pembentukan sikap ta’dzim santri kepada kyaie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4002/1/skripsi...
TRANSCRIPT
i
PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM SANTRI KEPADA KYAI
MELALUI PENGAJIAN KITAB IHYA’ ULUMIDDIN
(STUDI KASUS PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI SALATIGA
TAHUN 2018)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
NURUL BADIAH
111 13 222
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
ii
PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM SANTRI TERHADAP KYAI
MELALUI PENGAJIAN KITAB IHYA’ ULUMUDDIN
( STUDI KASUS PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI SALATIGA
TAHUN 2018 )
SKRIPSI
Oleh :
NURUL BADIAH
111 13 222
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
iii
iv
v
vi
vii
MOTTO
ليس منها من لم ي جله كبيرنا، ويرحم صغيرنا، ويعرف لعالمنا ح قه
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak
memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda
serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar
diutamakan pandangannya).”
(Riwayat Ahmad)
viii
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Allah atas segala karunia-Nya, saya persembahkan
karya ini kepada:
1. Bapak Jiman dan ibu Siti Fatimah tercinta yang selalu memberi kasih sayang,
semangat, motivasi, dan nasihat untuk keberhasilan.
2. Abah dan umah ku yang selalu memberi motivasi dan selalu mendoakan ku
3. Adik-adiku Fahmi Fathurahman dan Arief lukman hakim yang saya sayangi
4. Simbah ku yang senantiasa selalu mendoakan ku
5. Keluarga besar yang selalu mendoakan dan memotivasi dalam kebaikan.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirobbil’aalamiin, segala puji dan Syukur penulis panjatkan atas
kehadiran Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang tiada
terhimgga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “pembentukan sikap
ta’dzim santri kepada kyai melalui pengajian kitab Ihya Ulumiddin (studi kasus pondok
pesantren sunan giri salatiga)”.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan Uswah Khasanah Rasulullah
Muhammad S.A.W, kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya yang
setia yang mana beliaulah sebagai Rosul utusan Allah untuk membimbing umat manusia.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan (SPd) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi
ini berjudul “pembentukan sikap ta’dzim santri kepada kyai melalui pengajian kitab Ihya
Ulumiddin (studi kasus pondok pesantren Sunan Giri Salatiga)”.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag, selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. Bapak Dr. Nasafi, M.Pd.I. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
x
5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta
bantuan.
7. Teman-teman Pendidikan Agama Islam Angkatan 2013, yayah, mbk dwi ,
dono, sukitrem, sanah, mbk reza, bastul, ika dan kawan kawanku yang tak kan
terlupakan
8. Rekan-rekanku semua di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga, khuausnya
dek Ulfa, Mbk Yu, Mbk Dwi, Asiyah, Nafisah, dan kawan kawanku semuanya
yang telah membantuku.
9. Segenap keluarga pondok pesantren Sunan Gri yang selalu aku sayangi dan
banggakan
10. Buat teman sepsialku semoga selalu sepisial dalam hidup aku
xi
11. Almamater IAIN Salatiga.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga dapat
terselesaikan dengan baik semoga amal kebaikannya diterima disisi Allah
SWT.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna
bagi penulis khususnnya serta para pembaca pada umumnya.
Salatiga, 20 Maret 2018
Penulis
Nurul Badiah
111 13 222
xii
ABSTRAK
Badiah, Nurul. 2018. Pembentukan sikap ta’dzim santri kepada kyai melalui
pengajian kitab Ihya’ Ulumuddin (studi kasus pondok pesantren sunan
giri Salatiga tahun 2018). Skripsi. Jurusan Terbiyah Program Studi
Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Slatiga.
Pembimbing: Dr. Nasafi, M.Pd.I.
Kata kunci : Pembentukan sikap Ta’dzim santri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) bagaimana pengajian kitab
Ihya’ Ulumuddin di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga?, (2) mengetahui
bagaimana sikap Ta’dzim santri kepada Kyai di Pondok pesantren Sunan Giri
Salatiga?, (3)untuk mengetahui adakah pengaruh antara pengajian kitab Ihya’
Ulumuddin terhadap sikap ta’dzim Kyai di Pondok Pesantren Sunan Giri
Salatiga?.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif yang menitik beratkan pada data kualitatif yaitu data hasil
wawancara, observasi dokumentasi. Pengumpulan data dengan menggunakan
instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang terangkum dalam pedoman
wawancara. Pedoman wawancara menggunakan triangulasi yang ditujukan
kepada Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga, Ustadz dan Ustadzah,
pengus dan juga santriwan santriwati Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga.
Metode dokumentasi digunakan untuk mengambil data, Data yang terkumpul
dianalisis dengan menggunakan hasil wawancara yang menunjukkan bahwa:
Temuan dari penelitian ini adalah (1)pengajian kitab Ihya Ulumuddin di
Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga menggunakan metode bandongan yang di
lakukan mulai dari setelah sholat subuh sampai dengan pukul 07.00 WIB, dan
khatam setiap empat tahun sekali, (2) Sikap Ta’dzim santri kepada kyai di Pondok
Pesantren Sunan Giri Salatiga yaitu dengan memuliakan orang yang lebih tua atau
kepada Kyai, (3)pengaruh pengajian kitab Ihya Ulumuddin terhadap sikap
Ta’dzim santri kepada Kyai yaitu mendidik menjadi santri yang Akhlakul karimah
dan patuh terhadap orang yang lebih tua. Dan penghambat dalam pembentukan
sikap Ta’dzim santri yaitu ego santri yang masih mengutamakan masalah dunia.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
E. Penegasan Istilah ........................................................................... 6
F. Sistematika penulisan .................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Biografi Imam AL-Ghozali .......................................................... 10
1. Riwayat pendidikan ................................................................ 11
xiv
2. Guru dan panutan Imam Ghozali ............................................ 15
3. Karya-karya Imam Ghozali ..................................................... 16
4. Kepribadian dan pengaruh Imam Ghozali .............................. 18
B. Latar belakang penulisan kitab Ihya’ Ulumuddin .......................... 23
C. Pengertian pembentukan sikap Ta’dzim ...................................... 26
1. Pengertian sikap Ta’dzim ........................................................ 26
2. Ciri-ciri sikap Ta’dzim ............................................................ 27
3. Fungsi dan manfaat sikap Ta’dzim .......................................... 29
4. Proses pembentukan sikap Ta’dzim ........................................ 30
a. Pengajaran dan pembiasaan .............................................. 31
b. Pembentukan kognitif ...................................................... 32
c. Pembentukan rohani .......................................................... 32
5. Pondok Pesantren .................................................................... 33
1. Defininisi pondok pesantren ............................................. 33
2. Ciri-ciri umum pondok pesantren ..................................... 34
3. Unsur-unsur pondok pesantren ......................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan jenis penelitian ................................................... 40
B. Kehadiran peneliti ......................................................................... 41
C. Lokasi penelitian ........................................................................... 41
D. Sumber data ................................................................................... 41
a. Data primer .............................................................................. 42
b. Data sekunder .......................................................................... 42
xv
E. Metode pengumpulan data ............................................................ 43
a. Metode wawancara .................................................................. 43
b. Metode dokumentasi ............................................................... 43
c. Metode observasi .................................................................... 44
F. Analisis data .................................................................................. 44
G. Pengecekan keabsahan data .......................................................... 45
H. Tahap-tahap penelitian .................................................................. 46
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran umum lokasi pondok pesantren suana giri .................. 47
1. Sejarah singkat ......................................................................... 47
2. Letak geografis ........................................................................ 48
3. Profil pondok Pesantren .......................................................... 48
4. Visi dan Misi Pondok Pesantren .............................................. 49
5. Aktifitas pendidikan ................................................................ 49
6. Tata tertib Pondok Pesantren ................................................... 50
7. Keadministrasian ..................................................................... 50
8. Sarana dan prasarana Pondok .................................................. 52
9. Kegiatan santri putra dan putri ................................................ 53
10. Pembelajaran dan pendidikan Madrasah ................................. 54
11. Dewan pengajar Madrasah Diniyah ........................................ 56
12. Struktur organisasi pengurus ................................................... 58
13. Keadaan santri pondok pesantren ............................................ 60
B. Analisis .......................................................................................... 63
xvi
1. Kajian kitab Ihya Ulumuddin .................................................. 63
2. Sikap ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren Sunan
Giri Salatiga ............................................................................ 67
3. Pengaruh pengajian kitab Ihya Ulumuddin terhadap sikap
ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren sunan giri
salatiga ..................................................................................... 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 79
B. Saran .............................................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2. Pedoman Wawancara
Lampiran 3. Transkip Hasil Wawancara
Lampiran 4. Daftar Nilai SKK
Lampiran 5. Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 6. Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai nilai luhur bangsa indonesia terutama tentang sikap
menghargai orang lain, sopan santun dan semangat kebersamaan adalah
nilai yang telah terbentuk sejak lama , terlebih setelah datangnya agama
Islam di Indonesia dimana Indonesia membawa ajaran Rahmatan
lil’alamin, saling mengasih dan sikap menghormati terhadap orang lain
(Salam, 1997:32). .Nilai-nilai luhur yang telah diajarkan para ulama
seyogyanya kita lestarikan sehingga Indonesia tetap menjadi negara yang
bermoral dan beradab.
Pemikiran–pemikiran yang luhur pada masa lalu haruslah kita
lestarikan sehingga tetap menjadi kaum yang berbudi pekerti yang baik
terutama pada orang tua dan guru. Siswa suatu saat akan menjadi pemuda
penerus dan pemegang kepemimpinan bangsa haruslah memiliki nilai-nilai
luhur yang telah diwariskan oleh para ulama, Diantaranya sikap ta’dzim.
Dengan sikap ta’dzim atau sikap menghormati dan sopan, akan dapat
membawa seseorang pada kemulyaan dan akan dihormati oleh orang lain.
Tapi kenyataannya, sekarang ini banyak siswa yang berani kepada
gurunya, mungkin karena kurangnya pengajaran tentang akhlak di
sekolah-sekolah. Pondok pesantren menjadi alternatif yang setrategis bagi
siswa untuk menanamkan akhlak.
2
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang religius
Islami dan merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia.
Pada awal didirikannya, pesantren tidak semata-mata ditujukan untuk
memperkaya pikiran santri (murid) tetapi meningkatkan moral (akhlaq),
memotivasi, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan,
mengajarkan tingkah laku dan bermoral serta mempersiapkan para santri
untuk hidup sederhana dan bersih hati (Dhofier,1994:50). Tujuan utama
pengajaran ialah untuk mendidik calon-calon ulama. Pesantren sebagai
suatu lembaga pendidikan yang tumbuh berkembang di tengah-tengah
masyarakat sekaligus memadukan tiga hasil pendidikan yang amat penting
yaitu: ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk penyebaran ilmu dan
amal untuk mewujudkan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari (Shaleh,
1978:8).
Pengajaran pendidikan Islam klasik sebenarnya sudah menawarkan
konsep tentang pembentukan akhlak dan mental yang baik, yaitu dengan
pengajaran sebuah kitab yang menekankan pada pendidikan akhlak dan
penumbuhan sikap menghormati atau lebih dikenal dengan pembentukan
sikap ta’dzim yang salah satunya melalui Pengajaran kitab Ihya`
Ulumuddin buah karya Imam Ghazali. Kitab ini menerangkan sikap
ta’dzim santri terhadap kyai yang mana untuk mendidik karakter santri
sebagai santri yang sopan dan santun akan akhlaknya. Sikap ta‟dzim
merupakan wujud dari sikap manusia terdidik.
Sebagaimana sebuah maqolah dalam bahasa arab sebagai berikut :
3
ليس منا من لم يجل كبيرنا، ويرحم صغيرنا، ويعرف لعالمنا
Artinya : “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak
memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang
tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan
pandangannya).” (Riwayat Ahmad)
Pengajaran Kitab Ikhya Ulumidin dan pembentukan sikap ta’dzim
yang semakin menipis. Pondok Pesantren Sunan Giri adalah salah satu
madrasah yang mengkaji Kitab Ihya Ulumidin sehingga santri dipondok
pesantren tersebut memiliki sikap yang sopan, santun dan patuh terhadap
gurunya.
Berangkat dari sinilah penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana
kitab Ihya’ Ulumiddin mendiskripsikan apa dan bagaimana pembentukan
sikap santri terhadap kyai yang seharusnya mempunyai sikap yang sopan
dan santun dan apakah ada perbedaan antara santri yang mengaji kitab
ihya’ ulumudin dan tidak mengaji kitab Ihya’ Ulumiddin. Adapun fokus
penelitian yang peneliti tulis berbeda dari skripsi-skripsi sebelumnya.
Penulis memberi judul skripsi ini “ PEMBENTUKAN SIKAP TA’DZIM
SANTRI TERHADAP KYAI MELALUI PENGAJIAN KITAB IHYA
ULUMIDIN (STUDI KASUS SANTRI PONDOK PESANTREN
SUNAN GIRI SALATIGA TAHUN 2108).
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumuskan pokok masalah yang akan dikaji dan diteliti dalam
penyusunan skripsi ini, yaitu:
1. Bagaimanakah pengajian Kitab Ihya Ulumidin di pondok pesantren
Sunan Giri Salatiga ?
2. Bagaimana Sikap Ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren
Sunan Giri Salatiga ?
3. Adakah Pengaruh dari pengajian kitab ihya ulumidin Terhadap
Sikap ta’dzim santri terhadap kyai di pondok pesantren Sunan Giri
Salatiga?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan penelitian
Tujuan peneliti ini pasti tidak terlepas dari permasalahan yang
peneliti munculkan. Adapun tujuanya adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana pengajian kitab Ihya Ulumudin
di pondok pesantren Sunan Giri Salatiga.
b. Untuk mengetahui bagaimana Sikap ta’dzim santri kepada
Kyai di pondok pesantren Sunan Giri Salatiga.
c. Untuk mengetahui adakah Pengaruh antara Pengajian kitab
Ihya Ulumidin Terhadap Sikap ta’dzim santri terhadap kyai di
pondok pesantren Sunan Giri Salatiga.
5
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan manfaat yang diatas, maka manfaat penelitian ini
antara lain :
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan wawasan keilmuan yang berkaitan dengan
pembelajaran kitab Ihya’ Ulumidin dengan sikap ta’dzim
santri.
b. Untuk menambah khazanah pengetahuan kepustakaan
pengaruh pengajaran kitab Ihya Ulumidin terhadap
pembentukan sikap ta’dzim santri terhadap Kyai.
2. Manfaat praktis
a. Bagi pihak pondok pesantren, hasil penelitian ini di harapkan
dapat di gunakan sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi
dalam rangka pelaksanaan pembelajaran akhlak dengan
pengajian kitab Ikhya’ Ulumidin.
b. Bagi santri, mempunyai prilaku sopan santun dan menghormati
orang yang lebih tua sesuai dengan pengajian kitab Ihya’
Ulumidin.
c. Bagi peneliti, bisa di jadikan sumber rujukan dalam rangka
melakukan pengembangan penelitian mengenai kitab Ihya
Ulumudin dan sikap ta’dzim santri terhadap kyai.
6
E. Penegasan istilah
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan kemungkinan
terjadinya salah penafsiran terhadap apa yang terkandung dalam skripsi ini,
maka perlu kiranya penulis perjelas dan membatasi pengertian sebagai
berikut:
1. Pembentukan sikap ta’dzim
Pembentukan memiliki arti menjadikan atau perbuatan (hal, cara,
dan sebagianya ) membentuk wujud atau rupa sesuai dengan yang
diinginkan. (Poerwadarminta, 1976:122).
2. Sikap
Menurut Ngalim Purwanto (1987:141). Sikap atau yang dalam
bahasa inggris attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu
perangsang.
3. Ta’dzim
Kata ta’dzim dalam bahasa Inggrisnya adalah “ respect” yang
mempunyai makna sopan santun, menghormati dan mengagungkan
orang yang lebih tua atau yang di tuakan. (Nicholson, 1978; 1-2)
4. Santri
Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-
orang pesantren, seorang alim hanya bisa disebut kyai bilamana
memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren
tersebut untuk mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Oleh karena
itu, santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga
7
pesantren. Walaupun demikian, menurut tradisi pesantren, terdapat
2 kelompok santri, yang pertama santri mukim yaitu murid-murid
yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok
pesantren. Dan yang kedua adalah santri kalong yaitu murid-murid
yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya
tidak menetap dalam pesantren.
5. Kyai adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada ahli agama
Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan
mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain
gelar kyai, ia juga sering disebut orang alim (Zamakhsyari, 1983:
55).
6. Pondok pesantren adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan
dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara lahiriyah, pesantren
pada umumnya merupakan suatu komplek bangunan yang terdiri
dari rumah kyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri dan
ruang belajar. Pondok pesantren juga berarti suatu lembaga
pendidikan dan pengajaran agama islam yang pada umumnya
pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non
klasikal, tetapi dengan sistem bandongan dan sorogan. Dimana
seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang
tertulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama besar abad
pertengahan (Nasir, 2005:81)
8
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam
membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika hasil penelitian
kualitatif, secara garis besar sebagai berikut:
1. Bagian Awal
Bagian awal ini, meliputi: sampul, lembar berlogo, judul (sama
dengan sampul), persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan,
pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak,
daftar isi, dan daftar lampiran.
2. Bagian Inti
Pada bagian inti dalam skripsi ini, memuat data:
BAB I : Pendahuluan
Meliputi Latar Belakang Masalah, Fokus Masalah, Tujuan
Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode
Penelitian, dan Sistematika Penulis Skripsi.
BAB II : Kajian Pustaka
Berisi kajian kitab Ihya Ulumudin dalam pemebentukan sikap
ta’dzim santri terhadap kyai.
BAB III : Paparan Data Penelitian
Meliputi Gambaran Umum Pondok Pesantren Sunan Giri
Salatiga dan pembentukan sikap santri terhadap kyai dalam
kajian kitab Ihya’ Ulumudin Pondok Pesantren Sunan Giri
Salatiga.
9
BAB IV : Analisis Data Penelitian
Meliputi pembentukan sikap ta’dzim santri terhadap kyai dalam
kajian kitab ihya ulumudin Pondok, faktor pendukung dan
kajian kitab Ihya Ulumudin pondok Pesantren Sunan Giri
Salatiga, serta pengaruh sikap ta’dzim santri terhadap Kyai
dalam kajian kitab Ihya’ Ulumidin Pondok Pesantren Sunan Giri
Salatiga.
BAB V : Kesimpulan, Saran dan Penutup
Yang meliputi Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup.
3. Bagian Akhir
Bagian akhir dari skripsi ini, memuat: Daftar Pustaka, Lampiran-lampiran,
dan Daftar Riwayat Hidup Penulis.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Biografi Imam Al Ghozali
Imam Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad
Ibnu Muhammad al-Ghazali, yang terkenal dengan Hujjatul Islam
(Argumentator Islam) karena jasanya yang besar di dalam menjaga Islam
dari pengaruh ajaran bid’ah dan aliran rasionalisme Yunani. Beliau lahir
pada tahun 450 H, bertepatan dengan 1059 M di Ghazalah, suatu kota
kecil yang terlelak di Thus wilayah Khurasah, yang mana saat itu
merupakan salah satu tempat pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam (Tim
Penyusun Ensiklopedi Islam, 1997:25).
Beliau dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana, ayahnya
adalah seorang pengrajin wool sekaligus sebagai pedagang hasil
tenunannya, taat beragama dan mempunyai semangat keagamaan yang
tinggi. Karena simpatiknya kepada ulama, ayahnya pun kemudian
mengharapkan anaknya menjadi ulama yang selalu memberi nasehat
kepada umat. Itulah sebabnya, ayahnya sebelum wafat menitipkannya
(Imam Ghazali) dan saudarnya (Ahmad) pada teman ayahnya (seorang ahli
tasawuf) untuk mendapatkan bimbingan dan didikan (Ghazali, 2004:4).
Meskipun dibesarkan dalam keadaan keluarga yang sederhana,
tidak menjadikan Imam Ghazali merasa rendah atau malas, justru beliau
semangat dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, sehingga beliau
menjelma menjadi seorang ulama besar dan seorang sufi. Imam Ghazali
11
hidup dalam kesederhanaan sebagai seorang sufi sampai usia 15 tahun
(450-456) (Ghazali, 2004:4).
1. Riwayat pendidikan
Perjalanan mencari ilmu Imam Ghazali dimulai dari tanah
kelahirannya, beliau belajar al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu
keagamaan yang lain pada ayahnya, di lanjutkan di Thus dengan
mempelajari dasar-dasar pengetahuan. Setelah beliau belajar pada
teman ayahnya (seorang ahli tasawuf), kemudian beliau masuk ke
sekolah untuk memperoleh selain ilmu pengetahuan. Beliau
mempelajari dasar Islam (al-Qur’an dan al-Hadist).
Diantara kitab-kitab hadist yang beliau pelajari, antara lain :
a. Shahih al-Bukhori, beliau belajar dari Abu Sahl Muhammad bin
Abdullah al-Hafshi.
b. Sunan Abi Daud, beliau belajar dari al-Hakim Abu al-Fath al-
Hakimi.
c. Maulid an-Nabi, beliau belajar pada Abu Abdillah Muhammad
bin Ahmad al-Khawani.
d. Shahih al-Bukhari dan Shahih al-Muslim, beliau belajar dari Abu
al-Fatyan ‘Umar ar-Ru’asai (Ghazali, 2004:267).
Begitu pula diantaranya bidang-bidang ilmu yang dikuasai Imam
Ghazali adalah ushuluddin, ushululfiqh, mantiq, filsafat, dan tasawuf
(Hasan, 2006:267).
12
Kesantunan hidup sebagaimana waktu beliau belajar fiqh pada
Imam Kharamain, beliau belajar bersungguh-sungguh sampai mahir
dalam madzhab, khilaf (perbedaan pendapat), perdebatan, mantiq,
membaca hikmah, dan falsafah, Imam Kharamain menyikapinya
sebagai lautan yang luas (Himawijaya, 2004:15).
Setelah Imam Haramain wafat kemudian beliau pergi ke Baghdad
dan mengajar di Nidzhamiyah. Beliau mengarang tentang madzhab
kitab al-Basith, al- wasith, al-Wajiz, dan al-Khulashoh. Dalam ushul
fiqih beliau mengarang kitab al-Mustasyfa, kitab al-Mankhul,
Bidayatul-hidayah, al-Ma’lud fil-Khilafiyah, Syifaal-ali fi Bayani
Masalikit Ta`wil dan kitab-kitab lain dalam berbagai bidang (Bik,
1980:570).
Antara tahun 465-470 H, Imam Ghazali belajar fiqih dan ilmu-
ilmu dasar yang lain dari Ahmad Radzaski di Thus dan dari Abu
Nasral Ismailli di Jurjan. Setelah Imam Ghazali kembali ke Thus, dan
selama 3 tahun di tempat kelahirannya, beliau mengaji ulang
pelajaran di Jurjan sambil belajar tasawuf kekpada Yusuf an-Nassaj
(w-487 H), pada tahun itu Imam Ghazali berkenalan dengan al-
Juwaini dan memperoleh ilmu kalam dan mantiq. Menurut Abdul
Ghofur, Ismail Farisi dan Imam Ghozali menjadi pembahas paling
pintar di zamanya. Imam Haramain merasa bangga dengan prestasi
muridnya, karena walaupun kemasyhuran telah diraih Imam Ghazali,
beliau tetap setia terhadap gurunya sampai dengan wafatnya pada
13
tahun 478 H. Sebelum al-Juwaini wafat, beliau memperkenalkan
Imam Ghazali kepada Nidzham al-Mulk, perdana mentri sultan
Saljuk Malik Syah. Nidzham adalah pendiri madrasah al-
Nidzhamiyah. Di Naisabur ini Imam Ghazali sempat belajar tasawuf
kepada Abu Ali al-Faldl Ibn Muhammad Ibn Ali al-Farmadi (w.477
H/1084 M) (Himawijaya, 2004:15).
Setelah gurunya wafat, Imam Ghazali meninggalkan Naisabur
menuju negri Askar untuk berjumpa dengan Nidzham al-Mulk. Di
daerah ini beliau mendapat kehormatan untuk berdebat dengan ulama.
Dari perdebatan yang dimenangkan ini, namanya semakin populer
dan disegani karena keluasan ilmunya. Pada tahun 484 H/1091 M,
Imam Ghazali diangkat menjadi guru besar di madrasah
Nidzhamiyah, ini dijelaskan dalam bukunya al-Munqiz Minadl-dlalal.
Selama megajar di madrasah, dengan tekunnya Imam Ghozali
mendalami filsafat secara otodidak, terutama pemikiran al-Farabi, Ibn
Sina Ibn Miskawih dan Ikhwan as-Shafa. Penguasaanya terhadap
filsafat terbukti dalam karyanya seperti al-Maqasidul Falasifah,
Tahafutul Falasifah (Himawijaya, 2004:17).
Pada tahun 488 H/1095 M, Imam Ghazali dilanda keraguan
(skeptis) terhadap ilmu-ilmu yang dipelajarinya (hukum, teologi, dan
filsafat), sehingga beliau menderita penyakit selama dua bulan dan
sulit diobati. Karena itu, Imam Ghazali tidak dapat menjalankan
tugasnya sebagai guru besar di madrasah Nidzhamiyah, yang
14
akhirnya beliau meninggalkan Baghdad menuju kota Damaskus. Di
kota ini, selama kira-kira dua tahun, Imam Ghazali melakukan uzlah,
riyadah, dan mujahadah. Kemudian beliau pihdah ke Bait al-Maqdis
Palestina untuk melakukan ibadah serupa. Setelah itu tergeraklah
hatinya untuk menunaikan ibadah haji dan menziarohi maqom
Rosulullah SAW (Himawijaya, 2004:19).
Sepulang dari tanah suci, Imam Ghazali mengunjungi kota
kelahirannya di Thus, disinilah beliau tetap berkhalwat dalam
keadaan skeptis sampai berlangsung selama 10 tahun. Pada periode
itulah beliau menulis karyanya yang terkenal ” Ihya’ Ulumuddin ” the
revival of the religious (menghidupkan kembali ilmu agama)
(Himawijaya, 2004:19).
Karena mendapat desakan dari madrasah Nidzhamiyah di
Naisabur, berselang selama dua tahun, akhirnya kemudian beliau
memberi pelajaran bagi para fuqoha dan jawiyah atau khanaqoh
untuk para mustafifah. Di kota inilah (Thus) beliau wafat pada tahun
505 H / 1 Desember 1111 M (Ghazali, Tt:7).
Abul Fajar al-Jauzi dalam kitabnya al-Asabat ‘inda Amanat
mengatakan, Ahmad saudaranya Imam Ghazali berkata: pada waktu
shubuh, Abu Hamid berwudhu dan melakukan sholat, kemudian
beliau berkata: ambillah kain kafan untukku, kemudian ia mengambil
dan menciumnya, lalu ia meletakkan diatas kedua matanya, beliau
berkata ” aku mendengar dan taat untuk menemui al-Malik kemudian
15
menjulurkan kakinya dan menghadap kiblat. Imam Ghazali yag
bergelar Hujjatul Islam itu meninggal dunia menjelang matahari terbit
di kota kelahirannya (Thus) pada hari senin 14 Jumadil Akhir 505 H
(1111 M). Imam Ghazali dimakamkan di Zhahir at-Tabiran, ibu kota
Thus (Ghazali, 2004:266).
2. Guru dan panutan Imam Ghazali
Imam Ghazali dalam perjalanan menuntut ilmunya mempunyai
banyak guru, diantaranya guru-guru Imam Ghazali adalah sebagai
berikut:
a. Abu Sahl Muhammad Ibn Abdullah al-Hafsi, beliau mengajar
Imam Ghazali dengan kitab Shohih Bukhori.
b. Abul Fath al-Hakimi at-Thusiy, beliau mengajar Imam Ghazali
dengan kitab Sunan Abi Dawud.
c. Abdullah Muhammad Bin Ahmad al-Khawari, beliau mengajar
Imam Ghazali dengan kitab Maulid an-Nabi.
d. Abu al-Fatyan Umar ar-Ru’asi, guru kitab Shohih Bukhori dan
Shohih Muslim (Hasan, 2006:267).
Dengan demikian guru-guru Imam Ghazali tidak hanya mengajar
dalam bidang tasawuf saja, akan tetapi beliau juga mempunyai guru-
guru dalam bidang lainnya, bahkan mayoritas guru-guru beliau itu
adalah ahli dalam bidang hadist.
16
3. Karya-karya Imam Ghazali
Imam Ghazali termasuk penulis yang tidak terbandingkan lagi,
karya beliau diperkirakan mencapai 300 kitab, diantaranya adalah :
a. Maqhasid Falasifah
b. Tahafutul Falasifah
c. Mi’yar al-‘Ilmi
d. Ihya’ Ulumuddin
e. Al-Munqiz min adl-Dlalal
f. Al-Ma’arif al-Aqliyah
g. Misykat al-Anwar
h. Minhajul Abidin
i. Al-Iqtishad fil I’tiqod
j. Ayyuhal Walad.
k. Al-Musytasyfa
l. Ilham al-Awwam an ‘Ilmal Kalam.
m. Mizan al-Amal.
n. Akhlaq al-Abror wan Najah minal Asyar
o. Assrarul Ilmi ad-Din
p. Al washit
q. Al-Wajiz
r. Az-Zariyah ilaa Makarim asy-Syari’ah
s. Al-Hibr al-Masbuq fin Nashihah al-Muluk
t. Al-Mankhul min Ta’liqoh al-Ushul
17
u. Syifa`ul Qolil fi Bayanis Syaban wal Mukhil wa Masalikit ta’wil
v. Tarbiyatul Aulad fil Islam
w. Tahzibul Ushul
x. Al-Ikhtishos fil Itishod
y. Yaaqutut Ta’wil (Nasution, Tt:155).
4. Kepribadian dan pengaruh Imam Ghazali
Terkait dengan pengaruh Imam Ghazali terhadap perkembangan
dunia Islam, Samuel M. Zwemer mengatakan, ada empat orang yang
paling besar jasanya terhadap Islam, yaitu Nabi Muhammad, Imam
Bukhari sebagai pengumpul hadist yang paling masyhur, Imam
Asy’ari sebagai teolog terbesar dan menantang rasionalisme dan
Imam Ghazali sebagai “reformer” dan sufi.
Imam Ghazali merupakan penyelamat tasawuf dari kehancuran
yakni dengan mengintegrasikannya dengan fiqh dan kalam sehingga
menjadi ajaran Islam yang utuh. Imam Ghazali telah meninggalkan
pengaruh begitu luas atas sejarah Islam. Bahkan karya-karya beliau
telah diterima secara luas di kalangan komunitas muslim yang
berbahasa Arab, baik di Timur maupun di Barat. Sekalipun sudah
hampir seribu tahun Imam Ghazali meninggalkan kita, namun
ilmunya, tetesan kalam buah penanya tetap mengekal abadi.
Pemikiranya telah memberi pengaruh besar, karena diperlukan dan
ditelaah oleh umat manusia dari berbagai bangsa dan agama (Smith,
2000:225).
18
Tokoh Imam Ghazali yang menjadi fokus pembahasan
menempati kedudukan yang unik dalam sejarah agama dan pemikiran
Islam karena kedalaman ilmunya, keorisinilan pemikirannya, dan
kebenaran pengaruhnya di kalangan Islam. Di samping ahli agama,
pendidikan dan hukum Islam, ia juga memiliki ilmu yang luas tentang
filsafat, tasawuf, akhlak, dan masalah kejiwaan serta spiritualitas
Islam. Di belahan timur dunia Islam ia amat berpengaruh bagi
masyarakat Islam Sunni dan memperoleh sukses dalam memimpin
mereka, sedangkan di belahan barat dunia Islam pengaruhnya tidak
kecil. Sampai sekarang pengaruh Imam Ghazali masih terus ada di
seluruh dunia Islam (Jaya, 1994:12).
Di Timur, Imam Ghazali mendapat sukses di bidang
pembaharuan mental dan spiritual umat, sehingga pendapat-
pendapatnya merupakan aliran yang penting dalam Islam.
Bukunya Ihya` Ulumuddin adalah bukti dari adanya usaha tersebut.
Pada waktu itu juga, ia berjasa dalam membela agama Islam dan
umatnya dari pengaruh negatif pemikiran filsafat Yunani, ilmu
Kalam, dan aliran kebatinan. Dengan pembelaannya itu, ia berhasil
memperbaiki keadaan masyarakat Islam, dari pemujaan akal atas
agama, menjadi ketaatan kepada Allah SWT, yaitu dalam arti hukum
syari`at menguasai akal dan akhlak manusia, sehingga kebahagiaan
dapat dicapai. Berdasarkan keterangan di atas, maka tidak salah
apabila orang menjuluki Imam Ghazali sebagai Hujjatul-
19
Islām (pembela agama Islam), Zainud-Dîn (permata agama Islam)
dan Mujaddid (pembaharu). Imam Ghazali telah melakukan
pembaharuan dalam tasawuf. Pembaharuan yang dilakukan adalah
mengintegrasikan kesadaran tasawuf dengan syari`at yang telah
dimulai pada pertengahan kedua abad ketiga hijriah dengan tokoh-
tokoh seperti al-Kharraz dan al-Junaid, dan gerakan ini mencapai
puncaknya dibawa komando Imam Ghazali yang selanjutnya sangat
menentukan perkembangan pemikiran Islam (Rahman, 2010:202).
Upaya Imam Ghazali mendamaikan antara tasawuf dan fiqh yang
bercorak sunni mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat
Islam, terbukti dengan menyebarnya tasawuf keberbagai daerah Islam
dan menjamurnya tarekat diberbagai daerah Islam (Siddiqi,
1996:55). Dengan langkah perdamaian Imam Ghazali ini, ketegangan
antara fuqaha dan sufi dapat diredamkan dan sejak saat itu, seorang
tokoh teolog besar adalah seorang sufi besar pula.
Imam Ghazali dikenal sebagai seorang yang cerdas, luas
cakrawalanya, kuat hafalannya, jauh dari keraguan, sekaligus
mendalam dalam memahami makna-makna secara jeli (Subki,
1978:103). Ia juga seorang yang kritis, gemar menyelidiki sesuatu
karena sikap skeptisnya untuk melepaskan diri dari belenggu taqlid
(Ghazali, 1960:47). Unsur-unsur kepribadian Imam Ghazali ini cukup
untuk membekalinya dalam pencariannya terhadap hakekat
kebenaran.
20
Di belahan barat dunia Islam, tulisan Imam Ghazali tidak saja
mempengaruhi pemikir Islam seperti Ibn Rusyd, tetapi juga
mempengaruhi para pemikir Kristen dan Yahudi seperti Thomas
Aquinas dan Blaise Puscal, (Ghazali, 1960:14) dan filsuf-filsuf Barat
lainnya, sebagaimana diakui oleh Asim Palaeros, banyak
persamaannya dengan Imam Ghazali dalam pendiriannya, bahwa
pengetahuan-pengetahuan agama tidak diperoleh dari akal pikiran
tetapi harus hati dan rasa (Poerwantama, dkk, 1994:168). Imam
Ghazali juga sering disebut sebagai pembuktian Islam, hiasan
keimanan, atau pembaharu agama. Dalam buku berjudul Historiografi
Islam Kontemporer disebutkan, seorang penulis bernama As-subkhi
dalam bukunya yang berjudul Thabaqat as Shafiyya al Kubra pernah
menyatakan, “Seandainya ada lagi Nabi setelah Nabi Muhammad,
maka manusianya adalah Imam Ghazali.” Hal ini menunjukkan
tingginya ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan yang dimiliki Imam
Ghazali. (Natsir, 1988:175).
Di Eropa Barat, Imam Ghazali mendapat perhatian besar, tak
sedikit orang Barat yang memberikan penghargaan kepadanya.
Filosof asal Prancis Renan, pujangga-pujangga Cassanova, Carra de
Vaux, adalah orang-orang yang kagum terhadap Imam Ghazali (Ali,
1991:70).
Masuknya pengaruh filsafat Imam Ghazali di benua Eropa tidak
bisa dipisahkan dari adanya pengaruh filsafat Ibn Rusyd yang lebih
21
dulu masuk Eropa. Pada abad pertengahan, Eropa dikuasai gereja.
Gereja yang mengatasnamakan “wakil Tuhan” bertindak tidak
manusiawi dan mengekang rasio. Keadaan semacam ini membuat
para ilmuwan Eropa menolak dominasi gereja. Alat yang dipakai para
ilmuwan saat itu adalah filsafat Ibn Rusyd. Begitu hebatnya pengaruh
Ibn Rusyd sampai-sampai di Eropa ada kelompok Averoesme. Ketika
gejolak perkembangan Averoesme sedang menjalar di Eropa pada
abad pertengahan, gereja menggunakan Tahafut al-Falasifah sebagai
pembendungnya. Alexander Hales, seorang pendeta ternama, adalah
orang yang paling masyhur dalam membelokkan Averoesme kepada
filsafat Imam Ghazali. Bahkan Santo Thomas Aquines sebagai
pemuda Ibn Rusyd dalam beberapa kritikannya terhadap orang yang
dipujanya tersebut tidak sedikit ia mendapatkan ilham dari Imam
Ghazali.
Ketidak gentarannya dalam mencari kebenaran melalui
kegandrungannya pada ajaran-ajaran tasawuf banyak pula
mendatangkan kritikan dan pertentangan di kalangan Mutakallimin,
baik ketika Imam Ghazali masih hidup maupun setelah
meninggalnya. Di Andalusia, seorang Qadhi dari Cordoba, Abu
Abdullah Muhammad bin Hamdin, menyalahkan karangan-
karangan Imam Ghazali. Para Qadhi di Spanyol pada umumnya
menerima pengutukan itu, hasilnya seluruh karya-karya Imam
Ghazali dibakar. Masyarakat dilarang memiliki karya-karya Imam
22
Ghazali dengan ancaman sangsi hukuman mati. Termasuk di
dalamnya kitab Ihya` (Smith, 2000:226).
B. Latar belakang penulisan kitab Ihya` Ulumuddin
Kitab Ihya’ Ulumuddin merupakan salah satu karya monumental
yang menjadi intisari dari seluruh karya Imam Ghazali. Secara bahasa,
Ihya’ Ulumuddin berarti menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama.
Sebagaimana judulnya kitab ini berisi tentang ilmu-ilmu agama yang akan
menuntun umat Islam tidak berorientasi pada kehidupan dunia belaka,
akan tetapi kehidupan akhirat yang lebih utama.
Imam Ghazali, menjadi rektor di Universitas Nidzamiyah selama
empat tahun, tentu kedudukannya sebagai pejabat tinggi dalam
pemerintah, namanya termasyhur telah memengaruhi jiwanya untuk cinta
kepada kebendaan. Tetapi pengaruh yang demikian itu tidak lama
menyelinap pada dirinya, karena kemudian timbul pergolakan-pergolakan
pada batinnya, pergolakan dan pertentangan antara “ilmu dan amal”.
Semua suara batin yang mengajak kepada kebendaan itu dapat dikalahkan.
Tetapi, pergolakan perjalanan dalam batinnya itu menyebabkan dia jatuh
sakit. Seorang dokter yang hendak menolongnya mengatakan bahwa
penyakitnya sukar disembuhkan, karena penyakit itu bukan berasal dari
luar, melainkan dari dalam. Oleh karena itu pengobatan dari luar tidak
akan dapat membawa manfaat baginya, dan selama waktu itu ia tertimpa
keragu-raguan tentang kegunaan pekerjaannya, sehingga akhirnya ia
menderita penyakit yang tidak bisa diobati dengan obat lahiriah
23
(Psikoterapi). Oleh karena itu, dia berusaha mengobati penyakitnya itu
dengan kekuatan jiwanya sendiri. Penyakit itu beliau obati dengan
berlindung diri kepada Allah, mohon bantuan dan pertolongan agar
penyakit itu lepas dari dalam dirinya. Akhirnya berkat anugrah Allah,
sakitnya menjadi sembuh, bahkan ia mendapat ilham dan petunjuk dari-
Nya. Hatinya menjadi terang, sikapnya menjadi tabah serta memperoleh
kepastian tentang ilmu.
Secara diam-diam Imam Ghazali meninggalkan Baghdad menuju
Syam, agar tidak ada yang menghalangi kepergiannya baik dari penguasa
(khalifah) maupun sahabat Universitas. Pekerjaan mengajar ditinggalkan
dan mulailah Imam Ghazali hidup jauh dari lingkungan manusia, zuhud
yang dia tempuh. Hampir dua tahun, Imam Ghazali menjadi hamba Allah
yang betul-betul mampu mengendalikan gejolak hawa nafsunya. Dia
menghabiskan waktunya untuk berkhalwat, ibadah dan i’tikaf di sebuah
masjid di Damaskus. Berdzikir sepanjang hari di menara untuk
melanjutkan taqarrubnya kepada Allah, lalu kemudian Imam Ghazali
pindah ke Baitu al-Maqdis, di sinilah Imam Ghazali selalu merenung,
membaca dan menulis karya puncaknya “Ihya’ Ulumuddin”. Dia
melanjutkan berjihad melawan hawa nafsu, mengubah akhlak,
memperbaiki watak yang menimpa hidupnya.
Kitab Ihya` Ulumuddin disusun pada waktu ketika umat Islam
teledor terhadap ilmu-ilmu Islam, yaitu setelah Imam Ghazali kembali dari
rasa keragu-raguan dengan tujuan utama untuk menghidupkan kembali
24
ilmu-ilmu agama. Mengapa demikian? Ketika itu, umat islam acuh
terhadap ilmu-ilmu Islam dan mereka lebih asik dengan filsafat barat. Oleh
karena itu, Imam Ghazali tergugah hatinya untuk membersihkan hati umat
dari kesesatan, sekaligus pembelaan terhadap serangan-serangan pihak
luar baik Islam ataupun barat (orentalist) dengan menghadirkan sebuah
karya ilmiah ditengah-tengah umat Islam.
Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin ini seseorang akan dapat melihat
bagaimana ia memadukan antara wawasan spiritual dengan soal-soal
praktis dan menghasilkan pendekatan yang khas terhadap topik yang ia
bicarakan dimana ia tak pernah lupa menghubungkan apapun yang ia
bicarakan dengan kondisi spiritual manusia. Oleh karenanya Abul Hasan
an-Nadwi mengomentari kitab ini dengan mengatakan, “kitab Ihya’
Ulumuddin dengan semuanya itu telah menjadi kitab ishlah dan tarbiyyah,
seakan-akan pengarangnya ingin agar kitab ini berfungsi sebagai mursyid
dan murabbi yang tidak membutuhkan yang lainnya, yang mewakili
semua perpustakaan Islam. Untuk itu, ia menjadikannya berisi tentang
aqidah, fiqih, tazkiyyatun nafs (penyucian jiwa), tahdzibul akhlaq
(pendidikan akhlaq)”.
Imam Ghazali dalam menulis kitab tersebut merujuk kepada
sumber-sumber tasawuf lama. Ia menulisnya dengan kelembutan hati
yang jujur dan ungkapan yang kuat, sehingga kitab tersebut memberikan
kesan yang mendalam dalam jiwa dan mendorong terjadinya perubahan
besar di dalamnya. Sejak kitab ini terbit, telah terjadi keributan besar.
25
Sebagian orang menerima dan takjub terhadap isinya, sementara itu
sebagian yang lainnya mencampakkannya, sehingga di negeri Maghrib
khususnya, banyak terjadi fitnah dan ta’ashub karena kitab ini, sehingga
nyaris mereka membakarnya dan ada kemungkinan sebagian kecil dari
kitab itu telah terbakar (repo.iain-tulungagung.ac.id/3192/5/BAB_III,
diakses tanggal 22 Maret 2017 pukul 22.11).
C. Pengertian pembentukan sikap ta’dzim
Pembentukan memiliki arti menjadikan atau perbuatan (hal, cara,
dan sebagianya ) membentuk wujud atau rupa sesuai dengan yang
diinginkan. (poerwadarminta, 1976:122).
1. Pengertian sikap ta’dzim
Sikap Menurut Ngalim Purwanto (1987:141). Sikap atau yang
dalam bahasa inggris attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu
perangsang.
Kata ta’dzim dalam bahasa inggrisnya adalah “ respeck” yang
mempunyai makna sopan santun, menghormati dan mengagungkan
orang yang lebih tua atau yang di tuakan. (Nicholson, 1978; 1-2).
W.J.S Poerwardaminta mengatakan bahwa sikap ta’dzim
adalah perbuatan dan prilaku yang mencerminkan kesopanan dan
menghormati kepada orang lain terlebih kepada yang lebih tua darinya
atau kepada seorang kyai, guru dan orang yang di anggap di muliakan.
(Poerwardaminta, 1976; 995).
Menurut A. Ma’ruf Asrori sikap ta’dzim di artikan lebih luas
26
lagi yaitu bukan hanya bersikap sopan santun dan menghormati saja
akan tetapi lebih dari itu, yaitu :
a. Konsentrasi dan memperhatikan
b. Mendengarkan nasehat-nasehatnya
c. Meyakini dan merendahkan diri kepadanya
(Asrori1996;11-12).
Sikap-sikap tersebt di atas lebih lanjut di jelaskan oleh
Ma’ruf merupakan wujud dari sikap mengagungkan seorang guru.
Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulakn bahwa sikap
ta’dzim adalah suatu totalitas dari kegiatan rohani (jiwa) yang di
reaslisasikan dengan prilaku dengan wujud yang sopan santun,
menghormati orang lain dan mengagungkan guru.
Sikap ta’dzim ini wajib di lakukan seorang siswa kepada
gurunya, sebagaimana syair Syeh Salamah Abi Abdul Hamid yang
di terjemahkan oleh Mas’ud bin Abdur Rohman sebagai berikut :
(4)متعلما فيما يحل وعضما) (3ذاان تكن متعلمافا متثلن )
Artinya :
“ siswa itu wajib taat kepada gurunya, menurut apa yang di
perintahkan gurunya di dalam perkara yang halal, dan
wajib ta’dzim (mengagungkan ) kepada gurunya.” (Mas’ud bin
Abdur Rohman, 1967:3-4).
27
2. Ciri ciri sikap Ta’dzim
Menurut A. Ma’ruf ciri-ciri sikap ta’dzim ada 5 yaitu :
a. Apabila duduk di depan gurunya selau sopan
b. Selalu mendengarkan perkataan guru
c. Selalu melaksanakan perintahnya
d. Berfikir sebelum berbicara kepada guru
e. Selalu merendahkan diri kepadanya. (Ma’ruf, 1996:11)
Sedangkan menurut Sidik Tono et.Al, ciri ciri sikap ta’dzim
adalah sebagai berikut:
a. Selalu bersikap hormat kepada guru
b. Selalu datang tepat waktu
c. Senantiasa berpaikaian rapi
d. Mendengarkan saat guru menrangkan
e. Menjawab saat guru bertanya
f. Berbicara ketika sudah di beri izin
g. Selalu melaksanakan tugas yang di berikan guru. (Tono,
et.Al,2002:107)
Menurut Syeh Salman dalam kitab Jawahirul adab ciri-ciri
sikap ta’dzim adalah sebagai berikut :
a. Selalu mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru
b. Mengerjakan pekerjaan yang membuat guru senang
c. Senantiasa menundukan kepala ketika duduk di dekat
guru
28
d. Ketika bertemu guru di jalan senantiasa berhenti di
pinggir jalan seraya menaruh hormat kepadanya
e. Senantiasa mendengarkan ketika guru menrangkan
seraya mencatat
f. Selalu hormat kepada siapapun
g. Menjaga nama baik guru dimanapun
Jadi secara umum ciri-ciri sikap ta’dzim adalah bila di hadapn
guru selalu menundukan kepala dengan niat hormat, selalu
mendengarkan perkataan-perkataan guru, selalu menjalankan
perintahnya, menjawab ketika di tanya, selalu merendah diri
kepadanya, menjaga nama baik guru, dan lain lainya.
3. Fungsi sikap Ta’dzim
a. Fungsi sikap Ta’dzim
1. Untuk menunjukan sebagai orang yang terdidik
2. Sebagai salah satu jalan mendapatkan ilmu yang bermanfaat
3. Untuk mengharapkan rasa pertemanan
4. Memberikan penghormatan kepada sesama dan kepada orang
yang lebih tua.
b. Manfaat sikap Ta’dzim
1. Mendapat ilmu yang bermanfaat
2. Di hormati orang lain
3. Di cintai orang lain
4. Banyak temanya
29
5. Di senangi teman-temanya
6. Di senangi guru
Fungsi dan manfaat sikap Ta’dzim di atas sudah bersifat spesifik,
adapun fungsi dan manfaat dari sikap Ta’dzim secara umum yaitu
dimana sikap Ta’dzim meruopakan wahana untuk mencapai tujuan
dari berbagai fariasi tujuan dalam kehidupan manusia. Sebagai
manfaatnya adalah akan mendapatkan sesuatu tujuan yang di harapkan
dengan tanpa menimbulkan masalah.
4. proses pembentukan sikap Ta’dzim
sikap ta’dzim itu bukan tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya, akan tetapi harus di bentuk dan di pengaruhi oleh
pendidikan dan lingkungan ke arah tujuan yang sesuai dan di inginkan.
Ada 4 unsur yang dapat membentuk sikap ta’dzim yaitu :
a. المتعلم (pelajar)
b. االستاد(guru/pengajar)
c. االب (orang tua)
d. اشريك (sekutu, rekan, teman/Masyarakat) (Al-
Zamaji,t.th:21)
Berdasarkan di atas, proses pembentukan sikap Ta’dzim di
pengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor dari siswa itu sendiri dimana
setiap orang memiliki watak yang di bawa sejak lahir (faktor gen)
30
sendiri-sendiri.
b. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri
siswa yaitu:
1. faktor guru dan tempat pendidikan
2. faktor orang tua dan rumah tangga
3. faktor lingkungan teman dan Masyarakat.
Adapun dalam pembentukan sikap ta’dzim siswa tersebut melalui
tiga proses, yaitu:
1. pengajaran dan pembiasaan
setelah ilmu-ilmu pengetahuan dan ilmu akhlak di
sampaikan oleh seorang guru perlu di lakukan suatu pembiasaan
membentuk aspek kerjasama dan kerohanian dari sikap atau
kecakapan harus di lakukan secara kontiyu (terus-menerus),
dimana pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan untuk
membentuk sikap yang ingin dicapai. Al-Zamaji juga
menggunakan teori pembiasaan pengulangan dalam belajar sebgai
berikut:
ا اذا طا ل السبق فى اإل بتداء واحتا ج المتعلم الى ات اإل عادت عشر وام مر
د كثير ته يعتا د ذلك واليترك تلك اإلعادةإال بجه أيضا يكون كذلك،ل فهو فى اإلنتهاء
(12نوجى :رقيل السبق حرف والتكرار ألف )الز وقد
Artinya: Adapun pelajaran pertama yang di ajarkan
panjaang dan pelajaran membutuhkan
31
pengulangan sepuluh kali, maka ia sampai akhirnya
demikian, karena hal ini menjadi kebiasaan yang
sulit di hilangkan kecuali dengan susah payah dan
di katakan; pelajaran satu huruf pengulanganya
seriu kali. (As’ad:75).
2. Pembentukan kognitif
Pembentukan kognitif adalah proses yang berlaku pada
seseorang dengan memberikan interprestasi pada milleu.
Sehubungan dengan ini samoel mengatakan sebagai berikut:
“memperkenalkan sesuatu kepada anak yang beraneka ragam
pengertianya melalui proses kognitif. Perkembangan sikap pada
anak di pengaruhi oleh pengertian pengerian yang di kuasai anak”.
(soetione,1982:54).
Menurut Samuel, pada proses ini perlu adanya perluasan
pemikiran dan pengertian yang di miliki oleh anak, karena anak
akan bersikap sesuai dengan apa yang di ketahuinya.
Pembentukan sikap perlu di perhatikan bahwa manusia
yang di bentuk adalah manusia secara keseluruhan melalui tenaga-
tenaga aspek kepribadian, dengan mempergunakan fikiran dapat di
tanamkan pengertian sikap Ta’dzim sehingga akan menjadi
kebiasaan.
3. Pembentukan rohani
Proses yang ketiga adalah membentuk rohani, dimana
32
dalam proses ini di tanaman suatu keyakinan untuk melakukan hal-
hal yang baik dan akan membawa kemanfaat hidup di dunia dan di
akhirat.
Rohani (jiwa) merupakan inti atau atau suatu hal yang halus
dan akan membentuk hakekat manusia. Dari sinilah akan muncul
suatu kehendak untuk melakukan sesuatu, karena rohani (jiwa)
merupakan pimpinan bagi anggota- anggota tubuh lainya.
(Fanidin,2001:105).
Maka dari itu sikap Ta’dzim perlu tersentuh terlebih dahulu
aspek rohani dari manusia (siswa) melalui pengkajian kitab Ihya’
Ulumuddin. Dengan mempengaruhi seluruh anggota tubuh dan
dapat membawa siswa kepada sifat kebaikan dan adab sopana
santun, untuk membentuk akhlaq yang baik, terutama sikap
ta’dzim kepada gurunya.
5. Pondok pesantren
1. Definisi Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan
pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari
bahasa Arab yang berarti penginapan atau hotel. Akan tetapi di
dalam pesantren Indonesia, khususnya pilau Jawa, lebih mirip
dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu
perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar-
kamar yang merupakan asrama bagi santri. Sedangkan istilah
33
pesantren secara etimologis asalnya pe-santri-an yang berarti
tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari seorang
kyai atau syaikh di pondok pesantren. Pondok pesantren adalah
lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran
serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama dan islam
(Nasir, 2005:80).
Menurut Zamakhsyari Dhofier sebagaimana dikutip Nasir,
bahwa pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di
depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Lebih
lanjut beliau mengutip dari pendapat Profesor Johns dalam ”Islam
in South Asia”, bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil,
yang berarti guru ngaji. Sedang menurut C.C Berg, bahwa istilah
santri berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa india berarti
orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu. Kata shastri berasal
dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama
atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.
1. Ciri-ciri Umun Pesantren
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai
cirri-ciri umum, yaitu:
a. Kyai (abuya, encik, ajengan, tuan guru) sebagai sentral
figure, yang biasanya juga disebut pemilik.
b. Asrama (kampus atau pondok) sebagai tempat tinggal
para santri, di mana masjid sebagai pusatnya,
34
c. Adanya pendidikan dan pengajaran agama melalui
sistem pengajian (weton dan bandongan), yang sekarang
sebagian sudah berkembang dengan sistem klasikal atau
madrasah. Pada umumnya kegiatan tersebut sepenuhnya
dibawah kedaulatan dan leadership seorang atau
beberapa orang kyai.
Sedangkan ciri khususnya ditandai dengan sifat
karismatik dan suasana kehidupan keagamaan yang
mendalam (Dhofier, 1986:18-43).
2. Unsur-unsur Pesantren
Menurut Damakhsyari Dhofier bahwa tradisi pesantren
terdiri dari lima elemen dasar, yaitu pondok, masjid,
pengajaran kitab-kitab klasik, santri dan kyai. Jika suatu
lembaga telah memiliki unsur-unsur tersebut, maka sudah dapat
disebut sebagai pesantren. Berikut definisi (Dhofier, 1980:44-
55) dari masing-masing unsur:
a. Pondok
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah
asrama pendidikan islam tradisional di mana para
siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah
bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal
dengan sebutan “kyai”. Asrama untuk para siswa tersebut
berada dalam lingkungan komplekpesantren di mana kyai
35
bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid
untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan
keagamaan-keagamaan yang lain. Komplek pesantren ini
biasanya dikelilingi dengan tembok untuk dapat
mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Pondok, asrama bagi para santri, merupakan cirri
khas tradisi pesantren, yang membedakannya denagn
sistem pendidikan tradisional di masjid-masjid yang
berkembang di kebanyakan wilayah islam di Negara-
negara lain. Bahkan sistem asrama ini pula yang
membedakan pesantren dengan sistem pendidikan surau
di daerah minangkabau.
b. Masjid
Masjid merupakan elemen yang tidak dapat
dipisahkan denagn pesantren dan dianggap sebagai
tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri,
terutama dalam praktek sembahyang lima waktu,
khutbah, dan sembahyang jum’ah, dan pengajaran kitab-
kitab islam klasik.
Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan
dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi
universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional.
36
Denagn kata lain kesinambungan sistem pendidiakn islam
yang berpusat pada masjid sejak masjid al-Qubba
didirikan dekat Madinah pada masa Nabi Muhammad
saw tetap terpancar dalam sistem pesantren. Sejak zaman
Nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan islam. Di
mana kaum muslimin berada, mereka selalu
menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat
pendidiakan, aktivitas administrasi, dan cultural.
d. Pengajaran Kitab-kitab Klasik
Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab islam klasik,
terutama karangan-karangan ulama yang menganut
faham Syafi’iyah, merupakan satu-satunya pengajaran
formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren.
Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk mendidik
calon-calon ulama. Para santriyang tinggal di pesantren
untuk jangka waktu pendek (misalnya kurang dari satu
tahun) dan tidak bercita-cita menjadi ulama, mempunyai
tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal
pendalaman perasaan keagamaan.
Para santri yang bercita-cita ingin menjadi
ulama, mengembangkan keahliannya dalam bahasa
Arab memalui sistem sorogan dalam pengajian sebelum
37
mereka pergi ke pesantren untuk mengikuti sistem
bandongan. Meskipun sekarang banyak pesantren yang
telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum
sebagai suatu bagian penting dalam pendidikan
pesantren, namun pengajaran kitab-kitab islam klasik
tetap diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan
utama pesantren mendidik calon-calon ulama, yang setia
kepada faham islam tradisional.
Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di
pesantren dapat digolongkan kedalam 8 kelompok yaitu
nahwu (syntax) dan saraf (morfologi, fiqh, usul fiqh,
hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika, serta cabang-
cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Kitab-kitab
tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai teks
yang terdiri dari berjilid-jilid tebal mengenai hadis,
tafsir, fiqh, usul fiqh, dan tasawuf. Kesemuanya ini
dapat pula digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu,
kitab-kitab dasar, kitab-kitab tingkat menengah, dan
kitab-kitab besar.
e. Santri
Menurut pengertian yang dipakai dalam
lingkungan orang-orang pesantren, seorang alim hanya
bisa disebut kyai bilamana memiliki pesantren dan
38
santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk
mempelajari kitab-kitab islam klasik. Oleh karena itu,
santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga
pesantren. Walaupun demikian, menurut tradisi
pesantren, terdapat 2 kelompok santri, yang pertama
santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari
daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok
pesantren. Dan yang kedua adalah santri kalong yaitu
murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling
pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam
pesantren.
f. Kyai
Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari
suatu pesantren. Ia sering kali bahkan merupakan
pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu
pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan
pribadi kyainya.
Menurut asal-usulnya, perkataan kyai pada bahasa
jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda
yaitu: sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang
dianggap keramat, gelar kehormatan untuk orang-orang tua
pada umumnya, dan gelar yang diberikan pleh masyarakat
kepada seorang ahli agamaislam yang memiliki atau
39
menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab
islam klasik kepada para santrinya.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya. Seperti sudah dijelaskan, variasi metode
dimaksud adalah: angket, wawancara, pengamatan atau observasi, tes,
dokumentasi (Arikunto, 2010:203). Untuk mendapatkan hasil penelitian yang
baik, cermat dan akurat, maka pada penelitian ini akan digunakan tahap-
tahapan sebagai berikut:
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field
research) dalam pelaksanaannya menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif analisis yang umumnya menggunakan strategi multi metode
yaitu wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen studi
dokumenter yang antara satu dengan yang lain saling melengkapi,
memperkuat dan menyempurnakan (Sukmadinata, 2005:108). Dalam
laporan penelitian ini data memungkinkan berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dan dokumen lainnya.
Moleong (2008:2) menyatakan, bahwa penelitian lapangan (field
research) dapat juga dianggap sebagai pendekatan luas dalam penelitian
kualitatif atau sebagai metode untuk mengumpulkan data kualitatif. Ide
pentingnya adalah peneliti berangkat ke lapangan mengadakan
pengamatan tentang sesuatu fenomena dalam suatu keadaan alamiah atau
in situ.
41
B. Kehadiran Penelitian
Kehadiran peneliti pada penelitian kualitatif sangatlah penting.
Karena peneliti harus melakukan pengamatan sekaligus terjun langsung di
lapangan untuk mendapatkan hasil yang diperlukan untuk menunjang
penelitiannya. Peneliti melakukan penelitian langsung di Pondok
Pesantren Sunan Giri Salatiga , dan melakukan wawancara dan observasi
dengan subjek penelitian di Pondok Sunan Giri Salatiga.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Pondok Pesantren Sunan Giri
Salatiga. Adapun alasan pemilihan tempat penelitian di Pondok Pesantren
Sunan Giri Salatiga berkaitan dengan pengkajian akhlakul karimah santri
terhadap kyai yang diajarkan di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga
sangatlah penting. Oleh karena itu, pembentukan sikap ta’dzim santri
Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga perlu terus dikembangkan,
sehingga akan meningkat pula akhlakul karimah santri dalam
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada
padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil).
D. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek
darimana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner
atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut
responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-
42
pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan (Arikunto,
2010:172).
Sumber data dibedakan menjadi dua (2) antara lain:
a. Data Primer
Sumber dan jenis data primer penelitian ini adalah kata-kata
dan tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman
dari subjek yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interpretasi
data. Data atau informasi tersebut diperoleh secara langsung dari
orang-orang yang dipandang mengetahui masalah yang akan dikaji
dan bersedia memberi data atau informasi tersebut diperlukan. Sumber
data primer merupakan data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan
oleh peneliti dari sumber utama. Dalam penelitian ini yang menjadi
sumber data utama yaitu santri, ustadz, dan pengasuh pondok.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data informasi yang diperoleh dari
sumber-sumber lain selain data primer. Diantaranya buku-buku
literature, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lembaga-lembaga
yang terkait dengan penelitian ini. Data tersebut diantaranya buku-
buku referensi seperti: Risalah Akhlak ,Panduan Perilaku Muslim
Modern karya Wahid Ahmadi, Tasawuf dan Tarekat karya Cecep
Alba, Kapita Selekta Pendidikan karya M Arifin, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik karya Suharsimi Arikunto, Analisis Data
Penelitian Kualitatif karya Burhan Bungin, Metodologi Penelitian
43
Kualitatif karya Lexy J Moleong Pemikiran Al Ghazali Tentang
Pendidikan karya Abidin Ibnu Rusn.
E. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan metode-
metode berikut:
a. Metode Wawancara
Menurut Moleong (2011:186) metode wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh
dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu. Dalam penelitian ini, wawancara
ditujukan kepada pengasuh Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga,
dewan asatidz, pengurus, santri serta wali santri pondok pesantren
Sunan Giri guna memperoleh informasi terkait tentang sikap ta’dzim
santri terhadap kyai, pelaksanaan pembentukan sikap ta’dzim santri
serta faktor-faktor yang mempengaruhi dan mendukung pelaksanaan
kajian kitab ihya ulumudin Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga.
b. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan
cara membaca dan mengutip dokumen-dokumen yang ada dan
dipandang relevan. Dalam melaksanakan metode dokumentasi,
peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, peraturan
rapat, catatan seharian dan sebagainya (Arikunto, 1989:131). Metode
44
ini digunakan untuk memperoleh data sejarah Pondok Pesantren
Sunan Giri Salatiga. Letak geografis, Struktur organisasi, serta
keadaan ustadz dan santri Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga.
c. Metode Observasi
Metode observasi adalah pengumpulan data dengan
pengamatan langsung kepada objek penelitian (Surakhmad,
1994:164). Metode ini digunakan untuk mengetahui situasi dan
kondisi lingkungan Pondok Pesantren Pesantren Sunan Giri Salatiga
baik keadaan santri-santri maupun ustadznya.
Melalui metode observasi ini, peneliti bisa mengetahui secara
langsung fenomena yang diteliti, mengenai kajian kitab ihya
ulumudin,dalam pembentukan sikap ta’dzim santri terhadap kyai serta
faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kajian kitab ihya’
ulumudin di pondok pesantren Sunan Giri Slatiga.
F. Analisis data
Menurut Bungin (2010:83) dalam penelitian kualitatif dikenal ada
dua analisis data yang sering digunakan bersama-sama atau secara terpisah
yaitu model strategi analisis deskriptif kualitatif dan atau model strategi
analisis verivikatif kualitatif. Kedua model analisis itu member gambaran
bagaimana alur logika analisis data pada penelitian kualitatif sekaligus
memberi masukan terhadap bagaimana teknik analisis data kualitatif
digunakan.
45
Proses berjalannya analisis data kualitatif menurut Seiddel
sebagaimana dikutip Moleong (2011:248) adalah sebagai berikut:
a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi
kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri,
b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan,
membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya,
c. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai
makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan
membuat temuan-temuan umum.
G. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini peneliti berusaha memperoleh keabsahan data
temuannya. Teknik yang dipakai untuk menguji keabsahan temuan
tersebut yaitu teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.
Danzin (dalam Moleong, 2011:330-331) membedakan empat macam
triangulasi sebagai teknik peemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan
sumber, metode, penyidik, dan teori.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Triangulasi dengan
metode terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan
penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2)
46
pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode
yang ssama.
Teknik triangulasi jenis ketiga adalah dengan jalan
memanfaatkan peneliti dengan pengamat lainnya untuk keperluan
pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Sedangkan triangulasi
dengan teori, beranggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat
kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.
H. Tahap-tahap Penelitian
a. Kegiatan administratif yang meliputi, pengajuan ijin operasional untuk
penelitian dari pengasuh pondok pesantren Sunan Giri Salatiga selaku
penanggung jawab, kemudian menyusun pedoman wawancara dalam
melakukan administrasi lainnya.
b. Kegiatan lapangan yaitu meliputi:
1) Menemui pengasuh pondok untuk memberikan surat ijin
penelitian.
2) Menemui para santri yang akan dijadikan subjek penelitian.
3) Melakukan wawancara kepada para responden atau informan
sebagai langkah pengumpulan data.
4) Menyajikan data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan
untuk memudahkan dalam melakukan pemaknaan.
5) Melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan sebagai
deskriptif temuan penelitian.
6) Menyusun laporan akhir untuk dijilid dan dilaporkan.
47
BAB IV
PAPARAN DATA DAN ANALISIS
A. PAPARAN DATA
1. Sejarah Singkat
Pondok pesantren Sunan Giri sudah berdiri sejak tahun 1992 M,
dibawah naungan KH. Maslikhuddin Yazid, KH. Muslimin Asy’ari, Kyai
Sa’dullah dan KH. Zumroni, yang letak perkembangannya tepat disebuah
perkampungan di dusun Krasak, desa Ledok, Kecamatan Argomulyo, kota
Salatiga.
Semula pondok pesantren Sunan Giri adalah sekolah yang
mengajarkan kitab-kitab kuning (madrasah diniyah) yang diasuh KH.
Muslimin Asy’ari. Kemudian setelah KH. Maslikhudin Yazid pulang dari
menuntut ilmu agama di pondok pesanten Tulung Agung dan dengan
perkembangan santri yang selalu bertambah maka didirikan pondok
pesantren.Nama yang digunakan adalah mengikuti nama salah satu tokoh
wali songo, karena di Pondok Tulung Agung nama-nama pondok untuk
tiap komplek juga mengambil dari nama-nama wali songo. Dan pada
tahun 2014, salah satu pengasuh yaitu KH. Zumroni telah wafat. Maka,
setelah itu sampai sekarangjumlah pengasuh pondok pesantren Sunan Giri
tiga orang.
Sistem pembelajaran di pesantren dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
tingkat TPA dan Ibtida’iyah, tingkat Tsanawiyah dan Aliyah.Mulai dari
awal berdirinya sampai sekarang Pondok Sunan Giri selalu mengalami
48
peningkatan dalam jumlah santri maupun bentuk dan bangunan fisik.
Sampai saat ini santri putra dan sntri putri tercatat kurang lebih 250 santri
yang bermukim di pondok.
2. Letak geografis
Letak geografis Pondok Pesanten Sunan Giri adalah sebagai berikut:
a. Batas bagian Barat : dusun Ledok
b. Batas bagian utara : desa Klumpit
c. Batas bagian timur :desa Kalibening
d. Batas bagian selatan : desa Tingkir
3. Profil Pondok
Nama Pondok Pesantren : Sunan Giri
Status : Yayasan
Nomor Telp /Hp : (0298)322179
Alamat : Jalan Argowilis no. 15-16 Krasak,
Ledok, Argomulyo, Salatiga
Nama Pendiri/ Pengasuh : KH. Muslimin Al-Asyari
KH. Maslihuddin Yazid
KH. Zumroni AR (Alm)
K Sa’dullah
4. Visi dan Misi Pondok Pesantren
a. Visi
49
1) Pesantren merupakan syiar tholab al ‘ilmi dan sumber
pengetahuan Islam untuk mencapai Ridho Allah SWT.
2) Mencetak kader-kader ulama dan menciptakan masyarakat
islami yang berhaluan ahlu sunnah wal jamaah
b. Misi
1) Mempersiapkan pribadi umat yang berilmu pengetahuan,
berakhlak mulia, dan berkhidmat kepada agama, masyarakat
dan negara.
2) Mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan umum menuju
terbentuknya kader ulama yang taqwa.
5. Aktifitas Pendidikan :
a. Formal : - SMP Islam Sunan Giri
- Paket B
- Paket C
b. Nonformal : - TPQ
- Madin Takmiliyah
6. Tata Tertib Pondok Pesantren Putri
a. Kewajiban-kewajiban
1) Menjalankan kewajiban-kewajiban syari’at Islam dengan baik.
2) Melaksanakan shalat berjama’ah dan dzikir sampai selesai
3) Menjaga nama baik alamamater Pondok Pesantren
4) Mengikuti pengajian kitab secara aktif
5) Menjaga kebersihan dan keamanan pondok
50
6) Mengikuti progam-progam kepengurusan
7) Taat akan semua peraturan pondok yang berlaku
8) Saling menghormati dan tolong menolong
b. Larangan-larangan
1) Melanggar hukum syara’
2) Tidak boleh membawa Hp/ alat elektronik (kecuali memenuhi
syarat)
3) Bergaul dengan ajnabi (lawan jenis)
4) Membuka aurat tidak pada tempatnya
5) Tidak mengaji/ sekolah madrasah tanpa adanya udzur
6) Pulang/ pergi tanpa izin Bu nyai dan pengurus
7) Tidak boleh bergurau melebihi batas waktu (pukul 11.00-12.00
baik siang/ malam)
8) Tidak boleh memakai kerudung instan, kecuali anak sekolah
dengan syarat ketika di sekolah saja.
9) Saat mengaji tidak boleh memekai kaos pendek dilapisi jaket
10) Tidak boleh memakai baju ketat/ pakaian yang berbahan kaos
11) Tidak boleh memakai celana (kecuali saat tidur)
c. Anjuran
1) Menjalankan berbagi riyadhoh
2) Membudayakan salam
3) Membudayakan disiplin, mandiri dan giat belajar
51
7. Keadministrasian
a. Pondok Pesantren Sunan Giri
1) Kewajiban
a) Pendaftaransantri baru
i. biaya pendaftaran : Rp.50.000,-
ii. biaya kartu santri : Rp.15.000,-
iii. biaya kamar : Rp.25.000,-
iv. syahriah dua bulan : Rp.60.000,-
b) Syahriah pondok : Rp. 30.000,-/ bulan
c) Jam’iyah : Rp. 5000,-/ bulan
d) Menyetrika : Rp. 2000,-/ minggu
2) Ta’ziran
a) Pulang melebihi batas : Rp. 5000,-/hari
b) Tidak shalat berjamah : Rp. 1000,-/shalat
c) Tidak mengikuti pengkajian : Rp. 2000,-/kajian
2) Madrasah SunanGiri
1) Pendaftaran siswa-siswi baru
a) Biaya pendaftaran : Rp. 35.000,-
b) Raport : Rp. 18.000,-
c) Ijazah : Rp. 30.000,-
d) Seragam
52
i. Putra : Rp. 75.000,-
ii. Putri : Rp. 85.000,-
e) Syahriah : Rp. 30.000,-
2) I’anah Syahriah perbulan
a) Tingkat Ibtidaiyah : Rp. 12.000,-
b) Tingkat Tsanawiyah : Rp. 15.000,-
c) Tingkat Aliyah : Rp. 18.000,-
8. Sarana dan Prasarana pondok
Tabel 3.1
Sarana dan Prasarana Pondok
No. Nama Barang Banyaknya
1. Asrama Putra 20
2. Asrama Putri 22
3. Dapur 2
4. Aula 2
5. Kelas Madrasah 13
6. Perpustakaan 1
7. Kantor 4
8. Puskestren (Puskesmas
pesantren)
1
9. Pertukangan 1
10. SMP Islam Sunan Giri 1
10. Mushola (putri) 1
11. Sound system 2
12. Printer 2
13. Komputer 2
53
9. Kegiatan santri Putri dan Putri
a. Harian
Waktu Kegiatan
1. 03.30 (Sebelum
Subuh)
Pembacaan shalawat Burdah (bagi
anak yang tidak sekolah)
2. 04.30(Subuh) Shalat Subuh berjama’ah
3. 04.45 (Setelah Subuh) Sorogan Al Qur’an bagi anak sekolah
4. 05.30 Pengajian kitab Ihya’ Ulumuddin dan
Inarotut Duja (kelas 3 Tsanawiyah ke
atas)
Pengajian kitab Umdatus Salik
5. 06.00 Pengajian kitab Aqidatul Awam (kelas
5 dan 6 Ibtidaiyah)
6. 07.30 Pengajian kitab Tafsir Nawawi (kelas 3
tsnawiyah ke atas)
Pengajian kitab Targhib wa Tarhib
(kelas 3 tsanawiayah ke bawah)
7. 08.00 Pengajian kitab Aklaqul Lilbanain juz
4
8. 08.30 Pengajian kitab Bidayatul Hidayah
9. 12.00 Shalat Dzuhur berjama’ah
10. 12.30 Pengajian kitab Fathul Wahab dan
kitab Dahlan (syarah Alfiyah)
Pengajian kitab Tanqihul Qoul
11. 13.30 Sorogan Alqur’an bagi anak pondok
12. 15.45 Shalat Berjama’ah Ashar
13. 16.00 Pengajian kitab Syarah Arba’in
Nawawi
Pengajian kitab Minahus Saniyah
14. 16.45 Musyawarah Pelajaran
15. 18.00 Shalat Magrib berjama’ah
16. 18.30 Sekolah/Madrasah
17. 21.30 Pembacaan shalawat Burdah bagi anak
sekolah
54
Pengajian kitab Mujarobat
b. Mingguan
No. Waktu Kegiatan
1. Malam Selasa Musyawarah pertingkatan
2. Kamis Sore Tahlilan
Pengajian Ta’limul Muta’alim
3. Malam Jum’at Mujahadah
Jam’iyah Albarzanji
4. Jum’at pagi Muhafadzoh (lalaran)
Ro’an/kerja bakti bersama anak pondok
5. Malam Sabtu Musyawaroh bersama ilmu Fiqh
6. Minggu Ro’an/kerja bakti anak sekolah
c. Tahunan
No. Waktu Kegiatan
1. Dzulhijjah Takbir Keliling
Qurbanan
2. Sya’ban Pawai Ta’aruf (TPA dan santri putra)
Pra Haflah Muwada’ah
Pengjian Haflah Muwada’ah
Akhirusanah
3. Ramadhan Pengajian kilatan
10. Pembelajaran dan Pendidikan Madrasah
No. Kelas Mata Pelajaran
1. 5 Ibtida’iyah
(Awamil)
Khoridatul Bahiyah
Tafrihatul Wildan
Taishirul Kholaq
Tashilul Mubtadiin
Tuhfatul Mubtadiin
Tshilul Mubtadi’in
2. (6 Ibtida’iyah)
Jurumiyah
Al jurumiyah
Qoidah Shorfiah juz 1
Nurul Yaqin juz 3
55
Tasrif istilahi
Qowaidul I’lal
Sulamut Taufiq
Hidayatul Mustafid
Washoya
3. 1 Tsanawiyah
(Al imriti)
Al imriti (Nahwu)
Qoidah Shorfiah juz 2
Tasrif Lughowi
Fathul Qorib 1
Jazariyah
Maqsud
Tahliyah
Jawahirul Kalamiyah
4. 2 Tsanawiyah
(Alfiah Awal)
Alfiyah Ibnu Malik 1
Fathul Qorib 2
Ta’limul Muta’alim
Qowaidul I’lal
Qowaidul I’rob
Mukhtar Hadis 1
5. 3 Tsanawiyah
(Alfiah Tsani)
Alfiyah Tsani 2
Fathul Mu’in 1
Mukhtar Hadis 2
Waraqat
Kifayatul Atqiya’
Rohabiyah
6. 1 Aliyah
(Jauhirul Maknun)
Jauhirul Maknun
Fathul Mu’in 2
Sulamun Manruq
Al ‘urud
Jam’ul Jawami’
Faroidul Bahiyah
7. 2 Aliyah
(Juman Awal)
‘Uqudul Juman 1
Tashilul Turuqot
Fathul Mu’in 3
Jam’ul Jawami’ 2
Kifayatul Atqiya’ 1
8. 3 Aliyah
(Juman Tsani)
‘Uqudul Juman 2
Fathul Mu’in 4
Jam’ul Jawami’ 3
Kifayatul Atqiya’ 2
56
Falaq
11. Dewan Pengajar Madrasah Diniyah
No. Nama Keadaan Asal
1. KH. Muslimin Al asy’ari Desa
2. KH. Maslikhudin Yazid Desa
3. K.Sa’dullah Desa
4. Ustadz Mufid Desa
5. Ustadz Mutho’ Desa
6. Ustadz Yahya Desa
7. Ustadz.Misbah Desa
8. Ustadz Nur Kholis Desa
9. H.Abdul Qodir Desa
10. UstadzMuqorrobin Desa
11. Ustadz Fauzan Desa
12. Ustadz Rosyidi (Dimik ) Desa
13. Ustadz Rosyidi (Mamik) Desa
14. Ustadz Yasin Desa
15. Ustadz Asmu’i Desa
16. Ustadz Ali Mustofa Desa
17. Ustadz Nadzir Desa
18. Ustadz Anas Desa
19. Ustadz Nasrul Desa
20. Ustadz Ridholillah Pondok
21. Ustadz Shofwan Pondok
22. Ustadz Hasan Ali Pondok
23. Ustadz Jamali Pondok
24. Ustadz Wahid Pondok
25. Ustadz Slamet Ihsan Pondok
26. Ustadz Nur Tadho Pondok
27. Ustadz Mustaqim Pondok
28. Ustadz Budi Pondok
29. Ustadz Ali Mahfudz Pondok
30. Ustadz Hafidzin Pondok
31. Ustadz Da’i Sholeh Pondok
32. Ustadz Mansur Pondok
57
33. Ustadz Fatoni Azka Pondok
34. Ustadz Dzawil Ulum Pondok
35. Ustadz Imam Qusairi Pondok
36. Ustadz Musbikhin Wahid Pondok
37. Ustadz Sholahudin Pondok
38. Ustadz Mutakalim Pondok
39. Ustadz Burhanudin Pondok
40. Ustadz Sanusi Pondok
41. Ustadz Mustofa Pondok
42. Ustadz Wawan Setiawan Pondok
43. Ustadz Ali Mahfudz Pondok
44. Ustadz Burhanudin Pondok
45. Ustadz Dai sholih Pondok
46. Ustadz Sulahudin Al Ayubi Pondok
47. Ustadz Abidurrahman Pondok
48. Ustadz Ridhoilah Pondok
49. Ustadz Abdul Aziz Pondok
50. Ustadz Muhyidin Pondok
51. Ustadz Mutaqin Pondok
52. Ustadz Ibnu Rosyadi Pondok
53. Ustadz Ahmad Kalim Pondok
54. Ustadz Yasin Pondok
55. Ustadz Novianto Prabowo Pondok
56. Ustadz Abdul Kholiq Pondok
57. Ustadz Abdu Syukur Pondok
58. Ustadz Zam Zam Mubarok Pondok
12. Struktur Organisasi Pengurus
a. Pengurus Putra
1) Ketua : Eko Nur Wahid
2) Wakil ketua : Nur Tadho
3) Sekretaris :Abdul Aziz
:Novianto Prabowo
4) Bendahara :Ahmad Kalim
58
: Burhanuddin
5) Seksi-seksi :
a) Seksi Pendidikan : Sanusi
: Fatoni Azka
b) Seksi Keamanan : Muhammad Khazim
: Ridhoilah
c) Seksi Burdah : Yasin
: Muhammad Imam
d) Seksi Jam’iyah : Ali Mahfudz
: Ibnu Rosyadi
e) Seksi Kebersihan : Muttaqin
: Abdul Kholiq
: Sholahuddin Al-Ayubi
f) Seksi Perlengkapan : Mutaalimun
: Sholihul hadi
b. Pengurus Putri
1) Ketua : Nurul Aini
2) Wakil ketua : Anik Samtia
3) Sekretaris : Nurul Badriah
4) Bendahara : Laela khasnaf
59
5) Seksi-seksi :
a) Seksi Pendidikan : Khanifahtus zuhriyah
: Erika
b) Seksi Keamanan : Devi Ambarwati
: Qudsiyah
: Ringayatun nisa
c) Seksi Burdah : Nafisatus saadah
: Nurul Latifah
d) Seksi Jam’iyah : Istiqomah
: Nurul Badiah
e) Seksi Kebersihan : Ulfa Nurolita
: Nurul Fauziyah
: Jariyatun
13. Keadaan Santri Pondok Pesantren
Pada tahun 2017/2018 jumah santri pondok pesantren Sunan
Giri tercatat kurang lebih 400. Adapun santri yang mengkaji kitab Ihya
Ulumuddin di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga berjumlah 125,
seperti terlihat dalam tabel berikut:
1. Santri Putri
No. Nama Kelas
1. Lailatul Qodariyah 3 Aliyah
2. Afiya Khoirina 3 Aliyah
3. Murtafi’ah 3 Tsanawiyah
4. Jariyatun 3 Tsanawiyah
5. Nurul Badriyah 3 Tsanawiyah
60
6. Ana Suratmi Ningsih 3 Tsanawiyah
7. Siti Nur Sayidah 3 Tsanawiyah
8. Mu’sodatul Atsna 3 Tsanawiyah
9. Afita Setyawati 3 Tsanawiyah
10. Alwinda Nurul Asfiya’ 3 Tsanawiyah
11. Izza Aulida Awalina 3 Tsanawiyah
12. Nur Naila Mufidah 3 Tsanawiyah
13. Aprilia Siti Fatimah 3 Tsanawiyah
14. Ulfa Zulianingsih 3 Tsanawiyah
15. Ringayatun Nisa’ 3 Tsanawiyah
16. Ni’mahtur rofi’ah Ustadzah
17. Yuanita Ustadzah
18. Siti Zaeniyah Ustadzah
19. Tri Umami Ustadzah
20. Siti Nurul Asiyah Ustadzah
21. Nurul Badiah Ustadzah
22. Nurul Aini Ustadzah
23. Dewi Kholifah 3 Tsanawiyah
24. Indana Khoirun Nida Ustadzah
25. Ulfi Diana Ustadzah
26. Ana Rizkiya Ustadzah
27. Fina Ainul Fitria Ustadzah
28. Devi ambarwati 2 Aliyah
29. Anik samtia 2 Aliyah
30. Erika 2 Aliyah
31. Istiqomah 2 Aliyah
32. Siti qudsiyah 2 Aliyah
33. Laela khasanaf 2 Aliyah
34. Khanifatus zuhriyah 2 Aliyah
35. Nafisatus saadah 2 Aliyah
2. Santri Putra
No. Nama Asal
1. Renaldi Ade Candra Ustadz
2. Solikhul Hadi Ustadz
3. A.Mutaalimun Ustadz
4. Khazim Abdullah Ustadz
5. Lukman Aziz Ustadz
6. Fathul Muna Ustadz
7. Zuhadul Makhasin Ustadz
8. Miftakhur Roziqin 3 Aliyah
9. M.Mahrus 3 Aliyah
10. Dipo Hanuraga Fathoni 3 Aliyah
11. Lutfi Syaroful Mujib 3 Aliyah
61
12. Mukhib Ikhyaudin 3 Aliyah
13. Abdul Muntaha 3 Aliyah
14. M.Syarifudin 2 Aliyah
15. M.Syaifullah Kamal 2 Aliyah
16. Abdul Syakur 2 Aliyah
17. A.Sudarsono 2 Aliyah
18. A.Hasan 2 Aliyah
19. M. Afwan Fitriyanto 2 Aliyah
20. A.Zaenuri Rosyid 1 Aliyah
21. M.Arifin 1 Aliyah
22. M.Fathur rohman 1 Aliyah
23. Wakhid Mustofa 1 Aliyah
24. M.Maksum 1 Aliyah
25. M.Khoirul Umam 1 Aliyah
26. Syamsul Ma’arif 1 Aliyah
27. Roufurrohim 1 Aliyah
28. Nailun Ni’am 1 Aliyah
29. Ali Faqih Saifudin 1 Aliyah
30. Nur Wahid 1 Aliyah
31. Nur tadho 1 Aliyah
32. Abdul aziz 1 Aliyah
62
B. ANALISIS
Kumpulan data yang dianalisa dalam skripsi ini bersumber dari hasil
wawancara dengan warga pondok yang penulis anggap mampu untuk
memberikan keterangan yang relevan, dilengkapi dengan dokumen yang ada.
Mengacu pada fokus penelitian dalam skripsi ini, maka penulis akan
menganalisa dan menyajikanya secara sistematis tentang pembentukan sikap
ta’dzim santri terhadap kyai dalam kajian kitab Ihya’ Ulumudin Pondok
Pesantren Sunan Giri Salatiga .
Setelah terjun kelapangan di pondok pesantren Sunan Giri Salatiga.
Penulis menemukan pembentukan sikap Ta’dzim santri kepada kyai sebagai
berikut
1. Kajian kitab Ihya Ulumuddin
Di Pondok Pesantren Sunan Giri, Pengajian kitab Ihya` Ulumuddin
dilakukan rutin setiap pagi setelah shalat Shubuh berjama`ah.
Guru/pengajarnya adalah KH. Maslikhuddin Yazid. Adapun Pengajian ini
sudah berlangsung sejak tahun 1997 dan sudah khatam sebanyak empat
kali. Metode yang diterapkan adalah bandongan; yakni guru membaca dan
menerangkan isi yang terkandung dalam kitab, kemudian para santri
mendengarkan, mencerna, menyimpulkan apa yang telah disampaikan
guru kemudian menulisnya.
Mayoritas alumni Pondok pesantren Sunan Giri Salatiga dengan
masa pembelajaran 5 tahun, bisa dipastikan sudah pernah mengikuti
pengajian kitab Ihya` Ulumuddin, karena pengajian kitab ini wajib diikuti
oleh setiap santri tingkat aliyah dan santri mutakhorijin.
63
Tidak lepasnya kitab kuning dari pondok pesantren sejalan dengan
apa yang dikemukakan Dhofier (1980:44-55), bahwa unsur-unsur
pesantren adalah;
a. Pondok
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama
pendidikan islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama
dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih
dikenal dengan sebutan “kyai”. Asrama untuk para siswa tersebut
berada dalam lingkungan komplekpesantren di mana kyai bertempat
tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang
untuk belajar, dan kegiatan keagamaan-keagamaan yang lain.
Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi dengan tembok untuk
dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Pondok, asrama bagi para santri, merupakan cirri khas tradisi
pesantren, yang membedakannya denagn sistem pendidikan
tradisional di masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah
islam di Negara-negara lain. Bahkan sistem asrama ini pula yang
membedakan pesantren dengan sistem pendidikan surau di daerah
minangkabau.
b. Masjid
Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan
denagn pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat
64
untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima
waktu, khutbah, dan sembahyang jum’ah, dan pengajaran kitab-kitab
islam klasik.
Kedudukan masjid sebagai pusat pendidiakan dalam tradisi
pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem
pendidikan islam tradisional. Denagn kata lain kesinambungan sistem
pendidiakn islam yang berpusat pada masjid sejak masjid al-Qubba
didirikan dekat Madinah pada masa Nabi Muhammad saw tetap
terpancar dalam sistem pesantren. Sejak zaman Nabi, masjid telah
menjadi pusat pendidikan islam. Di mana kaum muslimin berada,
mereka selalu menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat
pendidiakan, aktivitas administrasi, dan cultural.
c. Pengajaran Kitab-kitab Klasik
Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab islam klasik, terutama
karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi’iyah,
merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam
lingkungan pesantren. Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk
mendidik calon-calon ulama. Para santriyang tinggal di pesantren
untuk jangka waktu pendek (misalnya kurang dari satu tahun) dan
tidak bercita-cita menjadi ulama, mempunyai tujuan untuk mencari
pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan.
Para santri yang bercita-cita ingin menjadi ulama,
mengembangkan keahliannyadalam bahasa Arab memalui sistem
65
sorogan dalam pengajian sebelum mereka pergi ke pesantren untuk
mengikuti sistem bandongan. Meskipun sekarang banyak pesantren
yang telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu
bagian penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-
kitab islam klasik tetap diberikan sebagai upaya untuk meneruskan
tujuan utama pesantren mendidik calon-calon ulama, yang setia
kepada faham islam tradisional.
Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren
dapat digolongkan kedalam 8 kelompok yaitu nahwu (syntax) dan
saraf (morfologi, fiqh, usul fiqh, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan
etika, serta cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Kitab-
kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai teks yang
terdiri dari berjilid-jilid tebal mengenai hadis, tafsir, fiqh, usul fiqh,
dan tasawuf. Kesemuanya ini dapat pula digolongkan kedalam tiga
kelompok yaitu, kitab-kitab dasar, kitab-kitab tingkat menengah, dan
kitab-kitab besar.
d. Santri
Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-
orang pesantren, seorang alim hanya bisa disebut kyai bilamana
memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut
untuk mempelajari kitab-kitab islam klasik. Oleh karena itu, santri
merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren.
Walaupun demikian, menurut tradisi pesantren, terdapat 2 kelompok
66
santri, yang pertama santri mukim yaitu murid-murid yang berasal
dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Dan
yang kedua adalah santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari
desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam
pesantren.
e. Kyai
Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu
pesantren. Ia sering kali bahkan merupakan pendirinya. Sudah
sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata
bergantung pada kemampuan pribadi kyainya.
Menurut asal-usulnya, perkataan kyai pada bahasa jawa
dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda yaitu: sebagai gelar
kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, gelar
kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya, dan gelar yang
diberikan pleh masyarakat kepada seorang ahli agamaislam yang
memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab
islam klasik kepada para santrinya.
2. Sikap Ta’dzim santri kepada Kyai di Pondok Pesantren Sunan Giri
Salatiga
Tidak dapat diragukan bahwa akhlakul karimah merupakan buah
dari iman yang mantab dan pertumbuhan agama yang benar. Tatkala santri
diarahkan dan dididik untuk mencintai Allah, takut kepada-Nya, dan
merasakan pengawasanNya, tentu santri selalu terbuka untuk menerima
67
setiap nasihat, pembinaan, arahan, serta peraturan pondok pesantren dan
juga terbiasa berperilaku yang baik.
Yunus (1978:22) mengatakan bahwa tugas yang pertama dan
teruama yang dipikul atas pundak alim ulama, guru-guru agama, dan
pemimpin-pemimpin islam ialah mendidik anak-anak, pemuda-pemuda,
puteri-puteri, orang-orang dewasa dan masyarakat umumnya, supaya
semuanya itu berakhlak yang mulia dan berbudi pekerti yang halus. Pandai
hidup bermasyarakat, tolong menolong, berlaku jujur dan peramah,
berlaku adil dalam segala hal, berkasih sayang antara satu dengan yang
lain, seolah-olah mereka itu satu tubuh, bila sakit satu anggota, niscaya
mereka sakit seluruh tubuhnya, atau seolah-olah mereka seperi satu bina
yang terdiri dari satu batu-bata, satu sama lain saling menguatkan,
sehingga menjadi bina yang kokoh kuat.
Tujuan dengan adanya pembentukan sikap Ta’dzim santri yaitu
untuk menanamkan pada diri santri rasa ta’dzim dan s ikap sopan dan
santun, rasa hormat terhadap orang yang lebih tua dari kita, agar santri
lebih tau bagaimana etika kita terhadap orang yang harus kita dan rasa
saling menghormati sesama muslim karna pada zaman sekarang sikap
yang seperti itu akan tumbang dengan sendirinya karena perkembangan
zaman yang semakin maju, maka santri di tuntut untuk menumbuhkan
sikap ta’dzim dan sopan santun, yang mana akan kita rasakan nantinya
kalau kita sudah terjun langsung di kalangan masyarakat.
68
Sesuai dengan penuturan Bapak Kyai bahwasanya pembentukan
sikap Ta’dzim itu memuliakan orang yang lebih tua atau kepada seoarang
kyai.
Sebagaimana yang di ungkapakan oleh (Poerwardaminta, 1976;
995) yaitu :
sikap ta’dzim adalah perbuatan dan prilaku yang mencerminkan
kesopanan dan menghormati kepada orang lain terlebih kepada yang lebih
tua darinya atau kepada seorang kyai, guru dan orang yang di anggap di
muliakan.
Santri merupakan amanat dari orang tua yang diberikan kepada
pengasuh pondok pesantren, oleh karena itu santri harus siap dibina, dan
dididik menuju kepada perkembangan akhlak yang lebih baik. Maka dia
akan tumbuh dengan baik dan agar bahagia di dunia dan akhirat. Untuk itu
mendidik akhlak yang baik pada santri merupakan cara pendidikan yang
berhasil.
Dalam rangka mendidik pembentukan sikap Ta’dzim pada santri,
bapak kyai telah memberikan keteladanan yang baik. Dengan pendidikan
secara langsung pada santri diharapkan akan benar-benar memberiakan
perubahan yang berarti kepada diri santri bukan hanya sikap Ta’dzim saja
yang harus kita lakukan akan tetapi kita juga harus mendengarkan nasehat
nasehat beliau yang lebih tua memperhatikan apa yang beliau katakan
melaksanakan apa yang beliau perintahkan. Sehingga apa yang yang
69
diharapkan bapak kyai terwujud yaitu santri memiliki akhlakul karimah
yang baik.
Seperti halnya yang di ungkapan oleh (Asrori1996;11-12) sikap
ta’dzim di artikan lebih luas lagi yaitu bukan hanya bersikap sopan santun
dan menghormati saja akan tetapi lebih dari itu, yaitu :
a. Konsentrasi dan memperhatikan
b. Mendengarkan nasehat-nasehatnya
c. Meyakini dan merendahkan diri kepadanya
Sikap-sikap tersebt di atas lebih lanjut di jelaskan oleh Ma’ruf
merupakan wujud dari sikap mengagungkan seorang guru.
Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulakn bahwa sikap
ta’dzim adalah suatu totalitas dari kegiatan rohani (jiwa) yang di
reaslisasikan dengan prilaku dengan wujud yang sopan santun,
menghormati orang lain dan mengagungkan guru.
Menurut A. Ma’ruf ciri-ciri sikap ta’dzim ada 5 yaitu :
a. Apabila duduk di depan gurunya selau sopan
b. Selalu mendengarkan perkataan guru
c. Selalu melaksanakan perintahnya
d. Berfikir sebelum berbicara kepada guru
e. Selalu merendahkan diri kepadanya. (Ma’ruf, 1996:11)
Sedangkan menurut Sidik Tono et.Al, ciri ciri sikap ta’dzim adalah sebagai
berikut:
a. Selalu bersikap hormat kepada guru
70
b. Selalu datang tepat waktu
c. Senantiasa berpaikaian rapi
d. Mendengarkan saat guru menrangkan
e. Menjawab saat guru bertanya
f. Berbicara ketika sudah di beri izin
g. Selalu melaksanakan tugas yang di berikan guru. (Tono,
et.Al,2002:107)
Menurut Syeh Salman dalam kitab Jawahirul adab ciri-ciri sikap ta’dzim
adalah sebagai berikut :
a. Selalu mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru
b. Mengerjakan pekerjaan yang membuat guru senang
c. Senantiasa menundukan kepala ketika duduk di dekat guru
d. Ketika bertemu guru di jalan senantiasa berhenti di pinggir jalan seraya
menaruh hormat kepadanya
e. Senantiasa mendengarkan ketika guru menrangkan seraya mencatat
f. Selalu hormat kepada siapapun
g. Menjaga nama baik guru dimanapun
Jadi secara umum ciri-ciri sikap ta’dzim adalah bila di hadapn guru
selalu menundukan kepala dengan niat hormat, selalu mendengarkan
perkataan-perkataan guru, selalu menjalankan perintahnya, menjawab
ketika di tanya, selalu merendah diri kepadanya, menjaga nama baik guru,
dan lain lainya.
3. Pengaruh kajian kitabh Ihya’ Ulumuddin terhadap sikap Ta’dzim santri
71
kepada kyai di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga.
sikap ta’dzim itu bukan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, akan
tetapi harus di bentuk dan di pengaruhi oleh pendidikan dan lingkungan ke arah
tujuan yang sesuai dan di inginkan, sesuai dengan yang di kemukan oleh (Al-
Zamaji,t.th:21) bahwasanya dalam pembentukan sikapa ta’dzim itu ada 4 unsur di
antaranya yaitu
e. المتعلم (pelajar)
f. االستاد(guru/pengajar)
g. االب (orang tua)
h. ريك الش (sekutu, rekan, teman/Masyarakat)
Jadi dalam pembentukan sikap itu santri bukan hanya rasa hormat terhadap
orang yang lebih tua atau kyai, akan tetapi juga kepada guru, pengajar, dan orang
tua juga masyarakat.
Namun tujuan pembentukan sikap ta’dzim di pondok pesantren Sunan Giri
Salatiga dapat berhasil karena adanya beberapa factor pendukung, antara lain:
1) Santri dari awal masuk ke pondok pesantren sudah berada di
lingkungan yang kental dengan pendidikan sikap akhlaqul karimah
sehingga lebih bisa menarik minat santri untuk mempelajari dan
ikut terjun dalam pembentukan sikap santri.
2) Adanya tokoh pesantren yang memiliki charisma yang kuat dan
menjadi panutan bagi santri dan masyarakat sekitar.
3) Adanya rasa ketertarikan dengan pembentukan sikap yang
akhlaqul karimah
72
4) Pendapat bahwa belajar tasawuf adalah sarana untuk memperbaiki
akhlak menjadi lebih baik.
Seperti yang di kemukakan oleh (soetione,1982:54) tentang beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap ta’dzim santri terhadap kyai yaitu
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor dari siswa itu sendiri dimana
setiap orang memiliki watak yang di bawa sejak lahir (faktor gen)
sendiri-sendiri.
2. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri
siswa yaitu:
d. faktor guru dan tempat pendidikan
e. faktor orang tua dan rumah tangga
f. faktor lingkungan teman dan Masyarakat.
Akan tetapi tidak hanya faktor saja yang bisa membentuk
sikap ta’dzim santri akan tetapi dalam pembentukan sikap ta’dzim
siswa tersebut melalui tiga proses, yaitu:
4. pengajaran dan pembiasaan
setelah ilmu-ilmu pengetahuan dan ilmu akhlak di
sampaikan oleh seorang guru perlu di lakukan suatu pembiasaan
membentuk aspek kerjasama dan kerohanian dari sikap atau
kecakapan harus di lakukan secara kontiyu (terus-menerus),
73
dimana pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan untuk
membentuk sikap yang ingin dicapai. Al-Zamaji juga
menggunakan teori pembiasaan pengulangan dalam belajar sebgai
berikut:
ا اذا طا ل الس ات فهو فى اإلنتهاء أيضا ي بق فى اإل بتداء واحتا ج المتعلم الىوام كون اإل عادت عشر مر
زنوجى :(التكرار ألف )القيل السبق حرف و يترك تلك اإلعادةإال بجهد كثير وقدكذلك،ل ته يعتا د ذلك وال
Artinya
“Adapun pelajaran pertama yang di ajarkan panjaang dan
pelajaran membutuhkan pengulangan sepuluh kali, maka ia
sampai akhirnya demikian, karena hal ini menjadi kebiasaan yang
sulit di hilangkan kecuali dengan susah payah dan di katakan;
pelajaran satu huruf pengulanganya seriu kali”. (As’ad:75).
5. Pembentukan kognitif
Pembentukan kognitif adalah proses yang berlaku pada
seseorang dengan memberikan interprestasi pada milleu.
Sehubungan dengan ini samoel mengatakan sebagai berikut:
“memperkenalkan sesuatu kepada anak yang beraneka
ragam pengertianya melalui proses kognitif. Perkembangan sikap
pada anak di pengaruhi oleh pengertian pengerian yang di kuasai
anak”.
Menurut Samuel, pada proses ini perlu adanya perluasan
pemikiran dan pengertian yang di miliki oleh anak, karena anak
akan bersikap sesuai dengan apa yang di ketahuinya.
Pembentukan sikap perlu di perhatikan bahwa manusia
yang di bentuk adalah manusia secara keseluruhan melalui tenaga-
74
tenaga aspek kepribadian, dengan mempergunakan fikiran dapat di
tanamkan pengertian sikap Ta’dzim sehingga akan menjadi
kebiasaan.
6. Pembentukan rohani
Proses yang ketiga adalah membentuk rohani, dimana
dalam proses ini di tanaman suatu keyakinan untuk melakukan hal-
hal yang baik dan akan membawa kemanfaat hidup di dunia dan di
akhirat.
Rohani (jiwa) merupakan inti atau atau suatu hal yang halus
dan akan membentuk hakekat manusia. Dari sinilah akan muncul
suatu kehendak untuk melakukan sesuatu, karena rohani (jiwa)
merupakan pimpinan bagi anggota- anggota tubuh lainya.
(Fanidin,2001:105).
Maka dari itu sikap Ta’dzim perlu tersentuh terlebih dahulu
aspek rohani dari manusia (siswa) melalui pengkajian kitab Ihya’
Ulumuddin. Dengan mempengaruhi seluruh anggota tubuh dan
dapat membawa siswa kepada sifat kebaikan dan adab sopana
santun, untuk membentuk akhlaq yang baik, terutama sikap
ta’dzim kepada gurunya.
Pada dasarnya dilaksanakannya pendidikan santri karena
tujuan pembinaan tersebut untuk kebaikan santri sendiri di masa
depan. Karena pondok memiliki sistem pembinaan yang berbeda
dengan lembaga-lembaga pendidikan lain. Akhlak santri di pondok
75
pesantren Sunan Giri dibina dengan baik mlalui metode
keseharian. Santri dididik hablun minnaalah dengan banyak cara.
Namun dalam kenyataannya ada beberapa faktor penghambat dan
pendukung dalam pelaksanaannya. Seperti yang diungkapkan oleh
Bapak ustad Nur Wahid, selasa, 13 Februari 2018, jam 19.00 yang
menyatakan
“hambatan yang biasa dialami oleh para santri adalah
sifat keduniawian yang masih ada pada diri santri, santri masih
senang dengan hal-hal yang berbau dunia, memang tidak
dipungkiri bahwa usia yang masih muda merupakan factor utama
yang menghambat suksesnya pendidikan akhlakul karimah. Sikap
malu atau tidak enak dengan temanpun juga merupakan faktor
yang menghambat dan masih banyak yang lain.
Disaat remaja-remaja lain di luar sibuk dengan gadget dan
barang-barang branded keluaran terbaru, santri pondok pesantren
Sunan Giri sudah harus dituntut untuk belajar dan mengamalkan
apa yang telah diajarkan di pondok, yaitu pendidikan akhlak . Tak
ayal banyak diantara mereka yang juga masih menginginkan hal-
hal duniawi tersebut. Dan tidak dipungkiri pula usia mereka yang
masih muda pun menjadi faktor mengapa mereka belum bisa fokus
denganpendidikan pembentukan sikap tersebut.
Perasaan segan, malu, dan perasaan-perasaan lain yang
menyelimuti hati mereka ketika teman-teman mereka asik main
dan pergi bersama pacar atau teman dekat kemudian mereka
diajak, namun menolak ajakan teman-teman mereka tersebut
dengan alasan yang menurut teman-teman mereka tidak logis dan
76
lebay. Karena menurut teman-teman mereka belum saatnya mereka
ingat hal-hal yang berbau akhhirat, masa muda adalah masa untuk
bermain, pergi dan senang-senang.
Akan tetapi Lingkungan pondok yang kental sekali dengan
pendidikan akhlak merupakan salah satu faktor yang mendorong
seorang santri tertarik dengan sikap akhlakul karimah dan akan
mengikuti apa yang biasa dilakukan disana. Seperti halnya
seseorang yang tinggal di lingkungan pedesaan maka orang
tersebut pasti akan ikut dengan tradisi dan gaya hidup layaknya
orang desa. Begitu pula seseorang yang hidup di lingkungan
perkotaan maka pasti orang tersebut juga akan ikut memiliki gaya
hidup layaknya seseorang yang tinggal di daerah perkotaan.
Selain lingkungan pondok yang kental sekali dengan
pendidikan akhlak, kharisma bapak kyai pun ikut andil dalam
menarik hati santri untuk bersikap sopan dan santun. Dan yang
umum diketahui di masyarakat pada umumnya dan khususnya
santri disini bahwa belajar kajian kitab dan mengamalkannya
merupakan sarana untuk memperbaiki akhlak agar menjadu lebih
baik.
Kebanyakan santri di pondok pesantren Sunan Giri selalu
menurut dengan apa yang dikatakan bapak kyai. Mereka
beranggapan bahwa ilmu mereka tidak akan manfaat jika mereka
tidak patuh dengan bapak kyai. Dan mereka lebih mementingkan
77
kepentingan guru daripada diri sendiri. Seperti yang diajarkan
dalam kitab Ihya’ Ulumudin bahwa santri yang lebih
mementingkan kepentingan guru dan menuntut ilmu akan dekat
dengan keanugrahan nikmat dari Allah, dan akan dimudahkan
dalam segala hal. Hal ini menjadikan alasan para santri untuk
selalu menuruti apa yang dikatakan oleh kyai. Sehingga
pendidiakan akhlak dapat berhasil, namun memang untuk
pendidikan akhlak tasawuf tidak ada pacuan atau tolak ukur untuk
mengukur keberhasilan pendidikan ini. Karena yang tahu dan bisa
merasakan adalah diri sendiri. Sebagaimana penuturan imam,
pengurus pondok putra pada sabtu, 13 Februari, 20.00 Wib. .
Pembentukan sikap di pondok pesantren Sunan Giri tidak
serta merta berjalan dengan mulus. Namun ada juga hal-hal yang
menghambat pembentukan sikap santri. Berikut adalah faktor-
faktor yang menghambat pembentukan sikap santri:
1) Ego santri yang masih mengutamakan masalah dunia. Tidak
dipungkiri di usia mereka yang masih remaja, mereka disuguhkan
pada godaan-godaan dunia yang sungguh manis. Disaat anak-anak
seusia mereka sibuk dengan gadget dan gaya hidup yang mewah,
mereka sudah harus bergelut dengan kajian-kajian kitab kuning
yang mengharuskan mereka menjauhi gaya hidup seperti itu, dan
fokus mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah.
78
2) Perasaan segan tatkala teman-teman seusia mereka tahu kalau
mereka mempelajari kitab-kitab kuning. Perasaan malu ketika
mereka diajak pergi teman-teman seusia mereka namun menolak
dengan alasan yang menurut teman-teman mereka tidak logis.
3) Tuntutan dari orang tua mereka yang mengharuskan mereka giat
dalam bekerja sehingga sedikit menjadi penghambat mereka
dalam mengamalkan apa yang telah didapat.
79
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan observasi di atas, maka penulis
dapat menyimpulkan hasil penelitian tentang pembentukan sikap ta’dzim
santri kepada kyai studi kasus pondok pesantren Sunan Giri Slatiga tahun
2018 adalah sebagai berikut :
1. Kajian kitab Ihya Ulumuddin di pondok pesantren Sunan Giri
Slatiga yaitu di lakukan setiap pagi setelah sholat subuh
berjamaah, dengan menggunakan metode bandongan, yakni
guru membaca dan menerangkan isi yang terkandung dalam
kitab, kemudian para santri mendengarkan, mencerna,
menyimpulkan apa yang telah disampaikan guru kemudian
menulisnya.
2. Sikap Ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren sunan
giri yaitu memuliakan orang yang lebih tua atau kepada
seorang kyai. Seperti mendengarkan nasehat beliau, selalu
bersikap hormat kepada guru, senantiasa berpakaian rapi,
mendengarkan saat guru menrangkan, menjawab saat guru
bertanya, berbicara ketika sudah di beri izin, dan selalu
melaksanakan tugas yang di berikan oleh guru.
3. Pengaruh kajian kitab Ihya Ulumuddin terhadap sikap ta’dzim
santri kepada kyai yaitu mendidik santri menjadi santri yang
80
akhlakul karimah dan patuh terhadap orang yang lebih tua. Dan
Penghambat dalam pembentukan sikap Ta’dzim santri yaitu
Ego santri yang masih mengutamakan masalah dunia, Perasaan
segan tatkala teman-teman seusia mereka tahu kalau mereka
mempelajari kitab-kitab kuning, serta tuntutan dari orang tua
mereka yang mengharuskan mereka giat dalam bekerja
sehingga menjadi penghambat mereka dalam mengamalkan apa
yang telah mereka dapatkan.
81
B. SARAN
Di harapkan penelitian tentang pembentukan sikap ta’dzim santri
kepada kyai ini dapat di sempurnakan dengan tema penelitian yang lain
yang masih erat kaitanya dengan pembentukan sikap ta’dzim santri kepada
kyai sehingga dapat memberikan gambaran yang lengkap tentang
pembentukan sikap santri kepada kyai atau orang yang lebih tua Dalam
penulisan ini penulis juga memiliki pengaharapan antara lain :
1. Hendaknya pembentukan sikap ta’dzim santri ini lebih dioptimalkan agar
hasilnya lebih baik dalam mencetak santri-santri yang berakhlakul karimah
dan berbudi luhur.
2. Hendaknya santri lebih memaksimalkan dalm pembentukan sikap sopan
santun dan saling menghormati yang telah diberikan agar dapat menjadi
contoh santri-santri yang lain.
3. Hendaknya orang tua lebih memperhatikan anak dan bisa memberikan
motivasi agar anak lebih giat dalam pembelajaran di pondok.
4. Saran kepada peneliti lain yang hendak meneliti obyek yang sama
yaitu,pembentukan sikap ta’dzim santri kepada kyai supaya mengambil
tema yang lain agar lebih inovatif sekaligus menambah khasanah wawasan
dan pengetahuan bagi masyarakat.
82
DAFTAR PUSTAKA
Al Ghazali, Imam. 2004. Pembuka Pintu Hati. Bandung: MQ Publishing.
Al-Subki. 1978. Tabaqah al-Syafi’iyah. Beirut: Daral-Fikr.
Al-Zarnuji, Syeh, Ta‟limulMutta‟alim.Tuban: t.p.,t.th.
Ali, Yunasril. 1991. Perkembangan Pemikiran Falsafi Dalam Islam. Jakarta:
Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Bina aksara
_________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta
Asrori,. Ma‟ruf. 1996.EtikaBermasyarakat.Surabaya : Al-Miftah.
As‟ad,Aly. 2007.Terjemahan Ta‟limul Mutta‟alim, Kudus: Menara Kudus.
Bik, Hudari. 1980. Tarikh Al Tasri Al Islam. Semarang : Darul Ihya.
Bungin, Burhan. 2010. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Dhofier, Zamakhsyari. 1982. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup
Kyai. Jakarta: LP3ES
Fanidin,Sumarkan.2001. Konsep Al-Qolbdalam Al-Qur‟an, QualitaAhsana,
III,I,April.
Ghazali, Imam. 1960. Al-Munqiz min al-Dhalal. Diterjemahkan oleh Abdullahbin
Nuh. Jakarta: Tinta Mas.
Himawijaya. 2004. Mengenal Al Ghazali Keraguan Adalah Awal Keyakinan.
Bandung:Mizan Media Utama MMU.
IAIN Salatiga. 2016. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir. Salatiga:
IAIN Salatiga.
83
Jaya, Yahya. 1994. Spritualisasi Islam dalam Menumbuhkembangkan
Kepribadian dan Kesehatan Mental. Jakarta: Rahama.
M, Hasan. 2006. Perbandingan Madzhab. Jakarta: PT Raja Granfindo Persada.
Moleong, J.lexy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
_________.2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Nasir, Ridlwan. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. Yogyakarta :
PUSTAKA PELAJAR
Natsir, M. 1988. Kebudayaan Islam; Dalam Presfektif Sejarah. Editor Endang
Saefudin Anshari. Jakarta: Grimukti Pusaka.
Nasir, Ridlwan. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. Yogyakarta :
PUSTAKA PELAJAR
Nicholson,Rinold.A. 1978. The Idea Of Respect, Insafism, Idaroh I, Adawiyah I,
Delli t.
Poerwadaminta,W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka.
Poerwantama, dkk. 1994. Seluk-beluk Filsafat Islam Bandung: Remaja
Rosdakarya.
(repo.iain-tulungagung.ac.id/3192/5/BAB_III, diakses tanggal 22 Maret 2017
pukul 22.11).
Siddiqi, Nourouzzaman. 1996. Jeram-jeram Peradaban Muslim. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Smith, Margareth. 2000. Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam Al-Ghazālī,
diterjemahkan oleh Amrouni. Jakarta: Riora Cipta
Sukmadinata, Saudih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Soetione,Samoel.1982.Psikologi Pendidikan II.Jakarta:Fak. Ekonomi, UI.
Syeh Salamah Abi Abdul Hamid. 1967. Jawahirul Adab. Semarang: Toha Putra
84
PEDOMAN WAWANCARA
A. Wawancara dengan pengasuh pondok pesantren Sunan Giri Salatiga
1. Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga?
2. Berapa jumlah santri, ustadz/ustadzah?
3. Apa sajakah sarana dan prasarana di pondok pesantren Sunan Giri Salatiga?
4. Bagaimanakah pengajian Kitab ikhya ulumudin di pondok pesantren sunan giri
salatiga ?
5. Bagaimana Sikap Ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren sunan giri
salatiga ?
6. Adakah Pengaruh dari pengajian kitab ihya ulumudin Terhadap Sikap
Ta’dzim santri terhadap kyai di pondok pesantren sunan giri salatiga?
85
B. Wawancara dengan dewan asatidz pondok pesantren sunan giri salatiga
1. Bagaimana pengajian kitab Ihya Ulumudin di Pondok Pesantren Sunan Giri
Salatiga?
2. Apa visi dan misi Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga?
3. Bagaimana cara Pak Kyai menyampaikan pengajian kitab Ihya’ Ulumudin?
4. perubahan apa saja yang biasa dialami santri setelah mendapatkan pengajian
Kitab Ihya Ulumudin ?
5. Bagaimana Sikap Ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren sunan giri
salatiga ?
6. Bagaimanakah respon santri setelah mendapatkan pengajian kitab Ihya
Ulumudin ?
7. Adakah Pengaruh dari pengajian kitab ihya ulumudin Terhadap Sikap
Ta’dzim santri terhadap kyai di pondok pesantren sunan giri salatiga ?
86
C. Wawancara dengan pengurus pondok pesantren Sunan Giri Salatiga
1. Bagaimana cara Bapak Kyai menyampaikan pengajian Kitab Ihya Ulumudin di
Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga?
2. Setiap jam berapa kajian kitab Ihya’ Ulumudin itu berlangsung ?
3. Berapa tahun sekali kitab Ihya’ Ulumudin ini khatam ?
4. perubahan apa saja yang biasa dialami santri setelah mendapatkan pengajian
Kitab Ihya Ulumudin?
5. Bagaimana Sikap Ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren sunan giri
salatiga ?
6. Di mana letak geografis Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga?
7. bagaimana struktur organisasi Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga?
8. Fasilitas apa sajakan yang dimiliki pondok pesantren Sunan Giri Salatiga?
87
D. Wawancara dengan santri pondok pesantren Sunan Giri Salatiga
1. Bagaimana kondisi saat berlangsungnya pengajian Kitab Ihya’ Ulumudin di
bacakan oleh Pak Kyai ?
2. Bagaimana Bapak Kyai mendidik sikap santri Sunan Giri Salatiga ?
3. Aturan apa yang telah diberlakukan pondok Pesantren dalam kajian Kitab Ihya’
Ulumudin pada santri?
4. Bagaimanakah pengajian Kitab ikhya ulumudin di pondok pesantren sunan giri
salatiga ?
5. Bagaimana Sikap Ta’dzim santri kepada kyai di pondok pesantren sunan giri
salatiga ?
6. Adakah Pengaruh dari pengajian kitab ihya ulumudin Terhadap Sikap
Ta’dzim santri terhadap kyai di pondok pesantren sunan giri salatiga?
88
E. Wawancara dengan wali santri pondok pesantren Sunan Giri Salatiga
1. Berapa lamakah putri bapak/ibu berada di pondok pesantren Sunan Giri
Salatiga?
2. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu setelah putra putrinya mengaji Kitab Ihya
Ulumudin di Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga?
3. apakah kelebihan sikap ta’dzim di pondok Sunan Giri Salatiga ?
4. apakah ada kelemahan dalam pembentukan sikap ta’dzim terhadap kyai di
pondok yang putri bapak/ibu tempati sekarang?
5. perubahan apa saja yang terlihat pada anak setelah pualng dari pondok?
6. Apa saran bapak/ibu untuk pembentukan sikap santri terhadap kyai dalam
pondok peantren Sunan Giri Salatiga?
89
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
NARASUMBER 1
Nama : KH. Maslihkudin Yazid (selaku pengasuh Pondok Pesantren )
Tanggal wawancara : 13 maret 2018
Waktu : 07.30 WIB
Transkip wawancara:
Peneliti : Assalamualaikum
Informan : Waaalaikumussalam
Peneliti : Anggene kulo sowan teng mriki sepindah kulo ten mriki bade
silaturrohim, kaping kalihipun kulo saking IAIN Salatiga bade
penelitian ten pondok pesantren meniko..
Informan : lha kanggo opo nduk ..?
Peneliti : Damel memenuhi tugas akhir kuliah inggih meniko skripsi bah..
Informan : oo... lha skripsine judule opo nduk ?
Peneliti : judul kulo inggih puniko “pembentukan sikap ta’dzim santri kepada
kyai dalam pengajian kitab Ihya Ulumuddin (Studi kasus pondok
pesantren sunan giri salatiga)
Informan : owalah iyo nduk ... lha trus leh meh mok takok.e aku opo nduk ?
Peneliti : Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Sunan Giri Salatiga?
Informan : owalah iyo nduk sejarah berdirinya pondok pesantren sunan giri ki
tahun 1992
M , aku yo ora dewe nek kene enek 4 pengasuhe yoiku KH. Muslimin
Asy’ari,
Kyai Sa’dullah dan Alm.KH. Zumroni. Mengko njaluk pak ustad foto
copiyan
90
sejarah,e pondok kene.
Peneliti : oh.. enggeh bah, nek menawi jumlah sedanten santri lan Ustadz
Ustadzah e wonten pinten nggeh bah..?
Informan : nek pirone q ra patek paham kurang lebih ya 400 aa, nek rinciane
mengko takon penguruse dewe
Peneliti : Oh.. enggeh bah, nek menawi sarana dan vasilitas pondok pesantren
sunan giri meniko nopo mawon bah.?
Informan : sarana nek kene ya enek kelas kanggo belajar, puskestren (pusat
kesehatan pesantren ), pawon, kamar mandi, kamar, lian lian e mengko
takon penguruse..
peneliti : oh.. enggeh bah, lajeng menwai pengajian kitab Ihya Ulumuddin teng
pondok pesantren meniko pripun bah ?
informan : pengajian kitab Ihya nek kene ki bandongan aku macak,e trus anak anak
seng maknani
peneliti : emm.. enggeh .. lajeng nek menawi pembentuikan sikap Ta’dzim
santrinipun pripun bah ?
Informan : pembentukan sikap Ta’dzim santri kui lewat pengajian pengajian
kitab kitab kuning nek kene ora kabeh melu ngaji kitab ihya’ enek
seng ngaji tafsir yo enek seng ngaji kitab kitab cilik, soko ngaji kui mau
santri iso rety pye adab adab,e nek marang guru pye adab,e nek marang
wong seng luwih tuwo pye adab,e karo wong seng kudu di hormati lan
sak pitutre dadine santri kui mulai di bentuk akhlakul karimah soko
jasamani yo rohani ne atine yo di toto awak,e
yo di jogo
peneliti : ohh enggeh bah... lajeng ndak nggeh wonten pengaruh pengajian
kitab Ihya Ulumuddin meniko kalian pembentukan sikap ta’dzim
santri ?
Informan : pengaruh pengajian kitab ihya ki mesti enek,e santri seng wes ngaji
kitab ihya karo seng durunmg ngaji kitab ihya kui tetep bedho,
mergane nek nggon ihya ki akeh tasawufe, lan akeh bab bab seng
91
nerangke tentang adab adab,e murid, pokok,e nek kono okeh bab
seng iso di terapke nek oamh lan isi gawe sikap,e
santri dadi luweh apik. yo koyo seng tak omongke mau
peneliti : ohh enggeh bah,, sakderenge ngatur akaen matur suwun sanget
sampu maringi wekdal damel kulo,, niki kulo badhe ngaljutaken
wawancara kalianpengurus pondok meniko
Informan : oh,, yo,, yo,, aku ya selak meh lungo...luweh jelase takon karo
penguruse, mugo mugo lancar
peneliti : emm enggeh bah matursuwun amin amin
informan : Assalamualaikum
peneliti : Waalaikumsalam
92
NARASUMBER 2
Nama : Bapak Ustadz. Nur Wahid
Tanggal Wawancara : 13 maret 2018
Waktu : 19.00 WIB
TRANSKIP WAWANCARA
Peneliti : Assalamualaikum pak..
Informen : Waalaikumsalam mbk.. Pinarak..
Peneliti : Enggeh pak,, Matursuwun
Informen : wonten prlu nopo nggeh mbk ?
Peneliti : sakderenge nyuwun pangapuntene pak niki mengganggu waktunya
sekedap..niki kulo saking IAIN Salatiga, sepindah kulo badhe silaturahmi
kalianpondok pesantren sunan giri meniko, kapeng kalihipun niki kulo
badhe wawancara kalian bapak ustad. Damel memenuhi tugas terakhir
kulo enggih meniko skripsi pak.
Informen : ohh,, enggeh mbk, sakderenge niki kaleh sinten nggeh ?
Peneliti : enggeh pak niki kulo Nurul Badiah, emmm lha panjenenganipun asman
sinten pak?
Informen : oh niki nami kulo Nur Wahid
Peneliti : emm enggeh kalian bapak Ustad Nur Wahid langsung mawon niki wau
kulo nggeh sampun sowan wonten dalemipun abah yai, sampun
wawancara kalian beliau nah sekarang saya mau bewawancara dengan
ustad yang sekalian menjadi lurah di sini ya pak, sebelumnya dari judul
skrpsi saya kan pembentukan sikap
ta’dzim santri kepada kyai dalam pengajian kitab ihya ulumuddin (studi
kasus pondok pesantren sunan giri salatiga), nah di sisni nanti ada
beberapa pertanyaan yang mau saya tanyakan kepada bapak, langsung
saja untuk pertanyaan yang pertama yaitu bagaimana pengajian kitab
Ihya ulumuddin di pondok pesantren ini pak ?
93
Informen : ya,, kalau metode pengajran pengajian kitab ihya ulumuddin di pondok
pesantren sunan giri ini sejak awal di lakukan dengan cara bandongan
yang di kaji secara bersama-sama, kalau sorogan kan individual
sedangkan bandongan itu bersama sama dengan pak yai membacakan
lalu santrinya memaknai
Peneliti : Lalu apa visi misi pondok pesantren sunan giri salatiga ini pak ?
Informen : kalau visi misi di pondok pesantren ini yaitu seperti yang sudah tertera
dalam mmt di depan untuk visi itu ada dua yang pertama yaitu
Pesantren merupakan syiar tholab al ‘ilmi dan sumber pengetahuan Islam
untuk mencapai Ridho Allah SWT, dan yang kedua yaitu Mencetak
kader-kader ulama dan menciptakan masyarakat islami yang
berhaluan ahlu sunnah wal jamaah, sedangkan kalau misi nya juga ada
dua yaitu yang pertama Mempersiapkan pribadi umat yang berilmu
pengetahuan, berakhlak mulia, dan berkhidmat kepada agama,
masyarakat dan negara dan yang kedua yaitu Mengajarkan ilmu
pengetahuan agama dan umum menuju terbentuknya kader ulama
yang taqwa.itu visi misi dari pondok kami.
Peneliti : selanjutnya bagaimana cara pak yai menyampaikan pengajian kitab Ihya
Ulumuddin di pondok pesantren sunan giri ini ?
Informen : kalau penyampaian dalam pengajian kitb ihya ulumuddin ini kan di
ampu oleh beliau bapak KH Maslihudin Yazid sendiri, mungkin perlu di
ketahui bahwasanya mulai pengajian kitab ini di mulai dari setelah jamah
sholat subuh sekitar jam 05.30 sampai sekitar jam 07.00 kurang lebih
satu jam, dan yang selam ini berlaku yaitu di bacakan ala pesantren kalau
bahasa pesantrenya “ngapsahi” kemudian kadang ada santri-santri juga
94
ada yang di suruh untuk murod, murod itu mentranslit kedalam bahasa
indonesia kadang di poin poin tertentu mbh kyai juga menjelaskan.
Peneliti : emmm trus selanjutnya ya pak, perubahan apa saja yang di alami santri
setelah mendapat pengajian kitab ihya ulumudin ?
Informen : e.. kalau perubahan setelah pengajian kitab ihya itu berbeda beda karna
manusiapun tak semuanya sama, kan tetapi sebagian besar mereka yang
mengaji kitab ihya itu mengalami perubahan tersendiri, ya seperti sikap
ta’dzim kepada kyai semakin bertamabh seperti itu
peneliti : lanjut ke pertanyaan selanjutnya ya pak, bagaimana sikap ta’dzim santri
kepada kyai dalam pengajian kitab ihya ulumuddin disini pak ?
Informen : kalau menanggapi tentang sikap ta’dzim santri ke kyai mungkin kalu di
dunia pesantren ta’dzim itu sudah menjadi sebuah keharusan ciri khas
pesantren itu ta’dzim kepada kyai atau kepada atasan
Peneliti : emm selanjutnya untuk pertanyaan yang terakhir ya pak, adakah
pengaruh pengajian kitab Ihya Ulumuddin di pondok pesantren sunan grii
salatiga ini ?
Informen : itu ya sedikit banya berpengaruh karna kebanyakan yang mengikuti
pangajian kitab ihya ulumuddin ini mayoritas yang mengaji itu kan
senior, jadi kalau senior itu sudah dari awal sudah ada di pesantren lama
jadi mayoritas sikap ta’dzim santri itu sudah ada, tinggal sekarang
bagaiamana meningkatkan sikap ta’dzim santri tersebut.
95
Peneliti : emm bapak tadi bilang kalau yang mengaji kitab ihya’ itu hanya yang
senior saja memang santri yang mengaji kitab ihya itu di batasi kelas atau
usianya pak ?
Informen : e ya kalau yang mengaji kitab Ihya itu memang di kasih batas dan
memang sudah ada waktunya tersendiri untuk boleh mengikuti pengajian
kitab ihya ulumuddin tersebut, kalau udah lulus tsanawiyah itu baru
boleh mengikuti pengajian kitab ihya ulumuddin tersebut.
Peneliti : emm trus apa respon santri setelah mengaji kitab ihya ulumuddin pak ?
Informen : respon santri setelah mengaji kitab ihya ulumudin itu kembali ke pribadi
masing masing karna daya tangkap juga yang berbeda-beda, akan tetapi
kebanyakan respon dari mereka itu ya di tanggapi dengan positif jadinya
paling tidak awal-awal mereka mengikuti pengajian ihya itu merasa
bangga atau seneng, tapi seiring berjalan waktu itu namanya proses itu
bnyak dinmika yang terjadi selama perjalan namnya proses juga usia
muda yang masih labil tapi semuanya mengarah ke dalam yang lebih
baik.
Peneliti :ya pak terimakasih sebelumnya atas informasi yang telah bapak berikan
selebihnya saya mohon maaf karna telah menggangu waktunya
Informen : iya mbk sama-sama saya juga seneng bisa sering-sering bersama,
mungkin lain waktu bisa sering lagi bisa ketemu lagi
Peneliti : iya pak, insya allah kalau ada waktu luang.
Informen : iya mbk semoga sukses sekripsinya
96
Peneliti : amin amin doanya ya pak
Informen : iya mbk
Peneliti : Assalamualaikum pak,,,
Informen : Walaikumsalam mbk
97
NARASUMBER 3
Nama : Novianto Prabowo
Tanggal wawancara : 13 Maret 2018
Waktu : 20.00 WIB
TRANSKIP WAWANCARA
Peneliti : Assalamualaikum
Informen : Waalaikumsalam
Peneliti : maaf mas sebelumnya mengganggu waktunya sebentar, ini saya dari
IAIN Salatiga mau wawancara dengan warga pondok pesantren sunan
giri ini.
Informen : iya mbk, boleh, mau wawancara apa mbk ?
Peneliti : begini mas ini kan saya mau memenuhi tugas terakhir saya yaitu skripsi
nah kebetulan judul skripsi saya itu tentang pondok pesantren sunan giri
ini, yaitu pembentukan sikap ta’dzim santri kepada kyai dalam pengajian
kitab ihya ulumuddin (studi kasus pondok pesantren sunan giri salatiga)
Informen : oh iya mbk trus apa yang mau mbk tanyakan ke saya ?
Peneliti : begini mas langsung saja ya, untuk pertanyaan yang mau saya tanyakan
yaitu pertama bagaimana kondisi saat berlangsungnya pengajian kitab
Ihya Ulumuddin di bacakan oleh pak kyai ?
98
Informen : ya,, Alhamdulilah ketika kitab ihya di bacakan oleh pak kyai itu santri
sanrti-santri pun asyik untuk mengapsahi apa yang di utarakna oleh pak
kyai lagipula kitan Ihya ulumuddin itu ilmu yang membahas tentang
tasawuf membersihkan hati jadi para santri itu juga sangat antusias untuk
mengaji kitab ihya ulumuddin tersebut apalagi di sertai oleh pakar
pakarnya
Peneliti : emmm ya mas, trus selanjutnya bagaimana pak kyai mendidik sikap
ta’dzim santri sunan giri salatiga ?
Informen : ya,, alhamdulilah pak kyai pun juga memberi contoh yang baik baik
pula karna bagaimana pun pak yai itu beliau ngalim ya dalam artian
ngalim itu tau sekaligus mengamalakan ilmu ilmunya yang di kaji dalam
kitab ihya ulumuddin yang tentang tasawuf atau akhlak-akhlak jadi para
santri pun juga mengikuti apa yang di lakukan oileh pak kyai
Peneliti : selanjutnya aturan apa yang telah di berlakukan pondok peantren sunan
giri dalam kajian kitab ihya ulumudin pada santri?
Informen : aturan-aturan yang di berlakukan dalam pengajian kitab ihya ulumuddin
ya seperti biasanya ya semisal ada kalangan santri putra yang ingin
mengikuti pengajian kiyab ihya ulumuddin minimal itu harus alviyah
tsani kalau nggak ya jauharul maknun karna apa, mungkin dari alviyah
tsani atau jauharul maknun itu pola pikirnya itu sudah dewasa dari kelas
yang di bawahnya. Untuk mbk pondok ya sama mengkiblat dengan yang
laki-laki
99
Peneliti : emm iya mas lalu bagaimana kajian kitab ihya ulumuddin di pondok
pesantren suanan giri ini ?
Informen : kalu kajia dalam kitab ihya disini metode yang di gunakan oleh pak
kyai itu ya seperti biasa kyainya membacakan kemudian para usame’
atau yang mendengarkan itu mencatat apa yang di dengarkandr pak yai,
tapi bukan itu saja kadang di beri tau tentang pengalaman-pengalaman
apa yang telah ada atau yang di alami oleh kyai mungkin pengalaman-
pengalaman apa yang telah ada atau yang di alami oleh pak kyai
mungkin dari pengalaman masa lamapau sehingga bisa menjadikan kita
lebih baik tau semisalnya lah, trus masih ada banyak pula terkadang
dalam ihya pun santri juga ikut berpartisipasi di suruh membaca
memuroti dan selai laninya pula.
Peneliti : emm iya mas, stelah itu bagaimana sikapa ta’dzim santri kepada kyai di
pondok pesantren sunan giri salatiga ?
Informen : rasa ta’dzim, rasa ta’dzim itu kan mengagungkan ya, mengagungkan
para kyai itu ya sepertibiasanya lah kalau kita lihat pak kyai kita tunduk,
tunduk itu bukan karna rasa takut bukan tetapi karena merasa mengagung
kan semisal di jalan bertemu pak kyai bersalaman ya masih banyak
lainya
Peneliti : emm trus adakah pengaruh dari kajian kitab ihya ulumuddin terhadap
sikap ta’dzim santri terhadap kyai di pondok pesantren sunan giri salatiga
?
100
Informen : berpengaruh besar banget, semisal dulu sebelum mengkaji ihya ya
mungkin bisa saya katakan , e..mulai dari pengalaman saya kalu dulu ya
rasa ta’dzim nya itu ada tapi ya setelah mengkaji kitab ihya ulumuddin
itu bertambah.
Peneliti : emm ya sebelumnya terimakasih dengan sodara mas novianto prabowo
atas informasinya saya ucapkan banyak terumakasih
Informen : iya mbk sama sama saya juga seneng
Peneliti : iya mas sama sama , kalau begitu saya mau opamit dulu mau ke pondok
putri
Informen : iya mbk
Peneliti : Asslamualaikum
Informen : Waalaikumsalam
101
NARASUMBER 4
Nama : Nafisatus sa’adah
Tanggal wawancara : 13 Maret 2018
Waktu : 09.00 WIB
TRANSKIP WAWANCARA
Peneliti : Asslamualaikum mbk ,,
Informan : Waalaikumsalam mbk,,
Peneliti : maaf sak sebelumnya menggangu waktunya sebentar, ii saya dari IAIN
salatiga mau berwawancara dengan warga pondok pesantren sunan giri
yang mengaji kitab ihya ulumuddin, sebelumnya maaf saya berbicara
dengan sodari siapa ini ?
Informan : iya mbk,, nama saya Nafisatus Sa’adah, mungkin apa yang bisa saya
bantu mbk?
Peneliti : iya mbk begini nah,, untuk memenuhi tugas terakhir saya ini kan skripsi
kebetulan saya mengambil judul pembentukan sikap ta’dzim santri
kepada kyai dalam pengajian kitab ihya ulumuddin (studi kasus pondok
pesantren sunan giri salatiga), nahh saya mau tau informasi seputar
pengajian kitab ihya di sini kepada mbk .
Informan : ohh iya mbk gimana silahkan ..
102
Peneliti : begini mbk untuk yang pertama bagaimanakah pengajian kitab ihya
ulumuddin di pondok pesantren sunan giri salatiga ini ?
Informan : ya biasanya abah niku melalui metode bandongan
Peneliti : emm setiap jam berapa pengajian kitab ihya ulumuddin itu berlangsung
?
Informan : nggak menentu sih mbk, tapi itu sekira jam 05.30 sampa jam 07.00
sudah selesai
Peneliti : berapa tahun sekali kita Ihya Ulumuddin itu khatam mbk ?
Informan : karna kitab Ihya ulumuddin itu ada 4 jilid dan satu jilid nya itu khatam 1
tahun berarti sekitar 4 tahun kitab ihya itu khatam mbk
Peneliti : trus perubahan apa saja yang di alami santri setelah mengaji kitab ihya
ulumuddin mbk ?
Informan : ya banyak mbk dari sikap nya dari pengetahuanya bisa bertambah karna
kitabnya aja yang menciptakan orang yang ahli tasawuf jadi ya kita
menjadi lebih tambah ta’dzim kepada guru, jadi lebih tau hak-haknya
guru hak-haknya murid ya lebiih mempunyai etika dan sopan santun
yang sesuai dengan syariat islam
Peneliti : trus bagaimana sikap ta’dzim santri kepada kiya di pondok pesantren
sunan giri saltiga ini ?
Informan : itu di contohkan saja ya mbk, emm contohnya itu ada banyak mbk
misalnya kita berpapasan dengan pak kyai itu kita menundukan kepala ya
103
bukan berartarti itu sebagai suatu yang kolot sih mbk, ya itu sebagai rasa
hormat kita kepada kyai atau orang yang lebih tua
Peneliti : emm trus lebih tepatnya letak geografis pondok sunan giri ini dimana ya
mbk ?
Informan : di krasak ledok argomulyo saltiga
Peneliti : bagaimana struktur organisasi di pondok pesantren sunan giri saltiga ini
?
Informan : strukturnya ada mbk di buku nanti bisa di lihat sendiri,, kalau di sini
saya sebagai sexi burdah mbk dan untuk lurahnya sendiri itu bernama
nurul aini, di sini pengurusnya berjumlah 17 mbk dan keseluruhan semua
santri itu kira kira ada 130an
Peneliti : emm lalu fasilitas apa sajakah yang dimiliki pondok pesantren sunan
giri salatiga ini mbk ?
Informen : mck, ada PKBM, ada SLBM, ada PUSKESTREN, ada
PERTUKANGN, ada mesin jshit, kamar, juga fasilitas yang lainya
Peneliti : emm ya mbk ,,, terimakasih atas informasinya ya mbk
Informen : Iya mbk sama sama semoga lancar cepet selesai skripsinya
Peneliti : amin mbk amin
Informen : kapan mbk skripsnya ?
Peneliti : Insyaalah April ini nanti mbk
Informen :Oh ya mbk semoga sukses
104
Peneliti : amin mbk,, ya udah kalu gitu saya cukupkan sampai sini ya mbk atas
informasinya terimakasih ya mbk. Assalamualaikum
Informen :Waalikumslam mbk
NARASUMBER
Nama : Siti Nurul Asiyah
Tanggal wawancara : 13 maret 2018
Waktu : 09.30 WIB
TRANSKIP WAWANCARA
Peneliti : Asslamualaikum mbk ,,
Informan : Waalaikumsalam mbk,,
Peneliti : langsung saja ya mbk tadi kan udah tau dari mbk nafis nah
bagamana kajian kitab ihya ulumuddin di pondok pesantren sunan
giri salatiga ini ?
Informan : kajian kitab ihya ulumuddin di sunan giri itu maknani kitab gundul
menggunakan hi tech, trus cara pak yai menyampaikan itu
membacakan kemudian para santri menulisanya atau memaknai
105
kitab tersebut kada abah juga menyuruh santri-santrinya untuk
membacanya kembali absahan yang sudah di maknai tersebut
kadang ya di kasih pertnya,an kadang kalau nggak bisa juga di
bentak bentak trus kadang juga di suruh memurod,i atau membaha
indonesiakan apa yang ada di dalam kitab ihya ulumuddin tersebut
Peneliti : trus perubahan apa saja yang bisa di alami santri setelah
mendapatkan pengajian kitab ihya ulumuddin ?
Informan : perubahanya kalau masih di pondok itu masih belum ketoro karena
e,, setiap santri itu pastinya ta’dzim kepada kyai, emm intinya itu
kalau nek ngomah iku keliatan o,, kae seng ngaji ihya kae seng ora
ngaji ihya tapi juga tergantung nek kene ki ngaji ne ihya pye nek
koyo aku jarang mangkat ngaji yo mboh
Peneliti : lalu bagaimana sikap ta’dzim santri kepada kyai di pondok
pesantren sunan giri salatiga ini ?
Informan : sikap itu bisa di lihat saat kita , emm hal kecil saat kita berjalan
kemudian ada pak yai itu ta’dzimnya kita itu menundukan kepala
atau membungkukan bada trus juga selalu menghormati
Peneliti : trus bagaimanakah respon santri setelah mendapatkan pengajian
kitab ihya ulumuddin ?
Informan : yang pasti responya seneng karena kita itu hanya di suruh
mendengarkan dan menulis dan sedikit berfikir meski kui do
ngantuk ngantuk
106
Peneliti : emm adakah pengaruh dari pengajian kitab ihya ulumuddin
terhadap sikap santri kepada kyai di pondok pesantren sunan giri
salatiga ini ?
Informan : ya pastinya ada karena di situ kitab ihya ulumuddin bukan hanya
mempelajari tentang ta’dzim saja tapi banya yang pastinya setelah
mengaji kitab ihya ulumuddin seorang santri itu bisa lebih ta’dzim
dengan kyai nya
Peneliti : ya mbk terimakasih atas informasinya kurang lebihnya saya mohon
maaf
Informan : ok ,, sampai jumpa kembali
Peneliti : iya mbk terimakasih Asslamualaikum Wr.Wb,
Informan : Waalaikumsalam Wr.Wb.
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Nurul Badiah
Tempat, Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 07 Januari 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat Sekarang : Dsn Baok, Ds. Ujung-Ujung RT 03 RW 04,
Kec. Pabelan, Kab. Semarang
No. HP : 085741651900
Pendidikan : SDN Ujung-Ujung 03, lulus tahun 2007
SMP N 8 Salatiga, lulus tahun 2010
MAN Salatiga, lulus tahun 2013
Kuliah strata satu (S1) jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) dan Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama
Islam Negri (IAIN) Salatiga Tahun 2013
sampai Sekarang
Salatiga, 20 Maret 2018
Penulis
Nurul Badiah