pembelajaran ctl
DESCRIPTION
Pendahuluan, Pembahasan dan penutup makalah CTLTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses belajar-mengajar merupakan kegiatan utama sekolah.
Suasana belajar yang diciptakan guru harus melibatkan siswa
secara aktif. Di sekolah, terutama guru diberikan kebebasan
untuk mengelola kelas yang meliputi strategi, pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran yang efektif, disesuaikan
dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, guru,
dan sumber daya yang tersedia di sekolah.
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang
berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan
jangka panjang.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dijelaskan
bahwa Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas, 2003).
Sesuai fungsi pendidikan nasional tersebut terletak tanggung
jawab guru untuk mampu mewujudkannya melalui pelaksanaan
proses pembelajaran yang mampu bermutu dan berkualitas.
Salah satu strategi yang dapat dipergunakan guru untuk
memperbaiki mutu dan kualitas proses pembelajaran adalah
1
dengan menerapkan strategi pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL).
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning
/CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi
rumusan masalah adalah:
a) Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kontekstual?
b)Apa sajakah komponen pembelajaran kontekstual?
c) Bagaimana bentuk-bentuk pembelajaran kontekstual?
d)Apa saja karakteristik dan kriteria pembelajaran
kontekstual?
e) Apa saja kelebihan dan kelemahan pembelajaran
kontekstual?
f) Bagaimana menyusun Rencana Pembelajran Berbasis
Kontekstual?
g)Apa saja perbedaan pembelajaran kontekstual dengan
pembelajaran tradisional?
h)Bagaimana penerapan pembelajaran kontekstual dalam
pembelajaran matematika?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, maka
penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut:
2
a) Untuk mengerahui apa yang dimaksud dengan
pembelajaran kontekstual.
b)Untuk mengerahui apa sajakah komponen pembelajaran
kontekstual.
c) Untuk mengerahui bagaimana bentuk-bentuk pembelajaran
kontekstual.
d)Untuk mengerahui apa saja karakteristik dan kriteria
pembelajaran kontekstual.
e) Untuk mengerahui apa saja kelebihan dan kelemahan
pembelajaran kontekstual.
f) Untuk mengerahui bagaimana menyusun Rencana
Pembelajran Berbasis Kontekstual.
g)Untuk mengerahui apa saja perbedaan pembelajaran
kontekstual dengan pembelajaran tradisional.
h)Untuk mengerahui bagaimana penerapan pembelajaran
kontekstual dalam pembelajaran matematika.
1.4. Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah kita dapat memahami,
mengetahui dan menganalisis bagaimana proses pembelajaran menggunakan
pendekatan kontekstual (CTL) terutama dalam pembelajaran Matematika dari
mata kuliah Perencanaan dan Strategi Pembelajaran ini.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pendekatan Kontekstual (CTL)
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil.
Dalam pendekatan kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu
yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari kata guru. Begitulah peran
guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik
dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari
satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan
mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
4
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep
belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan
dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah
dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Nurhadi, 2003:13).
Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan
pembelajaran yang menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui
hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran
kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam
membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur
hidup.
Banyak manfaat yang dapat diambil oleh siswa dalam pembelajaran
kontekstual yaitu terciptanya ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi
peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan mereka akan lebih
bertanggung jawab dengan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran akan menjadi
lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan
pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya
untuk membangun pengetahuan baru.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual ini adalah membantu siswa
dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi
anggota kelas (siswa). Selain itu guru juga memberikan kemudahan belajar
kepada siswa, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang
memadai. Guru tidak hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa
hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk belajar. Lingkungan belajar yang kondusif sangat
diperlukan, maksudnya belajar dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat
pada siswa. Dari “guru akting di depan kelas, siswa menonton” ke “siswa aktif
bekerja dan berkarya guru mengarahkan”. Pengajaran harus berpusat pada
5
“bagaimana cara” siswa menggunakan pengetahuan baru mereka sehingga strategi
belajar lebih dipentingkan dibandingkan dengan hasilnya.
Guru bukanlah sebagai yang paling tahu, melainkan guru harus
mendengarkan siswa-siswanya dalam berpendapat mengungkapkan ide atau
gagasan yang dimiliki oleh siswa. Guru bukan lagi sebagai penentu kemajuan
siswa-siswanya, tetapi guru sebagai seorang pendamping siswa dalam pencapaian
kompetensi dasar. Menurut Zahorik (dalam Mulyasa 2006:219) ada lima elemen
yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual yaitu (1) Pembelajaran
harus memperhatikan, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik; (2)
Pembelajaran dimulai dari keseluruhan menuju bagian-bagiannya secara khusus;
(3) Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara : menyusun
konsep sementara, melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan
dari orang lain, merevisi dan mengembangkan konsep; (4) Pembelajaran
ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari;
(5) Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan
pengetahuan yang dipelajari.
Pendekatan kontekstual maksudnya adalah suatu konsep belajar di mana
menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan keluarga dan masyarakat.
Hasil pembelajaran diharapkan akan lebih bermakna bagi anak untuk
memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik
kesimpulan dalam kehidupan jangka panjang (Nurhadi dan Senduk 2003:4).
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan
pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta
didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan
menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses
penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan
pentingnya belajar, dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam
terhadap apa yang mereka pelajari.
Pembelajaran kontekstual ini memungkinkan proses belajar yang tenang dan
menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga peserta
6
didik dapat mempraktekkan secara langsung apa yang telah mereka pelajari.
Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk memahami hakikat, makna,
dan manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin, dan termotivasi untuk
senantiasa belajar, bahkan kecanduan untuk belajar. Kondisi ini akan terwujud,
ketika siswa menyadari tentang apa yang mereka perlukan untuk hidup, dan
bagaimana cara untuk menggapainya.
2.2. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama yaitu :
a) kontruktivisme (contructivism), merupakan landasan berpikir (filosofi)
pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah
yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa perlu dibiasakan untuk
memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan
bergelut dengan ide-ide. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan
dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa
siswa harus menemukan dan mentransformasikan satu informasi komplek ke
situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik sendiri.
b) bertanya (questioning), suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh
siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Bertanya
merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Bertanya
dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing dan menilai keterampilan berpikir siswa. Hal ini merupakan
bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu
menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan
mengarahkan pada aspek yang belum diketahuinya.
c) menemukan (inquiry), merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
7
diharapkan bukan hasil mengikat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari
menemukan sendiri. Dalam inkuiri terdiri atas siklus yang mempunyai
langkah-langkah antara lain (1) merumuskan masalah, (2) mengumpulkan
data melalui observasi, (3) menganalisi dan menyajikan hasil tulisan, gambar,
laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, (4) mengkomunikasikan atau
menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain.
d) masyarakat belajar (learning community), hasil pembelajaran diperoleh
dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing
antarteman, antarkelompok, dan antarmereka yang tahu ke mereka yang
sebelum tahu. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat
dalam kegiatan masyarakat memberi informasi yang diperlukan oleh teman
bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan dari teman bicaranya.
e) pemodelan (modeling), Pemodelan (modeling) yaitu dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa
ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan,
mendemonstrasikan bagaiman guru menginginkan para siswanya untuk
belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya
melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh
tentang konsep atau aktivitas belajar.
f) refleksi (reflection), cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang
lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang
baru saja diterima. Kunci dari itu semua adalah, bagaimana pengetahuan
mengendap dibenak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan
bagaimana merasakan ide-ide baru.
g) penilaian sebenarnya (authentic assessement), merupakan prosedur
penilaian pada pembelajaran konekstual yang memberikan gambaran
perkembangan belajar siswanya. Assessement adalah proses pengumpulan
berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa
memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.
8
2.3. Bentuk-Bentuk Pembelajaran Kontekstual
Adapun bentuk-bentuk pembelajaran kontekstual, yaitu meliputi:
a) Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) merupakan suatu pendekatan yang
diterapkan dalam proses belajar-mengajar dengan menekankan pada keterlibatan
kemampuan peserta didik, baik secara fisik, mental, intelektual maupun
emosionalnya sehingga diperoleh hasil belajar yang berupa keteerpaduan antar
aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam kesatuan pribadi peserta didik yang
utuh seperti yang diinginkan dalam tujuan pendidikan nasional. Siswa dipandang
sebagai objek pembelajaran dan subjek yang belajar., sedangkan titik berat proses
pembelajaran adalah pada keaktifan siswa dan keaktifan guru. Kadar CBSA
teletak apda banya keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar-
mengajar.
Ciri dari CBSA , yaitu:
1) Guru merupakan seorang pengelola (manager) dan perancang (designer)
dari pengalaman belajar.
2) Guru dan siswa menerima peran kerja sama (partnership).
3) Bahan-bahan pembelajaran dipilih berdasarkan kelayakannya.
4) Penting untuk melakukan identifikasi dan penuntasan syarat-syarat belajar
(learning requirements).
5) Siswa dilibatkan dalam pembelajaran.
6) Tujuan ditulis secara jelas.
7) Semua tujuan diukur/dites.
b) Pendekatan Proses
Penggunaan pendekatan keterampilan proses berdasarkan pertimbangan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dan guru , proses
mengalami secara langsung melalui interaksi dengan lingkungan.Pendekatan
proses merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses
belajar, aktivitas dan kreatifitas peserta didik dalam memperoleh pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
9
Dalam pengertain tersebut, meliputi keterlibatan fisik, mental dan social peserta
didik dalam proses pembelajaran, untuk mencapai suatu tujuan.
Indikator-indikator pendekatan proses antara lain kemampuan
mengidentifikasi, mengklasifikasi, menghitung, mengukur, mengamati, mencari
hubungan, menafsirkan, menyimpulkan, menerapkan, mengkomunikasikan, dan
mengespresikan diri dalam suatu kegiatan untuk menghasilkan karya ilmiah.
c) Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education)
Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang memberikan
kecakapan personal,social,intelektual dan vokasional untuk bekerja atau usaha
mandiri(UURI No. 20 Th 2003; pasal 26,ayat 3). Pendidikan kecakapan hidup
harus terefleksikan dalam kegiatan pembelajaran, pada seluruh mata pelajaran.
Kita ingat bahwa pada setiap kegiatan pembelajaran mengembangkan tiga aspek,
yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif. Ketiga aspek tersebu
dikembangkan secara integral, sehingga siswa memiliki kemamuan yang integratif
dan komprehensif, sebagai keterampilan bagi bekal hidupnya.
d) Pembelajaran Inquiri (Inquiry Based Learning)
Tujuan utama dari pendekatan inkuiri adalah membantu siswa
mengembangkan disisplin intelektual dan keterampilan yang diperlukan. Disiplin
intelektual dan keterampilan tersebut dilatih dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan dan memberikan jaaban atas dasar keingintahuan mereka. Inkuiri juga
bertujuan agar siswa memperoeh pengetahuan baru dari hasil gagasan yang
ditemukan siswa.
Pembelajaran berbasis inkuiri ini dimulai dari suatu permasalahan dalam
disiplin ilmu, sehingga memotivasi siswa untuk mencari pemecahannya. Langkah
kegiatan yang dilakukan dalam inkuiri terdiri atas: perumusan masalah,
pengembangan hipotesis, pengumpulan data, pengelolahan data, uji hipotesis dan
penarikan kesimpulan.
e) Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Kegiatan belajar melalui pemecahan masalah bermanfaat untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi,
mengembangkan kemampuan berfikir alternatif yang tersedia. Kemampuan-
kemampuan ini adalah kemampuan yang melibatkan proses tingi.
10
Pembelajaran berbasis masalah adlah pembelajaran melalui pemecahan
masalah. Langkah kegiata pembelajran dilakukan melalui 5
tahapan ,yaituidentifikasi masalah, pengembangan alternatif, pengumpulan data
untuk menguji alternatif, pengujian alternatif, dan pengembilan keputusan.
f) Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran koperatif adalah suatu strategi belajar menganja yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
anatara sesame dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang
terdiri atas dua orang atau lebih. Strategi ini menenpatkan siswa sebagai bagian
dari suatu sistem kerjasama dalam mencapai hasil belajar yang optimal.
Pembelajaran ini mendorong siswa ntuk melaksanakan kegiatan
pembelajaran melalui pemecahan masalah. Siswa secara bekerjaama dalam
kelompoknya untuk menemukan dan merumuskan alternative pemecahan
masalah, pada materi yang dihadapi. Untuk melaksanakan pembelajaran ini, guru
perlu mempersiapkan dan merencanakan dengan matang.
2.4. Karakteristik dan Kriteria Pembelajaran Kontekstual
Setidaknya pembelajaran kontekstual ini memiliki 11
karakteristik, yakni sebagai berikut:
a) Kerjasama
b) Saling menunjang
c) Menyenangkan, tidak membosankan
d) Belajar dengan bergairah
e) Pembelajaran terintegrasi
f) Menggunakan berbagai sumber
g) Siswa aktif
h) Sharing dengan teman
i) Siswa kritis guru kreatif
j) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa,
peta-peta, gambar, artikel, humor dll.
k) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil
karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan
lain-lain
11
Kemudian dalam proses pembelajaannya juga memiliki
karakteristik, sebagai berikut:
a) Dalam Pembelajaran Kontekstual pembelajaran merupa
kan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
(activing knowledge). Artinya, apa yang akan dipelajari
tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari.
Dengan demikian, pengetahuan yang akan diperoleh siswa
adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan
satu sama lain.
b) Pembelajaran yang kontekstual adalah pembelajaran
dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan
baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu dapat
diperoleh dengan cara deduktif. Artinya, pembelajaran
dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan kemudian
memperhatikan detailnya.
c) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
berarti pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal,
melainkan untuk dipahami dan diyakini.
d) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut
(applying knowledge). Artinya, pengetahuan dan
pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan
dalam kehidupan nyata.
e) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap
strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan
sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan
penyempurnaan strategi.
Sedangkan Kriteria Pembelajaran Metode Kontekstual/CTL,
sebagai berikut:
a) Siswa sebagai subjek belajar.
b) Siswa belajar melalui kegiatan kelompok.
c) Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata.
d) Kemampuan didasarkan atas pengalaman.
12
e) Tujuan akhir kepuasan diri.
f) Prilaku dibangun atas kesadaran.
g) Pengetahuan yang dimiliki individu berkembang sesuai
dengan pengalaman yang dialaminya.
h) Siswa bertanggungjawab dalam memonitor dan
mengembangkan pembelajaran.
i) Pembelajaran bisa terjadi dimana saja.
j) Keberhasilan pembelajaran dapat diukur dengan berbagai
cara.
2.5. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual ada beberapa kelebihan dan kelemahan,
beberapa kelebihan dari pembelajaran kontekstual yaitu:
a) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk
dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi
itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya
akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah
dilupakan.
b) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep
kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa
diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
c) Kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental.
d) Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk
memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil
temuan mereka di lapangan.
e) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian
dari guru.
13
f) Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang bermakna.
Menurut PLPG kuota 2008 manfaat pembelajaran contextual teaching and
learning(CTL) antara lain :
1) Bagi anak didik dapat
Mengaitkan mata pelajaran dengan pekerjaan atau kehidupan
Mengaitkan kandungan mata pelajaran dengan pengalaman seharihari
Memindahkan kemahiran
Memberi kesan dan mendapatkan bukti
Menguasai permasalahan abstrak melalui pengalaman kongkrit
Belajar secara bersama
2) Bagi pendidik dapat
Menjadikan pengajaran sebagai salah satu pengalaman yang bermakna
Mengaitkan prinsip – prinsip mata pelajaran dengan dunia pekerjaan
Menjadikan Penghubung antara pihak akademik kan vokasional
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut:
a) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual
berlangsung.
b) Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi
kelas yang kurang kondusif.
c) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam m CTL, guru tidak
lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan
ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang
sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh
tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan
demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang
memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka
dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
d) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan
dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar.
14
Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan
bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai
dengan apa yang diterapkan semula.
2.6. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Konvensional
Sebagai gambaran umum, berikut ini disajikan perbandingan antara
pendekatan kontekstual dan konvensional.
Tabel Perbandingan Pendekatan Kontekstual dan Pendekatan
Konvensional
No Pendekatan Kontekstual Pendekatan Konvensional
1. Siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran (student center)
Siswa hanya menerima informasi
secara pasif (teacher center)
2. Siswa belajar bersama dalam kerja
dan diskusi kelompok
Siswa belajar secara individual
3. Pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan nyata atau didasarkan
pada masalah
Pembelajaran terlalu abstrak dan
teoritis
4. Perubahan perilaku siswa dibangun
atas kesadaran diri
Perubahan perilaku siswa dibangun
atas kebiasaan
5. Memperoleh keterampilan yang
dikembangkan dari pemahaman
Memperoleh keterampilan yang
dikembangkan atas dasar latihan
6. Penghargaan yang diberikan berupa
kepuasan diri
Penghargaan yang diberikan berupa
angka/nilai
7. Siswa tidak berperilaku jelek
karena dia sadar dan merugikan
Siswa tidak berperilaku jelek
karena takut hukuman
8. Bahasa yang disampaikan
komunikatif
Bahasa yang disampaikan terkesan
satu arah (struktural)
9. Belajar dari apa yang sudah dikenal
siswa
Belajar dari sesuatu yang asing atau
tidak dikenal siswa
10. Adanya kemampuan proses dalam
pembelajaran
Hanya berlaku pasif menerima
informasi
11. Pengetahuan yang ada dibangun
dan dikembangkan sendiri
Pengetahuan didasarkan pada
penangkapan serangkaian fakta,
15
konsep atau hokum diluar dirinya.
12. Didasarkan pada pengalaman siswa Tidak didasarkan pada pengalaman
siswa
13. Hasil belajar diukur berdasarkan
proses
Hasil belajar diukur berdasarkan
hanya hasil tes.
14. Pembelajaran tidak terbatas pada
ruang kelas
Pembelajaran hanya terjadi di
ruang kelas
15. Adanya upaya pemecahan masalah Tidak adanya upaya pemecahan
masalah
Berdasarkan tabel diatas, 15 pernyataan diatas merupakan keunggulan atau
kebaikan yang dimiliki pendekatan kontekstual. Namun demikian,
pelaksanaannya memerlukan keterampilan dari guru itu sendiri. Guru harus
menyiapkan instrument untuk dapat mengukur hasil belajar siswa berdsarkan
proses pembelajaran. Selama ini, guru menyusun instrument hanya untuk
mengukur hasil belajar siswa berdasarkan tes akhir saja. Selain itu, guru harus
membiasakan diri bukan hanya sebagai sumber informasi saja tapi sebagai
fasilitator.
2.7. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, rencana pembelajaran (RP) diartikan
sebagai rencana kegiatan guru yang berisi skenario pembelajaran tahap demi
tahap mengenai hal-hal yang akan dilakukakan guru bersama siswa terkait topik
atau pokok bahasan yang akan dipelajari demi mencapai kompetensi standar yang
telah ditentukan. Dalam ini, rencana pembelajaran tidak diartikan sebagai laporan
yang harus disusun dan dilaporkan kepada kepala sekolah atau pihak lain,
melainkan sebagai rencana “individual” guru yang memuat langkah-langkah
pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas. Rencana pembelajaran dapat
difungsikan sebagai pengingat bagi guru mengenai hal-hal yang harus
dipersiapkan, mengenai media apa yang akan digunakan, strategi pembelajaran
yang dipilih, sistem penilaian yang akan ditentukan, dan hal-hal teknis lainnya.
Mengingat rencana pembelajaran lebih bersifat sebagai rencana “individual”
guru, tentu tidak ada format. Memang, secara umum tidak terdapat perbedaan
16
mendasar mengenai format rencana pembelajaran berbasis kontekstual dengan
format rencana pembelajaran yang selama ini dikenal. Hal yang membedakan
keduanya adalah mengenai substansi atau penekanannya. Pada pembelajaran yang
secara umum dikenal, rencana pembelajaran menekankan pada deskripsi tujuan
yang akan dicapai, sedangkan pada pembelajaran kontekstual lebih menekankan
pada skenario pembelajarannya.
Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa pendekatan kontekstual
mempunyai 7 komponen utama, maka menyusun rencana pembelajaran berbasis
kontekstual berarti merancang kegiatan pembelajaran yang mengakomodasi 7
komponen utama pendekatan kontekstual tersebut.. Ketujuh komponen
pendekatan kontekstual harus tersirat pada rencana pembelajaran yang disusun.
Selain itu, dalam rencana pembelajaran juga dirancang bagaimana
mengintegrasikan keterampilan kecakapan hidup (life skill) dalam rangkaian
pembelajaran.
1. Identitas
Identitas biasanya memuat nama mata pelajaran, satuan pendidikan,
kelas/semester, dan alokasi waktu.
2. Standar kompetensi dan kopetensi standar
Bagian ini memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
dicapai siswa melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
3. Indikator
Bagian ini memuat indikator-indikator, yakni karakteristik, ciri-ciri,
perbuatan, atau respon siswa berkaitan dengan kompetensi dasar untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
4. Materi pokok
Bagian ini berisi materi pokok yang dipilih sebagai sarana bagi siswa untuk
mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Pada bagian ini dapat pula
disertai uraian singkat materi pokok.
5. Media pembelajaran.
Bagian ini menjelaskan mengenai media yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran yang akan menunjang pencapaian standar kompetensi atau
kompetensi dasar yang ditentukan.
17
6. Pendekatan atau metode pembelajaran
Bagian ini memuat jenis pendekatan atau metode yang dipilih atau digunakan.
7. Kegiatan pembelajaran
Pada bagian ini diuraikan mengenai langkah-langkah kegiatan pembelajaran,
yang mengakomodasi 7 komponen pendekatan kontekstual dan pengintegrasian
life skill dalam kegiatan pembelajaran. Secara umum, kegiatan pembelajaran
terdiri atas 3 tahap, yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan pokok, dan kegiatan
penutup.
a. Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengkondisikan siswa agar siap secara mental untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran. Yang termasuk dalam kegiatan ini adalah memotivasi siswa
untuk mengikuti kegiatan pembelajaran, seperti memberikan contoh
manfaat topik yang akan dipelajari, mengaitkan materi pelajaran dengan
dunia nyata, menyampaikan standar kompetensi dan kompetensi standar
yang harus dicapai siswa melalui kegiatan pembelajaran, dan langkah-
langkah kegiatan pembelajaran yang akan diikuti siswa. Pada bagian ini
pula dilakukan pembahasan pekerjaan rumah dan apersepsi, yakni
mengaitkan materi pelajaran yang akan dipelajari siswa dengan materi
pelajaran.
b. Pada kegiatan pokok diuraikan mengenai langkah-langkah pembelajaran
yang merupakan tahapan bagi siswa untuk mengkonstruksi konsep atau
pengetahuan. Pada bagian ini tercermin implementasi ketujuh komponen
utama pendekatan kontekstual dan pengintegrasian life skill.
c. Sedangkan pada bagian penutup diuraikan mengenai bimbingan guru
kepada siswa untuk mereview (merangkum) materi atau topik yang telah
dipelajari, pemberian tugas, dan penginformasian mengenai topik atau
materi pelajaran pada pertemuan berikutnya.
8. Penilaian
Pada bagian ini diuraikan mengenai jenis dan bentuk instrumen yang
digunakan untuk mengukur ketercapaian indikator yang telah ditentukan.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program
pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali
18
lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya, di mana:program
pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan
dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program pembelajaran kontekstual
lebih menekankan pada skenario pembelajarannya. Atas dasar itu, saran pokok
dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual
adalah sebagai berikut:
a. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi,
Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Indikator Pencapaian Hasil Belajar.
b. Nyatakan tujuan pembelajarannya.
c. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
d. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
e. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat
diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
Contoh : Penerapan Model CTL pada Bahan Ajar Geometri dan Pengukuran di Kelas Tinggi Berdasarkan RPP
Kelas/ Semester : VI/I
Standar Kompetensi : Menghitung luas segi banyak sederhana, luas lingkaran, dan volume prisma segitiga.
Kompetensi Dasar : Menghitung luas segi banyak yang merupakan gabungan dari dua bangun datar sederhana.
Indikator : Menghitung luas segi banyak dari jaring-jaring suatu bangun ruang
Tujuan Pembelajaran : - Menghitung luas gabungan persegi, segiempat, segitiga, trapesium, layang-layang, atau belah ketupat dari jaring-jaring suatu bangun ruang.
- Menentukan luas bahan yang diperlukan dari jaring-jaring bangun ruang yang dihitungnya dalam jumlah tertentu.
Media Pembelajaran : - 5 buah bangun ruang dalam berbagai bentuk dan ukuran
dari benda-benda bekas, seperti kotak bekas pasta
gigi,topi ulang tahun, dan sebagainya.
- Gunting/ cutter
- Penggaris
19
- Lembar Kerja Siswa
Prosedur Kegiatan :
a. Kegiatan Awal
1. Mengarahkan siswa pada situasi pembelajaran yang kondusif.
2. Mengadakan apersepsi dengan mengadakan tanya jawab tentang luas-luas
bangun datar yang telah dipelajari siswa dengan memberikan contoh
bagaimana cara menghitung luas papan tulis, buku gambar, dan lain-lain.
3. Menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu menghitung luas bangun
gabungan.
b. Kegiatan Inti :
1. Mengembangkan materi pelajaran melalui demonstrasi dengan meminta
siswa untuk menghitung luas selembar kertas. Kemudian siswa diminta
kembali untuk menghitung kertas tersebut yang digabungkan dengan
potongan kertas lainnya yang berbentuk segitiga.
2. Siswa diminta untuk menjelaskan hasil pekerjaannya tersebut, sementara
siswa yang lainnya diminta untuk mengomentari hasil pekerjaan
temannya. Dengan bimbingan guru, siswa mengkonstruksi pengetahuan
barunya berdasarkan pengalamannya tersebut.
3. Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 orang. Guru
menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa yaitu secara
berkelompok siswa melakukan eksplorasi untuk menemukan dan
menghitung luas bangun yang terbentuk dari jaring-jaring bangun ruang
yang telah disiapkan.
4. Membagikan LKS kepada masing-masing kelompok siswa dan bangun-
bangun ruang yang berlainan sesuai jumlah kelompok.
5. Siswa melakukan diskusi kelompok untuk menemukan dan menghitung
luas bangun datar yang terbentuk dari jaring-jaring bangun ruang tersebut.
Selama siswa berdiskusi, guru berkeliling membimbing, memotivasi, dan
memfasilitasi siswa serta mengamati aktivitas siswa selama diskusi.
6. Siswa melaporkan hasil diskusi masing-masing kelompok dalam diskusi
kelas. Siswa diminta menjelaskan hasil temuannya kepada rekan-rekannya
20
dengan memperagakan kembali di depan kelas. Siswa lainnya
mengomentari hasil pekerjaan rekannya.
7. Siswa melakukan tanya-jawab dalam diskusi kelas antar kelompok, antara
siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan guru sehingga diperoleh
kesimpulan diskusi.
8. Siswa melakukan refleksi dengan menuliskan kesan keberhasilannya atau
kekurangpahamannya tentang konsep yang telah dipelajarinya berupa
jurnal sehingga guru dapat melakukan tindak lanjut.
c. Kegiatan Akhir :
1. Melakukan pengamatan pada aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
2. Mengadakan penilaian tes akhir.
3. Mengadakan tindak lanjut.
2.8. Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika
Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik
dan bertujuan memotivasi peserta didik untuk dapat memahami makna materi
pelajaran yang dipelajari dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga
siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia
nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai
salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis
kompetensi. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa
mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
ber-sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).
21
Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.
Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pembelajaran kontekstual.
Hal-hal yang diperlukan untuk mencapai sejumlah hasil yang diharapkan
dalam penerapan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut :
a. Guru yang berwawasan
Maksudnya yaitu guru yang berwawasan dalam penerapan dan pendekatan.
b. Materi dalam pembelajaran
Dalam hal ini guru harus bisa mencari materi pembelajaran yang dijiwai oleh
konteks perlu disusun agar bermakna bagi siswa.
c. Strategi metode dan teknik belajar dan mengajar
Dalam hal ini adalah bagaimana seorang guru membuat siswa bersemangat
belajar, yang lebih konkret, yang menggunakan realitas, lebih aktual, nyata/riil,
dsb.
d. Media pembelajaran
Media yang digunakan dapat berupa situasi alamiah, benda nyata, alat peraga,
film nyata yang mana perlu dipilih dan dirancang agar sesuai dan belajar lebih
bermakna.
e. Fasilitas
Media pendukung pembelajaran kontekstual seperti peralatan dan
perlengkapan, laboratorium, tempat praktek, dan tempat untuk melakukan
pelatihan perlu disediakan.
f. Proses belajar dan mengajar
Hal ini ditujukan oleh perilaku guru dan siswa yang bernuansa pembelajaran
kontekstual yang merupakan inti dari pembelajaran kontekstual.
g. Kancah pembelajaran
Hal ini perlu dipilih sesuai dengan hasil yang diinginkan.
h. Penilaian
22
Penilaian/evaluasi otentik perlu diupayakan karena pada pembelajaran ini
menuntut pengukuran prestasi belajar siswa dengan cara-cara yang tepat dan
variatif, tidak hanya dengan pensil atau paper test.
i. Suasana
Suasana dalam lingkungan pembelajaran kontekstual sangat berpengaruh
karena dapat mendekatkan situasi kehidupan sekolah dengan kehidupan nyata di
lingkungan siswa.
23
CONTOH PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN
PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan ditunjukkan
dengan contoh-contoh pembelajaran matematika di sekolah Dasar (SD).
Perancangan kegiatan pembelajaran dapat berupa persiapan dan pelaksanaan
pembelajaran. Persiapan rancangan kegiatan pembelajaran dibuat dalam bentuk
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Contoh 1: Pembelajaran Pengukuran di Kelas III semester 2
Kompetensi Dasar (KD): ”Menghitung luas persegi dan persegi panjang”.
KD ini dapat dibuat dalam dua rancangan kegiatan pembelajaran, yaitu: (1)
menghitung luas persegi panjang; dan (2) menghitung luas persegi. Dalam contoh
akan diambil rancangan kegiatan yang pertama yaitu ’menghitung luas persegi
panjang’. Konsep luas ini, akan dibangun melalui beberapa hal, yaitu sebagai
berikut.
1) Mengaitkan konsep luas dengan bentuk-bentuk tak beraturan disekitar siswa;
2) Penggunaan berbagai strategi dalam menyelesaikan soal-soal kontekstual;
3) Menggunakan berbagai satuan pengukuran sebagai suatu strategi perhitungan;
4) Menggunakan kertas berpetak sebagai model;
5) Membingkai suatu bangun dengan persegi panjang;
6) Menemukan rumus luas persegi panjang; dan
7) Menentukan atau menghitung luas persegi panjang dengan rumus.
Maka dari KD di atas pada rancangan kegiatan yang pertama yaitu
’menghitung luas persegi panjang’ dapat ditentukan indikator pencapaiannya yaitu
sebagai berikut.
1) Menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan luas persegi panjang
2) Menghitung luas persegi panjang dengan ukuran tidak baku
3) Menyebutkan pengertian luas dari suatu suatu daerah atau bangun datar
4) Menemukan rumus luas persegi panjang
5) Menentukan atau menghitung luas bangun berbentuk persegi panjang
Untuk contoh, hanya diambil dua indikator terakhir yaitu: Menemukan rumus
luas persegi panjang dan menentukan atau menghitung luas persegi panjang.
24
Penggalan proses pembelajaran akan dilakukan oleh guru yang pasif, guru yang
aktif, dan guru yang realistik untuk pertama kalinya membelajarkan menemukan
rumus dan menentukan atau menghitung luas persegi panjang pada siswa.
1. Guru Pasif
Guru yang pasif memulai pembelajaran menemukan rumus luas persegi
panjang dengan menggambar atau memperlihatkan gambar di papan tulis
kemudian memberikan penjelasan kepada siswanya bagaimana menemukan
rumus persegi panjang, seperti contoh berikut :
Langkah 1
Guru memberikan penjelasan pada siswa bahwa: ”Luas persegi panjang dapat
ditentukan dengan menghitung banyaknya persegi satuan yang ada dalam persegi
panjang tersebut”.
Langkah 2
Untuk menuju ke konsep rumus luas persegi panjang, guru dapat memberikan
lembar kerja pada siswa: ”Selesaikan Lembar Kerja (LK) berikut secara
berkelompok”.
Langkah 3
Guru memberi penjelasan pada siswa bahwa: ” Luas persegi panjang dapat
diperoleh dengan mengalikan panjang dan lebarnya atau Luas = panjang x lebar”.
2. Guru Aktif
Guru yang aktif memulai pembelajaran menemukan rumus luas persegi
panjang dengan menggambar atau memperlihatkan gambar di papan tulis, seperti
contoh berikut.
25
Langkah 1
Guru memberikan penjelasan pada siswa bahwa :”Luas persegi panjang dapat
ditentukan dengan menghitung banyaknya persegi satuan yang ada dalam persegi
panjang tersebut”.
Langkah 2
Untuk menuju ke konsep rumus luas persegi panjang, guru dapat memberikan
lembar kerja pada siswa: ”Selesaikan Lembar Kerja (LK) berikut secara
berkelompok”.
Langkah 3
Guru dengan menggunakan peragaan memperjelas rumus luas persegi panjang
yang ditemukan siswa dari lembar kerja yang diberikan guru.
26
3. Guru Realistik
Guru yang realistik memulai pembelajaran menemukan rumus luas persegi
panjang dengan memberikan masalah kontekstual pada siswa untuk diselesaikan
secara bekelompok, seperti contoh berikut.
Langkah 1
Guru mengajak siswa menghitung luas lantai yang dibatasi dengan tali
membentuk persegi panjang dengan menghitung banyaknya ubin yang dibatasi
oleh tali tersebut, contoh:
Langkah 2
Guru dapat menggambarkan persegi panjang yang di lantai pada papan tulis atau
guru menggambarkannya pada lembar kertas yang telah disiapkan guru
27
sebelumnya. Selanjutnya siswa disuruh menghitung luas persegi panjang apabila 1
ubin merupakan satu satuan luas.
Langkah 3
Guru memberikan kebebasan pada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan
caranya sendiri untuk mendapatkan luas persegi panjang. Kemudian guru
meminta masing-masing kelompok untuk menuliskan jawabannya di papan tulis
dan sekaligus mengkomunikasikan dengan kelompok lain dari mana jawaban
tersebut diperoleh atau alasannya mendapatkan jawaban tersebut. Maka alternatif
jawaban siswa adalah sebagai berikut.
Alternatif 1
Dengan membilang satu persatu persegi satuan, maka diperoleh jawaban siswa:
Luas = 40 satuan luas.
Alternatif 2
Dengan menjumlah persegi satuan pada tiap-tiap kolom, maka diperoleh jawaban
siswa: Luas = (5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5) satuan luas = 40 satuan luas.
Alternatif 3
Dengan menjumlah persegi satuan pada tiap-tiap baris, kemudian siswa
mengubahnya dalam kalimat perkalian, maka diperoleh jawaban siswa:
Luas = (8 + 8 + 8 + 8 + 8) satuan luas = 40 satuan luas
Luas = 5 x 8 = 40 satuan luas (8 nya ada 5 dituliskan 5x8 dan 40 diperoleh dari
hasil perhitungan banyaknya persegi satuan pada persegi panjang).
Alternatif 4
Dengan langsung mengalikan banyaknya kolom dan baris atau mengalikan baris
dan kolom, maka diperoleh jawaban siswa:
Luas = 8 x 5 = 40 satuan luas atau Luas = 5 x 8 = 40 satuan luas.
28
Langkah 4
Guru harus dapat menyikapi jawaban siswa yang salah maupun yang benar.
Apabila jawaban siswa salah guru tidak boleh langsung menyalahkan tetapi harus
melihat alasan jawaban dari siswa, baru dari jawaban siswa ini siswa digiring atau
dimotivasi kepada jawaban yang benar.
Untuk alternatif semua jawaban yang benar seperti contoh di atas, maka guru
membenarkan semua jawaban, kemudian guru memberi kesempatan berpikir
siswa dari semua alternatif jawaban yang benar, jawaban mana yang paling
mudah dan gampang dikerjakan.
Guru perlu mendengarkan jawaban siswa dan memberikan gambaran pada
siswa yang bisa menjadi pertimbangan pada siswa. Sebagai contoh: ”Andaikan
kita disuruh menghitung luas ruangan kelas kita yang diketahui panjang dan
lebarnya, apakah kita harus menghitung satu persatu ubin yang ada? (sambil
menunjuk jawaban Alternatif 1) atau kita harus banyaknya ubin untuk setiap baris
dan kolomnya? (sambil menunjuk jawaban Alternatif 2 dan Alternatif 3).
Bagaimana dengan jawaban pada Alternatif 4?”. Guru kemudian memperluas
permasalahan: ”Bagaimana kalau kita disuruh menghitung luas halaman sekolah
atau luas ruang kelas sekolah kita?”. Nah tentunya untuk mempermudah kita
menghitungnya kita perlu mencari cara, yaitu dengan menemukan cara atau rumus
menghitung luas persegi panjang atau persegi (ini merupakan cara guru membawa
siswa dari matematika horizontal kepada matematika vertikalnya).
Langkah 5
Bertitik tolak dari jawaban siswa (jawaban Alternatif 1,2 dan 3), guru mengajak
siswa menemukan rumus luas persegi panjang. Sebagai contoh seperti berikut ini.
29
Catatan:
Untuk menemukan rumus luas persegi panjang, setelah langkah 1 s.d. 5 guru
realistik dapat memberikan lembar kerja yang digunakan guru aktif pada langkah-
2 dan 3.
Langkah selanjutnya, untuk mencapai indikator ke-2 yaitu: ”menentukan atau
menghitung luas persegi panjang”, guru pasif, guru aktif, maupun guru realistik
dapat memberikan lembar tugas kepada siswa untuk diselesaikan. Contoh lembar
tugas adalah sebagai berikut.
30
Contoh 2 : Pembelajaran Bilangan di Kelas II semester 2
Kompetensi Dasar (KD): ”Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya
bilangan dua angka”. Untuk mencapai KD ini, indikator yang dapat dituliskan
guru antara lain sebagai berikut.
1) Mengubah bentuk penjumlahan berulang kedalam bentuk perkalian.
2) Mengubah bentuk perkalian ke dalam bentuk penjumlahan berulang.
3) Menentukan hasil perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka.
4) Menyelesaikan permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan perkalian.
Indikator ke (4) merupakan kemampuan yang dicapai siswa setelah mengenal
konsep perkalian bilangan. Hal ini berbeda dengan permasalahan kontekstual atau
realistik yang dikemukakan guru untuk memulai pembelajaran, yaitu
permasalahan yang harus diselesaikan siswa yang mana siswa belum mengenal
konsep perkalian bilangan.
Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah contoh penggalan proses pembelajaran
yang dilakukan oleh guru pasif, guru aktif, dan guru yang realistik dalam
membelajarkan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan 2 angka untuk pertama
kalinya pada siswa.
1. Guru Pasif
Guru pasif memulai pembelajaran perkalian bilangan yang hasilnya
bilangan 2 angka sebagai berikut.
Langkah 1
Guru menuliskan kalimat penjumlahan di papan tulis, contoh: 4+4+4 = ..... Guru
menanyakan pada siswa: ”Berapa kali bilangan 4 dituliskan? Jawaban siswa: 3
kali”. Guru kemudian akan melanjutkan: ”Jadi penjumlahan tersebut dapat ditulis
dalam kalimat perkalian: 3x4, jadi 3x4 = 4+4+4=12”. Selanjutnya guru
menuliskan kembali di papan tulis bentuk penjumlahan berulang dan bertanya
pada siswa: ” 4+4+4+4 = ......, dapatkah kalian menuliskan penjumlahan ini
sebagai perkalian?”. Kalau tidak ada siswa yang dapat menjawab guru kembali
menanyakan pada siswa: ”Berapa kali bilangan 4 tuliskan?”. Maka siswa akan
menjawab 4, guru melanjutkan dengan memberi pernyataan: ”Kalau begitu dapat
ditulis 4x4, artinya 4x4 = 4+4+4+4 = 16.
31
Langkah 2
Guru memberikan beberapa soal pada siswa untuk menuliskan penjumlahan
berulang kedalam bentuk perkalian.
2. Guru Aktif
Guru aktif memulai pembelajaran perkalian bilangan yang hasilnya bilangan
2 angka dengan menggunakan alat peraga, seperti manikmanik, sedotan minuman,
lidi, atau kartu bergambar seperti contoh berikut.
Langkah 1
Guru menunjukkan alat peraga yang digunakan, contoh kartu bergambar seperti
berikut.
Langkah 2
Guru melanjutkan penjelasannya pada siswa bagaimana mengubah bentuk
penjumlahan berulang kedalam kalimat perkalian, seperti contoh berikut.
Pada kegiatan di atas guru mengajak siswa mengubah penjumlahan berulang
kedalam kalimat perkalian seperti contoh di atas, yaitu 1 sapi banyaknya kaki 4
dapat dituliskan 1x4, 2 sapi banyak kaki dapat dituliskan 2x4 dan seterusnya.
32
Langkah 3
Guru memberikan beberapa soal pada siswa untuk menuliskan penjumlahan
berulang kedalam bentuk perkalian.
3. Guru Realistik
Guru realistik memulai pembelajaran perkalian bilangan yang hasilnya
bilangan 2 angka dengan menggunakan permasalahan sehari-hari yang dikenal
siswa atau permasalahan kontekstual, seperti contoh berikut.
Langkah 1
Guru menanyakan pada siswa:” apakah siswa sudah pernah melihat sapi?”,
apabila siswa menjawab sudah, guru menanyakan pada siswa: ” berapa kaki yang
dimiliki sapi?”, maka jawaban siswa adalah sapi memiliki 4 buah kaki.
Selanjutnya guru memberikan permasalahan yang harus diselesaikan siswa secara
berkelompok, yaitu: ”Ada berapa buah kaki yang ada atau dimiliki pada 5 ekor
sapi?”
Langkah 2
Guru menyiapkan beberapa alat peraga, seperti manik-manik, sedotan minuman,
lidi, atau kartu bergambar dan sebagainya untuk membantu siswa menyelesaikan
masalah dengan caranya sendiri. Guru meminta masing-masing kelompok untuk
menuliskan jawaban dengan memberikan alasan diperolehnya jawaban dengan
mengkomunikasikan dengan siswa yang lain.
Alternatif jawaban siswa sebagai berikut.
Alternatif 1
Siswa membilang satu persatu kaki yang dimiliki 4 ekor sapi, diperagakan dengan
menggunakan lidi, sedotan minuman, manik-manik, kartu bergambar atau yang
33
alat peraga yang lain. Peragaan yang dilakukan siswa ini merupakan kegiatan
semi abstrak seperti contoh berikut.
Alternatif 3
4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 5 x 4 =20
Jawaban siswa ini merupakan jawaban formal yang merupakan definisi matematika.
Langkah 3
Guru harus dapat menyikapi jawaban siswa yang salah maupun yang benar.
Apabila jawaban siswa salah guru tidak boleh langsung menyalahkan tetapi harus
melihat alasan jawaban dari siswa, baru dari jawaban siswa ini siswa digiring atau
dimotivasi kepada jawaban yang benar.
Untuk alternatif semua jawaban yang benar seperti contoh di atas maka guru
membenarkan semua jawaban, kemudian guru member kesempatan berpikir siswa
dari semua alternatif jawaban yang benar, jawaban mana yang paling mudah
dan gampang dikerjakan.
Guru perlu mendengarkan jawaban siswa dan memberikan gambaran pada
siswa yang bisa menjadi pertimbangan pada siswa. Sebagai contoh : ”Andaikan
kita disuruh menghitung banyaknya kaki yang dimiliki 15 ekor sapi, apakah kita
harus menghitung satu persatu kaki sapi yang ada? sambil menunjuk jawaban
34
Alternatif 1) atau kita harus menjumlahkan kaki yang dimiliki masing-masing
sapi? Bagaimana dengan jawaban pada Alternatif 3?”.
Guru kemudian memperluas permasalahan: ”Bagaimana kalau kita disuruh
menghitung puluhan atau ribuan sapi?”. Nah tentunya untuk mempermudah kita
menghitungnya kita perlu mencari cara yang paling mudah, yaitu dengan
mengubah kalimat penjumlahan kedalam bentuk perkalian (ini merupakan cara
guru membawa siswa dari matematika horisontal kepada matematika vertikalnya).
Langkah 4
Bertitik tolak dari jawaban siswa (jawaban alternatif-1, 2 dan 3), guru mengajak
siswa bagaimana mengubah bentuk penjumlahan berulang kedalam bentuk
perkalian seperti contoh seperti berikut ini.
Formal 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 5 x 4 =20 → Definisi matematika
Langkah 5
Guru dapat memberikan latihan atau soal-soal pada siswa berkaitan dengan
mengubah bentuk penjumlahan berulang kedalam bentuk perkalian atau
sebaliknya.
35
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses
berpengalaman dalam kehidupan nyata. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan
sebagai tempat untuk memperoleh informasi tetapi sebagai tempat untuk menguji
data hasil temuan peserta didik di lapangan. Ada beberapa perbedaan antara
strategi pembelajaran CTL dan konvensional yang membuktikan bahwa CTL
lebih efektif dan mampu menjadi alternatif pilihan strategi pembelajaran yang
diterapkan guru di sekolah. Diperlukan pola dan langkah pembelajaran CTL di
kelas agar strategi CTL dapat diterapkan secara efektif dan sesuai materi pelajaran
yang telah ditetapkan dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD).
3.2. Saran
Dengan pemahaman tentang Contextual Teaching and Learning (CTL) ini
diharapkan semua guru mata pelajaran terutama matematika dapat menerapkan
strategi ini dalam melaksanakan proses belajar mengajar (PBM) di sekolah dan
dapat lebih meningkatkan kualitas maupun kuantitas penguasaan materi mata
pelajaran siswa di sekolah dan pada akhirnya mampu meningkatkan kualitas
sumber daya manusia Indonesia sebagaimana tujuan dan fungsi pendidikan
nasional.
Guru hendaknya juga harus dapat memahami dengan baik konsep
pembelajaran berbasis kontekstual sehingga dalam penerapannya dapat
36
mendorong siswa aktif belajar. Hal yang dapat dilakukan guru yaitu :
meningkatkan kreativitas dalam merancang atau memadukan model dan metode
pembelajaran dengan baik sehingga mampu membuat pembelajaran tersebut
menyenangkan untuk siswa. Selain itu, kreativitas guru dalam menyajikan materi
pelajaran juga harus ditingkatkan yaitu dengan mengkolaborasikan materi dengan
kenyataan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Guru juga
mempersiapkan sarana pembelajaran yang memadai sesuai dengan tujuan
pembelajaran dengan tetap memperhatikan relevansinya dengan kenyataan di
lapangan, memberikan motivasi pada siswa sebagai bentuk penguatan, baik
berupa kata-kata maupun sikap, serta memberikan keleluasaan kepada siswa
untuk mengungkapkan ide-idenya.
37