pembelajaran matematika yang memanfaatkan konflik kognisi

Upload: gregorius

Post on 05-Jul-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/15/2019 PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG MEMANFAATKAN KONFLIK KOGNISI

    1/6

    PROSIDING ISBN :978-602-73039-0-4 

    Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Dasar dengan tema ”Penguatan Peran

    Pembelajaran di Tingkat Pendidikan Dasar untuk Membangun Generasi yang Unggul dan

    Berkarakter "" pada tanggal 17 Oktober 2015 di Program Studi PGSD Universitas Flores Ende.

    MP-03

    PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG MEMANFAATKAN KONFLIK KOGNISI

    Gregorius Sebo Bito

    Program Studi PGSD Universitas Flores Ende

    Email: [email protected] 

    Abstrak

    Konflik kognisi merupakan sebuah konsep yang penting dalam pembelajaran

    matematika. Konsep ini tidak dapat dipisahkan dari teori belajar konstruktivisme

    dimana salah satu prinsip dasarnya adalah bahwa siswa membangun pengetahuan

    dengan melakukan berbagai aktivitas dan merefleksikan berbagai aktivitas yang

    telah dilakukannya. Dalam proses refleksi ini, guru dapat menciptakan keadaan

    yang dapat memunculkan konflik kognisi sehingga dapat dimanfaatkan dalam

    mengembangkan pengetahuan siswa sebagaimana tujuan dari aktivitas belajar

    yang telah direncanakan. Makalah ini memaparkan bagaimana menciptakansuatu konflik kognisi yang dapat digunakan oleh guru sebagai sebuah tantangan

    untuk mendapatkan respon awal siswa terhadap situasi dan gagasan atau konsep

    matematika yang akan dipelajari. 

    Kata kunci: pembelajaran matematika , konflik kognisi

    PENDAHULUAN

    Sudah menjadi anggapan yang berlaku umum di masyarakat bahwa matematika

    merupakan salah satu bidang yang paling sulit untuk dipelajari. Untuk menghapus anggapan ini,

    proses pembelajaran matematika hendaknya dilaksanakan dan dikemas secara lebih menarik dan

    berkualitas. Pembelajaran matematika dikatakan berkualitas jika pembelajaran dapat

    memfasilitasi siswa untuk mengakuisisi konsep-konsep matematika secara bermakna (Suh,

    2005:1). Siswa akan belajar matematika secara bermakna jika proses pembelajaran berhasil

    membawa mereka menghubungkan pengalaman atau pengetahuan informal dengan pengetahuan

    formal berupa konsep-konsep matematika yang abstrak. Pengetahuan informal merupakan

    pengetahuan yang siswa peroleh dari melihat, mendengar, merasakan dan yang mereka alami

    dalam keseharian siswa. Ketika proses pembelajaran berhasil membawa siswa untuk dapat

    menciptakan makna dari pengetahuan matematika informal untuk membentuk matematika formal

    maka proses inilah yang disebut pembelajaran matematika yang bermakna.

    Siswa adalah individu yang senantiasa berkembang baik fisik maupun kognisinya. Secara

    konseptual, perkembangan kognisi terus berjalan dalam seluruh level perkembangan pemikiran

    seseorang dari lahir hingga dewasa (Suparno, 1997:h.34). Ini berarti, setiap siswa pada level usia

    yang sama akan memiliki perkembangan yang relatif berbeda sehingga berimplikasi pada

    kematangan dan kemampuan kognisi yang bervariasi.

  • 8/15/2019 PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG MEMANFAATKAN KONFLIK KOGNISI

    2/6

    PROSIDING ISBN :978-602-73039-0-4 

    Seminar Nasional Pendidikan Dasar PGSD Uniflor. Ende, 17 Oktober 2015

    P-19

    Menurut Piaget, salah satu pengaruh utama pada perkembangan kognisi anak adalah apa

    yang diistilahkannya sebagai maturation (Muijs & Reynolds, 2008:h.23) yang merupakan

    perubahan biologis yang terbentang dimulai ketika seorang anak dilahirkan. Dalam rentang

    perkembangan atau perubahan biologis ini, pengalaman anak akan terus terakumulasi dan akan

    berkembang menjadi pengetahuan yang makin lengkap. Akumulasi pengetahuan menjadi

    pengetahuan yang makin lengkap akan terus terjadi jika anak aktif mengkonstruksi

    pengetahuannya. Menurut  Von Glasersfeld (Suparno, 1997:h.18), pemerolehan pengetahuan

    tidak menuruti serangkaian observasi yang sederhana (realitas) yang mereka peroleh lewat panca

    indera atau aktivitas fisik. Namun umumnya, pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan.

    pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognisi kenyataan melalui kegiatan

    seseorang (Suparno, 1997:h.18).

    Berdasarkan pendapat Glasersfeld dan Suparno di atas dapat dipahami bahwa

    pengalaman anak menjadi tidak berguna jika tidak dimanfaatkan untuk untuk kegiatan yang

    berkaitan dengan aktivitas kognisi terutama dalam proses pembelajaran matematika di kelas.

    Dalam setiap aktivitas kognisi tersebut, seseorang akan membentuk skema, kategori, konsep dan

    struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan (Bettencourt dalam Suparno, 1997:h.1).

    Pembelajaran matematika yang ideal adalah pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa untuk

    berpikir dan hendaknya dirancang dengan senantiasa merujuk pada pengalaman pengalaman anak

    sebelumnya. Hal ini berarti pengalaman anak seharusnya dapat dijadikan peluang untuk

    memfasilitasi anak agar dapat belajar matematika secara bermakna. .

    Dalam teori konstruktivisme, terdapat dua ahli yang cukup berpengaruh yaitu Piaget dan

    Vygotsky. Jean Piaget memusatkan perhatian pada aktivitas kognisi yaitu bagaimana seorang

    individu menggunakan berbagai gagasan secara reflektif untuk membangun pengetahuan dan

    pemahaman baru (Van de Walle & Lovin, 2006:p.5). Berbeda dengan gagasan Piaget, Vygotsky

    menekankan pada interaksi sosial sebagai komponen utama dalam pengembangan pengetahuan

    (Van de Walle & Lovin, 2006:p.5).

    Vygotsky yang meneliti pembentukan dan perkembangan pengetahuan anak secara

    psikologis memaparkan adanya konsep yang bersifat ilmiah (scientific concept ) dan konsep yang

    bersifat spontan (spontaneous concept ) (Van de Walle & Lovin, 2006:p.5; Suparno, 1997:h.45).

    Gagasan-gagasan telah diformulasikan dengan baik yang berasal dari luar diri siswa (Van de

    Walle & Lovin, 2006:p.5) atau pengetahuan yang diperoleh di kelas (Fosnot dalam Suparno,

    1997:h.45) dinamakan konsep ilmiah. Pemahaman yang dikembangkan oleh siswa sendiri (Van

    de Walle & Lovin, 2006:p.5) atau pemahaman yang didapatkan anak dari pengalaman sehari-hari

    (Fosnot dalam Suparno, 1997:h.45) dinamakan konsep spontan.

  • 8/15/2019 PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG MEMANFAATKAN KONFLIK KOGNISI

    3/6

  • 8/15/2019 PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG MEMANFAATKAN KONFLIK KOGNISI

    4/6

    PROSIDING ISBN :978-602-73039-0-4 

    Seminar Nasional Pendidikan Dasar PGSD Uniflor. Ende, 17 Oktober 2015

    P-21

    gagasan-gagasan yang telah mereka miliki. Siswa akan membangun pemahaman terhadap sebuah

    konsep melalui sebuah proses aktif menggunakan pengetahuan yang telah ada sebelumnya

    dengan situasi belajar yang terus berubah dan proses refleksi.

    Struktur struktur kognisi yang oleh Skemp (1993:p.139) disebut skema mental (mental

    schemas) merujuk pada jaringan dari gagasan-gagasan yang saling berhubungan. Menurut

    Skemp, skema memadukan pengetahuan yang telah ada dan tindakan-tindakan sebagai sarana

    untuk belajar di masa yang akan datang. Dalam istilah Piaget, struktur kognisi (skema mental)

    berubah melalui proses adaptasi yang melibatkan asimilasi dan akomodasi dimana tujuannnya

    adalah mencapai equilibrasi. Asimilasi terjadi ketika pengetahuan baru cocok dengan struktur

    kognisi (skema) yang telah ada dan terasimilasi kedalam skema siswa tersebut. Artinya,

    akomodasi terjadi ketika siswa dapat menyesuaikan skema atau struktur kognisi yang telah ada

    untuk menerima pengalaman atau pengetahuan baru.

    Menurut Piaget, equilibrasi terjadi jika siswa puas karena ada kecocokan antara gagasan

    yang telah ada dan gagasan yang baru. Sebaliknya, ketika siswa menyadari adanya keterbatasan

    dalam pemahaman mereka, maka tahap ini disebut disequilibrasi. Pada tahap disequilibrasi

    inilah, para siswa berhadapan dengan konflik kognisi. Jika pemahaman terbaik dapat

    menggantikan pemahaman (skema) yang lama menggunakan rekonstruksi (istilah yang

    digunakan Skemp) atau akomodasi (istilah yang digunakan oleh Piaget) maka akan terjadi

    equilibrasi.

    B. 

    Pemanfaatan Konflik Kognisi Pada Pembelajaran Matematika

    Di Sekolah Dasar dan SMP diajarkan tentang operasi pecahan. Banyak siswa yang

    kesulitan dalam melakukan operasi ini. Hal ini dapat terjadi, ternyata dapat diakibatkan oleh

    pengetahuan siswa tentang operasi bilangan cacah atau bilangan asli. Post, Behr & Lesh

    (Wheeldon, 2008:p.28) menemukan bahwa banyak siswa tidak dapat membedakan antara operasi

    bilangan cacah dan operasi bilangan pecahan. Hal ini menurut Liu, Lin & Li (2012) disebabkan

    karena sebelum belajar konsep pecahan dan operasinya, pada mereka telah terbentuk pengetahuan

    yang mapan tentang bilangan cacah (Sebo Bito & Sugiman, 2013:h.174).

    Sebagai contoh, sering terjadi bahwa dalam menjumlahkan pecahan, siswa

    menjumlahkan pecahan dengan cara menjumlahkan pembilangnya dan penyebutnya, misalnya

    sebagai berikut:

    6

    1

    4

    1

    2

    1=+  ...........................(1) atau

    6

    2

    4

    1

    2

    1=+ . ..................................(2)

    Kasus (1) dan (2) di atas dapat terjadi karena siswa telah memiliki gagasan spontan yaitu

    pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya tentang penjumlahan bilangan cacah yang telah

    mereka pelajari. Penyelesaian soal seperti kasus (1) dan (2) tidak perlu disalahkan tetapi perlu

  • 8/15/2019 PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG MEMANFAATKAN KONFLIK KOGNISI

    5/6

    PROSIDING ISBN :978-602-73039-0-4 

    Seminar Nasional Pendidikan Dasar PGSD Uniflor. Ende, 17 Oktober 2015

    P-22

    diasumsikan sebagai kontribusi penting untuk mengarahkan siswa pada gagasan ilmiah yaitu

    penyelesaian operasi pecahan yang benar. Oleh karena itu, pemanfaatan alat peraga dapat

    menjadi pilihan untuk menciptakan suatu keadaan dimana siswa menyadari kekeliruan terkait

    dengan hasil penjumlahan pecahan seperti hasil (1) dan (2). Dengan menggunakan alat peraga

    lingkaran pecahan ( fraction circle),4

    1

    2

    1+  pada masalah penyelesaian operasi pecahan di atas

    dapat digambarkan seperti pada Gambar 2 .

    Gambar 2. Gambar 3

    Dengan menunjukkan Gambar 2 yang tampak seperti di atas, dapat memberikan atau

    menciptakan suatu konflik kognisi yang dapat menyadarkan siswa bahwa prosedur penjumlahan

    bilangan cacah yang telah mereka kenal ternyata sangat jauh berbeda dengan prosedur

    penjumlahan pecahan. Proses pembelajaran yang menggunakan alat peraga dapat membiasakan

    siswa untuk berpikir reflektif dengan membandingkan gagasan yang telah mereka miliki terkait

    dengan operasi bilangan cacah dengan pengetahuan baru yaitu operasi bilangan pecahan. Tentu

    saja, penciptaan konflik kognisi ini dilakukan melalui proses interaktivitas antara guru dan siswa

    atau antara siswa dengan siswa.

    Masalah lain dalam pembelajaran matematika adalah ketika siswa diminta untuk

    memisahkan sebuah himpunan bilangan yang diberikan kedalam himpunan-himpunan lain sesuai

    dengan aturan keanggotaannya. Misalnya siswa diinstruksikan untuk memisahkan

    bilangan-bilangan: 2, 3, 4, 8, 9, 10, 15, 20, 21 ke dalam dua kelompok bilangan. Harapan guru

    adalah bahwa proses berpikir siswa akan bermuara pada pembentukan dua kelompok bilangan

    dimana Kelompok I adalah kelompok bilangan kelipatan 3 dan Kelompok II adalah kelompokbilangan genap. seperti Gambar 3.

    Untuk menyelesaikan soal seperti ini, beberapa bilangan seperti 6, 12 dan 18 perlu

    diperkenalkan sehingga siswa akan berhadapan dengan situasi dimana bilangan-bilangan tersebut

    dapat dimasukan kedalam dua himpuna sekaligus yaitu himpunan bilangan yang merupakan

    kelipatan 3 (Kelompok I) dan bilangan-bilangan juga tersebut termasuk himpunan bilangan genap

    (Kelompok II). Dengan cara memperkenalkan bilangan-bilangan seperti 6,12, dan 18 siswa akan

    menyadari bahwa bilangan-bilangan seperti 2, 3, 4, 8, 9, 10, 15, 20, 21 tidak dapat dimasukan

    dalam kedua kelompok yang diminta secara bersamaan, misalnya bilangan 15 tidak dapat

    2 4

    8 10

    20

    3 15

    9

    21

    2

    1   41  

  • 8/15/2019 PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG MEMANFAATKAN KONFLIK KOGNISI

    6/6