pelaksanaan program jaminan kesehatan...
TRANSCRIPT
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015
54
PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)
DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN
DI RSU HAJI SURABAYA
QHISTI SABRINA
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga
ABSTRACT
This Research target is to mendeskripsikan execution program the Guarantee of National Health in make-
up of quality of health service in RSU Haji Surabaya. Research Location conducted at home Common Pain of Haji
Surabaya representing one of hospital of reference of patient JKN. Researcher use the technique of informan
election by purposive is sampling, Later;Then expand with the technique of snowball sampling, researcher hence
analyse " qualitative that is represent the data which emerge extant of words and non number network. Result of
research is (1) physical Evidence (a) physical Evidence which is in the form of space await the hospital in general
balmy enough (b) Equipment of existing supporter appliance facility can be told by have enough (c) Space take care
of to lodge still be felt less, (2) Responsiveness, moment worker accept the sigh from consumer of good enough
patient or service as according to SPO (b) worker Speed in answering to sigh of well enough service JKN consumer.
(3) Credibility (a) worker enough discipline (b) doctor Visit have good enough (4) Assurance (a) worker attitude
serving good patient, friendly, and respectably (b) Sum up the staff 23 (c) ability and staff membership gratify.
Keywords: guarantee of national health, service quality, health.
Pendahuluan
Sistem Jaminan Sosial di Indonesia sedang
mengalami perubahan cukup besar dengan tujuan
agar sistem yang ada sekarang dapat lebih efektif
dalam melayani para penerima manfaat jaminan
sosial, juga untuk memperluas cakupan manfaat
jaminan sosial ke seluruh pekerja di Indonesia, baik
pekerja di sektor formal maupun informal. Program
jaminan sosial yang ada sekarang dianggap kurang
berhasil dalam tujuannya untuk memberikan manfaat
yang cukup baik bagi para penerima manfaat, karena
jumlah penerima manfaat, nilai manfaat, dan hasil
investasi dana jaminan sosial dianggap masih relatif
kecil, dan tata kelola dana jaminan sosial juga
dianggap masih kurang baik.
Saat ini Putusan MK semakin memperumit
penyelenggaraan jaminan sosial di masa transisi.
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah
sebuah sistem jaminan sosial yang ditetapkan
di Indonesia dalam Undang-Undang nomor 40 tahun
2004. Jaminan sosial ini adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh
negara Republik Indonesia guna menjamin
warganegaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup
dasar yang layak, sebagaimana dalam deklarasi PBB
tentang HAM tahun 1948 dan konvensi ILO No.102
tahun 1952.
Untuk mewujudkan SJSN perlu dibentuk
badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum
yang dibentuk berdasarkan prinsip kegotongroyoan,
nirlaba, keterbukaan, keterhatian, akuntabilitas,
portabilitas, kepersetaan bersifat wajib, dana amanat,
dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar-
besar kepentingan peserta. Serta berdasarkan asas
kemanusian, manfat, dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Program BPJS Kesehatan yaitu program
jaminan kesehatan nasional (JKN) adalah program
pelayanan kesehatan terbaru yang sistemnya
menggunakan sistem asuransi. Artinya, seluruh
warga Indonesia nantinya wajib menyisihkan
sebagian kecil uangnya untuk jaminan kesehatan di
masa depan. Semua rakyat miskin atau PBI
(Penerima Bantuan Iuran) ditanggung kesehatannya
oleh pemerintah.
Program BPJS Ketenagakerjaan meliputi
empat program yaitu program jaminan kecelakaan
kerja (JKK) adalah suatu program pemerintah dan
pemberi kerja dengan tujuan memberikan kepastian
jaminan pelayanan dan santunan apabila tenaga kerja
mengalami kecelakaan saat menuju, menunaikan dan
selesai menunaikan tugas pekerjaan dan berbagai
penyakit yang berhubungandengan pekerjaan
(Naskah Akademik SJSN).
Program jaminan hari tua (JHT) adalah
program jangka panjang yang diberikan secara
sekaligus sebelum peserta memasuki masa pension,
bisa iterimakan kepada janda/duda, anak atau ahli
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015
55
waris peserta yang sah apabila peserta meninggal
dunia (Naskah Akademik SJSN).
Program jaminan pensiun (JP) adalah
pembayaran jangka panjang sebagai substitusi dari
penurunan/hilangnya penghasilan karena peserta
mencapai usia tua (pensiun), mengalami cacat total
permanen, atau meninggal dunia (Naskah Akademik
SJSN).
Program jaminan kematian (JKM) tidak
dijelaskan dalam secara tegas dan baik UU 40 tahun
2004 maupun dalam naskah akademik. Didalam
Naskah Akademik SJSN hanya dijelaskan santunan
kematian, dengan definisi sebagai berikut:
“Santunan Kematian adalah program jangka
pendek sebagai pelengkap program jaminan
hari tua, dibiayai dari iuran dan hasil
pengelolaan dana santunan kematian, dan
manfaat diberikan kepada keluarga atau ahli
waris yang sah pada saat peserta meninggal
dunia.” (Naskah Akademik UU 40 tahun
2004)
Dari kelima program tersebut yang menjadi
perhatian penelitian program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Secara operasional, pelaksanaan
JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah
No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran
(PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap
Jaminan Kesehatan Nasional).
Seperti yang disebutkan oleh BPJS (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial) bahwa Peserta JKN
(Jaminan Kesehatan Nasional) adalah semua orang,
termasuk orang asing yang bekerja paling singkat (6)
bulan di Indonesia yang membayar iuran. Seluruh
penduduk Indonesia wajib mengikuti program JKN.
Mereka wajib mendaftarkan diri dan membayar iuran
berkala seumur hidup kepada BPJS Kesehatan.
Berawal dari perbedaan kemampuan
membayar iuran, penduduk negeri ini terbagi menjadi
dua golongan, yaitu penduduk yang mampu
membayar iuran dan penduduk fakir miskin.
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan (PerPres JK) menamai kedua
golongan tersebut masing-masing sebagai Penerima
Bantuan Iuran (PBI) dan Bukan Penerima Bantuan
Iuran (Bukan PBI).
PBI dibebaskan dari kewajiban membayar
iuran JKN. Pemerintah mengambil alih tanggung
jawab itu dan membayarkan iuran JKN dari dana
APBN kepada BPJS Kesehatan. Sebaliknya,
penduduk tergolong Bukan PBI wajib menanggung
iuran JKN dan membayarkannya secara mandiri
kepada BPJS Kesehatan.
Selanjutnya, Perpres JK membagi penduduk
‘Bukan PBI’ menjadi empat golongan. Kali ini
penggolongan berdasarkan karakteristik pekerjaan.
Bukan PBI terdiri dari Pekerja Penerima Upah,
Pekerja Bukan Penerima Upah, Bukan Pekerja, dan
Penerima Pensiun.
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang
BPJS, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes
(Persero), PT ASABRI (Persero), PT TASPEN
(Persero), PT Jamsostek (Persero) ditugasi oleh
Undang-undang BPJS untuk menyiapkan berbagai
hal yang diperlukan untuk berjalannya proses
tranformasi atau perubahan dari Persero menjadi
BPJS dengan status badan hukum publik. Perubahan
tersebut mencakup struktur, mekanisme kerja dan
juga kultur kelembagaan. Mengubah struktur,
mekanisme kerja dan kultur kelembagaan yang lama,
yang sudah mengakar dan dirasakan nyaman, sering
menjadi kendala bagi penerimaan struktur,
mekanisme kerja dan kultur kelembagaan yang baru,
meskipun hal tersebut ditentukan dalam Undang-
Undang. Untuk itu diperlukan komitmen yang kuat
dari kedua BUMN ini, BUMN yang dipercaya
mengemban tugas menyiapkan perubahan tersebut.
Sebagai profesional tentu mereka paham bagaimana
caranya mengatasi berbagai persoalan yang timbul
dalam proses perubahan tersebut, dan bagaimana
harus bertindak pada waktu yang tepat untuk
membuat perubahan berjalan tertib efektif, efisien
dan lancar sesuai dengan rencana.
Hasil dari survey yang dilakukan dengan
mewawancarai beberapa informan diantaranya adalah
satu Rumah Sakit swasta di Depok, satu Rumah Sakit
pemerintah di Depok, salah satu Puskesmas di Bogor,
BPJS Kantor Operasional Depok, serta peserta JKN
dan non JKN di wilayah Depok-Bogor menunjukan
bahwa terdapat beberapa fenomena yang memerlukan
perhatian khusus dari pihak BPJS sebagai badan
pelaksana program. Salah satu fenomena tersebut
adalah peserta yang diintegrasi dari PT. Askes
menjadi peserta BPJS merasakan dampak penurunan
kualitas pelayanan karena sistem yang ada dalam
penyelenggara dan penyedia pelayanan kesehatan
masih belum stabil. Salah satu bukti penurunan
kualitas yang peserta alami adalah hak peserta Askes
dikurangi terkait berbedanya obat yang dapat diklaim
dari Askes dan dari BPJS, juga obat yang diberikan
oleh BPJS akan diutamakan obat generik. Selain itu
jumlah obat di setiap rumah sakit dibatasi seperti obat
untuk penyakit kronis hanya diberikan untuk satu
minggu penggunaan sehingga pasien harus kontrol
kembali dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini
memberikan dampak kepada pasien dengan penyakit
kronis yang membutuhkan obat seumur hidupnya,
juga kepada pasien lanjut usia dengan segala
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015
56
keterbatasan akibat penyakit nya terpaksa harus
kembali lagi ke RS
(http://regional.kompasiana.com/2014/10/29/fenome
na-pelaksanaan-jaminan-kesehatan-nasional-di-
depok-bogor-699272.html, diakses pada jam 09.00
pada tanggal 8 Januari 2014).
Penelitian ini akan dilakukan ditingkat
pelayanan BPJS Kesehatan yaitu di rumah sakit,
karena rumah sakit merupakan penyelenggara BPJS
Kesehatan yang menyiapkan fasilitas paling lengkap
dan banyak pasien yang merujuk kesana, karena
potensi permasalahan pelayanan kesehatan semakin
besar.
Peneliti mengambil lokasi di Rumah Sakit
Umum (RSU) Haji Surabaya sebagai subyek
penelitiannya. Rumah Sakit Umum (RSU) Haji
Surabaya merupakan RSU Tipe B Pendidikan
sehingga rujukan askes primer yang dari puskesmas
dirujukan ke RSU Haji yang sebagai askes sekunder.
RSU Haji Surabaya mempunyai fasilitas yang cukup
memadai dan ditunjang dengan alat medis canggih
dan dokter spesialis senior di Kota Surabaya. Selain
itu RSU Haji merupakan salah satu rumah sakit
umum di Surabaya yang lulus ISO. ISO 9001:2000 di
paviliun kelas utama pada tanggal 30 Januari 2007-30
Januari 2008, ISO 9001:2000 di paviliun kelas utama
pada tanggal 22 Januari 2008-22 Januari 2009, ISO
9001:2000 di paviliun kelas utama pada tanggal 22
Januari 2009-22 Januari 2010, re-certification ISO
9001:2000 di paviliun kelas utama pada tanggal 22
Juni.
Adanya Kebijakan pemerintah tentang
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (BPJS)
sudah barang tentu sudah disikapi oleh RSU Haji
Surabaya. Apalagi informasi mengenai kebijakan ini
perlu diketahui dan dipahami oleh seluruh
Masyarakat Indonesia, sehingga perlu dilakukan
penyebarluasan informasi melalui sosialisasi kepada
semua pemangku kepentingan dan masyarakat pada
umumnya.
Kualitas pelayanan kesehatan memiliki
hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan,
karena kualitas memberikan dorongan kepada
pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang
lebih kuat dengan rumah sakit dan pada akhirnya
kepuasan pelanggan dapat meningkatkan jumlah
kunjungan rumah sakit.
Menurut beberapa konsep diatas kualitas
pelayanan kesehatan adalah suatu mutu atau kondisi
yang menyediakan, melayani, memberikan informasi
tertentu mengenai produk dan atau jasa yang sesuai
dengan kebutuhan para pelanggan.
Tabel 1.1
Cara dan Syarat Pendaftaran Peserta Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) Cara Mendaftar Peserta JKN
1. Untuk
Umum
1. Masyarakat bisa datang secara langsung ke
kantor BPJS Kesehatan yang ada di tingkat
Kabupaten/ Kota maupun propinsi 2. Masyarakat mengisi formulir dengan membawa
salah satu kartu identitas KTP, SIM, Kartu
Keluarga, atau Paspor. 3. Setelah mengisi formulir, maka Anda akan
mendapatkan Virtual Account yang digunakan
sebagai nomor transaksi untuk pembayaran
premi.
4. Bagi anggota Penerima Bantuan Iuran (PBI),
setelah mendapat virtual account anda resmi menjadi anggota BPJS kesehatan, anda tidak
perlu membayar iuran karena iuran anda telah
dibayarkan oleh pemerintah. 5. Bagi Anggota Non BPI, anda harus membayar
iuran terlebih dahulu dan setelah membayar iuran
anda resmi menjadi anggota JKN. 6. Setelah semua persyaratan terpenuhi maka Anda
akan mendapatkan kartu anggota JKN.
2. Untuk Karyawan
1. Untuk karyawan di perusahaan yang sebelumnya menggunakan Jamsostek, cara mendaftarkan
keanggotaan JKN bisa langsung melalui
perusahaan. 2. Perwakilan perusahaan bisa datang langsung ke
kantor BPJS di wilayah kabupaten atau kota
kemudian mengisi formulir dan setelah itu
mendapat satu Cara Mendaftar Anggota BPJS
Untuk Karyawan dan Umumirtual Account untuk
seluruh karyawan di satu perusahaan. 3. Setelah itu perwakilan perusahaan membayarkan
premi sejumlah iuran premi per karyawan
dikalikan jumlah karyawan. 4. Karyawan perusahaan telah resmi menjadi
anggota JKN non PBI setelah membayar premi
dan mendapatkan kartu anggota JKN sejumlah karyawan tersebut.
3. Untuk
TNI, Polri, PNS serta
pengguna
Askes
1. Secara umum cara pendaftaran untuk TNI, Polri
dan Pengguna Askes adalah sama. Namun pendaftarannya akan lebih mudah karena data
anda sudah ada di kantor BPJS.
2. Pendaftaran bisa dilakukan sendiri maupun secara kolektif di kantor BPJS kesehatan dengan
menyertakan bukti kartu askes anda.
3. Premi anda akan dipotongkan dari gaji bulanan anda sebagaimana pengguna Askes sebelumnya.
4. Setelah pendaftaran selesai, anda akan
mendapatkan kartu JKN.
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015
57
Tabel 1.2
Nominal Iuaran Peserta Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
Iuran Peserta JKN Peserta Bentuk Iuran Iuaran per Bulan Keterangan
PBI Nilai nominal
(per jiwa)
Rp 19.225,00 (dibayarkan
oleh pemerintah)
Rawat inap kelas 3
PNS/TNI/POLR
I/Pensiun
5% (per
keluarga)
2% dari pekerja
3% dari pemberi pekerja
Rawat inap kelas 1 dan kelas 2
Pekerja
Penerima Upah
Selain PNS dll
4,5% (per
keluarga) dan
5% (per
keluarga)
s/d 30 Juni 2015
0,5% dari pekerja
4% dari pemberi pekerja
Mulai 1 Juli 2015
1% dari pekerja
4% dari pemberi pekerja
Rawat inap kelas 1 dan kelas 2
Pekerja
Penerima Upah
dan Bukan
Pekerja
Nilai nominal
(per jiwa)
Rp 59.500.00
Rp 42.500,00
Rp25.500,00
Rawat inap kelas 1
Rawat inap kelas 2
Rawat inap kelas 3
Tabel 1.3
Alur Pelayanan Peserta JKN di Rumah Sakit Alur Pelayanan JKN
1.
Pelayanan
Kesehatan
Tingkat
Pertama
1. Setiap peserta harus terdaftar pada satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
2. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar.
3. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di fasilitas kesehatan tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.
2.
Pelayanan
Kesehatan
Tingkat
Lanjutan
1. Peserta datang ke BPJS Center Rumah Sakit dengan menunjukkan Kartu Peserta dan menyerahkan surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama / surat perintah kontrol pasca rawat inap.
2. Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan pelayanan lanjutan.
3. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di Fasilitas Kesehatan tingkat lanjutan sesuai dengan indikasi medis.
3.Pelayanan
Kegawat
Daruratan
(Emergency
)
1. Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan dan atau kecacatan, sesuai
dengan kemampuan fasilitas kesehatan.
2. Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di setiap fasilitas kesehatan. Kriteria kegawatdaruratan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
3. Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, akan segera dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.
4. Biaya akibat pelayanan kegawatdaruratan ditagihkan langsung oleh Fasiltas Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif deskriptif. Lokasi penelitian dilakukan di
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya yang merupakan
salah satu rumah sakit tempat rujukan pasien JKN
Teknik pemilihan informan dengan
purposive sampling. Sementara teknik pengumpulan
data yang dilakukan terdiri atas wawancara,
obeservasi dan dokumenter. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi reduksi
data, penyajian data dan menarik kesimpulan.
Sementara teknik pemeriksanaan dan keabsahan data
yang digunakan adalah triangulasi.
Hasil dan Pembahasan
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) Dalam Peningkatan Kualitas
Pelayanan Kesehatan Di RSU Haji Surabaya
Penjabaran penyajian data ini akan disajikan
sesuai dengan indikator yang telah dikemukakan oleh
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry mengenai kualitas
pelayanan.
1. Kualitas Pelayanan Kesehatan penerima JKN
a. Tangibles (bukti fisik)
Ruang tunggu rumah sakit cukup nyaman,
sehingga tingkat kepuasan konsumen rumah sakit
dalam hal ini adalah para pasien dan keluarga
pasien memiliki tingkat kepuasan yang dapat
dikategorikan cukup.
Kelengkapan fasilitas alat-alat penunjang
kesehatan lebih pada menjadi beban negara dalam
memenuhinya. Negara mempunyai peran besar
dalam memberikan jaminan sosial bagi seluruh
rakyatnya dimana salah satunya adalah dengan
melengkapi kelengkapan fasilitas alat-alat
penunjang kesehatan. Posisi negara yang
memiliki tanggung jawab untuk mensejahterakan
rakyatnya.
Ruang rawat inap masih dirasakan kurang,
sedangkan mengenai kelengkapan dari ruang
rawat inap menurut dokter masih kurang memadai
sedangkan menurut pihak rumah sakit dan peserta
JKN dapat disimpulkan cukup.
b. Responsiveness (Daya tanggap)
Tanggapan petugas saat menerima keluhan
dari pengguna layanan atau pasien cukup
sedangkan menurut dokter atau suster tanggapan
petugas saat menerima keluhan dari pengguna
layanan atau pasien baik sesuai dengan SOP
(Standar Operasional Prosedur).
Kecepatan petugas dalam menanggapi
keluhan pengguna layanan JKN di RSU Haji
Surabaya menurut narasumber dari pihak rumah
sakit maupun dokter atau suster menyatakan
cukup sedangkan menurut pihak peserta JKN
memuaskan.
c. Credibillity (Kredibilitas)
Tingkat kedisiplinan petugas di RSU Haji
Surabaya saat jam kerja dinilai Pihak dokter atau
suster juga cukup disiplin. Petugas di RSU Haji
Surabaya saat jam kerja dinilai cukup disiplin.
Hal senada juga dikemukakan oleh suster B dan
suster lainnya bagian rawat inap.
petugas dalam melayani pasien JKN di
RSU Haji Surabaya menurut narasumber dokter
atau suster dinilai cukup baik dan mereka penuh
dengan tanggung jawab dalam menjalankan
tugasnya melayani peserta JKN. Berdasarkan
jawaban narasumber tentang tanggung jawab
petugas dalam melayani pasien JKN di RSU Haji
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015
58
Surabaya menurut pihak rumah sakti dan peserta
JKN cukup memuaskan sedangkan menurut
narasumber dokter atau suster dinilai cukup baik.
kunjungan dokter di RSU Haji Surabaya
kepada pasien rawat inap peserta JKN dianggap
sudah cukup baik dalam memenuhi keperluan
kesehatan pasien.
d. Assurance (Jaminan) Secara umum sikap petugas yang melayani
pasien di RSI Haji surabaya menurut pasien
secara umum bersikap baik, ramah, dan sopan
dalam melayani pasien JKN di RSU Haji
Surabaya menurut narasumber adalah baik dan
memuaskan.
Jumlah staf pelaksanaan yang dimiliki
RSU Haji Surabaya sebanyak 23 staff sudah
cukup memenuhi. Hal senada juga dikemukakan
oleh suster B dan suster lainnya bagian rawat
inap.
Keahlian staff di RSU Haji surabaya sudah
memuaskan tetapi harus terus ditingkatkan karena
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang
kedokteran juga teurs meningkat maka harus ada
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan primer.
Dokter layanan primer sebagai pelaku awal pada
layanan kesehatan tingkat pertama harus mampu
melakukan penapisan rujukan tingkat pertama ke
tingkat kedua dan melakukan kendali mutu serta
kendali biaya sesuai dengan standar kompetensi
dokter dalam sistem jaminan kesehatan nasional.
Analisis Data Teoritik
Dimensi Kualitas Pelaksanaan Pelayanan
Kesehatan penerima JKN yang ada dapat dirangkum
dalam penelitian ini adalah meliputi:
a) Tangibles (bukti fisik)
Bukti langsug (tangibles), menurut
Parasuraman meliputi bukti fisik dari jasa,
perlengkapan pegawai dan sarana komunikas.
wujud fisik (tangible) adalah dimensi yang
berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik,
perlengkapan, dan material yang digunakan
rumah sakit, serta penampilan karyawan.sebagai
kemampuan dalam menunjukkan eksistensinya
kepada pihak luar. Penampilan dan kemampuan
sarana serta prasarana fisik dan keadaan
lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari
pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
Fasilitas fisik tersebut meliputi gedung,
perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan
(teknologi), serta penampilan pegawainya.
Wujud fisik yang baik akan mempengaruhi
persepsi pasien dalam memilih rumah sakit
sebagai tempat berobat. Semakin bagus fasilitas
fisik yang disediakan maka semakin besar pula
harapan pasien untuk dapat lebih cepat sembuh
pada rumah sakit dimana dia dirawat.
Sedangkan indikator dalam penelitian ini
peneliti menggunakan indikator yang meliputi:
- Kenyamanan ruang tunggu merupakan bukti
fisik pertama yang dinikmati oleh setiap
pasien. Tujuan dari memberikan kenyamanan
ruang tunggu adalah agar pasien maupun
penunggu maupun pengantar maupun siapa
saja yang berkunjung ke rumah sakit memiliki
kenyamanan ketika menunggu.
Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah
sakit memang tidak bisa ditentukan berapa
lama waktunya bisa dalam waktu singkat dan
juga bisa untuk jangka waktu yang lebih lama
tergantung dari keluhan setiap pasien yang
datang.
Kenyamanan ruang tunggu ini sangat penting
karena disinilah pasien pertama menikmati
jasa pelayanan berupa ruang tunggu. Disebuah
rumah sakit ruang tunggu fasilitasnya
dibedakan untuk kelas-kelas tertentu maupun
ruang-ruang tertentu.
Hal yang harus diperhatikan adalah selain
fasilitas produk ruang tunggu itu sendiri yang
nyaman bagi pasien dan keluarga, yang tak
kalah pentingnya adalah kecukupan atau
ketersediaan jumlah tempat yang ada terhadap
kebutuhan pasien dan keluarganya.
Sebagaimana diketahui jumlah pasien rumah
sakit memang terkadang tidak bisa di duga hal
ini karena memang tidak dapat diprediksi
kapan suatu rumah sakit banyak memperoleh
pasien.
Hal tersebut tidak berarti tidak dapat dipenuhi
kebutuhan akan tempat duduk bagi pasien
misalnya harus disesuaikan dengan rata-rata
jumlah kunjungan pasien dan keluarganya ke
rumah sakit sehingga jumlah fasilitas tempat
duduk di ruang tunggu yang tersedia
mencukupi.
Berdasarkan jawaban responden di atas maka
fasilitas ruang tunggu dinilai suka mencukupi.
Aspek yang harus dipenuhi untuk kenyamanan
ruang tunggu adalah setidaknya meliputi hal-
hal seperti lokasi ruang tunggu, kebersihan,
kenyamanan ruangan, makanan dan minuman
yang bisa disediakan oleh rumah sakit,
peralatan ruangan seperti tempat sampah dan
tulisan bebas asap rokok, tata letak meliputi
pula gambar-gambar informasi, penerangan,
kebersihan WC, kesegaran ruangan, petunjuk
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015
59
arah dan petunjuk-petunjuk mengenai hidup
sehat dan lain lain.
- Fasilitas alat-alat penunjang
Alat-alat penunjang pada dasarnya merupakan
peralatan yang menunjang perawatan pasien di
sebuah rumah sakit. Ketersediaan alat-alat
penunjang ini merupakan hal yang sangat
vital.
Fasilitas alat penunjang harus tersedia dalam
jumlah dan waktu yang tepat artinya pada saat
dibutuhkan fasilitas alat-alat penunjang
tersebut harus tersedia. Fasilitas yang alat-alat
penunjang yang harus tersedia mulai dari
ruang loket, ruang rawat, ruang pelayanan dan
ruang-ruang lainya. Dengan ketersediaan alat-
alat penunjang yang selalu tersedia maka akan
memperlancar pelayanan dan akan
meningkatkan kualitas pelayanan di rumah
sakit. Untuk itu diperlukan pengaturan
manajemen pengadaan alat-alat penunjang
yang baik sehingga seluruh kebutuhan akan
alat-alat penunjang ini dapat terpenuhi. Harus
dicatat dengan baik dan benar kapan peralatan
tersebut harus diganti, dibuang, diperbaiki
atau dirawat sehingga dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.
- Fasilitas ruang UGD dan rawat inap
Fasilitas rawat inap merupakan fasilitas
dimana pasien dirawat sehingga sangat
penting bagi pasien, perlu setidakanya fasilitas
standar urang untuk rawat inap. Hal ini
penting karena ruang rawat inap bukan hanya
sekedar sebagai tempat dimana pasien tidur
atau menginap tetapi juga tempat dimana
pasien dirawat.
Ketersediaan fasilitas yang diperlukan di
ruang rawat inap akan menunjang kepuasan
pasien akan pelayanan rumah sakit.
Sedangkan fasilitas UGD adalah fasilitas
perawatan intensif pasien dimana disini pasien
dirawat secara intensif karena itu fasiltias
perawatan di UGD mutlak harus ada.
b) Responsiveness (daya tanggap)
Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Barry,
daya tanggap (responsiveness) berkenaan dengan
kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk
membantu para konsumen dan merespons
permintaan mereka, serta menginformasikan
kapan jasa akan diberikan dan kemudian
memberikan jasa secara cepat. Tingkat kesediaan
atau kepedulian ini akan dilihat sampai sejauh
mana pihak rumah sakit Haji Surabaya berusaha
dalam membantu pasiennya dalam memperoleh
pelayanan kesehatan.
Adapun bentuknya bisa dilakukan dengan
tanggapan petugas saat menerima keluhan dan
menanggapinya maupun saat penyampaian
informasi menanggapai keluhan dari pasien
dengan adanya informasi yang jelas maka keluhan
pasien akan menurun sehingga tindakan yang
dilakukan oleh petugas dapat dirasakan
manfaatnya oleh pasien secara langsung.
c) Credibillity (kredibilitas)
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam
Tjiptono, 2004: 69) Credibility, yaitu sifat jujur
dan dapat dipercaya. Konsumen dari kelompok
menengah atas mempunyai harapan yang tinggi
agar perusahaan penyedia jasa pelayanan
kesehatan dengan tingkat kredibilitas yang tinggi
mereka akan memilih layanan kesehatan dari
informasi mengenai kredibilitas rumah sakit
tersebut secara pribadi atau menurut dirinya
memiliki kredibilitas. Hal ini karena masalah
kesehatan adalah juga berhubungan dengan
persepsi masyarakat terhadap rumah sakit, rumah
sakit yang kredibilitasnya tinggi diangap lebih
mampu memberikan pelayanan kesehatan yang
lebih baik.
Apabila tidak kredibilitas tidan diperhatikan
maka kemungkinan rumah sakit akan kehilangan
kesempatan untuk dapat memuaskan mereka dari
aspek ini. Sedangkan indikator dalam penelitian
ini peneliti menggunakan indikator yang meliputi:
- Kedisiplinan petugas saat jam kerja
Di rumah sakit para petugas harus disiplin,
karena teledor sedikit akan berdampak pada
pasien karena yang dirawat adalah manusia
sehingga tidak dapat ditolerir kesalahan
sedikitpun.
- Tanggung jawab petugas dalam melayani
pasien
Tanggung jawab petugas dalam melayani
pasien adalah dengan memberikan pelayanan
yang sebaik-baiknya, secepat-cepatnya dan
setepat mungkin dimana hal ini tidak hanya
perawat tetapi juga dimulai dari lini terdepan
yaitu kecepatan pelayanan loket pendaftaran,
sampai dengan dirawatnya pasien. Dalam hal
tanggung jawab petugas dalam melayani
pasien juga meliputi ketrampilan dalam
penggunaan teknologi, seperti halnya
penggunaan komputer yang menyimpan data-
data pasien sehingga dalam memberikan
pelayanan administrasi para petugas dapat
dengan cepat memberikan pelayanan secara
bertanggung jawab.
Sedangkan dalam hal pengalaman petugas
medis, termasuk dokter harus pula dapat
bertanggung jawab sesuai dengan
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015
60
kompetensinya sebagaimana diketahui untuk
mempertanggung jawabkan tugasnya sebagai
dokter maupun perawat dapat dibuktikan
dengan gelar medis yang dimiliki, tetapi tentu
saja itu tidak cukup tetapi juga kredibilitas
dari dokter tersebut semakin terkenal seorang
dokter maka akan semakin banyak pasiennya
dan pelayanan yang diberikan juga semakin
baik.
Tidak hanya itu keberanian mengambil
tindakan, dan mengambil keputusan yang
tepat juga harus dapat dipertanggungjawabkan
karena keputusan yang diambil oleh seorang
dokter maupun petugas harus sesuai dengan
prosedur.
- Frekuensi kunjungan dokter
Frekuensi kunjungan dokter disesuaikan
dengan kebutuhan pasien dari jawaban
responden kunjungan dokter adalah satu kali
sehari. Tentu saja untuk penyakit tertentu bisa
beberapa kali dan juga beberapa orang dokter
dari disiplin spesialisasi yang berbeda.
Sering tidaknya kunjungan dokter ditentukan
oleh penyakit yang di derita, dimana dapat
saja hari ini harus dikunjungi lebih dari
seorang dokter karena memang penyakit yang
dideritanya kompleks tidak hanya satu macam
saja sehingga membutuhkan pelayanan
beberapa orang dokter spesialis.
d) Assurance (jaminan)
Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Barry
(1988), keyakinan (assurance) adalah jaminan
kepada konsumen mencakup kemampuan,
kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki
oleh para staf, bebas dari bahaya atau resiko
keragu–raguan, perilaku para karyawan
diharapkan mampu menumbuhkan kepercayaan
dan perusahaan diharapkan dapat menumbuhkan
rasa aman bagi pelanggannya.
Dalam perkembangannya jaminan
mencangkup pengetahuan, kemampuan,
kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki
para staf; bebas dari bahaya, resiko, atau keragu-
raguan. Sedangkan indikator dalam penelitian ini
peneliti menggunakan indikator yang meliputi:
- Sikap baik, ramah, dan sopan petugas dalam
melayani pasien JKN
Sikap baik, ramah, dan sopan petugas dalam
melayani pasien JKN juga harus dimulai dari
lini terdepan yaitu mulai dari loket
pendaftaran. Sikap baik, ramah, dan sopan
petugas dalam melayani pasien JKN harus
selalu ditampilkan agar pasien merasa puas.
Tidak boleh lagi ada keluhan tentang
pelayanan yang lamban, adanya perilaku
petugas perawat yang kurang ramah dan tidak
komunikatif. Keluhan perawat yang kurang
ramah ini biasanya terjadi ketika pasien
sedang dirawat. Beban kerja yang harus
ditanggung perawat terkadang menjadikannya
kurang dapat menunjukkan sikap baik, ramah,
dan sopan petugas dalam melayani pasien
JKN apalagi jika melihat pada jam kerja,
jumlah pasien yang dilayani dan upah atau
gaji yang mereka terima terkadang kurang
sebanding jika dibandingkan dengan beban
kerjanya yang begitu berat.
- Jumlah staf pelaksanaan yang dimiliki RSU
Haji
Banyak sedikitnya jumlah staf tergantung
pada kebutuhan dari rumah sakit Haji
Surabaya dalam memberikan pelayanan.
Dalam hal staf pelaksanaan pelayanan
kesehatan misalnya disesuaikan pula dengan
layanan kesehatan yang diberikan misalnya
berapa jumlah penyakit yang mampu dilayani
oleh RSU Haji tergantung dari jumlah dokter
dan sarana prasarana yang ada dan staf
pelaksananya disesuaikan dengan jumlah
layanan kesehatan yang dapat diberikan.
Dari data diperoleh jumlah staf sebanyak 23
dan itu dirasakan sudah cukup dapat
memenuhi dan melayani masyarakat
khususnya pasien JKN. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah kemampuan seorang staf
dalam menyelesaikan pekerjaannya atau
produktifitas dari pada staf yang ada.
Seorang staf yang tidak produktif bahkan
dalam bekerja karena di rumah sakit biasanya
tersedia televisi dilakukan sambil menonton
televisi. Ketersediaan hiburan memang dapat
meningkatkan produktifitas maupun
sebaliknya sehingga peran dari produktifitas
karyawan harus terus ditingkatkan sehingga
rumah sakit akan semakin efisien
Rumah sakit yang tidak menyediakan
fasilitas hiburan seperti televisi bagi para
pegawai rumah sakit. Dengan demikian
diharapkan kondisi kerja akan jauh lebih
kondusif karena konsentrasi tidak akan
terpecah antara urusan pekerjaan dan hiburan.
Sementara bagi sebagian rumah sakit di
Indonesia keberadaan televisi bagi pegawai
rumah sakit adalah sebuah keniscayaan.
Sebenarnya kondisi ini dapat merusak
produktivitas kerja. Meskipun selalu ada
pembenaran bahwa profesionalisme selalu
dijunjung tinggi dalam menjalani profesi.
- Kemampuan dan keahlian staf.
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015
61
Kemampuan dan keahlian staf yang ada
di rumah sakit harus terus ditingkatkan untuk
memberikan jaminan pelayanan kesehatan
yang prima merupakan hal yang sangat
penting, saat ini kemampuan dan keahlian staf
yang ada di rumah sakit sering diukur dari
tingkat pendidikan yang sudah ditempuh,
sehingga dengan adanya pendidikan tersebut
diharapkan memiliki kemampuan sesuai
dengan kompetensinya
Ketidakmampuan dan keahlian staf yang
tidak kompten akan berdampak pada
pelayanan kesehatan termasuk sikap dari staf
yang tidak melayani pasien dengan baik dan
ramah. Dalam bekerjapun mereka sering
malas-malasan jika bekerja. Sehingga tidak
ada jaminan bahwasannya pelayanan yang
diberikan dapat dilakukan dengan maksimal.
Karena itu selain kemampuan dan
keahlian yang tidak kalah pentingnya adalah
produktifitas kerja dari karyawan staf dalam
mengimplementasikan kemampuan dan
keahliannya tersebut.
Pelayanan yang berkualitas harus dijaga
dengan melakukan pengukuran secara terus
menerus, agar diketahui kelemahan dan
kekurangan dari jasa pelayanan yang
diberikan dan dibuat tindak lanjut sesuai
prioritas permasalahannya.
Kesimpulan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Badan
Peyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
mulai 1 Januari 2014 di seluruh Indonesia. Sehingga
diharapkan nanti pada tahun 2019 semua penduduk
diwajibkan sudah terlayani kebutuhan akan
kesehatannya karena ikut dalam program BPJS.
Pelayanan kesehatan ini dimulai dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama. Melalui Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) ada peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan primer diharapkan akan
mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tangibles (bukti fisik)
a. Bukti fisik yang berupa ruang tunggu rumah
sakit adalah secara umum cukup nyaman
khususnya di bagian paviliun sudah dianggap
representatif sehingga memberikan
kenyamanan kepada para pasien. Walaupun
pada kondisi tertentu dimana pasien banyak
khususnya pada pagi hari sehingga
menyebabkan ruang tunggu dirasakan kurang,
apalagi di poli kandungan yang biasanya
pasien diantarkan.
b. Kelengkapan fasilitas alat-alat penunjang yang
ada secara umum dirasakan masih kurang.
Tetapi apabila kelengkapan fasilitas alat-alat
penunjang yang ada disesuaikan dengan
dengan RS tipe B pendidikan maka fasilitas
alat-alat penunjang yang ada dapat dikatakan
sudah cukup.
c. Ruang rawat inap yang tersedia masih
dirasakan kurang, sedangkan mengenai
kelengkapan fasilitas dari ruang rawat inap
menurut dokter masih kurang memadai
sedangkan menurut pihak rumah sakit dan
pasien JKN dapat disimpulkan sudah cukup
memenuhi.
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat
disimpulkan bahwasannya kualitas pelayanan
bukti fisik yang ada di rumah sakit dilihat dari
segi kenyamanan ruang tunggu, kelengkapan
fasilitas penunjang, dan tersedianya ruang inap
adalah cukup memenuhi.
2. Responsiveness (daya tanggap)
a. Menurut pihak rumah sakit dan juga peserta
JKN tanggapan petugas saat menerima
keluhan dari pengguna layanan atau pasien
cukup sedangkan menurut dokter atau suster
tanggapan petugas saat menerima keluhan dari
pengguna layanan atau pasien baik sesuai
dengan SOP.
b. Kecepatan petugas dalam menanggapi
keluhan pengguna layanan JKN di RSU Haji
Surabaya menurut narasumber dari pihak
rumah sakit maupun dokter atau suster
menyatakan cukup sedangkan menurut pihak
peserta JKN memuaskan.
3. Kredibilitas
a. Tingkat kedisiplinan petugas di RSU Haji
Surabaya saat jam kerja dinilai narasumber
cukup disiplin
b. Kunjungan dokter di RSU Haji Surabaya
kepada pasien rawat inap peserta JKN
dianggap sudah cukup baik dalam memenuhi
keperluan kesehatan pasien
Berdasarkan hal tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwasannya kredibilitas RSU Haji
Surabaya cukup memuaskan pasien
4. Assurance (Jaminan)
a. sikap petugas yang melayani pasien di RSI
Haji surabaya menurut pasien secara umum
bersikap baik, ramah, dan sopan dalam
melayani pasien JKN di RSU Haji Surabaya
menurut narasumber adalah baik dan
memuaskan
b. Jumlah staf pelaksanaan yang dimiliki RSU
Haji Surabaya sebanyak 23 staff sudah cukup
memenuhi.
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015
62
c. kemampuan dan keahlian staf di RSU Haji
Surabaya dalam melayani pasien peserta JKN
dalam pandangan narasumber Pihak Rumah
Sakit memuaskan narasumber
Berdasarkan jawaban narasumber dapat disimpulkan
bahwa jaminan RSU Haji Surabaya memuaskan
pasien peserta JKN dalam memberikan pelayanan
kepada pasien peserta JKN.
Saran
Menurut data yang sudah peneliti kumpulkan
mengenai tema yang peneliti angkat yaitu
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) dalam Peningkatan Kualitas
Pelayanan Kesehatan di RSU Haji Surabaya,
dapat diambil kesimpulan bahwa indikator-
indikator yang mempengaruhi peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan di RSU Haji
Surabaya ada empat yaitu, tangibles (bukti fisik),
responsiveness (daya tanggap), kredibilitas,
assurance (jaminan). Disini peneliti mencoba
memberikan saran terhadap Rumah Sakit Umum
Haji Surabaya terkait dengan adanya program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut:
1. Disarankan untuk RSU Haji Surabaya untuk
lebih memperhatikan kenyamanan ruang
tunggu, bisa dilakukan dengan penambahan
ruang tunggu atau diberikannya fasilitas
yang mendukung seperti AC atau wifi
sehingga dapat memberikan kenyamanan
dan kepuasaan tersendiri terhadap para
pengunjung.
2. Disarankan untuk RSU Haji Surabaya untuk
lebih memperhatikan fasilitas-fasilitas alat
penunjang yang ada, seperti alat nomer
antrian yang ada tapi tidak dipergunakaan
pada jam-jam tertentu. Alangkah lebih
efisien dan efektif apabila tetap
menggunakan alat nomer antrian yang sudah
tersedia.
3. Disarankan untuk RSU Haji Surabaya untuk
penambahan ruang rawat inap. Dengan
adanya ruang rawat inap yang sekarang
dikatakan masih kurang, mohon untuk
ditambahkan ruang rawat inap agar semua
pasien yang datang untung rawat inap dapat
segera ditangani tanpa menunggu ruang
rawat inap terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Singarimbun, Masri & Efendi, Sofian, 2006.
Metode Penelitian Survai, Cetakan Kedepanbelas,
Edisi Revisi, PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.
Larry Bossidy & Ram Charan, 2004. Pelaksanaan
(Execution) Disiplin Menjadikan Segalanya
Terlaksana. Binarupa Aksara.
Notoatmojo, Soekidjo, 2008. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Azwar, Azrul, 1994. Program Menjaga Mutu
Pelayanan Kesehatan (Aplikasi Pringsip Lingkaran
Pemecahan Masalah). Ikatan Dokter Indonesia.
Jakarta.
Ratmiko & Septi Atik Winarsih, 2007.
Manajemen Pelayanan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Website:
http://www.bpjs-kesehatan.go.id/berita-117-bpjs-
kesehatan-harus-mengantisipasi-potensi-
masalah.html, “ BPJS Kesehatan” diakses pada jam
09.00 WIB pada tanggal 8 Januari 2014.
http://regional.kompasiana.com/2014/10/29/fenomen
a-pelaksanaan-jaminan-kesehatan-nasional-di-depok-
bogor-699272.html, “Fenomena Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional” diakses pada jam 09.00
WIB pada tanggal 8 Januari 2014
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap
Jaminan Kesehatan Nasional)
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan
Naskah Akademik Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)