pemantauan radioekologi kelautan di...
TRANSCRIPT
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
351
PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI PERAIRAN BANGKA
BARAT DAN BANGKA SELATAN: PEMANTAUAN LINGKUNGAN LAUT
PADA RADIUS 10 KM DARI CALON LOKASI PLTN
Heny Suseno, Wahyu Retno Prihatiningsih
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN
ABSTRAK
PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI PERAIRAN BANGKA BARAT
DAN BANGKA SELATAN:PEMANTAUAN LINGKUNGAN LAUT PADA RADIUS 10 KM
DARI CALON LOKASI PLTN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar
wilayahnya adalah perairan. Penelitian dan pengembangan radioekologi kelautan sangat strategis
sebagai salah satu upaya melakukan perlindungan pada lingkungan perairan laut Indonesia. Salah
satu bagian dari riset radioekologi kelautan adalah pemantauan lingkungan di perairan pesisir
sebagian wilayah Indonesia untuk memperoleh baseline data radionuklida. Baseline data radionuklida
antropogenik (terutama 137
Cs dan 239/240
Pu) dibutuhkan untuk studi calon tapak PLTN di Bangka
Belitung dan untuk mengetahui dampak kecelakaan nuklir di Fukushima terhadap perairan laut
Indonesia. Radionuklida antropogenik sebelum operasional PLTN di Provinsi Bangka Belitung dn
pasca kecelakaan di Fukushima yang terdeteksi pada sampel sedimen dan air adalah 137
Cs dan 239/240
Pu.
Pada sampel biota laut hanya terdeteksi 137
Cs. Baseline data 137
Cs di dua lokasi calon PLTN untuk
kopartemen air, sedimen dan bioata masing-masing berkisar 0,49 -0,66 mBq.l-1
; <LD - 2,33 Bq.Kg-1
;
1,02 - 109,75 mBq.Kg-1
. Baseline data rerata 239/240
Pu pada kedua lokasi tersebut untuk kompartemen
air dan sedimen masing-masing 3,28 - 4,19 µBq.l-1
dan 1,45 - 1,54 Bq.Kg-1
. Baseline data radionuklida
tersebut masih merupakan karakter global fall out.
Kata kunci: baseline data, 137
Cs, 239/240
Pu, calon tapak PLTN, Fukushima, bioindikator
ABSTRACT
MARINE RADIOECOLOGICAL MONITORING AT WEST AND SOUTH BANGKA
COASTAL: MARINE ENVIRONMENT MONITORING AT RADIUS 10 KM FROM
CANDIDATE LOCATION OF NPP. Indonesia is an archipelago territory that most of area were
covered with seawater. Research and development of marine radioecology is very strategic as one of
effort in the protection of the marine environment. One part of the marine radioecological research are
environmental monitoring in some Indonesia coastal areas to obtain radionuclides baseline data.
Baseline data of anthropogenic radionuclides (mainly 137
Cs and 239/240
Pu) are needed for nuclear power
plant site prospective study in the Bangka Belitung and for determining the impact of the nuclear
accident in Fukushima to Indonesian marine areas. The results indicate that only 137
Cs and 239/240
Pu as
anthropogenic radionuclides were detected in marine environment samples from Bangka Belitung
Province after the Fukushima accident. The baseline data of 137
Cs on two candidate sites for nuclear
power plants in seawater, sediments and bioatas were ranging 0.49 -0.66 mBq.l-1
; below detection limit
- 2.33 Bq.Kg-1
; 1.02 – 109.75 mBq.Kg-1
. respectively. The average of 239/240
Pu concentration on
water and sediments in these site were ranged from 3.28 to 4.19 μBq.l-1
and 1.45 to 1.54 Bq.kg-1
respectively. 24 l.kg-1
.
Key word: baseline data, 137
Cs, 239/240
Pu, site candidates of NPP, Fukushima, bioindicator
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
352
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara maritim yang rawan tercemar berbagai
kontaminan baik radioaktif maupun non radioaktif. Penelitian dan pengembangan
radioekologi kelautan sangat strategis sebagai salah satu upaya melakukan
perlindungan pada lingkungan perairan laut Indonesia. Pada awalnya studi
radioekologi focus terhadap dampak dari peristiwa uji coba senjata nuklir di atmosfer
pada tahun 1950an dan 1960an. Fokus radioekologi kelautan berkembang menjadi
alat untuk mengakses kontaminasi zat radioaktif dan mengevaluasi dosis yang
diterima oleh suatu populasi. Perkembangan berikutnya digunakan untuk
memecahkan masalah lingkungan perairan laut. Penggunaan radiotracer
meningkatkan pemahaman perilaku polutan di dalam lingkungan perairan laut [1].
Mengacu pada fokus kegiatan radioekologi kelautan, riset yang berkembang meliputi:
(1) kegiatan pemantauan lingkungan laut untuk memperoleh data dasar
konsentrasi radionuklida sebelum terdapat fasilitas nuklir dan status
konsentrasi setelah terjadinya suatu kecelakaan atau terlepasnya zat radioaktif.
(2) Penggunaan radiotracer untuk memahami perpindahan dan akumulasi
kontaminan dalam ekosistem laut.
Penelitian radioekologi dalam lingkup pemantauan lingkungan lebih banyak
bertujuan untuk memperoleh data dasar (baseline) radioaktivitas pada berbagai
kompartemen lingkungan kelautan pra konstruksi dan pra operasional Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Data tersebut akan menjadi pembanding perubahan
radioaktivitas lingkungan kelautan jika suatu saat PLTN dibangun dan dioperasikan.
Data dasar radioaktivitas lingkungan sangat diperlukan bagi perencanaan PLTN dan
fasilitas nuklir lainnya. Internaional Atomic Energy Agency (IAEA) mensyaratkan
sebelum seluruh jenis fasilitas nuklir termasuk reaktor riset dan PLTN beroperasi
harus dilakukan studi level background radioaktifitas lingkungan [2-4]. Disisi lain
kegiatan pemantauan lingkungan ini juga difokuskan untuk mengantisipasi dampak
kecelakaan nuklir di Fukushima. Kecelakaan nuklir di Fukushima akibat gempa bumi
yang diikuti tsunami pada tanggal 11 Maret 2011 telah melepaskan radionuklida
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
353
produk fisi seperti 131
I (t1/2 8,1 hari), 134
Cs (t1/2 2,06 tahun) dan 137
Cs (t1/2 30.2 tahun)
ke atmosfir, daratan dan lingkungan laut[5]. Radionuklida yang mudah larut dalam
air seperti 137Cs dan 134Cs selanjutnya bercampur dengan massa air laut lainnya dan
bermigrasi memasuki wilayah perairan lainnya. Laut Sanriku di sebelah tenggara
pulau Honshu merupakan daerah percampuran air dimana terdapat tiga aliran
massa: Tsugaru, Oyashio dan Kuroshio Water. Arus Tsugaru yang berasal dari arus
Tsushima mengalir ke Samudra Pasifik[5-7]. Sebagai konsenkuensi masuknya
radionuklida tersebut ke perairan Samudra Pasifik, dikhawatirkan memberikan
dampak radiologi di laut dan pesisir negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
Pada makalah ini dibahas hasil-hasil kegiatan radioekologi yang berhubungan
dengan pemantauan radionuklida dan prilaku bioakumulasi kontaminan
(direpresentasikan oleh 137
Cs). Pemantauan lingkungan telah dilakukan untuk
memperoleh baseline data pra operasional PLTN dan status konsentrasi radionuklida
di perairan laut Indonesia pasca kecelakaan nuklir di Fukushima.
BAHAN DAN TATA KERJA
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain: bahan acu standard
untuk analisis radionuklida gamma dalam bentuk geometri sedimen, air dan biota;
tracer 240Pu, 137Cs dan 203Hg; ammonium fosfomolibdat (AMP), heksasianoferat(II),
HgSO4, bahan kimia untuk analisis plutonium, bahan plastik dan bahan gelas.
Peralatan utama yang digunakan: 3 unit Gamma spectrometer beresolusi
tinggi detector HPGe masing-masing Canberra tipe GX2018, Canberra tipe GC2020
dan Ortex tipe GMX 25P4-76; spectrometer alpha Canberra tipe 7200-04
Tata Kerja
Pemantauan Lingkungan
Pemantauan lingkungan pada studi radioekologi ini meliputi zone di sekitar
2 lokasi calon tapak PLTN yaitu Teluk Inggris (Kabupaten Bangka Barat) dan
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
354
Tanjung Berani-Tanjung Krasak (Kabupaten Bangka Selatan) Wilayah studi
ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi tapak PLTN di Bangka Barat dan Selatan
a. Sebanyak 2 kg sedimen pesisir dan laut diambil dari zone disekitar tapak,
regional dan sub regional. Untuk zone disekitar tapak pengambilan sampel
dilakukan sebanyak 10 stasiun pada radius 0 – 10 km, 2 sampai 4 stasion pada
zone sub regional dan regional. Hal yang sama dilakukan untuk sampel air.
Jumlah sampel air yang diambil sebanyak 100 – 300 liter. Sepuluh biota laut
lokal antara lain: beberapa jenis ikan yang dikonsumsi penduduk , crustasea
laut, moluska diambil dari pelelangan ikan di Bangka Barat dan Bangka
Selatan.
b. Analisis radionuklida pemancar gamma meliputi radionuklida-radionuklida
alam dan antropogenik menggunakan spektrometer gamma. Radionuklida
antropogenik pemancar gamma seperti 137Cs, 134Cs dan lain-lain pada
sedimen dilakukan menggunakan metoda pengukuran langsung dengan waktu
pencacahan 2-5 hari sedangkan dalam air digunakan metoda pretreatment
sampel bervolume besar yang terabsopsi dalam amonium fosfomolibdat,
heksasianoferat (II) dan filter yang berlapis heksasionoferat. Analisis
radionuklida pemancar gamma pada air dan biota dilakukan dengan
pencacahan langsung maupun preparasi radiokimia. Analisis radionuklida
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
355
buatan pemancar alpha (239/240Pu) dilakukan secara terbatas (hanya 2
stasiun) menggunakan alfa spektrometer yang sebelumnya dilakukan
preparasi berdasarkan perlakuan radiokimia.
c. Program jaminan kualitas pengukuran dilakukan dengan mengikuti dua
kegiatan profisiensi/uji banding laboratorium yaitu: IAEA-TEL-2011-03
Worldwide proficiency test (IAEA Siberdoft Vienna), RCA/RAS 7/021
Ceasium determination in sea water (MEL IAEA, Monaco).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan, Validasi Metoda, Pemapanan Program Jaminan Kualitas dan
Uji
Profisensi
Kandungan radionuklida antropogenik seperti 137
Cs dan 239/240
Pu dilingkungan
perairan laut sangat kecil karena tidak ada kegiatan/fasilitas nuklir di daerah Bangka
Belitung dan wilayah studi lainnya. Disisi lain untuk kegiatan pengumpulan baseline
data, radionuklida tersebut harus terdeteksi yang nantinya akan digunakan sebagai
pembanding pada saat pengoperasian PLTN maupun kejadian kecelakaan nuklir.
Pengembangan dan adaptasi metoda analisis yang dilakukan antara lain harus
dilakukan. Pengembangan metoda dan adaptasi sebelum ini dilakukan memulai
kegiatan pemantauan lingkungan. Radionuklida antrogenik dipekatkan dari sampel
bervolume besar (>100 liter) melalui tahapan proses koagulasi dan pertukaran ion,
kromatografi dan pengukuran.
Metoda pemekatan konsentrasi 137
Cs dalam air laut yang digunakan adalah
ammonium 12-molybdophosphate[(NH4)3Mo1204o.xH20] atau yang lebih dikenal
dengan AMP[8]. Ammonium 12-molybdophosphate mempunyai kemampuan
menukar ion dan selektifitasnya terhadap Cs lebih tinggi dibandingkan resin organik
konvensional lainnya seperti DOWEX. Nilai faktor pemisahan Cs+/Na
+ oleh AMP
sebesar 6000, disisi lain nilai Faktor Pemisahan kedua ion tersebut pada resin
DOWEX-50 hanya sebesar 2,4. Metoda lain yang digunakan adalah garam logam
transisi dengan hexacyanoferrate(II) dapat mengikat ion logam kedalam kisi
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
356
kristalnya. Kekuatan mengikat logam alkali oleh hexacyanoferrate(II)
Li<Na<K<Rb<Cs. Seperti halnya AMP, penukar ion hexacyanoferrate(II)juga
menunjukkan selektifitas spesifik pada Cs. Radioisotop 239/240Pu di dalam air bersifat
partikel reaktif sehingga pemekatannya dapat mudah dilakukan oleh MnO2.
Manggan oksida dalam bentuk suspensi mudah mengabsorpsi 239/240Pu.
Metoda analisis yang dikembangkan dan divalidasi ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengembangan dan Validasi Metoda
Analisis Metoda Hasil yang diperoleh
Radionuklida
alam
Pengukuran langsung
menggunakan Gamma
spectrometer
Tervalidasi menggunakan
bahan acu bersertifikat
137Cs
(dalam air
laut)
Modifikasi pemekatan
kandungan 137
Cs dalam air
laut menggunakan
Cu2[Fe(CN)6] yang dicoating
pada filter
Tervalidasi menggunakan
simulasi 137
Cs dalam air
laut.
(Recovery : + 30%)
Modifikasi pemekatan
kandungan 137
Cs dalam air
laut menggunakan
Cu2[Fe(CN)6] sebagai
pengikat
Tervalidasi menggunakan
simulasi 137
Cs dalam air
laut.
(Recovery + 78%)
Modifikasi pemekatan
kandungan 137
Cs dalam air
laut menggunakan AMP
sebagai pengikat
Tervalidasi menggunakan
simulasi 137
Cs dalam air
laut.
(Recovery + 63%) 239
Pu
(dalam air
laut)
Adaptasi dan modifikasi
metoda pengendapan dan
absorpsi MnO2
Tervalidasi menggunakan
simulasi 242
Pu dalam air
laut.
(Recovery + 55%)
Peningkatan jaminan kualitas juga ditempuh melalui keikutsertaan dalam uji
profisiensi atau uji banding yang diselenggarakan oleh International Atomic Energy
Agency. Hasil uji banding ini dapat digunakan sebagai koreksi dan acuan. Kriteria
hasil pengukuran dapat diterima adalah [9-10]:
�� ≤ �� ……………………………………………..…………… (1)
�� = ��� − �� �� ……………………………………….……… (2)
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
357
�� = 2,58��� ����� − ���������� …………………………………… (3)
� = �� �� ���� !"�#� ����$2 + � ��������� !"�#� ����$
2 &100%
…………….. (4)
dimana C adalah konsentrasi analit yang sebenarnya (IAEA) dan hasil pengukuran
laboratorium (lab), P bergantung secara langsung pada ketidakpastiaan pengukuran
yang ditetapkan oleh peserta profisiensi test. Batasan presisi yang diterima (LAP)
ditetapkan oleh IAEA. Peserta profisiensi test hasilnya dapat diterima jika P< LAP.
Hasil profisiensi test ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Profisiensi Test
Uji profisiensi/Penyelenggara Keterangan/Capaian
IAEA-TEL-2011-03 Worldwide
proficiency test (IAEA Siberdoft
Vienna)
Radioisotop 60
Co, 134
Cs, 137
Cs di dalam air
laut, 228
Ac, 214
Bi dan 137
Cs di dalam
sedimen sesuai dengan nilai (Accepted)
RCA/RAS 0721 Cesium determination
in sea water
(MEL IAEA, Monaco)
Radioisotop 134
Cs di dalam air laut sesuai
dengan nilai (Accepted). Radioisotop 137Cs
dalam kategori warning.
Mengacu pada hasil profisiensi test, maka analisis radionuklida-radionuklida
dapat dilakukan tanpa koreksi. Disisi lain untuk analisis radionuklida yang masih
dalam katagori warning hasil profisiensi test dapat dijadikan sebagai faktor koreksi.
Kegiatan Pemantauan Lingkungan Laut
Pemantauan di sekitar tapak PLTN dilakukan pada 68 stasion (digabungkan
dengan data penelitian tahun 2012 dan 2012) yang terdiri dari sampel air dan
sedimen. Hasil pemantauan lingkungan mendeteksi radionuklida alam dan
radionuklida antropogenik(137Cs, 239/240Pu dan 3H). Radionuklida antropogenik
lainnya antara lain seperti 90
Sr dan 141
Am berada di bawah limit deteksi. Hasil
pemantauan lingkungan di sekitar calon tapak PLTN di Pulau Bangka tersaji pada
Gambar 2 sampai dengan 9.
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
358
Gambar 2. Profil konsentrasi 137Cs di dalam sedimen (Bq.kg-1)
Gambar 3. Profil konsentrasi
228Ac di dalam sedimen (Bq.kg
-1)
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
359
Gambar 4. Profil konsentrasi 40
K di dalam sedimen (Bq.kg-1
)
Gambar 5. Profil konsentrasi 226
Ra di dalam sedimen (Bq.kg-1
)
Berdasarkan Gambar 2 sampai dengan 5, konsentrasi radionuklida antropogenik
didalam sedimen yang diwakili oleh 137Cs berkisar <LD (dibawah limit deteksi)
sampai dengan 2,33 Bq.Kg-1
.
Konsentrasi radionuklida antropogenik dalam air yang diwakili oleh 137
Cs
ditunjukkan pada Tabel 3.
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
360
Lokasi Koordinat Konsentrasi (mBq.l-1)
Bangka Barat 105° 07.144' BT 02° 00.156' LS 0,51 ± 0.03
Bangka Barat 105° 07.040' BT 01° 57.369' LS 0,06 ± 0.03
Bangka Barat 105° 06.334' BT 02° 00.508' LS 0,49 ± 0.05
Bangka Barat 105° 06.425' BT 02° 02.402' LS 0,57 ± 0.05
Bangka Barat 105° 07.696' BT 02° 05.159' LS 0, 66 ± 0,05
Bangka Selatan 105° 53.800' BT 02° 36.900' LS 0,49 + 0,05
Mengacu pada Tabel 3, kisaran konsentrasi 137Cs diperairan pesisir laut Bangka
Barat dan Bangka Selatan berkisar antara 0,49 sampai dengan 0,66 mBq.l-1
Konsentrasi 239/241Pu di alam sangat kecil dimana sumber radioisotop tersebut
berasal dari global fall out akibat percobaan nuklir ditahun 1940-1960-an. Untuk
mendeteksi 239/240
Pu di dalam air diperlukan sampel dalam jumlah yang sangat besar
(> 200 liter). Sampel air laut dan sedimen dari berbagai lokasi di Bangka Barat dan
Selatan dihomogenasi dan dianalisis. Hasil analisis ditunjukkan pada Tabel 4
Tabel 4. Rerata Konsentrasi 239/240Pu di dalam air laut dan sedimen
Lokasi Konsentrasi
Air (µBq.l-1
) Sedimen(Bq.kg-1
)
Bangka Barat
4,19+0,32 1,45+0,09
Bangka Selatan
3,28+0.29 1,54+0,12
Data dasar (base line data) radionuklida di dalam biota juga dibutuhkan
dalam studi tapak PLTN. Biota yang dipilih terdiri dari ikan dan kekerangan yang
banyak dikonsumsi oleh penduduk disekitar calon tapak PLTN. Hasil analisis
kandungan radionuklida 137Cs dalam biota laut ditunjukkan pada Tabel 5.
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
361
Tabel 5. Konsentrasi 137Cs dalam biota laut
Biota
137Cs (mBq.kg
-1)
Marine cat fish (Arius thalassinus) 14,15 + 1.51
Baramundi (Lates calcarifer) 62,09 + 7.44
Mackerel (Scomberomorus commerson )
109,75 + 15.32
Coastal crab (Scylla sp) 4,02 + 0.37
Striped eel catfish (Plotosus lineatus) 36,53 + 4.05
White shrimp (Penaeus merguiensis) 6,16 + 0.59
Yellowtail fusilier (Caesio erythrogaster) 8,95 + 9.30
marine bivalve mollusk (Anadara granosa) 10,65 + 1.12
eel tailed fish (Euristhmus microceps)
4,68 + 0.60
Mengacu pada keseluruhan base data yang telah diperoleh dasar radioekologi
kelautan di zona sekitar tapak dan zona regional maka konsentrasi radionuklida
antropogenik (137
Cs dan 239/240
Pu) berasal dari global fall out [11-19]. Data
konsentrasi antropogenik lebih diperlukan dalam studi tapak PLTN dibandingkan
degan radionuklida alam. Pada saat operasional PLTN atau kejadian kecelakaan
nuklir baik di lokasi PLTN maupun di wilayah regional, maka data konsentrasi
radionuklida antropogenik seperti 137
Cs dan 239/240
Pu dapat dijadikan pembanding
untuk menilai dampak yang ditimbulkan.
KESIMPULAN
Radionuklida antropogenik sebelum operasional PLTN di Provinsi Bangka Belitung
dn pasca kecelakaan di Fukushima yang terdeksi pada sampel sedimen dan air adalah
137Cs dan
239/240Pu. Pada sampel biota laut hanya terdeteksi
137Cs. Baseline data
137Cs
di dua lokasi calon PLTN untuk kopartemen air, sedimen dan bioata masing-masing
berkisar 0,49 -0,66 mBq.l-1; <LD - 2,33 Bq.Kg-1; 1,02 - 109,75 mBq.Kg-1. Baseline
data rerata 239/240
Pu pada kedua lokasi tersebut untuk kompartemen air dan sedimen
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
362
masing-masing 3,28 - 4,19 µBq.l-1
dan 1,45 - 1,54 Bq.Kg-1
. Baseline data
radionuklida tersebut masih merupakan karakter global fall out.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Frani. Z, Petrinec B(2006). Marine Radioecology and Waste Management in
The Adriatic, Arh Hig Rada Toksikol 57:347-352 [2]. IAEA (2006). Release of sites from regulatory control on termination of practices
:Safety guide. Safety Standards series No. WSN-G-5.1., International Atomic
Energy Agency, Vienna [3]. IAEA (2010). Programmes and systems for source and environmental radiation
monitoring. Safety Standards series No. 64. International Atomic Energy
Agency, Vienna [4]. IAEA (2005). Environmental and source monitoring for purposes of radiation
protection : safety guide. Safety Standards series No. RS-G 1.8. International
Atomic Energy, Vienna [5]. M. Inoue, H. Kofuji, Y. Hamajima , S. Nagao, K. Yoshida, M. Yamamoto
(2012). 134
Cs and 137
Cs activities in coastal seawater along Northern Sanriku and
Tsugaru Strait, northeastern Japan, after Fukushima Dai-ichi Nuclear Power
Plant accident, Journal of Environmental Radioactivity 111: 116-119. [6]. Internationl Atomic Energy Agency (2012). Marine benchmark study on the
possible impact of the Fukushima radioactive releases in the Asia-Pacific Region
Technical Cooperation (TC) Programme REGIONAL PROJECT DOCUMENT
for the IAEA Technical Cooperation Programme 2011–2015, IAEA, Vienna
2011 [7]. F. Piñero García, M.A. Ferro García (2012).Traces of fission products in
southeast Spain after the Fukushima nuclear accident. Journal of Environmental
Radioactivity, doi:10.1016/j.jenvrad.2012.01.011 [8]. S. Gaur (1996). Review Determination of Cs-137 in environmental water by ion-
exchange chromatography. Journal of Chromatography A, 733 (1996) 57-71 [9]. IAEA (2011) Individual Evaluation Report for Laboratory No. 219. The IAEA-
TEL-2011-03 World-wide open proficiency test, IAEA Vienna [10]. IAEA (2012) Individual Evaluation Report for Laboratory No. 9. RCA
RAS/7/021 Proficiency Test for Caesium Determination in Sea Water, IAEA ,
Monaco [11]. Barsanti, F., Conte, I. D., Iurlaro, G., Battisti, P., Bortoluzzi, S., Lorenzelli, R.,
Salvi, S.,
Zicari, S., Papucci, C., Delfanti, R(2012). Environmental radioactivity analyses
in Italy following the Fukushima Dai-ichi nuclear accident. J. Environ. Rad.
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2012 ISSN 0852-2979
363
doi:10.1016/j.jenvrad.2011.12.020 [12]. Duran, E.B., Povinec, P.P., Fowler, S.W., Airey, P.L., Hong, G.H.(2004).
137Cs
and 239/240
Pu Levels in the Asia-Pacific Regional Seas. J. Environ. Rad. 76, 139–
160. [13]. Figueira, C.L., Tessler, M.G., Mahiques, M.M., Cunha, I.I(2006). Distribution of
137Cs, 238Pu and 239/ 240Pu in Sediments of the Southeastern Brazilian Shelf–SW
Atlantic Margin, J. Sci. Total Environ. 357, 146–159. [14]. Gasco, C., Anton, M.P., Delfanti, R., Gonzalez, A.M., Meral, J., Papucci, C
(2002). Variation of the activity concentrations and fluxes of natural (210
Po, 210
Pb) and anthropogenic (239,240
Pu, 137
Cs) radionuclides in the Strait of Gibraltar
(Spain). J. Environ. Rad. 62, 241–262. [15]. Godoy, J.M., Carvalho, Z.L., Fernandes, F.C., Danelon, O.M., Ferreira, A.C.M.,
Luiz Alfredo, R(2003). 137
Cs in Marine samples from the Brazilian Southeastern
coastal region. J. Environ. Rad. 70, 193–198. [16]. Huh, C-A., Su, C-C., Tu, Y-Y., Shao, K-T., Chen, C-Y., Cheng, I-J (2004).
Marine environmental radioactivity near nuclear power plants in Northern
Taiwan. J. Mar. Sci. and Tech. 12, 418-423. [17]. Kim Chang-Kyu., Jong-In Byun., Jeong-Suk Chae., Hee-Yeoul Choi., Seok-Won
Choi., Dae-Ji Kim., Yong-Jae Kim., Dong-Myung Lee., Won-Jong Park., Seong
A. Yim., Ju-Yong Yun(2012). Radiological impact in Korea following the
Fukushima nuclear accident. J. Environ. Rad. 111, 70-82 [18]. Kim Yeongkyoo., Sujin Cho., Hee-Dong Kang., Wan Kim., Heung-Rak Lee., Si-
Hong Doh., Kangjoo Kim., Sung-Gyu Yun., Do-Sung Kim., Gi Young
Jeong(2006). Radiocesium reaction with illite and organic matter in marine
sediment. Mar. Pollut. Bull. 52, 659–665. [19]. Yii, M.Y., Zaharudin, A., Norfaizal, M.(2007). Concentration of radiocaesium
137Cs and
134Cs in sediments of the Malaysian marine environment. J. Applied
Rad. and Isotopes. 65, 1389–1395