pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang ...digilib.uin-suka.ac.id/15861/1/bab i, v, daftar...
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG KETENAGAKERJAAN
OLEH PPNS KETENAGAKERJAAN DAN POLISI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH
GELAR SARJANA STRATA SATU ILMU HUKUM
Oleh:
LUKMANUL HAKIM 10340062
PEMBIMBING:
1. M. MISBAHUL MUJIB, S.Ag, M.Hum 2. FAISAL LUQMAN HAKIM, SH, M.Hum
ILMU HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAMNEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015
i
ABSTRAK
Penyidikan dalam Pasal 1 butir (2) Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dalam bidang ketenagakerjaan berdasarkan Pasal 182 ayat (1) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK), dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Kepolisian. Penyidikan dimaksudkan untuk menentukan sebuah tindakan pidana, tersangka, dan sanksi terhadap kejahatan atau tindak pidana tersebut. Tanpa adanya penyidikan, maka secara otomatis tahapan proses peradilan pidana tidak dapat dilanjutkan. Dalam proses atau tahapan penyidikan ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 182 ayat (2) UUK. Kemudian dalam kasus lapangan, adanya dugaan pelanggaran norma kerja yaitu tidak dibayarnya upah lembur oleh PT Pertamina training and consulting terhadap Awak Mobil Tangki (AMT) di Kota Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). dalam hal ini Disnakertrans sudah melakukan upaya represif non justitia, akan tetapi hal ini tidak mendapat respon dari pihak PT. Pertamina. Akhirnya, kasus ini mengarah pada proses hukum represif justitia yaitu pelimpahan kepada PPNS Disnakertrans untuk dilakukan penyidikan. Berdasarkan keadaan tersebut, penyusun mencoba mengkaji, bagaimanakah proses penyidikan ketenagakerjaan oleh PPNS dan Kepolisian di DIY serta faktor-faktor penghambatnya.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi lapangan (field research) yang bersumber pada data-data lapangan (Disnakertrans DIY dan Polda DIY). Selanjutnya analisa data dilakukan secara kualitatif dan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu menguraikan beberapa fakta mengenai penyidikan ketenagakerjaan oleh PPNS dan Kepolisian, baik secara yuridis-empiris dan/atau penyidikan terhadap kasus tidak dibayarnya upah lembur oleh PT Pertamina training and consulting terhadap AMT. Selanjutnya dilakukan analisis mendalam dengan didasarkan pada sumber-sumber data sekunder yang mencakup bahan primer, sekunder, dan tersier yang berkaitan erat dengan objek penelitian seperti UUK dan Peraturan Kapolri (Perkap). Metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris sedangkan kerangka berfikir yang digunakan adalah kerangka berfikir secara deduktif dengan alat silogisme untuk membangun perspektif kebenaran hukum.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyidikan ketenagakerjaan oleh PPNS dan Kepolisian belum efektif dan efisien. Pasalnya kedua instansi tersebut kurang melakukan koordinasi secara instens sebagaimana diatribusikan oleh undang-undang. Terlebih proses penyidikan yang dilakukan dalam kasus PT Pertamina training and consulting dengan AMT. Faktor-faktor yang mengarah pada keadaan tersebut, pertama tidak adanya peraturan yang mengatur tentang batas waktu penyidikan oleh PPNS ketenagakerjaan, jumlah personel PPNS yang sangat minim yaitu hanya 4 (empat) orang, dan kurangnya sikap pro aktif Kepolisian dalam melakukan penyidikan ketenagakerjaan, serta kurangnya koordinasi diantara PPNS ketenagakerjaan dengan Kepolisian dalam melakukan penyidikan. Lambatnya proses penyidikan akan berimplikasi pada hak-hak pekerja/buruh, yang mana hak pekerja/buruh seolah-olah digantung dengan menunggu proses penegakan hukum yang dilakukan oleh PPNS dan Kepolisian.
vi
HALAMAN MOTTO
“There is no the truth and justice in the law, but there will be the law in
the truth and justice” Find the truth and justice you will find the law!!!
(Al Hakim)
Ojo nganti lali
“ آيس لفا آا تكن لم و ر لفا آا آن ” (ROMO YAI MASHUDI HASAN)
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
“A man who doesn’t spend time with family can never be a real man”
(Vito Corleone)
Terimakasih buat bapak, Ibu dan Saudara-saudaraku, yang tidak pernah mengenal kata lelah untuk memberikan nasehat dan bimbingan dalam menuntaskan salah satu tugas dunia ini,yang insyaallah dengan niat yang ikhlas dan tulus semoga bisa menjadi berkah untuk semuanya.
Semoga selalu sehat dan selalu berada dilindungan Allah SWT. Aamiin
(Bapak Kusnan, Ibu Syamsiani, Mbak Lisfiani, Mbak Asmaul Alifah, Mbak Umroiyah, dan Mas
Buddin Al Hakim,Adik M. Faiz Al Hakim, dan Aty Nurul Hikmah)
I’ll always be with you all
viii
KATA PENGANTAR
بسم اهللا الرحمن الرحيم
اشهد ان ال .على امورالدنيا والدينوالحمد هللا رب العالمين وبه نستعين
صل وسلم على محمد و اللهم. اله اال اهللا و اشهد ان محمدا رسول اهللا
داما بع .على اله وصحبه اجمعين
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan
nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di bidang Ketenagakerjaan
oleh PPNS Ketenagakerjaan dan Polisi Di Daerah Istimewa Yogyakarta”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada kanjeng Nabi Muhammad
SAW, yang kita nanti syafaatnya di hari kiamat.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi
persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Penyusun menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terwujud
sebagaimana yang diharapkan, tanpa bimbingan dan bantuan serta tersedianya
fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, penyusun
ingin mempergunakan kesempatan ini untuk menyampaikan rasa terima kasih dan
hormat kepada :
ix
1. Bapak Prof. Drs. H. Akh. Minhaji, MA. Ph.D. selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2. Bapak Prof. Noorhaidi Hasan, M.A., M.Phil., Ph.D. selaku Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3. Bapak Udiyo Basuki, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
4. Bapak Ach. Tahir, S.H.I., S.H., LL.M., M.A. selaku Sekretaris Jurusan
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
5. Ibu Dr. Siti Fatimah, S.H., M.Hum,. selaku Dosen Pembimbing Akademik
6. Bapak M. Misbahul Mujib, S.Hi., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing
Skripsi dan Pengajar yang selalu memberikan motivasi, dukungan, masukan
serta kritik-kritik yang membangun sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Studi di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
7. Bapak Faisal Luqman Hakim, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing
Skripsi dan Pengajar yang selalu memberikan motivasi, dukungan, masukan
serta kritik-kritik yang membangun sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Studi di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
8. Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum Bapak Iswantoro, S.H., M.H., Ibu
Lindra Darnela, S.Ag., M. Hum., Bapak Ahmad Bahiej, S.H., M.Hum., Ibu
x
Nurainun Mangunsong, S.H., M.Hum., Bapak Dr. Makhrus Munajat,
M.Hum., Ibu Dr. Euis N., M.A., dan Seluruh Bapak dan Ibu Staf Pengajar/
Dosen yang telah dengan tulus ikhlas membekali dan membimbing penyusun
untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat sehingga penyusun dapat
menyelasikan studi di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
9. Ibu Tarti dan Ibu Nur beserta seluruh staf Tata Usaha Program Studi Ilmu
Hukum. Selaku para staf program, studi Ilmu Hukum, yang telah ikhlas
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu melancarkan
seminar proposal sampai munaqasyah, sehingga berjalan dengan lancar dan
sesuai dengan apa yang diharapkan.
10. Bapak Kompol Tri Wiratmo sebagai Koordinator Pengawas (Korwas) PPNS
Polda Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian
serta informasi kepada penyusun.
11. Ibu Rusnarida. S.T., selaku Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sekaligus
PPNS Ketenagakerjaan yang sudah memberikan informasi yang diperlukan
kepada penyusun mengenai penelitian ini.
12. Bapak dan Ibuku tercinta bapak Kusnan dan Ibu Syamsiani, kakak-kakakku
tersayang (Lisfiani, Asmaul Alifah, Umroiyah, dan Buddin Al Hakim)
sekeluarga yang selalu menjadi pemicu semangat untuk berkarya baik moril
maupun materiil. Terimakasih atas do’a dan ketulusanya selama ini.
13. Istriku tercinta Aty Nurul Hikmah terimakasih untuk kebesaran cinta dan
kasih sayangmu, semoga Allah meridhoi cintakasih kita.
xi
14. Teman-teman BEM Ilmu Hukum yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,
sebuah kehormatan yang sangat membanggakan bisa berproses dengan
teman-teman semua.
15. Sahabat PMII (Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia) Moh. Hudi, Alfan
Alfian, Kholilullah, Ida Fitrana (terimakasih atas kesabaran waktunya atas
gangguan-gangguan darurat), Wahyudi (kamu memang sangat istimewa dan
keren bro makasih atas bantuan dan masukan-masukanya), Moh. Nasir, Saiful
Angsori, Suraida Salaeh dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu. Terima kasih.
16. Teman-teman Ilmu Hukum angakatan tahun 2010, Ahmad Jamaludin, Candra
Saputra, Qodli Zaka, Ahmad Akhlis Fikri, Zainur Ridlho, Panji Susanto,
Alfan Khoirul Umam, Riza Ari Pradana, Richo Ade Saputra dan teman-teman
lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
semangat, hiburan dan segala bantuannya. Semoga bisa cepat menyusul.
Aamiin
17. Teman-teman diskusi dan kumpulan warung kopi, Ferr Tonggeng alias Feri
Andrianto, Mr. Taskin alias Taskin, Mr. Zain alias Jemblung, Sang Dewa
alias Ari Irawan, M. Nia’amullah, Sego alias Nashikhul Muhtadin, Paul alias
Miftahul Jinan, Solik alias Haris Soli, Ihsanuddin, Zaend Zana alias Zainal
Arifin, Mr. Kelana alias Najib Faishol, Ucil alias Jamaluddin, Jarwo alias
won tuo, Asu alias Danang Asmoro, Kenrie alias Henri, Rokimcil alias Abdul
Rokhim terima kasih atas semangat, hiburan dan segala bantuannya menulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK ....................................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................ ii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................ 7
D. Telaah Pustaka ............................................................................ 8
E. Kerangka Teoritik ...................................................................... 10
F. Metode Penelitian ....................................................................... 19
G. Sistematika Penulisan ................................................................ 24
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENYIDIKAN DAN TINDAK PIDANA DI BIDANG KETENAGAKERJAAN ....................... 26
A. Kewenangan Penyidikan Tindak Pidana
di bidang Ketenagakerjaan ........................................................ 26
xiv
1. Pengertian Penyidikan ............................................................ 26
2. Kewenangan Penyidikan Kepolisian..................................... 29
3. Kewenangan Penyidikan PPNS Ketenagakerjaan ................ 31
4. Koordinasi antara PPNS dan Kepolisian dalam Penanganan
Tindak Pidana di bidang Ketenagakerjaan ............................ 34
B. Tindak Pidana di bidang Ketenagakerjaan ................................. 36
1. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana di bidang
Ketenagakerjaan .................................................................... 36
2. Jenis-jenis Tindak Pidana di bidang Ketenagakerjaan .......... 40
C. Perbuatan yang Termasuk Tindak Pidana
di bidang Ketenagakerjaan ......................................................... 41
1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ................. 41
2. UU No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK ....................... 57
3. UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/
Sarikat Buruh ....................................................................... 57
4. Perda Kota Yogyakarta No. 9 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Ketenagakerjaan ........................................ 59
5. Perda Kabupaten Bantul No. 2 Tahun 2011 tentang
Ketenagakerjaan ................................................................... 67
xv
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .................................................... 69
A. Gambaran Umum PPNS Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta ............................... 69
B. Gambaran Umum Penyidik Kepolisian Tindak Pidana Khusus Polda
Daerah Istimewa Yogyakarta ...................................................... 79
C. Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di bidang Ketenagakerjaan di
Daerah Istimewa Yogyakarta. ..................................................... 88
1. Penyidikan PPNS Ketenagakerjaan Disnakertrans DIY ....... 88
2. Penyidikan Polisi Polda DIY ................................................ 94
BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
DI BIDANG KETENAGAKERJAA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ........................................................................... 96
A. Penyidikan Tindak Pidana di bidang Ketenagakerjaan oleh PPNS
Ketenagakerjaan dan Polisi ........................................................ 96
B. Faktor-Faktor Penghambat Penyidikan Tindak Pidana di bidang
Ketenagakerjaan ....................................................................... 107
BAB V PENUTUP .................................................................................... 114
A. Kesimpulan ................................................................................ 114
B. Saran .......................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 117
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................
CURRICULUM VITAE ................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Barda Nawawi Arief, sistem peradilan pidana pada hakikatnya
merupakan sistem kekuasaan menegakkan hukum pidana atau sistem
kekuasaan kehakiman di bidang hukum pidana, yang diwujudkan atau
diimplementasikan dalam 4 (empat) subsistem yaitu:1
1. Kekuasaan ”penyidikan” (oleh badan/lembaga penyidik);
2. Kekusaan ”penuntutan” (oleh badan/lembaga penuntut umum);
3. Kekuasaan ”mengadili dan menjatuhkan putusan/pidana” (oleh badan
pengadilan);
4. Kekuasaan ”pelaksanaan putusan pidana” (oleh badan/aparat
pelaksana/eksekusi).
Berkaitan dengan sistem peradilan pidana di Indonesia, M. Yahya
Harahap menyatakan bahwa sistem peradilan pidana yang digariskan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan sistem terpadu
(integrated criminal justice system) yang diletakkan di atas landasan prinsip
1 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana Tentang Sistem Peradilan Pidana
Terpadu,(Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2006), hlm. 19-20.
2
"diferensiasi fungsional" di antara aparat penegak hukum sesuai dengan "tahap
proses kewenangan" yang diberikan undang-undang kepada masing-masing.2
Empat subsistem dalam sistem peradilan pidana terpadu seperti yang
telah disebutkan di atas, subsistem kekuasaan penyidikan adalah tahap yang
paling menentukan dalam operasionalisasi sistem peradilan pidana terpadu
yaitu dengan maksud pada tahap ini dapat diketahui adanya tersangka suatu
peristiwa kejahatan atau tindak pidana, menentukan sanksi pidana yang sesuai
dengan perbuatannya. Tanpa melalui proses atau tahapan penyidikan maka
secara otomatis, tahapan-tahapan selanjutnya dalam proses peradilan pidana
yaitu tahapan penuntutan, pemeriksaan di muka pengadilan dan tahap
pelaksanaan putusan pidana tidak dapat dilaksanakan.
Sistem peradilan pidana ini, dibentuk sebagai sebuah sistem yang
mempunyai tujuan sebagai pengendali kejahatan di masyarakat. Seperti
diketahui bahwa masalah kejahatan, menurut Benedict S. Alper merupakan
problem sosial yang paling tua dan sehubungan dengan masalah kejahatan
tersebut, sudah tercatat lebih dari 80 (delapan puluh) Konferensi Internasional
yang dimulai sejak tahun 1825 hingga 1970 yang membahas upaya untuk
menanggulangi kejahatan.3
Imam Soepomo sebagaimana disebutkan dalam bukunya Abdul R.
Rudianto mendefinisikan bahwa hukum perburuhan adalah hukum yang
mengatur hubungan antara pengusaha, buruh dan pihak-pihak lain dengan
2 M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan), (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm. 90.
3 Arief Amrullah, Kejahatan Korporasi, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006), hlm. 4.
3
tujuan utama memberi perlindungan kepada buruh.4 Definisi ini disampaikan
dengan alasan (1) Hubungan yang diatur oleh hukum perburuhan terutama
adalah hubungan antara pengusaha dengan buruh, (2) Pada tahap berikutnya,
hubungan yang diatur oleh hukum perburuhan adalah hubungan antara
pengusaha dengan pihak-pihak lain, atau hubungan antara buruh dengan pihak-
pihak lain, (3) Tujuan utama hukum perburuhan adalah memberikan
perlindungan kepada buruh.5
Sedangkan Zaeni Asyhadie menggunakan istilah hukum kerja sebagai
serangkaian peraturan yang mengatur segala kejadian yang berkaitan dengan
bekerjanya seseorang pada orang lain dengan menerima upah.6
Satu ciri khusus hukum perburuhan ialah bahwa cabang ini merupakan
percabangan hukum yang sangat fungsional (functional field of law) yang
mengkombinasikan semua percabangan hukum lainnya berkenaan dengan tema
khusus bekerja di bawah majikan (subordinated labour). Sifat dasar hukum
perburuhan ini tidak mudah untuk diklasifikasikan mengikuti pembagian
tradisional percabangan sistem hukum.7
Banyak masyarakat yang masih melihat bahwa hukum ketenagakerjaan
hanya sebatas hubungan pengusaha dan pekerja atau sebatas permasalahan
perdata. Padahal melihat dari definisi yang telah dijelaskan oleh Imam
4 Abdul R. Budiono, Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT. indeks, 2011), hlm. 15.
5Ibid
6 Zaini asyhadi, Hukum Kerja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 3.
7 Budi Santoso, Bab-Bab tentang Hukum Perburuhan, (Bali : Pustaka Larasan, 2012), hlm. 131.
4
Soepomo dan ciri khusus yang ada dalam hukum ketenagakerjaan dapat
dikatakan bahwa hukum ketenagakerjaan adalah hukum publik, yang meliputi
hukum administrasi dan juga hukum pidana. Dimana pemerintah bisa masuk
dan ikut campur dalam pelaksanaanya.
Percabangan hukum yang ada di dalam hukum ketenagakerjaan ternyata
banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya seperti terjadinya
pelemparan kewenangan untuk menangani kasus yang terjadi antara penegak
hukum Kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam
melakukan penyidikan atas laporan yang disampaikan terkait tindak pidana di
bidang ketenagakerjaan. Padahal dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (UUK), UU No. 3 Tahun 1993 tentang Jaminan Sosial
Tenagakerja, dan UU No. 21 Tahun 2000 tentang Sarikat Pekerja/Sarikat
Buruh, Perda Kota Yogyakarta No. 13 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Ketenagakerjaan, Perda Kabupaten Bantul No. 2 Tahun 2011 tentang
Ketenagakerjaan telah disebutkan terkait kewenangan penyidikan tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan dilaksanakan oleh Kepolisian dan PPNS.
“Pihak kepolisian membantah tudingan bahwa kepolisian tidak efektif
menangani perkara pidana di bidang ketenagakerjaan. Minimnya peran polisi
dalam menindak pelanggaran pidana ketenagakerjaan lebih karena sikap
kurang responsifnya PPNS.8 Padahal dalam Pasal 182 ayat (1) disebutkan
bahwa selain penyidik pejabat Polisi Republik Indonesia (Polri), juga kepada
8http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19878/menanti-ditegakkannya-sanksi-
pidana-ketenagakerjaandiakses Kamis, 29 Mei 2014, pukul 13.00 WIB.
5
pegawai pengawas ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusus sebagai
PPNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Sebagaimana dipaparkan oleh Asri Vidya Dewi terjadi polemik
pelimpahan kewenangan dalam menyidik perkara apabila ada pelaporan tindak
pidana kejahatan ketenagakerjaan, antara Kepolisian dengan PPNS Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), yang mana PPNS
menganggap tidak memiliki kewenangan untuk menangkap, menahan Pelaku,
sedangkan Kepolisian berpendapat bahwa PPNS-lah yang berwenang.”9
Polemik tersebut pada dasarnya lahir dari egosentris institusi masing-
masing. Dengan keadaan demikian, akan berdampak pada proses penyidikan
atau penanganan terhadap kasus tindak pidana di bidang ketenagakerjaan itu
sendiri, pasalnya tidak diimbangi dengan kuantitas dan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) di masing-masing institusi. Dalam realitasnya, dari sekian
pegawai pengawas ketenagakerjaan yang berjumlah 21 (dua puluh satu) orang,
hanya 4 (empat) orang yang berwenang melakukan penyidikan terhadap kasus
pelanggaran norma ketenagakerjaan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang
terbagi di Disnakertrans Kota Yogyakarta 1 orang, Disnakertrans Kota Sleman
1 orang dan Disnakertrans Provinsi atau Daerah 2 orang.10 Jumlah tersebut
tidak sebanding apabila dikomparasikan dengan jumlah perusahaan yang
beroperasi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang mencapai 3.817 (tiga
9Sumbangan tulisan: Kritik Atas Ketentuan Pidana Undang-Undang perburuhan dalam
praktiknya-pembebasan. Diakses kamis, 24 Mei 2014.
10 Wawancara dengan Ibu Rusnarida, S.T, Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans DIY, pada tanggal 10 November 2014 pukul 09.00 WIB.
6
ribu delapan ratus tujuh belas) perusahaan. Bukan tidak mungkin kinerja PPNS
Ketenagakerjaan akan terbengkalai, belum lagi pada faktor kualitas SDM
dalam melakukan penyidikan.11
Di sisi lain, pihak kepolisian seolah-olah lepas tugas. Seperti yang telah
dipaparkan di atas bahwa proses penyidikan tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan merupakan wewenang PPNS Ketenagakerjaan Disnakertrans.
Padahal UUK menyebutkan bahwa penyidikan dalam bidang ketenagakerjaan
merupakan wewenang PPNS dan Kepolisian.
Penyelesaian/penegakan hukum dalam bidang ketenagakerjaan sangat
berpangku kepada kedua instansi tersebut. Mengingat Pengadilan Penyelesaian
Hubungan Industrial (PPHI) saat ini dinilai kurang efektif oleh masyarakat
dalam menyelesaikan kasus di bidang ketenagakerjaan. Pada pelaksanaanya,
pekerja/buruh memilih Pengadilan Negeri dari pada PPHI untuk mencari
keadilan di bidang ketengakerjaan, seperti contoh kasus tindak pidana di
bidang ketenagakerjaan yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang
melibatkan PT. Pertamina training and consulting dengan Awak Mobil Tangki
(AMT), dimana PT. Pertamina training and consulting terancam terkena sanksi
pidana dan denda bila tidak segera membayarkan upah lembur bagi awak
mobil tangki (AMT). Hal itu dikarenakan PT. Pertamina training and
consulting sebagai vendor dari PT Pertamina Patraniaga dan PT Pertamina Tbk
tidak menyerahkan data-data jam kerja AMT di PT. PTC TBBM Rowulu yang
11http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/listDokumen.php?page=1&&cat=4.
Diakses pada tanggal 14 Januari 2015, pukul 01.00 WIB
7
diminta Disperindakop Bantul atas perintah Direktorat Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan Depnakertrans RI.12
Berdasarkan paparan di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang
“PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG
KETENAGAKERJAAN OLEH PPNS KETENAGAKERJAAN DAN
POLISI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, dapat
dirumuskan permasalahan yaitu sebagai berikut:
a. Bagaimana pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan oleh PPNS Ketenagakerjaan dan Polisi di Daerah
Istimewa Yogyakarta?
b. Faktor-faktor penghambat apa saja dalam pelaksanaan penyidikan
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan ini adalah:
a. Mengetahui proses penyidikan dalam tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan oleh PPNS Ketenagakerjaan dan Polisi di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
12http://krjogja.com/read/207778/pt-ptc-terancam-sanksi-pidana-dan-denda. diakses Kamis, 29 Mei 2014, pukul 01.00 WIB
8
b. Mengetahui faktor-faktor penghambat apa saja yang mempengarui
pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Penyusunan penelitian ini diharapkan mampu memberi
sumbangan ilmu pengetahuan tentang hukum, khususnya dalam
hukum Publik (hukum pidana), umumya hukum privat (hukum
perdata) terkait penyidikan dalam tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan.
b. Kegunaan Praktis
Memberikan pemahaman khususnya kepada penulis, umumnya
terhadap seluruh mahasiswa dan masyarakat tentang fungsi dan
kewenangan menyidik dalam kasus tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan.
D. Telaah Pustaka
Dengan kekwatiran penyusun sebagaimana disampaikan di atas. Maka
untuk menghindari asumsi plagiasi terhadap karya-karya akademik di negeri
ini, maka penyusun melakukan penelusuran terhadap karya-karya sebelumnya
yang hampir sama atau yang berbicara mengenai objek penelitian sama dengan
objek penelitian penyusun.
9
Berdasarkan studi kepustakaan yang telah penyusun lakukan, ada
beberapa penelitian yang mirip dengan tema penelitian yang penyusun angkat,
yaitu sebagai berikut:
Jurnal yang ditulis oleh Farrah O. Mahengkeng dengan judul
“Penyidikan Perkara Tindak Pidana dalam Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar’’.13 Dalam penulisan tersebut penyusun lebih
menitikberatkan pembahasan pada penyidikan dan tindak pidana yang
dilakukan oleh instansi/lembaga dan para calo penempatan tenaga kerja
Indonesia di luar negeri.
Namun pembahasan yang akan disusun dalam penyusunan karya ilmiah
ini berbeda dengan pembahasan yang sudah ditulis oleh Farrah O.Mahengkang,
sebab penyusunan karya ilmiah ini lebih memfokuskan pada pembahasan
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan yang terjadi di dalam negeri serta
proses dalam penyidikanya.
Tesis yang ditulis oleh Lucky Agung Binarto dengan judul “Pelaksanaan
Penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Imigrasi
dalam Rangka Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Undang-Undang”,14
yang menjelaskan tentang Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan oleh
13 Farrah O. Mahengkeng,”Penyidikan Perkara Tindak Pidana dalam Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar”,Jurnal Lex et Societatis, Vol. II/No. 6/Juli/2014.
14 Lucky Agung Binarto, “Pelaksanaan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Imigrasi dalam rangka penegakan hokum terhadap pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian”,Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pogram Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2006.
10
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian Ditjen Imigrasi Dalam Rangka
Penegakan Hukum Pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian.
Namun pembahasan yang akan disusun dalam penyusunan karya ilmiah
ini berbeda dengan pembahasan yang sudah ditulis oleh Lucky Agung Binarto,
sebab penyusunan karya ilmiah ini lebih memfokuskan pada pembahasan
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan yang terjadi di dalam negeri serta
proses dalam penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Ketenagakerjaan dan
Kepolisian.
Tesis yang ditulis oleh Indi Nuroini dengan judul “Penyidikan Tindak
Pidana Ketenagakerjaan”.15 Tulisan ini menjelaskan bagaimana kewenangan
POLRI dan PPNS dalam hal menyidik tindak pidana ketenagakerjaan dengan
menggunakan metode atau cara interpretasi terkait kewenangan penyidikan
tersebut. Hal ini berbeda dengan penyusunan karya ilmiah ini, dimana
penyusun lebih menitikberatkan pembahasan pada proses penyidikan tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan dalam ranah praktis.
Tesis yang ditulis oleh Fransisca Avianti dengan judul “Kebijakan
Perundang-Undangan Mengenai Badan Penyidik dalam Sistem Peradilan
Pidana Terpadu di Indonesia’’.16Tulisan ini membahas terkait kebijakan
perundang-undangan mengenai pembagian badan penyidik di Indonesia dalam
sistem peradilan pidana terpadu. Hal ini berbeda dengan pembahasan yang
15 Indi Nuroini, “Penyidikan Tindak Pidana Ketenagakerjaan”, Tesis Program Magister
Ilmu Hukum Pogram Pascasarjana Universita Airlangga Surabaya, 2010.
16 Fransisca Avianti, “Kebijakan Perundang-Undangan Mengenai Badan Penyidik dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu di Indonesia”, Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pogram Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2008.
11
akan disusun dalam karya tulis ilmiah ini, dimana pembahsan dalam karya
ilmiah ini penyusun lebih menitikberatkan hanya pada 2 (dua) badan penyidik
dalam sistem peradilan pidana terpadu, terkait proses dalam penyidikan tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan.
E. Kerangka Teoritik
1. Penyidikan
Proses penyelidikan dan penyidikan adalah hal yang sangat penting
dalam hukum acara pidana, sebab dalam pelaksanaannya sering kali harus
menyinggung derajat dan/atau martabat individu yang berada dalam
persangkaan, oleh karena itu salah satu semboyan penting dalam hukum
acara pidana adalah ”hakekat penyidikan perkara pidana adalah untuk
menjernihkan persoalan, untuk mengejar pelaku kejahatan, sekaligus
menghindarkan orang yang tidak bersalah dari tindakan yang tidak
seharusnya”.17
Menurut Andi Hamzah penyidikan adalah istilah yang dimaksudkan
sejajar dengan pengertian opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris)
atau penyiasatan atau siasat (Malaysia).18
Sedangkan menurut De Pinto sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah
mendefinisikan, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh
17 Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Rangkang
Education, 2012), hlm. 87.
18 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 118.
12
pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah
mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan,
bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.19
Menurut R. Soesilo,20 dalam bidang reserse kriminil, penyidikan itu
biasa dibedakan sebagai berikut:
a) Penyidikan dalam arti kata luas, yaitu meliputi penyidikan,
pengusutan dan pemeriksaan, yang sekaligus rangkaian dari
tindakan-tindakan dari terus-menerus, tidak ada pangkal permulaan
dan penyelesaiannya;
b) Penyidikan dalam arti kata sempit, yaitu semua tindakan-tindakan
yang merupakan suatu bentuk represif dari reserse kriminil Polri
yang merupakan permulaan dari pemeriksaan perkara pidana.
Sedangkan dalam Pasal 1 butir (2) Undang-Undang No. 8 tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan
bahwa:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
Penyidikan in concreto dimulai sesudah terjadinya suatu tindak
pidana, sehingga tindakan tersebut merupakan penyelenggaraan hukum
19Ibid,. hlm. 118.
20 R. Soesilo, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminil, (Bogor: Politea, 1980), hlm. 17.
13
(pidana) yang bersifat represif.21 Tindakan tersebut dilakukan adalah untuk
mencari keterangan dari siapa saja yang diharapkan dapat memberi tahu
tentang apa yang telah terjadi dan dapat mengungkapkan siapa yang
melakukan atau yang disangka melakukan tindak pidana tersebut. Tindakan-
tindakan pertama tersebut diikuti oleh tindakan-tindakan lain yang dianggap
perlu, yang pada pokoknya untuk menjamin agar orang yang benar-benar
terbukti telah melakukan suatu tindak pidana bisa diajukan ke pengadilan
untuk dijatuhi pidana dan selanjutnya benar-benar menjalani pidana yang
dijatuhkan itu.
Menurut Hamrat Hamid dan Harun Husein,22 secara formal
prosedural, suatu proses penyidikan dikatakan telah mulai dilaksanakan
sejak dikeluarkannya surat perintah penyidikan yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang di instansi penyidik, Setelah pihak kepolisian
menerima laporan atau informasi tentang adanya suatu peristiwa tindak
pidana, ataupun mengetahui sendiri peristiwa yang diduga merupakan suatu
tindak pidana. Hal ini selain untuk menjaga agar tidak terjadi
penyalahgunaan wewenang dari pihak kepolisian, dengan adanya surat
perintah penyidikan tersebut adalah sebagai jaminan terhadap perlindungan
hak-hak yang dimiliki oleh pihak tersangka.
21 Djoko Prakoso, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dalam Proses Hukum Acara Pidana,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), hlm. 9.
22 Hamrat Hamid dkk, Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991). hlm. 45.
14
Berdasarkan pada Pasal 109 ayat (1) KUHAP, maka seorang penyidik
yang telah memulai melaksanakan penyidikan terhadap peristiwa tindak
pidana, penyidik harus sesegera mungkin untuk memberitahukan telah
mulai penyidikan kepada Penuntut Umum. Untuk mencegah penyidikan
yang berlarut-larut tanpa adanya suatu penyelesaian, seorang penyidik
kepada Penuntut Umum, sementara di pihak Penuntut Umum berwenang
minta penjelasan kepada penyidik mengenai perkembangan penyidikan
yang dilakukan oleh penyidik.
2. Kewenangan PPNS dan Kepolisian terkait Penyidikan Tindak Pidana di bidang Ketenagakerjaan
Dalam KUHAP kata atau istilah penyidik adalah sebagai berikut:23
Penyidik adalah:
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh Undang-undang.
Sedangkan wewenang yang dipunyai penyidik sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP adalah:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka; d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; g. Memanggil orang untuk didenganr dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
23 KUHAP Pasal 6 ayat 1
15
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubunganya dengan pemeriksaan perkara;
i. Mengadakan penghentian penyidikan;dan j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.
Sebagaimana disebutkan dalam UUK Pasal 182 ayat (1) dan (2), UU
No.3 Tahun 1992 tentang Jamsostek Pasal 31 ayat (1) dan (2) terkait
kewenangan penyidik PPNS.
3. Proses Penyidikan Tindak Pidana di bidang Ketenagakerjaan
Penyidikan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan yang dilakukan
oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ketenagakerjaan dalam
menjalankan penyidikanya diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Perkap No. 6
Tahun 2010 tentang managemen penyidikan oleh PPNS. Bentuk-bentuk
kegiatan dalam proses penyidikan oleh PPNS sebagai berikut:
a. Pemberitahuan dimulainya penyidikan; b. Pemanggilan; c. Penangkapan; d. Penahanan; e. Penggeledahan; f. Penyitaan; g. Pemeriksaan; h. Bantuan hukum; i. Penyelesaian berkas perkara; j. Pelimpahan perkara; k. Penghentian penyidikan; l. Administrasi penyidikan; dan m. Pelimpahan penyidikan.
4. Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana
Menurut Simons dalam bukunya Zainal Abidin Farid mengemukakan
bahwa strafbaar feit (terjemahan harafiah: peristiwa pidana) ialah perbuatan
melawan hukum yang berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang
16
mampu bertanggung jawab. Kesalahan yang dimaksud Simons ialah
kesalahan dalam arti luas yang meliputi dolus (sengaja) dan culpa (alpa dan
lalai). Dari rumus tersebut Simons mencampurkan unsur-unsur perbuatan
pidana (criminal act) yang meliputi perbuatan dan sifat melawan hukum
perbuatan dan pertanggungjawaban pidana (criminal liability) yang
mencakup kesengajaan, kealpaan serta kelalaian dan kemampuan
bertanggungjawab.24
Van Hamel dalam bukunya Zainal Abidin Farid menguraikan sebagai
perbuatan manusia yang diuraikan oleh undang-undang, melawan hukum
strafwaardig (patut atau bernilai untuk dipidana), dan dapat dicela karena
kesalahan (en aan schuld te wijten). Pendapat Zainal Abidin Farid atas
pengertian tersebut adalah makna kesalahan (schuld) menurut Van Hamel
lebih luas lagi dari pada pendapat Simons, karena meliputi kesengajaan,
kealpaan serta kelalaian dan kemampuan bertanggungjawab. Sekaligus Van
Hamel menyatakan bahwa istilah strafbaar feit tidak tepat, tetapi beliau
menggunakan strafwaardig feit (peristiwa yang bernilai atau patut
dipidana.25
5. Tindak Pidana di Bidang Ketenagakerjaan
Tindak pidana ketenagakerjaan dapat dibagi dalam dua kategori yaitu
tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, yang dapat dirinci
sebagai berikut:
24 Zainal Abdidni Farid, Hukum Pidana I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 224.
25Ibid,. hlm. 225.
17
a. Tindak Pidana Kejahatan, terdiri dari:
1) Pasal 74 UUK tentang larangan memperkerjakan anak-anak pada pekerjaan terburuk;
2) Pasal 167 ayat (5) UUK tentang buruh yang dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena pensiun tetapi pengusaha tidak mau membayar pesangonnya 2x ketentuan Pasal 156 UUK;
3) Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2) tentang larangan pekerja asing tanpa ijin dan perorangan yang memperkerjakan pekerja asing,
4) Pasal 68 tentang larangan memperkerjakan anak; 5) Pasal 69 ayat (2) tentang memperkerjakan anak tanpa ijin
orang tuanya; 6) Pasal 80 tentang jaminan kesempatan beribadah yang cukup; 7) Pasal 82 tentang cuti karena melahirkan dan keguguran; 8) Pasal 90 ayat (1) tentang pembayaran upah di bawah Upah
Minimum; 9) Pasal 143 tentang menghalang-halangi kebebasan buruh untuk
berserikat; 10) Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7) tentang memperkerjakan buruh
yang tidak bersalah dalam 6 bulan sebelum perkara pidana diadili dan kewajiban pengusaha membayar uang penghargaan masa kerja bagi buruh yang di PHK karena diadili dalam perkara pidana;
11) Tindak pidana kejahatan atas pelanggaran hak-hak buruh juga diatur pada UU No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja; dan
12) Tindak pidana kejahatan atau pelanggaran UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja tau Serikat Buruh.
b. Tindak Pidana Pelanggaran, terdiri dari:
1) Pasal 35 ayat (2) UUK mengenai kewajiban pelaksana penempatan tenaga kerja memberi perlindungan sejak rekruitmen sampai penempatan tenaga kerja;
2) Pasal 35 ayat (3) UUK tentang perlindungan oleh pemberi kerja atas kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan mental dan fisik;
3) Pasal 93 ayat (2) UUK tentang pembayaran upah karena sakit/karena tugas Negara/pengusaha tidak mau memperkerjakan buruh sesuai perjanjian/hak istirahat buruh/ tugas melaksanakan fungsi serikat;
4) Pasal 137 UUK yaitu hak mogok; 5) Pasal 138 ayat (1) UUK menghalangi maksud serikat buruh
untuk mogok kerja;
18
6) Pasal 37 ayat (2) UUK tentang lembaga penempatan tenaga kerja tanpa ijin tertulis dari mentri atau pejabat yang ditunjuk;
7) Pasal 44 ayat (1) UUK tentang pemberi tenaga kerja asing wajib menaati standart dan kompetensi yang berlaku;
8) Pasal 45 ayat (1) UUK tentang tenaga kerja WNI sebagai pendamping tenaga kerja asing;
9) Pasal 67 ayat (1) UUK tentang pembayaran pesangon bagi buruh yang pensiun;
10) Pasal 71 ayat (2) UUK tentang syarat-syarat memperkerjakan anak;
11) Pasal 76 UUK tentang perlindungan bagi buruh perempuan; 12) Pasal 78 ayat (2) UUK tentang wajib bayar upah pada jam
kerja lembur; 13) Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2) UUK tentang waktu istirahat
bagi buruh; 14) Pasal 85 ayat (3) UUK tentang pembayaran upah lembur pada
hari libur resmi; 15) Pasal 144 UUK tentang mengganti buruh yang mogok dengan
buruh yang baru; 16) Pasal 14 ayat (2) UUK tentang perijinan bagi lembaga
pelatihan kerja swasta; 17) Pasal 38 ayat (2) UUK tentang biaya penempatan tenaga kerja
oleh swasta; 18) Pasal 63 ayat (1) UUK tentang PKWT secara lisan, pengusaha
wajib membuat surat pengangkatan; 19) Pasal 78 ayat (1) UUK tentang syarat-syarat memperkerjakan
buruh di luar jam kerja; 20) Pasal 108 ayat (1) UUK tentang wajib membuat peraturan
perusahaan dengan 10 orang buruh; 21) Pasal 111 ayat (3) UUK tentang masa berlaku peraturan 2
tahun dan wajib diperbaharui; 22) Pasal 114 UUK tentang peraturan perusahaan wajib dijelaskan
kepada buruh dan perubahannya; 23) Pasal 148 UUK tentang syarat-syarat lock out; 24) Dan juga yang diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh.
19
F. Metode Penelitian
Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah-langkah sistematis.26 Adapun langkah-langkah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi lapangan (field research) yaitu
penelitian yang datanya didapatkan dari lapangan (Polda DIY dan
Disnakertrans DIY). Selanjutnya penelitian ini bersifat yuridis empiris,
Sehingga dalam analisisnya menggunakan pendekatan yuridis empiris.
merupakan jenis penelitian untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip
hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan
hukum yang dihadapi. Dalam hal ini penyusun, mencoba menguraikan
tentang kedudukan dan fungsi PPNS Ketenagakerjaan dan Kepolisian dalam
melakukan penyidikan terhadap kasus tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan, khususnya yang terjadi di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta.27 Dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara meneliti bahan
kepustakaan (data skunder)28 serta didukung dengan melakukan wawancara
26 Husaini Usman dkk, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004),
hlm. 42.
27 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dan Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hlm. 16.
28 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 34.
20
kepada anggota Kepolisian dan PPNS Disnakertrans serta kepada pihak
terkait yang membidangi terhadap obyek penelitian penyusun.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analisis-deskriptif.
Adapun yang dimaksud dengan deskriptif adalah menguraikan beberapa
fakta, situasi atau kejadian29 terkait dengan wewenang Kepolisian dan PPNS
dalam melakukan penyidikan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan, serta
menganalisis terhadap kinerja operasioanal terhadap kedua instansi tersebut.
Sedangkan yang dimaksud dengan deskriptif analisis adalah memaparkan
secara sistematis terkait beberapa materi pembahasan yang bersumber dari
berbagai literatur.30 Termasuk dari hasil wawancara dan kemudian
dilakukan sebuah analisis dengan seksama dan terliti guna mendapatkan
hasil yang efektif dalam kajian proses penyidikan oleh Kepolisian dan
PPNS dalam bidang ketenagakerjaan.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dengan mengajukan pertanyaan /
interview pada subjek penelitian untuk memperoleh data-data dan
observasi secara langsung maupun tidak langsung. Adapun yang menjadi
subjek wawancara adalah Koordinator Pengawas (Korwas) PPNS Polda
29 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet III, (Jakarta: UII Press, 1986),
hlm. 51.
30 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 130.
21
Daerah Istimewa Yogyakarta dan PPNS Ketenagakerjaan Disnakertrans
Daerah Istimewa Yogyakarta.
b. Data Sekunder
Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap hukum
primer. Bahan hukum sekunder dalam hal ini terdiri dari atas peraturan
perundang-undangan, yurisprudensi atau putusan pengadilan. Yang
terdiri dari:
a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
b. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana);
c. KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana);
d. Undang-Undang No 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek;
e. Undang-Undang No 21 Tahun 2000 Tentang SP/SB;
f. Undang-Undang No 13 Tahun 2013 tentangKetenagakerjaan;
g. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 13 Tahun 2009 Tentang
Pelaksanaan Ketenagakerjaan.
c. Data Tersier
Merupakan bahan hukum yang dapat menjelasakan baik bahan
hukum primer maupun bahan hukum sekunder, yang berupa buku-buku,
jurnal ilmiah, kamus, esiklopedi, leksikon, dan lain-lain.
22
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penyusun gunakan antara lain:
a. Wawancara atau Interview
Teknik wawancara ini merupakan teknik pengumpulan data dengan
cara tanya jawab dengan narasumber yang bersangkutan. Dimana
penyusun melakukan wawancara dengan Koordinator Pengawas
Penyidik Pengawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Polisi Daerah Daerah
Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) dan PPNS Ketenagakerjaan Dinas
Tenaga kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta
(Disnakertrans DIY).
b. Studi Kepustakaan
Yaitu, suatu cara untuk memperoleh data dengan cara mencari dan
mengumpulkan data serta mempelajari buku-buku ilmiah, jurnal dan
penelitian yang sudah pernah dilakukan.
c. Observasi
Yaitu, pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala objek
yang diselidiki dengan maksud untuk meyakinkan kebenaran data yang
diperoleh wawancara.31 Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan
terhadap instantsi-instansi yang terkait dalam penelitian ini. Adapun
instansi-instansi yang terkait adalah Polda dan Disnakertrans DIY.
31 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Yayasan Penelitian Fakultas UGM, 1988). hlm. 193.
23
5. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul disusun dilaporkan apa adanya dan
dianalisis kemudian diambil kesimpulan yang logis. Data-data yang berhasil
dihimpun akan dianalisis untuk menarik kesimpulan dengan metode analisis
kualitatif. Metode ialah suatu kerangka kerja untuk melakukan suatu
tindakan atas suatu kerangka berfikir menyusun gagasan, yang beraturan,
berarah dan berkonteks, yang patut (relevant) dengan maksud dan tujuan.
Secara ringkas metode ialah suatu sistem berbuat.32Telah disebutkan
sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan metode analisis-kualitatif
yang mana data yang ada dikumpulkan dan dianalisis. Selanjutnya data
tersebut sebagai rujukan dalam rangka memahami atau memperoleh
pengertian yang mendalam dan menyeluruh untukpemecahan masalah
dengan menarik kesimpulan secara deduktif. Secara sederhana artinya data
yang diperoleh terkait “Pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan oleh PPNS Ketenagakerjaan dan Polisi di Daerah Istimewa
Yogyakarta’’ dianalisis secara utuh secara sistematis dan faktual dari yang
umum, khusus dan kesimpulan, kemudian diakhiri dengan saran mengenai
hal tersebut.
32 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 2-3.
24
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini penulis memberikan gambaran tentang sistematika
pembahasan yang akan dilakukan dan untuk memudahkan dalam penelitian
sebagai berikut dibawah ini:
Bab pertama, Berisi tentang pendahuluan yang berisikan latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka,
kerangka teori, metode penelitian (meliputi jenis penelitian, sumber data,
teknik pengumpulan data, dan analisis data dan sistematika pembahasan).
Bab kedua, Tinjauan umum penyidikan dam tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan .berisi tentang pengertian penyidikan, kewenangan penyidik
kepolisian dan PPNS Ketenagakerjaan, dan Koordinasi dalam pelaksanaan
penyidikan antara penyidik kepolisian dengan PPNS Ketenagakerjaan,
pengertian tindak pidana di bidang ketenagakerjaan, perbuatan yang termasuk
dalam kategori tindak pidana di bidang ketenagakerjaan dalam undang-undang.
Bab ketiga, Tinjauan umum penyidikan tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang berisi tentang
gambarang umum PPNS Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta, Gambaran Umum Penyidik
Kepolisian Tindak Pidana Khusus, dan Pelaksanaan penyidikan tindak pidana
di bidang ketenagakerjaan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bab keempat, Analisis pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan oleh Polisi dan PPNS Ketenagakerjaan di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
25
Bab kelima, Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.
114
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa bahan dan pembahasan uraian tentang proses
penyidikan pelanggaran norma kerja/tindak pidana di bidang ketenagakerjaan
oleh PPNS Ketenagakerjaan dan Kepolisian di Daerah Istimewa Yogyakarta,
maka secara prinsipil dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penyidikan Tindak Pidana di bidang Ketenagakerjaan
Berdasarkan Pasal 182 ayat (1) UUK, proses penyidikan dalam
ketenagakerjaan dilakukan oleh PPNS Ketenagakerjaan Disnakertrans
dengan berkoordinasi dengan Kepolisian, dengan mengedepankan asas
transparansi, efektif dan efisien. Proses penyidikan oleh PPNS
Ketenagakerjaan dilakukan dengan adanya laporan tindak pidana
ketenagakerjaan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakejaan (PPK), kemudian
PPNS mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke
Kepolisian. Setelah PPNS selesai melakukan penyidikan kemudian
membuat Berita Acara Penyidikan (BAP), kemudian dilimpahkna kepada
Jaksa Penuntut Umum (JPU) melalui Kepolisian. Setelah JPU menerima
dan menyatakan lengkap maka dilimpahkan ke pengadilan untuk dilakukan
persidangan.
115
2. Faktor-Faktor Penghambat Dalam Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Ketenagakerjaan.
Lambatnya proses penyidikan oleh PPNS Ketenagakerjaan dan
Kepolisian, dalam menindak lanjuti pelanggaran norma kerja/tidak pidana
ketenagakerjaan khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, terjadi karena
adanya beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Peraturan perundang-undang
b. Efektifitas peran pemerintah dan pekerja/buruh
c. Jumlah personel PPNS dan Koordinasi dengan Kepolisian.
B. Saran
1. Pemerintah
Pemerintah selaku pihak yang mempunyai kewenangan membuat
regulasi dan kebijakan ketenagakerjaan, maka pemerintah harus
dapat/membuat aturan terkait batas waktu penyidikan oleh PPNS
ketenagakerjaan. Selanjutnya berkaitan efektifitas dan efesiensi penyidikan
ketenagakerjaan, maka jumlah personalitas PPNS Ketenagakerjaan harus
ditambah, khususnya di DIY Serta pemerintah harus dapat memberikan
perlindungan efektif terhadap pekerja/buruh yang melakukan pelaporan
kasus pelanggaran norma kerja.
2. PPNS dan Kepolisian
Tidak menutup kemungkinan bahwa beberapa tahun kedepan jumlah
perusahaan yang beroperasi di beberapa daerah Indonesia akan bertambah
jumlahnya, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta. berdasarkan keadaan
116
demikian, maka peran PPK dan PPNS harus lebih pro aktif, professional,
dan responsif terhadap kasus-kasus pelanggaran norma kerja/tindak pidana
di ketenagakerjaan.
3. Pengusaha dan/atau Perusahaan
Pengusaha atau perusahaan dalam melaksanakan perjanjian kerja
bersama dengan pekerja/buruh, maka pengusaha harus memperhatikan sisi
kemanusiaan pekerja/buruh, bahwa dalam bekerja pekerja/buruh
membutuhkan waktu istirahat karena mereka bukan sebuah mesin yang
dapat digunakan kapanpun. Dalam mengoperasikan perusahaan bukan profit
yang menjadi orientasi utama, akan tetapi sisi kemanusian “kesejahteraan”
pekerjaan juga harus menjadi bagian prospek perusahaan.
4. Pekerja/Buruh
Dalam hal efektifitas program dan regulasi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, maka pekerja/buruh harus pro aktif atau menjadi partner
pemerintah dalam melakukan monitoring terhadap perngusaha/perusahaan.
Sikap aktif pekerja/buruh harus dapat diterapkan terhadap segala
pelanggaran norma/tindak pidana ketenagakerjaan yang dilakukan oleh
pengusaha/perusahaan.
117
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)
Undang-Undang No 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek
Undang-Undang No 21 Tahun 2000 Tentang SP/SB
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
Perda Kota Yogyakarta No. 13 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan
Ketenagakerjaan
Perda Kabupaten Bantul No. 02 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan
PP No. 43 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan,
dan Pembinaan Teknis terhadap Kepolisian Khusus, PPNS , dan Bentuk-
bentuk Pengamanan Swakarsa.
PERKAP No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan
Perkara Pidana di lingkungan Polri
PERKAP No. 6 Tahun 2010 Tentang Managemen Penyidikan Oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
PERKAP No. 20 Tahun 2010 Tentang Koordinasi, Pengawasan Dan Pembinaan
Penyidikan Bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil
118
Buku Hukum:
Adami, Chazawi, Hukum Pidana (Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori
Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana),Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2008.
Ali, Achmad, Kesadaran Hukum Masyarakat dan Pengaruhnya Bagi Efektivitas
Perkembangan Hukum, Bandung: Sinar Baru, 2009. Amrullah, Arief, Kejahatan Korporasi, Malang: Bayumedia Publishing, 2006. Arief, Barda Nawawi, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan
Pidana Terpadu, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2006.
Asyhadi,Zaini,Hukum Kerja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Fajar, Mukti & Yulianto achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normative &
Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Hamid, Hamrat Dkk, Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana, Jakarta:
Rineka Cipta, 1991. Hamzah, Andi,Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. Harahap, M. Yahya, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP
(Penyidikan) dan Penuntutan), Jakarta: Sinar Grafika, 2000. Iman, Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan Cet. XI,
1995. Machmud, Syahrul, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2012. M. Gultom, Binsar, Pandangan Kritis Seorang Hakim dalam Penegakan Hukum
di Indonesia , Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012. Muladi Dkk, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010. Prakoso, Djoko, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dalam Proses Hukum Acara
Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987. Prayudi, Guse, Seluk Beluk Hukum Pidana yang Penting Untuk Diketahui,
Jakarta:Royan, Zaidan, Razan, 2008.
119
R. Budiono, Abdul, Hukum Perburuhan, Jakarta: PT. indeks, 2011. Sjahdeini, Sutan Remy, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: PT
Grafiti Pers, 2006. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.
Soesilo, R., Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminil, Bogor: Politea, 1980.
Sofyan,Andi,Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Yogyakarta: Rangkang Education, 2012.
Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan, Malang: UMM Press, 2009
Usfa, A. Fuad, Pengantar Hukum Pidana, Malang: UMM Press, 2006
Voss, Guus Heerma van Dkk, Bab-bab tentang hokum perburuhan, Bali: Pustaka
Larasan , 2012. Lain-lain:
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Yayasan Penelitian Fakultas
UGM, 1988. Usman, Husaini dan Setiady Akbar Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004.
Farrah O. Mahengkeng, Penyidikan perkara tindak pidana dalam penempatan tenaga kerja Indonesia di luar, Lex et Societatis, Vol. II/No. 6/Juli/2014..
Fransisca Avianti, Kebijakan perundang-undangan mengenai badan penyidik dalam system peradilan pidana terpadu di Indonesia, Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pogram Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2008.
Indi Nuroini, Penyidikan Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tesis Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pogram Pascasarjana Universita Airlangga Surabaya, 2010.
120
Lucky Agung Binarto, Pelaksanaan penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil direktorat jenderal imigrasi dalam rangka penegakan hokum terhadap pelanggaran Undang-Undang, Tesis Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pogram Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2006.
Hariyanto, Disampaikan dalam Pendidikan dan Latihan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Bagi Perangkat Organisasi di Lingkungan Dewan Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja logam, Elektronik Dan Mesin-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD F.SP LEM-SPSI )Propinsi Jawa Timur di Hotel Lie Mas Tretes-Pasuruan pada hari Sabtu-Minggu, tanggal 02-03 Juni 2012.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19878/menanti-ditegakkannya-sanksi-pidana-ketenagakerjaandiakses Kamis, 29 Mei 2014, pukul 13.00 WIB.
Sumbangan tulisan: Kritik Atas Ketentuan Pidana Undang-Undang perburuhan dalam praktiknya ~ pembebasan. Diakses kamis, 24 Mei 2014, pukul 14.00 WIB.
http://krjogja.com/read/207778/pt-ptc-terancam-sanksi-pidana-dan-denda.krdiakses diakses Kamis, 29 Mei 2014, pukul 16.00 WIB.
http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/listDokumen.php?page=1&&cat=4. Diakses pada tanggal 14 Januari 2015, pukul 01.00 WIB.
http://krjogja.com/read/228969/permohonan-tergugat-intervensi-dikabulkan.kr. diakses pada tanggal 14 Januari 2015, pukul 00.00 WIB.
http://www.bps.go.id/brs_file/naker_05mei14.pdf, diakses pada tanggal 14 Januari 2015, pukul 00.00 WIB.
Wawancara dengan Ibu Rusnarida, S.T, Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans DIY, pada tanggal 10 November 2015 pukul 09.00 WIB.
Wawancara dengan Bapak Kompol Tri Wiratmo, Koordinator Pengawas (Korwas) PPNS DIY, pada tanggal 18 November2014 pukul 09.30 WIB.