pemasaran halal: konsep, implikasi dan temuan di lapangan

12
Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan Imam Salehudin, SE, MSi 1 Basuki Muhammad Mukhlish, SE 2 Abstracts This article explores the concept and definition of Halal Marketing as well as recent finding on the application of Halal Marketing in Indonesia. Halal Marketing is defined as the application of Islamic Syari’at (laws) as guidance to the whole marketing process. Islam regulates the way of life of its believers, including what and how they consume goods and services. Even though compliance to the syari’at varies between individuals, Muslims in general would have positive views on goods and services that comply with the syari’at while providing equal values as conventional products. Muslim consumers are potential markets with annual consumption of more than USD 2.7 Trillion in goods and services. Thus, understanding the unique needs and behaviors of Muslim consumers is imperative to any marketers, especially the ones operating in countries with Muslim majorities. Keywords: Halal Marketing, Consumer Behavior, Muslim Consumer Abstraksi Artikel ini membahas konsep dan definisi Pemasaran Halal serta mengulas hasil temuan terkini dalam aplikasi Pemasaran Halal di Indonesia. Pemasaran Halal dapat didefinisikan sebagai aplikasi Syariat Islam sebagai panduan dalam proses pemasaran secara keseluruhan. Islam mengatur cara hidup pemeluknya, termasuk “apa” dan “bagaimana” mereka boleh mengkonsumsi barang dan jasa. Walaupun kepatuhan terhadap syariat berbeda-beda antar individu, secara umum setiap muslim akan memiliki pandangan positif terhadap barang dan jasa yang dapat mematuhi syariat Islam sambil memberikan nilai yang sama dengan produk konvensional. Dengan nilai konsumsi barang dan jasa melebihi 2.7 Trilyun USD per tahun, konsumen muslim merupakan pasar yang potensial bagi setiap pemasar. Oleh karena itu, pemahaman atas kebutuhan dan perilaku unik konsumen muslim menjadi penting bagi setiap pemasar, khususnya yang beroperasi di negara dengan penduduk mayoritas muslim. Kata Kunci: Pemasaran Halal, Perilaku Konsumen, Konsumen Muslim 1 Staf Pengajar pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Peneliti independen pada bidang Pemasaran Halal. Email: [email protected] atau [email protected] 2 Staf Pengajar pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Email: [email protected]

Upload: ngolien

Post on 13-Jan-2017

229 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Imam Salehudin, SE, MSi 1

Basuki Muhammad Mukhlish, SE 2

Abstracts

This article explores the concept and definition of Halal Marketing as well as recent finding on the application of Halal Marketing in Indonesia. Halal Marketing is defined as the application of Islamic Syari’at (laws) as guidance to the whole marketing process. Islam regulates the way of life of its believers, including what and how they consume goods and services. Even though compliance to the syari’at varies between individuals, Muslims in general would have positive views on goods and services that comply with the syari’at while providing equal values as conventional products. Muslim consumers are potential markets with annual consumption of more than USD 2.7 Trillion in goods and services. Thus, understanding the unique needs and behaviors of Muslim consumers is imperative to any marketers, especially the ones operating in countries with Muslim majorities. Keywords: Halal Marketing, Consumer Behavior, Muslim Consumer

Abstraksi

Artikel ini membahas konsep dan definisi Pemasaran Halal serta mengulas hasil temuan terkini dalam aplikasi Pemasaran Halal di Indonesia. Pemasaran Halal dapat didefinisikan sebagai aplikasi Syariat Islam sebagai panduan dalam proses pemasaran secara keseluruhan. Islam mengatur cara hidup pemeluknya, termasuk “apa” dan “bagaimana” mereka boleh mengkonsumsi barang dan jasa. Walaupun kepatuhan terhadap syariat berbeda-beda antar individu, secara umum setiap muslim akan memiliki pandangan positif terhadap barang dan jasa yang dapat mematuhi syariat Islam sambil memberikan nilai yang sama dengan produk konvensional. Dengan nilai konsumsi barang dan jasa melebihi 2.7 Trilyun USD per tahun, konsumen muslim merupakan pasar yang potensial bagi setiap pemasar. Oleh karena itu, pemahaman atas kebutuhan dan perilaku unik konsumen muslim menjadi penting bagi setiap pemasar, khususnya yang beroperasi di negara dengan penduduk mayoritas muslim. Kata Kunci: Pemasaran Halal, Perilaku Konsumen, Konsumen Muslim

1 Staf Pengajar pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Peneliti independen pada bidang Pemasaran Halal. Email: [email protected] atau [email protected]

2 Staf Pengajar pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Email: [email protected]

Page 2: PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

Definisi, Konsep dan Implikasi

Islam sebagai agama, juga menjadi jalan hidup yang mengatur segala sendi kehidupan pemeluknya. Syariat

islam tidak hanya mengatur aspek ibadah (hubungan antara manusia dengan Alloh) tetapi juga mengatur aspek

muamalah (hubungan antara manusia dengan sesamanya). Meskipun saat ini isu syariah lebih banyak diperhatikan

dalam konteks ilmu keuangan, pemahaman atas syariat Islam tidak hanya penting bagi bidang ilmu keuangan saja

tetapi juga bagi bidang ilmu pemasaran.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa

yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu

adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan

mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”(QS. Al-Baqarah: 168-169). Sementara Rasululloh

shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Perkara yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, sedangkan diantara

keduanya terdapat perkara-perkara yang tersamar (meragukan) dan banyak orang tidak mengetahuinya. Maka siapa

yang menghindari perkara-perkara yang meragukan, iapun telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan

siapa yang terjerumus dalam perkara-perkara yang meragukan, iapun bisa terjerumus dalam perkara yang haram.

Seperti penggembala yang menggembala di sekitar tempat terlarang dan nyaris terjerumus di dalamnya” (HR

Bukhari dan Muslim, Hadist ke 6 pada Arba’in Imam Nawawi).

Kedua dalil diatas merupakan dasar hukum perintah bagi setiap muslim untuk hanya mengkonsumsi barang

dan jasa yang halal saja dan menghindari semua barang dan jasa yang haram dan meragukan. Sebagai aplikasi dari

perintah tersebut, Pemasaran Halal atau Halal marketing merupakan pengembangan dari konsep marketing

konvensional dengan menambahkan aspek kepatuhan terhadap syariat Islam (Syariah Compliance) dalam proses

pembentukan nilai bagi konsumen.

Jika Philip Kotler mendefinisikan Pemasaran sebagai proses sosial dimana individu dan kelompok

mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran barang dan

jasa yang memiliki nilai tertentu dengan individu atau kelompok lain dengan bebas; maka dengan demikian

Pemasaran Halal dapat didefinisikan sebagai proses sosial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang

mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran barang dan jasa yang memiliki nilai

tertentu dengan individu atau kelompok lain sesuai kaidah dan tuntunan yang ditetapkan oleh Syari’at Islam.

Page 3: PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

Syari’at Islam mengarahkan para pemasar untuk melakukan usaha-usaha pemasaran yang mengedepankan

nilai-nilai akhlak yang mulia. Dengan demikian, cakupan dari Pemasaran Halal tidak hanya pada aspek product

(misalnya: tidak mengandung unsur atau bahan baku yang diharamkan) tetapi juga pricing (misalnya: penetapan

harga yang tidak mengandung judi, gharar dan riba), promotion (misalnya: tidak menggunakan penipuan atau

sumpah palsu, tidak menggunakan sex appeal dalam tayangan iklan), dan juga place (misalnya: tidak berjualan di

tempat yang dilarang seperti masjid atau pada waktu yang dilarang seperti waktu sholat berjamaah).

Sebagian orang menyangka bahwa syari’at Islam mengekang kreativitas karena banyak hal-hal yang

dilarang. Sebenarnya apa yang dihalalkan oleh Allah jauh lebih banyak daripada apa yang dilarang. Berdasarkan

dalil-dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, para ‘ulama telah merumuskan kaidah bahwa hukum asal dari mu’amalah

adalah boleh kecuali bila ada dalil yang melarangnya (Imam As-Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nadzha ir, I/60). Para

‘ulama menyatakan bahwa tidaklah Allah melarang sesuatu melainkan karena hal tersebut mengandung mudharat

atau sesuatu yang merugikan dan membahayakan. Oleh karena itu, aturan syari’at seharusnya dapat menjadi sumber

inspirasi bagi para pemasar untuk lebih mengasah kreativitasnya sehingga menghasilkan usaha-usaha marketing

yang kreatif dan tidak melanggar syari’at.

Islam merupakan agama yang dianut lebih dari 20% penduduk dunia, dan pasar konsumen Muslim dunia

mencapai nilai 2.7 Trilliun USD (JWT, 2007). Sementara itu, Indonesia dengan populasi penduduk Muslim terbesar

di dunia merupakan pasar potensial yang besar bagi berbagai produsen barang dan jasa. Meskipun masing-masing

konsumen Muslim memiliki kadar kepatuhan terhadap syariah yang berbeda-beda tergantung tingkat religiusitas

mereka, secara umum konsumen Muslim akan memiliki sikap yang positif terhadap produk-produk yang

menggunakan pendekatan Halal dalam proses pemasaran mereka (Aliman dan Othman, 2007). Produk-produk

semacam ini, menggunakan Halal appeal sebagai salah satu daya tarik dan identitas pembeda dari produk-produk

sejenis yang menjadi pesaingnya.

“The Halal Journal” pada tahun 2008 mengestimasi total nilai industri barang dan jasa yang menggunakan

halal appeal ini melebihi 1 Trilliun USD di seluruh dunia. Beberapa contoh produk-produk yang menggunakan

Halal appeal ini, seperti: Turisme dan Hospitality (Hotel Syar’i dan Restoran Halal), Jasa Keuangan (Perbankan

Syariah), Kesehatan (Thibbun Nabawi), Kecantikan (Kosmetik dan Salon Muslimah), Pendidikan Umum (Sekolah

Islam Terpadu), Real Estate (Perumahan Islami), dan Toiletries (Shampo Muslimah). Tentunya produk-produk yang

Page 4: PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

menggunakan Halal appeal tersebut harus mempertahankan konsistensi mereka dalam menggunakan pendekatan

Halal untuk menghindari disonansi dan kehilangan kepercayaan konsumen mereka (Salehudin dan Luthfi, 2012).

Terlebih lagi, segmen konsumen Muslim di Indonesia yang memiliki kepedulian tinggi terhadap terhadap

kehalalan barang dan jasa yang mereka konsumsi saat ini berkembang dengan pesat (Sucipto, 2009). Tidak berbeda

dengan segmen konsumen umum, segmen konsumen ini sama-sama menginginkan produk yang berkualitas, namun

mereka juga menuntut produk yang mereka konsumsi untuk mematuhi aturan-aturan yang ditetapkan oleh syariat

Islam. Segmen ini menjadi peluang pasar yang menarik karena memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk

merekomendasikan produk yang mereka persepsikan halal dan bahkan membayar dengan harga yang lebih mahal

jika tidak terdapat alternatif produk sejenis yang mereka persepsikan halal.

Selain itu, meskipun memiliki proporsi yang lebih kecil daripada mayoritas konsumen muslim, segmen

konsumen yang memiliki kesadaran dan keterlibatan yang tinggi terhadap kehalalan produk yang mereka konsumsi

secara umum lebih vokal dalam menghadapi produk yang mereka persepsikan tidak halal dan pada taraf tertentu

mampu mempengaruhi segmen konsumen muslim yang lebih besar terutama jika mereka mempersepsikan produk

tertentu secara nyata melanggar syariat Islam dalam salah satu aspek pemasarannya (Soesilowati, 2010). Terlebih

lagi dengan semakin mudahnya media komunikasi massa seperti sms dan situs sosial untuk menyebarkan pesan-

pesan tertentu terhadap jangkauan konsumen yang luas, maka anjuran untuk melakukan boikot terhadap produk

tertentu yang dinilai melanggar hak konsumen muslim untuk mengkonsumsi produk halal akan semakin mudah pula

tersebar.

Secara umum, pendekatan halal dalam proses pemasaran suatu produk juga dapat menetralisir image

negatif yang diasosiasikan konsumen muslim terhadap suatu produk. Sebagai contoh, sebuah penelitian pada tahun

2006 menemukan bahwa McDonald di Singapura mengalami peningkatan jumlah kunjungan sebesar 8 juta

kunjungan setelah memperoleh sertifikasi halal. Sementara KFC, Burger King dan Taco Bell juga mengalami

peningkatan penjualan sebesar 20% setelah mereka memperoleh sertifikasi halal (Lada, Tanakinjal dan Amin,

2009).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Pemasaran Halal merupakan konsep yang penting bagi pemasar

yang ingin berbisnis di negara dengan mayoritas penduduk Muslim seperti Indonesia. Sementara itu, resiko yang

mungkin dihadapi oleh pemasar yang gagal untuk menghormati hak dan kebutuhan konsumen Muslim untuk

Page 5: PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

memperoleh barang dan jasa sesuai dengan apa yang diatur oleh Syariat Islam, adalah hilangnya penjualan, pangsa

pasar, brand equity dan loyalitas konsumen.

Temuan Lapangan

Telah dijelaskan diatas bahwa Islam merupakan agama yang mengatur segala sendi kehidupan pemeluknya,

tidak hanya mengatur aspek ibadah (hubungan antara manusia dengan Alloh) tetapi juga mengatur aspek muamalah

(hubungan antara manusia dengan sesamanya). Meskipun demikian, masing-masing pemeluk memiliki tingkat

kepatuhan yang berbeda-beda terhadap syari’at Islam. Perbedaan tingkat kepatuhan tidak hanya terjadi antar

individu, tetapi juga terjadi secara khusus pada perilaku-perilaku tertentu. Sebagai contoh, seorang muslim yang

rajin menjalankan ibadah dan secara umum mentaati perintah agama bisa saja tidak mematuhi larangan tertentu,

seperti merokok atau berinvestasi pada transaksi ribawi. Demikian pula halnya dengan preferensi konsumen muslim

terhadap produk-produk syariah.

Dalam konteks pemasaran halal terdapat tiga segmen konsumen berdasarkan kecenderungan mereka

terhadap produk syariah, antara lain: Syariah Loyalist, Floating Mass dan Conventional Loyalist (Karim dan Affif,

2005). Meskipun segmentasi ini dikembangkan dalam konteks produk jasa keuangan, namun pembagian ini dapat

pula diaplikasikan pada sektor industri syariah yang lain.

Syariah Loyalist merupakan segmen konsumen yang hanya mengkonsumsi barang dan jasa yang jelas

kehalalannya dan bahkan akan membatalkan pembelian ketika barang atau jasa yang jelas kehalalannya tidak

tersedia. Segmen ini merupakan pangsa pasar yang menjadi sasaran utama Pemasaran Halal yang diperebutkan antar

sesama produk halal. Pada segmen ini, aspek fungsional hanya dinilai antar sesama produk halal saja sementara

produk konvensional yang tidak memiliki kejelasan halal dikeluarkan dari set pertimbangan konsumen.

Sedangkan Floating Mass merupakan segmen konsumen yang berganti-ganti antara barang dan jasa yang

jelas halal dengan yang tidak jelas kehalalannya. Selain berganti-ganti, segmen ini juga mungkin membeli dan

menggunakan kedua jenis produk tersebut sekaligus. Pada segmen ini, atribut halal merupakan salah satu aspek

penilaian –bukan satu-satunya- selain aspek-aspek fungsional. Dengan demikian, keputusan konsumen untuk

memilih sebuah produk halal juga ditentukan oleh aspek fungsional seperti harga, ketersediaan dan kualitas. Segmen

ini merupakan arena persaingan antara produk halal dan konvensional. Konsumen pada segmen ini

Page 6: PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

mempertimbangkan semua produk, baik halal dan konvensional, dan memilih produk dengan hasil evaluasi paling

tinggi.

Sementara Conventional Loyalist merupakan segmen konsumen yang setia pada produk konvensional tanpa

mempertimbangkan produk-produk yang mengusung konsep Pemasaran Halal. Segmen ini tidak meyakini akan

pentingnya kehalalan produk dan meyakini bahwa produk konvensional pasti memiliki performa fungsional yang

lebih baik dari produk halal. Segmen ini bukan merupakan pangsa pasar produk halal. Meskipun sulit, segmen ini

masih mungkin membeli atau menggunakan sebuah produk halal jika dapat diyakinkan bahwa produk halal tersebut

memiliki performa fungsional yang lebih baik dibanding produk konvensional yang biasa ia gunakan.

Sebagaimana terjadi perbedaan kepatuhan antar individu dan antar perilaku-perilaku tertentu, seorang

konsumen muslim juga dapat memiliki preferensi produk yang berbeda untuk kategori barang atau jasa yang

berbeda. Sebagai contoh, seorang syariah loyalist untuk produk-produk makanan dan fashion dapat menjadi floating

mass untuk produk jasa keuangan dan menjadi conventional loyalist untuk produk jasa pendidikan. Oleh karena itu,

dalam mengambil kesimpulan, peneliti tidak dapat meneliti satu jenis produk saja. Pertanyaan berikutnya adalah apa

yang menentukan preferensi halal seorang konsumen muslim pada suatu kategori produk?

Salehudin dan Luthfi (2012) melakukan sebuah studi kuasi-eksperimen pada 150 orang partisipan dengan

sebuah metode policy capturing mengenai intensi perilaku individu konsumen muslim pada lima jenis kategori

produk yang berbeda. Kategori yang diteliti, antara lain: (1) Makanan dalam kemasan berbahan dasar hewani,

seperti sosis dan keju; (2) Makanan dalam kemasan berbahan dasar nabati, seperti roti dan coklat; (3) Minuman

dalam kemasan, seperti soda dan susu; (4) Obat-obatan over the counter, seperti obat batuk dan sakit kepala; dan (5)

Makanan cepat saji seperti restoran pizza dan ayam goreng.

Alat analisa yang digunakan adalah Multigroup Structural Equation Modelling untuk melihat perbedaan

antar kategori produk dengan memperbandingkan model struktural masing-masing. Sementara itu, terdapat 6

variabel laten yang dimasukkan ke dalam model struktural yang hendak diuji, antara lain sebagai berikut:

Page 7: PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

Tabel 1. Daftar dan Definisi Variabel

KODE VARIABEL LATEN DEFINISI OPERASIONAL X1 Sikap Terhadap Pembelian

Produk Halal Evaluasi personal terhadap perilaku pembelian yang terkait kehalalan makanan dan minuman tertentu

X2 Norma Subjektif Terhadap Pembelian Produk Halal

Keyakinan individu terhadap ekspektasi sosial atas perilaku pembelian yang terkait kehalalan makanan dan minuman tertentu

X3 Halal Self Efficacy Keyakinan individu terhadap kemampuan mereka dalam membedakan makanan dan minuman yang halal dan yang haram

X4 Literasi Halal Kemampuan yang sesungguhnya dari individu untuk membedakan makanan dan minuman yang halal dan yang haram.

Y1 Halal Involvement Kecenderungan konsumen untuk memeriksa dan mencari informasi apakah produk memiliki label sertifikasi halal sebelum melakukan pembelian

Y2 Halal Purchase Kecenderungan konsumen untuk batal membeli sebuah produk yang tidak memiliki label sertifikasi halal (Syariah Loyalist)

Berdasarkan hasil analisa, ditemukan beberapa temuan berikut:

1. Konfirmasi Adanya Perbedaan Antar Kategori

Terdapat perbedaan tingkat Halal Involvement antar kategori produk yang berbeda dari individu yang

sama. Tingkat halal involvement tertinggi adalah pada kategori makanan cepat saji sementara tingkat involvement

terendah adalah pada kategori obat-obatan over the counter. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa satu orang

konsumen muslim yang sama, dapat saja memiliki kecenderungan yang tinggi untuk memeriksa atau menjadi

informasi mengenai status sertifikasi halal ketika hendak membeli pada kategori makanan cepat saji namun

memiliki kecenderungan yang rendah untuk melakukan hal yang sama ketika membeli produk obat-obatan over the

counter.

Hasil temuan juga mengkonfirmasi adanya perbedaan koefisien jalur antar variabel untuk masing-masing

kategori produk. Beberapa jalur bahkan memiliki koefisien yang signifikan pada satu kategori dan tidak signifikan

pada kategori yang lain. Sebagai contoh, Norma Subjektif memiliki hubungan yang signifikan pada Fast Food

Franchise (Makanan Cepat Saji) namun tidak signifikan pada kategori produk yang lain. Hal ini bisa jadi disebabkan

sifat konsumsi makanan cepat saji yang lebih terbuka pada publik dibandingkan konsumsi kategori produk yang

lain. Oleh karena itu, variabel Norma Subjektif dikeluarkan dari model akhir yang ditentukan signifikan pada semua

kategori produk. Berikut ini adalah model akhir yang dirumuskan berdasarkan hasil temuan yang umum

Page 8: PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

(mengkonfirmasi penelitian-penelitian sebelumnya) maupun temuan terkini yang baru ditemukan pada penelitian

ini.

Gambar 1. Hubungan antar Variabel

2. Pengaruh Sikap ke Involvement dan Kecenderungan Pembelian Produk Halal

Variabel Sikap (X1) secara konsisten signifikan dalam menjelaskan Halal Involvement (Y1) pada semua

kategori produk. Selain itu, variabel ini juga mempengaruhi Halal Purchase (Y2) secara tidak langsung melalui

hubungan antara Halal Involvement dan Halal Purchase. Dengan demikian, semakin positif sikap seorang

konsumen muslim terhadap label sertifikasi halal pada suatu kategori produk, maka semakin besar kecenderungan

konsumen tersebut untuk memeriksa atau mencari informasi tentang sertifikasi halal produk yang ingin ia beli dan

semakin besar pula kecenderungan konsumen tersebut untuk membatalkan pembelian ketika ia mendapati produk

tersebut tidak memiliki sertifikasi halal. Temuan ini mengkonfirmasi hasil temuan penelitian sebelumnya mengenai

faktor-faktor yang mendorong terjadinya pembelian produk halal oleh Lada, Tanakinjal dan Amin (2009).

3. Hubungan Non Linear antara Halal Literacy, Self Efficacy dan Involvement

Penelitian ini juga menemukan bahwa variabel Halal Literacy (Melek Halal), yaitu tingkat pemahaman

konsumen terhadap hukum halal-haram dan kemampuan konsumen untuk membedakan antara mana produk yang

halal dan yang haram, memiliki pengaruh yang menarik terhadap kecenderungan konsumen muslim dalam membeli

produk halal. Temuan pertama adalah bahwa halal literacy memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap sikap

konsumen muslim mengenai sertifikasi halal. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat halal literacy yang dimiliki

Page 9: PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

seorang konsumen muslim akan menyebabkan semakin positif sikap yang ia miliki terhadap sertifikasi halal dan

selanjutnya meningkatkan Halal Involvement dan Halal Purchase konsumen tersebut.

Sementara itu, temuan yang kedua adalah bahwa terdapat keterkaitan non-linear antara Halal Literacy,

Halal Self Efficacy dan Halal Involvement. Halal Self Efficacy adalah persepsi atau keyakinan individu terhadap

tingkat kemampuan mereka dalam memahami hukum halal-haram dan membedakan antara mana produk yang halal

dan yang haram. Berdasarkan hasil penelitian, konsumen muslim yang memiliki tingkat Halal Literacy yang rendah

justru memiliki Halal Self-Efficacy yang tinggi. Hal ini diakibatkan oleh keterbatasan manusia dengan tingkat

kompetensi rendah untuk melakukan evaluasi yang objektif terhadap tingkat kompetensi diri sendiri, sebuah

fenomena yang memiliki banyak nama seperti overconfidence bias atau metacognitive deficiency bias (Kruger dan

Dunning, 1999). Sementara itu, konsumen Muslim dengan tingkat Halal literacy yang rendah namun Self Efficacy

yang tinggi akan menyebabkan konsumen tersebut untuk memiliki kesadaran yang rendah akan pentingnya

sertifikasi halal sehingga memiliki tingkat Halal Involvement yang rendah.

Sebaliknya, konsumen muslim dengan tingkat Halal Literacy yang menengah justru akan memiliki tingkat

Self-Efficacy yang rendah. Hal ini terjadi karena konsumen tersebut sudah memiliki cukup kompetensi untuk

menyadari bahwa tingkat Halal Literacy yang mereka belum maksimal sehingga justru cenderung menilai rendah

kompetensi yang mereka miliki. Dengan tingkat Literacy yang menengah dan Self-Efficacy yang rendah, konsumen

muslim akan merasakan tingkat kepentingan yang tinggi untuk sertifikasi halal sehingga memiliki tingkat Halal

Involvement yang tinggi.

Sementara itu, ketika konsumen Muslim sudah memiliki tingkat Halal Literacy yang tinggi, ia mampu

menilai kemampuan diri dengan objektif sehingga memiliki Self Efficacy yang tinggi. Meskipun memiliki Self-

Efficacy yang tinggi, konsumen muslim yang memiliki tingkat melek halal yang tinggi akan tetap memiliki tingkat

Halal Involvement yang tinggi karena sudah memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya sertifikasi halal.

Dengan demikian, keterkaitan antara Halal Literacy, Self Efficacy dan Involvement dapat disimpulkan dengan

gambar berikut:

Page 10: PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

Gambar 2. Hubungan antara Halal Literacy, Involvement dan Self Efficacy

Dengan demikian, berdasarkan hasil temuan diatas, dapat disimpulkan bahwa sikap terhadap sertifikasi

halal dan tingkat halal literacy merupakan sebagian faktor yang menentukan tingkat kesadaran dan keterlibatan

konsumen muslim terhadap sertifikasi halal sehingga kemudian menjadi seorang Syariah Loyalist yang hanya

membeli produk makanan, minuman dan obat-obatan yang memiliki sertifikasi halal saja. Oleh karena itu, edukasi

terhadap konsumen muslim, khususnya terkait dengan pemahaman mereka mengenai hukum halal-haram dan

kemampuan individu untuk mengenali apa saja yang diharamkan dalam Islam, menjadi bagian yang sangat penting

dari proses pemasaran produk halal. Dengan secara aktif melakukan edukasi konsumen, maka industri makanan-

minuman dan obat-obatan halal, diharapkan akan dapat memperbesar segmen Syariah Loyalist dengan

meningkatkan awareness dan involvement konsumen yang sebelumnya ada pada segmen Floating Mass. Meskipun

demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari tahu apakah hasil penelitian ini dapat diaplikasikan

pada sektor industri halal yang lain seperti industri fashion, pariwisata atau jasa keuangan halal.

Wallohu’alam bisshowaab.

Referensi

Al-Qur’anul Karim.

Imam An-Nawawi, Al-Arba’in An-Nawawiyah.

Imam As-Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nadzha`ir, I/60.

Affif, A.Z. dan Astuti, R.D. (2009) The Addition of Spiritual Dimension on Customer Value to Investigate The Relationship of Customer Satisfaction and Behavior Intention on Islamic Banks Saving Products in Indonesia. ASEAN Marketing Journal, Vol. 1 No 1, June 2009. ISSN 2085-5044

Aliman, N.K. dan Othman, M.N. (2007) Purchasing Local and Foreign Brands: What Product Attributes Matter? Proceedings of the 13th Asia Pacific Management Conference, Melbourne, Australia, pp 400-411

Page 11: PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

Halal Journal (2008) Eyes on trillion dollars Halal market.

JWT (2007) The Life and Times of the Modern Muslims: Understanding the Islamic Consumer.

Karim, A.A. dan Affif, A.Z. (20005) Islamic Banking Consumer Behavior in Indonesia: a Qualitative Approach. Proceedings of the 6th International Conference on Islamic Economics and Finance. Jakarta, Indonesia. Dipresentasikan 21-24 November 2005.

Kotler, P. (2008) Marketing Management 13th Edition. Prentice Hall.

Kruger, J. dan Dunning, D. (1999) Unskilled and Unaware of It: How Difficulties in Recognizing One's Own Incompetence Lead to Inflated Self-Assessments. Journal of Personality and Social Psychology. 77(6) pp. 121-1134. American Psychological Association. http://www.apa.org/journals/features/psp7761121.pdf

Lada, S., Tanakinjal, G.H., dan Amin, H. (2009) Predicting intention to choose halal products using theory of reasoned action. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management. 2(1) pp. 66-76. www.emeraldinsight.com/1753-8394.htm

Salehudin, I. dan Luthfi, B.A. (2011) Marketing Impact of Halal Labeling toward Indonesian Muslim Consumer’s Behavioral Intention. ASEAN Marketing Journal, Vol 3 No 1, June 2011. ISSN 2085-5044 Presented partially in the 5th International Conference on Business and Management Research, 4th August 2010, Depok-Indonesia

Salehudin, I. (2010) Halal Literacy: Concept Exploration and Measurement Validation. ASEAN Marketing Journal, Vol 2 No 1, June 2010. ISSN 2085-5044

Soesilowati, E.S. (2010) Behavior of Muslims in Consuming Halal Foods: Case of Bantenese Muslim. Materi Presentasi “Sharia Economics Research Day” Seminar, Widya Graha LIPI, 6 Juli 2010

Sucipto (2009) Label Halal Dan Daya Saing Waralaba. Harian Pikiran Rakyat, Jumat 3 April 2009.

Tentang Penulis

Imam Salehudin. Penulis bekerja sebagai dosen pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Penulis juga bertugas sebagai Managing Editor untuk South East Asian Journal of Management, sebuah jurnal ilmiah yang dikelola oleh Management Research Center, Departemen Manajemen FEUI dengan akreditasi A oleh DIKTI. Selain mengajar dan meneliti, penulis juga aktif berkontribusi pada berbagai media publikasi baik ilmiah maupun populer. Beberapa tulisan penulis telah diterbitkan pada tahun 2009 dan 2010 oleh Jurnal Manajemen Usahawan yang dikelola oleh Lembaga Manajemen FEUI. Sementara beberapa artikel ilmiah penulis juga telah diterbitkan pada jurnal ilmiah ASEAN Marketing Journal pada tahun 2011 dan International Journal of Research on Commerce, IT and Management pada tahun 2012. Penulis adalah alumni Prodi S1 Reguler Manajemen FEUI angkatan 2001 dengan kekhususan SDM dan Pemasaran (Double Major). Penulis kemudian melanjutkan pada Program S2 Terapan Psikometri Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada tahun 2008 dan lulus dengan predikat Cum Laude pada tahun 2010. Saat ini, penulis berniat untuk melanjutkan ke jenjang S3 dengan bidang minat penelitian mengenai Pemasaran untuk Konsumen Muslim.

Basuki Muhammad Mukhlish. Penulis bekerja sebagai asisten dosen pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Penulis juga aktif terlibat dalam berbagai kegiatan hibah penelitian dan pengabdian masyarakat yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia. Penulis adalah alumni Prodi S1 Reguler Manajemen FEUI angkatan 2002 dengan kekhususan Pemasaran. Saat ini, penulis tengah menyelesaikan thesis sebagai syarat kelulusan pada Program Pascasarjana Ilmu Manajemen FEUI kekhususan Manajemen Stratejik.

Page 12: PEMASARAN HALAL: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan

Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

Title: Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan Author: Imam Salehudin and Basuki Muhammad Mukhlish Book Chapter in: Dulu mendengar sekarang bicara : kumpulan tulisan ekonom muda FEUI Page: 293-305 Year: 2012 ISBN: 978-979-24-5401-7 Publisher: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI Recommended Citation: Salehudin, I. & Mukhlish, B.M. (2012) Pemasaran Halal: Konsep, Implikasi dan Temuan di Lapangan, in Ikatan Alumni FEUI (Ed.), Dulu mendengar sekarang bicara: kumpulan tulisan ekonom muda FEUI (pp. 293-305). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI Cover:

Backcover: