pemanfaatan cerita fabel dalam keterampilan...
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN CERITA FABEL
DALAM KETERAMPILAN MEMBACA NYARING
SISWA KELAS VIII SMPN 13 TANGERANG SELATAN
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Skripsi
Diajukan kepada Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
Ulfah Fauziah
NIM. 11140130000012
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
N a m a : Ulfah Fauziah
Tempat/Tgl.Lahir : Jakarta, 29 April 1996
NIM : 11140130000012
Jurusan / Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Skripsi : “Pemanfaatan Cerita Fabel dalam Keterampilan
Membaca Nyaring Siswa Kelas VIII SMPN 13
Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2017/2018”
Dosen Pembimbing : Dr. Hindun, M.Pd.
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya
sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
Jakarta, 6 Februari 2019
Mahasiswa Ybs.
Materai 6000
Ulfah Fauziah
NIM. 11140130000012
KEMENTERIAN AGAMA
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
FITK No. Revisi: : 01
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
i
ABSTRAK
Ulfah Fauziah. NIM: 11140130000012. Skripsi. Pemanfaatan Cerita Fabel
dalam Keterampilan Membaca Nyaring Siswa Kelas VIII SMPN 13
Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2017/2018. Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Dr. Hindun, M.Pd.
Tahun 2018.
Penelitian ini membahas tentang pemanfaatan cerita fabel dalam
keterampilan membaca nyaring siswa kelas VIII SMPN 13 Tangerang Selatan,
semester genap tahun pelajaran 2017/2018. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pemanfaatan cerita fabel dalam keterampilan membaca nyaring siswa
kelas VIII SMPN 13 Tangerang Selatan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.
Metode ini menghasilkan data yang berupa kata-kata. Subjek dari penelitian adalah
siswa kelas VIII-4 dan objeknya adalah keterampilan membaca nyaring dengan
memanfaatkan cerita fabel. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi berupa rekaman suara siswa.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa keterampilan membaca fabel siswa
kelas VIII-4 termasuk ke dalam kategori baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan
besarnya nilai siswa pada rentang nilai (80-100) yang mencapai 12 orang atau 44%,
sementara sisanya ialah tergolong baik dengan kisaran nilai (66-79) yang berjumlah
8 orang atau 30% dan kategori cukup dengan kisaran nilai (56-65) sebanyak 4
orang atau 15%.
Kata kunci : Keterampilan Membaca, Membaca Nyaring, Cerita Fabel, Membaca
Fabel
ii
ABSTRACT
Ulfah Fauziah. NIM: 11140130000012. Skripsi. Utilization of Fable Stories in
Loud Reading Skills of 8th
Grade 13 Junior High School South Tangerang,
2017/2018 School Year. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Fakulras Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Preceptor: Dr. Hindun, M.Pd. 2018 Year.
This research discucess about Utilization of Fable Stories in Loud Reading
Skills of 8th
Grade 13 Junior High School South Tangerang, 2017/2018 School
Year. The purpose of this research was to determine utilization of fable stories in
louding skills.
The research method used is a qualitative descriptive method. This method
produces data in the form of words. The subject of this research is were students of
8-4th
and the object of this research is loud reading skills by utilizing fable stories .
The results of this study showed that fable reading skills belong to the good
category. This can be proven by the value of students in the range of values
(80-100) which reached by 12 people or 44%, while the rest were classified as good
with a range of values (66-79) which amounted to 8 people or 30% and categories
enough with a range of values (56-65) of 4 people or 15%. As for there are students
who are still lacking in the range of values (46-55) as much as 2 or 7% and very less
with a range of values ≤45 or 4%.
Keywords: Fable Reading Skill, Reading Aloud, Fable, Fable Reading
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan tepat
waktu. Shalawat serta salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, karena telah membawa kehidupan dari zaman kebodohan hingga zaman
seperti sekarang ini.
Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi tugas akhir yang telah
disyaratkan dalam memperoleh gelar S-1 di Univeritas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak luput dari motivasi
dan bantuan berbagai pihak. Atas kerjasama dan bantuan dari pihak-pihak terkait,
penulis mengucapkan terima kasih diantaranya kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Toto Edidarmo, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Hindun, M.Pd., selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini.
5. Dr. Elvi Susanti, M.Pd., dan Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku
dosen penguji satu dan penguji dua.
6. Seluruh Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Rohman, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 13 Tangerang Selatan yang telah
memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
8. Lintang Anggareni, S.Pd., selaku guru pamong pengajaran mata pelajaran
Bahasa Indonesia SMP Negeri 13 Tangerang Selatan.
9. Teristimewa untuk keluarga tercinta, kepada Ayahanda Supriyatna dan Ibu
Siti Komariyah yang selalu memberikan doa untuk kesuksesan putrinya,
iv
kepada Adikku Mahmudah yang senantiasa memberikan dukungan dan
semangat.
10. Teruntuk Dede Kurniawan, yang selalu menemani, memberikan dukungan,
doa, semangat, dan setia dari awal hingga akhir penelitian ini.
11. Teruntuk sahabatku tercinta, Ade, Novi, Meta, Anisa, dan Afifah yang selalu
memberikan kebahagiaan pada masa perkuliahan.
12. Teman-teman seperbimbingan, Futuha Arifin, Mamay, dan Helza Rossa, dan
Hilwa yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
13. Teman-teman Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2014 yang
telah melewatkan kebersamaan dan memberikan dukungan kepada peneliti.
Semoga kita semua diberikan kelancaran dan kemudahan untuk mencapai
kesuksesan. Adapun peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan
mendukung peneliti sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Peneliti berharap semoga Allah memberikan balasan yang terbaik kepada
berbagai pihak yang membantu baik balasan di dunia maupun di akhirat kelak.
Peneltii juga menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Peneliti berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti, pembaca, atau
peminat lain pada umumnya.
Ciputat, Desember 2018
Ulfah Fauziah
v
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah..................................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .................................................................................... 5
D. Perumusan Masalah ..................................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
F. Kegunaan Penelitian..................................................................................... 5
BAB II KAJIAN TEORETIS ............................................................................... 7
A. Membaca ..................................................................................................... 7
1. Pengertian Membaca ............................................................................... 7
2. Tujuan Membaca ..................................................................................... 9
3. Membaca sebagai Suatu Keterampilan ................................................. 12
4. Membaca Nyaring ................................................................................. 14
B. Dongeng ..................................................................................................... 17
1. Fabel ...................................................................................................... 17
C. Penelitian yang Relevan ............................................................................ 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 26
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 26
B. Metode Penelitian ...................................................................................... 26
C. Sumber Data dan Fokus Penelitian ............................................................ 27
vi
D. Subjek dan Objek Penelitian ..................................................................... 28
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 28
1. Wawancara ............................................................................................ 28
2. Observasi ............................................................................................... 29
3. Dokumentasi .......................................................................................... 30
F. Teknik Analisis Data .................................................................................. 31
G. Instrumen Penelitian .................................................................................. 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 38
A. Profil Sekolah ............................................................................................ 38
B. Pembahasan ............................................................................................... 40
C. Hasil Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring dengan Memanfan Ceita
Fabel ........................................................................................................ 134
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 138
A. Simpulan .................................................................................................. 138
B. Saran ........................................................................................................ 138
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT PENULIS
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3 Kualifikasi Nilai Menurut Anas Sudijono………………………………31
Tabel 3.1 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring .. ……………32
Tabel 3.2 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel …………………34
Tabel 4.1.1 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Adelia M . …40
Tabel 4.2.1 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Adelia M……41
Tabel 4.1.2 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Adinda M…43
Tabel 4.2.2 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Adinda M……44
Tabel 4.1.3 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Angel………46
Tabel 4.2.3 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Angel N.H…….47
Tabel 4.1.4 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Annisa ……51
Tabel 4.2.4 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Annisa F………51
Tabel 4.1.5 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Attras A.R….54
Tabel 4.2.5 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Attras A.R…….54
Tabel 4.1.6 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Desya W.C…57
Tabel 4.2.6 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Desya W.C……58
Tabel 4.1.7 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Dinda A.N…61
Tabel 4.2.7 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Dinda A.N…….62
Tabel 4.1.8 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Fathan H…66
Tabel 4.2.8 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Fathan………66
Tabel 4.1.9 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Femas S……70
Tabel 4.2.9 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Femas S ………71
Tabel 4.1.10 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Fina A…….75
Tabel 4.2.10 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Fina A ………75
Tabel 4.1.11 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Hasel J.A…78
Tabel 4.2.11 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Hasel J.A…….78
Tabel 4.1.12 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Hendrik…81
Tabel 4.2.12 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Hendrik……82
Tabel 4.1.13 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Lisda A…84
Tabel 4.2.13 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Lisda A……85
viii
Tabel 4.1.14 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Mia N……87
Tabel 4.2.14 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Mia N………88
Tabel 4.1.15 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring M. Valo…90
Tabel 4.2.15 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel M. Valo F……91
Tabel 4.1.16 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Nazar N.H . 94
Tabel 4.2.16 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Nazar N.H…94
Tabel 4.1.17 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Rafi A.F…100
Tabel 4.2.17 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Rafi A.F……101
Tabel 4.1.18 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Ramadina104
Tabel 4.2.18 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Ramadinah…104
Tabel 4.1.19 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Ripky D…107
Tabel 4.2.19 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Ripky D……107
Tabel 4.1.20 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Ryandra 110
Tabel 4.2.20 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Ryandra R…110
Tabel 4.1.21 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Satriyo T.P113
Tabel 4.2.21 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Satriyo T.P…113
Tabel 4.1.22 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Sumardi…116
Tabel 4.2.22 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Sumardi…….116
Tabel 4.1.23 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Syauqi A120
Tabel 4.2.23 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Syauqi A…120
Tabel 4.1.24 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Tasya S…123
Tabel 4.2.24 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Tasya S……124
Tabel 4.1.25 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Vira A…127
Tabel 4.2.25 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Vira………127
Tabel 4.1.26 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Yulianah130
Tabel 4.2.26 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Yulianah……129
Tabel 4.1.27 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring Zainita S132
Tabel 4.2.27 Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel Zainita . ……132
Tabel 4.3 Nilai Keterampilan Membaca Nyaring Siswa ………………………134
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Keterampilan Membaca Nyaring……………136
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Uji Referensi
Lampiran 2 : Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 3 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 4 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 5 : Hasil Wawancara dengan Guru Bahasa Indonesia Kelas VII
Lampiran 6 : Data Survei Asal Daerah Siswa Kelas VIII-4
Lampiran 7 : Data Pengkodean Nama Siswa Kelas VIII-4
Lampiran 8 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lampiran 9 : Cerita Fabel “Hati Kepodang Emas”
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membaca dapat diartikan sebagai kegiatan untuk menerima pesan
yang disampaikan oleh penulis. Penulis menyampaikan pesan kepada
pembaca melalui bahasa tulis. Hal ini menjadikan bahwa kegiatan tersebut
tidak hanya membaca saja, tetapi harus mengetahui makna dalam isi bacaan
yang disampaikan penulis. Pembaca jika dapat mengetahui makna dalam isi
bacaan, maka pesan yang disampaikan penulis akan sampai. Pembaca dapat
memperoleh informasi, wawasan, dan meningkatkan pengetahuan dalam
kegiatan membaca.
Kegiatan membaca diperoleh dari pendidikan di dalam sekolah.
Membaca merupakan sebuah keterampilan berbahasa yang harus dimiliki
oleh siswa. Keterampilan berbahasa selain keterampilan membaca yaitu
keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis. Keempat keterampilan ini
memiliki hubungan yang saling berkaitan satu sama lain.
Keterampilan membaca yang dilakukan pertama kali yaitu siswa
akan diperkenalkan huruf-huruf, kata-kata, dan kalimat. Hal tersebut
dilakukan sebagai tahap awal dalam membaca sebagai dasar untuk
membaca pada tingkatan selanjutnya. Jika siswa sudah dapat membaca
dengan lancar maka akan dituntut membaca untuk mengetahui makna di
dalam bahan bacaan sehingga diperoleh pemahaman.
Pada tingkat SMP di kelas VII dalam pembelajaran bahasa
Indonesia keterampilan membaca terbagi menjadi dua yaitu membaca fiksi
dan nonfiksi. Keterampilan membaca fiksi yaitu membaca kumpulan
dongeng, fabel, cerpen, novel, dan drama. Membaca buku pelajaran, karya
ilmiah populer, dan biografi merupakan keterampilan membaca nonfiksi
yang harus dilakukan oleh siswa.
2
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru kelas VII di
SMPN 13 Tangerang Selatan menyatakan bahwa keterampilan membaca
peserta didik pada awal masuk di kelas VII beranekaragam. Hal ini
dikarenakan minat membaca yang rendah. Keanekaragaman yang dimiliki
yakni terdapat peserta didik yang dapat membaca dengan lancar dan kurang
lancar. Hal ini terlihat dari kegiatan belajar mengajar, guru seringkali
mempersilakan peserta didik untuk membaca teks di dalam kelas dengan
nyaring sehingga terlihat kondisi dan kompetensi siswa yang sudah lancar
dan kurang lancar dalam membaca.
Keterampilan membaca cepat, nyaring, dan pemahaman juga
sudah diterapkan sejak kelas VII. Hal ini berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan. Keterampilan membaca cepat yang diterapkan yaitu,
siswa diberikan waktu 5-10 menit untuk membaca materi sebelum
dijelaskan oleh guru. Guru juga menerapkan keterampilan membaca
nyaring dengan cara mempersilakan siswa untuk membaca bahan ajar
secara lantang. Tujuannya yaitu untuk menanamkan sikap percaya diri
terhadap keterampilan membaca. Selain itu, keterampilan membaca
pemahaman juga diterapkan dengan cara siswa diminta untuk menjelaskan
hasil bacaan dari buku pelajaran yang telah dibaca.
Studi Most Littered Nation In the World 2016 menyatakan
bahwa minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara.
Hal tersebut diungkapkan oleh Subekti Makdriani, Pustakawan Utama
Perpus RI saat menjadi pembicara Safari Gerakan Nasional Gemar
Membaca di Provinsi dan Kabupaten/ Kota tahun 2017, di Pendopo
Kabupaten Kendal.1 Hasil peringkat tersebut menjadi bukti bahwa minat
membaca orang Indonesia masih sangat rendah dan terbukti. Peneliti juga
membuktikan hal tersebut dengan melakukan wawancara sehingga dapat
disimpulkan bahwa minat membaca siswa di sekolah juga masih rendah.
1
http://www.tribunnews.com/regional/2017/05/15/memprihatinkan-ternyata-minat-baca-i
ndonesia-duduki-peringkat-60-dari-61-negara (diunduh pada 25 April 2018 pukul 11:56 WIB)
3
Hal ini berpengaruh terhadap keterampilan membaca yang dimiliki oleh
siswa.
Minat membaca di sekolah SMPN 13 Tangerang Selatan masih
sangat rendah sehingga mempengaruhi keterampilan membaca siswa di
sekolah tersebut, khususnya keterampilan membaca nyaring. Pada tingkat
SMP khususnya kelas VIII seharusnya siswa sudah mampu membaca
nyaring dengan sangat baik. Akan tetapi, kondisi siswa pada sekolah
tersebut terdapat banyak siswa yang belum mampu membaca nyaring
dengan baik. Hal tersebut menjadikan keterampilan membaca nyaring
menjadi fokus penelitian peneliti.
Keterampilan membaca nyaring menjadi permasalahan yang
harus ditanggulangi. Hal ini terlihat dari proses belajar mengajar di dalam
kelas, khususnya kelas VIII di SMPN 13 Tangerang Selatan. Peneliti
melihat siswa seringkali diminta untuk membaca nyaring tentang materi
pelajaran di kelas, namun saat membacakan teks tersebut siswa belum
lancar dalam membaca. siswa sering tidak memperhatikan tanda baca,
tersendat dalam membacakan teks, tidak percaya diri, dan membaca hanya
untuk dirinya sendiri.
Peneliti memanfaatkan cerita fabel dalam keterampilan membaca
nyaring. Peneliti menganggap cerita fabel adalah cerita yang sangat mudah
untuk dibacakan dalam membaca nyaring di dalam kelas. Hal ini
berdasarkan kondisi siswa kelas VIII SMPN 13 yang masih belum dapat
membaca nyaring dengan baik. Faktor lain yang menjadi pertimbangan
peneliti adalah KKM pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yang masih
rendah yaitu 69. Ketidakmampuan siswa dalam membaca nyaring menjadi
permasalahan yang harus segera ditangani. Salah catu cara yang paling
utama dalam menanggulanginya yaitu menumbuhkan minat baca pada
siswa di dalam kelas. Setelah minat baca tersebut tumbuh, maka siswa
akan dapat membaca bahan bacaan apapun. Oleh karena itu, peran guru
sangat penting dalam keterampilan membaca.
4
Guru dapat mengembangkan keterampilan membaca nyaring di
tingkat SMP pada kelas VIII dengan menggunakan cerita fabel.
Pengembangan keterampilan membaca nyaring tersebut dapat dilakukan
dengan cara guru memberikan contoh pembacaan fabel dengan tepat.
Selain itu, guru juga memotivasi siswa agar percaya diri di depan kelas
untuk membacakan cerita fabel. Cerita fabel sangat cocok dengan kondisi
siswa pada sekolah tersebut karena dianggap mudah dibandingkan cerita
fiksi lainnya. Cerita fabel juga dianggap menarik untuk dibacakan karena
tokoh di dalamnya adalah binatang. Cerita fabel juga memiliki nilai moral
yang dapat diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Cerita-cerita fabel yang dipilih adalah cerita fabel yang berasal
dari nusantara. Hal itu dipertimbangkan oleh peneliti berdasarkan survei
yang dilakukan di kelas VIII-4 berasal dari berbagai daerah yang berbeda.
Peneliti memberikan survei terlebih dahulu untuk menentukan asal fabel
yang akan dibaca oleh siswa. Hasil dari survei tersebut yaitu banyak siswa
kelas VIII-4 yang berasal dari daerah Jawa.
Peneliti lebih memfokuskan cerita fabel yang dipilih berasal
daerah Jawa Tengah dengan judul “Hati Kepodang Emas”. Hal ini
berdasarkan survei yang telah didata sehingga mendapatkan hasil 10 siswa
berasal dari daerah Tangerang Selatan, 11 siswa berasal dari Jawa Barat, 1
siswa berasal dari Yogyakarta, 1 siswa berasal dari Sumatera Barat, dan 14
siswa berasal dari Jawa Tengah.
Keterampilan membaca nyaring dengan menggunakan cerita fabel
dari daerah Jawa Tengah menjadi fokus penelitian peneliti. Hal ini
dikarenakan keterampilan membaca khususnya membaca nyaring menjadi
permasalahan yang sulit oleh siswa. Oleh karena itu, peneliti melakukan
penelitian skripsi dengan judul “Pemanfaatan Cerita Fabel dalam
Keterampilan Membaca Nyaring Siswa Kelas VIII SMPN 13 Tangerang
Selatan Tahun Pelajaran 2017/2018.”
5
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti dapat
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut.
1. Siswa memiliki minat membaca yang rendah.
2. Siswa mengalami kesulitan dalam membaca teks.
3. Siswa tidak memiliki kemampuan dalam keterampilan membaca
nyaring
C. Pembatasan Masalah
Peneliti membatasi masalah pada penelitian ini tentang
pemanfaatan cerita fabel dalam keterampilan membaca nyaring siswa kelas
VIII SMPN 13 Tangerang Selatan tahun pelajaran 2017/2018. Adapun
cerita fabel yang dipilih berjudul “Hati Kepodang Emas” dari daerah Jawa
Tengah.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, peneliti merumuskan
masalah “Bagaimana Pemanfaatan Cerita Fabel dalam Keterampilan
Membaca Nyaring Siswa Kelas VIII SMPN 13 Tangerang Selatan Tahun
Pelajaran 2017/ 2018?”
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan
penelitiannya yaitu untuk mengetahui pemanfaatan cerita fabel dalam
keterampilan membaca nyaring siswa kelas VIII SMPN 13 Tangerang
Selatan Tahun Pelajaran 2017/2018.
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan baik
secara teoritis maupun praktis.
6
1. Kegunaan Teoretis
a. Sebagai karya ilmiah. Hasil penelitian ini diharapkan akan mampu
memberikan masukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan
tentang keterampilan membaca nyaring.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan pada penelitian
berikutnya.
2. Kegunaan Praktis
a. Untuk Siswa
Sebagai bahan masukan agar siswa memiliki keterampilan
membaca nyaring dengan baik menggunakan cerita fabel.
b. Untuk guru
Sebagai evaluasi diri bagi guru untuk mengembangkan
keterampilan membaca nyaring dengan memanfaatkan cerita fabel
di dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Keterampilan membaca
tidak hanya membaca nyaring saja, tetapi keterampilan membaca
lainnya.
c. Untuk mahasiswa
Sebagai pengetahuan tentang pemanfaatan cerita fabel dalam
keterampilan membaca nyaringyang dimiliki siswa tingkat SMP
kelas VIII. Selain itu, dapat dijadikan acuan evaluasi diri untuk
meningkatkan kemampuan mengajar terhadap keterampilan
membaca. Penelitian ini juga dapat memberikan manfaat kepada
mahasiswa lain sebagai referensi dalam melakukan penelitian
berikutnya.
7
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Membaca
1. Pengertian Membaca
Membaca memiliki pengertian yang beragam. Pengertian
membaca dalam arti sempit yaitu kegiatan memahami makna dalam
tulisan, sedangkan dalam arti luas membaca sebagai proses pengolahan
bacaan secara kritis kreatif yang dilakukan pembaca untuk
memperoleh pemahaman secara menyeluruh tentang isi bacaan.1
Adapun Soedarsono dalam bukunya memberikan pendapat bahwa
“Membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan
sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah, meliputi: orang harus
menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati, dan
mengingat-ingat.”2
Membaca adalah suatu kegiatan interaktif untuk memetik serta
memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tulis.
Membaca juga merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pembaca
untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan penulis melalui
media kata-kata atau bahan tulis.3
Pendapat yang sama juga
dikemukakan oleh Dindin dalam bukunya “Membaca adalah suatu cara
untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis.”4
“Membaca adalah kegiatan yang sering kita lakukan, tapi
kadang-kadang kita tidak mengetahui apa sebenarnya membaca
itu. Membaca berasal dari kata dasar baca yang artinya
memahami arti tulisan. membaca merupakan suatu kesatuan
kegiatan terpadu yang mencangkup beberapa kegiatan terpadu
yang mencakup beberapa kegiatan, seperti pengenalan huruf
1 Nurhadi, Teknik Membaca, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2016), h.2-3.
2 Soedarso, Speed Reading Sistem Membaca Cepat dan Efektif, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2006), h. 4. 3 Samsu Somadayo, Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2011), h. 4-5. 4 Dindin Ridwanuddin, Bahasa Indonesia, (Ciputat, UIN Press, 2015), h. 165.
8
dan kata-kata, menghubungkannya dengan bunyi-bunyi serta
maknanya serta menarik kesimpulan mengenai maksud
bacaan.”6
Finochiaro dan Bonomo dalam Achmad HP. juga menyatakan
bahwa membaca ialah memetik serta memahami arti atau makna yang
terkandung di dalam bahan tertulis. Sedangkan Lado juga menyatakan
bahwa membaca adalah memahami pola-pola bahasa dari gambaran
tertulisnya.7
Kegiatan membaca merupakan aktivitas berbahasa yang
bersifat reseptif kedua setelah menyimak. Hubungan antara penutur
(penulis) dengan penerima (pembaca) bersifat tidak langsung, yaitu
melalui lambang tulisan.8 Jadi, kegiatan membaca memiliki hubungan
antara penulis dan pembaca yang diperantarai oleh lambang tulisan.
Pembaca membaca tulisan yang dibuat oleh penulis untuk
mendapatkan informasi. Pendapat lain dikemukakan oleh Burns dalam
Kundharu yang menyatakan bahwa
“Membaca dapat dilihat sebagai suatu proses, dan sebagai
suatu hasil. Membaca suatu proses merupakan semua kegiatan
dan teknik yang ditempuh oleh pembaca yang mengarah pada
tujuan melalui tahap-tahap tertentu. Anderson juga
menambahkan bahwa proses tersebut berupa penyandian
kembali dan penafsiran sandi. Kegiatannya dimulai dari
mengenali huruf, kata, ungkapan, frasa, kalimat dan wacana,
serta menghubungkannya dengan bunyi dan maknanya”.9
Adapun pendapat yang sama mengenai teori membaca juga
dikemukakan pakar lain yaitu Alek dan Achmad H.P. Mereka
menyatakan bahwa
6 Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra di Kelas Tinggi,
(Bandung: UPI Press, 2007), h. 73. 7 Finochiaro dan Bonomo dalam Achmad H.P. dan Alek, Bahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi: Substansi Kajian dan Penerapannya, (Jakarta: Erlangga, 2016), h.42. 8 Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, (Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta, 1995), h. 245. 9 Burns dalam Kundharu Saddhono dan St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan
Berbahasa Indonesia (Teori dan Aplikasi), (Bandung: CV Karya Putra Darwati, 2012), h. 67.
9
“Membaca merupakan satu dari empat keterampilan
berbahasa. Dalam komunikasi tulisan, lambang-lambang
tulisan atau huruf menurut alfabet latin. Pembagian membaca
berdasarkan tingkatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
membaca permulaan dan pemahaman membaca (reading
comprehension). Membaca permulaan terdapat proses
pengubahan yang harus dibina dan dikuasai terutama
dilakukan pada masa kanak-kanak. Pada masa permulaan
sekolah, anak-anak diberikan pengenalan huruf sebagai
lambang bunyi bahasa. Pengenalan huruf tersebut dinamakan
proses pengubahan, setelah tahap pengubahan tersebut
dikuasai siswa secara mantap, barulah penekanan diberikan
pada pemahaman isi bacaan.”10
Peneliti menyimpulkan pengertian membaca berdasarkan
pendapat para ahli di atas. Membaca adalah proses untuk memahami
tulisan. Proses memahami tulisan yang ditulis oleh penulis agar
pembaca mendapatkan informasi dan pengetahuan yang diinginkan.
Oleh karena itu, pembaca harus mampu membaca huruf-huruf yang
dituangkan dalam bentuk tulisan agar mencapai tujuan dari membaca.
2. Tujuan Membaca
Anderson dalam Alek menyatakan tujuan membaca, antara lain;11
a. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan
yang telah dilakukan oleh sang tokoh. Membaca seperti ini disebut
membaca untuk memperoleh perincian atau fakta-fakta (reading
for details or facts).
b. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik
yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita,
apa-apa yang dipelajari atau yang dialami sang tokoh, dan
merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh untuk
mencapai tujuannya (reading for main ideas)
10
Alek dan Achmad H.P., Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2011), h.74. 11
Anderson dalam Alek dan Achmad H.P., Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 75-76.
10
c. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi
pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama,
kedua, dan ketiga untuk mengetahui urutan atau susunan
organisasi cerita (reading for sequence or organization)
d. Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para
tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak
diperlihatkan oleh sang pengarang kepada para pembaca, dan
kualitas-kualitas para tokoh yang membuat mereka berhasil atau
gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca
inferensi (reading for inference).
e. Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak
biasa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam
cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut
membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk
mengklasifikasikan (reading to classify).
f. Membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau
hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat
seperti yang diperbuat oleh sang tokoh, atau bekerja seperti cara
sang tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai,
membaca mengevaluasi (reading to evaluate).
g. Membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh
berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita
kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, dan
bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca
untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading to
compare or contrast).
Akhadiah dalam Novi Resmini juga menyatakan bahwa tujuan
membaca dapat dibedakan sebagai berikut.12
12
Akhadiah dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra di
Kelas Tinggi, (Bandung: UPI Press, 2007), h. 76.
11
a. Tujuan membaca adalah untuk memperoleh informasi. Informasi
yang dimaksud di sini mencakup informasi tentang fakta dan
kejadian sehari-hari sampai informasi tentang tteori serta
penemuan ilmiah yang canggih. Tujuan ini terkait dengan
keinginan pembaca untuk mengembangkan diri.
b. Meningkatkan citra diri. Pembaca seperti ini mungkin membaca
penulis kenamaan bukan karena berminat pada karya sastra
tersebut tetapi lebih pada tujuan meningkatkan gengsinya.
Kegiatan membaca bagi orang yang seperti ini sama sekali bukan
merupakan kebiasaan, hanya sesekali saja.
c. Melepaskan diri dari kenyataan. Pada saat seorang merasa jenuh,
sedih, atau putus asa, mereka berusaha untuk mencari hiburan.
Dengan demikian, membaca merupakan sublimasi atau penyaluran
yang positif. Apalagi jika yang dibacanya bacaan yang
bermanfaat.
d. Membaca untuk tujuan rekreatif. Seseorang membaca untuk tujuan
kesenangan atau hiburan. Tentu saja bacaan yang dipilih untuk
tujuan ini bacaan ringan yang disenanginya.
e. Mencari nilai-nilai keindahan atau pengalaman estetis. Tujuan inilah
yang paling tinggi. Biasanya buku-buku yang dipilih untuk tujuan
membaca seperti ini buku yang bernilai sastra.
Adapun peneliti menyimpulkan berdasarkan pendapat kedua
ahli tersebut bahwa tujuan membaca memiliki tujuan yang umum
yaitu untuk memperoleh informasi dan pengetahuan di dalam tulisan
yang telah dibaca. Pembaca dapat memperoleh pengalaman di dalam
tulisan yang dibaca seperti menemukan sesuatu yang sebelumnya
tidak diketahui sehingga pembaca dapat menyimpulkan sendiri tulisan
yang telah dibaca. Selain itu, pembaca juga dapat mendapatkan
hiburan dari tulisan yang dibaca seperti membaca karya sastra.
Pembaca dapat memiilih sendiri bacaan yang disenanginya, selain itu
12
pembaca juga dapat mengambil nilai moral dari karya sastra yang
dibaca untuk diterapkan ke dalam kehidupan nyata.
3. Membaca sebagai Suatu Keterampilan
Tarigan menyatakan pendapatnya bahwa “Membaca
merupakan suatu keterampilan yang kompleks, rumit dan melibatkan
serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil sehingga guru
bahasa harus menyadari serta memahami hal tersebut”.13
Wilga Rivers dalam Budinuryanta dkk. juga memberikan
berpendapat bahwa keterampilan membaca seharusnya melewati enam
langkah atau jenjang yang harus dilaksanakan secara berurutan. Enam
langkah tersebut sebagai berikut.14
Pertama, siswa berlatih membaca. Membaca pertama
dilakukan dengan membaca kalimat-kalimat tersebut dalam bentuk
tulisan. Membaca pertama dilakukan secara bersamaan, siswa-siswi
membaca setelah guru menirukannya.
Kedua, siswa membaca materi yang dilafalkan yang telah
disusun kembali dan dikombinasikan lagi. Kalimat-kalimat konversasi
dikombinasikan dengan kalimat-kalimat narasi. Hal penting dalam
jenjang ini adalah siswa mulai memahami makna berdasarkan
konteks. Siswa dilatih membaca dengan perhatian pada kelompok
kata, dan bahan-bahan yang dibaca tidak boleh dilakukann sendiri
oleh siswa.
Ketiga, siswa berlatih membaca berkelanjutan dengan
bimbingan guru. Siswa dipersiapkan dengan membaca sendiri. Siswa
diperkenalkan untuk gemar membaca untuk kesenangan dan hiburan
Tema membaca harus menyenangkan dan menarik perhatian.
13
Henry Guntur Tarigan, Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:
Angkasa Bandung, 2008), h. 11. 14
Wilga Rivers dalam Budinuryanta Y, Kasuriyanta, dkk., Pengajaran Keterampilan
Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 6.13-6.14.
13
Keempat, siswa berlatih membaca intensif dan ekstensif.
Membaca intensif berhubungan dengan perkembangan kemampuan
berbahasa dan bahasa. Membaca intensif masih dilakukan dengan
bimbingan guru karena harus mengembangkan kosa kata dan
pengenalan struktur baru yang lebih sulit. Sedangkan, membaca
ekstensif untuk melatih siswa agar membaca langsung dan lancar
dalam bahasa ujaran guna kesenangan tanpa bantuan guru.
Kelima, siswa berlatih membaca kalimat. Jenjang ini untuk
memantapkan pelatihan atau menghentikan kegiatan membaca dengan
bantuan guru. Siswa diharuskan sudah dapat berlatih sendiri dalam
membaca. Siswa mulai mengalami pemerataan akan kemampuan
berbahasa dan bahasa yang telah diperolehnya selama ini.
Keenam, siswa mulai percaya akan diri sendiri dalam
kemampuan membaca. Siswa berani mengambil buku, majalah, atau
koran dalam bahan ajar dan mulai membaca untuk kepentingan dan
kesenangan diri sendiri. Siswa sudah berani membaca apa saja berkat
latihan membaca yang selama ini dilakukannya.15
Jadi, dapat disimpulkan berdasarkan pendapat dari Wigers
bahwa keterampilan membaca harus melewati enam tahap secara
berurutan. Siswa mulai membaca ketika guru mencontohkannya,
setelah itu siswa dapat memahami makna berdasarkan konteks. Tahap
selanjutnya yakni siswa ditanamkan sikap gemar membaca serta
terdapat penambahan kosa kata dan struktur baru. Siswa juga
selanjutnya dilatih untuk membaca intensif dan ekstensif. Setelah
melewati empat tahap tersebut, siswa dapat membaca tanpa bantuan
dari guru, dan yang terakhir siswa sudah merasa percaya diri dalam
membaca sehingga dapat memilah sendiri bahan bacaan yang akan
dibaca.
“Membaca pada tingkatan lebih tinggi, akan memberikan
pengalaman rohani maupun pengetahuan kepada pembaca.
15
Ibid., h. 6.14.
14
Oleh sebab itu, metode pembelajaran membaca yang efektif
akan mempercepat siswa dalam belajar dan memberikan
motivasi siswa untuk gemar membaca.”16
Peneliti menyimpulkan bahwa seorang guru harus memiliki
metode agar siswanya termotivasi dalam meningkatkan keterampilan
membaca sehingga membaca menjadi kegiatan yang menyenangkan.
4. Membaca Nyaring
Klasifikasi membaca ditinjau dari terdengar tidaknya suara
pembaca pada waktu membaca dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni
membaca nyaring atau membaca bersuara (oral reading or aloud
reading) serta dalam hati (silent reading). Peneliti hanya
memfokuskan kepada teori membaca nyaring.
Membaca nyaring merupakan proses mengomunikasikan isi
bacaan (dengan nyaring) kepada orang lain. Sebagaimana dijelaskan
dalam Dictionary of Reading dalam Kholid dkk. menyatakan bahwa
oral reading is the process of reading aloud to communicate to
another to anaudience.17
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Dalman bahwa
“membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan mengeluarkan
suara atau kegiatan melafalkan lambang-lambang bunyi bahasa
dengan suara yang cukup keras.”18
Peneliti menyimpulkan dari pendapat para ahli, bahwa
membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan
tulisan yang dibaca sehingga pendengar memahami pesan atau
informasi yang disampaikan oleh pembaca.
16
Suwaryono Wiryodijoyo, Membaca: Strategi Pengantar dan Tekniknya, (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989), h. 3. 17
Kholid Harras, Endah Tri Priyatni, dkk., Membaca I, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2007), h. 2.3. 18
Dalman, Keterampilan Membaca, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2013), h. 63.
15
Tujuan dari membaca nyaring yaitu untuk pengkomunikasian
dari hasil bacaan. Pembaca tidak hanya dituntut untuk membaca
dengan nyaring saja, tetapi juga mampu menyampaikan pesan-pesan
dan makna yang terkandung dalam isi bacaan kepada pendengar.
Kholid dkk. menyatakan bahwa “Tujuan akhir yang
diharapkan dalam membaca nyaring adalah kefasihan (fluency)
mampu mempergunakan ucapan yang tepat, membaca dengan
jelas dan tidak terbata-bata, membaca dengan tidak terus
menerus melihat pada bahan bacaan, membaca dengan
menggunakan intonasi dan lagu yang tepat dan jelas.”19
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh seseorang dalam
membaca nyaring secara umum antara lain:20
a. Harus mengerti makna serta perasaan yang terkandung dalam bahan
bacaan.
b. Harus mempelajari keterampilan menafsirkan lambang-lambang
tertulis, seperti tanda pungtuasi serta tanda-tanda baca lainnya,
misalnya tanda titik, koma, tanya, seru, dan sejenisnya agar
dirinya dapat menyusun kata-kata dengan intonasi yang sesuai
dengan maksud si penulis serta ucapan-ucapan yang disampaikan
terasa hidup.
c. Harus memiliki kecepatan penglihatan mata yang tinggi serta
pandangan mata yang jauh, karena dia harus melihat pada bacaan
untuk memelihara kontak dengan para pendengar.
d. Harus dapat mengelompokkan kata-kata dengan baik dan tepat
agar jelas maknanya bagi para pendengar.
Seseorang dalam melakukan membaca nyaring diperlukan
latihan khusus untuk meningkatkan berbagai perfomansi pembacaan
yang kurang baik. Latihan ini harus dilakukan terus menerus untuk
menghasilkan performansi yang layak. Latihan terhadap aspek-aspek
19
Kholid Harras, dkk., op.cit., h, 2.4 20
Ibid., h. 2.4-2.5
16
berikut secara terus menerus akan dapat meningkatkan keterampilan
membaca nyaring.21
a. Latihan vokal
Setiap pembaca dalam membaca nyaring harus
memperhatikan teknik vokal, atau pelafalan, atau pengucapan
yang tepat sehingga menentukan kualitas suara yang dihasilkan
dalam pembacaan teks. Jika pembaca membaca teks dengan vokal
dan pengucapan yang tepat, maka pendengar akan menyimak apa
yang dibacakan.
b. Variasi latihan vokal
Setiap pembaca harus melatih vokal untuk mengasah
kemampuan yang berkaitan dengan kejelasan artikulasi dengan
cara melakukan latihan vokal lepas, latihan dengan cara membaca
puisi, dan bernyanyi. Usahakan lakukan latihan ini di tempat yang
sejuk dan bebas dari keramaian.
c. Latihan mengatur intonasi
Setiap pembaca berusaha agar suara terdengar merdu, enak
didengar, dan mudah dipahami. Kemerduan ini terkait dengan
intonasi, yaitu keras lembutnya suara, tinggi rendahnya nada, dan
cepat lambatnya pembacaan.
d. Latihan pernafasan
Pembaca dalam membacakan teks seharusnya
mengeluarkan suara dari perut. Suara yang dikeluarkan dari perut
menimbulkan kesan wibawa dan mantap. Gema yang
ditimbulkkan oleh suara dari perut menambah pengaruh kuatnya
bacaan pendengar.
Kefasihan dalam membaca nyaring menuntut pembaca untuk
memiliki tingkat kepercayaan diri (self confident) yang baik. Jika
tingkat kepercayaan diri rapuh, maka akan merasa kesulitan, seperti
21
Ibid., h. 2.7-2.9.
17
gugup dalam membaca.22
Jadi dapat disimpulkan bahwa membaca
nyaring memerlukan tingkat kepercayaan diri yang tinggi agar
pembaca merasa yakin dalam membaca nyaring sehingga pesan yang
disampaikan kepada pendengar sampai.
B. Dongeng
Suroso dalam buku Keterampilan Berbicara karangan Elvi Susanti
menyatakan bahwa
“Dongeng merupakan salah satu bentuk karya sastra yang isinya
cerita khalayan. Dongeng biasanya mengandung pesan moral yang
tinggi dan terungkap melalui karakter atau watak tokoh. Sebab
dongeng berisi cerita yang tidak benar-benar terjadi itu, kemudian
berkembang makna dongeng secara metaforis: berita atau sesuatu
yang lain yang dikatakan orang yang tidak memiliki kebenaran
faktual dianggap sebagai dongeng belaka, atau sebagai cerita
fiktif”23
Adapun berdasarkan teori di atas maka peneliti menyimpulkan
bahwa dongeng termasuk ke dalam jenis karya sastra yang berisi tentang
cerita khayalan dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Pembaca yang
membaca akan mendapatkan pesan moral di dalam ceritanya.
Jenis-jenis dongeng berdasarkan isi cerita terbagi menjadi tujuh
yaitu fabel, mite, legenda, sage, parable, dongeng jenaka, dan wira
carita.24
Peneliti hanya memfokuskan pada teori fabel dalam penelitian
ini.
1. Fabel
Jeanne, Ziba, dkk., dalam bukunya menyatakan pendapatnya
terkait fabel sebagai berikut “A quick generic definition of a fable
is conduct. But ever since Aesop, the fable has been understood more
22
Ibid., h. 2.5. 23
Suroso dalam Elvi Susanti, Keterampilan Berbicara, (Depok: PT RajaGrafindo
Persada, 2018), h. 89-90. 24
Ibid, h. 98-101.
18
specifically as account of animal life, presumed to be fictional, which
serves as an example that teaches about the human social order.”25
Adapun artinya adalah definisi generik cepat dari sebuah dongeng
adalah perilaku, tetapi sejak Aesop, dongeng telah dipahami secara
lebih khusus sebagai kisah kehidupan binatang, yang dianggap bersifat
fiksi, yang berfungsi sebagai contoh yang mengajarkan tentang tatanan
sosial manusia.
Fabel yaitu dongeng tentang kehidupan binatang. Dongeng
tentang kehidupan binatang ini dimaksudkan agar menjadi teladan bagi
kehidupan manusia pada umumnya.26
Fabel adalah cerita yang
menampilkan hewan-hewan sebagai tokoh-tokoh yang dapat berpikir,
bereaksi dan berbicara sebagai manusia. Fabel mengandung unsur
mendidik karena diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengandung
ajaran moral.27
Sebagaimana diungkapkan oleh Dick Hartoto dan B.
Rahmanto dalam Sihabudin, dkk. bahwa:
“Fabel adalah cerita singkat, sering dalam bentuk sajak, bersifat
didaktis bertepatan dengan contoh yang konkret. Binatang dan
tumbuh-tumbuhan ditampilkan sebagai makhluk yang dapat
berpikir, bereaksi, dan berbicara sebagai manusia, diakhiri
dengan sebuah kesimpulan yang mengandung ajaran moral.”28
Selain pendapat tersebut, ada pendapat lain yang sama dengan
itu. Pendapat yang peneliti maksud dikemukakan oleh Burhan
Nurgiyantoro. Burhan menyatakan bahwa:
“Cerita binatang (fables, fabel) adalah salah satu bentuk cerita
tradisional yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita.
Binatang-binatang tersebut dapat berpikir dan berinteraksi
layaknya komunitas manusia, juga dengan permasalahan
hidup layaknya manusia. Mereka dapat berpikir, berlogika,
berperasaan, berbicara, bersikap, bertingkah laku, dan lain-lain
25
Jeanne Dubino, Ziba Rashidian, dkk., Representing The Modern Animal in Culture,
(United States: Palgrave Macmillan, 2015), h.7. 26
Sihabudin, Zumrotul Mukaffa, dkk, Bahasa Indonesia 2 Edisi Pertama, (Surabaya:
Lapis PGMI, 2009), h. 2-14. 27
Zulfahnur Z.F., Teori Sastra, (Tangerang Selatan:Universitas Terbuka, 2016), h. 6.15. 28
Dick Hartoto dan B. Rahmanto dalam Sihabudin, Zumrotul Mukaffa, dkk, Bahasa
Indonesia 2 Edisi Pertama, (Surabaya: Lapis PGMI, 2009), h. 2-14.
19
sebagaimana halnya manusia dengan bahasa manusia. Cerita
binatang seolah-olah tidak berbeda halnya dengan cerita yang
lain, dalam arti cerita dengan tokoh manusia, selain bahwa
cerita itu menampilkan tokoh binatang.”29
Pendapat lain dikemukakan oleh Joseph E. Scalla dalam
bukunya yaitu “A fable uses animal characters to represent people.
The animals behave like people in every respect.”30
Adapun pendapat
tersebut memiliki pengertian bahwa fabel menggunakan karakter dari
binatang untuk mewakili karakter manusia. Binatang-binatang
berperilaku seperti manusia dalam segala hal.
Fabel dapat disimpulkan berdasarkan pendapat-pendapat di
atas adalah cerita tentang kehidupan binatang. Cerita binatang di dalam
fabel dapat berpikir, bereaksi, dan berbicara seperti manusia. Cerita
fabel tidak hanya menghibur tetapi bersifat mendidik, banyak nilai
moral yang dapat dijadikan sebagai pelajaran.
Cerita binatang hadir sebagai personifikasi manusia, baik yang
menyangkut penokohan lengkap dengan karakternya maupun persoalan
hidup yang diungkapkannya. Artinya, manusia dan berbagai persoalan
manusia itu diungkapkan lewat binatang.31
Jadi, tokoh dalam binatang
memiliki karakter seperti manusia sehingga tujuan cerita ini adalah
memberikan pesan-pesan moral.
Fang dalam Burhan menyatakan bahwa ada cerita binatang
yang mirip cerita binatang-binatang di dunia. Misalnya, cerita kancil
berlomba lari dengan siput ditemukan di Jawa, Melayu, India, dan
Eropa. Perbedaannya adalah tokoh binatangnya. Perlombaan lari
tersebut di India diperankan oleh tokoh kura-kura dan burung garuda,
sedangkan di Eropa adalah kura-kura dan kelinci.32
29
Burhan Nurgiyantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2013), h. 190. 30
Joseph E. Scalia, Animal Farms, (United States of America: Research & Education
Association, 1995), h. 12. 31
Ibid., h. 191. 32
Fang dalam Burhan Nurgiyantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013), h. 191.
20
Fabel dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu
kemunculannya, yaitu fabel klasik dan fabel modern. Cerita binatang
klasik dimaksudkan sebagai cerita yang telah ada sejak zaman dahulu,
namun tidak diketahui persis kapan munculnya, yang diwariskan secara
turun menurun terutama lewat sarana lisan. Cerita binatang modern
dimaksudkan sebagai cerita yang muncul dalam waktu yang relatif
belum lama dan sengaja ditulis oleh pengarang tertentu sebagai
ekspresi sastra.33
Peneliti menyimpulkan bahwa cerita binatang klasik
sudah ada sejak zaman dahulu melalui tradisi lisan. Cerita binatang
modern hadir karena pemikiran kreatif penulis dalam karya sastra.
Cerita binatang klasik sudah ada sejak zaman Yunani klasik dan
India kuno, misalnya cerita “Jataka dan Pancatantra”. Cerita tersebut
juga ditemukan di Indonesia dan ditemukan di melayu, Jawa, Sunda,
Toraja, dan lain-lain. Tokoh binatang yang ditampilkan menjadi peran
utama, kecil, lemah, tetapi cerdas sehingga dapat menundukkan
binatang-binatang yang besar dan kuat.34
Fang dalam Burhan menyatakan bahwa ada berbagai cerita
binatang yang menampilkan tokoh kancil di berbagai daerah dan
kemudian mengelompokkannya ke dalam cerita versi Melayu dan Jawa
yang masing-masing terdiri atas sejumlah cerita, serta dari
daerah-daerah lain.35
Cerita kancil versi Melayu yang terkenal adalah
“Hikayat Pelanduk Jenaka”. Cerita tersebut mengisahkan bahwa kancil
memperoleh kekuatan setelah menggosokkan bandannya ke getah
pohon ara. Setelah kancil mendamaikan kambing dengan harimau, ia
menjadi termahsur dan hewan-hewan lain menjadi tunduk kepadanya.
Ada satu hewan yang tidak tunduk dengannya yaitu kera yang meminta
bantuan kepada gajah, singa, dan buaya. Ketiga hewan tersebut
dimatikan oleh kancil.
33
Burhan Nurgiyantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2013), h. 193-194. 34
Ibid., h. 194. 35
Ibid.
21
Kisah kancil juga dikisahkan dalam versi Jawa. Kancil adalah
anak manusia, Dewi Sungkawa, anak seorang pandita yang meninggal
ketika melahirkan. Kancil muncul sebagai tokoh penting dan berjasa,
menjadi hakim. Kancil membebaskan kambing yang akan dimakan
harimau, melerai pertengkaran burung beluk dan burung daris.
Akhirnya, kancil pergi ke Mesir untuk melamar putri Mesir, tetapi
ditangkap dan dibunuh. Jadi, berdasarkan kedua cerita di atas dapat
disimpulkan bahwa cerita kancil adalah cerita yang memiliki banyak
versi dan gaya sesuai dengan kemampuan bercerita masing-masing.
Jumlah cerita fabel modern jauh lebih banyak daripada fabel
klasik karena setiap saat selalu saja bermunculan lewat media massa.
Misalnya, “Kedaulatan Rakyat” selalu menyajikan satu fabel modern
setiap terbit. Tokoh binatangnya juga bervariasi seperti ikan, burung,
binatang hutan, binatang modern, dan lain-lain.36
Peneliti mempunyai contoh cerita yang berbentuk fabel dan
ditulis secara modern. Cerita fabel berjudul “Ikan Tongkol dan Ayam”
karya Asti Damayanti. Fabel ini menceritakan tentang kisah bangsa
ikan tongkol dan bangsa ayam yang berteman baik. Bangsa ayam
mendatangi bangsa ikan tongkol untuk memberitahu akan ada pesta
saat bulan purnama. Ikan tongkol pun bersedia datang dengan syarat
bangsa ayam harus berkokok sebelum fajar menyingsing. Setelah itu,
pesta berlangsung hingga larut malam dan baru tertidur menjelang
pagi. Semua terlambat bangun dan ikan tongkol tidak dapat kembali ke
laut karena sudah mongering. Bangsa ayam meminta maaf kepada ikan
tongkol, tetapi tidak dimaafkan. Persahabatan ayam dan ikan tongkol
menjadi sebuah permusuhan.
36
Ibid., h. 196.
22
C. Penelitian yang Relevan
1. Yesica Avila, “Kemampuan Menulis Teks Fabel dengan
Menggunakan Media Gambar Berseri Siswa kelas VIII MTS Kuranji
Padang”. Skripsi Tahun 2017 Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) Sumatera Barat Padang. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan kemampuan menulis fabel dengan menggunakan
media gambar berseri siswa kelas VIII MTSN Kuranji Padang. hasil
penelitian, secara keseluruhan kemampuan menulis teks fabel dengan
menggunakan media gambar berseri siswa kelas VIII MTSN Kuranji
Padang tergolong baik (B) dengan rata-rata hitung 81,75 yang berada
pada rentangan 76-85%.37
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh
Yesica Avilia dengan penelitian ini adalah sama-sama memakai cerita
fabel sebagai objek penelitian. Adapun perbedaan penelitian Yesica
Avila dengan skripsi ini adalah:
a. Penelitian Yesica Avila dilakukan pada tahun 2017, sedangkan
penelitian ini dilakukan tahun 2018.
b. Metode penelitian yang digunakan oleh Yesica Avila yaitu dengan
metode kuantitatif, sedangkan pada penelitian ini menggunakan
metode kualitatif.
c. Objek yang dikaji dalam penelitian Yesica Avila adalah kemampuan
menulis fabel, sedangkan pada penelitian ini adalah keterampilan
membaca nyaring dengan memanfaatkan cerita fabel.
2. Roisah Amilina, “Pembelajaran Membaca Teks Cerita Moral/Fabel
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 10 Malang”. Skripsi Tahun 2015
Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang.
37
Yesica Avilia, Kemampuan Menulis Teks Fabel dengan Menggunakan Media Gambar
Berseri Siswa kelas VIII MTS Kuranji Padang, (Sumatera Barat: Sekolah Tinggi Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (STKIP), 2017), jim.stkip-pgri-sumbar.ac.id/jurnal/download/2405, diunduh
pada tanggal 2 Desember 2018, pkl 13.15.
23
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan
pembelajaran membaca teks cerita moral/fabel di kelas VIII SMP
Negeri 10 Malang. Deskripsi pelaksanaan pembelajaran tersebut
dijabarkan mulai dari penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran membaca teks cerita
moral atau fabel yang dilaksanakan oleh guru dan siswa kelas VIII B
SMP Negeri 10 Malang. Hasil penelitian ini adalah deskripsi tentang:
(1) komponen-komponen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP);
pelaksanaan pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup; dan (3) penilaian pembelajaran
yang terdiri atas penilaian proses dan penilaian hasil.38
Persamaan
penelitian Roisah Amilina dengan penelitian ini adalah sama-sama
memanfaatkan cerita fabel dalam objek penelitian.Adapun perbedaan
penelitian Roisah Amilina dengan penelitian ini adalah:
a. Penelitian Roisah Amilina dilakukan tahun 2015, sedangkan
penelitian ini dilakukan tahun 2018.
b. Penelitian Roisah Amilina memfokuskan penelitiannya terhadap
pembelajaran membaca teks fabel, sedangkan penelitian ini
tentang keterampilan membaca nyaring dengan memanfaatkan
cerita fabel pada siswa kelas VIII.
c. Hasil penelitian Roisah Amilina lebih mendeskripsikan guru
Bahasa Indonesia, sedangkan hasil penelitian ini lebih difokuskan
kepada hasil keterampilan membaca nyaring dengan
memangaatkan cerita fabel di kelas VIII.
38
Roisah Amilina, Pembelajaran Membaca Teks Cerita Moral/Fabel Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 10 Malang, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2015), karya-ilmiah.um.ac.id ›
Halaman Awal › 2015 › Amilina, diunduh pada 2 Desember 2018, pkl. 13.20.
24
3. Atikah Nurul Asdah, “Kemampuan Membaca Memahami Teks Cerita
Fabel (Moral) Siswa Kelas IX Smp Negeri 1 Makassar”. Skripsi
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan
Sastra, Universitas Negeri Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk:
(1) mendeskripsikan kemampuan memamahami struktur isi teks cerita
fabel (moral) siswa Kelas IX Tahun Ajaran 2017/2018 SMP Negeri 1
Makassar dan (2) mendeskripsikan kemampuan memahami ciri
bahasa teks cerita fable (moral) Siswa Kelas IX Tahun Ajaran
2017/2018 SMP Negeri 1 Makassar. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sampel yang memperoleh nilai 76 ke atas berjumlah 12
(32,43%). Sebaliknya, siswa sampel yang memperoleh nilai di bawah
76 berjumlah 25 (67,57%) siswa. Dengan demikian, disimpulkan
bahwa siswa SMP Negeri 1 Makassar belum mampu memahami teks
cerita fabel (moral). Persamaan penelitian Atikah Nurul Asdah dengan
penelitian ini adalah sama-sama menjadikan cerita fabel sebagai objek
penelitian.39
Adapun perbedaan penelitian Atikah Nurul Asdah
dengan penelitian ini adalah:
a. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian Atikah Nurul
Asdah yaitu metode kuantitatif, sedangkan pada penelitian ini
yaitu metode kualitatif.
b. Penelitian Atikah Nurul Asdah memfokuskan keterampilan
membaca pemahaman, sedangkan pada penelitian ini yaitu
membaca nyaring.
c. Hasil penelitian Atikah Nurul Asdah menunjukkan bahwa sampel
yang memperoleh nilai 76 ke atas berjumlah 12 (32,43%).
Sebaliknya, siswa sampel yang memperoleh nilai di bawah 76
berjumlah 25 (67,57%) siswa. Dengan demikian, disimpulkan
bahwa siswa SMP Negeri 1 Makassar belum mampu memahami
teks cerita fabel (moral), sedangkan hasil dari penelitian ini yaitu
39 Atikah Nurul Asdah, Kemampuan Membaca Memahami Teks Cerita Fabel (Moral)
Siswa Kelas IX Smp Negeri 1 Makassar, (Makassar: Universitas Negeri Makassar, 2018),
http://eprints.unm.ac.id/8632/, diunduh pada 2 Desember 2018, pkl. 13.25
25
keterampilan membaca nyaring siswa dengan memanfaatkan cerita
fabel termasuk ke dalam kualifikasi baik. Hal ini dibuktikan
dengan nilai siswa pada rentang nilai (80-100) yang mencapai 12
orang atau 44%, sementara sisanya ialah tergolong baik dengan
kisaran nilai (66-79) yang berjumlah 8 orang atau 30% dan kategori
cukup dengan kisaran nilai (56-65) sebanyak 4 orang atau 15%.
Adapun terdapat siswa yang masih kurang dengan rentang nilai
(46-55) sebanyak 2 atau 7% dan sangat kurang dengan rentang nilai
≤45 sebanyak 1 orang atau 4%.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 13 Tangerang Selatan
dengan siswa berjumlah 37 orang. Sekolah ini beralamatkan di Jalan
Beruang II Peladen Pondok Ranji, Ciputat Timur. Peneliti mengajukan
proposal skripsi pada 23 Maret 2018 dan selesai penulisan skripsi pada 9
Desember 2018. Peneliti mengambil data rekaman membaca nyaring
dengan memanfaatkan cerita fabel pada tanggal 2-11 Mei 2018.
B. Metode Penelitian
Skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Cerita Fabel dalam
Keterampilan Membaca Nyaring Siswa Kelas VIII SMPN 13 Tangerang
Selatan Tahun Pelajaran 2017/2018” menggunakan metode penelitian
kualitatif deskriptif. Sebagaimana langkah-langkah dalam metode
kualitatif, maka peneliti memperkuat pilihan metode tersebut dengan
beberapa pendapat pakar metodologi.
Deddy Mulyana menyatakan bahwa “metodologi adalah proses,
prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan
mencari jawaban. Metodologi juga dapat diartikan sebagai suatu
pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.”1
Jadi, peneliti
menyimpulkan bahwa metodologi adalah sebuah langkah-langkah dalam
penelitian untuk mengkaji objek penelitian.
Bogdan dan Tylor dalam S. Margono memberikan pendapat
“penelitian kualitatif adalah proses penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
1 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 145.
28
perilaku yang dapat diamati.”2 Penelitian kualitatif bersifat deskriptif
karena data yang diperoleh berupa kata-kata, gambar, perilaku tidak
dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik.3
Adapun, pendapat di atas diperkuat oleh Strauss dan Corbin dalam
Syamsuddin yang menyatakan bahwa “Penelitian kualitatif juga bisa
dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak
diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.”4 Data
yang dihasilkan dari penelitian kualitatif memungkinkan untuk dianalisis
melalui suatu penghitungan. Peneliti menyimpulkan bahwa metode
kualitatif deskriptif adalah langkah-langkah dalam proses penelitian yang
menghasilkan data berupa kata-kata yang dideskripsikan dan bukan
berupa angka atau bilangan.
C. Sumber Data dan Fokus Penelitian
Sumber data pada penelitian skripsi ini adalah sumber primer yaitu
sumber yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Peneliti
memperoleh sumber data dari kumpulan cerita fabel nusantara karya Dini
Utami tahun 2017, yaitu fabel yang berjudul “Hati Kepodang Emas”.
Fokus penelitian pada skripsi ini adalah keterampilan membaca
nyaring dengan memanfaatkan cerita fabel siswa kelas VIII SMPN 13
Tangerang Selatan yang berjumlah 37 orang. Peneliti hanya
memfokuskan kepada 27 orang siswa dikarenakan 10 orang lainnya tidak
memiliki data rekaman. Keterampilan membaca yang dinilai yaitu,
keterampilan membaca nyaring dengan memanfaatkan cerita fabel.
2 Bogdan dan Tylor dalam S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), h. 36. 3 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 39
4 Strauss dan Corbin dalam Syamsuddin A.R. dan Vismaia S. Damaianti, Metode
Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 73.
29
D. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas VIII-4 di SMPN 13
Tangerang Selatan yang berjumlah 27 orang. Peneliti memilih kelas
VIII-4 sebagai subjek penelitian karena kelas tersebut memiliki
keanekaragaman siswa dalam aspek keterampilan membaca nyaring.
Objek dari penelitian ini adalah keterampilan membaca nyaring dengan
memanfaatkan cerita fabel berjudul “Hati Kepodang Emas”.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik kondisi yang alami, sumber data primer, dan
lebih banyak pada teknik observasi yang berperan serta, wawancara
mendalam, dan dokumentasi.5 Peneliti melakukan teknik pengumpulan
data dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi.
1. Wawancara
Pada penelitian skripsi ini, peneliti melakukan wawancara
kepada guru Bahasa Indonesia kelas VII terkait dengan keterampilan
membaca nyaring peserta didik kelas VIII pada saat mereka berada di
kelas VII. Wawancara ini dilakukan sebelum mengambil data.
Wawancara ini juga berguna sebagai pedoman peneliti dalam
melakukan pengambilan data. Hasil dari wawancara ini yaitu
keterampilan membaca nyaring peserta didik pada waktu itu, yaitu
beranekaragam. Peserta didik ada yang sudah dapat membaca nyaring
dengan baik, ada yang masih kurang lancar. Sebagaimana wawancara
yang dilakukan peneliti, maka peneliti memperkuat dengan pendapat
pakar penelitian. Adapun jumlah pertanyaan yang dipakai dalam
wawancara kepada guru bahasa Indonesia tersebut yakni 8 butir.
Mardalis menyatakan bahwa wawancara adalah teknik
pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan
5 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshui, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), h. 164.
30
keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap.6 Pendapat yang
sama juga dikemukakan oleh Emzir dalam bukunya bahwa
“Wawancara terdiri atas sejumlah pertanyaan yang dipersiapkan oleh
peneliti dan diajukan kepada seseorang mengenai topik penelitian
secara tatap muka, dan peneliti merekam jawaban-jawabannya
sendiri”.7 Wawancara dilakukan sebagai studi pendahuluan untuk
menemukan masalah yang harus diteliti. Burhan Bungin juga
menyatakan bahwa wawancara yang dilakukan dalam penelitian
adalah wawancara tak berstruktur.8
Jadi, peneliti menyimpulkan
bahwa wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara
bercakap-cakap dengan narasumber untuk memperoleh informasi
terkait dengan masalah yang diteliti. Peneliti tidak memerlukan
pedoman wawancara yang tersusun lengkap dan sistematis dalam
proses wawancara karena menggunakan teknik wawancara yang tak
berstruktur.
2. Observasi
Teknik pengumpulan data selanjutnya adalah observasi.
Observasi yang dilakukan oleh peneliti pada penelitian skripsi ini
adalah peneliti mengamati keterampilan membaca fabel yang
dilakukan di lingkungan sekolah sesuai dengan tempat yang memberi
kenyamanan peserta didik. Peneliti memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk membacakan fabel yang berjudul “Hati Kepodang
Emas”. Peneliti mengamati pembacaan fabel yang dibacakan oleh
peserta didik dengan intensitas penuh.
Sebagaimana observasi yang dilakukan, peneliti memperkuat
dengan teori dari Sari Wahyuni dalam bukunya “Observation is the
6 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2006), h. 64. 7 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2011), h. 49-50. 8 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2007), h. 134.
31
selection and recording behaviors of people in their environment.”9
Adapun artinya adalah observasi adalah pemilihan dan pencatatan
perilaku orang dalam linkungan.
Pendapat yang lain juga dikemukakan oleh seorang ahli
“Metode observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik
pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan
mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku,
kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan.”10
Metode observasi melibatkan dua komponen, yaitu pelaku observasi
(disebut sebagai observer), dan objek yang diobservasi (disebut
sebagai observee).11
Jadi, dapat disimpulkan bahwa observasi adalah
kegiatan pengamatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian.
3. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data yang terakhir adalah dokumentasi.
Peneliti melakukan pengambilan dokumentasi keterampilan membaca
fabel peserta didik dengan cara melakukan proses merekam suara.
Peneliti menggunakan perekam suara di telepon genggam saat
melakukan pengamatan. Hal ini berguna agar peneliti dapat
memutar ulang rekaman yang telah direkam saat melakukan proses
analisis data.
Sebagaimana hal yang dilakukan oleh peneliti. Peneliti
memperkuat dengan teori. “Dokumen adalah catatan peristiwa yang
sudah berlalu.”12
9 Sari Wahyuni, Qualitative Research Method, (Jakarta: Salemba Empat, 2012), h. 21.
10 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 165. 11
Sukandarrumidi dan Haryanto, Dasar-dasar Penulisan Proposal Penelitian,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), h. 35. 12
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2011), h. 240.
32
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian
ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Peneliti melakukan
langkah-langkah dalam menganalisis data.
1. Peneliti memutar ulang rekaman keterampilan membaca nyaring
siswa kelas VIII-4 dari telepon genggam.
2. Peneliti mendengarkan dan menyimak rekaman dengan penuh
perhatian.
3. Peneliti memberikan skor keterampilan membaca fabel tersebut
dengan berpedoman kepada instrumen penilaian keterampilan
membaca nyaring yang merujuk kepada teori Kholid Harras dan
keterampilan membaca fabel berdasarkan teori Burhan Nurgiyantoro.
4. Peneliti merekap data penilaian yang diperoleh peserta didik untuk
setiap aspek yang diteliti.
5. Peneliti menjumlahkan nilai untuk mendapatkan rata-ratanya.
6. Peneliti memberikan kualifikasi nilai menurut teori Anas Sudijono.13
Tabel 3
Tabel Kualifikasi Nilai Menurut Anas Sudijono (2011:35)
No. Kualifikasi Skor
1. Sangat Baik 80-100
2. Baik 66-79
3. Cukup Baik 56-65
4. Kurang 46-55
5. Sangat Kurang ≤ 45
13
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2011), h. 35.
33
G. Instrumen Penelitian
Tabel 3.1
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring14
No. Aspek Indikator
Skor
1 2 3 4
2. Lafal Sangat Baik: Setiap kata yang
diucapkan oleh peserta didik dalam
membaca fabel sangat jelas dan tepat.
Baik: Setiap kata yang diucapkan
oleh peserta didik dalam membaca
fabel jelas dan tepat.
Cukup Baik: Setiap kata yang
diucapkan oleh peserta didik dalam
membaca fabel cukup jelas dan tepat.
Kurang Baik: Setiap kata yang
diucapkan oleh peserta didik dalam
membaca fabel kurang jelas dan
tepat.
3. Kelancaran Sangat Baik: Peserta didik
membaca cerita fabel dengan sangat
lancar.
Baik: Peserta didik membaca cerita
fabel dengan lancar.
Cukup Baik: Peserta didik membaca
cerita fabel dengan cukup lancar.
Kurang Baik: Peserta didik
membaca cerita fabel dengan kurang
14
Kholid Harras, Endah Tri Priyatni, dkk., Membaca I, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2007), h. 2.14.
34
lancar.
4. Emosi Sangat Baik: Emosi yang
diekspresikan oleh peserta didik
sangat sesuai dengan isi fabel.
Baik: Emosi yang diekspresikan oleh
peserta didik sesuai dengan isi fabel.
Cukup Baik: Emosi yang
diekspresikan oleh peserta didik
cukup sesuai dengan isi fabel.
Kurang Baik: Emosi yang
diekspresikan oleh peserta didik
kurang sesuai dengan isi fabel.
5. Pernapasan Sangat Baik: Pernapasan sudah
diatur dengan sangat baik, tidak
terlihat terengah-engah.
Baik: Pernapasan sudah diatur
dengan baik, tidak terlihat
terengah-engah.
Cukup Baik: Pernapasan sudah
diatur dengan cukup baik, sedikit
terlihat terengah-engah.
Kurang Baik: Pernapasan tidak
diatur dengan baik, sangat terlihat
terengah-engah.
Jumlah Skor :
Nilai :
Error! Reference source not found.
*dikutip dari teori Kholid Harras
Kriteria Penilaian
1: Kurang
2: Cukup
35
3: Baik
4: Sangat Baik
Tabel 3.2
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel15
No. Aspek yang dinilai Indikator Skor
1. Pemahaman isi cerita Sangat Baik: Peserta
didik dalam membaca
cerita fabel sangat
memahami isi ceritanya.
Baik: Peserta didik dalam
membaca cerita fabel
memahami isi ceritanya.
Cukup Baik: Peserta
didik dalam membaca
cerita fabel cukup
memahami isi ceritanya.
Kurang Baik: Peserta
didik dalam membaca
cerita fabel kurang
memahami isi ceritanya.
1 2 3 4
2. Keruntutan
pengungkapan isi cerita
Sangat Baik: Peserta
didik dalam membaca
cerita fabel sangat
memperhatikan keruntutan
pengungkapan isi cerita.
Baik: Peserta didik dalam
membaca cerita fabel
memperhatikan keruntutan
pengungkapan isi cerita.
15
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2015), h. 69.
36
Cukup Baik: Peserta
didik dalam membaca
cerita fabel cukup
memperhatikan keruntutan
pengungkapan isi cerita.
Kurang Baik: Peserta
didik dalam membaca
cerita fabel kurang
memperhatikan keruntutan
pengungkapan isi cerita.
3. Kelancaran dan
kewajaran
pengungkapan
Sangat Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel sangat lancar dan
mengungkapkan setiap
kata dengan wajar.
Baik: Peserta didik dalam
membaca fabel lancar dan
mengungkapkan setiap
kata dengan wajar.
Cukup Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel cukup lancar dan
mengungkapkan setiap
kata dengan sedikit tidak
wajar.
Kurang Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel kurang lancar dan
mengungkapkan setiap
kata dengan tidak wajar.
37
4. Ketepatan diksi Sangat Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel sangat
memperhatikan ketepatan
diksi.
Baik: Peserta didik dalam
membaca fabel
memperhatikan ketepatan
diksi.
Cukup Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel cukup
memperhatikan ketepatan
diksi.
Kurang Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel kurang
memperhatikan ketepatan
diksi.
5. Ketepatan struktur
kalimat
Sangat Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel sangat
memperhatikan ketepatan
stuktur kalimat.
Baik: Peserta didik dalam
membaca fabel
memperhatikan ketepatan
struktur kalimat.
Cukup Baik: Peserta
38
didik dalam membaca
fabel cukup
memperhatikan ketepatan
struktur kalimat.
Kurang Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel kurang
memperhatikan ketepatan
struktur kalimat.
Jumlah Skor :
Nilai :
Error! Reference source not found.
*dikutip dari teori Burhan Nurgiyantoro
Kriteria Penilaian
1: Kurang
2: Cukup
3: Baik
4: Sangat Baik
Pada tabel 2 peneliti hanya menilai aspek nomor 1-3 karena
peneliti memiliki kesimpulan bahwa pada aspek 1-3 sangat sesuai dengan
kriteria keterampilan membaca fabel.
Berdasarkan data yang telah peneliti analisis, maka untuk
mengetahui keterampilan membaca fabel siswa kelas VIII SMPN 13
Tangerang Selatan, dihitung dengan rumus
Error! Reference source not found.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Sekolah
SMPN 13 Kota Tangerang Selatan merupakan sekolah yang
beralamatkan di jalan Beruang II Peladen Pondok Ranji, Ciputat Timur
Tangerang Selatan. Sekolah ini berada di antara kawasan komplek dan
perkampungan sekitar Bintaro dan Peladen. Sekolah menengah pertama
yang berada di daerah ini terbilang standar untuk kelompok penduduk
menengah atas, namun untuk kelompok perekonomian lebih rendah ini
terlalu tinggi. Oleh sebab itu, perkembangan penduduk cukup signifikan
di daerah Peladen, maka didirikanlah SMP Negeri 13 Kota Tangerang
Selatan.
SMP Negeri 13 ini dulu bernama SMP Negeri 5 Ciputat
Kabupaten Tangerang, bersamaan dengan pemekaran daerah tingkat II
yaitu pemekaran Kabupaten Tangerang menjadi Kota Tangerang Selatan
maka urutan sekolah pun berubah yang asalnya berdasarkan kecamatan
menjadi Kota Tangerang Selatan. SMP Negeri 5 Ciputat berganti nama
menjadi SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan karena hal tersebut.
Sekolah ini berdiri pada tahun 1995, yang dipimpin oleh Dra. Ade
Halimatussa’diyah yang saat itu merangkap sebagai kepala sekolah SMP
Negeri 2 Ciputat. Para pelaksana harian atau guru-guru SMP Negeri 13
pada awal berdirinya sekolah adalah Bapak Drs. Hj. Nindin Komarudin
M.Pd. yang sekarang menjabat sebagai kepala SMPN 11, kemudian Drs.
Antasa yang menjabat pada tahun pelajaran 1995/1996 sampai dengan
tahun 2002/2003. Pada tahun 1995 sampai dengan 2002 guru-guru yang
mengajar di SMP Negeri 13 umumnya adalah guru honor dengan jumlah
yang terbatas. Kepemimpinan sekolah sebelum tahun 2002 pun belum
39
tetap, mulai tahun 2002 sekolah dipimpin oleh Bapak Siduk
Kurnain, S.Pd. selama tahun pelajaran 2002/2003.
Pada tahun pelajaran 2003/2004 sampai dengan 2006/2007
dipimpin oleh Dra. Hj. Erly Wijayanti, setelah itu pada tahun pelajaran
2007/2008 sampai dengan 2008/2009 dipimpin oleh Bapak Maryono, S.E.
yang sekarang menjabat sebagai kepala SMP Negeri 3, dan pada tahun
2009 sampai sekarang SMP Negeri 13 dipimpin oleh Bapak Rohman,
M.Pd.
Pada awal pendiriannya, SMP Negeri 13 hanya memiliki 4 ruang
kelas dengan rincian 1 kelas untuk kelas 7, 1 kelas untuk kelas 8, dan 2
kelas untuk kelas 9, dengan jumlah siswa 30 orang per kelas. Kemudian
pada tahun 2003 sampai dengan 2005 SMP Negeri 13 mendapat RKB
(ruang kelas baru) sejumlah 2 ruang, dan kemudian tambahan 6 ruang lagi
masih di tahun yang sama, sehingga ruang kelas menjadi 12 kelas. Jumlah
siswa pun semakin meningkat hingga 400 orang dengan rincian
rombongan belajarnya yaitu kelas 7 terdiri dari 5 kelas, kelas 8 terdiri dari
4 kelas dan kelas 9 terdiri dari 3 kelas dengan jumlah siswa rata-rata 40
orang per kelas.
Pada tahun 2007-2009 sekolah mendapat RKB (ruang kelas baru)
sebanyak 6 ruang, siswa mulai bertambah, di mana setiap tingkatan kelas
(kelas 7, 8, dan 9) terdiri dari 8 rombongan belajar. Total rombongan
belajar saat 2009 sampai dengan 2017 berjumlah 24 rombel, sementara
ruang kelas yang ada hanya 18 menyebabkan sistem KBM (kegiatan
belajar mengajar) selalu 2 gelombang, dimana gelombang pagi digunakan
untuk belajar kelas 8 dan 9, kemudian gelombang siang untuk belajar
kelas 7.
Pada tahun 2017 sekolah mendapat RKB (ruang kelas baru)
sebanyak 4 ruang sehingga pada awal tahun 2017 sistem KBM
(kegiatan belajar mengajar) mulai terjadi satu gelombang dengan total
rombel berjumlah 24 rombel. Pada tahun 2018 jumlah rombel menjadi 25
rombel.
40
Pada awalnya SMP Negeri 13 ini berstatus sebagai sekolah biasa,
kemudian pada tahun ajaran 2007/2008 berubah menjadi RSN (Rintisan
Sekolah Standar Nasional) dan kemudian pada tahun 2009 sampai
sekarang berubah menjadi SSN (Sekolah Standar Nasional). Status
sekolah ini dulunya berakreditasi Tipe “B” karena memiliki jumah
rombongan belajar diantara 16-25 rombongan belajar. Namun sekarang
sudah berakreditasi “A”.
Adapun yang menjadi cita-cita sekolah untuk kedepannya adalah
meningkatkan kualitas tenaga pendidik dengan berbagai macam pelatihan
atau pertemuan rutin, mencari mitra sekolah yang bersinergi, bukan hanya
merek yang membawa nama saja, dan menjadi sekolah yang memiliki
siswa yang berminat baca tinggi
B. Pembahasan
Jumlah siswa kelas VIII-4 adalah 37 orang. Peneliti hanya
mengambil data sebanyak 27 orang. Hal ini disebabkan karena 10 orang
lainnya tidak ada dokumen data rekamannya sehingga peneliti tidak dapat
memutar secara berulang-ulang untuk didengarkan dengan penuh
perhatian. Data penelitian yang ada selanjutnya akan didengarkan secara
berulang-ulang dan diteliti sesuai dengan tabel keterampilan membaca
nyaring dan keterampilan membaca fabel. Peneliti kemudian
mendeskripsikan tabel yang telah diteliti menggunakan kata-kata.
1. Analisis Data
a. Nama Siswa: Adelia Mardiyanti
Tabel 4.1.1
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
41
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 17
Nilai :
Error! Reference source not found. Error! Reference
source not found.
Tabel 4.2.1
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor :
Nilai :
Error! Reference source not found. Error! Reference
source not found.
NA= Error! Reference source not found.
Berdasarkan hasil penilaian keterampilan membaca nyaring
diperoleh nilai 85 dan penilaian keterampilan membaca fabel diperoleh
nilai 83. Nilai akhir dari kedua tabel tersebut yaitu 84 dan termasuk ke
dalam kualifikasi sangat baik. Nilai tersebut dapat diuraikan dengan aspek
penilaian yang digunakan sesuai dengan indikator.
42
Penilaian pertama yang dinilai adalah keterampilan membaca
nyaring. Keterampilan membaca nyaring termasuk kualifikasi sangat baik.
Aspek pertama yang dinilai adalah intonasi. Pembacaan cerita fabel
memperhatikan tinggi rendahnya suara, keras lembutnya suara, cepat
lambatnya pembacaan sesuai dengan isi dan suasana yang digambarkan
dalam fabel. Berdasarkan hal tersebutlah keterampilan membaca nyaring
siswa sudah sesuai dengan intrumen penilaian sehingga peneliti
memberikan skor 3.
Aspek kedua yang dinilai yaitu lafal. Siswa dalam melakukan
pelafalan membaca nyaring sudah sangat baik. Pelafalan yang diucapkan
dalam membaca nyaring sangat jelas dari awal hingga akhir dan juga
sangat tepat sesuai dengan teks yang ada. Akan tetapi, pada menit ke
03.51 pada paragraf 11 terdapat kesalahan pelafalan yakni “ Raja lalu
mengumumkan bahwa ia menyambut semua jenis burung datang dan
tinggal dengan ramai di taman yang megah itu.” Kata ramai seharusnya
dilafalkan damai. Kesalahan pelafalan ini mengakibatkan makna dalam
teks berubah. Berdasarkan kriteria tersebut, maka peneliti memberikan
skor 4.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa dalam
membacakan cerita fabel “Hati Kepodang Emas” mendapatkan skor 4.
Hal ini dikarenakan pembacaan fabel sangat lancar dan tidak terbata-bata
dari awal hingga akhir. Oleh karena itu, termasuk ke dalam kualifikasi
sangat baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa memperhatikan
emosi saat membaca fabel. Siswa juga mampu mengekspresikan emosi
dalam dirinya sesuai dengan isi dan suasana cerita fabel. Peneliti
memberikan skor 3, dan termasuk ke dalam kualifikasi baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Siswa mengatur
napas dengan baik sehingga tidak terlihat terengah-engah dan kelelahan
dalam membaca. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti memberikan
skor 3.
43
Penilaian kedua yaitu berdasarkan keterampilan membaca fabel.
Penilaian ini berdasarkan aspek-aspek yang dinilai sesuai dengan
indikator yang ada. Aspek pertama yang dinilai yaitu pemahaman isi
cerita. Siswa dalam membaca fabel terlihat memahami isi cerita. Hal
tersebut termasuk ke dalam kualifikasi baik, sehingga peneliti
memberikan skor 3.
Aspek penilaian kedua yaitu keruntutan pengungkapan isi cerita.
Siswa mendapatkan skor 3 karena dalam membaca, mampu
memperhatikan keruntutan pengungkapan isi cerita. Paragraf di dalam
teks tidak ada yang terlewat dalam membaca. Oleh karena itu, termasuk
ke dalam kualifikasi baik.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran dalam
pengungkapan. Siswa dalam membaca fabel sangat lancar. Pengungkapan
yang dilafalkan dalam membaca juga sangat wajar, tidak ada kata-kata
yang dilafalkan secara berlebihan. Peneliti memberikan skor 4 dan
termasuk ke dalam kualifikasi sangat baik.
Kelebihan Adelia Mardiyanti dalam keterampilan membaca fabel
terletak pada lafal yang diucapkan dan kelancaran membaca. Akan tetapi,
dari segi pelafalan ada satu kata yang tidak diucapkan dengan tepat.
b. Nama Siswa: Adinda Mahardika
Tabel 4.1.2
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
44
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 17
Nilai :
3
25skorJumlah 85
5
425
5
2517
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.2
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 8
Nilai :
3
25skorJumlah 66
3
200
3
258
NA= Error! Reference source not found.
765,752
151
2
6685
Berdasarkan tabel di atas, hasil keterampilan membaca fabel
diperoleh nilai 76 dan termasuk kualifikasi baik. Nilai tersebut dapat
diuraikan berdasarkan aspek penilaian pada kedua tabel. Nilai yang
didapat pada tabel 4.1.2 yaitu 85 dan pada tabel 4.2.2 yaitu 66.
Penilaian pertama yang dilakukan yakni berdasarkan aspek-aspek
penilaian keterampilan membaca nyaring pada tabel 4.1.2. Aspek pertama,
penilaian berdasarkan intonasi. Siswa sangat memperhatikan tinggi
rendahnya suara dan keras lembutnya suara. Kekurangannya hanya satu,
45
membaca fabel sedikit terlalu cepat, tetapi secara keseluruhan sangat baik
karena sangat sesuai dengan suasana yang digambarkan dalam fabel.
Peneliti memberikan skor 4.
Aspek kedua yang dinilai adalah pelafalan. Peneliti memberikan
nilai 4 sesuai dengan indikator yang dicapai. Siswa sudah sangat baik
dalam melafalkan kata-kata saat membaca. Pelafalan yang diucapkan
sangat jelas, tetapi ada beberapa kata yang kurang tepat diucapkan.
Ketidaktepatan dalam pelafalan ini terjadi karena siswa sedikit
terburu-buru dalam membaca. Berikut ini beberapa kesalahan pelafalan
yang dilakukan oleh siswa dalam proses membaca.
“Setelah mengeluarkan titah resmi, seluruh pendujuk kerajaan
langsung sibuk menjalankan perintah Raja.” (menit ke 01:57,
paragraf 8). Kata pendujuk seharusnya dilafalkan menjadi
penduduk.
“Mari kita pergi, aku sangat penasaran semegah apakah teman
itu.” (menit ke 03:59, paragraf 15). Kata teman seharusnya
dilafalkan menjadi taman.
“Pergilah angsa liar, cepat … cepat! Pemburu itu sedang berjalan
mendekati danau.” kata burung Kepodang Emas Jantai.(menit
05:38, paragraf 24). Kata jantai seharusnya dilafalkan menjadi
jantan.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa sebenarnya
cukup lancar dalam membaca. Kekurangannya adalah terlalu terburu-buru
dalam membaca sehingga banyak kata-kata yang diucapkan tidak tepat
bahkan menjadi berubah maknanya karena tidak sesuai dengan teks.
Berdasarkan kriteria tersebut, peneliti memberikan skor 2.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Peneliti memberikan
skor 4 pada aspek ini. Siswa sangat mendalami emosi saat membaca
cerita. Hal ini terlihat dari perubahan emosi di setiap suasana dalam
peristiwa yang terjadi. Siswa sangat mampu menempatkan emosinya
sesuai dengan isi cerita.
46
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Siswa mengatur
pernapasan dengan baik meskipun sedikit cepat dalam membaca.
Pengaturan napas tersebut menyebabkan dalam membaca tidak terlihat
kehabisan napas dan kelelahan. Oleh karena itu, peneliti memberikan skor
3 dengan kualifikasi baik.
Penilaian kedua yang dilakukan berdasarkan tabel 4.2.2 yaitu
keterampilan membaca fabel berdasarkan aspek penilaian sesuai dengan
indikator yang ada. Aspek pertama, yaitu penilaian berdasarkan
pemahaman isi cerita. Siswa paham dengan isi cerita fabel yang dibaca.
Peneliti memberikan skor 3.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Siswa mendapatkan skor 3. Hal ini dikarenakan, dalam membaca
fabel tidak ada paragraf yang terlewat. Membaca fabel secara urut sesuai
dengan isi teks. Aspek ketiga adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa cukup lancar dalam membaca fabel meskipun,
banyak kata-kata yang tidak sesuai karena sedikit cepat dalam membaca.
Pengungkapan kata-kata dalam membaca cukup wajar, tidak ada kata-kata
yang diucapkan secara berlebihan. Oleh karena itu skor yang didapat 2.
Adinda Mahardika menunjukkan kelebihan dalam keterampilan
membaca fabel yakni sangat memperhatikan intonasi dan emosi. Akan
tetapi, kekurangannya terdapat pada kelancaran membaca yang sedikit
kurang lancar karena membaca sedikit cepat.
c. Angel Nur Hidayat
Tabel 4.1.3
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
47
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 17
Nilai:
3
25skorJumlah 85
5
425
5
2517
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.3
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 10
Nilai :
3
25skorJumlah 83
3
250
3
2510
NA= Error! Reference source not found.
842
188
2
8385
Hasil penilaian keterampilan membaca fabel didapat dari tabel
4.1.3 dan 4.2.3. Siswa memperoleh nilai 84 dengan kualifikasi sangat
baik. Peneliti menilai berdasarkan aspek dari setiap tabel dan didasarkan
dengan indikator-indikator yang ada. Siswa mendapat nilai 85 pada tabel
4.1.3 dan nilai 83 pada tabel 4.2.3.
48
Penilaian pertama adalah penilaian keterampilan membaca
nyaring. Penilaian ini memiliki lima aspek yang berpedoman kepada
indikator-indikator yang ada. Aspek pertama yang dinilai adalah intonasi.
Siswa memperoleh skor 4 dengan kualifikasi sangat baik. Adapun
indikator yang dicapai oleh siswa yakni siswa mampu memperhatikan
tinggi rendahnya suara dan keras lembutnya pembacaan. Selain itu, cepat
lambatnya pembacaan juga sangat diperhatikan sesuai dengan isi dan
suasana yang digambarkan di dalam cerita.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Peneliti memberikan skor 3
dengan kualifikasi baik. Indikator yang dicapai pada aspek ini yaitu siswa
mampu memperhatikan pelafalan saat membaca dengan menggunakan
artikulasi yang jelas. Selain itu, siswa juga memperhatikan ketepatan kata
yang dilafalkan, meskipun ada beberapa kata yang dilafalkan kurang
tepat. Berikut ini adalah kata-kata yang dilafalkan kurang tepat.
“Panduka, seperti apakah ciri-ciri burung emas yang kau maksud
itu?” (menit 00:58, paragraf 2). Kata panduka seharusnya
dilafalkan menjadi paduka.
“Panduka, engkau akan sulit menemukan jenis burung seperti itu
di seluruh penjuruh kerajaanmu.” (menit 01:48 dan 01:49,
paragraf 4). Kata panduka dan engkau seharusnya dilafalkan
menjadi paduka dan kau.
“Baiklah, aku akan mengutuskan banyak orang untuk
mencarinya, …” (menit 02:22, paragraf 7). Kata mengutuskan
seharusnya dilafalkan menjadi mengutus.
“Panduka, kepodang emas itu habitatnya di hutan yang banyak
pohonnya.” (menit 03:21, paragraf 9). Kata panduka seharusnya
dilafalkan menjadi paduka.
Dalam perjalanan waktu, tanah yang megah itu mulai ditanam
banyak pohon, bunga, dan beberapa jenis tanaman langka yang
cantik. (menit 04:31, paragraf 11). Kata tanah seharusnya
dilafalkan menjadi taman.
Selanjutnya, berita tentang danau itu sampai pada seekor angsa
liar yangbermukmin di gunung itu. (menit 04:53, paragraf 12).
Kata bermukmin seharusnya dilafalkan menjadi bermukim.
49
Angsa liar itu menemukan sepasang burung kepondang emas dan
menyampaikan kabar yang didengarnya. (menit 05.00, paragraf
12). Kata kepondang seharusnya dilafalkan menjadi kepodang.
“Aku ingin mendengar pendapatanmu, wahai istriku?” (menit
05:58, paragraf 16). Kata pendapatanmu seharusnya dilafalkan
menjadi pendapatmu.
Pemburu itu memasang perlengkapan di antara bunga teratai dan
seroja di dalam danau beracun. (menit 06:35, paragraf 19). Kata
perlengkapan seharusnya dilafalkan menjadi perangkap.
Kedua burung kepodang emas berusaha melepaskan perangkap
yang menjerit tubuh sahabatnya. (menit 07:15 dan 07:17, paragraf
20). Kata melepaskan dan menjerit seharusnya dilafalkan menjadi
melepas dan menjerat.
“Sabarlah, aku sedang berusaha untuk melepaskan perangkap
ini,”. (menit 07:25, paragraf 22) Kata melepaskan seharusnya
dilafalkan menjadi melepas.
Burung Kepodang Emas jawab. “Saat hidup menjelang ajal dan
kematian mendekat, tiada gunanya melawan takdir…” (menit
08:58 dan 09:56, paragraf 29). Kata jawab dan gunanya
seharusnya dilafalkan menjadi jawab dan guna.
“Bila saya melukai kalian, saya pasti dihukum Tuhan.” (menit
10:17, paragraf 32). Kata kalian seharusnya dilafalkan menjadi
mereka.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Indikator yang
dicapai adalah siswa mampu membaca fabel dengan lancar dan tidak
terbata-bata. Oleh karena itu, siswa mendapatkan skor 3 dengan
kualifikasi baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Peneliti memberikan
skor 4 dengan kualifikasi sangat baik. Adapun hal tersebut berdasarkan
indikator yang dicapai yaitu siswa sangat mampu mengekspresikan emosi
di dalam dirinya sesuai dengan isi fabel.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Siswa mampu
mengatur pernapasan saat membaca dengan baik, tidak terengah-engah
50
dan terlihat lelah. Oleh karena itu siswa memperoleh skor 3 dengan
kualifikasi baik.
Penilaian kedua berdasarkan tabel 4.2.3 yaitu keterampilan
membaca fabel. Aspek pada tabel tersebut terdiri dari tiga aspek. Aspek
pertama yang dinilai adalah pemahaman isi cerita. Siswa sangat
memahami isi cerita dengan sangat baik sehingga mampu
mengekpresikan dirinya sesuai dengan teks yang dibaca. Oleh karena itu
siswa memperoleh skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa mampu
mengungkapkan isi cerita secara urut, meskipun ada beberapa kata yang
dilewatkan dalam proses membaca. Adapun kata-kata yang diberikan
huruf tebal di bawah ini merupakan kata-kata yang tidak dilafalkan saat
proses membaca.
“Paduka, seperti apakah ciri-ciri burung emas yang kau maksud
itu?” (paragraf 2)
“Itu seperti ciri-ciri kepodang emas,” (paragraf 4)
Angsa liar lalu menemui sepasang burung kepodang emas dan
menyampaikan kabar yang didengarnya. (paragraf 12)
… , jawab Kepodang Emas jantan. (paragraf 31)
Pemburu kemudian meletakkan kedua burung itu di dalam
sangkat, … (paragraf 39)
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik.
Adapun hal itu berpedoman kepada indikator yang dicapai yaitu siswa
mampu membaca fabel dengan lancar dan mengungkapkan setiap kata
dengan wajar dan berlebihan, meskipun ada beberapa kata yang
ditambahkan dalam pelafalan. Adapun kata-kata tambahan tersebut
diberikan huruf tebal sebagai berikut.
“Ini adalah kisah seekor kepodang emas ini yang memiliki hati
berkilau layaknya emas….” (paragraf 1)
“Setiap hari, banyak orang yang datang untuk menyebarkan
sedikit jagung…” (paragraf 11)
“... .” jawab si Kepodang Emas jantan. (paragraf 22)
51
Kelebihan yang dimiliki oleh Angel Nur Hidayat dalam
keterampilan membaca fabel yakni sangat mampu memperhatikan
intonasi dalam membaca serta sangat baik dalam mengatur napas.
Kekurangannya terdapat pada ketidaktelitian dalam membaca sehingga
banyak kata-kata yang tidak sesuai untuk dilafalkan.
d. Nama Siswa : Annisa Fitriani
Tabel 4.1.4
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 13
Nilai :
Error! Reference source not found. Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.Error!
Reference source not found.
Tabel 4.2.4
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 8
52
Nilai :
NA= Error! Reference source not found.
Berdasarkan hasil penilaian keterampilan membaca tabel yang
mengacu kepada kedua tabel diperoleh nilai 66. Nilai tersebut termasuk
kualifikasi baik. Nilai tersebut dapat diuraikan berdasarkan kedua tabel di
atas. Nilai pada tabel 4.1.4 yaitu 65 dan tabel 4.2.4 yaitu 67.
Pada penilaian pertama dilihat dari tabel 4.1.4 yaitu penilaian
keterampilan membaca nyaring. Siswa mendapatkan nilai 65 dengan
kualifikasi cukup baik. Aspek pertama yang dinilai dari tabel tersebut yaitu
Intonasi. Pembacaan fabel yang dibacakan oleh Anisa cukup
memperhatikan intonasi. Siswa cukup memperhatikan tinggi rendahnya
suara dan keras lembutnya suara. Kekurangannya yaitu siswa masih
membaca biasa, belum membaca dengan memperhatikan suasana di dalam
cerita fabel. Siswa juga membaca terkesan sangat terburu-buru sehingga
kurang menghayati cerita yang dibacakan. Berdasarkan hal tersebut,
peneliti memberikan skor 2 dengan kualifikasi cukup baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah pelafalan. Peneliti memberikan
skor 3 dengan kualifikasi baik. Pelafalan yang diucapkan siswa baik. Siswa
mengucapkan kata-kata dengan lafal yang jelas. Kekurangannya yaitu
dalam pengucapan kata ada beberapa kata yang diucapkan dengan
artikulasi tidak jelas karena siswa membaca dengan sangat terburu-buru,
sehingga ada kata yang kurang tepat diucapkan. Kata yang dilafalkan
kurang tepat yaitu pada paragraf ke 14 menit ke 00:28 “Apakah Raja akan
menjamin kebutuhan kita? tanya Kepodang Emas jant.” Kata jant
seharusnya dilafalkan menjadi jantan.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa lancar dalam
membaca, tetapi dalam membaca terlalu terburu-buru. Hal ini
mengakibatkan ada kata-kata yang kurang tepat dalam pengucapan. Siswa
juga cukup memperhatikan kata-kata yang kurang tepat tersebut. Siswa
53
kemudian mengulang kembali saat membaca jika ada ketidaktepatan dalam
pengucapan. Oleh karena itu, peneliti memberikan skor 3 dengan
kualifikasi baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa masih membaca
biasa dan sedikit memperhatikan keadaan dan suasana di dalam cerita. Hal
ini terlihat dalam membaca cerita di akhir-akhir siswa sudah sedikit
menggunakan emosi dalam membaca cerita fabel. Peneliti memberikan
skor 2 dengan kualifikasi cukup baik.
Penilaian pada aspek kelima yaitu pernapasan. Siswa baik dalam
mengatur pernapasan meskipun membaca terlalu terburu-buru. Siswa tidak
terlihat terengah-engah dan kehabisan napas dalam membaca. Peneliti
memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik.
Penilaian kedua yaitu keterampilan membaca fabel berdasarkan
tabel 4.2.4 sesuai dengan indikator yang ada. Aspek pertama pada penilaian
ini yaitu pemahaman isi cerita. Siswa terlihat sedikit memahami isi cerita
sehingga siswa hanya membaca biasa tanpa tahu isi ceritanya secara utuh.
Berdasarkan hal tersebut peneliti memberikan skor 2 dengan kualifikasi
cukup baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa
membaca fabel secara urut, tidak ada paragraf yang terlewat. Siswa juga
membaca fabel secara urut sehingga menghasilkan cerita yang utuh.
Aspek ketiga pada penilaian kedua ini adalah kelancaran dan
kewajaran pengungkapan. Siswa membaca fabel dengan lancar meskipun
terburu-buru dalam membaca. Pengungkapan kata-kata yang diucapkan
juga baik dan lancar tidak ada kata-kata yang diucapkan secara berlebihan.
Adapun dapat disimpulkan bahwa Annisa Fitriani secara
keseluruhan keterampilan membaca fabel sudah cukup baik. Akan tetapi,
kelemahannya yaitu masih membaca biasa sehingga sedikit kurang
memperhatikan intonasi dan emosi. Siswa juga membaca terlalu cepat.
54
e. Nama Siswa : Attras Adzhabi Ramadhan
Tabel 4.1.5
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 19
Nilai : Error! Reference source not found. Error! Reference source not
found.Error! Reference source not found.Error! Reference
source not found.
Tabel 4.2.5
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 11
Nilai :
NA= Error! Reference source not found.
Nilai keterampilan membaca fabel yang didapatkan oleh Attras
adalah 94. Nilai tersebut termasuk kualifikasi sangat baik. Nilai tersebut
55
adalah nilai akhir yang telah diakumulasikan berdasarkan tabel 4.1.5 dan
4.2.5. Nilai yang didapatkan pada tabel 4.1.5 adalah 95 dan tabel 4.2.5
adalah 92. Nilai tersebut dapat diuraikan berdasarkan indikator pada
setiap tabel.
Penilaian pertama yang dinilai adalah keterampilan membaca
nyaring. Keterampilan membaca nyaring dinilai berdasarkan tabel 4.1.5.
Aspek pertama yang dinilai adalah intonasi. Intonasi yang diucapkan saat
membaca fabel sudah baik. Siswa memperhatikan tinggi rendahnya suara,
keras lembutnya suara, dan cepat lambatnya pembacaan. Hal ini membuat
siswa mampu membaca sesuai dengan isi dan suasana yang digambarkan.
Peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah pelafalan. Siswa sangat
memperhatikan pelafalan yang diucapkan. Siswa juga sangat
memperhatikan artikulasi, sehingga kata-kata yang diucapkan terdengar
sangat jelas. Selain itu, ketepatan kata-kata yang diucapkan juga sangat
tepat, meskipun ada beberapa kata-kata yang diucapkan tidak tepat.
Peneliti memberikan skor 4 dan memiliki kualifikasi sangat baik. Berikut
ini kata-kata yang dilafalkan dengan tidak tepat.
“Salah satu pemburu yang sangat berpengalaman lalu datang
menghadap Raja.” (menit 01:57, paragraf 8). Kata satu
seharusnya dilafalkan seorang.
“Ketiganya lalu memustuskan untuk pergi ke kota.” (menit 01:57,
paragraf 19). Kata memustuskan seharusnya dilafalkan menjadi
memutuskan.
“Pemburu itu memangsa perangkap di antara bunga teratai dan
bseroja di dalam danau beracun.” (menit 04.20, paragraf 19).
Kata memangsa seharusnya dilafalakan menjadi memasang.
“Kedua burung kepodang emas berusaha lepas perangkap yang
menjerat tubuh sahabatnya.” (menit 04.37, paragraf 20). Kata
lepas seharusnya dilafalkan menjadi melepas.
“Eh, burung Kepodang Emas, tidaklah engkau tahu bahwa danau
ini beracun.” (menit 05:39, paragraf 28). Kata tidaklah
seharusnya dilafalkan menjadi tidakkah.
56
“Dengan lembut, si pemburu memuci Kepodang Emas betina dari
lumpur danau beracun.” (menit 06:44, paragraf 33). Kata memuci
seharusnya dilafalkan mencuci.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Peserta didik sangat
lancar dalam membaca fabel. Kelancaran tersebut dihasilkan berdasarkan
dengan kepercayaan diri dalam pembacaan. Siswa tidak tersendat-sendat
dalam membaca dari awal hingga akhir cerita. Oleh karena itu, peneliti
memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa sangat
memperhatikan emosi dalam membaca cerita fabel. Siswa mampu
mengekspresikan emosi sesuai dengan keadaan cerita. Selain itu, siswa
mampu mendalami tokoh di dalam cerita fabel. Peneliti memberikan skor
4 dengan kualifikasi sangat baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Skor yang
didapatkan adalah 4 dengan kualifikasi sangat baik. Siswa sangat mampu
mengatur napas dengan sangat baik. Selain itu, saat membaca tidak
terlihat terengah-engah dan lelah sehingga cerita yang dibacakan sangat
baik.
Penilaian kedua yaitu didasarkan pada tabel 4.2.5 tentang
penilaian keterampilan membaca fabel. Penilaian ini juga disesuaikan
dengan indikator-indikator yang ada. Aspek pertama yang dinilai adalah
pemahaman isi cerita. Siswa memahami cerita fabel dengan baik. Hal ini
terlihat dari bagaimana siswa membaca cerita fabel tersebut. Oleh karena
itu, peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Siswa mengungkapkan isi cerita ketiga membaca fabel yaitu
dengan sangat baik. Hal ini dikarenakan tidak ada paragraf yang terlewat
dalam membaca. Siswa sangat memperhatikan setiap paragraf dalam
bacaan. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
57
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Skor yang didapat adalah 4 dengan kualifikasi sangat
baik. Siswa membaca fabel dengan sangat lancar sehingga tidak ada
kendala dalam membaca. Siswa juga mengungkapkan setiap kata dalam
membaca sangat wajar, tidak ada kata-kata yang dilebih-lebihkan. Semua
sesuai dengan teks fabel.
Attras memiliki keterampilan membaca fabel sangat baik secara
keseluruhan. Hal ini membuat cerita fabel yang dibacakan menjadi
menarik. Kekurangannya hanya satu yakni terdapat beberapa kata yang
dilafalkan kurang tepat dalam membaca.
f. Desya Wulan Cahya
Tabel 4.1.6
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 11
Nilai :
Error! Reference source not found.Error! Reference source not
found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.6
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
58
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 6
Nilai :
Error! Reference source not found. Error! Reference
source not found.
NA= Error! Reference source not found.
Berdasarkan hasil penilaian keterampilan membaca fabel siswa di
atas diperoleh nilai 52. Nilai tersebut termasuk ke dalam kualifikasi
kurang baik. Siswa harus lebih berlatih lagi dalam membaca agar dapat
membaca dengan baik.
Penilaian pertama berdasarkan tabel 4.1.6 yaitu penilaian
keterampilan membaca nyaring. Aspek pertama yang dinilai adalah
intonasi. Siswa dalam membaca fabel cukup memperhatikan tinggi
rendahnya suara, keras lembutnya suara, dan cepat lambatnya pembacaan.
Akan tetapi, hal tersebut tidak tepat sehingga pembacaan kurang sesuai
dengan isi dan keadaan di dalam cerita. Oleh karena itu, skor yang didapat
2 dengan kualifikasi cukup.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa mengucapkan setiap
kata dalam membaca fabel jelas, tetapi ada kata yang diucapkan kurang
tepat. Peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Contoh kata
yang diucapkan kurang tepat sebagai berikut:
“ Ia menyarankan kepada raja untuk membuat tanaman di dekat
kota hingga burung emas itu bisa tertarik dan berniat mampir ke
sana.” (paragraf 8 di menit ke 02:51).Kata tanaman seharusnya
59
diucapkan taman di dalam teks. Kata hingga seharusnya
diucapkan sehingga. Kedua kata tersebut tidak tepat diucapkan
karena memiliki makna kata yang berbeda.
“ Baiklah kalau begitu, aku akan membangun sebuah tanaman
yang megah, lengkap dengan danau yang besar di dalamnya.”
(paragraf 10, menit 03:30). Kata tanaman di atas juga tidak
tepat diucapkan karena tanaman memiliki makna tumbuhan. Kata
yang tepat diucapkan adalah taman.
“Raja lalu mengumumkan bahwa ia menyambut burung jenis
burung jenis untuk datang dan tinggal dengan damai di taman
yang megah itu.” (paragraf 11, menit 04:12). Pada kalimat di
atas ada 4 kata yang kurang tepat diucapkan karena terdapat
pengulangan kata dan diucapkan secara terbalik. Seharusnya:
“Raja lalu mengumumkan bahwa ia menyambut jenis burung
untuk datang dan tinggal dengan damai …”
“Mereka juga memberikan air manis untuk diminum.” (paragraf
40). Pada kalimat ini kata memberikan kurang tepat diucapkan
karena tidak sesuai dengan teks, seharusnya adalah kata diberikan.
“Sebelum kembali ke rumah, keduanya berjanji untuk berkunjung
ke istana untuk mengunjungi Ratu dan Raja.” (paragraf 45).
Kata-kata Ratu dan Raja tidak tepat diucapkan karena tertukar
posisinya. Seharusnya adalah Raja dan Ratu.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Kelancaran dalam
membaca fabel cukup baik, sehingga mendapatkan skor 2. Siswa masih
sedikit kesulitan dalam membaca, sehingga harus mengulang kembali
setiap kata yang tersendat-sendat. Selain itu, membaca fabel terlalu cepat
sehingga menyebabkan membaca sedikit mengalami kesulitan. Contoh
kata-kata yang dibaca tersendat:
“Paduka, seperti apa …” (paragraf 2, menit ke 00:52), kemudian
diulang kembali untuk diperbaiki menjadi “Paduka, seperti
apakah …”
“… dengan burung hitam …”(paragraf 3, menit ke 00:11), diulang
kembali menjadi “… dengan burik hitam”.
“… orang datang mem…” (paragraf 11 menit ke 03:43),
diperbaiki pengucapannya menjadi “… orang datang
menyebarkan…”.
60
Aspek keempat yaitu emosi. Siswa mengekspresikan emosi cukup
sesuai dengan isi fabel, akan tetapi siswa kurang menguasai cerita yang
dibacakan sehingga emosi yang diekspresikan hanya sedikit saja. Oleh
karena itu peneliti memberikan skor 2.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Peneliti memberikan
skor 2 dengan kualifikasi cukup. Siswa cukup baik mengatur
pernapasannya saat proses membaca fabel. Kekurangannya yaitu siswa
membaca terlalu cepat sehingga siswa terkadang terlihat kehabisan napas
dan kelelahan saat membaca.
Penilaian kedua berdasarkan aspek pada tabel 4.2.6. Aspek
pertama yaitu pemahaman isi cerita. Siswa cukup memahami cerita tetapi
hanya sedikit. Hal ini terlihat dari proses pembacaan fabel. Siswa masih
membaca fabel seperti membaca biasa. Peneliti memberikan skor 2
dengan kualifikasi cukup.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Peneliti memberikan skor 2 dengan kualifikasi cukup. Siswa cukup
memperhatikan keruntutan cerita dalam proses membaca fabel. Akan
tetapi, banyak kata-kata yang sengaja dilewatkan dalam membaca.
Berikut ini kata-kata yang terlewatkan saat membaca fabel”
“… tanya salah satu pengawal.” (paragraf 2)
“… kata Raja.” (paragraf 3)
“… kata si pengawal.” (paragraf 4)
“…tanya Raja penasaran.” (paragraf 5)
“… jawab pengawal.” (paragraf 6)
“.. aku juga akan…” (paragraf 7)
“… kata Angsa bersemangat.” (paragraf 13)
“… tanya Kepodang Emas jantan.” (paragraf 14)
“… jawab Angsa liar.” (paragraf 15)
“… kata kepodang emas betina.” (paragraf 17)
“… ujarAngsa liar…” (paragraf 18)
“… pekik si Angsa.” (paragraf 21)
“… kata Kepodang Emas betina. Mereka lalu…” (paragraf 22)
“… kata burung Kepodang Emas jantan.” (paragraf 24)
“… tanya angsa.” (paragraf 25)
“… jawab kepodang Emas jantan.” (paragraf 26, 31, 37)
61
“… sambung Kepodang Emas betina.” (paragraf 38)
“… pinta Raja.” (paragraf 42)
Kata-kata yang terlewat dan tidak dibacakan dalam proses
membaca sangat banyak. Kebanyakan kata-kata tersebut memiliki peran
penting dalam teks fabel, sehingga dalam proses membaca fabel siswa
kurang mendalami ceritanya.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa cukup lancar dalam proses membaca fabel, tetapi
membaca fabel terlalu cepat sehingga ada kata-kata yang tersendat-sendat.
Selain itu, kata-kata yang diucapkan cukup wajar, tetapi ada beberapa kata
yang diganti sehingga maknanya tidak sesuai dengan teks.
Keterampilan membaca fabel yang dimiliki Desya kurang baik
secara keseluruhan. Siswa harus berlatih dan belajar lagi dalam membaca
terutama dalam aspek kelancaran, intonasi, dan emosi.
g. Dinda Ayu Nuraisyah
Tabel 4.1.7
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 11
Nilai :
Error! Reference source not found. Error! Reference source
not found.Error! Reference source not found.Error! Reference
62
source not found.
Tabel 4.2.7
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 8
Nilai :
Error! Reference source not found. Error! Reference
source not found.
NA= Error! Reference source not found.
Adapun penilaian keterampilan membaca fabel Dinda yaitu
mendapatkan nilai 61 dengan kualifikasi cukup baik. Penilaian tersebut
berdasarkan aspek yang dinilai pada tabel 4.1.7 dan tabel 4.27. Penilaian
tabel 4.1.7 mendapatkan nilai 55, dan tabel 4.2.7 adalah 61.
Penilaian pertama yaitu berdasarkan tabel 4.1.7 tentang
keterampilan membaca nyaring. Aspek pertama yang dinilai adalah
intonasi. Siswa mendapatkan skor 2 dengan kualifikasi cukup. Kriteria
penilaian ini berdasarkan indikator yang ada. Siswa dalam proses
membaca cukup memperhatikan intonasi. Tinggi rendahnya suara yang
dihasilkan masih belum diperhatikan dengan baik dalam penerapannya.
Selanjutnya, keras lembutnya suara juga belum diterapkan, karena siswa
masih membaca seperti membaca untuk dirinya sendiri. Indikator yang
63
terakhir yaitu cepat lambatnya pembacaan cukup diperhatikan oleh siswa,
meskipun terkadang siswa masih membaca terburu-buru.
Aspek kedua yang dinilai adalah pelafalan. Peneliti memberikan
skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa memperhatikan pelafalan dengan
baik, artikulasi yang digunakan saat proses membaca jelas meskipun
membaca terkadang terlalu cepat. Selanjutnya, ketepatan dalam pelafalan
baik, meskipun ada beberapa kata yang kurang tepat dilafalkan. Berikut
ini adalah ketidaktepatan dalam pelafalan:
“Ini adalah kisah seorang kepodang emas yang memiliki hati
berkilau layaknya emas.” (menit 00:13, paragraf 1). Kata seorang
kurang tepat dilafalkan, seharunya adalah seekor.
“Paduka, seperti apakah ciri-ciri burung emas yang kau maksud
ini?” tanya salah satu pegawai. (menit 00:48, paragraf 2). Kara
pegawai seharusnya dilafalkan pengawal. Lalu, pada menit ke
00:49 terdapat ketidaktepatan pelafalan, kata ini, seharusnya
dilafalkan menjadi itu.
“Burung emas itu berukuran sedang, berwarna kuning seperti
emas, dan memiliki strip hitam melewati mata yang bertengskuk.”
(menit 00:57, paragraf 3). Frasa yang bertengskuk diafalkan
kurang tepat, seharusnya menjadi dan tengkuk.
“Itu seperti ciri-ciri kepodang emas.” kata si pegawai. (Menit
01:14, paragraf 4). Kata pegawai seharusnya dilafalkan menjadi
pengawal.
“Paduka, itu akan sulit menemukan jenis burung itu di seluruh
penjuru kerajaanmu.” kata pengawal. (menit 00:27, paragraf 4).
Kata itu seharusnya dilafalkan menjadi kau.
“Sebelum mengajaknya ke sini, sebaiknya kau terlebih dahulu
membuatnya sarang yang nyaman,” kata si pemburu. (menit
02:37, paragraf 9). Kata membuatnya seharusnya dilafalkan
menjadi membuatkannya.
“Baiklah kalau begitu, aku akan membangun sebuah taman yang
megah, tangkap, dengan danau yang besar di dalamnnya,” kata
Raja. (menit 02:44, paragraf 10). Kata tangkap seharusnya
dilafalkan menjadi lengkap.
64
“Dalam pengalaman waktu, taman yang megah itu mulai
ditanami banyak pohon, bunga, dan beberapa jenis tanaman
langka yang cantik.” (menit 02:51, paragraf 11). Kata
pengalaman seharusnya dilafalkan menjadi perjalanan.
“Mereka berusaha menarik si mangsa dan terbang kea rah yang
sama.” (menit 05:29, paragraf 22). Kata mangsa seharusnya
dilafalkan menjadi angsa.
“Mengapa engkau tetap tinggal di sini padahal aku tidak
menangkapmu.” (menit 06:56, paragraf 30). Kata engkau,
seharusnya dilafalkan engkau.
“Sesungguhnya kedua burung ini sangat berani dan berani dan
berhati mulia.” (menit 07:15, paragraf 32). Kata sesungguhnya
seharusnya dilafalkan menjadi sungguh.
“Mereka juga melaksanakan tugas-tugasnya hanya karena
rutinitas tanpa kesungguhan dan niat baik di dalamnya pasti akan
merosot akhlaknya.” (menit 09:51, paragraf 43). Kata juga
seharusnya dilafalkan menjadi yang.
“Dan, ketiga gagal, mereka kembali akan merasa sangat
kehilangan.” (menit 10:09, paragraf 43). Kata kembali,
seharusnya dilafalkan menjadi akan.
Aspek ketiga dalam penilaian adalah kelancaran. Peneliti
memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa lancar dalam membaca
fabel, meskipun terkadang membaca terlalu cepat. Tidak ada kata yang
dibacakan tersendat-sendat dari awal sampai akhir paragraf.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa cukup
memperhatikan emosi yang diekspresikan dalam fabel. Siswa
mengekspresikannya hanya beberapa bagian saja yang sesuai dengan
keadaan cerita dan tokoh di dalam fabel. Oleh karena itu, siswa
diberikan skor 2 dengan kualifikasi cukup.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Peneliti memberikan
skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa mampu mengatur pernapasan
dengan baik saat melakukan proses membaca. Selain itu, siswa tidak
65
terlihat terengah-engah dan lelah, meskipun membaca terkadang terlalu
cepat.
Penilaian kedua berdasarkan tabel 4.2.7, keterampilan membaca
fabel. Penilaian ini juga berdasarkan indikator yang terdapat dalam tabel
tersebut. Aspek pertama yang dinilai adalah pemahaman isi cerita. Siswa
cukup memahami isi cerita dari fabel yang telah dibacakan. Siswa
mendapatkan skor 2 dengan kualifikasi cukup.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan cerita.
Siswa dalam proses membaca fabel runtut dalam pengungkapan cerita.
Hanya ada beberapa kata-kata yang terlewat dalam pengungkapan cerita.
Pada paragraf 11 kata mulai tidak diungkapkan dalam kalimat “Dalam
perjalanan waktu, taman yang megah itu mulai ditanami banyak pohon,
bunga, dan beberapa jenis tanaman langka yang cantik. Selanjutnya,
pada paragraf 20 pada kalimat “Kedua burung kepodang emas berusaha
melepas perangkap yang menjerat tubuh sahabatnya.”, kata yang
terlewat dalam proses membaca.
Aspek terakhir dalam penilaian kedua yaitu kelancaran dan
kewajaran pengungkapan. Siswa mendapat skor 3 dengan kualifikasi baik.
Adapun dalam proses membaca, siswa lancar dalam membaca dari
paragraf awal sampai paragraf akhir meskipun membaca terlalu cepat, dan
ada beberapa kata yang diucapkan berbeda. Selanjutnya, dalam
pengungkapan siswa mengungkapkan setiap kata yang diucapkan wajar,
tidak ada kata-kata yang dilebih-lebihkan.
Secara keseluruhan, Dinda memiliki keterampilan membaca fabel
cukup baik. Kekurangan yang dimiliki oleh siswa yakni dari segi intonasi
dan emosi, sehingga membaca masih seperti membaca biasa.
h. Fathan Hugo
Tabel 4.1.8
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
66
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 13
Nilai :
Error! Reference source not found. Error! Reference source
not found.Error! Reference source not found.Error! Reference
source not found.
Tabel 4.2.8
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 9
Nilai :
Error! Reference source not found. Error! Reference
source not found.
NA= Error! Reference source not found.
Adapun berdasarkan tabel 4.1.8 dan 4.2.8, siswa memperoleh nilai
70 dengan kualifikasi baik. Tabel 4.1.8 memperoleh nilai 65 dan tabel
67
4.2.8 memperoleh nilai 75. Penilaian tersebut berdasarkan aspek-aspek
yang dinilai dalam setiap tabel dan berpedoman kepada
indikator-indikator yang ada.
Penilaian pertama yaitu pada tabel 4.1.8 tentang keterampilan
membaca nyaring. Aspek pertama yaitu intonasi, peneliti memberikan
skor 3 dengan kualifikasi baik. Adapun hal tersebut berdasarkan kriteria
yang sesuai dengan proses membaca pada siswa. Siswa membaca fabel
dengan baik. Siswa mampu membaca fabel dengan memperhatikan tinggi
rendahnya suara, keras lembutnya suara, cepat lambatnya membaca
berdasarkan isi dan suasana yang dibutuhkan di dalam cerita. Akan tetapi
kelemahannya adalah siswa membaca fabel terlalu cepat sehingga siswa
mengalami kondisi menurun dalam memperhatikan intonasi yang
digunakan dalam membaca.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa mengucapkan kata
yang diucapkan dengan jelas dan tepat, namun ada beberapa kata yang
kurang tepat diucapkan. Hal ini diakibatkan oleh sedikit cepat dalam
membaca sehingga ada beberapa kata yang tidak jelas dan kurang tepat
diucapkan. Peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Berikut
ini kata-kata yang kurang tepat dalam pelafalan:
“Paduka, seperti apakah ciri-ciri burung emas yang kau maksud
itu?” tanya salah satu pegawai (menit 00:51, paragraf 2). Kata
pegawai seharusnya dilafalkan menjadi pengawal. Siswa
memperbaiki kata yang kurang tepat itu saat membaca.
Tubuh bagian bawahnya keputih-putihan dengan burik hitam, iris
mata, serta bentuk paruh meruncing…(menit 01:05, paragraf 3) .
Kata mata seharusnya dilafalkan menjadi merah. Siswa
memperbaiki kata yang kurang tepat diucapkan tersebut.
“Para burung akan dilindungi dan ancaman dan bahaya.” kata
Angsa bersemangat (menit 03:36, paragraf 13). Kata dan
seharusnya dilafalkan menjadi dari.
Mula-mula angsa liar termangap terlebih dahulu (menit 04:44,
paragraf 20). Kata termangap seharusnya dilafalkan menjadi
teperangkap.
68
“Cepetan sekali temanmu melarikan diri, padahal kalian yang
menyelamatkannya. (menit 05:24, paragraf 28). Kata cepetan
seharusnya dilafalkan menjadi cepat.
“Saat hidup menjelang ajal dan kematian mendekat, tiada
gunanya melawan takdir (menit 05:50, paragraf 29).” Kata
gunanya seharusnya dilafalkan menjadi guna.
Hatinya sedikit tergucah (menit 06:00. paragraf 30). Kata
tergucah seharusnya dilalfakan menjadi tergugah.
“Sesungguh kedua burung ini sangat berani dan berhati mulia.”
(menit 06:24, paragraf 32). Kata sesungguh seharusnya dilafalkan
menjadi sungguh.
“Namun, saya memasang perangkap atas insiatif saya sendiri.”
(menit 07:18, paragraf 36). Kata insiatif seharusnya dilafalkan
menjadi inisiatif.
Pemburu itu lalu menceritakan seluruh kebenarannya, mulai dari
mimpi sang Ratu, taman megah yang dibuat Raja, sehingga
keinginan mereka untuk melihat kecantikan burung emas yang
menjaubkan itu. (menit 07:25, paragraf 36). Kata sehingga dan
menjaubkan seharusnya dilafalkan menjadi hingga dan
menakjubkan.
“Jika kamu melunakkan hati Raja dan pada akhirnya …” Kata
kamu seharusnya dilafalkan menjadi kami.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa memperoleh
skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa mampu membaca fabel dengan
lancar meskipun membaca terkadang terlalu cepat dan sedikit tersendat
dalam membaca.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa mampu
mengeskpresikan emosi dalam dirinya sesuai dengan isi di dalam fabel.
Siswa mengekspresikan emosinya tidak terlalu berlebihan, sesuai dengan
kebutuhan yang ada. Adapun, berdasarkan indikator tersebut peneliti
memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik.
69
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Siswa memperoleh
skor 2 dengan kualifikasi cukup baik. Siswa cukup baik dalam mengatur
pernapasan dalam membaca, meskipun siswa terlihat kelelahan dan
kehabisan napas. Hal ini dikarenakan oleh sedikit terlalu cepat dalam
membaca.
Penilaian kedua berdasarkan tabel 4.2.8 tentang keterampilan
membaca fabel. Adapun penilaian ini terdapat tiga aspek yang dinilai.
Aspek pertama yang dinilai yaitu pemahaman isi cerita. Siswa
memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik. Adapun kriteria tersebut
berdasarkan indikator yang ada yakni siswa memahami cerita yang
dibacakan. Hal ini terlihat dari pengekspresian emosi dalam membaca.
Siswa mampu mengekspresikan dengan baik sesuai dengan isi ceria.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Siswa mampu memperhatikan keruntutan pengungkapan dalam
membaca fabel. Akan tetapi, ada beberapa kata yang terlewat saat
membaca fabel.
“Aku juga akan mengadakan sayembara untuk para pemburu,
agar mereka juga bisa ikut membantu mencarinya.” (paragraf 7).
Pada kalimat ini kata juga dan carinya terlewat dalam membaca.
“… sebaiknya kau terlebih membuatkannya sarang yang
nyaman.” (paragraf 9). Pada kalimat ini akhiran -kan pada kata
membuatkannya terlewat dalam membaca.
“….,” kata kepodang emas betina. (paragraf 17). Kata betina
terlwat dalam membaca.
“Namun, di tengah perjalanan, tiba-tiba mereka bertemu dengan
seorang pemburu.” (paragraf 19). Kata mereka tidak diungkapkan
saat membaca.
“…”, kata kepodang emas jantan. (Paragraf 24). Kata jantan
tidak diungkapkan dalam membaca.
… , ia langsung mengangkat Kepodang Emas betina dari atas
danau … . Kata betina tidak diungkapkan dalam membaca.
70
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa mendapat skor 3 dengan kualifikasi baik. Pada
aspek ini, siswa membaca dengan lancar dan wajar dalam pengungkapan.
Adapun, ada kelebihan kata dalam pengungkapan pada menit 03:26,
paragraf 13 “Kau tahu Raja yang baru yang saja membuat pengumuman
penting.”. Kata yang seharusnya tidak diucapkan karena tidak sesuai
dengan teks fabel dan juga membuat kalimat menjadi tidak efektif.
Keterampilan membaca fabel Fathan sudah baik secara
keseluruhan. Kelemahannya adalah dalam mengatur napas, masih terlihat
kelelahan dalam membaca. Selain itu, pelafalan kata juga masih harus
diperhatikan lagi saat membaca.
i. Femas Subakti
Tabel 4.1.9
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 15
Nilai :
5
25skorJumlah 75
5
375
5
2515
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.9
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
71
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 9
Nilai :
Error! Reference source not found. Error! Reference source
not found.
NA= Error! Reference source not found.
752
150
2
7575
Siswa memperoleh nilai rata-rata 75 dengan kualifikasi baik dari
tabel 1.9 dan 2.9. Adapun nilai yang diperoleh dari tabel 4.1.9 adalah 75
dan tabel 4.2.9 adalah 75. Penilaian ini berdasarkan aspek-aspek dalam
tabel dan berpedoman kepada indikator-indikator setiap aspek.
Penilaian pertama pada tabel 4.1.9 adalah penilaian keterampilan
membaca nyaring yang terdiri dari 5 aspek penilaian. Aspek pertama,
yang dinilai adalah intonasi. Siswa memperoleh skor 3 dengan kualifikasi
baik. Adapun indikator-indikator yang dicapai adalah siswa mampu
membaca fabel dengan memperhatikan tinggi rendahnya suara, keras
lembutnya, dan cepat lambatnya suara sesuai dengan isi di dalam cerita.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa dalam proses
membaca melafalkan setiap kata dengan artikulasi yang jelas. Akan tetapi,
ada beberapa kata yang dilafalkan dengan kurang tepat. Oleh karena itu,
peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Berikut ini adalah
kata-kata yang dilafalkan dengan kurang tepat.
Pada zaman dahulu ada, ada seorang raja dan ratu yang
menguasai banyak tempat cuci di bumi.(menit 00:21, paragraf 1).
Kata cuci seharusnya dilafalkan menjadi suci.
72
Ratu kemudian menyampaikan mimpinya kepada Raja dan berkata
bahwa ia sangat ingin melihat dan mendengar burung yang
dimikian indah. (menit 00:41,paragraf 1). Kata dimikian
seharusnya dilafalkan menjadi demikian.
“Padaku, seperti apakah ciri-ciri burung emas yang kau maksud
itu?” (menit 00:49, paragraf 2). Kata padaku serharusnya
dilafalkan menjadi padaku.
“Burung emas itu berukuran sedang, berwarna kuning seperti
emas,dengan memiliki strip hitam melewati mata dan tengkuk.”
(menit 01:12, paragraf 3). Kata dengan seharusnya dilafalkan
menjadi dan.
“Padaku, kau akan sulit menemukan jenis burung seperti itu di
seluruh penjuru kerajaanmu,” kata pengawal. (menit 01:43,
paragraf 4). Kata padaku seharusnya dilafalkan menjadi paduka.
“Kata orang, burung itu tinggal di sebelah utara, tepat di balik
buti yang tinggi itu.” (menit 02:03, paragraf 6). Kata buti
seharusnya dilafalkan menjadi bukit.
“Namun, bukti itu sangat sulit dijangkau, ..” (menit 02:06,
paragraf 6). Kata bukti seharusnya dilafalkan menjadi bukit.
Namun, setelah hampir tujuan balas berlalu, …” (menit 02:42
dan 02:43, paragraf 8). Kata tujuan dan balas seharusnya
dilafalkan menjadi tujuh dan belas.
“Ia menyerahkan kepada Raja untuk membuat taman di dekat
kota…” (menit 02:58, paragraf 8). Kata menyerahkan seharusnya
dilafalkan menjadi menyarankan.
“Padaku, kepodang emas itu habitatnya di hutan yang banyak
pohonnya.” (menit 03:08, paragraf 8). Kata padaku, seharusnya
dilafalkan menjadi paduka.
“Baiklah kalau begitu, aku akan membangun sebuah tanah yang
megah, langkah dengan danau yang besar di dalamnya.” (menit
03:32, paragraf 10). Kata langkah seharusnya dilafalkan menjadi
lengkap.
“Ya, ku dengar Raja telah memerintahkan para rimbaw untuk
memberi makan para burung.” (menit 05:21, paragraf 15). Kata
rimbaw seharusnya dilafalkan menjadi rimbawan.
73
“Aku ingin mendengar pendapatanmu, wahai istriku?” (menit
05:44, paragraf 16). Kata pendapatanmu, seharusnya
dilafalkan menjadi pendapatmu.
“Suamiku, sebenarnya aku sudah besar hidup di gunung ini,”
(menit 05:54, paragraf 17). Kata besar seharusnya dilafalkan
menjadi bosan.
“Kita si pemburu tiba di tepi danau, …” (menit 08: 06, paragraf
28). Kata kita seharusnya dilafalkan menjadi ketika.
Lalu, pemburu itu berlalih menatap Kepodang Emas Jantan yang
terbang di sebelahnya. (menit 08:59, paragraf 30). Kata berlalih
seharusnya dilafalkan menjadi beralih.
“Bahwalah kami kepada Raja.” (menit 02:06 rekaman 2, paragraf
37). Kata bahwalah seharusnya dilafalkan menjadi bawalah.
Sangat Ratu, dengan tangannya sendiri memberi mereka madu
dan biji-bijian … (menit 04:02, paragraf 40). Kata sangat
seharusnya dilafalkan menjadi sang.
Mereka membicarakan masalah-masalah di dalam istana serta
berbagi tugas dan wewenang Raja dan Ratu. (menit 03:42,
paragraf 42). Kata berbagi seharusnya dilafalkan menjadi
berbagai.
“Mereka yang lepaskan tugas-tugasnya … “ (menit 04:02,
paragraf 43). Kata lepaskan seharusnya dilafalkan menjadi
melaksanakan.
“… , agar mereka dapat tumbuh bijaksana dan selalu mengikuti
jalan kebijakan,” (menit 04:30, paragraf 44). Kata kebijakan
seharusnya dilafalkan menjadi kebajikan.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa memperoleh
skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa membaca fabel dengan lancar dan
penuh kehati-hatian saat melafalkan setiap kata.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Pengekspresian emosi
dalam membaca fabel cukup baik, tetapi kebanyakan ekspresi yang
digambarkan adalah ekspresi datar. Siswa masih membaca biasa, masih
74
sedikit menjiwai cerita yang sedang dibacakan. Oleh karena itu peneliti
memberikan skor 2 dengan kualifikasi cukup baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Adapun indikator
yang dicapai oleh siswa yaitu siswa mampu mengontrol penapasan
dengan sangat baik dalam membaca sehingga tidak terlihat kelelahan dan
kehabisan napas. Siswa memperoleh skor 4 dengan kualifikasi sangat
baik.
Penilaian kedua berdasarkan tabel 4.2.8 yang terdiri dari tiga
aspek. Aspek pertama yang dinilai adalah pemahaman isi cerita. Peneliti
memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa memahami isi cerita
fabel yang dibacakan.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Siswa mampu memperhatikan keruntutan pengungkapan isi cerita,
meskipun ada beberapa kata yang terlewat saat membaca. Peneliti
memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Berikut ini kata-kata yang
terlewat dalam membaca.
Raja juga menjamin burung-burung itu akan dilindungi dari
segala macam ancaman dan bahaya. (paragraf 11). Kata
ancaman tidak dilafalkan saar membaca.
“Mereka yang melaksanakan tugas-tugasnya hanya karena
rutinitas, tanpa kesungguhan dan niat baik di dalamnya pasti
akan merosot akhlaknya.” (paragraf 43). Kalimat yang
ditebalkan tidak dilafalkan saat membaca.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran dalam
pengungkapan, Peseta didik memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik.
Adapun indikator yang dicapai oleh siswa pada aspek ini yaitu, siswa
mampu membaca fabel dengan lancar. Selain itu, dalam kewajaran
pengungkapan kata, siswa mengungkapkan kata dengan wajar meskipun
ada satu kata yang ditambahkan di dalam kalimat pada paragraf 11.
Raja juga menjamin burung-burung itu akan dilindungi dari s
segala macam-macam ancaman dan bahaya. (paragraf 11). Kata
macam ditambahkan ke dalam kalimat sehingga menjadi kata
berulang dan kurang tepat dilafalkan.
75
Keterampilan membaca fabel yang dimiliki oleh Femas sudah
baik. Kelemahannya adalah dalam segi emosi, siswa masih kurang
mengekspresikan emosi dalam dirinya, sehingga saat membaca masih
datar. Namun, siswa mampu mengontrol pernapasan dengan sangat bailk,
sehingga tidak kehabisan napas saat membaca.
j. Fina Apriliani
Tabel 4.1.10
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 19
Nilai :
5
25skorJumlah 95
5
475
5
2519
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.10
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
76
Jumlah Skor : 9
Nilai :
3
25skorJumlah 92
3
275
3
2511
NA= Error! Reference source not found.
942
187
2
9295
Pada tabel 4.1.10 dan 4.2.10 diperoleh nilai akhir dari hasil
rata-rata kedua tabel tersebut yaitu 94 dengan kualifikasi sangat baik.
Siswa mendapatkan nilai 95 dari tabel 4.1.10 dan nilai 94 dari tabel
4.2.10.
Adapun tabel 4.1.10 terdapat lima aspek yang dinilai sesuai
dengan indikator yang ada. Pada Aspek pertama, yang dinilai adalah
intonasi. Siswa memperoleh skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Indikator yang dicapai pada aspek tersebut yakni siswa sangat
memperhatikan tinggi rendahnya suara dalam membaca. Selanjutnya,
keras lembutnya suara yang diucapkan dipraktikan dengan sangat baik
saat membaca cerita dan cepat lambatnya suara juga sangat diperhatikan
sehingga dalam membaca sesuai dengan isi dan suasana di dalam cerita.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa dalam membaca
sangat berhati-hati ketika mengeluarkan kata-kata. Hal tersebut membuat
artikulasi yang diucapkan saat pelafalan sangat jelas dan kata-kata yang
dilafalkan sangat tepat sesuai dengan teks. Akan tetapi, ada dua kata yang
dilafalkan kurang tepat pada menit 01:36, paragraf 5, kata kata
seharusnya dilafalkan menjadi tanya pada kalimat “Lantas di mana
burung ini bisa ditemukan?” kata Raja penasaran. Selanjutnya pada
menit 04:32, paragraf 15 kata tanya seharusnya dilafalkan menjadi jawab
dalam kalimat jawab Kepodang Emas Jantan dan siswa langsung
membenarkan kata yang kurang tepat dilafalkan. Oleh karena itu peneliti
memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
77
Aspek ketiga yang dinilai adalah Kelancaran. Siswa sangat lancar
dan tidak tersendat-sendat dalam membaca fabel. Hal ini membuat siswa
memperoleh skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah Emosi. Emosi yang
diekspresikan oleh siswa sangat sesuai dengan isi fabel. Siswa mampu
mengekspresikan dirinya dalam cerita yang dibacakan, sesuai dengan
keadaan di dalam cerita. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi
sangat baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Siswa membaca
fabel dengan sangat hati-hati sehingga mampu mengatur pernapasan
dengan baik. Hal ini membuat siswa tidak terlihat kelelahan dan
kehabisan napas dalam membaca. Adapun skor yang diperoleh adalah 3
dengan kualifikasi baik.
Penilaian kedua berpedoman pada indikator-indikator dalam tabel
4.2.10 yang terdiri dari tiga aspek yang dinilai. Aspek pertama yang
dinilai adalah pemahaman isi cerita. Siswa memahami isi cerita dengan
baik. Oleh karena itu memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik. Hal ini
dikarenakan, siswa sangat hati-hati dalam membaca sehingga sangat
memperhatikan keruntutan pengungkapan isi cerita. Akan tetapi ada satu
kata yang tidak diungkapkan pada paragraf 15 kata para dalam kalimat
“… untuk memberi makan para burung.”
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa membaca dengan sangat lancar, tidak ada kata-kata
yang diucapkan dengan secara berlebihan. Kata-kata dalam setiap kalimat
diucapkan sangat wajar. Siswa memperoleh skor 4 dengan kualifikasi
sangat baik.
Keterampilan membaca fabel Fina sudah sangat baik secara
keseluruhan. Kekurangannya hanyalah lebih sedikit teliti dalam membaca
setiap kata, agar kata-kata yang dilafalkan tepat.
78
k. Hasel Juni Aflindo
Tabel 2.1.11
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 11
Nilai :
5
25skorJumlah 55
5
275
5
2511
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.11
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 7
Nilai :
583
175
3
257
79
NA= Error! Reference source not found.
562
113
2
5855
Pada tabel 4.1.11 dan 4.2.11 diperoleh nilai rata-rata 56 dengan
kualifikasi cukup baik. Tabel 4.1.11 mendapat nilai 55 dan 4.2.11 adalah
58. Adapun hasil nilai tersebut berdasarkan aspek-aspek yang dinilai dan
berpedoman kepada indikator yang ada.
Penilaian pertama berdasarkan tabel 4.1.11, membaca nyaring.
Aspek pertama yang dinilai adalah intonasi. Peneliti memberikan skor 2
dengan kualifikasi cukup baik. Siswa cukup memperhatikan tinggi
rendahnya suara, namun tinggi rendahnya suara yang diucapkan kurang
tepat. Selanjutnya, keras lembutnya suara cukup diperhatikan meskipun
terkadang suara yang dikeluarkan saat membaca menjadi mengecil dan
tidak terdengar. Siswa juga cukup memperhatikan cepat lambatnya suara,
tetapi lebih kebanyakan lambat dalam membaca dan kurang sesuai dengan
isi dan suasana yang digambarkan di dalam cerita.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa dalam melafalkan
setiap kata dalam membaca dengan artikulasi yang cukup jelas. Akan
tetapi, ada beberapa kata yang terdengar kurang jelas dalam membaca.
Selain itu, kata-kata yang dilafalkan cukup tepat, dan ada beberapa kata
yang diberi huruf tebal dibacakan kurang tepat sehingga tidak sesuai
dengan teks yang ada. Oleh sebab itu peneliti memberikan skor 2 dengan
kualifikasi cukup baik.
“Ini adalah kisah seekor kepadang emas yang memiliki hati
berkilau layaknya emas.” (menit 00:18, paragraf 1). Kata
kepadang seharusnya dilafalkan menjadi kepodang dan peserta
didik memperbaiki pelafalannya sehingga menjadi tepat.
“Apakah engkau menangkap kami untuk diri sendiri, atas untuk
kepentingan orang lain?” (menit 11:51, paragraf 35). Kata atas
seharusnya dilafalkan menjadi atau.
80
“Namun, saya memasang perangkap atas insiatif saya sendiri.”
(menit 12:11. paragraf 36). Kata insiatif seharusnya dilafalkan
menjadi inisiatif.
“Pemburu kemudian melepaskan kedua burung itu di dalam
sangkar, ia segera membawa mereka ke istina.” (menit 13:27 dan
13:37, paragraf 39). Kata melepaskan dan istina seharusnya
dilafalkan menjadi meletakan dan istana. Pada kata istina peserta
didik memperbaiki pelafalannya sehingga tepat.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa membaca fabel
dengan cukup lancar, namun dalam membaca masih banyak kata-kata
yang terbata-bata, sehingga terlihat seperti berpikir dan masih mengeja
serta terkesan sedikit ada kendala dalam membaca. Oleh karena itu skor
yang didapat adalah 2 dengan kualifikasi cukup baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Emosi yang
diekspresikan oleh siswa cukup sesuai dengan isi cerita, tetapi banyak
ekspresi yang terlihat datar sehingga cerita yang dibacakan menajadi tidak
menarik. Peneliti memberikan skor 2 dengan kualifikasi cukup baik.
Aspek kelima dalam penilaian ini yaitu pernapasan. Skor yang
diperoleh 3 dengan kualifikasi baik. Siswa mampu mengatur napas
dengan baik saat membaca sehingga tidak terlihat kehabisan napas dan
kelelahan dalam membaca.
Penilaian kedua yang dinilai berdasarkan tabel 4.2.11 adalah
keterampilan membaca fabel. Aspek pertama yang dinilai adalah
pemahaman isi cerita. Siswa cukup baik dalam memahami isi cerita.
Siswa memperoleh skor 2 dengan kualifikasi cukup.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Peneliti memebrikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa mampu
mengungkapkan isi cerita secara runtut. Akan tetapi, ada beberapa kata
yang terlewat dalam membaca di bawah ini.
Kata untuk dalam paragraf 7 di dalam kalimat “Baiklah aku akan
mengutus banyak orang untuk mencarinya.”
81
Namun, setelah hampir tujuh belas hari berlalu, … (paragraf 8).
Kata belas tidak dibaca saat membaca.
“Eh, burung Kepodang Emas, tidakkah engkau tahu bahwa danau
ini beracun?” (paragraf 28). Kata ini dilewatkan dalam membaca.
“Saya tidak akan pernah meninggalkannya walaupun saya mati
karenanya,” (paragraf 31).
“Kami akan berbicara kepadanya.” (paragraf 37). Pada paragraf
ini satu kalimat dilewatkan dalam membaca.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa memperoleh skor 2 dengan kualifikasi cukup. Hal
tersebut didasarkan berdasarkan indikator yang ada. Pencapaian yang
dicapai adalah siswa cukup lancar dalam membaca dan cukup wajar
dalam mengungkapkan kata.
Keterampilan membaca fabel Hasel secara keseluruhan cukup
baik, namun ada beberapa aspek yang harus diperhatikan terutama
intonasi, emosi, dan kelancaran. Kelancaran perlu diperhatikan lagi
karena membaca masih terbata-bata sehingga mempengaruhi intonasi dan
emosi saat membaca.
l. Hendrik Maulana
Tabel 4.1.12
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 12
82
Nilai :
5
25skorJumlah 60
5
300
5
2512
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.12
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 8
Nilai :
3
25skorJumlah 66
3
200
3
258
NA= Error! Reference source not found.
632
126
2
6660
Siswa memperoleh nilai 60 dari tabel 4.1.12 dan 66 dari tabel
4.2.12. Berdasarkan kedua tabel tersebut, maka diperoleh rata-rata dengan
nilai 63 dan berkualifikasi cukup baik. Penilaian tersebut berdasarkan
kepada aspek yang dinilai dan berpedoman kepada indikator-indikator
dari setiap aspek.
Penilaian pertama yaitu keterampilan membaca nyaring pada
tabel 4.1.12. Penilaian ini terdiri dari lima aspek. Aspek yang pertama
adalah intonasi. Siswa memperoleh skor 2 dengan kualifikasi cukup.
Pembacaan cerita fabel yang dilakukan oleh siswa cukup memperrhatikan
tinggi rendahnya dan keras lembutnya suara, namun membaca masih
83
kebanyakan datar. Selanjutnya, cepat lambatnya suara yang dikeluarkan
dalam membaca masih terkesan membaca terlalu terlalu cepat dan
terburu-buru. Namun, secara keseluruhan siswa membaca sudah cukup
sesuai dengan isi dan suasana yang digambarkan di dalam cerita.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa membaca fabel
dengan terlalu terburu-buru sehingga menghasilkan artikulasi yang
terkadang tidak jelas dilafalkan, namun secara keseluruhan cukup jelas.
Selanjutnya, siswa cukup tepat dalam mengucapkan kata-kata yang sesuai
teks. Peneliti memberikan skor 2 dengan kualifikasi cukup. Pada menit
02:50, paragraf 12 kata menemukan seharusnya dilafalkan menjadi
menemui pada kalimat Angsa liar lalu menemukan sepasang burung
kepodang emas dan menyampaikan kabar yang didengarnya.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa memiliki
kelebihan dalam aspek ini yaitu kemampuan membaca dengan lancar
meskipun membaca terlalu cepat. Siswa memperoleh skor 3 dengan
kualifikasi baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa cukup
mengekspresikan emosi sesuai dengan isi fabel. Kekurangannya adalah
ketika membaca terlalu cepat, maka emosi yang diekspresikan tidak
sampai saat membaca. Oleh sebab itu, peneliri memberikan skor 2 dengan
kualifikasi baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Skor yang didapat
adalah 3 dengan kualifikasi baik. Peserta didik mampu mengatur napas
dengan baik saat membaca, meskipun membaca teks dengan cepat.
Penilaian kedua adalah keterampilan membaca fabel berdasarkan
tabel 4.2.2. Aspek pertama yang dinilai adalah pemahaman isi cerita.
Siswa cukup memahami isi cerita yang dibaca. Oleh karena itu skor yang
diperoleh adalah 2 dengan kualifikasi cukup baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Aspek ini,
siswa mampu mengungkapkan isi cerita secara runtut, namun ada satu
84
kata yang terlewat pada paragraf 43 dalam kalimat “Dan ketika gagal,
mereka pasti akan merasa sangat kehilangan.” Kata sangat merupakan
kata yang terlewat saat membaca.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa membaca teks dengan lancar. Kata-kata yang
diungkapkan wajar, tidak ada kata-kata yang diungkapkan secara
berlebihan. Oleh karena itu peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi
baik.
Keterampilan membaca fabel Hendrik secara keseluruhan cukup
baik. Kekuranganya adalah membaca masih datar dan sedikit
mengekspresikan emosi dalam membaca. Hal ini membuat cerita yang
dibacakan menjadi sedikit kurang menarik.
m. Lisda Aviliani
Tabel 4.1.13
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 19
Nilai :
5
25skorJumlah 95
5
475
5
2519
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.13
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
85
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 11
Nilai :
3
25skorJumlah 92
3
275
3
2511
NA= Error! Reference source not found.
942
187
2
9295
Nilai rata-rata yang diperoleh dari tabel 4.1.13 dan 4.2.13 adalah
94 dengan kualifikasi sangat baik. Tabel 4.1.13 diperoleh nilai 95 dan 94
dari tabel 4.2.13. Kedua penilaian dari tabel tersebut berpedoman kepada
indikator-indikator dalam setiap aspek.
Penilaian pada tabel 4.1.13 yakni penilaian keterampilan
membaca nyaring. Aspek pertama yang dinilai adalah intonasi. Skor yang
didapat 4 dengan kualifikasi sangat baik. Siswa sangat memperhatikan
tinggi rendahnya suara yang dikeluarkan sehingga pembacaan fabel lebih
menarik. Selain itu, keras lembut pembacaan yang dihasilkan juga sangat
disesuaikan dengan isi cerita di dalam fabel. Siswa juga sangat mampu
mengatur cepat lambat dalam membaca dan mengakibatkan membaca
tidak terlalu kecepatan atau terlalu lambat. Pembacaan fabel sangat
disesuaikan dengan suasan di dalam fabel.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa mengeluarkan suara
dengan artikulasi yang jelas. Selanjutnya, kata-kata yang dikeluarkan juga
tepat sesuai dengan isi teks, meskipun ada beberapa kata yang dilafalkan
86
dengan tidak tepat. Peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik.
Adapun kata-kata yang dilafalkan dengan tidak tepat sebagai berikut.
“Kata orang, burung itu tinggak du sebelah utara, tepatnya di balik
bukit yang tinggi itu.” (menit 01:52, paragraf 6). Kata tepatnya
seharusnya dilafalkan menjadi tepat.
“Ya, ku dengar Raja telah memerintah para rimbauan untuk …”
(menit 04:27, paragraf 15). Kata memerintah seharusnya
dilafalkan menjadi memerintahkan.
“Pemburu itu memasang perangkap di antara bunga teratai dan
sejora di dalam danau beracun.” (menit 05:16, paragraf 19). Kata
sejora seharusnya dilafalkan menjadi seroja.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa sangat lancar
dalam membaca, tidak mengalami kesulitan saat mengungkapkan setiap
kata atau kalimat. Skor yang diperoleh adalah 4 dengan kualifikasi sangat
baik.
Aspek keempat yaitu emosi. Siswa memiliki kemampuan untuk
mengekspresikan emosi saat membaca. Pengekspresian emosi ini sangat
sesuai dengan isi fabel, sehingga fabel yang dibacakan sangat menarik.
Oleh karena itu peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat
baik.
Aspek kelima yaitu pernapasan. Siswa memeproleh skor 4 dengan
kualifikasi sangat baik. Kemampuan dalam mengatur napas juga sangat
baik sehingga ketika membaca fabel tidak terlihat kelelahan dan
terengah-engah.
Penilaian pada tabel 4.2.13 fokus kepada penilaian keterampilan
membaca fabel. Aspek pertama yang dinilai adalah pemahaman isi cerita.
Siswa mampu memahami cerita fabel dengan baik karena penampilan saat
membaca sangat baik sehingga membuat fabel yang dibaca lebih menarik.
Oleh karena itu skor yang didapat 3 dengan kualifikasi baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
teks. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik. Siswa
87
mampu mengungkapkan isi teks dengan sangat runtut, tidak ada kata-kata
yang terlewat dalam teks.
Aspek ketiga adalah kelancaran dan kewajaran dalam
pengungkapan. Kelancaraan dalam membaca fabel sangat baik sehingga
kata-kata yang diungkapkan saat membaca sangat wajar, tidak ada
kata-kata yang berlebihan, Oleh karena itu, skor yang diperoleh adalah 4
dengan kualifikasi sangat baik.
Keterampilan membaca Fabel yang dimiliki oleh Lisda secara
keseluruhan sudah sangat baik. Kekurangannya hanyalah ada beberapa
kata yang sedikit kurang tepat untuk dilafalkan.
n. Mia Nurpadilah
Tabel 4.1.14
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 16
Nilai :
5
25skorJumlah 80
5
400
5
2516
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.14
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
88
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 10
Nilai :
3
25skorJumlah 83
3
250
3
2510
NA= Error! Reference source not found.
822
163
2
8380
Nilai rata-rata yang diperoleh berdasarkan kedua tabel di atas
adalah 82 dengan kualifikasi sangat baik. Tabel 4.1.14 memperoleh nilai
80 dan nilai 82 diperoleh dari tabel 4.2.14. Kedua tabel tersebut memiliki
aspek-aspek yang dinilai berdasarkan dengan indikator-indikator yang
ada.
Penilaian tabel 4.1.14 terdiri dari lima aspek. Aspek pertama yang
dinilai adalah intonasi. Siswa memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik.
Pada aspek ini siswa mampu memperhatikan tinggi rendahnya suara yang
dikeluarkan sehingga membaca fabel menjadi menarik. Selanjutnya, keras
lembutnya pembacaan diperhatikan dengan baik sesuai dengan isi teks
dan suasana dalam fabel. Cepat lambatnya pembacaan juga diperhatikan
dengan baik dalam membaca, namun siswa terkadang membaca terlalu
cepat.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa mapu melafalkan
setiap kata dengan artikulasi yang jelas. Ketepatan kata-kata yang
dilafalkan juga tepat, hanya ada beberapa kata yang dilafalkan kurang
tepat. Peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Berikut ini
kata-kata yang dilafalkan kurang tepat.
89
Selanjutnya, berita tentang danau ini sampai pada seorang angsa
liar yang bermukim di gunung itu. (menit 03:40, paragraf 2). Kata
seorang seharusnya dilafalkan menjadi seekor.
“Ya, aku juga sudah lelah harus mencari makanan sendiri,”
(menit 04:50, paragraf 18). Kata makanan seharusnya dilafalkan
menjadi makan.
Pemburu itu memasang perangkap di antara bunga-bunga teratai
dan sejora di dalam danau beracun. (menit 05:09, paragraf 19).
Kata sejora seharusnya dilafalkan menjadi seroja.
Ia tahu bahwa sebelum tiba di kota, burung Kepodang Emas itu
akan hinggap dulu di air untuk melepas lelah dan mencari
makanan.(menit 05:24, paragraf 19). Kata makanan seharusnya
dilafalkan menjadi makan.
“Ku mohon lepaskan aku,” pekik si angsa. (menit 05:35,
paragraph 21). Kata lepaskan seharusnya dilafalkan menjadi
selamatkan.
“Sabarlah, aku sedang berusaha melepaskan perangkap ini.”
(menit 05:38, paragraf 22). Kata melepaskan seharusnya
dilafalkan menjadi melepas.
Ia juga memberikannya air minum yang jernih dan bersih, …
(menit 09:13, paragraf 33). Kata memberikannya seharusnya
dilafalkan menjadi memberi.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa mampu
mengekspresikan emosi dengan baik, sesuai isi dan suasana dalam fabel.
Akan tetapi, ada beberapa bagian yang diekspresikan dengan datar. Oleh
karena itu, siswa memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Pernapasan yang
dilakukan dalam membaca fabel sangat baik. Siswa sangat mampu
mengontrol pernapasan sehingga tidak terlihat kelelahan dan kehabisan
membaca. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Penilaian kedua yaitu keterampilan membaca fabel yang
didasarkan pada tabel 4.2.14. Penilaian ini terdiri dari tiga aspek. Aspek
90
pertama yaitu pemahaman isi cerita. Siswa mampu memahami cerita
dengan baik sehingga memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Siswa sangat baik dalam mengungkapkan isi cerita karena
diungkapkan dengan sangat runtut, hanya ada dua kata yang terlewat.
Pada paragraf 36 kata sendiri dalam kalimat “Namun, saya memasang
perangkap atas inisiatif saya …,” tidak dibacakan. Selanjutnya, kata
mampu juga terlewat pada paragraf 38 dalam kalimat “Jika kami mampu
melunakkan hati Raja dan pada akhirnya ia membebaskan kami, …”.
Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa mampu membaca fabel dengan lancar.
Pengungkapan kata-kata juga dilafalkan secara wajar, tidak ada kata-kata
yang dilafalkan secara berlebihan. Oleh sebab itu, siswa memperoleh skor
3 dengan kualifikasi baik.
Keterampilan membaca fabel yang dimiliki oleh Mia secara
keseluruhan sudah baik. Kelebihannya adalah siswa mampu mengatur
penapasan dengan sangat baik dan kekurangannya hanya dari segi
pelafalan, masih ada sedikit kata yang dilafalkan kurang tepat.
o. Muhamad Valo Fata
Tabel 4.1.15
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
91
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 13
Nilai :
5
25skorJumlah 65
5
325
5
2513
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.15
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 8
Nilai :
3
25skorJumlah 66
3
200
3
258
NA= Error! Reference source not found.
662
131
2
6665
Berdasarkan hasil penilaian keterampilan membaca nyaring
diperoleh nilai 65 dan penilaian keterampilan membaca fabel diperoleh
nilai 66. Nilai akhir dari keterampilan membaca fabel yaitu 66, nilai yang
termasuk ke dalam kualifikasi baik. Nilai tersebut dapat diuraikan dengan
aspek penilaian yang digunakan sesuai dengan indikator.
Penilaian pertama yang dinilai adalah keterampilan membaca
nyaring. Keterampilan membaca nyaring tersebut termasuk kualifikasi
cukup baik. Aspek pertama yang dinilai adalah intonasi. Pembacaan cerita
fabel cukup memperhatikan tinggi rendahnya suara, keras lembutnya
92
suara, cepat lambatnya pembacaan cukup sesuai dengan isi dan suasana
yang digambarkan dalam fabel. Adapun kelemahan dari aspek intonasi ini
adalah siswa semakin lama membaca semakin tidak memperhatikan tinggi
rendahnya suara dan keras lembutnya suara. Selain itu, pembacaan fabel
dibacakan semakin cepat. Berdasarkan hal tersebutlah keterampilan
membaca nyaring siswa sudah sesuai dengan intrumen penilaian sehingga
peneliti memberikan skor 2.
Aspek kedua yang dinilai yaitu lafal. Siswa dalam melakukan
pelafalan membaca nyaring sudahbaik. Pelafalan yang dikeluarkan dalam
membaca nyaring jelas dari awal hingga akhir dan juga tepat sesuai
dengan teks yang ada. Akan tetapi, pada menit ke 03.24, paragraf 15
terdapat kesalahan pelafalan yakni “ Ya, ku dengar Raja telah
memerintahkan para rimbawan untuk memberi makanan para burung.”
Kata makanan seharusnya dilafalkan makan. Kesalahan pelafalan
selanjutnya pada paragraf 19 menit 04:35 yaitu Ia tahu bahwa sebelum
tiba di kota, burung Kepodang Emas itu akan hingga dulu di aer untuk
melepas lelah dan mencari makan. Kata aer merupakan bentuk kata tidak
baku dari air, sehingga kurang tepat jika dilafalkan.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa dalam
membacakan cerita fabel “Hati Kepodang Emas” mendapatkan skor 3.
Hal ini dikarenakan pembacaan fabel lancar dan tidak tersendat-sendat
dari awal hingga akhir. Oleh karena itu, termasuk ke dalam kriteria sangat
baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa cukup
memperhatikan emosi saat membaca fabel. Emosi diekspresikan cukup
sesuai dengan isi fabel, meskipun ada beberapa bagian yang diekspresikan
dengan datar. Peneliti memberikan skor 2, dan termasuk ke dalam kriteria
cukup baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Siswa mengatur
napas dengan baik sehingga tidak terlihat terengah-engah dan kelelahan
93
dalam membaca. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti memberikan
skor 3.
Penilaian kedua yaitu berdasarkan keterampilan membaca fabel.
Penilaian ini berdasarkan aspek-aspek yang dinilai sesuai dengan
indikator yang ada. Aspek pertama yang dinilai yaitu pemahaman isi
cerita. Siswa dalam membaca fabel terlihat cukup memahami isi cerita.
Hal tersebut termasuk ke dalam kualifikasi cukup baik, sehingga peneliti
memberikan skor 2.
Aspek penilaian kedua yaitu keruntutan pengungkapan isi cerita.
Siswa mendapatkan skor 3 karena dalam membaca cerita fabel
memperhatikan keruntutan pengungkapan isi cerita. Tidak ada paragraf
yang terlewat dalam pembacaan fabel. Oleh karena itu, termasuk ke dalam
kualifikasi baik.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran dalam
pengungkapan. Siswa dalam membaca fabel cukup lancar dan tidak
tersendat-sendat. Pengungkapan yang dilafalkan dalam membaca juga
sangat wajar, tidak ada kata-kata yang dilafalkan secara berlebihan.
Peneliti memberikan skor 2 dan termasuk ke dalam kualifikasi cukup
baik.
Keterampilan membaca fabel yang dimiliki oleh Valo cukup baik
secara keseluruhan. Akan tetapi, kekurangannya dari aspek intonasi dan
emosi, kurang menerapkan secara maksimal sehingga cerita yang
dibacakan menjadi sedikit tidak menarik.
p. Nazar Nur Hidayat
Tabel 4.1.16
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
94
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 7
Nilai :
5
25skorJumlah 35
5
175
5
257
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.16
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 4
Nilai :
3
25skorJumlah 33
3
100
3
254
NA= Error! Reference source not found.
342
68
2
3335
Berdasarkan hasil penilaian keterampilan membaca nyaring
diperoleh nilai 35 dan penilaian keterampilan membaca fabel diperoleh
nilai 33. Nilai akhir dari keterampilan membaca fabel yaitu 34, nilai yang
termasuk ke dalam kualifikasi sangat kurang. Nilai tersebut dapat
95
diuraikan dengan aspek penilaian yang digunakan sesuai dengan
indikator.
Penilaian pertama yang dinilai adalah keterampilan membaca
nyaring. Keterampilan membaca nyaring tersebut termasuk kualifikasi
kurang baik. Aspek pertama yang dinilai adalah intonasi. Pembacaan
cerita fabel kurang memperhatikan tinggi rendahnya suara dan keras
lembutnya suara. Siswa membaca dengan seadanya, tidak memperhatikan
tanda baca. Selanjutnya cepat lambatnya pembacaan juga kurang
diperhatikan sehingga kurang sesuai dengan isi dan suasana yang
digambarkan di dalam fabel. Berdasarkan hal tersebutlah keterampilan
membaca nyaring siswa kurang baik sehingga mendapat skor 1.
Aspek kedua yang dinilai yaitu lafal. Siswa dalam melakukan
pelafalan membaca nyaring sudah cukup baik. Peneliti memberikan skor
2. Pelafalan yang dikeluarkan dalam membaca nyaring cukup jelas,
namun artikulasi yang diucapkan terkadang kurang jelas. Selain itu,
banyak kata-kata yang diucapkan kurang tepat. Adapun kata-kata yang
diucapkan kurang tepat sebagai berikut.
Pada zaman dahulu ada seorang raja dan ratu yang mengasui
banyak tempat suci di bumi. (menit 00:32, paragraf 1). Kata
mengasui seharusnya dilafalkan menjadi menguasai.
... ia sangat ingin melihat dan mendengar burung yang dimiliki
indah. (menit 00:53, paragraf 1). Kata dimiliki seharusnya
dilafalkan demikian.
“Padaku, seperti apa ciri-ciri burung emas yang kau maksud
itu?” (menit 01:04, paragraf 2). Kata padaku dan apa seharusnya
dilafalkan menjadi paduka dan apakah.
“Burung emas itu berukuran sedang, berwarna kuning seperti
emas, dan memiliki strip hitam melayani mata dan tengkuk.”
(menit 01:21, paragraf 3). Kata melayani seharusnya dilafalkan
menjadi melewati.
“Tubuh bagian bawahnya keputih-putihan dengan burik hitam,
irisan merah, serta bentuk paruh meruncing dan sedikit
96
melengkung ke bawah.” (menit 01:30, paragraf 3). Kata irisan
seharusnya dilafalkan menjadi iris.
Lalu beberapa pengawal yang lain ikut memberangkatkannya.
(menit 01:54, paragraf 4). Kata memberangkatkanya seharusnya
dilafalkan menjadi membenarkannya.
“Padaku, kau akan sulit menemukan kerajaan,” (menit 02:04 dan
02:08, paragraf 4). Kata padaku dan kerajaan seharusnya
dilafalkan menjadi paduka dan kerajaanmu.
“Kata orang, burung itu tinggal di sebuah utara, depan di balik
bukit yang tinggi itu.” (menit 02:20 dan 02:23, paragraf 6). Kata
sebuah dan depan seharusnya dilafalkan menjadi sebelah dan
tepat.
Namun, setelah hampir tugas bebas hari berlalu, … (menit 03:04
dan 03:06, paragraf 8). Kata tugas dan bebas seharusnya
dilafalkan menjadi tujuh dan belas.
Salah seseorang pemburu yang sangat berpengalaman lalu
datang… (menit 03:19, paragraf 8). Kata seseorang seharusnya
dilafalkan menjadi seorang.
“Pandaku, kepodang emas itu habitatnya di hutan…” (menit
03:39, paragraf 9). Kata pandaku seharusnya dilafalkan menjadi
paduka.
... angsa liar yang bermukilan di gunung itu. (menit 05:00,
paragraf 12). Kata bermukilan seharusnya dilafalkan menjadi
bermukim.
“Kau tau, Raja baru saja membuat pengemukan penting.” (menit
05:17, paragraf 13). Kata pengemukan seharusnya dilafalkan
menjadi pengumuman.
“Ia akan menyambut seluruh burung untuk datang dan tinggal
dengan damai di taman mengapa dekat kota.” (menit 05:53,
paragraf 13). Kata mengapa seharusnya dilafalkan menjadi
megah.
“Apa Raja akan menjamin kebutuhan kita?” (menit 05:31,
paragraf 14). Kata apa seharusnya dilafalkan menjadi apakah.
“Mari kita pergi, aku sangat penasaran sangat apakah teman
itu,” (menit 05:51 dan 05:52, paragraf 15). Kata sangat dan teman
seharusnya dilafalkan menjadi semegah dam taman.
97
Kita lalu memutuskan untuk pergi ke kota. (menit 06:26, paragraf
19). Kata kita seharusnya dilafalkan menjadi ketiganya.
Kedua burung kepodang emas berusaha melepas perangkap yang
menjeratkan tubuh sahabatnya. (menit 06:59, paragraf 20). Kata
menjeratkan seharusnya dilafalkan menjadi menjerat.
Namun, tepat setelah ia angsa terbebas dari perangkap. (menit
07:36, paragraf 23). Kata ia seharusnya dilafalkan menjadi si.
Kepodang emas betina hilang keseimbangan dan jatuh di atas
danau berancun,(menit 07:48, paragraf 23) Kata berancun
seharusnya dilafalkan menjadi beracun.
“Bergiliran angsa liar, cepat … cepat…!” (menit 07:49,
paragraph 24). Kata bergiliran seharusnya dilafalkan menjadi
pergilah. Hatinya sedih tergugah. (menit 08:58, paragraf 30). Kata
sedih seharusnya dilafalkan menjadi sedikit.
“Saya tidak akan meninggalkannya walaupun saya mati karena,”
(menit 09:30, paragraf 31). Kata karena seharusnya dilafalkan
menjadi karenanya.
“Sesungguhnya kedua burung ini sangat berani dan berhati
mulai” (menit 09:35 dan 09:39 paragraf 32). Kata sesungguhnya
dan mulai seharusnya dilafalkan menjadi sungguh dan mulia.
“Bila saya melakui mereka, saya pasti akan dihukum Tuhan.”
(menit 09:41, paragraf 32). Kata melakui seharusnya dilafalkan
menjadi mulai.
“Ah, apa gunanya menghargai Raja?! Saya akan membahas
mereka.” (menit 09:47 dan 09:51, paragraf 32). Kata membahas
dan membahas seharusnya dilafalkan menjadi penghargaan dan
membebaskan.
“... maka saya akan membahas kalian.” (menit 10:00, paragraf
32). Kata membahas seharusnya dilafalkan menjadi
membebaskan.
Ia juga memberikan air minum yang jernih dan bersih, dan
dengan ajaib kepodang emas itu tampak sehat dan segera seperti
semua. (menit 10:17, paragraf 33). Kata memberikan dan segera
seharusnya dilafalkan menjadi memberinya dan segar.
98
“Semoga kau dan keluarga hidup makmur,” (menit 10:37,
paragraf 34). Kata keluarga seharusnya dilafalkan menjadi
keluargamu.
“Atas peringatan Raja.” (menit 10:56, paragraf 36). Kata
peringatan seharusnya dilafalkan menjadi perintah.
“... mulai dari mimpi sang Ratu, taman mengapa yang dibuat
Raja…” (menit 11:10, paragraf 36). Kata mengapa seharusnya
dilafalkan menjadi megah.
“Kau akan diberi hidarah jika membawa kami ke kota.” (menit
11:45, paragraf 37). Kata hidarah seharusnya dilafalkan menjadi
hadiah.
“... akhirnya ia membesarkan kami, ,,,” (menit 12:00, paragraf
38). Kata membesarkan seharusnya dilafalkan menjadi
membebaskan.
Saat Raja dan Ratu melihat kedua burung yang berkicau itu,
mereka sangkar gembira. (menit 12:17 dan 12:20, paragraf 40).
Kata berkicau dan sangkar seharusnya dilafalkan menjadi
berkilau dan sangat.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa dalam
membacakan cerita fabel “Hati Kepodang Emas” mendapatkan skor 1.
Hal ini dikarenakan pembacaan fabel kurang lancar dan ersendat-sendat
dari awal hingga akhir. Oleh karena itu, termasuk ke dalam kriteria kurang
baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa kurang
memperhatikan emosi saat membaca fabel. Pengekspresian emosi yang
dilakukan adalah datar, tidak ada ekspresi dalam membaca sehingga fabel
yang dibacakan menjadi tidak menarik. Peneliti memberikan skor 1, dan
termasuk ke dalam kriteria kurang baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Siswa mengatur
napas dengan cukup baik meskipun sedikit terlihat terengah-engah dan
kelelahan dalam membaca. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti
memberikan skor 2.
99
Penilaian kedua yaitu berdasarkan keterampilan membaca fabel.
Penilaian ini berdasarkan aspek-aspek yang dinilai sesuai dengan
indikator yang ada. Aspek pertama yang dinilai yaitu pemahaman isi
cerita. Siswa dalam membaca fabel terlihat kurang memahami isi cerita.
Hal tersebut termasuk ke dalam kualifikasi kurang baik, sehingga
diberikan skor 1.
Aspek penilaian kedua yaitu keruntutan pengungkapan isi cerita.
Siswa mendapatkan skor 2 karena dalam membaca cerita fabel
memperhatikan keruntutan pengungkapan isi cerita. Adapun kelamahan
pada aspek ini adalah ada beberapa kata yang terlewat dibaca. Di bawah
ini kata-kata yang ditulis tebal termasuk kata-kata yang terlewat.
Ratu bermimpi tentang seekor burung emas yang bisa bicara.
(paragraf 1)
Raja selanjutnya meminta banyak bantuan untuk… (paragraf 1)
“Baiklah, aku akan mengutus banyak orang untuk mencarinya.
(paragraf 7)
… , tanya angsa. (paragraf 25)
… , jawab Kepodang Emas jantan. (paragraf 26)
Angsa liar itu segera berlari meninggalkannya. (paragraf 27)
“Saat hidup menjelang ajal dan kematian mendekat, tiada guna
melawan takdir. (paragraf 29)
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran dalam
pengungkapan. Siswa dalam membaca fabel kurang lancar dan
terbata-bata. Pengungkapan yang dilafalkan dalam membaca cukup wajar,
namun ada kata-kata yang ditambahkan di dalam teks. Pada kalimat …
akan dilindungi dari segala macam-macam ancaman dan bahaya.
(paragraf 11). Kata macam mengalami penambahan kata sehingga
menjadi kata berulang. Selanjutnya, paragraf 28 terdapat penambahan
kata itu dalam kalimat ... , ia langsung mengangkat Kepodang Emas itu
betina dari atas danau. Penambahan kata terakhir pada paragraf 32 dalam
100
kalimat “Sungguh kedua burung ini sangat berani dan berhati-hati
mulia.”
Keterampilan membaca fabel yang dimiliki oleh Nazar kurang
baik. Siswa harus terus berlatih terus dalam membaca, khususnya pada
aspek kelancaran. Siswa masih membaca teks dengan terbata-bata
sehingga aspek-aspek lain tidak dapat diterapkan dengan baik dalam
membaca. Pelafalan juga menjadi tugas siswa untuk berlatih karena masih
banyak kata-kata yang dilafalkan dengan kurang tepat.
q. Rafi Ahmad Fahreza
Tabel 4.1.17
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 19
Nilai :
5
25skorJumlah 95
5
475
5
2519
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.17
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
101
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 11
Nilai :
3
25skorJumlah 91
3
275
3
2511
NA= Error! Reference source not found.
932
186
2
9195
Hasil penilaian keterampilan membaca fabel didapat dari tabel
4.1.17 dan 4.2.17. Siswa memperoleh nilai 93 dengan kualifikasi sangat
baik. Peneliti menilai berdasarkan aspek dari setiap tabel dan didasarkan
dengan indikator-indikator yang ada. Siswa mendapat nilai 95 pada tabel
4.1.17 dan nilai 91 pada tabel 4.2.17.
Penilaian pertama adalah penilaian keterampilan membaca
nyaring. Penilaian ini memiliki lima aspek yang berpedoman kepada
indikator-indikator yang ada. Aspek pertama yang dinilai adalah intonasi.
Siswa memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik. Adapun indikator yang
dicapai oleh siswa yakni siswa mampu menyesuasikan tinggi rendahnya
suara saat membaca dan keras lembutnya pembacaan. Selain itu, cepat
lambatnya pembacaan juga diperhatikan sesuai dengan isi dan suasana
yang digambarkan di dalam cerita sehingga cerita yang dibacakan
menjadi menarik untuk didengar.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Peneliti memberikan skor 4
dengan kualifikasi sangat baik. Indikator yang dicapai pada aspek ini
yaitu siswa mampu memperhatikan pelafalan saat membaca dengan
102
menggunakan artikulasi yang jelas. Selain itu, siswa juga memperhatikan
ketepatan kata yang dilafalkan, meskipun ada beberapa kata yang
dilafalkan kurang tepat. Berikut ini adalah kata-kata yang dilafalkan
kurang tepat.
“Paduka, kau akan sulit menemukan jenis burung seperti itu di
seluruh penjuru kerajaan,” (menit 01:15, paragraf 4). Kata
kerajaan seharusnya dilafalkan menjadi kerajaanmu.
Dalam perjalanan waktu, taman yang megah itu mulai ditanami
banyak pohon, bunga, dan berbagai jenis tanaman langka yang
cantik. (menit 02:39, paragraf 11). Kata berbagai seharusnya
dilafalkan menjadi beberapa.
Angsa liar itu menemukan sepasang burung kepodang emas dan
menyampaikan kabar yang didengarnya. (menit 03:14, paragraph
12). Kata menemukan seharusnya dilafalkan menjadi menemui.
Mereka berbicara masalah-masalah di dalam istana, … (menit
08:52, paragraf 41). Kata berbicara seharusnya dilafalkan menjadi
membicarakan.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Indikator yang
dicapai adalah siswa mampu membaca fabel dengan sangat lancar dan
tidak tersendat-sendat. Oleh karena itu, siswa mendapatkan skor 4 dengan
kualifikasi baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Peneliti memberikan
skor 4 dengan kualifikasi sangat baik. Adapun hal tersebut berdasarkan
indikator yang dicapai yaitu siswa sangat mampu mengekspresikan emosi
di dalam dirinya sesuai dengan isi fabel. Hal ini membuat fabel yang
dibacakan menjadi lebih hidup.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Siswa mampu
mengatur pernapasan saat membaca dengan sangat baik, tidak
terengah-engah dan terlihat lelah. Oleh karena itu siswa memperoleh skor
4 dengan kualifikasi sangat baik.
Penilaian kedua berdasarkan tabel 4.2.17 yaitu keterampilan
membaca fabel. Aspek pada tabel tersebut terdiri dari tiga aspek. Aspek
103
pertama yang dinilai adalah pemahaman isi cerita. Siswa memahami isi
cerita dengan baik sehingga mampu mengekpresikan dirinya sesuai
dengan teks yang dibaca. Oleh karena itu siswa memperoleh skor 3
dengan kualifikasi baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik. Siswa
mampu mengungkapkan isi cerita dengan sangat urut, dan tidak ada
kata-kata yang terlewat saat membaca.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa memperoleh skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Adapun hal itu berpedoman kepada indikator yang dicapai yaitu siswa
mampu membaca fabel dengan sangat lancar dan mengungkapkan setiap
kata dengan wajar dan tidak berlebihan, meskipun ada satu kata yang
ditambahkan dalam pelafalan yakni dalam paragraf 11 terdapat
penambahan kata ancaman pada kalimat … akan dilindungi dari segala
ancaman-ancaman dan bahaya. Penambahan kata tersebut membuat kata
menjadi kata berulang.
Keterampilan membaca fabel yang dimiliki oleh Rafi secara
keseluruhan sudah sangat baik. Kekruangannya adalah dalam aspek
pelafalan. Siswa harus lebih teliti lagi dalam membaca teks, sehingga lafal
yang diucapkan menjadi tepat.
r. Ramadinah Erin Arifiani
Tabel 4.1.18
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
104
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 19
Nilai :
5
25skorJumlah 95
5
475
5
2519
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.18
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 11
Nilai :
3
25skorJumlah 91
3
275
3
2511
NA= Error! Reference source not found.
932
186
2
9195
Berdasarkan hasil penilaian keterampilan membaca tabel yang
mengacu kepada kedua tabel diperoleh nilai 93. Nilai tersebut termasuk
kualifikasi sangat baik. Nilai tersebut dapat diuraikan berdasarkan kedua
tabel di atas. Nilai pada tabel 4.1.18 yaitu 95 dan tabel 4.2.18 yaitu 91.
105
Pada penilaian pertama dilihat dari tabel 4.1.18 yaitu penilaian
keterampilan membaca nyaring. Siswa mendapatkan nilai 95 dengan
kualifikasi sangat baik. Aspek pertama yang dinilai dari tabel tersebut yaitu
Intonasi. Pembacaan fabel yang dibacakan oleh Ramadinah sangat
memperhatikan intonasi. Siswa sangat memperhatikan tinggi rendahnya
suara dan keras lembutnya suara. Hal ini membuat cerita yang dibacakan
menjadi lebih menarik. Siswa juga sangat memperhatikan suasana di dalam
cerita fabel sehingga cepat lambatnya pembacaan dikuasai dengan sangat
baik. Berdasarkan hal tersebut, peneliti memberikan skor 4 dengan
kualifikasi sangat baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah pelafalan. Peneliti memberikan
skor 4 dengan kualifikasi sangat baik. Pelafalan yang diucapkan siswa baik.
Siswa mengucapkan kata-kata dengan lafal yang sangat jelas. Selain itu,
siswa melafalkan kata-kata dengan tepat, meskipun ada dua kata yang
kurang tepat dilafalkan. Pada menit 03:53 dan 04:01 paragraf 15 dalam
kalimat “Ya, ku dengar Raja lebih memerintahkan para rimbawan untuk
memberi makan para burung. Mari kita pergi, aku sangat penasaran
semegah apakah tanaman itu?”. Kata lebih dan tanaman seharusnya
dilafalkan menjadi telah dan tanam.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa sangat lancar
dalam membaca, setiap kata yang dilafalkan dinikmat saat proses membaca
Hal ini mengakibatkan ada kata-kata yang kurang tepat dalam pengucapan.
Oleh karena itu, peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa mengekspresikan
emosi dalam dirinya sangat baik. Hal ini membuat cerita yang dibacakan
dengan emosi yang diekspresikan sesuai dengan isi dan suasana dalam
teks. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Penilaian pada aspek kelima yaitu pernapasan. Siswa baik dalam
mengatur pernapasan meskipun membaca terlalu terburu-buru. Siswa tidak
terlihat terengah-engah dan kehabisan napas dalam membaca. Peneliti
memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik.
106
Penilaian kedua yaitu keterampilan membaca fabel berdasarkan
tabel 4.2.18 sesuai dengan indikator yang ada. Aspek pertama pada
penilaian ini yaitu pemahaman isi cerita. Siswa memahami isi cerita
dengan baik sehingga mampu membaca dengan penuh ekspresi.
Berdasarkan hal tersebut peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi
baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik. Siswa
membaca fabel dengan sangat urut, meskipun ada dua kata yang terlewat,
Kata yang terlewat tersebut terdapat dalam paragraf 12 dalam kalimat
Angsa liar lalu menemui sepasang burung kepodang emas dan
menyampaikan kabar yang didengarnya. Selanjutnya kata betina terlewat
dalam paragraf 17 pada kalimat ..., ,” kata kepodang emas betina.
Aspek ketiga pada penilaian kedua ini adalah kelancaran dan
kewajaran pengungkapan. Siswa membaca fabel dengan sangat lancar.
Pengungkapan kata-kata yang diucapkan juga sangat baik tidak ada
kata-kata yang diucapkan secara berlebihan.
Keterampilan membaca fabel yang dimiliki oleh Ramadinah sangat
baik secara keseluruhan. Kekurangannya adalah siswa harus sedikit teliti
dalam membaca agar kata-kata yang dilafalkan tepat.
s. Ripky Diansyah
Tabel 4.1.19
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
107
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 13
Nilai :
5
25skorJumlah 65
5
325
5
2513
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.19
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 8
Nilai :
3
25skorJumlah 66
3
200
3
258
NA= Error! Reference source not found.
662
131
2
6665
Nilai keterampilan membaca fabel yang didapatkan oleh Ripky
adalah 66. Nilai tersebut termasuk kualifikasi baik. Nilai tersebut adalah
nilai akhir yang telah diakumulasikan berdasarkan tabel 4.1.19 dan 4.2.19.
108
Nilai yang didapatkan pada tabel 4.1.19 adalah 65 dan tabel 4.2.19 adalah
66. Nilai tersebut dapat diuraikan berdasarkan indikator pada setiap tabel.
Penilaian pertama yang dinilai adalah keterampilan membaca
nyaring. Keterampilan membaca nyaring dinilai berdasarkan tabel 4.1.19.
Aspek pertama yang dinilai adalah intonasi. Intonasi yang diucapkan saat
membaca fabel cukup baik. Siswa cukup memperhatikan tinggi rendahnya
suara, keras lembutnya suara, dan cepat lambatnya pembacaan.
Kekurangannya adalah ketika membaca masih terlalu cepat sehingga
membaca terkadang masih terdengar datar. Peneliti memberikan skor 2
dengan kualifikasi cukup baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah pelafalan. Siswa memperhatikan
pelafalan yang diucapkan dengan baik. Siswa juga memperhatikan
artikulasi, sehingga kata-kata yang diucapkan terdengar jelas. Selain itu,
ketepatan kata-kata yang diucapkan juga cukup tepat, meskipun ada
beberapa kata-kata yang diucapkan tidak tepat. Peneliti memberikan skor
3 dan memiliki kualifikasi baik. Berikut ini kata-kata yang dilafalkan
dengan tidak tepat.
“Paduka, kepodang emas itu habitatnya di hutan yang banyak
pepohonannya.” (menit 02:30, paragraf 9). Kata pepohonan
seharusnya dilafalkan menjadi pohon.
Ia akan menyambut seluruh burung untuk datang dan tinggal
dengan damai di dengan kota. (menit 03:42, paragraf 13). Kata
dengan seharusnya dilafalkan menjadi dekat.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Peserta didik
lancar dalam membaca fabel. Siswa sedikit terbata-bata dalam membaca
karena membaca sedikit cepat. Oleh karena itu, peneliti memberikan skor
3 dengan kualifikasi baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa cukup
memperhatikan emosi dalam membaca cerita fabel. Siswa cukup
mengekspresikan emosi sesuai dengan keadaan cerita. Kekurangannya
adalah tidak konsisten dalam mengekspresikan emosi. Emosi hanya
109
diekspresikan beberapa kali, lalu membaca dengan datar, dan kembali lagi
berekspresi. Peneliti memberikan skor 2 dengan kualifikasi cukup baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Skor yang
didapatkan adalah 3 dengan kualifikasi baik. Siswa sangat mampu
mengatur napas dengan baik. Selain itu, saat membaca tidak terlihat
terengah-engah dan lelah.
Penilaian kedua yaitu didasarkan pada tabel 4.2.19 tentang
penilaian keterampilan membaca fabel. Penilaian ini juga disesuaikan
dengan indikator-indikator yang ada. Aspek pertama yang dinilai adalah
pemahaman isi cerita. Siswa cukup memahami cerita fabel dengan baik.
Hal ini terlihat dari bagaimana siswa membaca cerita fabel tersebut. Oleh
karena itu, peneliti memberikan skor 2 dengan kualifikasi cukup baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Siswa mengungkapkan isi cerita ketika membaca fabel yaitu
dengan baik. Hal ini dikarenakan tidak ada paragraf yang terlewat dalam
membaca. Siswa memperhatikan setiap paragraf dalam bacaan. Peneliti
memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Skor yang didapat adalah 3 dengan kualifikasi sangat
baik. Siswa membaca fabel dengan lancar, meskipun sedikit cepat dan
tersendat. Siswa juga mengungkapkan setiap kata dalam membaca
dengant wajar, tidak ada kata-kata yang dilebih-lebihkan. Semua sesuai
dengan teks fabel.
Keterampilan membaca fabel yang dimiliki oleh Ripky secara
keseluruhan cukup baik, hanya saja kekurangannya terletak pada aspek
intonasi dan emosi. Siswa sedikit kurang menerapkan intonasi dan juga
kurang mengekspresikan emosi dalam membaca cerita fabel.
t. Ryandra Ramadhani Akbar
Tabel 4.1.20
110
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 12
Nilai :
5
25skorJumlah 60
5
300
5
2512
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.20
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 7
Nilai :
3
25skorJumlah 58
3
175
3
257
NA= Error! Reference source not found.
592
118
2
5360
111
Berdasarkan hasil penilaian keterampilan membaca fabel siswa di
atas diperoleh nilai 59. Nilai tersebut termasuk ke dalam kualifikasi cukup
baik.
Penilaian pertama berdasarkan tabel 4.1.20 yaitu penilaian
keterampilan membaca nyaring. Aspek pertama yang dinilai adalah
intonasi. Siswa dalam membaca fabel cukup memperhatikan tinggi
rendahnya suara, keras lembutnya suara, dan cepat lambatnya pembacaan.
Akan tetapi, hal yang dilakukan sedikit kurang tepat sehingga
pembacaan kurang sesuai dengan isi dan keadaan di dalam cerita dan
datar. Oleh karena itu, skor yang didapat 2 dengan kualifikasi cukup.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa mengucapkan setiap
kata dalam membaca fabel cukup jelas, tetapi ada kata yang diucapkan
kurang tepat. Peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik.
Contoh kata yang diucapkan kurang tepat sebagai berikut:
“Paduka, seperti apa ciri-ciri burung emas yang kau maksud itu?”
(menit 00:56, paragraf 1). Kata apa seharusnya dilafalkan menjadi
apakah.
“Bila saya melakui mereka, saya pasti dihukum Tuhan,” Kata
melakui seharusnya diganti menjadi melukai.
“Dan ketiga gagal, mereka pasti akan terasa sangat kehilangan.”
(menit 09:37, paragraf 37). Kata terasa dilafalkan menjadi
merasakan.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa membaca fabel
cukup lancar. Kelemahannya adalah siswa sedikit terbata-bata dalam
membaca. Oleh karena itu, diperoleh nilai 2 dengan kualifikasi cukup.
Aspek keempat yaitu emosi. Siswa mengekspresikan emosi cukup
sesuai dengan isi fabel, akan tetapi siswa kurang menguasai cerita yang
dibacakan sehingga emosi yang diekspresikan hanya sedikit saja. Oleh
karena itu peneliti memberikan skor 2.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Peneliti memberikan
skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa mampu mengatur pernapasannya
112
dengan baik saat proses membaca fabel, tidak terlihat terengah-engah dan
kelelahan.
Penilaian kedua berdasarkan aspek pada tabel 4.2.20. Aspek
pertama yaitu pemahaman isi cerita. Siswa cukup memahami cerita tetapi
hanya sedikit. Hal ini terlihat dari proses pembacaan fabel. Siswa masih
membaca fabel seperti membaca biasa. Peneliti memberikan skor 2
dengan kualifikasi cukup.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Peneliti memberIkan skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa mampu
memperhatikan keruntutan cerita dengan baik dalam membaca. Akan
tetapi, ada satu kata yang dilewatkan dalam membaca pada paragraf 37
dalam kalimat“Bawalah kami kepada Raja.” (paragraf 37).
Aspek ketiga Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan
kewajaran pengungkapan. Siswa cukup lancar dalam proses membaca
fabel, tetapi membaca fabel masih sedikit tersendat-sendat. Selain itu,
kata-kata yang diucapkan cukup wajar, tetapi ada satu kata yang
ditambahkan pada teks dalam kalimat Angsa liar itu lalu menemui
sepasang burung kepodang emas dan menyampaikan kabar yang
didengarnya. (paragraf 12). Kata itu ditambahkan dalam kalimat.
Keterampilan membaca fabel yang dimiliki oleh Ryandra cukup
baik. Kelemahannya terdapat dalam aspek intonasi, kelancaran, dan
emosi. Siswa harus lebih berlatih lagi dalam membaca agar tidak
terbata-bata dalam membaca. Selain itu, penerapan intonasi dan emosi
dalam membaca harus lebih diperhatikan agar membaca fabel menjadi
menarik.
u. Satriyo Tito Pamungkas
Tabel 4.1.21
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
113
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 10
Nilai :
5
25skorJumlah 50
5
250
5
2510
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.21
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 7
Nilai :
3
25skorJumlah 58
3
175
3
257
NA= Error! Reference source not found.
542
108
2
5850
Adapun penilaian keterampilan membaca fabel Satriyo yaitu
mendapatkan nilai 54 dengan kualifikasi kurang baik. Penilaian tersebut
114
berdasarkan aspek yang dinilai pada tabel 4.1.21 dan tabel 4.2.21
Penilaian tabel 4.1.21 mendapatkan nilai 50, dan tabel 4.2.21 adalah 54.
Penilaian pertama yaitu berdasarkan tabel 4.1.21 tentang
keterampilan membaca nyaring. Aspek pertama yang dinilai adalah
intonasi. Siswa mendapatkan skor 2 dengan kualifikasi cukup. Kriteria
penilaian ini berdasarkan indikator yang ada. Siswa dalam proses
membaca cukup memperhatikan intonasi. Tinggi rendahnya suara yang
dihasilkan masih belum diperhatikan dengan baik dalam penerapannya.
Selanjutnya, keras lembutnya suara juga belum diterapkan, karena siswa
masih membaca seperti membaca untuk dirinya sendiri. Indikator yang
terakhir yaitu cepat lambatnya pembacaan cukup diperhatikan oleh siswa,
meskipun terkadang siswa masih membaca terburu-buru. Suara yang
dihasilkan oleh siswa pun, kadang-kadang kecil dan tidak terdengar.
Aspek kedua yang dinilai adalah pelafalan. Peneliti memberikan
skor 2 dengan kualifikasi cukup baik. Siswa memperhatikan pelafalan
dengan cukup baik,meskipun artikulasi yang dilafalkan saat proses
membaca kadang tidak terdengar jelas. Selanjutnya, ketepatan dalam
pelafalan cukup baik, meskipun ada beberapa kata yang kurang tepat
dilafalkan. Berikut ini adalah ketidaktepatan dalam pelafalan:
“Ini adalah kisah seorang kepodang emas yang memiliki hati
berkilau layaknya emas.” (menit 00:17, paragraf 1). Kata seorang
kurang tepat dilafalkan, seharunya adalah seekor.
“Tubuh bagian bawahnya keputihan dengan burik hitam, iris
merah, serta bentuk paruh meruncing…” (menit 01:12, paragraf
3). Kata keputihan seharusnya dilafalkan menjadi
keputih-putihan.
Kedua burung kepodang emas berusaha melepaskan perangkap
yang menjerat tubuh sahabatnya. (menit 05:15, paragraf 20). Kata
melepaskan seharusnya dilafalkan menjadi melepas.
“Sabarlah, aku sedang berusaha melepaskan perangkap ini,”
(menit 05:24, paragraf 21). Kata melepaskan seharusnya
dilafalkan menjadi melepas.
115
Aspek ketiga dalam penilaian adalah kelancaran. Peneliti
memberikan skor 2 dengan kualifikasi cukup baik. Siswa cukup lancar
dalam membaca fabel, meskipun terkadang membaca terlalu cepat dan
tersedikit tersendat-sendat.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa cukup
memperhatikan emosi yang diekspresikan dalam fabel. Siswa
mengekspresikannya hanya beberapa bagian saja yang sesuai dengan
keadaan cerita dan tokoh di dalam fabel. Oleh karena itu, siswa
diberikan skor 2 dengan kualifikasi cukup.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Peneliti memberikan
skor 2 dengan cukup baik. Siswa mampu mengatur pernapasan dengan
cukup baik saat melakukan proses membaca. Selain itu, siswa sedikit
terlihat terengah-engah dan lelah.
Penilaian kedua berdasarkan tabel 4.2.21, keterampilan membaca
fabel. Penilaian ini juga berdasarkan indikator yang terdapat dalam tabel
tersebut. Aspek pertama yang dinilai adalah pemahaman isi cerita. Siswa
cukup memahami isi cerita dari fabel yang telah dibacakan. Siswa
mendapatkan skor 2 dengan kualifikasi cukup.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan cerita.
Siswa dalam proses membaca fabel runtut dalam pengungkapan cerita.
Tidak ada kata-kata yang terlewat saat membaca. Siswa memperoleh skor
3 dengan kualifikasi baik.
Aspek terakhir dalam penilaian kedua yaitu kelancaran dan
kewajaran pengungkapan. Siswa mendapat skor 2 dengan kualifikasi
cukup baik. Adapun dalam proses membaca, siswa cukup lancar dalam
membaca dari paragraf awal sampai paragraf akhir meskipun sedikit
tersendat-sendat. Selanjutnya, dalam pengungkapan siswa
mengungkapkan setiap kata yang diucapkan wajar dan terdapat kata-kata
yang ditambahkan di dalam teks. Pada paragraf 11 dalam kalimat Raja
juga menjamin burung-burung itu akan dilindungi dari segala
macam-macam ancaman dan bahaya. Kata macam ditambahkan di
116
dalam kalimat sehingga menjadi kata berulang. Selanjutnya pada
paragraf 13 kata burung di tambahkan dalam kalimat Ia akan menyambut
seluruh burung-burung untuk datang dan tinggal dengan damai.
Keterampilan membaca fabel yang dimiliki oleh Satriyo cukup
baik secara keseluruhan. Akan tetapi, keterampilan tersebut harus dilatih
lagi khususnya dalam aspek intonasi dan emosi.
v. Sumardi
Tabel 4.1.22
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 14
Nilai :
5
25skorJumlah 70
5
350
5
2514
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.22
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
117
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 9
Nilai :
Error! Reference source not found. Error! Reference source
not found.
NA= Error! Reference source not found.
732
145
2
7570
Adapun berdasarkan tabel 4.1.22 dan 4.2.22, siswa memperoleh
nilai 73 dengan kualifikasi baik. Tabel 4.1.22 memperoleh nilai 70 dan
tabel 4.2.22 memperoleh nilai 75. Penilaian tersebut berdasarkan
aspek-aspek yang dinilai dalam setiap tabel dan berpedoman kepada
indikator-indikator yang ada.
Penilaian pertama yaitu pada tabel 4.1.22 tentang keterampilan
membaca nyaring. Aspek pertama yaitu intonasi, peneliti memberikan
skor 2 dengan kualifikasi cukup baik. Adapun hal tersebut berdasarkan
kriteria yang sesuai dengan proses membaca pada siswa. Siswa membaca
fabel dengan cukup baik. Siswa mampu membaca fabel dengan cukup
memperhatikan tinggi rendahnya suara, keras lembutnya suara, cepat
lambatnya membaca berdasarkan isi dan suasana yang dibutuhkan di
dalam cerita. Akan tetapi kelemahannya adalah siswa kurang konsisten
dalam berintonasi, terkadang membaca menjadi datar.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa mengucapkan kata
yang diucapkan dengan jelas dan tepat, namun ada beberapa kata yang
kurang tepat diucapkan. Hal ini diakibatkan oleh sedikit cepat dalam
membaca. Peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Berikut
ini kata-kata yang kurang tepat dalam pelafalan:
Pada zaman dahulu, ada seorang raja dan ratu yang mengusai
banyak tempat suci di bumi. (menit 00:44, paragraf 1). Kata
mengusai seharusnya dilafalkan menjadi menguasai.
118
“Panduka, seperti apakah ciri-ciri burung emas yang kau maksud
itu?” (menit 01:12, paragraf 2). Kata panduka seharusnya
dilafalkan menjadi paduka.
“Burung emas itu berukuran sedang, berwarna kuning seperti
emas, dan memiliki strip hitam melewati mata dan tekuk. (menit
01:27, paragraf 3). Kata tekuk seharusnya dilafalkan menjadi
tengkuk.
Tubuh bagian bawahnya keputih-putihan dan burik hitam, iris
mata, serta bentuk paruh meruncing…(menit 01:32, paragraf 3) .
Kata dan seharusnya dilafalkan menjadi dengan.
“Kata orang, burung itu tinggal di sebelah utara tempat di balik
bukit yang tinggi itu.” (menit 02:22, paragraf 6). Kata tempat
seharusnya dilafalkan menjadi tepat.
Setelah mengeluarkan tintah resm, … (menit 02:48, paragraf 8).
Kata tintah seharusnya dilafalkan menjadi titah.
“Panduka, kepodang emas itu habitatnya di hutan … “ (menit
03:18, paragraf 9). Kata panduka seharusnya dilafalkan menjadi
paduka.
“Ya, ku dengar Raja telah memperintahkan para rimbawan untuk
memberi makan para burung.” Kata memperintahkan seharusnya
dilafalkan menjadi memerintahkan.
“... walaupun saya mati karena,” jawab Kepodang Emas jantan.
(menit 08:13, paragraf 31). Kata karenanya seharusnya dilafalkan
menjadi karenanya.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa memperoleh
skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa mampu membaca fabel dengan
lancar meskipun membaca terkadang sedikit tersendat dalam membaca.
Aspek keempat yang dinilai adalah Emosi. Siswa mampu
mengeskpresikan emosi dalam dirinya sesuai dengan isi di dalam fabel.
Siswa mengekspresikan emosinya tidak terlalu berlebihan, sesuai dengan
kebutuhan yang ada. Adapun, berdasarkan indikator tersebut peneliti
memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik.
119
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Siswa memperoleh
skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa dalam mengatur pernapasan saat
membaca baik, meskipun siswa terlihat sedikit kelelahan.
Penilaian kedua berdasarkan tabel 4.2.23 tentang keterampilan
membaca fabel. Adapun penilaian ini terdapat tiga aspek yang dinilai.
Aspek pertama yang dinilai yaitu pemahaman isi cerita. Siswa
memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik. Adapun kriteria tersebut
berdasarkan indikator yang ada yakni siswa memahami cerita yang
dibacakan. Hal ini terlihat dari pengekspresian emosi dalam membaca.
Siswa mampu mengekspresikan dengan baik sesuai dengan isi ceria.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Siswa mampu memperhatikan keruntutan pengungkapan dalam
membaca fabel. Akan tetapi, ada beberapa kata yang terlewat saat
membaca fabel.
Mereka lalu berusaha menarik si angsa dan terbang ke arah yang
sama. (paragraf 22). Kata lalu terlewat dalam membaca.
“Apakah engkau menangkap kami untuk diri sendiri, atau untuk
kepentingan orang lain?” (paragraf 35). Kata diri terlewat dalam
membaca.
Mereka juga diberikan air manis untuk diminum (paragraf 40).
Kata juga terlewat dalam membaca.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa mendapat skor 3 dengan kualifikasi baik. Pada
aspek ini, siswa membaca dengan lancar dan wajar dalam pengungkapan.
Tidak ada kata yang diungkapkan secara berlebihan di dalam kalimat.
Keterampilan membaca yang dimiliki sumardi secara keseluruhan
sudah baik. Kelemahannya adalah pada aspek intonasi. Siswa sebenarnya
sudah mampu menerapkan intonasi, namun yang menjadi kendalah adalah
tidak konsisten.
w. Syauqi Ahmad
120
Tabel 4.1.23
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 15
Nilai :
5
25skorJumlah 75
5
375
5
2515
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.23
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 9
Nilai :
Error! Reference source not found. Error! Reference source
not found.
NA= Error! Reference source not found.
121
752
150
2
7575
Siswa memperoleh nilai rata-rata 75 dengan kualifikasi baik dari
tabel 4.1.23 dan 4.2.23. Adapun nilai yang diperoleh dari tabel 4.1.23
adalah 75 dan tabel 4.2.23 adalah 75. Penilaian ini berdasarkan
aspek-aspek dalam tabel dan berpedoman kepada indikator-indikator
setiap aspek.
Penilaian pertama pada tabel 4.1.23 adalah penilaian keterampilan
membaca nyaring yang terdiri dari 5 aspek penilaian. Aspek pertama,
yang dinilai adalah intonasi. Siswa memperoleh skor 3 dengan kualifikasi
baik. Adapun indikator-indikator yang dicapai adalah siswa mampu
membaca fabel dengan memperhatikan tinggi rendahnya suara, keras
lembutnya, dan cepat lambatnya suara sesuai dengan isi di dalam cerita.
Kelemahannya adalah siswa sedikit membaca terlalu tergesa-gesa
sehingga intonasi yang dilafalkan menjadi menurun.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa dalam proses
membaca melafalkan setiap kata dengan artikulasi yang jelas. Akan tetapi,
ada beberapa kata yang dilafalkan dengan kurang tepat. Oleh karena itu,
peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Berikut ini adalah
kata-kata yang dilafalkan dengan kurang tepat.
Ratu kemudian menyampaikan mimpinya kepada Raja yang
berkata bahwa ia … (menit 00:20, paragraf 1). Kata yang
seharusnya dilafalkan menjadi dan.
“Burung emas itu berukuran sedang berwarna kuning seperti
emas, dengan memiliki strip hitam melewati mata dan tenguk.”
(menit 01:12, paragraf 3). Kata tenguk seharusnya dilafalkan
menjadi tengkuk.
Ketiganya lalu memutuskan untuk pergi dari kota. (menit 01:55,
paragraf 19). Kata dari seharusnya dilafalkan menjadi ke.
122
Pemburu itu memangsanya perangkap di antara bunga teratai
dan seroja … (menit 01:59, paragraf 19). Kata memangsanya
seharusnya dilafalkan menjadi memasang.
“Jika kami melunakkan hatinya Raja dan pada akhirnya ia ..”
(menit 05:56, paragraf 38). Kata hatinya dilafalkan menjadi hati.
Sepanjang malam Raja dan Ratu membica banyak hak dengan
keduanya. (menit 06:34, paragraf 41). Kata membica seharusnya
dilafalkan menjadi berbincang.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa memperoleh
skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa membaca fabel dengan lancar dan
meskipun sedikit tersendat.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Pengekspresian emosi
dalam membaca fabel sudah baik. Siswa mampu mengekspresikan dirinya
sesuai dengan isi dan suasana di dalam cerita, sehingga membaca menjadi
lebih menarik untuk didengar dan cerita menjadi hidup. Oleh karena itu
peneliri memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Adapun indikator
yang dicapai oleh siswa yaitu siswa mampu mengontrol penapasan
dengan baik dalam membaca sehingga tidak terlihat kelelahan dan
kehabisan napas. Siswa memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik.
Penilaian kedua berdasarkan tabel 4.2.23 yang terdiri dari tiga
aspek. Aspek pertama yang dinilai adalah pemahaman isi cerita. Peneliti
memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Siswa memahami isi cerita
fabel yang dibacakan.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Siswa mampu memperhatikan keruntutan pengungkapan isi cerita,
meskipun ada beberapa kata yang terlewat saat membaca. Peneliti
memberikan skor 3 dengan kualifikasi baik. Terdapat satu kata yang
terlewat saat membaca dalam kalimat Ini adalah kisah seekor kepodang
emas yang memiliki hati berkilau layaknya emas. (paragraf 1). Kata ini
terlewat dalam membaca.
123
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran dalam
pengungkapan, Peseta didik memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik.
Adapun indikator yang dicapai oleh siswa pada aspek ini yaitu, siswa
mampu membaca fabel dengan lancar. Selain itu, dalam kewajaran
pengungkapan kata, siswa mengungkapkan kata dengan wajar meskipun
ada satu kata yang ditambahkan di dalam kalimat pada paragraf 36.
… taman yang megah yang dibuat raja. Kata yang ditambahkan di
dalam kalimat, sehingga kalimat menjadi tidak efektif dan
pemborosan kata.
Keterampilan membaca fabel yang dimiliki oleh Syauqi secara
keseluruhan sudah baik, khususnya dalam aspek emosi. Siswa mampu
mengekspresikan emosinya sesuai dengan cerita yang dibacakan. Adapun
kekurangannya terdapat pada ketidaktepatan dalam melafalkan kata.
Ketidaktepatan ini membuat makna di dalam teks berubah, sehingga
mempengaruhi isi teks.
x. Tasya Shavera
Tabel 4.1.24
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 15
Nilai :
5
25skorJumlah 95
5
475
5
2519
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
124
Tabel 4.2.24
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 9
Nilai :
3
25skorJumlah 92
3
275
3
2511
NA=
942
187
2
9295
Pada tabel 4.1.24 dan 4.2.24 diperoleh nilai akhir dari hasil
rata-rata kedua tabel tersebut yaitu 94 dengan kualifikasi sangat baik.
Siswa mendapatkan nilai 95 dari tabel 4.1.24 dan nilai 94 dari tabel
4.2.24.
Adapun tabel 4.1.24 terdapat lima aspek yang dinilai sesuai
dengan indikator yang ada. Pada Aspek pertama, yang dinilai adalah
intonasi. Siswa memperoleh skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Indikator yang dicapai pada aspek tersebut yakni siswa sangat
memperhatikan tinggi rendahnya suara dalam membaca. Selanjutnya,
keras lembutnya suara yang dikeluarkan dipraktikan dengan sangat baik
125
saat membaca cerita dan cepat lambatnya suara juga sangat diperhatikan
sehingga dalam membaca sesuai dengan isi dan suasana di dalam cerita.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa dalam membaca
sangat berhati-hati ketika mengeluarkan kata-kata. Hal tersebut membuat
artikulasi yang diucapkan saat pelafalan sangat jelas dan kata-kata yang
dilafalkan sangat tepat sesuai dengan teks. Oleh karena itu peneliti
memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik. Akan tetapi, beberapa
kata yang dilafalkan kurang tepat. Di bawah ini adalah kata-kata yang
dilafalkan kurang tepat.
Pada zaman dahulu ada sebuah raja dan ratu yang … (menit
00:25, paragraf 1)
“Tubuh bagian bawahnya keputih-putihan dengan burung
hitam”(menit 01:09, paragraf 3). Kata burung seharusnya
dilafalkan menjadi burik.
“Kumohon, lepaskan aku,” (menit 05:30, paragraf 21). Kata
lepaskan seharusnya dilafalkan menjadi selamatkan.
“Saya hidup menjelang ajal dan kematian mendekat…” (menit
06:51, paragraf 29). Kata saya seharusnya dilafalkan menjadi
saat.
“Saya juga tidak tahu akan jauh terpental di danau ini.” (menit
07:01, paragraf 29). Kata jauh seharusnya dilafalkan menjadi
jatuh.
Hatinya sedih tergugah. (menit 07:08, paragraf 30). Kata sedih
seharusnya dilafalkan menjadi sedikit.
Sang Raja dan Ratu melihat kedua burung… (menit 09:36,
paragraf 40). Kata sang seharusnya dilafalkan menjadi saat.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa sangat lancar
dan tidak tersendat-sendat dalam membaca fabel. Hal ini membuat siswa
memperoleh skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah Emosi. Emosi yang
diekspresikan oleh siswa sangat sesuai dengan isi fabel. Siswa mampu
126
mengekspresikan dirinya dalam cerita yang dibacakan, sesuai dengan
keadaan di dalam cerita. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi
sangat baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Siswa membaca
fabel dengan sangat hati-hati sehingga mampu mengatur pernapasan
dengan baik. Hal ini membuat siswa tidak terlihat kelelahan dan
kehabisan napas dalam membaca. Adapun skor yang diperoleh adalah 3
dengan kualifikasi baik.
Penilaian kedua berpedoman pada indikator-indikator dalam tabel
4.2.24 yang terdiri dari tiga aspek yang dinilai. Aspek pertama yang
dinilai adalah pemahaman isi cerita. Siswa memahami isi cerita dengan
baik. Oleh karena itu memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik. Hal ini
dikarenakan, siswa sangat hati-hati dalam membaca sehingga sangat
memperhatikan keruntutan pengungkapan isi cerita.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa membaca dengan sangat lancar, tidak ada kata-kata
yang diucapkan dengan secara berlebihan. Kata-kata dalam setiap kalimat
diucapkan sangat wajar. Namun ada satu kata yang ditambahkan pada
kalimat Lalu Raja lalu mengumumkan bahwa ia menyambut sebuah
jenis… . Kata lalu ditambahkan ke dalam kalimat membuat kalimat
menjadi tidak efektif dan pemborosan kata. Siswa memperoleh skor 4
dengan kualifikasi sangat baik.
Keterampilan membaca fabel yang dimiliki oleh Tasya sudah
sangat baik. Kekurangannya hanya ada beberapa kata yang dilafalkan
dengan tidak tepat.
y. Vira Azzahra
Tabel 4.1.25
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
127
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 19
Nilai :
5
25skorJumlah 100
5
500
5
2520
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.1.25
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 11
Nilai :
5
25skorJumlah 92
3
275
3
2511
NA= Error! Reference source not found.
962
192
2
92100
Nilai rata-rata yang diperoleh dari tabel 4.1.25 dan 2.25 adalah 96
dengan kualifikasi sangat baik. Tabel 4.1.25 diperoleh nilai 100 dan 94
128
dari tabel 4.2.15. Kedua penilaian dari tabel tersebut berpedoman kepada
indikator-indikator dalam setiap aspek.
Penilaian pada tabel 4.1.25 yakni penilaian keterampilan
membaca nyaring. Aspek pertama yang dinilai adalah intonasi. Skor yang
didapat 4 dengan kualifikasi sangat baik. Siswa sangat memperhatikan
tinggi rendahnya suara yang diucapkan sehingga pembacaan fabel lebih
menarik. Selain itu, keras lembut pembacaan yang dihasilkan juga sangat
disesuaikan dengan isi cerita di dalam fabel. Siswa juga sangat mampu
mengatur cepat lambat dalam membaca dan mengakibatkan membaca
tidak terlalu kecepatan atau terlalu lambat. Pembacaan fabel sangat
disesuaikan dengan suasan di dalam fabel.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa mengeluarkan suara
dengan artikulasi yang jelas. Selanjutnya, kata-kata yang dikeluarkan juga
tepat sesuai dengan isi teks, meskipun ada satu kata yang dilafalkan
dengan tidak tepat. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat
baik. Ketidaktepatan pelafalan dalam paragraf 41 menit 08:36 pada
kalimat Mereka berbicara masalah-masalah di dalam istana… .Kata
berbicara seharusnya dilafalkan menjadi berbincang.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa sangat lancar
dalam membaca, tidak mengalami kesulitan saat mengungkapkan setiap
kata atau kalimat. Skor yang diperoleh adalah 4 dengan kualifikasi sangat
baik.
Aspek keempat yaitu emosi. Siswa memiliki kemampuan untuk
mengekspresikan emosi saat membaca. Pengekspresian emosi ini sangat
sesuai dengan isi fabel, sehingga fabel yang dibacakan sangat menarik.
Oleh karena itu peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat
baik.
Aspek kelima yaitu pernapasan. Siswa memeproleh skor 4 dengan
kualifikasi sangat baik. Kemampuan dalam mengatur napas juga sangat
baik sehingga ketika membaca fabel tidak terlihat kelelahan dan
terengah-engah.
129
Penilaian pada tabel 4.2.25 fokus kepada penilaian keterampilan
membaca fabel. Aspek pertama yang dinilai adalah pemahaman isi cerita.
Siswa mampu memahami cerita fabel dengan baik karena penampilan saat
membaca sangat baik sehingga membuat fabel yang dibaca lebih menarik.
Oleh karena itu skor yang didapat 3 dengan kualifikasi baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
teks. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik. Siswa
mampu mengungkapkan isi teks dengan sangat runtut, tidak ada kata-kata
yang terlewat dalam teks.
Aspek ketiga adalah kelancaran dan kewajaran dalam
pengungkapan. Kelancaraan dalam membaca fabel sangat baik sehingga
kata-kata yang diungkapkan saat membaca sangat wajar, tidak ada
kata-kata yang berlebihan, Oleh karena itu, skor yang diperoleh adalah 4
dengan kualifikasi sangat baik.
z. Yulianah
Tabel 4.1.26
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 20
Nilai :
5
25skorJumlah 100
5
500
5
2520
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
130
Tabel 4.2.26
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 10
Nilai :
5
25skorJumlah 92
3
275
3
2511
NA= Error! Reference source not found.
962
192
2
92100
Nilai rata-rata yang diperoleh berdasarkan kedua tabel di atas 96
dengan kualifikasi baik. Tabel 4.1.26 memperoleh nilai 100 dan nilai 96
diperoleh dari tabel 4.2.26. Kedua tabel tersebut memiliki aspek-aspek
yang dinilai berdasarkan dengan indikator-indikator yang ada.
Penilaian tabel 4.1.26 terdiri dari lima aspek. Aspek pertama yang
dinilai adalah intonasi. Siswa memperoleh skor 4 dengan kualifikasi
sangat baik. Pada aspek ini siswa mampu memperhatikan tinggi
rendahnya suara yang dikeluarkan sehingga membaca fabel menjadi
menarik. Selanjutnya, keras lembutnya pembacaan diperhatikan dengan
sangat baik sesuai dengan isi teks dan suasana dalam fabel. Cepat
lambatnya pembacaan juga diperhatikan dengan sangat baik dalam
membaca. Siswa dapat mengkondisikan dalam menggunakan intonasi
ketika membaca.
131
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa mapu melafalkan
setiap kata dengan artikulasi yang sangat jelas. Ketepatan kata-kata yang
dilafalkan juga sangat tepat, sesuai dengan teks fabel yang dibacakan.
Aspek keempat yang dinilai adalah emosi. Siswa mampu
mengekspresikan emosi dengan sangat baik, sesuai dengan isi dan suasana
dalam fabel. Siswa mampu membuat cerita yang dibacakan menjadi
sangat menarik. Oleh karena itu diperoleh skor 4 dengan kualifikasi
sangat baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Pernapasan yang
dilakukan dalam membaca fabel sangat baik. Siswa sangat mampu
mengontrol pernapasan sehingga tidak terlihat kelelahan dan kehabisan
membaca. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Penilaian kedua yaitu keterampilan membaca fabel yang
didasarkan pada tabel 4.2.26. Penilaian ini terdiri dari tiga aspek. Aspek
pertama yaitu pemahaman isi cerita. Siswa mampu memahami cerita
dengan baik sehingga memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Siswa sangat baik dalam mengungkapkan isi cerita karena
diungkapkan dengan sangat runtut, tidak ada yang terlewat dalam
membaca. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa mampu membaca fabel dengan lancar.
Pengungkapan kata-kata juga dilafalkan dengan sangat wajar, tidak ada
kata-kata yang dilafalkan secara berlebihan. Oleh sebab itu, siswa
memperoleh skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
aa. Zainita Susi Apsari
Tabel 4.1.27
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Skor
1 2 3 4
132
1. Intonasi √
2. Lafal √
3. Kelancaran √
4. Emosi √
5. Pernapasan √
Jumlah Skor : 18
Nilai :
5
25skorJumlah 90
5
450
5
2518
Error! Reference
source not found.Error! Reference source not found.
Tabel 4.2.27
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
No. Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Pemahaman isi cerita √
2. Keruntutan pengungkapan isi cerita √
3. Kelancaran dan kewajaran
pengungkapan
√
Jumlah Skor : 9
Nilai :
3
25skorJumlah 92
3
275
3
2511
NA= Error! Reference source not found.
912
182
2
9290
Pada tabel 4.1.27 dan 4.2.27 diperoleh nilai akhir dari hasil
rata-rata kedua tabel tersebut yaitu 91 dengan kualifikasi sangat baik.
Siswa mendapatkan nilai 90 dari tabel 4.1.27 dan nilai 92 dari tabel
4.2.27.
133
Adapun tabel 4.1.27 terdapat lima aspek yang dinilai sesuai
dengan indikator yang ada. Pada Aspek pertama, yang dinilai adalah
intonasi. Siswa memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik. Indikator
yang dicapai pada aspek tersebut yakni siswa memperhatikan tinggi
rendahnya suara dalam membaca. Selanjutnya, keras lembutnya suara
yang diucapkan dipraktikan dengan baik saat membaca cerita dan cepat
lambatnya suara juga diperhatikan dengan baik sehingga dalam membaca
sesuai dengan isi dan suasana di dalam cerita.
Aspek kedua yang dinilai adalah lafal. Siswa dalam membaca
sangat berhati-hati ketika mengeluarkan kata-kata. Hal tersebut membuat
artikulasi yang diucapkan saat pelafalan sangat jelas dan kata-kata yang
dilafalkan sangat tepat sesuai dengan teks. Akan tetapi, ada satu kata yang
dilafalkan kurang tepat pada menit 01:39, paragraf 6 “Kata orang burung
itu tinggal di sebelah utara, tempat di balik bukit…” Kata tempat
seharusnya dilafalkan menjadi tepat. Oleh karena itu peneliti memberikan
skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran. Siswa sangat lancar
dan tidak tersendat-sendat dalam membaca fabel. Hal ini membuat siswa
memperoleh skor 4 dengan kualifikasi sangat baik.
Aspek keempat yang dinilai adalah Emosi. Emosi yang
diekspresikan oleh siswa sesuai dengan isi fabel. Siswa mampu
mengekspresikan dirinya dalam cerita yang dibacakan, sesuai dengan
keadaan di dalam cerita. Peneliti memberikan skor 3 dengan kualifikasi
baik.
Aspek kelima yang dinilai adalah pernapasan. Siswa membaca
fabel dengan sangat hati-hati sehingga mampu mengatur pernapasan
dengan sangat baik. Hal ini membuat siswa tidak terlihat kelelahan dan
kehabisan napas dalam membaca. Adapun skor yang diperoleh adalah 4
dengan kualifikasi sangat baik.
Penilaian kedua berpedoman pada indikator-indikator dalam tabel
2.27 yang terdiri dari tiga aspek yang dinilai. Aspek pertama yang dinilai
134
adalah pemahaman isi cerita. Siswa memahami isi cerita dengan baik.
Oleh karena itu memperoleh skor 3 dengan kualifikasi baik.
Aspek kedua yang dinilai adalah keruntutan pengungkapan isi
cerita. Peneliti memberikan skor 4 dengan kualifikasi sangat baik. Hal ini
dikarenakan, siswa sangat memperhatikan keruntutan pengungkapan isi
cerita.
Aspek ketiga yang dinilai adalah kelancaran dan kewajaran
pengungkapan. Siswa membaca dengan sangat lancar, tidak ada kata-kata
yang diucapkan dengan secara berlebihan. Kata-kata dalam setiap kalimat
diucapkan sangat wajar. Siswa memperoleh skor 4 dengan kualifikasi
sangat baik.
C. Hasil Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring dengan
Memanfaatkan Cerita Fabel
Tabel 4.3
Nilai Keterampilan Membaca Nyaring Siswa
No. Nama Tabel 1 Tabel 2 Nilai
Akhir Kualifikasi
1 AM 85 83 84 Sangat Baik
2 AMD 85 66 76 Baik
3 ANH 85 83 84 Sangat Baik
4 AF 65 67 66 Baik
5 AAR 95 92 94 Sangat Baik
6 DWC 55 50 52 Kurang
7 DAN 55 66 61 Cukup Baik
8 FH 65 75 70 Baik
9 FS 75 75 75 Baik
10 FA 95 92 94 Sangat Baik
11 HJA 55 58 56 Cukup Baik
135
12 HM 60 66 63 Cukup Baik
13 LA 95 92 94 Sangat Baik
14 MN 80 83 82 Sangat Baik
15 MVF 65 66 66 Baik
16 NNH 35 33 34 Samgat Kurang
17 RAF 95 91 93 Sangat Baik
18 REA 95 91 93 Sangat Baik
19 RD 65 66 66 Baik
20 RRA 60 53 59 Cukup Baik
21 STP 50 58 54 Kurang
22 S 70 75 73 Baik
23 SA 75 75 75 Baik
24 TS 95 92 94 Sangat Baik
25 VA 100 92 96 Sangat Baik
26 Y 100 92 96 Sangat Baik
27 ZAA 90 92 91 Sangat Baik
Rata-rata 75 Baik
Data yang terdapat pada tabel di atas merupakan hasil penilaian
siswa dalam keterampilan membaca nyaring dengan memanfaatkan cerita
fabel. Berdasarkan hasil tabel di atas dapat dilihat nilai tertinggi yang
diperoleh oleh siswa adalah 96 dan nilai terendah yang diperoleh adalah
34. Nilai keterampilan membaca nyaring didapat dari penjumlahan kedua
instrumen penilaian yang disajikan dalam bentuk tabel. Nilai rata-rata
yang dicapai oleh siswa dalam keterampilan membaca nyaring
memperoleh rata-rata 75. Nilai ini jika dilihat berdasarkan kualifikasi,
maka masuk ke dalam kualifikasi baik. Hal ini membuktikan bahwa
secara umum siswa memilki keterampilan membaca nyaring dengan baik.
136
Berikut ini akan dijabarkan tentang distribusi frekuensi keterampilan
membaca nyaring.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di sekolah SMP Negeri
Tangerang Selatan yakni 69. Adapun terdapat 17 orang yang mencapai
nilai di atas KKM dan 10 orang yang tidak mencapai KKM. Nilai
terendah berdasarkan tabel di atas adalah 43 yang didapatkan oleh NNH,
dan nilai tertinggi dengan nilai 96 yang didapatkan oleh VA dan Y.
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Keterampilan Membaca Nyaring
No Nilai
Frekuensi Presentase Nilai Frekuensi Presentase
Kualifikasi Skor
1 Sangat Baik 80-100 12 44%
≤69 10 37% 2 Baik 66-79 8 30%
3 Cukup Baik 56-65 4 15%
4 Kurang 46-55 2 7%
69 17 63% 5 Sangat
Kurang ≤45 1 4%
Jumlah 27 100%
Berdasarkan tabel frekuensi di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 siswa
yang termasuk ke dalam kualifikasi sangat baik dengan presentasi 44%, 8 siswa
termasuk ke dalam kualifikasi baik dengan presentase 30%. Kualifikasi cukup
baik terdapat 4 siswa dengan presentase 15%, kualifikasi kurang terdapat 2 siswa
dengan presentase 7% dan, 1 siswa termasuk ke dalam kualifikasi sangat kurang
dengan presentase 4%. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu
69 diperoleh bahwa siswa yang mendapatkan nilai di bawah 69 sebanyak 10
orang dengan presentase 37% dan di atas 69 sebanyak 17 orang dengan
presentase 63%.
137
138
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan membaca nyaring dengan
memanfaatkan cerita fabel siswa kelas VIII-4 SMP Negeri 13 Tangerang
Selatan termasuk kategori baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan besarnya
nilai siswa pada rentang nilai (80-100) yang mencapai 12 orang atau 44%,
sementara sisanya ialah tergolong baik dengan kisaran nilai (66-79) yang
berjumlah 8 orang atau 30% dan kategori cukup dengan kisaran nilai (56-65)
sebanyak 4 orang atau 15%. Adapun terdapat siswa yang masih kurang dengan
rentang nilai (46-55) sebanyak 2 atau 7% dan sangat kurang dengan rentang
nilai ≤45 sebanyak 1 orang atau 4%.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka peneliti menyampaikan saran:
1. Sekolah harus lebih menyediakan buku-buku yang menarik untuk dibaca
oleh peserta didik di dalam perpustakaan. Hal ini menjadi daya tarik agar
dapat menumbuhkan minat membaca. Fasilitas di perpustakan juga harus
diperbaiki agar peserta didik nyaman dalam membaca atau melakukan
kegiatan di dalam perpustakaan.
2. Sekolah juga harus menambahkan koleksi buku-buku di dalam kelas saat
proses literasi setiap hari Rabu. Para guru yang berada di jam pertama di
hari Rabu harus lebih memotivasi peserta didik untuk ikut serta dalam
proses literasi di dalam kelas.
3. Guru-guru Bahasa Indonesia harus melakukan pembiasaan terhadap
siswa di dalam kelas setiap harinya. Hal ini dapat meningkatkan
keterampilan membaca peserta didik. Latihan terus menerus dapat
139
4. membuat peserta didik lebih percaya diri dalam membaca, serta dapat
mengembangkan kemampuan berbahasa lainnya.
5. Peneliti selanjutnya harus menambahkan media dalam melakukan
penelitian agar dapat meningkatkan keterampilan membaca nyaring.
DAFTAR PUSTAKA
Alek dan Achmad H.P. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. 2011.
Amilina, Roisah. Pembelajaran Membaca Teks Cerita Moral/Fabel Siswa Kelas
VIII SMP Negeri 10 Malang. Malang: Universitas Negeri Malang. 2015.
A. R., Syamsuddin dan Vismaia S. Damaianti. Metode Penelitian Pendidikan
Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006.
Asdah, Atikah Nurul. Kemampuan Membaca Memahami Teks Cerita
Fabel(Moral) Siswa Kelas IX Smp Negeri 1 Makassar. Makassar:
Universitas Negeri Makassar. 2018.
Avilia,Yesica. Kemampuan Menulis Teks Fabel dengan Menggunakan Media
Gambar Berseri Siswa kelas VIII MTS Kuranji Padang. Sumatera Barat:
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP). 2017.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. 2007.
Dalman. Keterampilan Membaca. Jakarta: PT Raja Grafindo. 2013.
Dubino, Jeanne. Ziba Rashidian, dkk. Representing The Modern Animal in
Culture. United States: Palgrave Macmillan. 2015.
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. 2011.
Ghony, M. Djunaidi dan Fauzan Almanshui. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2012.
H. P., Ahmad dan Alek. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi: Substansi
Kajian dan Penerapannya. Jakarta: Erlangga. 2018.
Harras, Kholid, Endah Tri Priyatni, dkk. Membaca I. Jakarta: Universitas
Terbuka. 2007.
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT Bumi
Aksara. 2006.
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2006.
Nurhadi. Teknik Membaca. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2016.
Nurgiyantoro, Burhan. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. 1995.
----------------------------. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2015.
----------------------------. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2013.
Resmini, Novi dan Dadan Juanda. Pendidikan Bahasa dan Sastra di Kelas Tinggi.
Bandung: UPI Press. 2007.
Ridwanuddin, Dindin. Bahasa Indonesia. Ciputat: UIN Press. 2015.
Saddhono, Kundaru dan St. Y. Slamet. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa
Indonesia (Teori dan Aplikasi). Bandung: CV Karya Putra Darwati. 2012.
Scalia, Joseph E. Animal Farms. United States of America: Research Education
Association. 1995.
Sihabudin, Zumrotul Mukaffa, dkk. Bahasa Indonesia 2. Surabaya: Lapis PGMI.
2009.
Soedarso. Speed Reading Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. 2006.
Somadayo, Samsu. Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca. Yogyakarta:
Graha Ilmu. 2011.
Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2011.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta. 2011.
Sukandarrumidi dan Haryanto. Dasar-dasar Penulisan Proposal Penelitian.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2014.
Susanti, Elvi. Keterampilan Berbicara. (Depok: PT RajaGrafindo. 2018.
Tarigan, Henry Guntur. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa Bandung. 2008.
Wahyuni, Sri. Qualitative Research Method. Jakarta: Salemba Empat. 2012.
Wiryodijoyo, Suwaryono. Membaca: Strategi Pengantar dan Tekniknya. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989.
Y, Budinuryanta, Kasuriyanta, dkk. Pengajaran Keterampilan Berbahasa.
Jakarta: Universitas Terbuka. 2008.
Z.F., Zulfahnur. Teori Sastra. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. 2016.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 5
Hasil Wawancara dengan Guru Bahasa Indonesia Kelas VII
SMPN 13 Tangerang Selatan
1. Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Perkenalkan nama saya
Ulfah Fauziah, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan saya mewawancarai Ibu selaku guru
Bahasa Indonesia kelas VII adalah untuk mengetahui keterampilan
membaca yang dimiliki oleh siswa kelas VII di sekolah ini. Sebelumnya,
apakah Ibu bersedia untuk saya wawancarai?
Jawaban: Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh. Iya, saya
bersedia.
2. Baik saya mulai saja untuk wawancaranya. Apakah Ibu tahun lalu
mengajar siswa kelas VII?
Jawaban: Iya, saya setiap tahunnya selalu mengajar kelas VII.
3. Oke baik, jika begitu siswa kelas VIII sekarang adalah siswa yang pernah
Ibu ajar. Bukan begitu? Bagaimana kemampuan keterampilan membaca
mereka pada saar mereka duduk di bangku kelas VII?
Jawaban: Iya, benar sekali. Keterampilan membaca siswa itu dipengaruhi
oleh minat membaca. Minat membaca siswa di sekolah ini sangat rendah,
meskipun setiap hari Rabu sudah diterapkan kegiatan literasi sebelum
memulai pelajaran. Saya melihat banyak siswa yang tidak membaca pada
kegiatan literasi tersebut. Kemampuan yang mereka miliki
beranekaragam. Ada yang memiliki kemampuan membaca yang baik dan
dapat dikatakan lancar dalam membaca, ada yang masih kurang lancar
dalam membaca.
4. Bagaimana solusi Ibu untuk mengatasi siswa yang masih kurang lancar
dalam membaca?
Jawaban: Saya melakukan pembiasaan setiap materi yang dipelajari
menunjuk siswa untuk membaca secara nyaring di dalam kelas. Jika siswa
tersebut tidak lancar, saya akan menyuruh siswa tersebut untuk
mengulang kembali.
5. Oh seperti itu ya, bu. Adakah kendala dalam solusi tersebut?
Jawaban: Saat saya menerapkan pembiasaan seperti itu, tidak ada kendala
dalam menerapkannya, hanya saja hal tersebut memakan waktu dalam
kegiatan belajar mengajar.
6. Apakah Ibu pernah menerapkan keterampilan membaca cepat, membaca
nyaring, dan membaca penerapan? Bagaimana penerapan yang Ibu
lakukan?
Jawaban:
Saya jawab satu-satu terlebih dahulu. Saya pernah menerapkan
keterampilan membaca cepat, membaca nyaring, dan membaca
pemahaman dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk keterampilan
membaca cepat selalu saya terapkan dalam pembelajaran. Sebagai contoh,
sebelum memulai pelajaran saya memberikan waktu kepada siswa untuk
membaca materi yang akan dipelajari selama 5-10 menit. Setelah itu saya
menanyakan hasil bacaan mereka. Selanjutnya, membaca nyaring juga
diterapkan di dalam kelas. Siswa selain membaca di dalam hati, juga
harus membaca nyaring di dalam kelas. Saya sering menyuruh siswa
untuk membaca sebuah teks dengan lantang. Tujuan saya yaitu untuk
menanamkan sikap percaya diri terhadap kemampuan membaca. Setelah
itu membaca pemahaman juga pernah saya terapkan di dalam kelas. Saya
menyuruh siswa untuk membaca materi pelajaran dan setelah itu saya
menanyakan pemahaman apa yang mereka dapatkan setelah membaca.
7. Adakah kendala dalam penerapan keterampilan membaca tersebut?
Kendala yang dihadapi pada keterampilan membaca cepat yaitu, siswa
masih belum mampu membaca sesuai dengan ketentuan yang ada. Jadi,
saat disuruh membaca sealama 5-10 menit, ada beberapa siswa yang tidak
tuntas dalam membaca. sedangkan, kendala dalam membaca nyaring ada
siswa yang tidak percaya diri dalam membaca sehingga suara yang
dihasilkan sangat pelan, artikulasinya tidak jelas, membaca terkesan
terburu-buru, dan terkadang ada siswa yang tidak lancar dalam membaca.
Selanjutnya, untuk membaca pemahaman siswa seringkali tidak paham
dengan apa yang mereka baca.
8. Bagaimana solusi Ibu terhadap kendala-kendala yang dihadapi?
Jawaban:
Solusi yang saya lakukan untuk meningkatkan keterampilan membaca
siswa-siswi yaitu dengan cara pertama menumbuhkan minat membaca
mereka khususnya dalam pelajaran bahasa Indonesia, lalu yang kedua
melatih mereka dalam kegiatan membaca di dalam kelas sehingga mereka
memiliki kemampuan membaca yang baik.
9. Baik bu. Terimakasih telah bersedia diwawancari. Mohon maaf jika ada
kata-kata yang kurang berkenan.
Jawaban:
Sama-sama, semoga jawaban saya bisa membantu.
LAMPIRAN 6
DATA SURVEI ASAL DAERAH KELAS VIII-4
SMPN 13 TANGERANG SELATAN
No. Nama Asal Daerah
1. Adelia Mardiyanti Tangerang
2. Adinda Mahardika Tegal, Jawa Tengah
3. Afriansyah Pekalongan, Jawa Tengah
4. Azethro Baja Pratama Tangerang
5. Angel Nur Hidayat Magelang, Jawa Tengah
6. Annisa Fitriani Pekalongan, Jawa Tengah
7. Attras Adzhabi Ramadhan Tangerang
8. Desya Wulan Cahya Tangerang
9. Dinda Ayu Nuraisyah Tegal, Jawa Tengah
10. Fajar Gunawan Klaten, Jawa Tengah
11. Fathan Hugo Abvarsya W. Cirebon, Jawa Barat
12. Femas Subakti Cirebon, Jawa Barat
13. Fina Apriliani Purwekerto, Jawa Tengah
14. Hasel Juni Aflindo Yogyakarta
15. Hendrik Maulana Karawang, Jawa Barat
16. Lisda Aviliani Padang, Sumatera Barat
17. Mia Nurpadilah Tasikmalaya. Jawa Barat
18. Muhamad Farhan Semarang, Jawa Tengah
19. Muhamad Valo Fata Cirebon, Jawa Barat
20. Muhammad Iqbal Maulana Tangerang
21. Muhammad Vidi Muzakki Brebes, Jawa Tengah
22. Nadilah Maha Rani Tangerang
23. Nazar Nur Hidayat Bandung. Jawa Barat
24. Rafi Ahmad Fahreza Magelang, Jawa Tengah
25. Rahmat Saipul Tangerang
26. Ramadinah Erin Arifiani Bogor, Jawa Barat
27. Ripky Diansyah Cianjur, Jawa Barat
28. Ryandra Ramadhani Akbar Tasikmalaya, Jawa Barat
29. Sahrul Romadon Leuwiliyang, Jawa Barat
30. Satriyo Tito Pamungkas Semarang, Jawa Tengah
31. Sufvian Purwekerto. Jawa Tengah
32. Sumardi Tangerang
33. Syauqi Ahmad Cirebon, Jawa Barat
34. Tasya Safera Semarang, Jawa Tengah
35. Vira Azzahra Tangerang
36. Yulianah Tangerang
37. Zainita Susi Apsari Kudus, Jawa Tengah
LAMPIRAN 7
TABEL PENGKODEAN NAMA SISWA KELAS VIII-4
SMP NEGERI 13 TANGERANG SELATAN
No. Nama Kode Nama
38. Adelia Mardiyanti AM
39. Adinda Mahardika AMD
40. Afriansyah A
41. Azethro Baja Pratama ABP
42. Angel Nur Hidayat ANH
43. Annisa Fitriani AF
44. Attras Adzhabi Ramadhan AAR
45. Desya Wulan Cahya DWC
46. Dinda Ayu Nuraisyah DAN
47. Fajar Gunawan FG
48. Fathan Hugo Abvarsya W. FHAW
49. Femas Subakti FS
50. Fina Apriliani FA
51. Hasel Juni Aflindo HJA
52. Hendrik Maulana HM
53. Lisda Aviliani LA
54. Mia Nurpadilah MN
55. Muhamad Farhan MF
56. Muhamad Valo Fata MVF
57. Muhammad Iqbal Maulana MIM
58. Muhammad Vidi Muzakki MVM
59. Nadilah Maha Rani NMR
60. Nazar Nur Hidayat NNH
61. Rafi Ahmad Fahreza RAF
62. Rahmat Saipul RS
63. Ramadinah Erin Arifiani REA
64. Ripky Diansyah RD
65. Ryandra Ramadhani Akbar RRA
66. Sahrul Romadon SR
67. Satriyo Tito Pamungkas STP
68. Sufvian SV
69. Sumardi S
70. Syauqi Ahmad SA
71. Tasya Safera TS
72. Vira Azzahra VA
73. Yulianah Y
74. Zainita Susi Apsari ZSA
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : SMPN 13 Tangerang Selatan
Kelas/ Semester : VIII (Delapan) / Genap
Materi Pokok : Buku Fiksi dan Nonfiksi
Alokasi Waku : 2 x Pertemuan
A. Kompetensi Inti
KI-1 Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya
KI-2 Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan
keberadaannya
KI-3 Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan
rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait
fenomena dan kejadian tampak mata
KI-4 Mencoba, mengolah, dan menyaji, dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut
pandang/teori
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
No. Kompetensi Dasar No. Indikator Pencapaian
Kompetensi
4.17 Menyajikan tanggapan
terhadap buku fiksi dan
nonfiksi yang dibaca secara
lisan/tertulis.
4.17.1
4.17.2
Membaca buku fiksi; cerita fabel
di depan kelas.
Menyajikan tanggapan terhadap
cerita fabel yang dibacakan.
C. Tujuan Pembelajaran
Melalui kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
scientifict, peserta didik dapat:
1. Membaca buku fiksi (cerita fabel) di depan kelas dengan baik.
2. Memberikan tanggapan terkait dengan buku fiksi yang dibacakan.
Fokus Penguatan Pendidikan Karakter: Cermat, teliti, peduli dan
percaya diri
D. Materi Pembelajaran
1. Membaca cerita fabel
E. Pendekatan, Model, dan Metode
Pendekatan : Saintifik (mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, mengasosiasi, mengkomunikasikan)
Model : Discovery Learning
Metode : Ceramah, diskusi, dan tanya jawab
F. Media dan Sumber Belajar
Media :
1. Laptop dan Infocus
2. Slide Presentation
Sumber Belajar :
1. Tim Edukatif. Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas
VIII. Jakarta: Erlangga, 2016
2. Kemendikbud. Buku Guru Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VIII.
Jakarta: Kemendikbud, 2017
3. Kemendikbud. Buku Siswa Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VIII.
Jakarta: Kemendikbud, 2017
4. Kumpulan cerita fabel
G. Kegiatan Pembelajaran
No. Langkah-lan
gkah Kegiatan
Aktivitas 4C, PPK,
dan Literasi
Alokasi
Waktu
1. Kegiatan
Awal
10 Menit
1. Memberi salam
2. Menyapa dan
memotivasi
peserta didik
3. Mengondisikan
keadaan kelas
4. Berdoa dipimpin
oleh ketua kelas
5. Memeriksa
kehadiran peserta
didik
6. Guru menanyakan
tentang materi
dalam pertemuan
sebelumnya;
pengertian buku
fiksi dan jenisnya. 7. Menyampaikan
tujuan
pembelajaran
Communication
PPK
Menggali informasi
dari peserta didik
tentang materi
sebelumnya
2. Kegiatan Inti 60 Menit
Stimulation
(Stimulasi/
Pemberian
Rangsangan)
Problem
Statement
(Pernyataan/
Identifikasi
Masalah)
8. Guru meminta
peserta didik untuk
mengamati cerita
fabel yang
dibagikan.
9. Guru bertanya
tentang cerita fabel
yang telah diamati.
10. Perserta didik
menjawab
pertanyaan dari
guru
Literasi
Communication
(Komunikasi)
Terjadi komunikasi
dua arah antara
peserta dan guru
Pemantapan
Karakter
Peserta didik berani
menyampaikan
pendapat
Critical Thinking
Data
Collection
(Pengumpulan
data)
Data
Processing
(Pengolahan
data)
Verification
(Pembuktian)
Generalization
(Menarik
Kesimpulan)
11. Guru memberikan
penegasan
terhadap jawaban
dari peserta didik
12. Guru meminta
peserta didik untuk
berdiskusi dengan
teman
sebangkunya
terkait tentang
membaca cerita
fabel.
13. Peserta didik
bersama teman
sebangkunya
melakukan diskusi
dan latihan
membaca fabel.
14. Peserta didik
melakukan
pembuktian
bersama teman
sekelompoknya
dengan berlatih
membaca fabel.
15. Guru memberikan
kesempatan
kepada beberapa
orang peserta didik
untuk membaca
cerita fabel di
depan kelas.
16. Guru memberikan
(Berpikir kritis)
Peserta didik
berpikir kritis
Critcal Thinking
(Berpikir Kritis)
Collaboration
(Kolaborasi)
Peserta didik
berdiskusi bersama
kelompoknya
Creativity dan
Pemantapan
Karakter
Peserta didik bekerja
sama untuk
mendapatkan
kesimpulan dari
hasil diskusi
H. Penilaian
1. Teknik Penilaian
a. Penilaian sikap dilakukan dengan observasi/ pengamatan
b. Penilaian pengetahuan dilakukan dengan tes tertulis
c. Penilaian keterampilan dilakukan dengan teknik kinerja
2. Instrumen Penilaian
a. Penilaian Sikap
penguatan kepada
peserta didik.
17. Guru
mencontohkan
cara membaca
fabel.
18. Peserta didik
bertanya jika ada
yang belum
dipahami
19. Guru menjawab
setiap pertanyaan
peserta didik
3. Kegiatan
Penutup
10 Menit
20. Peserta didik
bersama guru
menyimpulkan
pembelajaran
21. Guru memberikan
tugas kepada
peserta didik untuk
berlatih membaca
cerita fabel “Hati
Kepodang Emas”
untuk dibacakan
secara individu..
22. Memberi salam
dan melafalkan
lafal hamdallah.
PPK
Penilaian sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran dengan
melakukan proses pengamatan.
No. Nama
Siswa
Perilaku yang Diamati Selama Proses Pembelajaran
Aktif Jujur Disiplin Tanggung
Jawab
Peduli Rajin Kreatif
1.
2.
3.
Pedoman penilaian: skala penilaian dibuat dengan rentangan dari 1-5
(1) Sangat kurang; (2) Kurang; (3) Cukup; (4) Baik; (5) Sangat baik
b. Penilaian Keterampilan
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Nyaring
No. Aspek Indikator
Skor
1 2 3 4
1. Intonasi Sangat Baik: Pembacaan cerita fabel
sangat memperhatikan tinggi
rendahnya suara, keras lembutnya
suara, dan cepat lambatnya
pembacaan sangat sesuai dengan isi
dan suasana yang digambarkan
dalam fabel.
Baik: Pembacaan cerita fabel
memperhatikan tinggi rendahnya
suara, keras lembutnya suara, dan
cepat lambatnya pembacaan sesuai
dengan isi dan suasana yang
digambarkan dalam fabel.
Cukup Baik: Pembacaan cerita fabel
cukup memperhatikan tinggi
rendahnya suara, keras lembutnya
suara, dan cepat lambatnya
pembacaan cukup sesuai dengan isi
dan suasana yang digambarkan
dalam fabel.
Kurang Baik: Pembacaan cerita
fabel kurang memperhatikan tinggi
rendahnya suara, keras lembutnya
suara, dan cepat lambatnya
pembacaan kurang sesuai dengan isi
dan suasana yang digambarkan
dalam fabel.
2. Lafal Sangat Baik: Setiap kata yang
diucapkan oleh peserta didik dalam
membaca fabel sangat jelas dan tepat.
Baik: Setiap kata yang diucapkan
oleh peserta didik dalam membaca
fabel jelas dan tepat.
Cukup Baik: Setiap kata yang
diucapkan oleh peserta didik dalam
membaca fabel cukup jelas dan tepat.
Kurang Baik: Setiap kata yang
diucapkan oleh peserta didik dalam
membaca fabel kurang jelas dan
tepat.
3. Kelancaran Sangat Baik: Peserta didik
membaca cerita fabel dengan sangat
lancar.
Baik: Peserta didik membaca cerita
fabel dengan lancar.
Cukup Baik: Peserta didik membaca
cerita fabel dengan cukup lancar.
Kurang Baik: Peserta didik
membaca cerita fabel dengan kurang
lancar.
4. Emosi Sangat Baik: Emosi yang
diekspresikan oleh peserta didik
sangat sesuai dengan isi fabel.
Baik: Emosi yang diekspresikan oleh
peserta didik sesuai dengan isi fabel.
Cukup Baik: Emosi yang
diekspresikan oleh peserta didik
cukup sesuai dengan isi fabel.
Kurang Baik: Emosi yang
diekspresikan oleh peserta didik
kurang sesuai dengan isi fabel.
5. Pernafasan Sangat Baik: Pernafasan sudah
diatur dengan sangat baik, tidak
terlihat terengah-engah.
Baik: Pernafasan sudah diatur
dengan baik, tidak terlihat
terengah-engah.
Kriteria Penilaian
1: Kurang
2: Cukup
3: Baik
4: Sangat Baik
Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca Fabel
Cukup Baik: Pernafasan sudah
diatur dengan cukup baik, sedikit
terlihat terengah-engah.
Kurang Baik: Pernafasan tidak
diatur dengan baik, sangat terlihat
terengah-engah.
Jumlah Skor :
Nilai :
No. Aspek yang dinilai Indikator Skor
1. Pemahaman isi cerita Sangat Baik: Peserta
didik dalam membaca
cerita fabel sangat
memahami isi ceritanya.
Baik: Peserta didik dalam
membaca cerita fabel
memahami isi ceritanya.
Cukup Baik: Peserta
didik dalam membaca
cerita fabel cukup
memahami isi ceritanya.
Kurang Baik: Peserta
didik dalam membaca
cerita fabel kurang
memahami isi ceritanya.
1 2 3 4
2. Keruntutan
pengungkapan isi cerita
Sangat Baik: Peserta
didik dalam membaca
cerita fabel sangat
memperhatikan keruntutan
pengungkapan isi cerita.
Baik: Peserta didik dalam
membaca cerita fabel
memperhatikan keruntutan
pengungkapan isi cerita.
Cukup Baik: Peserta
didik dalam membaca
cerita fabel cukup
memperhatikan keruntutan
pengungkapan isi cerita.
Kurang Baik: Peserta
didik dalam membaca
cerita fabel kurang
memperhatikan keruntutan
pengungkapan isi cerita.
3. Kelancaran dan
kewajaran
pengungkapan
Sangat Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel sangat lancar dan
mengungkapkan setiap
kata dengan wajar.
Baik: Peserta didik dalam
membaca fabel lancar dan
mengungkapkan setiap
kata dengan wajar.
Cukup Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel cukup lancar dan
mengungkapkan setiap
kata dengan sedikit tidak
wajar.
Kurang Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel kurang lancar dan
mengungkapkan setiap
kata dengan tidak wajar.
4. Ketepatan diksi Sangat Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel sangat
memperhatikan ketepatan
diksi.
Baik: Peserta didik dalam
membaca fabel
memperhatikan ketepatan
diksi.
Cukup Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel cukup
memperhatikan ketepatan
diksi.
Kurang Baik: Peserta
didik dalam membaca
Mengetahui, Tangerang Selatan, 27 April 2018
Guru Bahasa Indonesia SMPN 13 Mahasiswa PPKT,
Lintang Anggraeni, S.Pd Ulfah Fauziah
NIP. 197207041998022002 NIM. 11140130000012
fabel kurang
memperhatikan ketepatan
diksi.
5. Ketepatan struktur
kalimat
Sangat Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel sangat
memperhatikan ketepatan
stuktur kalimat.
Baik: Peserta didik dalam
membaca fabel
memperhatikan ketepatan
struktur kalimat.
Cukup Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel cukup
memperhatikan ketepatan
struktur kalimat.
Kurang Baik: Peserta
didik dalam membaca
fabel kurang
memperhatikan ketepatan
struktur kalimat.
Jumlah Skor :
Nilai :
Nilai Akhir=
RIWAYAT PENULIS
Ulfah Fauziah atau biasa dipanggil Ziah
lahir di Jakarta 29 April 1996 merupakan putri
sulung dari Bapak Supriyatna dan Ibu Siti
Komariyah. penulis bertempat tinggal di Jl.
Gang Prumpung Tengah V RT 05/06 No. 27 A,
Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur.
penulis mengawali pendidikan mulai TK
pada tahun 2001 s.d. 2002 di SD Daruul Arqom, kemudian melanjutkan
pendidikan di SD Negeri 09 petang pada tahun 2002 s.d. 2008, dan melanjutkan
bersekolah di SMP Negeri 52 Jakarta pada tahun 2008 s.d. 2011, setelah itu
melanjutkan kembali di SMA Negeri 100 Jakarta pada tahun 2011 s.d. 2014,
hingga mengikuti jalur SBMPTN untuk dapat berkuliah di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Selama masa kuliah penulis pernah mengikuti organisasi intra kampus
yaitu Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan menjabat
sebagai anggota III yaitu Komisi Advokasi dan Aspirasi.
penulis yang senang sekali berfoto ini menyelesaikan S-1 dengan judul
skripsi “Keterampilan Membaca Fabel Siswa Kelas VIII SMPN 13 Tangerang
Selatan Tahun Pelajaran 2017/2018”.