaat pembangunan yang diterima
antara laki-laki dan perempuan.
Untuk mengurangi dan menghilangkan kesenjangan gender antara laki-laki dan
perempuan, telah diterbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, mengamanatkan bagi
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 2
semua Kementerian/Lembaga Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah untuk
mengintegrasikan pengarusutamaan gender pada saat menyusun kebijakan, program dan
kegiatan masing-masing bidang pembangunan. Program PUG bertujuan untuk
menciptakan kesetaraan (equality) dan keadilan (equity) gender, yaitu suatu kondisi yang
adil dan setara dalam berbagai peran dan relasi gender. Dengan demikian diharapkan
hasil pembangunan dapat dirasakan secara adil dan setara kepada seluruh lapisan
masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Menindaklanjuti Inpres Nomor 9 Tahun 2000, Kementerian Pertanian membentuk Tim
Koordinasi Pengarusutamaan Gender Kementerian Pertanian dan Pokja PUG Kementerian
Pertanian. Pembentukan Tim Koordinasi Pengarusutamaan Gender Kementerian
Pertanian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
824/Kpts/OT.160/6/2008. Sedangkan Pokja PUG Kementerian Pertanian telah
ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal dengan tugas melakukan penyiapan,
pelaksanaan dan pengawasan kegiatan PUG di lingkup eselon I Kementerian Pertanian.
Pokja PUG Kementerian Pertanian terdiri dari 10 (sepuluh) Pokja PUG lingkup Eselon I
Kementerian Pertanian. Pokja Badan Ketahanan Pangan telah dibentuk dengan
Keputusan Kepala Badan Ketahanan Pangan Nomor 017/KPTS/OT.160/K/05/2012
tanggal 2 Mei 2012.
Dalam rangka implementasi dan integrasi PUG dalam kegiatan ketahanan pangan, telah
ditetapkan kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan) sebagai model percontohan di
beberapa lokasi. Pemilihan tersebut didasarkan bahwa kegiatan tersebut merupakan
upaya untuk mengurangi kemiskinan sekaligus kerawanan pangan. Selain itu, kegiatan
tersebut didesain sebagai kegiatan terbuka bagi peserta laki-laki dan perempuan. Oleh
karena itu, konsep tersebut sangat cocok untuk menerapkan PUG dalam mengurangi dan
memberantas kemiskinan, mengingat perempuan sangat rentan terhadap masalah
kemiskinan.
B. Dasar Hukum
PUG adalah strategi nasional yang melihat pembangunan dari lensa gender. Oleh karena
itu dasar hukum pelaksanaan Pengarusutamaan Gender adalah sebagai berikut:
1. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women);
2. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 3
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah juncto Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 67 Tahun 2011;
C. Tujuan
Tujuan diterbitkannya buku pedoman PUG ini adalah sebagai acuan dalam:
1. Melakukan pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan
pangan dari netral dan/atau bias gender menjadi responsif gender.
2. Membuat indikator output yang menunjukkan seberapa besar adanya penurunan
kesenjangan gender di sektor ketahanan pangan.
3. Menganalisis adanya kesenjangan gender (gender gap) yang terjadi di lokasi
percontohan PUG Badan Ketahanan Pangan.
4. Membangun persamaan persepsi tentang definisi pengarusutamaan gender dalam
kegiatan ketahanan pangan.
D. Sasaran
Buku pedoman ini ditujukan untuk aparat (Pemerintah Provinsi, dan Kabupaten/Kota
pada SKPD Ketahanan Pangan) dan pelaksana (Penyuluh/Pendamping) pembangunan
ketahanan pangan.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 4
BAB II
Pengarusutamaan Gender
A. Apa Itu Gender ?
Gender sering diartikan secara keliru sebagai jenis kelamin, sehingga kedua kata ini perlu
dipahami pengertiannya secara benar.
Gender adalah hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender merujuk pada
hubungan antara laki-laki dan perempuan, anak laki-laki dan anak perempuan, dan bagaimana
hubungan sosial ini dikonstruksikan. Peran gender bersifat dinamis dan berubah antar waktu.
Jenis kelamin atau seks adalah penandaan individu kedalam kategori laki-laki dan perempuan
berdasarkan karakteristik biologis (genital eksternal dan organ-organ seks internal), genetik
(kromosom) dan hormon.
Untuk itu dapat disimpulkan bahwa gender adalah tentang laki-laki dan perempuan, dan tidak
hanya identik dengan perempuan.
Gambar 1. Laki-laki dan perempuan berpartisipasi aktif pada pertemuan
kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan).
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 5
B. Apa Itu Keadilan dan Kesetaraan Gender ?
Keadilan Gender adalah suatu proses untuk mencapai kesetaraan gender, melalui perlakuan
adil bagi laki-laki dan perempuan dalam keseluruhan proses pembangunan dengan
mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, kesulitan, hambatan sebagai laki-laki dan
perempuan untuk mendapatkan akses dan manfaat dari usaha pembangunan serta ikut
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan memperoleh penguasaan (kontrol) terhadap
sumber daya.
Kesetaraan Gender adalah hasil dari ketiadaan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atas
dasar kesempatan, alokasi sumber daya atau manfaat dan akses terhadap pelayanan.
Keadilan gender adalah proses, sedangkan kesetaraan gender merupakan hasil.
Gambar 2. Implementasi dari kesetaraan gender: petugas laki-laki dan perempuan memiliki
kesempatan yang sama dalam memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat.
C. Apa Itu Pengarusutamaan Gender?
Pengarusutamaan Gender adalah proses untuk menjamin laki-laki dan perempuan mempunyai
akses dan kontrol terhadap sumber daya, memperoleh manfaat pembangunan dan pengambilan
keputusan yang sama di semua tahapan proses pembangunan dan seluruh kegiatan, program
dan kebijakan pemerintah.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 6
D. Apa itu Peran Gender ?
Peran Gender adalah perilaku yang dipelajari di dalam suatu masyarakat/komunitas yang
dikondisikan bahwa kegiatan, tugas-tugas atau tanggung jawab patut diterima baik oleh laki-
laki maupun perempuan. Peran gender dapat berubah, dan dipengaruhi oleh umur, kelas, ras,
etnik, agama dan lingkungan geografi, ekonomi dan politik. Baik laki-laki maupun perempuan
memiliki peran ganda di dalam masyarakat. Perempuan kerap mempunyai peran dalam
mengatur reproduksi, produksi dan kemasyarakatan. Laki-laki lebih terfokus pada produksi dan
politik kemasyarakatan.
Gambar 3. Kegiatan yang dapat dikerjakan baik laki-laki maupun perempuan yang
memiliki peran ganda di dalam masyarakat.
Penjelasan terhadap Ilustrasi Perbedaan Gender dengan Jenis Kelamin dan Ilustrasi Peranan
Spesifik Gender dapat dilihat pada Lampiran 1.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 7
BAB III
Data Terpilah dan Metode Analisis
A. Data Terpilah
Data terpilah adalah data yang dibedakan menurut jenis kelamin, status dan kondisi laki-
laki dan perempuan di seluruh bidang pembangunan yang meliputi kesehatan,
pendidikan, ekonomi dan ketenagakerjaan, politik dan pengambilan keputusan, hukum
dan sosial budaya dan kekerasan (Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009).
Tujuan Penyusunan Data Terpilah
Tujuan dari penyusunan data terpilah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi perbedaan (kondisi/perkembangan) keadaan laki-laki dan
perempuan, termasuk anak dalam dimensi tempat dan waktu.
2. Mengevaluasi dampak dari intervensi pembangunan terhadap laki-laki dan
perempuan.
3. Mengidentifikasi masalah, membangun dan memilih alternatif kegiatan yang paling
efektif untuk kemaslahatan/kesetaraan laki-laki dan perempuan yang responsif
terhadap masalah, kebutuhan, pengalaman laki-laki dan perempuan.
Jenis – jenis Data Terpilah
Menurut Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak, disebutkan ada 6
(enam) jenis data terpilah yaitu:
1. Bidang Kesehatan;
2. Bidang Pendidikan;
3. Bidang ekonomi dan Ketenagakerjaan;
4. Bidang Politik dan Pengambil Keputusan;
5. Bidang Hukum dan Sosial Budaya;
6. Kekerasan terhadap Perempuan.
Dari enam jenis data terpilah yang mempunyai korelasi untuk kegiatan Kementerian
Pertanian khususnya Badan Ketahanan Pangan adalah Bidang Pendidikan dan Bidang
Ekonomi dan Ketenagakerjaan.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 8
Bidang Pendidikan, meliputi:
1. Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut jenjang pendidikanSD, SLTP dan SLTA;
2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut kelompok umur (7-12, 13-15 dan 16-18
tahun);
3. Angka Partisipasi Murni (APM) menurut jenjang pendidikanSD, SLTP dan SLTA;
4. Angka Melek Huruf (AMH) menurut kelompok umur:15-19 tahun, 20-24 tahun, 25-
29 tahun, 30-34 tahun, 35-39 tahun, 40-44 tahun, 45-49 tahun, 50-54 tahun, 55-59
tahun, dan 60 tahun ke atas.;
5. Angka Putus Sekolah menurut jenjang pendidikan SD, SLTPdan SLTA;
6. Penduduk menurut jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan;
7. Rata-rata lama sekolah;
8. Akses terhadap informasi dan teknologi:
a. Jumlah pelanggan saluran telepon
b. Jumlah pengguna personal komputer
c. Jumlah pengguna internet
Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan, meliputi:
1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK);
2. Perkiraan tingkat daya beli (purchasing power parity);
3. Kepala keluarga miskin;
4. Tenaga kerja migran;
a. Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)
b. Antar Kerja Antar Negara (AKAN)
5. Pekerja di sektor formal;
6. Pekerja di sektor informal;
7. Usaha Mikro dan Kecil (UMK);
8. Keanggotaan Koperasi;
9. Penerima Kredit/Pinjaman dari Lembaga Keuangan;
10. Pengangguran;
11. Pekerja tak dibayar (unpaid worker);
12. Perempuan pekerja profesional dan manajerial;
13. Pekerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, dan jenis pekerjaan.
Form Data Terpilah Bidang Ketahanan Pangan dapat dilihat pada Lampiran 2.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 9
B. Metodologi Analisis Gender
Data terpilah digunakan untuk menganalisis Pengarusutamaan Gender dalam kegiatan
ketahanan pangan, sehingga dapat dilihat seberapa jauh PUG sudah diimplementasikan
dalam kegiatan Demapan. Beberapa metode analisis PUG yang dapat diterapkan antara
lain:
1. Model Harvard
Model ini dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development bekerja
sama dengan Women in Development (WID)-USAID. Model Harvard didasarkan pada
pendekatan efisiensi WID yang merupakan kerangka analisis gender dan
perencanaan gender paling awal. Model analisis Harvard lebih sesuai digunakan
untuk perencanaan proyek, menyimpulkan data basis atau data dasar.
2. Model Moser
Model ini didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat ‘teknis dan
politis’, kerangka ini mengasumsikan adanya konflik dalam perencanaan dan proses
transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu ‘debat’. Terdapat
kelemahan dalam model ini yang tidak memperhitungkan kebutuhan strategis laki-
laki.
3. Model SWOT
Model ini menggunakan analisis manajemen yang melalui identifikasi secara
‘internal’ mengenai kekuatan dan kelemahan dan secara ‘eksternal’ mengenai
peluang dan ancaman.
4. Model PROBA (Problem Base Approach)
Model ini dikembangkan atas kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Anak, BKKBN dan UNFPA di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Teknik
ini sedikit berbeda dengan Gender Analysis Pathway.
5. Model GAP (Gender Analysis Pathway).
Model GAP adalah alat analisis gender yang dikembangkan oleh BAPPENAS yang
dapat digunakan untuk membantu para perencana dalam melakukan
pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan dengan melihat aspek akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang
diperoleh laki-laki dan perempuan.
Dari beberapa model teknik analisis yang telah dikembangkan tersebut di atas,
disarankan untuk menggunakan teknik analisis gender dengan metode Gender Analysis
Pathway (GAP). Dengan menggunakan GAP, para perencana dan pelaksana dapat
mengidentifikasi kesenjangan gender dan permasalahan gender sekaligus
menyusun rencana kebijakan, program dan kegiatan yang ditujukan untuk
memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 10
GAP dibuat dengan menggunakan metodologi sederhana melalui 9 (sembilan) langkah
yang termaktub dalam Lembar Kerja Gender Analysis Pathway (GAP). Lembar Kerja GAP
Kegiatan Badan Ketahanan Pangan yang Responsif Gender tahun 2012 dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Terdapat 3 (tiga) tahap dalam mengaplikasikan metode GAP ini yaitu:
1. Tahap I: Analisis Kebijakan Responsif Gender
Bertujuan untuk menganalisis kebijakan pembangunan ketahanan pangan yang ada
dengan menggunakan data pembuka wawasan pada langkah 2 yang dipilah menurut
jenis kelamin (lelaki dan perempuan). Dari data terpilah beserta informasinya
(lampiran 2), dapat diperoleh data gender yang akan digunakan untuk
mengidentifikasi adanya kesenjangan gender (gender gap) pada langkah 3 dan
permasalahan gender (gender issues) pada langkah 4 dan langkah 5.
Langkah-langkah analisis kebijakan responsif gender yaitu:
a. Langkah 1 : mengidentifikasi tujuan dan sasaran kebijakan/program/kegiatan
pembangunan ketahanan pangan yang ada dari masing-masing Eselon I sesuai
tugas pokok dan fungsi, yaitu apakah kebijakan/program/kegiatan
pembangunan telah dirumuskan dan ditetapkan untuk mewujudkan kesetaraan
gender.
b. Langkah 2 : menyajikan data kuantitatif dan/atau kualitatif yang terpilah
menurut jenis kelamin sebagai data pembuka wawasan, yaitu apakah data yang
ada mengungkapkan kesenjangan atau perbedaan yang cukup berarti antara
laki-laki dan perempuan.
c. Langkah 3 : menganalisis sumber dan/atau faktor-faktor penyebab terjadinya
kesenjangan gender (gender gap); (1). akses yang sama terhadap sumber-
sumber daya pembangunan ketahanan pangan; (2). kontrol terhadap sumber-
sumber daya pembangunan ketahanan pangan; (3). partisipasi laki-laki dan
perempuan dalam berbagai tahapan pembangunan ketahanan pangan termasuk
dalam proses pengambilan keputusan; (4). manfaat yang sama dari hasil
dan/atau sumber daya pembangunan ketahanan pangan yang ada.
d. Langkah 4 dan langkah 5 : mengidentifikasi permasalahan gender (gender issues)
dengan menguraikan sebab kesenjangan internal dan sebab kesenjangan
eksternal berdasarkan keempat faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender
dengan menjawab 5 W dan 1 H, yaitu apa masalah-masalah gender yang
diungkapkan oleh faktor-faktor kesenjangan gender; dimana terjadinya
kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat publik; mengapa
terjadi kesenjangan tersebut; apakah kebijakan/program/kegiatan
pembangunan ketahanan pangan yang ada justru memperlebar kesenjangan,
mempersempit kesenjangan atau tetap, dan apakah akar permasalahannya.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 11
2. Tahap II: Formulasi Kebijakan dan Rencana Aksi yang Responsif Gender
Langkah-langkah pada tahap formulasi kebijakan dan rencana aksi yang responsif
gender adalah:
a. Langkah 6 : merumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan
pembangunan ketahanan pangan yang responsif gender, dengan
mempertimbangkan hasil proses analisis gender yang dilakukan dari langkah 1
sampai dengan langkah 5, sehingga akan dihasilkan
kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang responsif gender.
b. Langkah 7 : menyusun Rencana Aksi yang didasarkan pada
kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang responsif
gender dengan tujuan untuk mengurangi/menghilangkan kesenjangan antara
laki-laki dan perempuan. Seluruh rencana aksi yang disusun sesuai dengan
tujuan kebijakan yang telah responsif gender pada langkah 6.
3. Tahap III: Pengukuran Hasil yang Responsif Gender.
Langkah-langkah pengukuran hasil yang responsif gender yaitu:
a. Langkah 8 : menetapkan data dasar (baseline) bagi pelaksanaan setiap rencana
aksi yang relevan dengan tujuan dan yang diukur sebagai keberhasilan.
b. Langkah 9 : mengidentifikasi indikator gender (gender indicator) dari setiap
kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan dan sasaran
secara kuantitatif dan/atau kualitatif bagi setiap rencana aksi
kebijakan/program/kegiatan. Hasil identifikasi memastikan bahwa dengan
rencana aksi tersebut mengurangi dan/atau menghapus kesenjangan gender.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 12
BAB IV
Model Kegiatan Ketahanan Pangan berbasis
Pengarusutamaan Gender
Model kegiatan ketahanan pangan dalam implementasi PUG adalah kegiatan Desa Mandiri
Pangan (Demapan) yang mempunyai target untuk mengurangi jumlah penduduk rawan pangan.
Demapan tersebut sudah dilaksanakan di seluruh Indonesia pada lokasi-lokasi yang mempunyai
jumlah penduduk miskin dan berkecenderungan rawan pangan, tetapi ada potensi untuk
meningkatkan kesejahteraannya melalui pemberdayaan masyarakat dalam mengolah sumber
daya yang dimiliki dan dikuasai.
A. Gambaran Umum Desa Mandiri Pangan
Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan) merupakan salah satu komponen kegiatan
pengembangan ketersediaan pangan dan penanganan kerawanan pangan dalam
menurunkan jumlah penduduk miskin dan rawan pangan. Untuk mengatasi masalah
rawan pangan, dilakukan pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat kepada
kelompok-kelompok afinitas. (keanggotaannya berdasarkan visi, misi dan tujuan yang
sama). Kegiatan Demapan dikembangkan selama 4 (empat) tahun yaitu: (1) tahap
persiapan, (2) tahap penumbuhan, (3) tahap pengembangan dan (4) kemandirian.
Tahapan tersebut dilaksanakan melalui pendampingan oleh penyuluh pertanian dengan
fokus pengembangan usaha produktif dan pemantapan ketahanan pangan keluarga.
Pengembangan usaha produktif dimaksudkan untuk meningkatkan daya beli sehingga
mampu mengakses pangan dari pasar yang tidak dapat dipenuhi sendiri, sedangkan
pengetahuan pemantapan ketahanan pangan keluarga adalah upaya memenuhi
kebutuhan pangan sendiri dengan sumber daya pangan yang dimiliki.
Sebelum kegiatan dimulai, dilakukan identifikasi potensi rumah tangga miskin (RTM)
sasaran pada di desa yang mempunyai jumlah penduduk miskin minimal 30%. Peserta
yang telah terjaring dibentuk kelompok afinitas sebagai sarana komunikasi, informasi dan
edukasi yang dilakukan oleh penyuluh pertanian dalam pendampingan selama 4(empat)
tahun. Pendampingan diarahkan sampai dengan kelompok afinitas menjadi mandiri
dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Bagi kelompok afinitas yang berhasil, akan
ditunjuk sebagai desa inti dalam memperluas pengembangan desa mandiri melalui
replikasi desa yang berada di sekitarnya dalam mendorong Gerakan Kemandirian Pangan.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 13
Indikator Keberhasilan Kegiatan Desa Mandiri Pangan
Mengingat sasaran akhir kegiatan Demapan untuk mewujudkan kemandirian pangan
masyarakat miskin di desa rawan pangan, maka indikator keberhasilannya berada pada
perwujudan kemandirian pangan tingkat desa dan masyarakat sebagai berikut:
1) Output
a. Terbentuknya kelompok-kelompok afinitas;
b. Terbentuknya Lembaga Keuangan Desa (LKD);
c. Tersalurnya dana Bansos untuk usaha produktif;
2) Outcome
a. Terbentuknya kelompok usaha produktif;
b. Berperannya lembaga permodalan;
c. Meningkatnya usaha produktif;
3) Benefit
Meningkatnya pendapatan, daya beli, dan akses pangan masyarakat.
4) Impact
Terwujudnya ketahanan pangan dan gizi masyarakat.
B. Profil Penerima Manfaat yang Perspektif Gender
Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan) adalah upaya untuk mengentaskan keluarga
rawan pangan menjadi keluarga tahan pangan melalui pemberdayaan masyarakat.
Targetnya adalah keluarga miskin yang sekaligus terindikasi rawan pangan dan dilakukan
melalui kegiatan usaha produktif sedemikian rupa, sehingga daya belinya meningkat
serta pengetahuan pangan dan gizi makin bertambah.
Penerima manfaat dalam kegiatan desa mandiri pangan adalah rumah tangga miskin di
desa rawan pangan berdasarkan hasil survey DDRT/SRT. Penerima manfaat yang
perspektif gender dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu: akses, partisipasi, kontrol dan
manfaat (APKM). Pada keempat aspek tersebut, manfaat pembangunan yang diterima
laki-laki maupun perempuan dalam kondisi yang adil dan setara. Beberapa kegiatan yang
perspektif gender adalah sebagai berikut:
1. Akses Perempuan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, fasilitas/dana bantuan
dan pelatihan/peningkatan kapabilitas setara dengan laki-laki;
2. Keterlibatan anggota kelompok afinitas antara laki-laki dan perempuan dalam
berpartisipasi mengikuti pembinaan dan diskusi dengan petugas setempat
mempunyai peluang/kesempatan yang sama;
3. Kontrol terhadap sumberdaya lahan dan sarana prasarana setara antara laki-laki dan
perempuan;
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 14
4. Perolehan manfaat yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam pemberdayaan
ketahanan pangan masyarakat.
C. Jenis Kegiatan yang Dilakukan
Kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam
pelaksanaan pengembangan Desa Mandiri Pangan adalah sebagai berikut:
1. Pemberdayaan Masyarakat
Menerapkan PUG dalam Pemberdayaan Masyarakat, dengan cara mengintegrasikan
PUG dalam pendampingan, sehingga laki-laki dan perempuan dalam kelompok
afinitas dapat memperoleh manfaat secara adil dan merata. Beberapa upaya yang
dilakukan agar dalam kegiatan desa mandiri pangan responsif gender antara lain:
a. Pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan praktis gender
antara laki-laki dan perempuan;
b. Pendidikan masyarakat melalui pengembangan program yang juga
memperhatikan peningkatan kemampuan perempuan;
c. Pengembangan suatu program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dengan memperhatikan kebutuhan praktis gender;
d. Memperhatikan secara khusus pemberdayaan perempuan agar perubahan sosial
juga mencakup pengurangan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan.
2. Pengembangan Sistem Ketahanan Pangan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk pengembangan diversifikasi produksi,
pengembangan akses pangan, pengembangan cadangan pangan, dan
penganekaragaman konsumsi dengan memperhatikan kebutuhan praktis gender dan
kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh dan
memiliki peran dalam pembangunan serta mendapat manfaat dari program
pembangunan tersebut.
3. Penguatan Kelembagaan
PUG perlu diintegrasikan dalam berbagai kegiatan pelaksanaan Desa Mandiri Pangan,
termasuk administrasi, manajemen dan keuangan.
D. Organisasi Kelompok Penerima Manfaat, Tim Pangan Desa dan LKD
Berdasarkan fakta selama ini, terdapat kesenjangan (internal dan eksternal) dalam
penyertaan laki-laki dan perempuan pada pelaksanaan Kegiatan Desa Mandiri Pangan.
Keterlibatan perempuan dalam kelembagaan menunjukkan hanya sebesar 10%, hal itu
disebabkan masih kurangnya pemahaman aparat pelaksana dan pendamping dalam
memberi kesempatan dan peran yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu,
diharapkan bagi seluruh pelaksana pembangunan untuk mendorong penguatan
kelembagaan Demapan dalam penerapan PUG, dengan cara memperkaya dan
menajamkan tugas-tugas dan fungsi-fungsi yang diemban oleh kelompok kerja, tim teknis
dan tim pangan desa dalam melaksanakan Demapan yang responsif gender.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 15
E. Proses Pendampingan
Pemilihan waktu penyuluhan
Pelaksanaan kegiatan PUG dimulai dengan identifikasi potensi baik SDA maupun SDM
termasuk mengumpulkan data terpilah di lokasi kelompok binaan, dilanjutkan dengan
mencari solusi permasalahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan menganalisa
gender. Pembangunan yang dilakukan dengan pendekatan PUG diharapkan mampu
memberdayakan salah satu gender atau keduanya yang selama ini belum secara optimal
dimanfaatkan dalam pembangunan. Oleh karena itu pemahaman PUG merupakan
keharusan bagi seluruh pelaksana pembangunan, termasuk pembangunan pertanian.
Materi yang disampaikan
Roadmap kegiatan Desa Mandiri Pangan dirancang dalam kurun waktu 4 (empat) tahun,
melalui 4 (empat) tahapan yang diharapkan mencapai kemandirian, meliputi tahap
persiapan, penumbuhan, pengembangan dan kemandirian. Aplikasi PUG dalam kegiatan
Desa Mandiri Pangan dilaksanakan pada tahap persiapan. Pada tahap persiapan dilakukan
pelatihan kepada pendamping dengan materi teknik PRA berbasis gender.
Setelah memahami konsep dasar gender dan mengapa perlu memperhatikan gender
dalam program pembangunan, diharapkan pendamping dapat mengaplikasikan informasi
yang diperoleh untuk melanjutkan pendampingan kelompok tani yang berdimensi
gender. Tabel berikut ini memberikan arahan kepada pendamping kelompok tani untuk
memahami pengembangan program yang sensitif gender melalui pendekatan PRA,
khususnya untuk melaksanakan misi gender di dalam berbagai tindakan nyata. Dalam hal
ini, maka pendamping harus mampu menambahkan muatan gender pada setiap
pendekatan PRA, sehingga PUG dapat menjadi bagian dari PRA.
Tabel 1. PRA yang tidak bermuatan gender dan PRA yang memiliki muatan gender
Karakteristik Metode PRA Metode PRA
berdimensi gender
Cita-cita Perubahan sosial melalui
pemberdayaan masyarakat agar
masyarakat mampu mengatasi
masalah/kebutuhannya sendiri
Perubahan sosial melalui
pemberdayaan masyarakat
dengan memperhatikan
kebutuhan praktis gender
antara laki-laki dan perempuan
Proses Pendidikan masyarakat melalui
pengembangan program agar
masyarakat secara bertahap
mampu mengembangkan
kemampuan tersebut
Pendidikan masyarakat melalui
pengembangan program yang
juga memperhatikan
peningkatan kemampuan laki-
laki dan perempuan
Tujuan Untuk mencapai tujuan praktis,
yaitu pengembangan suatu
program yang sesuai dengan
Untuk mencapai tujuan praktis,
yaitu pengembangan suatu
program yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dengan
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 16
kebutuhan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan
strategis, yaitu mencapai cita-
cita perubahan sosial, dan
pemberdayaan masyarakat,
peningkatan taraf hidup yang
juga berarti perubahan perilaku
masyarakat.
memperhatikan kebutuhan
praktis gender.
Untuk mencapai tujuan strategis
seperti pada PRA, tetapi dengan
memperhatikan secara khusus
pemberdayaan perempuan agar
perubahan sosial juga mencakup
pengurangan ketimpangan antara
laki-laki dan perempuan
Sasaran dan
pemanfaat
program
Masyarakat atau kelompok
masyarakat yang paling
terabaikan (paling miskin,
paling terpencil, dsb)
Sasarannya seperti hasil kajian
PRA, tetapi dengan
memperhatikan perempuan
sebagai kelompok masyarakat
yang paling sering terabaikan oleh
program pembangunan.
Pengkajian masyarakat dengan metode PRA dikembangkan untuk berbagai kebutuhan,
diantaranya:
1. PRA untuk penjajagan kebutuhan;
memperhatikan perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan (memperhatikan
kebutuhan praktis gender dan kepentingan strategis gender).
2. PRA untuk perencanaan program;
memperhatikan upaya-upaya pemberdayaan perempuan, apakah telah
memperhatikan kebutuhan praktis gender dan kepentingan strategis gender.
3. PRA untuk pelaksanaan program;
menyertakan perempuan sebagai peserta aktif program dan penerima manfaat
langsung, jadi bukan sekedar pemanfaat tidak langsung melalui suaminya.
4. PRA untuk monitoring dan evaluasi program;
memperhatikan perkembangan keadaan dan kedudukan perempuan di
masyarakatnya, apakah program telah berhasil melibatkan secara sungguh-sungguh
kelompok di dalam program.
Salah satu aspek yang penting dimasukan kedalam pengkajian ini adalah aspek-aspek
gender di dalam masyarakat. Dengan demikian kajian keadaan masyarakat sekaligus
memasukan kegiatan kajian gender.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 17
Tabel 2. Teknik PRA dalam kajian masyarakat
Kategori kajian
gender
Teknik PRA Hasil kajian keadaan dengan aspek gender
Pembagian kerja
laki-laki dan
perempuan
Kajian mata
pencaharian
Aktifitas harian
Siapa pelaku (P/L) jenis-jenis mata
pencaharian masyarakat
Berapa pendapatan yang dihasilkan setiap
jenis mata pencaharian
Perbandingan pendapatan P dan L
Siapa pelaku (P/L) jenis-jenis kegiatan
musiman (produktif, kegiatan adat,
termasuk pembahasan musim kritis seperti
paceklik dan berjangkitnya penyakit dsb.)
Kapan (bulanan, musiman) terjadi waktu
sibuk dan luang bagi P dan atau L
Perbandingan volume kerja P dan L
Siapa pelaku jenis kegiatan pengelolaan
kebun di dalam suatu keluarga mulai dari
persiapan, pengolahan, penyimpangan
sampai pemasaran
Peluang dan
penguasaan
sumber daya
oleh P dan L
Pemetaan
sumber daya
desa
Jenis-jenis sumber daya di desa
Siapa (P/L) yang memiliki peluang
memanfaatkan sumber daya (akses) dan
menentukan bagaimana penggunaan
sumber daya (kontrol)
Pendamping kelompok tani diharapkan mampu memadukan pelaksanaan PRA dengan
hasil analisis gender yang telah dilakukan. Untuk itu, berikut ini diberikan berbagai
pegangan, bagaimana hal tersebut dapat dilaksanakan. Pada prinsipnya identifikasi
keadaan masyarakat dengan PRA dapat dipadukan dengan berbagai hasil analisis gender,
sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih lengkap dan memperhatikan aspek gender.
Tabel berikut membandingkan metode PRA yang tidak berdimensi gender dengan yang
berdimensi gender.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 18
Tabel 3. Berbagai Aplikasi PRA Yang Dilengkapi Dengan Hasil Analisis Gender
Uraian Identifikasi masyarakat metode PRA
Aplikasi hasil analisis gender
Pengertian Identifikasi berbagai aspek kehidupan masy. (sosial, budaya, ekonomi, adat istiadat, sumber daya dsb) yang dilakukan oleh masyarakat sendiri bersama pendamping.
Pengkajian keadaan dengan memperhatikan aspek –aspek ketimpangan gender yang telah dianalisi sebelumnya
Hasil kajian Gambaran keadaan masyarakat di berbagai bidang kehidupan
Identifikasi masalah atau kebutuhan masyarakat
Identifikasi berbagai potensi yang dimiliki masyarakat untuk pengembangan program
Gambaran keadaan masyarakat di berbagai bidang, termasuk ketimpangan gender
Identifikasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan praktis dan strategis gender.
Identifikasi berbagai potensi yang dimiliki perempuan untuk terlibat dalam program
Tujuan kajian Jangka pendek (praktis): pengembangan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, menggunakan atau memanfaatkan potensi lokal
Jangka panjang (strategis: program untuk mencapai pemberdayaan masyarakat
Jangka pendek: pengembangan program dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi perempuan melalui proses penyadaran gender
Jangka panjang: program mencapai perubahan sosial dengan pemberdayaan masyarakat, sekaligus penyetaraan laki-laki dan perempuan.
Manfaat kajian Saling belajar di antara anggota masyarakat dan lembaga pelaksana program
Terjadi proses pemberdayaan dan analisis masyarakat
Mengembangkan program yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat
Saling belajar dengan melibatkan laki-laki dan perempuan
Proses pemberdayaan dan analisis masyarakat yang memberi kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan untuk berpartisipasi
Mengembangkan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan gender.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 19
Uraian Identifikasi masyarakat metode PRA
Aplikasi hasil analisis gender
Alat-alat kajian Teknik-teknik PRA Teknik-teknik PRA yang berdimensi gender
F. Manfaat yang Diterima
1. Meningkatnya peran isteri membantu suaminya untuk peningkatan pendapatan
keluarga di wilayah desanya.
2. Peningkatan kemampuan perempuan disamping laki-laki dalam peningkatan
ketahanan pangan keluarga.
3. Tersedianya SDM yang berkualitas baik laki-laki maupun perempuan dalam
pengelolaan usaha rumah tangga.
4. Meningkatnya ketahanan pangan keluarga yang tangguh dan berkesinambungan.
Aplikasi PUG pada kegiatan Desa Mandiri Pangan diharapkan memberikan manfaat secara
optimal kepada para peserta program dan yang jauh lebih penting mampu mengurangi
atau bahkan meniadakan adanya bias gender dalam pelaksanaannya.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 20
BAB V
Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
Dalam monitoring atau pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan Pengarusutamaan Gender
bidang ketahanan pangan, maka aparat dan penyuluh/pendamping yang menangani kegiatan
ketahanan pangan baik di pusat maupun daerah sebagai focal point, harus mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah,
Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional,
serta Panduan Penyusunan Pengintegrasian Isu Gender ke dalam Sistem Perencanaan dan
Penganggaran Pembangunan Pertanian tahun 2011.
A. Pemantauan dan Evaluasi
Pimpinan instansi dan lembaga pemerintah baik Pusat maupun Daerah melaksanakan
dan bertanggungjawab dalam pemantauan dan evaluasi pengarusutamaan gender di
lingkungannya. Pemantauan PUG dilakukan secara periodik terhadap perkembangan
setiap pelaksanaan kegiatan oleh pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Hal–hal yang akan
dipantau adalah pelaksanaan kegiatan bidang ketahanan pangan yang responsif gender,
permasalahan yang dihadapi, dan upaya-upaya yang telah dilakukan. Hasil pemantauan
perlu dianalisis lebih lanjut, sebagai bahan/informasi untuk evaluasi dan tindakan
perbaikan pelaksanaan PUG bidang ketahanan pangan.
Evaluasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari kabupaten/kota, provinsi, dan pusat,
dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peran dan tanggungjawab aparat dan
lembaga yang menangani kegiatan ketahanan pangan yang responsif gender, serta tingkat
keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
B. Pelaporan
Pelaporan pelaksanaan kegiatan bidang ketahanan pangan yang responsif gender
dilakukan per semester secara berjenjang (dari kabupaten/kota, provinsi hingga pusat),
berkala, berkelanjutan dan tepat waktu sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan
dalam pelaporan Desa Mandiri Pangan. Laporan tersebut diintegrasikan dengan kegiatan
Demapan dengan menggunakan formulir data terpilah yang sudah ditetapkan (Lampiran
2), bersumber dari penyuluh/pendamping.
Alur Pelaporan Kegiatan Ketahanan Pangan yang Responsif Gender dapat dilihat pada
Gambar 4.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 21
Gambar 4. Alur Pelaporan
Keterangan:
: Arus pelaporan
: Umpan balik
BKP Pusat
Badan/Dinas/Instansi
Ketahanan Pangan
Provinsi
Badan/Dinas/Kantor/
InstansiKetahanan Pangan
Kab/Kota
Kelompok Penerima
Manfaat dan Penyuluh
Pendamping
Menteri Pertanian
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 22
BAB VI
PENUTUP
Pedoman Pengarusutamaan Gender (PUG) bidang ketahanan pangan ini diharapkan dapat
menjadi acuan bagi aparat dan pihak-pihak yang melaksanakan kegiatan bidang ketahanan
pangan yang responsif gender. Selain itu, melalui pedoman ini, persepsi dan pemahaman aparat
dan penyuluh/pendamping tentang makna dan aplikasi gender dapat ditingkatkan.
Semoga pedoman ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang terkait dengan kegiatan
ketahanan pangan yang responsif gender.
Jakarta, Juli 2012
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 23
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian, 2007. Pengarusutamaan gender dalam Pembangunan Pertanian
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. Harmonisasi Konsep dan
Definisi Gender untuk Aplikasi PUG dalam Pembangunan.
Kementerian Pertanian, 2011. Panduan Penyusunan “Pengintegrasian Isu Gender ke Dalam
Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Pertanian”.
Kementerian Pertanian, 2012. Pedoman Umum Desa Mandiri Pangan.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 24
LAMPIRAN 1
ILUSTRASI PERBEDAAN GENDER (G) DENGAN JENIS KELAMIN (S)
Beberapa pernyataan dibawah ini dapat digunakan oleh aparat (Pemerintah Provinsi,
Kabupaten/Kota) dan Pelaksana (penyuluh/pendamping) untuk mengevaluasi pemahaman
PUG penerima manfaat Desa Mandiri Pangan dalam melihat perbedaan konsep jenis kelamin
atau gender.
Simbol “S” (=Sex) untuk pernyataan yang menunjuk pada perbedaan jenis kelamin sedangkan
simbol “G” (=Gender) untuk pernyataan yang menunjuk pada perbedaan status jenis kelamin.
1. Perempuan melahirkan, laki-laki tidak. ( __S__)
2. Gadis kecil cantik dan lembut, anak laki-laki tampan dan kasar. (__G__)
3. Persentase penduduk perempuan di pedesaan berumur 10 tahun ke atas yang
berpendidikan SLTP dan SLTA berturut-turut 10 dan 6,7 persen, sementara laki-lakinya
berturut-turut 12,8 dan 10,5 persen. (__G___)
4. Buruh tani perempuan dibayar Rp. 10.000,- secara lepasan, sementara buruh laki-laki
dibayar Rp. 12.000 ditambah makan sekali dan minum kopi sekali serta rokok tiga
batang. (__G__)
5. Laki-laki yang bekerja di sektor pertambangan 10 kali lipat jumlahnya dibandingkan
dengan perempuan. (__G__)
6. Di Mesir Kuno laki-laki tinggal di rumah dan menganyam. Perempuan menangani bisnis
keluarga. Perempuan mewarisi harta benda dan laki-laki tidak. (__G__)
7. Suara laki-laki pecah pada masa puber; suara perempuan tidak . (__S__)
8. Menurut statistik, perempuan melakukan 67% pekerjaan dunia, namun penghasilan yang
didapatinya hanya berjumlah 10% dari penghasilan dunia dan mereka hanya memiliki
1% kekayaan dunia . (__G__)
9. Lelaki di seluruh dunia ini pada dasarnya rasional . (__G___)
10. Kulit perempuan lebih halus dan lembut daripada laki-laki. (__G__)
11. Perempuan pada dasarnya pengurus rumah tangga . (__G__)
12. Laki-laki pada dasarnya pencari nafkah. (__G___)
13. Laki-laki memiliki jakun. (__S__)
14. Lelaki pada dasarnya pemimpin . (__G__)
15. Perempuan menyusui bayi, laki-laki memberikan susu botol. (__S___)
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 25
ILUSTRASI PERANAN SPESIFIK GENDER
Beberapa pernyataan dibawah ini dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat penerimaan
definisi peranan spesifik gender menurut penerima manfaat. Simbol “Y” (=Yes) melambangkan
persetujuan dan simbol “N” (=No) melambangkan ketidak setujuan.
1. Anak laki-laki seharusnya mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi daripada anak
perempuan. (___N__)
2. Suami-istri seharusnya bersama-sama bertanggung jawab dalam membesarkan anak.
(__Y___)
3. Perempuan seharusnya tidak pergi menghadiri rapat pada malam hari. (__Y/N___)
4. Gaji laki-laki seharusnya lebih besar daripada gaji perempuan. (__N__)
5. Perempuan tidak pandai mengambil keputusan. (__N___)
6. Hanya perempuan yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran belanja rumah
tangga. (__N__)
7. Suami-istri bersama-sama memutuskan tentang pengeluaran-pengeluaran rumahtangga
yang berjumlah besar (__Y__)
8. Laki-laki lebih rasional daripada perempuan. (__N___)
9. Perempuan tidak pandai menduduki posisi pimpinan. (__N__)
10. Laki-laki tidak mampu menjaga anak-anak kecil. (__N__)
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 26
LAMPIRAN 2
DATA TERPILAH KETAHANAN PANGAN
Tabel 1. Komposisi Rumah Tangga Responden menurut Karakteristiknya
UMUR KATEGORI AGAMA STATUS PENDIDIKAN PENGALAMAN
LD
PD
AL
AP
Keterangan :
LD = Laki-laki Dewasa
PD=Perempuan Dewasa
AL=Anak Laki-laki
AP=Anak Perempuan
Pengalaman : Pelatihan/kursus yang diterima dalam kegiatan demapan
Tabel 2. Data Kepemilikan Sumberdaya/Sarana Rumah Tangga Responden
Sumberdaya
Kepemilikan atas nama %
Keterangan Ayah Ibu Anak Laki
Anak
Perempuan
Tanah
Bangunan
Ternak
Alsintan
Alat
Transportasi
Alat
Telekomunikasi
Aset Keuangan
(tabungan)
Lain-lain
Keterangan : diisi berdasarkan proporsi kepemilikan (%)
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 27
Tabel 3. Rata-rata Tingkat Partisipasi Responden terhadap Kegiatan Usaha Kelompok/Keluarga
dan Domestik (Keluarga Inti)
No Jenis Pekerjaan
Tingkat Partisipasi (%)
Ayah Ibu Anak Laki Anak
Perempuan
1 Partisipasi dalam usaha Kelompok
2 Partisipasi dalam usaha keluarga
3 Memilih jenis usaha kelompok
4 Memilih jenis usaha keluarga
5 Memilih Tempat usaha
6 Menentukan Skala usaha
7 Membuat Rencana usaha
8 Menentukan pembiayaan usaha
9 Membagi tugas/peran dalam usaha
10 Pekerjaan rumah tangga
11 Mengelola pendapatan
12 Membeli sarana usaha
13 Mengolah tanah
14 Menanam
15 Menyiangi dan memupuk
16 Memanen
17 Memberi makan ternak/ikan
18 Membersihkan kandang/kolam
19 Menjual ternak/ikan
20 Menggunakan uang
21 Menjual hasil produksi pertanian
22 Menjual hasil produksi perikanan
23 Menjual hasil produksi ternak
24 Mengelola hasil penjualan
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 28
Tabel 4. Akses Responden terhadap Pelaksanaan Kegiatan Demapan
No. Uraian Kegiatan
Yang Mengakses (%)
Ayah Ibu Anak Laki Anak
Perempuan
1 Jadi Anggota Kelompok
2 Hadir di pertemuan
3 Ikut Penyuluhan
4 Mendapatkan Pengetahuan dan
Keterampilan
5 Kesempatan mendapatkan pinjaman
6 Kesempatan menjadi pengurus
Tabel 5. Kontrol Responden terhadap Pengambilan Keputusan dalam Pelaksanaan Kegiatan
Demapan
Keputusan dalam Hal
Yang Menentukan (%)
Ayah Ibu Anak
Laki
Anak
Perempuan Penyuluh Kelompok
Menerima bantuan
Memilih jenis usaha
Memilih Tempat usaha
Menentukan Skala
usaha
Membuat Rencana
usaha
Menentukan
pembiayaan usaha
Membagi tugas
Menggelola keuangan
Membeli sarana
produksi
Menjual produk
Menggunakan hasil
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KETAHANAN PANGAN 29
Tabel 6. Perolehan Manfaat Kegiatan Demapan oleh Responden
Manfaat Langsung
Peningkatan dalam
Yang Menikmati Manfaat Langsung (%)
Ayah Ibu Anak
Laki
Anak
Perempuan
Tenaga
Luar Penyuluh Kelompok
Akses modal
Akses pasar
Kesempatan berusaha
Pendapatan
Daya beli
Peralatan usaha *)
Kapasitas SDM
*) Sarana produksi dan alat pengolahan
Tabel 7. Permasalahan dan Upaya Pemecahannya
Permasalahan Upaya Pemecahan
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER 30 BIDANG KETAHANAN PANGAN
Lampiran 3
LEMBAR KERJA GENDER ANALYSIS PATHWAY (GAP) KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN YANG RESPONSIF GENDER TAHUN 2012
KOLOM 1 KOLOM 2 KOLOM 3 KOLOM 4 KOLOM 5 KOLOM 6 KOLOM 7 KOLOM 8 KOLOM 9
Kebijakan /
Program /
Kegiatan
Data Pembuka Wawasan (Data
Pilah Gender)
Isu Gender Kebijakan dan Rencana Aksi Pengukuran Hasil
Faktor Kesenjangan Sebab Kesenjangan Internal Sebab Kesenjangan Eksternal Reformulasi Tujuan Rencana Aksi Data Dasar
(Baseline)
Indikator Gender
Program : Peningkatan
Diversifikasi
dan
Ketahanan
Pangan
Masyarakat
Kegiatan:
Pengembang
an Desa
Mandiri
Pangan
Output :
Kelompok
afinitas
sebanyak
2366
kelompok
dari 594 desa
(1 desa
terdiri dari 4
kelompok
afinitas)
Tujuan :
(kolom 6)
Jumlah penduduk miskin pada tahun
2011 mencapai 30,02 juta orang
atau 12,49% yang pada umumnya
mereka juga mengalami kerawanan
pangan karena disamping daya
belinya rendah, juga pengetahuan
pangannya kurang sehingga belum
dapat mengelola lingkungannya
untuk menghasilkan pangan bagi
keluarganya. Untuk itu pemerintah
telah menerapkan beberapa program
aksi untuk mengatasi permasalahan
tersebut, namun berdasarkan
perspektif gender masih terjadi
kesenjangan antara laki-laki dengan
perempuan karena selama ini
penetapan peserta program aksi
adalah kepala keluarga berjenis
kelamin laki-laki. Sebagai informasi
bahwa jumlah desa miskin yang
menjadi target kegiatan
pengembangan Desa Mandiri
Pangan tahun 2012 adalah pada
tahap persiapan sebanyak 594 desa,
402 kabupaten/kota, 33 provinsi
Representasi perempuan dalam
pemberdayaan ketahanan pangan
masyarakat masih rendah, karena
tidak dilakukan pendataan terpilah
antara laki-laki dan perempuan,
sehingga sampai saat ini belum
diketahui persentase kepesertaan
perempuan dalam kegiatan
pemberdayaan ketahanan pangan
masyarakat.
Akses: Akses Perempuan Kepala
Rumah Tangga (PKRT) terhadap
ilmu pengetahuan dan teknologi,
fasilitas/ dana bantuan dan
pelatihan/ peningkatan
kapabilitas dalam rangka
pemberdayaan ketahanan pangan
masyarakat lebih rendah
dibanding Lelaki Kepala Rumah
Tangga (LKRT).
Kontrol: Laki-laki memiliki
kontrol terhadap sumberdaya
lahan dan sarana prasarananya
yang lebih tinggi dibanding
perempuan.
Partisipasi : Anggota kelompok
afinitas (berdasarkan tempat
tinggal) pada umumnya laki-laki
sehingga merekalah yang lebih
banyak berpartisipasi mengikuti
pembinaan dan diskusi dengan
petugas setempat.
Manfaat: Dikarenakan
masyarakat pedesaan yang
terdata umumnya laki-laki, maka
pemberdayaan ketahanan pangan
masyarakat cenderung lebih
dimanfaatkan oleh petani laki-
laki dan kurang didukung oleh
produktivitas perempuan
Para pengambil keputusan/kebijakan
belum memahami tentang isu
gender dan belum dilakukannya
pendataan terpilah antara peserta
laki-laki dan perempuan dalam
pemberdayaan ketahanan pangan
masyarakat serta analisis gender
yang baku.
Kurangnya akses informasi kepada
perempuan tentang pengembangan
Desa Mandiri Pangan
Belum disebutkannya peserta
kelompok yang terdiri dari laki-laki
dan perempuan pada undangan
pelatihan bagi peserta kegiatan
Belum semua petugas baik di pusat
maupun daerah mengetahui kegiatan
responsif gender secara baik.
Aparat di tingkat lapangan kurang
mendorong keadilan dan kesetaraan
gender dalam pelaksanaan kegiatan.
Masih kuatnya persepsi yang bias
gender dikalangan masyarakat,
dimana Kepala Rumah Tangga
adalah laki-laki, sedangkan
perempuan berperan dalam
urusan rumah tangga.
Motivasi perempuan untuk
mengikuti peningkatan
kapabilitas dalam ketahanan
pangan keluarga yang difasilitasi
pemerintah masih rendah karena
perempuan lebih memfokuskan
urusannya pada rumah tangga.
Adanya anggapan bahwa
kepentingan dan kebutuhan
perempuan (ibu rumah tangga)
cukup diwakilkan kepada kepala
keluarga (laki-laki).
Adanya anggapan bahwa manfaat
bagi kepala keluarga (laki-laki)
juga dinikmati oleh ibu rumah
tangga (perempuan).
Meningkatkan
pengetahuan,
kemampuan dan
ketrampilan bagi
petugas, petani dan
kelompok afinitas
dalam rangka
pemantapan
ketahanan pangan
melalui
pendampingan yang
berbasis responsif
gender dengan
memberi kesempatan,
peran dan peluang
yang sama bagi laki-
laki dan perempuan.
Mengumpulkan data petani
perempuan yang berusaha
dibidang usaha rumah
tangga.
Menyempurnakan
Pedoman Umum Program
Aksi Desa Mandiri Pangan
yang Responsif Gender
Sosialisasi dan advokasi
kepada para pengambil
kebijakan terkait peran
wanita dalam mendukung
usaha rumah tangga pada
program Aksi Desa
Mandiri Pangan di daerah/
lokasi desa yang
mempunyai masyarakat
yang terkena rawan
pangan.
Diberikan kesempatan bagi
peserta perempuan agar
dapat lebih berperan dalam
tahapan aktivitas melalui
undangan pelatihan peserta
kegiatan yang mengundang
perempuan dan adanya
pedoman umum kegiatan
yang lebih responsif gender
Data awal terpilih
peserta Program
Aksi Desa Mandiri
Pangan adalah
laki-laki 90% dan
perempuan 10%.
Melalui aktivitas dalam
rencana aksi tersebut,
maka diharapkan dalam
pembinaan Program Aksi
Desa Mandiri Pangan
selama 4 (empat)
tahun/tahap akan
terealisasi laki-laki 70%
dan perempuan 30%
dalam pemantapan
ketahanan pangan
keluarga.
Meningkatnya peran laki-
laki dan perempuan dalam
keterlibatannya
memantapkan ketahanan
pangan keluarga melalui
peningkatan pendapatan
keluarga serta
pengetahuan pangan dan
gizi.
Meningkatnya peran istri
petani membantu suami
(petani) untuk
memantapkan ketahanan
pangan keluarga dengan
memanfaatkan sumber
daya pangan yang
dikuasai.
Peningkatan kemampuan
perempuan (wanita tani)
disamping petani laki-laki
dalam upaya pemantapan
ketahanan pangan
keluarga.
Tercapainya SDM yang
berkualitas baik laki-laki
maupun perempuan dalam
pemantapan ketahanan
pangan keluarga.
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER 31 BIDANG KETAHANAN PANGAN
LAMPIRAN 4
GENDER BUDGET STATEMENT
(Pernyataan Anggaran Gender)
Kementerian Negara/Lembaga : Pertanian
Unit Organisasi : Badan Ketahanan Pangan
Unit Eselon II/Satker : Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan
Masyarakat.
Kegiatan Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan
Kerawanan Pangan.
Indikator Kinerja
Kegiatan
Meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan
penanganan kerawanan pangan.
Output Kegiatan Jumlah desa yang diberdayakan dalam pengembangan desa
mandiri pangan sebanyak 398 desa (lokasi baru) pada tahun
2012 dengan sasaran pembinaan 70% laki-laki dan 30%
perempuan dengan fokus: terbentuknya kelompok afinitas,
terbentuknya Lembaga Keuangan Desa (LKD) dan
tersalurnya dana Bansos untuk usaha produktif.
Analisa Situasi Jumlah penduduk miskin pada tahun 2011 sebanyak 30,02
juta jiwa atau 12,49% dari total jumlah penduduk
Indonesia. Sebagian dari jumlah penduduk miskin tersebut
mengalami rawan pangan karena rata-rata konsumsi energi
per kapita hanya 70-90% dari Angka Kecukupan Gizi (2.000
kkal/kap/hari). Rawan pangan tersebut terutama
disebabkan oleh daya beli yang rendah dan pengetahuan
pangan dan gizi yang rendah. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut pemerintah melaksanakan Program
aksi Desa Mandiri Pangan, namun dalam penerapan di
lapangan ada kesenjangan gender dalam sasaran
pembinaan. Dari penetapan sasaran pembinaan yang telah
berjalan selama ini, proporsi perempuan hanya sebesar
10%. Hal ini dapat diperhatikan berikut ini:
1. Akses Perempuan Kepala Rumah Tangga (PKRT)
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER 32 BIDANG KETAHANAN PANGAN
terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, fasilitas/ dana bantuan dan pelatihan/peningkatan kapabilitas dalam rangka pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat lebih rendah dibanding Lelaki Kepala Rumah Tangga (LKRT);
2. Laki-laki memiliki kontrol terhadap sumberdaya lahan dan sarana prasarananya yang lebih tinggi dibanding perempuan;
3. Anggota kelompok afinitas (berdasarkan tempat tinggal) pada umumnya laki-laki, sehingga merekalah yang lebih banyak berpartisipasi mengikuti pembinaan dan diskusi dengan petugas setempat;
4. Dikarenakan masarakat pedesaan yang terdata umumnya laki-laki, maka pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat cenderung lebih dimanfaatkan oleh petani laki-laki.
Padahal baik laki-laki maupun perempuan mempunyai
peluang yang sama dalam mengikuti pemberdayaan
ketahanan pangan masyarakat, bahkan perempuan
mempunyai kemampuan dan peranan lebih baik dari pada
laki-laki karena disamping perempuan dapat berusaha
dalam peningkatan pendapatan keluarga juga bisa
menerapkan pendidikan pangan dan gizi di lingkungan
keluarganya.
Kesenjangan antara laki-laki dengan perempuan tersebut
disebabkan oleh :
1. Kesenjangan internal: a) para pengambil keputusan/ kebijakan belum memahami tentang isu gender dan belum dilakukan pendataan terpilah antara peserta laki-laki dan perempuan dalam pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat serta analisis gender yang baku; b) belum semua petugas baik di pusat maupun daerah mengetahui kegiatan responsif gender secara baik; c) issue gender belum dianggap sebagai issue penting yang perlu ditangani secara serius oleh personil yang merencanakan maupun yang melaksanakan program/ kegiatan khususnya pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat dalam rangka pemantapan ketahanan pangan keluarga; d) aparat di tingkat lapangan kurang mendorong keadilan dan kesetaraan gender dalam pelaksanaan kegiatan.
2. Kesenjangan eksternal: a) masih kuatnya persepsi yang bias gender di kalangan masyarakat dimana Kepala Rumah Tangga adalah laki-laki, sedangkan perempuan berperan dalam urusan rumah tangga; b) motivasi perempuan untuk mengikuti peningkatan kapabilitas dalam ketahanan pangan keluarga yang difasilitasi
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER 33 BIDANG KETAHANAN PANGAN
pemerintah masih rendah karena perempuan lebih memfokuskan urusannya pada rumah tangga; c) adanya anggapan bahwa kepentingan dan kebutuhan perempuan (ibu rumah tangga) cukup diwakilkan kepada Kepala Keluarga (laki-laki); d) adanya anggapan bahwa manfaat bagi Kepala Keluarga (laki-laki) juga dinikmati oleh ibu rumah tangga (perempuan).
Atas kondisi tersebut, perlu direformulasikan tujuan dari
kegiatan ini yaitu meningkatkan pengetahuan, kemampuan
dan ketrampilan bagi petugas, petani dan kelompok afinitas
dalam rangka pemantapan ketahanan pangan keluarga
melalui Program Aksi Desa Mandiri Pangan yang berbasis
responsif gender dengan memberi kesempatan, peran
dan peluang yang sama bagi laki-laki dan
perempuan.
Rencana Aksi Output Program Aksi Desa Mandiri Pangan
Pemberdayaan Ketahanan
Pangan Masyarakat
Jumlah desa
yang dibina
398 desa
Tujuan output Meningkatnya
pengetahuan,
kemampuan dan
ketrampilan bagi petugas,
petani dan kelompok
afinitas dalam rangka
pemantapan ketahanan
pangan keluarga melalui
pendampingan yang
berbasis responsif gender
dengan memberi
kesempatan peran dan
peluang yang sama bagi
laki-laki dan perempuan.
Pendampingan kelompok
afinitas dalam
pengelolaan usaha
produktif dan
pemantapan ketahanan
pangan keluarga.
Sub Komponen 1 Identifikasi dan
penetapan kelompok
afinitas.
Sub Komponen 2 Penetapan dan pelatihan
bagi pendamping
penyuluh pertanian
PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER 34 BIDANG KETAHANAN PANGAN
Sub Komponen 3 Pendampingan usaha
produktif dan
pengelolaan ketahanan
pangan keluarga.
Sub Komponen 4 Pelaporan dan evaluasi
Alokasi Anggaran Output
Kegiatan
Rp. 6.626.000.000,-
Dampak/Hasil Output
Kegiatan
1. Terwujudnya ketahanan pangan dan gizi masyarakat.
2. Partisipasi dalam program aksi adalah laki-laki 70% dan perempuan 30%.
3. Meningkatnya peran isteri petani membantu suaminya (petani) untuk peningkatan pendapatan keluarga di wilayah desanya.
4. Peningkatan kemampuan perempuan (wanita tani) disamping laki-laki dalam peningkatan ketahanan pangan keluarga.
5. Tersedianya SDM yang berkualitas baik laki-laki maupun perempuan dalam pengelolaan usaha rumah tangga.
6. Meningkatnya ketahanan pangan keluarga yang tangguh dan berkesinambungan.
Badan Ketahanan Pangan
Kementerian Pertanian
T.A. 2012