pemanfaatan material daur ulang aspal beton...
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN MATERIAL DAUR ULANG ASPAL BETON UNTUK MATERIAL ASPAL BETON CAMPURAN DINGIN
MEMAKAI ASPAL EMULSI
Utilization of Recycled Asphalt Pavements for Cold Mixture Asphalt Concrete with Bitumen Emulsion
TESIS
Untuk memenuhi sebagian syarat mencapai derajat Magister Teknik Sipil Program Studi Magister Teknik Sipil
Oleh :
E M R I Z A L
NIM. S 940907106
MAGISTER TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2009
i
PEMANFAATAN MATERIAL DAUR ULANG ASPAL BETON
UNTUK MATERIAL ASPAL BETON CAMPURAN DINGIN
MEMAKAI ASPAL EMULSI
Utilization of Recycled Asphalt Pavements for Cold Mixture Asphalt Concrete with Bitumen Emulsion
Disusun oleh :
E M R I Z A L
S 940 907106
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing I :
Ir. ARY SETYAWAN, MSc, PhD NIP. 132 134 685
06-01-2009
Pembimbing II :
Ir. DJOKO SARWONO, MT. NIP. 131 974 330
09-01-2009
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Prof.Dr. Ir. Sobriyah, MS NIP. 131 476 674
ii
PERNYATAAN Nama : Emrizal NIM : S940907106 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul ”Pemanfaatan
Material Daur Ulang Aspal Beton Untuk Material Aspal Beton
Campuran Dingin Memakai Aspal Emulsi” adalah benar-benar karya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda
citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar
yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Februari 2009
Yang membuat pernyataan
Emrizal
iii
ABSTRAK
Emrizal, S940907106, 2009, Pemanfaatan Material Daur Ulang Aspal Beton Untuk Aspal Beton Campuran Dingin Memakai Aspal Emulsi. Tesis : Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Secara konvensional penanganan kerusakan surface dilakukan dengan memberi lapis tambahan sehingga badan jalan semakin tinggi, dan menyisakan persoalan terhadap sistem drainase terutama di perkotaan. Penggunaan teknik daur ulang dengan cara campuran dingin memakai aspal emulsi merupakan alternatif yang cukup potensial untuk diaplikasikan pada pemeliharaan perkerasan jalan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi RAP sesudah melewati masa layan dan mengetahui karakteristik perkerasan lentur yang dihasilkan serta kelayakan pemanfaatan material garukan atau Reclaimed Asphalt Pavement secara campuran dingin memakai aspal emulsi untuk kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan jalan.
Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium, dengan memanfaatkan material eks garukan jalan Yogyakarta – Prambanan (BP-03). Aspal emulsi yang dipakai adalah jenis CSS-1H produksi PT. Hutama Prima, Cilacap. Data primer yang dipakai adalah data penelitian yang dilakukan di laboratorium jalan Raya, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, sedangkan data sekunder merupakan data instansional, dan data penelitian terdahulu yang relevan baik sebagai acuan maupun sebagai pembanding.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa karakteristik dan sifat-sifat struktural material dari bahan bongkaran aspal beton sesuai hasil pemeriksaan ekstraksi dan abrasi sudah mengalami degradasi dan perubahan konsistensi ukuran butir dan proporsi agregat tapi masih dapat digunakan sebagai material perkerasan jalan dengan menambah agregat baru sebagai peremaja. Sedang karakteristik Marshall perkerasan lentur dengan memakai bahan pokok RAP dengan metode campuran dingin memakai aspal emulsi relatif memenuhi persyaratan, tapi angka porositas terlalu tinggi sehingga perkerasan cenderung bersifat porous. Hasil pengujian menunjukan bahwa kekuatan awal benda uji recycling Gradasi RAP ekstraksi lebih rendah dibandingkan benda uji gradasi RAP tanpa ekstraksi, tapi relatif lebih aman dari resiko terjadinya kerusakan-kerusakan akibat pemakaian aspal yang berlebihan (bleeding, keriting, sungkur, dll). Pemanfaatan material RAP sebagai bahan campuran aspal beton campuran dingin memakai aspal emulsi pada rehabilitasi dan pemeliharaan jalan cukup layak dan memenuhi syarat dengan catatan perlu beberapa koreksi pada JMF agar didapat hasil yang optimum. Kata kunci : rehabilitasi dan pemeliharaan jalan, daur ulang, coldmix, emulsi.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya.
Pokok bahasan yang penulis ambil dan sekaligus merupakan judul tesis ini adalah Pemanfaatan Material Daur Ulang Aspal Beton Untuk Material Aspal Beton Campuran Dingin Memakai Aspal Emulsi.
Tesis ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari batuan banyak pihak, untuk itu perkenankan penulis secara khusus mengucapkan terimakasih dan penghargaan atas bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis antara lain kepada yang terhormat :
1. Segenap pimpinan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Ir. Ary Setyawan, MSc(Eng), Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus Dosen Pembimbing I.
4. Bapak Ir. Djoko Sarwono, M.T. Ketua Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta sekaligus Pembimbing II.
5. Seluruh Dosen pengajar Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Kepala Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi, Badan Pembinaan Konstruksi dan SDM, Departemen Pekerjaan Umum
7. Pimpinan PT. Hutama Prima untuk penyediaan aspal emulsi
8. Pimpinan PT. Perwita Karya untuk penyediaan RAP.
Penulis sangat menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna baik secara materi maupun ketajaman pembahasan, untuk itu kritik serta saran yang konstruktif sangat penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga tulisan dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkannya.
Surakarta, Januari 2009
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman
Halaman Judul…………………..………………………………………… i
Halaman Pengesahan Pembimbing….……………………………..……… ii
Halaman Pengesahan Tesis ……………………………………………….. iii
Halaman Persembahan ……………………………………………………. iv
Pernyataan…………………………………………………………………. v
Kata Pengantar…………………………………………………………….. vi
Daftar Isi…………………………………………………………………… vii
Daftar Tabel ……………………………………………………………….. xi
Daftar Gambar……………………………………………………………... xiii
Daftar Lampiran …………………………………………………………... xv
Abstrak ……………………………………………………………………. xvi
BAB I : PENDAHULUAN ……………………….……………….... 1
A. Latar Belakang .………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah… ……….…….……………………. 3
C. Batasan Masalah ……………………………………….. 3
D. Tujuan Penelitian.………………………………………. 4
E. Manfaat Penelitian…………………………………….. 5
BAB II : LANDASAN TEORI………….……………..…………….. 6
A. Tinjauan Pustaka…….…………………………………. 6
1. Konsep Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan............ 6
2. Konsep Perkerasan Daur Ulang................................ 10
3. Campuran Aspal Beton ........................................... 13
4. Aspal Beton Campuran Dingin ................................ 14
B. Dasar Teori ...................................................................... 16
1. Lapisan Perkerasan Jalan.....………………………. 16
2. Bahan Perkerasan Aspal Beton …………………… 17
a. Aspal/Bitumen ……………………………….. 17
b. Agregat………………………………………. 20
c. Bahan Pengisi (Filler) ……………………….. 23
3. Bahan Capuran Aspal Dingin…………………..…. 24
vi
Halaman
a. Spesifikasi Aspal Cair/ Aspal Emulsi………… 24
b. Persyaratan Agregat……………..………….. 26
c. Persyaratan Bahan Pengisi …………………… 29
4. Perencanaan Campuran Aspal Dingin. ……………. 30
a. Campuran Dengan Aspal Emulsi……………... 30
b. Campuran Dengan Aspal Cair Mantap Sedang. 32
5. Karakteristik Campuran Aspal Beton……………... 33
a. Stabilitas.……………....................................... 33
b. Flow................................................................... 34
c. Durabilitas.......................................................... 34
d. Skid Resistance……………….......................... 35
e. Berat Jenis Campuran (Specific Gravity)……... 35
f. Kepadatan (Density).......................................... 36
g. Porositas (VIM)….…........................................ 36
h. Kuat Desak (Unconfined Compressive
Strength) ………………………………………
36
i. Kuat Tarik Tidak Langsung (Indirect Tensile Strength) ………………………………………
37
j. Permeabilitas …………………………………. 37
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN……………………….......... 40
A. Metode Penelitian..............................................……...... 40
B. Lokasi Penelitian....................................……………....... 40
C. Waktu Penelitian................................................... 40
D. Teknik Pengumpulan Data...............………………….. 41
1. Data Primer ……………………………………….. 41
2. Data Sekunder …………………………………….. 41
E. Bahan dan Alat Penelitian................................................ 42
1. Bahan ........................................................................ 42
2. Peralatan …………………………………………... 43
F. Benda Uji……………………………………………….. 47
G. Prosedur Pembuatan Benda Uji ………………………... 48
vii
Halaman
1. Pekerjaan Persiapan ……………………………….. 48
2. Pekerjaan Penentuan Kadar Air Penyelimutan ….... 49
3. Pekerjaan Penentuan Kadar Air Pemadatan ............ 50
4. Pekerjaan Pembuatan Benda Uji .............................. 50
5. Pekerjaan Pengujian Benda Uji................................. 51
a. Volumetric Test ................................................ 52
b. Marshall Test..................................................... 52
c. Indirect Tensile Strength Test ........................... 53
d. Uncofined Comprenssive Strength Test ……… 53
H. Tahapan Penelitian…………………………………….... 54
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... 59
A. Hasil Penelitian.....................................................……... 59
1. Pemeriksaan bahan Bongkaran RAP........................ 59
a. Pengambilan Bahan Bongkaran............………. 59
b. Pemeriksaan Ekstraksi Bahan Bongkaran......... 59
c. Gradasi Agregat RAP Hasil Ekstraksi............... 60
d. Hasil Pemeriksaan Keausan Agregat RAP........ 62
2. Hasil Pemeriksaan Agregat Peremaja…………....... 63
3. Hasil Pemeriksaan Filler........................................... 64
4. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS-1H................ 64
5. Perencanaan Campuran dari Bahan Bongkaran
(RAP)………………………………………………
65
a. Kadar Aspal Perkiraan Campuran RAP gradasi
Ekstraksi ………………………………………
65
b. Kadar Aspal Perkiraan Campuran RAP tanpa
Ekstraksi.............................................................
67
6. Hasil Pemeriksaan Kadar Air Penyelimutan ............ 69
7. Hasil Pemeriksaan Kadar Air Pemadatan ................ 70
8. Hasil Pengujian Marshall ......................................... 72
9. Penentuan Nilai Kadar Aspal Emulsi Optimum....... 74
10. Hasil Pengujian UCS (Unconfined Compressive
Strength) ………………………………………………...
78
viii
Halaman
11. Hasil Pengujian ITS (Indirect Tensile Strength)…... 80
12. Hasil Perhitungan Regangan ……………………… 83
13. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas..…………… 84
14 Hasil Pengujian Permeabiltas……………………… 85
B. Pembahasan............................................................…….. 87
1. Analisis Pemeriksaan Bahan Bongkaran................... 87
2. Analisis Kadar Air Pemadatan ................................ 88
3. Analisis Nilai Kepadatan (Densitas) ........................ 89
4. Analisis Nilai Porositas Campuran .......................... 91
5. Analisis Hasil Marshall Propertis Berdasarkan
Optimum Bitument Contens......................................
91
a. Analisis Stabilitas.............................................. 91
b. Analisis Kelelehan (Flow) ................................ 94
c. Analisis Marshall Quetiont ............................... 95
6. Analisis Hasil Pengujian UCS................................... 96
7. Analisis Hasil Pengujian ITS ……………………... 98
8. Analisis Nilai Regangan ………………………….. 100
9. Analisis Nilai Modulus Elastisitas............................ 102
10. Analisis Hasil Pengujian Permeabilitas .................... 104
11. Rekapitulasi Hasil Penelitian ................................... 104
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN............................................... 106
A. Kesimpulan ..........................................................……... 106
B. Saran ................................................................................ 107
Daftar Pustaka.......................………………………..…………………….... 108
Lampiran ........................................................................................................ 110
ix
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Tipe Aspal Untuk Campuran Beraspal Dingin 25
Tabel 2.2. Persyaratan Aspal Emulsi Kationik (AASHTO D M 208-8) 25
Tabel 2.3. Persyaratan Aspal Cair Mantap Sedang (SNI 03-4799-1998) 26
Tabel 2.4. Gradasi Agregat Untuk Campuran Beraspal Dingin 29
Tabel 2.5. Sifat-sifat Campuran Beraspal Emulsi 31
Tabel 2.6. Sifat-sifat Campuran Beraspal Cair 32
Tabel 2.7. Klasifikasi Campuran Aspal Berdasarkan Permeabilitas 39
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian Tesisi 40
Tabel 3.2.. Jumlah Benda Uji 48
Tabel 4.1.. Hasil Pemeriksaan Ekstraksi Bahan 60
Tabel 4.2.. Analisa Saringan Agregat RAP Hasil Ekstraksi 60
Tabel 4.3. Analisa Saringan Agregat RAP Tanpa Ekstraksi 61
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Keausan Dengan Mesin Abrasi Los Angeles
62
Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Agregat 63
Tabel 4.6. Data Berat Jenis Filler 64
Tabel 4.7.. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS-1H 65
Tabel 4.8. Batas Gradasi Gabungan Agregat Hasil Ekstraksi 66
Tabel 4.9. Batas Gradasi Gabungan Agregat Tanpa Ekstraksi 67
Tabel 4.10. Pemeriksaan Kadar Air Penyelimutan 69
Tabel 4.11. Kadar Air Pemadatan Campuran Gradasi Ekstraksi 71
Tabel 4.12. Kadar Air Pemadatan Campuran Gradasi Tanpa Ekstraksi 71
Tabel 4.13. Hasil Uji Marshall Campuran Gradasi Agregat Hasil Ekstraksi
73
Tabel 4.14. Hasil Uji Marshall Campuran Gradasi Agregat Tanpa Ekstraksi
74
Tabel 4.15. Perhitungan Volumetrik Campuran RAP Gradasi Ekstraksi 78
Tabel 4.16. Perhitungan Volumetrik Campuran RAP Gradasi Tanpa Ekstraksi
78
Tabel 4.17. Hasil Pengujian UCS Campuran RAP Gradasi Hasil Ekstraksi
79
Tabel 4.18. Hasil Pengujian UCS Campuran RAP Gradasi Tanpa Ekstraksi
80
Tabel 4.19. Hasil Pengujian ITS Campuran Gradasi RAP Ekstraksi 82
x
Halaman
Tabel 4.20. Hasil Pengujian ITS Campuran Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi
82
Tabel 4.21. Hasil Perhitungan Regangan Untuk Campuran Gradasi Hasil Ekstraksi
83
Tabel 4.22. Hasil Perhitungan Regangan Untuk Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi
84
Tabel 4.23. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Untuk Campuran Gradasi Ekstraksi
85
Tabel 4.24. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Untuk Campuran Gradasi Tanpa Ekstraksi
85
Tabel 4.25. Hasil Perhitungan Permeabilitas Untuk Campuran Gradasi Ekstraksi
86
Tabel 4.26. Hasil Perhitungan Permeabilitas Untuk Campuran Gradasi Tanpa Ekstraksi
87
Tabel 4.27. Rekapitulasi Hasil Penelitian 105
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Penanganan Kegiatan Pemeliharaan (Bina Marga) 7
Gambar 3.1. Alat Pembuat Benda Uji : Oven dan Compactor 44
Gambar 3.2. Alat Uji Marshall 44
Gambar 3.3. Ukuran Bidang Penekanan Pada Uji ITS 45
Gambar 3.4. Alat Uji ITS (Indirect Tensile Strength) 45
Gambar 3.5. Modifikasi Pada Uji UCS (Unconfined Compressive
Strength)
46
Gambar 3.6. Alat Uji Permeabilitas Tipe AF-16 47
Gambar 3.7. Bagan Alir Penelitian 57
Gambar 4.1. Grafik Gradasi Agregat RAP Hasil Ekstraksi 61
Gambar 4.2. Grafik Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi 62
Gambar 4.3. Grafik Gradasi Gabungang Agregat RAP Hasil Ekstraksi 66
Gambar 4.4. Grafik Gradasi Gabungan Agregat RAP Tanpa Ekstraksi 68
Gambar 4.5. Grafik Persentase Kadar Air Penyelimutan 69
Gambar 4.6. Kadar Air Penyelimutan Aspal Emulsi 70
Gambar 4.7. Grafik Kadar Air Pemadatan 71
Gambar 4.8. Grafik Hubungan Soaked stabilitas dan Kadar Aspal
Residu pada Campuran RAP Gradasi Ekstraksi
75
Gambar 4.9. Grafik Hubungan Soaked stabilitas dan Kadar Aspal
Residu pada Campuran Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi
76
Gambar 4.10. Perbandingan Benda Uji Sebelum dan Sesudah Uji
Marshall
77
Gambar 4.11. Perbandingan Benda Uji UCS Sebelum dan Sesudah
Pembebanan
80
Gambar 4.12. Perbandingan Benda Uji ITS Sebelum dan Sesudah
Pembebanan
82
Gambar 4.13. Grafik Perbandingan Kadar Air Pemadatan 88
Gambar 4.14. Grafik Perbandingan Nilai Densitas 90
Gambar 4.15. Grafik Perbandingan Nilai Porositas 91
xii
Halaman
Gambar 4.16. Perbandingan Nilai Stabilitas Campuran Recycling
Gradasi Ekstraksi
92
Gambar 4.17. Perbandingan Nilai Stabilitas Campuran Recycling
Gradasi Tanpa Ekstraksi
93
Gambar 4.18. Perbandingan Nilai Flow Campuran Recycling Gradasi
Ekstraksi
94
Gambar 4.19. Perbandingan Nilai Flow Campuran Recycling Gradasi
Tanpa Ekstraksi
94
Gambar 4.20. Perbandingan Analisis Marshall Quetiont 95
Gambar 4.21. Perbandingan Nilai UCS Campuran Gradasi RAP Hasil
Ekstraksi
97
Gambar 4.22. Perbandingan Nilai UCS Campuran Gradasi RAP Tanpa
Ekstraksi
97
Gambar 4.23. Perbandingan Nilai UCS dengan Penelitian Sebelumnya 97
Gambar 4.24. Perbandingan Nilai ITS Campuran Gradasi RAP Hasil
Ekstraksi
99
Gambar 4.25. Perbandingan Nilai ITS Campuran Gradasi RAP Tanpa
Ekstraksi
99
Gambar 4.26. Perbandingan Nilai ITS Pengujian dengan DGEMs
Konvensional
100
Gambar 4.27. Perbandingan Nilai Regangan Gradasi Hasil Ekstraksi 101
Gambar 4.28. Perbandingan Nilai Regangan Gradasi Tanpa Ekstraksi 101
Gambar 4.29. Perbandingan Modulus Elastisitas Gradasi Hasil
Ekstraksi
102
Gambar 4.30. Perbandingan Modulus Elastisitas Gradasi Tanpa
Ekstraksi
103
Gambar 4.31. Perbandingan Nilai Modulus Elstisitas 103
Gambar 4.32. Perbandingan Nilai Koefisien Permeabilitas 104
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran A Karakteristik Bahan A-1 s/d A-10
Lampiran B Analisa Saringan RAP Hasil Ekstraksi B-1 s/d B -4
Lampiran C Analisa Saringan RAP Tanpa Ekstraksi C-1 s/d C-3
Lampiran D Analisa Saringan Agregat Baru D-1 s/d D-3
Lampiran E Job Mix Formula Campuran Gradasi Hasil
Ekstraksi
E-1 s/d E-11
Lampiran F Job Mix Formula Campuran Gradasi Tanpa
Ekstraksi
F-1 s/d F-12
Lampiran G Analisa Marshall G-1 s/d G-11
Lampiran H Data JMF Eksisting H-1 s/d H-3
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jalan merupakan infrastruktur yang sangat penting dalam memperbaiki dan
membangun kehidupan masyarakat. Kontribusinya besar dalam rangka membina
kehidupan dan keutuhan bangsa dan negara, meliputi aspek-aspek ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya pertahanan dan keamanan.
Sejauh ini masih banyak persoalan mendasar tentang pembangunan,
rehabilitasi dan pemeliharaan jalan di Indonesia yang belum terselesaikan.
Terbatasnya biaya pembangunan dan pemeliharaan yang bisa disediakan pemerintah,
beban kendaraan yang susah untuk dikendalikan, pengaruh iklim tropis mempercepat
kerusakan perkerasan jalan, akan berdampak kepada rendahnya kinerja perkerasan
jalan. Pada akhirnya kondisi ini akan mengakibatkan tingginya biaya operasi
kendaraan (vehicle operating cost) sehingga harga komiditi menjadi lebih mahal.
Secara konvensional penanganan kerusakan perkerasan seperti keausan, retak,
bleeding, gelombang dan kerusakan surface lainnya dilakukan dengan memberi lapis
tambahan (overlay) di atas perkerasan lama. Pelapisan ini akan berulang secara
periodik sehingga badan jalan semakin tinggi, disamping mengurangi estetika juga
mengakibatkan terganggunya sistem drainase terutama pada jalan-jalan di daerah
perkotaan.
1
2
Penanganan dengan pola lapis tambahan juga dinilai memerlukan material
baik aspal maupun agregat yang banyak, sementara perolehan agregat semakin
langka, disamping itu harga aspal cenderung naik, seiring dengan naiknya harga
minyak bumi.
Penggunaan teknik daur ulang sangat potensial untuk diterapkan pada
rehabilitasi dan pemeliharaan perkerasan jalan dimana dari hasil uji pit yang sudah
dilaksanakan pada perkerasan jalan beraspal di wilayah perkotaan dan jalan-jalan
utama di Indonesia pada umumnya mempunyai ketebalan lebih besar dari 10 cm.
Sedangkan kadar aspal rata-rata untuk beton aspal sekitar 5,5-6,5%, (Soedarmanto &
Dardak, 1991).
Secara teknis proses daur ulang bisa dilakukan bila nilai sisa struktur minimal
40%, sehingga bahan dan material perkerasan yang akan didaur ulang secara
kualitas masih layak untuk dipergunakan (penambahan dari agregat baru dan aspal
baru tidak terlalu banyak), sehingga masih menguntungkan dari segi ekonomis dan
dalam proses pengerjaannya.
Teknik daur ulang ini dilaksanakan dengan menggaruk lapis permukaan jalan
dengan ketebalan tertentu, menggemburkan dan mencampurkan secara panas ataupun
dingin dengan menambahkan aspal, agregat dan asphalt modifier bila perlu.
Kemudian menggelarnya di atas jalan lama tanpa terjadi penambahan tinggi
permukaan.
Pencampuran secara panas (hot mix) ataupun dingin (coldmix) pada dasarnya
memiliki kekurangan dan kelebihan sendiri-sendiri, namun hotmix yang populer pada
3
penanganan jalan di Indonesia dinilai tidak cukup ramah lingkungan dan tidak hemat
energi dimana proses pembakaran yang dilakukan menggunakan energi yang cukup
banyak serta menyebabkan polusi udara.
Untuk itu perlu dikembangkan inovasi dan teknologi yang menghasilkan
efisiensi, optimalisasi pemanfaatan bahan, pengembangan bahan alami, dan ramah
lingkungan serta perkerasan yang berkualitas terutama untuk program rehabilitasi dan
pemeliharaan jalan pada daerah yang memiliki quary agregat terbatas.
Salah satu alternatif mengatasi permasalahan itu penggunaan teknik daur
ulang dengan aspal emulsi. Aspal emulsi mempunyai bentuk fisik cair sehingga
mudah untuk dihamparkan, tidak perlu dibakar sehingga bebas polusi dan
mengurangi pemakaian BBM. Pelaksanaan campuran aspal emulsi bisa
dilakukan dengan mesin pencampur aspal untuk pekerjaan skala besar, dan juga
bisa dilakukan dengan peralatan pencampur sederhana (beton mollen) dan
dilakukan di lapangan (insitu) untuk pekerjaan skala kecil.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah komposisi, gradasi dan keausan material dari bahan bongkaran
aspal beton setelah melewati pembebanan selama umur pelayanan.
2. Bagaimanakan karakteristik perkerasan lentur dengan memakai bahan pokok
reclaimed asphal pavement pada perencanaan aspal beton campuran dingin.
3. Apakah Reclaimed Asphalt Pavement masih layak dipakai sebagai material
perkerasan jalan untuk rehabilitasi dan pemeliharaan jalan.
4
C. Batasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil yang lebih fokus dan terarah maka penelitian ini
dibatasi hanya meliputi :
1. Bahan daur ulang aspal beton memakai material garukan Jalan Yogyakarta –
Prambanan (BP – 03)
2. Aspal emulsi memakai produksi PT. Hutama Prima Cilacap dengan tipe CSS-1H.
3. Perkerasan lentur yang direncanakan adalah campuran dingin asphalt concrete
atau dense grade emulsion mixtures (DGEMs).
4. Pengujian menggunakan metode Marshall, ITS (Indirect Tensile Strenght), dan
UCS (Uncofined Compressive Strenght) serta Uji Permeabilitas .
5. Pemadatan yang dilakukan untuk tiap sisi benda uji adalah 75 kali tumbukan.
6. Air yang dipakai untuk penelitian adalah dari PDAM Surakarta.
7. Penelitian dan validasi data dilakukan pada kondisi laboratorium.
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui komposisi, gradasi dan keausan material dari bahan bongkaran aspal
beton setelah melewati pembebanan selama umur pelayanan.
2. Mengetahui karakteristik perkerasan lentur dengan memakai bahan pokok
reclaimed material pada perencanaan aspal beton campuran dingin.
3. Mengetahui kelayakan Reclaimed Asphalt Pavement sebagai material perkerasan
jalan untuk rehabilitasi dan pemeliharaan jalan.
5
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Dapat memberi solusi dan alternatif dalam mengatasi keterbatasan material
perkerasan jalan sebagai sumber daya yang tidak bisa diperbaharui dengan
memanfaatkan material bongkaran seoptimal mungkin.
2. Terjaganya geometri, elevasi permukaan, drainase, trotoar, serta utilitas jalan
lainnya dari penambahan lapis perkerasan secara overlay.
3. Dapat memberikan solusi dan alternatif penerapan pembangunan yang ramah
lingkungan serta pemakaian energi (bahan bakar) seminimal mungkin karena
dilakukan dengan campuran dingin.
4. Menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembanganan keilmuan di
bidang rehabilitasi dan pemeliharaan bangunan sipil khususnya di bidang jalan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang dilakukan dalam penulisan dan penelitian
pemanfaatan material daur ulang aspal beton untuk material aspal beton
campuran dingin memakai aspal emulsi ini adalah tentang lapis perkerasan
secara umum dan lapis perkerasan lentur khususnya serta sifat-sifat material
perkerasan beton aspal yaitu agregat dan aspal secara fisik.
1. Konsep Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan
Lapisan perkerasan jalan selalu cenderung mengalami penurunan kondisi
yang diindikasikan dengan terjadinya kerusakan. Maka untuk memperlambat
kecepatan penurunan kondisi dan mempertahankannya pada tingkat yang layak,
perlu dikelola pemeliharaannya dengan baik agar jalan tersebut tetap dapat berfungsi
sepanjang waktu. Pengelolaan pemeliharaan jalan bukanlah pekerjaan yang mudah,
lebih-lebih pada saat kondisi anggaran yang terbatas serta beban kendaraan yang
cenderung jauh melampaui batas dan kondisi cuaca yang kurang bersahabat.
Pemeliharaan jalan didefinisikan sebagai fungsi pelayanan, perbaikan dan
pemulihan jalan dan menjaga jalan dalam kondisi yang aman, nyaman dan
ekonomis selama masa pelayanannya. Tidak termasuk dalam pemeliharaan adalah
aktivitas pembangunan kembali (rekonstruksi) dan rehabilitasi yang lebih besar
(major rehabilitation). Meskipun dilaksanakan usaha pemeliharaan yang hati-hati
6
7
dan mantap, kemampuan pelayanan (service ability) jalan akan tetap mengalami
kemunduran, sehingga ada saatnya jalan memerlukan rehabilitasi yang lebih besar
(Wright dan Pequette, 1979).
Secara jelas konsep penanganan rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dapat
dilihat pada Gambar 2.1 berikut.
1
2
IP0
IPt
Nilai Kemantapan
Rehabilitasi
Peningkatan
Penunjangan
Tingkat Pelayanan Mantap
Waktu
Pembangunan Jalan
Tingkat Pelayanan tidak Mantap Tingkat Pelayanan Tidak Terukur
1 Batas Kemantapan 2 Batas Kekritisan
Gambar 2.1. Penanganan Kegiatan Pemeliharaan (Bina Marga).
Pada awal masa layan atau saat jalan baru selesai dibangun maka nilai kondisi fisik
jalan adalah mantap dan diharapkan mampu memberikan pelayanan selama umur
rencana. Agar kondisi pelayanannya dapat dipertahankan dan menurun secara wajar
seperti yang diperhitungkan maka perlu dilakukan perawatan jalan yaitu kegiatan
8
merawat serta memperbaiki kerusakan-kerusakan setempat secara terencana sesuai
dengan kebutuhan.
Rehabilitasi jalan dilakukan pada setiap kerusakan diluar perhitungan dalam desain,
yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan secara tidak wajar pada segmen
tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi pelayanan mantap.
Penunjangan jalan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan jalan pada
kondisi tidak mantap atau kritis, agar tetap berfungsi melayani lalu lintas. Kegiatan
ini merupakan kegiatan pemeliharaan jalan yang bersifat darurat.
Peningkatan jalan dilakukan untuk memperbaiki kondisi jalan yang kemampuannya
tidak mantap atau kritis, sampai suatu kondisi pelayanan yang mantap sesuai dengan
umur rencana yang ditetapkan. Kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan
struktural jalan sesuai dengan umur rencana.
Kondisi pelayanan mantap adalah kondisi pelayanan konstruksi sejak awal umur
rencana (IP0 ) sampai dengan kondisi pelayanan pada batas kemantapan atau akhir
umur rencana (IPt), dengan penurunan nilai kemantapan wajar. Yang termasuk dalam
kondisi ini adalah jalan dengan kondisi Baik (B) dan sedang (S).
Kondisi pelayanan tidak mantap adalah keadan jalan yang berada diantara batas
kemantapan sampai dengan batas kritis. Termasuk dalam kondisi ini adalah jalan
dengan kondisi rusak (R ) atau kurang baik (KB).
Kondisi kritis adalah keadaan dengan nilai kemantapan mulai dari batas kekritisan
sampai dengan tidak terukur, dimana kondisi tersebut penyebabkan kapasitas jalan
menurun. Termasuk dalam kondisi ini adalah jalan dengan kondisi Rusak Berat (RB)
atau Buruk.
9
Menurut Organisation for Economic Co-Operation and Development
terdapat hubungan yang erat dan nyata antara pembangunan dan pemeliharaan jalan
jika ditinjau dari segi pembiayaan. Suatu jalan yang dibuat secara benar akan
menghemat biaya pemeliharaan. Sebaliknya suatu standar perencanaan yang rendah
akan mengurangi pembiayaan awal, tetapi biaya pemeliharaan akan menjadi tinggi
Untuk itu harus dilakukan optimasi dengan mengingat studi ekonomi antara biaya
yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh serta pengetahuan tentang konsep
konsep pemeliharaan (OECD, 1978).
Oglesby dan Hicks pada bukunya Highway Engineering menyatakan bahwa
terdapat perbedaan antara pemeliharaan (maintenance) dan rehabilitasi (Oglesby dan
Hicks, 1932).
Hal yang sama dikemukakan oleh Wright dan Pequeete bahwa pemeliharaan
dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencegahan (preventive) dan perbaikan
(correction), sedangkan rehabilitasi merupakan tindakan perbaikan yang bersifat
lebih luas terdiri dari :
1) Reconstruction, yaitu penggantian sistem lapis perkerasan yang ada dengan
lapis perkerasan baru,
2) Overlay, yaitu penempatan lapis permukaan di atas sistem lapis perkerasan
yang sudah ada, dan
3) Recycling, yaitu pengolahan kembali bahan lapis perkerasan yang sudah ada
dan memasangnya kembali (Wright dan Pequeete, 1979).
10
Umur pelayanan perkerasan beraspal tergantung pada beberapa faktor
antara lain jumlah dan berat beban lalu lintas, cuaca, kualitas material,
kekuatan sub grade, drainase serta kualitas struktur lapis perkerasan itu
sendiri. Pemeliharaan yang tepat pada waktunya akan dapat memperpanjang
umur pelayanan lapis perkerasan. (The Asphalt Institute, IMS-20, 1981).
2. Konsep Perkerasan Daur Ulang
Konsep perkerasan daur ulang pada dasarnya merupakan upaya untuk
melakukan penghematan energi dan bahan perkerasan seperti aspal dan agregat.
Metoda daur ulang menjadi suatu pilihan yang menarik untuk rehabilitasi perkerasan.
Daur ulang meliputi pengelupasan perkerasan, penghancuran, penambahan aspal atau
bahan peremaja dan agregat baru jika diperlukan (Epps, 1980).
Salah satu keuntungan dari perkerasan beraspal atau lentur dibandingkan
dengan perkerasan kaku (rigid pavement) adalah material aspal dapat didaur
ulang. Aspal yang menyelimuti material perkerasan dapat dilunakkan kembali
kemudian digunakan beberapa kali baik dengan menambahkan aspal baru,
agregat baru maupun bahan peremaja dengan berbagai metode pelaksanaan.
Walaupun aspal dan agregat telah kehilangan beberapa sifat-sifatnya karena oksidasi,
volatilisasi maupun pengaruh cuaca yang lain selama masa layan, namun kehilangan
sifat-sifat ini relatif kecil pada lapis perkerasan dimana rongga udara lebih kecil dari
5%. Pada beberapa kasus, kedalaman yang lebih besar dari 1/4 inchi (± 0,6 cm) dari
permukaan lapis keras, material aspal akan masih memiliki komposisi yang sama
seperti saat pertama kali dihamparkan (Simanski, 1978).
11
Metode daur ulang juga bisa diterapkan untuk perbaikan kerusakan pada lapis
pondasi. Lapis pondasi perkerasan lentur umumnya terdiri atas lapis yang tidak
diberi aspahlt treatment (granular base course) dan lapis permukaan dengan bahan
aspal. Pada awal pembangunan keduanya dalam kondisi baik, nilai struktural lapis
perkerasan beraspal kurang lebih 2-3 kali nilai struktural lapis bergranular (Williams.
1978).
Teknik daur ulang bisa dilakukan pada perkerasan dengan lapis pondasi tanpa
aspal atau granular base course dapat didaur ulang menjadi lapis pondasi beraspal
(asphalt base course). Dengan tidak menambah tebal total, nilai struktural lapis
perkerasan jalan dapat dinaikan, sehingga dapat memperbaiki serta meningkatkan
kapasitas pelayanannya.
Metode daur ulang pada dasarnya dapat dilakukan melalui proses campuran
panas (hot mix recycling), campuran dingin (cold mix recycling) dan lapis permukaan
(surface mix recycling). Proses recycling dapat dilaksanakan insitu (in place) atau
pada mesin pencampur aspal (in plant), sedangkan peralatan disesuaikan dengan
metode daur ulang yang dipakai.
Pada dasarnya perbaikan lapis perkerasan dengan metode daur ulang dapat
dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan awal untuk mengetahui
kondisi permukaan dan kondisi material perkerasan. Dari pemeriksaan awal ini akan
diketahui metode apa yang sesuai untuk digunakan dalam teknik daur ulang maupun
cara modifikasi yang harus dilakukan, agar menghasilkan lapis perkerasan daur ulang
yang memenuhi kualitas dan kuantitas optimal yang direncanakan.
12
Pengambilan contoh material perkerasan yang akan di daur ulang dilakukan
melakukan core drill pada ruas jalan yang akan ditangani. Bahan hasil core drill dari
perkerasan, selanjutnya diperiksa dan dievaluasi untuk mengetahui kualitas dan sifat-
sifat yang dimiliki.
Secara garis besar evaluasi bahan-bahan ini dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Evaluasi campuran perkerasan lama
b. Evaluasi agregat
c. Evaluasi aspal.
a. Evaluasi Campuran Perkerasan Lama
Pemeriksaan campuran perkerasan diperlukan untuk mengetaui komposisi
material pada campuran dan untuk mengetahui kualitas campuran perkerasan.
Pemeriksaan yang harus dilakukan untuk memenuhi tujuan tersebut adalah
pemeriksaan maksimum specific gravity, density, dan pemeriksaan ekstraksi. Dari
pemeriksaan density akan diketahui kepadatan campuran. Tujuan dari pemeriksaan
ini untuk menentukan volume bahan tambahan dalam proses daur ulang.
Besarnya rongga udara dalam campuran dapat dapat dihitung dari
pemeriksaan density dan maximum specific gravity. Maksimum specific gravity ini
menggambarkan kepadatan campuran yang sesungguhnya atau merupakan berat per
unit volume tanpa rongga udara. Tujuan dari pemeriksaan ini untuk menghitung
kepadatan teoritis daur ulang yang direncanakan.
Besarnya komposisi agregat dan aspal dalam campuran diperoleh dari
pengujian ekstraksi dengan demikian kadar aspal dalam campuran dapat diketahui.
13
b. Evaluasi Agregat.
Evaluasi agregat dilakukan setelah pemeriksaan ekstraksi. Agregat yang telah
terpisah dari campuran perkerasan diperiksa untuk mngetahui gradasinya. Gradasi
agregat ini diperlukan untuk menentukan kombinasi agregat yang harus ditambahkan
ke dalam campuran kerja.
Persyaratan pokok yang harus dipenuhi oleh batuan yang akan dipergunakan sebagai
bahan campuran lapis perkerasan jalan antara lain tahan terhadap kehausan, serta
mempunyai kekerasan yang dapat mendukung beban kendaraan.
c. Evaluasi Aspal
Kandungan aspal dalam campuran perkerasan lama perlu diperiksa untuk mengetahui
sifat fisiknya dan kualitas aspal serta seberapa jauh perubahan sifat-sifat fisik akibat
pengaruh lingkungan dan pembebanan.
3. Campuran Aspal Beton
Aspal beton merupakan suatu bahan lapisan perkerasan jalan yang terdiri dari
campuran agregat kasar, agregat sedang, dan halus seta bahan mineral sebagai pengisi
dengan aspal sebagai pengikat dalam perbandingan yang proporsional dan teliti serta
diatur dalam suatu perencanaan campuran. Jika campuran tersebut dibuat dalam
perbandingan yang semestinya diharapkan akan menghasilkan lapis perkerasan yang
tahan lama dan mampu memikul beban lalu lintas sesuai rencana.
Asphalt Institute menyatakan aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang
terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambah. Material-
material pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu,
kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan dan dipadatkan. Suhu pencampuran
ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan (Asphalt Institute 2001).
Aspal beton digunakan sebagai lapis permukaan perkerasan baik untuk jalan, dengan
lalu lintas ringan sampai berat maupun landasan pacu lapangan terbang.
14
Aspal beton juga dibedakan berdasakan jenis aspal yang digunakan :
1) Aspal beton campuran panas (hot mix) aspal yang digunakan adalah aspal
keras (asphalt cement)
2) Aspal beton campuran hangat (warm mix) aspal yang digunakan adalah aspal
cair (cutback asphalt).
3) Aspal beton campuran dingin (cold mix) aspal yang digunakan adalah aspal
emulsi (emulsion asphalt).
4. Aspal Beton Campuran Dingin
Campuran beraspal dingin adalah campuran yang terdiri dari aspal dingin
(aspal emulsi atau aspal cair) dengan agregat bergradasi menerus, dicampur secara
dingin, dan digunakan sebagai lapis permukaan maupun untuk penambalan
(patching). Campuran beraspal dingin sebagai lapis permukaan mempunyai nilai
struktural dan kedap air. Beberapa keuntungan dari campuran beraspal dingin adalah:
1) Tidak tergantung temperatur campuran karena berupa campuran dingin
2) Campuran dapat disimpan dalam waktu tertentu (tidak cepat mengeras),
sangat praktis untuk pekerjaan penambalan.
3) Bertoleransi dalam menggunakan agregat yang lembab/agak basah.
4) Dapat dilaksanakan dengan peralatan yang relatif sederhana baik
pencampuran maupun penghamparan.
5) Ramah lingkungan karena agregat tidak perlu dipanashan sehingga emisi debu
rendah tidak menimbulkan asap.
Campuran dingin, yaitu campuran batuan dengan aspal tanpa memerlukan
proses pemanasan. Beton aspal campuran dingin atau bisaa disebut Dense Graded
15
Emulsion Mixtures (DGEMs) adalah campuran dari bitumen emulsi (aspal cair,
dingin dan siap pakai) dengan agregat bergradasi tertutup dicampur sebagai campuran
dingin serta mengandung lebih banyak agregat halus dan filler dibanding agregat
kasar (Brown, 1990).
Gradasi tertutup yaitu suatu komposisi yang menunjukan pembagian butir
yang proporsional mulai dari ukuran terkecil sampai terbesar dengan material
penyusunnya yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan .filler.
Filler adalah agregat yang lolos saringan No 200, bersifat non plastis. Filler bersifat
mendukung agregat kasar bersama dengan agregat halus dan binder. Filler dapat
memperluas bidang kontak yang ditimbulkan butiran, sehingga mengakibatkan
tahanan terhadap gaya geser bertambah.
Aspal emulsi yaitu aspal yang dilarutkan dalam air melalui proses teknologi
tertentu, berwarna coklat kehitaman dan encer. Bahan aspal emulsi adalah dari aspal
keras dengan cara mendispersikan ke dalam air dengan bantuan bahan pengemulsi
teremulsi homogen. Aspal emulsi mengandung butiran/ tetesan aspal yang
terambur/tersebar di dalam air, campuran ini dicampur dengan cara mengemulsikan
agents (substansi jenis sabun). Aspal dilarutkan dengan air, hal ini dimaksudkan agar
aspal yang dihasilkan lebih encer dan tidak memerlukan permanasan pada saat
pencampuran (Wignall, et al, 1999).
Campuran emulsi bergradasi terbuka (Open Graded Emulsion Mix) yaitu
campuran emulsi dengan agregat bergradasi tunggal yang digunakan sebagai lapis
pondasi atau lapis permukaan, serta untuk penambalan.
16
B. Dasar Teori
1. Lapisan Perkerasan Jalan
Lapisan perkerasan jalan ialah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar
(sub grade) dan berfungsi untuk memikul beban lalu lintas selanjutnya diteruskan dan
disebarkan ke tanah dasar, sehingga beban yang akan diterima tanah dasar tereduksi
dan tidak melebihi daya dukungnya. Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut
perencanaan dan pelaksanaan konstruksi jalan harus diperhitungkan dengan matang
sehingga mampu mengatasi pengaruh beban lalu lintas maupun kondisi lingkungan.
Jenis perkerasan pada umumnya dibagi menjadi dua jenis yaitu
1) Perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan
bahan ikat aspal.
2) Perkerasan kaku/tegar (rigid pavement), yaitu perkerasan dengan bahan ikat
semen portland.
3) Perkerasan composit (composite pavement),
Pada prinsipnya komponen perkerasan lentur terdiri atas tiga bagian :
1) Lapis pondasi bawah (subbase course),
2) Lapis pondasi atas (base course), dan
3) Lapis permukaan (surface course) yang terdiri atas binder course (lapis
pengikat) dan wearing course.
17
2. Bahan Perkerasan Aspal Beton
Bahan perkerasan jalan terdiri dari agregat sebagai bahan pokok dan bahan
pengikat aspal untuk perkerasan lentur (flexible pavement) atau portland semen untuk
perkerasan kaku (rigid pavement). Jenis, keadaan fisik, dan kualitas bahan baik untuk
perkerasan lentur maupun kaku harus diperiksa di laboratorium untuk menjamin
kesesuaiannya dengan spesifikasi yang disyaratkan. Pemeriksaan laboratorium perlu
dilakukan sebab bahan perkerasan merupakan salah satu faktor utama yang
menentukan kestabilan konstruksi jalan.
a. Aspal/ Bitumen
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan
yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair. Sifat viskoelastis
inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada
tempatnya selama proses produksi dan masa pclayanan (DPU,1994). Umumnya
aspal dapat diperoleh dari alam maupun residu hasil proses destilasi minyak
bumi.
Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan atas aspal alam dan
aspal buatan.
Aspal alam adalah aspal yang terjadi secara alamiah di alam, dapat
dibedakan menjadi dua kelompok :
1) Aspal danau (lake asphalt), aspal ini terdapat di danau Trinidad,
Venezuela, dan Lawele. Aspal ini tersusun oleh bitumen, mineral dan
18
bahan organik lainnya. Angka penetrasi dari aspal ini sangat rendah dan
titik lembeknya sangat tinggi.
2) Aspal batu (rock asphalt)
Aspal ini terdapat di Pulau Buton Indonesia dan Kentucky USA. Aspal ini
terbentuk dalam celah-celah batuan kapur dan batuan pasir. Aspal yang
terkandung dalam batuan ini berkisar antara 12-35% dari massa batu tersebut
dan rnemiliki tingkat penetrasi 0-40.
Aspal buatan atau aspal minyak dan merupakan hasil penyulingan minyak
bumi. Minyak bumi disuling dengan proses destilasi yaitu suatu proses dimana
berbagai fraksi dipisahkan dari minyak mentah tersebut dengan disertai kenaikan
temperatur pemanasan.
Aspal minyak dapat dikelompokkan menjadi :
1) Aspal keras (asphalt cement)
Aspal yang berbentuk solid pada suhu ruang dan menjadi cair bila dipanashan,
maka di dalam penggunaannya perlu dipanashan terlebih dahulu. Persyaratan
umum aspal keras adalah berasal dari destilasi minyak bumi, bersifat
homogen. Kadar farafin dalam aspal tidak lebih dari 2 %, serta tidak
mengandung air dan tidak berbusa jika dipanashan sampai 175 C. (Bahan
dan Struktur Jalan Raya,1995)
2) Aspal cair (cutback asphalt)
Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut
berbasis minyak seperti minyak tanah, bensin atau solar dan berbentuk cair
pada suhu ruang. Aspal cair dapat dibedakan menjadi 3 macam :
19
1. Aspal cair cepat mantap (RC, rapid curing), yaitu aspal cair yang cepat
menguap dengan bahan pelarut bensin.
2. Aspal cair mantap sedang (MC, medium curing), yaitu aspal, cair yang
memiliki kecepatan menguap sedang dengan bahan pelarut minyak
tanah.
3. Aspal cair lambat mantap (SC, slow curing), yaitu aspal cair yang
lambat menguap dengan bahan pelarut solar.
Aspal cair dapat digunakan baik sebagai bahan pengikat pada campuran
beraspal maupun sebagai lapis resap pengikat (prime coat) atau lapis
perekat (tack coat).
3) Aspal Emulsi
Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal. Pada proses
ini partikel-partikel aspal keras dipisahkan dan didispersikan dalam air
yang mengandung emulsifier (emulgator). Jenis emulsifier yang
digunakan sangat mempengaruhi jenis dan kecepatan pengikatan aspal
emulsi yang dihasilkan. Berdasarkan kecepatan pengikatan maka aspal
emulsi dapat dibedakan menjadi :
1. CRS : Cationic Rapid Setting (kecepatan pengikatannya cepat)
2. CMS : Cationic Medium Setting (kecepatan pengikatannya sedang)
3. CSS : Cationic S1ow Setting (kecepatan pengikatannyya lambat)
Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat
dibedakan atas:
20
1. Aspal Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal
emulsi yang butiran aspalnya bermuatan listrik positif
2. Aspal Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal
emulsi yang butiran aspalnya bermuatan negatif.
3. Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi,
berarti tidak bermuatan listrik.
b. Agregat
Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan
campuran yang terdiri dari berbagai butiran atau pecahan.
Jumlah agregat pada campuran perkerasan umumnya adalah 90 % – 95 % berat, atau
75 % – 85 % volume.
Agregat adalah kombinasi dari pasir, krikil, batu pecah, slag atau material
lainnya yang digunakan sebagai salah satu bahan untuk pengikat pada campuran
beton, macadam, mastic, mortar, plaster dan kegiatan manufaktur lainnya. Agregat
merupakan faktor yang paling penting dalam biaya konstruksi perkerasan,
berdasarkan hitungan lebih dari 30 % biaya total konstruksi (Kenneth, et al (1998).
Agregat yang digunakan dalam pekerjaan harus sedemikian rupa agar
campuran beraspal, yang proporsinya dibuat sesuai dengan rumus perbandingan
campuran dan memenuhi semua ketentuan yang disyaratkan. Penyerapan air oleh
agregat maksimum 3%, berat jenis (bulk specific grafity) agregat kasar dan agregat
halus minimum 2,5 dan perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,2 (Departemen
Pekerjaan Umum, 2007).
21
Agregat menurut ukuran butirnya diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam,
yaitu:
1) Agregat kasar (course aggregate), mempunyai ukuran antara 2,36 mm sampai
20 mm, jenisnya; gravel, crushed aggregate atau artificial aggregate.
2) Agregat halus (fine aggregate), mempuyai ukuran antara 0,075 mm sampai
2,36 mm, jenisnya; pasir sungai alam, pasir laut, bottom ash, crushed fines.
3) Agregat pengisi ( fine filler ), mempunyai ukuran antara 2 micron sampai
0,075 mm, jenisnya; limestone powder, ordinary portland cement, fly ash,
extract asbuton dan gilsonit.
Berdasarkan bentuk butiran, yaitu ada beberapa butiran agregat seperti
kubikal (cubical), bulat (rounded), tidak teratur (irreguler) dan lain-lain.
Suparma menyatakan bahwa dalam lapis keras agregat dapat diklasifikasikan agregat
menjadi :
1) Batuan alam (natural aggregate) terdiri dari gravel, yaitu agregat yang
langsung dari quarry, permukaannya bulat mempunyai kelekatan terhadap
aspal rendah dan kualitasnya kurang.
Agregat ini juga dikenal dengan istilah pit atau benkrun agregat (pitrun)
dalam bentuk pasir dan kerikil, merupakan agregat yang tersingkap
mengalami erosi dan degradasi akibat proses fisika dan proses kimia secara
alami. Hasil proses tersebut kemudian terbawa oleh angin, air, es yang
bergerak dan kemudian diendapkan sebagai tanah/daratan dalam berbagai
22
bentuk. Endapan kerikil tersebut tercampur dengan perbandingan yang tidak
teratur dari pasir bahkan lempung.
Pasir laut umumnya seragam, sedangkan pasir sungai mengandung sejumlah
kerikil, lempung dan lanau.
2) Agregat batu pecah sebagai hasil pengolahan mesin pemecah batu (stone
crusher) atau dipecah secara manual kemudian disaring . Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan mutu agregat baik ukuran butir, gradasi maupun bentuk
serta susunan permukaannya dari bulat menjadi bersudut dan kasar
mempunyai daya lekat tinggi serta kualitas baik. Pemecahan agaregat yang
berasal dari batu gunung dan crushed run berasal dari agregat asal sungai
(crushed pit-run).
3) Artificial aggregate, hasil dari manufactured, ini menjadi penting karena
ramah lingkungan dan bisaanya berasal dari limbah, seperti: steel slag,
bottom ash, crushed brick sythetic aggregate, soil cement, crushed waste
concrete, dan granulated waste plastic (Suparma, 2001).
Berdasarkan Engineering Properties, yaitu pada cara ini kadang-kadang
ditemui pada jenis batu (menurut ilmu batuan) yang sama tetapi sifatnya berbeda.
Berdasarkan proses alami terbentuknya batuan, yaitu pada cara ini akan didapat
agregat yang berasal dari:
1) Batuan alami: batuan beku (igeous rock), batuan sedimen (sedimentary),
batuan metamorf (metamorphic rock).
2) Batuan buatan (artificial rock).
3) Batuan sisa/bekas (waste materials).
23
Berdasarkan tekstur permukaan (surface texture), yaitu tekstur permukaan
agregat dapat berbentuk kasar, sedang dan halus.
Khusus bahan jalan dari sisa/ bekas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Kelas I : Bahan yang berpotensi tinggi karena karakteristik bahannya
secara alami, contoh : Steel slag, Nicle slag, Demoltion waste, Colliery
spoil.
2) Kelas II : Bahan yang memerlukan proses lanjut karena kualitasnya tidak
masuk kategori I, contoh : Cooper slag, Quarry waste, Mine refuse, Tyres
and Rubbers.
3) Kelas III : Bahan yang tidak masuk kategori I dan II dan hanya digunakan
pada kondisi tertentu, contoh : ceramic and refractory waste, mine waste
dan waste glass and cullet.
4) Kelas IV: Bahan yang tidak dapat dipergunakan untuk perkerasan jalan,
contoh: selain yang termaksud kategori I, II dan III.
c. Bahan Pengisi (Filler)
Totomiharjo menyatakan filler adalah suatu bahan berbutir halus yang lewat
ayakan no.30 (595 μ) US Standard Sieve dan 65% lewat ayakan no.200 (74 μ). Bahan
filler berupa debu batu, kapur, portland cement atau bahan lain (Totomiharjo, 1994).
Semen portland, sebagai bahan pengisi (filler) rongga harus bebas dari bahan
yang tidak dikehendaki dan tidak menggumpal sehingga akan memberikan ikatan
atau senyawa yang lebih baik secara kualitas, kekuatan, tahanan, warna, kehausan.
Pengaruh semen dalam campuran perkerasan jalan antara lain adalah kekuatan awal
24
tinggi, reaksi dengan agregat kuat, mengikat dengan cepat, mengurangi bleding dan
retak.
Sedangkan debu batu (stonedust) yang digunakan sebagai filler harus kering
dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 03-
4142-1996 harus mengandung bahan yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) tidak
kurang dari 75% dan mempunyai sifat non plastis (Departemen PU, 2007)
Pada prakteknya fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viscositas dari
aspal dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Menurut Hatherly dalam
meningkatkan komposisi filler dalam campuran dapat meningkatkan stabilitas
campuran tetapi menurunkan kadar rongga udara (air void) dalam campuran.
Meskipun demikian komposisi filler dalam campuran tetap dibatasi, karena
terlalu tinggi kadar filler dalam campuran akan mengakibatkan campuran menjadi
getas (brittle) dan akan retak (crack) ketika menerima beban lalu lintas. Akan tetapi
terlalu rendah kadar filler akan mengakibatkan campuran akan terlalu lunak pada saat
cuaca panas (Hatherly, 1967).
3. Spesifikasi dan Persyaratan Bahan Campuran Aspal Dingin
a. Spesifikasi Aspal Cair/Aspal Emulsi
Campuran beraspal dingin mengunakan jenis aspal emulsi kationik (CSS/CMS)
atau aspal cair mantap sedang (MC). Tipe aspal emulsi kationik dan aspal cair mantap
sedang (MC) seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1
25
Tabel 2.1. Tipe Aspal Untuk Campuran Beraspal Dingin Aspal untuk campuran
beraspal dingin
Standar rujukan Tipe aspal yang digunakan
Aspal Emulsi Pd. S-01-1995-03 CMS-2, CMS-2h, CSS-1, CSS-1h
Aspal Cair SNI 03-4799-1998 MC-250, MC-800, MC-3000
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum
Persyaratan tipe aspal emulsi kationik (CSS/CMS) atau aspal cair mantap
sedang (MC), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.
Tabel 2.2. Persyaratan Aspal Emulsi Kationik (AASHTO D M 208-98)
Jenis Aspal Emulsi
CMS-2 CMS-2h CSS-1 CSS-1h Jenis Pengujian Min. Mak. Min. Mak. Min. Mak. Min. Mak.
Kekentalan Saybolt Furol pada 25°C, detik - - - - 20 100 20 100 Kekentalan Saybolt Furol pada 50°C, detik 50 450 50 450 - - - - Test stability penyimpanan 24 jam (%) - 1 - 1 - 1 - 1 Kelekatan dan daya tahan terhadap air : - Kelekatan agregat kering Baik Baik - Kelekatan agregat basah Sedang Sedang
Muatan listrik Positif Positif positif Positif Analisa ayakan (saringan #20) (%) 0,10 0,10 0,10 0,10 Penyulingan : % Minyak terhadap volume emulsi 12 12 Residu (%) 60 65 57 57 Uji terhadap residu : - Penetrasi 25°C, detik, 100 gr 5detik, (d )
100 250 40 90 100 250 40 90 - Daktilitas 25°C, detik, 5 cm/menit, (cm) 40 40 40 40 - Kelarutan pada Trichlorethilene, (%) 97,5 97,5 97,5 97,5
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum
26
Tabel 2.3. Persyaratan Aspal Cair Mantap Sedang (SNI 03-4799-1998)
Jenis Aspal Cair
MC-250 MC-800 MC-3000 Jenis Pengujian Metode Pengujian Min. Mak. Min. Mak. Min. Mak.
Kekentalan kinematic, pada 60°C, Centistokes SNI 06-6721-2002 250 500 800 1600 3000 6000
Titik nyala (TOC), °C SNI 06-6722-2002 66 - 66 - 66 - Penyulingan: SNI 06-2489-1991 - Penyulingan sampai 225 °C 0 10 - - - - - sampai 260 °C 15 55 0 35 0 15 - sampai 315 °C 60 87 45 80 15 75 - sisa pada 360 °C 67 - 75 - 80 - Daktilitas, 5 cm/menit, cm SNI 06-2432-1991 100 - 100 - 100 - Kekentalan absolute pada 60 °C, poise SNI 03-6440-2000 300 1200 300 1200 300 1200
Kelarutan dalam TCE, % SNI 06-2438-1991 99 - 99 - 99 - Kadar air, (%) SNI 06-2490-1991 - 0,2 - 0,2 - 0,2 Uji bintik SNI 03-6885-2002 negatif Negatif Negatif Penetrasi, 0,1 mm SNI 06-2456-1991 120 250 120 250 - -
Pelekatan dalam air, % permukaan SNI 03-2439-1991 80 - 80 - 80 -
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum
b. Persyaratan Agregat
Agregat yang akan digunakan harus bersih dari berbagai material yang tidak
diinginkan, sebaiknya digunakan agregat hasil produksi dari mesin pemecah batu
agar keseragaman ukuran agregat dapat terjamin. Untuk coldmix menggunakan
aspal emulsi kadar air agregat yang diperbolehkan 3% atau lebih dan kadar air
untuk campuran dingin dengan menggunakan aspal cair mantap sedang harus kurang
dari 3%. Penyerapan air oleh agregat maksimum 3%. Berat jenis agregat kasar
dan agregat halus minimum 2,5 dengan perbedaan tidak boleh lebih dari 0,2.
1) Agregat Kasar
Agregat kasar adalah yang tertahan ayakan No.8 (2,36 mm) dan harus
bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan lain yang tidak
27
dikehendaki lainnya. Agregat kasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Nilai abrasi maksimum 40% (SNI 03-1971-1990)
b. Kelekatan agregat terhadap aspal minimum 95% (SNI 03-2439- 1991)
c. Indek kepipihan maksimum 10% (ASTM D-4791)
d. Butiran yang memiliki 2 bidang pecah minimum 65%.
2) Agregat halus
Agregat halus dapat berupa pasir alam atau produk mesin pemecah batu yang
lolos ayakan No.8 (2,36 mm) dan harus bersih, bebas dari lempung atau bahan lain
yang tidak dikehendaki lainnya. Agregat halus harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Nilai setara pasir minimum 50% (SNI 03-4428-1997)
b. Penggunaan pasir alam maksimum 15%.
3) Gradasi agregat campuran
Menurut Asphalt Institute analisa gradasi agregat dan campuran agregat untuk
mendapatkan gradasi agregat yang diinginkan merupakan langkah penting dalam
merancang campuran aspal panas. Gradasi agregat harus memenuhi persyaratan
gradasi dari spesifikasi proyek dan membuat campuran memenuhi kreteria metode
desain campuran. Gradasi harus disusun dengan susunan agregat yang paling
ekonomis dan dapat memberikan kualitas yang baik (Asphal Institute, MS-2, 1997)
28
Agregat suatu bahan lapis perkerasan yang merupakan campuran dari berbagai
diameter butiran agregat yang membentuk susunan campuran tertentu disebut gradasi
agregat. Gradasi terdiri dari :
1. Gradation Master Bands;
Gradasi ini mempunyai nilai maksimum dan minimum presentase lolos setiap
diameter saringan pada setiap spesifikasi jenis gradasi campuran. Distribusi
gradasi agregat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: gradasi menerus (well
graded), gradasi timpang (gap graded) dan gradasi seragam ( uniform
graded).
2. Gradation Control Points (CP) dan Restricted Zone (RZ);
Gradasi ini mempunyai batasan yang lebih besar sehingga target gradasi bisa
dibuat lebih banyak.
Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan
menentukan stabilitas dan kemudahan dalam pekerjaan. Menurut jenisnya
gradasi agregat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Gradasi seragam (uniform graded ), gradasi ini mempunyai ukuran butiran
yang hampir sama atau sejenis.
2. Gradasi terbuka/timpang (openlgap graded ), terdiri dari agregat halus
dalam jumlah yang terbatas sehingga tidak cukup untuk mengisi ruang
antara agregat kasar.
29
3. Gradasi rapat/menerus (dense/ well graded ), agregat ini memiliki susunan
ukuran butir dari butiran halus hingga butiran kasar, sehingga dinamakan
juga agregat bergradasi baik (well graded).
Gradasi agregat gabungan untuk campuran ditunjukkan dalam persen
terhadap berat agregat, harus memenuhi batas toleransi yang ditunjukkan pada
Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Gradasi Agregat Untuk Campuran Beraspal Dingin Jenis Aspal Aspal Emulsi (CMS/CSS) Aspal Cair (MC)
Ukuran Butiran (mm) 19 9,5 19 9,5 Tebal nominal Lapisan
(mm)
40 20 40 20
Ukuran Saringan
Mm Inci Persentase agregat terhadap total agregat yang lolos saringan
25 1” 100 100 19,0 ¾” 80 – 100 100 95 - 100 100
12,7 ½” 65 – 80 75 - 100 - -
9,5 3/8” 53 - 70 60 - 85 60 - 75 85 - 100
4,75 No.4 30 - 50 35 - 55 - -
2,36 No.8 18 - 34 20 - 35 15 - 25 15 - 25
0,300 No.50 8 - 20 10 - 22 - -
0,075 No.200 2 - 8 2 - 10 3 - 5 3 - 6
Kadar aspal residu (%) 3,3 - 5,5 3,9 - 6,2 5,0 - 5,5 5,5 - 6,0 Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum
Catatan : - Kadar Total Residu = Kadar aspal residu efektif + % aspal residu yang terabsorsi
oleh agregat. - Kadar aspal cair = 100 x kadar aspal yang diperlukan (100 - % minyak tanah pada aspal cair) - Kadar aspal emulsi = 100 x kadar yang diperlukan (100 - % air dalam emulsi)
c. Persyaratan Bahan Pengisi
Bahan pengisi jika dibutuhkan dalam gradasi campuran, dapat berupa
30
semen portland, atau bahan serupa lainnya. Penggunaan bahan pengisi maksimum
sebesar 2%.
4. Perencanaan Campuran Beraspal Dingin
a. Campuran Dengan Aspal Emulsi
Langkah-langkah untuk penentuan kadar aspal optimum adalah sebagai berikut:
1) Agregat yang akan digunakan harus memenuhi persyaratan ketentuan di atas
dan gradasi campuran agregat harus memenuhi spesifikasi gradasi agregat
pada Tabel 2.4.
2) Aspal emulsi yang digunakan sudah ditentukan tipenya dan harus memenuhi
persyaratan pada Tabel 2.2.
3) Air, yang digunakan untuk membasahi agregat yang akan dicampur adalah air
tawar yang bersih.
4) Kadar aspal emulsi perkiraan yang direncanakan menggunakan rumus :
P = ( 0,05 A + 0,1 B + 0,5 C) x 0,7.………………………….………(2.1)
dimana : P = Kadar aspal emulsi rencana A = Persentase agregat tertahan saringan No.8 B = Persentase agregat lolos saringan No.8 tertahan No.200 C = Persentase agregat lolos saringan No.200
5) Persen aspal baru dalam campuran daur ulang dihitung dengan menggunakan
rumus :
R
PaxPpP )(Pr −= ……………………………….…………..………....…(2.2)
dimana : Pr = Persen aspal baru dalam campuran daur ulang
31
P = Kadar aspal perkiraan Pa= Persentase aspal dalam RAP Pp= Persentase RAP dalam campuran dinyatakan dalam desimal R = 1,0 untuk asphal cement
0,6 sampai 0,65 untuk aspal emulsi 0,7 sampai 0,8 untuk aspal cut back
6) Menentukan kadar air penyelimutan agregat dengan penambahan air dengan
interval 1% yang dimulai dari keadaan agregat pada kadar air kering
permukaan jenuh (ssd).
7) Menetukan kadar air pemadatan dengan memadatkan campuran pada kadar
aspal perkiraan dengan kadar air interval naik 1% dan turun 1 % dari kadar air
penyelimutan sebanyak 5 benda uji dan dipadatkan sesuai prosedur Marshall
kemudian dilakukan perhitungan volumetrik sehingga didapatkan kadar air
pemadatan optimum.
8) Menentukan kadar aspal emulsi optimum dengan menggunakan prosedur
pengujian Marshall modifikasi yaitu benda uji dites pada stabilitas kering dan
stabilitas basah setelah benda uji yang direndam selama 4 hari.
9) Buat grafik hubungan variasi kadar aspal residu dengan kepadatan, stabilitas,
rongga terhadap campuran, kelelehan, dan kehilangan stabilitas setelah
perendaman selama 4 hari.
Tabel 2.5. Sifat-sifat campuran beraspal emulsi Uraian Persyaratan
Stabilitas (kg) Min. 300
Rongga terhadap campuran (%) 2 – 8
Penyerapan setelah 4 hari rendaman (%) Maks. 4
Kehilangan stabilitas setelah divacuum (%) Maks. 50
Sumber Puslibang Jalan dan Jembatan
32
b. Campuran Dengan Aspal Cair Mantap Sedang
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan kadar aspal optimum
adalah:
1) Agregat yang akan digunakan harus memenuhi persyaratan dan gradasi campuran
agregat harus memenuhi spesifikasi gradasi agregat pada Tabel 2.4.
2) Aspal cair yang digunakan sudah ditentukan tipenya dan harus memenuhi salah
satu persyaratan pada Tabel 2.3.
3) Aspal cair pada saat akan dicampur harus dipanaskan terlebih dahulu untuk
mencapai viskositas pencampuran yang diinginkan. Temperatur pemanasan
sesuai dengan tipe aspal cair sebagai berikut; MC-250 = 60°C, MC-800 =
90°C dan MC-3000 = 100°C.
4) Menentukan kadar aspal cair optimum yang direncanakan, dilakukan dengan
menggunakan prosedur pengujian Marshall, dan dipadatkan dengan 50 kali
tumbukan untuk setiap sisi. Campuran yang dihasilkan harus memenuhi
persyaratan sifatsifat campuran seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6.
5) Buat grafik hubungan variasi kadar aspal residu dengan
kepadatan, stabilitas, rongga terhadap campuran, kelelehan.
Tabel 2.6. Sifat-Sifat Campuran Beraspal Cair Uraian Persyaratan
Stabilitas (kg) Min. 300 Rongga terhadap campuran (%) 2 – 8
Sumber : Puslitbang jalan dan Jembatan
33
5. Karakteristik Campuran Aspal Beton
Karakteristik campuran aspal beton mesti dapat memberikan jaminan bahwa
lapisan perkerasan kuat menahan beban lalu lintas, aman untuk dilalui pemakai, serta
juga memiliki tingkat kenyamanan bagi pengendara.
a. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi
akibat beban yang bekerja, tanpa mengalami deformasi permanen, dinyatakan dalam
satuan kg atau lb. Stabilitas sendiri menunjukan kekakuan campuran. Untuk bebagai
agregat stabilitas meningkat seiring dengan kepadatan partikel yang tertekan dan
gradasi yang rapat serta pemadatan yang cukup.
Asphalt Institute menjelashan bahwa dua sifat yang diperoleh dengan menggunakan
metode marshall adalah stabilitas dan kekelahan. Melalui metode marshall juga
diperoleh analisa rongga yang dilakukan dengan pengukuran terhadap benda uji dan
menghasilkan parameter-parameter seperti, kepadatan (density), VMA (void in
mineral aggregate), VITM (void in the mix), VFWA (void filled with asphalt), nilai
stabilitas, kelelehan (flow), dan MQ (Marshall Quotient) merupakan hasil bagi
stabilitas dan kelelahan. Nilai MQ dipakai sebagai pendekatan tingkat kekakuan dan
fleksibilitas campuran (Asphalt Institute MS-2 , 1997).
S = p x k x h x 0,4536 .................................................................................(2.3)
dimana :
S = Stabilitas (kg) p = pembacaan stabilitas alat (lb) k = faktor kalibrasi alat h = koreksi tebal benda uji 0,4536 = konversi satuan dari lb ke kg
34
MQ = S/F ...................................................................................................(2.4)
dimana : MQ = Marshall Quotient (Kg/mm) S = Nilai stabilitas terkoreksi F = nilai flow
b. Flow
Flow pada pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel
yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum
sehingga sampel hancur (dinyatakan dalam satuan mm). Pengukuran flow dilakukan
bersamaan dengan pengukuran stabilitas Marshall. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar
aspal, viscositas aspal, suhu, gradasi, dan jumlah pemadatan. Nilai flow yang tinggi
adalah indikasi sifat campuran elastis dan mampu mengikuti deformasi akibat beban.
Flow juga mengindikasikan fleksibelitas campuran , dimana fleksibelitas yang tinggi
dapat diperoleh dengan mengunakan gradasi senjang, aspal penetrasi tinggi dan kadar
aspal yang tinggi.
c. Durabilitas
Suparma menyatakan durabilitas (awet) yaitu ketahanan terhadap cuaca/
iklim/ pelapukan dan perusakan dari beban roda kendaraan yang masuk dalam
"Durabel" (tahan dan awet). Tahan terhadap pengaruh oksidasi dan suhu udara, tahan
terhadap aksi perusakan air, tidak mudah pecah/ kokoh akibat tumbukan roda
(resistance to brittle cracking) ( Suparma, 2007).
Asphalt Institute menyatakan bahwa durabilitas adalah kemampuan atau daya
tahan suatu perkerasan terhadap beberapa faktor seperti perubahan-perubahan dalam
35
bitumen yang disebabkan oleh oksidasi, disintegrasi agregat, dan pelepasan lapisan-
lapisan bitumen dari agregat akibat kondisi basah dan beban lalulintas (Asphalt
Institute, MS-22, 1983)
d. Skid Resistance
Skid resistance menunjukkan kekesatan pennukaan untuk mengurangi slip
pada kendaraan. Hujan dapat mengurangi sifat kesat pada suatu permukaan
perkerasan walaupun tidak sarnpai tcrjadi aquaplaning. Skid resistance dari aspal
porus yang basah pada kecepatan tinggi akan lebih besar nilainya dari pada jenis
perkerasan lain.
e. Berat Jenis Campuran(Specific Gravity)
Berat Jenis Campuran (Specific Gravity) adalah perbandingan antara
persen berat tiap komponen pada campuran dan Specific Gravity tiap komponen.
Besarnya berat jenis campuran penting untuk menentukan besarnya porositas.
Berat jenis campuran (Specific Gravity) diperoleh dari rumus berikut:
SGbWb
SGfWf
SGagrWaSGmix %%%
100
++= …………...…..................…………(2.5)
dimana :
SGmix = Specific Gravity (berat jenis) cumpuran (gr/cm3) %W = % Berat tiap komponer pada campuran SG = Specific Gravity tiap komponen (gr/cm3) (agr) = agregat, f =filler, b=aspal)
36
f. Kepadatan (density)
Selain Specific Gravity campuran, untuk menentukan besarnya porositas
juga menggunakan densitas (kepadatan) campuran.
hdMaD 2
4π
= ………………………………………………...………..… (2.6)
dimana : D = Berat isi (Densitas) Ma = Berat benda uji di udara d = diameter benda uji h = tebal rata-rata benda uji
g. Porositas (VIM)
Porositas (VIM) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran
perkerasan. Fungsi utama dari aspal porus yaitu untuk mengalirkan air
permukaan secara sempurna bersamaan dengan kemiringan perkerasan sehingga
dapat mengurangi beban drainase yang terjadi di permukaan.
1001 xSGmix
DPo ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ += ………………..........................................……(2.7)
dimana : Po = Porositas (VIM) benda uji (%) D = Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3) SGmix = Specific gravity campuran (gr/cm3)
h. Kuat Desak (Unconfined Compressive Strength Test)
Unconfined Compressive Strength Test ini suatu metode untuk mengetahui
kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan pembebanan secara vertikal. Hal
37
ini menunjukkan langsung berapa beban yang mampu ditumpu perkerasan di
lapangan.
Pengujian ini menggunakan mesin Marshall Test yang telah dimodifikasi.
Pencatatan yang dilakukan pada saat pengujian adalah besarnya beban P pada
saat benda uji hancur. Untuk mendapatkan besarnya tegangan hancur dari benda
uji tersebut dilakukan dengan perhitungan rumus :
APcof =' ……..........................................………...................……… (2.8)
dimana : f’c = nilai Unconfined Compressive Strength (kPa) P = beban maksimum (KN) A = luas permukaan benda uji tertekan (mm2)
i. Kuat Tarik Tidak Langsung (Indirect Tensile Strength Test)
Pengujian kuat tarik tidak langsung bertujuan untuk mengetahui besarnya
kekuatan tarik dari asphalt concrete. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
indikasi akan terjadinya retak di lapangan.
).(14,32
dhxFtSr = …………………………………….…………………….(2.9)
dimana : Sr = Gaya tarik tidak langsung Pa (psi) Ft = Kegagalan total beban vertikal N (lb) H = Tinggi benda uji mm (inc) D = diameter benda uji mm (inc)
j. Permeabilitas
Permeabilitas yaitu kemampuan suatu sampel untuk dapat mengalirkan zat alir
(fluida)baik udara maupun air. Permeabilitas mempengaruhi durabilitas dan stabilitas
38
campuran aspal. Ukuran permeabilitas ada dua, yaitu permeabilitas sebagai K (cm²)
dan koefisien permeabilitas k (cm/detik). Hubungan antara nilai K dan koefisien k
adalah :
…………………………………. ….......(2.10)
dimana:
γ = berat jenis zat alir (gr/cm³) µ = viskositas zat alir (gr.detik/cm²) K = Permeabilitas (cm²) k = koefisien permeabilitas (cm/detik)
Permeabilitas campuran asphalt concrete dapat diukur dengan nilai yang
menunjukkan nilai permeabilitas atau sebagai koefisien permeabilitas (k), (cm/dt).
Nilai koefisien permeabilitas dapat didekati dengan persamaan empiris yang sudah
banyak digunakan dari analisis hidrolika. Menurut formula yang diturunkan dari
hukum Darcy dalam Suparma (1997) adalah sebagai berikut :
…………………………..…………………......………….. (2.11)
Rumus di atas diturunkan menjadi :
……..……………………………………..………….....….... (2.12)
……………………….……….…………………..…......... ( 2.13)
……………………………….……………….....……....... ( 2.14)
dimana :
q = = debit rembesan (cm³/detik) V = volume rembesan (cm³) T = lama waktu rembesan terukur (detik)
i = = gradient hidrolik, parameter tak berdimensi
39
h = = selisih tinggi tekanan total, (cm) P = tekanan air pengujian, (dyne/cm²) γair = ρair x g = berat unit, (980,7 dyne/cm²) A = luas penampang benda uji yang dilalui q, (cm²)
Berdasarkan koefisien permeabilitas, campuran Asphalt Concrete (AC) dapat
diklarifikasikan menurut derajat permeabilitas. Mullen (1967) dalam suparma (1997)
menetapkan pembagian campuran berdasarkan permeabilitas seperti pada tabel 2.7
berikut :
Table 2.7. Klasifikasi Campuran Aspal Berdasarkan Angka Permeabilitas
K (cm/detik) Permeabilitas
1.10-8
1.10-6
1.10-4
1.10-2
1.10-1
Impervious
Practically impervious
Poor drainage
Fair drainage
Good drainage
Sumber : Mullen, 1967
Untuk melakukan uji permeabilitas di laboratorium diperlukan tekanan untuk
mendorong air melalui benda uji sehingga diperlukan serangkaian alat yang dapat
membantu melewatkan air pada benda uji dalam waktu yang tidak lama. Oleh karena
itu dalam penelitian ini menggunakan alat uji standar permeabilitas AF-16 yang
menggunakan tekanan gas N2 (tersimpan dalam tabung Nitrogen) untuk membantu
mengalirkan air melalui benda uji. Data yang dicatat adalah tekanan air masuk pipa,
volume dan lama rembesan serta tinggi dan diameter benda uji.
\
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian pada penulisan tesis ini adalah metode eksperimen,
dimana kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium, menggunakan bahan garukan
atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) jalan Yogyakarta – Prambanan (BP-03).
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah pada Laboratorium Transportasi JTS-FT Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
C. Waktu Penelitian
Penelitian Tesis ini dilakukan mulai minggu pertama Juli 2008 sampai akhir
minggu ke dua Desember 2008, jadwal terinci dapat sebagaimana jadwal berikut :
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian Tesis
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1 Pengajuan Proposal
2 Seminar Proposal
3 Pengambilan Sampel Material
4 Pembuatan Sampel di Laboratorium
5 Perawatan Benda Uji
6 Pengujian Benda Uji
7 Analisis data dan Pembahasan
8 Pengajuan Laporan Tesis
9 Seminar Pra Pendadaran
10 Ujian Komprehensif
11 Revisi Tesis
12 Pengumpulan Tesis Final
Sept. Okt. Nop.No Kegiatan
Bulan
KetJuli Des. Jan.'09 Feb. Mar.Agust.
40
41
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dibagi menjadi
2 yaitu pengumpulan data-data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang
didapat langsung dari penelitian ini, sedangkan data sekunder adalah data yang telah
tersedia sebelumnya atau data yang diambil dari penelitian lain.
1. Data Primer
Data primer yang didapat dari penelitian langsung di laboratorium adalah :
1) Data Pemeriksaan Ekstraksi RAP
2) Data Hasil Abrasi dengan Mesin Los Angeles
3) Data pemeriksaan kadar air penyelimutan
4) Data pemeriksaan kadar air pemadatan
5) Data pembacaan nilai stabilitas
6) Data pembacaan nilai flow
7) Data kadar aspal emulsi optimum (Optimum Bitumen Content)
8) Data kuat tekan (Unconfined Compressive Strenght)
9) Data kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strenght)
10) Data Pengujian Permeabelitas
2. Data Sekunder
Data sekunder yang telah ada sebelumnya yaitu :
1) Data gradasi agregat
2) Data berat jenis agregat
3) Data berat jenis filler
42
4) Data kadar air dalam aspal emulsi
5) Data berat jenis aspal emulsi
6) Data nilai residu aspal emulsi
7) Data pemeriksaan filler fly ash
E. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian ini antara lain :
a) Bahan Bongkaran/Reclaimed Asphalt Pavement
Bahan utama percobaan di laboratorium adalah bahan bongkaran lapis
perkerasan jalan Yogyakarta – Prambanan (Packege BP-03) yang dibangun
pada tahun Anggaran 2000-2001 melalui Heavy Loaded Road Improvement
Project – II dibiayai oleh Loan JBIC IP-466. Saat dilakukan pembongkaran
untuk proses daur ulang umur pelayanan sudah 9 tahun.
b) Aspal Emulsi
Aspal emulsi yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal emulsi CSS1
produksi PT.Hutama Prima, Cilacap.
c) Agregat
Agregat peremaja atau tambahan yang digunakan berasal dari PT. Stone
Crusher Masaran. Garadasi yang digunakan adalah gradasi DGEMs dari DPU
(Departemen Pekerjaan Umum).
d) Filler
Filler yang digunakan adalah semen portland
43
e) Air
Air digunakan untuk mempermudah pencampuran antara aspal emulsi dan
agregat.
2. Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penilitian ini seluruhnya berasal dari
Laboratorium Jalan Raya JTS FT-UNS. Alat-alat yang digunakan antara lain :
1) Alat Pembuat Benda Uji
a) Satu set saringan (sieve) standar ASTM beserta alat penggetar ( sieve shaker).
b) Oven lengkap dengan pengatur suhu.
c) Termometer.
d) Timbangan triple beam dengan ketelitian 0,1 gram.
e) Timbangan digital dengan ketelitian 1 gram.
f) Wadah air.
g) Satu set alat pencampuran (sendok, dan baskom plastik kecil).
h) Plastik bening dengan ukuran 28cm x 15cm.
i) Satu set cetakan (mold) berbentuk silinder dengan diameter 101,45 mm dan
tinggi 80 mm lengkap dengan plat atas dan leher sambung.
j) Satu set alat pemadat briket (compactor) yang mempunyai permukaan rata
berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg (10 lbs), tinggi jatuh bebas 45,7 cm
(l8 inc).
k) Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati dan sejenisnya), berukuran
kira-kira 20x20x45cm (12"x12"xl") yang dilapisi dengan plat besi 304,8 x
304,8 x 25,4 mm dibagian dasarnya.
44
l) Oli mesin bekas untuk memudahkan mengeluarkan benda uji dari mold.
m) Dongkrak hidrolis untuk mengeluarkan benda uji dari mold.
Gambar 3.1. Alat Pembuat Benda Uji : Oven dan Compactor
2) Alat Uji Marshall
Alat yang digunakan adalah Marshall Test dengan kelengkapan sebagai berikut:
a) Ujung penekan (breaking head) berbentuk lengkung.
b) Cincin penguji (proving ring) kapasitas 2500-5000 kg dilengkapi dengan arloji
tekan.
c) Alat pengukur kelelehan (flow).
d) Ember untuk merendam benda uji sebelum dilakukan pengujian.
Gambar 3.2. Alat Uji Marshall
45
3) Alat Uji ITS (Indirect Tensile Strenght)
Alat yang digunakan sama dengan alat uji marshall hanya ada modifikasi pada
bidang penekan berbentuk persegi panjang (tidak melengkung) dengan ukuran 80 mm
x 12.7 mm dan variasi suhu yaitu suhu ruang (25 °C) dan 40 °C. Variasi suhu di sini
adalah untuk mengetahui kuat tarik tidak langsung benda uji di lapangan seperti kita
tahu bahwa suhu perkerasan jalan pada siang hari di Indonesia adalah sekitar 40°C.
12,7 mm
80 mm
Gambar 3.3. Ukuran bidang penekan pada uji ITS.
Gambar 3.4. Alat Uji ITS (Indirect Tensile Strenght)
46
4) Alat Uji UCS (Unconfined Compressive Strenght)
Alat yang digunakan sama dengan alat uji marshall hanya ada modifikasi pada
bidang penekan datar dengan luas bidang Iebih besar dari benda uji dan posisi benda
uji tegak lurus dan variasi suhu yaitu suhu ruang (25 °C) dan 40 °C. Variasi suhu di
sini adalah untuk mengetahui kuat tekan benda uji di lapangan seperti kita tahu bahwa
suhu perkerasan pada siang hari di Indonesia adalah sekitar 40°C.
Gambar 3.5. Modifikasi Pada Uji UCS (Unconfined Compressive Strenght)
5) Alat Uji Permeabilitas
Satu set alat uji Permeabilitas Tipe AF-16, terdiri dari, alat ukur tekanan: 35 kg/cm²
(tekanan tinggi) dan 10 kg/cm² (tekanan rendah), tekanan normal: 3-10 kg/cm²
(dengan katup pengatur tekanan), tabung gas Nitrogen (N2)m, tangki air pengumpul
tekanan, bejana rembesan, tabung pengukur 1000cc
47
Gambar 3.6. Alat Uji Permeabilitas Tipe AF-16
5) Alat Penunjang
Alat penunjang dalam penelitian ini yaitu sarung tangan, jas laboraturium,
kunci L, obeng dan lain-lain.
F. Benda Uji
Benda uji pada penelitian ini adalah campuran daur ulang cara dingin asphalt
concrete ( Dense Graded Emulsion Mixture) berbentuk silinder dengan ukuran
diameter 101,45 mm dan berat 1100 gram.
Nilai OBC (Optimum Bitumen Content) benda uji harus dicari terlebih dahulu,
setelah itu baru dilakukan uji UCS (Unconfined Compressive Strenght) dan ITS
(Indirect Tensile Strenght).
Untuk jumlah benda uji yang akan dibuat akan disajikan pada tabel di bawah
ini :
48
Tabel 3.2. Jumlah Benda Uji No. Jenis Benda Uji/Pengujian Keterangan Jumlah Benda Uji1. Kadar Air Penyelimutan Kadar air :1%, 2%,
3%, 4%, 5% dan kadar aspal perkiraan
5
2. Kadar air pemadatan Kadar aspal perkiraan dan kadar air perkiraan
5
3. Penentuan OBC Kadar aspal : + 1 dan -1 kadar aspal perkiraan
2x(3+3) x 5 = 60 1)
4. UCS OBC 2x3 x 2=122)
5. ITS OBC 2x3 x2=122)
6 Uji Permeabilitas OBC 2x3= 6 Total Benda Uji 105 buah
1) 3 benda uji untuk oven curing dan 3 benda uji untuk soaked conditioning curing. 2) 3 benda uji tiap variasi suhu yaitu 25°C dan 40°C.
G. Prosedur Pembuatan Benda Uji
1. Pekerjaan Persiapan
Pada tahap persiapan ini diperlukan semua data sekunder, bahan-bahan, alat-
alat dan urutan pekerjaan sebagai berikut :
1) Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2) Menyaring agregat campuran sesuai gradasi spesifikasi rencana.
3) Menentukan kadar aspal emulsi perkiraan.
4) Melakukan penimbangan campuran berdasarkan komposisi perbandingan
agregat dan filler yang telah ditentukan untuk masing-masing benda uji.
Contoh :
Kadar air : 5 % dari total berat campuran = 55 gram
49
Kadar aspal emulsi perkiraan: 9.25 % dari berat total campuran = 101.75
gram
Berat Agregat : 998.25 gram
Berat total campuran : 1100 gram
Prosentase berat aspal emulsi dan agregat : 100 %
Berat air tidak masuk dalam berat total karena air disini hanya untuk
mempermudah proses pencampuran saja.
2. Pekerjaan Penentuan Kadar Air Penyelimutan
Penentuan kadar air penyelimutan bertujuan untuk mencari kadar air dimana
agregat dapat dikerjakan dengan mudah dan dapat terselimuti oleh aspal emulsi
sebanyak mungkin. Untuk menentukan kadar air penyelimutan dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1) Menyiapkan campuran agregat dan filler sesuai dengan perbandingan
komposisi yang ditentukan.
2) Menuangkan air ke dalam campuran dengan takaran tertentu, dan mengaduk
hingga merata.
3) Menuangkan aspal emulsi perkiraan pada campuran dan mengaduk kembali
campuran hingga merata.
4) Menghamparkan adukan campuran pada kondisi terbuka selama 24 jam agar
kandungan air menguap sehingga dapat lebih jelas mengetahui persen
penyelimutan aspal terhadap campuran agregat dan filler.
5) Mengamati secara visual campuran tersebut dan membuat tabel
50
perbandingan antara persen kadar air dengan nilai penyelimutan aspal
terhadap campuran. Nilai penyelimutan minimal 65% dari luas permukaan
agregat.
6) Mengulangi pencampuran dengan variasi kadar air dengan interval 1%.
3. Pekerjaan Penentuan Kadar Air Pemadatan
Penentuan kadar air pemadatan bertujuan untuk mendapatkan kepadatan yang
optimum. Kadar air pemadatan diketahui dengan cara memadatkan beberapa
Campuran aspal emulsi pada kadar aspal emulsi perkiraan dan kadar air penyelimutan
minimal 65%, kemudian campuran tersebut dipadatkan 2 x 75 tumbukan pada
berbagai kadar air yang berasal dari pengurangan kadar air penyelimutan.
Setiap variasi kadar air pemadatan dicari nilai kepadatan. Kemudian dibuat
grafik hubungan antara kepadatan dan kadar air. Kadar air optimum untuk pemadatan
adalah kadar air yang menghasilkan kepadatan campuran optimum.
4. Pekerjaan Pembuatan Benda Uji
Tujuan pengujian ini adalah untuk mendapatkan kadar aspal optimum yaitu
berdasarkan pengujian stabilitas campuran pada variasi atas dan bawah kadar air
pemadatan dengan cara sebagai berikut :
1) Membuat variasi kadar aspal emulsi dibawah dan di atas kadar aspal emulsi
perkiraan dengan interval 1%. Setiap variasi dipadatkan 2 x 75 tumbukan.
2) Benda uji yang baru dicetak didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang (25°-
30°C), kemudian dikeluarkan dari cetakan
3) Kemudian dilakukan dua prosedur desain curing yaitu :
51
a) Oven curing compacted samples for dry stability test
1. Benda uji dioven selama 1 hari atau sampai dicapai massa sampel yang
konstan.
2. Benda uji dikeluarkan dari oven, kemudian didiamkan selama 24 jam
untuk mencapai suhu ruang.
3. Dilakukan pengujian marshall untuk mengetahui stabilitas kering.
b) Water coditioning sample for soaked stability test
1. Benda uji dioven selama 1 hari atau sampai dicapai massa sampel yang
konstan.
2. Benda uji dikeluarkan dari oven, kemudian direndam selama 4 hari dalam
bak perendam (water bath) pada suhu ruang (benda uji direndam
seluruhnya kecuali bagian atasnya dibiarkan terbuka)
3. Kemudian benda uji dikeluarkan dari water bath dan dilakukan pengujian
marshall untuk mengetahui stabilitas basah
4. Membuat grafik hubungan antara kadar aspal residu dengan stabilitas
kering dan stabilitas terendam.
5. Pekerjaan Pengujian Benda Uji
Setelah mengetahui kadar air pemadatan optimum dan kadar aspal optimum,
dilakukan pengujian ITS (Indirect Tensile Strenght) dan UCS (Unconfined
Compressive Strenght) dengan kadar air pemadatan optimum dan kadar aspal
optimum.
52
a. Volumetric Test
Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan
menggunakan benda uji permukaan kering jenuh seperti prosedur ASTM D 2726.
Berat jenuh disini adalah berat benda uji setelah ditumbuk dan sebelum
dikeluarkan dari mold, karena bila direndam lebih dar 1 hari seperti pada campuran
panas benda uji tersebut akan hancur.
Spesific Gravity campuran menunjukkan berat jenis pada campuran. Besarnya
Spesific Gravity campuran (SG mix), kemudian setelah diketahui berat isi dan berat
jenis maka dapat dicari nilai porositas.
b. Marshall Test
Langkah-langkah dalam pengujian Marshall yaitu :
1) Meletakkan benda uji pada alat Marshall test.
2) Memasang arloji kelelehan (flow meter) pada salah satu batang penuntun dan
mengatur petunjuk pada angka nol.
3) Menghidupkan mesin Marshall untuk memberi pembebanan nada benda uji
sampai beban maksimum yang ditandai dengan runtuhnya benda uji. Pada saat
ini jarum arloji akan berhenti atau berbalik arah.
4) Mencatat besarnya pembebanan maksimum pada arloji atas dan kelelehan
pada arloji bawah. Pembacaan stabilitas satu putaran sama dengan 100 lb
pada pembacaan flow meter satu putaran sama dengan 1 mm.
5) Mengeluarkan benda uji dari mesin Marshall dan mengulangi pada semua
benda uji.
53
c. Indirect Tensile Strenght Test
Langkah-langkah dalam pengujian ITS (Indirect Tensile Strenght) yaitu :
1) Membuat benda uji dummy yaitu benda uji untuk mengetahui suhu dalam
benda uji tersebut. Benda uji dummy ini diberi lubang kecil pada sisi atas dan
samping dengan kedalaman ±3 cm.
2) Meletakkan benda uji dan dummy pada ruang alat modifikasi Marshall test
untuk uji ITS.
3) Mengatur suhu ruang pengujian dan menunggu sampai suhu pada dummy
mencapai 40°C.
4) Menghidupkan mesin Marshall untuk memberi pembebanan pada benda uji
sampai beban maksimum yang ditandai dengan runtuhnya benda uji. Pada saat
ini jarum arloji akan berhenti atau berbalik arah.
5) Mencatat besarnya pembebanan maksimum pada arloji.
6) Mengeluarkan benda uji dari mesin Marshall.
7) Untuk benda uji pada suhu ruang (25°C) langsung dilakukan pengujian seperti
pada no.4 sampai dengan no.6.
d. Unconfined Compressive Strenght Test
Langkah-langkah pengujian UCS (Unconfined Compressive Strength) yaitu :
1) Membuat benda uji dummy yaitu benda uji untuk mengetahui suhu dalam
benda uji tersebut. Benda uji dummy ini diberi lubang kecil pada sisi atas dan
samping dengan kedalaman ±3 cm.
54
2) Meletakkan benda uji dan dummy pada ruang alat modifikasi Marshall test
untuk uji UCS.
3) Mengatur suhu ruang pengujian dan menunggu sampai suhu pada dummy
mencapai 40°C.
4) Menghidupkan mesin Marshall untuk memberi pembebanan pada benda uji
sampai beban maksimum yang ditandai dengan runtuhnya benda uji. Pada saat
ini jarum arloji akan berhenti atau berbalik arah.
5) Mencatat besarnya pembebanan maksimum pada arloji.
6) Mengeluarkan benda uji dari mesin Marshall.
7) Untuk benda uji pada suhu ruang (25°C) langsung dilakukan pengujian seperti
pada no.4 sampai dengan no.6.
H. Tahapan Penelitian
Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Persiapan penelitian.
1) Pengambilan garukan perkerasan/RAP jalan Yogyakarta - Prambanan (BP-
03), pengambilan diusahakan pada satu lokasi agar didapat material yang
relatif homogen baik umur perkerasan maupun job mix formula
2) Pengadaan agregat baru, aspal emulsi, dan peralatan
3) Ekstraksi bahan perkerasan lama
Proses ekstraksi dilakukan untuk memisahkan agregat dengan aspal.
4) Pengujian sifat-sifat fisik material perkerasan yang lama
55
Untuk mendapatkan sifat-sifat fisik, perubahan dan karakteristik bahan
perkerasan lama selama umur pelayanan dilakukan dilakukan sesuai
spesifikasi dan dibandingkan dengan spesifikasi bahan perkerasan yang lama
baik agregat maupun aspalnya.
5) Perencanaan Campuran Kerja
a) Penentuan Kadar Aspal emulsi perkiraan
b) Penentuan Kadar air penyelimutan, yang menghasilkan penyelimutan
aspal terhadap agregat > 65 %.
c) Penentuan kadar air pemadatan yaitu kadar air yang menghasilkan
kepadatan optimum.
d) Pembuatan Benda Uji aspal emulsi optimum (OBC)
Membuat benda uji masing-masing 6 benda uji setiap variasi kadar aspal
Dry stability 5 variasi campuran aspal x 3 benda uji = 15 bh
Soaked stability 5 variasi campuran aspal x 3 benda uji = 15 bh
e) Pengovenan benda uji (curing)
Mengoven benda uji dalam oven listrik pada suhu 40° C selama 1 hari
f) Merendam benda uji
Merendam benda uji untuk uji Soaked stability (stabilitas rendaman)
dalam water bath selama 4 hari pada suhu udara setelah dioven.
g) Pengujian Marshal
Pengujian Marshall untuk mendapatkan kadar aspal residu optimum
Stabilitas kering : Pungujian Marshall setelah benda uji dioven
Stabilitas basah : Pengujian Marshall setelah benda uji direndam
56
6) Pembuatan Benda Uji ITS, UCS serta Permeabilitas
Pembuatan 6 buah benda uji untuk pengujian ITS dan 6 buah benda uji untuk
pengujian UCS serta 6 buah untuk pengujian permeabilitas.
7) Pengujian Unconfined compressive test
Pengujian UCS 6 buah benda uji.
8) Pengujian Indirect Tensile Strenght
Pengujian ITS sebanyak 6 buah benda uji.
9) Pengujian Permeabelitas
Pengujian Permeabilitas sebanyak 6 buah benda uji.
10) Analisis dan Pembahasan
Melakukan analisis, sehingga didapat grafik hubungan kadar aspal residu
dengan stabilitas dan stabilitas rendaman densitas, porositas (VIM), flow, dan
Marshall Quetion, kuat tarik rata-rata dan kuat desak rata-rata.
Pembahasan dengan membandingkan hasil dengan spesifikasi atau penelitian
sebelumnya.
11) Kesimpulan
Dari hasil analisa data dan pembahasan tersebut diatas kemudian ditarik
kesimpulan.
57
MULAI
ASPAL EMULSI
PENGUJIAN ASPAL
AGREGAT BARU
BAHAN REKCLAIMED
ANALISA SARINGAN
EKSTRAKSI
STUDI PUSTAKA
PERSIAPAN ALAT & BAHAN
PENGUJIAN AGREGAT
SPESIFIKASI
AGREGAT % Aspal RAP
PENGUJIAN AGREGAT
ANALISA SARINGAN
SPESIFIKASI
Penentuan JMF RAP Gradasi A
A
Penambahan Agregat Baru
Penambahan Agregat Baru
ya
ya Tidak
Tidak
Penentuan JMF Gradasi RAP E
58
A
Perhitungan Kadar Aspal Emulsi Perkiraan
Penentuan Kadar Air Penyelimutan
Oven curing for stability test Water conditioning curing for soaked stability test
Penentuan Kadar Air Pemadatan
Pembuatan Benda Uji OBC
Uji Marshall
Penentuan OBC
Pembuatan Benda Uji, ITS, UCS, Permeabilitas
Pengujian ITS, UCS, Permeabilitas
Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan
SELESAI
Gambar 3.7. Bagan Alir Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pemeriksaan Bahan Bongkaran RAP
a. Pengambilan Bahan Bongkaran.
Bahan bongkaran aspal beton atau reclaimed asphalt pavement (RAP) diambil
dari hasil penggarukan jalan Yogyakarta – Prambanan (BP-03) dengan alat cold
milling. Untuk mendapatkan material yang relatif homogen maka pengambilan
dilakukan pada satu lokasi.
b. Pemeriksaan Ekstraksi Bahan Bongkaran
Pemeriksaan bahan bongkaran beton aspal bekas ruas jalan Yogyakarta –
Prambanan (BP-03) yang digunakan pada studi ini mengacu kepada Standar
Nasional Indonesia (SNI) dan metoda standar lainnya seperti American Association of
State Highway and Transportation Officials (AASTHO), American Society for
Testing and Material (ASTM) dan British Standar (BS), bilamana pengujian tidak
termuat dalam Standar Nasional Indonesia.
Pemeriksaan ekstraksi dilakukan terhadap reclaimed beton aspal untuk
memisahkan agregat dan aspal, agar kandungan kadar aspal yang ada pada RAP eks
Jalan Jurusan Yogyakarta – Prambanan (BP-03) dapat ditentukan. Adapun hasil
pemeriksaan sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.1. berikut.
59
60
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Ekstraksi Bahan No Berat Sampel
(gram) Berat Aspal
(gram) Persentase Aspal
(%) 1 1500 48,00 3,252. 1500 58,10 3,873. 1500 75,50 5,034. 1500 60,60 4,045. 1500 55,35 3,696. 1500 61,70 4,11
Rata-rata 4,80.
Pada penelitian ini pengujian konsistensi serta prediksi kemungkinan
perubahan sifat aspal lama tidak dapat dilakukan dikarenakan terbatasnya material
RAP yang tersedia.
c. Gradasi Agregat RAP Hasil Ekstraksi.
Gradasi agregat merupakan faktor kunci terhadap mix desain suatu campuran.
Gradasi yang tepat untuk konstruksi yang sesuai akan menghasilkan struktur
perkerasan yang baik, termasuk juga adanya efisiensi penggunaan bahan perekat atau
aspal. Dari hasil ekstraksi bahan bongkaran yang sudah disediakan dilakukan lima
kali percobaan diperoleh gradasi agregat sebagaimana Tabel 4.2. berikut, sedangkan
data analisis saringan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B halaman 120.
Tabel 4.2. Analisa Saringan Agregat RAP Hasil Ektsraksi No Saringan % Lolos
mm Inch E-1 E-2 E-3 E-4 E-5 Rata-rata
19,1 ¾ " 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,0012,5 ½ " 95,75 97,51 98,23 96,36 94,89 96,559,52 3/8 " 86,13 88,03 91,18 84,26 87,20 87,364,75 # 4 49,08 50,48 62,62 49,34 52,11 52,732,36 # 8 30,61 31,04 45,40 31,27 35,69 34,800,30 # 50 12,37 13,55 19,97 16,30 16,40 15,720,075 # 200 3,85 4,90 7,76 8,68 6,30 6,30PAN PAN 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
61
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,01 0,1 1 10 100
Ukuran Saringan (mm)
Lolo
s Sa
ringa
n (%
)
Bts Bw h Bts Ats Gradasi RAP E
Gambar 4.1. Grafik Gradasi Agregat RAP Hasil Ekstraksi
Sesuai dengan desain penelitian selanjutnya dilakukan juga grading pada
bahan bongkaran sebagai acuan untuk kondisi pemakaian RAP dalam campuran
dingin dengan asumsi RAP sebagai agregat dan kandungan aspalnya diabaikan. Data
dan hasil analisis saringan gradasi RAP tanpa ekstraksi dapat diliha pada Lampiran C
halaman 124, sedangkan rekapitulasinya disajikan dalam Tabel 4.3. berikut.
Tabel 4.3. Analisa Saringan Agegat RAP tanpa Ekstraksi No Saringan % Lolos
Mm Inch A.1 A2 A3 A4 Rata-rata
19,1 3/4 " 100,00 100,00 100,00 100,00 100,0012,5 1/2 " 91,76 94,02 87,35 88,47 90,409,52 3/8 " 77,84 76,44 77,01 72,19 75,874,75 # 4 42,74 39,08 45,49 39,40 41,682,36 # 8 31,88 25,19 35,55 24,83 29,360,30 # 50 7,85 5,00 9,09 6,53 7,120,075 # 200 2,02 1,60 2,65 2,18 2,11PAN PAN 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
62
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,01 0,1 1 10 100
Ukuran Saringan (mm)
Lolo
s Sa
ringa
n (%
)
Bts Bw h Bts Atas RAP A
Gambar 4.2. Grafik Gradasi RAP tanpa Ekstraksi
d. Hasil Pemeriksaan Keausan Agregat RAP
Pengujian keausan agregat dengan mesin Los Angeles untuk mengetahui
ketahanan agregat terhadap repetisi beban dan seberapa besar keausan yang terjadi.
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Keausan Dengan Mesin Abrasi Los Angeles GRADASI PEMERIKSAAN JUMLAH PUTARAN = 500 PUTARAN
UKURAN SARINGAN I II LOLOS TERTAHAN BERAT ( a ) BERAT ( a )
76,2 mm (3") 63,5 mm (21/2")
63,5 mm (21/2") 50,8 mm (2") 50,8 mm (2") 36,1 mm (11/2")
36,1 mm (11/2") 25,4 mm (1") 25,4 mm (1") 19,1 mm (3/4")
19,1 mm (3/4") 12,7 mm (1/2") 12,7 mm (1/2") 9,52 mm (3/8") 9,52 mm (3/8") 6,35 mm (1/4") 6,35 mm (1/4") 4,75 mm ( No. 4 ) 2500
4,75 mm ( No. 4 ) 2,36 mm ( No. 8 ) 2500 JUMLAH BERAT 5000
BERAT TERTAHAN SARINGAN # 12 3396
63
Dari pengujian didapat :
Jumlah berat (a) = 5000 gram
Berat tertahan saringan # 12 (b) = 3396 gram
a – b = 1604 gram
Keausan = a – b x 100 % a = 1604 x 100 % 5000 = 32,08 %
Jadi abrasi agregat bahan bongkaran RAP hasil perhitungan adalah 32,08 %
2. Hasil Pemeriksaan Agregat Peremaja
Hasil pemeriksaaan secara visual dan laboratorium terhadap agregat
yang diproduksi oleh PT. Bangun Persada Kontraktor Masaran, Sragen
menunjukkan bahwa agregat kasar yang digunakan memiliki tekstur permukaan
yang kasar dan cukup baik. Sedangkan data yang dihasilkan dari laboratorim
merupakan data sekunder yang diambil dari penelitian di Laboratorium Transportasi
FT-UNS. Data yang didapat dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa agregat
tersebut telah memenuhi syarat yang telah ditentukan. :
Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Agregat No. Nama Pengujian Syarat* Hasil**
I Keausan dengan mesin Los Angeles max. 40% 26.48 % 2 Peresapan terhadap air max. 3% 2.9 % 3 Berat jenis (apparent spesific gravity) min. 2,5 gr/cc 2,74 gr/cc
* Petunfuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton untuk Jalan Raya. ** Penetitian Laboratorium Transportasi FT-UNS.
64
3. Hasil Pemeriksaan Filler
Pemeriksaan filler disini meliputi pemerikasaan filler abu batu dan semen
portland jenis 1. Pemeriksaan meliputi menyaring material yang lolos saringan nomor
200 (0,075 mm) dan berat jenis, ini akan didapat nilai Spesific Gravity dari masing-
masing filler, yang kemudian akan digunakan dalam mencari nilai Spesiflc Gravity
campuran, densitas dan porositas.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Mustofa (2006) terhadap
beberapa filler dipakai sebagai data sekunder disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Data Berat Jenis Filler No Jenis Filler Berat Jenis (gr/cc)
1. Abu Batu 2,6134
2. Semen Portland Jenis 1 2,8398
Sumber : Ahmad Mustofa (2006)
Tabel tersebut di atas selanjutnya dijadikan acuan dan referensi untuk
perhitungan selanjutnya. Adapun filler yang dipakai untuk penelitian ini adalah
semen portland tipe 1, agar didapat efek ikatan yang lebih baik campuran
recycling disamping fungsinya sebagai bahan pengisi.
4. Hasil Pemeriksaaan Aspal Emulsi CSS – 1H
Karakteristik dan sifat-sifat aspal emulsi CSS - 1H yang digunakan untuk
penelitian ini merupakan data sekunder hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh PT.
Hutama Prima Cilacap perusahaan pembuat aspal emulsi sebagaimana sertifikat
analisis Nomor 123/L.HPC/11/08 yang dikeluarkan pada tanggal 20 November 2008.
Adapun hasil pemeriksaan karakteristik aspal emulsi CSS-1H tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini.
65
Tabel 4.7. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS - 1H No. Property Unit Metode Hasil Spesifikasi1 Kekentalan Sayboltbolt furol pada 25°C Detik ASTM D-244 37 20-100 2 Stabilitas penyimpanan 24 jam % ASTM D-244 0,8 13 Muatan Listrik partikel - ASTM D-244 Positif Positif 4 Campuran Semen % ASTM D-244 0,4 Maks 2,05 Analisa Saringan % ASTM D-244 0 Maks 0,16 - Kadar Minyak % ASTM D-244 0 Maks 3,0 - Kadar residu % ASTM D-244 60,03 Min 57 7 Penetrasi residu Mm ASTM D-5 136 100-250 8 Daktilitas Residu Cm ASTM D-113 >140 Min 57 9 Kelarutan residu dalam C2HCL3 % ASTM D-2042 99,8 Min 97,5 10 Kadar Air % - -
Somber: PT. Hutama Prima
5. Perencanaan Campuran dari Bahan Bongkaran (RAP)
Perencanaan campuran daur ulang dilakukan dengan dua perlakuan.
Perlakuan pertama campuran gradasi agregat RAP hasil ekstraksi ditambah agregat
baru dan filler. Perhitungkan pemakaian aspal baru disesuaikan dengan kandungan
aspal yang menyelimuti RAP, selanjutnya disebut Campuran E.
Campuran kedua adalah gradasi agregat RAP tanpa memperhitungkan kadar
aspal yang ada. RAP dianggap murni sebagai agregat kemudian ditambah agregat
baru dan filler agar memenuhi gradasi campuran aspal emulsi, disebut campuran A.
a. Kadar Aspal Emulsi Perkiraan Campuran RAP Gradasi Ekstraksi
Untuk mendapatkan gradasi sesuai spesifikasi campuran aspal emulsi, hasil
analisa saringan agregat hasil ekstraksi sebagaimana Tabel 4.3. ditambah agregat
peremaja dengan kombinasi 90 % RAP, 8 % CA dan 2 % filler. Gradasi gabungan
campuran tersebut disajikan pada Tabel 4.8 sedangkan perhitungan Job Mix Formula
dapat dilihat pada Lampiran E halaman 130.
66
Tabel 4.8. Batas Gradasi Gabungan Agregat Hasil Ekstraksi No Saringan Batas Gradasi
mm Inch % Lolos % Tertahan Spesifikasi
19,1 3/4 " 100,00 0 100,00 12,5 1/2 " 90,27 9,73 75 – 100 9,52 3/8 " 81,87 8,40 60 – 85 4,75 # 4 49,56 32,32 35 – 55 2,36 # 8 33,40 16,16 20 – 35 0,30 # 50 16,20 17,20 10 – 22
0,075 # 200 7,69 8,51 2 – 10 PAN PAN 0,00 7,69 0,00
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,01 0,1 1 10 100
Ukuran Saringan (mm)
Lolo
s Sa
ringa
n (%
)
Bts Bw h Bts Ats Gradasi Gab
Gambar 4.3. Grafik Gradasi Gabungan Agregat RAP hasil Ekstraksi
Kadar aspal emulsi perkiraan ditentukan dengan cara perhitungan data
persentase agregat tertahan tiap saringan dengan menggunakan Rumus 2.1, dimana :
A = 9,73 % + 8,40% + 32,32% + 16,16% = 66,60%
B = 17,20% + 8,51% =25,71%
C = 7,69%
67
P = 0,05A+0,1B+0,5C
= (0,05 x 66,60%) + (0,1 x 25,71%) - (0,5 x 7,69%)
= 9.75%
Selanjutnya kebutuhan penambahan aspal baru untuk campuran ini dihitung
dengan menggunakan Rumus 2.2 sebagai berikut :
P = % aspal emulsi perkiraan = 9,75 % Pa = % kandungan aspal pada RAP = 4,8 % Pp = % desimal RAP dlm Campuran = 0,9 R = koef untuk aspal emulsi (0,60-0,65)= 0,65 maka :
65,090,08,475,9Pr −
−=
= 5,43 %
Jadi kebutuhan penambahan aspal emulsi adalah 5,43 %.
b. Kadar Aspal Emulsi Perkiraan Campuran RAP tanpa Ekstraksi
Untuk mendapatkan gradasi gabungan sesuai spesifikasi, hasil gradasi analisa
saringan agregat tanpa ekstraksi ditambah agregat peremaja dengan kombinasi 95 %
RAP, 3 % agregat halus dan 2 % filler. Analisis secara rinci disajikan pada Lampiran
F halaman 141, sedangkan batas gradasi gabungan disajikan pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Batas Gradasi Gabungan Agregat tanpa Ekstraksi
No Saringan Batas Gradasi Mm Inch % Lolos % Tertahan
Spesifikasi
19,1 3/4 " 100,00 0 100,00 12,5 1/2 " 90,88 9,12 75 – 100 9,52 3/8 " 77,07 13,81 60 – 85 4,75 # 4 44,55 32,53 35 – 55 2,36 # 8 31,95 12,60 20 – 35 0,30 # 50 9,21 22,74 10 – 22 0,075 # 200 4,21 5,00 2 – 10 PAN PAN 0,00 4,21 0,00
68
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,01 0,1 1 10 100
Ukuran Saringan (mm)
Lolo
s Sa
ringa
n (%
)
Bts Bw h Bts Atas Gradasi Gab
Gambar 4.4. Grafik Gradasi Gabungan Agregat RAP tanpa Ekstraksi
Kadar aspal emulsi perkiraan ditentukan dengan cara perhitungan data persentase
agregat tertahan tiap saringan dengan menggunakan Rumus 2.1 sebagai berikut.
Dari gradasi gabungan tersebut di atas diketahui :
A = 9,12 % +13,81% + 32,48% + 11,70% = 68,05%
B = 21,13% + 4,76% =27,73%
C = 8,28%
P = 0,05A+0,1B+0,5C
= (0,05 x 68,05%) + (0,1 x 27,73%) - (0,5 x 8,28%)
= 8,28%
Jadi kadar aspal emulsi perkiraan untuk campuran gradasi tanpa ekstraksi
adalah sebesar 8,28%.
69
6. Hasil Pemeriksan Kadar Air Penyelimutan
Kadar air penyelimutan ini didapat dari pengamatan visual pencampuran pada
kadar aspal emulsi perkiraan. Jumlah benda uji adalah 5 buah. Setelah campuran
didiamkan selama 24 jam dan air menguap kemudian baru dapat dilakukan
pengamatan secara visual dan syarat minimal campuran terselimuti aspal adalah 65%.
Hasil pengamatan visual kadar air penyelimutan campuran gradasi RAP hasil
ekstraksi adalah 5 % dengan penyelimutan sebesar 75%. Sedangkan campuran
gradasi RAP tanpa ekstraksi pada kadar air 3% penyelimutan yang terjadi 85%.
Tabel 4.10. Pemeriksaan Kadar Air Penyelimutan
Kadar Air Penyelimutan Aspal Emulsi Terhadap Agregat (%) No % Campuran E Campuran A
1 1 15 402 2 30 603 3 40 854 4 65 855 5 75 85
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4Kadar Air (% )
Peny
elim
utan
Agr
egat
(%
)
5
Poly. (Campuran A) Poly. (Campuran E)
Gambar 4.5. Grafik Persentase Kadar Air Penyelimutan
70
Sebelum Sesudah
Gambar 4.6. Kadar Air Penyelimutan Aspal Emulsi
Hasil kadar air penyelimutan yang memenuhi syarat untuk campuran
gradasi hasil ekstraksi (campuran gradasi E) adalah sebesar 3 % sedangkan untuk
campuran gradasi tanpa ekstraksi (campuran gradasi A) sebesar 5 %.
7. Hasil Pemeriksaan Kadar Air Pemadatan
Kadar air pemadatan diketahui dengan cara memadatkan beberapa campuran
aspal emulsi pada kadar aspal emulsi perkiraan dengan variasi kadar air
penyelimutan hasil pengujian. Pada pengujian ini dari persentase kadar air
penyelimutan divariasi naik sebesar 0.5% dan turun juga sebesar 0,5 %. Setelah
dilakukan pencampuran kemudian benda uji dipadatkan 2 x 75 tumbukan Marshall.
Setelah didiamkan selama 24 jam kemudian benda uji dikeluarkan dari mold. Benda uji
ditimbang dan diukur ketebalannya pada 4 sisi.
Kadar air optimum adalah kadar air yang menghasilkan campuran yang
menghasilkan kepadatan tertinggi. Hasil pemeriksaan kadar air pemadatan campuran
selengkapnya disajikan pada Tabel 4.11 dan Tabel 4.12. di bawah ini :
71
Tabel 4.11. Kadar Air Pemadatan Campuran Gradasi Ekstraksi
Kode Kadar Berat Tebal Densitas
Sampel Air Sampel H1 h2 h3 h4 Rata-rata
(%) (gram) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (g/cm3) KADAT.E.1 4,00 989,25 63,33 62,61 63,03 63,40 63,09 1,9389KADAT.E.2 4,50 976,00 61,78 61,68 61,75 63,96 62,29 1,9375KADAT.E.3 5,00 992,00 60,10 62,23 61,55 60,88 61,19 2,0048KADAT.E.4 5,50 976,20 61,25 58,69 62,06 61,25 60,81 1,9851KADAT.E.5 6,00 985,00 62,00 61,80 61,50 60,74 61,51 1,9803
Tabel 4.12. Kadar Air Pemadatan Campuran Gradasi Tanpa Ekstraksi Kode Kadar Berat Tebal Densitas
Sampel Air Sampel h1 h2 h3 h4 rata-rata
(%) (gram) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (g/cm3) KADAT.A.1 2,00 969,60 58,25 58,55 59,64 59,65 59,02 2,0315KADAT.A.2 2,50 952,60 55,46 56,19 56,42 56,52 56,15 2,0980KADAT.A.3 3,00 983,40 59,76 58,32 57,89 58,08 58,51 2,0783KADAT.A.4 3,50 959,90 58,05 58,43 57,15 57,60 57,81 2,0534KADAT.A.5 4,00 913,30 56,16 55,73 56,10 56,22 56,05 2,0149
y = -0,0615x2 + 0,3537x + 1,5788
y = -0,0268x2 + 0,2939x + 1,18271,90
1,95
2,00
2,05
2,10
2,15
2,00 3,00 4,00 5,00 6,00Kadar Air Pemadatan (%)
Den
sita
s (k
g/cm
3 )
Poly. (Campuran A) Poly. (Campuran E)
Gambar 4.7. Grafik Kadar Air Pemadatan
Dari grafik sesuai Gambar 4.7. di atas menujukan penambahan kadar air
akan membuat densitas naik dan akan turun setelah pada titik optimum. Selanjutnya
kadar air pemadatan optimum campuran gradasi hasil ekstraksi sebagai berikut :
72
Y = - 0,0268 x2 + 0,2939x + 1,1872
0=dxdy
0 = - (2 * 0,0268x) + 0,02939
48,50268,0*2
2939,0==Wopt %
Jadi kadar air pemadatan untuk campuran gradasi hasil ekstraksi adalah 5,48 %.
Untuk campuran gradasi RAP hasil ekstraksi persamaannya adalah sebagai berikut:
Y = - 0,0615 x2 + 0,3537x + 1,5788
0=dxdy
0 = - (2 * 0,0615x) + 0,3537
88,20615,0*2
3537,0==Wopt %
Maka kadar air pemadatan campuran gradasi RAP tanpa ekstrasi, adalah 2,88%.
8. Hasil Pengujian Marshalll
Dari hasil perencanaan campuran kemudian dibuat benda uji dengan 5
kombinasi kadar aspal emulsi dan masing-masing kadar aspal dibuat 3 sampel pada
kadar air pemadatan optimum untuk pengujian stabilitas kering (oven condition).
Kemudian 5 kombinasi kadar aspal emulsi dengan masing-masing 3 sampel
pada kadar air pemadatan optimum untuk pengujian stabilitas terendam (soaked
codition). Pemadatan dilakukan 2 x 75 tumbukan, didiamkan 24 jam kemudian
baru dibuka dari mold. Setelah itu dicuring selama 24 jam pada suhu 40°C.
73
Setelah dikeluarkan dari oven benda uji didiamkan selama 24 jam atau
sampai mencapai suhu ruang. Untuk benda uji stabilitas rendaman (soaked
condition) selanjutnya direndam selama 4 x 24 jam (4 hari). Sedangkan untuk
kondisi kering (oven condition) setelah benda uji mencapai suhu ruang bisa
dilakukan pengujian Marshall.
Sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
volumetrik untuk mengetahui densitas, specyfic gravity campuran serta porositas.
Dari hasil pengujian Marshall kemudian dibuat grafik hubungan kadar aspal
residu dengan densitas, porositas, stabilitas dan Marshalll quetient untuk kedua
desain campuran recycling.
Perhitungan volumetrik dan analisis pengujian Marshall untuk kedua
perlakuan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran G, sedangkan rekapitulasi hasil
pengujian disajikan pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14 berikut.
Tabel 4.13. Hasil Uji Marshall Campuran Gradasi Agregat Hasil Ekstraksi
Kondisi
Kadar aspal residu (%)
Densitas (g/cm3)
Porositas (%)
Stabilitas (kg)
Flow (mm)
Marshalll Quetient (kg/mm)
Stability Los Rata-
rata ( %)
Dry 1,952 28,381 1183,18 4,9 243,57 Soaked
4,20 1,847 31,958 833,61 3,6 236,42
29,55
dry 2,071 23,538 1702,81 6,3 272,20 Soaked
4,80 1,949 27,043 1092,33 3,1 404,84
35,85
dry 1,944 25,152 1266,70 5,8 222,25 Soaked
5,85 1,873 27,904 1187,04 4,0 303,36
6,29
Dry 2,012 22,614 1197,41 6,0 208,54 Soaked
6,00 1,884 27,549 990,52 4,1 247,45
17,28
Dry 1,971 22,625 1185,77 5,2 230,38 Soaked
6,60 1,945 23,659 992,79 2,8 363,91
16,27
74
Tabel 4.14. Hasil Uji Marshall Campuran Gradasi Agregat Tanpa Ekstraksi
Kondisi
Kadar aspal residu (%)
Densitas (g/cm3)
Porositas (%)
Stabilitas (kg)
Flow (mm)
Marshalll Quetient (kg/mm)
Stability Los Rata-
rata ( %)
Dry 1,930 26,970 1097,05 6,0 190,01 Soaked
3,60 2,072 21,565 974,31 3,4 290,98
11,19
Dry 2,011 23,460 1260,55 6,3 202,28 Soaked
4,20 2,031 22,673 1239,25 3,8 333,75
1,69
Dry 1,938 25,688 1167,59 6,7 182,08 Soaked
4,95 2,027 22,285 1162,52 5,1 228,30
0,43
Dry 2,012 22,541 1134,93 6,0 191,87 Soaked
5,40 2,086 19,682 983,05 3,9 253,75
13,38
Dry 1,971 23,701 1105,45 6,0 186,12 Soaked
6,00 2,132 17,443 1092,63 3,4 326,03
1,16
9. Penentuan Nilai Kadar Aspal Emulsi Optimum
Penentuan kadar aspal obtimum (OBC) pada perkerasan campuran
dingin (Cold Mixture) didasarkan pada nilai stabilitas optimum terendam
(optimum soaked stability) (Thanaya,2003).
Kadar aspal optimum atau OBC (Optimum Bitumen Content) adalah
kadar aspal yang akan menghasilkan sifat karakteristik terbaik pada suatu
campuran aspal. Kadar aspal optimum ini akan digunakan sebagai dasar dalam
perhitungan kadar aspal untuk pembuatan benda uji berikutnya. Penentuan kadar
aspal optimum (OBC) pada perkerasan campuran dingin (Cold Mixture)
didasarkan pada nilai stabilitas optimum terendam (optimum soaked stability).
Nilai OBC ditentukan dengan menggunakan persamaan garis dari hasil
pengujian Marshall pada nilai stabilitas rendaman seperti terlihat pada Grafik 4.7.
sebagai berikut.
75
y = -156,98x2 + 1740,3x - 3685,5
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
4,20 4,60 5,00 5,40 5,80 6,20 6,60Kadar Aspal Residu (% )
Stab
ilita
s (K
g)
Gambar 4.8. Grafik Hubungan Soaked Stabilitas dan Kadar Aspal Residu pada Campuran RAP gradasi Ekstraksi
Dari persamaan garis pada Gambar 4.8. tersebut di atas kemudian dicari kadar
aspal residu optimum sebagai berikut :
Y = - 156,98 x2 + 1740,3x -685,5
0=dxdy
0 = - (2 * 156,98x) + 1740,3
54,598,156*23,1740
==KadarAspal %
Sedangkan kadar aspal emulsi optimum adalah :
Kadar Aspal Emulsi Optimum 23,910003,60
44,5== x %
Selanjutnya kebutuhan penambahan aspal baru untuk campuran ini dihitung
dengan menggunakan Rumus 2.2 dimana dari perhitungan sebelumnya diketahui :
P = % aspal emulsi optimum = 9,23 %
Pa = % kandungan aspal pada RAP = 4,8 %
76
Pp = % desimal RAP dlm Campuran = 0,9
R = koef untuk aspal emulsi (0,60-0,65)= 0,65
maka :
%23,365,0
90,08,423,9Pr =−
−=
Jadi persentase penambahan aspal emulsi baru untuk campuran gradasi hasil
eksraksi adalah sebesar 3,23 %.
Dari grafik Hubungan kadar aspal dengan Stabiltas sebagaimana Gambar 4.8
dan Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa stabilitas cenderung naik sampai titik optimum
dan kemudian turun, artinya stabiltas benda uji akan menurun kalau persentase aspal
melebihi kadar optimum.
y = -82,755x2 + 791,79x - 743,52
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
3,6 4 4,4 4,8 5,2 5,6 6Kadar Aspal Residu (% )
Stab
ilita
s (K
g)
Gambar 4.9. Grafik Hubungan Soaked Stabilitas dan Kadar Aspal Residu pada Campuran Gradasi RAP tanpa ekstraksi Untuk perhitungan OBC pada campuran recyling gradasi RAP tanpa ekstraksi
didapat dari persamaan garis pada Gambar 4.9. hubungan stabiltas rendaman
dengan kadar aspal residu.
77
Dari persamaan garis pada Grafik 4.9. tersebut di atas kemudian dicari
kadar aspal residu optimum sebagai berikut :
Y = - 82,755 x2 + 791,79x -743,52
0=dxdy
0 = - (2 * 82,755x) + 791,79
Kadar aspal residu 78,4755,82*279,791
== %
Dari hasil perhitungan tersebut di atas kadar aspal emulsi optimum dapat
dihitung sebagai berikut :
Kadar Aspal Emulsi Optimum %97,710002,6078,4
== x
Jadi kadar aspal emulsi optimum untuk campuran gradasi RAP tanpa ekstrashi
adalah sebesar 7,97 %.
Sebelum Sesudah
Gambar 4.10. Perbandingan Benda Uji Sebelum dan sesudah Uji Marshalll
78
10. Hasil Pengujian UCS (Unconfined Compresive Strength)
Pengujian UCS (Unconfined Compressive Strength) dengan alat
Marshalll yang dimodifikasi baik alat maupun suhunya. Sebelumnya
pengujian benda uji harus dicuring dengan oven pada suhu 40°C selama 24
jam sehingga dicapai berat yang tetap, selanjutnya didiamkan sehingga mencapai
suhu ruang. Pengujian Unconfined Compressive Strength ini dilakukan dalam dua
variasi suhu yakni ada suhu ruang 25 ºC dan pada suhu 40 ºC.
Tabel 4.15. Perhitungan Volumetrik Campuran RAP Gradasi Ekstraksi
Kode sampel
Kadar aspal
Emulsi (%)
Kadar aspal residu (%)
Massa sampel (gram)
Tebal Sampel
(cm)
Densitas (g/cm3)
Berat Jenis
Porositas (%)
UCS.E.1 996,00 6,045 2,038 2,616 22,102UCS.E.2 1003,00 5,884 2,108 2,616 19,411UCS.E.3
9,23 5,54991,00 5,981 2,049 2,616 21,673
Rata-rata 996,67 5,970 2,065 21,062UCS.E40.1 981,80 6,128 1,981 2,616 24,253UCS.E40.2 987,20 6,293 1,940 2,616 25,842UCS.E40.3
9,23 5,54976,20 6,222 1,940 2,616 25,823
Rata-rata 981,73 6,214 1,954 25,306 Tabel 4.16. Perhitungan Volumetrik Campuran RAP Gradasi tanpa Ekstraksi
Kode sampel
Kadar aspal
Emulsi (%)
Kadar aspal residu (%)
Massa sampel (gram)
Tebal Sampel (cm)
Densitas (g/cm3)
Berat Jenis
Porositas (%)
UCS.A.1 964,70 6,036 1,976 2,564 22,926UCS.A.2 978,65 6,029 2,007 2,564 21,718UCS.A.3
7,97 4,78976,80 6,127 1,971 2,564 23,125
Rata-rata 973,38 6,064 1,985 22,589UCS.A40.1 967,00 5,974 2,002 2,589 22,675UCS.A40.2 967,00 5,880 2,034 2,589 21,439UCS.A40.3
7,97 4,78960,30 6,122 1,940 2,589 25,061
Rata-rata 964,77 5,992 1,992 23,059
79
Berikut akan disajikan contoh perhitungan dari uji UCS (Unconfined
Compressive Strenght) dengan menggunakan Rumus 2.8.
Beban terkoreksi ( P) = 1208,439 kg
Luas Benda Uji = 0,25 x 3,14 x 0,10145² = 0,0086
= 32 1081,9
10145,025,0439,1208 −xx
xπ
= 1467,30 KPa'
Perhitungan yang lengkap tentang hasil pengujian UCS (Unconfined
Compressive Strength, pada suhu ruang 25 °C dan 40°C disajikan pada lampiran
H, sedangkan rekapitulasi pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.17 dan Tabel 4.18
berikut :
Tabel 4.17. Hasil Pengujian UCS Campuran RAP Gradasi Hasil Ekstraksi
Kode sampel
Kadar aspal
Emulsi (%)
Kadar aspal residu (%)
Deformasi Vertikal
(mm)
Dial (lb)
Konversi (kg)
Beban Terkorek-
si (kg)
UCS (KPa)
UCS.E.1 3,2 80 36,32 1208,439 1467,30
UCS.E.2 3,5 65 29,51 981,857 1192,18
UCS.E.3
9,23 5,54
4,9 75 34,05 1132,9116 1375,60
Rata-rata 1345,03
UCS.E40.1 4,4 52 23,608 785,48538 953,75
UCS.E40.2 3,8 61 27,6032 918,41367 1115,15
UCS.E40.3
9,23 5,54
4,0 66 29,7824 990,92001 1203,19
Rata-rata 1090,70
80
Tabel 4.18. Hasil Pengujian UCS Campuran Gradasi RAP tanpa Ekstraksi
Kode sampel
Kadar aspal
Emulsi (%)
Kadar aspal residu (%)
Deformasi Vertikal
(mm)
Dial (lb)
Konversi (kg)
Beban Terkorek-
si (kg)
UCS (KPa)
UCS.A.1 3,4 82 37,228 1238,650 1503,99
UCS.A.2 2,2 89 40,406 1344,388 1632,38
UCS.A.3
7,97 4,78
3,9 79 35,866 1193,3336 1448,96
Rata-rata 1528,44
UCS.A40.1 3,8 64 29,056 966,75123 1173,84
UCS.A40.2 4,1 59 26,786 891,22379 1082,14
UCS.A40.3
7,97 4,78
5,7 57 25,878 861,01282 1045,45
Rata-rata 1100,48
Sebelum Sesudah
Gambar 4.11. Perbandingan Benda Uji UCS sebelum dan sesudah Pembebanan
11. Hasil Pengujian ITS (Indirect Tensile strength)
Pengujian kuat tarik tidak langsung (indirect tensile strenght) merupakan
suatu metode untuk mengetahui nilai gaya tarik dari suatu campuran. Pengujian ini
81
bertujuan untuk mengetahui indikasi akan terjadinya deformasi pada lapisan
perkerasan. Pada pengujian ITS juga didapat nilai kuat tarik tidak langsung dalam
satuan pound (lb). Kemudian dari hasil pengujian tersebut dilakukan perhitungan
nilai kuat tarik tidak langsung dalam satuan KPa. Berikut ini disajikan contoh
perhitungan benda uji ITS.
Hasil pembacaan dial = 5,0 lb
Konversi satuan dial = 5,0 x 0.454
= 2,27 kg
Hasil kuat tarik tidak langsung terkalibrasi (F) = 2,27 x 33.272
= 75,527 kg
Tinggi rata-rata benda uji (h) = 0,0605 m
Diameter benda uji (d) = 0,10145 m
Besarnya kuat tarik tidak langsung terkoreksi dihitung memakai Rumus 2.9
sebagai berikut :
S T = xhxd
Ft
π2
= 10145,00605.014.3
527,752xx
x
= 7837,8177 kg/m2
Konversi kg/cm2 KPa = 7837,8177 x 9.81 x 10 -3
= 76,96 KPa
Perhitungan nilai konversi ITS selanjutnya disajikan dalam Tabel 4.19 dan Tabel
4.20 untuk masing-masing campuran gradasi RAP.
82
Tabel 4.19. Hasil Pengujian ITS Campuran Gradasi RAP Ekstraksi
Kode sampel
Kadar aspal residu (%)
Defor-masi
vertikal
Tebal Sampel
(m)
Dial (lb)
Konversi (kg)
Beban Terkorek-
si (kg)
ITS (KPa)
ITS.E.1 0,6 0,06045 5,0 2,27 75,527 76,96ITS.E.2 0,6 0,05884 4,0 1,816 60,422 63,25ITS.E.3
5,54 0,5 0,05981 8,0 3,632 120,844 124,44
Rata-rata 0,05970 88,22ITS.E40.1 1,1 0,06128 3,0 1,362 45,316 45,55ITS.E40.2 0,6 0,06293 3,0 1,362 45,316 44,35ITS.E40.3
5,54 0,9 0,06222 2,5 1,135 37,764 37,38
Rata-rata 0,06214 42,43
Tabel 4.20. Hasil Pengujian ITS Campuran Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi
Kode sampel
Kadar aspal residu (%)
Defor-masi
vertikal
Tebal Sampel
(m)
Dial (lb)
Konversi (kg)
Beban Terkorek-
si (kg)
ITS (KPa)
ITS.A.1 2,2 0,05968 5,0 2,27 75,527 77,95ITS.A.2 1,9 0,06108 4,0 1,816 60,422 60,93ITS.A.3
4,78 1,4 0,06145 8,0 3,632 120,844 121,12
Rata-rata 0,06073 86,67ITS.A40.1 2,5 5,882 3,0 1,362 45,316 47,45ITS.A40.2 1,9 5,925 3,0 1,362 45,316 47,10ITS.A40.3
4,78 1,8 6,018 2,5 1,135 37,764 38,65
Rata-rata 5,942 44,40
Sebelum Sesudah
Gambar 4.12. Perbandingan Benda Uji ITS sebelum dan sesudah Pembebanan
83
12. Hasil Perhitungan Regangan
Pengujian kuat tarik tidak langsung juga menghasilkan nilai regangan suatu
campuran. Data yang diperlukan untuk mendapatkan nilai regangan adalah diameter
sampel dan deformasi horizontal yang dicari dengan mengalikan deformasi vertikal
yang didapatkan dari pengujian dengan angka poisson ratio dari campuran. Berikut
contoh perhitungan regangan campuran
Diameter benda uji = 101,45 mm
Deformasi vertikal = 0,6 mm
Poisson ratio (υ) = 0,35
Deformasi horizontal = 0,35 x 0,6
= 0,21 mm
Regangan horizontal = 45,101
21,0
= 0,002
Untuk perhitungan regangan selanjutnya disajikan dalam Tabel 4.21 dan
Tabel 4.22. untuk masing-masing campuran gradasi recycling.
Tabel 4.21. Hasil perhitungan regangan untuk campuran gradasi hasil ekstraksi
Kode sampel Diameter (mm) ITS KPa
Deformasi Vertikal
(mm)
Deformasi Horizontal
(mm)
Regangan (εh)
ITS.E.1 77,0 0,6 0,210 0,00207ITS.E.2 63,2 0,6 0,210 0,00207ITS.E.3
101,45
124,4 0,5 0,175 0,00172Rata-rata 0,0020ITS.E40.1 45,3 1,1 0,385 0,00379ITS.E40.2 45,3 0,6 0,210 0,00207ITS.E40.3
101,45
37,8 0,9 0,315 0,00310Rata-rata 0,0030
84
Tabel 4.22. Hasil perhitungan regangan untuk campuran gradasi RAP tanpa
ekstraksi
Kode sampel Diameter (mm) ITS KPa
Deformasi Vertikal
(mm)
Deformasi Horizontal
(mm)
Regangan (εh)
ITS.A.1 78,0 2,2 0,770 0,00759ITS.A.2 60,9 1,9 0,665 0,00655ITS.A.3
101,45 121,1 1,4 0,490 0,00483
Rata-rata 0,0063ITS.A40.1 47,5 2,5 0,875 0,00862ITS.A40.2 47,1 1,9 0,665 0,00655ITS.A40.3
101,45
38,6 1,8 0,630 0,0061Rata-rata 0,0071
13. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas didapatkan dengan membagi tegangan dengan regangan,
dalam penelitian ini tegangan didapatkan dari pengujian kuat tarik tidak langsung.
Berikut contoh perhitungan modulus elastisitas
Tegangan (σ) = 77,0 KPa
Regangan(ε) = 0,00207 mm TPA
Lk
××
××=
γσ
Modulus elastisitas (E) = εσ
= 00207,077,0
= 37178,721 KPa
Untuk perhitungan modulus elastisitas selanjutnya disajikan dalam Tabel
4.23 dan Tabel 4.24 untuk masing-masing campuran
85
Tabel 4.23. Hasil perhitungan modulus elastisitas untuk campuran gradasi ekstraksi
Kode sampel ITS (KPa)
Regangan (ε)
(mm)
Modulus Elastisitas (KPa)
ITS.E.1 77,0 0,00207 37178,721ITS.E.2 63,2 0,00207 30555,585ITS.E.3 124,4 0,00172 72138,000Rata-rata 46624,102ITS.E40.1 45,3 0,00379 11941,183ITS.E40.2 45,3 0,00207 21892,168ITS.E40.3 37,8 0,00310 12162,316Rata-rata 15331,889
Tabel 4.24. Hasil perhitungan modulus elastisitas untuk campuran tanpa ekstraksi
Kode sampel ITS (KPa)
Regangan (ε)
(mm)
Modulus Elastisitas (KPa)
ITS.A.1 78,0 0,00759 10270,485ITS.A.2 60,9 0,00655 9295,633ITS.A.3 121,1 0,00483 25077,032Rata-rata 14881,050ITS.A40.1 47,5 0,00862 5501,642ITS.A40.2 47,1 0,00655 7186,163ITS.A40.3 38,6 0,00621 6223,481Rata-rata 6303,762
14. Hasil Pengujian Permeabilitas
Pengujian permeabilitas bertujuan untuk mendapatkan koefisian permeabilitas
yaitu kemampuan lapisan aspal beton dalam mengalirkan zat alir (fluida). Pengujian
dilakukan dengan mengalirkan air bertekanan melewati benda uji, waktu yang
perlukan untuk melewatkan air dalam volume merupakan salah satu variable dalam
menentukan besarnya koefisien permeabilitas. Data lain yang diperlukan dalam
86
perhitungan adalah diameter sampel (cm), volume tampungan air (ml) dan tekanan air
(kg/cm2). Kemudian dari data tersebut dilakukan perhitungan koefisien permeabilitas
dalam satuan cm/detik, berikut disajikan contoh perhitungan permeablitas :
Volume rembesan (V) = 1000 ml
Waktu rembesan terukur (T) = 29,00 detik
Tebal banda uji (L) = 6,20 cm
Diameter benda uji (d) = 10,145 cm2
Luas benda uji (A) = 0,25 x π x d2
= 0,25 x 3,14 x 10,1452
= 80,793 cm2
Berat jenis air (γ) = 0,001 kg/cm3
Tekanan air pengujian (P) = 2,5 kg/cm²
= 00,295,2793,80
001,020,61000xxxx
TPALVk××××
=γ
= 0.00106
= 1,06 E-03 cm/detik
Untuk perhitungan koefisien permeabilitas selanjutnya disajikan dalam Tabel
4.25 dan Tabel 4.26 untuk masing-masing agregat.
Tabel 4.25. Hasil perhitungan permeabilitas untuk campuran gradasi ekstraksi Tebal Rata-rata
Kode Sampel
Kadar Aspal Residu (%)
(mm) (cm)
Diameter (cm)
Luas (cm2)
T (detik)
K (cm/dt)
P.E.1 61,98 6,20 10,145 80,793 29,00 1,06E-03
P.E.2 61,83 6,18 10,145 80,793 31,95 9,58E-04
P.E.3
5,54 61,55 6,16 10,145 80,793 48,00 6,35E-04
Rata-rata 6,18 8,84E-04
87
Tabel 4.26. Hasil perhitungan permeabilitas untuk campuran gradasi tanpa ekstraksi
Tebal Rata-rata Kode Sampel
Kadar Aspal Residu ( %)
(mm) (cm)
Diameter (cm)
Luas (cm2)
T (detik)
k (cm/dt)
P.A.1 58,38 5,84 10,145 80,793 37,50 7,71E-04
P.A.2 58,03 5,80 10,145 80,793 48,81 5,89E-04
P.A.3
4,78
57,18 5,72 10,145 80,793 40,89 6,92E-04
Rata-rata 5,79 6,84E-04
B. Pembahasan
1. Analisis Pemeriksaan Bahan Bongkaran
Dari hasil pemeriksaan bahan bongkaran beton aspal (RAP) bekas ruas jalan
Yogyakarta – Prambanan (BP-03) dimana perubahan sifat-sifat fisik dari bahan
berupa penurunan konsistensi baik aspalnya maupun agregatnya.
Penurunan konsistensi dari agregat selama masa layan jalan jurusan
Yogyakarta-Prambanan, dimana nilai abrasi agregat naik dari 25,42 % (JMF Heavy
Loaded Road Improvement Project-II Pacage BP-03 Yogyakarta-Prambanan, Under
Loan JBIC No, IP-466) menjadi 32,08 % < 40 % masih dapat digunakan sebagai
bahan lapis permukaan .
Pada gradasi agregat RAP hasil ekstraksi terjadi perubahan komposisi agregat
dimana fraksi agregat kasar sudah berkurang karena mengalami degradasi saat di-
milling. Untuk mencapai gradasi gabungan sesuai persyaratan ditambah fraksi agregat
kasar.
Sedangkan untuk gradasi RAP tanpa ekstraksi fraksi agregat halus ternyata
kurang karena sebagian melekat pada agregat kasar sehingga untuk mencapai gradasi
gabungan sesuai spesifikasi dibutuhkan penambahan fraksi agregat halus.
88
2. Analisis Kadar Air Pemadatan
Kadar air pemadatan adalah kadar air pada saat campuran menghasilkan
kepadatan optimum. Kadar air ini dibuat pada kadar air yang menghasilkan
penyelimutan aspal terhadap agregat dengan batas atas dan bawah adalah 65% sampai
dengan 100%. Dari variasi tersebut campuran mana yang menghasilkan kepadatan
optimum. Kemudian kadar air yang menghasilkan kepadatan optimum tersebut
digunakan sebagai kadar air untuk pencampuran benda uji pada tahap berikutnya.
2,28
5,48
0123456
Kad
ar A
ir (%
)
Benda Uji
Cam A Cam E
Gambar 4.13. Grafik Perbandingan Kadar Air Pemadatan
Pada Gambar 4.9. terlihat bahwa campuran dengan agregat gradasi RAP hasil
ekstraksi membutuhkan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan gradasi
tanpa ekstraksi. Campuran recycling gradasi RAP hasil ekstraksi untuk
mendapatkan kepadatan optimum dibutuhkan kadar air sebesar 5.48% sedang untuk
campuran recycling gradasi RAP tanpa ekstraksi dibutuhkan kadar air sebesar 2,88%.
Perbedaan disebabkan oleh persentase pemakaian aspal emulsi efektif pada
89
campuran recycling dengan gradasi RAP hasil ekstraksi relatif lebih sedikit, karena
telah dikurangi dengan persentase aspal yang ada pada RAP. Sedangkan pada
campuran recycling gradasi RAP tanpa ekstraksi sebagian kebutuhan air untuk
pemadatan diambil dari kandungan air yang ada pada aspal emulsi.
Berdasarkan pengamatan pada saat pemadatan kadar air yang terlalu tinggi
benda uji menjadi jenuh air dan pada saat pemadatan campuran air dan aspal akan
keluar sehingga kadar aspal pada campuran akan, sedangkan bila kadar air terlalu
rendah akan menyebabkan berkurangnya kepadatan pada benda uji.
Pada aplikasi pencampuran aspal emulsi Dense Graded Emulsion Mixtures
konvensional oleh para peneliti terdahulu kadar air pemadatan untuk campuran
DGEMs memakai filler abu batu adalah 5 % dan filler fly ash sebesar 5 %.( Hanief,
2006). Sedangkan berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh laboratorium
pengujian PT. Hutama Prima menyatakan bahwa kadar air pemadatan yang
dibutuhkan adalah sebesar 6%.
3. Analisis Nilai Kepadatan (Density)
Kepadatan pada campuran beraspal meningkat seiring dengan meningkatnya
kadar aspal hingga mencapai nilai optimum dan setelah itu nilainya akan menurun,
tetapi masing-masing jenis campuran memberikan perilaku yang berbeda. Gradasi
yang lebih rapat pada campuran akan mengakibatkan volume rongga yang ada dalam
campuran menjadi lebih kecil. Kenaikan proporsi jumlah agregat kasar akan
meningkatkan volume rongga dalam campuran sehingga kepadatan campuran
menurun. Demikian juga sebaliknya, jika proporsi jumlah agregat kasar menurun,
90
maka proporsi agregat halusnya akan meningkat sehingga menyisakan sedikit rongga
saja, campuran akan lebih rapat dan kepadatan meningkat.
Pada campuran recycling gradasi tanpa ekstraksi fraksi agregat kasar cukup
dominan, sehingga untuk mendapatkan gradasi sesuai spesifikasi dilakukan
penambahan agregat halus dan filler. Sedangkan pada campuran recycling dengan
gradasi hasil ekstraksi diketahui bahwa fraksi agregat kasar yang kurang sehingga
untuk mendapatkan gradasi sesuai spesifikasi dilakukan penambahan agregat kasar.
Hal ini terlihat dari hasil penelitian dimana nilai densitas dari benda uji
recycling gradasi RAP hasil ekstraksi sebesar 2.065 gr/cm3, sedangkan nilai densitas
benda uji recycling campuran RAP gradasi tanpa ekstraksi adalah 1,085 gr/cm3.
1,085
2,0652,337
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
Dens
itas
(gr/c
m3 )
Benda Uji
Cam A Cam E DGEMsKonvensional
Gambar 4.14. Grafik Perbandingan Nilai Densitas
Pada campuran gradasi tanpa ekstraksi nilai densitasnya tidak memenuhi
persyaratan spesifikasi sifat campuran asphalt concrete (2 g/cm3 – 3 g/cm3) maka
perlu dilakukan evaluasi terhadap gradasi gabungan yakni dengan menambah
persentase proporsi agregat halus supaya nilai densitasnya meningkat.
91
4. Analisis Nilai Porositas Campuran
Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai porositas dari benda uji
menunjukan bahwa benda uji yang menggunakan campuran gradasi agregat RAP
tanpa ekstraksi didapat nilai porositas sebesar 22,589 %, sedangkan campuran
recyling dengan memakai gradasi RAP hasil ekstraksi mempunyai nilai porositas
sebesar 21,062 %.
Perbedaan nilai porositas ini disebabkan persentase pemakaian RAP pada
campuran gradasi tanpa ekstraksi cukup besar yakni 95 % tentunya nilai specific
gravity juga lebih kecil, maka akan membuat nilai porositas lebih besar. Hal ini
sesuai dengan hubungan nilai densitas dengan porositas dari benda uji, dimana
semakin menurunnya tingkat kepadatan benda uji maka semakin besar porositasnya.
22,58
21,062
20,00
20,50
21,00
21,50
22,00
22,50
23,00
Por
osita
s (%
)
Benda Uji
Cam A Cam E
Gambar 4.15. Grafik Perbandingan Nilai Porositas
5. Analisis Hasil Marshalll Properties Berdasarkan Optimum Bitumen Contens
a. Analisis Stabilitas.
Stabilitas adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban yang bekerja
tanpa perubahan bentuk, dan merupakan indikasi utama dalam pembuatan Asphalt
92
Concrete agar mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap beban lalu lintas. Dalam
campuran aspal emulsi dikenal dua macam stabilitas, yaitu stabilitas kering (dry
stability) dan stabilitas rendaman (soaked stability). Pada stabilitas kering setelah
dilakukan curing, benda uji langsung diuji Marshalll. Sementara pada stabilitas rendaman,
pengujian dilakukan setelah benda uji direndam selama empat hari, untuk mengetahui
ketahanan atau keawetan campuran terhadap pengaruh air dan perubahan temperatur.
Nilai ini dipengaruhi oleh tingkat kelekatan agregat dengan aspal yang antara
lain bergantung pada bentuk dan jumlah pori agregat, sifat rheologi aspal, kadar
aspal, kepadatan, kandungan rongga dan gradasi agregat. Kepadatan yang tinggi, atau
porositas (VIM) yang kecil akan mengurangi infiltrasi air, maka kepadatan menjadi
faktor penting dalam mempertahankan stabilitas. Parameter pengukurannya
dinyatakan dengan nilai stabilitas sisa.
Perbandingan nilai stabilitas kering dan stabilitas setelah rendaman dari
campuran recycling dapat dilihat dari grafik pada Gambar 4.16 dan 4.17 berikut.
y = -156,98x2 + 1740,3x - 3685,5
800850900950
1000105011001150120012501300135014001450150015501600165017001750
4,20 4,60 5,00 5,40 5,80 6,20 6,60Kadar Aspal (% )
Stab
ilita
s (K
g)
Poly. (Soaked condition) Poly. (Oven condition)
Gambar 4.16. Perbandingan Nilai Stabilitas Campuran Recycling Gradasi Ekstraksi
93
y = -82,755x2 + 791,79x - 743,52
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
3,60 4,00 4,40 4,80 5,20 5,60 6,00
Kadar Aspal Residu (% )
Stab
ilita
s (K
g)
Poly. (Oven Codition) Poly. (Soaked Condition)
Gambar 4.17. Perbandingan Nilai Stabilitas Campuran Recycling Gradasi Tanpa Ekstraksi
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.16 dan 4.17 dapat dilihat bahwa
penambahan aspal akan meningkatkan stabiltas campuran sampai pada titik optimum.
Penurunan stabilitas perendaman pada campuran recycling disebabkan air
masuk ke dalam rongga campuran dan melemahkan ikatan antar partikel agregat.
Dari kondisi di atas juga terlihat bahwa nilai stabilitas kering benda uji dari
gradasi hasil ekstraksi cenderung lebih tinggi dibandingkan benda uji gradasi tanpa
ekstraksi. Hal ini disebabkan presentase agregat baru pada campuran gradasi hasil
ekstraksi lebih besar dibandingkan campuran gradasi tanpa ekstraksi.
Persentase kehilangan stabilitas akibat perendaman selama 4 hari dilihat
dengan membandingkan nilai stabiltas kering dengan nilai stabilitas basah. Stabilitas
sisa pada pengujian ini > 50 % masih memenuhi persyaratan campuran DGEMs.
Sedangkan nilai stabilitas kering pengujian lebih besar dari 800 kg
sebagaimana disyaratkan untuk campuran memakai aspal emulsi (Dense Graded
Emulsion Mixture), berarti nilai stabilitas kedua jenis campuran memenuhi syarat.
94
b. Analisis Kelelehan ( Flow )
Kelelehan merupakan parameter empiris sebagai indikator kelenturan atau
perubahan bentuk plastis campuran beraspal akibat beban. Faktor yang
mempengaruhi nilai kelenturan yaitu penggunaan aspal dan rongga dalam mineral
agregat. Campuran dengan nilai VMA kecil menyebabkan penggunaan aspal rendah,
dan menghasilkan nilai VIM yang kecil akibatnya nilai kelenturan campuran rendah.
2,503,003,504,004,505,005,506,006,50
4,20 4,60 5,00 5,40 5,80 6,20 6,60
Kadar Aspal Residu(% )
Flow
(mm
)
Linear (Soaked Condition) Linear (Oven Condition)
Gambar 4.18. Perbandingan Nilai Flow Campuran Recycling Gradasi Ekstraksi
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
3,60 4,00 4,40 4,80 5,20 5,60 6,00
Kadar Aspal Residu (%)
Flow
(mm
)
Linear (Soaked Conditiaon) Linear (Oven condition)
Gambar 4.19. Perbandingan Nilai Flow Campuran Recycling Gradasi Tanpa Ekstraksi
95
Kecenderungan nilai kelelehan akan naik seiring dengan penambahan
prosentase kadar aspal.
Berdasarkan hasil pengujian Marshalll pada campuran recycling dengan
memakai gradasi RAP hasil ekstraksi maupun gradasi RAP tanpa ekstraksi
mempunyai nilai kelelehan cukup besar, menunjukkan bahwa campuran mempunyai
daya tahan yang cukup baik terhadap deformasi. Berdasarkan grafik pada Gambar
4.18 dan Gambar 4.19, dapat dilihat bahwa nilai flow campuran recycling > 2 mm,
memenuhi persyaratan spesifikasi minimal 2 mm.
c. Analisis Marshalll Quotient
Hasil Bagi Marshalll atau Marshalll Quotient (MQ) adalah perbandingan
antara stabilitas dan kelelehan merupakan indikator terhadap kekakuan empiris
campuran. Makin tinggi nilai MQ, maka makin tinggi kekakuan campuran dan
semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan.
Perbandingan Marshalll Question disajikan dalam Grafik 4.20 berikut.
259,57
326,28
200
0,0050,00
100,00150,00200,00250,00300,00350,00
Mar
shal
l Que
tiont
(k
g/m
m)
Benda Uji
Cam A Cam E Spesifikasi
Gambar 4.20. Perbandingan Hasil Marshall Quotient
96
Nilai Marshalll Quotient benda uji yang menggunakan campuran gradasi
agregat RAP hasil ekstraksi menghasilkan Marshalll Quotient yang lebih tinggi
dibanding benda uji dari campuran gradasi RAP tanpa ekstraksi. Hal ini disebabkan
persentase pemakaian aspal pada campuran gradasi RAP hasil ekstraksi menjadi
relatif berkurang karena sudah dikurangi dengan kandungan aspal dalam RAP.
Perkerasan yang dihasilkan lebih kaku dan cenderung lebih cepat retak
dibandingkan campuran dengan gradasi RAP tanpa ekstraksi.
Nilai Marshalll Quotient hasil penelitian campuran recycling gradasi RAP
hasil Ekstraksi pada kadar aspal optimum adalah 326,28 kg/mm dan campuran
gradasi tanpa ekstraksi pada kadar aspal optimum adalah 259,57 kg/mm, jadi lebih
besar dari 200 kg/mm.
Bila dibandingkan dengan persyaratan campuran laston yaitu yaitu
200kg/mm sampai dengan 500 kg/mm maka nilai Marshall Quotient masih
memenuhi.
6. Analisis Hasil Pengujian UCS
Berdasarkan penelitian terhadap nilai kuat tekan dari benda uji pada kondisi
suhu ruang 25 °C memiliki nilai kuat tekan vertikal yang lebih tinggi dibandingkan
benda uji kondisi 40 °C. Untuk benda uji dengan campuran gradasi RAP hasil
ekstraksi kehilangan nilai kuat tekan sebesar 18,90%, sedangkan untuk campuran
gradasi RAP tanpa ekstraksi kehilangan nilai kuat tekan sebesar 27,99%.
97
1345,028
1090,696
0,000
200,000
400,000
600,000
800,000
1000,000
1200,000
1400,000
UCS
(Kpa
)
25 ºC 40 ºC Suhu Pengujian
Gambar 4.21. Perbandingan nilai UCS Campuran Gradasi RAP Hasil Ekstraksi
1528,44
1100,478
0200400600800
1.0001.2001.4001.600
UCS
(Kpa
)
Suhu Pengujian25 ºC 40 ºC
Gambar 4.22. Perbandingan nilai UCS Campuran Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi
1528,441345,028
2489,594
0,00
500,00
1000,00
1500,00
2000,00
2500,00
UCS
(Kpa
)
Benda Uji
DGEMsKonvensional
Cam. A Cam. E
Gambar 4.23. Perbandingan nilai UCS dengan Penelitian sebelumnya.
98
Dari hasil pengujian kuat tekan yang telah dilakukan menunjukan bahwa
benda uji dengan agregat RAP gradasi ekstraksi mempunyai nilai tekan sebesar
1345,023 KPa sedangkan benda uji dari agregat tanpa ekstraksi mempunyai kuat
tekan lebih besar yaitu 1528,44 KPa berarti kemampuan menahan beban yang lebih
baik dibandingkan benda uji dengan agregat hasil ekstraksi. Kondisi ini disebabkan
rendahnya persentase aspal baru serta belum terjadinya ikatan yang baik dengan
aspal lama pada campuran.
Nilai kuat tekan hasil pengujian ini juga lebih kecil dibandingkan pengujian
campuran aspal emulsi oleh Hanief, 2006, dimana nilai UCS untuk benda uji dengan
filler abu batu sebesar 2480,504 KPa. Hal ini disebabkan bentuk agregat hasil
bongkaran sudah mengalami perubahan dan deformasi akibat pegarukan dan
pembebanan selama masa layan. Sesuai dengan konsep dasar aspal beton yang
memiliki gradasi menerus, bentuk agregat yang mendekati kubus akan membuat
susuan agregat yang lebih baik dari agregat batuan yang memiliki sudut lebih banyak
sehingga kemampuan perkerasan akan lebih baik dalam menahan beban vertikal.
7. Analisis Hasil Pengujian ITS
Hasil pengujian kuat tarik tidak langsung untuk campuran recycling campuran
gadasi RAP pada suhu ruang 25 °C adalah 77,87 KPa, pengujian pada suhu 40 °C
nilainya tinggal 37,406 KPa. Berarti terjadi kehilangan kuat tarik tidak langsung
sebesar 48, 04%.
Nilai ITS campuran recycling gradasi RAP tanpa ekstraksi pada suhu 25 °C
adalah 86,669 KPa, pada suhu 40 °C nilainya adalah 44,401 KPa, persentase
99
kehilangan kuat tarik tidak langsung 55,23% .Jadi pada suhu 40 °C tersebut
kemungkinan deformasi lebih tinggi dibanding pada suhu 25 °C.
Perbandingan hasil pengujian disajikan pada Gambar 4.24dan Gambar 4.25.
77,877
37,406
0,00010,00020,00030,00040,00050,00060,00070,00080,000
ITS
(Kpa
)
25 ºC 40 ºC Suhu Pengujian
Gambar 4.24. Perbandingan Nilai ITS Campuran Gradasi RAP Hasil Eksraksi
86,669
44,401
0,000
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
ITS
(Kpa
)
25 ºC 40 ºC Suhu Pengujian
Gambar 4.25. Perbandingan Nilai ITS Campuran Gradasi RAP Tanpa Eksraksi
Nilai ITS sebesar campuran aspal emulsi DGEMs dengan filler fly ash
161,883 KPa sesuai penelitian Hanief (2006). Nilai ITS campuran penelitian ini
lebih rendah sekitar 50 %. Gambaran perbandingan dapat dilihat pada Gambar 4.26.
berikut.
100
86,669 77,877
161,88
0,00020,00040,00060,00080,000
100,000120,000140,000160,000180,000
ITS
(Kpa
)
Cam. A Cam. E DGEMsKonvensional
Benda Uji
Gambar 4.26. Perbandingan Nilai ITS Pengujian dengan DGEMs Konvensional
Dari Gambar 4.26 tersebut di atas dapat dilihat bahwa kuat tarik tidak
langsung campuran agregat gradasi RAP tanpa ekstraksi lebih baik 10,14%
dibandingkan gradasi agregat hasil ekstraksi. Penyebabnya adalah belum terjadinya
ikatan yang sempurna antara agregat dengan aspal serta persentase kandungan aspal
efektif yang rendah pada campuran gradasi agregat hasil ekstraksi.
Rendahnya nilai kuat tarik tidak langsung secara umum dibandingkan
campuran DGEMs konvensional disebabkab oleh tingginya persentase pemakaian
RAP yakni 90% - 95%, serta belum tercapainya ikatan yang sempurna antar agregat
akibat kurangnya kohesi pada material bongkaran.
8. Analisis Nilai Regangan
Perhitungan nilai regangan untuk campuran recycling campuran gadasi RAP
pada suhu ruang 25 °C adalah 0,00195, pengujian pada suhu 40 °C nilainya naik 35%
menjadi 0,003. Nilai regangan campuran recycling gradasi RAP tanpa ekstraksi pada
101
suhu 25 °C adalah 0,00632 sedang pada suhu 40 °C nilainya adalah 0,00713,
persentase peningkatan regangan 11,36%.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa nilai regangan benda uji akan naik
pada suhu 40 °C .
Secara lengkap perbandingan nilai regangan terhadap suhu pengujian dapat
kita lihat pada grafik yang disajikan pada Gambar 4.27 dan 4.28 berikut.
0,00195
0,003
0,00000
0,00050
0,00100
0,00150
0,00200
0,00250
0,00300
Rega
ngan
25 ºC 40 ºC Suhu Pengujian
Gambar 4.27. Perbandingan Nilai Regangan Gradasi Hasil Ekstraksi
0,00632
0,00713
0,005800,006000,006200,006400,006600,006800,007000,00720
Rega
ngan
40 ºC 25 ºC
Suhu Pengujian
Gambar 4.28. Perbandingan Nilai Regangan Gradasi Tanpa Ekstraksi
102
9. Analisis Nilai Modulus Elastisitas
Bila nilai regangan cenderung naik sesuai kenaikan suhu benda uji tapi nilai
modulus elastisitas akan turun sesuai kenaikan suhu benda uji. Sesuai hasil
perhitungan nilai modulus elastisitas campuran recycling campuran gadasi RAP pada
suhu ruang 25 °C adalah 39625,98 KPa, pengujian pada suhu 40 °C nilainya turun 65
% menjadi 13702,11 KPa.
Nilai modulus elastisitas campuran recycling gradasi RAP tanpa ekstraksi
pada suhu 25 °C adalah 14881,05 KPa sedang pada suhu 40 °C nilainya adalah
6303,76 KPa persentase peningkatan regangan 57,64%.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa nilai modulus elastisitas benda uji akan
akan turun pada suhu 40 °C.
Perbandingan nilai modulus elastisitas terhadap suhu pengujian dapat kita
lihat pada grafik seperti Gambar 4.29 dan 4.30 berikut.
39625,98
13702,11
05000
10000150002000025000300003500040000
Mod
ulus
Ela
stsi
tas
(KPa
)
25 ºC 40 ºC Suhu Pengujian
Gambar 4.29. Perbandingan Nilai Modulus Elastisitas Gradasi hasil Ekstraksi
103
14881,05
6303,76
02000400060008000
10000120001400016000
Mod
ulus
Ela
stsi
tas
(KPa
)
40 ºC 25 ºC Suhu Pengujian
Gambar 4.30. Perbandingan Nilai Modulus Elastisitas Gradasi Tanpa Ekstraksi
Modulus elastistas campuran recycling gradasi RAP hasil ekstraksi lebih
tinggi sebesar 62,45% dibandingkan modulus elastisitas campuran recycling gradasi
RAP tanpa ekstraksi. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.31. berikut.
14881,05
39625,98
05000
10000150002000025000300003500040000
Mod
ulus
Ela
stis
itas
(Kpa
)
Cam ECam A
Benda Uji
Gambar 4.31. Perbandingan Nilai Modulus Elastisitas
104
10. Analisis Hasil Pengujian Permeabilitas.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa campuran agregat gradasi hasil ekstraksi
memiliki angka permeabelitas lebih besar yaitu 8,84x10-4 m/dt sedangkan campuran
gradasi agregat RAP tanpa ekstraksi mempunyai angka permeabelitas sebesar
6,84x10-4.cm/dt Perbedaan sebesar 22,62% ini terjadi karena porositas dan kepadatan
campuran gradasi agregat RAP tanpa ekstraksi lebih kecil dibandingakan campuran
dengan agregat gradasi hasil ekstraksi. Kondisi ini menunjukan bahwa densitas
berbanding lurus dengan koefisien permeabilitas yang dimiliki campuran.
Perbandingan permeabilitas campuran daur ulang hasil pengujian dengan
permeabilitas penelitian hotmix disajikan pada Gambar 4.32 berikut.
6,84E-04
8,84E-047,82E-04
0,00E+001,00E-042,00E-043,00E-044,00E-045,00E-046,00E-047,00E-048,00E-049,00E-04
Perm
eabi
litas
(cm
/dt)
Cam. A Cam. E Hotmix Benda Uji
Gambar 4.32. Perbandingan Nilai Koefisien Permeabilitas
11. Rekapitulasi Hasil Penelitian
Dari keseluruhan hasil penelitian direkapitulasi dalam Tabel 4.27 berikut ini.
105
Tabel 4.27. Rekapitulasi Hasil Penelitian Campuran Spesifikasi
No Jenis Pengujian Agregat
Ekstraksi
Agregat
tanpa
Ekstraksi
Min Maks
Pengujian
Lain
1 Stabilitas (kg) 1137,95 1150,42 800 - -
2 Flow (mm) 3,5 3,92 2,00 - -
3 Marshalll Quotient (kg/mm) 326,29 259,57 200 350 -
4 Densitas (gr/cm3) 2,065 1,985 2 3 -
5 Porositas (%) 21,062 22,589 3 5 -
6 UCS (KPa) 1345,03 1528,44 - - 2489,59
7 ITS (KPa) 77,87 86,67 - - 161,88
8 Regangan 0,002000 0,006300 - - -
9 Modulus elastisitas (KPa) 46624,100 14881,050 - - -
10 Permeabilitas (cm/detik) 8,84x10-4 6,84x10-4 Poor drainege -
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data dapat diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut.
1. Dari hasil pengujian ekstraksi bahan bongkaran aspal beton diketahui kadar aspal
pada RAP adalah 4,80 %. Hasil pemeriksaan abrasi dan analisa saringan
menujukan adanya degradasi ukuran butir dan perubahan proporsi agregat.
2. Karakteristik Marshall perkerasan lentur dengan bahan pokok reclaimed asphalt
pavement secara campuran dingin memakai aspal emulsi relatif memenuhi
persyaratan, tapi angka porositas terlalu tinggi sehingga perkerasan cenderung
bersifat porous. Hasil pengujian menunjukan bahwa kekuatan awal benda uji
recycling Gradasi RAP hasil ekstraksi lebih rendah dibandingkan benda uji
gradasi RAP tanpa ekstraksi, namun relatif lebih aman dari resiko terjadinya
kerusakan-kerusakan akibat pemakaian aspal yang berlebihan (bleeding,
keriting, sungkur, dll).
3. Pemanfaatan material RAP sebagai bahan campuran aspal beton campuran dingin
memakai aspal emulsi untuk rehabilitasi dan pemeliharaan jalan cukup layak dan
memenuhi syarat dengan catatan perlu beberapa koreksi pada JMF agar didapat
hasil yang optimum.
106
107
B. Saran
Beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pada penelitian lebih lanjut material daur ulang dengan campuran dingin untuk
Open Graded Emulsion Mixture (OGEMs).
2. Guna mengkaji tingkat kesulitan pekerjaan daur ulang dengan aspal emulsi perlu
pengujian lebih lanjut antara lain dengan mengadakan pengujian skala lapangan,.
dengan memakai gradasi RAP hasil ekstraksi sehingga nilai aspal lama yang
terkandung dalam RAP tetap bermanfaat dan aman dari resiko kerusakan-
kerusakan akibat pemakaian aspal yang berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1976. Manual Pemeriksaan Bahan Jalan. Direktorat Jendral Bina Marga,
Jakarta.
Brown, Stephen. 1990. The Sheel Bitumen Handbook. United Kingdom.
Cabrera, J.G and Dixon, JR. 1994. Performance and Durability of Bituminous
Materials. The University of Leeds. UK.
Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk Pelaksanaan Lapis aspal beton
(Laston) Untuk Jalan Raya. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta
Epps J. A., Little D. N. and Holmgreen R. J. 1980. Guidelines for Recycling
Pavement Materials. Transportation Research Board. Washington D. C.
Hutama Prima, PT. Aspal Emulsi. Brosur PT. Hutama Prima. Cilacap
OECD (Organization for Economic Co-operation and Development). 1978. Road
Research Maintenance Technique for road Surfacings. Publication Office OECD.
Paris Prancis.
Reichert, U. 2004. Wirtgen Cold Recycling Manual. Wirtgen GmbH. West
Germany.
Setyawan, A. 2003. Development of Semi flexible Heavy-Duty Pavement. The
University of Leed. UK.
Silvia Sukirman. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova. Bandung.
Stock, A. 1998. Asphalt Surfacings : Recycling Materials. Edited by C.J. Nicholls.
Cambridge University Press. U.K.
Thanaya, I.N.A. 2003. Improving The Performance of Cold Bituminous Emulsion
Mixtures (CBEMs) Incorporating Waste Material. The University of Leeds. UK.
108
109
The Asphalt Institut. 1991. Asphalt Hot Mix Recycling, MS-20. Agustus 1981.
Maryland USA.
Totomiharjo, S. 1994. Bahan dan Struktur Jalan Raya. Biro Penerbit. KMTS JTS
FT UGM. Yogyakarta
Woodside, A. P. Phillips, and A. Mills. 1999. Performance and Durability of
Bituminous Material and Hydraulic Stabilised Composites: Maximisation of Recycled
Asphalt Use In Cold Mix and Hot Mix. Proc. 3rd European Symposium. Leeds
University. U.K.
Wright, H. Paul and Paquette, J.R. 1979. Highway engineering. John Willeey and
Sons, Inc. New York.