pemanfaatan situ cihuni sebagai habitat berbagai jenis...
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN SITU CIHUNI SEBAGAI HABITAT
BERBAGAI JENIS BURUNG
APRIYANI EKOWATI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
PEMANFAATAN SITU CIHUNI SEBAGAI HABITAT BERBAGAI
JENIS BURUNG
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
APRIYANI EKOWATI
1112095000020
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
v
ABSTRAK
Apriyani Ekowati, Pemanfaatan Situ Cihuni Sebagai Habitat Berbagai Jenis
Burung. Skripsi. Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dibimbing oleh Drs.
Paskal Sukandar, M.Si. dan Narti Fitriana, M.Si. 2019
Kabupaten Tangerang merupakan salah satu kabupaten satelit bagi provinsi Jakarta.
Sebagai kabupaten satelit, Kabupaten Tangerang mengalami alih fungsi lahan yang
pesat. Salah satu daerah yang mengalami alih fungsi lahan adalah daerah Gading
Serpong, Kecamatan Pagedangan. Bentuk daya dukung Gading Serpong terhadap
lingkungan adalah ketersediaan Ruang Terbuka Biru (RTB) berupa Situ Cihuni
yang memiliki potensi sebagai penyedia jasa lanskap (landscape services). Salah
satu keanekaragaman hayati di Situ Cihuni adalah burung yang bisa dijadikan
sebagai bioindikator perubahan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui keanekaragaman jenis burung, mengetahui pemanfaatan tiap strata
vegetasi oleh burung, mengetahui faktor abiotik yang mempengaruhi keberadaan
burung, dan mengetahui status konservasi burung di Situ Cihuni. Lokasi penelitian
ini dilakukan di Situ Cihuni, Kelurahan Lengkong Kulon, Kecamatan Pagedangan,
Kabupaten Tangerang. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2019 dengan
empat kali pengambilan data setiap satu minggu sekali. Pengamatan burung
dilakukan pada waktu pagi dan sore hari sekitar jam 05.00-08.00 WIB dan 16.00-
18.00 WIB. Hasil yang didapatkan adalah keanekaragaman jenis burung di Situ
Cihuni tergolong sedang (2,16) dengan kemerataan jenis tinggi (0,70) dimana
burung yang mendominasi adalah Lonchura punctulata (28,04 %), Collocalia
linchi (23,99), dan Pycnonotus aurigaster (18,07 %). Strata vegetasi di Situ Cihuni
adalah strata B yang digunakan untuk mencari makan oleh Famili Apodidae dan
strata C, D, dan E digunakan oleh famili lainnya untuk mencari makan, bertengger,
bersarang, berinteraksi, dan mengeluarkan suara. Faktor abiotik yang paling
mempengaruhi keberadaan burung di Situ Cihuni adalah suhu udara (Matrix
component = 0,992). Status konservasi burung di Situ Cihuni berdasarkan IUCN
adalah semua jenis burung berisiko rendah (LC = least concern) dan tidak ada jenis
burung yang dilindungi berdasarkan Permen LHK No. 106 tahun 2018 serta tidak
ada jenis burung yang masuk dalam Apendiks CITES.
Kata Kunci : Situ Cihuni, burung, strata vegetasi, faktor abiotik, status konservasi.
vi
ABSTRACT
Apriyani Ekowati, Utilization of Situ Cihuni as Habitat for Birds.
Undergraduate Thesis. Departement of Biology, Faculty of Science and
Technology, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervised
by Drs. Paskal Sukandar, M.Si. and Narti Fitriana, M.Si. 2019
Tangerang Regency is one of the satellite regency for the province of Jakarta. As a
satellite regency, Tangerang regency experienced a rapid land function. One of the
areas that have been over the function of land is Gading Serpong, Pagedangan. The
form of supporting Gading Serpong to the environment is the availability of blue
open space (RTB) of Situ Cihuni which has potential as a landscape services
provider. One of the biodiversity in Situ Cihuni is a bird that can be used as a
bioindicator of environmental change. The purpose of this research is to know the
diversity of birds, knowing the utilization of each strata of vegetation by birds,
knowing the abiotic factor affecting the presence of birds, and knowing the
conservation status of birds in Situ Cihuni. The location of this research is carried
out in Situ Cihuni, Lengkong Kulon Village, Pagedangan District, Tangerang
Regency. The research time was conducted in May 2019 with four data retrieval
once a week. Bird watching is done in the morning and evening around the clock
05.00-08.00 in the morning. and 04.00-06.00 at the evening. The result is a diversity
of bird in Situ Cihuni relatively medium (2.16) with high density (0.70) where the
dominant birds are Lonchura punctulata (28.04%), Collocalia Linchi (23.99), and
Pycnonotus aurigaster ( 18.07%). Vegetation of strata in Situ Cihuni are strata B
used for feeding by the family Apodidae and strata C, D, and E are used by the other
families to feeding, roosting, nesting, grooming, soaring. The most affected abiotic
factor is the air temperature (Matrix component = 0.992). The conservation status
of bird in Situ Cihuni based on IUCN is all types of birds at low risk (LC = Least
concern) and no type of bird is protected based on the Ministerial Regulation of
Indonesia No. 106 Years 2018 and no bird type included in the appendix of the
CITES.
Keywords: Situ Cihuni, birds, strata of vegetation, abiotic factors, conservation
status.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang selalu memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian yang berjudul “Pemanfaatan
Situ Cihuni sebagai Habitat Berbagai Jenis Burung” dalam rangka Tugas Akhir
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Pogram Studi Biologi,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih karena adanya dukungan dari
banyak pihak yang terkait, untuk itu penulis berterimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud. selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Priyanti, M, Si. selaku Ketua Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin kepada
penulis dalam pelaksanaan penelitian.
3. Drs. Paskal Sukandar, M.Si. selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, ilmu, masukan, dukungan, serta banyak waktu untuk membantu
penulis selama proses penulisan skripsi ini.
4. Narti Fitriana, M.Si. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk
memberi masukan, ilmu, bimbingan, serta dukungan selama penulisan skripsi
ini.
5. Dr. Priyanti, M.Si. dan Dr. Fahma Wijayanti, M.Si. selaku dosen penguji yang
telah memberikan kritik dan saran dalam sidang skripsi.
6. Dr. Fahma Wijayanti, M.Si., Etyn Yunita, M.Si., dan Walid Rumblat, M,Si.
selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam seminar
proposal dan seminar hasil.
7. Segenap dosen Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi atas ilmu
pengetahuan dan ilmu hidup yang dengan ikhlas diajarkan kepada penulis.
8. PDAM Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang yang telah memberikan izin
melakukan penelitian di Situ Cihuni.
viii
9. Bapak Agus Susanto dan Bapak Suisianto Widjaja yang memandu penulis di
lokasi penelitian.
10. Ahmad Jaelani, Ady Septianto Hermawan, Meidiyanto, Alfi Dwi Setiyani,
Rizky Afrizal, Nadia Adelina, Muhammad Azhar Pratama, Iqbal Faraidlika
Fadly, Abdul Bagas Alkatiri, Reynaldi Zulfikar dan Mailani yang telah
membantu penulis selama proses pengambilan data dan penulisan skripsi ini.
11. Semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung , yang
tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan motivasi yang diberikan
untuk penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam
penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Jakarta, Agustus 2019
Apriyani Ekowati
ix
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4
2.1 Profil Kecamatan Pagedangan .................................................................... 4
2.2 Situ Cihuni sebagai Ruang Terbuka Biru .................................................... 4
2.3 Ekologi Burung .......................................................................................... 6
2.4 Ekologi Burung Air .................................................................................... 7
2.5 Ekologi Burung Perkotaan ......................................................................... 7
2.6 Strata Vegetasi Burung ............................................................................... 8
2.7 Status Konservasi Burung .......................................................................... 8
2.8 Burung dan Ruang Terbuka Biru dalam Alquran ........................................ 9
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 11
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 11
3.2 Alat dan Bahan......................................................................................... 11
3.3 Cara Kerja ................................................................................................ 11
3.3.1 Pengukuran Faktor Abiotik .............................................................. 11
3.3.2 Pengambilan Data Burung ............................................................... 12
3.3.3 Persebaran Burung Berdasarkan Strata Vegetasi .............................. 13
3.3.4 Status Perlindungan Burung............................................................. 13
3.4 Analisis Data ............................................................................................ 13
3.4.1 Indeks Keanekaragaman Jenis ......................................................... 13
3.4.2 Dominansi Jenis .............................................................................. 14
3.4.3 Kemerataan Jenis ............................................................................. 14
3.4.4 Penggunaan Strata Vegetasi ............................................................. 15
3.4.5 Principal Component Analysis (PCA) terhadap Faktor Abiotik ........ 15
3.4.6 Status Konservasi Burung ................................................................ 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 16
4.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Situ Cihuni .......................................... 16
4.2 Pemanfaatan Strata Vegetasi oleh Burung ................................................ 20
4.3 Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Keberadaan Burung ......................... 24
x
4.4 Status Konservasi Burung di Situ Cihuni .................................................. 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 26
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 26
5.2 Saran ........................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27
LAMPIRAN .................................................................................................... 31
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Penyebaran Titik Pengamatan Burung di Situ Cihuni ....................... 11
Gambar 2. Skema Metode Point Count ............................................................. 12
Gambar 3. Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Burung pada Setiap Strata........... 22
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kategori Strata Vegetasi ...................................................................... 13
Tabel 2. Daftar Jenis Burung yang ditemukan di Situ Cihuni............................. 17
Tabel 3. Keberadaan Jenis Burung tiap Strata Vegetasi ..................................... 23
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Keanekeragaman Jenis Burung Setiap Titik di Situ Cihuni ............ 31
Lampiran 2. Keanekeragaman Jenis Burung di Situ Cihuni ............................... 34
Lampiran 3. Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Burung pada Setiap Strata ........ 35
Lampiran 4. Hasil Principal Component Analysis Menggunakan SPSS ............. 37
Lampiran 5. Jumlah Burung di Situ Cihuni pada Pagi dan Sore Hari ................. 39
Lampiran 6. Status Konservasi Burung di Situ Cihuni ....................................... 41
Lampiran 7. Dokumentasi Jenis-Jenis Burung di Situ Cihuni ............................ 42
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Tangerang merupakan salah satu kabupaten satelit bagi provinsi
Jakarta. Sebagai kabupaten satelit, Kabupaten Tangerang terus mengalami alih
fungsi lahan yang pesat. Salah satu daerah yang mengalami alih fungsi lahan adalah
daerah Gading Serpong, Kecamatan Pagedangan. Keberadaan ruang terbuka publik
bagi masyarakat Gading Serpong adalah Ruang Terbuka Biru (RTB) berupa situ
yang memiliki potensi sebagai penyedia jasa lanskap (landscape services). Situ
yang masih dipertahankan oleh masyarakat Gading Serpong adalah Situ Cihuni
yang digunakan oleh masyarakatnya sebagai daerah pemasok air, sebagai tempat
wisata, dan tempat memancing.
Salah satu keanekaragaman hayati di Situ Cihuni adalah burung. Diaz et al.
(2005) mengatakan keberadaan burung pada umumnya bergantung pada vegetasi
tumbuhan, sementara itu, burung perkotaan akan lebih bergantung pada
infrastruktur perkotaan. Hal ini dikarenakan burung perkotaan memiliki toleransi
yang lebih luas terhadap perubahan lingkungan (Bonier et al.,2007).
Burung menjadi tanda kekuasaan Allah karena burung bisa terbang dengan
cara mengepakkan kedua sayapnya. Firman Allah mengenai kekuasaan-Nya
tentang burung ini terdapat dalam Q.S. An Nahl ayat 79 :
“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di
angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (Kebesaran Tuhan) bagi
orang-orang yang beriman.” (QS. An Nahl: 79).
Keberadaan burung di lingkungan perlu dikaji secara mendalam
keberadaannya. Sebagai bagian dari ekosistem alam, keberadaan burung di tengah
wilayah perkotaan dapat dijadikan sebagai bioindikator lingkungan (Sujatnika,
1995). Menurut Imam (2016) tingkat keanekaragaman jenis burung di ruang
terbuka hijau Kota Tangerang Selatan tergolong sedang dengan nilai tertinggi di
Taman Kota II (34 jenis, H’=2,93, E=0,83), sedangkan keanekaragaman jenis
2
burung terendah adalah di Perumahan Andrawina Praja Sarana Pamulang (30 jenis,
H’=2,38 , E=0,70).
Situ Cihuni sebagai salah satu situ yang penting di Kecamatan Pagedangan
perlu dijaga kenanekaragaman hayatinya. Hal ini berkaitan dengan fungsi ekologis
Situ Cihuni dan interaksinya dengan manusia. Gangguan yang cukup besar yang
terjadi di sekitar Situ Cihuni adalah pembangunan perumahan yang terus berlanjut
(Nugroho et al., 2016). Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk
mengetahui pemanfaatan Situ Cihuni oleh burung dan faktor abiotik yang
berpengaruh terhadap keberadaan burung di Situ Cihuni dalam upaya pengelolaan
Situ Cihuni agar kelestarian burung dan peran ekologis Situ Cihuni bisa
dipertahankan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana keanekaragaman jenis burung di Situ Cihuni, Kabupaten
Tangerang?
2. Bagaimana pemanfaatan tiap strata vegetasi di Situ Cihuni, Kabupaten
Tangerang sebagai habitat oleh burung?
3. Faktor abiotik apakah yang berpengaruh terhadap keberadaan burung di Situ
Cihuni, Kabupaten Tangerang?
4. Bagaimana status konservasi burung di Situ Cihuni, Kabupaten Tangerang?
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui keanekaragaman jenis burung di Situ Cihuni, Kabupaten
Tangerang.
2. Mengetahui pemanfaatan tiap strata vegetasi di Situ Cihuni, Kabupaten
Tangerang sebagai habitat burung.
3. Mengetahui faktor abiotik yang mempengaruhi keberadaan burung di Situ
Cihuni, Kabupaten Tangerang.
4. Mengetahui status konservasi burung di Situ Cihuni, Kabupaten Tangerang.
3
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi mengenai
keanekaragaman jenis burung, pemanfaatan tiap strata vegetasi oleh burung, faktor
abiotik yang berpengaruh, dan status konservasi burung di Situ Cihuni. Kemudian,
menjadi bahan pertimbangan oleh PDAM Tirta Kerta Raharja Kabupaten
Tangerang dalam pengelolaan Situ Cihuni.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Profil Kecamatan Pagedangan
Kota digunakan sebagai tempat bermukim dan pusat kegiatan ekonomi yang
dihuni oleh penduduk yang semakin padat. Peningkatan ini diimbangi dengan
semakin banyaknya pembuatan sarana dan prasarana yang dibangun dalam skala
besar (Kusmana, 2015). Peningkatan pembangunann dalam skala besar
menimbulkan adanya alih fungsi lahan menjadi kawasan terbangun seperti
perumahan, gedung perkantoran, area perdagangan, dan sarana prasana lainnya.
Salah satu kecamatan di Kabupaten Tangerang yang mengalami
perkembangan secara masif adalah Kecamatan Pagedangan. Luas wilayah
Kecamatan Pagedangan adalah 47,78 m2 dengan topografi berupa dataran (100 %).
Kecamatan Pagedangan beriklim tropis dan terletak di bagian selatan Kabupaten
Tangerang. Jumlah penduduk di Kecamatan Pagedangan pada tahun 2015 adalah
113.738 jiwa dengan kepadatan penduduk sebanyak 2380 jiwa per km2 (Badan
Pusat Statistik Kabupaten Tangerang, 2018)
Fungsi Kecamatan Pagedangan diarahkan sebagai pusat bisnis yang
didukung dengan ketersediaan perumahan, area perdagangan, jasa serta berbagai
fasilitas umum dan pendidikan. Salah satu pusat bisnis yang di Kecamatan
Pagedangan adalah Gading Serpong yang terletak di Desa Cihuni, Lengkong
Kulon, Pagedangan (Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang, 2016). Daerah
Gading Serpong dikelilingi tiga daerah yang sangat berkembang pesat, yaitu Bumi
Serpong Damai (BSD) City, Alam Sutera, dan Lippo Karawaci.
2.2. Situ Cihuni Sebagai Ruang Terbuka Biru
Bentuk daya dukung suatu wilayah terhadap masyarakatnya adalah dengan
menyediakan ruang terbuka. Ruang terbuka bisa diartikan sebagai ruang selain
bangunan (Lussetyowati, 2011). Ruang terbuka (open spaces) yang saat ini tersedia
di kawasan perkotaan biasanya berupa ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-
hijau. Ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved)
5
maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun
areal-areal yang diperuntukkan sebagai genangan retensi (Dwiyanto, 2009).
Salah satu bentuk ruang terbuka biru adalah situ di mana situ berasal dari
bahasa Sunda yang berarti danau atau telaga namun berukuran kecil. Menurut hasil
penelitian Marwoto dan Isnaningsih (2005) situ merupakan perairan tawar yang
bersifat lentik dengan kumpulan massa air yang bersifat diam atau tenang. Dasar
perairan situ umumnya berupa pasir berlumpur atau lumpur dan permukaannya
ditutupi oleh tanaman air.
Keberadaan situ mampu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi di
sekitarnya. Hal ini berkaitan dengan paradigma water front landscape dan water
back landscape yang selama ini berkembang di masyarakat. Water front landscape
adalah paradigma yang sangat menjaga keberadaan ruang terbuka biru. Kebersihan
dan keindahan ruang terbuka biru akan selalu dijaga oleh masyarakatnya.
Sedangkan water back landscape adalah paradigma masyarakat yang menggunakan
ruang terbuka biru sebagai tempat pembuangan limbah (Arifin, 2014).
Situ banyak dimanfaatkan sesuai dengan kedua paradigma tersebut. Daerah
tertentu menggunakan situ sebagai tempat penampungan air, sumber pengairan
sawah, tempat memelihara ikan, dan sarana rekreasi. Namun, sebagian masyarakat
memanfaatkan situ sebagai tempat pembuangan sampah dan limbah industri. Hal
ini menunjukan bahwa keberadaan situ memiliki fungsi ganda (Hendrawan, 2005).
Situ Cihuni berada di Desa Cihuni, Kecamatan Pagedangan yang memiliki
luas 32,34 hektar. Menurut Hadiaty (2011) Situ Cihuni masuk ke dalam sistem
Daerah Aliran Sungai (DAS) dari Sungai Cisadane yang terletak di bagian hilir.
Letak geografis Situ Cihuni adalah 06º15’54.7”S, 106º37’59.5”E dengan
ketinggian 51 mdpl. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor
13 Tahun 2011, Situ Cihuni ditetapkan sebagai kawasan budi daya yang
diperuntukan sebagai kawasan pariwisata alam. Pengelolaan Situ Cihuni dalam hal
peningkatan fungsi situ, pembangunan jalan dan jembatan di Situ Cihuni diberikan
ke Dinas Bina Marga Provinsi dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Alam
Kementerian Pekerjaan Umum.
Situ Cihuni termasuk ke dalam area yang memiliki risiko sanitasi sangat
tinggi (resiko kategori 4). Hal ini disebabkan oleh tingginya aktivitas buang air
6
sembarangan dan kurangnya kesadaran untuk cuci tangan menggunakan sabun.
Belum optimalnya cara pengelolaan sampah yang baik juga menjadi penyebab
tingginya tingkat resiko sanitasi di Situ Cihuni (Pokja AMPL Kabupaten
Tangerang, 2012).
2.3. Ekologi Burung
Burung atau aves adalah hewan bertulang belakang yang memiliki bulu dan
sayap. Jumlah jenis burung di seluruh dunia sekitar 11.000 spesies dan 1500
jenisnya ditemukan di Indonesia. Pulau Sumatera mempunyai jumlah jenis burung
dengan jumlah paling banyak (Indrawan et al., 2007). Burung merupakan sumber
daya alam yang dapat diperbaharui dan memiliki peran ekologis yang baik. Menurut
Rumanasari et al. (2017) peran ekologis burung adalah membantu penyebaran biji
dan agen penyerbuk alami.
Burung akan melakukan interaksi satu dengan yang lain dan terdistribusi di
dalam komunitasnya. Interaksi tiap jenis burung akan mempengaruhi ekosistem
suatu daerah. Burung sebagai fauna yang keberadaannya sangat dinamis mampu
menjadi indikator perubahan lingkungan (Bibby et al., 2000). Hal ini disebabkan
oleh keberadaan burung yang mudah diamati, baik secara fisik maupun suara.
Selama proses evolusi burung selalu beradaptasi dengan berbagai faktor,
baik abiotik maupun biotik. Hasil adaptasi ini mengakibatkan burung menetap di
suatu tempat sesuai dengan kebutuhan hidupnya (Rusmendro, 2004). Bentuk
adaptasi burung berkaitan dengan habitat tempat burung berada dan menurut
Howes et al. (2003) kehadiran burung bergantung pada kesukaannya terhadap
habitat tertentu.
Jangkauan habitat burung sangat luas meliputi hutan tropis, rawa-rawa,
padang pasir, pesisir pantai hingga ke tengah lautan, gua batu, perumahan, bahkan
di wilayah perkotaan. Menurut Czech et al. (2005) wilayah perkotaan menyediakan
fasilitas infrastruktur dan perumahan yang mampu menggantikan habitat asli
burung. Arus percepatan urbanisasi di perkotaan yang makin meluas mampu
menurunkan populasi burung (Biamonte et al., 2011).
7
2.4. Ekologi Burung Air
Burung air merupakan jenis burung yang secara ekologis sangat bergantung
pada keberadaan lahan basah. Lahan basah merupakan habitat penting bagi burung
air untuk beraktivitas seperti mencari pakan, bersarang, dan beristirahat (Zakaria &
Rajpar, 2010). Keberadaan lahan basah dan mikrohabitatnya mendukung
keanekaragaman jenis burung air karena menyediakan keragaman jenis pakan
(Bushan et al., 1993).
Burung air umumnya memiliki morfologi paruh, leher, dan kaki yang
panjang. Morfologi ini mempermudah burung air untuk mencari pakan di
lingkungan berair. Kaki burung air mempunyai selaput yang berfungsi untuk
mendayung ketika berada di dalam air (Balai Taman Nasional Alas Purwo
Banyuwangi, 2011).
Keberadaan burung air pada lahan basah dipengaruhi oleh banyak faktor.
Ketersediaan pakan meliputi jumah dan komposisi pakan sangat mempengaruhi
habitat burung air (Hartke et al., 2009). Umumnya burung air yang bergantung pada
lahan basah akan mencari area makan yang lebih tersembunyi dan lahan basahnya
berukuran lebih besar, sedangkan burung air yang tidak bergantung pada lahan
basah akan mencari area yang terbuka dengan ukuran lahan basah yang lebih kecil
(Paracuellos, 2006).
2.5. Ekologi Burung Perkotaan
Burung di perkotaan mengalami gangguan, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Gangguan secara langsung berupa perburuan burung baik sebagai
pemenuhan kebutuhan bahan pangan ataupun sebagai aktivitas olahraga.
Sedangkan gangguan burung secara tidak langsung adalah gangguan burung
terhadap habitatnya (Nugroho et al., 2015).
Gangguan burung terhadap habitatnya berupa alih fungsi lahan yang
mengubah habitat asli burung. Alih fungsi lahan ini berhubungan dengan proses
urbanisasi yang menyebabkan punahnya suatu jenis burung (Alvares &
MacGregor-Fors, 2009). Alih fungsi lahan menyebabkan hilangnya suatu elemen
habitat dan jenis burung yang bergantung terhadap elemen habitat tersebut juga ikut
hilang (Diaz et al., 2005).
8
Burung perkotaan mempunyai toleransi yang lebih luas terhadap perubahan
fungsi lahan yang terjadi di perkotaan. Respons fisiologis, ekologis, dan kebiasaan
hidup berkontribusi terhadap luasnya toleransi burung di perkotaan. Ketiga respons
ini saling berkaitan dalam hal cara mencari makan, ketersediaan bentuk area
terbangun yang dijadikan sebagai sarang, atau sumber makanan yang baru dan
cocok bagi burung di perkotaan (Bonier et al., 2007).
2.6. Strata Vegetasi Burung
Secara umum burung di alam bergantung terhadap keberadaan vegetasi.
Menurut Wisnubudi (2009) vegetasi dimanfaatkan secara vertikal maupun
horizontal karena mobilitas burung yang sangat tinggi. Pemanfaatan vegetasi oleh
burung secara vertikal terlihat pada penggunaan vegetasi dari tajuk sampai lantai
vegetasi, sedangkan pemanfaatan vegetasi secara horizontal terlihat pada pola
adaptasi dan strategi dalam memperoleh pakan.
Menurut Ma et al. (2010) dan Nugroho et al. (2015) vegetasi yang lebat
menyediakan keragaman jenis pakan bagi burung. Bagi burung air vegetasi yang
lebat bisa meningkatkan keragaman jenis invertebrata. Sementara bagi burung
terrestrial vegetasi yang lebat bisa menyediakan jenis pakan berupa buah-buahan
atau nektar dari bunga (Fernandez-Juricic, 2000).
2.7. Status Konservasi Burung
Pengelompokan status konservasi burung di Situ Cihuni perlu dilakukan
untuk menjaga kelestarian burung di Situ Cihuni. Selain itu untuk menjaga
keseimbangan ekosistem di Situ Cihuni mengingat lokasi Situ Cihuni yang berada
di daerah yang mengalami alih fungsi lahan. Status perlindungan burung dalam
hukum negara Republik Indonesia mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2018 Tentang Jenis
Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, Redlist International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (2012) dan Apendiks Convention
on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna and Flora (2017).
Status konservasi burung berdasarkan International Union for Conservation
of Nature and Natural Resources (IUCN) adalah status keterancaman yang
9
mengklasifikasi burung berdasarkan risiko kepunahan. Status keterancaman burung
menurut IUCN mengacu kepada Redlist IUCN (2012) yang terdiri dari 9 kategori.
Kategori status keterancaman burung menurut IUCN meliputi NE = Not Evaluated
(belum dievaluasi), DD = Data Deficient (data kurang), LC = Least Concern (risiko
rendah), NT = Near Threatened (hampir terancam), VU = Vulnerable (rentan), EN
= Endangered (genting), CR = Critically Endangered (kritis), EW = Extinct in the
Wild (punah di alam), EX = Extinct (punah).
Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna
and Flora (CITES) adalah perjanjian internasional antarnegara yang disusun
berdasarkan resolusi sidang anggota World Conservation Union (IUCN) tahun
1963. Apendiks CITES memuat daftar jenis burung yang perdagangannya perlu
diawasi dan negara-negara anggota yang telah setuju untuk membatasi
perdagangan atau menghentikan eksploitasi terhadap jenis burung yang terancam
punah. Kategori-kategori jenis berdasarkan CITES adalah apendiks I (semua jenis
burung yang ilegal untk diperdagangkan), apendiks II ( jenis burung yang dapat
terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan) dan
apendiks III (jenis burung yang diatur perdagangannya di negara tertentu yang
menjadi batas-batas wilayah habitat jenis tersebut).
2.8. Burung dan Ruang Terbuka Biru dalam Alquran
Burung memiliki keistimewaan tersendiri dalam Alquran maupun hadis.
Burung menjadi tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dimana burung bisa
terbang dengan mengepakkan kedua sayapnya. Kita sebagai umat Islam yang
beriman dituntut untuk beriman kepada tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap burung terdapat dalam
Q.S. An Nahl ayat 79 yang artinya:
“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang
diangkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi orang-orang yang beriman.” (QS. An Nahl: 79).
Selain tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala burung juga dijadikan
bahan pembelajaran bagi umat Islam dalam hal bertawakal. Karena dalam
10
bertawakal ada dua rukunnya, yaitu melaksanakan usaha dan menyerahkan hasil
akhir dari usaha tersebut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Muhammad
Shallalahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Seandainya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, tentu kalian akan diberi
rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi dalam keadaan lapar dan
kembali di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmizdi No. 2344, hasan
shahih).
Usaha dan menyerahkan hasil akhir dari suatu usaha bukan hanya tentang
rezeki, namun dalam hal konservasi sumber daya alam termasuk sumber daya air.
Berdasarkan hukum Islam segala bentuk sumber mata air tergolong Al Harim (zona
larangan). Hal ini bertujuan agar manfaat dari keberadayaan Al Harim bisa
didapatkan dalam jangka waktu yang panjang (Onrizal, 2010) bagi makhluk hidup
di sekitarnya, termasuk burung.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Situ Cihuni, Kelurahan Lengkong Kulon,
Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Waktu penelitian dilakukan selama
satu bulan pada bulan Mei 2019 dengan empat kali pengambilan data setiap satu
minggu. Pengamatan dilakukan pada waktu pagi dan sore hari pada pukul 05.00-
08.00 WIB dan 16.00-18.00 WIB yang merupakan waktu aktif burung untuk
melakukan aktivitas.
Gambar 1. Penyebaran Titik Pengamatan Burung di Situ Cihuni
(Sumber: Buku Capung Cihuni tahun 2016)
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah Garmin GPSMAP 62s, 5 in 1
weathermeter AZ8910, luxmeter Hanna HI 97500, clinometer Suunto PM-5,
binokuler Bushnell Powerview, kamera Sony A300, pencatat waktu, alat tulis, buku
panduan lapangan “Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan”
(MacKinnon dkk, 2010). Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah burung-
burung di Situ Cihuni.
3.3. Cara Kerja
3.3.1 Pengukuran Faktor Abiotik
12
Pengukuran faktor abiotik dilakukan sebelum pengamatan burung dan
dilakukan pada setiap titik pengamatan. Titik koordinat lokasi pengamatan diukur
menggunakan Garmin GPSMAP 62s dengan akurasi 3 meter. Faktor abiotik yang
diukur terdiri dari suhu udara, kelembapan udara, dan kecepatan angin
menggunakan 5 in 1 weather meter AZ8910. Fakor abiotik berupa intensitas cahaya
diukur menggunakan luxmeter Hanna HI 97500.
3.3.2 Pengambilan Data Burung
Penentuan titik sampling burung menggunakan metode purposive sampling
yang didasarkan pada jenis vegetasi. Titik A berupa daerah dengan gundukan tanah
dan ditemukan pohon waru. Terdapat pemancingan milik warga pada titik A.
Lokasi titik B dekat dengan jalan raya dengan vegetasi berupa alang-alang dan
pohon petai cina.
Titik C berupa area terbuka yang ditemukan tanaman pisang dan pepaya.
Pada area tersebut dimungkinkan sebagai alokasi kebun pisang dan papaya. Titik D
terdapat semai dengan ukuran yang berbeda-beda, sedangkan, vegetasi pada tingkat
pohon memiliki ukuran antara 3-10 meter. Vegetasi di titik E merupakan daerah
rawa-rawa dengan vegetasi yang tertutup alang-alang, tumbuhan paku-pakuan, dan
pisang. Tepian rawa-rawa di titik E terdapat pohon berupa sukun, petai cina dan
pepaya.
Pengambilan data burung dilakukan menggunakan metode point count.
Pengamatan jenis burung di setiap titik dilakukan secara melingkar dengan jarak
pandang pada masing-masing titik adalah 25 meter. Waktu pengamatan di setiap
titik adalah 15 menit. Jarak pengamatan antar titiknya adalah 150 meter dengan
tujuan untuk menghindari perhitungan ganda (Sedlacek et al., 2015). Gambar 2
menunjukan skema pengamatan menggunakan metode point count.
Gambar 2. Skema Metode Point Count (Nurfauziah, 2017)
13
Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati ciri-ciri umum burung pada
saat pengamatan. Ciri umum yang diamati adalah ukuran tubuh, perawakan, bentuk
ekor, pola warna pada masing-masing bagian tubuh, tingkah laku, dan suara. Ciri-
ciri yang teramati kemudian dicocokan dengan buku panduan lapangan Burung-
burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan (Termasuk Sabah dan Serawak)
(Mackinnon et al, 2010).
3.3.3 Persebaran Burung Berdasarkan Strata Vegetasi
Persebaran burung bergantung pada penggunaan tiap strata vegetasi.
Pemanfaatan vegetasi oleh burung dilihat berdasarkan keberadaan burung di setiap
bagian vegetasi secara vertikal. Pembagian strata vegetasi berdasarkan ketinggian
pohon menurut Indriyanto (2006) terdapat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kategori Strata Vegetasi
No. Kategori strata vegetasi Ketinggian (m)
1. Strata A >30
2. Strata B 20-30
3. Strata C 4-20
4. Strata D 1-4
5. Strata E <1
3.3.4 Status Perlindungan Burung
Status perlindungan burung dikelompokan menjadi tiga, yaitu status
kelangkaannya berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature
and Natural Resources) Red List of Threatened Species, status perdagangan
berdasarkan Appendix CITES (Convention on International Trade of Endangered
Species), dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK)
Republik Indonesia No. 106 Tahun 2018.
3.4 Analisis Data
3.4.1 Indeks Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis burung diukur menggunakan indeks
keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H’)
H’ = -∑ Pi ln Pi
Keterangan:
14
H’ = Indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener
Pi = 𝑛𝑖
𝑁
Ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
Ln = logaritma natural
Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener diklasifikasikan
sebagai berikut H’<1 menunjukkan tingkat keanekaragaman rendah, 1<H’<3
menunjukkan tingkat keanekaragaman sedang, H’>3 menunjukkan tingkat
keanekaragaman tinggi (Magurran, 2004).
3.4.2 Dominansi Jenis
Dominansi jenis burung diukur menggunakan indeks dominansi Simpson:
𝐷𝑖 =𝑁𝑖
𝑁 × 100 %
Keterangan:
Di = Indeks Dominansi
Ni = Jumlah burung spesies ke - i
N = Jumlah total spesies burung
Kriteria dominansi jenis burung adalah Di<2 % spesies tidak dominan,
2<Di<5 % spesies subdominant, Di>5% spesies dominan.
3.4.3 Kemerataan Jenis
Kemerataan jenis dalam suatu komunitas menggunakan indeks kemerataan
Evennes.
𝐸 = 𝐻′
ln 𝑆
Keterangan:
E = Indeks kemerataan
H’ = Keanekaragaman jenis burung
ln = Logaritma natural
S = Jumlah jenis
Kisaran nilai indeks kemerataan jenis (E) menurut Krebs (1989) adalah
E<0,4 kemerataan jenisnya rendah, 0,4<E<0,6 maka, nilai kemerataan jenisnya
sedang, E>0,6 kemerataan jenisnya tinggi.
15
3.4.4 Penggunaan Strata Vegetasi
Burung menggunakan tiap strata tumbuhan untuk berbagai aktivitas seperti
makan, bersarang, bertengger, dan berinteraksi dengan burung lain. Persebaran
burung dijelaskan secara deskriptif berdasarkan banyaknya burung yang
menggunakan vegetasi di setiap strata tumbuhan.
3.4.5 Principal Component Analysis (PCA) terhadap Faktor Abiotik
Faktor abiotik yang mempengaruhi keberadaan burung dianalisis
menggunakan Principal Component Analysis (PCA) di SPSS dengan melihat nilai
indeks KMO jika melebihi 0,5 maka data faktor abiotik bisa digunakan untuk
analisis lanjutan. Analisis lanjutan dengan melihat persentase Eigenvalues di setiap
kategori komponen. Persentase Eigenvalues yang bisa digunakan adalah yang
memiliki persentase lebih dari 50 %. Selanjutnya dilihat pada tabel Component
Matriks dilihat angka yang paling mendekati 1.
3.4.6 Status Perlindungan Burung
Status perlindungan burung dikelompokan berdasarkan IUCN Redlist,
Apendiks CITES, dan Permen LHK RI No. 106 Tahun 2018. Status perlindungan
burung disajikan dalam bentuk tabulasi. Tabulasi status perlindungan burung
dibahas secara deskriptif.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Situ Cihuni
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di Situ Cihuni ditemukan 23
jenis yang tergolong ke dalam 18 famili. Famili yang anggotanya paling banyak
ditemukan adalah Alcedinidae (3 jenis), Columbidae (2 jenis), Estrildidae (2 jenis),
Rallidae (2 jenis), sedangkan, untuk famili Aegithinidae (1 jenis), Apodidae (1
jenis), Ardeidae (1 jenis), Artamidae (1 jenis), Champephagidae (1 jenis),
Cisticolidae (1 jenis), Cuculidae (1 jenis), Dicaeidae (1 jenis), Nectariniidae (1
jenis), Passeriformes (1 jenis), Picidae (1 jenis), Pycnonotidae (1 jenis), Sylviidae
(1 jenis), dan Turcinidae (1 jenis).
Burung air yang terdapat di Situ Cihuni berasal dari tiga famili, yaitu
Alcedinidae, Ardeidae, dan Ralliidae. Jenis burung air yang berasal dari famili
Alcedinidae adalah burung raja udang biru (Alcedo coerulescens), raja udang
meninting (Alcedo meninting), dan cekakak sungai (Todirhamphus chloris).
Burung bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus) berasal dari family
Ardeidae, sedangkan, burung kareo padi (Amaurornis phoenicurus) dan mandar
batu (Gallinula chloropus) berasal dari famili Rallidae.
Burung perkotaan yang berada di Situ Cihuni adalah cipoh kacat (Aegithina
tiphia) dari famili Aegithinidae, walet linchi (Collocalia linchi) dari famili
Apodidae, kekep babi (Artamus leucorhynchus) dari famili Artamidae, sepah kecil
(Pericrocotus cinnamomeus) dari famili Champephagidae, cici padi (Cisticola
juncidis) dari famili Cisticolidae, tekukur (Streptopelia chinensis) dan punai gading
(Treron vernans) dari famili Columbidae, bubut alang-alang (Centropus
bengalensis) dari famili Cuculidae, cabai jawa (Dicaeum trochileum) dari famili
Dicaeidae, bondol haji (Lonchura maja) dan bondol peking (Lonchura punctulata)
dari famili Estrildidae, burung madu sriganti (Nectarinia jugularis) dari famili
Nectariniidae, burung gereja (Passer montanus) dari famili Passeriformes, burung
caladi ulam (Dendrocopos macei) dari famili Picidae, burung kutilang (Pycnonotus
aurigaster) dari famili Pycnonotidae, burung cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps)
dari famili Syilviidae, dan burung gemak loreng (Turnix suscitator) dari famili
Turcinidae.
17
Tabel 2. Daftar Jenis Burung yang ditemukan di Situ Cihuni
Keterangan:
- = tidak teramati di titik tersebut
√ = teramati di titik tersebut
No. Famili Nama latin Nama lokal Titik
A B C D E
1 Aegithinidae Aegithina tiphia Cipoh kacat - √ √ - -
Alcedinidae
Alcedo coerulescens Raja udang biru √ - - √ √
2 Alcedo meninting Raja udang
meninting - - - - √
Todiramphus chloris Cekakak sungai √ - - - -
3 Apodidae Collocalia linchi Walet linci √ √ √ √ √
4 Ardeidae Ixobrychus
cinnamomeus Bambangan merah √ - - - -
5 Artamidae Artamus
leucorhynchus Kekep babi - √ - - √
6 Champephagidae Pericrocotus
cinnamomeus Sepah kecil - √ √ - √
7 Cisticolidae Cisticola juncidis Cici padi - - - - √
8 Columbidae Streptopelia chinensis Tekukur biasa √ √ √ - √
Treron vernans Punai gading - - - √ -
9 Cuculidae Centropus
bengalensis Bubut alang-alang √ √ - √ √
10 Dicaeidae Dicaeum trochileum Cabai jawa √ √ - √ -
11 Estrildidae Lonchura maja Bondol haji - √ √ - -
Lonchura punctulata Bondol peking √ √ √ √ √
12 Nectariniidae Nectarinia jugularis Madu sriganti √ - - √ √
13 Passeridae Passer montanus Burung gereja √ - - - -
14 Picidae Dendrocopus macei Kaladi ulam √ √ √ - -
15 Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Cucak kutilang √ √ √ √ √
16 Rallidae
Amaurornis
phoenicurus Kareo padi - √ - - √
Gallinula chloropus Mandar batu - - - - √
17 Sylviidae Orthotomus ruficeps Cinenen kelabu - √ - - -
18 Turcinidae Turnix suscitator Gemak loreng - - √ - -
18
Berdasarkan hasil pengamatan, burung di titik A terdiri dari 11 famili dan
12 jenis. Nilai keanekaragaman jenis burung di titik A tergolong sedang (2,01)
dengan nilai kemerataan rendah (0,81). Burung walet linchi (Collocalia linchi) dan
burung bondol peking (Lonchura punctulata) adalah jenis burung yang
mendominasi di titik A dengan nilai dominansi jenis sebesar 19,72 %.
Jenis burung air yang berada di titik A adalah jenis burung yang berasal dari
famili Alcedinidae dan Ardeidae. Famili Alcedinidae di titik A terdiri dari burung
raja udang biru (Alcedo coerulescens) dan cekakak sungai (Todirhamphus chloris).
Burung air dari famili Ardeidae adalah bambangan merah (Ixobrychus
cinnamomeus) yang membangun sarang di titik A. Ketiga jenis burung tersebut
memanfaatkan titik A untuk mencari makan berupa ikan-ikan kecil karena titik A
berdekatan dengan sumber air.
Aktivitas burung Collocalia linchi dan bondol peking di titik A adalah
mencari makan. Collocalia linchi memakan serangga di sekitar Situ Cihuni berupa
capung air, semut, lebah madu dan belalang yang berada di pinggiran situ.
Lonchura punctulata memanfaatkan titik A untuk mencari makan berupa biji-bijian
dari tumbuhan alang-alang yang berada di titik tersebut. Burung tekukur, cabe jawa,
madu sriganti, burung gereja, caladi ulam dan kutilang menggunakan pohon waru
untuk hinggap, mencari makan dan berjemur. Burung bubut alang-alang di titik A
ditemukan hinggap di tengah padang alang-alang.
Kemudian jenis burung di titik B berasal dari 12 famili yang terdiri dari 13
jenis. Keanekaragaman jeniis di titik B termasuk ke dalam kategori rendah (1,82)
dengan kemerataan sebesar 0,71 dan tergolong tinggi. Burung yang mendominasi
di titik B adalah Lonchura punctulata dengan dominansi jenis sebesar 34,38 %.
Dominansi Lonchura punctulata di titik B tinggi karena didominasi oleh
pohon alang-alang yang lebih dekat dengan jalan raya dan mampu menjadi habitat
yang sesuai bagi Lonchura punctulata. Aktivitas Lonchura punctulata di titik B
dalam memanfaatkan alang-alang adalah untuk hinggap dan berinteraksi dengan
burung lain seperti Lonchura maja. Pohon petai cina di titik B dimanfaatkan oleh
burung Lonchura punctulata sebagai tempat membangun sarang .
Burung pemakan serangga seperti Collocalia linchi dan burung kekep babi
di titik B beraktivitas mencari makan dengan terbang mengelilingi pohon petai cina.
19
Jenis burung lain seperti cipoh kacat, tekukur, cabe jawa , kaladi ulam, dan cinenen
kelabu memanfaatkan pohon petai cina untuk hinggap dan berjemur. Burung
kutilang dan sepah kecil ditemukan bergerombol dengan aktivitas bersosialisasi
dengan individu lainnya. Burung kareo padi di titik B ditemukan sedang mencari
makan di vegetasi alang-alang yang dekat dengan sumber air.
Titik selanjutnya adalah titik C yang terdiri dari 8 famili dan 9 jenis burung.
Titik C mempunyai keanekaragaman rendah (1,59) dengan kemerataan jenis
burungnya masuk kategori tinggi (0,73). Burung yang mendominasi di titik C
adalah burung Lonchura punctulata (40,98 %), Pycnonotus aurigaster (27,87 %),
dan burung Collocalia linchi (13,11 %). Ketiga jenis burung ini ditemukan dalam
keadaan terbang untuk mencari makan dan hinggap di tangkai daun pisang.
Turnix suscitator hanya ditemukan d titik C sedang berjalan di atas tanah
yang kemudian bersembunyi di antara tumbuhan alang- alang. Dimungkinkan
Turnix suscitator ini membangun sarang di titik C. Streptopelia chinensis yang
teramati hanya satu individu hinggap di tangkai daun pisang untuk berjemur dan
membersihkan bulu. Jenis burung Aegithina tiphia, Pericrocotus cinnamomeus dan
Dendrocopus macei teramati dalam keadaan terbang.
Titik selanjutnya adalah titik D yang memiliki 8 jenis spesies yang berasal
dari 8 famili. Nilai keanekaragaman jenis di titik D adalah rendah (1,46) dengan
tingkat kemerataan tinggi (0,70). Burung yang mendominasi adalah Collocalia
linchi dengan nilai dominansi sebesar 47,62 % dan terbang mengitari pohon yang
berada di titik D.
Jenis burung seperti Alcedo coerulescens, Treron vernans, Dicaeum
trochileum, Lonchura punctulata, Nectarinia jugularis, dan Pycnonotus aurigaster
yang berada di titik D memanfaatkan vegetasi pohon untuk bertengger dan
beristirahat. Jenis pohon petai cina digunakan untuk bertengger oleh Alcedo
coerulescens, Treron vernans, Dicaeum trochileum, Lonchura punctulata, dan
Nectarinia jugularis. Sementara, Pycnonotus aurigaster hinggap di pohon kersen
dan Centropus bengalensis hanya teramati dalam kondisi terbang.
Jenis burung di titik E sebanyak 13 jenis yang berasal dari 11 famili.
Keanekaragaman jenis burung di titik E tergolong sedang (2,18) dengan tingkat
kemerataan tinggi (0,85). Burung yang mendominasi di titik ini adalah Collocalia
20
linchi dan Pericrocotus cinnamomeus dengan nilai dominansi kedua jenis burung
tersebut adalah 20 %.
Famili Alcedinidae dan Rallidae merupakan famili dengan jumlah jenis
terbanyak yaitu 2 jenis, sedang, jumlah jenis famili lainnya hanya 1 jenis. Famili
Alcedinidae terdiri dari Alcedo coerulescens dan Alcedo meninting. Famili Rallidae
terdiri dari Amaurornis phoenicurus dan Gallinula chloropus.
Keberadaan kolam kecil di titik E dimanfaatkan oleh burung Alcedinidae
untuk mencari makan. Jenis burung Rallidae memanfaatkan rawa-rawa sebagai
tempat sembunyi dan dimungkinkan terdapat sarang. Aktivitas yang dilakukan oleh
jenis burung Rallidae saat pengamatan adalah sedang berjalan di atas tanah yang
kemudian masuk ke vegetasi alang-alang.
Keberadaan alang-alang di titik E dimanfaatkan oleh Centropus
bengalensis dan Cisticola juncidis untuk bertengger dan mengeluarkan suara. Jenis
Pericrocotus cinnamomeus, Lonchura punctulata, dan Pycnonotus aurigaster
memanfaatkan vegetasi pohon sukun dan petai cina untuk mencari makan dan
bersosialisasi dengan individu lain dalam kelompok kecil. Streptopelia chinensis
teramati bertengger di pohon sukun, sedang, Nectarinia jugularis hanya hinggap
dan mengeluarkan suara.
Secara keseluruhan, indeks keanekaragaman jenis burung di Situ Cihuni
tergolong sedang (2,16) dengan kemerataan jenis tinggi (0,70). Menurut Kreb
(1985) bila nilai indeks kemerataan mendekati 1 menunjukkan tidak ada jenis yang
mendominasi. Kemudian pada dominansi tiap jenis, burung yang memiliki
dominansi tertinggi adalah Lonchura punctulata (28,04 %), Collocalia linchi
(23,99), dan Pycnonotus aurigaster (18,07 %).
4.2 Pemanfaatan Strata Vegetasi oleh Burung
Berdasarkan Gambar 3 strata yang vegetasi yang paling banyak digunakan
adalah strata C dengan jumlah individu sebanyak 147 individu yang berasal dari 13
jenis burung. Strata D digunakan sebanyak 142 individu burung dari 10 jenis
burung. Strata selanjutnya adalah strata E yang digunakan oleh 23 individu dari 10
jenis burung. Strata yang paling sedikit digunakan adalah strata B dimana hanya
digunakan oleh 10 individu burung dan berasal dari 1 jenis burung saja.
21
Jenis burung yang menggunakan strata C terdiri dari burung Aegithina
tiphia, Todirhamphus chloris, Collocalia linchi, Artamus leucorhynchus,
Pericrocotus cinnamomeus, Streptopelia chinensis, Centropus bengalensis,
Dicaeum trochileum, Lonchura punctulata, Nectarinia jugularis, Dendrocopos
macei, Pycnonotus aurigaster, dan Orthotomus ruficeps. Jenis burung Aegithina
tiphia, Todirhamphus chloris, Collocalia linchi, Artamus leucorhynchus,
Pericrocotus cinnamomeus, Dicaeum trochileum, Nectarinia jugularis,
Dendrocopos macei, Pycnonotus aurigaster, dan Orthotomus ruficeps,
menggunakan strata C untuk berinteraksi dengan individu lain, mencari makan, dan
berkicau. Jenis burung Lonchura punctulata teramati membangun sarang pada
strata ini. Jenis burung Streptopelia chinensis dan Centropus bengalensis
menggunakan strata C untuk bertengger dan mengeluarkan suara.
Jenis burung yang menggunakan strata D terdiri dari Collocalia linchi,
Pericrocotus cinnamomeus, Streptopelia chinensis, Treron vernans, Centropus
bengalensis, Dicaeum trochileum, Lonchura maja, Lonchura punctulata,
Nectarinia jugularis, Passer montanus, dan Pycnonotus aurigaster. Jenis burung
yang mencari makan pada strata D adalah Collocalia linchi, Pericrocotus
cinnamomeus, Dicaeum trochileum, Nectarinia jugularis, Passer montanus, dan
Pycnonotus aurigaster. Jenis Lonchura maja dan Lonchura punctulata
menggunakan strata D untuk mencari material sarang yang berasal dari tanaman
ilalang. Jenis burung seperti Streptopelia chinensis, Treron vernans, dan Centropus
bengalensis menggunakan strata D untuk bertengger.
Kemudian, strata E digunakan oleh jenis burung Alcedo coerulescens,
Alcedo menintinng, Ixobrychus cinnamomeus, Cisticola juncidis, Streptopelia
chinensis, Lonchura maja, Lonchura punctulata, Amaurornis phoenicurus,
Gallinula chloropus, dan Turnix suscitator. Lima jenis burung yang menggunakan
strata E adalah jenis burung air yang terdiri dari Alcedo coerulescens, Alcedo
menintinng, Ixobrychus cinnamomeus, Amaurornis phoenicurus, dan Gallinula
chloropus. Jenis burung air menggunakan strata E dan dekat dengan sumber air
untuk aktivitas mencari makan, membangun sarang, dan bertengger. Cisticola
juncidis teramati sedang bertengger pada batang tumbuhan ilalang sambil
mengeluarkan suara. Lonchura maja dan Lonchura punctulata teramati sedang
22
bertengger dan berinteraksi dengan individu lain, sedangkan, Turnix suscitator
teramati sedang berjalan di atas tanah yang dimungkinkan sedang mencari makan.
Strata B merupakan strata yang paling sedikit digunakan oleh burung di Situ
Cihuni. Strata B hanya digunakan oleh satu jenis burung saja yang berasal dari
famili Apodidae yaitu Collocalia linchi. Jenis burung Collocalia linchi
menggunakan strata B untuk terbang sambil mencari makan berupa serangga-
serangga terbang di sekitar Situ Cihuni.
Gambar 3. Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Burung pada Setiap Strata
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, terdapat beberapa jenis burung di
Situ Cihuni yang menggunakan lebih dari satu strata (Tabel 3). Burung
menggunakan lebih dari satu strata karena pada setiap strata memiliki fungsi
masing-masing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahayuningsih et al. (2007)
dimana pemilihan strata vegetasi oleh burung berkaitan dengan aktivitas burung
seperti berinteraksi dengan individu lain, mencari makan, beristirahat ataupun
membangun sarang.
Jenis burung Colllocalia linchi, Streptopelia chinensis, dan Lonchura
punctulata yang teramati di Situ Cihuni menggunakan 3 strata. Collocalia linchi
menggunakan strata B, C, dan D untuk aktivitas mencari makan serangga terbang
yang berada di sekitar Situ Cihuni seperti di atas permukaan air maupun di antara
pepohonan. Menurut Lim dan Cranbrook (2002) Collocalia linchi mempunyai
jangkauan yang luas dalam mencari makan baik di area terbuka maupun di hutan.
113 11 1010
147 142
23
0
20
40
60
80
100
120
140
160
B C D E
Jum
lah
Strata
Jumlah jenis Jumlah individu
23
Tabel 3. Keberadaan Jenis Burung tiap Strata Vegetasi
Keterangan:
- = tidak teramati di strata tersebut
√ = teramati di strata tersebut
No. Famili Nama latin Nama lokal Strata
B C D E
1 Aegithinidae Aegithina tiphia Cipoh kacat - √ - -
Alcedinidae
Alcedo coerulescens Raja udang biru - - - √
2 Alcedo meninting Raja udang
meninting - - - √
Todiramphus chloris Cekakak sungai - √ - -
3 Apodidae Collocalia linchi Walet linci √ √ √ -
4 Ardeidae Ixobrychus
cinnamomeus Bambangan merah - - - √
5 Artamidae Artamus
leucorhynchus Kekep babi - √ - -
6 Champephagidae Pericrocotus
cinnamomeus Sepah kecil - √ √ -
7 Cisticolidae Cisticola juncidis Cici padi - - - √
8 Columbidae Streptopelia chinensis Tekukur biasa - √ √ √
Treron vernans Punai gading - - √ -
9 Cuculidae Centropus
bengalensis Bubut alang-alang - √ √ -
10 Dicaeidae Dicaeum trochileum Cabai jawa - √ √ -
11 Estrildidae Lonchura maja Bondol haji - √ √ -
Lonchura punctulata Bondol peking - √ √ √
12 Nectariniidae Nectarinia jugularis Madu sriganti - √ √ -
13 Passeridae Passer montanus Burung gereja - - √ -
14 Picidae Dendrocopos macei Caladi ulam - √ - -
15 Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Cucak kutilang - √ √ -
16 Rallidae
Amaurornis
phoenicurus Kareo padi - - - √
Gallinula chloropus Mandar batu - - - √
17 Sylviidae Orthotomus ruficeps Cinenen kelabu - - √ -
18 Turcinidae Turnix suscitator Gemak loreng - - - √
24
Streptopelia chinensis teramati di strata C, D, dan E. Aktivitas yang
dilakukan di strata C dan E adalah terbang dan bertengger sambil membersihkan
bulu-bulu di tubuhnya. Keberadaan Streptopelia chinensis di strata E hanya terbang
untuk pindah dari satu tempat ke tempat lain. Burung-burung dari famili
Columbidae merupakan jenis burung arboreal yang lebih banyak melakukan
aktivitas di bawah naungan pohon (Cibois et al., 2013).
Lonchura punctulata yang teramati di strata C, D, dan E sedang berinteraksi,
bersuara dan mencari material sarang. Lonchura punctulata ditemukan
bergerombol dalam jumlah yang cukup banyak pada strata D dan E. Sarang yang
dibuat oleh Lonchura punctulata pada strata C terbuat dari batang Imperata
cylindrica dan tergolong dalam jenis rumput-rumputan. Jenis rumput-rumputan
(Graminae) adalah material utama untuk membangun sarang bagi burung Lonchura
punctulata (Fitri et al., 2014).
4.3 Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Keberadaan Burung
Faktor-faktor abiotik dapat mempengaruhi keberadaan dan aktivitas burung
di Situ Cihuni. Faktor-faktor abiotik yang diukur meliputi intensitas cahaya,
kelembaban udara, suhu dan kecepatan angin. Intensitas cahaya di Situ Cihuni
berkisar antara 14-20 Klux dengan kelembaban udara berkisar antara 57-79 %,
Kemudian suhu udara berkisar antara 29-36° Celcius dan kecepatan angin di Situ
Cihuni berkisar antara 0-1 m/s.
Berdasarkan analisis PCA pada SPSS faktor abiotik yang paling
mempengaruhi keberadaan burung di Situ Cihuni adalah suhu udara (Matrix
component = 0,992). Hal ini terbukti dari jumlah individu burung antara pagi dan
sore hari dimana suhu udara pada pagi hari lebih rendah dari suhu udara di sore hari
(Lampiran 5). Jumlah individu burung pada pagi hari lebih banyak dari jumlah
individu burung pada sore hari. Menurut Krebs (2013) aktivitas burung tergantung
dengan suhu karena aktivitas burung lebih banyak di pagi hari.
4.4 Status Konservasi Burung di Situ Cihuni
Status konservasi burung di Situ Cihuni ditampilkan dalam Lampiran 6.
Status konservasi burung berdasarkan IUCN merupakan status keterancaman
25
burung di alam liar. Hasil yang didapat adalah semua jenis burung di Situ Cihuni
termasuk dalam kategori berisiko rendah (LC = least concern). Burung yang
termasuk kategori berisiko rendah merupakan jenis burung yang sudah dievaluasi
informasinya namun belum memenuhi kriteria yang ada pada kategori terancam.
Status konservasi burung di Situ Cihuni berdasarkan undang-undang di
Indonesia mengacu pada Permen LHK No. 106 tahun 2018. Hasil yang didapat
tidak ada jenis burung yang dilindungi berdasarkan regulasi tersebut. Sementara,
status perlindungan burung di Situ Cihuni berdasarkan CITES didapatkan hasil
tidak ada jenis burung yang masuk dalam apendiks CITES.
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Keanekaragaman jenis burung di Situ Cihuni tergolong sedang (2,16) dengan
kemerataan jenis tinggi (0,70) jenis burung yang mendominansi adalah
Lonchura punctulata (28,04 %), Collocalia linchi (23,99), dan Pycnonotus
aurigaster (18,07 %).
2. Strata vegetasi yang digunakan oleh burung di Situ Cihuni adalah strata B yang
digunakan untuk mencari makan oleh Famili Apodidae dan strata C, D, dan E
digunakan untuk famili lainnya untuk mencari makan, bertengger, bersarang,
berinteraksi, dan berkicau.
3. Faktor abiotik yang paling mempengaruhi keberadaan burung di Situ Cihuni
adalah suhu udara (Matrix component = 0,992).
4. Status konservasi burung di Situ Cihuni berdasarkan IUCN adalah semua jenis
burung berisiko rendah (LC = least concern) dan tidak ada jenis burung yang
dilindungi berdasarkan Permen LHK No. 106 tahun 2018 serta tidak ada jenis
burung yang masuk dalam Apendiks CITES.
5.2 Saran
1. Masyarakat di sekitar Situ Cihuni: Menjaga kebersihan Situ Cihuni dengan
tidak membuang sampah secara sembarangan terutama di sekitar area pondok
pemancingan milik warga, dan tidak melakukan perburuan burung
menggunakan senjata api, senapan angina dan jerat.
2. Pengelola Situ Cihuni (PDAM Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang):
Merawat dan menjaga vegetasi di Situ Cihuni secara berkala yang menjadi
habitat bagi burung.
3. Peneliti: Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai burung air dan
ekologinya serta satwa lain yang ada di Situ Cihuni.
27
DAFTAR PUSTAKA
Alvarez, R.O., & MacGregor-Fors, I. (2009). Living in the Big City: Effects of
Urban Land Use on Bird Community Structure, Diversity, and
Composition. Landscape and Urban Planning, (90), 189-195.
Arifin, H. S. (2014). Revitalisasi Ruang Terbuka Biru Sebagai Upaya Manajemen
Lanskap pada Skala Bio-Regional. Risalah Kebijakan Pertanian dan
Lingkungan, 16(3), 172-180.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. (2016). Statistik Daerah Kecamatan
Pagedangan 2016. Tangerang: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. (2018). Kecamatan Pagedangan
Dalam Angka 2018. Tangerang: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Tangerang.
Balai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. (2011). Seri Buku Informasi dan
Potensi Burung Air Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi: Balai
Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
Biamonte, E., Sandoval, L., Chacon, E., & Barrantes, G. (2010). Effect of
Urbanization on the Avifauna in a tropical Metropolitan Area. Landscape
Ecol,(26), 183-194.
Bibby, C., Burgess, N., Hill, D., & Mustoe, S. (2000). Bird Census Techniques 2nd
Edition. United Kingdom: Academic Press.
Bonier, F., Martin, P. R., & Wingfield, J.C. (2007). Urban Birds Have Broader
Environmental Tolerance. Biology Letters, (3), 670-673.
Bhusan, B., Fry, G., Hibi, A., Mundkur, T., Prawiradilaga, D. M., Sonobe, K., Usui,
S. Taniguchi, T. (1993). A Field Guide to the Waterbirds of Asia. Jepang:
Wild Bird Society of Japan.
Cibois, A., Thibault, J-C., Bonillo, C., Filardi, C.E., Watling, D., Pasquet, E. (2013).
Phylogeny and Biogeography of The Fruit Doves (Aves: Columbidae).
Molecular Phylogenetics and Evolution, (13).
Czech, B., Krausman, P. R., & Devers, P. K. (2000). Economic Associations among
Causes of Species Endangerment in the United States. BioScience, 50 (7),
593-601.
Diaz, I. A., Armesto, J. J., Reid, S., Sieving, K. E., & Willson, M. F. (2005). Linking
Forest Structure and Composition: Avian Diversity in Successional Forests
of Chiloé Island, Chile. Biological Conservation, (123), 91–101.
Dwiyanto, A. (2009). Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau di Pemukiman
Perkotaan. Teknik, 30(2), 88-93.
28
Fitri. Rizaldi. Novarino, W. (2014). Karakteristik Sarang Bondol Peking Lonchura
punctulata (Linnaeus,1758) di Kawasan Kampus Universitas Andalas.
Jurnal Biologi Universitas Andalas, 3 (4), 324-331.
Fernandez-Juricic, E. (2000). Avifaunal Use of Wooded Streets in an Urban
Lanscape. Conservation Biology, 14(2), 513-521.
Hadiaty, R. K. (2011). Diversitas dan Kehilangan Jenis Ikan di Danau-danau Aliran
Sungai Cisadane. Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(2), 143-157.
Hartke, K. M., Kriegel, K. H. Nelson, G.M., & Merendino, M.T. (2009).
Abundance of Wigeongrass during Winter and Use by Herbivorous
Waterbirds in a Texas Coastal Marsh. Wetlands. 29(1), 288–293.
Hendrawan, D. (2005). Kualitas Air Sungai dan Situ di DKI Jakarta. Makara
Teknologi, 9(1), 13-19.
Howes, J., Bakewell, D., & Noor, Y. R. (2003). Panduan Studi Burung Pantai.
Bogor: Wetlands International - Indonesia Programme.
Imam, M. (2016). Komunitas Burung Perkotaan di Ruang Terbuka Hijau Kota
Tangerang Selatan. (Skripsi tidak dipublikasi). Institut Pertanian Bogor.
Bogor. Indonesia.
Indrawan, M., Primack, R. B. & Supriatna, J. (2007). Biologi Konservasi Edisi
Revisi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Indriyanto. (2006). Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.
Krebs, C.J. (1985). Ecological Methodology. New York. Harper & Row Publisher.
Krebs, C.J. (2013). An Introduction to Behavioral Ecology. Blackwell Scientifik
Publications. London.
Kusmana, C. (2015). Makalah Utama: Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas)
Sebagai Elemen Kunci Ekosistem Kota Hijau. Pros Sem Nas Masy Biodiv
Indon, 1(8), 1747-1755.
Lim, C. K., & Cranbrook, E. O. (2002). Swiftlets of Borneo. Kota Kinabalu,
Malaysia. Natural History Publications (Borneo).
Lussetyowati, T. (2011). Analisa Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan,
Studi Kasus Kota Martapura. Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3.
Ma, Z., Chai, Y., Li, B., Chen, J., (2010). Managing Wetland Habitats for
Waterbirds: An International Perspective. Wetlands. (30), 15-27.
29
Magurran, A.E. (2004). Measuring Biological Diversity. Oxford: Blackwell
Publishing.
Marwoto, R.M. & Isnaningsih, N.R. (2014). Tinjauan Keanekaragaman Moluska
Air Tawar di Beberapa Situ di DAS Ciliwung-Cisadane. Berita Biologi.
13(2), 181-189.
MacKinnon, J., Philip, K., & Balen, V. (2010). Seri Panduan Lapangan Burung-
Burung Sumatera, Kalimantan, Jawa Dan Bali. Bogor: Puslitbang Biologi
– Lipi.
Nugroho, A., Saputro, W., & Susanto, A. (2016). Capung Cihuni. Yogyakarta:
Indonesia Dragonfly Society.
Nugroho, A. S., Anis, T., & Ulfah, M. (2015). Analisis Keanekaragaman Jenis
Tumbuhan Berbuah di Hutan Lindung Surokonto, Kendal, Jawa Tengah dan
Potensinya Sebagai Kawasan Konservasi Burung. Pros Sem Nas Masy
Biodiv Indon. 1(3), 472-476.
Nurfaizah, I. (2017). Keanekaragaman Burung di Area Kebun Buah, Taman Buah
Mekarsari. (Skripsi tidak dipublikasi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Indonesia.
Onrizal. (2010). Ayat-Ayat Konservasi: Menghimpun dan Menghidupkan
Khazanah Islam dalam Konservasi Hutan Leuser. Medan: Yayasan
Orangutan Sumatera Lestari - Orangutan Information Centre (YOSL-OIC).
Paracuellos, M. (2006). How Can Habitat Selection Affect The Use of A Wetland
Complex by Waterbirds. Biodiversity and Conservation, (15), 4569–4582.
Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang. 2011. Peraturan Daerah Kabupaten
Tangerang No.13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031. Tangerang; DPRD Kabupaten
Tangerang.
Pokja AMPL Kabupaten Tangerang. (2012). Buku Putih Sanitasi Kabupaten
Tangerang Provinsi Banten. Tangerang: Pokja AMPL Kabupaten
Tangerang.
Rahayuningsih, M., Mardiastuti, A., Prasetyo, L.B., & Mulyani, Y.A. (2007). Bird
Community in Burung Island, Karimunjawa National Park, Central Java.
Biodiversitas. 8(3): 183-187.
Rumanasari, R.D., Saroyo. & Katili, D.Y. (2017). Biodiversitas Burung pada
Beberapa Tipe Habitat di Kampus Universitas Sam Ratulangi. Jurnal Mipa
Unsrat Online, 6(1), 43-46.
Rusmendro, H. (2004). Bahan Kuliah Ornitologi, Jakarta: Fakultas Biologi
Universitas Nasional.
30
Sawitri, R., Mukhtar, A.S., & Sofian, I. (2010). Status Konservasi Mamalia dan
Burung di Taman Nasional Merbabu. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam, 3(7), 227-239.
Sedlacek, O., Vokurkova, J., Ferenc, M., Djomo, E.N., Albrecht, T., & Horak, D.
(2015). A Comparison of Point Counts With a New Acoustic Sampling
Method: A Case Study of A Bird Community From The Montane Forests
of Mount Cameroon. Ostrich. 3(86), 1-8.
Sukmantoro, W., Irham, M., Novarino, W., Hasudungan, F., Kemp, N., & Muchtar,
M. (2007). Daftar Burung Indonesia No.2. Bogor: Indonesian
Ornithologists Union.
Wisnubudi, G. (2009). Penggunaan Strata Vegetasi oleh Burung di Kawasan Wisata
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Vis Vitalis, 2(2), 41-49.
Zakaria, M. & Rajpar, M.N. (2010). Density and Diversity of Water Birds and
Terrestrial Birds at Paya Indah Wetland Reserve, Selangor Peninsular
Malaysia. Sains Malaysiana, 42(10), 1483-1492.
31
LAMPIRAN
Lampiran 1. Keanekeragaman Jenis Burung Setiap Titik di Situ Cihuni
Plot Famili Nama latin Nama lokal Jumlah
individu pi ln pi
pi ln
pi Di E
A
Alcedinidae Alcedo coerulescens Raja udang biru 2 0.03 -3.57 0.10 2.82
0.84
Todirhamphus chloris Cekakak sungai 1 0.01 -4.26 0.06 1.41
Apodidae Collocalia linchi Walet linchi 14 0.20 -1.62 0.32 19.72
Ardeidae Ixobrychus cinnamomeus Bambangan merah 1 0.01 -4.26 0.06 1.41
Columbidae Streptopelia chinensis Tekukur 8 0.11 -2.18 0.25 11.27
Cuculidae Centropus bengalensis Bubut alang-alang 1 0.01 -4.26 0.06 1.41
Dicaeidae Dicaeum trochileum Cabe jawa 3 0.04 -3.16 0.13 4.23
Estrildidae Lonchura punctulata Bondol peking 14 0.20 -1.62 0.32 19.72
Nectariniidae Nectarinia jugularis Madu sriganti 2 0.03 -3.57 0.10 2.82
Passeriformes Passer montanus Burung gereja 12 0.17 -1.78 0.30 16.90
Picidae Dendrocopos macei Caladi ulam 2 0.03 -3.57 0.10 2.82
Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Kutilang 13 0.18 -1.70 0.31 18.31
Jumlah 11 11 71 2.01 100.00
B
Aegithinidae Aegithina tiphia Cipoh kacat 1 0.01 -4.56 0.05 1.04
0.71
Apodidae Collocalia linchi Walet linchi 25 0.26 -1.35 0.35 26.04
Artamidae Artamus leucorhynchus Kekep babi 2 0.02 -3.87 0.08 2.08
Champephagidae Pericrocotus cinnamomeus Sepah kecil 3 0.03 -3.47 0.11 3.13
Columbidae Streptopelia chinensis Tekukur 3 0.03 -3.47 0.11 3.13
Cuculidae Centropus bengalensis Bubut alang-alang 1 0.01 -4.56 0.05 1.04
Dicaeidae Dicaeum trochileum Cabe jawa 3 0.03 -3.47 0.11 3.13
Estrildidae Lonchura maja Bondol haji 5 0.05 -2.95 0.15 5.21
32
Lonchura punctulata Bondol peking 33 0.34 -1.07 0.37 34.38
Picidae Dendrocopos macei Caladi ulam 1 0.01 -4.56 0.05 1.04
Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Kutilang 17 0.18 -1.73 0.31 17.71
Rallidae Amaurornis phoenicurus Kareo padi 1 0.01 -4.56 0.05 1.04
Sylviidae Orthotomus ruficeps Cinenen kelabu 1 0.01 -4.56 0.05 1.04
Jumlah 13 13 96 1.82 100.00
C
Aegithinidae Aegithina tiphia Cipoh kacat 1 0.02 -4.11 0.07 1.64
0.73
Apodidae Collocalia linchi Walet linchi 8 0.13 -2.03 0.27 13.11
Champephagidae Pericrocotus cinnamomeus Sepah kecil 1 0.02 -4.11 0.07 1.64
Columbidae Streptopelia chinensis Tekukur 4 0.07 -2.72 0.18 6.56
Estrildidae Lonchura maja Bondol haji 2 0.03 -3.42 0.11 3.28
Lonchura punctulata Bondol peking 25 0.41 -0.89 0.37 40.98
Picidae Dendrocopos macei Caladi ulam 1 0.02 -4.11 0.07 1.64
Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Kutilang 17 0.28 -1.28 0.36 27.87
Turcinidae Turnix suscitator Gemak loreng 2 0.03 -3.42 0.11 3.28
Jumlah 9 9 61 1.59 100.00
D
Alcedinidae Alcedo coerulescens Raja udang biru 1 0.02 -3.74 0.09 2.38
0.70
Apodidae Collocalia linchi Walet linchi 20 0.48 -0.74 0.35 47.62
Columbidae Treron vernans Punai gading 3 0.07 -2.64 0.19 7.14
Cuculidae Centropus bengalensis Bubut alang-alang 1 0.02 -3.74 0.09 2.38
Dicaeidae Dicaeum trochileum Cabe jawa 1 0.02 -3.74 0.09 2.38
Estrildidae Lonchura punctulata Bondol peking 12 0.29 -1.25 0.36 28.57
Nectariniidae Nectarinia jugularis Madu sriganti 2 0.05 -3.04 0.14 4.76
Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Kutilang 2 0.05 -3.04 0.14 4.76
Jumlah 8 8 42 1.46 100.00
Alcedinidae Alcedo coerulescens Raja udang biru 2 0.04 -3.22 0.13 4.00
33
E
Alcedo meninting Raja udang meninting 1 0.02 -3.91 0.08 2.00
0.85
Apodidae Collocalia linchi Walet linchi 10 0.20 -1.61 0.32 20.00
Artamidae Artamus leucorhynchus Kekep babi 4 0.08 -2.53 0.20 8.00
Champephagidae Pericrocotus cinnamomeus Sepah kecil 10 0.20 -1.61 0.32 20.00
Cisticolidae Cisticola juncidis Cici padi 1 0.02 -3.91 0.08 2.00
Columbidae Streptopelia chinensis Tekukur 1 0.02 -3.91 0.08 2.00
Cuculidae Centropus bengalensis Bubut alang-alang 3 0.06 -2.81 0.17 6.00
Estrildidae Lonchura punctulata Bondol peking 6 0.12 -2.12 0.25 12.00
Nectariniidae Nectarinia jugularis Madu sriganti 1 0.02 -3.91 0.08 2.00
Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Kutilang 9 0.18 -1.71 0.31 18.00
Rallidae Amaurornis phoenicurus Kareo padi 1 0.02 -3.91 0.08 2.00
Gallinula chloropus Mandar batu 1 0.02 -3.91 0.08 2.00
Jumlah 13 13 50 2.18 100.00
34
Lampiran 2. Keanekeragaman Jenis Burung di Situ Cihuni
No. Famili Nama latin Nama lokal Jumlah
individu Pi ln Pi
Pi ln
Pi Di E
1 Aegithinidae Aegithina tiphia Cipoh kacat 2 0.01 -5.08 0.03 0.62
0.70
2
Alcedinidae
Alcedo coerulescens Raja udang biru 5 0.02 -4.16 0.06 1.56
3 Alcedo meninting Raja udang meninting 1 0.00 -5.77 0.02 0.31
4 Todirhamphus chloris Cekakak sungai 1 0.00 -5.77 0.02 0.31
5 Apodidae Collocalia linchi Walet linchi 77 0.24 -1.43 0.34 23.99
6 Ardeidae Ixobrychus cinnamomeus Bambangan merah 1 0.00 -5.77 0.02 0.31
7 Artamidae Artamus leucorhynchus Kekep babi 6 0.02 -3.98 0.07 1.87
8 Champephagidae Pericrocotus cinnamomeus Sepah kecil 14 0.04 -3.13 0.14 4.36
9 Cisticolidae Cisticola juncidis Cici padi 1 0.00 -5.77 0.02 0.31
10 Columbidae
Streptopelia chinensis Tekukur 16 0.05 -3.00 0.15 4.98
11 Treron vernans Punai gading 3 0.01 -4.67 0.04 0.93
12 Cuculidae Centropus bengalensis Bubut alang-alang 6 0.02 -3.98 0.07 1.87
13 Dicaeidae Dicaeum trochileum Cabe jawa 7 0.02 -3.83 0.08 2.18
14 Estrildidae
Lonchura maja Bondol haji 7 0.02 -3.83 0.08 2.18
15 Lonchura punctulata Bondol peking 90 0.28 -1.27 0.36 28.04
16 Nectariniidae Nectarinia jugularis Madu sriganti 5 0.02 -4.16 0.06 1.56
17 Passeriformes Passer montanus Burung gereja 12 0.04 -3.29 0.12 3.74
18 Picidae Dendrocopus macei Kaladi ulam 4 0.01 -4.39 0.05 1.25
19 Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Kutilang 58 0.18 -1.71 0.31 18.07
20 Rallidae
Amaurornis phoenicurus Kareo padi 2 0.01 -5.08 0.03 0.62
21 Gallinula chloropus Mandar batu 1 0.00 -5.77 0.02 0.31
22 Sylviidae Orthotomus ruficeps Cinenen kelabu 1 0.00 -5.77 0.02 0.31
23 Turcinidae Turnix suscitator Gemak loreng 2 0.01 -5.08 0.03 0.62
Jumlah 322 2.16
35
Lampiran 3. Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Burung pada Setiap Strata
Strata Famili Nama latin Nama lokal Jumlah individu
B Apodidae Collocalia linchi Walet linchi 10
1 1 1 10
C
Aegithinidae Aegithina tiphia Cipoh kacat 2
Alcedinidae Todirhamphus chloris Cekakak sungai 1
Apodidae Collocalia linchi Walet linchi 56
Artamidae Artamus leucorhynchus Kekep babi 6
Champephagidae Pericrocotus cinnamomeus Sepah kecil 8
Columbidae Streptopelia chinensis Tekukur 13
Cuculidae Centropus bengalensis Bubut alang-alang 1
Dicaeidae Dicaeum trochileum Cabe jawa 3
Estrildidae Lonchura punctulata Bondol peking 3
Nectariniidae Nectarinia jugularis Madu sriganti 3
Picidae Dendrocopos macei Kaladi ulam 4
Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Kutilang 46
Sylviidae Orthotomus ruficeps Cinenen kelabu 1
13 13 13 147
D
Apodidae Collocalia linchi Walet linchi 11
Champephagidae Pericrocotus cinnamomeus Sepah kecil 6
Columbidae Streptopelia chinensis Tekukur 1
Treron vernans Punai gading 3
Cuculidae Centropus bengalensis Bubut alang-alang 5
Dicaeidae Dicaeum trochileum Cabe jawa 4
Estrildidae Lonchura maja Bondol haji 6
36
Lonchura punctulata Bondol peking 80
Nectariniidae Nectarinia jugularis Madu sriganti 2
Passeriformes Passer montanus Burung gereja 12
Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Kutilang 12
9 11 11 142
E
Alcedinidae Alcedo coerulescens Raja udang biru 5
Alcedo meninting Raja udang meninting 1
Ardeidae Ixobrychus cinnamomeus Bambangan merah 1
Cisticolidae Cisticola juncidis Cici padi 1
Columbidae Streptopelia chinensis Tekukur 2
Estrildidae Lonchura maja Bondol haji 1
Lonchura punctulata Bondol peking 7
Rallidae Amaurornis phoenicurus Kareo padi 2
Gallinula chloropus Mandar batu 1
Turcinidae Turnix suscitator Gemak loreng 2
7 10 10 23
37
Lampiran 4. Hasil Principal Component Analysis Menggunakan SPSS
KMO and Bartlett's Testa
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,648
Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 20,233
df 6
Sig. ,003
a. Only cases for which jumlah_burung = 2 are used in the analysis phase.
Total Variance Explaineda
Component
Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings
Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative %
1 3,537 88,427 88,427 3,537 88,427 88,427 2,146 53,659 53,659
2 ,452 11,301 99,728 ,452 11,301 99,728 1,843 46,068 99,728
3 ,010 ,247 99,974
4 ,001 ,026 100,000
Extraction Method: Principal Component Analysis.
a. Only cases for which jumlah_burung = 2 are used in the analysis phase.
38
Component Matrixa,b
Component
1 2
intensitas_cahaya ,899 ,434
kelembapan_udara -,996 ,073
suhu_udara ,992 ,113
kec_angin -,867 ,496
Extraction Method: Principal Component Analysis.
a. 2 components extracted.
b. Only cases for which jumlah_burung = 2 are used in the analysis phase.
39
Lampiran 5. Jumlah Burung di Situ Cihuni pada Pagi dan Sore Hari
Waktu Famili Nama latin Nama lokal Jumlah
Pagi
Alcedinidae
Alcedo
coerulescens Raja udang biru 5
Alcedo
meninting
Raja udang
meninting 1
Todirhamphus
chloris Cekakak sungai 1
Apodidae Collocalia linchi Walet linchi 56
Ardeidae Ixobrychus
cinnamomeus
Bambangan
merah 1
Artamidae Artamus
leucorhynchus Kekep babi 4
Champephagidae Pericrocotus
cinnamomeus Sepah kecil 11
Cisticolidae Cisticola
juncidis Cici padi 1
Columbidae
Streptopelia
chinensis Tekukur 9
Treron vernans Punai gading 3
Cuculidae Centropus
bengalensis
Bubut alang-
alang 5
Dicaeidae Dicaeum
trochileum Cabe jawa 4
Estrildidae
Lonchura maja Bondol haji 4
Lonchura
punctulata Bondol peking 49
Nectariniidae Nectarinia
jugularis Madu sriganti 3
Passeriformes Passer
montanus Burung gereja 7
Picidae Dendrocopos
macei Caladi ulam 4
Pycnonotidae Pycnonotus
aurigaster Kutilang 43
Rallidae
Amaurornis
phoenicurus Kareo padi 2
Gallinula
chloropus Mandar batu 1
Sylviidae Orthotomus
ruficeps Cinenen kelabu 1
Turcinidae Turnix
suscitator Gemak loreng 1
Jumlah 216
Aegithinidae Aegithina tiphia Cipoh kacat 2
Apodidae Collocalia linchi Walet linchi 21
40
Sore
Artamidae Artamus
leucorhynchus Kekep babi 2
Champephagidae Pericrocotus
cinnamomeus Sepah kecil 3
Columbidae Streptopelia
chinensis Tekukur 7
Cuculidae Centropus
bengalensis
Bubut alang-
alang 1
Dicaeidae Dicaeum
trochileum Cabe jawa 3
Estrildidae
Lonchura maja Bondol haji 3
Lonchura
punctulata Bondol peking 41
Nectariniidae Nectarinia
jugularis Madu sriganti 2
Passeriformes Passer
montanus Burung gereja 5
Pycnonotidae Pycnonotus
aurigaster Kutilang 15
Turcinidae Turnix
suscitator Gemak loreng 1
Jumlah 106
41
Lampiran 6. Status Konservasi Burung di Situ Cihuni
No. Famili Nama latin Nama lokal Status konservasi
IUCN Permen LHK No. 106 Tahun 2018 CITES
1 Aegithinidae Aegithina tiphia Cipoh kacat LC - -
2
Alcedinidae
Alcedo coerulescens Raja udang biru LC - -
3 Alcedo meninting Raja udang meninting LC - -
4 Todiramphus chloris Cekakak sungai LC - -
5 Apodidae Collocalia linchi Walet linchi LC - -
6 Ardeidae Ixobrychus cinnamomeus Bambangan merah LC - -
7 Artamidae Artamus leucorhynchus Kekep babi LC - -
8 Champephagidae Pericrocotus cinnamomeus Sepah kecil LC - -
9 Cisticolidae Cisticola juncidis Cici padi LC - -
10 Columbidae
Streptopelia chinensis Tekukur LC - -
11 Treron vernans Punai gading LC - -
12 Cuculidae Centropus bengalensis Bubut alang-alang LC - -
13 Dicaeidae Dicaeum trochileum Cabe jawa LC - -
14 Estrildidae
Lonchura maja Bondol haji LC - -
15 Lonchura punctulata Bondol peking LC - -
16 Nectariniidae Nectarinia jugularis Madu sriganti LC - -
17 Passeriformes Passer montanus Burung gereja LC - -
18 Picidae Dendrocopus macei Kaladi ulam LC - -
19 Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Kutilang LC - -
20 Rallidae
Amaurornis phoenicurus Kareo padi LC - -
21 Gallinula chloropus Mandar batu LC - -
22 Sylviidae Orthotomus ruficeps Cinenen kelabu LC - -
23 Turcinidae Turnix suscitator Gemak loreng LC - -
42
42
Lampiran 7. Dokumentasi Jenis-Jenis Burung di Situ Cihuni
7.1. Cipoh kacat
(Aegithina tiphia)
7.2. Burung raja udang biru
(Alcedo coerulescens)
7.3. Burung raja udang meninting
(Alcedo meninting)
7.4. Cekakak sungai
(Todirhampus chloris)
7.5. Walet linci
(Collocalia linchi)
7.6. Bambangan merah
(Ixobrychus cinnamomeus)
7.7. Kekep babi
(Artamus leucorhynchus)
7.8. Sepah kecil
(Pericrocotus cinnamomeus)
43
7.9. Cici padi
(Cisticola juncidis)
7.10. Tekukur
(Streptopelia chinensis)
7.11. Punai gading
(Treron vernans)
7.12. Bubut alang-alang
(Centropus bengalensis)
7.13. Cabe jawa
(Dicaeum trochileum)
7.14. Bondol haji
(Lonchura maja)
7.15. Bondol peking
(Lonchura punctulata)
7.16. Madu sriganti
(Nectarinia jugularis)
44
7.17. Burung gereja
(Passer montanus)
7.18. Caladi ulam
(Dendrocopos macei)
7.19. Kutilang
(Pynonotus aurigaster)
7.20. Kareo padi
(Amaurornis phoenicurus)
7.21. Mandar batu
(Gallinula chloropus)
7.22. Cinenen kelabu
(Orthotomus chloropus)
7.23. Gemak loreng
(Turnix suscitator)