pelacakan aliran air bawah tanah dengan metode …
TRANSCRIPT
PELACAKAN ALiRAN AIR BAWAH TANAHDENGAN METODE GEOLISTRIK DIIMOGIRI DAERAH IST/MEWA YOGYAKARTA
HalY Jusron I, M. Nurdin, Suba-djo, SIClnel Sumo, S. Budihardjo ~)*) KanIa- Menteri Negara Risel dan Teknologi -KMNRT, JakCJ1a
") Pusat Pengembangan Bahan Galian dan Geoiogi Nuklir -P2BGGN BAT AN, Jakma
ABSTRAK
PELACAKAN ALIRAN AIR BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLlSTRIK DI IMOGIRI, DAERAHISTIMEWA YOGYAKARTA. Penelitian dlakukan dafam kawasan LPM Universitas Gajah Mada, daerah ImogiriYogyakarta. Ketersediaan air pada daerah penelitian tidak cukup untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang ada sepertipertanian, penelitian kehutanan, perkemahan, terutama di musim kemarau. Untuk memenuhi tujuan penelitian, yaituketersediaan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan daerah penelitian, metode yang cukup baik untuk tujuan iniadalah menggunakan metode geolistrik tahanan jenis. Batuan daerah penelitian terdiri dari breksi volkanik, batu pasirtufaan dan lava andesit. Metode geolistrik tahanan jenis yang dipakai menggunakan konfigurasi dipoie-dipoie dclnWenner, sedang penentuan titik pengukuran Wenner dan interpretasinya didasarkan pada informasi geologi, ha:silpengukuran dipole-dipole dan kedafamaan muka air dalam sumur. Pengukuran dilakukan pada dua buah lintasan utamaGA dan GB yang membentang dari timur kebarat sepanjang 1.625 m dan 1.450 m, ter1etak dsebelah selatan dan utalraSungai Sili. Hasil interpretasi menunjukkan bahwa air berada pada rekahan-rekahan dan pada daerah penelitian tid1ikditemukan akuifer yang potensial.
ABSTRACT
SUB-SURFACE WATERFLOW TRACING BY USING GEO ELECTRICAL METHOD AT IMOGIRI AREA. The researc:hwas camed out at the LPM telTain, which is owned by Gajah Mada Ur1versity at lmagiri, Yogyakarta. Uthologically, tilearea composed of volcanic ~ia, tuffaceous sandstone, and andesitic lava. The water availability on this telTain is notsufficient to support activity such as agriculture and forestry researtih, camping group etc. This researoh aim is toincrease the water availability at the manner of subsurface water tracing by measuring rock resistivity using dpoie-dipoleand Wenner configuration methods. Two main lines GA and GB at the southern and northem sides of Sili River, E-'Wdirection along 1625 m and 1450 m respectively, have been measured. Result of this research is the water existeru:ewithin small size jdnts and it can be deducted that no potentiai water exist in this terrain.
PENDAHULUAN
LelTtJaga Peng<tJdan Masyarakat (LPM) Universitas
Gajah Macla ~nyai areal penelitian untuk pengabdan
k~ masyarakat d 00sa Mangunan clan Girirejo,
lroogiri, DIY Yogyakarta. Lokasi LPM Universitas Gajah
M<¥:B yang menjad t~t peneiitian ~t dlihat pada
garrmr 1. Pacta areal iili te~t kegiatan-kegiatan yang
cJlaklA<an oIeh pihak LPM ~rti penelitian tentang
kehutanall, wisata perkemahan clan lain-1ain, selia
pertnn yang dlaksanakan oIeh pendoouk set~t
Untuk mendJkung kegiatan-kegiatan terse:>ut d atas
cJpefiukan ketersOOaan air baik untuk keper1uan air minum
ma~n pertanian. Pada daerah peneiitian, terdapat
beberapa mata air yang dOOtnya bervariasi, mata air yang
cuk~ besar dEt>itnya ~'8jtu mata air Gayam Gede, dpakai
Gambar 1. Peia Lokasi Kerja
26
SEMINAR IPTEK NUKU~ DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA TAM BANG
PUSAT PENGEHBANGAN BAHAN GALIAH DAN GEOLOGI NUKL/R -BATAN JAKARTA,
02HEI2002
mengisi ruang ~rous itu juga akan ikut menentukan besar
koolnya tahanan jenis batuan karena fluida itu sendin
~nyai nilai tahanan jenis, seperti misa/nya
pertarrmhan salinitas pada fluida akan menurunkan harga
tahanan jenis batuan tersebut
Batuan ~nyai ~rositas yang tinggi bila
batuan termJt tersusun oIeh k~nen (mineral, flagmen
batuan) yang lT1eITpunyai sortasi baik ('well sorted"),
berukuran halus ci!:n sementasi buruk. Kenaikan porositas
akibat dan ukuran butir, fraktur clan a/terasi, akan
menyebabkan penurunan harga tahanan jenis sehingga
batuan termJt akan dapat dlewati arus (3). Kondsi lain
yang memungkinkan ci~tkan keberadaan akuifer
~ah pem1e<i>ilitas dan batuan yaitu ruang antar butir
yang saling bertJubungan, sehingga dapat meloloskan
cairan. Batuan yang ~unyai permeabilitas tinggi
OOlgan sendnnya rrlerr()Unyai ~rositas yang tinggi, tetapi
batuan yang mempunyai porositas tinggi belum tentu
rrlerr()Unyai permmlitas tinggi. Dan uraian ~rositas dan
permmlitas ci atas, rnaka akuifer lebih terwakili oleh sifat
permmlitas batuan tersebut Sebagai syarat penting
yang lain untuk terciptanya suatu akuifer adalah
k~an "bed-rock" yang imperme(t)le (tidak tembus
air).
r.ebagai sumber air minum dan mata air-mata air kecil
yang lain merembes atau keluar dati rekahan batuan,
sangat tidak rnendJkung untuk kegiatan-kegiatan tersebut
d atas, terutarna d musim ker,larau. Untuk rnengatasi
Irl8salah ini, salah satu yang dapat dlakukan adaJah
memanfaatkan potensi air bawah tanah pada daerah
tersebut
Dan peta geologi regional daerah Yogyakarta dan
peta Hidrologi daerah lmogiri ddapatkan bahwa daerah
lmogiri terdri dari batuan breksi voIkanik, lava dan tuf.
Sebaran vertikal dan lateral batuan-batuan ini sangat tidak
teratur dan terkekarkan primer rnaupun sekunoor [1].
Kaldsi geoIogi ini merri)uat poIa aliran bawah tanah dan
letak lapisan penarnpung atau I~san perrba'Na air atau
akuifer ~ rnenjaci tidak teratur. Keberadaan dan atau poIa
aJiran air tanah pada suatu daerah sangat tergantung pada
keadaan geoIogi ~rti litologi, stratigrafi rnal4>un struktur.
Berdasarkan kondsi ini, untuk mengetahui keberadaan
akuifer maka salah satu sifat fisika yang dapat
rnerK;erminkan keberadaan akuifer pada suatu daerah
adaIah tahanan jenis batuan yang dapat dperoleh melaJui
pengukuran geolistrik.
Pengukuran goolistrik ini dmaksud<an untuk
menentukan letak cEn ketebafan akuifer yang ada pacE
daerah penelitian. Dengan ddapatkannya akuifer yang
r~nyai kandungan air yang potensial, rnaka
dharnpkan cjapat merTbantu ketersedaan air yang
dper1ukan untuk mendJkung kegiatan-kegiatan pendJdJk
daJam bercocok tanam rnal4>Un kebututJan air minum.
TEOR!
Batuan dapat menjad akuifer ~Ia menganciJng
ruang-ruang antar butir atau batuan ~nyai porositas
oon perme<t>ilitas tinggi, sehingga menjadkan batuan
tE:ASEi:>ut ~t menganciJng (terisi) cairan I flui~. Bila
batuan yang porositas tinggi ini terisi cairan (flui~) yang
m91TtJ8wa mineral konduktor, maka batuan tersebut akan
menjad penghantar listrik yang baik. Jenis flui~ yang
Dari data geologi regional, batuan daerah penejitian
teiUri dari breksi voIkanik, lava dan batupasir tufaan dan
teI1<ekarkan primer rna~un sekunder. Batuan breksi tidak
~t menjad akuifer karena pada saat proses
secimentasi selalu tersortasi dengan buruk, akibablya akan
~nyai porositas rendah [4J, Batl4)asir tufaan bila
beltxJtir halus dan mempunyai permmlitas yang baik
~t menjad akuifer. Pasir/gravel yang terisi air segar
("fresh water") ~nyai harga tahanan jenis dari sedang
saIr{)ai linggl, karena air yang berada di dalamnya hanya
merrDawa secikit mineral-mineral yang berasal dari parlikel
pasir/gravel.
~a ~nyai porositas yang sangat rendah sehingga
lidak mernungkinkan untuk menjad akuifer [41, tetapi bila
SEMINAR iPTEK NUKUR DAN PE~ELOLAAN SUMBER DAY" TAMBAOO
PUSAT PEHGEHBANGAN BAHAN GALIAN DAN GEOLOGI NUKLIR -SATAN
-IJAKARTA,
I_O2 HEI200j~
geolistnk pada areal penelitian.
Per!gukuran geolostrik tahanan jenis dalam peneliUIn
ini menggunakan 2 (dJa) iGnis konfigurasi yaitu :
konfigurasi dpoie -dpoie yang dgunakan untlJk
mengetahui nilai tahanan jenis semu secara lateral dcm
konfigurasi kedua adalah konfigurasi Wenner yarlg
dgunakan untuk rnengetahui nilai tahanan jenis secara
vertikal dan batuan.
Dan pengukuran dengan menggunakan konfigurasi
dipoje-dipole akan ddapatkan tahanan jenis semu
~ngan menggunakan persamaan,
p. = 1t a n (n+1)(n+2) V II (1)
dengan : pa: tahanan jenis semu, 7t = 3.14, a : 25 meter
V: beda tegangan, I : kuat arus, n : bilangan bulat 1, 2,
3,4,5
Cara pengukuran tahanan jenis oongan IT1er1ggur.a~ln
konfigurasi elektro<E dpole-dpole dapat dlihat pacla
Ganmr 3. Hasil pengukuran konfigurasi dpoje-dipoje di
lapangan yang terbaca dari alat adalah berupa becla
tegangan M dan kuat arus (I), sedangkan harga "a"
ijarak) telah citentukan (25 m), demikian juga dengcln
on".
Hasil pengolahan data pengukuran dipole-dipole
sel1a analisisnya ditambah dengan infonnasi geologi dcln
infonnasi lainnya, digunakan untuk menentukan leulk
titik duga Wenner. Untuk mendapatkan tahanan jerlis
Wenner digunakan persamaan :
p. = 2 7t a R (2)
dengan: pa: tahanan jenis semu, 7t : 3.14, a : spasi
ektrode R: tahanan = V II V : beda
tegangan I: kuat arus
Harga tahanan jenis semu dari pengukurcln
dengan konfigurasi dipole-dipole dari lapisan yang
diperkirakan sebagai pembawa air adalah yang bemillai
rendah, sehingga penentuan titik ouga Wenner
didasarkan pada harga tahanan jenis dpole-dipoie yang
rendah tersebut.
t~t struktur bukaan yang memungkinkan air mengalir
clan tersimpan d daI<rn batuan, maka ketiga jenis batuan
d atas ~ menjad a<uifer yang baik.
Met()(i3 geolistrik tahanan jenis ~kan salah
satu met()(i3 goofisika me~nai kelistrikan batuan, yang
sering dgunakan sEt>agai prospeksi awal cia/am pencarian
ka:>eradaan air bawah tanah (5). Secara teori, jika suatu
penghantar yang ~unyai luas penampang A clan
panjang L clan pada kroJa ujungnya dberikan suatu beda
potensial sroesar V maka akan dperoleh suatu besaran
kuat arus I yang ~t melewati penghantar tersebut
Besar koolnya kuat CI1JS yang dapat melewati penghantar
t~ akan meI1reikan petunjuk besar kecilnya nilai
dari tahanan jenis penghantar ters6:Jut.
Untuk memudahkan clalam menclapatkan solusi
matEmatik clari kondsi di lapangan, maka kita berasumsi
bahwa bumi me~kan suatu penghantar yang
dianggap homogen isotropis clan permukaan yang dilalui
arus listrik aclalah permukaan setengah bola dengan
tahanan jenis merata dengan luas 2 7t r 2, sehingga
aliran arusnya seperti diperlihatkan pada Gambar 2. Dari
Ganmr 2, maka tahanan jenis yang merata pacla benda
setengah-bcja ~ dtentukan dengan me~tkan
satu elektro<E arus clan satu elektroda potensial d tak
hingga.
Alat yang dgunakan untuk rnengukur tahanan jenis
clalam penelitian ini, terdri clari dua bagian besar yaitu
Recei't'er IPR-&'SOHz dan Transmitter 1PC-9/200W buatan
Scintrex ~ serta peralatan yang lain seperti kabel,
generator sebagai sumber arus, porouspot.
Sebagai tahap awal penelitian, dlakukan orientasi
lapangan untuk pengamatan geologi umum,
pangamatan sumur penduduk dan pengumpulan
informasi dari penduduk tentang keadaan muka air
clalam sumur. Dari hasil diskusi tentang keadaan
ge:J!ogi, topografi pengamatan sumur penduduk,
keberadaan mata air dan informasi lain, maka dapat
diteffipkan Il3tak lintasan sarta titik-tilik dllga pengukuran
SEMINAR IPTEK NUKUR DAN PENGELOLAAN SU~BER DAYA TAMBANG JAKARTA,
PUSAT PENGEHBANGAN BAHAN GALIAN DAN GEOLOGI NUKLIR -BATAN 02 HE12002
Cara pengukuran tahanan jenis dengan menggunakan
konfigurasi Wenner dapat dlihat pada Gambar 4.pada sumur-sumur pendJduk d sekitar lokasi penelitian.
Pengamatan telah dlakukan pada 11 sumur pendJdJk dan
data kedaJaman permukaan air tiap-tiap sumur dapat
dpematikan Tabel1.HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran GeolistrikPemetaan dan Struktur Geologi
Dari hasil pemetaan geologi pada daerah
penelitian ddapatkan, litologi daerah penelitian tersusun
atas empat satuan batuan yaitu,
1. Aluvial dibagian paling barat lembah sungai Sill,
ben~a material lepas yang berukuran lernpung-kerakal,
hasil pelapukan dan eros; batuan yang berada d hulu.
Satuan batuan ini menurrpang tidak selaras pada batuan
dbawahnya.
2. Lava Andesit, batuan ini tersingkap set~t-
set~t antara lain d puncak bukit d batas utara dan
selatan daerah penelitian, telah banyak mengalami
pengkekaran yang s~ara umum berarah timur laut -barat
daya.
3. Breksi Volkanik, batuan ini banyak tersingkap d
seluruh daerah pemetaan, dengan kenampakan
fragmennya bergradasi menghalus keatas.
4. Batupasir Tufaan, batuan ini keberadaannya
berselingan dsllQan breksi volkanik yang merrpunyai
kena~kan besar butimya bergradasi rnenghaJus ke arah
a18s.
~ra umum struktur geoIogi daerah penelitian
~a kekar-kekar dan sesar. Kekar yang berkerrbang
adaIah "shear joinf yang beraratl timunaut -barat daya dan
barat laut -tenggara. Sedangkan sesar yang berke/Ti)ang
adalah sesar geser kin yang me~nyai arah umum timur
laut -barat daya. Kenampakan lapangan, melalui struktur-
struktur ini, terutama yang terbuka, senng muncul
rerrt>esan atau mala air.
PMgamatarl Sumur Penduduk
Untuk mendapatkan pengetahuan tentang
kedaJuman muka air tanah dan menambah informasi
geoIogi ci lokasi penelitian, maka cilakukan pengamatan
Dari semua data diatas. ditentukanlah beberapa
lintasan pengukuran pada daerah penelitian. Untasan
utama adalah lintasan yang berarah barat-timur, yang
berada di selatan dan utara S. Sili (Lintasan GA dan GB),
OOngan panjang lintasan GA adalah 1.625 meter dan GB
adaIah 1.450 meter. Untasan GA ini dtarik dari mala air di
sOOe/ah timur sarTJ;)ai mala air Gayam Gede yang
merupakan mala air dengan debit terbesar pada areal
peneiitian. Untasan yang lain adalah lintasan 0 yang
menghlbungkan data sumur nomer VII hingga XI, lintasan
E yang menghubungkan sumur nomer I hingga VI. Hasil
pengamatan geoiogi, letak lintasan dan sumur-sumur
perKJuduk ~t dlihat pada Garrmr 5.
Pengukuran goolistrik tahanan jenis. pertama kali
OOngan menggunakan koofigurasi dpoie.<:Jipole, dilakukan
pada dua lintasan yaitu Untasan GA dan Lintasan GB.
Pengukuran pada lintasan GA, dlakukan pada 66 buah titik
pengukuran, jarak CJntar titik pengukuran 25 m, penetrasi
terdalam 62,5 m ddapatkan dari pengaturan n = 5,
sedangkan penetrasi terdangkaJ 12,5 m ddapatkan dari
pengaturan n = 1. ~Jasil pengukuran berl4)a tahanan jenis
semu dengan satuan om, dengan hasil pengukuran
terendah 7 .o.rr. dan yang tertinggi 57 Om. Hasil
pengukuran tahanan jenis semu pada titik Gayam Gede
dan mala air di bagian timur, jika di'plot'kan, maka harga
tahanan jenis semu yang berada pada lokasi kedua
mala air ini adaJah <10 .om dan (10-50) .om. Dari hasil
yang berbeda ini tampak bahwa keberadaan air tidak
dicenninkan oIeh harga tahanan jenis semu saja, tetapi
ada parameter-parameter lain seperti porositas, struktur
dan rongga antara lapisan yang sarna atau lapisan
berbeda, yang dapat mengindikasikan adanya lapisan
pembawa air [7).
Pengukuran pad:! lintasan GB, dlakukan pada 57 buah titik
pengukuran, jarak antar titik pengukurnn 25 m, penetrnsi
teldalam dan te~ngka! sarna seperti pada lintasan GA
yaitu 62,5 m dan 12,5 m. Hasil pengukurnn terendah 7 .om
dan yang tertinggi 60 .om. Hasil pengukuran tahananan
jenis semu juga ddominasi harga (10-50) .om, sehingga
menginterpretasikan harga tahananan jenis semu
kedalam jenis batuan agak sulit dilakukan bila hanya
berdasarkan harga tahanan jenis semu saja. Dari
bahasan ini, tampak bahwa hasil pengukuran dipole-
dipole belum dapat menjawab kaberadaan lapisan
akuifer, tetapi dapat dgunakan untuk menambah
informasi dalam menentukan letak titik yang akan dukur
clengan menggunakan konfigurasi Wenner. Data
pengLd<lIan kemudan dke/~kkan dalam 3 ke/as, yaitu
<10 .om, (10-50) .om dan >50 .om. Hasil pemitungan
kemudan dpfotkan pada lintasan sesuai dengar: letak
titik pengukuran dan harga "n" yang digunakan.
Pengeplotan juga dilakukan temadap data beda tinggi
dati data topografi. Langkah terakhir pengolahan data
pada data konfigurasi dipole-dipole adalah proses
penarikan garis kontur, clengan melalui pengelompokan
harga pada 3 kelas. Hasil akhir adalah sebuah peta
kontur penampang tegak tahanan jenis semu, yang
memuat penyebaran nilai tahanan jenis seIT,U secara
lateral seperti dapat dlihat pada Gambar 6 (A).
Dari hasil pengukuran dpole-dpole pada kedua
lintasan dtentukan sroanyak 11 titik pengukuran Wenner.
Pengukuran menggunakan konfigurnsi Wenner, pad:!
linta.san GA dlakukan pada 6 ti~k, yaitu titik 20, 29, 34, 46,
58 dan 62, sedangkan paw lintasan GB dlakukan pada 5
titik, yaitu titik 7, 16,28, 35wn 48.
Pada lintasan GA, titik 20 dipilih, karena hasil dati dpole-
dipole menunjukkan adanya perubahan harga kontur
tahanan jenis semu yang cukup kontras dalam jarak
lateral yang pendek, hal ini diduga sebagai indkasi
adanya perubahan sifat fisika recara lateral yang cukup
pendek, dan ini dapat diakibatkan oIeh adanya
perubahan litolpgi atau adanyasesar. Pada peta geoIclQi,
titik ini berada pada batuan breksi volkanik, sedang clali
topogrnfi, titik ini berada 375 m d bawah dali mata air
bagian timur, sehingga diharnpkan d bawah permukaan
titik 20 akan djumpai Japisan pembawa air yang sarna
dongan mata air; bagian timur. Hasil dali "sounding" dititik
20 ditemukan adanya perubahan harga tahanan jelnis
secarn vertikal sebanyak 4 buah, perubahan ini ticlak
menggambarkan adanya struktur, dan dengian
memperhatikan informasi geologi, maka perubahan ini
dapat diartikan sebagai perubahan litolpgi. Hasil
"sounding" pada titik 29 didapatkan perubahan harga
tahanan jenis secarn vertikal, dengan memperhatikan
hasil "sounding" pada titik 20, rnaka perubahan ini juga
dapat diartikan sebagai perubahan litolpgi. Hal yang
sarna juga te~ad pada titik 34 dan 46. Hasil pengukuran
di titik 58 (Gayam Gede) ini secarn vertikal ~>at
diinterpretasikan terdili dali lapisan terntas m~n1fai
tahanan jenis >50 Om dengan ketebalan sangat ti~is,
kemudian d bawahnya lapisan yang mel11>Un1,ai
tahanan jenis antarn (10-50) Om dengan ketebaan 1'00
m. Di bawah lapisan kedua ini terdapat lapisan batu,an
dengan harga tahanan <10 Om dengan barns terbawah
tidak terOOteksi. Untuk mengetahui perubahan disekil:ar
Gayam Gede dan untuk melengkapi ilisan tegak dali
lintasan GA, maka dlakukan pengukurnn pada titik 62.
Hasil kornpilasi dali 6 titik pengukurnn di lintasan (,A
yang berupa ilisan tegak, dapat dilihat pada gaml:~r
6(8). Dali Gambar 6(B), ter1ihat bahwa hasil "soundirlg"
pada titik 58, titik ini berada tepat di ujung dari kontak
antara lapisan yang mernpurlyai tahanan jenis >50 .{-;!m
dan (10-50) Om, dan dali peta geoIpgi titik ini bera,da
pada kontak batuan breksi volkanik dan batupasir tufaan.
Secarn urn urn hasil kcxnpilasi d atas bila d"plot" di atas
peta geologi maka kelompok tahanan jenis yang
berharga >50 al1 S"'.,5uai dengan batuan breksi \/Olkanik,
hal ini dap8f. djelaskan dengan ~kan koodaan
30 PROSIDING -ISBN 979 -8769 -II -:~
SENIOR IPnK NUKUR DAN PENGELOLAAN SUMlER DAYA TAM~ JAKARTA.
PUSAT PENGEHBANGAN BAHAN GALIAN DAN GEOLOGI NUKLIR -BATAN 02 HE12002L-- -
muncul, hal irU dkarenakan adanya sesar yang berarah
timur laut-barat daya yang memotong lintasan dsekitar
titik 48. Pengukuran 'sounding' yang lain, dlakukan
untuk membantu dalam interpretasi dilakukan pads
beberapa titik yaitu pads titik-titik GY1, GY2, WN1 dan
WN2.
Hasil pengukurnn dalam bentuk oota mentah cBlgan
vsria:>el tahanan jenis (Om) dan jarak antar elektr~
(ABI2), dnyatakan ~Iam bentuk kurva d atas kertas
biiogaritrna. B~rkan kurva hasil pengukurnn ini, dbuat
~ matematik untuk menentukan harga tahanan jenis,
ketOOalan oon kedalaman dari tiap-ti~ lapisan. Hasil
pemodeIan (.Wlve matching.), dip/of sesuai cBlgan letak
titik pengukuran dalam lintasan. Dengan menggunakan
kaidah interpolasi oon korelasi maka dhasilkan
penampang t~ak oori hasil penggunaan konfigurasi
Wenner. Hasil pena~ng tegak yang d~at adalah
penampang t~ak lintasan GA, GB, D dan E, rnasing-
masing ~t dlihat pada GarTt>ar 7(A) dan 7(B).
Hasil .sounding. dari GY1 dan WN1 kemudan
digabungkan oongan hasil pengamatan sumur penduduk
bemomor VIII, X dan XI, untuk mendapatkan irisan tegak
berarah utara selatan (Lintasan D), seoong hasil
.sounding" dari GY2, GY1 dan WN2, dgabungkan
oongan hasil pengamatan sumur penduduk bemomor VI
dan II, juga untuk mendapatkan irisan tegak berarah
utara selatan (Lintasan E).
Dengan menggunakan hasil interpretasi
.sounding. Lintasan GA, pada Lintasan D dan hasil
pengamatan pada sumur VII, X dan XI, maka dapat
dinyatakan, lapisan yang mempunyai tahanan jenis >50
Om adalah batuan breksi volkanik, dan lapisan yang
rnempunyai tahanan jenis (10-50) .om adalah batupasir
tufaan. Hasil ini sesuai oongan tampakan geologi
permukaan.
Pada Lintasan D, lapisan teratas adalah batuan breksi
volkanik, dibagian bawahnya adalah batupasir tufaan.
Menggunakan hasil interpretasi pada Untasan GA, maka-
31
di laparlgan, breksi volkanik kemas terouka dan
tersortasi buruk, sehingga porositasnya lebih rendah
dibandingkan dengan batupasir tufaan. Kelompok yang
mempunyai tahanan jenis (10-50) Om sesuai dengan
batupasir tufaan, dan kelompok yang mempunyai
tahanan jenis < 100m sesuai dengan tufa yang basah.
Oari pembahasan di atas dapat dinyatakan bahwa,
breksi volkallik (yang tersortasi buruk) mempunyai
tingkat porositas yang lebih rendah dati pada batupasir
tufaan, dan batupasir tufaan mempunyai permeabilitas
lebih baik dbandingkan dengan breksi voikanik, tetapi
karena adanya rekahan.rekahan pada kedua jenis
batuan ini, maka keduanya dapat menjadi akuifer jenis
rekahan [8]. Oengan demikian dapat disimpulkan, bahwa
kontrol dati akuifer dsini adalah tektonik.
Pada lintasan GB, d titik 7 seharusnya muncul mata air,
tetapi dati hasil pengamatan hal ini tidak te~ad,
dikarenai".an tidak terdapat rekahan yang dapat
mengalirkan air seperti pada mata air Gayam Gede atau
mata air di bagian timur lintasan GA. Oi kedalaman :i:
100 m pada titik 7, djumpai batuan breksi volkanik
dipermukaan dan yang di kedalaman membaji kearah
baret dengan ketebalan lapisan :i: 50 m. Batuan ini
bereda di bawah batupasir tufaan, berdasarkan
perbedaan tingkat permeabilitas dati kedua batuan
tersebut, maka breksi volkanik dapat menjadi lapi$8n
penahan agar air tidak turun ke bawah. T etapi karena
bentuk lapisan batupasir menurun curam kearah baret,
roaka i<emungkinan menyebabkan air mengalir terus ke
arah barat. 01 sekitar titik 35, dengan menggunakan hasil
interpretasi pada titik 58 (Gayam Gede), yaitu
terdapatnya kontak antara breksi volkanik dan batupasir
tufa an yang dipotong oIeh rekahan, maka
memungkinkan munculnya mata air, dan kenyataan di
lapangan memang ada mata air, dengan demikian moOOl
interpretasi pada titik ini dapat (jibuktikan. Oengan
menggunakan model yang sarna, pada titik 48
seharu&nya juga muncul rnata air, teiapi mata air tidak-
PROSIDING -ISBN 979 -8769 -II .2
~
yang potensial sesuai dengan sasaran penelitian,
se-tidaknya sampai kedalaman penelitian yaitu ::!:
100 m.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof.
Sabikis, Kepala LPM Universitas Gajahmada dan stat,
yang telah mengijinkan dan memberi kesempatan serta
membantu kami selama pelaksanaan penelitian ini dan
Ir. Sapardi, MS., yang banyak memberi bantuan dalarn
pengamatan geologi dan arahan dalam melaksanakan
~1elitian ini.
pada sumur VIII seharusnya cJdapatkan air, tetapi pada
kenyataannya sumur ini sampai dengan kedalaman 13
m dari permukaan tidak didapatkan air. Hal ini
disebabkan adanya sesar berarah timur laut -barat daya
yang juga memotong lintasan GB. Sesar ini
menyebabkan air tidak mengalir melalui sumur tetapi
masuk kedalam melalui bukaan yang dsebabkan sesar.
Oi bagian utara sungai Sili, karena tidak terdapat sesar
yang mengganggu alirnn air, maka sumur-sumur yang
ada akan mendapatkan air. Hal ini dapat dibuktikan
dengan mempertlatikan sumur X yang mempunyai
permukaan air pada kedalaman 2,6 m dan sumur IX
yang me~unyai permukaan air pada kedalaman 5,3 m,
pada kedua sumur ini air mengalir melalui rekahan.
Pada Lintasan E, bagian selatan sungai Sili, pada
bagian atas adalah batuan breksi volkanik dan di bagian
bawahnya adalah batupasir tufaan. Keberadaan air
dapat dibuktikan dengan mempematikan sumur VI yang
mempunyai permukaan air pada kedalaman 2,4 m,
sedangkan pada bagian utara sungai Sili, sumur II
rnempunyai permukaan air pada kedalaman 8,2 m.
KESIMPULAN
Berdasar1<an hasil pengamatan geologi permukaan
dan interpretasi dari koreiasi antar titik-titik 'sounding",
maka dapat direrik kesimpulan, bahwa :
.Breksi volkanik mempunyai tahanan jenis >50 Om,
batupasir tufaan (10-50) Om dan tufa yang basah
<10.am.
.Mata air yang didapat te:1etak pada kontak breksi
volkanik (di alas) dengan batu pasir (di bawah) , dan
air mengalir keluar melalui rekahan.
.Pada daerah penelitian, tidak diketemukan akuifer
DAFTAR PUSTAKA
1. WARTOOO RAHARD.XJ, SUKANDAR RUMIDI,
HMD., ROSIDI., "Peta Geologi Lembar Yogyakarui,
Skala 1 : 100.000", Jogyakarta, (1975).2. PURBO HADlWI.XJYO, MM., " Peristilahan GeoIO!~i
dan IImu Terkait", Penerbit liB, Bandung, (1982).
3. FLETCHER G., DRISCOLL, "Ground Water and
Wells", Johnson Division, St. Paul Minnesota,
(1986).
4. ICE., "Manual of Applied Geology For Engineers",
Crown Copyright, London, (1976).
5. Sapardi, Komunikasi pribadi.
6. Scintrex, "Induced P<xarization InstrumGntBtion",
Scintrex 222 Snidercroft Road Concord, Ontario,
(1984).
7. EDWARDS.,LS., "Introduction to Minirlg
Geophysics", Lecture Note, Rangoon Arts and
Science University in Cooperation 'l.ith UNDP
Project, Rangoon-Myarlmar, (1985).
8. SUYOr-lO SOSRODARSOOO.,"Hidroiogi Untuk
Pengairan", PT. Pradnya Paramita, Jakarta, (1980).
T aJel1. Data Pengarmfan SLmJr PerUJdJk, Desa Gili~o
Gambar 2. Sumt.r Ans Titik Di~;mukaln Beooa I<ooouidor
c.
PI P.,
c:
Galllbar 3. Konfigurasi Dipole-dipole(V: beda tegangan. I: kuat aru8.1'1 & P2 : elektroda potensialC1 & C2 : elektrode arus, a: bp8:li elektrode. n : bilangan bulat : 1.2.3,4.5)
~ar4. Konfigurasi Wermer(V : beda tegnngan.l : kuat arus. PI & P2 : elek1rode potensialCl & C2 : elektrode WUS, a: ~"pasi elek1rode
33PROSIDING -ISBN 979 -8769 -II. 2
34
q\";'
4
\1 '1'.\0{:,
,~
.;
4
;~~...'~
E
," >
.' -
~-'
D, ""'
',oJ (;
~.'
.o. ,._,;
.0 '.0.1.
'\3'0
-01'
:: ,
.., >
.;.
.q --.~
.'
...,~.
~
~
-.0. q
4 "{.
.1
..':" ~
,
.'.-'" ~
..
"
if"4
c;(>
( .i
( t.-
, .:.
"
..~(
( ~
~
'
-:~ ~~
80 4
t),
c .,y
" (0'\
" f
4.f
! .0.1-".,', ,
7:...
.f,J ...i
, ~
4~ ~
~~ ffi.
... :,'
".; :. ~
,"...'
Of :,
" '
1
~i ~
.\ 4 .
;:, ~'~
l" "
4.'
'\":; .",::;'
..D::
i ",
:;:: ...
'\:: ."
-\:# '"
, '
~.i.:.;;.:~
..q t.;"
~'0 ..1 '
004":"
-4
\\
;.
'.~
q .j.,
.4.-~
"-'.::"~
" ",".
..,
00,...0
4 1
"
, ...,~
[..:.,~
:.:~..:, '.0'0r .,.~
..."~
.: ~
.:;::f:..(~
'~:'
;
,. .
" ~
...'.4
~
~..
I ,
"
(>,
~
I
f ~
;.., .,
.' O
f "
" oq
"\,./~
.., ,~
of
.,"
.~~
..,
{ ~
q
.
I
~
..': ~~
~i§~
~.
-~
: :
~
~
~,,~
.";:---...,...~
~~
::.;;
grnrnrn "
I\t \\l
~.....;;c,
~
~
~
~~..-;
-~c
..~
..
! i
~ ~
~-_-0,:;
~
-=
~
:. :
..0 p-c~
c ~
.'~
-~
:
:;. ~
~."
-c ~
.
~
~
':' c
.
: ;.:
~ :
5 :.;;.~
;:=~
~;u;.~
~..~
..~
"
oJ ..oJ
.t :
-r -:-"a.~!.
~o tJr
~"t:;~-""oG>
-Q
)0>-"C
-(3)0E0"i)'"2"6.c~C~Cto::.c~Q
)~()-(3)0-0Q
)
(!)~""e>Q
.
I{)~.DEro(!)
A. Ptnonlpong Tohonon Jtnl, Svmu Secopo DIpole -DipoleB. P~nomponv Tohonun Jenll S~coro W~nnur
3SPROSIDING -ISBN 979 -8769 -II -2
Gombar 7:A. PcnamponQ Geollstrlk Tohanoll Jenls Sccoro Wenn.:r
Llnto san 0
B. PenampanQ Geolistrlk Tohanan Jenis Sec:ara Wenncr
Llnto$J n E
$EMINAR IPTEK NUKUR !'IAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA TAMBANG JAKARTA.
PUSAT PENGEHBANGAN BAHAN GAllAN DAN GEOlOGI NUKLIR -BATAN 02 HE12002
Ciskusi : kemiringan batuan mendatar/landai, mohon
penjelasan.
Suba~o:a. Kemiringan batuan sekitar 25 kearah barat,
kemiringan lereng antara 25 -45, tetapi untuk
kemiringan bentangan geolistrik dan dipole-dipole
ber1<isar 10 -15 ke barat.
b. Dari hasil pengukuran geolistrik tahanan jenis pada
lintasan GA dan GB terlihat jelas bahwa kemiringan
lapisan batuan kurang lebih 10 -25 kearah barat, jad
tidak mendatar.
3. Abdul Qohhar (BAPETEN)
Apa yang menjad dasar pertimbangan diambil
kesimpulan tidak ditemukan akuifer yang potensial dan
apakah hasil ini sudah dkorelasi dengan hasil
pengukuran geofisika yang lain.
Suba~o:Dasar pertimbangannya adalah tidak dtemukan lapisan
impermeabel (Iapisan kedap air) dati hasil pengukuran
konfigurasi dpole-<iipoie harga resistiviti kecil, setempat-
setempa~diinterpretasikan sebagai celah-celah,
kedalaman sampai n 5 ~ 60m).
Manto Widodo (P2BGGN -SATAN)
a. Tufa basal, batupasir tufaan. apakah tidak dapat
berperan sebagai akuifer
b. Imogiri sebagai berbukitan bergelombang bagaimana
menemukan jalur dan arah bentangan.
Suba~o:a. Batuan tersebut dapat berperan sebagai akuifer
bilama.na ditemukan lapisan dibawahnya sebagai lapisan
impermeabel (kedap air).
b. Areal tanah di Lembaga Pengabdian Masyarakat
(LPM) UGM dengan luas 2 Km merupakan 2(dua) buah
punggungan membentang arah timur -barat,
ditengahnya mengalir K Sili. Sehingga arah bentangan
pengukuran geolistrik dan dpole-dipole sejajar arah
punggungan, untuk menghindari anomali semu akibat
efek topografi.
2. Soeprapto (P2BGGN -BATAN)
a. Kemiringan lereng sekitar 25 kearah barat,
Kemiringan batuan berapa
b. Dilihat dari sebaran I:tologi di peta nampak sepertinya