pemanfaatan cd pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan...
TRANSCRIPT
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
53
Pemanfaatan CD Pembelajaran untuk MeningkatkanKemampuan Komunikasi Matematis Siswa melalui
Pembelajaran Make a Match
Nila UbaidahFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Sultan Agung SemarangEmail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang pemanfaatan CD pembelajaran melaluipembelajaran make a match apakah dapat meningkatkan kemampuan komunikasimatematis siswa? Untuk menjawab masalah ini, penelitian ini dirancang denganrancangan penelitian tindakan kelas serta dilaksanakan pada siswa kelas X SMA N 1Rowosari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal. Penelitian ini menggunakanobservasi, angket, hasil tes belajar siswa sebagai instrumen dalam pengumpulan data.
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa (1) penerapan langkah-langkah make amatch dengan memanfaatkan CD pembelajaran dalam pembelajaran matematika dapatmembantu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini dapat dilihatpada rata-rata hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Pada siklus I, rata-rata hasil yangdicapai yaitu 68, 43. Pada siklus II, rata-rata hasil belajar yang dicapai yaitu 72,31. Rata-rata ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal pada siklus I yaitu 66,67% dan padasiklus II yaitu 86,67%. Rata-rata kinerja guru pada siklus I sebesar 2,65 dan pada siklus IIsebesar 3,35 juga mengalami peningkatan sebesar 0,7. Rata-rata kinerja siswa pada siklusI sebesar 2,7 dan pada siklus II sebesar 3,2. (2) Karena kinerja guru dan kinerja siswa,aktivitas siswa dalam proses pembelajaran termasuk dalam kategori efektif, respon siswaterhadap pembelajaran adalah positip dan ketuntasan secara klasikal tercapai makamelalui pembelajaran make a match dengan memanfaatkan CD pembelajaran efektifdigunakan di dalam pembelajaran.
Berdasarkan temuan penelitian ini, diberikan beberapa saran sebagai berikut; (1)bagi guru mata pelajaran matematika agar menerapkan pembelajaran make a matchdengan memanfaatkan CD pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuankomunikasi matematis siswa. (2) Guru hendaknya menciptakan suasana pembelajaranmatematika yang menyenangkan, dialogis dan demokratis.Kata kunci : komunikasi matematis, make a match, CD pembelajaran.
1. PendahuluanPendidikan termasuk salah satu aspek kehidupan yang memegang peranan
penting. Suatu negara dikatakan maju, jika kualitas pendidikan negara tersebut
baik. Sebaliknya, suatu negara dikatakan tidak maju dalam teknologinya, jika
kualitas pendidikan di negara tersebut tidak baik (Hariyanti, 2010).
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada sekolah
memerlukan metode–metode pembelajaran yang efektif agar kemampuan
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
54
komunikasi matematis siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran
Make a Match merupakan suatu metode pembelajaran mencari pasangan. Siswa
harus mencari pasangan kartu soal yang dimiliki sambil belajar mengenai suatu
konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Dalam menentukan kartu
jawaban siswa dituntut untuk menentukan jawaban atau soal dari kartu yang
dipegang. Disinilah terjadi interaksi antara kelompok dan interaksi antara siswa di
dalam kelompok untuk membahas kembali soal dan jawaban sehingga dengan
Make a Match berbantuan CD pembelajaran dapat memupuk kerjasama dalam
menjawab pertanyaan dengan mencocokan kartu yang ada di tangan mereka,
proses pembelajaran lebih menarik dan keaktifan sangan dituntut untuk mencari
pasangan kartunya masing – masing.
Belum adanya penggunaan CD pembelajaran yang memadai dalam proses
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa merupakan hambatan bagi
guru matematika dalam menerapkan pembelajaran di sekolah. CD pembelajaran
dipilih karena media ini memiliki ciri-ciri yang mampu meningkatkan keaktifan
siswa untuk belajar yaitu antara lain bentuk dan warna menarik, membuat siswa
tertarik untuk mempelajarinya serta yang paling penting dapat memperjelas
konsep bagi siswa.
Komunikasi adalah kegiatan manusia dalam menyampaikan pesan, baik
secara lisan maupun tulisan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, komunikasi
adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, 2005). Setidaknya kita harus menguasai empat jenis
keterampilan dasar berkomunikasi, yaitu menulis, mambaca (bahasa tulisan), dan
mendengar, serta berbicara (bahasa lisan) (Stephen, 2011: 25). Pada pembelajaran
matematika, komunikasi sangat dibutuhkan mengingat matematika dalam proses
pembelajaran tidak lepas dari bahasa-bahasa simbol. Kemampuan komunikasi
matematis (mathematical communication) dalam pembelajaran matematika sangat
perlu untuk dikembangkan. Hal ini karena melalui komunikasi matematis siswa
dapat mengorganisasikan berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan.
Berdasarkan kurikulum matematika, salah satu fungsi matematika adalah sebagai
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
55
wahana untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan
bilangan dan simbol.
Sejalan dengan hal itu, menurut Wahid (2012) dengan komunikasi
matematis siswa juga dapat memberikan respon yang tepat antar siswa dan media
dalam proses pembelajaran. Mengingat pentingnya komunikasi matematis bagi
siswa, guru diharapkan mampu menjelaskan materi dan membuat aktifitas belajar
siswa mengarah pada pengembangan komunikasi matematis. Salah satu indikator
kemampuan komunikasi matematis yang dikemukakan oleh Sumarmo (2007)
yaitu menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan/tulisan dengan
benda nyata, grafik, dan diagram serta mendengarkan, berdiskusi dan menulis
tentang matematika.
Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah dalam
pembelajaran, khususnya untuk pelajaran matematika yang abstrak. Berdasarkan
pengalaman peneliti dan hasil wawancara dengan beberapa guru matematika SMA
dalam studi pendahuluan menjelaskan bahwa ”sikap siswa yaitu motivasi belajar
matematika kurang dan cenderung malas belajar matematika di kelas” atau cepat
merasa bosan dengan metode pembelajaran yang diterapkan, sehingga komunikasi
matematis siswa menjadi berkurang, karena pembelajaran tidak berjalan secara
efektif. Hal ini berdampak pada menurunnya prestasi belajar siswa baik secara
individu maupun klasikal. Penurunan tersebut diakibatkan pada keaktifan siswa
yang kurang terhadap pembelajaran yang berlangsung. Selain itu siswa disana
cenderung bersikap individualis tetapi memiliki kemampuan akademik yang baik,
sehingga sikap belajar siswa terhadap pembelajaran kurang. Penggunaan metode
pembelajaran ini, diharapkan peneliti dapat menemukan pola yang lebih efektif
untuk mengetahui berbagai kelebihan dan kekuatan dari metode pembelajaran ini,
sehingga hasilnya dapat diterapkan pada kondisi pembelajaran yang lain.
1.1 Pembelajaran kooperatif tipe Make a Match
a. Pengertian pembelajaran Make a Match
Metode pembelajaran kooperatif dibedakan menjadi empat, antara lain
metode STAD (Student Teams Achivement Divisions), metode Jigsaw, metode
GI (Group Investigasion) dan metode struktural. Berdasarkan beberapa metode
di atas Make a Match merupakan bagian dari metode struktural yang
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
56
menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi
pola-pola interaksi siswa. Struktur-struktur tersebut memiliki tujuan umum
diantaranya untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan mengajarkan
keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 44-48).
Metode Make a Match adalah teknik mencari pasangan, siswa di gabung
suruh mencari pasangan dari kartu yang mereka pegang. Keunggulan teknik ini
adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat digunakan dalam semua
mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lorna Curran dalam
Miftahul Huda, 2011: 113). Proses pembelajaran yang efisien ialah pembelajaran
yang di dalamnya terdapat proses belajar dan hasil belajar, dengan adanya
profesionalisme dan kemampuan guru yang memadai. Profesional terlihat pada
kemampuan dalam mengelola kelas dan mengajar secara efektif dan efisien,
dalam arti mampu membelajarkan siswa untuk menguasai bahan pelajaran yang
diberikan sesuai dengan tuntutan kurikulum.
b. Langkah –langkah pembelajaran Make a Match
Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran make a match sangat
asik dan menyenangkan. Salah satu keunggulan pendekatan pembelajaran
kooperatif dengan model make a match atau mencari pasangan yang
dikembangkan oleh Lorna Curran (1994) adalah siswa mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Langkah-langkah penerapan model make a match yang di gunakan oleh
Mira Lestina (2013: 4) sebagai berikut :
1) Guru mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok yang heterogen
(beragam). Tiap kelompok terdiri atas 4-6 siswa.
2) Guru membagikan bahan ajar untuk didiskusikan oleh kelompok.
3) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya
adalah kartu jawaban.
4) Pecahkan siswa menjadi dua kelompok, misalnya menjadi kelompok A dan
kelompok B.
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
57
5) Bagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada
kelompok B.
6) Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal dan jawaban.
7) Tiap siswa yang mendapatkan kartu soal memikirkan jawaban dari kartu
yang dipegangnya.
8) Siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartu yang dimilikinya.
9) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu, akan
diberi poin.
10) Setelah satu babak, kartu dikocok kembali dan setiap siswa bergantian peran.
Siswa yang semula berperan sebagai pembawa kartu soal menjadi pembawa
kartu jawaban di babak berikutnya.
11) Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang
kartu yang cocok.
Langkah-langkah pembelajaran make a match menurut Agus Suprijono
(2009 : 94-96) sebagai berikut:
1. Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan
make a match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi
pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu lainya berisi jawaban dari pertanyaan
tersebut.
2. Langkah berikutnya adalah guru membagi komunitas menjadi 3 kelompok.
3. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa karu-kartu berisi
pertanyaan-pertanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-
kartu berisi jawaban-jawaban. Kelompok ketiga adalah kelompok penilai.
Aturlah posisi kelompok-kelompok tersebut berbentuk huruf U. Upayakan
kelompok pertama dan kedua berjajar saling berhadapan.
4. Jika masing-masing kelompok sudah berada di posisi yang telahditentukan,
maka guru membunyikan peluit sebagai tanda agar kelompok pertama
maupun kelompok kedua saling bergerak mereka bertemu, mencari pasangan
pertanyaan-jawaban yang cocok. Berikan kesempatan kepada mereka untuk
berdiskusi. Ketika mereka diskusi alangkah baiknya jika ada musik
instrumentalia yang lembut mengiringi aktivitas belajar mereka. Hasil
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
58
diskusi ditandai oleh pasangan-pasangan antara anggota kelompok pembawa
kartu pertanyaan dan anggota kelompok pembawa kartu jawaban.
5. Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan
pertanyaanjawaban kepada kelompok penilai. Kelompok ini kemudian
membaca apakah pasangan pertanyaan-jawaban itu cocok. Setelah penilaian
dilakukan, aturlah sedemikian rupa kelompok pertama dan kelompok kedua
bersatu kemudian memosisikan dirinya menjadi kelompok penilai.
Sementara, kelompok penilai pada sesi pertama tersebut diatas dipecah
menjadi dua, sebagian anggota memegang kartu pertanyaan sebagian lainnya
memegang kartu jawaban. Posisikan mereka dalam bentuk huruf U. Guru
kembali membunyikan peluitnya menandai kelompok pemegang kartu
pertanyaan dan jawaban bergerak untuk mencari, mencocokkan, dan
mendiskusikan pertanyaan-jawaban. Berikutnya adalah masing-masing
pasangan pertanyaan-jawaban menunjukkan hasil kerjanya kepada penilai.
6. Perlu diketahui bahwa tidak semua siswa baik yang berperan sebagai
pemegang kartu pertanyaan, pemegang kartu jawaban, maupun penilai
mengetahui dan memahami secara pasti apakah betul kartu pertanyaan-
jawaban yang mereka pasangkan sudah cocok. Demikian halnya bagi siswa
kelompok penilai. Mereka juga belum mengetahui pasti apakah penilaian
mereka benar atas pasangan pertanyaan-jawaban. Berdasarkan kondisi inilah
guru memfasilitasi diskusi untuk memberikan kesempatan kepada seluruh
siswa mengonfirmasikan hal-hal yang mereka telah lakukan yaitu
memasangkan pertanyaan jawaban dan melaksanakan penilaian
Make a Match dapat memupuk kerjasama siswa dalam menjawab
pertanyaan dengan menjawab pertanyaan dengan mencocokan kartu yang ada
ditangan mereka, aktifitas belajar siswa akan lebih menarik karena proses
pembelajaran disusun secara baik. Dalam meningkatkan komunikasi matematis
dapat dilihat dari keaktifan siswa dan hasil belajar yang dicapai sisiwa. Dengan
teknik ini diharapkan guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban paling tepat, selain
itu teknik yang terdapat didalamnya juga mendorong siswa untuk aktif di dalam
kelas.
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
59
c. Keunggulan Make a Match
Pembelajaran dengan Make a Match mempunyai kelebihan yaitu secara
kognitif contohnya hasil belajar siswa meningkat, dari segi fisik siswa dapat
bekerja kelompok dengan baik. Pembelajaran lebih menyenangkan karena
adanya unsur permainan yang membuat siswa merasa senang dengan
pembelajaran tersebut, dengan adanya kerjasama yang saling membantu
memahami materi sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap
materi yang dipelajari.siswa yang bekerja dalam satu kelompok dapat
memberikan semangat dalam menyelesaikan tugas sehingga motivasi belajar
siswa yang mula-mula rendah akan dapat meningkat.
Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009: 94) beberapa kelebihan yang
dimiliki jika guru/pengajar melakukan metode pembelajaran dengan cara Make a
Match diantaranya: (1) Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang
disampaikan kepadanya melalui kartu. (2) Meningkatkan kreatifitas belajar para
siswa. (3) Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan
mengajar. (4) Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media
pembelajaran yang dibuat oleh guru.
Berdasarkan penjelasan teori di atas dapat disimpulkan dengan menerapkan
model Cooperative Learning tipe Make a Match siswa diajak untuk belajar
sambil bermain, dengan cara saling menjodohkan kartu yang dimilikinya.
Aktifitas belajar matematika akan menjadi lebih menarik, siswa dapat menyukai
pembelajaran matematika, siswa lebih mudah memahami isi materi yang di
sampaikan oleh guru sehingga hasil belajar siswa akan meningkat.
1.2 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match
a. Teori Vygotski
Karya Vygotski didasarkan pada tiga ide utama : (1) bahwa intelektual
berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan
ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui (2) bahwa interaksi
dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual; (3) peran utama guru
adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran siswa
(Nur, 2000 : 10). Hal terpenting dari teorinya adalah pentingnya interaksi antara
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
60
aspek internal dan eksternal pembelajaran dengan menekankan aspek lingkungan
sosial pembelajaran. Vygotski yakin bahwa pembelajaran terjadi ketika siswa
bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas itu
masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam
zona perkembangan proksimal (zone of proximal development).
Secara terperinci, dikemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan “zona
per-kembangan proksima” adalah jarak antara tingkat perkembangan
sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potesial. Tingkat perkembangan
sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan masalah secara mandiri sedangkan
tingkat perkembangan potensial adalah kemampuan pemecahan masalah di
bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan rekan sebaya yang
lebih mampu. Dengan demikian, maka tingkat perkembangan potensial dapat
disalurkan melalui model pembelajaran kooperatif. Ide penting lain dari Vygotski
adalah scaffolding. Scaffolding adalah pemberian sejumlah kemampuan oleh guru
kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan
memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab saat
mereka mampu (Slavin, 2000: 94). Kemampuan yang diberikan dapat berupa
petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah pada langkah-langkah
pemecahan, memberi contoh, ataupun hal-hal lain yang memungkinkan siswa
tumbuh sendiri (Slavin, 2000: 95). Jelas bahwa scaffolding merupakan bagian
dari kegiatan pembelajaran kooperatif.
Jadi kesimpulannya dalam teori Vygotski menurut peneliti bahwa ada
hubungan secara langsung antara domain kognitif dengan sosio budaya. Kualitas
berfikir siswa dibina dan aktivitas sosial siswa dikembangkan dalam bentuk
kerjasama antara siswa dengan siswa lainnya yang lebih mampu di bawah
bimbingan orang dewasa dan guru.
b. Teori Behaviorisme
Menurut teori ini, belajar merupakan perubahan tingkah laku. Seseorang
dianggap belajar bila menunjukkan perubahan tingkah laku yang terjadi pada
dirinya. Misalnya, seorang siswa belum bisa berhitung maka sekeras apapun
gurunya berusaha mengajar bila siswa itu gagal mendemonstrasikan
kemampuannya dalam berhitung, maka siswa itu belum bisa dikatakan belajar. Ia
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
61
dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah
laku (dari tidak bisa menjadi bisa berhitung). Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan
guru kepada pembelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
pembelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang
terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan
respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang
diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Dengan demikian peneliti ini mengacu pada teori belajar Vygotski dan
Behaviorisme yang menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah
laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan
tingkah laku. Hal ini dapat dikembangkan dalam bentuk kerjasama antara siswa
dengan siswa lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang dewasa dan
guru. Sehingga kualitas berfikir dan aktivitas siswa dapat lebih
1.3 CD pembelajaran
Kita perlu menyadari pula bahwa pada umumnya siswa berpikir dari hal-hal
yang bersifat abstrak. Untuk menjembatani seorang guru seyogyanya memikirkan
cara-cara penyampaian yang efektif agar sesuatu yang disampaikan itu dapat
diterima dengan mudah oleh siswa. Untuk pemikiran inilah maka diperlukan alat
bantu lain berupa “media atau alat peraga” (Zaenuddin, 2010). Zaenuddin (2010)
juga menuturkan beberapa peranan alat peraga dalam pembelajaran bila ditinjau
dari peranannya alat peraga dalam pembelajaran khususnya pembelajaran
matematika yang dikategorikan dalam tiga hal utama yaitu untuk membantu
proses pemahaman siswa, membantu mengaitkan daya ingat siswa tentang konsep
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
62
yang dipelajari, dan meningkatkan minat serta apresiasi siswa terhadap konsep
yang dipelajarinya.
Salah satu usaha untuk memberikan variasi dalam hal pembelajaran
matematika adalah dengan menggunakan media pembelajaran matematika. Media
(merupakan jamak dari kata medium) adalah suatu saluran untuk komunikasi.
Diturunkan dari bahasa Latin yang berarti “antara”. Istilah ini merujuk kepada
sesuatu yang membawa informasi dari pengirim informasi ke penerima informasi.
Masuk di dalamnya antara lain: film, televisi, diagram, materi cetakan, komputer,
dan instruktur (Suherman dkk, 2003:238).
Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar \mengajar
cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk
menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual dan verbal.
Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan
instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu
disebut media pembelajaran (Arsyad, 2011: 4).
Media merupakan salah satu unsur dalam pembelajaran yang memegang
peranan penting. Hal ini tidak terlepas dari kegiatan inti pembelajaran yang
berupa proses belajar dari siswa dan penerapan strategi pengajaran dengan
penggunaan alat bantu pembelajaran oleh guru yang saling berinteraksi dalam
suatu lingkungan belajar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Malik (2008: 571)
dalam penelitiannya bahwa penggunaan media dalam pembelajaran, khususnya
teknologi dapat mengembangkan keterampilan berpikir kreatif siswa.
Menurut Wibawanto (2004: 12) CD adalah salah satu bentuk multimedia
yang merupakan kombinasi antara beberapa media teks, gambar, video, dan suara
sekaligus dalam satu tayangan tunggal. Interaktif artinya bersifat saling
melakukan aksi, antar hubungan, saling aktif (Alwi, 2003: 438). Jadi, CD
pembelajaran merupakan salah satu multimedia berupa keping CD yang berisi
teks/angka, gambar, dan suara, sehingga dapat memberikan aksi/respons, dikemas
dan dioperasikan dengan komputer, kemudian dapat digunakan dalam proses
pembelajaran yang didalamnya melibatkan siswa secara aktif untuk menggunakan
CD tersebut. Kelebihan CD pembelajaran antara lain penggunanya bisa
berinteraksi dengan program komputer, menambah pengetahuan. Pengetahuan
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
63
yang dimaksud adalah materi pelajaran yang disajikan CD pembelajaran, serta
tampilan audio visual yang menarik (Beni, 2008: 1). Penelitian ini menggunakan
media CD pembelajaran dalam proses pembelajaran. Dengan demikian dapat
menciptakan suasana yang menyenangkan di kelas sehingga membuat siswa
mampu menangkap konsep materi yang disampaikan guru dengan baik dan siswa
tidak hanya membayangkan konsep-konsep materi yang mereka pelajari. Guru
menyesuaikan dengan model pembelajaran yang dipakai serta materi yang akan
disampaikan sehingga dapat meningkatkan respons siswa serta interaksinya dalam
proses pembelajaran sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
matematis.
1.4 Kemampuan Komunikasi Matematis
a. Komunikasi Matematis
Komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata
Latin communicatio, dan bersumber dari kata yang berarti sama. Maka
komunikasi akan terjadi selama ada kesamaan makna mengenai apa yang
dibicarakan. Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk
menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk
memberitahu, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan, maupun melalui media
(Herdian, 2010). Oleh sebab itu saat berkomunikasi harus dipikirkan bagaimana
caranya agar pesan yang disampaikan kepada orang lain dapat dengan mudah
dipahami. Menurut Elida (2012: 180) berpendapat bahwa komnikasi dimaknai
sebagai proses penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan
melalui saluran tertentu untuk tujuan tertentu. Untuk mengembangkan
kemampuan berkomunikasi, siswa dapat dibimbing dalam berkomunikasi dengan
berbagai bahasa termasuk bahasa matematis.
Komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting yang harus
dimiliki siswa dalam belajar matematika. Siswa mampu mengekspresikan ide-ide
matematika yang berasal dari argumennya kepada teman, guru dan lainnya
melalui bahasa lisan dan tulisan. Komunikasi matematik juga merupakan salah
satu tujuan pembelajaran matematika dan menjadi salah satu standar kompetensi
lulusan siswa sekolah dari pendidikan dasar sampai menengah. Sebagaimana
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
64
tercantum dalam Undang-Undang SISDIKNAS no.22 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Kelulusan dalam bidang matematika yang secara lengkap
sebagai berikut:
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
Menurut Eliot dan Kenney (Sumarmo, 2013: 35) bahwa kemampuan
komunikasi matematika antara lain meliputi proses-proses matematika berikut: (1)
Menyatakan suatu situasi atau masalah matematik atau kehidupan sehari-hari ke
dalam bentuk gambar, diagram, bahasa atau simbol matematik, atau model
matematik. (2) Menjelaskan suatu idea matematik dengan gambar, ekspresi, atau
bahasa sendiri secara lisan atau tulisan. (3) Membuat suat cerita bedasarkan
gambar, diagram, atau model matematik yang diberikan. (4) Menyusun
pertanyaan tentang konten matematik yang diberikan.
Sedangkan NCTM (Wijaya, 2012: 72) merumuskan standar komunikasi
(communication Standard) untuk menjamin kegiatan pembelajaran matematika
yang mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam belajar matematika
adalah sebagai berikut :
1. Menyusun dan memadukan pemikiran matematika melalui komunikasi.
2. Mengkomunikasikan pemikiran matematika secara logis dan sitematis kepada
semua siswa, kepada guru, maupun orang lain.
3. Menganalisis dan mengevaluasi perkiran dan strategis matematis orang lain.
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
65
4. Menggunakan bahasa matematika untuk megekspresikan ide matematika
secara tepat.
b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis diperlukan beberapa
indikator. Sumarmo (2012: 6) menuliskan kegiatan yang tergolong pada
komunikasi matematis di antaranya adalah:
1. Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam
bahasa, simbol, idea, atau model matematik.
2. Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan.
3. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika
4. Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis.
5. Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap matematika dalam
bahasa sendiri.
Adapun kemampuan komunikasi matematis siswa menurut NCTM (dalam
Fachrurazi: 2011) dapat dilihat dari: (1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide
matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta
menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan memahami,
menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan,
tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam
menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya
untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-
model situasi.
Dari ketiga indikator tersebut dikelompokan menjadi 2 bagian, yaitu
indikator kemampuan komunikasi matematika lisan dan tertulis. Indikator
kemampuan komunikasi lisan sebagai berikut:
1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; adapun sub-
sub indikator 1 adalah (a) Siswa mampu mengajukan pertanyaan, (b) Siswa
memberikan gagasan, (c) Siswa mampumemberikan solusi, (d) Siswa mampu
menyelesaikan permasalahan.
2. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide
matematis secara lisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; adapun sub-sub
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
66
indikator 2 adalah (a) Siswa mampu memahami pertanyaan (b) Siswa mampu
menjawab pertanyaan, (c) Siswa mampu memberikan sanggahan, (d) Siswa
mampu menemukan solusi
3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika
dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan
hubungan-hubungan dengan model-model situasi; adapun sub-sub indicator 3
adalah (a) Siswa mampu menyebutkan istilah-istilah matematika, (b) Siswa
mampu memberikan solusi yang berbeda, (c) Siswa mampu menggunakan
notasi-notasi matematis, (d) Siswa mampu menyimpulkan.
Sedangkan indikator kemampuan komunikasi matematika tertulis sebagai
berikut:
a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.
b. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide
matematis secara tertulis, maupun dalam bentuk visual lainnya.
c. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika
dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan
hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
2. Metode PenelitianPenelitian tindakan kelas yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa Melalui Make a Match Berbantuan CD
Pembelajaran” ini dilaksanakan di SMA N 1 Rowosari Kecamatan Rowosari
Kabupaten Kendal. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-4 SMA N 1
Rowosari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.
Jenis data meliputi: data mengenai hasil belajar, data mengenai kinerja guru
dalam pembelajaran, data mengenai kinerja siswa dalam pembelajaran dan data
mengenai aktivitas siswa dalam diskusi kelompok. Alat Pengumpulan Data
meliputi: lembar Tes Formatif, Lembar obsevasi guru, Lembar observasi siswa,
dan Lembar observasi aktivitas diskusi kelompok
Penelitian ini merupakan Penelitian Tidakan Kelas (PTK) yang
dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus, masing-masing siklus dilaksanakan dalam 4
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
67
(empat) tahap, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Prosedur
kerja tersebut secara garis besar dapat dijelaskan pada bagan di bawah ini.
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian
3. PembahasanPembahasan siklus 1 dan siklus 2
Pembahasan dalam penelitian ini meliputi pembahasan tentang
pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas X-4 SMA N 1 Rowosari Kecamatan Rowosari Kabupaten
Kendal tahun 2014/2015 melalui Make a Match berbantuan CD pembelajaran.
Berdasarkan hasil tes formatif pada siklus 1 dan 2 yaitu pada siklus 1 diperoleh
rata-rata siswa sebesar 68,43. Banyaknya siswa yang memperoleh nilai lebih dari
atau sama dengan 70 (70) atau dapat dikatakan tuntas sebanyak 20 siswa atau
66,67%. Jumlah tersebut belum mencapai target dalam peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa, jadi perlu diadakan siklus 2 untuk mencapai target
yang diinginkan. Berdasarkan hasil tes siklus 2, diperoleh rata-rata siswa sebesar
72,31. Banyaknya siswa yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 70
(70) atau dapat dikatakan tuntas sebanyak 26 siswa atau 86,67%. Jumlah
tersebut telah mencapai target dari indikator keberhasilan pembelajaran yaitu
banyaknya siswa yang yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 70
(70) atau dapat dikatakan tuntas minimal 75% dari banyaknya siswa kelas X-4
dan tidak perlu diadakan tindakan lebih lanjut.
Revisi Perencanaan
Perencanaan
Refleksi
Tindakan
Refleksi
Pengamatan
Tindakan Pengamatan
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
68
Berdasarkan hasil observasi kinerja guru pada siklus 1 dan 2, yaitu pada
siklus 1 hasil penilaian observasi terhadap kinerja guru diperoleh skor rata-rata
2,65 dengan kriteria kinerja guru dalam pembelajaran baik. Hasil penilaian
tersebut belum mencapai target, jadi perlu diadakan siklus 2 untuk mencapai
target yang diinginkan. Berdasarkan hasil observasi kinerja guru pada siklus 2,
hasil penilaian observasi terhadap kinerja guru diperoleh skor rata-rata 3,35
dengan kriteria kinerja guru dalam pembelajaran sangat baik. Hasil penilaian
tersebut telah mencapai target dari indikator keberhasilan pembelajaran jadi dapat
dikatakan tuntas dan tidak perlu diadakan tindakan lebih lanjut.
Berdasarkan hasil observasi kinerja siswa pada siklus 1 dan 2 yaitu pada
siklus 1 hasil penilaian observasi terhadap kinerja siswa diperoleh skor rata-rata
2,7 dengan kriteria kinerja siswa dalam pembelajaran baik. Hasil penilaian
tersebut belum mencapai target, jadi perlu diadakan siklus 2 untuk mencapai
target yang diinginkan. Berdasarkan hasil observasi kinerja siswa pada siklus 2
hasil penilaian observasi terhadap kinerja siswa diperoleh skor rata-rata 3,2
dengan kriteria kinerja siswa dalam pembelajaran sangat baik. Hasil penilaian
tersebut telah mencapai target dari indikator keberhasilan pembelajaran jadi dapat
dikatakan tuntas dan tidak perlu diadakan tindakan lebih lanjut.
Berdasarkan hasil observasi aktivitas dikusi kelompok pada siklus 1 dan 2,
yaitu pada siklus 1 hasil penilaian observasi terhadap aktivitas diskusi kelompok
diperoleh skor rata-rata 2,50 dengan kriteria aktivitas diskusi kelompok cukup
baik. Hasil penilaian tersebut belum mencapai target, jadi perlu diadakan siklus 2
untuk mencapai target yang diinginkan. Berdasarkan hasil observasi aktivitas
diskusi kelompok pada siklus 2, hasil penilaian observasi terhadap aktivitas
diskusi kelompok diperoleh skor rata-rata 3,10 dengan kriteria aktivitas diskusi
kelompok baik. Hasil penilaian tersebut telah mencapai target dari indikator
keberhasilan pembelajaran jadi dapat dikatakan tuntas dan tidak perlu diadakan
tindakan lebih lanjut.
Secara umum proses pembelajaran yang berlangsung pada setiap siklus
sudah berjalan dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan semua tahapan yang ada
dalam pembelajaran melalui make a match sudah dilaksanakan dengan baik.
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
69
Dari pembahasan di atas menunjukkan bahwa indikator keberhasilan telah
tercapai. Ada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam
kegiatan belajar melalui make a match berbantuan CD pembelajaran siswa kelas
X-4 SMA N 1 Rowosari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.
4. Simpulan dan Saran4.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang disajikan sebelumnya, dapat
ditarik simpulan bahwa melalui make a match berbantuan CD pembelajaran dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas X-4 SMA N 1
Rowosari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.
4.2 Saran
Berdasarkan simpulan disarankan bagi guru mata pelajaran matematika agar
menerapkan make a match berbantuan CD pembelajaran dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa, serta Guru hendaknya menciptakan
suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan, dialogis dan demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, H. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Beni, D. M. 2008. Perkembangan Multimedia dan CD Interaktif. Tersedia dihttp:// deskomers01.com/?p=187 (diunduh 30 september 2011).
Depdiknas. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Direktorat Jendral.
Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Pendidikan Dasar dan Menengah Umum.
Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Malik, S. 2008. Perception of University Students on Self-Directed Learningthrough Learning Technology. European Journal of Scientific ResearchISSN 1450-216X Vol.24 No.4 (2008), pp.567-574© EuroJournalsPublishing, Inc. 2008. http://www.eurojournals.com/ejsr_24_4_ 13.pdf(diunduh 3 Oktober 2011).
Nasution, S. 1982. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1) 2016 ISSN:2338-5988
70
. 1992. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta:Bumi Aksara.
Nurhadi, 2000. Kontekstual dan Penerapan dalam KBK. Malang: UniversitasNegeri Semarang.
Romadhina, Dian. 2007. Pengaruh Kemampuan Penalaran dan KemampuanKomunikasi Matematik terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Ceritapada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung Siswa Kelas IX SMPNegeri 29 Semarang melalui Model Pembelajaran Pemecahan Masalah.http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHf1de/c0fe599f.dir/doc.pdf, diakses tanggal 12 Maret 2015.
Silver and Smith. 1996. “Celebrating 50 Years of Reflective Practice: Versions ofCreative Problem Solving”. Journal of Creative Behavior, Volume 38 No.2.Hal. 1-27. ISSN 0022-0175.
Sugandi, A., dkk. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES.
Sugiyanto. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 1997. Metodologi Penelitian Administrasi. Yogyakarta: BPFE-VII
Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E., dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung: JICA IMSTEP Universitas Pendidikan Indonesia.
Supridjono, A.2009. Matematika Gemar Berhitung 3B. Solo: PT Tiga SerangkaiPustaka Mandiri.
Suyitno, A. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika 1.Semarang: UNNES.
Tri Anni, C. dkk. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UniversitasNegeri Semarang.
Wibawanto, H. 2004. Multimedia untuk Presentasi. Semarang: LaboratoriumKomputer Pascasarjana Unnes.
Zaenuddin. 2010. Penggunaan Balok Garis pada Operasi Hitung Bilangan BulatBilangan Jurnal Pendidikan Batang Barkembang. http://redaksijurnalpendidikan.blogspot.com/2010/03/penggunaan-balok-garis-bilangan-pada-bilangan-bulat.htm (diunduh 22 Agustus 2010).