pembatal keislaman

7
PEMBATAL-PEMBATAL KEISLAMAN Oleh : dr. Henri Perwira Negara Yaitu hal-hal yang membatalkan Islam, karena dua kalimat syahadat itulah yang membuat seseorang masuk dalam Islam. Mengucap-kan keduanya adalah pengakuan terhadap kandungannya dan konsisten mengamalkan konsekuensinya berupa segala macam syi'ar-syi'ar Islam. Jika ia menyalahi ketentuan ini, berarti ia telah membatalkan perjanjian yang telah diikrarkannya ketika mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut. Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya perkara- perkara yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Berikut ini akan kami sebutkan sebagiannya: 1. Menyekutukan Allah (syirik). Yaitu menjadikan sekutu atau menjadikannya sebagai perantara antara dirinya dengan Allah. Misalnya berdo’a, memohon syafa’at, bertawakkal, beristighatsah, bernadzar, menyembelih yang ditujukan kepada selain Allah, seperti menyembelih untuk jin atau untuk penghuni kubur, dengan keyakinan bahwa para sesembahan selain Allah itu dapat menolak bahaya atau dapat mendatangkan manfaat. Allah Ta’ala berfirman: ُ اءَ شَ ي نَ مِ لَ كِ لٰ َ ذَ ونُ ا ذَ مُ رِ فْ غَ يَ وِ هِ بَ كَ رْ شُ ي نَ % ُ رِ فْ غَ ي اَ لَ َ ) َ ) نِ + “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya...” [An-Nisaa': 48] Dan Allah Ta’ala berfirman: ٍ ارَ ص نَ % ْ نِ مَ ن يِ مِ ل اَ ) 3 ظ لِ ل اَ مَ وُ ارَ ) ن ل ُ ه َ وْ % اَ مَ وَ 9 هَ ) نَ جْ ل ِ هْ نَ لَ عُ َ ) َ مَ ) رَ حْ دَ 9 قَ فِ َ ) اِ بْ كِ رْ شُ ي نَ مُ هَ ) بِ + “... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya adalah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” [Al-Maa-idah: 72] 2. Orang yang membuat perantara antara dirinya dengan Allah, yaitu dengan berdo’a, memohon syafa’at, serta bertawakkal kepada mereka. Perbuatan-perbuatan tersebut termasuk amalan kekufuran menurut ijma’ (kesepakatan para ulama). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: َ ونُ عْ دH َ بَ ن يِ دH َ ) ل َ كِ % نٰ َ ل وُ % اً ل بِ و حَ 9 ت اَ لَ وْ مُ ك نَ عِ ) رُ ) H لض َ فْ H شَ كَ ونH ُ كِ لْ مَ ي اَ لَ فِ هH ِ وبُ ذ نِ ) م مُ 9 تْ مَ عَ رَ ن يِ دH َ ) ل وH ُ عْ ذ ِ لH ُ 9 ف ً ورُ دْ حَ مَ انَ كَ كِ ) بَ رَ ب َ دَ عَ ) نِ + ُ هَ ب َ دَ عَ ونُ ف اَ حَ تَ وُ هَ 9 نَ مْ حَ رَ ونُ جْ رَ يَ وُ بَ رْ 9 قَ % ْ مُ هُ ) يَ % َ 9 هَ ل نِ سَ وْ ل ُ مِ هِ ) يَ رٰ ىَ لِ + َ ونُ غَ 9 تْ w بَ z ب“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sekutu) selain Allah, maka tidaklah mereka memiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya.’ Yang mereka seru itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan mereka mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” [Al-Israa': 56- 57][2] 3. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan pendapat me-reka. Yaitu orang yang tidak mengkafirkan orang-orang kafir -baik dari Yahudi, Nasrani maupun Majusi-, orang-orang musyrik, atau orang-orang mulhid (Atheis), atau selain itu dari berbagai macam kekufuran, atau ia meragukan kekufuran mereka, atau ia membenarkan pendapat mereka, maka ia telah kafir. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: ُ امَ لْ سِ + اْ ل ِ َ ) َ د نِ عَ ن يِ ) لد َ ) نِ + “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam...” [Ali ‘Imran: 19][3] Termasuk juga seseorang yang memilih kepercayaan selain Islam, seperti Yahudi, Nasrani, Majusi, Komunis, sekularisme, Masuni, Ba’ats atau keyakinan (kepercayaan) lainnya yang jelas kufur, maka ia telah kafir. Juga firman-Nya:

Upload: h3n21

Post on 06-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Batal Islam

TRANSCRIPT

PEMBATAL-PEMBATAL KEISLAMANOleh : dr. Henri Perwira NegaraYaitu hal-hal yang membatalkan Islam, karena dua kalimat syahadat itulah yang membuat seseorang masuk dalam Islam. Mengucap-kan keduanya adalah pengakuan terhadap kandungannya dan konsisten mengamalkan konsekuensinya berupa segala macam syi'ar-syi'ar Islam. Jika ia menyalahi ketentuan ini, berarti ia telah membatalkan perjanjian yang telah diikrarkannya ketika mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut. Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini adanya perkara-perkara yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Berikut ini akan kami sebutkan sebagiannya:1. Menyekutukan Allah (syirik).Yaitu menjadikan sekutu atau menjadikannya sebagai perantara antara dirinya dengan Allah. Misalnya berdoa, memohon syafaat, bertawakkal, beristighatsah, bernadzar, menyembelih yang ditujukan kepada selain Allah, seperti menyembelih untuk jin atau untuk penghuni kubur, dengan keyakinan bahwa para sesembahan selain Allah itu dapat menolak bahaya atau dapat mendatangkan manfaat. Allah Taala berfirman: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya... [An-Nisaa': 48]Dan Allah Taala berfirman: ... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya adalah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun. [Al-Maa-idah: 72]2. Orang yang membuat perantara antara dirinya dengan Allah, yaitu dengan berdoa, memohon syafaat, serta bertawakkal kepada mereka.Perbuatan-perbuatan tersebut termasuk amalan kekufuran menurut ijma (kesepakatan para ulama). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Katakanlah: Panggillah mereka yang kamu anggap (sekutu) selain Allah, maka tidaklah mereka memiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya. Yang mereka seru itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan mereka mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti. [Al-Israa': 56-57][2] 1

3. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan pendapat me-reka.Yaitu orang yang tidak mengkafirkan orang-orang kafir -baik dari Yahudi, Nasrani maupun Majusi-, orang-orang musyrik, atau orang-orang mulhid (Atheis), atau selain itu dari berbagai macam kekufuran, atau ia meragukan kekufuran mereka, atau ia membenarkan pendapat mereka, maka ia telah kafir. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam... [Ali Imran: 19][3]Termasuk juga seseorang yang memilih kepercayaan selain Islam, seperti Yahudi, Nasrani, Majusi, Komunis, sekularisme, Masuni, Baats atau keyakinan (kepercayaan) lainnya yang jelas kufur, maka ia telah kafir. Juga firman-Nya: Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi. [Ali Imran: 85]Hal ini dikarenakan Allah Taala telah mengkafirkan mereka, namun ia menyelisihi Allah dan Rasul-Nya, ia tidak mau mengkafirkan mereka, atau meragukan kekufuran mereka, atau ia membenarkan pendapat mereka, sedangkan kekufuran mereka itu telah menentang Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Taala berfirman: Sesungguhnya orang-orang kafir, yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. [Al-Bayyinah: 6]Yang dimaksud Ahlul Kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani, sedangkan kaum musyrikin adalah orang-orang yang menyembah ilah yang lain bersama Allah.[4]

4. Meyakini adanya petunjuk yang lebih sempurna dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.Orang yang meyakini bahwa ada petunjuk lain yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau orang meyakini bahwa ada hukum lain yang lebih baik daripada hukum Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti orang-orang yang lebih memilih hukum-hukum Thaghut daripada hukum Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia telah kafir.Termasuk juga di dalamnya adalah orang-orang yang meyakini bahwa peraturan dan undang-undang yang dibuat manusia lebih afdhal (utama) daripada syariat Islam, atau orang meyakini bahwa hukum Islam tidak relevan (sesuai) lagi untuk diterapkan di zaman sekarang ini, atau orang meyakini bahwa Islam sebagai sebab ketertinggalan ummat. Termasuk juga orang-orang yang berpendapat bahwa pelaksanaan hukum potong tangan bagi pencuri, atau hukum rajam bagi orang yang (sudah menikah lalu) berzina sudah tidak sesuai lagi di zaman sekarang.Juga orang-orang yang menghalalkan hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam berdasarkan dalil-dalil syari yang telah tetap, seperti zina, riba, meminum khamr, dan berhukum dengan selain hukum Allah atau selain itu, maka ia telah kafir berdasarkan ijma para ulama. Allah Taala berfirman: Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? [Al-Maa-idah: 50]Allah Taala berfirman: ... Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir. [Al-Maa-idah: 44]Allah Taala berfirman: ... Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim. [Al-Maa-idah: 45]Allah Taala berfirman: ... Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. [Al-Maa-idah: 47]5. Tidak senang dan membenci hal-hal yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, meskipun ia melaksanakannya, maka ia telah kafir.Yaitu orang yang marah, murka, atau benci terhadap apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, walaupun ia melakukannya, maka ia telah kafir. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang di-turunkan Allah (Al-Qur-an), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka. [Muhammad: 8-9]Juga firman-Nya: 2

Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (murtad) setelah jelas petunjuk bagi mereka, syaithan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi): Kami akan mematuhimu dalam beberapa urusan, sedangkan Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila Malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka dan punggung mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya; sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka. [Muhammad: 25-28]6. Menghina IslamYaitu orang yang mengolok-olok (menghina) Allah dan Rasul-Nya, Al-Qur-an, agama Islam, Malaikat atau para ulama karena ilmu yang mereka miliki. Atau menghina salah satu syiar dari syiar-syiar Islam, seperti shalat, zakat, puasa, haji, thawaf di Kabah, wukuf di Arafah atau menghina masjid, adzan, memelihara jenggot atau Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lainnya, dan syiar-syiar agama Allah pada tempat-tempat yang disucikan dalam keyakinan Islam serta terdapat keberkahan padanya, maka dia telah kafir. Allah Taala berfirman: Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. [At-Taubah: 65-66]Dan firman Allah Taala: Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). [Al-Anaam: 68]7. Melakukan SihirYaitu melakukan praktek-praktek sihir, termasuk di dalamnya ash-sharfu dan al-athfu.Ash-sharfu adalah perbuatan sihir yang dimaksudkan dengannya untuk merubah keadaan seseorang dari apa yang dicintainya, seperti memalingkan kecintaan seorang suami terhadap isterinya menjadi kebencian terhadapnya.Adapun al-athfu adalah amalan sihir yang dimaksudkan untuk memacu dan mendorong seseorang dari apa yang tidak dicintainya sehingga ia mencintainya dengan cara-cara syaithan. Allah Taala berfirman: ...Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir... [Al-Baqarah: 102]Dari Abdullah bin Masud Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: .Sesungguhnya jampi, jimat dan tiwalah (pelet) adalah perbuatan syirik. [5]8. Memberikan pertolongan kepada orang kafir dan membantu mereka dalam rangka memerangi kaum MusliminAllah Taala berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin bagimu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim. [Al-Maa-idah: 51][6]Juga firman Allah Taala: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang yang membuat agamamu menjadi buah ejekan dan permainan sebagai pemimpin, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu dan dari orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertawakkallah kepada Allah jika kamu benar-benar orang yang beriman. [Al-Maa-idah: 57]

9. Meyakini bahwa manusia bebas keluar dari syariat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.Yaitu orang yang mempunyai keyakinan bahwa sebagian manusia diberikan keleluasaan untuk keluar dari syariat (ajaran) Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana Nabi Khidir dibolehkan keluar dari syariat Nabi Musa Alaihissallam, maka ia telah kafir.

Karena seorang Nabi diutus secara khusus kepada kaumnya, maka tidak wajib bagi seluruh menusia untuk mengikutinya. Adapun Nabi kita, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus kepada seluruh manusia secara kaffah (menyeluruh), maka tidak halal bagi manusia untuk menyelisihi dan keluar dari syariat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah Taala berfirman: 3

Katakanlah: Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua... [Al-Araaf: 158]Dan Allah Taala berfirman: Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada ummat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [Saba: 28]Juga firman-Nya: Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [Al-Anbiyaa': 107]Allah Taala berfirman: Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan. [Ali Imran: 83]Dan dalam hadits disebutkan: .Demi Allah, jika seandainya Musa hidup di tengah-tengah kalian, niscaya tidak ada keleluasaan baginya kecuali ia wajib mengikuti syariatku.[7]10. Berpaling dari agama Allah Taala, ia tidak mempelajarinya dan tidak beramal dengannya.Yang dimaksud dari berpaling yang termasuk pembatal dari pembatal-pembatal keislaman adalah berpaling dari mempelajari pokok agama yang seseorang dapat dikatakan Muslim dengannya, meskipun ia jahil (bodoh) terhadap perkara-perkara agama yang sifatnya terperinci. Karena ilmu terhadap agama secara terperinci terkadang tidak ada yang sanggup melaksanakannya kecuali para ulama dan para penuntut ilmu. Firman Allah Taala: ... Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka. [Al-Ahqaaf: 3]Firman Allah Taala: Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabb-nya, kemudian ia berpaling daripadanya. Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa. [As-Sajdah: 22]Firman Allah Taala: Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. [Thaahaa: 124]Yang mulia Allamah asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alusy Syaikh ketika memulai Syarah Nawaaqidhil Islaam, beliau berkata: Setiap Muslim harus mengetahui bahwa membicarakan pembatal-pembatal keislaman dan hal-hal yang menyebabkan kufur dan kesesatan termasuk dari perkara-perkara yang besar dan penting yang harus dijalani sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Tidak boleh berbicara tentang takfir dengan mengikuti hawa nafsu dan syahwat, karena bahayanya yang sangat besar. Sesungguhnya seorang Muslim tidak boleh dikafirkan dan dihukumi sebagai kafir kecuali sesudah ditegakkan dalil syari dari Al-Qur-an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebab jika tidak demikian orang akan mudah mengkafirkan manusia, fulan dan fulan, dan menghukuminya dengan kafir atau fasiq dengan mengikuti hawa nafsu dan apa yang diinginkan oleh hatinya. Sesungguhnya yang demikian termasuk perkara yang diharamkan.Allah berfirman: Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [Al-Hujuraat: 8]Maka, wajib bagi setiap Muslim untuk berhati-hati, tidak boleh melafazhkan ucapan atau menuduh seseorang dengan kafir atau fasiq kecuali apa yang telah ada dalilnya dari Al-Qur-an dan As-Sunnah. Sesungguhnya perkara takfir (menghukumi seseorang sebagai kafir) dan tafsiq (menghukumi seseorang sebagai fasiq) telah banyak membuat orang tergelincir dan mengikuti pemahaman yang sesat. Sesungguhnya ada sebagian hamba Allah yang dengan mudahnya mengkafirkan kaum Muslimin hanya dengan suatu perbuatan dosa yang mereka lakukan atau kesalahan yang mereka terjatuh padanya, maka pemahaman takfir ini telah membuat mereka sesat dan keluar dari jalan yang lurus. [8]Imam asy-Syaukani (Muhammad bin Ali asy-Syaukani, hidup tahun 1173-1250 H) rahimahullah berkata: Menghukumi seorang Muslim keluar dari agama Islam dan masuk dalam kekufuran tidak layak dilakukan oleh seorang Muslim yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, melainkan dengan bukti dan keterangan yang sangat jelas -lebih jelas daripada terangnya sinar matahari di siang hari-. Karena sesungguhnya telah ada hadits-hadits yang shahih yang diriwayatkan dari beberapa Sahabat, bahwa apabila seseorang berkata kepada saudaranya: Wahai kafir, maka (ucapan itu) akan kembali kepada salah seorang dari keduanya. Dan pada lafazh lain dalam Shahiihul Bukhari dan Shahiih Muslim dan selain keduanya disebutkan, Barangsiapa yang memanggil seseorang dengan kekufuran, atau berkata musuh Allah padahal ia tidak demikian maka akan kembali kepadanya.Hadits-hadits tersebut menunjukkan tentang besarnya ancaman dan nasihat yang besar, agar kita tidak terburu-buru dalam masalah kafir mengkafirkan. [9]Pembatal-pembatal keislaman yang disebutkan di atas adalah hukum yang bersifat umum. Maka, tidak diperbolehkan bagi seseorang tergesa-gesa dalam menetapkan bahwa orang yang melakukannya langsung keluar dari Islam. Sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: Sesungguhnya pengkafiran secara umum sama dengan ancaman secara umum. Wajib bagi kita untuk berpegang kepada kemutlakan dan keumumannya. Adapun hukum kepada orang tertentu bahwa ia kafir atau dia masuk Neraka, maka harus diketahui dalil yang jelas atas orang tersebut, karena dalam menghukumi seseorang harus terpenuhi dahulu syarat-syaratnya serta tidak adanya penghalang. [10]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, Syarat-syarat seseorang dapat dihukumi sebagai kafir adalah : (1) Mengetahui (dengan jelas), (2) Dilakukan dengan sengaja, dan (3) Tidak ada paksaan.Sedangkan intifaa-ul mawaani (penghalang-penghalang yang menjadikan seseorang dihukumi kafir ) yaitu kebalikan dari syarat tersebut di atas: (1) Tidak mengetahui, (2) tidak disengaja, dan (3) karena dipaksa. [11][Sebagian besar disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]_______Footnote[1]. Pembahasan ini dinukil dari Silsilah Syarhil Rasaa-il lil Imaam al-Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab v (hal. 209-238) oleh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah al-Fauzan, cet. I, th. 1424 H; Majmuu Fataawaa wa Maqaalaat Mutanawwiah lisy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Abdirrahman bin Baaz v (I/130-132) dikumpulkan oleh Dr. Muhammad bin Sad asy-Syuwaiir, cet. I/ Darul Qasim, th. 1420 H; al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid (hal. 45-53) oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin Ali al-Yamani al-Washabi al-Abdali, cet. VII/ Maktabah al-Irsyad Shana, th. 1422 H; dan at-Tanbiihatul Mukhtasharah Syarhil Waajibaat al-Mutahattimaat al-Marifah alaa Kulli Muslim wa Muslimah (hal. 63-82) oleh Ibrahim bin asy-Syaikh Shalih bin Ahmad al-Khurasyi, cet. I/ Daar ash-Shumai, th. 1417 H.[2]. Lihat juga QS. Saba: 22-23 dan az-Zumar: 3.[3]. Lihat juga QS. Al-Baqarah: 217, al-Maa-idah: 54, Muhammad: 25-30, [4]. Lihat QS. Al-Maa-idah: 17, al-Maa-dah: 54, al-Maa-idah: 72-73, an-Nisaa': 140, al-Baqarah: 217, Muhammad: 25-30, [5]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3883) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami (no. 1632) dan Silsilah ash-Shohiihah (no. 331). Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Hakim (IV/217), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad (I/381), ath-Thabrani dalam al-Mujam al-Kabiir (X/262), Ibnu Hibban (XIII/456) dan al-Baihaqi (IX/350).[6]. Lihat QS. Ali Imran: 100-101 dan QS. Mumtahanah: 13.[7]. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Irwaa (VI/34, no. 1589) dan ia menyebutkan delapan jalan dari hadits tersebut. Dan jalan ini telah disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsiirnya pada ayat 81 dan 82 dari surat Ali Imran.[8]. Dinukil dari at-Tabshiir bi Qawaa-idit Takfiir (hal. 42-44) oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid al-Halabi.[9]. Sailul Jarraar al-Mutadaffiq alaa Hadaa-iqil Az-haar (IV/578).[10]. Majmuu Fataawaa (XII/498) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.[11]. Lihat Majmuu Fataawaa (XII/498), Mujmal Masaa-ilil Iimaan wal Kufr al-Ilmiy-yah fii Ushuulil Aqiidah as-Salafiyyah (hal. 28-35, cet. II, th. 1424 H) dan at-Tab-shiir bi Qawaa-idit Takfiir (hal. 42-44). 4