pemanfaatan batubara

31
Pemanfaatan batubara dapat dimanfaatkan sebagai : 1. sumber energi langsung, yaitu dengan cara langsung membakarnya dan mengambil energi panasnya (seperti di PLTU, dan Industri semen) 2. sumber energi tidak langsung, yaitu dengan cara mengubah batubara ke dalam bentuk/fasa lain seperti · briket batubara (proses karbonisasi/pirolisis) · batubara cair (proses likuifaksi) · gasifikasi batubara (menghasilkan Synthesis Natural Gas, SNG) 3. non energi: · Digunakan sebagai karbon aktif pada industri kimia · Kokas metalurgi pada industri pengolahan baja Likuifaksi Batubara adalah suatu teknologi proses yang mengubah batubara dan menghasilkan bahan bakar cair sintetis. Batubara yang berupa padatan diuah menjadi bentuk cair dengan cara mereaksikannya dengan hidrogen pada temperatur dan tekanan tinggi. Proses likuifaksi batubara secara umum diklasifikasikan menjadi Indirect Liquefaction Processdan Direct Liquefaction Process.

Upload: destiana-indriani-hamid

Post on 17-Sep-2015

13 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pemanfaatan batubara

TRANSCRIPT

Pemanfaatan batubara dapat dimanfaatkan sebagai :

1. sumber energi langsung, yaitu dengan cara langsung membakarnya dan mengambil energi panasnya (seperti di PLTU, dan Industri semen)

2. sumber energi tidak langsung, yaitu dengan cara mengubah batubara ke dalam bentuk/fasa lain seperti

briket batubara (proses karbonisasi/pirolisis)

batubara cair (proses likuifaksi)

gasifikasi batubara (menghasilkan Synthesis Natural Gas, SNG)

3. non energi:

Digunakan sebagai karbon aktif pada industri kimia

Kokas metalurgi pada industri pengolahan baja

Likuifaksi Batubara adalah suatu teknologi proses yang mengubah batubara dan menghasilkan bahan bakar cair sintetis. Batubara yang berupa padatan diuah menjadi bentuk cair dengan cara mereaksikannya dengan hidrogen pada temperatur dan tekanan tinggi.

Proses likuifaksi batubara secara umum diklasifikasikan menjadi Indirect Liquefaction Processdan Direct Liquefaction Process.

1. Indirect Liquefaction Process/ Indirect Coal Liquefaction (ICL)

Prinsipnya secara sederhana yaitu mengubah batubara ke dalam bentuk gas terlebih dahulu untuk kemudian membentuk Syngas (campuran gas CO dan H2). Syngas kemudian dikondensasikan oleh katalis (proses Fischer-Tropsch) untuk menghasilkan produk ultra bersih yang memiliki kualitas tinggi.

Gambar 1. Dua konfigurasi proses dasar untuk produksi bahan bakar cair denganIndirect Liquefaction Process

Direct Liquefaction Process/ direct coal liquefaction (DCL)

Proses ini dilakukan dengan cara menghaluskan ukuran butir batubara, kemudian Slurry dibuat dengan cara mencampur batubara ini dengan pelarut. Slurry dimasukkan ke dalam reaktor bertekanan tinggi bersama-sama dengan hidrogen dengan menggunakan pompa. Slurry kemudian diberi tekanan 100-300 atm di dalam sebuah reaktor kemudian dipanaskan hingga suhu mencapai 400-480 C.

Secara kimiawi proses akan mengubah bentuk hidrokarbon batubara dari kompleks menjadi rantai panjang seperti pada minyak. Atau dengan kata lain, batubara terkonversi menjadi liquid melalui pemutusan ikatan C-C dan C-heteroatom secara termolitik atau hidrolitik (thermolytic and hydrolytic cleavage), sehingga melepaskan molekul-molekul CO2, H2S, NH3, dan H2O. Untuk itu rantai atau cincin aromatik hidrokarbonnya harus dipotong dengan cara dekomposisi panas pada temperatur tinggi (thermal decomposition). Setelah dipotong, masing-masing potongan pada rantai hidrokarbon tadi akan menjadi bebas dan sangat aktif (free-radical). Supaya radikal bebas itu tidak bergabung dengan radikal bebas lainnya (terjadi reaksi repolimerisasi) membentuk material dengan berat molekul tinggi dan insoluble, perlu adanya pengikat atau stabilisator, biasanya berupa gas hidrogen. Hidrogen bisa didapat melalui tiga cara yaitu: transfer hidrogen dari pelarut, reaksi dengan fresh hidrogen, rearrangement terhadap hidrogen yang ada di dalam batubara, dan menggunakan katalis yang dapat menjembatani reaksi antara gas hidrogen dan slurry (batubara dan pelarut).

Negara yang telah mengembangkan teknologi Direct Liquefaction Process adalah Jepang, Amerka Serikat dan Jerman. Bagi Indonesia, teknik konversi likuifaksi batubara secara langsung (Direct Liquefaction Process) dinilai lebih menguntungkan untuk saat ini. Selain prosesnya yang lebih sederhana, likuifaksi relatif lebih murah dan lebih bersih dibanding teknik gasifikasi. Teknik ini juga cocok untuk batubara peringkat rendah (lignit), yang banyak terdapat di Indonesia.

Banyak negara mengembangkan teknologi Likuifaksi Batubara. Di Amerika Serikat berkembang berbagai proyek pengembangan seperti pada gambar 2. Dan Jepang, sebagai salah satu negara pengembang teknologi Likuifaksi Batubara terkenal dengan salah satu proyeknya yaitu NEDOL memiliki 2 metode likuifaksi batubara yaitu Bituminous Coal Liquefaction dan Brown Coal Liquefaction.

Gambar 2. Proyek pengembangan teknologi Direct Liquefaction Process di Amerika SerikatGambar 2. Proyek pengembangan teknologi Direct Liquefaction Process di Amerika Serikat

Gambar 3. Proyek pengembangan teknologi Direct Liquefaction Process di negara lain

Bituminous Coal Liquefaction

Dalam proses Bituminous Coal Liquefaction, Proyek NEDOL berhasil menggabungkan 3 proses, yaitu: Solvent Extraction Process, Direct Hydrogenation Process, dan Solvolysis Process.

Spesifikasi proses NEDOL adalah sebagai berikut:

Tidak memerlukan batubara dengan spesifikasi tertentu. Batubara yang digunakan bisa dari low grade sub-bituminous sampai low grade bituminous.

Yield Ratio bisa mencapai 54% berat, lebih besar dari medium atau light oil

Temperatur standar reaksi adalah 450C dan Tekanan standar 170 kg/cm2G

Membutuhkan katalis yang sangat aktif namun tidak mahal

Sebagai pemisah antara fasa cair-gas, digunakan sistem distilasi pengurang tekanan.

Digunakan pelarut terhidrogenasi yang dapat digunakan kembali untuk mengawasi kualitas pelarut agar dapat meningkatkan Yield Ratio dari batubara cair dan mencegah fenomena cooking pada tungku pemanas.Proses NEDOL

Slurry dibuat dengan mencampurkan 1 bagian batubara dengan 1.5 bagian pelarut,lalu ditambahkan 3% katalis yang mengandung besi (ferrous catalyst)

Slurry dipanaskan sampai suhunya mencapai 400C dalam preheating furnace.

Reaksi likuifaksi terjadi dalam kolom reaktor berjenis suspension bed foaming pada kondisi standar (Temperatur 450C, Tekanan 170 kg/cm2G)

Batubara dikonversi menjadi bentuk cair oleh reaksi antara hidrogen dan pelarut.

Setelah melewati pemisah fase gas-cair, kolom distilasi bertekanan normal, dan kolom distilasi isap, batubara cair dipisahkan menjadi naphta, medium oil, heavy oil, dan residu.

Distilat medium oil dan heavy oil dipindahkan ke kolom reaksi berjenis fixed bed yang berisi katalis Ni-Mo. Pada kolom reaksi ini, distilat dikonversikan menjadi distilat ringan pada Temperatur 320C dan Tekanan 100 kg/cm2G, dan digunakan kembali dalam reaksi sebagai pelarut (solvent)

Gambar 4

Diagram alir proses Bituminous Coal Liquefaction

Brown Coal Liquefaction

Proses pada Brown Coal Liquefaction, secara umum terdiri atas 3 proses, yaitu: Coal Pretreatment Process, Slurry Preheating Process, Primary hydrogenation process dan Secondary hydrogenation process.

Pretreatment Process merupakan proses peremukan raw brown coal, pengeringan, dan pembuatan Slurry. Slurry dibuat dengan mencampurkan 1 bagian batubara brown coal dengan 2.5 bagian pelarut, lalu ditambahkan katalis yang mengandung besi (iron catalyst). Lalu Slurry diproses ke preheating process.

Primary hydrogenation process dilakukan dengan mengalirkan gas hidrogen pada Temperatur 430-450C dan tekanan 150-200 kg/cm2G agar dapat terjadi proses likuifaksi.

Produk yang dihasilkan dikirim ke kolom distilasi dan didistilasi menjadi naphta, light oil dan medium oil.

Kolom distilasi bawah yang mengandung padatan dialirkan menuju kolom pemisah padatan-cairan pada proses pengeringan pelarut. Distilat cair kemudian dibawa ke proses Secondary hydrogenation dan padatan dibuang.

Reaktor jenis fixed bed yang diisi katalis Ni-Mo agar proses hidrogenasi dapat terjadi pada temperatur 300-400C dan tekanan 150-200 kg/cm2G. Kemudian dilakukan distilasi kembali agar dapat dipisahkan menjadi nephta, light distillate dan medium distillate.

Setelah proses selesai, dihasilkan 3 barrel batubara cair dari 1 ton batubara brown coal kering

Gambar 5

Diagram alir proses Brown Coal Liquefaction

Manfaat Likuifaksi Batubara

Likuifaksi batubara memiliki sejumlah manfaat:

1. Batubara terjangkau dan tersedia di seluruh dunia, memungkinkan berbagai negara untuk mengakses cadangan batubara dalam negeri -dan pasar internasional- dan mengurangi ketergantungan pada impor minyak, serta meningkatkan keamanan energi.

2. Batubara Cair dapat digunakan untuk transportasi, memasak, pembangkit listrik stasioner, dan di industri kimia.

3. Batubara yang diturunkan adalah bahan bakar bebas sulfur, rendah partikulat, dan rendah oksida nitrogen.

4. Bahan bakar cair dari batubara merupakan bahan bakar olahan yang ultra-bersih, dapat mengurangi risiko kesehatan dari polusi udara dalam ruangan

Sisi Lain Batubara Cair

Dalam penggunaannya, batubara cair sebagai bahan bakar alternatif dinilai dapat:

1. Meningkatkan dampak negatif dari penambangan batubara

Penyebaran skala besar pabrik batubara cair dapat menyebabkan peningkatan yang signifikan dari penambangan batubara. Penambangan batubara akan memberikan dampak negatif yang berbahaya. Penambangan ini dapat menyebabkan limbah yang beracun dan bersifat asam serta akan mengkontaminasi air tanah. Selain dapat meningkatkan efek berbahaya terhadap lingkungan, peningkatan produksi batubara juga dapat menimbulkan dampak negatif pada orang-orang yang tinggal dan bekerja di sekitar daerah penambangan.

2. Menimbulkan efek global warming sebesar hampir dua kali lipat per gallon bahan bakar.

Produksi batubara cair membutuhkan batubara dan energi dalam jumlah yang besar. Proses ini juga dinilai tidak efisien. Faktanya, 1 ton batubara hanya dapat dikonversi menjadi 2-3 barel bensin. Proses konversi yang tidak efisien, sifat batubara yang kotor, dan kebutuhan energi dalam jumlah yang besar tersebut menyebabkan batubara cair menghasilkan hampir dua kali lipat emisi penyebab global warming dibandingkan dengan bensin biasa. Walaupun karbon yang terlepas selama produksi ditangkap dan disimpan, batubara cair tetap akan melepaskan 4 hingga 8 persen polusi global warming lebih banyak dibandingkan dengan bensin biasa.

http://rinririns.blogspot.com/2013/02/coal-to-liquid.html

GASIFIKASI BATUBARA

A. Sejarah Penelitian Proses Gasifikasi Indonesia merupakan salah satu pengekspor batubara besar didunia, Sumatera Selatan khususnya merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia sekitar 39.64%, hal ini bisa terlihat pada gambar 2.1

Gambar.2.1. Provinsi Penghasil Batubara di Indonesia Batubara ada yang thermal (steaming) coal dan metalurgi coal. Batubara termal biasanya di haluskan dan dibakarkan dalam boiler untuk menghasilkan listrik dan batubara metalurgi digunakan untuk menghasilkan coke untuk pelelehan besii dan baja. Sayangnya utilitas batubara pada teknologi yang digunakan sekarang ini mempunyai dampak yang tidak diinginkan terhadap lingkungan. Polutan utama meliputi oksida oksida nitrogen dan sulfur, abu dan slag, emisi partikel dan gas rumah kaca seperti karbondioksida. Oleh karena itu diperlukan penyikapan secara insentif tinggi untuk menurunkan emisi dan mengembangkan efisiensi fuel (bahan bakar) teknologi utilitas batubara.

Gasifikasi batubara adalah proses untuk mengubah batubara menjadi fuel gas yang kaya akan CO dan H2. Hal ini bukan lagi teknologi baru. Gas yang dihasilkan dari karbonisasi coking coal telah digunakan sebagai penerangan sejak tahun 1792. Proses original yang sama dengan coking ini adalah proses yang mengubah non-coking coal yang didemonstrasikan pada tahun 1860. Tetapi pada akhirnya tidak dipakai lagi karena CO merupakan gas beracun lebih beracun dari pada CO2 karena kecepatan CO mengikat hemoglobin lebih cepat dibandingkan dengan CO2. Pada akhir tahun 1880 produksi kimia dari proses gasifikasi didemonstrasikan dalam pembuatan amoniak. Teknologi ini berkembang sangat cepat ke daerah Eropa, Jepang dan Amerika Serikat.

System gasifikasi batubara modern digunakan untuk menghasilkan bahan-bahan kimia seperti hidrogen dan metanol dan untuk menyediakan sistem yang lebih bersih dan efisien. Ada beberapa tipe gasifier modern yang sudah ada yaitu entrained-flow, fluidized-bed dan fixed-bed dan kondisi ketiga sistem itu sangat berdasarkan pada tipe batubara yang digunakan.

Sampai akhir tahun 1920-an gas hasil gasifikasi diperoleh dengan oksidasi sebagian (partial oxidation) coke dengan udara terhumidifikasi. Setelah Carl von Linde mengkomersialkan pemisahan kriogenik dari udara selama tahun 1920-an, proses gasifikasi menghasilkan gas sintesa dan hidrogen menggunakan oksigen blast, hal ini merupakan tonggak perkembangan proses gasifikasi seperti proses Winkle fluid-bed (1926), Lurgi pressurized gasification (1931), dan Koppers-Totzek entrained-flow (1940-an).

Perkembangan gasifikasi selanjutnya dimulai selama perang dunia kedua ketika insinyur Jerman menggunakan proses gasifikasi untuk memproduksi bahan bakar sintetik. Teknologi ini diekspor ke Afrika Selatan pada tahun 1950-an yang kemudian memicu berdirinya perusahaan gasifikasi batubara terbesar sampai saat ini yaitu South African Coal Oil and Gas Corporation (Sasol) dan menjadi pusat gasifikasi terbesar di dunia pada akhir tahun 1970-an. Perusahaan ini menggunakan gasifikasi batubara dan sintesis Fischer-Tropsch sebagai dasar dari pembuatan gas sintesis kompleks dan industri petrokimia.

Pada tahun 1950-an, baik Texaco dan Shell oil juga mengembangkan proses gasifikasi. Dengan keberadaan gas bumi dan minyak yang banyak pada tahun 1950-an, peran gasifikasi batubara mulai menurun. Menurunnya peran ini bukan hanya disebabkan oleh ketersediaan gas bumi dan minyak yang banyak tetapi juga karena nilai kalor gas bumi dan minyak yang lebih tinggi serta sedikitnya kandungan pengotor bila dibandingkan dengan batubara.

Untuk pemanfaatan tar dimulai pada pertengahan abad ke-19, ketika perkembangan teknik kimia telah memungkinkan untuk melakukan distilasi dan pemurnian tar menjadi produk pewarna sintetik dan bahan kimia. Jadi, sebelum industri kimia yang berbahan baku migas atau disebut dengan petrokimia berkembang, industri kimia berbasis batubara atau disebut dengan coal-chemical telah lebih dulu eksis.

Kemudian awal tahun 1970-an krisis minyak pun mulai terjadi sedangkan di pihak lain cadangan batubara masih dalam jumlah yang sangat besar sehingga pengembangan teknologi proses batubara kembali dilirik. Hal ini memicu berbagai teknologi proses alternatif pengembangan penggunaan batubara seperti gasifikasi dan likuifaksi. Terdapat juga proses hidrogenasi batubara dikonversi secara langsung menjadi metana sebagai pengganti gas bumi atau Synthetic Natural Gas (SNG). Karena beroperasi pada tekanan yang tinggi menjadikan proses hidrogasifikasi agak sulit untuk dikomersialisasikan.

Setelah embargo minyak Timur Tengah terjadi tahun 1973. Pemerintah Amerika menyediakan dukungan dana untuk konsep penelitian gasifikasi, termasuk penelitian pertama Integrated Gasification Combine Cycle (IGCC). Pada proses IGCC, batubara digasifikasi dimana produk dari gasifikasi kemudian di purifikasi untuk menghilangkan asam dan partikulat pengotor sebelum diinjeksi ke gas turbin. Panas yang diambil dari exhaust gas turbin dimanfaatkan untuk menghasilkan steam penggerak turbin uap. Karena pembakaran flue gas berasal dari turbin gas hampir bebas dari asam dan partikulat pengotor, IGCC dianggap sebagai teknologi pemusnah hujan asam. Tetapi yang lebih penting, efisiensi dari IGCC lebih tinggi dari pada sistem konvensional serta secara signifikan pula CO2 yang dihasilkan jauh lebih sedikit. Hal ini membuat IGCC merupakan solusi bagi negara-negara yang harus menurunkan emisi gas rumah kaca tetapi tidak bisa berganti ke sumber energi lain. Pada awal 1990-an lembaga-lembaga pemerintahan Amerika dan Eropa menyediakan dana penelitian untuk menguji kelayakan proses IGCC. Kemudian tahun 2000an IGCC mulai dikomersialkan.

Proses komersialisasi gasifikasi batubara dimulai oleh 3 proses gasifikasi yaitu proses Lurgi, Winkler, dan Koppers-Totzek. Proses Lurgi beroperasi pada tekanan tinggi 2030 atm dengan temperatur 1000oC. Winkler yang menggunakan gasifier tipe fluidized beroperasi pada temperatur 800-900oC dengan tekanan atmosfer, begitu juga dengan proses Koppers-Totzek yang beroperasi pada tekanan atmosfer tetapi menggunakan temperatur yang lebih tinggi lagi sekitar 1500-1800oC tetapi proses Koppers-Totzek hampir tidak menghasilkan produk samping dan yield gas sintesis paling tinggi yaitu 95%. Adapun proses Otto-Rummel yang menggunakan gasifier molten bath yang beroperasi pada temperatur 1400-1700oC dan tekanan atmosferik.

Pada masa sekarang ini pengembangan proses gasifikasi hampir menyeluruh di seluruh benua. Di benua Afrika terdapat konsentrasi terbesar di dunia terletak di Afrika Selatan (Sasol) dimana lebih dari 40% produksi bahan bakar sintetik dan kimia dari gasifikasi batubara. Ada 3 pabrik Sasol (Sasol I, II, III) yang berlokasi di Seconda dan Sasolburg. Di benua Asia, pabrik terbesar berada di India, China, dan Jepang. Sedangkan di benua Eropa ada 5 proyek besar IGCC beroperasi di Eropa Barat dengan konsentrasi terbesar di Itali yang memiliki 3 proyek terbesar yaitu Priolo (Sicily), Sarroch (Sardinia), dan Sannazzaro (Italia Utara). Sedangkan 2 proyek lainnya di Puertollano (Spanyol), dan Buggenum (Belanda). Di benua Amerika Utara kebanyakan di Kingsport, Tennessee dan North Dakota.

Di Indonesia sendiri, sudah dibangun pilot plant gasifikasi batubara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sistem bifuel yaitu campuran gas batubara dan solar. Pilot plant ini dibangun atas kerjasama antara Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara dengan PT PLN (Persero) dan PT Coal Gas Indonesia. Bila pilot plant ini berhasil maka dapat mengurangi penggunaan BBM (solar) oleh PLTD milik PT PLN sehingga dapat menekan biaya produksi listrik sekaligus mengurangi beban subsidi pemerintah. Disamping itu juga akan meningkatkan nilai tambah batubara, menambah devisa negara dan membuka lapangan kerja.

Prosesproses gasifikasi diatas, rata-rata menggunakan temperatur dan atau tekanan tinggi sehingga memerlukan kebutuhan energi panas yang sangat besar pula. Sehingga perkembangan penelitian dalam bidang gasifikasi masih terus dilakukan untuk menurunkan temperatur reaksi dan hasil gasifikasi yang lebih baik lagi.

Penelitian terdahulu walaupun bisa mencapai yield yang tinggi tetapi masih membutuhkan temperatur yang tinggi. Sehingga hal ini merupakan tantangan bagi penelitian selanjutnya. Untuk lebih jelasnya penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2.1.Tabel.2.1. Sejarah penelitian proses gasifikasi batubara

NoPeneliti/PengembangCara KontakKondisi OperasiYield (%)KelebihanKelemahan

1LurgiFixed bedT= 1000oCP = 20-30 atm> COH = -111 mJ/kmol(1)Reaksi ini eksotermis. Selanjutnya reaksi ini tidak berhenti sampai menjadi CO, tetapi setiap oksigen bebas bereaksi dengan cepat dengan CO dalam fase gas untuk menjadi CO2, seperti reaksi di bawah ini : CO+ O2 >> CO2H = -283 KJ/mol(2) H2+ O2 >> H2OH = -242 mJ/kmol(3)

2. ReaksiBoudouard C+CO2 >> 2 COH = +159.7 kJ/mol(4)Reaksi endotermis pada reaksi boudouard yang sangat lambat.

3. Reaksiwater gasUntuk mengendalikan temperatur yang tinggi yang diperoleh dari reaksi C O2dan untuk meningkatkan nilai kalor gas sintesis, melalui penambahan hidrogen dimana hidrogen juga sebagai produk utama biasanya ditambahkansteamsebagai reaktan. Reaksi ini merupakan reaksi endotermis dimana mengandalkan panas yang dibebaskan dari reaksi C-O2untuk kebutuhan energi. Selanjutnya, laju reaksi C + H2O sangat lambat dibandingkan C-O2. Reaksi water gas dapat dilihat pada reaksi dibawah ini : C+H2O >> CO+H2H = +118.9 kJ/mol(5)

4. Reaksi Metanasi Pada beberapa proses gasifikasi terutama untuk gasifikasi yang menginginkan metana sebagai produk utama untuk proses SNG. C+2 H2 >> CH4H = -75 kJ/mol

Reaksi dengan oksigen selalu saja eksotermis, sedangkan reaksi dengansteamatau CO2selalu saja endotermis. Dalam gasifier dimana oksigen dan steam digunakan untuk mengontrol temperatur, dimana peran steam yaitu sebagai moderator. Pada umumnyasteamyang digunakan adalahsuperheateddengan range temperatur 300 400oC. Pada beberapa metoda gasifikasi memang ditambahkan nitrogen atau CO2ke dalam oksigen untuk memindahkan panas secara tidak langsung dari reaktor gasifikasi.

Selain kandungan C, H, dan O, batubara masih mengandung komponen lainnya yaitu sulfur yang terkonversi menjadi H2S dan COS, serta komponen nitrogen yang terkonversi menjadi elemen nitrogen, NH3, dan HCN.

Pada review sistematik Brkle (1998) telah membuat plot kereaktifan char yang berbeda dari bermacam-macam biomassa, batubara, dan material lainnya seperti pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Kereaktifan beberapa material sebagai fungsi temperatur Materialcarbon blackhampir mendekati carbon murni dalam bentuk partikel koloid yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna atau termal dekomposisi dari gas dan atau likuid hidrokarbon dibawah kondisi tertentu. Penampilan secara fisiknya hitam, halus, atau berupa pelet. Digunakan untuk industri ban, karet dan plastik, tinta printer dan pelapisan yang berhubungan dengan luas spesifik permukaan, ukuran partikel, dan struktur, konduktivitas dan warna.Black karbon dibuat dengan dua cara yaitu furnace black dan thermal black. Proses furnace black menggunakan minyak aromatik berat sebagai feedstok. Sedangkan proses termal black menggunakan gas alam yang terdiri dari metana atau minyak aromatik berat sebagai feedstok.

Sifat fisika dan sifat kimiacarbon blackCarbon blacksecara kimia dan fisika jelas dari soot dan black karbon, yang terdiri dari 97% keatas kandungan carbonnya yang tersusun seperti aciniform (seperti cluster anggur) partikulat.

Gambar.2.8. Representasi black karbon dalam bentuk hexana soot segment

DISAIN GASIFIERAda 4 parameter disain yang utama, yaitu :1.TemperaturGasifier dapat dibagi dalam 3 kategori tergantung pada keadaan fisik abu dalam reaktor gasifikasi.

Abu keringUntuk kebanyakan batubara, operasi diatas sekitar 1000oC menghasilkan abu kering tanpasinteringatauslagging.

Abu agglomerasiOperasi juga dimungkinkan terjadi pada temperatur dimana partikel abu menjadi lengket, membentuk agglomerat. Reaktor harus didisain sedemikian rupa sehingga abu tadi dikeluarkan dan dikontrol supaya kondisi operasisteady state. Pada kebanyakan batubara, kondisi abu agglomerasi terjadi pada range temperatur 10001200oC tergantung pada komposisi abu.

SlaggingOperasi diatas 1200oC menyebabkan abu membentukmolten slag. Pada operasi ini diperlukan pemilihan material non-korosif dan erosif. Temperatur gasifikasi dipengaruhi oleh komposisi produk gas karena temperatur berpengaruh pada kesetimbangan dan kinetika reaksi gasifikasi. Bahan baku gas dari gasifier yang beroperasi dibawah kondisi slagging pada umumnya memiliki konsentrasiCO2dan uap air relatif rendah sedangkan konsentrasi CO dan H2relatif tinggi. Bila uap air digunakan sebagai agen gasifikasi dibawah kondisi non-slagging, maka diperlukan ekses (dalam beberapa kasus sekitar 400%) dibanding dengan jumlah batubara. Jumlah ini disebabkan oleh kinetika dan kesetimbangan yang tidak diinginkan untuk dekomposisi uap air pada temperatur rendah. Penggunaan uap air berlebih ini menyebabkan berkurangnya efisiensi. Pengunaan temperatur tinggi memerlukan oksigen lebih banyak lagi dan sebagai konsekuensinya bertambah pula kebutuhan energi untuk pemisahan udara.

Untuk reaksi pada temperaturslagging, kinetika reaksi terjadi dengan cepat dan perbedaan kereaktifan dari batubara tidak terlalu penting dibanding operasi pada temperaturnon-slagging. Tipe abu dan kandungan dari batubara juga harus diperhatikan. Abu dengan temperatur fusi tinggi pada umumnya tidak dinginkan pada operasi slagging. Pada beberapa kasus, biasanya ditambahkanfluxing agentseperti batu kapur untuk menghindari slag. Dibawah kondisi non-slaging, batubara yang lebih aktif (seperti lignit) pada umunya lebih mudah untuk digasifikasi. Untuk gasifikasi dengan memakai uap air biasanya beroperasi pada temperatur setinggi mungkin untuk meningkatkan kinetika reaksi dan kesetimbangan yield. Walaupun gasifikasi pada temperatur tinggi memiliki sejumlah kelebihan (sebagai contohnya, laju reaksi yang tinggi dan kemampuan untuk menggasifikasi batubara yang tidak bereaksi), teknologi yang digunakan biasanya lebih rumit dari pada temperatur rendah.

2. TekananProses gasifikasi dapat dioperasikan baik pada tekanan atmosfer maupun kenaikan tekanan. Kesetimbangan menunjukkan bahwa kenaikan tekanan cenderung memperlambat dekomposisi CO2dan uap air serta pembentukan CO dan H2. Pada kenyataannya, efek terhadap komposisi produk gas adalah kecil pada tekanan diatas 30 bar, dibandingkan dengan faktor lain seperti temperatur reaksi.

Pada tekanan yang lebih tinggi akan terjadi pembentukan metana dengan reaksi hidrogasifikasi dengan tekanan minimal 80 bar. Operasi pada kenaikan tekanan menaikkan laju reaksi secara keseluruhan tetapi perubahan pada umumnya sedikit signifikan terhadap tekanan karena tidak semua reaksi kimia bisa dikontrol (sebagai contohnya, reaksi pembakaran dan dekomposisi termal biasanya dikontrol oleh laju difusi). Kenaikan per unit volum dari gasifier tidak terlalu signifikan terhadap tekanan, hukum akar kuadrat hanya ditujukan pada sejumlah gasifier. Pada kenyataannya,residence timegas-solid pada disain gasifier bertekanan bisa lebih lama dibanding gasifier tekanan atmosfer supaya menaikkan derajat konversi.

Proses gasifikasi dengan kenaikan tekanan merupakan teknologi lebih rumit daripada gasifikasi tekanan atmosfer untuk beberapa alasan. Alasan yang paling banyak yaitu batubara yang diumpankan kedalam gasifier harus melawan gradien tekanan. Gasifier pada proses kenaikan tekanan menyerupai vesel bertekananpadapressurised fluidized bed combustor.

3. Reaktan GasReaktan utama sebagai oksidan pada proses gasifikasi adalah oksigen, uap air,danhidrogen.Penggunaan reaktan gas bisa sendiri atau pun kombinasi dari ketiga reaktan tersebut.

Oksigen/Uap airGasifier yang menggunakan oksigen dan uap air, panas diabsorb oleh reaksi endotermis air-gas. Panas yang terjadi dikarenakan oleh reaksi pembakaran antara oksigen dan batubara yang merupakanheat balancesecara keseluruhan dalam gasifier.

Udara/Uap airBila digunakan udara yang mengandung nitrogen, bukan oksigen murni maka uap air yang digunakan lebih sedikit karena lebih banyak lagi panas sensibel yang dibutuhkan untuk membuat udara mencapai temperatur reaksi.Heat balancemenunjukkan bahwa proses yang menggunakan udara dan uap air hanya mungkin terjadi pada tempearaturnon-slagging.

UdaraPada temperatur slaging proses yang hanya memakai udara sebagai reaktan oksidan, panas dilepaskan oleh reaksi pembakaran diimbangi dengan panas sensibel yang dibutukan agar udara mencapai temperatur reaksi. Uap air diperlukan dalam jumlah yang sedikit untuk mengontrol keseimbangan panas bila udara dipanaskan terlebih dahulu. Untuk kondisi dibawah non-slagging uadara dapat digunakan sebagai oksidan tunggal bila panas dipindahkan dari proses dengan kata lain reaksi endotermis uap air-karbon.

HidrogenBila proses gasifikasi menggunakan hidrogen maka produk gas yang dihasilkanberupa metana sebagai produk utama. Proses ini dinamakan hidrogasifikasi. Hidrogen biasanya didapat dari gasifier oksigen/uap air konvensional.Pemilihan reaktan disesuaikan dengan sifat atau spesifikasi dari produk gas yang kita inginkan. Bila kita menginginkan gas dengan nilai kalor rendah sebagai produk akhir maka pada proses gasifikasi kita menggunakan udara dan uap air atau hanya menggunakan udara. Untuk menghasilkan gas dengan nilai kalor medium maka penggunaaan nitrogen harus dihindari dan menggunakan oksigen-uap air, atau hanya menggunakan uap air. Tanpa adanya nitrogen membuat gas bernilai kalor medium cocok untuk dikonversi lanjut menjadi bahan bakar liquid dan kimia, hidrogen, atau SNG (Sinthetic Natural Gas). Sebagai alternatif, SNG dapat diproduksi secara langsung dengan proses hidrogasifikasi dengan menggunakan hidrogen sebagai reaktan. Proses yang hanya menggunakanuap air (dengan suplai panas secara tidak langsung) diharapkan dapat lebih efisien daripada proses yang menggunakan oksigen-uap air karena tidak ada energi yang dibutuhkan untuk memisahkan oksigen dari udara. Untuk alasan serupa, proses gasifikasiair-blowndapat diharapkan lebih efisien dari prosesoxygen-blown. Pada kasus ini, keuntungan yang diperoleh dapat menjadi hilang bila kandungan panas sensibel pada produk gas juga lebih meningkat.Untuk produksi SNG secara langsung dengan menggunakan proses hidrogasifier dianggap potensial lebih efisien daripada produksi SNG dari sintesis gas yang kemudian baru dikonversi menjadi SNG. Konversi ini merupakan reaksi yang sangat eksotermis terjadi pada temperatur 350oC. Pengaruh utama dari pemilihan reaktan gas yaitu adanya perbandingan antara pengunaan udara (air-blown)dan penggunaan oksigen(oxygen blown).Air blow gasifierbiasanya beroperasi 1/3 sampai1/2 dari sistemoxygen blown. Hidrogasifikasi biasanya beroperasi pada tekanan tinggi (80 200 bar).

Disain gasifier biasanya mempertimbangkan reaksi-reaksi endotermis-eksotermis yang terjadi selama proses, sehingga tercipta suatu kesetimbangan panas. Bila menggunakan sistem uap-air-oksigen dan uap air-udara, panas diserapoleh reaksi air-gas. Pada gasifikasi yang hanya menggunakan uap air sebagai pengoksidan, panas diserap oleh reaksi yang disuplai oleh sumber panas lainya. Ada tiga pilihan yaitu :1. perpindahan panas tidak langsung2. paralel reaksi kimia eksotermis yang tidak melibatkan oksigen3. pembawa panasHanya pembawa panasyang layak pada operasi temperaturslagging,dan alira panas dari luar yang dibutuhkan agar dihasilkan keseimbangan panas dalam gasifier yang hanya menggunakan udara pada temperatur non-slagging.

4. Metode KontakMetode kontak antara umpan (batubara) dan reaktan gas dalam gasifier dapat dibedakan menjadi empat yaitufixed bed, fluidized bed, entrained flow, dan molten bath.Gasifikasi batubara merupakan proses yang mengkonversi batubara dari bentuk padatan menjadi bahan bakar gas melalui oksidasi sebagian (partial oxidation). Gas yang dihasilkan merupakan gas sintesis (syngas) berupa CO dan H2. Karena produk yang dihasilkan dalam bentuk gas, maka kandungan sulfur dan abu yang merupakan produk yang tidak diinginkan dihilangkan dari gas sintesis sehingga gas yang dihasilkan bersih.Kontras dengan proses pembakaran (combustion) yang memerlukan udara berlebih, proses gasifikasi terjadi pembakaran sebagian dari batubara dengan suplai oksigen dikontrol (pada umumnya 20-70% dari jumlah O2teoritis yang dibutuhkan untuk pembakaran sempurna). Dalam bentuk yang paling sederhana, reaksi stoikiometrinya sebagai berikut : C+ O2gasifikasi >> CO C+H2Ogasifikasi >> CO+H2Pada gasifikasi panas yang dihasilkan dari pembakarandigunakan untuk devolatilisasi dan menguraikan kandungan zat terbang menjadi hidrokarbon gas. Aliran gas yang dihasilkan merupakan campuran dariinert fluegasdan hidrokarbon. Produk gas ini atau gas sintesis memiliki nilai kalor (calorific value). Aliran gas biasanya mengandung sejumlah besar nitrogen yang dapat mencapai lebih dari 60%. Hal ini dikarenakan pada proses menggunakan udara.Beberapa proses menggunakan oksigen atau uap air untuk menyediakan kebutuhan oksigen. Sistem ini menghasilkan aliran gas yang mengandungcalorific valueyang lebih tinggi. Tetapi hal ini membutuhkantambahan biaya dan keselamatan yang lebih ketat.

Read more:http://teknikimiaku.blogspot.com/2013/05/gasifikasi-batubara_1564.html#ixzz3NJ9TliGF