pemasaran
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini pemasaran telah mengalami perkembangan yang sangat cepat,
hal ini ditandai dengan sejumlah perubahan yang terjadi. Perubahan ini tidak saja
dari sisi konsep pemasaran tapi juga dari sisi praktek pemasarannya.
Salah satu perubahan yang terjadi pada pemasaran adalah pada strategi
pemasaran, yaitu pada kebijaksanaan distribusi. Kebijaksanaan ini meliputi semua
kegiatan yang terjadi dalam proses penyampaian barang/jasa dari produsen hingga
sampai ke konsumen akhir. Dalam pendistribusian barang banyak cara yang dapat
dilakukan oleh perusahaan, antara lain dengan menggunakan jaringan distribusi
konvensional seperti menggunakan lembaga-lembaga niaga sebagai perantara atau
dengan memanfaatkan tenaga penjualan langsung. Salah satunya adalah apa yang
disebut dengan Multi Level Marketing (MLM). Roller (1995:3) mengartikan
MLM itu sebagai suatu sistem dimana melalui sebuah induk perusahaan
mendistribusikan barang atau jasanya lewat suatu jaringan orang-orang dalam
membantu bisnis yang independent.
Dalam operasinya perusahaan MLM melakukan pemasaran dengan jalan
membentuk jaringan kerja. Perusahaan merekrut orang yang independent yang
bertindak sebagai distributor untuk produk mereka, yang selanjutnya juga akan
merekrut orang lain lagi untuk menjual produk mereka.
Keberhasilan dari ini sangat tergantung pada distributor-distributor yang
menyebarkan produk perusahaan. Semakin banyak jaringan yang terbentuk maka
2
semakin besar kemungkinan keuntungan yang diperoleh. Bagi distributor imbalan
yang diterimanya berbentuk persentase penjualan terhadap total penjualan
kelompok yang direkrutnya serta pendapatan langsung dari produk yang dijualnya
pada pelanggan/ konsumen akhir.
Struktur MLM pada prinsipnya tidak berbeda dengan disribusi barang
lainnya pada pemasaran konvensional. Pada sistem distribusi biasa, setiap
perpindahan barang dari produsen kepada saluran distribusinya hingga pada
konsumen akhir, menimbulkan penambahan biaya seperti penggunaan iklan untuk
penjualan produk atau adanya anggaran periklanan yang sangat besar dan juga
perbedaan harga yang sangat besar untuk agen, gudang, serta saluran distribusi
lainnya. Sedangkan pada sistem MLM, menghilangkan berbagai tingkat
mekanisme tersebut. Seperti pedagang, grosir dan pengecer dalam jaringan
distribusi tersebut diganti oleh distributor yaitu orang yang memperkenalkan
produk perusahaan kepada orang lain. MLM memakai metode periklanan dari
mulut ke mulut dan pelayanan pribadi. Perusahaan yang memakai sistem ini
biasanya tidak mempunyai anggaran yang besar untuk iklan. Para konsumen dapat
mengenal produk dari teman, keluarga, relasi bisnis, atau kenalan lainnya.
Pada sistem konvensional konsumen diransang untuk mencari dan
membeli produk, sedangkan pada sistem MLM adalah sebaliknya, produk yang
mencari konsumen. Namun pada sistem ini juga terdapat kelemahannya pada saat
pelanggan/calon konsumen membutuhkannya, apalagi pelanggan atau calon
konsumen yang tidak sabaran, mereka akan berpindah pada produk serupa yang
mudah ditemukan di pasaran.
3
Akan tetapi banyak saat ini perusahaan MLM yang didirikan dan menjadi
besar serta perusahaan baru yang mempelajari metode-metode MLM untuk
mendistribusikan produk-produk mereka. Banyak produk yang ditawarkan seperti
kosmetika, makanan kesehatan, nutrisi, peralatan rumah tangga, kebutuhan
shopping, dan sebagainya. Salah satu perusahaan yang menjalankan usahanya
dengan sistem MLM ini adalah PT Citra Nusa Insan Cemerlang (CNI) dengan
produknya yang terdiri dari makanan kesehatan (Health Food), makanan dan
minuman (Food and Beverages), produk perawatan diri (Personal Care), produk
kebutuhan rumah tangga (Home Care), dan produk lain-lain. Produk-produk CNI
85 % adalah produk lokal yang bersumber dari alam Indonesia, yang kaya akan
hasil alam tapi sayangnya kurang dimanfaatkan secara optimal. Maka dari itu CNI
berusaha mengangkat produk-produk hasil alam Indonesia, sesuai dengan slogan
Pemerintah: “Cinta Produk Indonesia” dan Kampanye Dunia “Back To Nature”
(Kembali Ke Alam).
CNI sebagai salah satu perusahaan MLM, didirikan di Bandung, pada
bulan Oktober 1986, pertama kali terdaftar dengan nama perusahaan PT
Nusantara Sun-Chlorella Tama (NSCT). Saat itu masyarakat mengenal CNI
sebagai NSCT atau Sun-Chlorella saja, karena saat-saat awal NSCT hanya
menjual produk makanan kesehatan Sun Chlorella A saja. Namun, sejalan dengan
bertumbuhnya ragam produk yang dipasarkan NSCT dan adanya kesempatan go
international, lalu berganti nama menjadi CNI (PT Citra Nusa Insan Cemerlang).
Untuk mempercepat pelayanan pada para anggota, CNI sudah memiliki 11
Kantor Cabang, 35 Cabang Pembantu serta sekitar 217 distributor menjadi
Distribution Centre (DC), yang tersebar di seluruh wilayah indonesia. Point
4
Operator ini dijalankan oleh distributor dengan persyaratan tertentu, berfungsi
sebagai perpanjangan tangan kantor CNI dalam hal distribusi produk, informasi,
pelatihan, serta aktivitas.
Untuk membangun hubungan yang menguntungkan antra perusahaan dan
pelanggan, banyak perusahaan yang sudah menerapkan suatu manajemen
hubungan pelanggan (CRM) dalam mekanisme proses manajemen mereka.
Bagaimanapun caranya agar CRM berhasil, perusahaan menambah investasi
untuk teknologi informasi untuk menyimpan informasi perusahaan dan respon
dari pelanggan.
Sehubungan dengan aktifitas penambahan investasi ini, harus diterapkan
juga suatu proses bisnis untuk melakukan penilaian terhadap keinginan pelanggan
yang terus meningkat. Tapi, diantara begitu banyak alternatif interaksi, yang
terpenting adalah bagaimana suatu perusahaan membangun customer capitalnya.
Customer capital merupakan sumber utama dari keunggulan bersaing pada
ilmu ekonomi (Stewart, 1997; Edvinson dan Malone, 1997; Bontis, 1999).
Customer capital adalah nilai kontribusi penghasilan untuk masa sekarang dan
masa yang akan datang. Hal ini diakibatkan oleh suatu hubungan yang baik antara
suatu organisasi dengan pelanggannya (Bontis,1996; Duffy, 2000). Oleh karena
itu menetapkan suatu hubungan seumur hidup yang menguntungkan dengan
pelanggan telah menjadi tujuan perusahaan-perusahaan multi level pada saat
sekarang ini.
Perusahaan MLM sudah menjadi sektor penting dari penjualan eceran di
Indonesia lebih dari 20 tahun. Walaupun perusahaan MLM dikenal fokus kepada
hubungan yang membangun anggota mereka, namun beberapa artikel dan
5
penelitian telah menunjukkan isu dari pengembangan aktivitas relationship
marketing terhadap pembentukan customer capital.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk membahasnya dalam
bentuk skripsi dengan judul:
“ANALISIS PENGARUH AKTIVITAS RELATIONSHIP MARKETING
TERHADAP PEMBENTUKAN CUSTOMER CAPITAL PADA
PERUSAHAAN MLM (Studi Pada PT. CNI Cabang Padang)”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan data-data yang diuraikan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh aktivitas relationship marketing pada perusahaan
MLM terhadap pembentukan customer capital?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penulis membahas masalah ini adalah:
Untuk melihat sejauh mana pengaruh aktivitas relationship marketing
pada perusahaan MLM terhadap pembentukan customer capital.
1.4 Manfaat Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh aktivitas relationship marketing
pada perusahan MLM terhadap pembentukan customer capital.
6
1.5 Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan
Bab II : Kerangka Konseptual
Bab ini berisi landasan teori, tinjauan hasil penelitian terdahulu,
kerangka pemikiran, model penelitian, dan hipotesis
Bab III : Metode Penelitian
Berisikan objek dan lokasi penelitian, variabel penelitian, sumber data,
teknik pengambilan sampel, alat pengumpulan data, metode analisis,
dan pengujian hipotesis
Bab IV : Perkembangan Bisnis MLM di Indonesia
Bab ini berisikan data perkembangan total penjualan dan peningkatan
jumlah distributor MLM yang ada di Indonesia
Bab V : Analisis Data dan Pembahasan
Bab yang berisikan hasil dan pembahasan dari permasalahan dari
penelitian yang akan dilakukan
Bab VI : Kesimpulan dan Saran
Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil
penelitian dan saran bagi penelitian yang dilakukan
7
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian dan Konsep Pemasaran
Pemasaran bagi suatu perusahaan adalah hal yang sangat mendasar sekali,
sebab dengan adanya kegiatan pemasaran inilah kelangsungan hidup perusahaan
akan dapat tercapai. Dalam dunia persaingan yang semakin ketat, perusahaan
dituntut agar tetap bertahan hidup dan berkembang. Oleh sebab itu, perusahaan
yang akan melakukan kegiatan pemasaran harus memahami permasalahan pokok
yaitu apa itu pemasaran dan konsep daripada pemasaran itu sendiri.
2.1.1.1 Pengertian Pemasaran
Menurut Swasta (1993: 8) Pemasaran adalah keseluruhan sistem dari
kegiatan usaha yang dianjurkan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan, dan mendistribusikan barang/jasa, ide kepada pasar sasaran agar
dapat mencapai tujuan.
Kotler (2002: 9), mendefinisikan pemasaran adalah suatu proses sosial
yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
butuhkan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai
dengan pihak lain.
Irawan dan Farid (1996: 13) mengemukakan defenisi pemasaran itu adalah
semua kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginannya melalui proses pertukaran.
8
Dari definisi pemasaran yang telah diungkapkan diatas dapat dilihat bahwa
pemasaran itu adalah merupakan suatu sistem secara keseluruhan dari awal yaitu
berupa perencanaan sampai dengan mencapai pasar sasarannya yaitu konsumen.
2.1.1.2 Konsep Pemasaran
Seperti yang dikemukakan oleh Kotler (1997: 8) bahwa definisi dari
pemasaran itu bersandar kepada suatu konsep inti:
1. Kebutuhan, keinginan dan permintaan
a. Kebutuhan (Need)
Dasar dari pada pemikiran pemasaran itu dimulai dari adanya keinginan
dan kebutuhan. Manusia membutuhkan makanan, udara, air, an kebutuhan
lain yang bersifat rohani seperti pendidikan, agama dan lain sebagainya.
b. Keinginan (Want)
Keinginan adalah suatu hasrat akan pemuas kebutuhan yang spesifik dan
ini berbeda untuk setiap orang atau bangsa contohnya orang Amerika
menginginkan hamburger, kentang goreng, coca cola, sedangkan yang lain
keinginannya hanya nasi, mangga, dan biji-bijian. Keinginan manusia itu
tidak akan ada habisnya.
c. Permintaan (Demand)
Permintaan adalah keinginan akan produk yang spesifik yang didukung
oleh kemampuan dan kesediaan untuk membelinya, keinginan itu menjadi
permintaan jika didukung oleh daya beli, oleh sebab itu suatu perusahaan
harus mengukur tidak hanya berapa banyak orang yang menginginkan
9
produk mereka tapi yang lebih penting adalah banyak yang betul-betul
mampu membelinya.
2. Produk
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan suatu
kebutuhan dan keinginan.
3. Nilai dan Biaya
Maksudnya adalah perkiraan konsumen atas seluruh kemampuan produk
untuk memuaskan kebutuhannya.
4. Pertukaran dan transaksi
Pertukaran adalah tindakan memperoleh barang yang dikehendaki dari
seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai imbalan. Pertukaran baru akan
terjadi apabila kedua belah pihak dapat menyetujui syarat pertukaran tersebut
yang akan mencapai kesepakatan sehingga terjadi sebuah transaksi.
5. Hubungan dan Jaringan
Pemasaran hubungan adalah praktek membangun hubungan yang memuaskan
pihak-pihak kunci yaitu pelanggan, pemasok, penyalur guna mempertahankan
prefensi dan bisnis jangka panjang. Hasil pemasaran hubungan yang utama
adalah pengembangan asset unik perusahaan yang disebut dengan jaringan
pemasaran. Jaringan itu terdiri dari pihak-pihak pendukung yang
berkepentingan mulai dari pelanggan, pengecer, agen dan pihak-pihak lain
yang bersama-sama dengan pihak perusahaan membangun hubungan yang
saling menguntungkan. Prinsip operasinya sederhana saja yaitu membangun
hubungan jaringan yang baik dengan pihak-pihak kunci yang berkepentingan
dan keuntungan akan mengalir.
10
2.1.2 Saluran Distribusi dan Jenis Saluran Distribusi
Banyak perusahaan yang tidak dapat mencapai target pasar karena tidak
mampu mengelola saluran distribusi dengan baik. Pemilihan saluran distribusi
akan sangat berpengaruh bagi perusahaan.
2.1.2.1 Pengertian Saluran Distribusi
Dalam memasarkan hasil produknya sampai ketangan konsumen
kebanyakan produsen bekerjasama dengan perantara pemasaran, mereka akan
membentuk saluran pemasaran yang sering juga disebut dengan saluran distribusi.
Kotler (1997: 5) menjelaskan Distribusi adalah suatu perangkat organisasi yang
saling tergantung dalam menyediakan satu produk atau jasa untuk digunakan atau
dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis.
Swasta (1993: 200) mendefinisikan distribusi adalah saluran yang
digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen
sampai ke konsumen atau pemakai industri. Dengan distribusi yang baik akan
menjamin pengiriman barang pada waktu yang tepat dan pada tempat yang tepat.
Dengan demikian maka tujuan perusahaan akan tercapai.
Definisi lain dari saluran distribusi menurut Cravens (1998: 28) adalah
jaringan organisasi yang melakukan fungsi-fungsi yang menghubungkan produsen
dengan pengguna akhir, dimana saluran distribusi ini terdiri dari berbagai lembaga
atau badan yang saling tergantung dan saling berhubungan yang berfungsi sebagai
suatu sistem atau jaringan yang sama-sama berusaha menghasilkan dan
mendistribusikan sebuah produk kepada konsumen akhir.
11
Dari definisi-definisi diatas dapat dilihat saluran distribusi itu adalah
perantara yang menghubungkan pemasok dan produsen dengan pengguna akhir
dari barang atau jasa.
2.1.2.2 Tipe Saluran Distribusi
Dalam melakukan kegiatan distribusi banyak pilihan yang dapat dilakukan
oleh suatu perusahaan, hal ini sangat bergantung kepada kondisi suatu perusahaan
dan pasar sasaran serta saluran distribusi yang dapat memberikan hasil yang
optimal bagi perusahaan.
Strategi distribusi yang baik mensyaratkan analisis penetrasi dari alternatif
yang ada untuk memilih jaringan saluran yang sesuai. Untuk memilih saluran
produk yang akan dipasarkan biasanya sering dikaitkan dengan barang yang akan
dijual dimana terdapat dua saluran distribusi menurut Cravens (1998: 29) yaitu :
1. Saluran distribusi untuk barang konsumsi, ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.1.2.2
Saluran Distribusi Barang Konsumsi
Produsen Produsen Produsen Produsen
Grosir Agen
Pengecer GrosirPengecer
Pengecer
KonsumenKonsumenKonsumenKonsumen
12
Sumber: Cravens, David W, 1998, Marketing strategic, Terjemahan Salim, Lina,
edisi IV
2. Saluran distribusi untuk barang industri dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1.2.3
Saluran Distribusi Barang Industri
Sumber: Cravens, David W, 1998, Marketing Strategic, terjemahan Salim, Lina,
Edisi IV
Saluran distribusi yang dipakai dalam saluran MLM dapat dikatakan
merupakan pengembangan dari bentuk saluran yang pertama, karena sistem ini
merupakan bentuk saluran langsung dimana perusahaan memakai agen tunggal
untuk produk yang dipasarkan.
2.1.3 Direct Selling
2.1.3.1 Pengertian Direct Selling
Direct Selling (Penjualan Langsung) adalah : Metode penjualan barang
dan/atau jasa tertentu kepada konsumen dengan cara tatap muka di luar lokasi
eceran tetap oleh jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh Mitra Usaha dan
Produsen
Pemakai
Produsen
Distributor
Pemakai
Produsen
Agen
Pemakai
13
bekerja berdasarkan komisi penjualan, bonus penjualan dan iuran keanggotaan
yang wajar (www.apli.or.id).
Direct Selling terbagi atas:
1. Single Level Marketing (Pemasaran Satu Tingkat), maksudnya adalah :
Metode pemasaran barang dan/atau jasa dari sistem Penjualan Langsung
melalui program pemasaran berbentuk satu tingkat, dimana Mitra Usaha
mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan
barang dan/atau jasa yang dilakukannya sendiri.
2. Multi Level Marketing (Pemasaran Multi Tingkat), maksudnya adalah :
Metode pemasaran barang dan/atau jasa dari sistem Penjualan Langsung
melalui program pemasaran berbentuk lebih dari satu tingkat, dimana
mitra usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil
penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukannya sendiri dan anggota
jaringan di dalam kelompoknya (www.apli.or.id).
Bagaimana kita mengetahui perusahaan yang melakukan penjualan langsung
dengan benar ?
a. Mitra usaha hanya boleh membeli keanggotaan dari perusahaan
satu kali saja.
b. Perusahaan tidak boleh memberikan keuntungan kepada Mitra
Usaha hanya atas hasil rekrut anggota baru.
14
c. Di perusahaan, harus ada barang atau jasa yang diperdagangkan
dan dipergunakan oleh konsumen.
d. Barang tidak dipergunakan sekedar sebagai kedok, yang akan
terlihat bila barangnya dijual dengan harga yang tidak wajar.
e. Keuntungan atau laba yang diperoleh anggota adalah terutama
berdasarkan penjualan barang atau jasa kepada konsumen, bukan
dari rekruting anggota baru.
f. Ada pelatihan tentang pengetahuan produk dan cara menjual
kepada mitra usaha.
g. Ada buy back guarantee (jaminan beli kembali setelah
diperhitungkan semua biaya-biaya terkait) dari perusahaan atas
produk atau inventory yang masih layak jual milik anggota bila
anggota mengundurkan diri dari perusahaan (www.apli.or.id).
2.1.3.2 Perbedaan Direct Selling dengan Sistem Piramida
Tabel 2.1.3.2 Perbedaan Direct Selling dengan Sistem Piramida
PERBEDAAN DIRECT SELLING dan SISTEM PIRAMIDA
No DIRECT SELLING VS SISTEM PIRAMIDA
1.Sudah dimasyarakatkan dan
diterima hampir di seluruh dunia><
Sudah banyak negara yang melarang
dan menindak perusahaan dengan
sistem ini, bahkan pengusahanya
15
ditangkap pihak yang berwajib
2.
Berhasil meningkatkan
penghasilan dan kesejahteraan
para anggotanya dari level atas
sampai level bawah.
><
Hanya menguntungkan bagi orang-
orang yang pertama atau lebih dulu
bergabung sebagai anggota, atas
kerugian yang mendaftar belakang
3.
Keuntungan/keberhasilan Mitra
Usaha ditentukan dari hasil kerja
dalam bentuk
penjualan/pembelian produk/jasa
yang bernilai dan berguna untuk
konsumen.
><
Keuntungan/keberhasilan anggota
ditentukan dari seberapa banyak
yang bersangkutan merekrut orang
lain yang menyetor sejumlah uang
sampai terbentuk satu format
Piramida.
4.
Setiap orang hanya berhak
menjadi Mitra Usaha sebanyak
SATU KALI saja.
><
Setiap orang boleh menjadi anggota
berkali-kali dalam satu waktu
tertentu, menjadi anggota disebut
dengan “membeli KAVLING”, jadi
satu orang boleh membeli beberapa
kavling.
5.
Biaya pendaftaran menjadi
anggota tidak terlalu mahal,
masuk akal dan imbalannya
adalah Starter Kit yang senilai.
Biaya pendaftaran tidak
dimaksudkan untuk memaksakan
><
Biaya pendaftaran anggota sangat
tinggi, biasanya disertai dengan
produk-produk yang jika dihitung
harganya menjadi sangat mahal
(tidak sesuai dengan produk sejenis
yang ada di pasaran). Jika seorang
16
pembelian produk dan bukan
untuk mencari untung dari biaya
pendaftaran
anggota lebih banyak merekrut
orang lain, maka barulah yang
bersangkutan mendapatkan
keuntungan, dengan kata lain
keuntungan didapat dengan
merekrut lebih banyak anggota,
bukan dengan penjualan yang lebih
banyak.
6.
Keuntungan yang didapat Mitra
Usaha dihitung berdasarkan hasil
penjualan dari setiap anggota
jaringannya
><
Keuntungan yang didapat anggota
dihitung berdasarkan sistem
rekruting sampai terbentuk format
tertentu.
7.
Jumlah orang yang direkrut
anggota tidak dibatasi, tetapi
dianjurkan sesuai dengan
kapasitas dan kemampuan
masing-masing.
><
Jumlah anggota yang direkrut
dibatasi. Jika ingin merekrut lebih
banyak lagi, yang bersangkutan
harus menjadi anggota (membeli
kavling) lagi.
8.
Setiap Mitra Usaha sangat tidak
dianjurkan bahkan dilarang
menumpuk barang (Inventory
Loading) karena di dalam jualan
langsung yang terpenting adalah
produk yang dibeli bisa dipakai
><
Setiap anggota dianjurkan untuk
menjadi anggota berkali-kali dimana
setiap kali menjadi anggota harus
membeli produk dengan harga yang
tidak masuk akal. Hal ini
menyebabkan banyak sekali anggota
17
dan dirasakan
khasiat/kegunaannya oleh
konsumen
yang menimbun barang dan tidak
dipakai.
9.
Program pembinaan Mitra Usaha
sangat diperlukan agar didapat
anggota yang berkualitas tinggi.
><
Tidak ada program pembinaan
apapun juga, karena yang
diperlukan hanya rekruting saja.
10.
Pelatihan produk menjadi hal
yang sangat penting, karena
produk harus dijual sampai ke
tangan konsumen.
><
Tidak ada pelatihan produk, sebab
komoditas hanyalah rekrut
keanggotaan. Produk dalam sistem
ini hanyalah suatu kedok saja.
11.
Setiap up line sangat
berkepentingan dengan
meningkatnya kualitas dari para
downlinenya, kesuksesan seorang
Mitra Usaha dapat terjadi jika
downlinenya sukses.
Keberhasilan upline ikut
ditentukan dari keberhasilan
down line.
><
Para up line hanya mementingkan
rekruting orang baru saja. Apakah
downline berhasil atau tidak,
bukanlah merupakan perhatian dari
upline
12.
Merupakan salah satu peluang
berusaha yang baik dimana setiap
Mitra Usaha harus terus
melakukan pembinaannya untuk
><
Bukan merupakan suatu peluang
usaha, karena yang dilakukan lebih
menyerupai untung-untungan ,
dimana yang perlu dilakukan
18
jaringannya. Tidak bisa hanya
menunggu
hanyalah ‘membeli kavling’ dan
selanjutnya hanyalah menunggu
Sumber: www.apli.or.id.
2.1.4 Sistim MLM Sebagai Alternatif Saluran Distribusi
Sekarang ini banyak sekali cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk
mendistribusikan barangnya, salah satunya adalah yang dikenal dengan Sistim
Multi Level Marketing.
2.1.4.1 Pengertian Sistim Multi Level Marketing
Menurut Clothier (1995: 33) Multi Level Marketing adalah suatu cara
menjual barang secara langsung kepada pelanggan melalui jaringan yang
dikembangkan oleh para distributor lepas yang memperkenalkan para distributor
berikutnya, pendapatan dihasilkan dari laba eceran dan laba grosir ditambah
dengan pembayaran-pembayaran berdasarkan penjualan total kelompok yang
dibentuk oleh seorang distributor.
MLM adalah salah satu cara untuk mendistribusikan atau memasarkan
produknya kepada pelanggan dengan memberdayakan distributor independennya
untuk melaksanakan tugas pemasaran melalui pengembangan armada pemasar
langsung secara independen (Harefa, 1999: 5).
Dari pengertian diatas terlihat bahwa perusahaan dalam memasarkan
produknya menggunakan tenaga mandiri (independen) tanpa campur tangan
langsung perusahaan. Target penjualan sepenuhnya ditentukan oleh distributor
independen dan jaringan penjualan langsung yang dikembangkannya sementara
imbal jasa yang didapat dalam bentuk potongan harga, misi penjualan dan insentif
19
ditempatkan oleh perusahaan produsen secara berjenjang sesuai dengan jumlah
nilai penjualan.
2.1.4.2 Perbedaan Sistim MLM Dengan Pemasaran Konvensional
Untuk melihat perbedaan antara sistem MLM dengan pemasaran
konvensional dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 2.1.4.2
Perbedaan Antara Sistim MLM dengan Pemasaran Konvensional
Multi Level Marketing Konvensional
Sumber: Cravens, David W, 1998, Marketing Strategic, Terjemahan Salim, Lina,
Edisi IV
Dari bagan diatas dapat dilihat bahwa sistem ini memangkas jalur
distribusi dalam penjualan konvensional karena tidak melibatkan distributor atau
agen tunggal serta sub agen tetapi langsung mendistribusikan produk kepada
Produsen
Distributor
Konsumen
Produsen
Distributor
Grosir
Pengecer
Konsumen
20
distributor independen yang bertugas sebagai pengecer atau penjual langsung
kepada konsumen. Dengan cara tersebut biaya pemasaran dan distribusi
(transportasi, sewa, gudang, gaji) yang kalau di total bisa mencapai 60% dari
harga jual dapat dialihkan kepada distributor independen dengan suatu sistem
berjenjang yang umumnya disesuaikan dengan pencapaian target distributor yang
bersangkutan.
Keunikan utama sistim MLM ini terletak pada eksklusivitas cara
pendistribusiannya dimana hasil produksinya tidak dapat dibeli oleh umum
ditempat lain seperti toko tapi hanya dapat diperoleh melalui para distributor.
Pada saluran konvensional konsumen datang untuk mencari produk sedangkan
pada sistem MLM produk yang mendatangi konsumen.
2.1.4.3 MLM dan Jenis-jenis Direct Selling Lain
Direct Selling atau penjualan langsung adalah cara memasarkan produk
maupun jasa langsung kepada pelanggan. Langsung, yaitu secara temu muka.
Temu muka ini umumnya berlangsung di rumah pelanggan atau di rumah teman.
Atau, tempat lain di luar lokasi pengecer.
Ada tiga tipe dasar direct selling. Yaitu, One on One, party Plan, dan
Multilevel Marketing (MLM):
1. One on one: Dalam hal ini seorang penjual yang merupakan
agen/anggota/kontraktor yang mandiri atau lepas, menarik konsumen yang
berpotensi di area khusus berdasarkan pendekatan orang ke orang. Mereka
21
menawarkan produk, serta mendapat komisi atau basis lain. Pendapatan mereka
dapat juga diperoleh dari selisih harga pembelian ke supllier dan penjualan ke
konsumen.
2. Party Plan: Pada metode seorang penjual, karyawan lepas atau tetap, bertugas
mencari atau menjadi tuan rumah yang mengundang sekelompok orang di
rumahnya dalam rangka sales party untuk mendemonstrasikan produk.
Penghasilan si penjual juga atas dasar selisih harga eceran. Si tuan rumah biasanya
diberikan hadiah sebagai tanda terima kasih sesuai dengan nilai penjualan tertentu.
3. Multilevel Marketing (MLM) atau Sistem Networking: Adalah penjualan secara
bertingkat dari distributor mandiri yang memiliki peluang untuk mendapatkan
penghasilan dalam 2 cara. Pertama, penjualan produk langsung ke konsumen,
Distributor mendapat keuntungan atas dasar perbedaan atau selisih antara harga
distributor dan harga konsumen. Kedua, distributor bisa menerima potongan harga
atas dasar jumlah produk/jasa yang dibeli oleh anggota kelompok bisnis untuk
penjualan atau pemakaian, termasuk jumlah penjualan pribadi.
Kekuatan dari sistem direct selling adalah tradisi kemandiriannya layanan
ke konsumen dan komitmen untuk pertumbuhan kewirausahaan dalam sistem
pasar bebas. Sistem direct selling menawarkan peluang usaha kepada mereka yang
mencari alternatif untuk mendapatkan penghasilan tanpa melihat suku, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, umur maupun pengalaman. Sistem ini menawarkan
peluang untuk mendapatkan penghasilan dengan bekerja secara paro waktu
maupun penuh waktu.
22
Dalam banyak kasus, peluang direct selling ini berkembang menjadi suatu
karier yang memuaskan bagi mereka yang mencapai kesuksesan dan memilih
untuk bekerja secara full time.
Produk - produk yang dijual pun beragam, mulai dari kosmetik dan
perawatan tubuh, peralatan rumah tangga, hingga pakaian dan aksesoris, makanan,
dan produk-produk nutrisi. Pada tahun 1978 berdiri Federasi Penjual Langsung
Dunia (WFDSA), yang merupakan organisasi non pemerintah yang mewakili
industri penjualan langsung sedunia. Sekarang ini ada 50 asosiasi penjualan
langsung di dunia yang menjadi anggota federasi ini. Di Indonesia, asosiasi yang
diakui oleh WFDSA adalah Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia atau APLI
yang didirikan pada tahun 1984 (www.amway.co.id)
2.1.4.4 Sejarah Multi Level Marketing
Multi Level Marketing (MLM) ditemukan oleh dua orang profesor
pemasaran dari Universitas Chicago pada tahun 1940-an. Produk pertama yang
dijual adalah vitamin dan makanan tambahan Nutrilite.
Saat itu, Nutrilite Products Inc. merupakan salah satu perusahaan di
Amerika yang dikenal telah menggunakan metode penjualan secara bertingkat.
Dengan modal awal yang relatif tidak besar, seorang tenaga penjual biasa
mendapatkan penghasilan melalui dua cara. Pertama, keuntungan diperoleh dari
setiap program makanan tambahan yang berhasil dijual ke konsumen.
23
Kedua, dalam bentuk potongan harga dari jumlah produk yang berhasil
dijual oleh distributor yang direkrut dan dilatih oleh seorang tenaga penjual dari
perusahaan.
Rancangan penjualan perusahaan itu menarik perhatian Rich DeVos dan
Jay Van Andel. Dua pemuda dari Michigan ini kemudian memutuskan bergabung
sebagai tenaga penjual. Hasilnya, dalam kurun waktu sembilan tahun mereka
tidak hanya menikmati keuntungan dari menjual produk Nutrilite, tapi yang paling
melekat dalam benak mereka adalah kehebatan konsep penjualannya.
Pada pertengahan tahun 1950, organisasi dalam perusahaan Nutrilite
mengalami guncangan. Momentum ini merupakan awal berdirinya Amway pada
tahun 1959. Amway didirikan oleh Rich DeVos dan Jay Van Andel, berdasarkan
suatu keyakinan, bahwa kesuksesan memasarkan suatu produk adalah menjualnya
secara langsung kepada pelanggan. Berdasarkan pengalaman berharga yang
diperoleh dari Nutrilite, mereka memulai usaha yang sederhana dengan
menempati sebuah gudang di kota Ada, Michigan, dengan produk awal LOC
(Liquid Organic Cleaner), suatu cairan pembersih biodegradable yang aman
untuk lingkungan.
MLM sendiri mulai tumbuh di luar Amerika Serikat pada tahun 1960-an.
Dan dalam waktu singkat, ia berkembang pesat sebagai bagian yang terpenting
dari industri penjualan langsung. Selama puluhan tahun MLM terbukti merupakan
cara yang sangat sukses memberikan penghasilan yang layak kepada pelanggan
secara langsung. Kesukesan ini terlihat nyata ketika pada tahun 1972 Amway
membeli Nutrilite Inc.yang memproduksi vitamin dan makanan tambahan
24
bermutu. Seperti halnya semua bentuk penjualan langsung, metode ini membawa
manfaat yang luar biasa bagi pasar dengan memberikan kesempatan kepada
ribuan orang yang mungkin terabaikan atau tidak terserap di pasar tenaga kerja.
MLM merupakan cara yang cukup sederhana dan tidak mahal bagi siapa saja yang
ingin belajar tentang dasar bisnis dan manajemen penjualan.
MLM memang memberikan kesempatan kepada setiap orang, yang semula
tidak diperhitungkan di dunia perdagangan. Bisnis ini menawarkan kemudahan
bagi setiap orang, dengan cara yang sederhana, untuk menambah penghasilan
mereka. MLM memperbolehkan orang berbisnis dengan produk atau jasa yang
unik dan inovatif, membawa mereka ke pasar tanpa mengeluarkan biaya iklan di
media masa yang sangat besar, dan tanpa harus bersaing di toko-toko pengecer.
Suatu metode distribusi eceran dengan sentuhan pribadi yang sudah menyebar ke
seluruh pelosok dunia.
Dengan cara unik dan inovatif, MLM telah menjadi metode penjualan
yang sukses selama 50 tahun. Karena itu, banyak ditiru oleh bisnis-bisnis yang
curang seperti skema pyramid, surat berantai dan sistem Binari
(www.amway.co.id).
2.1.4.5 Multi Level Marketing vs Skema Piramid
Belum lama ini beredar berita buruk. Ribuan orang kehilangan jutaan
rupiah, karena bergabung dengan perusahaan yang berkedok multi level marketing
(MLM).
25
Padahal, perusahan itu berskema piramid. Skema piramid tersebut karena
sejumlah orang yang ada di posisi terbawah dari piramid membayarkan sejumlah
uang kepada mereka yang di atas. Setiap anggota baru membeli kesempatan untuk
sampai ke posisi teratas, serta mendapatkan keuntungan dari orang lain yang
bergabung kemudian. Setelah berhasil mendapatkan banyak anggota satu demi
satu anggota mulai merasa dirugikan. Ketika para anggota menarik diri, dan
meminta uangnya kembali, ternyata, perusahaan tak sanggup membayarnya.
Karena itu, agar tidak tertipu, perlu Anda ketahui beberapa hal mengenai skema
piramid.
Mereka pecundang: Skema piramid dapat dilihat berdasarkan perhitungan
matematis sederhana; sejumlah pecundang membayar kepada sedikit
pemenang.
Mereka adalah penipu: Peserta skema piramid, sadar atau tidak, menipu
orang yang mereka rekrut. Seandainya system itu mereka jelaskan secara
jujur, tentu hanya sedikit yang mau bergabung.
Mereka Ilegal: Ada resiko bahwa operasi system piramid itu ditutup oleh
aparat, bahkan pesertanya ditangkap.
Yang jelas, inilah srigala berbulu domba. Supaya terlihat sebagai
perusahaan MLM, system piramid memasarkan rangkaian produk tertentu, dan
menyatakan produk itulah yang menjadi objek bisnisnya. Padahal, upaya
memasarkan produk sangat kecil atau bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya,
mereka menciptakan uang melalui perekrutan. Yaitu, para distributor baru dipaksa
membeli sejumlah produk yang mahal ketika menandatangani formulir
26
keanggotaan. System piramid seringkali memilih produk yang mudah diproduksi,
namun tidak memiliki nilai jual, seperti obat mujarab, pengobatan eksotis, dan
lain-lain. Inilah yang menyulitkan untuk menjelaskan apakah produk ini benar-
benar memiliki pangsa pasar. Perbedaan lainnya ialah skema piramid mencari
uang dari Anda. Sebaliknya, perusahaan MLM mencari uang bersama Anda, saat
Anda (dan distributor lain) mengembangkan bisnis dengan menjual produk.
Agar tidak tertipu, maka sebelum Anda bergabung dengan suatu
perusahaan , selidikilah secara hati-hati. Tanyakanlah tiga pertanyaan ini kepada
diri sendiri:
> Berapa banyak biaya yang perlu Anda bayar untuk menjadi distributor?
Apabila biayanya terlalu besar, hati-hati ! Sebab, biaya awal pada persahaan
MLM umumnya relatif kecil. Bahkan, perusahaan biasanya memberikan
kemudahan. Sebaliknya, system piramid memperoleh keuntungan hampir
semuanya dari cara menarik anggota. Karena itu, biaya untuk menjadi
distributor umumnya cukup tinggi.
> Apakah Perusahaan akan membeli kembali produk yang tidak terjual ?
Apabila produk Anda yang tidak terjual harus tertimbun, waspada!
Perusahaan MLM biasanya akan membeli kembali produk yang tidak terjual
apabila Anda memutuskan untuk meninggalkan bisnis tersebut dalam
tenggang waktu tertentu.
> Apakah produk-produk itu dijual kepada konsumen? Bila jawabannya tidak,
tinggalkan saja ! Sebab, ini adalah faktor kunci. System pemasaran MLM
(sebagaimana system penjualan yang lain) tergantung penjualan kepada
27
konsumen, serta pembinaan pangsa pasar. Karena itu dibutuhkan produk
berkualitas dengan harga bersaing. Sebaliknya, system piramid tidak
menitikberatkan penjualan kepada pemakai langsung. Keuntungan diperoleh
melalui penjualan produk kepada anggota baru, bukan karena berguna atau
harganya menarik, namun karena mereka harus membeli produk untuk
berpartisipasi.
Bentuk usaha dengan skema piramid ini dapat muncul kapan saja, di mana
saja, dengan nama yang menarik dan berbeda-beda. Alasannya, tak lain agar
terlihat menyerupai usaha multi level marketing (MLM), sehingga lebih banyak
lagi orang terpikat ikut serta. Pada tahun 60-an, usaha dengan skema piramid ini
mulai ada di Amerika, seperti KosKot, Bestiline, Nutrabio, Dare-to-be-Great, dan
lain-lain. Cara yang dilakukan saat itu adalah dengan system surat berantai.
Semakin lama, semakin banyak pihak yang memanfaatkan kesempatan ini,
Mereka menciptakan berbagai bentuk usaha baru yang sejenis, dengan nama yang
bermacam-macam. Tetapi tujuannya hanya satu, yaitu menguntungkan segelintir
orang, namun merugikan banyak orang. Salah satu bentuk usaha tersebut, yang
juga perlu diketahui dan diwaspadai adalah system binary. Bentuk usaha ini
merupakan hal yang relatif baru dalam skema pemasaran. Di dalam system ini,
setiap peserta hanya diharuskan mendapatkan dua orang yang menjadi downline.
Kemudian, dua orang itu pun mempunyai beban yang sama, yaitu juga
mendapatkan dua orang untuk menjadi downline. Demikian seterusnya, hingga
beberapa tahap ke bawah dengan cara yang sama. Walaupun system binary
merupakan bentuk yang relatif baru dalam skema pemasaran, tetapi terdapat
beberapa kemiripan dengan system piramid, yaitu:
28
Mengharuskan anggota untuk mendapatkan hanya dua orang downline
Memfokuskan pada perekrutan daripada penjualan produk
Tidak memiliki kebijakan uang kembali
Produk berkualitas rendah
Makin lama, semakin banyak jenis-jenis usaha berkedok MLM
bermunculan, dan semakin banyak pula anggotanya yang dirugikan. Untuk
melindungi masyarakat, maka telah dibuat suatu perundang-undangan antipiramid
yang dikeluarkan pertama kali di Negara Bagian California. Hal ini kemudian
diikuti oleh seluruh negara bagian Amerika Serikat dan Kanada. Merasa
mendapatkan hambatan di Amerika, tempat munculnya usaha ini pertama kali,
maka skema piramid dan binary mulai menyebar ke Amerika Serlan, Eropa, dan
Asia. Di Jepang, usaha model demkian dikenal sebagai "Klub Tikus". Hal-hal
yang dibatasi oleh pemerintah di negara-negara tersebut adalah:
Jumlah inventori yang disesuaikan
Kompensasi yang dibayarkan hanya hasil penjualan produk, bukan dari
hasil merekrut orang lain.
Di Indonesia, hingga kini, belum ada undang-undang yang membatasi
praktek usaha-usaha seperti di atas. Padahal, sekarang telah banyak bermunculan
model-model usaha yang kerap mengaku sebagai usaha MLM, tetapi nyatanya
adalah jenis usaha yang pasti nantinya akan merugikan banyak orang. Dengan
demikian semakin banyak pula pihak yang mendompleng nama besar MLM.
Karena itu, kita dituntut tetap jeli, peka, dan waspada, sehingga mampu
29
menyeleksi apakah usaha yang ditawarkan pada kita adalah murni suatu bentuk
MLM, atau sebaliknya, hanyalah usaha berskema piramid yang berkedok MLM.
Penting juga untuk dipahami bahwa prinsip umum MLM yang sah adalah: Semua
anggota memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan keuntungan dari
penjualan produk atau servis, sedangkan dalam system piramid atau binary, orang
terakhir yang bergabung memiliki peluang kecil, bahkan tidak ada sama sekali
peluang untuk mendapatkan keuntungan (www.amway.co.id).
2.1.4.6 Gambaran Umum Perusahaan MLM yang ada di Indonesia
Jumlah perusahaan MLM terus bertambah. Setiap periode selalu
menampilkan wajah yang berbeda. Berikut ini adalah empat wajah yang
mewakili perusahaan MLM berprestasi pada masanya.
1. PT. Citra Nusa Insan Cemerlang
Cikal bakal perusahaan ini adalah PT Nusantara Sun Chlorella Tama,
sebuah perusahaan MLM yang didirikan oleh Ginawan Chondro, Yangki
Regan, S. Abrian Natan, dan Wirawan Chondro pada 1986. Ketika itu,
produk utama yang ditawarkan adalah makanan kesehatan bernama Sun
Chlorella A. Produk ini relatif belum dikenal oleh masyarakat, sama halnya
dengan bisnis MLM yang pada masa itu masih dinilai sebagai bisnis tanpa
masa depan. Namun, kini, jenis produk CNI telah menjadi 354 item, yang
terbagi dalam lima kategori, seperti makanan kesehatan, makanan dan
minuman, personal care, dan produk lainnya.
30
Dalam perjalanannya, perusahaan ini tak cuma harus melakukan
edukasi produk, tetapi juga sistem MLM. Tak heran jika kala itu Abrian
Natan harus berkeliling dari satu kelompok ke kelompok lain untuk
memperkenalkan produk berikut sistemnya. Belakangan, usaha ini berbuah
dengan jumlah anggota yang mencapai 700.000 orang--sebanyak 30%-40%-
nya aktif mengembangkan jaringan dan 60%-70% aktif membeli produknya.
Dengan prestasinya ini, CNI pun melenggang sebagai pemain yang go
international, dan bahkan akhirnya menjadi tempat belajar bagi banyak
pengusaha yang ingin terjun ke bisnis MLM.
2. PT. Nadja Sukses Utama (Sophie Martin)
Berawal dari perusahaan yang menggunakan konsep pemasaran
direct selling pada 1995, dua tahun kemudian Bruno Hasson, pemiliknya,
memutuskan untuk menggunakan sistem MLM. Keputusan yang dianggap
berani, karena di masa itu belum ada MLM yang menawarkan produk
fashion, khususnya tas. Namun, di balik pandangan sinis pebisnis MLM
lainnya, Bruno justru meraih sukses. Krisis ekonomi telah menurunkan daya
beli masyarakat kelas menengah, dan mereka pun mencari produk fashion
bermerek di pasar lokal. Beruntunglah Bruno, yang mengusung merek Sophie
Martin.
Kini, Sophie Martin kerap disebut-sebut sebagai pionir sekaligus
tempat menimba ilmu bagi mereka yang ingin merintis bisnis MLM di
bidang fashion, khususnya tas. Dengan jumlah anggota lebih dari 700.000,
jelas Sophie Martin memimpin di bisnis MLM fashion. Itu sebabnya, guna
31
menjaga kelangsungan usaha, Bruno tak segan untuk menempatkan 17
desainer agar perusahaannya tetap menghasilkan produk baru yang selalu
mengedepankan inovasi dan kreativitas. Ia juga terus memperbaiki sistem
yang dibangunnya dengan cara otodidak, dan belajar dari kesalahan.
3. PT. Capriasi Multinasional Indonesia (Capriasi)
Didirikan oleh Andry Arifin Tarjono, yang berlatar belakang
kontraktor dan tanpa pengalaman di bisnis MLM, perusahaan yang
menawarkan produk fashion, khususnya tas, sejak awal 1998 ini ternyata
mampu juga mencatatkan prestasi. Anggotanya kini menjadi 150.000 orang,
dengan yang aktif (melakukan perekrutan dan transaksi) sekitar 20%. Kini
Capriasi pun kerap menjadi acuan bagi pengusaha lain yang ingin memasuki
bisnis MLM, khususnya fashion.
Sukses Capriasi bisa dibilang menginspirasi banyak pengusaha
MLM sejenis dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Meski enggan berbagi
rahasia suksesnya, toh perusahaan yang tetap mempertahankan sistemnya
selama tujuh tahun terakhir ini mengaku tak gentar menghadapi munculnya
para pemain baru. Resepnya, menurut Andry, adalah inovasi, konsisten
terhadap sistem, dan terus membangun sistem yang menguntungkan bagi
kedua belah pihak.
3. PT. Usaha Jaya Fico Operasional (UFO)
Usaha MLM dalam produk makanan kesehatan ini dimulai tahun
2000, saat kondisi ekonomi Indonesia masih berjalan tertatih-tatih. Diawali
32
dari kegiatan yang berwadahkan yayasan, kini MLM yang mengusung
merek UFO ini jumlah anggotanya sudah 800.000, dengan 20%-nya
merupakan anggota aktif.
Didorong oleh ambisi menjadi pebisnis MLM lokal yang bisa
dibanggakan, saat ini produk UFO memang mengandalkan makanan
kesehatan yang berbahan baku asli kekayaan alam Indonesia, seperti kunyit,
madu, dan mengkudu. Tak hanya itu, mereka pun berani mengusung sistem
yang dikemas dalam nama sistem Bisnis Kemitraan Bersama (BKB), alias
sistem bagi hasil (www.wartaekonomi.com)
2.1.5 Aktifitas Relationship Marketing
Relationship marketing telah menjadi pusat perhatian pada studi
manajemen. Baru-baru ini penelitian tentang relationship marketing mengalami
peningkatan (Bhattacharya, 1998).
Relationship marketing mempunyai karakteristik yang berbeda dari semua
yang ada pada saluran pemasaran:
1. Jumlah perhatian pelanggan akan berbeda yaitu dalam Channel studies
hanya memperhitungkan sedikit pelanggan, sedangkan pada relationship
marketing memperhitungkan lebih banyak pelanggan.
2. Relationship marketing melakukan lebih banyak tindakan yang
menciptakan kepercayaan, kekuatan, ketergantungan, perilaku opprtunitis,
dan perilaku spesifik dari mitra-mitra (Jhon, 1984; Doney and Cannon,
1997; Heide and Jhon,1988)
33
Pemasaran relasional pelanggan (CRM: Customer Relationship
Marketing) membuat perusahaan mampu memberikan layanan pelanggan seketika
yang unggul dengan menyusun relasi dengan tiap-tiap pelanggah yang penting
melalui penggunaan secara efektif informasi masing-masing pelanggan.
Berdasarkan apa yang diketahui tentang masing-masing pelanggan, perusahaan
dapat menyesuaikan tawaran pasar, layanan, program perusahaan, dan media yang
sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Perusahaan yang berjaya jauh lebih produktif
dalam memperoleh, menumbuhkan dan mempertahankan pelanggan.
Gruen (2000) menggolongkan aktifitas relationship marketing kedalam 5
kategori:
1. Tujuan inti dari pelayanan berupa kualitas dan kuantitas dari jasa layanan
yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota.
2. Pengenalan untuk kontribusi merupakan suatu ukuran dimana perusahaan
menunjukkan penghargaan kepada anggota untuk kontribusi mereka
kepada perusahaan.
3. Peningkatan saling ketergantungan antar anggota, dimana perusahaan
menawarkan peluang, motivasi, dan kemampuan mendorong pertukaran
yang saling menguntungkan dari nilai-nilai yang ada antar anggota.
4. Penyebaran informasi dan pengetahuan tentang organisasi, dimana
perusahaan mempromosikan tujuan, kebijakan, nilai-nilai, dan program-
program untuk anggota.
5. Kepercayaan kepada persyaratan eksternal keanggotaan, mengarah kepada
cara perusahaan untuk membujuk dan mendorong anggota dalam merekrut
34
anggota baru untuk bergabung dengan perusahaan dan mempertahankan
keanggotaan mereka.
2.1.6 Customer Capital
Sveiby (1989, 1997) mempelopori masuknya customer capital sebagai
suatu aspek dari intangible assets dari perusahaan, dan customer capital ini
merupakan struktur eksternal dari perusahaan. Customer capital fokus kepada
penggolongan pelanggan menurut kontribusinya terhadap proses penciptaan nilai
perusahaan. Ada 3 cara proses penciptaan nilai perusahaan:
1. Memperbaiki kemampuan pembelajaran dan pemikiran karyawan.
2. Meningkatkan struktur eksternal melalui penerimaan pelanggan baru atau
membangun prestise.
3. Meningkatkan struktur internal melalui proyek Penelitian dan Pengembangan
(R&D) dan proyek yang mendukung pertukaran pengetahuan (Gibbert, 2001).
Bontis (1999) juga berpendapat bahwa customer capital sangat potensial
dalam suatu organisasi dan mempunyai kaitan dengan pengembangan hubungan
antara pelanggan dan pemasok eksternal perusahaan.
Pada penelitian terbaru, struktur eksternal telah dikembangkan, meliputi
stakeholder, penyalur, pesaing, asosiasi dagang dan pemerintah (Bontis, 1999).
Tema utama dari customer capital adalah menumbuhkan suatu
pengetahuan pada saluran pemasaran dan hubungan pelanggan yang
dikembangkan oleh suatu organisasi melalui kegiatan bisnis yang akan
meningkatkan competitive advantage (Bontis, 1998)
35
Manajemen berpendapat bahwa customer capital merupakan suatu ukuran
dari pengetahuan tentang hubungan dan nilai pelanggan.
Kaplan dan Norton (1996) mengembangkan suatu pengukuran group yang
terdiri dari 5 indikator: pangsa pasar, memperoleh pelanggan, mempertahankan
pelanggan, kepuasan pelanggan, keuntungan yang bisa diperoleh dari pelanggan.
Edvinson dan Malone (1997) mengembangkan 5 ukuran untuk penilaian
dasar dari customer capital yaitu: tipe pelanggan, lamanya pelanggan bertahan,
peranan pelanggan, pendukung pelanggan, kesuksesan pelanggan.
Beberapa peneliti memilih untuk tidak hanya mengukur respon pelanggan,
tetapi juga hubungan antara pengetahuan keterampilan yang digunakan untuk
meningkatkan nilai pelanggan.
Menurut Duffy (2000), customer capital terdiri dari proses, alat dan
teknik yang mendukung pertumbuhan ekuitas pelanggan. Duffy (2000)
menyatakan bahwa pengukuran meliputi:
1. Dasar organisasi atau pelanggan (monopoli pelanggan)
2. Hubungan pelanggan (mempertahankan pelanggan)
3. Profil pelanggan dan ekuitas merek
Chen (2004) menyatakan 3 macam indikator untuk mengukur customer
capital yang merupakan dasar dari kemampuan pemasaran dan intensitas pasar,
seperti: pangsa pasar, potensi pasar, merek dan reputasi merek dagang.
Kemudian Chen (2004) juga menyatakan indikator dari kesetiaan
pelanggan seperti: kepuasan pelanggan, besarnya pengeluaran pelanggan,
investasi pada hubungan pelanggan.
36
Customer capital adalah suatu nilai yang diciptakan oleh anggota untuk
perusahaannya dan menciptakan ide-ide untuk mendapatkan pelanggan yang
benar-benar ingin membeli produk atau jasa yang ditawarkan (www.telerep.com)
Customer capital adalah pengetahuan tentang apa yang dilakukan, kapan,
dan dimana akan dilakukan dalam menyediakan produk dan layanan terbaik untuk
pelanggan. Pengetahuan yang ada dalam sebuah organisasi fokus kepada jasa atau
layanan dan hubungannya dengan pelanggan.
Ketika customer capital tumbuh, perusahaan tumbuh dan menjadi lebih
sukses dengan berbagai cara. Human capital tumbuh melalui pengetahuan.
Struktur capital tumbuh karena sistem yang diperlukan dapat digambarkan dan
dirancang. Pendekatan ini menciptakan suatu hubungan yang kuat (suatu
hubungan pelanggan)
Jadi kesimpulannya, pengukuran dari customer capital berhubungan
dengan respon pelanggan. Tetapi pengetahuan dan investasi yang sedang dalam
proses menciptakan hubungan pelanggan juga merupakan sesuatu yang harus
dipertimbangkan.
Diantara indikator dari customer capital, kesetiaan dan kemampuan untuk
mempertahankan pelanggan adalah indikator yang paling sering digunakan (Chen
2004; Kaplan dan Norton, 1996; Duffy, 2000). Indikator keinginan dari pelanggan
untuk bertahan, juga digunakan untuk menambah pembelian (dengan pengertian,
pelanggan akan membeli dari perusahaan lebih banyak jasa atau produk untuk
masa sekarang dan yang akan datang). Dan keinginan untuk memperoleh anggota
baru untuk perusahaan sebagai indikator dari kesetiaan pelanggan.
37
2.2 Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Neli Afrida (2005) melakukan penelitian mengenai analisa penerapan
sistim distribusi MLM dalam meningkatkan penjualan pada PT. UFO cabang
Padang, menyimpulkan bahwa multi level marketing merupakan suatu sistem
dimana melalui sebuah induk perusahaan yang mendistribusikan barang atau
jasanya lewat suatu jaringan atau orang-orang bisnis yang independent yang
kemudian orang-orang bisnis ini akan mensponsori orang lain lagi untuk
membantu mendistribusikan barang atau jasanya. Dari pengertian ini maka MLM
tidak sama dengan sistem pemasaran lain seperti pemasaran konvensional.
Aihwa Chang dan Chiung-Ni Tseng (2005) melakukan penelitian
mengenai building customer capital through relationship marketing activities (the
case of Taiwanese multi level marketing companies), menyimpulkan bahwa
terdapat faktor-faktor pada aktivitas relationship marketing yaitu: faktor kualitas
pelayanan, faktor penghargaan sebagai anggota, faktor kesempatan yang
ditawarkan perusahaan, faktor penyebaran pengetahuan organisasi, dan faktor
kepercayaan kepada persyaratan eksternal keanggotaan berpengaruh positif
terhadap customer equity dalam membangun customer capital pada perusahaan-
perusahaan multi level marketing yang ada di Taiwan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan studi terdahulu yang telah dianalisis sebelumnya dan teori-
teori pakar yang berhubungan dengan aktivitas relationship marketing pada sistem
distribusi MLM dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang dapat membentuk
customer capital yang akan dianalisis oleh penulis.
38
Faktor-faktor tersebut adalah: faktor kualitas pelayanan, faktor
penghargaan sebagai anggota, faktor meningkatkan ketergantungan sesama
anggota, faktor penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan, dan faktor
dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru. Dengan
memperhatikan dan menerapkan faktor-faktor tersebut dalam sistem distribusi
MLM akan dapat membentuk customer capital pada PT. CNI Cabang Padang.
2.4 Model Penelitian
Berdasarkan literatur yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
digambarkan model penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.4 Model Penelitian
Aktifitas Relationship Marketing
Kualitas Pelayanan
Penghargaan sebagai
anggota
Meningkatkan
ketergantungan sesama
anggota
Penyebaran informasi
dan pengetahuan
perusahaan
Dorongan terhadap
anggota lama untuk
merekrut anggota baru
Customer Capital
39
2.5 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, dapat
ditarik hipotesis sebagai berikut:
Diduga aktifitas relationship marketing pada perusahaan MLM ditinjau
dari kualitas pelayanan, penghargaan sebagai anggota, meningkatkan
ketergantungan sesama anggota, penyebaran informasi dan pengetahuan
perusahaan, dan dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru
berpengaruh positif terhadap pembentukan customer capital pada PT. CNI
Cabang Padang.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
3.1.1 Populasi
Dalam penelitian ini populasinya meliputi para distributor PT. CNI yang
berdomisili di Padang.
3.1.2 Sampel
Penelitian ini tidak dilakukan terhadap semua populasi, melainkan pada
sebahagian populasi yang dapat mewakilinya yakni 100 koresponden.
3.2 Sumber Data
1. Data Primer: diperoleh dari penelitian lapangan, yaitu dengan mengadakan
penelitian secara langsung ke perusahaan yang bersangkutan untuk
mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan bagi keperluan penelitian
yaitu data mengenai penjualan perusahaan setiap tahunnya, data mengenai
jumlah anggota yang bergabung dengan perusahaan serta untuk mencari
informasi lainnya yang berkaitan dengan ketidakaktifan seorang anggota,
alasan-alasan mereka bergabung dengan perusahaan dan informasi tentang
sistem MLM yang dijalankan perusahaan.
2. Data Sekunder: diperoleh dari studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan
data-data yang bersifat teoritis dengan mempelajari berbagai literatur yang
berkaitan dengan berbagai konsep-konsep pemasaran, konsep mengenai
saluran distribusi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan sistem MLM yang
41
telah dijalankan oleh perusahaan seperti cara-cara membentuk jaringan serta
mencari metode yang sesuai dalam menganalisis pengaruh anggota terhadap
penjualan perusahaan dan untuk menganalisis hasil dari penyebaran daftar
pertanyaan yang dilakukan.
3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Dikarenakan jumlah populasi yang akan diteliti diketahui maka dalam
pengambilan sampel penulis menggunakan metode probability sampling dimana
teknik pengambilan sampel memberi peluang yang sama untuk dipilih menjadi
sampel, teknik probability sampling yang diambil adalah simple random sampling
dimana pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu yang penting disini sampelnya
adalah orang-orang yang menjadi anggota CNI. Untuk menentukan ukuran sampel
dari populasi digunakan pendekatan rumus Slovin yang dikutip oleh Umar (2003)
sebagai berikut:
n = 2Ne1
N
dimana : N = Ukuran populasi
n = Ukuran sampel
e = Persentase kelonggaran ketidakpastian karena kesalahan
pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 10 %
N = Jumlah anggota CNI
e = 0.1 (10%)
42
3.4 Alat Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data diperoleh melalui Kuesioner yaitu dengan
memberikan seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden
(distributor CNI) mengenai variabel-variabel yang dieksplor dengan
menggunakan skala penilaian model likert, dengan rentang penilaian dari 1 untuk
sikap yang paling tidak setuju, sampai dengan 5 untuk sikap yang paling setuju.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Setuju sekali
3.5 Variabel Penelitian dan Operasionalisasi Variabel
3.5.1 Variabel Penelitian
Adapun variabel dari penelitian ini adalah:
1. Variabel independen adalah: Aktifitas relationship marketing pada
perusahaan MLM yaitu:
Kualitas Pelayanan (Gruen, 2000)
Penghargaan sebagai anggota (Gruen, 2000)
Meningkatkan ketergantungan sesama anggota (Gruen, 2000)
Penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan (Gruen, 2000)
Dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru (Gruen,
2000)
43
2. Variabel Dependen adalah: Usaha membentuk customer capital pada PT.
CNI Cabang Padang.
3.5.2 Defenisi Operasional Variabel
Dalam defenisi operasional terdapat beberapa faktor:
1. Faktor kualitas pelayanan, berupa kualitas dan kuantitas dari jasa layanan
yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota.
2. Faktor penghargaan sebagai anggota, merupakan suatu ukuran dimana
perusahaan menunjukkan penghargaan kepada anggota untuk kontribusi
mereka kepada perusahaan.
3. Faktor meningkatkan ketergantungan antara sesama anggota, dimana
perusahaan menawarkan peluang, motivasi dan kemampuan mendorong
pertukaran yang saling menguntungkan dari nilai-nilai yang ada antara
anggota.
4. Faktor penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan, dimana
perusahaan mempromosikan tujuan, kebijakan, nilai-nilai, dan program-
program kepada anggota.
5. Faktor dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru,
mengarah kepada cara perusahaan untuk membujuk dan mendorong
anggota dalam merekrut anggota baru untuk bergabung dengan perusahaan
dan mempertahankan keanggotaan mereka.
Pada semua faktor, responden diminta menjawab pertanyaan dengan
memilih salah satu jawaban pada 5 skala Likert, dengan maksud agar
konsumen lebih tegas dalam memilih kecendrungannya.
44
Variabel Konsep Variabel Indikator SkalaDependen
Customer Capital(Y)
Suatu nilai yang diciptakan oleh anggota berupa
hubungan yang baik antara customer dengan anggota
> Loyalitas pelanggan> Keinginan untuk merekrut anggota baru> Keinginan untuk menambah pembelian
Likert
IndependenKualitas pelayanan
(X1)Kualitas dan kuantitas jasa layanan yang diberikan perusahaan kepada anggota
> Produk yang dibutuhkan selalu tersedia> Kemudahan dalam pengambilan produk> Produk bisa diperoleh dimana saja> Pelayanan interaktif
Likert
Penghargaan sebagai anggota
(X2)
Ukuran dimana perusahaan
menunjukkan penghargaan
kepada anggota untuk kontribusi mereka kepada
perusahaan
> Adanya jenjang karier.> Adanya bonus (komisi) langsung, produktivitas bulanan, dan komisi penjualan> Adanya bonus berupa fasilitas (Motor, mobil, rumah).> Dipublikasikan dalam suatu media
Likert
Meningkatkan ketergantungan sesama anggota
(X3)
Perusahaan menawarkan peluang dan motivasi dan
pertukaran yang saling
menguntungkan antar anggota
> Upline mengajarkan cara menjalankan usaha MLM dengan baik dan benar> Upline selalu membimbing, membina dan mengarahkan> Sesama anggota jaringan rutin berkumpul> Sesama anggota jaringan merupakan suatu tim kerjasama yang solid
Likert
Penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan
(X4)
Perusahaan mempromosikan tujuan, kebijakan,
nilai-nilai dan program-program kepada anggota
.> Mengadakan pelatihan-pelatihan> Memberikan informasi tentang Rencana Pengembangan Usaha (RPU)> Mensosialisasikan kode etik perusahaan> Perusahaan selalu menyampaikan informasi terbaru
Likert
Dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota
baru(X5)
Cara perusahaan untuk membujuk dan mendorong anggota dalam
merekrut anggota baru untuk bergabung
> Adanya kemudahan bagi anggota baru> Mendorong anggota melakukan demo produk> Memberi kebebasan untuk melakukan pertemuan-pertemuan informal> Membekali anggota dengan keahlian pengembangan jaringan MLM
Likert
45
3.6 Teknik Analisis Data
3.6.1 Teknik Analisis Deskriptif
Penggunaan teknik analisis ini untuk mengungkapkan gambaran data
secara deskriptif dengan cara menginterpretasikan hasil pengolahan lewat
tabulasi frekuensi guna menyingkap kecendrungan data nominal empirik dan
deskripsi data, seperti mean, median, mode, simpang baku, variance, dan
skewnees guna mengetahui keadaan interval berdasarkan hasil penelitian
lapangan. Hasil analisis deskriptif berguna untuk mendukung interprestasi
terhadap hasil analisis dengan teknik lainnya. Penentuan faktor dominan
ditentukan dengan mengurutkan total skor skala likert. Faktor yang paling
dominan adalah faktor yang memiliki total skor tertinggi.
3.6.2 Analisis Statistik
Data yang diperoleh akan diolah menggunakan perangkat statistik untuk
menguji hipotesis penelitian hubungan antar variabel yang digunakan. Teknik
analisis data yang digunakan adalah uji kuantitatif dengan menggunakan
regresi linear berganda lima prediktor. Untuk mendapatkan nilai-nilai tersebut,
maka digunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Melakukan persiapan dengan mengumpulkan dan memeriksa kelengkapan
lembaran kuesioner serta memeriksa kebenaran pengujiannya. Hasil
kuesioner tersebut ditabulasikan dan diberi nilai sesuai dengan sistim
penilaian yang digunakan.
2. Pengolahan data dengan program SPSS for window versi 14,0 untuk
memperoleh hasil kuantitatif dari data kuesioner.
46
3. Mencari hubungan fungsional antara variabel independent dengan variabel
dependen menggunakan model regresi.
Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5
Dimana :
Y = Customer capital
a = Konstanta
b = Koefisien regresi variabel independent
x1 = Kualitas pelayanan
x2 = Penghargaan sebagai anggota
x3 = Meningkatkan ketergantungan sesama anggota
x4 = Penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan
x5 = Dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru
4. Melakukan pengujian kebenaran hipotesis dengan menentukan: Null
Hypotesis dan alternatif hypotesis.
> Ho: terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas (kualitas
pelayanan, penghargaan sebagai anggota, meningkatkan ketergantungan
sesama anggota, penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan, dan
dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru) dengan
customer capital.
> Ha: terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara variabel bebas
(kualitas pelayanan, penghargaan sebagai anggota, meningkatkan
ketergantungan sesama anggota, penyebaran informasi dan pengetahuan
perusahaan, dan dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota
baru) dengan customer capital.
47
5. Menghitung korelasi (r) untuk melihat secara terpisah pengaruh setiap
variabel independent terhadap variabel dependen.
6. Menghitung koefisien determinasi dan korelasi berganda (R2) untuk
mengukur seberapa besar variasi dalam variabel dependen mampu
dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel independent.
7. Melakukan uji t (t-test) dengan maksud untuk melihat apakah masing-
masing koefisien regresi signifikan atau tidak. Jika t-hitung lebih besar
dari t-tabel maka koefisien regresi adalah signifikan dan sebaliknya jika t-
hitung lebih kecil dari t-tabel maka koefisien regresi tidak signifikan.
48
BAB IV
PERKEMBANGAN BISNIS MLM DI INDONESIA
David Roller (1995: 3) mengartikan MLM itu sebagai suatu sistem dimana
melalui sebuah induk perusahaan mendistribusikan barang atau jasanya lewat
suatu jaringan orang-orang dalam membantu bisnis yang independent.
Dalam operasinya, perusahaan MLM melakukan pemasaran dengan jalan
membentuk jaringan kerja. Perusahaan merekrut orang yang independen yang
bertindak sebagai distributor untuk produk mereka yang selanjutnya juga akan
merekrut orang lain lagi untuk menjual produk mereka.
Keberhasilan dari sistem ini sangat tergantung pada distributor-distributor
yang menyebarkan produk perusahaan. Semakin banyak jaringan yang terbentuk,
maka semakin besar kemungkinan keuntungan yang akan diperoleh. Bagi
distributor, imbalan yang diterimanya berbentuk persentase penjualan terhadap
total penjualan kelompok yang direkrutnya serta pendapatan langsung dari produk
yang dijualnya pada pelanggan / konsumen akhir.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, cara pendistribusian
sistem MLM ini hanya sederhana saja dimana seorang konsumen yang telah
menggunakan produk dan merasa puas, maka akan menyampaikannya kepada
orang lain.
Pada dasarnya sistem ini menawarkan maksimalisasi keuntungan bagi
konsumen dan distributornya. Tidak adanya margin yang diambil oleh berbagai
tingkatan yang ada pada pasar konvensional sehingga membuat konsumen
memperoleh harga yang terjangkau sesuai dengan mutu produk yang dihasilkan,
49
selain itu sedikitnya biaya yang dikeluarkan untuk promosi juga bisa untuk
menekan harga produk.
Melihat keuntungan yang ditawarkan oleh sistem ini, maka saat ini
semakin banyak perusahaan-perusahaan baru yang mencoba menerapkan sistem
ini dalam pendistribusian produknya dan tidak sedikit pula yang dapat
berkembang dengan baik.
Untuk mengetahui perkembangan bisnis MLM di Indonesia, dapat kita
lihat perkembangan penjualan dan peningkatan jumlah distributor MLM yang ada
di Indonesia pada tabel berikut:
Tabel 4.1. Perkembangan Jumlah Distributor dan Jumlah Total Penjualan
dari Perusahaan-Perusahaan MLM di Indonesia
Tahun Total Penjualan(Rp) Total Distributor
2000
2001
2002
2003
Rp. 2.529.777.675.500
Rp. 2.916.731.012.500
Rp. 4.433.880.891.000
Rp. 5.312.460.824.909
4.172.186
4.277.186
4.765.353
5.427.310
Sumber: Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI)
Dari tabel diatas dapat dilihat pada tahun 2000 total penjualan adalah
sebesar Rp. 2.529.777.675.500 sedangkan total distributor yang bergabung
sebanyak 4.172.186 orang. Pada tahun 2001 total penjualan sebasar Rp.
2.916.731.012.500 dan total distributor yang bergabung juga mengalami
peningkatan menjadi 4.277.186 orang. Pada tahun 2002 total penjualan tetap
mengalami peningkatan menjadi Rp. 4.433.880.891.000 dengan total distributor
yang bergabung sebanyak 4.765.353 orang. Dan pada tahun 2003 total penjualan
50
terus mengalami peningkatan menjadi Rp. 5.312.460.824.909 diiringi dengan
meningkatnya jumlah total distributor yang bergabung sebanyak 5.427.310 orang.
Hal ini sesuai dengan konsep sistem distribusi MLM yaitu dengan
bertambahnya jumlah distributor yang bergabung otomatis akan meningkatkan
total penjualan perusahaan.
Karena begitu pesatnya perkembangan bisnis MLM di Indonesia, maka
perlu suatu wadah untuk mengembangkan industri penjualan langsung secara
sehat dan menjunjung tinggi Kode Etik perusahaannya.
Wadah tersebut bernama APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia)
yang didirikan pada tahun 1984 dengan nama IDSA (Indonesia Direct Selling
Association). Karena pada saat itu belum banyak perusahaan direct selling / MLM
di Indonesia, maka IDSA boleh dikatakan tidak aktif, kemudian mulai kembali
aktif pada tahun 1992 dengan nama APLI (Asosiasi Penjualan Langsung
Indonesia) dimana pada saat itu telah mulai bermunculan perusahaan-perusahaan
direct selling besar.
Pemerintah juga merasa perlu mengeluarkan peraturan khusus yang
mengatur perusahaan MLM di Indonesia yaitu dengan mengeluarkan Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 13/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung yang diterbitkan pada
tanggal 29 Maret 2006 oleh Menteri Perdagangan. Peraturan Menteri ini mencabut
SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 73/MPP/Kep/3/2000
tentang IUPB (Izin Usaha Penjualan Berjenjang).
Perusahaan yang mengajukan permohonan untuk menjadi anggota APLI,
menyerahkan formulir dan berkas yang telah dipersyaratkan oleh APLI, kemudian
51
APLI mengevaluasi persyaratan tersebut terutama marketing plan, kode etik,
registrasi dari Badan POM, dan lain-lain. Dalam mengevaluasi perusahaan yang
ingin bergabung dengan APLI cukup ketat, hal ini bertujuan untuk menangkal
lebih dini terhadap perusahaan Sistem Piramida / Money Game yang hanya
berkedok direct selling / MLM.
Persyaratan untuk menjadi anggota APLI adalah:
1. Perusahaan harus berbadan hukum PT (Perseroan Terbatas)
2. Marketing Plan tidak berbentuk Skema Piramida, Money Game, Binary,
Kode Etik Perusahaan tidak bertentangan dengan Kode Etik APLI, ada
barang / jasa yang nyata diperjual belikan sampai ke tangan konsumen.
3. Pendapatan utama harus diperoleh dari penjualan bukan dari rekruting.
4. Mempunyai Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (menggantikan IUPB /
Izin Usaha Penjualan Berjenjang) yang dikeluarkan oleh Dirjen
Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan RI.
5. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
6. Memiliki nomor registrasi dari Badan POM bagi produk-produk yang
wajib registrasi (seperti: Food Supplement dan Kosmetik)
7. Ada Buy Back Guarantee: yaitu Jaminan Perusahaan wajib membeli
kembali sisa produk dari distributor yang mengundurkan diri dari
keanggotaan, selama produk tersebut masih dapat dijual, termasuk bahan
promosi, alat-alat bantu penjualan yang masih dapat dijual, dikurangi
biaya administrasi sebesar 10% dari harga pembelian netto dan dikurangi
nilai setiap manfaat yang telah diterima oleh distributor berkaitan dengan
52
pembelian semua barang-barang yang dikembalikan termasuk biaya
wisata, bonus atau hadiah yang tidak dalam bentuk uang.
Dengan terdaftarnya perusahaan-perusahaan MLM yang ada di Indonesia
pada APLI, maka diharapkan perkembangan bisnis MLM di Indonesia akan
terarah dengan baik dan semua perusahaan direct selling / MLM dapat
menjalankan usahanya secara sehat dan menjunjung tinggi Kode Etik
Perusahaannya berdasarkan Kode Etik APLI.
53
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
5.1 Aktivitas Relationship Marketing Pada Perusahaan MLM
Sekarang ini banyak sekali cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk
mendistribusikan barangnya, salah satunya adalah yang dikenal dengan Sistim
Multi Level Marketing.
Menurut Clothier (1995: 33) Multi Level Marketing adalah suatu cara
menjual barang secara langsung kepada pelanggan melalui jaringan yang
dikembangkan oleh para distributor lepas yang memperkenalkan para distributor
berikutnya, pendapatan dihasilkan dari laba eceran dan laba grosir ditambah
dengan pembayaran-pembayaran berdasarkan penjualan total kelompok yang
dibentuk oleh seorang distributor.
Perusahaan MLM dalam memasarkan produknya menggunakan tenaga
mandiri (independen) tanpa campur tangan langsung perusahaan. Target penjualan
sepenuhnya ditentukan oleh distributor independen dan jaringan penjualan
langsung yang dikembangkannya sementara imbal jasa yang didapat dalam bentuk
potongan harga, misi penjualan dan insentif ditempatkan oleh perusahaan
produsen secara berjenjang sesuai dengan jumlah nilai penjualan.
Relationship marketing telah menjadi pusat perhatian pada studi
manajemen. Baru-baru ini penelitian tentang relationship marketing mengalami
peningkatan (Bhattacharya, 1998).
54
Gruen (2000) menggolongkan aktifitas relationship marketing kedalam 4
kategori:
1. Tujuan inti dari pelayanan berupa kualitas dan kuantitas dari jasa layanan
yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota.
2. Pengenalan untuk kontribusi merupakan suatu ukuran dimana perusahaan
menunjukkan penghargaan kepada anggota untuk kontribusi mereka
kepada perusahaan.
3. Peningkatan saling ketergantungan antar anggota, dimana perusahaan
menawarkan peluang, motivasi, dan kemampuan mendorong pertukaran
yang saling menguntungkan dari nilai-nilai yang ada antar anggota.
4. Penyebaran informasi dan pengetahuan tentang organisasi, dimana
perusahaan mempromosikan tujuan, kebijakan, nilai-nilai, dan program-
program untuk anggota.
5. Kepercayaan kepada persyaratan eksternal keanggotaan, mengarah kepada
cara perusahaan untuk membujuk dan mendorong anggota dalam merekrut
anggota baru untuk bergabung dengan perusahaan dan mempertahankan
keanggotaan mereka.
Perusahaan MLM sudah menjadi sektor penting dari penjualan eceran di
Indonesia lebih dari 20 tahun. Walaupun perusahaan MLM dikenal fokus kepada
hubungan yang membangun anggota mereka, namun beberapa artikel dan
penelitian telah menunjukkan isu dari pengembangan aktivitas relationship
marketing dalam membentuk customer capital.
55
Karakteristik Responden
Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh aktivitas relationship marketing
terhadap pembentukan customer capital pada PT. CNI Cabang Padang, maka
dikumpulkan pendapat dari responden dengan menyebarkan 120 kuesioner yang
dibagikan kepada distributor CNI yang berdomisili di kota Padang. Kuesioner
tersebut kembali sebanyak 112 kuesioner. Jadi respon rate kuesioner tersebut
adalah 93,33 %. Dikarenakan adanya data dari beberapa buah kuesioner yang
kurang sehingga kuesioner yang dianalisis hanya sebanyak 100 buah kuesioner.
Karateristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Profil responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5.2.1
Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Pria 55 55
Wanita 45 45
Total 100 100
Sumber : Analisis data primer
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang paling banyak adalah
pria yaitu 55 orang (55%), sedangkan wanita sebanyak 45 orang (45%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Profil responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut :
56
Tabel 5.2.2
Usia
Usia Jumlah Persentase (%)
17 – 24 tahun 13 13
25 – 34 tahun 32 32
35 – 44 tahun 37 37
Lebih dari 45 tahun 18 18
Total 100 100
Sumber : Analisis data primer
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden berusia 35 – 44
tahun sebanyak 37 orang (37%), yang kedua adalah usia 25 – 34 tahun yaitu
sebanyak 32 orang (32%), yang ketiga adalah usia lebih dari 45 tahun yaitu
sebanyak 18 orang (18%), dan yang paling sedikit adalah usia 17 – 24 tahun yaitu
sebanyak 13 orang (13%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Profil responden berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 5.2.3
Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase (%)
SLTA/Sederajat 65 65
Diploma 12 12
Sarjana 20 20
Pasca Sarjana 3 3
Total 100 100
Sumber : Analisis data primer
57
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki latar
belakang pendidikan SLTA / Sederajat yaitu sebanyak 65 orang (65%), yang
kedua adalah sarjana yaitu sebanyak 20 orang (20%), yang ketiga adalah diploma
yaitu sebanyak 12 orang (12%), dan yang paling sedikit adalah pasca sarjana yaitu
3 orang (3%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Profil responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.2.4
Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
Pelajar/Mahasiswa 11 11
Wiraswasta 20 20
Karyawan/wati 14 14
Ibu rumah tangga 16 16
Pegawai negeri sipil 16 16
Pekerjaan lain-lain 23 23
Total 100 100
Sumber : Analisis data primer
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki
pekerjaan lain-lain seperti buruh, petani, tukang ojek, polisi, ABRI, dan ada yang
belum bekerja yaitu sebanyak 23 orang (23%), yang kedua adalah wiraswasta
yaitu sebanyak 20 orang (20%), yang ketiga adalah ibu rumah tangga dan pegawai
negeri sipil yaitu masing-masing sebanyak 16 orang (16%), yang keempat adalah
karyawan/wati yaitu sebanyak 14 orang (14%), dan yang paling sedikit adalah
pelajar/mahasiswa yaitu sebanyak 11 orang (11%).
58
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan Perbulan
Profil responden berdasarkan tingkat penghasilan perbulan dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 5.2.5
Tingkat Penghasilan Perbulan
Tingkat Penghasilan Jumlah Persentase (%)
Kurang dari Rp.1.000.000 37 37
Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 47 47
Lebih dari Rp.2.000.000 16 16
Total 100 100
Sumber : Analisis data primer
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki tingkat
penghasilan Rp.1000.000-Rp.2.000.000 yaitu sebanyak 47 orang (47%), yang
kedua adalah kurang dari Rp.1000.000 yaitu sebanyak 37 orang (37%), dan yang
terakhir adalah lebih dari Rp.2.000.000 yaitu sebanyak 16 orang (16%).
Karakteristik Responden berdasarkan Lama Bergabung dengan CNI
Profil responden berdasarkan lama bergabung dengan CNI dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 5.2.6
Lama Bergabung dengan CNI
Lama Bergabung Jumlah Persentase (%)
Kurang dari 6 bulan 12 12
6 bulan – 1 tahun 28 28
Lebih dari 1 tahun 60 60
Total 100 100
Sumber : Analisis data primer
59
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden telah bergabung
dengan CNI lebih dari 1 tahun yaitu sebanyak 60 orang (60%), yang kedua 6
bulan – 1 tahun yaitu sebanyak 28 orang (28%), dan yang terakhir kurang dari 6
bulan yaitu sebanyak 12 orang (12%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Rutinitas Mengkonsumsi Produk-
Produk CNI
Profil responden berdasarkan rutinitas mengkonsumsi produk-produk CNI
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.2.7
Rutinitas Mengkonsumsi Produk-Produk CNI
Rutinitas Konsumsi Jumlah Persentase (%)
Ya 61 61
Tidak 39 39
Total 100 100
Sumber : Analisis data primer
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden rutin
mengkonsumsi produk-produk CNI yaitu sebanyak 61 orang (61%), sedangkan
responden lainnya tidak rutin mengkonsumsi produk-produk CNI yaitu sebanyak
39 orang (39%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Keaktifan Anggota pada MLM Lain
Profil responden berdasarkan keaktifan anggota pada MLM lain dapat
dilihat pada tabel berikut :
60
Tabel 5.2.8
Keaktifan Anggota pada MLM Lain
Keaktifan pada MLM Lain Jumlah Persentase (%)
Ya 13 13
Tidak 87 87
Total 100 100
Sumber : Analisis data primer
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden tidak aktif pada
MLM lain yaitu sebanyak 87 orang (87%), sedangkan responden yang lainnya
juga aktif pada MLM lain yaitu sebanyak 13 orang (13%).
5.3 Analisis Deskriptif
Tabel 5.3
Analisis Deskriptif
No Pertanyaan Rata-rata
KUALITAS PELAYANAN
1 Produk yang Anda butuhkan selalu tersedia di PO (Point
Operator)
4,55
2 Anda selalu mendapatkan kemudahan dalam pengambilan
produk di PO (Point Operator)
4,53
3 Produk bisa diperoleh dimanapun Anda berada
(kabupaten/kota) yang memiliki PO (Point Operator)
4,24
4 Perusahaan memberikan pelayanan berupa fasilitas
interaktif melalui Customer Service untuk berkonsultasi
4,06
Rata-rata 4,345
PENGHARGAAN SEBAGAI ANGGOTA
1 Adanya jenjang karier/posisi yang bisa Anda capai sesuai
dengan usaha yang anda lakukan
4,67
61
2 Perusahaan memberikan bonus (komisi) langsung, komisi
produktivitas bulanan, dan komisi atas penjualan Anda
4,73
3 Perusahaan memberikan bonus berupa fasilitas (motor,
mobil, rumah, dan lain-lain)
4,60
4 Apabila Anda meraih kesuksesan, maka perusahaan akan
mempublikasikan Anda dalam suatu media (cetak dan
elektronik)
4,33
Rata-rata 4,5825
MENINGKATKAN KETERGANTUNGAN SESAMA
ANGGOTA
1 Upline mengajarkan Anda cara menjalankan usaha MLM
dengan baik dan benar
4,42
2 Upline selalu membimbing, membina, dan mengarahkan
Anda sehingga Anda meraih kesuksesan dalam usaha ini
4,34
3 Upline, downline dan sesama anggota jaringan lainnya
secara rutin berkumpul pada suatu tempat untuk berdiskusi
4,23
4 Upline, downline, dan sesama anggota jaringan lainnya
selalu merupakan suatu tim kerjasama yang solid
4,33
Rata-rata 4,33
PENYEBARAN INFORMASI DAN PENGETAHUAN
PERUSAHAAN
1 Perusahaan mengadakan pelatihan-pelatihan guna
menambah wawasan dan pengetahuan Anda tentang MLM
4,49
2 Perusahaan memberikan informasi yang jelas dan benar
mengenai Rencana Pengembangan Usaha (RPU)
4,50
3 Perusahaan mensosialisasikan Kode Etik Perusahaan dan
peraturan-peraturan yang harus dita’ati
4,46
4 Perusahaan selalu menyampaikan informasi terbaru kepada
Anda, seperti informasi produk-produk baru
4,23
Rata-rata 4,42
DORONGAN TERHADAP ANGGOTA LAMA
UNTUK MEREKRUT ANGGOTA BARU
62
1 Adanya kemudahan bagi anggota baru yang akan
bergabung
4,72
2 Perusahaan mendorong anggota untuk melakukan demo
produk (pengenalan produk kepada konsumen)
4,34
3 Perusahaan memberikan kebebasan kepada anggota untuk
melakukan pertemuan-pertemuan informal
4,16
4 Perusahaan membekali anggota dengan keahlian tentang
pengembangan jaringan MLM
4,28
Rata-rata 4,375
Sumber : Analisis data primer
Berdasarkan analisis data primer diatas, maka dapat diketahui penilaian
responden terhadap aktivitas relationship marketing pada PT. CNI Cabang
Padang yaitu :
1. Kualitas pelayanan
Rata-rata penilaian responden terhadap kualitas pelayanan pada aktivitas
relationship marketing ini sebesar 4,345. Angka ini menunjukkan bahwa
responden setuju bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap
pembentukan customer capital, karena sesuai dengan skala pengukuran
“kualitas pelayanan”, angka 4,345 lebih mendekati ke angka 4, yaitu setuju.
2. Penghargaan sebagai anggota
Rata-rata penilaian responden terhadap penghargaan sebagai anggota pada
aktivitas relationship marketing ini sebesar 4,5825. Angka ini menunjukkan
bahwa responden setuju sekali bahwa penghargaan sebagai anggota
berpengaruh terhadap pembentukan customer capital, karena sesuai dengan
skala pengukuran “penghargaan sebagai anggota”, angka 4,345 lebih
mendekati ke angka 5, yaitu setuju sekali.
63
3. Meningkatkan ketergantungan sesama anggota
Rata-rata penilaian responden terhadap meningkatkan ketergantungan sesama
anggota pada aktivitas relationship marketing ini sebesar 4,33. Angka ini
menunjukkan bahwa responden setuju bahwa meningkatkan ketergantungan
sesama anggota berpengaruh terhadap pembentukan customer capital, karena
sesuai dengan skala pengukuran “meningkatkan ketergantungan sesama
anggota”, angka 4,33 lebih mendekati ke angka 4, yaitu setuju.
4. Penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan
Rata-rata penilaian responden terhadap penyebaran informasi dan
pengetahuan perusahaan pada aktivitas relationship marketing ini sebesar
4,42. Angka ini menunjukkan bahwa responden setuju bahwa penyebaran
informasi dan pengetahuan perusahaan berpengaruh terhadap pembentukan
customer capital, karena sesuai dengan skala pengukuran “penyebaran
informasi dan pengetahuan perusahaan”, angka 4,42 lebih mendekati ke angka
4, yaitu setuju.
5. Dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru
Rata-rata penilaian responden terhadap dorongan terhadap anggota lama untuk
merekrut anggota baru pada aktivitas relationship marketing ini sebesar 4,375.
Angka ini menunjukkan bahwa responden setuju bahwa dorongan terhadap
anggota lama untuk merekrut anggota baru berpengaruh terhadap
pembentukan customer capital, karena sesuai dengan skala pengukuran
“dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru”, angka 4,375
lebih mendekati ke angka 4, yaitu setuju.
64
Jadi secara umum dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor
penghargaan sebagai anggota adalah faktor yang paling dominan terhadap
pembentukan customer capital, sedangkan faktor kualitas pelayanan,
meningkatkan ketergantungan sesama anggota, penyebaran informasi dan
pengetahuan perusahaan, dan dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut
anggota baru merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan customer
capital setelah penghargaan sebagai anggota.
5.4 Analisis Pengaruh Aktivitas Relationship Marketing Terhadap
Pembentukan Customer Capital
Analisis Persamaan Regresi
Untuk mengetahui pengaruh dari kualitas pelayanan, penghargaan sebagai
anggota, meningkatkan ketergantungan sesama anggota, penyebaran informasi
dan pengetahuan perusahaan, dan perekrutan anggota baru terhadap customer
capital pada CNI Cabang Padang digunakan SPSS versi 14,0. Pengolahan data ini
menggunakan skala likert 5 poin yang masing-masingnya diberi bobot yaitu setuju
sekali (skor 5), setuju (skor 4), ragu-ragu (skor 3), tidak setuju (skor 2), dan sangat
tidak setuju (skor 1).
Dari hasil pengolahan data tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut :
Y = - 0,64 + 0,192 X1 + 0,348 X2 + 0,294 X3 + 0,308 X4 + 0,024 X5
65
Dimana :
Y = Customer capital
X1 = Kualitas pelayanan
X2 = Penghargaan sebagai anggota
X3 = Meningkatkan ketergantungan sesama anggota
X4 = Penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan
X5 = Dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru
Dari hasil pengolahan data tersebut dapat diketahui bahwa :
1. Apabila tidak dipengaruhi oleh kualitas pelayanan, penghargaan sebagai
anggota, meningkatkan ketergantungan sesama anggota, penyebaran
informasi dan pengetahuan perusahaan, dan perekrutan anggota baru,
maka besarnya customer capital adalah memiliki trend (kecendrungan)
negatif (-) yaitu sebesar – 0,64.
2. Apabila faktor kualitas pelayanan (X1) mempengaruhi sebesar 1, maka
customer capital akan meningkat sebesar 0,192 dengan asumsi tidak
dipengaruhi oleh faktor lain.
3. Apabila faktor penghargaan sebagai anggota (X2) mempengaruhi sebesar
1, maka customer capital akan meningkat sebesar 0,348 dengan asumsi
tidak dipengaruhi oleh faktor lain.
4. Apabila faktor meningkatkan ketergantungan sesama anggota (X3)
mempengaruhi sebesar 1, maka customer capital akan meningkat sebesar
0,294 dengan asumsi tidak dipengaruhi oleh faktor lain.
66
5. Apabila faktor penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan (X4)
mempengaruhi sebesar 1, maka customer capital akan meningkat sebesar
0,308 dengan asumsi tidak dipengaruhi oleh faktor lain.
6. Apabila faktor dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota
baru (X5) mempengaruhi sebesar 1, maka customer capital akan
meningkat sebesar 0,024 dengan asumsi tidak dipengaruhi oleh faktor lain.
7. Dan apabila secara bersamaan dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut
diatas maka customer capital akan meningkat sebesar jumlah antara
peningkatan yang disebabkan oleh kelima faktor tersebut yaitu sebesar
0,963. Apabila dibandingkan dengan nilai konstan maka besarnya
peningkatan customer capital terhadap kelima faktor tersebut adalah 0,323
(32,3%). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelima faktor yang diteliti tersebut
memang mempengaruhi customer capital pada perusahaan MLM CNI
Cabang Padang.
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
The Estimate
1 .765a .585 .563 .35731
Dari output SPSS ini juga diperoleh informasi tentang :
1. Korelasi (R)
R = 0,765 (76,5%)
67
Artinya variabel independen yaitu kualitas pelayanan, penghargaan sebagai
anggota, meningkatkan ketergantungan sesama anggota, penyebaran informasi
dan pengetahuan perusahaan, dan dorongan terhadap anggota lama untuk
merekrut anggota baru mempunyai hubungan yang kuat terhadap variabel
dependen yaitu customer capital. Ini artinya variabel independen
mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
2. Koefisien Determinasi (R2)
R2 = 0,585 (58,5%)
Artinya hanya 58,5 % dari perubahan variabel dependen (customer capital)
yang dapat diterangkan oleh variabel independen (kualitas pelayanan,
penghargaan sebagai anggota, meningkatkan ketergantungan sesama anggota,
penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan, dan dorongan terhadap
anggota lama untuk merekrut anggota baru) dari penelitian yang dilakukan
terhadap 100 orang responden, sedangkan sisanya sebesar 41,5 % dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam penelitian.
3. Koefisien Determinasi Terkoreksi (R2)
R2 = 0,563 (56,3%)
Artinya jika dilakukan penambahan variabel lain diluar variabel penelitian
kedalam model regresi, maka besar pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen adalah sebesar 56,3 %.
5.5 Pengujian Hipotesis
Untuk memperjelas dan memperkuat hasil penelitian maka dilakukan
pengujian hipotesis secara parsial.
68
Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Customer Capital
r R2 Sig. Koefisien regresi t-hitung t-tabel
0.579 0.335 0.076 0.192 1.791 2.617
Sumber : Hasil output SPSS
Dari uji t pada tabel diatas diperoleh nilai t-hitung sebesar 1.791. Dengan
demikian nilai t-hitung kecil dari t-tabel (2.617) dengan taraf signifikansi 0.076
(P> 0.05). Ini berarti hasil penelitian dari variabel kualitas pelayanan tidak
signifikan terhadap peningkatan customer capital. Walaupun kualitas pelayanan
ditingkatkan atau diturunkan, maka tidak akan mempengaruhi customer capital.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis awal Ho, dimana diduga kualitas
pelayanan memiliki pengaruh signifikan terhadap customer capital adalah tidak
diterima.
Analisis Pengaruh Penghargaan Sebagai Anggota Terhadap Customer
Capital
r R2 Sig. Koefisien regresi t-hitung t-tabel
0.586 0.343 0.001 0.348 3.415 2.617
Sumber : Hasil output SPSS
Dari uji t pada tabel diatas diperoleh nilai t-hitung sebesar 3.415. Dengan
demikian nilai t-hitung besar dari t-tabel (2.617) dengan taraf signifikansi 0.001
(P< 0.05). Ini berarti hasil penelitian dari variabel penghargaan sebagai anggota
signifikan terhadap peningkatan customer capital. Dengan demikian variabel ini
berlaku pada penelitian karena memiliki pengaruh yang signifikan, dan dapat
69
disimpulkan bahwa hipotesis awal Ho, dimana diduga penghargaan sebagai
anggota memiliki pengaruh signifikan terhadap customer capital adalah benar.
Analisis Pengaruh Meningkatkan Ketergantungan Sesama Anggota
Terhadap Customer Capital
r R2 Sig. Koefisien regresi t-hitung t-tabel
0.621 0.385 0.005 0.294 2.863 2.617
Sumber : Hasil output SPSS
Dari uji t pada tabel diatas diperoleh nilai t-hitung sebesar 2.863. Dengan
demikian nilai t-hitung besar dari t-tabel (2.617) dengan taraf signifikansi 0.005
(P< 0.05). Ini berarti hasil penelitian dari variabel meningkatkan ketergantungan
sesama anggota signifikan terhadap peningkatan customer capital. Dengan
demikian variabel ini berlaku pada penelitian karena memiliki pengaruh yang
signifikan, dan dapat disimpulkan bahwa hipotesis awal Ho, dimana diduga
meningkatkan ketergantungan sesama anggota memiliki pengaruh signifikan
terhadap customer capital adalah benar.
Analisis Pengaruh Penyebaran Informasi dan Pengetahuan Perusahaan
Terhadap Customer Capital
r R2 Sig. Koefisien regresi t-hitung t-tabel
0.640 0.409 0.016 0.308 2.458 2.617
Sumber : Hasil output SPSS
Dari uji t pada tabel diatas diperoleh nilai t-hitung sebesar 2.458. Dengan
demikian nilai t-hitung kecil dari t-tabel (2.617) dengan taraf signifikansi 0.016
70
(P< 0.05). Ini berarti hasil penelitian dari variabel penyebaran informasi dan
pengetahuan perusahaan signifikan terhadap peningkatan customer capital.
Dengan demikian variabel ini berlaku pada penelitian karena memiliki pengaruh
yang signifikan, dan dapat disimpulkan bahwa hipotesis awal Ho, dimana diduga
penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan memiliki pengaruh signifikan
terhadap customer capital adalah benar.
Analisis Pengaruh Dorongan Terhadap Anggota Lama Untuk Merekrut
Anggota Baru Terhadap Customer Capital
r R2 Sig. Koefisien regresi t-hitung t-tabel
0.568 0.322 0.844 0.024 0.197 2.617
Sumber : Hasil output SPSS
Dari uji t pada tabel diatas diperoleh nilai t-hitung sebesar 0.197. Dengan
demikian nilai t-hitung kecil dari t-tabel (2.617) dengan taraf signifikansi 0.844
(P> 0.05). Ini berarti hasil penelitian dari variabel dorongan terhadap anggota
lama untuk merekrut anggota baru tidak signifikan terhadap peningkatan customer
capital. Walaupun perusahaan giat melakukan aktifitas yang sifatnya mendorong
anggota lama untuk merekrut anggota baru, tetap tidak mempengaruhi customer
capital. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis awal Ho, dimana diduga
dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru memiliki pengaruh
signifikan terhadap customer capital adalah tidak diterima.
71
Selain melakukan pengujian hipotesis secara parsial, juga dilakukan
pengujian hipotesis secara bersamaan untuk mengetahui pengaruh variabel-
variabel independen secara serentak terhadap variabel dependen.
Pengujian hipotesis terhadap penelitian ini dilakukan secara bersamaan
dengan menggunakan rumus f-test. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh variabel independen (kualitas pelayanan, penghargaan sebagai anggota,
meningkatkan ketergantungan sesama anggota, penyebaran informasi dan
pengetahuan perusahaan, dan dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut
anggota baru) terhadap variabel dependen (customer capital).
Model Summary
Model R R Square Adjusted
R Square
f-hitung f-tabel Sig.
1 .765a .585 .563 26.488 2.60 .000
Dari tabel diatas dapat diketahui kebenaran hipotesis secara serentak yaitu
dengan membandingkan f-hitung dengan f-tabel. Apabila f-hitung lebih besar dari
f –tabel, maka berarti Ho adalah benar. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa f-
hitung lebih besar daripada f-tabel (26.488>2.60) ini berarti Ho adalah benar.
Jadi hipotesis awal yang menyatakan bahwa aktivitas relationship
marketing pada perusahaan MLM ditinjau dari kualitas pelayanan, penghargaan
sebagai anggota, meningkatkan ketergantungan sesama anggota, penyebaran
informasi dan pengetahuan perusahaan, dan dorongan terhadap anggota lama
untuk merekrut anggota baru diduga berpengaruh positif terhadap pembentukan
customer capital pada PT. CNI Cabang Padang adalah benar.
72
Secara ringkas, hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.5
Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis
No Hipotesis Sig. Keterangan
1 Diduga aktivitas relationship marketing pada
perusahaan MLM ditinjau dari kualitas
pelayanan berpengaruh positif terhadap
pembentukan customer capital pada PT. CNI
Cabang Padang
0,076 Ditolak
2 Diduga aktivitas relationship marketing pada
perusahaan MLM ditinjau dari penghargaan
sebagai anggota berpengaruh positif terhadap
pembentukan customer capital pada PT. CNI
Cabang Padang
0,001 Diterima
3 Diduga aktivitas relationship marketing pada
perusahaan MLM ditinjau dari meningkatkan
ketergantungan sesama anggota berpengaruh
positif terhadap pembentukan customer capital
pada PT. CNI Cabang Padang
0,005 Diterima
4 Diduga aktivitas relationship marketing pada
perusahaan MLM ditinjau dari penyebaran
informasi dan pengetahuan perusahaan
berpengaruh positif terhadap pembentukan
customer capital pada PT. CNI Cabang Padang
0,016 Diterima
5 Diduga aktivitas relationship marketing pada
perusahaan MLM ditinjau dari dorongan
terhadap anggota lama untuk merekrut anggota
baru berpengaruh positif terhadap pembentukan
customer capital pada PT. CNI Cabang Padang
0,844 Ditolak
Sumber : Analisis regresi
73
Dari tabel diatas dapat kita lihat ringkasan dari hasil pengujian hipotesis
yaitu :
1. Hipotesis awal (Ho), dimana diduga aktivitas relationship marketing pada
perusahaan MLM ditinjau dari kualitas pelayanan berpengaruh positif
terhadap pembentukan customer capital pada PT. CNI Cabang Padang adalah
tidak diterima (ditolak) karena taraf signifikansinya > 0,05 (P > 0,05) yaitu
sebesar 0,076.
2. Hipotesis awal (Ho), dimana diduga aktivitas relationship marketing pada
perusahaan MLM ditinjau dari penghargaan sebagai anggota berpengaruh
positif terhadap pembentukan customer capital pada PT. CNI Cabang Padang
adalah diterima karena taraf signifikansinya < 0,05 (P < 0,05) yaitu sebesar
0,001.
3. Hipotesis awal (Ho), dimana diduga aktivitas relationship marketing pada
perusahaan MLM ditinjau dari meningkatkan ketergantungan sesama anggota
berpengaruh positif terhadap pembentukan customer capital pada PT. CNI
Cabang Padang adalah diterima karena taraf signifikansinya < 0,05 (P < 0,05)
yaitu sebesar 0,005.
4. Hipotesis awal (Ho), dimana diduga aktivitas relationship marketing pada
perusahaan MLM ditinjau dari penyebaran informasi dan pengetahuan
perusahaan berpengaruh positif terhadap pembentukan customer capital pada
PT. CNI Cabang Padang adalah diterima karena taraf signifikansinya < 0,05
(P < 0,05) yaitu sebesar 0,016.
5. Hipotesis awal (Ho), dimana diduga aktivitas relationship marketing pada
perusahaan MLM ditinjau dari dorongan terhadap anggota lama untuk
74
merekrut anggota baru berpengaruh positif terhadap pembentukan customer
capital pada PT. CNI Cabang Padang adalah tidak diterima (ditolak) karena
taraf signifikansinya > 0,05 (P > 0,05) yaitu sebesar 0,844.
5.6 Implikasi Penelitian
Dari hasil pengujian data dengan menggunakan analisis regresi, diketahui
bahwa faktor penghargaan sebagai anggota, meningkatkan ketergantungan sesama
anggota, dan penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan, memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan customer capital pada PT. CNI
Cabang Padang. Penghargaan sebagai anggota mempengaruhi customer capital
sebesar 0,348, meningkatkan ketergantungan sesama anggota mempengaruhi
customer capital sebesar 0,294, dan penyebaran informasi dan pengetahuan
perusahaan mempengaruhi customer capital sebesar 0,308 (berdasarkan analisis
regresi). Berdasarkan angka koefisien diatas dapat disimpulkan bahwa
pembentukan customer capital pada PT. CNI Cabang Padang dipengaruhi oleh
faktor penghargaan sebagai anggota, meningkatkan ketergantungan sesama
anggota, dan penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan.
Dari hasil pengujian data dengan menggunakan analisis regresi juga
diketahui bahwa faktor kualitas pelayanan dan dorongan terhadap anggota lama
untuk merekrut anggota baru memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap
pembentukan customer capital pada PT. CNI Cabang Padang. Kualitas pelayanan
mempengaruhi customer capital sebesar 0,192, dan dorongan terhadap anggota
lama untuk merekrut anggota baru mempengaruhi customer capital sebesar 0,024
(berdasarkan analisis regresi). Berdasarkan angka koefisien diatas dapat
75
disimpulkan bahwa pembentukan customer capital pada PT. CNI Cabang Padang
kurang dipengaruhi oleh kualitas pelayanan dan dorongan terhadap anggota lama
untuk merekrut anggota baru. Hal ini berarti, pada faktor kualitas pelayanan,
walaupun produk yang dibutuhkan selalu tersedia di PO (Point Operator),
distributor selalu mendapat kemudahan dalam pengambilan produk, produk bisa
diperoleh dimanapun distributor berada, dan perusahaan memberikan pelayanan
customer service, tidak akan menjamin terciptanya loyalitas pelanggan. Hal ini
terjadi karena pengambilan produk bukan sesuatu yang penting, karena mungkin
saja upline yang selalu melakukan pengambilan produk, sehingga faktor kualitas
pelayanan kurang mempengaruhi terbentuknya customer capital. Begitu juga
dengan faktor dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru,
walaupun adanya kemudahan bagi anggota baru yang akan bergabung, perusahaan
mendorong anggota untuk melakukan demo produk, perusahaan memberikan
kebebasan pada para anggota untuk melakukan pertemuan-pertemuan informal,
dan perusahaan membekali anggota dengan keahlian tentang pengembangan
jaringan MLM (Network), juga tidak akan menjamin terciptanya loyalitas
pelanggan. Hal ini terjadi karena perusahaan fokus untuk mempertahankan dan
membina anggota lama sehingga faktor perekrutan anggota baru kurang
mempengaruhi terbentuknya customer capital.
Untuk perusahaan diharapkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru. Berdasarkan hasil
penelitian, faktor kualitas pelayanan dan dorongan terhadap anggota lama untuk
merekrut anggota baru kurang memiliki pengaruh terhadap pembentukan
customer capital.
76
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan :
1. Kualitas pelayanan, penghargaan sebagai anggota, meningkatkan
ketergantungan sesama anggota, penyebaran informasi dan pengetahuan
perusahaan, dan dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota
baru merupakan lima faktor variabel independen yang dapat
mempengaruhi customer capital pada perusahaan multi level marketing.
Kualitas pelayanan (X1) merupakan kualitas dan kuantitas jasa layanan
yang diberikan perusahaan kepada anggota. Penghargaan sebagai anggota
(X2) merupakan suatu ukuran dimana perusahaan menunjukkan
penghargaan kepada anggota untuk kontribusi mereka kepada
perusahaan. Meningkatkan ketergantungan sesama anggota (X3) dimana
perusahaan menawarkan peluang, motivasi dan pertukaran yang saling
menguntungkan antar anggota. Penyebaran informasi dan pengetahuan
perusahaan (X4) dimana perusahaan mempromosikan tujuan, kebijakan,
nilai-nilai dan program-program kepada anggota. Dorongan terhadap
anggota lama untuk merekrut anggota baru (X5) merupakan suatu cara
perusahaan untuk membujuk dan mendorong anggota dalam merekrut
anggota baru untuk bergabung.
77
2. Pada perusahaan MLM PT. CNI Cabang Padang, kualitas pelayanan,
penghargaan sebagai anggota, meningkatkan ketergantungan sesama
anggota, penyebaran informasi dan pengetahuan perusahaan, dan
dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru
merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi customer capital.
3. Diantara keempat faktor yang diteliti, ternyata penghargaan sebagai
anggota merupakan faktor yang paling mempengaruhi terciptanya
customer capital. Faktor ini merupakan faktor dominan yang dipilih
responden, sedangkan keempat faktor-faktor lainnya juga mempengaruhi
tetapi tidak terlalu kuat.
4. Dari hasil pengolahan data analisis regresi dengan menggunakan bantuan
program SPSS 14,0 diperoleh hasil bahwa kualitas pelayanan
mempengaruhi customer capital sebesar 0,192 atau 19,2 %. Penghargaan
sebagai anggota mempengaruhi customer capital sebesar 0,348 atau 34,8
%. Meningkatkan ketergantungan sesama anggota mempengaruhi
customer capital sebesar 0,294 atau 29,4 %. Penyebaran informasi dan
pengetahuan perusahaan mempengaruhi customer capital sebesar 0,308
atau 30,8 %. Dan dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut
anggota baru mempengaruhi customer capital sebesar 0,024 atau 2,4 %.
Output ini juga menjelaskan bahwa hubungan variabel independen
(kualitas pelayanan, penghargaan sebagai anggota, meningkatkan
ketergantungan sesama anggota, penyebaran informasi dan pengetahuan
perusahaan dan dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota
78
baru) secara bersama-sama terhadap variabel dependen (customer
capital) adalah 0,963 atau 96,3 %.
5. Dari penelitian ternyata dugaan awal (Ho) dimana diduga ada pengaruh
yang signifikan antara (penghargaan sebagai anggota, meningkatkan
ketergantungan sesama anggota, penyebaran informasi dan pengetahuan
perusahaan) adalah benar karena memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap customer capital yang dapat dilihat dari hasil pengujian dengan
menggunakan uji t-test dan F-test. Sedangkan dua variabel lainnya yaitu
kualitas pelayanan dan dorongan perusahaan terhadap anggota lama
untuk merekrut anggota baru tidak dapat diterima, karena tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap customer capital. Setelah dilakukan
wawancara dengan distributor CNI, faktor kualitas pelayanan tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap customer capital karena
pekerjaan sebagai distributor bukan pekerjaan utama mereka sehingga
mengakibatkan distributor tidak fokus dalam memberikan pelayanan.
Sedangkan faktor dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut
anggota baru tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap customer
capital karena persyaratan untuk menjadi anggota MLM sangat mudah
sehingga berhentinya keanggotaan juga menjadi sangat mudah dan juga
dikarenakan kurangnya dorongan dari perusahaan atau sesama anggota
jaringan untuk merekrut anggota baru.
79
6.2 Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih banyak
memiliki kekurangan seperti jumlah sampel yang masih terlalu sedikit, daerah
yang diteliti dalam pengambilan sampel terlalu kecil hanya terbatas pada
distributor PT. CNI yang berdomisili dikota Padang, ditambah lagi keterbatasan
waktu penelitian, sehingga semua hal diatas menyebabkan penelitian ini jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan.
6.3 Saran-saran
1. Penulis menyarankan pada perusahaan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan dan dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota
baru. Berdasarkan hasil penelitian, faktor kualitas pelayanan dan dorongan
terhadap anggota lama untuk merekrut anggota baru kurang memiliki
pengaruh terhadap pembentukan customer capital.
2. Kualitas pelayanan, penghargaan sebagai anggota, meningkatkan
ketergantungan sesama anggota, penyebaran informasi dan pengetahuan
perusahaan, dan dorongan terhadap anggota lama untuk merekrut anggota
baru merupakan suatu usaha yang tepat dalam membentuk customer
capital sehingga dapat menciptakan loyalitas pelanggan.
3. Penulis menyarankan pada peneliti selanjutnya agar menggunakan sampel
yang lebih banyak dan menggunakan teknik analisis dan pengukuran
kuesioner yang berbeda dengan penelitian ini agar hasil yang ditemukan
dalam penelitian tersebut dapat lebih valid dan akurat dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bhattacharya, C.B, 1998, When customers are members: customers retention in paid membership contexts, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 26, Winter
Bontis, N, 1996, There’s a price on your head: managing intellectual capitalstrategically, Ivey Business journal, Summer
Bontis, N, 1998, Intellectual capital: an exploratory study that develops measures and models, Management Decision, Vol. 36 No.2
Bontis, N, 1999, Managing organizational knowledge by diagnosing intellectual capital: framing and advancing the state of the field, International Journal of Technology Management, Vol. 18 No. 5/6/7/8
Chen, J, Zhu, Z, and Xie, H.Y, 2004, Measuring intellectual capital: a new model and empirical study, Journal of Intellectual Capital, Vol. 5 No. 1
Clothier, Peter J, 1995, Meraup Uang Dengan MLM, Erlangga, Jakarta
Cravens, David W, 1998, Marketing Strategic, Terjemahan Salim, Lina, Edisi IV, Erlangga, Jakarta
Dajan, Anto, 1986, Pengantar Metode Statistik, Jilid II, Jakarta
Doney, P.M, and Cannon, J.P, 1997, An examination of the nature of trust in buyer-seller relationship, Journal of Marketing, Vol. 61, April
Duffy, J, 2000, Measuring customer capital, Strategy & Leadership, Vol. 28 No. 5
Edvinsson, L, and Malone, M.S, 1997, Intellectual capital: Realizing YourCompany’s True Value by Finding Its Hidden Brainpower, HarperBusiness, New York, NY
Gruen, T.W, Summers, J.O, and Acito, F, 2000, Relationship marketing activities, commitment and membership behaviors in professional associations, Journal of Marketing, Vol. 64 No. 3
Harefa, Andrias, 1999, Multi Level Marketing, Gramedia, Jakarta
Heide, J.B, and Jhon, G, 1988, The role of dependence balancing in safeguarding transaction-specific assets in conventional channels, Journal of Marketing, Vol. 52, No. 1
Irawan dan Wijaya, Farid, 1996, Pemasaran Prinsip Dan Kasus, Edisi III, BPFE, Yogyakarta
Jhon, G, 1984, An empirical investigation of some attecedents of opportunism in a marketing channel, Journal of Marketing Research, Vol. 21, August
Kaplan, R.S, and Norton, D.P, 1996, The Balanced Scorecard, - Translating Strategyinto Action, Harvard Business School Press, Boston, MA
Kotler, Philip, 1997, Manajemen Pemasaran, Terjemahan Teguh, Hendra, Anggawijaya, Pura, Edisi Revisi, Prenhallindo, Jakarta
Kotler, Philip, 2002, Manajemen Pemasaran, Edisi Milenium, alih bahasa teguh, Hendra, Ronny A, Prenhallindo, Jakarta
Roller, David, 1995, Menjadi Kaya Dengan MLM, Terjemahan Waskito, Gramedia, Jakarta
Stewart, T, 1997, Intellectual Capital: The New Wealth of Organizations, Doubleday, New York, NY
Sudjana, 1991, Statistika Untuk Ekonomi Dan Niaga, Edisi Baru, Tarsito, Bandung
Sveiby, K.E, 1989, The Invisible Balance-Sheet, Affarsvaerlden/Lsdarskap, Stockholm
Sveiby, K.E, 1997, The New Organizational Wealth, Berret-Koehler Publishers, San Fransisco, CA
Swasta, Basu, 1993, Manajemen Penjualan, Edisi III, BPFE, Yogyakarta
Umar, Husein, 2003, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Cetakan ketiga, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
www.amway.co.id
www.apli.or.id
www.telerep.com
FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS ANDALAS
KUESIONER PENELITIAN
Responden Yth, saya adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang dalam melakukan penelitian untuk menyusun skripsi dengan judul : Analisis Penerapan Sistem Distribusi Multi Level Marketing dalam Membangun Customer Capital. Untuk itu saya bermaksud untuk mengumpulkan data dengan kuesioner sebagaimana terlampir sebagai berikut. Saya harap Bapak/Ibu/Saudara/I dapat membantu dalam pengisian kuesioner ini. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Profil Penulis
Nama : AFDHAL MUBARAKNo. BP : 02 152 026Fakultas/Jurusan : Ekonomi/ManajemenKonsentrasi : PemasaranUniversitas : Andalas
No. Kuesioner : ……….Berilah tanda silang (X) pada salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan.A. Identitas Pribadi
1. Jenis Kelamin anda:a. Pria b. Wanita
2. Usia anda pada saat ini :a. 17 - 24 tahun c. 35 - 44 tahunb. 25 - 34 tahun d. Lebih dari 45 tahun
3. Pekerjaan anda pada saat ini :a. Pelajar/Mahasiswa d. Ibu Rumah Tanggab. Wiraswasta e. Pegawai Negeri Sipilc. Karyawan/wati f. Lain-lain…………….(Sebutkan)
4. Tingkat penghasilan anda perbulan :a. Kurang dari Rp. 1.000.000b. Rp. 1.000.000 – Rp.2.000.000c. Lebih dari Rp. 2.000.000
5. Sudah berapa lama anda bergabung dengan CNI :a. Kurang dari 6 bulanb. 6 bulan – 1 tahunc. Lebih dari 1 tahun
B.Penilaian Terhadap Masing-masing Variabel
KUALITAS PELAYANAN1. Produk yang dibutuhkan selalu tersedia di PO (Point Operator)
a. Sangat tidak setuju d. Setujub. Tidak setuju e. Setuju sekalic. Biasa
2. Anda selalu mendapat kemudahan dalam pengambilan produk di PO (Point Operator)a. Sangat tidak setuju d. Setujub. Tidak setuju e. Setuju sekalic. Biasa
3. Produk bisa diperoleh dimanapun anda berada (kabupaten/kota yang memiliki PO (Point Operator)a. Sangat tidak setuju d. Setujub. Tidak setuju e. Setuju sekalic. Biasa
PENGHARGAAN SEBAGAI ANGGOTA1. Perusahaan memberikan bonus (komisi) langsung, komisi atas penjualan
anda, dan komisi produktivitas bulanana. Sangat tidak setuju d. Setujub. Tidak setuju e. Setuju sekalic. Biasa
2. Perusahaan memberikan bonus berupa fasilitas (motor, mobil, rumah, dan lain-lain)a. Sangat tidak setuju d. Setujub. Tidak setuju e. Setuju sekalic. Biasa
3. Apabila anda meraih kesuksesan, maka perusahaan akan mempublikasikan anda dalam suatu media (cetak dan elektronik)a. Sangat tidak setuju d. Setujub. Tidak setuju e. Setuju sekalic. Biasa
KESEMPATAN YANG DITAWARKAN PERUSAHAAN1. Adanya jenjang karier yang bisa anda capai sesuai dengan usaha yang
anda lakukana. Sangat tidak setuju d. Setujub. Tidak setuju e. Setuju sekalic. Biasa
2. Perusahaan mengadakan pelatihan-pelatihan untuk menambah wawasan dan pengetahuan anda tentang usaha MLM yang sedang anda gelutia. Sangat tidak setuju d. Setujub. Tidak setuju e. Setuju sekalic. Biasa
3. Perusahaan memberikan jaminan komisi (penghasilan tetap) apabila anda telah berada pada jenjang karier tertentua. Sangat tidak setuju d.Setujub. Tidak setuju e. Setuju sekalic. Biasa
USAHA PERUSAHAAN UNTUK MEREKRUT ANGGOTA BARU1. Adanya kemudahan bagi anggota baru yang akan bergabung (proses
pendaftaran tidak berbelit-belit)a. Sangat tidak setuju d. Setujub. Tidak setuju e. Setuju sekalic. Biasa
2. Perusahaan mengadakan Sharing Product (pengenalan produk kepada konsumen) dengan tujuan menarik konsumen untuk bergabung dengan perusahaana. Sangat tidak setuju d. Setujub. Tidak setuju e. Setuju sekalic. Biasa
3. Perusahaan mengadakan pertemuan-pertemuan (event-event besar) secara rutin dengan mengundang konsumen yang belum bergabunga. Sangat tidak setuju d. Setujub. Tidak setuju e. Setuju sekalic. Biasa