pemberdayaan lansia melalui kegiatan …eprints.uny.ac.id/44410/1/miftachul...
TRANSCRIPT
PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAANDUSUN GATAK,
g
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAHJURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
i
PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAANDUSUN GATAK, WUKIRSARI, KECAMATAN CANGKRINGAN,
KABUPATEN SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu PendidikanUniversitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratanguna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
OlehMiftachul UmmayyahNIM. 12102241023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAHJURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
NOVEMBER 2016
PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN DIN CANGKRINGAN,
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAHJURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
v
MOTTO
“Agama tanpa ilmu adalah buta. Ilmu tanpa agama adalah lumpuh”
(Albert Einstein)
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib memiliki ilmu,
dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya
memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya
memiliki ilmu”
(HR. Turmudzi)
vi
PERSEMBAHAN
Atas karunia Allah Subhanahuwa Ta’ala
Karya ini akan saya persembahkan untuk :
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan kasihsayang,
dan selalu memanjatkan doa – doa yang mulia untuk keberhasilan penulis
dalam menyusun karya ini.
2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta tempat dimana saya
menimba ilmu.
3. Agama, Nusa, dan Bangsa.
vii
PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN DIDUSUN GATAK, WUKIRSARI, KECAMATAN CANGKRINGAN,
KABUPATEN SLEMANOleh
Miftachul UmmayyahNIM 12102241023
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : (1) Pemberdayaan lansiamelalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,Sleman. (2) Hasil pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak,Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman. (3) Faktor pendorong dan penghambatpemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari,Kecamatan Cangkringan, Sleman.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Subjek penelitian ini adalah Ustadz/ustadzah, pengurus Masjid, dan para lansia.Objek penelitian ini adalah pemberdayaan lansia melalui kegaiatan keagamaan diDusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Pengumpulandata dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Peneliti merupakaninstrument utama dalam melakukan penelitian yang dibantu dengan pedomanobservasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Teknik yang digunakandalam analisis data adalah display data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan.Teknik yang digunakan untuk keabsahan data dalam penelitian ini adalah triangulasisumber dan triangulasi metode.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pemberdayaan lansia melaluikegiatan keagamaan, a) meliputi tiga kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian dengantotal lansia yang aktif yaitu sebanyak 37 orang. Tahap pelaksanaan kegiatan yaitutahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup, b) metode yang digunakan adalahmetode ceramah, dan praktek, c) materi pemberdayaan lansia adalah cara membacaiqro’ dan Al-Quran, mengkaji ayat-ayat Al-Quran, membaca surat yasin, dan kajiankeagamaan, 2) hasil pemberdayaan lansia meliputi perubahan kognitif, perubahanperilaku, dan perubahan yang bersifat implementatif, 3) faktor pendorongpemberdayaan lansia yaitu: motivasi lansia yang tinggi, sarana dan prasarana yanglengkap, dan lingkungan masyarakat yang mendukung. Faktor penghambat yaitu:kondisi lansia yang sudah mengalami penurunan fungsi fisik, jumlah Ustadz/ustadzahyang sedikit, dan keterbatasan waktu.
Kata kunci : pemberdayaan, lansia, kegiatan keagamaan
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Lansia Melalui
Kegiatan Keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman ”.
Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya
bimbingan, bantuan, motivasi dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan
mengucapkan terima kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah
memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kelancaran di
dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Puji Yanti Fauziah, M.Pd, selaku pembimbing skripsi yang telah
berkenan mengarahkan dan membimbing penyusunan skripsi.
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan
memberikan ilmu pengetahuan.
5. Ustadz/ustadzah, pengurus, dan lansia yang terlibat dalam pemberdayaan
lansia di Dusun Gatak yang telah memberikan bimbingan dan informasi dalam
penelitian di lapangan.
6. Ibu dan bapakku yang senantiasa mendoakan, memotivasi dan mendukungku.
ix
7. Sahabat-sahabatku tercinta Ela, Eka, Noni, Mbak Sely dan Riya yang telah
memberi masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsiku.
8. Teman-teman Jurusan Pendidikan Luar Sekolah angkatan 2012 yang
memberikan bantuan dan motivasi perjuangan meraih kesuksesan.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu-persatu, yang telah
membantu dan mendukung penyelesaian penulisan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga seluruh dukungan yang diberikan dapat
menjadi amal dan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT dan semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama pemerhati Pendidikan
Luar Sekolah dan pendidikan masyarakat serta para pembaca umumnya. Amin.
Yogyakarta, November 2016
Penulis
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENYATAAN .......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
MOTTO ......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN........................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................... 11
C. Pembatasan Masalah .................................................................................. 12
D. Rumusan Masalah ...................................................................................... 12
E. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 13
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori ............................................................................................... 15
1. Lanjut Usia ........................................................................................... 15
a. Pengertian Lanjut Usia .................................................................... 15
b. Konsep Lansia ................................................................................. 17
c. Kebutuhan Lansia ............................................................................ 21
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psikologi Lansia...................... 25
2. Pemberdayaan ..................................................................................... 28
xi
a. Pengertian Pemberdayaan................................................................ 28
b. Konsep Pemberdayaan .................................................................... 30
3. Kegiatan Keagamaan ........................................................................... 38
a. Pengertian Kegiatan Keagamaan..................................................... 38
b. Macam-macam Kegiatan Keagamaan ............................................. 39
c. Tujuan Kegiatan Keagamaan .......................................................... 41
B. Penelitian yang Relevan............................................................................. 41
C. Hubungan Antar Gejala.............................................................................. 46
D. Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 49
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ................................................................................ 52
B. Setting Penelitian ....................................................................................... 53
C. Penentuan Informan dan Objek Penelitian................................................ 53
D. Teknik Pengumpulan Data......................................................................... 58
E. Instrumen Penelitian................................................................................... 59
F. Teknik Analisis Data.................................................................................. 61
G. Keabsahan Data.......................................................................................... 62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 64
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 64
2. Deskripsi Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan ......... 70
B. Data Hasil Penelitian.................................................................................. 71
1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan.......................... 71
2. Hasil Pemberdayaan Lansia ................................................................. 86
3. Faktor Pendorong dan Penghambat ..................................................... 91
C. Pembahasan................................................................................................ 96
1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan.......................... 96
2. Hasil Pemberdayaan Lansia ................................................................. 109
3. Faktor Pendorong dan Penghambat ..................................................... 116
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan .......................................................................................... 121
xii
2. Saran..................................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 124
LAMPIRAN.................................................................................................... 127
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Perspektif Daya atau Kekuasaan....................................................... 29
Tabel 2. Bentuk-bentuk Pemberdayaan .......................................................... 35
Tabel 3. Penentuan Ustadz/ustadzah Sebagai Informan ................................. 55
Tabel 4. Penentuan Pengurus Masjid Sebagai Informan ................................ 56
Tabel 5. Penentuan Lansia Sebagai Informan................................................. 57
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Tahun 2014................. 63
Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Tahun 2015................. 63
Tabel 8. Daftar Lansia TPA Iqro’ ................................................................... 66
Tabel 9. Daftar Lansia TPA Iqro’ ................................................................... 67
Tabel 10. Kelompok Lansia Berdasarkan Usia................................................ 68
Tabel 11. Kelompok Lansia Berdasarkan Tingkat Pendidikan........................ 68
Tabel 12. Kelompok Lansia Berdasarkan Jenis Pekerjaan .............................. 69
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Bagan Hubungan Antar Gejala ...................................................... 48
Gambar 2. Model Pemberdayaan Dusun Gatak............................................... 102
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Observasi .................................................................... 128
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ................................................................. 129
Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi ............................................................... 135
Lampiran 4. Hasil Observasi........................................................................... 136
Lampiran 5. Catatan Wawancara .................................................................... 139
Lampiran 6. Analisis Data Wawancara (Ustadz/ustadzah)............................. 180
Lampiran 7. Analisis Data Wawancara (Pengurus) ........................................ 191
Lampiran 8. Analisis Data Wawancara (Lansia) ............................................ 203
Lampiran 9. Triangulasi Sumber..................................................................... 225
Lampiran 10. Triangulasi Matode.................................................................... 239
Lampiran 11. Catatan Lapangan ...................................................................... 247
Lampiran 12. Dokumentasi.............................................................................. 270
Lampiran 13. Surat Izin Penelitian................................................................... 272
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan suatu tahap perkembangan dimana seseorang berusia
telah 60 tahun keatas (UU RI tahun 1998 pasal 1 ayat 2). Pada usia tersebut
seseorang akan memasuki tahap perkembangan yang sangat berbeda dengan tahap
perkembangan sebelumnya di masa dewasa. Memasuki usia lanjut, lansia akan
mengalami penurunan dalam fungsi fisik atau kesehatan. Hal tersebut dikarenakan
adanya faktor biologis yang terdiri dari tiga fase yaitu fase progresif, fase stabil
dan fase regresif. Dalam fase regresif lansia akan mengalami penurunan fungsi sel
tubuh karena sel tubuh lebih mempunyai fungsi pokok dan terus menerus
digunakan (Rita Eka, 2008:166).
Penurunan sel yang terjadi secara terus menurus akan menyebabkan terjadinya
perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh sehingga
mempengaruhi fungsi kemampuan fisik lansia. Penurunan fungsi tubuh pada
lansia dapat berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain dikarenakan setiap
orang mempunyai perkembangan tubuh yang berbeda (Rita Eka, 2008:167).
Penurunan fungsi fisik membawa banyak perubahan bagi diri lansia. Pada lansia
yang mempunyai mental yang kuat dapat menghadapi penurunan fungsi fisik
dengan baik dan meningkatkan kualitas kesehatan melalui berbagai cara.
Seiring dengan menurunnya fungsi fisik lansia, perlu adanya dukungan dari
luar agar kebutuhan dan perkembangan lansia dapat terpenuhi serta dapat berjalan
dengan baik. Hal tersebut sangat diperlukan karena lansia tidak lagi produktif dan
2
sudah mengalami penurunan kondisi fisik. Ketidak produktifan dan penurunan
kondisi fisik lansia memberikan efek kesulitan dalam melakukan beberapa
kegiatan dan juga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup lansia.
Pada usia lanjut para lansia sangat membutuhkan orang lain atau keluarga di
lingkungan sekitar untuk selalu mendampingi kehidupan lansia. Lansia yang
mempunyai hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar terutama keluarga,
dapat membawa kenyamanan dan kemudahan pada diri lansia (Siti Maryam,
2011:68). Peran lingkungan sekitar sangatlah penting, namun ada juga beberapa
masyarakat yang terganggu dengan adanya seseorang yang telah memasuki usia
lanjut. Bagi sebagian orang, usia lanjut identik dengan usia yang sangat
mengganggu dimana para lansia mempunyai banyak tuntutan dan keinginan.
Menurut Undang-undang RI No. 13 tahun 1998 Kesejahteraan Lanjut Usia
mengungkapkan bahwa “pemerintah bertugas mengarahkan, membimbing dan
menciptakan suasana yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia”. Pemerintah Indonesia dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, menyatakan
dalam bidang kesejahteraan sosial, sasaran yang ingin dicapai dalam periode
2015-2019 adalah meningkatnya akses dan kualitas hidup lansia. Hal-hal tersebut
membuktikan bahwa pemerintah telah memberikan perhatian khusus untuk para
lanjut usia, salah satunya yaitu penyediaan panti wreda. Usaha yang dibuat oleh
pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan lansia sudah dilaksanakan namun
dalam kenyataannya masih banyak lanjut usia yang belum bisa menikmati layanan
dari pemerintah tersebut.
3
Keberadaan panti wreda merupakan wujud pelayanan dari pemerintah bagi
para lansia untuk dapat mewujudkan kesejahteraan lansia. Panti wreda
memberikan fisilitas kepada lansia agar dapat berkumpul dengan seusianya,
diberikan pelayanan yang baik serta mendapatkan kesempatan untuk mengikuti
berbagai kegiatan untuk mengisi waktu kosong yang dimiliki lansia. Kegiatan
yang diberikan telah disesuakan dengan karakteristik lansia dan lansia juga
diberikan kesempatan untuk mengungkapkan keinginannya mengenai kegiatan
yang diinginkan. Menurut data dari Dinas Sosial Provinsi DIY menyebutkan
bahwa ada enam panti wreda yang melayani masyarakat terutama para lansia,
empat berada di Kota Yogyakarta, satu di Bantul dan satu lagi di Sleman. Jumlah
panti wreda yang ada belum menjangkau di semua kabupaten yang ada di
Yogyakarta seperti di Gunungkidul dan Kulonprogo.
Lansia yang tidak mendapatkan perlakuan baik dalam lingkungannya dan
merasa dideskriminasikan dapat memunculkan stres atau depresi pada lanisa.
Kondisi stres pada para lansia tersebut bisa diartikan dengan kondisi yang tak
seimbang atau adanya tekanan atau gangguan yang tidak menyenangkan. Stress
tersebut biasanya tercipta ketika lansia tersebut melihat ketidaksepadanan antara
keadaan dan sistem sumber daya biologis, psikologis, dan juga sosial yang erat
kaitannya dengan respon terhadap ancaman dan bahaya yang dihadapi pada lanjut
usia. Para lansia juga sangat rentan terhadap gangguan stres karena secara alamiah
mereka telah mengalami penurunan kemampuan dalam mempertahankan hidup,
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, fungsi badan, dan kejiwaan secara
4
alami. Stress pada lansia merupakan permasalahan yang sering dialami oleh
lansia.
Menurut Fieldman dalam Fitri (2007:9) stress adalah suatu proses yang
menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun
membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis,
emosional, kognitif dan perilaku. Dalam kondisi tertentu, stres dapat
menimbulkan dampak negatif pada kesehatan para lanjut usia seperti tekanan
darah tinggi, pusing, sedih, sulit berkonsentrasi, tidak bisa tidur seperti biasanya,
terlampau sensitif, depresi, dan lainnya. Keadaan lasia yang mengalami stress
membutuhkan penanganan khusus dari dokter.
Kondisi fisik yang sangat rentan terjadinya penyakit membutuhkan perawatan
dan kepedulian dari lingkungan sekitar terutama keluarga. Keluarga berperan
sebagai pihak yang memberikan motivasi atau arahan kepada lansia. Motivasi dan
arahan dari keluarga sangatlah penting karena pada dasarnya lansia ingin selalu
mendapat perhatian dari keuarga terdekatnya. Keluarga dapat memberikan arahan
bagi lansia untuk dapat hidup dengan baik dengan cara mengikuti kegiatan untuk
para lansia, cek kesehatan secara rutin, menjaga pola hidup sehat, dan lain
sebagainya.
Kegiatan bersama kelompok merupakan suatu yang sangat penting bagi lansia
karena pada dasarnya lansia yang pasif selain dapat memberikan dampak yang
negatif terhadap kesehatan lanisa juga dapat menyebabkan disleksia dini pada
lanisa. Demensia merupakan istilah umum untuk penurunan kognitif dan perilaku
yang disebabkan oleh penyebab fisiologis yang mempengaruhi aktivitas sehari-
5
hari (Diane E. Papalia, 2015 : 242). Demensia dapat terjadi karena dipengaruhi
oleh kondisi fisik seorang lansia. Dalam sebuah penelitian longitudinal yang
dilakukan terhadap 678 biarawati di Roma menemukan bahwa demensia dapat
dilawan dengan pendidikan atau aktivitas kognitif. Sedangkan kenurunan kognitif
lebih memungkinkan menyerang orang-orang yang mempunyai kesehatan fisik
yang buruk.
Ancaman demensia dapat atasi jika kehidupan lansia diimbangi dengan pola
hidup sehat dan bekegiatan yang aktif. Pola hidup sehat dapat mencegah lansia
terkena penyakit dan kegiatan di komunitas maupun dilingkungan dapat membuat
otak lansia bekerja secara aktif untuk memproses banyak hal. Kondisi otak yang
terus-menerus digunakan untuk beraktifitas dan berfikir dapat mencegah lansia
terkena demensia dini. Melihat dari kehidupan lansia saat ini banyak yang belum
sadar akan hal tersebut dan masih banyak lansia yang pasih sehingga resiko
terkena demensia dini akan sangat besar. Banyak para lansia terutama yang hidup
di pedesaan tidak mengetahui akan pentingnya mengikuti berbagai kegiatan untuk
kebaikan kondisi fisik dan kesehatan lansia.
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk
lima besar Negara dengan jumlah penduduk usia lanjut terbanyak di dunia yaitu
mencapai 18,1 juta jiwa atau 9.6 % dari jumlah penduduk. Pemerintah mencatat
Yogyakarta merupakan kota yang memiliki jumlah penduduk lanjut usia (lansia)
tertinggi di Indonesia. Dari total penduduk di kota Yogyakarta diperkirakan,
lansia mencapai 13,4 persen pada 2015, meningkat 14,7 persen (2020), dan 19,5
persen (2030) (www.merdeka.com).
6
Angka harapan hidup dan jumlah lansia yang terus meningkat perlu adanya
kepedulian dan perhatian untuk para lansia. Lansia cenderung membutuhkan
bantuan orang lain dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Lansia
mempunyai keinginan dan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menunjang
kesejahteraan hidup lansia. Hal tersebut merupakan tanggung jawab diri lansia
sendiri dan keluarga terdekat, sedangkan pada kenyataannya tidak semua lansia
hidup bersama-sama dengan keluarganya. Kondisi tersebut menuntut beberapa
lansia untuk terus berjuang untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara bekerja.
Kondisi fisik lansia yang telah mengalami penurunan merupakan suatu hal
yang menjadi salah satu penghambat bagi lansia untuk melakukan banyak
kegiatan yang bersifat memberatkan. Aktivitas yang berat tidak perlu dilakukan
oleh para lansia akan tetapi, lansia disarankan tetap aktif agar tetap sehat dan
produktif, namun pada kenyataannya tidak semua lansia bisa melakukan hal
tersebut. Para lansia kebanyakan merasa bahwa saat telah memasuki usia lanjut
maka hidup mereka akan segera berakhir dan hidup dijalani dengan hanya
menunggu takdir. peristiwa tersebut menunjukkan bahwa para lansia mempunyai
motivasi yang rendah untuk menjadikan diri mereka lebih aktif dan produktif di
usia lanjut.
Pada usia lanjut tentu telah mengalami dan mendapatkan berbagai pengalaman
dalam hidup mereka di berbagai bidang dan pada berbagai kondisi, hal tersebut
dapat menjadikan nilai tambah untuk diri lansia. Pengalaman hidup yang banyak
seharusnya menjadikan para lansia lebih termotivasi untuk mengikuti beberapa
kegiatan dengan lansia lain dan memberikan peran yang positif bagi diri sendiri
7
dan lingkungan sekitar. Banyak potensi yang dimiliki oleh para lanjut usia akan
tetapi kesadaran yang dimiliki masih sangat kurang.
Kurangnya kesadaran para lansia akan potensi yang dimiliki menjadi pokok
utama dalam permasalah hidup lansia. Seharusnya potensi tersebut dapat
digunakan sebagai sarana untuk memberdayakan para lansia agar tetap dapat
berkarya dan berkegiatan positif. Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang
mendapat awalan ber- yang menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau
mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan.
Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya
atau mempunyai kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan
terjemahan dari empowerment dalam bahasa inggris.
Menurut Kindervatter dalam buku Anwar (2007:77) pemberdayaan adalah
suatu proses pemberian kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan yang
bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepakaan warga belajar
terhadap perkembangan sosial, ekonomi dan politik, sehingga pada akhirnya dapat
memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukan dalam
masyarakat. Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa pemberdayaan
berarti memberikan kekuatan dan kebebasan kepada seseorang dalam bentuk
pendidikan. Dalam hal ini pemberdayaan lansia dapat diartikan bahwa proses
pemberian kekuatan dan kebebasan kepada lansia dalam bentuk pendidikan.
Pemberdayaan di bidang pendidikan dapat diartikan sebagai proses belajar
mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilaksanakan
secara berkesinambungan baik bagi individu maupun kolektif, guna
8
mengembangkan daya dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu dan
masyarakat sehingga mampu melakukan transformasi sosial (Onni, 1996:74).
Pemberdayaan dalam bidang pendidikan sangat cocok bagi lansia dikarenakan
kondisi fisik lansia sudah mengalami penurunan dan juga lansia sudah memasuki
usia non produktif. Pemberdayaan lansia dibidang pendidikan dapat memberikan
perubahan pola pikir dan juga pola hidup lansia.
Lansia yang berdaya dapat meningkatkan kualitas berbagai aspek dalam
kehidupan lansia seperti aspek kesehatan. Adanya lansia yang berdaya maka akan
mempunyai kegiatan yang rutin dilakukan dan dapat meningkatkan kesehatan
para lansia. Adanya interaksi dengan lingkungan dan juga sesama lansia akan
memberikan motivasi yang kuat bagi lansia untuk menjalani hidupanya dengan
aktif, tidak hanya hidup hanya menunggu takdir. Selain itu kegiatan yang
dilakukan lansia dengan sesamanya dapat menjadi salah satu penyalur hobi
mereka. Penyaluran hobi dapat menciptakan suasana hati yang gembira sehingga
dapat mempengaruhi kondisi psikis lansia menjadi lebih stabil.
Pemberdayaan lansia dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya
yaitu melalui kegiatan keagamaan. Pemberdayaan dapat dilakukan dengan
berbagai cara dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pemberdayaan pada aspek
ekonomi, sosial, politik, dan juga pendidikan. Di usia lanjut lansia lebih
membutuhkan penguatan spirituan, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Lansia
yang sudah mengalami kemunduran fisik mempunyai kebutuhan untuk
mendapatkan pendidikan keagamaan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, dan
9
memperoleh ketenangan jiwa di usia senja. Oleh karena itu pemberdayaan yang
lebih dibutuhkan oleh lansia adalah pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan.
Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan merupakan suatu hal yang
sangat penting, karena lansia mempunyai kebutuhan spiritual untuk dipenuhi.
Kebutuhan spiritual dibutuhkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan,
mendapatkan ketenangan jiwa, dan meningkatkan pengetahuan tentang
keagamaan sebagai bekal ketika tidak lagi hidup di dunia. Pemberdayaan lansia
dilakukan melalui kegiatan keagamaan dengan memberikan pengetahuan tentang
agama, siraman rohani, belajar mengaji dan juga mengkaji tentang kitab suci.
Kegiatan pemberdayaan maupun kegiatan keagamaan yang ada di masyarakat
pada umumnya belum mengkhususkan diri untuk para lansia. Sedangkan
karakteristik lansia dengan orang dewasa mempunyai perbedaan. Perbedaan
karakteristik lansia dan orang dewasa juga dapat mempengaruhi mudah atau
tidaknya lansia dalam menerima informasi sehingga diperlukan sebuah
perkumpulan atau komunitas khusus lansia. Pemberdayaan lansia yang ada dan
dilakukan melalui kegiatan keagamaan salah satunya adalah pemberdayaan lansia
di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangnkringan, Kabupaten Sleman.
Desa Wukirsari merupakan salah satu daerah yang mempunyai jumlah
penduduk lansia yang paling tinggi jika dibandingkan dengan Desa lain di
Kecamatan Cangkringan. Pada tahun 2015 jumlah lansia Desa Wukirsari yaitu
mencapai 1.259 sedangkan di Argomulyo hanya 937 jiwa, Glagaharjo 405 jiwa,
Kepuharjo 339 jiwa, dan Umbulharjo sebanyak 363 jiwa
(www.kependudukan.jogjaprov.go.id). Jumlah tersebut merupakan jumlah yang
10
sangat banyak. Banyaknya lansia tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi
pemerintah desa setempat dan juga masyarakat untuk dapat memberikan
kesejahteraan untuk para lansia. Prakarsa untuk membuat program pemberdayaan
lansia di daerah dengan jumlah lansia yang tinggi merupakah langkah yang tepat.
Masyarakat bersama-sama untuk memberikan fasilitas bagi lansia agar dapat
berdaya meski usianya sudah lanjut.
Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dibentuk atas dasar musyawarah
pengurus Masjid dan warga Dusun Gatak untuk membuat suatu kegiatan bagi
lansia. Lansia yang ada di Dusun Gatak mayoritas aktif untuk berkegiatan di
sawah. Keadaaan lansia tersebut menggungah penduduk Desa untuk membuat
suatu kegiatan yang dapat memberdayakan kehidupan para lansia Dusun Gatak.
Selain prakarsa yang muncul dari pengurus Masjid dan juga warga, lansia di
Dusun Gatak sendiri mempunyai keinginan untuk mendalami pendidikan agama.
Di usia yang sudah lanjut, para lansia di Dusun Gatak menginginkan adanya
kegiatan keagamaan untuk meningkatkan kualitas keimanan lansia. Dengan
adanya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, maka lansia dapat terfasilitasi untuk
mendapatkan pendidikan keagamaan.
Pemberdayaan lansia yang ada di Dusun Gatak diisi dengan kegiatan
keagamaan berupa belajar membaca Al-Qur’an, yasinan rutin dan juga diisi
dengan ceramah keagamaan. Lansia yang ada di Dusun Gatak masih banyak yang
belum lancar dalam membaca Al-Qur’an maka dengan adanya pemberdayaan
lansia ini diharapkan lansia Dusun Gatak dapat membaca Al-Qur’an dengan
lancar. Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan tersebut diikuti oleh
11
lansia perempuan dan laki-laki yang berasal dari Dusun Gatak dan dalam kegiatan
ini lansia tidak dipungut biaya. Kegiatan pemberdayaan ini diselenggarakan oleh
pihak Desa sehingga pengurus kegiatan ini juga berasal dari Dusun Gatak.
Pengurus yang berasal dari Dusun Gatak memberikan keleluasaan bagi para
lansia dalam mengemukakan pendapat mengenai kegiatan pemberdayaan tersebut.
Dalam pengambilan keputusan untuk kegiatan yang diselenggarakan, para lansia
diberikan kewenangan untuk menyampaikan keinginan, kritik dan saran. Hal
tersebut buat agar terjalin komunikasi yang baik antara lansia dan juga pengurus
yang berasal dari Dusun Gatak. Keterbukaan informasi dan juga pengambilan
keputusan disuatu kelompok atau perkumpulan dapat memberikan rasa percaya
antar warga belajar dan juga pengurus sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat
tercapai.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun
Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Penulis ingin
mengkaji tentang pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan tersebut.
B. Identifikasi masalah
Dari pemaparan gambaran di latar belakang dapat ditemukan berbagai
masalah diantaranya yaitu:
1. Lansia tipe pasrah banyak yang tidak terurus dikarenakan anggota keluarga
mereka pergi bekerja ke luar kota.
2. Menurunnya fungsi fisik pada lansia membawa depresi dan tindakan negatif
berupa perilaku emosional kepada lingkungan di sekitarnya.
12
3. Psikologis lansia yang berbeda dengan orang-orang disekitarnya
mengakibatkan munculnya tindak diskriminasi pada lansia.
4. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 angka harapan hidup di
Yogyakarta semakin meningkat namun komunitas yang memberdayakan dan
melayani lansia masih sedikit.
5. Seiring dengan menurunnya fungsi fisik pada lansia, masih banyak lansia
yang kurang memperhatikan kesehatannya sehingga lebih mudah terserang
penyakit
6. Lansia mempunyai banyak pengalaman dalam hidup namun banyak yang
belum sadar akan potensi yang dimilik dan belum banyak komunitas yang
memberdayakan lanisa
7. Lansia Dusun Gatak, Wukirsari masih banyak yang belum lancar membaca
Al-Qur’an, sedangkan belum ada kegiatan yang memfasilitasi lansia dapat
belajar.
C. Pembatasan masalah
Dengan adanya berbagai masalah yang ada maka peneliti memfokuskan diri
pada perkumpulan lansia sebagai upaya memberdayaan lansia, dalam hal ini
adalah kegiatan keagamaan yang diselenggarakan Dusun Gatak, Wukirsari,
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman untuk memberdayakan lansia.
D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut:
13
1. Bagaimana pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman?
2. Bagaimana hasil dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman?
3. Apa saja faktor pendorong dan faktor penghambat yang dihadapi dalam
pemberdayaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1. Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di
Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman
2. Hasil dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman
3. Faktor pendorong dan penghambat pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan
manfaat secara praktis.
1. Manfaat teoritis
14
Secara teoritis hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi atau masukan
bagi pengembang kesejahteraan terutama kesejahteraan lanjut usia dan
menambah kajian tentang pemberdayaan pada lansia melalui kegiatan
keagaaman.
2. Manfaat praktis
Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapakan dapat menjadi masukan
bagi pihak yang menangani para lansia khususnya dalam memberikan ruang
dan perhatian kepada para lanjut usia. Dan bagi pihak lain penelitian ini juga
diharapkan dapat membantu menyajikan informasi untuk mengadakan
penelitian serupa.
15
BAB IIKAJIAN TEORI
A. KAJIAN TEORI
1. Lanjut Usia
a. Pengertian Lanjut Usia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), seseorang disebut lanjut usia
(elderly) jika berumur 60-74 tahun. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad
Mohammad, Guru Besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran usia 65
tahun keatas disebut masa lanjut usia atau senium. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani
(psikologi dari Universitas Indonesia), lanjut usia merupakan kelanjutan usia
dewasa antara usia 65 tahun hingga tutup usia. Menurut Yudrik (2011:253), usia
tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode
dimana seseoran telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu ynag leih
menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa lanjut usia
merupakan bagian dari suatu proses perkembangan yang akan dialami oleh semua
orang. Lanjut usia merupakan suatu tahap atau fase lanjut dari usia dewasa
dimana seseorang telah mempunyai kematangan fisik maupun psikologis yang
kemudian akan mengalami penurunan fungsi pada fase usia lanjut.
Menurut UU pasal 1 ayat (2), (3), (4) No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan
dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun. Sedangkan menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia
dikelompokkan menjadi tiga yaitu usia 70-75 tahun (young old), usia 75-80 tahun
16
(old), usia lebih dari 80 tahun (very old). Kesimpulan dari pembagiaan umur
menurut beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah
berumur 65 tahun keatas (Nugroho, 2008:57).
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai
dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Ketika manusia mencapai usia
dewasa maka akan mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak.
Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi
tersebut dan memasuki fase selanjutnya yaitu usia lanjut yang kemudian mati
(Darmojo, 2004:23). Bagi beberapa orang fase tersebut dapat diterima dengan
mudah karena menurut beberapa orang fase tersebut merupakan suatu tahapan
hidup yang sudah pasti dilewati oleh seseorang, akan tetapi bagi sebagian orang
fase tersebut merupakan fase yang sulit. Fase dinama seseorang akan kehilangan
karir, mengalami banyak perubahan fisik dan morik, serta harus menjadi berbeda
di lingkungannya.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut
usia dimulai dari ketika seseorang memasuki usia 60 tahun. Selain itu lanjut usia
dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan yaitu young old, old, very old.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika memasuki usia lanjut seseorang akan
mengalami perubahan dalam fase yang berbeda disetiap pertambahan usia.
Perubahan yang akan dialami oleh lanjut usia berasal dari faktor usia yang
bertambah atau dengan kata lain akan terjadi penurunan fungsi fisik, motorik,
serta psikologis pada lanjut usia. Perubahan-perubahan tersebut membutuhkan
pengertian dari lingkungan sekitar untuk memahami karakteristik lansia.
17
b. Konsep Lansia
Menurut Kedokteran Olahraga lanjut usia sangat tergantung pada kondisi
fisik individu. Jika seseorang baru berusia 50 tahun, namun secara fisik sudah
renta seperti penurunan massa otot, respons tubuh berkurang, seseorang
tersebut dapat dikategorikan sebagai golongan lanjut usia. Ada tiga tahapan
manula, yaitu umur 50-60 tahun, umur 61-70 tahun, dan 71 tahun keatas
(http://e-journal.uajy.ac.id/).
Berikut adalah ciri-ciri manula secara fisik adalah:
1) Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makinmeningkatnya usia, seperti kurangnya pendengaran dan jarakpandang.
2) Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative3) Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiplepathology) misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit keriput,gigi rontok, tulang rapuh, dsb.
Menurut Yudrik (2011:246), masa usia lanjut mempunyai ciri-ciri yang
berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosial yaitu sebagai berikut: 1)
perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, 2) kekuatan fisik, 3)
perubahan dalam fungsi psikologis, 4) perubahan dalam sistem saraf, dan 5)
penampilan.
Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat ditemukan bahwa secara fisik Lanjut
usia mengalami penurunan fungsi di beberapa bagian tubuh atau organ dalam.
Penurunan fungsi tersebut kemudian juga mempengaruhi kondisi kesehatan
lanisa dikarenakan beberapa organ tubuh sudah mengalami penurunan kinerja
terutama pada indra pendengaran dan indra penglihatan. Banyak lanjut usia
18
mayoritas mengalami rabun dekat dan juga kesulitan dalam mendengarkan.
Selain itu beberapa lansia mendapatkan penyakit seperti diabetes, jantung dan
juga stroke sebagai akibat pola hidup yang kurang sehat di masa muda dahulu.
Sedangkan ciri-ciri lanjut usia secara psikososial dinyatakan krisis apabila
(http://digilib.unimus.ac.id/) :
1) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan oranglain)
2) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatankarena berbagai sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun,setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidupdan lain-lain.
3) Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan(homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan /kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologisyang mendadak, misalnya bingung
4) Lansia telah mengalami berbagai pengalaman, baik yang mengenakkanmaupun tidak mengenakkan dan akan mempengaruhi afeknya sehari-hari. Kehidupan lansia satu dengan lansia yang lain terdapatkeragaman. Ada yang menikmati masa tua dengan bahagia dan tetapaktif.
Efek negatif dan efek positif pada lanjut usia cenderung mengalami
penurunan intensitasnya utama jika dibandingkan dengan usia muda dan
tengah baya. Hal ini dapat dipahami karena emosi orang tua lebih banyak
dikontrol daripada sebelumnya, sehingga terkesan tidak meledak-ledak seperti
ketika masih muda (http://repository.usu.ac.id/).
Berdasarkan pendapat di atas dapat simpulkan bahwa penggolongan
seseorang dalam lanjut usia tidak hanya dilihat berdasarkan usia, akan tetapi
juga dapat dilihat dari keadaan fisik dan psikologis. Seseorang akan
mengalami dampak dari usia lanjur disaat kegiatan yang dimiliki sangat
sedikit dan bahkan sangat berbeda dengan kegiatan yang dimiliki saat masih
19
produktif. Jika aktifitas yang sering dilakukan tiba-tiba harus diberhentikan,
maka seseorang akan mengalami kejenuhan dalam menjadlani kehidupan
sehari-hari. Fisik yang dulunya melakukan berbagai aktivitas kini tidak
digunakan lagi. Hal tersebut juga mempengaruhi kondisi fisik lanjut usia
karena aktivitas fisik harus tetap dijaga agar fungsi fisik lanjut usia masih
dapat berfungsi dengan baik di usia lanjut.
Menjaga kondisi fisik sangat penting dilakukan secara rutin oleh lansia
mengingat setiap lansia mempunya tingkat kesehatan dan juga riwayat
penyakit masing-masing. Kondisi fisik setiap lansia tentu beraneka ragam
sama halnya dengan tipe lansia. Pada umumnya setiap orang mempunyai tipe
atau jenis sikap masing-masing.
Menurut Nugroho dalam Siti Maryam (2011:34), beberapa tipe pada lansia
bergantung pada karakter, pengalaman, lingkungan, kondisi fisik, mental,
sosial, dan ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksanaKaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri denganperubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiriMengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalammencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puasKonflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga sehinggamenjadi pemarah, tidak sabaran, mudah tersinggung sulit dilayani,pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrahMenerima dan menunggu nasib baik , mengikuti kegiatan agama danmelakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingungKaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,pasif dan acuh tak acuh.
20
Berdasarkan tipe lansia tersebut dapat diketahui bahwa setiap lansia
memang mempunyai tipe masing-masing tergantung pada beberapa hal. Pada
tipe arif dan bijaksana lansia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
juga perkembangan zaman. Hal tersebut akan memudahkan diri lansia dan
juga lingkungannya dalam berinteraksi dan membentuk kenyamanan bersama.
Sedangkan pada tipe mandiri lansia akan lebih aktif dan selektif dalam
beberapa hal yang bertujuan untuk membantu atau memberi saran pada
lingkungan sekitar. Dalam lingkungan lansia akan banyak mengkritik atau
mengemukakan pendapat dikarenakan lansia mandiri mempunyai pemikiran
yang berkembang dan kritis. Lansia mandiri akan memandang setiap masalah
dari beberapa sudut pandang karena lansia tersebut menjadikan pengalam
sebagai pelajaran dalam hidupnya.
Kemandirian pada lansia yang dimiliki oleh lansia mandiri merupakan hal
yang baik untuk kehidupannya. Kemandirian yang dimiliki menjadikan lansia
tidak kehabisan tujuan dalam hidup walaupun usianya terus bertambah. Tipe
yang akan sedikit memberi dapak atau respon yang negatif dalam tingkungan
lansia adalah tipe lansia tidak pernah puas. Tipe lansia ini akan lebih
memberikan beban pada lingkungannya jika kondisi lingkungan yang ada
mempunyai kesangguapan dan juga kemampuan untuk memenuhi keinginan
lansia. Lansia yang tidak pernah puas akan mempunyai banyak keinginan dan
juga perilaku negatif jika keinginannya tidak terpenuhi. Lingkungan lansia ini
harus mempunyai kesabaran dan komunikasi yang baik dengan lansia tersebut.
21
Tipe lansia selanjutnya adalah tipe pasrah yang menerima apapun keadaan
yang dihadapi oleh lansia tersebut. Tipe ini tidak begitu memberikan beban
pada lingkungan sekitarnya karena lansai masih mau mengikuti berbagai
aktifitas. Pada tipe ini lansia juga mudah berinteraksi dengan lingkungan akan
tetapi di sisi lain lansia tipe ini tidak banyak mempunyai perkembangan dalam
hidupnya disbanding dengan lansia tipe mandiri. Tipe yang terakhir adalah
tipe bingung. Lansia pada tipe bingung disebabkan karena secara psikologis
lansia belum siap menerima kenyataan hidup yang dihadapi. Lansia tipe ini
sangat membutuhkan pendampingan orang-orang terdekat agar kehidupan
lansia dapat berjalan dengan baik.
c. Kebutuhan Lansia
Lansia mempunyai banyak kebutuhan, kebutuhan-kebutuhan ini dalam
sebuah model persamaan struktural disebut sebagai faktor dan menurut Hoyle
& Smith (1994) bersifat laten (latent variable) karena tidak dapat diketahui
kecuali dari variabel- variabel yang dapat dilihat (manifest/ observed
variable). Variabel yang diobservasi atau variabel amatan dari kebutuhan
lansia adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan seksual, kebutuhan religius,
kebutuhan akan kesehatan, kebutuhan aktivitas, kebutuhan sosial, kebutuhan
mandiri ekonomi dan kebutuhan psikologis (Darmojo, 2004:71).
Setiap manusia akan mempunyai kebutuhan- kebutuhan untuk memenuhi
hajat hidupnya tidak terkecuali lanjut usia. Kebutuhan dari lanjut usia memang
beragam dan pada kenyataannya kebutuhan lanjut usia satu dengan yang lain
akan berbeda. Kebutuhan adalah perbedaan antara kenyataan dan pemuasan,
22
atau suatu perbedaan dengan standar yang diakui, atau sebagai perbedaan
antara situasi yang diinginkan individu dan situasi actual (http://file.upi.edu/).
Pada umumnya usia lanjut mempunyai berbagai kebutuhan yang harus
dipenuhi yaitu kebutuhan fisik, psikis, sosial, ekonomi, dan spiritual
(https://kemsos.go.id/). Secara rinci dapat dilihat dari penjelasan di bawah ini:
1) Kebutuhan fisik
Kebutuhan fisik lanjut usia meliputi sandang pangan, papan, kesehatan
dan spiritual. Kebutuhan makan umumnya tiga kali sehari ada juga dua
kali. Makanan yang tidak keras, tidak asin dan tidak berlemak. Kebutuhan
sandang, dibutuhkan pakaian yang nyaman dipakai. Pilihan warna sesuai
dengan budaya setempat. Model yang sesuai dengan usia dan kebiasaan
mereka. Frekuensi pembeliannya umumnya setahun sekali sudah
mencukupi. Kebutuhan papan, secara umum membutuhkan rumah tinggal
yang nyaman. Tidak kena panas, hujan, dingin, angin, terlindungi dari
marabahaya dan dapat untuk melaksanakan kehidupan sehari hari, dekat
kamar kecil dan peralatan lansia secukupnya. Pelayanan kesehatan bagi
lanjut usia sangat vital. Obat obatan ringan sebaik nya selalu siap
didekatnya. Bila sakit segera diobati. Dibutuhkan fasilitas pelayanan
pengobatan rutin, murah, gratis dan mudah dijangkau.
Berdasarkan keterangan di atas, kebutuhan fisik lansia hampir sama
dengan kebutuhan seseorang pada umumnya akan tetapi kebutuhan fisik
lansia memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal makanan dan juga
kesehatan. Lansia lebih membutuhkan makanan yang mengandung gizi
23
sesuai dengan kebutuhan fisiknya dan harus menghindari makanan yang
berlemak dan mengandung kadar gula tinggi. Selain itu kebutuhan fisik
lainnya adalah kesehatan. Kesehatan pada lansia lebih membutuhkan
perhatian karena lansia memasuki usia rawan penyakit dimana kondisi
tubuh lansia juga sudah mengalami penurunan.
2) Kebutuhan psikis
Kondisi lanjut usia yang rentan membutuhkan lingkungan yang
mengerti dan memahaminya. Lanjut usia membutuhkan teman yang sabar,
yang mengerti dan memahaminya. Mereka membutuhkan teman berbicara,
membutuhkan dikunjungi kerabat, sering disapa dan didengar nasehatnya.
Lansia juga butuh rekreasi, silaturahmi kepada kerabat dan masyarakat.
Bertambahnya usia seseorang akan memberikan perubahan pada
kebutuhan dirinya tidak terkecuali kebutuhan psikis. Pada usia lanjut
konsidi psikis seseorang akan menjadi seperti anak-anak. Dapat dikatakan
seperti itu dikarenakan pada usia lanjut seseorang telah mempunyai pola
piker yang berbeda dengan orang-orang di usia yang lebih muda. Pada
umumnya lansia memiliki keinginan yang sangat banyak dan juga diiringi
dengan kegemarannya dalam menceritakan banyak hal kepada orang lain.
Perilaku lansia tersebut tentu membutuhkan orang lain untuk memenuhi
keinginan lansia untuk menemaninya disetiap waktu dan berbagi cerita.
3) Kebutuhan sosial
Lanjut usia membutuhkan orang-orang dalam berelasi sosial. Terutama
kerabat, juga teman sebaya, sekelompok kegiatan dan masyarakat di
24
lingkungannya, melalui kegiatan keagamaan, olahraga, arisan dan lain-
lain.
Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan yang dimiliki oleh setiap
orang karena sudah menjadi kodrat bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa
manusia lain. Seseorang berada di lingkungan tertentu dan menjalin
interaksi dengan masyarakat yang ada disekitarnya. Kebutuhan tersebut
juga dimiliki oleh para lanjut usia. Di usianya yang terus bertambah,
lansia semakin membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya.
Lansia lebih membutuhkan perhatian dibandingkan kaum muda dan
orang dewasa.
4) Kebutuhan ekonomi
Bagi lansia yang tidak memiliki pendapatan tetap, membutuhkan
bantuan sumber keuangan terutama dari kerabatnya. Secara ekonomi
lanjut usia yang tidak potensial membutuhkan uang untuk biaya hidup.
Bagi lanjut usia yang masih produktif membutuhkan keterampilan, UEP
dan bantuan modal usaha sebagai penguatan usahanya.
5) Kebutuhan spiritual
Pada umumnya lansia mengisi waktu untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan atau beribadah. Melalui Ibadah lanjut usia mendapat
ketenangan jiwa, pencerahan dan kedamaian menghadapi hari tua. Mereka
sangat mendambakan ge.nerasi penerus yang sungguh-sungguh dalam
menjalani ibadah
25
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan Lanjut
usia hampir sama dengan kebutuhan setiap orang pada umumnya.
Perbedaan yang dapat dilihat adalah dalam pemenuhan kebutuhan para
lanjut usia membutuhkan bantuan dari orang lain terutama orang-orang
terdekat atau kerabat. Pada umumnya kondisi fisik yang terus menurun
menyebabkan lansia menjadi bergantung pada orang lain. Hal tersebut
sangat terlihat pada saat Lansia sudah mengalami penurunan fisik atau
mengalami sakit seperti diabetes, stroke dan jantung.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psikologi Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia.
Faktor-faktor tersebut hendaknya disikapi secara bijak sehingga para lansia
dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Menurut Kuntjoro
(2007:54), faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa mereka yaitu penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan
potensi seksual, perubahan aspek psikososial, dan perubahan peran dalam
masyarakat.
1) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology),
misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi
makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi
fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan
secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau
26
kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat
menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung,
gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai
operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan
kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat
tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
3) Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Adanya penurunan kedua fungsi
tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang
berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Perubahan yang Berkaitan
Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,
27
karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,
kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah
orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya
seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
4) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak
fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak
mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup,
agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Menurut Santrock (2002:578), perubahan psikologis pada lansia sejalan
dengan perubahan secara fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai
sikap lansia terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang berati
adanya penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama lain.
Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi yang lambat, kesigapan dan
kecepatan bertindak dan berfikir.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lansia mengalami
beberapa penurunan yaitu penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi
seksual, perubahan aspek psikososial, dan perubahan peran dalam masyarakat.
Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan lansia tampak berbeda dalam
lingkungannya. Lansia dipandang seseorang yang lambat dan banyak tuntutan,
serta mempunyai kepribadian yang berbeda dengan lingkungan sekitar sehingga
tidak jarang lansia mendapatkan perlakuakn deskriminasi.
28
2. Pemberdayaan
a. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang
menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya
kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan atau kekuasaan. Pemberdayaan
artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau
mempunyai kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan
terjemahan dari empowerment dalam bahasa inggris.
Dalam pendapat lain pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai
serangkaian kegiatan untuk memperkuat dan atau mengoptimalkan
keberdayaan (dalam arti kemampuan dan atau keunggulan bersaing) kelompok
lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami
kemiskinan (Totok, 2015:61).
Menurut Carlzon dan Macauley sebagaimana di kutip oleh Wasistiono
(1998 :46) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan
adalah membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan member orang
kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya, keputusan-
keputusannya dan tindakantidakanya.
Menurut Ife (2014:137), memandang daya atau kekuasaan dari empat
perspektif yaitu melalui perspektif pluralis, perspektif elite, perspektif
structural, dan perspektif post-structural. Secara ringkas dapat dilihat dari
table 1 di bawah ini:
29
Tabel 1. Perspektif Daya atau Kekuasaan
Perspektif Pandangan AtasMasyarakat
Pandangan AtasKekuasaan
Pemberdayaan
Pluralis Kepentingan-kepentingan yangberkompetisi
Kapasitas untukbersaing denganberhasil,‘pemenang danpecundang’
Mengajarkanindividu ataukelompok carabersaing dalamlingkup ‘aturan’
Elite Terutamadikontrol oleh eliteyangmelanggengkandiri sendiri
Dilakukanterutama oleh paraelite melaluipemilikan dancontrol ataslembaga-lembagadominan
Bergabung danmemengaruhi elite,mengkonfrontasidan berupayamengubah elite
Struktural Berstrata sesuaidengan bentuk-bentuk opresistruktural: kelas,ras dan gender
Dilakukan olehkelompok-kelompokdominan melaluistruktur-strukturopresif
Pembebasan,perubahanstructuralmendasar,menantangstruktur-strukturopresif
Post-Struktural
Didefinisikanmelalui pengertianyangdikonsultasikan:pengertian-pengertian, bahasa,akumulasi dankontrolpengetahuan
Dilakukan melaluicontrol ataswacana, konstruksipengetahuan dll.
Perubahan warna,mengembangkanpemahamansubjektif yangbaru, memvalidasisuara-suara lain,membebaskanpendidikan
Sumber: Buku Community Developmen Jim Ife (2014:137)
Berdasarkan table 1 dapat diketahui bahwa pemberdayaan merupakan
suatu pemberian daya atau kekuatan kepada diri seseorang. Pemberdayaan
dapat bermakna bermacam-macam dan dilakukan dengan berbagai cara
menurut kondisi masyarakat masing-masing. Menurut berbagai pendapat
dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan merupakan upaya pemberian
kekuatan kepada seseorang agar dapat melakukan suatu tindakan yang
30
membawa perubahan bagi dirinya. Memberikan kekuatan bagi diri seseorang
untuk berani dalam mengembangkan diri dan menentukan nasibnya sendiri
melalui pendidikan maupun melalui hal lain.
Sementara Shardlow (1998 : 32) mengatakan bahwa pemberdayaan
membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk
masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Menurut Pranarka konsep
empowerment pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan
yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik di dalam
kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional, baik dalam
bidang politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain (Sri Widayanti, 2012 :98)
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan
adalah suatu usaha menuju kebebasan dan untuk mencapai suatu kemajuan
dalam hidup. Adanya pemberdayaan memberikan keleluasaan terhadap
seseorang untuk mengembangakan diri sesuai dengan kehendak diri mereka
sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain.
b. Konsep Pemberdayaan
Menurut Onny (1996:72), pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses
belajar mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang
dilaksanakan secara berkesinambungan baik bagi individu maupun kolektif,
guna mengembangkan potensi dan kemampuan dalam diri individu dan
kelompok masyarakat sehingga dapat melakukan transformasi sosial.
31
Pemberdayaan merupakan suatu proses panjang menuju perubahan dan
tidak luput dari tujuan yang akan dicapat. Tujuan yang ingin dicapai dari
pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi
mandiri . kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, tindakan dan
mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut (Ambar, 2004:80).
Sedangkan pada pendapat lain Mardikanto (2015:111) menjelaskan bahwa
tujuan pemberdayaan meliputi beragam upaya perbaikan yaitu 1) perbaikan
pendidikan, 2) perbaikan aksesbilitas, 3) perbaikan tindakan, 4) perbaikan
kelembagaan, 5) perbaikan usaha, 6) perbaikan pendapatan, 7) perbaikan
lingkungan, 8) perbaikan kehidupan, dan 9) perbaikan masyarakat.
Tujuan pemberdayaan tersebut dapat tercapai apabila proses
pemberdayaan dilakukan secara berkelanjutan. Pemberdayaan yang dilakukan
secara berkelanjutan dapat membawa hasil nyata dan dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat. Dalam proses pemberdayaan terdapat beberapa
aspek yang dapat diberdayakan. Suparjan dalam jurnal yang ditulis oleh
Sumarno berpendapat bahwa:
Ada tiga strategi pemberdayaan yang harus direalisasikan kepadamasyarakat untuk dapat di berdayakan diantaranya, pemberdayaan secarapolitis, sosial, dan ekonomi yang diharapkan dapat mengatasi danmembantu atau paling tidak meminimalisir dampak-dampak negatif dariagenda neoliberalisme sehingga upaya untuk mewujudkan pembangunanyang berkelanjutan dan pembangunan yang berorentasi pada masyarakatdapat terwujud, (Suparjan, 2007:186).
Berdasarkan pendapat di atas strategi pemberdayaan dapat direalisasikan
melalui tiga hal yaitu politis, sosial dan ekonomi. Strategi tersebut dipilih agar
upaya pemberdayaan segera dapat terwujud. Pemberdayaan yang dilakukan
32
menggunakan strategi yang sudah dirancang dengan sistematis dapat
memberikan kemudahan kepada pihak yang akan diberdayakan.
Strategi pemberdayaan politik ditujukan agar masyarakat mempunyai
kesadaran kritis terhadap kebijakan yang ada sehingga dapat menyalurkan
aspirasi untuk kemajuan bersama. Sedangkan strategi pemberdayaan sosial
berkaitan dengan pemberian perlindungan sosial kepada masyarakat agar
terwujud masyarakat yang sejahtera. Selain itu strategi yang terakhir adalah
strategi pemberdayaan ekonomi. Permasalahan ekonomi di masyarakat sudah
menjadi hal yang pokok maka dari itu strategi ini memberikan solusi agar
masyarakat dapat berdaya, memiliki kekuatan untuk mandiri dibidang
ekonomi. Dalam upaya mewujudkan usaha tersebut pemberdayaan juga
membutuhkan pendekatan tertentu yang dapat membantu kelancaran
pemberian daya atau kekuatan kepada masyarakat.
Pendapat lain yang dinyatakan oleh Parsons dalam Mardikanto
(2015:160), menjelaskan bahwa pemberdayaan dapat dilakukan dengan
menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan mikro, mezzo, dan makro.
Pendekatan secara mikro yaitu pemberdayaan dilakukan secara individu
melalui bimbingan, konseling, stress management, dan crisis intervention.
Sedangkan pendekatan secara mezzo merupakan pemberdayaan yang
dilakukan terhadap sekelompok klien. Berbeda dengan pendekatan secara
makro adalah pendekatan pemberdayaan yang diarahkan pada sistem
lingkungan yang lebih luas.
33
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat
tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan
subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian,
maka pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut
(Sumodiningrat, Gunawan, 2002):
1) Upaya tersebut harus terarahUpaya ini ditujukan langsung kepada yang memerlukan, denganprogram yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuaikebutuhannya.
2) Program melibatkan masyarakat secara langsungMengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapatujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengankehendakdan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selainitu, sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat denganpengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, danmempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya.
3) Menggunakan pendekatan kelompokHal ini dikarenakan secara individu masyarakat miskin sulit dapatmemecahkan permasalahan yang dihadapinya. Selain itu lingkupbantuan menjadi terlalu luas jika penanganannya dilakukan secaraindividu. Pendekatan kelompok ini paling efektif dan dilihat daripenggunaan sumber daya juga lebih efisien.
Berdasarkan konsep pemberdayaan di atas dapat diketahui bahwa
pemberdayaan merupakan upaya yang dilakukan dengan melibatkan
masyarakat secara langsung. Program pemberdayaan harus terarah atau
mempunyai tujuan yang jelas untuk masyarakat tertentu dan menggunakan
pendekatan kelompok.
Berdasarkan pendapat Ambar (2004: 83), upaya pemberdayaan perlu
dilakukan menggunakan berbagai tahap agar pelaksanaannya dapat terukur
dan juga terlaksana secara sistematis. Tahap-tahap yang harus dilakukan
dalam proses pemberdayaan tersebut yaitu sebagai berikut:
34
1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadardan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikanketerampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalampembangunan.
3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilansehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untukmengantarkan pada kemandirian.
Berdasarkan tahapan pemberdayaan di atas dapat diketahui bahwa proses
pemberdayaan berlangsung dalam beberapa tahap mulai dari tahap penyadaran,
tapah transformasi dan tahap peningkatan kemampuan intelektual. Tahap yang
ada harus dilakukan dengan sistematis dan juga berkelanjutan agar hasilnya dapat
maksimal. Adanya ketiga tahap tersebut akan menghasilkan pengetahuan,
kesadaran dan juga perubahan pola pikir dalam kehidupan individu. Perubahan-
perubahan tersebut dapat mengentaskan atau membebaskan diri seorang individu
dari keadaan buruk yang membelenggunya. Keterbukaan informasi dan juga
keterbukaan pada perkembangan akan membentuk individu yang berdaya.
Menurut Ife (2014:148), pemberdayaan terdiri dari beberapa bentuk dan juga
dapat dilakukan melalui beberapa hal yaitu melalui kebijakan dan perencanaan,
melalui aksi sosial dan politik, serta melalui pendidikan dan penyadaran-tahunan.
35
Bentuk-bentuk pemberdayaan menurut Ife (2014:149), yaitu sebagai berikut:
Table 2. Bentuk-bentuk Pemberdayaan
Meningkatkankekuasaan dari
Kelompok-kelompokprimer yangdirugikan secarastructural
KELASkaum miskin penganggur pekerjaberpenghasilan rendah penerimajaminan sosialGENDERperempuanRAS/ETNISITASmasyarakat pribumi minoritas etnisdan kultural
Kelompok Lain yangDirugikan
Manula anak-anak dan kaum mudapenyandang cacat (fisik, mental danintelektual) homo dan lesbianterisolasi (secara geografis dan sosial)dsb.
Pribadi yangDirugikan
Dukacita, kehilangan, masalah-masalah pribadi dan keluarga
Atas pilihan pribadi danpeluang dalamkehidupan definisikebutuhan gagasanlembaga sumber dayakegiatan ekonomireproduksi
Melalui kebijakan danperencanaan aksisosial dan politikpendidikan
Sumber: Buku Community Development Jim Ife (2014:149)
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa pemberdayaan sangat dibutuhkan
oleh golongan-golongan masyarakat tertentu seperti kaum miskin, perempuan
yang mengalami ketidakadilan gender, ras minoritas, manula dan juga anak-anak
penyandang cacat. Golongan tersebut membutuhkan pemberdayaan karena
dirugikan dan diabaikan secara struktural.
Pada golongan tersebut tidak mendapatkan keleluasaan dan juga kebebasan
dalam melakukan berbagai aktifitas untuk mendaya gunakan potensi yang
36
dimiliki. Maka dari itu dibutuhkan suatu usaha untuk mengentaskan mereka dari
keadaan yang tidak menguntungkan tersebut melalui kegiatan pemberdayaan.
Pemberdayaan harus dilakukan atas kehendak diri sendiri dengan adanya
kesadaran pembebasan diri dan juga pengoptimalan potensi diri.
Pemberdayaan yang dilakukan atas dasar kehendak sendiri dapat
menumbuhkan semangat dan motivasi yang lebih. Adanya kesadaran untuk
memberdayakan diri sendiri dan melepaskan diri dari belenggu ketidak berdayaan
maka akan tecipta kesungguhan dalam melakukan usaha pemberdayaan. Hal
tersebut dapat mempermudah jalannya proses pemberdayaan. Selain itu
pemberdayaan yang dilakukan atas dasar kesadaran diri akan memberikan
dampak signifikan dibandingkan dengan menggunakan paksaan. Pemberdayaan
dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, seperti yang dikemukakan
oleh Friedman dalam buku Onny (1996:138) yaitu sebagai berikut:
Proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual maupun kolektiff(kelompok). Tetapi karena proses ini merupakan wujud perubahan sosialyang menyangkut relasi atau hubungan antara lapisan sosial atau statushirarki lain yang dicirikan dengan adanya polarisasi ekonomi, makakemampuan individu “senasib” untuk saling berkumpul dalam suatukelompokcenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang palingefektif. Di dalam kelompok terjadi suatu dialogical encounter yangmenumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok.Anggota kelompok menumbuhkan identitas seragam dan mengenalikepentingan kita bersama.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemberdayaan dapat
dilakukan secara individu maunpun kelompok. Pada pemberdayaan secara
kelompok dapat memberikan keuntungan lebih besar tau dampak lebih besar. Hal
tersebut disebabkan karena pemberdayaan secara kelompok akan menciptakan
interaksi dan juga diskusi antar anggota kelompok. Adanya interaksi dan juga
37
diskusi akan menumbuhkan sikap kritis terhadap usaha pemberdayaan yang
sedang dilakukan. Adanya sikap tersebut memungkinkan adanya kontrol dari
kelompok itu sendiri. Kelompok tersebut dapat mengambil keputusan sendiri
terhadap perkembangan yang diinginkan dalam usaha memberdayakan diri.
Pelaksanaannya pemberdayaan membutuhkan metode khusus agar proses
pemberdayaan dapat berjalan efektif dan efisien. Menurut Mardikanto (2015:211),
pemilihan metode pemberdayaan harus selalu mempertimbangakan:
1) Waktu penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu
kegiatan/pekerjaan pokoknya,
2) Waktu penyelenggaraan sesingkat mungkin,
3) Lebih banyak menggunakan alat peraga.
Menurut Suparjan (2003:43), dalam implementasi pemberdayaan haruslah
dilihat beberapa aspek yaitu: 1) pemanfaatan jaringan sosial yang telah ada, 2)
melihat tingkat kohesivitas masyarakat, 3) menentkan premium mobile yang
nantinya akan menjadi agent of change pada dirinya sendiri dan sekitarnya.
Pemberdayaan adalah proses yang tidak dapat diukur secara matematis,
apalagi dengan sebuah pembatasan waktu dan dana. Indikator keberhasilan
pemberdayaan hanya dapat dilihat dengan adanya community awareness. Adanya
kesadaran komunitas diharapkan dapat mengubah pemberdayaan yang bersifat
penguasa menjadi bentuk kemitraan serta meminimalisir terbentuknya solidaritas
komunal pada masyarakat (Suparjan, 2003:44).
38
3. Kegiatan Keagamaan
a. Pengertian Kegiatan Keagamaan
Secara etimotogis kegiatan keagamaan mempunyai berbagai kandungan
makna. Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Indonesia kegiatan keagamaan berasal dari kata “giat” yang mendapat
awalan “ke” dan berakhiran “an” yang berarti aktifitas, usaha dan pekerjaan.
Maka kegiatan adalah aktifitas, usaha atau pekerjaan yang dilakukan seseorang
dalam rangka memenuhi kegiatannya. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata
agama berarti suatu sistem, prinsip kepercayaan terhadap Tuhan dengan ajaran
kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.
Kata keagamaan berasal dari kata dasar “agama” yang mendapatkan awalan
“ke” dan akhiran “an” yang mengandung arti dan pengertian banyak sekali.
Secara etimologi agama berasal dari kata Sanskrit, kata din dalam bahasa Arab
dan religi dalam bahasa Eropa (Harun, 1985:9). Dari kata Sanskrit agama tersusun
dari dua kata, “a”: tidak ada, “gam” : pergi, jadi agama tidak pergi, tetap ditempat,
diwarisi turun temurun. Sedangkan kata din dalam bahasa Arab mengandung arti
menguasai, menundukkan, patuh, balasan dan kebiasaaan. Dan religi dalam
bahasa Latin berarti mengumpulkan, membaca.
Berdasarkan pengertian secara etimologis kegiatan kegamaan dapat diartikan
sebagai suatu aktifitas yang dilakukan untuk mendapatkan tuntunan dari Tuhan
dengan cara tertentu yang sudah diwariskan secara turun temurun. Agama
menjadi suatu panutan bagi manusia dan terus menerus diingat serta dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari.
39
Sedangkan secara terminologis menurut T.G. Fraze dalam Aslan pengertian
agama adalah menyembah atau menghormati kekuatan yang lebih agung daripada
manusia yang dianggap mengatur dan menguasai jalannya alam semesta dan
jalannya perikehidupan manusia (Karlina, pdf). Pendapat lain dikemukakan oleh
Prof. K.H.M Taib Tohir Abdul Muin dalam Aslan, agama adalah suatu peraturan
Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, memegang
peraturan Tuhan itu dengan kehendaknya sendiri untuk mencapai kebaikan hidup
dan kebahagiaan kelak di akhirat (Karlina, pdf).
Berdasarkan pengertian keagamaan secara terminologis dapat disimpulkan
bahwa aktifitas dalam rangka menyembah Tuhan dan mengikuti semua tuntunan
yang telah diberikan kepada umat manusia agar mempunyai akhlaq atau
kepribadian dan tingkah aku yang baik serta mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat.
b. Macam-macam kegiatan keagamaan
Berbagai macam kegiatan keagamaan diantaranya yaitu sebagai berikut:
1) Majelis taklim
Majelis taklim menurut KBBI adalah lembaga atau organisasi sebagai
wadah pengajian. Sedangkan kata taklim menurut KBBI adalah pengajian
agama (Islam) atau bisa juga sebagai pengajian. Pendapat lain mengartikan
Majelis ta’lim sebagai lembaga swadaya masyarakat murni, yang
dilahirkan, dikelola, dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh
anggotanya (digilib.uin.ac.id). Dapat disimpulkan bahwa majelis taklim
40
adalah suatu lembaga atau organisasi yang di dalamnya terdapat kegiatan
pengajian, dakwah keagamaan dan berdoa bersama.
2) Pengajian
Pengajian adalah suatu kegiatan yang ada di masyarakat dimana terdapat
kegiatan membaca Al-Quran, wirid serta tahlil sebagai suatu kewajiban
kepada Tuhan. Pengajian yang ada di masyarakat pada umumnya
3) Peringatan Hari Besar
Kegiatan peringatan hari besar dilakukan oleh masyarakat secara rutin dan
telah diwariskan secara turun-temurun menggunakan cara yang berbeda-
beda anatra masyarakat daerah tertentu dengan daerah lain. Peringatan hari
besar biasa dilakukan dengan kegiatan pengajian, ceramah dan silaturahim
dengan sesama umat beragama.
Sedangkan menurut Kemendikbud (2010:13), menyebutkan contoh kegiatan
keagamaan adalah: 1) Mustabaqoh tilawatil Qu’an, 2) ceramah pengajian
mingguan, 3) peringatan hari besar, 4) kunjungan ke museum, ziarah ke makan
Islam, 5) seni kaligrafi, 6) penyelenggaraan shalat jumat, shalat tarawih, 7) cinta
alam.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan kegamaan yang
ada di masyarakat sangat beragam dan sudah dilakukan secara rutin serta
diwariskan secara turun-temurun. Kegiatan keagamaan yang ada di masyarakat
dilakukan dengan cara-cara berbeda menurut etika atau adat yang ada di daerah
dimana masyarakat tinggal, namun esensi dari kegiatan tersebut tetap sama yaitu
beribadah kedapa Tuhan.
41
c. Tujuan Kegiatan Keagamaan
M. Utsman (2002:10), mengemukakan bahwa untuk memperoleh derajat
ketaqwaan dan bukti dari keberimanan adalah dengan melakukan ibadah seperti
sholat, puasa, zakat, dan haji yang berfungsi sebagai pendidik pribadi manusia,
membersihkan jiwanya, mengajarkan banyak hal-hal terpuji dan bermanfaat yang
dapat membantu menanggung beban hidup serta membentuk kepribadian yang
harmonis dan sehat jiwanya.
Kegiatan keagamaan mempunyai tujuan yaitu sebagai berikut:
1) Membina dan membangaun hubungan yang teratur dan serasi anataramanusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia denganlingkungan dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepadaTuhan.
2) Memberikan inspirasi, motivasi dan stimulasi agar masayarakat dapat aktifdalam berkegiatan dan berakhlaq mulia.
3) Menambah dan mendalami ilmu pengetahuan agama sebagai tuntunan didunia dan sebagai bekal di akhirat.
4) Menjalin silaturrahim antar sesama umat beragama.Berdasarkan tujuan kegiatan keagamaan di atas dapat disimpulkan bahwa
kegiatan keagamaan dilakukan sebagai pemenuhan kewajiban sebagai makhluk
tuhan dan juga dilakukan atas dasar kebutuhan diri. Kegiatan keagamaan tidak
hanya bermanfaat untuk diri sendiri akan tetapi juga membawa manfaat untuk
orang lain agar tidak hanya terjalin hubungan baik dengan Tuhan akan tetapi ada
hubungan baik juga dengan orang lain.
B. Penelitian yang relevan
1. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Biastika Nur Hafida dengan judul “Pemberdayaan Lansia
Potensial Melalui Program Bantuan Sosial di Kelurahan Wirobrajan Kota
Yogyakarta” dari Fakultas Ilmu Sosial pada tahun 2014. Metode
42
penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Pengumpulan data yang dilakukan adalah menggunakan metode
wawancara, observasi dan dokumentasi.
Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan tentang upaya yang
dilakukan pemerintah dalam memberdayakan lansia potensial melalui
program bantuan sosial di Kelurahan Wirobrajan Kota Yogyakarta dan
mendiskripsikan factor pendukung dan hambatan dari upaya dari
pemberdayaan tersebut. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam dalam
meningkatkan kualitas kehidupan lansia potensial adalah dengan
melakukan upaya pelayanan keagamaan dan menal spiritual, uapaya
pelayanan kesehatan, upaya pelayanan kesempatan kerja, upaya pelayanan
pendidikan dan pelatihan, upaya pelayanan untuk mendapatkan
kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum,
upaya pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, serta
pemberian bantuan sosial.
Dalam pelaksanaan program tersebut terdapat faktor pendukung dan
penghambat. Faktor pendukung lansia potensial yaitu lansia mempunya
motivasi yang tinggi, fasilitas/sarana pemberdayaan ynag memadahi dan
peran aktif para kader atau pengurus dalam mendampingi pemberdayaan.
Faktor penghambatnya yaitu alokasi dana bantuan yang masih sangat
kurang, masih kurangnya sosialisasi dari pemerintah mengenai kegitaan
lansia potensial dan hambatan dari dalam diri lansia sendiri yaitu
penuruanan daya tahan fisik.
43
Peneliti memilih penelitian tersebut sebagai penelitian yang relevan
karena adanya kesamaan topik penelitian yaitu mengenai pemberdayaan
lansia. Namum perbedaan yang mendasar, bahwa penelitian yang peneliti
lakukan yaitu tentang pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di
Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
Dalam penelitian ini akan mendiskribsikan tentang pelaksanaan
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan dan juga
mendiskribsikan mengenai hasil pemberdayaan yang dilakukan serta
faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pemberdayaan lansia
tersebut.
2. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang judul
“Studi Fenomenologi Kesejahteraan Subjektif Lansia di Paguyuban Wredo
Kudumo”, oleh Anichiatur Rohmah (Jurusan Pendidikan Sosiologi,
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta). Dalam penelitian
ini ditemukan fenomena kunculnya kesepian pada lansia dikarenakan tidak
adanya kegiatan yang bermanfaat, keprihatinan, tidak berguna dalam
kehidupan sekarang dan merasakan sedih melihat keadaan dirinya dan
beban psikologis dengan lingkungannya. Sedangkan disisi lain ditemukan
Lansia yang mempunyai jiwa religious tinggi mempunyai motivasi yang
kuat untuk lepas dari keterpurukan dan mengikuti berbagai kegiatan yang
bersifat positif.
Diketahui juga keterpurukan lansia disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya : tidak adanya aktivitas yang sering dilakukan sehari-hari
44
sehingga terjadi penurunan aktivitas fisik, kurangnya perhatian yang
diperoleh dari keluarga, ditingalkan oleh anak-anaknya karena dari diri
mereka sudah berkeluarga, beban psikologis yang diberika keluarga dan
ditinggalkan oleh orang-orang terkasih. Selain itu adanya permasalah yang
dialami oleh Lansia menyebabkan adanya kebutuhan-kebutuhan yang
harus dipenuhi. Kebutuhan lanisa khususnya yang mengikuti kegiatan di
Paguyuban tersebut adalah mendapatkan kebahagiaan psikologis dan
kebahagiaan itu dapat diperoleh dari kegiatan yang dilakukan bersama-
sama dalam paguyuban.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah kesamaan subjek dalam penelitian yaitu lansia. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah dalam
penelitian ini membahas tentang fenomenologi kesejahteraan lansia di
paguyuban sedangkan pada penelitian ini membahas tentang
pemberdayaan lansia. Di dalamnya akan dibahas tentang kegiatan
pemberdayaan lansia melalui kegiatan kegamaan di Dusun Gatak,
Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
3. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
berjudul “Pemberdayaan Masyarakat untuk Mengurangi Kemiskinan
Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri”,
oleh Syukron Munjazi (Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam,
Konsentrasi Pengembangan Masyarakat, Fakultas Dakwah, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga). Penelitian ini merupakan penelitian Studi
45
Kasus Implementasi di Kelurahan Demangan, Gondokusuman Kota
Yogyakarta.
Penelitian ini mendiskripsikan mengenai pemberdayaan masyarakat
yang dilakukan melalui kegiatan PNPM-Mandiri. Dalam penelitian ini
dapat diketahui bahwa usaha pemberdayaan dapat dilakukan untuk
pengentasakan kemiskinan. Pemberdayaan tersebut dapat diwujudkan
melalui program PNPM-Mandiri. Usaha pemberdayaan tersebut dilakukan
dengan membentuk usaha mandiri dan juga simpan pinjam dengan jumlah
anggota 640. Dalam jangka 2 tahun setelah adanya program tersebut
tingkat kemiskinan di daerah tersebut mengalami penurunan sebanyak
0.18%. Hal tersebut menunjukkan adanya pemberdayaan yang dilakukan
secara berkelanjutan akan membawa dampak positif bagi masyarakat.
Peneliti memilih penelitian tersebut sebagai penelitian yang relevan
karena adanya kesamaan topic penelitian yaitu mengenai pemberdayaan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang diteliti oleh peneliti
adalah peneliti meneliti tentang pemberdayaan lansia, akan tetapi peneliti
tersebut meneliti tentang pemberdayaan masyarakat. Selain itu peneliti
tersebut meneliti tentang pemberdayaan melalui program PBPM
sedangkan peneliti ini meneliti tentang pemberdayaan lansia melalui
kegiatan keagamaan Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman. Dalam penelitian ini akan mendiskribsikan tentang
pelaksanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan dan juga
mendiskribsikan mengenai hasil pemberdayaan yang dilakukan serta
46
faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pemberdayaan lansia
tersebut.
C. Hubungan Antar Gejala
Kondisi lanjut usia yang ada di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan
Cangkriangan, Kabupaten Sleman mayoritas adalah petani dan yang lainnya
adalah mereka yang menganggur di rumah atau hanya sekedar menjaga cucu
di rumah. Para lanjut usia belum mempunyai kegiatan yang dapat membuat
mereka menjadi aktif. Seorang lanjut usia harus mempunyai kegiatan atau
aktifitas yang dilakukan secara rutin agar lansia tidak mengalami penurunan
fisik dan kognitif secara cepat. Menurut penelitian lansia akan cepat
mengalami stoke dan pikun ketika tidak lagi mempunyai aktifitas fisik
maupun non fisik yang dilakukan secara rutin. Oleh karena itu, diperlukan
suatu aktifitas atau kegiatan yang mewadahi para lansia untuk melakukan
kegiatan secara rutin agar tidak mengalami kejenuhan dan juga stress.
Para lansia membutuhkan suatu pemberdayaan, dimana pemberdayaan
merupakan suatu pembebasan diri untuk menentukan keputusan yang akan
diambil. Lansia yang berada di Dusun Gatak, Wukirsari mempunyai
ketertarikan yang besar dalam bidang keagamaan. Selain itu Lansia juga
mempunyai kebutuhan spiritual untuk dipenuhi, yaitu kebutuhan untuk
mendalami bidang keagamaan sebagai bekal ketika mereka akan berpulang
pada hakikat seorang makhluk ciptaan Tuhan. Berdasarkan keinginan dan
karakteristik dari Lansia maka dibutuhkan pemberdayaan berupa kegiatan
47
keagamaan yang dilaksanakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan
Cangkriangan, Kabupaten Sleman.
Dengan demikian, perlu adanya sebuah wadah bagi lansia untuk
melakukan kegiatan, dan juga mengembangkan diri. Berdasarkan kebutuhan
dari para lansi, warga Dusun Gatak bermusyawarah untuk membuat kegiatan
untuk para lansia. Kegiatan tersebut diwujudkan dalam pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan. Pemberdayaan lansia tersebut diadakan satu
minggu sekali, dengan tujuan agar tidak memberatkan lansia yang sudah
mengalami penurunan fungsi fisik. Kegiatan tersebut berupa belajar membaca
Al-Qur’an, mengkaji ayat-ayat Al-Quran, mengkaji hadits dan juga ceramah
keagamaan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji tentang
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari,
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
48
Secara ringkas, hubungan antar gejala dalam penelitian ini dapat
digambarkan seperti dalam gambar I:
Gambar I. Hubungan Antar Gejala
Analisis Kebutuhan:
Perlu adanya kegiatanpemberdayaan untuk lanjut usia
khususnya di Dusun Gatak,Wukirsari, Sleman
Analisis Masalah:Jumlah lansia yang sangat banyak,lansia belum mempunyai kegiatan
yang bersifat memberdayakan, banyaklansia yang belum bisa mengaji, danbelum ada yang memfasilitasi lansia
untuk dapat belajar
Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan
Lansia di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman
49
D. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitaian yang diajukan adalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman untuk memberdayakan lansia:
a. Bagaimana proses pelaksanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman?
b. Apa metode yang dipakai dalam penyampaian materi pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak,
Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?
c. Apa saja materi yang disampaikan dalam pemberdayaan lansia melalui
kegiatan keagamaan diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari,
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?
2. Bagaimana hasil dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman?
a. Apa saja perubahan kognitif yang didapatkan dari pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak,
Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?
b. Apa saja perubahan perilaku yang didapatkan dari pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak,
Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?
50
3. Apa saja faktor pendorong dan faktor penghambat yang dihadapi dalam
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di
Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?
a. Apa saja faktor pendorong yang dihadapi dalam pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak,
Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?
1) Bagaimana motivasi para lansia menjadi pendorong dalam
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman?
2) Bagaimana sarana dan prasarana menjadi pendorong dalam
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman?
b. Apa saja faktor penghambat yang dihadapi dalam pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak,
Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?
1) Bagaimana lingkungan menjadi pendorong dalam pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak,
Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman?
2) Bagaimana kondisi fisik lansia menjadi penghambat dalam
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
51
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman?
3) Bagaimana sumber daya manusia menjadi penghambat dalam
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman?
3) Bagaimana keterbatasan waktu menjadi penghambat dalam
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman?
52
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono
(2014:1), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek yang ilmiah, dimana peneliti sebagai
instrument utama, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi.
Menurut Moleong (2012:6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara
holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.
Berdasarkan pendapat di atas mengenai penelitian kualitatif maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang dilakukan
secara mendalam mengenai suatu objek yang terlibat dalam penelitian serta
aktivitas sosial yang ada di lingkungan sekitar objek dan berbentuk deskriptif.
Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif agar dapat mendiskripsikan mengenai pemberdayaan lansia
53
melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman.
B. Setting Penelitian
Latar penelitian ini adalah pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan
di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Tempat
penelitian ini adalah di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman. Setting waktu penelitian ini dimulai dari bulan Mei sampai
dengan bulan Agustus 2016. Penelitian ini melibatkan Ustadz/ustadzah, pengurus
Masjid, dan lansia di Dusun Gatak, Wukirsari. Peneliti memilih Dusun Gatak,
Wukirsari sebagai latar penelitian dikarenakan daerah tersebut mempunyai jumlah
lansia paling tinggi dibandingkan dengan Desa lain di Kecamatan Cangkringan
yaitu mencapai 1.259 sedangkan di Argomulyo 937 jiwa, Glagaharjo 405 jiwa,
Kepuharjo hanya 339 jiwa, dan Umbulharjo sebanyak 363 jiwa
(www.kependudukan.jogjaprov.go.id). Jumlah lansia yang sangat banyak tersebut
menjadi pendorong bagi masyarakat sekitar untuk membuat suatu kegiatan yang
dapat memfasilitasi para lansia memperoleh pendidikan di usia lanjut yang masih
berjalan hingga saat ini. Oleh karena itu peneliti memilih Dusun Gatak sebagai
latar dari penelitian ini.
C. Penentuan Informan dan Objek Penelitian
Dalam penelitian ini, penentuan informan dan objek penelitian berdasarkan
tujuan penelitian yang telah dibuat adalah mendiskripsikan kegiatan keagamaan
sebagai upaya pemberdayaan lansia Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan
54
Cangkringan, Kabupaten Sleman. Secara rinci penentuan informan dan objek
penelitian sebagai berikut:
1. Penentuan Informan Penelitian
Informan penelitian ini adalah ustadz/ustadzah sebagai pengajar atau
narasumber dalam pemberdayaan lansia, pengurus Masjid, dan lansia sebagai
sasaran program keagamaan tersebut. Sumber data utama adalah
ustadz/ustadzah, sumber data ini digunakan untuk memperoleh informasi
mengenai pemberdayaan lansia, metode yang digunakan dalam melaksanakan
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan, serta mengetahui materi
yang disampaikan dalam kegiatan serta respon dan pemahaan lansia saat
kegiatan berlangsung.
Cara menentukan informan penelitian dalam penelitian ini yaitu
menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik
penentuan informan dengan pertimbangan atau kriteria tertentu. Dalam
penelitian ini peneliti membuat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh
Ustadz/ustadzah agar dapat menjadi informan yang dapat memberikan
informasi secara rinci dan valid. Beberapa kriteria dalam penentuan
Ustadz/ustadzah sebagai yaitu sebagai berikut:
1) Merupakan Ustadz/ustadzah yang aktif
2) Ikut berpartisipasi dalam perencanaan pemberdayaan lansia
3) Latar belakang pendidikan Ustadz/ustadzah minimal SMA
55
Penentuan Ustadz/ustadzah sebagai informan secara rinci dapat dilihat
dalam tabel 3:
Tabel 3. Penentuan Ustadz/ustadzah Sebagai Informan
No. Nama L/P
Umur Status Mengikutiperencanaan
Pendidikanterakhir
MenenuhiKriteria
1. BI L 37 Aktif Mengikuti S1 Menenuhi
2. LI P 35 Aktif Mengikuti D3 Menenuhi
3. WN L 40 Aktif TidakMengikuti
S1 Tidakmenenuhi
4. YL P 36 Aktif TidakMengikuti
S1 Tidakmenenuhi
5. RN L 45 Aktif Mengikuti SMA Tidakmenenuhi
6. SR P 38 Tidakaktif
TidakMengikuti
SMA Tidakmenenuhi
Dari tabel 3 menunjukkan adanya dua Ustadz/ustadzah yang aktif, ikut
berpartisipasi dalam perencanaan pemberdayaa lansia, serta mempunyai latar
belakang tinggi. Oleh karena itu peneliti memilih BS dan LI sebagai informan
penelitian.
Selain Ustadz/ustadzah, penentuan pengurus Masjid sebagai informan juga
menggunakan teknik purposive sampling yaitu memilih informan dengan
mempertimbangkan kriteria tertentu. Beberapa kriteria pengurus yang harus
dipenuhi yaitu sebagai berikut:
a) Merupakan pengurus yang aktif
b) Mengikuti proses perencanaan pemberdayaan lansia
c) Mempunyai waktu luang
56
Tabel 4. Penentuan Pengurus Masjid Sebagai Informan
No.
Nama L/P
Jabatan Status Mengikutiperencanaan
Pekerjaan MempunyaiWaktuLuang
1. HJ L Ketua Aktif Mengikuti PNS Tidak
mempunyai
2. TH L Sekretaris Tidak
Aktif
Mengikuti Pegawai Tidak
mempunyai
3. MD L Bendahara Tidak
aktif
Mengikuti Petani Mempunyai
4. RW L Takmir Aktif Mengikuti Petani Mempunyai
5. AN L Humas Aktif Mengikuti Pegawai Mempunyai
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa pengurus yang memenuhi kriteria
menjadi informan adalah RW dan AN. Pengurus yang aktif, mengikuti proses
perencanaan serta mempunyai waktu luang dapat memberikan informasi
tentang pemberdayaan lansia di Dusun Gatak lebih detail. RW dan AN dipilih
untuk memperoleh informasi tentang proses pembentukan atau perencanaan,
dan latar belakang dibentuknya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. RW dan
AN selaku pengurus yang ikut dalam pembertukan serta membantu jalannya
pemberdayaan. RW merupakan takmir Majid Al-Iman Dusun Gatak, dan AN
adalah pengurus Masjid di Dusun Gatak.
Selain itu informan dalam penelitian ini adalah lansia sebagai sasaran
program. Pemilihan lansia sebagai informan menggunakan teknik purposive
sampling. Lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia ini berjumlah 37
orang. Dari 37 orang lansia tersebut akan dipilih lansia yang memenuhi
kriteria untuk menjadi informan penelitian.
57
Kriteria untuk para lansia agar dapat menjadi informan yaitu sebagai
berikut:
1) Lansia aktif mengikuti setiap kegiatan dalam pemberdayaan lansia
2) Mempunyai kondisi kesehatan yang baik
3) Dapat berkomunikasi dengan baik
Secara rinci penentuan lansia sebagai informan dapat dilihat dari tabel 5:
Tabel 5. Penentuan Lansia Sebagai Informan
No. Nama L/P Umur StatusKondisi
Kesehatan
Dapatberkomunikasi
dengan baik1. SY P 60 Aktif Sehat Bisa
2. SD P 61 Aktif Sehat Bisa
3. SM P 65 Aktif Sehat Bisa
4. WJ P 61 Aktif Sehat Bisa
Berdasarkan tabel 5 lansia yang dijadikan sebagai informan adalah lansia
yang aktif, sehat, serta dapat berkomunikasi dengan baik. Peneliti memilih
empat orang yang memenuhi kriteria yaitu SY, SD, SM, dan WJ. Dengan
pertimbangan tersebut peneliti dapat memperoleh informasi mengetahui
sejauh mana pemahaman, tanggapan dan hasil kegiatan yang didapatkan oleh
lansia dari kegiatan keagamaan yang telah diikuti.
2. Penentuan Objek Penelitian
Menurut Spradley dalam Sugiyono (2010: 297-298) penelitian kualitatif
tidak menggunakan istilah populasi, tetapi social situation atau situasi sosial
yang terdiri atas tiga elemen yaitu, tempat (place), pelaku (actors), dan
aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut,
58
dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin difahami secara lebih
mendalam “apa yang terjadi” di dalamnya. Pada penelitian kualitatif, peneliti
memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepada
orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, maka objek dari penelitian ini adalah
pemberdayaan lansia melalui kegaiatan keagamaan di Dusun Gatak,
Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Teknik pengumpulan data penelitian yang pertama yaitu dengan metode
observasi. Dalam tahap pertama ini akan dilakukan observasi atau survei
dimana informan penelitian berada. Obeservasi dilakukan untuk mengetahui
siatuasi dan kondisi informan penelitian yang sebenarnya. Peneliti mengamati
kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang ada di Dusun
Gatak. Peneliti mengamati gejala-gejala yang muncul selama kegiatan dan
juga saat lansia berada di rumah dengan dipandu oleh panduan observasi yang
telah disusun berdasarkan data atau informasi yang ingin didapatkan. Adanya
pengamatan yang jeli dari peneliti dapat ditemukan permasalahan yang
tampak atau muncul dari informan penelitian yaitu ustadz/ustadzah, pengurus
Masjid, dan para lansia.
2. Wawancara
Tahap kedua untuk mengumpulkan data yaitu dengan wawancara.
Wawancara dilakukan ustadz/ustadzah, pengurus Masjid, dan para lansia
59
untuk memperoleh data yang sebenarnya. Peneliti akan mewawancarai tentang
pertanyaan-pertanyaan umum yang akan menjadi permulaan sebagai
gambaran umum lokasi, kemudian dilanjutkan tentang kegiatan keagamaan
yang berlangsung, metode, dan materi yang digunakan dalam kegiatan.
Kemudian peneliti akan lebih fokus pada permasalahan yang akan dikaji
dalam penelitian ini.
Wawancara akan menjadi sumber pengumpulan data yang valid jika
dilakukan secara sistematis dan menggunakan teknik komunikasi yang baik
sehingga informan penelitian dapat merasa nyaman dan terbuka dalam proses
wawancara yang sedang berlangsung. Komunikasi dan keakraban yang
dibangun dengan baik akan memudahkan peneliti dalam melakukan proses
penelitian dan akan lebih mudah dalam menemukan data dan permasalah yang
jelas dan valid.
3. Dokumentasi
Dokumentasi sangat penting dan menjadi salah satu teknik pengumpulan
data karena dengan adanya dokumentasi dapat menjadi sebuah bukti bahwa
penelitian yang dilakukan benar adanya. Selain itu dokumentasi juga dapat
membantu mempermudah peneliti dalam menumukan ide-ide baru dalam
pemecahan masalah yang sebenarnya terjadi di lingkungan informan.
E. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2010: 307) dalam penelitian kualitatif yang merupakan
instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri. Dalam penelitian ini, peneliti
merupakan instrumen utama selanjutnya dibantu oleh alat-alat pengumpul data
60
yang lain seperti pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman
dokumentasi. Peneliti sebagai instrument itu sendiri berfungsi menetapkan fokus
penelitian, memilih informan sebagai sumber data, analisis data, dan membuat
kesimpulan dari temuan yang didapatkan. Berdasarkan pendapat tersebut maka
instrument penelitian ini adalah peneliti sendiri yang dibantu dengan pedoman
wawancara, pedoman observasi dan dokumentasi.
1. Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan untuk mengetahui fakta atau fenomena
yang ada dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan di Dusun Gatak. Fakta atau fenomena tersebut dapat berupa
perilaku dari informan penelitian, proses pelaksanaan pemberdayaan, dan
respon kecil yang terlihat saat pelaksanaan pemberdayaan. Observasi
dilakukan langsung pada pelaksanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkriangan, Kabupaten
Sleman.
2. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk
mengetahui informasi lebih mendalam mengenai pemberdayaan lansia melalui
kegiatan keagamaan, hasil kegiatan, serta faktor pendorong dan penghambat
pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkriangan,
Kabupaten Sleman.
61
F. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan empat tahap analisis data meliputi proses
reduksi data, penyajian data, verivikasi data dan kesimpulan data.
1. Reduksi data (Data Reduction)
Reduksi data ini adalah kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok
dan memfokuskan diri pada hal-hal yang penting. Setelah mendapatkan fokus
pada hal-hal yang akan diteliti maka perlu dicari tema yang sesuai dengan
fokus masalah. Di lapangan peneliti akan memfokuskan diri pada
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan. Mencakup pelaksanaan
pemberdayaan, metode, materi kegiatan, hasil pemberdayaan lansia, faktor
pendorong, dan penghambat dan lain-lain yang berhubungan dengan fokus
penelitian. Lamanya waktu penelitian dan banyaknya informasi mengenai
informan penelitian tidak menutup kemungkinan wawasan pemikiran dari
peneliti akan semakin berkembang sehingga dapat mereduksi data-data yang
memiliki nilai temuan di lapangan.
2. Penyajian data (Data Display)
Setelah melakukan tahap reduksi data maka langkah selanjutnya dalah
penyajian data atau mendisplaykan data. Penyajian data dalam penelitian
kualitatif disajikan dalam bentuk diskriptif atau dalam bentuk uraian singkat,
bagan dan lain-lain. Dalam tahap reduksi data telah ditemukan fokus masalah
dan juga tema dari penelitian. Pada tahap ini temuan-temuan di lapangan akan
diuraikan dan disajaikan secara sistematis.
62
Dalam penyajian data perlu dibuat suatu klasifikasi atau pengelompokan
data untuk memudahkan penelitian. Data yang telah dikelompokkan sesuai
dengan klasifikasinya masing-masing kemudian dianalisis secara mendalam.
Analisis tersebut dimaksudkan untuk menemukan hubungan atau korelasi
antar data yang ada. Berdasarkan data yang telah terkumpul dan telah
dianalisis selanjutnya dapat dikaterorikan kembali. Dari analisis dan
pengkategorian tersebut akan ditemukan fakta-fakta mengenai kebenaran atau
kevalidan data tersebut.
3. Kesimpulan data
Setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah menarik
kesimpulan dari data yang telah diperoleh. Kesimpulan dalam penelitian yang
diharapkan adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan
dapat berupa diskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih
remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas
(Sugiyono,2010: 345).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini menggunakan teknik
analisis data secara kualitatif yang bertujuan untuk menemukan data
mendalam tentang pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun
Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
G. Pemeriksaan Keabsahan Data
Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif. Karena itu
keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Keabsahan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi. Triangulasi dapat
63
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara,
dan berbagai waktu. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi sumber, dan triangulasi metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sedangkan
triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang
sama dengan metode yang berbeda (Sugiyono, 2014: 127).
Dalam penelitian ini terdapat tiga sumber yaitu ustadz/ustadzah, pengurus
Masjid, dan lansia. Triangulasi dilakukan dengan cara mengecek data yang
diperoleh dari ustadz/ustadzah, pengurus Masjid, dan lansia yang kemudian akan
diterik sebuah kesimpulan. Sedangkan triangulasi metode dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam
penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Triangulasi dilakukan dengan cara mengecek hasil yang diperoleh dari
wawancara, observasi, dan dokumentasi kemudian ditarik sebuah kesimpulan.
Informasi yang diperoleh diusahakan dari narasumber yang benar-benar
mengetahui permasalahan dalam penelitian ini.
64
BAB IVHASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Wukirsari merupakan bagian dari wilayah Kecamatan
Cangkringan. Secara geografis Desa Wukirsari berada di 7038’01” Lintang
Selatan – 07040’20” Lintang Selatan dan 110025’58” Bujur Timur –
110027’540” Bujur Timur dengan luas wilayah 1.456 Ha. Desa Wukirsari
terdiri dari empat Kelurahan yaitu Sintoksari, Tanggalsari, Dawungsari
dan Tanjungsari. Kelurahan Tanjungsari terdiri dari lima Dusun yaitu
Dusun Tanjung, Brayut, Gatak, Cancangan, Bedoyo.
Desa Wukirsari memiliki struktur tanah yang subur dan mempunyai
sumber air yang sangat melimpah. Penduduk sekitar memanfaatkan alam
sebagai lahan untuk mencari penghidupan dan menjadikannya sebagai
mata pencaharian utama. Letak wilayah yang jauh dari kota tidak
menyebabkan kesulitan dalam mencukupi kebutuhan ekonomi. Menjadi
petani merupakan hal yang telah dipilih oleh masyarakat sekitar sebagai
pekerjaan. Desa Wukirsari berada di kaki Gunung Merapi sehingga
menjadi jalan utama bagi wisatawan. Hal tersebut juga dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk mencari nafkah yaitu dengan membuka warung makan
kecil atau toko kelontong.
65
Desa Wukirsari merupakan desa yang mempunyai jumlah penduduk
yang cukup banyak. Data jumlah penduduk Desa Wukirsari dapat dilihat
pada table berikut:
Tabel 6. Data Jumlah Penduduk Desa Wukirsari Berdasarkan KelompokUsia Periode Semester II Tahun 2014
Usia WukirsariL P L+P
0-14 tahun(Belum Produktif)
1822 1658 3.480
15-64 tahun(Produktif)
5.943 5.752 11.695
64 tahun ke atas(Tidak Produktif)
693 875 1.568
Jumlah 8.458 8.285 16.743Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Cangkringan, KabupatenSleman, Yogyakarta
Tabel 7. Data Jumlah Penduduk Desa Wukirsari Berdasarkan KelompokUsia Periode Semester I Tahun 2015
Usia WukirsariL P L+P
0-14 tahun(Belum Produktif)
1.150 1.159 2.309
15-64 tahun(Produktif)
3.517 3.583 7.100
64 tahun ke atas(Tidak Produktif)
582 677 1.259
Jumlah 5.249 5.419 10.668Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Cangkringan, KabupatenSleman, Yogyakarta
Jumlah penduduk Desa Wukirsari berdasarkan golongan usia dan
rentang produktif pada periode semester II tahun 2014 yaitu sebanyak
16.743 jiwa, terdiri dari 8.458 laki-laki dan 8.285 perempuan. Sedangkan
pada periode semester I tahun 2015 jumlah penduduk mengalami
penurunan menjadi 10.668 jiwa, terdiri dari 5.249 laki-laki dan 5.419
perempuan.
66
Desa Wukirsari dibagi menjadi beberapa wilayah salah satunya yaitu
Dusun Gatak yang mempunyai program pemberdayaan lansia melalui
kegiatan keagamaan. Jumlah lansia di Dusun Gatak yang mengikuti
pemberdayaan lansia yaitu sebagnyak 37 orang yang terbagi menjadi dua
kelompok yaitu lansia kelompok TPA Iqro’, dan lansia kelompok Al-
Quran. Secara rinci dapat dilihat dari tabel 8:
Tabel 8. Daftar Lansia TPA Iqro’
No. Nama L/P Usia Pendidikan Pekerjaan Jilid
1. SY P 60 SD Petani 6
2. SD P 61 SD Petani 5
3. PN P 60 SD Petani 4
4. WJ P 65 SD Petani 6
5. PI P 61 SD Petani 2
6. HJ P 84 Tidak tamat SD Tidak bekerja 2
7. HD P 72 Tidak tamat SD Tidak bekerja 2
Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa ada tujuh orang lansia yang
masih berada di kelompok TPA Iqro’. Lima dari tujuh lansia tersebut
berusia 60-65 tahun, tamat SD, dan masih bekerja sebagai petani. Dari
lima orang lansia yang masih bekerja aktif tersebut hanya ada satu orang
yang masih iqro’ dua. Selain itu dua dari lansia yang berusia lebih dari 70
tahun sudah tidak bekerja, tidak tamat SD, dan masih berada di iqro’ dua.
Ada perbedaan antara lansia tamat SD usia 60-65 tahun yang masih
bekerja dengan lansia tidak tamat SD usia 70 tahun ke atas yang sudah
tidak bekerja yaitu tingkat kemampuan belajar dari lansia tersebut.
67
Lansia yang ada di kelompok TPA Iqro’ lebih banyak dari kelompok
TPA Al-Quran yaitu sebanyak 30 orang lansia, dapat dilihat dari tabel 9:
Tabel 9. Daftar Lansia Kelompok TPA Al-Quran
No. Nama L/P Usia Pendidikan Pekerjaan
1. SM P 60 SD Pedagang2. WR L 67 SD Petani3. NT L 70 Tidak Tamat SD Petani4. DM P 61 SD Petani5. RN P 61 SD Petani6. GN P 64 SD Petani7. ST P 60 SD Petani8. TR P 70 Tidak Tamat SD Tidak bekerja9. KN L 60 SD Petani10. GD L 63 Tidak Tamat SD Petani11. JD L 66 SD Tidak bekerja12. RL P 60 SD Tidak bekerja13. SW L 60 SD Petani14. JM P 62 SD Petani15. KR P 63 SD Petani16. MD L 63 SD Tidak bekerja17. TH P 60 SD Petani18. WN P 65 SD Petani19. YT P 61 SD Petani20. RB P 68 SD Tidak bekerja21. HN P 67 Tidak Tamat SD Petani22. PY P 61 Tidak Tamat SD Petani23. MS P 63 SD Petani24. TM L 61 SD Tidak bekerja25. EN P 60 SD Petani26. SB P 62 Tidak Tamat SD Petani27. FH P 62 SD Petani28. SR P 60 SD Petani29. TK P 69 SD Tidak bekerja30. UT P 61 SD Petani
68
Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa terdapat 30 lansia yang mengikuti
TPA Al-Quran, hanya ada enam lansia yang tidak tamat SD serta tujuh
tidak bekerja. Berdasarkan tabel 8 dan tabel 9 maka dapat dirumuskan hal-
hal pada tabel 10:
Tabel 10. Kelompok Lansia Berdasarkan Usia
No. Usia Jumlah Presentasi
1. 60-65 28 75.7%
2. 66-70 7 18.9%
3. 71 ke atas 2 5.4%
Dari tabel 10 menunjukkan bahwa lansia yang masih aktif dalam
mengikuti pemberdayaan lansia yaitu lansia yang berusia antar 60-65 yaitu
sebanyak 75.7%. Hal tersebut menunjukkan bahwa usia mempengaruhi
frekuensi keaftifan seorang lansia dalam mengikuti kegiatan.
Tabel 11. Kelompok Lansia Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah Presentasi
1. Tamat SD 29 78.4%
2. Tidak tamat SD 8 21.6%
Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa lansia yang mengikuti
pemberdayaan lansia di Dusun Gatak mayoritas adalah lansia yang tamat
SD yaitu sebanyak 78.4%. Tingkat pendidikan berpengaruh pada
kemampuan belajar para lansia dikarenakan lansia yang kesulitan
membaca atau mengingat-ingat huruf hijaiyah dapat membaca terjemahan
huruf abjad yang sudah ada. Sehingga jika lansia yang tidak tamat SD
69
dapat mengalami kesulitan dalam belajar atau mengingat-ingat materi
yang telah disampaikan.
Tabel 12. Kelompok Lansia Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No. Jenis Pekerjaan Jumlah Presentasi
1. Petani 27 73%
2. Pedagang 1 2.7%
3. Tidak Bekerja 9 24.3%
Dari tabel 12 maka dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia yang
mengikuti pemberdayaan lansia di Dusun Gatak bekerja sebagai petani
dengan presentasi sebanyak 73%. Sementara itu lansia tidak bekerja
sebanyak 24.3%, dan lansia yang bekerja sebagai pedagang sebanyak
2.7%.
Berdasarkan ketiga data di atas menunjukkan bahwa lansia yang
berusia 60-65, tamat SD, dan aktif bekerja lebih mempunyai semangat
belajar dan kemampuan belajar yang tebih tinggi. Bekerja pada usia lanjut
dapat menjadikan lansia mempunyai komunikasi dengan teman sesama
pekerjaan. Komukasi tersebut dapat menciptakan keakraban dan rasa
nyaman bagi lansia. Rasa nyaman dapat membuat lansia terhindar dari
stress diusia lanjut dan mempunyai semangat tinggi dalam menjalani
hidup.
70
2. Deskripsi Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan
a. Jenis Kegiatan yang Diselenggarakan
Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dalam pemberdayaan lansia
di Dusun Gatak yaitu:
1) Taman Pendidikan Al-Quran (TPA)
TPA merupakan kelompok masyarakat yang menyelenggarakan
pendidikan non formal dalam bidang keagamaan Islam, bertujuan
untuk memberikan pengajaran membaca Al-Quran beserta dasar-
dasar hukum atau tata cara membaca Al-Quran. TPA dapat diikuti
oleh semua orang dari kelompok usia manapun, tidak terkecuali
lansia.
2) Yasinan
Yaitu kegiatan kelompok masyarakat yang dilakukan dengan cara
membaca Surat Yasin bersama-sama dipimpin oleh seseorang yang
telah ditunjuk. Yasinan dapat diadakan pada hari yang telah
disepakati kelompok masyarakat tertentu, atau dapat dilaksanakan
untuk memenuhi hajat tertentu. Yasinan merupakan tradisi lama
yang telah dilaksanakan oleh masyarakat muslim di Indonesia
secara turun temurun dan menjadi pemererat tali silaturahim antar
umat muslim.
3) Kajian
Kajian merupakan kegiatan ceramah dan diskusi yang
diselenggarakan oleh kelompok tertentu dengan membahas
71
berbagai hal dan permasalahan dipandang dari sudut pandang
agama dengan dipimpin oleh seorang narasumber. Tujuan dari
kegiatan kajian keagamaan ini adalah untuk memperluas wawasan
keagamaan.
B. Data Hasil Penelitian
1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan
a. Latar Belakang Pembentukan Pemberdayaan
Hal yang melatarbelakangi dibentuknya pemberdayaan lansia yaitu
pengurus masjid sebagai perwakilan dari masyarakat menginginkan masjid
menjadi ramai, masyarakat dapat rajin berjamaah di masjid kemudian
dibentuklah kegiatan pemberdayaan. Seperti yang diungkapkan oleh RW
selaku takmir masjid Al-Iman Dusun Gatak:
“Waktu itu pas rapat pengurus masjid kan kami membicarakan tentanggimana ini kok masjidnya masih sepi. Kami akhirnya membuat kegiatanpengajian, untuk ibu-ibu muda sama lansia....” (CW.3.1, hal:150)
Diperkuat oleh pernyataan AN selaku perwakilan remaja masjid:
“….waktu ada pertemuan pengurus ada yang usul bagaimana kalaumengadakan kegiatan di masjid biar masjidnya rame gitu. Kan kebetulandisini memang belum ada kegiatan-kegiatan pengajian mbak terusakhirnya kami adakan ….” (CW.4.1, hal:156)
Bagi pengurus, keputusan untuk membuat pemberdayaan lansia melalui
kegiatan keagamaan adalah terobosan yang cukup besar di Dusun Gatak.
Belajar diusia lanjut mempunyai kesulitan tersendiri dibandingkan diusia lain,
namun baik pengurus maupun para lansia merasa hal ini adalah tantangan.
RW mengungkapkan bahwa:
72
“….dan ini kan juga kami mengadakan TPA, jarang –jarang lho mbak adaTPA lansia. Soalnya kan ngajari lansia beda sama kalau kita ngajar anakmuda, padahal kan lansia juga belum bisa mereka juga pengen bisa pengenbelajar” (CW.3.12, hal:153)
Diperkuat oleh pernyataan SD:
“Kulo pengene pengen ngaji pengen saget, beno tahunan tapi nggehmboten nopo-nopo seng penting usaha. Pun tuwo nek saget kan nggehsaget ngaji sitik-sitik mbak” (CW6.1, hal:164)Pemberdayaan lansia dilakukan melalui kegiatan keagamaan karena
banyak lansia di Dusun Gatak yang belum bisa membaca Al-Quran. Selain itu
para lansia juga mempunyai keinginan untuk memperdalami agama, seperti
yang dikatakan oleh salah seorang ustadzah yaitu LI,:
“Iya mbak mereka merasa terfasilitasi, dulu kan belum ada ngaji kayakgini mbak belum ada TPA dan saya rasa pemahaman tentang agama jugabelum banyak” (CW.4.12, hal:158)
Diperkuat dengan pendapat RW:
“….ternyata kebanyakan mereka belum bisa semua mbak. Dari 50 orangmungkin baru 15% yang bisa”(CW.3.3, hal:151)
Selain itu pendapat dari salah satu lansia yaitu SM mengatakan bahwa:
“Dereng nate kulo mbak, wong kulo niki mbiyen sekolahe ora onongajine. Kulo niku blas dereng saget moco Al-Quran mbak. Nung rongtaun sinau iqro niku nggeh urung iso-iso. Sagete lekas Al-Quran nggehcedak-cedak niki. Wong tuwo nek umpomo mung seminggu pisan lekmoco niku nek ora ono seng mulang lak yo tetep kangelan to” (CW.7.3,hal:171)
Selain itu yang menjadi latar belakang dibentuknya pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan adalah untuk mewujudkan Kampung Al-Quran.
Dusun Gatak telah mendapatkan julukan Kampung Al-Quran sejak tiga tahun
yang lalu. Masyarakat juga berkeinginan untuk mewujudkan julukan tersebut
dengan cara mengikuti kegiatan keagamaan. Diungkapkan oleh SY bahwa:
73
“….Selain itu disini Desa kami yang sudah mendapat julukan KampungAl-Quran ini supaya bisa menjadi kampung Al-Quran yangsebenarnya”(CW.5.1, hal:161)
Diperkuat oleh pernyataan RW:
“…saya rasa ya sudah sesuai dengan kebutuhan mereka, apalagi disini kansudah mendapatkan julukan Kampung Al-Quran. Mosok Kampung Al-Quran warganya masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran”(CW.3.4,hal:151)
Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa latar belakang dibentuknya
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan adalah pengurus
menginginkan warga menjadi rajin berjamaah di masjid agar masjid menjadi
ramai. Selain itu para lansia sendiri menginginkan adanya kegiatan
keagamaan, dikarenakan kebanyakan dari para lansia belum bisa membaca Al-
Quran. Selain itu memang di Dusun Gatak belum ada kegiatan keagamaan
yang dikhususkan bagi lansia, padahal jumlah lansia di Dusun tersebut sangat
banyak. Hal lain yang melatar belakangi dibentuknya pemberdayaan lansia
adalah julukan Dusun Gatak sebagai Kampung Al-Quran. Dusun Gatak telah
mendapat julukan kampung Al-Quran sejak tiga tahun yang lalu, baik
pengurus maupun lainsia ingin mewujudkan Kampung Al-Quran tersebut
secara nyata dengan cara meminimalisir jumlah masyarakat yang belum bisa
membaca Al-Quran. Oleh karena itu pengurus ingin memfasilitasi para lansia
dalam belajar melalui pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan.
Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa latar belakang dibentuknya
pemberdayaan lansia adalah karena para lansia belum pernah mengikuti
kegiatan keagamaan seperti TPA, dan sebelumnya belum ada kegiatan
keagamaan di Dusun Gatak.
74
b. Pelaksanaan Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan
Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dibentuk secara musyawarah olah
pengurus masjid dan perwakilan remaja. Pemberntukan tersebut tidak luput
dari proses perencanaan. Perencanaan kegiatan dilakukan secara bertahap dan
sederhana dari kumpulan ide-ide yang ada. Dijelaskan oleh RW selaku takmir
masjid:
“Kami pihak pengurus musyawarah waktu itu terus dipertemuanselanjutnya kami mulai koordinasi lebih lanjut dengan wakil remaja danbeberapa pihak lalu kami tawarkan kalau ada yang mau membantumengajar”(CW.3.3, hal:151)
Diungkapkan juga oleh AN bahwa:
“Kami perencanaannya ga mendetail sih mbak kan kami suga dananyasukarela, ustadnya ga dibayar, dan ga pakai konsumsi juga. Dana untukpelaksanaan kami ambilkan dari infaq masjid dan sosial mbak. Kamiwaktu itu dapet ide kemudian di rapat selanjutnya kami dapat pengajar dankesepakatan waktu sudah gitu aja” (CW.4.3, hal:157)
Pada umumnya masyarakat desa masih memegang tradisi atau kebiasaan
yang ada, seperti halnya gotong royong antar warga, musyawarah maupun
tradisi-tradisi adat. Masyarakat di Dusun Gatak masih mempertahankan
tradisi-tradisi tersebut. Banyak hal dilakukan untuk kebaikan bersama dan
secara suka rela begitu juga dengan pemberdayaan lansia. Pembentukan dibuat
secara musyawarah, ustadz/ustadzah yang mengajar juga menawarkan diri
secara suka rela.
Seperti yang diungkapkan oleh BI:
“Saya kan ikut pembetukan dulu itu, saya ditawari untuk ngajar yakemudian saya ikut berpartisipasi gitu mbak. Disini kan masih banyakyang belum bisa baca Al-Quran, itung-itung ikut membantulah”(CW.1.1,hal:140)
75
Didukung oleh pernyataan RW:
“Yang ngajar ya dari kami warga kami sendiri, kan dulu ditawarkan siapayang mau sukarela ngajar ngaji dan tidak dibayar gitu mbak terusAlhamdulillah ada yang mau”(CW.3.6, hal:151)
Lansia tidak dilibatkan secara langsung dalam perencanaan pemberdayaan.
Perencanaan sengaja dibentuk terlebih dahulu oleh pengurus dan perwakilan
remaja, akan tetapi setelah pemberdayaan mulai berjalan para lansia dapat
berpartisipasi dalam pengampilan keputusan. Dapat dilihat dari penuturan AN:
“Kegiatan, tempat dan hari kami yang tentukan sih mbak tapi setelah bisaberjalan ya kami serahkan sama mereka yang menjalani mau bagaimana.Kami sebagai fasilitator sama, manut kan mereka juga sudah bisalah yamaksudnya kalau disuruh bikin keputusan sendiri”(CW.4.3, hal:157)
Diperkuat oleh pernyataan RW:
“Enggak sih mbak itu yang ikut musyawarah itu pengurus samaperwakilan remaja, warga ngikut aja gitu”(CW.3.4, hal:151)
Dalam pemberdayaan yang diselenggarakan bersifat umum untuk warga
Dusun Gatak. Kegiatan tersebut juga tidak mensyarakatkan apapun saat
perekrutan peserta pemberdayaan. Seperti yang dijelaskan oleh RW:
“Kami mengumumkan lewat pengeras suara masjid mbak, kami jugapengajian rutin tiap bulan. Biasa kalau di dusun gini kan gethok tularmbak, dari mulut kemulut gitu diomongin kalau ada kegiatan TPA danlain-lain”(CW.3.2, hal:151)
Didukung oleh pendapat AN:
“Kami mengumumkan di masjid kalau ada kegiatan-kegiatan gitu mbak,kan memang kalau disini pengumuman ya ngumuminnya lewat pengerassuara di masjid. Terus warga yang mau ikut tinggal dateng gitumbak”(CW.4.2, hal:156)
Beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan lansia
di Dusun Gatak terbentuk dari proses perencanaan. Perencanaan
pemberdayaan melibatkan pengurus masjid dan perwakilan ramaja.
76
Perencanaan dilakukan selama beberapa tahap dengan menentukan jenis
kegiatan, tujuan, waktu, tempat dan biaya. Pemberdayaan ini dilakukan secara
bersama-sama dan menggunakan dana sukarela sehingga tidak memberatkan
para lansia.
Pemberdayaan lansia terdiri dari beberapa kegiatan keagamaan yaitu TPA,
yasinan, dan kajian yangn dilaksanakan rutin satu minggu sekali. Seperti yang
diungkapkan oleh salah ustadzah LI:
“Disini ada beberapa kegiatan mbak yang TPA itu ada dua, TPA Al-Quran setiap malam Minggu dan TPA iqro’ setiap malam Jumat. Adalagi yaitu kajian setiap malam Selasa dan yasinian setiap malam Jumatbada isya. Ada lagi pengajian setiap sebulan sekali kalau itu untukumum semua boleh ikut tidak hanya yang lansia” (CW.2.2, hal:144)
Didukung oleh pernyataan SD:
“TPA Iqro’ niku malem jumat bar magriban dugi isya’ kan dameljamaah, enten TPA kangge seng pun Al-quran niku malem minggunggeh sami bar maghrib dugi isya’, kajian kaleh Bu Yola niku malemselasa nggeh bar maghrib dugi isya’, enten maleh yasinan malem jumatbada isya’ kadang dugi jam sepuluh”. (CW.6.6, hal:167)
Sesuai dengan yang dikatakan oleh AN:
“Disini TPA yang iqro itu malem Jumat, kalau yang Al-Quran malemMinggu. Kajiannya malem Selasa, yasinan malem Jumat bada isya’”(CW.4.6, hal:174)
Sedangkan SD mengungkapkan:
“Nek seng TPA nggeh moco iqro’ mbak, nek kajian kaleh Bu YL nikukulo jarang mangkat terus nek yasinan ngoten nggeh mung moco yasinterus diisi lain-lain nek enten seng ajeng dirembug ngoten”. (CW.6.4,hal:167)
Setiap kegiatan mempunyai pengampu dan penanggung jawab sendiri-
sendiri, untuk TPA iqro’ diampu oleh ustadz BI dan ustadzah LI. TPA Al-Quran
diampu oleh ustadz WN, kajian oleh ustadzah YL, dan yasinan dibimbing oleh
77
Pak Rakun. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran di TPA maupun di yasinan dan
kajian pada menggunakan empat tahap yaitu tahap persiapan, pembukaan, inti,
dan penutup. Dilihat dari penuturan RW:
“Tahap pelaksanaan pembelajarannya itu kan pertama persiapan tempat,terus pembukaan, baca doa, kemudian nanti ngaji, setelah itu penutup”(CW.3.5, hal:152)
Hal ini juga disampaikan oleh SY:
“Bar jamaah sholat maghrib niku nata meja buat TPA niku terus ngaji.Dibuka terus baca al-fatihah terus baca doa mau belajar terus ngaji satu-satu sma gurunya. Kalo satu orang lagi ngaji terus yang lain niku bacasendiri ngoten mbak. Bar niku pun, ditutup baca doa penutup majlis teruswangsul. Nek sing yasinan niku dibuka teru baca yasin, doa, terus istirahatlain-lain terus pun. Nek kajian kaleh bu YL nggeh sami tapi khusus yangperempuan”. (CW.5.8, hal:162)
Sedangkan LI mengatakan bahwa:
“Pembukaan mbak setelah itu baca doa mau belajar, kemudian mulaibelajarnya satu-satu sambil nunggu giliran mbah-mbahnya belajar sendiridulu. Kalau yang yasinan ya sama, dibuka dulu baca Al-Fatihah terus bacayasin terus ada sesi lain-lain untuk berdiskusi. Kalau kajian itu setelahdibuka, kami kasih materi dengan ceramah. Setelah selesai, mereka bolehtanya. Kalau udah selesai ditutup pakai doa penutup majlis”. (CW.2.7,hal:146)
Penuturan tersebut sejalan dengan penuturan SM:
“Kados wingi kino bar sholat maghrib njuk nata meja, mic, Al-Quran,tikar. Bar niku njuk dibuka karo Mas WN kui, soko mburi karo ono sengmbagekke snek. Bar dibuka kan moco doa bar kuwi diwarahi sikek karoMas WN cara mocone piye. Nek wes terus siji-siji kon moco nganggo micnek salah yo dibenerke. Bar kuwi nek Mas WN ora sibuk kyo wingi kaeiso diwoco artine, biasane sampe setengan sepuluh nek isya’ yo sholat sek.Nek karo Pak GL sak ayat kudu bener. Wes rampung ngaji njuk ditutupmoco doa, bar kwi ngresiki ngon terus do ngekke sosial sak ikhlasembak”. (CW.7.8, hal:172)
Didukung oleh keterangan dari WJ:
“Riyen awal masuk dites riyen diken maos iqro’ 1 saget nopo mboten.Nek pas TPAne niku pertamane dibukak terus baca doa ngoten terus dobaca kiambak-kiambak kaleh nunggu giliran nek pun nggeh ditutup. Pas
78
ngaji kaleh gurune njuk mangkeh gurune nyatet teng buku prestasi niko,nggeh mung ngoten mbak. Nek yasinan niko radi benten, enten lain-lainesoale kan mboten teng masjid terus wektune kan mboten ketabrak isya’dadi saget tekan jam 21.30 kadang jam 22.00. Yasinan niko biasanedibukak kaleh Pak Rakun terus nggeh moco-moco dungo ngoten nikoterus moco yasin niku”. (CW.8.8, hal:212)
Jumlah lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia ini adalah sebanyak 50
orang. Lansia tersebut terbagi dalam kelompok-kelompok yaitu kelompok
TPA iqro’ dan TPA Al-Quran. Dapat dilihat dari pernyataan AN:
“….waktu pertama pertemuan itu sampai sekitar 50 orang….” (CW.4.4,hal:157)
Sedangkan LI menuturkan :
“Kalau yang Al-Quran itu banyak mbak 30 lebih, kalau yang iqro’ itu yangaktif hanya tujuh, kajian itu jugabanyak mbak kebanyakan yang dateng ituyang dari Al-Quran sekitar 20 orang. Kalau yang yasinan 40 lebih mbakkan campur itu”. (CW.2.9, hal:146)
Diperkuat oleh pernyataan BS:
“Dulu waktu awal-awal itu banyak mbak. Sekarang TPA malem jumatyang aktif biasanya 7 kadang 5. Kalau yang Al-Quran itu juga banyakwong kalau buat snace aja sampe 40 katanya”. (CW.1.9, hal:142)
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan
lansia di Dusun Gatak melakukan perencanaan program pemberdayaan secara
sederhana dan secara musyawarah yang melibatkan pengurus Masjid, serta
perwakilan remaja. Lansia tidak dilibatkan secara langsung dalam
perencanaan program pemberdayaan, akan tetapi lansia diberikan kebebasan
berpendapat maupun berpartisipasi saat pemberdayaan sudah berjalan.
Perekrutan pengajar atau ustadz/ustadzah dilakukan dengan cara mengajukan
diri secara suka rela dan tidak menerima imbalan sama sekali. Pemberdayaan
lansia di Dusun Gatak mencakup tiga kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian.
79
TPA dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok Al-Quran dan kelompok
iqro’. TPA Al-Quran dilaksanakan pada pukul 18.30 WIB atau bada maghrib
setiap hari Sabtu di Masjid Al-Iman. TPA iqro dilaksanakan pada pukul 18.30
WIB atau bada maghrib setiap hari Kamis di Masjid Al-Iman. Kegiatan
yasinan dilaksanakan pada pukul 19.30 WIB atau bada isya’ di hari Kamis
bertempat di rumah warga secara bergilir. Sedangkan kajian dilakukan pada
pukul 18.30 WIB atau bada maghrib setiap hari Senin. Jumlah lansia yang
mengikuti kegiatan ini adalah sebanyak 50 orang Tahap pelaksanaannya yaitu
terdiri dari tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup.
Menurut hasil pengamatan, jumlah lansia yang mengikuti TPA Al-Quran
adalah sebanyak 30 orang, sedangkan TPA iqro’ sebanyak 7 orang. Yasinan,
dan kajian diikuti oleh lansia dari kedua kelompok tersebut, jadi total lansia
yang aktif dalam pemberdayaan ini yaitu sebanyak 37 orang.
c. Metode Pemberdayaan Lansia
Pemberdayaan yang menjadikan lanjut usia sebagai garapan utama
membutuhkan metode khusus dan penanganan yang lebih dibandingkan
dengan pemberdayaan dengan sasaran usia lain yang lebih muda. Metode yang
digunakan haruslah metode dapat mudah diterima dan diikuti oleh para lansia.
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode ceramah, dan praktek.
Seperti yang dikatakan oleh ustadz BI:
“Ya TPA pembelajarannya pakai iqro’. Dulu kan juga sempat kerjasamadengan Fan Tahsin, tapi kan mereka belum bisa baca sama sekali mbakjadi agak kurang pas dengan itu ya terus cuma ngisi berapa kali gitu terusudah dilanjut iqro. Kalau kajian jelas kami menggunakan metode ceramahdalam penyampaiannya”. (CW.1.4, hal:141)
80
Diperkuat oleh pernyataan AN:
“Pakai apa ya mbak kayaknya pakai iqro kalau yang TPA itu, yang mudahbuat menula yang ga muda lagi”. (CW.4.7, hal:157)
Sedangkan RW menyampaikan bahwa:
“Kami dulu nyoba pakai metode dari FAN Tahsin mbak tapi ada beberapakelompok tidak bisa mengikuti karena itu belajarnya cepet kan. Kalaumbah-mbah yang belum begitu tua gitu masih bisa mengikuti dan sekarangsudah Al-Quran. Tapi kalau yang 70 tahun keatas agak kesulitan akhirnyamereka pakai yang metode iqro”. (CW.3.7, hal:152)
Hal ini sesuai dengan penuturan LI:
“Pakai iqro mbak karena kami pikir itu lebih mudah. Kalau yang sudahAl-Quran itu dulunya mereka pakai metode yang berbeda jadi cepet bisa.Awalnya mau kami samakan pakai metode itu semua tapi yang dikelompok malem Jumat itu si mbah-mbahnya banyak yang sudah sepuhnanti malah tambah kesulitan”. (CW.2.4, hal:145)`
Dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan ustadz/ustadzah menggunkanan
media buku iqro’ Al-Quran, hadits, dan juga buku yasin disaat kegiatan
yasinan. Seperti yang diungkapkan oleh BS:
“Medianya ya pakai buku iqro’ itu mbak, kalo yasinan ya buku yasin.Kalau yang Al-Quran sama kajian itu kadang juga ustadnya pakai haditsbuat ngisi materinya”. (CW.1.5, hal:141)
Diperjelas oleh pernyataan LI:
“Kami hanya pakai iqro’ itu mbak jadi mbak-mbahnya itu nanti baca satu-satu kami yang koreksi. Kalau yang Al-Quran itu beda lagi mbak, karenasudah Al-Quran jadi mereka bacanya Cuma satu ayat per orang tapi nantisemua di ajarin dulu sama ustadnya. Yang yasinan itu ya cuma baca yasin.Kajian itu juga nanti ustadzahnya menyampaikan materi secara lisan gitunanti mbah-mbahnya bisa tanya”. (CW.2.5, hal:145)
Kelancaran dalam sebuat kegiatan didukung dengan adanya sarana dan
prasarana yang memadahi. Pelaksanaan pemberdayaan lansia di Dusun Gatak
juga tidak luput dari dukungan sarana dan prasarana yang ada. Sarana dan
81
prasarana tersebut berupa ruangan masjid, meja, tikar, media pembelajaran,
microfone, dan juga almari. Hal ini disampaikan oleh AN:
“Di masjid sudah kami siapkan semua mbak, ada meja, tikar, iqro’, Al-Quran, ada lemari tempat kayak kertas absen itu, ada mic”. (CW. 4.8,hal:157)
Sedangkan BS menyampaikan:
“Tempatnya masjid itu, ada meja, papan tulis juga ada mbak tapi jarangdigunakan. Ada iqro’, Al-Quran, buku prestasi, lemari juga ada. Sarprasdapat dari takmir itu dana dari infaq”. (CW.1.6, hal:141)
Didukung oleh pernyataan LI:
“Di Masjid itu sudah ada meja, tikar, rak tempat iqro, kayak buku prestasiitu, Al-Quran, microfone. Sebenarnya di Masjid itu juga ada papantulismbak tapi tidak kami gunakan karena menurut kami lebih efektif kalaudiajarin pakai iqro’ langsung. Kalau yang Al-Quran juga ada snaknyamereka inisiatif iuran sendiri karena orangnya lebih banyak mbak”.(CW.2.6, hal:145)
Pemberdayaan yang mencakup berbagai kegiatan memberikan kesempatan
kepada lansia untuk dapat selalui aktif dan juga berkumpul dengan seusianya,
meskipun para lansia masih bekerja di sawah. Hal ini disampaikan oleh SY:
“Nek kulo mesti tak usahakke mangkat mbak. Wong nggeh mboten taulibur paling nek Ustade mboten saget, paling mung moco bareng-barengngoten. Soale kan wes gae snek mbak, nek ora yo ono Pak Rakun kae”(CW.7.5, hal:172)
Hal ini juga disampaikan oleh LI:
“Mereka termotivasi mbak wong hujan aja mereka tetep berangkat, kalaupas deres banget gitu bisanya mereka minta diganti malem Sabtu…”(CW.2.15, hal:148)
Sedangkan WI mengungkapkan bahwa:
“Mboten mesti mbak, nek nembe repot nggeh mboten. Kulo wingi mbotenmangkat pun rongjumat wong nembe enten keperluan 40 dinten tiangsepah” (CW.8.5, hal:176)
Sejalan dengan penuturan SD:
82
“Geh sok-sok mboten mlampah kan kulo taseh kagungan mbah, dadoskulo ngurus mbahe kulo niku. Kan mbahe pun mboten saget nopo-nopokiambak, teng dalem nggeh entene mung kulo dados nggeh kulo sengngurus”. (CW.6.5, hal:167)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa metode
penyampaian pembelajaran yaitu dengan metode ceramah, dan praktek. Dalam
kegiatan kajian materi disampaikan dengan metode ceramah, sedangkan TPA
dan yasin dilakukan dengan metode praktek yaitu membaca secara langsung.
Media yang digunakan yaitu buku iqro’, Al-Quran, hadits, dan buku yasin.
Pelaksanaan kegiatan didukung oleh sarana dan prasarana yaitu ruangan
masjid, microfone, meja, tikar, papan tulis, iqro’, Al-Quran, dan almari.
Dari hasil pengamatan peneliti menemukan bahwa pemberdayaan lansia
dilakukan dengan metode kelompok, dimana dalam penyampaian
pembelajaran disampaikan menggunakan metode cerahan dan praktek. Kajian
disampaikan dengan metode ceramah, TPA Al-Quran menggunakan metode
praktek. Ustadz terlebih dahulu menuntun dan memberi petunjuk kepada para
lansia untuk membaca ayat tersebut dengan benar, lalu para lansia mengikuti.
Setelah diberikan petunjuk kemudian para lansia membaca dengan keras
menggunakan microfone satu orang satu ayat untuk dikoreksi kebenarannya
oleh ustadz yang mengajar.
d. Materi Pemberdayaan Lansia
Lansia yang sudah mengalami banyak penurunan kemampuan fisik
menjadikan pertimbangan tersendiri untuk pengurus dalam memilih materi.
Banyaknya kegiatan dan juga tingkat kesulitan mempengaruhi kelancaran
jalannya pemberdayaan, maka pengurus memilih tiga kegiatan khusus dalam
83
pemberdayaan lansia ini yang masing-masing mempunyai materi berbeda.
Materi yang diberikan dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan di Dusun Gatak yaitu cara membaca iqro’, Al-Quran dan terjemah,
kajian, serta yasinan. Hal ini disampaikan oleh SM:
“TPA niku seng Al-Quran nggeh moco Quran mbak nggko diartikke karoMas WN, nek kajian Bu YL kwi bahas berita-berita seng anyar ngono kaebarang. Koyo wingi kae bahas LGBT aku ngeri banget krungune”.(CW.7.4, hal:172)
Didukung dengan penuturan SY:
“….kajian itu juga bisa tahu perkembangan informasi dan aturan-aturanyang ada di Al-Quran” (CW.5.11, hal:163)
Sedangkan RW mengungkapkan bahwa:
“….Kalaupun dibuatkan kegiatan yang macem-macem itu takutnya malahmemberatkan mbak soalnya kebanyakan dari mereka masih di sawah”(CW.3.9, hal:152)
Dikuatkan oleh pernyataan SD:
“….Wong nek geh ajeng diisi kathah-khatah wong pun do tuwo-tuwonggeh radi kangelan nek menurute kulo. Kan geh taseh sok do tengsawah”. (CW.6.7, hal:167)
Pemilihan materi tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan lansia,
walaupun saat penentuan materi lansia tidak dilibatkan secara langsung namun
berdasarkan pertimbangan dan musyawarah antar pengurus dan perwakilan
remaja materi tersebut sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
para lansia.
Sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh SM:
“Pun sesuai niku mbak wong seng dereng saget nggeh katah. Pas awalTPA niko mangkat kathah mbak mbok wong 50 wae ono neng omahe MasRD niku nengo kok terus do jeleh. Seng bertahan nggeh kantun niko mingora wingi kae 20-30 mbak. Nek gawe snek 40 wongan”. (CW.7.7, hal:172)
84
Diperjelas oleh WJ:
“Nggeh pun mbak, kan kathah seng dereng saget, nek wes tuwo ki lak yobutuh to mbak” (CW.8.7, hal:177)
Hal tersebut dikuatkan oleh Ustadz BS:
“Iya sudah, warga juga merindukan ada kegiatan keagamaan. Orang kalausudah sepuh-sepuh ya saya kira yang lebih dibutuhkan adalah lebihmendekatkan diri kepada Seng Kuasa. Ya menurut saya sudah paskegiatan ini”. (CW.1.3, hal:140)
Seperti yang diungkapkan oleh Ustadzah LI:
“Pada awal dulu dibentuknya itu banyak sekali yang ikut dan merekamemang belum bisa membaca Al-Quran jadi saya rasa materinya sudahsesuai dan juga kajian itu diisi dengan perkembangan berita terkini atau yayang lagi ngetren apa gitu mbak”. (CW.2.3, hal:144)
Saat pembelajaran, lansia mempunyai tinggat pemahaman dan
perkembangan yang berbeda-beda, oleh karena itu keaktifan lansia dalam
bertanya menjadi hal yang sangat penting. Lansia yang mengikuti
pemberdayaan lansia di Dusun Gatak tidak segan-segan untuk bertanya
tentang materi yang kurang dipahami atau permasalahan yang sedang
dihadapi. Seperti yang diungkapkan oleh BS:
“Kalau tanya tentang materi ya pasti pernah mbak mereka tanya carabacanya gimana gitu. Kadang juga ada yang tanya masalah lain kayaksholat atau puasa gitu. Ya saya jawab mbak, saya malah seneng kalaumereka bertanya, artinya kan mereka juga tertarik untuk lebih banyaktahu”. (CW.1.10, hal:142)
Dikuatkan oleh pernyataan LI:
“Ya mereka kalau ga bisa ya tanya mbak, kalau huruf yang bunyinya agaksama gitu mereka mesti keliru jadi kadang waktu ketemu sama huruf itudiam dulu karena takut kebalik. pernah waktu itu kami belajar sambilmereka meme gabah di depan rumah”. (CW.2.10, hal:146)
Selain itu, WJ menjelaskan bahwa:
85
Nggeh niku mbak. Mboten usah isen nek kados kulo ngeten. Kados MbakNH niku salah dibenerke, wedi nek kulo kan mboten. Nek mboten saget,seng bener niku pripun. Seng marai sero digetakko kulo mboten wedi. Nekora iso terus dinengke wae yo kapan leh iso? Diomongke mawon kalehMas BS seng mboten saget pundi ngoten”. (CW.8.18, hal:179)
Hal yang sama dikatakan oleh SD:
“Nggeh mbak nek kangelan ngoten kulo matur, nek mung meneng ngehkapan isane. Nek riyen-riyen nggeh nate isin tapi sak niki pun mboten. Sakniki nek mboten saget nggeh tangklet ngoten”. (CW.6.18, hal:169)
Selain lansia yang aktif dalam pembelajaran, lansia juga diberikan
kewenangan dan kebebasan untuk menyampaikan pendapatnya berkaitan
dengan kegiatan-kegiatan yang ada dalam pemberdayaan lansia di Dusun
Gatak. Seperti yang diungkapkan oleh SD:
“Geh nek enten seng ajeng dirembug geh kulo urun rembug, kados nekteng yasina ngoten niko kan dirembug bareng-bareng. Terus mangkehhasile nopo nek enten perubahan ngoten gari disanjangke kaleh gurunengoten” (CW.6.9, hal:167)
Dikuatkan oleh pernyataan WJ:
“Nggeh mbak, nek enten seng pengen diusulke nggeh ngomong kalehgurune ngoten mbak. Misale jawoh terus diganti malem sabtu ngoten”(CW.8.9, hal:177)
Didukung dengan penuturan SM:
“Mesti nek kuwi mbak, nek ono opo-opo mesti musyawarahke kabeh meluusul piye apike ngoten. Koyo pas pak GL lungo ra gelem mulang kae terusdo laporan to terus pie wong tuwo-tuwo ki? Nek ora ono seng do mimpintetep ra iso mlaku nek ora ono ustade ngono to. Terus akhire mas WN kiberjuang pie carane gen iso tetep berjalan kegiatanane, bar ono Mas WNkwi lagi gelem mbak” (CW.7.9, hal:173)
Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa materi yang
disampaikan dalam pemberdayaan lansia adalah cara membaca iqro’, Al-
Quran, mengkaji ayat-ayat Al-Quran, membaca surat yasin, dan kajian yang
membahas perkembangan terkini dipandang dari sudut pandang Islam. Lansia
86
tidak dilibatkan dalam penentuan materi akan tetapi materi tersebut sudah
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan para lansia, serta lansia juga
dapat mengikuti kegiatan-kegiatan dalam pemberdayaan secara rutin. Saat
pembelajaran berlansung, para lansia juga menyampaikan kesulitan dalam
belajar kepada ustadz/ustadzah yang mengajar.
Dari hasil pengamatan peneliti memperoleh informasi bahwa ada lansia
yang tidak berangkat secara rutin. Lansia yang aktif rutin mengikuti
pemberdayaan tersebut sekitar 80%, dan 20% adalah lansia yang mengikuti
pemberdayaan lansia akan tetapi belum berangkat secara rutin. Saat
pembelajaran memang para lansia masih banyak yang lupa sehingga bertanya
kepada ustadz/ustadzah, akan tetapi ustadz/ustadzah meminta para lansia
untuk berusaha mengingat-ingat terlebih dahulu.
2. Hasil Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan
Kegiatan TPA dapat memberikan hasil berupa pengetahuan dan
kemampuan lansia dalam membaca iqro’ sampai dengan Al-Quran.
Ustadz/ustadzah membimbing dan mengikuti perkembangan kemampuan
lansia saat pelaksanaan pembelajaran. Dapat dilihat dari penjelasan BS:
“Waktu ngaji kan kelihatan mbak. Kalau ada materi yang sudah lewat tapikok lupa, lha itu berarti mereka belum paham sepenuhnya mungkin baruditahap menghafal”. (CW.1.12, hal:142)
Selain itu ada penuturan lain dari LI:
“Kami pakai EBTA mbak, di halaman terakhir setiap jilid di iqro itu kanada EBTA. Nah kalau misal belum lulus itu ya belum naik jilid selanjutnyagitu”. (CW.2.12, hal:146)
87
Lansia juga terbuka dalam menyampaikan kesulitan, kritik maupun saran
kepada ustadz/ustadzah dan juga pengurus. Keterbukaan tersebut
menumbuhkan interaksi yang baik antara lansia, pengurusa maupun
Ustadz/ustadzah. Hal ini diungkapkan oleh RW:
“Terbuka mbak mereka itu, kalau mau ada perubahan atau apa ya itumereka musyawarah nanti bilang ke kami. Kalau mereka ada kesulitanmereka juga tanya”. (CW.3.15, hal:154)
Hal yang sama diungkapkan oleh AN:
“Ya terbuka mbak disini kan masih apa ya istilahnya desa gitu lho mbakjadi sama tetangga disini mbasih bagus, gotong royongnya juga masihbagus. Sini biasa rembukan mbak sudah biasa menyampaikan keluhan danide tu”. (CW.4.15, hal:159)
Selama beberapa tahun mengikuti pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan yang diselenggarakan, lansia telah mendapatkan perubahan dalam
kemampuannya membaca iqro’ dan Al-Quran. Seperti yang disampaikan oleh
BS:
“Beberapa diantara mereka jadi sering jamaah di Masjid mbak saya seringketemu. Masjid sekarang jadi lumayan rame Alhamdulillah ya sedikit-sedikit ada kemajuan mbak”. (CW.1.13, hal:142)
Diperkuat oleh pernyataan LI:
“Kalau perubahan itu ya pelan-pelan ya mbak ga bisa dilihat secara cepat.Dulu di sini itu banyak yang pelihara anjing dan yang melihara itu malahyang muslim. Katanya anjing itu gedenya cepet jadi cepet bisa dijual gitumbak. Tapi sekarang sudah berkurang, ya memang masih ada tapi sudahberkurang. Kalau sedang ketemu ngaji bareng gitu suka saya srempetingitu kalau anjing itu najis. Dulu juga waktu saya masih awal pindah di sinikalau ada yang meninggal itu yang mensucikan dan mandiin itu PakRakun mbak. Baik yang peningal perempuan ataupun laki-laki semua yangmandiin Pak Rakun, kan harusnya yang boleh mandiin kan yangsemahromnya kan”. (CW.2.13, hal:147)
Sedangkan RW mengungkapkan bahwa:
88
“Perubahannya yang jelas kegiatan keagamaan sekarang jadi banyak mbakdengan kata lain warga disini lansia pun juga masih belajar dan merekarajin. Mereka juga lebih sering jamaah di masjid sekarang kayak mbah HJitu subuh pun jamaah di Masjid lho itu mbak. Ya karena kegiatannyaadalah TPA mereka ya sedikit-sedikit bisalah iqro dan Al-Quran”.(CW.3.11, hal:153)
Didukung oleh pernyataan WJ:
“Kulo dados ngertos sekedik bab agama kados poso, kados sedekah niku.Senajan awake dewe wong ra duwe, tapi yo nek iso sedekah. Kulo riyenblas dereng saget ngaji sakniki pun iqro’ 6 nggeh Alhamdulillah alon-alon.Geh sekedik-sekedik mbuh ditompo nopo mboten seng penting pun usahalak ngoten”. (CW.8.12, hal:178)
Perubahan dan peningkatan kemampuan membaca iqro’, Al-Quran
maupun pengetahuan tentang agama yang didapat oleh lansia menjadi
cerminan bahwa para lansia merasa terfasilitasi dengan adanya pemberdayaan
lansia yang ada. Dapat dilihat dari pernyataan WJ:
“Kegiatan ini bermanfaat. Kemarin saya tanya pada Mas BS tentang puasakalau tidak sahur puasanya batal atau tidak. Setelah mendapat jawabansaya menjadi tidak ragu lagi, saya tahu dasarnya”. (CW.8.11, hal:187)
Hal yang sama diungkapkan oleh SD:
“Geh bermanfaat sanget mbak wong nek pun tuwo ngeten niki nopo malehseng perlu digolekki mbak lak nggeh sangu damel ngenjeng. Nek kulo sokajar moco surat pendek mbak”. (CW.6.11, hal:198)
Sedangkan AN menyampaikan:
“Iya mbak saya rasa terfasilitasi dulu kan ga ada kegiatan kayak gini.Kayak mbah saya itu, dulu kan mbahe tinggalnya masih di rumahnya sanakana da kegiatan ngajinya kan dekat sama pesantren terus pindah sini duluga ada ya pengen ngaji lagi katanya”. (CW.4.12, hal:158)
Lansia merasa terfasilitasi dan telah mendapatkan hasil berupa
meningkatnya kemampuan membaca iqro sampai dengan Al-Quran. Dengan
adanya hasil tersebut belum tentu pemberdayaan tersebut telah berjalan
dengan efektif dan efisien. Dipaparkan oleh BS:
89
“Kalau dibilang sudah efektif dan efisien kok juga belum cukup saya rasa.Ya sudah tapi sedikit-sedikit soalnya dari pengajar juga kadang adakegitan penting jadi tidak bisa datang. Sedangkan pesertanya kan sudahlansia jadi juga agak special dibandingkan dengan yang lain” (CW.1.16,hal:142)
Ditegaskan oleh LI:
“Ya gimana ya mbak berhubung yang belajar itu simbah-simbah ya belumbisa efektif dan efisien. Misalkan kami ngajar sudah memberikanpermisalan juga tapi kalau mereka belum bisa nangkep kan otomatismereka belum bisa lanjut ke halaman berikutnya mbak. Kami juga yangngajar kan gantian, kalau misalkan saya ga bisa ya nanti ada Pak BSkadang ya yang lain, kalau memang semua tidak bisa ya sudah kanterpaksa mereka belajar sendiri mbak”. (CW.2.16, hal:148)
Dalam pelaksanaan sebuah kegiatan dibutuhkan evaluasi untuk membuat
sebuah kemajuan dalam kegiatan yang akan datang. Pemberdayaan lansia
yang ada di Dusun Gatak khususnya pada kegiatan TPA, para ustadz/ustadzah
melakukan evaluasi pembelajaran menggunakan EBTA dalam iqro’. Berikut
penuturan BS:
“Tidak ada evaluas mbak, adanya ya pakai EBTA itu di iqro”. (CW.1.11,hal:141)
Hal yang saja juga dingkapkan oleh RW:
“Evaluasi kalau dari kami yang menyelenggarakan belum ada mbak palingsama yang ngajar itu kami kalau ada masalah apa atau mau diganti apanyagitu kami serahkan ke para lansia kok. Lansia pengennya gimana teruskami tinggal terima ngikut aja kan kegiatannya udah jalan”. (CW.3.10,hal:152)
Dipertegas oleh pernyataan AN:
“Dari kami pengurus tidak ada evaluasi mbak sejauh ini belum ada tu,mungkin diadakannya sama gurunya yang ngajar mbak kan kami sebataspenyelenggara nanti kalau ada laporan apa gitu kami baru bertindak”.(CW.4.10, hal:158)
Evaluasi pembelajaran yang hanya dilakukan menggunakan EBTA, tidak
menurunkan kualitas semangat belajar para lansia. Para lansia terus berusaha
90
untuk mengikuti kegiatan-kegiatan dalam pemberdayaan yang
diselenggarakan. Hal ini disampaikan oleh SM:
“Nggeh mbak terus niku. Wong mbiyen Pak GL wegah mulang kae waeterus dibingung do berjuang pokokke piye carane kudu ngajine ki tetepmlaku kok. Jaman saiki nek ora ngaji ki wes ra iso mbak” (CW.7.14,hal:174)
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh SY:
“Nggeh mbak biarpun tidak sekolah tapi nek saget ngaji itu bisa sedikit-sedikitlah, sudah tua ngeten nggeh nopo maleh seng dipadosi mbak”(CW.5.14, hal:163)
Diungkapan oleh AN:
“Kelihatannya termotivasi mbak wong waktu ada masalah pengajarnya gamau datang mereka juga ikut ngurusin pokoknya kegiatan ini harus jalanterus gitu mbak” (CW.4.13, hal:158)
Pemberdayaan lansia yang memfasilitasi lansia dalam berkegiatan
merupakan hal yang diharapkan oleh lansia, kerena sebelumnya belum ada
kegiatan yang diperuntukkan bagi lansia. Lansia merasa lebih termotivasi
untuk melalukan kegiatan apabila dilakukan bersama-sama dengan banyak
teman seusia.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa hasil dari
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yaitu meningkatnya
kemampuan lansia dalam membaca iqro’ maupun Al-Quran, para lansia
menjadi rajin berjamaah di Masjid, bertambahnya wawasan keagamaan yang
dimiliki lansia, dan lansia terbuka dengan adanya perkembangan informasi
terbaru.
91
3. Faktor Pendorong dan Penghambat Pemberdayaan Lansia Melalui
Kegiatan Keagamaan
a. Faktor Pendorong
Dari hasil penelitian terdapat beberapa faktor pendukung pemberdayaan
lansia melalui kegiatan keagamaan, seperti yang diungkapkan oleh BS:
“Pendukungnya salah satunya ada fasilitas. Terus dari mbah-mbahnya jugasemangat, mereka merasa butuh. Kalau di pengajarnya sendiri sebisamungkin meluangkan waktu malem Jumat. Kadang yang ngajar ada yngdiajar ga ada kadang sebaliknya” (CW.1.17, hal:143)
Selain itu LI juga mengatakan bahwa:
“Yang mendukung itu semangat dari si mbah-mbahnya itu mbak, merekasemangat sekali walaupun ya bisa dibilang banyak yang lupa atau salahgitu ya. Kalau yang masih umur itu 70 kebawah masih mending sekarangsudah ada yang iqro’ 6 tapi kalau yang 70 ke atas ya harus sabar mbak.Kadangan mereka semangat malah kami yang sibuk”. (CW.2.17, hal:148)
Sedangkan RW menyapaikan bahwa:
“Faktor pendorongnya itu warganya sendiri juga gampang digerakkanmereka semangat mbak walaupun awalnya itu banyak sekali tapi terus jadiseparonya ya kan sudah lumayan. Terus disini yang ngajar juga maumeluangkan waktu walaupun tidak dibayar itu lho mbak”. (CW.3.16hal:154)
Hal tersebut didukung oleh pernyataan SD:
“Pengen saget ngoten mbak wong nek dipikir wong urip pisan bondodonyo ra digowo nggeh to? Kulo nggeh pun iqro’ enem pun ajengrampung kan nggeh pengene cepet saget. Geh mugi-mugi lancar sagettumut rencange moco Al-Quran”. (CW.8.19, hal:179)
Sejalan dengan penuturan SM:
“Yo pengen iso wae mbak. Mbiyen arep sinau ngaji urung ono TPA, lhasaiki wes digawekke TPA lak yo kepenak garek mangkat mbak”.(CW.7.19, hal:174)
92
Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor
pendukung yang membantu kelancaran berjalannya pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan, antara lain adalah:
1) Faktor sumber daya manusia
Adanya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak merupakan wujud dari
kepedulian seluruh warga terutama pengurus terhadap lansia. Pengurus
yang berusaha memfasilitasi lansia dengan kegiatan-kegiatan
keagamaan sesuai dengan kebutuhan lansia. Ustadz/ustadzah yang
suka rela mengajar, sabar, dan berkenan meluangkan waktu untuk
lansia di kegiatan TPA, kajian, maupun di kegiatan yasinan.
2) Faktor peserta didik
Faktor ini merupakan faktor yang penting dalam berjalannya proses
pemberdayaan lansia. Para lansia sebagai peserta didik mempunyai
semangat yang tinggi, walaupun para lansia mengalami beberapa
kesulitan belajar. Lansia di Dusun Gatak umumnya masih bekerja di
sawah, jika dilihat dari usia dan juga rutinitas tersebut sudah menyita
waktu dan tenaga akan tetapi para lansia masih mau meluangkan
waktu serta berusaha belajar.
3) Sarana dan prasarana
Lancarnya sebuah kegiatan pasti tidak luput dari sarana dan prasarana
pendukung kelancaran kegiatan hingga tercapainya tujuan yang
diharapkan. Dalam pemberdayaan ini sarana dan prasarana yang
disediakan oleh pengurus adalah berupa tempat dan kelengkapan
93
pembelajaran. Sarana dan prasarana tersebut juga disediakan secara
gratis oleh pengurus diambilakan dari uang infaq dan sosial agar tidak
memberatkan para lansia.
4) Faktor lingkungan masyarakat
Lingkungan merupakan salah satu faktor pendukung pemberdayaan ini
dikarenakan lingkungan yang ada ikut membantu kelancaran kegiatan.
Warga masyarakat yang terbuka dengan adanya pemberdayaan
membantu memberikan dukungan kepada lansia. Dukungan tersebut
berbentuk respon yang baik dan juga membantu proses belajar para
lansia saat di rumah. Bersedia menyediakan tempat yang akan
digunakan sebagai tempat dilaksanakannya kegiatan yasinan setiap
Kamis malam bada isya’.
b. Faktor Penghambat
Pemberdayaan yang dilaksanakan tidak hanya mempunyai faktor
pendukung, akan tetapi juga mempunyai faktor penghambat. Faktor
penghambat tersebut berasal dari diri lansia maupun dari luar diri lansia.
Seperti yang diungkapkan oleh LI:
“Penghambatnya mungkin waktu kami semua yang ngajar punyakesibukan kali ya mbak, kan kami biasanya gantian ngajarnya tapi kalaupas ga bisa semua ya mau tidak mau harus libur atau diundur malemSabtu. Terus Si mbah-mbahnya sering lupa jadi kami kan belum bisameluluskan halaman itu jadi diulang-ulang terus”. (CW.2.18, hal:148)
Sedangkan RW menjelaskan bahwa:
“….Terus masalah waktu mbak, yang ikut kan sudah tua, bekerja lagi kanya pasti sibuk ada waktu cuma malam itu saja pasti capek makannya kamiadakan seminggu sekali habis isya dimalam Jumat sama malem minggukalau yang TPA”. (CW.3.17, hal:154)
94
Didukung dengan pernyataan AN yaitu:
“Kalau dilihat dari kondisinya usianya kan sudah lansia kan ya mbak jadiyang paling kelihatan kan fisik mereka sudah tidak sekuat kita. Jadi kalaubelajar dengan kondisi yang capek kan ya nangkepnya jadi susah dan lagimereka mungkin agak lupa-lupa gitu mbak kalau dari warganya”.(CW.4.19, hal:160)
Hal ini juga disampaikan oleh salah seorang lansia yaitu SD:
“Kadang sok kesel niku mbak dados kadang nggeh mboten mangkat. Nekenten ayat seng gandeng-gandeng dowo ngoten kulo sok lalai mocone”.(CW.6.21, hal:170)
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa
hambatan yang ada dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan,
yaitu sebagai berikut:
1) Kondisi fisik lansia
Memasuki usia lanjut kondisi fisik lansia mengalami penurunan seperti
daya ingat, daya tangkap belajar, struktur gigi yang sudah tidak
lengkap, dan daya tahan tubuh. Dalam belajar lansia mudah lupa, dan
kesulitan dalam mengucapkan huruf dengan benar. Aktifitas yang
dimiliki lansia di pagi sampai dengan sore hari menjadikan lansia
merasa kelelahan dan dapat menghambat konsentrasi lansia dalam
belajar. Usia yang sudah berlanjut juga membuat lansia lebih lambat
mengikuti pembelajaran yang ada.
2) Faktor sumber daya manusia
Sumber daya manusia menjadi faktor pendorong dan juga dapat
menjadi faktor penghambat. Ustadz/ustadzah yang mengajar
mempunyai kesibukan masing-masing dengan pekerjaan yang dimiliki.
95
Jumlah pengajar yang terbatas dan kesibukan yang dimiliki menjadi
hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran. Saat semua
Ustadz/ustadzah mempunyai kesibukan di luar maka pembelajar
terpaksa di ganti pada keesokan harinya atau bahkan diliburkan.
3) Keterbatasan waktu
Baik para lansia maupun Ustadz/ustadzah masing-masing mempunyai
kesibukan dipagi hari sampai sore hari. Waktu luang yang dimiliki
hanya malam hari, sedangkan di malam hari kondisi badan sudah lelah.
Waktu yang digunakan dalam pemberdayaan ini adalah bada maghrib
sampai dengan isya’ dan ada yang setelah isya’. TPA dilaksanakan
bada maghrib sampai dengan isya’ sedangkan lansia yang mengikuti
kegiatan ini sangat banyak, jadi pembelajaran belum bisa berjalan
efektif dan efisien
96
C. Pembahasan
1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan
a. Pelaksanaan
Pemberdayaan yang dilakukan di Dusun Gatak merupakan pemberdayaan
di bidang pendidikan yaitu melalui kegiatan kegamaan. Sesuai dengan
kebijakan Kementrian Sosial yang mengemukaan bahwa usia lanjut
mempunyai kebutuhan fisik, psikis, sosial, dan spiritual. Kebutuhan spiritual
lansia diwujudkan dangan adanya pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan yaitu dibidang pendidikan. Berdasarkan pendapat Onny (1996:72),
pada hakikatnya proses pemberdayaan di bidang pendidikan merupakan
pendekatan holistik yang meliputi pemberdayaan sumber daya manusia,
sistem belajar mengajar, instruksi atau lembaga pendidikan dengan segala
sarana dan prasarana pendukungnya. Pemberdayaan yang diselenggarakan
tidak lepas dari proses perencanaan yang dilakukan bersama-sama antara
pengurus masjid dan perwakilan remaja.
Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan diselenggarakan oleh
pengurus Masjid Al-Iman Dusun Gatak. Proses perencanaan diawali dengan
musyawarah yang melibatkan pengurus Masjid dan perwakilan remaja.
Permusyawarahan tersebut membahas tentang permasalahan yang ada di
Dusun Gatak seperti halnya kondisi Masjid yang sepi akan kegiatan dan juga
jamaah yang hadir saat waktu sholat tiba. Ditambah lagi banyak lansia di
Dusun Gatak masih banyak yang belum bisa membaca Al-Quran, padahal
Dusun Gatak sendiri telah mendapat julukan sebagai Kampung Al-Quran.
97
Proses perencanaan tersebut dilakukan secara musyawaran dan menghasilkan
keputusan untuk membuat pemberdayaan untuk para lansia yang dilakukan
melalui kegiatan keagamaan. Pengurus kemudian menentukan berbagai
macam kegiatan yang akan diadakan yaitu TPA, yasinan, dan kajian.
Penentuan kegiatan di dalam pemberdayaan tersebut didasarkan pada
kapasitas kemampuan pengurus dan juga lansia sebagai sasaran program.
Pengurus dan ustadz/ustadzah mempertimbangkan jenis kegiatan serta banyak
kegiatan yang diadakan, karena lansia di Dusun Gatak masih mempunyai
kegiatan di sawah disiang hari, sehingga pada waktu mengikuti kegiatan
pemberdayaan lansia dalam keadaan lelah. Selain itu pengurus dan
ustadz/ustadzah juga menghawatirkan kondisi fisik lansia yang mudah lelah,
sehingga kegiatan dalam pemberdayaan dibatasi hanya tiga kegiatan. Jika
terlalu banyak kegiatan ditakut akan memberatkan lansia, maka akhirnya
dibentuklah tiga kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian.
Pengurus dan juga perwakilan remaja memilih untuk mengadakan
kegiatan TPA, yasinan, dan kajian dengan berbagai pertimbangan. Tujuan
diadakannya kegiatan TPA adalah agar lansia yang belum bisa membaca Al-
Quran dapat belajar membaca Al-Quran, serta memahami kandungan dari
ayat-ayat Al-Quran. Adanya kegiatan yasinan diadakan di rumah-rumah
warga secara bergantian bertujuan untuk mempererat tali silarurahim antar
lansia. Pelaksanaan yasinan dilakukan di rumah-rumah warga juga bertujuan
untuk menciptakan ikatan sosial yang erat antar lansia, sehingga hasil dari
pemberdayaan ini tidak hanya berupa kognitif akan tetapi juga perubahan
98
perilaku sosial lansia. Seperti halnya jika ada lansia yang sedang sakit, maka
para lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia di Dusun Gakat menjenguk
lansia tersebut secara bersama-sama. Selain itu lansia juga saling memberikan
semangat untuk selalu mengikuti pemberdayaan lansia secara rutin.
Sedangkan kegiatan kajian bertujuan untuk memberikan wawasan keagamaan
kepada para lansia, dan juga menjadikan lansia terbuka dengan informasi serta
fenomena terbaru yang terjadi di masyarakat dilihat dari sudut pandang
agama.
Sesuai dengan pendapat Yudrik (2011:246) mengenai ciri-ciri lansia yang
berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosial yaitu sebagai berikut: 1)
perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, 2) kekuatan fisik, 3)
perubahan dalam fungsi psikologis, 4) perubahan dalam sistem saraf, dan 5)
penampilan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat diketahui bahwa keputusan
pengurus untuk membatasi kegiatan dengan alasan kondisi fisik lansia adalah
keputusan yang tepat. Lansia yang memasuki usia lanjut sudah mengalami
berbagai penurunan fisik.
Pada saat jenis kegiatan sudah ditentukan, pengurus menawarkan kepada
peserta musyawarah yang hadir untuk menjadi tenaga pengajar dengan suka
rela. Selain itu juga dibahas mengenai waktu, tempat serta biaya. Pada
awalnya kegiatan TPA dilakukan di Rumah Bapak Takmir Masjid, dan disana
ada 50 orang lansia yang mengikuti. Saat pertama kali diadakan
pemberdayaan tersebut pengurus merasa kualahan, dikarenakan jumlah lansia
yang hadir sebanyak 50 orang sedangkan ustadz/ustadzah yang ada hanya
99
enam orang. Setelah pertemuan pertama selesai, para pengurus beserta
ustadz/ustadzah melakukan evaluasi dan koordinasi lebih lanjut. Evaluasi
tersebut menghasilkan keputusan yaitu membagi lansia kedalam beberapa
kelompok agar pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan harapan, efektif,
dan efisien. Setiap kelompok terdiri dari 10 orang dan diampu oleh satu
ustadz/ustdzah. Proses perencanaan dilakukan secara bertahap dan
bermusyawarah menjadikan terbentuknya program pemberdayaan yang sesuai
dengan kebutuhan saran program dan juga dapat berjalan efektif efisien.
Menurut Lawrence dalam Mardikanto (Burhanudin, 2008:47), menyatakan
bahwa perencanaan program pemberdayaan menyangkut perumusan tentang:
1) proses perencanaan program, 2) penulisan perencanaan program, 3) rencana
kegiatan, 4) pelaksanaan program kegiatan, dan 5) rencana evaluasi hasil
pelaksanaan program. Berdasarkan hasil penelitian, proses perencanaan yang
telah dilaksanakan di Dusun Gatak mencakup perencanaan program,
penulisan perencanaan, rencana kegiatan, dan pelaksanaan program.
Terdapat perbedaaan antara konsep Lawrence dengan perencanaan yang
telah dilaksanakan di Dusun Gatak, yaitu tahap perencanaan program
pemberdayaan di Dusun Gatak tidak mengadakan rencana evaluasi hasil
pelaksanaan program. Setelah terbentuk dan dapat berjalan pengurus maupun
pengajar atau ustadz/ustadzah tidak melakukan evaluasi hasil pelaksanaan
program, akan tetapi pengajar hanya melakukan evaluasi pembelajaran saja
yaitu menggunakan EBTA di bagian iqro’ pada kegiatan TPA.
100
Pelaksanaan pemberdayaan lansia dilakukan secara rutin selama satu
minggu sekali yaitu: 1) TPA Al-Quran pada Sabtu malam, 2) TPA iqro’ pada
Kamis malam, 3) yasinan pada Kamis malam bada isya, dan 4) kajian pada
Senin malam. Pelaksanaan pemberdayaan dilakukan secara rutin agar tujuan
pemberdayaan dapat tercapai. Pemberdayaan yang dilakukan secara rutin dan
terus menerus akan dapat membentuk pola kebiasaan perilaku dan kebiasaan
melakukan aktifitas keagamaan. Melalui pembiasaan tersebut dapat mengubah
pola kebiasaan lansia sehari hari yaitu meningkatnya kualitas keagamaan yang
dimiliki oleh lansia. Hal tersebut merupakan salah satu tujuan pemberdayaan
lansia di Dusun Gatak. tujuan yang dapat terwujud apabila proses
pemberdayaan diikuti secara rutin atau terus menerus.
Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang tidak dapat diukur secara
matematis menggunakan batasan waktu dan dana, dengan kata lain
pemberdayaan harus dilakukan secara terus menerus. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Suparjan (2003:44), bahwa indikator keberhasilan
pemberdayaan hanya dapat dilihat dengan adanya community awareness, yaitu
kesadaran dari masyarakat.
Tahap pelaksanaan keempat kegiatan tersebut secara garis besar terdiri
dari tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup. TPA Al-Quran terlebih
dahulu para lansia bersama-sama menata tempat. Setalah itu pembelajaran
dimulai dengan pembukaan, kemudian pada tahap inti Ustadz terlebih dahulu
menuntun dan memberi petunjuk kepada para lansia untuk membaca ayat
tersebut dengan benar, lalu para lansia mengikuti. Setelah diberikan petunjuk
101
kemudian para lansia membaca dengan keras menggunakan microfone satu
orang satu ayat untuk dikoreksi kebenarannya oleh ustadz yang mengajar.
Setelah semua lansia sudah membaca Ustadz kemudia mengkaji arti dari ayat
yang telah dibaca. Berbeda dengan TPA iqro, pada TPA iqro’ para lansia
hanya membaca iqro yang juga dinilai oleh Ustadz/ustadzah tidak
mendapatkan pengkajian ayat.
Pada teori lain menurut Ambar (2004:83), menyebutkan bahwa
pemberdayaan dilakukan secara bertahap. Tahap-tahap tersebut meliputi:
1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku,
2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, dan
3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual.
Sesuai dengan pemberdayaan lansia di Dusun Gatak juga dilaksanakan
secara bertahap. Pemberdayaan dilakukan melalui kegiatan keagamanaan,
dimana melalui kegiatan keagamaan tersebut lansia menjadi mempunyai
kegiatan rutin yang diikuti. Dengan kata lain bahwa lansia mempunyai
kebiasaan baru baik saat megikuti kegiatan secara rutin maupun menjadi rajin
untuk berjamaah ke Masjid. Lansia juga belajar membaca Al-Quran serta
mengikuti kajian, dimana dalam kajian tersebut lansia diberikan wawasan
mengenai perkembangan berita terkini serta hukum Islam. Hal itu berarti ada
transformasi kemampuan berupa penambahan wawasan pengetahuan
keagamaan lansia yang berujung pada peningkatan kemampuan intelektual.
Pemberdayaan lansia dengan berbagai proses mulai dari perencanaan,
pelaksanaa, hingga evaluasi dapat membentuk suatu model pemberdayaan.
102
Model pemberdayaan yang ada di Dusun Gatak dapat digambarkan dalam
gambar II:
Gambar II. Model Pemberdayaan Dusun Gatak
Pada bagan II menggambarkan model pemberdayaan yang ada di Dusun
Gatak diawali dengan tahap koordinasi yang dilakukan oleh pengurus Masjid,
perwakilan remaja, dan perwakilan dari masyarakat setempat yang mewakili
para lansia. Koordinasi dilakukan di Masjid membahas tentang awal akan
dibentuknya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. Pada tahap planning
membahas tentang perencanaan pemberdayaan secara keseluruhan meliputi
jenis kegiatan, pengajar, frekuensi kegiatan, tempat, sarana prasarana, dan
juga anggaran biaya. Setelah planning selesai kemudian tahap pelaksanaan
lansia mengikuti pemberdayaan lansia yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu
TPA, yasinan, dan kajian. Adanya kegiatan-kegiatan tersebut kemudian
PengembanganKegiatan
Lansia
Koordinasi
Perencanaan
Pelaksanaan:
- TPA- Yasinan- Kajian
Pemanfaatan
103
terbentuk suatu kegiatan yang bersiklus yaitu yasinan yang dilaksanakan di
rumah-rumah warga secara bergiliran. Hal tersebut bertujuan untuk
mempererat tali silaturahim antar lansia. Kegiatan-kegiatan dalam
pemberdayaan kemudian memberikan hasil yang positif bagi lansia yang dapat
dimanfaatkan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.
b. Metode Pemberdayaan Lansia
Penyelenggaraan pemberdayaan lansia dilaksanakan pada malam hari
yaitu saat para lansia mempunyai waktu luang untuk mengikuti kegiatan.
Pembelajaran juga dilaksanakan setelah maghrib sampai dengan isya’ dengan
kata lain waktu penyelenggaraan tidak begitu lama. Saat kegiatan
pembelajaran tidak menggunakan alat peraga karena pembelajaran yang
dilakukan adalah belajar membaca Al-Quran,kajian, dan yasinan.
Menurut Mardikanto (2015:211), pemilihan metode pemberdayaan harus
selalu mempertimbangkan tiga hal yaitu: 1) waktu penyelenggaraan yang tidak
terlalu mengganggu kegiatan/pekerjaan pokok lansia, 2) waktu
penyelenggaraan sesingkat mungkin, dan 3) lebih banyak menggunakan alat
peraga. Hal yang ditemukan di lapangan sesuai dengan dua poin dari teori
yang disampaikan oleh Mardikanto. Hal tersebut adalah waktu
penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu kegiatan/pekerjaan pokok
lansia yaitu dilaksanakan pada malam hari. Waktu penyelenggaraan juga
dilakukan sesingkat mungkin yaitu dari jam 18.15-18.45 WIB. Sedangkan
untuk point ketiga yaitu lebih banyak menggunakan alat peraga tidak
diterapkan dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, karena materi yang
104
disampaikan tidak memerlukan alat peraga materi yang diberikan adalah cara
membaca iqro’ dan Al-Quran, membaca surat yasin, dan kajian.
Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dilakukan menggunakan metode
kelompok. Pelaksanaan kegiatan TPA dilakukan dengan cara membentuk
kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari 10 orang. Pada awal
setelah terbentuknya pemberdayaan lansia, pelaksanaan kegiatan dilaksanakan
bersama-sama dengan semua lansia yaitu sebanyak 50 orang. Saat kegiatan
pembelajaran berlangsung terlihat bahwa pembelajaran belum dapat efektif
dan efisien dikarenakan para lansia membutuhkan bimbingan khusus, cara
lansa dalam belajar juga berbeda-beda. Setelah pengalaman pertama tersebut
kemudian ustadz/ustadzah dan juga pengurus memutuskan untuk membagi
lansia menjadi beberapa kelompok.
Kelompok yang sudah terbentuk kemudian diberikan satu ustadz/ustadzah
yang bertanggung jawab mengampu para lansia. Dengan adanya pembagian
kelompok tersebut memudahkan lansia maupun ustadz/ustadzah dalam
pembelajaran. Ustadz/ustadzah dapat memahani dan memantau perkembangan
lansia secara mendetail sehingga lansia dapat terbantu dengan mudah, karena
para lansia di Dusun Gatak masih belum bisa membaca Al-Quran dan juga
data ingan serta daya berfikir lansia sudah menurun. Penyampaian
pembelajaran harus disampaikan secara berulang-ulang.
Pemberdayanaan memang dapat dilakukan secara individu maupun
kelompok. Pemberdayaan yang dilakukan secara berkelompok dapat
membangun semangat dari para sasaran pemberdayaan dan menciptakan rasa
105
saling mendukungan antar anggota kelompok. Pemberdayaan di Dusun Gatak
diselenggarakan secara berkelompok yaitu kelompok TPA iqro’, kelompok
TPA Al-Quran yang keduanya bersama-sama mengikuti kegiatan yasinan, dan
kajian. Pada awal pembentukan, pemberdayaan lansia dilakukan menjadi satu
kelompok. Pertemuan tersebut berjalan tidak efektif dan ustadz/ustadzah
merasa kualahan. Kemudian dibuatkan kelompok-kelompok kecil agar
pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien. Seperti pendapat yang
dikemukakan oleh Friedman tentang pemberdayaan yang dapat dilakukan
secara berkelompok, yaitu:
Proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual maupun kolektif(kelompok). Tetapi karena proses ini merupakan wujud perubahan sosialyang menyangkut relasi atau hubungan antara lapisan sosial atau statushirarki lain yang dicirikan dengan adanya polarisasi ekonomi, makakemampuan individu “senasib” untuk saling berkumpul dalam suatukelompokcenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang palingefektif. Di dalam kelompok terjadi suatu dialogical encounter yangmenumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok.Anggota kelompok menumbuhkan identitas seragam dan mengenalikepentingan kita bersama. (Onny, 1996:138)
Kegiatan-kegiatan yang ada dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak
dilakukan dengan pendampingan secara terus-menerus. Ustadz/ustadzah
memberikan arahan dan pendampingan disetiap kegiatan, sehingga lansia akan
lebih mudah menerima materi pemberdayaan. Proses pemberdayaan ini juga
tidak hanya melibatkan ustadz/ustadzah dan para lansia akan tetapi juga
melibatkan msyarakat sekitar. Masyarakat ikut membantu dalam perencanaan
pemberdayaan serta dukungan dalam penyelenggaraan pemberdayaan. Serta
kegiatan yang dilakukan menggunakan pendekatan secara kelompok sehingga
106
dapat menumbuhkan rasa memiliki, saling mendukung, dan solidaritas dalam
kelompok.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kartasamita dalam Mardikanto
(2015:163) tentang tiga pendekatan yang harus dilakukan dalam proses
pemberdayaan yaitu; 1) upaya harus terarah, 2) program harus melibatkan
masyarakat, dan 3) menggunakan pendekatan kelompok. Ketiga pendekatan
tersebut telah dilakukan dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan di Dusun Gatak.
Pemberdayaan lansia yang dilakukan secara kelompok dapat
menumbuhkan kesadaran dan solidaritas lansia dalam kelompok. Adanya
interaksi yang baik antar lansia dalam proses pemberdayaan dapat
membangun rasa saling memiliki sehingga dapat menjadi semangat tersendiri
bagi lansia untuk mengikuti pemberdayaan secara kelompok. Adanya rasa
saling memiliki juga menumbuhkan kepedulian antar sesama dan tidak lepas
juga dengan kepedulian pemberdayaan lansia yang diikuti. Lansia di Dusun
Gatak terbuka dengan masukan dan permasalaan yang ada. Para lansia biasa
berdiskusi jika terdapat suatu permasalahan berkaitan dengan pelaksanaan
pemberdayaan. Pengurus serta para Ustadz/ustadzah memberikan keleluasaan
bagi lansia untuk ikut memajukan pamberdayaan lansia di Dusun Gatak
melalui saran dan kritik yang ingin disampaikan. Lansia sebagai sasaran dalam
pemberdayaan perlu dilibatkan langsung dalam proses pemberdayaan tersebut.
Melibatkan lansia secara langsung dalam proses pemberdayaan merupakan
langkah yang tepat, dikarenakan lansia merupakan seseorang yang sudah
107
melewati masa dewasa sehingga sudah mempunyai konsep diri, dapat
mengembangkan diri, dan juga mempunyai pengalaman. Lansia mempunyai
kebebasan untuk menentukan adapa yang ingin dilakukan untuk kebaikan
dirinya. Memberikan kebebasan bagi lansia untuk melakukan keinginan dan
memenuhi kebutuhan lansia juga merupakan pokok atau tujuan dari adanya
pemberdayaan lansia.
c. Materi Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan
M. Utsman (2002:10), mengemukanakan bahwa untuk memperoleh derajat
ketaqwaan dan bukti dari keberimanan adalah dengan melakukan ibadah
seperti sholat, puasa, zakat, dan haji yang berfungsi sebagai pendidik pribadi
manusia, membersihkan jiwanya, mengajarkan banyak hal-hal terpuji dan
bermanfaat yang dapat membantu menanggung beban hidup serta membentuk
kepribadian yang harmonis dan sehat jiwanya.
Sedangkan menurut H. Alamsyah, manusia membutuhkan bimbingan dan
petunjuk yang benar-benar bernilai mutlak untuk kebahagiaan di dunia dan di
alam sesudah mati, sesuatu yang mutlak pula, yaitu Allah SWT. Melalui
pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, lansia diberikan kesempatan untuk
meningkatkan pengetahuan keagamaan. Pendidikan keagamaan sangat
diperlukan oleh lansia sebagai bekal hidup dimasa yang akan datang.
Pemberdayaan lansia di Dusun Gakat meliputi beberapa kegiatan
diantaranya yaitu TPA, yasinan, dan kajian. Menurut Kemendikbud
(2010:13), menyebutkan contoh kegiatan keagamaan adalah: 1) Mustabaqoh
tilawatil Qu’an, 2) ceramah pengajian mingguan, 3) peringatan hari besar, 4)
108
kunjungan ke museum, ziarah ke makan Islam, 5) seni kaligrafi, 6)
penyelenggaraan shalat jumat, shalat tarawih, 7) cinta alam.
Lansia di Dusun Gatak mayoritas belum bisa membaca Al-Quran dan
belum pernah mengikuti kegiatan kegamaan sebelumnya, saat masih muda
maupun ketika sudah lansia seperti sekarang. Menurut Zakiah Daradjat
(http://eprints.ums.ac.id/), bahwa kegiatan keagamaan seseorang dipengaruhi
oleh beberapa hal yaitu:
Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman,dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya. Seorang yangpada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan pendidikan agama, makapada masa dewasanya nanti ia akan merasa pentingnya agama dalamhidupnya. Lain halnya dengan orang yang waktu kecilnya mempunyaipengalaman agaman, misalnya kedua orangtuanya tahu tentang agama,ditambah pula pendidikan agamaan, secara sengaja di rumah, di sekolah,dan masyarakat. Maka orang-orang itu akan dengan sendirinyamempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama,terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agamadan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama.
Beberapa jenis kegiatan keagamaan yang diadakan di masyarakat pada
umumnya mempunyai kesamaan jenis, karena ada di beberapa daerah yang
memang sudah mempunyai tradisi kegiatan keagamaan yang dilakukan secara
turun temurun. Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun
Gatak dilakukan secara rutin satu minggu sekali. Kegiatan TPA dibagi
menjadi dua kelompok yaitu kelompok Al-Quran dan kelompok iqro’. TPA
Al-Quran dilaksanakan pada pukul 18.15 WIB – 18.45 WIB atau bada
maghrib sampai waktu isya’ setiap hari Sabtu di Masjid Al-Iman. TPA iqro
dilaksanakan pada pukul 18.15 WIB – 18.45 WIB setiap hari Kamis di Masjid
Al-Iman. Kegiatan yasinan dilaksanakan pada pukul 19.30 WIB – 21.00 di
109
hari Kamis bertempat di rumah warga secara bergilir. Sedangkan kajian
dilakukan pada pukul 18.15 WIB – 18.45 WIB setiap hari Senin.
Materi yang disampaikan adalah cara membaca iqro’ dan Al-Quran,
dilanjutkan dengan mengkaji ayat Al-Quran yang telah dibaca. Pengkajian
ayat tersebut dilakukan oleh ustadz yang mengampu TPA Al-Quran.
Sedangkan pada kegiatan yasinan, lansia membaca surat Yasin bersama-sama.
Ada hal yang menarik dari kegiatan yasinan ini, para lansia melaksanakan
kegiatan tersebut di rumah-rumah lansia secara bergiliran. Menurut hasil
wawancara, hal tersebut dilakukan agar para lansia dapat saling bersilaturahim
antar lansia. Keadaan tersebut menunjukkan adanya interaksi yang terjalin
baik antar lansia, adanya kepedulian, dan rasa saling memiliki. Dalam
pemberdayaan ini juga dapat menumbuhkan hubungan sosial yang baik antar
lansia.
Pada kegiatan kajian, lansia diberikan materi tentang hukum agama.
Ustadzah menyampaikan materi tentang hukum agama dengan diberikan
contoh dari kehidupan sehari-hari atau peristiwa yang sedang terjadi di
mayarakat luas. Dari materi tersebut lansia dapat bertanya maupun
menyampaikan pendapatnya berhubungan dengan materi yang telah
disampaikan.
2. Hasil Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan
Dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak ustadz/ustadzah
mendampingi lansia secara terus menerus dalam kegiatan TPA, kajian,
maupun yasinan. Selain mendampingi ustadz/ustadzah juga memberikan
110
arahan kepada lansia, sehingga ustadz/ustadzah mengetahui perubahan positif
dari para lansia sebelum dan sesudah mengikuti pemberdayaan lansia.
Perubahan tersebut merupakan hasil dari pemberdayaan yang telah diikuti
secara rutin.
Pendampingan yang dilakukan secara terus menerus disertai dengan
pengamatan perkembangan lansia telah sesuai pendapat Kartasasmitas, yaitu
untuk mengetahui seberapa jauh pemberdayaan telah berhasil, perlu ada
pemantauan dan penetapan sasaran, sejauh mungkin yang dapat diukur untuk
dibandingkan (Mardikanto, 2015:290).
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa hasil pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan yaitu berupa perubahan kognitif, perubahan
perilaku, dan implementatif. Secara rinci yaitu sebagai berikut:
a. Perubahan kognitif
Perubahan kognitif yaitu perubahan berupa peningkatan pengetahuan dan
kemampuan lansia dalam membaca iqro’ maupun Al-Quran. Pada awal
dibentuknya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, terdapat 50 orang lansia
yang masih belum bisa membaca Al-Quran. Setelah mengikuti pemberdayaan
secara rutin sekarang para lansia sudah bisa membaca Al-Quran dan masih ada
yang masih iqro’. Jumlah lansia yang sudah bisa membaca Al-Quran yaitu
kurang lebih 30 orang, sedangkan lansia yang masih iqro’ ada tujuh orang.
Selain berupa peningkatan pengetahuan dan kemampuan lansia dalam
membaca iqro’ maupun Al-Quran, wawasan keagamaan yang dimiliki lansia
juga bertambah, dan lansia terbuka dengan adanya perkembangan informasi
111
terbaru. Melalui kegiatan kajian lansia diberikan wawasan keagamaan mulai
dari hukum agama sampai dengan perkembangan terkini dipandang dari sudut
pandang Islam. Sebelum mengikuti kegitan-kegiatan pemberdayaan lansia di
Dusun Gatak, lansia hanya mempunyai rutinitas bekerja di sawah dan belum
terfasilitasi dengan pendidikan lansia. Adanya pemberdayaan ini lansia
diberikan wawasan keagamaan sehingga lansia dapat berwawasan keagamaan
sebagai bekal dalam kehidupan. Seperti yang dilakukan oleh beberapa lansia
yang bertanya mengenai permasalahan dan kebingungan lansia mengenai
hukum agama dalam hal puasa, dan sholat. Hal tersebut menandakan hasil dari
pemberdayaan lansia ini dapat diaplikasikan langsung dalam kehidupan
sehari-hari lansia.
Selain wawasan keagamaan mengenai hukum agama, lansia juga diberikan
pengetahuan tentang berita-berita perkembangan terkini. Dalam kajian lansia
diberikan pengetahuan dan pengertian permasalahan yang terjadi saat ini jika
dipandang dari sudut pansang hukum Islam. Hal tersebut bertujuan agar para
lansia juga terbuka dengan perkembangan terkini dan tidak merasa tabu.
Berbekal pengetahuan tersebut lansia juga dapat memperkaya pengetahuan
diri sendiri, dan juga dapat berbagi pengetahuan dengan cara menasehati
anggota keluarga dalam hal agama.
b. Perubahan perilaku
Perubahan perilaku yaitu perubahan berupa tindakan yang dilakukan lansia
sebelum mengikuti pemberdayaan dan setelah mengikuti pemberdayaan.
Perubahan perilaku lansia setelah mengikuti pemberdayaan lansia yaitu
112
sebelum mengikuti pemberdayaan lansia, para lansia jarang berjamaah di
Masjid, setelah mengikuti kegiatan-kegiatan dalam pemberdayaan menjadi
rajin berjamaah di Masjid. Salah satu dari tujuan dibentuknya pemberdayaan
lansia ini adalah membuat masyarakat khususnya lansia menjadi rajin
berjamaah di Masjid sehingga Masjid dapat ramai oleh jamaah. Dengan
adanya pemberdayaan ini kesadaran lansia semakin meningkat sehingga
sering mengikuti jamaah di Masjid.
Keberhasilan pemberdayaan berupa perilaku juga dapat dilihat dari
kemandirian para lansia. Pada saat Ustadz/ustadzah tidak dapat hadir secara
mendadak untuk mengajar dan mendampingi, para lansia tetap melaksanakan
kegiatan secara mandiri. Dalam kegiatan TPA, para lansia melakukan
pembelajaran secara mandiri yaitu dengan cara membaca iqro’ sendiri-sendiri,
dan membaca Al-Quran bersama-sama pada TPA Al-Quran, begitu juga pada
kegiatan yasinan.
c. Perubahan
Perubahan yang bersifat implementatif yaitu pengaplikasian hasil belajar
dari pemberdayaan lansia atau dengan kata lain menerapan hasil belajar dalam
kehidupan sehari-hari lansia. Perubahan tersebut adalah berkurangnya
keluarga lansia yang memelihara anjing. Sebelum ada pemberdayaan lansia,
masyarakat muslim di Dusun Gatak banyak yang memelihara anjing untuk
dijual. Menurut masyarakat, anjing lebih dapat tumbuh besar dengan cepat
sehingga tidak butuh waktu lama untuk kemudian menjual anjing-anjing
tersebut. Setelah adanya pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan,
113
Ustadz/ustadzah memberikan pengertian dan penjelasan mengenai hukum
seorang muslim menyentuh anjing apalagi memelihara hewan tersebut. Seiring
berjalannya waktu, saat ini masyarakat muslim di Dusun Gatak khususnya
keluarga lansia yang memelihara anjing sudah berkurang.
Perubahan selanjutnya yaitu tatacara memandikan jenazah. Sebelum
diadakannya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, ketika ada masyarakat
yang meninggal perempuan maupun laki-laki yang memandikan jenazah
adalah Pak Rakun. Melalui pemberdayaan lansia ustadz/ustadzah memberikan
pengertian bahwa yang boleh memandikan jenazah adalah mahromnya.
Seiring berjalannya waktu kebiasaan masyarakat Dusun Gatak tersebut mulai
berubah. Hingga saat ini masyarakat sudah menerapkan aturan yang boleh
memandikan jenazah adalah orang yang semahromnya atau sesama laki-laki
jika jenazahnya laki-laki dan perempuan yang memandikan jenazah
perempuan.
Dick dan Reiser (dalam Sumarno, 2011:26), mengemukakan bahwa hasil
belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil
kegiatan pembelajaran, yang terdiri atas empat jenis, yaitu: 1) pengetahun, 2)
keterampilan intelektual, 3) keterampilan motor, dan 4) sikap. Dalam hal ini
pembelajaran berlangsung dalam pemberdayaan dan siswa dalam teori
tersebut dapat diartikan sebagai lansia peserta pemberdayaan. Dalam
pemberdayaan lansia di Dusun Gatak mempunyai hasil belajaran berupa
perubahan kognitif dari yang belum bisa membaca iqro’ dan Al-Quran,
menjadi bisa membaca. Keterampilan intelektual juga didapatkan oleh lansia
114
berupa meningkatnya pengetahuan keagamaan.hasil belajar dari lansia.
Perubahan lain adalah perubahan perilaku dan perubahan yang bersifat
implementatif yang dapat merubah sikap dari lansia itu sendiri. Keterampilan
motorik dari teori Dick dan Reiser tidak ada dalam pemberdayaan lansia di
Dusun Gatak.
Hasil pemberdayaan dapat dilihat dari indikator keberhasilan
pemberdayaan. Dilihat dari jumlah lansia yang nyata tertarik mengikuti
pemberdayaan lansia mencapai 37 orang, hal ini menunjukkan keberhasilan
pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dilihat dari ketertarikan lansia.
Frekuensi kehadiran lansia dalam mengikuti setiap kegiatan dalam
pemberdayaan selalu tetapi, hanya ada beberapa lansia yang tidak masuk
karena ada kepentingan di rumah. Para lansia juga diberikan kemudahan
dalam menyampaikan ide maupun kritik dan saran mengenaik pemberdayaan
yang berlangsung. Pelaksanaan pemberdayaan lansia juga tidak meminta dana
dari para lansia, akan tetapi dari dana sosial masyarakat sehingga tidak
memberatkan para lansia. Ustadz/ustadzah juga selalui mendampingi para
lansia disetiap jalannya kegiatan sehingga lansia tidak merasa kesulitan dalam
belajar.
Menurut Soeharto (www.jurnal.unlam.ac.id), ada empat tingkatan
indikator keberdayaan yaitu:
a. Tingkat kesadaran dan keinginan untuk berubah (power to)b. Tingkat kemampuan meningkatkan kapasitas untuk memperoleh akses
(power within)c. Tingkat kemampuan menghadapi hambatan (power over)d. Tingkat kemampuan kerjasama dan solidaritas (power with)
115
Berdasarkan pendapat di atas, pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan di Dusun Gatak telah memenuhi keempat tingkatan indikator
tersebut. Pada tingkat kesadaran dan keinginan untuk berubah dapat dilihat
dari kenyataan bahwa lansia di Dusun Gatak dulu belum bisa membaca Al-
Quran dan belum mempunyai wawasan yang luar mengenai keagamaan.
Setelah diadakannya pemberdayaan lansia, para lansia ingin terlepas dari
ketidaktahuannya dibidang keagamaan. Lansia tetap mau belajar meskipun
sudah di usia renta, dan banyak mengalami kesulitan belajar karena merasa
butuh serta menyadari bahwa dirinya belum bisa.
Lansia di Dusun Gatak juga telah mencapai tingkat kemampuan
meningkatkan kapasitas untuk memperoleh akses (power within). Dapat
diketahui bahwa Ustadz/ustadzah yang mengisi kegiatan dalam pemberdayan
lansia di Dusun Gatak sangat terbatas. Pada awal dibentuknya pemberdayaan
lansia, sempat ada Ustadz yang tidak mau mengajar. Dengan adanya
permasalahan tersebut, para lansia kemudian bermusyawarah untuk
menemukan solusi. Para lansia ingin pemberdayaan lansia tetap berjalan, dan
tetap membutuhkan bimbingan dari para Ustadz/ustadzah.
Pada tingkat kemampuan menghadapi hambatan (power over), dan tingkat
kemampuan kerjasama serta solidaritas (power with) juga sudah dicapai oleh
lansia dalam mengikuti pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan.
Lansia yang mudah lupa dan juga mudah lelah tetap berusaha untuk mengikuti
kegiatan-kegiatan dalam pemberdayaan lansia. Para lansia juga mempunyai
solidaritas yang tinggi dilihat dari kebiasaan para lansia yaitu jika ada lansia
116
yang sakit para lansia bersama-sama datang untuk menjenguk dan saling
memberikan semangat.
3. Faktor Pendorong dan Penghambat Pemberdayaan Lansia Melalui
Kegiatan Keagama
a. Faktor Pendorong
1) Faktor motivasi lansia
Faktor ini merupakan faktor yang penting dalam berjalannya proses
pemberdayaan lansia. Para lansia sebagai peserta didik mempunyai
semangat yang tinggi, walaupun para lansia mengalami beberapa kesulitan
belajar. Lansia di Dusun Gatak umumnya masih bekerja di sawah, jika
dilihat dari usia dan juga rutinitas tersebut sudah menyita waktu dan
tenaga akan tetapi para lansia masih mau meluangkan waktu serta
berusaha belajar.
2) Sarana dan prasarana
Lancarnya sebuah kegiatan pasti tidak luput dari sarana dan prasarana
pendukung kelancaran kegiatan hingga tercapainya tujuan yang
diharapkan. Dalam pemberdayaan ini sarana dan prasarana yang
disediakan oleh pengurus adalah berupa tempat dan kelengkapan
pembelajaran. Sarana dan prasarana tersebut juga disediakan secara gratis
oleh pengurus diambilakan dari uang infaq dan sosial agar tidak
memberatkan para lansia.
117
3) Faktor lingkungan masyarakat
Lingkungan di Dusun Gatak mendukung adanya pemberdayaan, dan
juga ikut membantu kelancaran proses pemberdayaan. Warga masyarakat
yang terbuka dengan adanya pemberdayaan membantu memberikan
dukungan kepada lansia. Dukungan tersebut berbentuk respon yang baik
dan juga membantu proses belajar para lansia saat di rumah. Bersedia
menyediakan tempat yang akan digunakan sebagai tempat
dilaksanakannya kegiatan yasinan setiap Kamis malam bada isya’.
Lingkungan masyarakat menjadi pendukung bagi pemberdayaan
melalui kegiatan kegamaan. Sesuai dengan pendapat Mardikanto
(2013:206), kegiatan pemberdayaan akan lebih efisien jika diterapkan
hanya kepada beberapa warga masyarakat, terutama yang diakui oleh
lingkungannya sebagai “panutan” yang baik. Lingkungan membawa
pengaruh pada masyarakat yang mengikuti pemberdayaan, seperti halnya
pemberdayaan di Dusun Gatak.
b. Faktor Penghambat
1) Kondisi fisik lansia
Memasuki usia lanjut kondisi fisik lansia mengalami penurunan seperti
daya ingat, daya tangkap belajar, struktur gigi yang sudah tidak lengkap,
dan daya tahan tubuh. Dalam belajar lansia mudah lupa, dan kesulitan
dalam mengucapkan huruf dengan benar. Aktifitas yang dimiliki lansia di
pagi sampai dengan sore hari menjadikan lansia merasa kelelahan dan
dapat menghambat konsentrasi lansia dalam belajar. Usia yang sudah
118
berlanjut juga membuat lansia lebih lambat mengikuti pembelajaran yang
ada.
Kondisi fisik dari lansia menjadi salah satu penghambat bagi
kelancaran pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. Sesuai dengan teori dari
Santrock (2002:578), perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan
perubahan secara fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai
sikap lansia terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang
berati adanya penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya satu
sama lain. Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi yang
lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak dan berfikir.
Lansia di Dusun Gatak sudah mengalami banyak perubahan berupa,
kemampuan motorik dapat dilihat dari gerak lansia yang berjalan pelan-
pelan. Perubahan kekuatan fisik lansia menjadikan kegiatan pemberdayaan
dibatasi, karena dengan fisik yang sudah menurun dapat menyebabkan
lansia mudah capek dan sakit. Perubahan psikologis lansia di Dusun Gatak
berupa penurunan daya ingat lansia sehingga ustadz/ustadzah harus belaku
mengingatkan lansia tentang materi pemberlajaran di minggu sebelumnya.
Perubahan dalam sistem saraf lansia juga menjadi penghambat
pelaksanaan pemberdayaan. Perubahan tersebut seperti perlambatan data
tangkap belajar lansia, sehingga ustatdz/ustadzah harus selalu
membimbing secara berlahan dan bertahap agar lansia mudah memahami
materi yang diberikan.
119
Sesuai dengan pendapat Yudrik (2011:246), masa usia lanjut
mempunyai ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosial
yaitu sebagai berikut: 1) perubahan yang menyangkut kemampuan
motorik, 2) kekuatan fisik, 3) perubahan dalam fungsi psikologis, 4)
perubahan dalam sistem saraf, dan 5) penampilan. Diantara kelima ciri-ciri
tersebut yang menjadi faktor penghambat adalah perubahan yang
menyangkut kemampuan motorik, kukuatan fisik, perubahan dalam fungsi
psikologis, dan perubahan dalam sistem saraf lansia.
2) Faktor sumber daya manusia
Sumber daya manusia menjadi faktor pendorong dan juga dapat
menjadi faktor penghambat. Ustadz/ustadzah yang mengajar mempunyai
kesibukan masing-masing dengan pekerjaan yang dimiliki. Jumlah
pengajar yang terbatas dan kesibukan yang dimiliki menjadi hambatan
dalam pelaksanaan pembelajaran. Saat semua Ustadz/ustadzah mempunyai
kesibukan di luar maka pembelajar terpaksa diganti pada keesokan harinya
atau bahkan diliburkan.
Gardono dalam Onny (1996:142), berpendapat bahwa fungsi
pendamping sangat krusial dalam membina aktivitas kelompok.
Pendamping bertugas menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan
kelompok sebagai fasilitator (pemandu), komunikator (penghubung), dan
dinamisator (penggerak).
3) Keterbatasan waktu
120
Baik para lansia maupun Ustadz/ustadzah masing-masing mempunyai
kesibukan dipagi hari sampai sore hari. Waktu luang yang dimiliki hanya
malam hari, sedangkan di malam hari kondisi badan sudah lelah. Waktu
yang digunakan dalam pemberdayaan ini adalah bada maghrib sampai
dengan isya’ dan ada yang setelah isya’. TPA dilaksanakan bada maghrib
sampai dengan isya’ sedangkan lansia yang mengikuti kegiatan ini sangat
banyak, jadi pembelajaran belum bisa berjalan efektif dan efisien.
Marikanto (2013:233) mengatakan bahwa hal dapat menjadikan
sumber permasalah baru adalah fasilitator yang kurang memahami saran
program, dan waktu pemberdayaan yang terbatas. Keterbatasan waktu
menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan karena waktu
kegiatan hanya dari pukul 18.15-18.45 WIB.
121
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di lapangan baik
melalui observasi, wawancara, maupun dokumentasi yang didapatkan
berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1. Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan
a. Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak mencakup tiga kegiatan yaitu
TPA, yasinan, dan kajian. TPA dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok Al-Quran dan kelompok iqro’. Jumlah lansia yang
mengikuti kegiatan ini adalah sebanyak 37 orang Tahap
pelaksanaannya yaitu terdiri dari tahap persiapan, pembukaan, inti, dan
penutup.
b. Metode yang digunakan dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak
adalah metode ceramah, dan praktek. Dalam kegiatan kajian materi
disampaikan dengan metode ceramah, sedangkan TPA dan yasin
dilakukan dengan metode praktek yaitu membaca secara langsung.
Media yang digunakan yaitu buku iqro’, Al-Quran, hadits, dan buku
yasin.
c. Materi yang disampaikan dalam pemberdayaan lansia adalah cara
membaca iqro’, Al-Quran, mengkaji ayat-ayat Al-Quran, membaca
122
surat yasin, dan kajian yang membahas perkembangan terkini
dipandang dari sudut pandang Islam.
2. Pemberdayaan lansia yang diselenggarakan di Dusun Gatak memberikan
hasil yaitu meningkatnya kemampuan lansia dalam membaca iqro’ dan Al-
Quran, bertambahnya wawasan keagamaan yang dimiliki lansia, serta
lansia menjadi terbuka dengan adanya perkembangan informasi terbaru.
Selain itu para lansia juga menjadi rajin berjamaah di Masjid,
berkurangnya keluarga lansia yang memelihara anjing, penerapan hukum
agama tentang tatacara memandikan jenazah yang harus dilakukan oleh
mahromnya.
3. Faktor pendorong dalam pemberdayaan lansia di Dusun Gatak adalah:
motivasi lansia yang tinggi, sarana dan prasarana yang lengkap, dan
lingkungan masyarakat yang mendukung. Sedangkan faktor penghambat
dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia yaitu: kondisi lansia yang sudah
mengalami penurunan fungsi fisik, jumlah Ustadz/ustadzah yang sedikit,
dan keterbatasan waktu.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah didapatkan dari hasil penelitian, maka
peneliti memberikan saran-saran sebagai serikut:
1. Sarana dan prasarana yang disediakan oleh pengurus Masjid sudah
lengkap, akan tetapi belum digunakan secara maksimal seperti whiteboard.
Saat pembelajaran ustadz/ustadzah dapat memanfaatkan whiteboard
tersebut untuk menerangkan materi yang disampaikan.
123
2. Hasil yang telah didapat dari pemberdayaan lansia di Dusun Gatak sudah
dapat dirasakan langsung oleh para lansia, akan tetapi proses
pemberdayaan memerlukan pemantauan atau evaluasi rutin. Selama ini
evaluasi pembelajaran yang dilakukan hanya dengan menggunakan EBTA,
akan tetapi pada kegiatan lain belum ada evaluasi. Evaluasi dapat
dilakukan dengan cara memantau hasil kegiatan secara rutin dan
mengadakan diskusi dengan para lansia terkait dengan pemantauan hasil
tersebut, guna mendapatkan perbaikan untuk proses ke depannya.
3. Salah satu faktor penghambat dalam pemberdayaan lansia melalui
kegiatan keagamaan di Dusun Gatak adalah faktor sumber daya manusia.
Dalam pemberdayaan ini hanya mempunyai lima orang ustadz/ustadzah
yang benar-benar rutin mengisi kegiatan. Ketika para ustadz/ustadzah
berhalangan, pembelajaran terpaksa diliburkan atau lansia belajar sendiri
padahal setiap kegiatan dalam pemberdayaan ini hanya dilaksanakan satu
minggu sekali. Berdasarkan keadaan tersebut perlu adanya perekrutan
ustadz/ustadzah lagi, semakin banyak yang mengajar maka lansia semakin
mudah dalam belajar secara rutin.
124
DAFTAR PUSTAKA
Alfitri. 2011. Community Development: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:PustakaPelajar
Ambar. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.Yogyakarta: GavaMedia
Anichiatur Rohmah. Studi Fenomenologi Kesejahteraan Subjektif Lansia diPaguyuban Wredo Kudumo. Skripsi SI. UNY
Anwar. 2007. Manajemen Pemberdayaan Perempuan. Bandung: Alfabeta
Biastika Nur. 2014. Pemberdayaan Lansia potensial melalui program bantuansosial di kelurahan wirobrajan kota Yogyakarta. Skripsi SI . UNY
Burhanudin. 2008. Perencanaan Program Pemberdayaan Menuju PerubahanDalam Masyarakat. Jurnal Artikel. Fakultas Ekonomi Universitas Islam BatikSurakarta
E Diane. 2015. Menyelami Merkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika
Darmojo. 2004. Beberapa AspekGerontologi dan Pengantar Geriatrik. Jakarta:EGC
Dartanto. 2014. Pengelolaan Program Nasional Pemberdayaan MasyarakatMiskin Perkotaan (PNPM-MP) Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinandi Kecamatan Nanggalo. Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas IlmuPendidikan Universitas Negeri Padang. Diakses melalui:http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bahana/article/download/3740/2975 padaRabu , 7 September 2016 pukul 07.17
Fitri Fausiah, dkk. 2007. Psikologi Abnormal. Jakarta: UI-Press
Fredian Tonny. 2014. Pengembangan Masyarakat. Ed.I- Jakarta: YayasanPustaka Obor Indonesia
Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Diakses dari:https://kemsos.go.id/modules.php?name=glosariumkesos. Pada 17 April 10.09
Ife Jim, Frank. 2014. Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi.Yogyakarta: Pustaka Belajar
125
Kesi Widjanti. 2011. Model Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal. FakultasEkonomi Universitas Semarang diakses melalui. http://journals.ums.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/202/189 pada Rabu, 7 September 2016 pukul06.50
Masalah Psikososial Pada Lanjut Usia. 2008. Diakses dari:http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/132/jtptunimus-gdl-ridlawatir-6596-5-daftarp-w.pdf, pada 19 Maret 2016 pukul 23.12
Miradj, Safri;, Sumarno. Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Melalui ProsesPendidikan Nonformal, Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Sosial DiKabupaten Halmahera Barat. Jurnal Pendidikan dan PemberdayaanMasyarakat, [S.l.], v. 1, n. 1, p. 101 - 112, mar. 2014. ISSN 2477-2992.Available at:<http://journal.uny.ac.id/index.php/jppm/article/view/2360/1959>. Dateaccessed: 30 Maret. 2016
Miranda Nova. 2011. Preferensi Manula Terhadap Jenis Lampu, Studi Kasus diPanti Wreda Hanna Yogyakarta. Yogyakarta: jurnal
Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC
Onny Prijono. 1996. PEMBERDAYAAN, konsep, Kebijakan dan Implementasi.Jakarta: Centre of Stage and International Studies (CSIS)
Pengaruh Self-Esteem. 2010. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19782/4/Chapter%20I.pdf. Pada 19 Maret 2016 pukul 21.45
Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan UpayaPeningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
Rita Eka, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press
Santrock, J.W. (2002). Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup. JilidII. Jakarta: Erlangga
Siti Maryam, dkk. 2011. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:Salemba Medika
Sri Widayanti. 2012. Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal pdf
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
126
Suharta, RB. Pendekatan Inklusif Dan Deliberatif Dalam PerencanaanPendidikan Kecakapan Hidup Dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin. JurnalPendidikan Luar Sekolah, [S.l.], v. 6, n. 11, oct. 2015. ISSN 0854-896X.Available at: <http://journal.uny.ac.id/index.php/diklus/article/view/5778/4992>. Date accessed: 07 September. 2016
Sumodiningrat. 2002. Memberdayakan Masyarakat. Jakarta: Perencana KencanaNusadwina
Sungkono, dkk. 2009. Majalah Ilmiah Pembelajaran. Jurusan Kurikulum danTeknologi Pendidikan. Yogyakarta
Suparjan, Hempri. 2003. Pengembangan Masyarakat dari Pembangunan SampaiPemberdayaan. Yogyakarta: Aditya Media
Totok Mardikanto, dkk. 2015. Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: A lfabeta
UU RI No. 13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lansia
Utami Munandar. 2001. Bunga Rampai PSIKOLOGI PERKEMBANGANPRIBADI dari bayi sampai lanjut usia. Jakarta: UI PRESS
Usman. 1994. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Wasisto. 1998. Pemberdayaan Aparatur Daerah. Bandung: Abdi Praja
Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenadamedia group
Zubaedi. 2013. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: KENCANA
127
LAMPIRAN
128
Lampiran 1. Pedoman Observasi Penelitian
PEDOMAN OBSERVASI
Tgl. Observasi : ….
Pukul : ….
Tempat Observasi : ….
Aspek yang diamati Deskripsi
1. Lokasi Penelitian
a. Lokasi dan alamat
b. Keadaan lingkungan sekitar
2. Pelaksanaan pemberdayaan lansia
a. Pelaksanaan pemberdayaan
b. Metode dan strategi pemberdayaan
c. Materi pemberdayaan
3. Hasil pemberdayaan lansia melalui
kegiatan keagamaan
4. Faktor pendorong dan penghambat
pemberdayaan
a. Faktor pendorong pemberdayaan
b. Faktor penghambat pemberdayaan
129
Lampiran 2. Pedoman Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
USTADZ/USTADZAH
I. IDENTITAS
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Alamat :
II. PERTANYAAN
A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN
KEAGAMAAN
1. Apa latar belakang dibentuknya pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan?
2. Kapan pemberdayaan lansia melalui kegiatan tersebut diadakan?
3. Apakah menurut anda materi yang diberikan sudah sesuai dengan
kebutuhan para lansia?
4. Apa metode yang anda gunakan dalam menyampaikan materi
kegiatan?
5. Apa media pembelajaran yang anda gunakan saat kegiatan
berlangsung?
6. Apa sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan
pemberdayaan lansia?
7. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan?
8. Apakah para lansia dapat menerima materi yang anda sampikan
dengan baik?
9. Berapa jumlah lansiayang mengikuti program pemberdayaan lansia
ini?
130
10. Apakah para lansia pernah bertanya tentang materi atau permasalahan
yang dihadapi? Bagaimana tanggapan anda?
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI
KEGIATAN KEAGAMAAN
1. Apakah anda melakukan evaluasi pembelajaran dalam pelakasanaan
pemberdayaan lansia ini?
2. Bagaimana cara anda mengetahui tingkat pemahaman lansia terhadap
materi yang disampaikan?
3. Apa saja perubahan yang terjadi pada lansia saat sebelum dan sesudah
mengikuti kegiatan ini?
4. Apakah para lansia merasa terfasilitasi dengan adanya kegiatan
pemberdayaan lansia ini?
5. Apakah para lansia termotivasi mengikuti kegiatan tersebut?
Bagaimana anda memberikan motivasi?
6. Apakah menurut anda kegiatan ini sudah berjalan dengan efektif dan
efisien? Mengapa?
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
1. Apa saja faktor pendorong atau pendukukng dalam pelaksanaan
pembelajaran tersebut?
2. Apa sajakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran
tersebut?
3. Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat pelaksanaan
pembelajaran tersebut?
131
PEDOMAN WAWANCARA
PENGURUS
I. IDENTITAS
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Alamat :
II. PERTANYAAN
A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN
KEAGAMAAN
1. Apa latar belakang dari penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan
lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak ini?
2. Bagaimana cara perekrutan warga belajar dalam pemberdayaan
lansiadi Dusun Gatak ini?
3. Bagaimana perencanaan pemberdayaan lansia diselenggarakan?
4. Apakah permberdayaan tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan
lansia?
5. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan?
6. Kapan pemberdayaan lansia melalui kegiatan tersebut diadakan?
7. Apa metode yang digunakan dalam menyampaikan materi
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan?
8. Apa saja sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan
kegiatan pemberdayaan lansia tersebut?
9. Apakah ada tindak lanjut dari pemberdayaan lansia tersebut?
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI
KEGIATAN KEAGAMAAN
1. Apakah anda melakukan evaluasi dalam pelakasanaan pemberdayaan
lansia ini?
132
2. Apa saja perubahan yang terjadi pada lansia saat sebelum dan sesudah
mengikuti pemberdayaan lansia ini?
3. Apakah lansia merasa terfasilitasi dengan adanya kegiatan
pemberdayaan lansia di Dusun Gatak ini?
4. Apakah lansia termotivasi untuk meningkatkan pengetahuan setelah
mengikuti kegiatan ini?
5. Bagaiamana interaksi antara lansia dengan pengurus kegiatan
pemberdayaan lansia ini?
6. Apakah lansia terbuka dalam menyampaikan pendapat atau kritik dan
saran?
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
1. Apa saja faktor pendorong dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia
ini?
2. Apa sajakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan
lansia ini?
3. Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat pelaksanaan tersebut?
4. Apa sajakah faktor penghambat yang berasal dari para lansia saat
pelaksanaan pemberdayaan?
133
PEDOMAN WAWANCARA
LANSIA
I. IDENTITAS
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
PekerjaanTerakhir :
Alamat :
II. PERTANYAAN
A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN
KEAGAMAAN
1. Apakah alasan anda mengikuti pemberdayaan lansia ini?
2. Apa metode penyampaian yang digunakan dalam kegiatan keagamaan
tersebut?
3. Pernahkan sebelumnya anda mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia?
4. Kegiatan apa saja yang ada dalam pemberdayaan lansia ini?
5. Apakah anda mengikuti kegiatan pemberdayaan ini secara rutin?
6. Kapan dan dimana diadakannya kegiatan pemberdayaan lansia
tersebut?
7. Apakah materi yang disampaikan sudah sesuai dengan kebutuhan
anda?
8. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan?
9. Apakah anda terlibat dalam pengambilan keputusan terkait dengan
kegiatan yang akan diselenggarakan?
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI
KEGIATAN KEAGAMAAN
1. Apakah anda merasa mendapat penambahan ilmu tentang keagamaan
setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?
2. Apakah kegiatan pemberdayaan lansia yang anda ikuti dapat
bermanfaat bagi kehidupan anda? Berikan contoh.
134
3. Apa saja perubahan yang anda dapatkan setelah mengikuti kegiatan
pemberdayaan lansia ini?
4. Apakah anda menyalurkan ilmu yang anda dapat kepada orang lain?
5. Apakah anda termotivasi untuk terus belajar tentang keagamaan untuk
memupuk keimanan?
6. Bagaimana cara anda untuk mengaplikasikan hasil belajar dalam
kehidupan sehari-hari?
7. Bagaimana respon keluarga ketika anda mengikuti kegiatan
pemberdayaan lansia ini?
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
1. Apa saja kendala yang anda alami dalam memahami informasi yang
disampaikan saat kegiatan berlangsung?
2. Apakah anda mengkomunikasikan kesulitan anda kepada orang lain
dalam kegiatan tersebut?
3. Apa faktor pendorong dari diri anda untuk mengikuti kegiatan
pemberdayaan lansia ini?
4. Apa faktor pendorong dari luar diri anda untuk dapat mengikuti
kegiatan pemberdayaan lansia ini?
5. Apa sajakah faktor penghambat dalam diri anda untuk mengikuti
pemberdayaan lansia ini?
6. Bagaimana cara anda mengatasi penghambat tersebut?
7. Apa saja faktor penghambat dari luar diri anda untuk mengikuti
kegiatan pemberdayaan lansia ini?
8. Bagaimana cara anda mengatasi penghambat tersebut?
135
Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi
PEDOMAN DOKUMENTASI
1. Melalui Arsip Tertulis
a. Data kependudukan Desa Wukirsari Kecamatan Cangkrin
b. Presensi kegiatan keagamaan kelompok lansia Dusun Gatak, Desa
Wukirsari, Kecamatan Cangkringan
2. Melalui Foto
a. Gedung atau fisik tempat pelaksanaan pemberdayaan lansia di Dusun
Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan
b. Sarana dan prasarana yang digunakan untuk pemberdayaan lansia di
Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan
c. Pelaksanaan pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan di Dusun
Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan
d. Keadaan masyarakat sekitar yang secara tidak langsung bersangkutan
dengan lansia Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan
136
Lampiran 4. Hasil Observasi
HASIL OBSERVASI
Tgl. Observasi : 10 dan 12 Mei 2016
Pukul : 17.30-18.30
Tempat Observasi : Masjid Al-Iman
Aspek yang diamati Deskripsi
1. Lokasi Penelitian
a. Lokasi dan alamat Dusun Gatak/Cancangan, Wukirsari,
Cangkringan, Sleman
b. Keadaan lingkungan sekitar Lingkungan Desa yang tenang dan banyak
tumbuhan hujau khas pedesaan. Jarak rumah
warga satu dengan yang lain saling berdekatan.
Masjid berada di pinggir jalan raya yang
mudah diakses oleh warga.
2. Pelaksanaan pemberdayaan lansia
a. Pelaksanaan pemberdayaan Pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan meliputi kegiatan TPA, yasinan,
dan kajian. Kegiatan tersebut dilaksanakan
pada hari Kamis malam, Sabtu malam, dan
Senin malam. Jumlah lansia yang mengikuti
kegiatan tersebut yaitu sebanyak 37 orang
diantaranya 30 orang di TPA Al-Quran, dan 7
orang di TPA iqro’. Sarana dan prasarananya
adalah ruangan masjid, meja, mic, tikar, papan
tulis, buku prestasi, dan almari. Al-Quran.
Pelaksanaan TPA dan kajian berada di Masjid
Al-Iman sedangkan yasinan dilaksanakan di
rumah warga secara bergantian untuk
137
menyambung tali silaturahim. Ustadz/ustadzah
yang mengajar yaitu Pak BS, Pak WN, Bu LI,
dan Bu YL, dibantu oleh Pak Rakun. Tahap
pembelajaran yang dilakukan adalah tahap
persiapan, pembukaan, inti, dan penutup.
b. Metode dan strategi
pemberdayaan
Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dilakukan
secara berkelompok dan metode yang
digunakan dalam pembelajaran adalah metode
iqro’ pada TPA iqro, sedangkan TPA Al-Quran
disampaikan menggunakan metode ceramah
dan praktek, yasinan dilaksanakan
menggunakan metode praktek, dan kajian
menggunakan metode ceramah. Media yang
digunakan adalah iqro’ dan. Strategi yang
dipakai adalah berpusat pada peserta didik. Saat
pembelajaran beberapa lansia bertanya kepada
ustadz/ustadzah mengenai kesulitan yang
dialami.
c. Materi pemberdayaan Materi yang disampaikan cara membaca iqro’
dan Al-Quran, membaca surat yasin, dan kajian
mengenai hukum agama Islam.
3. Hasil pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan
Hasil pemberdayaan melalui kegiatan
keagamaan ini adalah kemampuan para lansia
dalam membaca iqro’ dan Al-Quran, para
lansia mempunyai kegiatan yang diikuti secara
rutin, lansia menjadi rajin berjamaan di Masjid.
4. Faktor pendorong dan penghambat kegiatan
a. Faktor pendorong Yang menjadi faktor pendorong dalam
pemberdayaan lansia ini adalah fasilitas yang
138
mendukung, lansia yang mempunyai semangat
tinggi dalam belajar, pengajar yang mau
meluangkan waktu dan sabar membimbing
lansia dalam belajar, lansia yang saling
memberikan semangat kepada lansia lain, dan
keluarga yang mendukung.
b. Faktor penghambat Hal yang menjadi faktor penghambat dalam
pemberdayaan lansia adalah waktu
pembelajaran yang terbatas, lansia yang sering
lupa, dan kondisi fisik yang menyebabkan
kesulitan mengucapkan kalimat dengan benar.
139
Lampiran 5. Catatan Wawancara
CATATAN WAWANCARA 1
I. IDENTITAS
Nama : BS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 37 tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Guru TK
Alamat : Dusun Gatak
II. PERTANYAAN
A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Kami pengen warga banyak yang jamaah di masjid biar masjidnya
ramai, lalu kami bikin kegiatan pengajian untuk lansia itu Saya kan ikut
pembetukan dulu itu, saya ditawari untuk ngajar ya kemudian saya ikut
berpartisipasi gitu mbak. Disini kan masih banyak yang belum bisa baca
Al-Quran, itung-itung ikut membantulah”. (CW.1.1)
2. “Ada yasinan tapi campur semua ibu-ibu malem Senin paling. Yang iqro’
ada malem Minggu sama malem Jumat. Malem Selasa itu kajian sama Bu
YL”. (CW.1.2)
3. “Iya sudah, warga juga merindukan ada kegiatan keagamaan. Orang
kalau sudah sepuh-sepuh ya saya kira yang lebih dibutuhkan adalah lebih
140
mendekatkan diri kepada Seng Kuasa ya ga? Ya menurut saya sudah pas
kegiatan ini”. (CW.1.3)
4. “Ya TPA pembelajarannya pakai metode iqro’. Dulu kan juga sempat
kerjasama dengan Fan Tahsin, tapi kan mereka belum bisa baca sama
sekali mbak jadi agak kurang pas dengan itu ya terus cuma ngisi berapa
kali gitu terus udah dilanjut iqro. Kalau kajian jelas kami menggunakan
metode ceramah dalam penyampaiannya”. (CW.1.4)
5. “Medianya ya pakai buku iqro’ itu mbak, kalo yasinan ya buku yasin.
Kalau yang Al-Quran sama kajian itu kadang juga ustadnya pakai hadits
buat ngisi materinya”. (CW.1.5)
6. “Tempatnya masjid itu, ada meja, papan tulis juga ada mbak tapi jarang
digunakan. Ada iqro’, al-quran, buku prestasi, lemari juga ada. Sarpras
dapat dari takmir itu dana dari infaq”. (CW.1.6)
7. “Tahapnya seperti biasa kokmbak ya waktu mulai itu baca doa mau
belajar terus abis itu ya langsung belajar urut satu-satu gitu kalau sudah
selesai terus membaca doa penutup majelis itu. Kegiatan yang dibuat
tidak banyak takutnya mereka yang kualahan kasihan”. (CW.1.7)
8. ”Ya ada yang langsung bisa ada yang tidak mbak. Ya itu kan sudah pada
tidak lengkap giginya jadi kalau ngucapin huruf itu belum bisa jelas”.
(CW.1.8)
141
9. “Dulu waktu awal-awal itu banyak mbak. Sekarang TPA malem jumat
yang aktif biasanya 7 kadang 5. Kalau yang Al-Quran itu juga banyak
wong kalau biat snace aja sampe 40 katanya”. (CW.1.9)
10. “Kalau tanya tentang materi ya pasti pernah mbak mereka tanya cara
bacanya gimana gitu. Kadang juga ada yang tanya masalah lain kayak
sholat atau puasa gitu. Ya saya jawab mbak, saya malah seneng kalau
mereka bertanya, artinya kan mereka juga tertarik untuk lebih banyak
tahu”. (CW.1.10)
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI
KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Tidak ada evaluas mbak, adanya ya pakai ebta itu di iqro”. (CW.1.11)
2. “Waktu ngaji kan kelihatan mbak. Kalau ada materi yang sudah lewat tapi
kok lupa, lha itu berarti mereka belum paham sepenuhnya mungkin baru
ditahap menghafal”. (CW.1.12)
3. “Beberapa diantara mereka jadi sering jamaah di Masjid mbak saya sering
ketemu. Masjid sekarang jadi lumayan rame Alhamdulillah ya sedikit-
sedikit ada kemajuan mbak”. (CW.1.13)
4. “Iya mbak, mereka sudah lama merindukan kegiatan-kegiatan seperti ini”.
(CW.1.14)
5. “Ya termotivasi mbak kalau yang ikut terus itu mereka saja kadang minta
ganti hari kalau misalkan pada ga bisa ya sudah tua juga mbak kan
142
gampang capek. Cara memotivasinya biasanya saya ya tak bilangin kita
yang penting usaha mbah masalah bisanya kapan itu nanti dulu, kalau kita
usaha kan Allah pasti juga kasih kemudahan”. (CW.1.15)
6. “Kalau dibilang sudah efektif dan efisien kok juga belum cukup saya
rasa. Ya sudah tapi sedikit-sedikit soalnya dari pengajar juga kadang ada
kegitan penting jadi tidak bisa datang. Sedangkan pesertanya kan sudah
lansia jadi juga agak special dibandingkan dengan yang lain”. (CW.1.16)
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
1. “Pendukungnya salah satunya ada fasilitas. Terus dari mbah-mbahnya
juga semangat, mereka merasa butuh. Kalau di pengajarnya sendiri sebisa
mungkin meluangkan waktu malem Jumat. Kadang yang ngajar ada yng
diajar ga ada kadang sebaliknya”. (CW.1.17
2. “Kadang kedua pengajar tidak bisa ngajar, tapi kadang ada juga sih teman
yang gantin ngajar”. (CW.1.18)
3. “Kalau pas ga ada yang ngajar ya kadang diganti hari atau mereka belajar
sendiri. Kami juga memberikan pengertian mbak misalkan gini, kalau
mereka jarang berangkat nanti pelajaran yang lain lupa lagi nanti jadi
tidak lanjut-lanjut gitu”. (CW.1.19)
143
CATATAN WAWANCARA 2
I. IDENTITAS
Nama : Li
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 34 tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Guru
Alamat : Dusun Gatak
II. PERTANYAAN
A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Disini masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran. Kalau saya itu dulu
sebelum pindah disini pernah juga ngisi pengajian di Desa saya mbak jadi
saya tahu rasanya manfaatnya. Kalau saya bisa walaupun cuman sedikit
kan lebih baik ilmu itu ditularkan kepada orang lain biar bisa bermanfaat
mbak”. (CW.2.1)
2. “Disini ada beberapa kegiatan mbak yang TPA itu ada dua, TPA Al-Quran
setiap malam Minggu dan TPA iqro’ setiap malam Jumat. Ada lagi yaitu
kajian setiap malam Selasa dan yasinian setiap malam Jumat bada isya.
Ada lagi pengajian setiap sebulan sekali kalau itu untuk umum semua
boleh ikut tidak hanya yang lansia”. (CW.2.2)
144
3. “Pada awal dulu dibentuknya itu banyak sekali yang ikut dan mereka
memang belum bisa membaca Al-Quran jadi saya rasa materinya sudah
sesuai dan juga kajian itu diisi dengan perkembangan berita terkini atau ya
yang lagi ngetren apa gitu mbak”. (CW.2.3)
4. “Pakai metode iqro mbak karena kami pikir itu lebih mudah. Kalau yang
sudah Al-Quran itu dulunya mereka pakai metode yang berbeda jadi cepet
bisa. Awalnya mau kami samakan pakai metode itu semua tapi yang di
kelompok malem Jumat itu si mbah-mbahnya banyak yang sudah sepuh
banget kayak Mbah HR itu sudah 84 umurnya mbak nanti malah tambah
kesulitan”. (CW.2.4)
5. “Kami hanya pakai iqro’ itu mbak jadi mbak-mbahnya itu nanti baca satu-
satu kami yang koreksi. Kalau yang Al-Quran itu beda lagi mbak, karena
sudah Al-Quran jadi mereka bacanya Cuma satu ayat per orang tapi nanti
semua di ajarin dulu sama ustadnya. Yang yasinan itu ya cuma baca yasin.
Kajian itu juga nanti ustadzahnya menyampaikan materi secara lisan gitu
nantu mbah-mbahnya bisa tanya”. (CW.2.5)
6. “Di Masjid itu sudah ada meja, tikar, rak tempat iqro, kayak buku prestasi
itu, Al-Quran, microfone. Sebenarnya di Masjid itu juga ada papantulis
mbak tapi tidak kami gunakan karena menurut kami lebih efektif kalau
diajarin pakai iqro’ langsung. Kalau yang Al-Quran juga ada snaknya
145
mereka inisiatif iuran sendiri karena orangnya lebih banyak mbak”.
(CW.2.6)
7. “Pembukaan mbak setelah itu baca doa mau belajar, kemudian mulai
belajarnya satu-satu sambil nunggu giliran mbah-mbahnya belajar sendiri
dulu. Kalau yang yasinan ya sama, dibuka dulu baca Al-Fatihah terus
baca yasin terus ada sesi lain-lain untuk berdiskusi. Kalau kajian itu
setelah dibuka, kami kasih materi dengan ceramah. Setelah selesai,
mereka boleh tanya. Kalau udah selesai ditutup pakai doa penutup mejlis”.
(CW.2.7)
8. “Ya ada yang langsung bisa nangkep apa yang kami maksud ada juga
yang lama mbak namanya juga sudah sepuh kan. Ada juga yang sudah
kami ulang-ulang itu tapi si mbahnya tetap belum bisa ya sudah kami
maklum mbak saya sampai bilang gini, nggeh pun mbah mboten nopo-
nopo Gusti Allah ngertos kok seng jenengan maksud kulo sampe gitu
mbak”. (CW.2.8)
9. “Kalau yang Al-Quran itu banyak mbak 30 lebih, kalau yang iqro’ itu
yang aktif hanya tujuh, kajian itu jugabanyak mbak kebanyakan yang
dateng itu yang dari Al-Quran sekitar 20 orang. Kalau yang yasinan 40
lebih mbak kan campur itu”. (CW.2.9)
10. “Ya mereka kalau ga bisa ya tanya mbak, kalau huruf yang bunyinya agak
sama gitu mereka mesti keliru jadi kadang waktu ketemu sama huruf itu
146
diam dulu karena takut kebalik. pernah waktu itu kami belajar sambil
mereka meme gabah di depan rumah”. (CW.2.10)
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI
KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Kalau evaluasi secara rutin kami belum ada mbak”. (CW.2.11)
2. “Kami pakai EBTA mbak, di halaman terakhir setiap jilid di iqro itu kan
ada EBTA. Nah kalau missal belum lulus itu ya belum naik jilid
selanjutnya gitu”. (CW.2.12)
3. “Kalau perubahan itu ya pelan-pelan ya mbak ga bisa dilihat secara cepat.
Dulu di sini itu banyak yang pelihara anjing dan yang melihara itu malah
yang muslim. Katanya anjing itu gedenya cepet jadi cepet bisa dijual gitu
mbak. Tapi sekarang sudah berkurang, ya memang masih ada tapi sudah
berkurang. Kalau sedang ketemu ngaji bareng gitu suka saya srempetin
gitu kalau anjing itu najis”. (CW.2.13)
4. “Iya mbak mereka merasa terfasilitasi, dulu kan belum ada ngaji kayak
gini mbak belum ada TPA dan saya rasa pemahaman tentang agama juga
belum banyak. Dulu waktu saya masih awal pindah di sini kalau ada yang
meninggal itu yang mensucikan dan mandiin itu Pak Rakun mbak. Baik
yang peningal perempuan ataupun laki-laki semua yang mandiin Pak
Rakun, kan harusnya ynag boleh mandiin kan yang semahromnya kan”.
(CW.2.14)
147
5. “Mereka termotivasi mbak wong hujan aja mereka tetep berangkat, kalau
pas deres banget gitu bisanya mereka minta diganti malem Sabtu. Saya
ngasih motivasi biasanya dengan ya misalnya saya bilang kalau belajar
ngaji kit abaca satu ayat aja ada pahalanya lho gitu”. (CW.2.15)
6. “Ya gimana ya mbak berhubung yang belajar itu simbah-simbah ya
belum bisa efektif dan efisien. Misalkan kami ngajar sudah memberikan
permisalan juga tapi kalau mereka belum bisa nangkep kan otomatis
mereka belum bisa lanjut ke halam berikutnya mbak. Kami juga yang
ngajar kan gentian, kalau misalkan saya ga bisa ya nanti ada Pak BS
kadang ya yang lain, kalau memang semua tidka bisa ya sudah kan
terpaksa mereka belajar sendiri mbak”. (CW.2.16)
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
1. “Yang mendukung itu semangat dari si mbah-mbahnya itu mbak, mereka
semangat sekali walaupun ya bisa dibilang banyak yang lupa atau salah
gitu ya. Kalau yang masih umur itu 70 kebawah masih mending sekarang
sudah ada yang iqro’ 6 tapi kalau yang 70 ke atas ya harus sabar mbak.
Kadangan mereka semangat malah kami yang sibuk”. (CW.2.17)
2. “Penghambatnya mungkin waktu kami semua yang ngajar punya
kesibukan kali ya mbak, kan kami biasanya gantian ngajarnya tapi kalau
pas ga bisa semua ya mau tidak mau harus libur atau diundur malem
148
Sabtu. Terus si mbah-mbahnya sering lupa jadi kami kan belum bisa
meluluskan halaman itu jadi diulang-ulang terus”. (CW.2.18)
3. “Kalau masalah kesibukan ya kami berusaha ganti hari misal diganti
malam Sabtu gitu tapi kami menawarkan dulu sama si mbah-mbahnya
mau ga gitu mbak. Kan rumahnya juga deket-deket jadi enak
ngomongnya. Kalau masalah lupa nah itu agak sulit mbak, kami sudah
melakukan beberapa cara seperti membuat permisalan bentuknya kayak
hewan apa gitu. Terus waktu ngaji itu kadang saya belum buka buku
prestasinya itu si mbah-mbahnya sudah buka iqro’ dulu jadi saya kan
tahunya emang sampai situ, tapi ternyata halamannya salah kan jadi
ngulang lagi mbak”. (CW.2.19)
149
CATATAN WAWANCARA 3
I. IDENTITAS
Nama : RW
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 35 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMK
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dusun Gatak
II. PERTANYAAN
A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Waktu itu pas rapat pengurus masjid kan kami membicarakan tentang
gimana ini kok masjidnya masih sepi, masjid kami kan Alhamdulillah
dapet bantuan pembangunan mbak sekarang masih dalam taham
pembangunan juga terus kami ingin buat banyak kegiatan di masjid. Kami
akhirnya membuat kegiatan pengajian, nah pengajiannya itu ada untuk
ibu-ibu muda sama lansia kalau anak-anak kan memang sudah ada mbak.
Dengan maksud nantinya saat di pengajian kami juga mau ajak-ajak
supaya mereka mau rajin jamaah di masjid sukur-sukur ngajak
keluarganya gitu mbak. Setelah jalan kok banyak lansia yang ikut
150
akhirnya ya sudah kami fasilitasi, mereka kan juga ingin belajar”.
(CW.3.1)
2. “Kami mengumumkan lewat pengeras suara masjid mbak, kami juga
pengajian rutin tiap bulan. Biasa kalau di dusun gini kan gethok tular
mbak, dari mulut kemulut gitu diomongin kalau ada kegiatan TPA dan
lain-lain”. (CW.3.2)
3. “Kami pihak pengurus musyawarah waktu itu terus dipertemuan
selanjutnya kami mulai koordinasi lebih lanjut dengan wakil remaja dan
beberapa pihak lalu kami tawarkan kalau ada yang mau membantu
mengajar. Ya terus ada Mas WN, Mas BS dan lail-lain itu mbak sampai
sekarang. Waktu diawal itu ustadnya ngasih tes iqro’ dulu untuk tahu
mereka bisanya nyampe mana dan ternyata kebanyakan mereka belum
bisa semua mbak. Dari 50 orang mungkin baru 15% yang bisa”. (CW.3.3)
4. “Disini memang waktu itu kegiatan keagamaan masih sedikit mbak dan
waktu dites itu ternyata masih banyak yang belum bisa baik yang ibu-ibu
muda maupun lansia. Jadi saya rasa ya sudah sesuai dengan kebutuhan
mereka, apalagi disini kan sudah mendapatkan julukan Kampung Al-
Quran. Mosok Kampung Al-Quran warganya masih banyak yang belum
bisa baca Al-Quran. Lama-kelamaan eh yang ibu-ibu muda itu macet
mbak sekarang tinggal yang lansia malahan”. (CW.3.4)
151
5. “Tahap pelaksanaan pembelajarannya itu kan pertama persiapan tempat,
terus pembukaan, baca doa, kemudian nanti ngaji, setelah itu penutup”.
(CW.3.5)
6. “TPA itu malam Jumat sama malam Minggu, yasinan itu malem Jumat
bada isya, kajian itu malam Selasa di masjid”. (CW.3.6)
7. “Kami dulu nyoba pakai metode An-Nur mbak tapi ada beberapa
kelompok tidak bisa mengikuti karena itu belajarnya cepet kan. Kalau
mbah-mbah yang belum begitu tua gitu masih bisa mengikutu dan
sekarang sudah Al-Quran tapi kalau yang 70 tahun keatas agak kesulitan
akhirnya mereka pakai yang metode iqro”. (CW.3.7)
8. “Di masjid sudah tersedia semua mbak tikar, mica da, Al-Quran, iqro’,
lemari, papan tulis, meja itu sudah ada”. (CW.3.8)
9. “Tindak lanjutnya belum ada mbak karena kan ya perkembangannya itu
ya namanya lansia kan pelan-pelan mbak. Kalaupun dibuatkan kegiatan
yang macem-macem itu takutnya malah memberatkan mbak soalnya
kebanyakan dari mereka masih di sawah”. (CW.3.9)
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI
KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Evaluasi kalau dari kami yang menyelenggarakan belum ada mbak
paling sama yang ngajar itu kami kalau ada masalah apa atau mau diganti
152
apnya gitu kami serahkan ke warga kok. Warga pengennya gimana terus
kami tinggal terima ngikut aja kan kegiatannya udah jalan”. (CW.3.10)
2. “Perubahannya yang jelaskegiatan keagamaan sekarang jadi banyak
mbak dengan kata lain warga disini lansia pun juga masih belajar dan
mereka rajin. Mereka juga lebih sering jamaah di masjid sekarang kayak
mbah HJ itu subuh pun jamaah di masjid lho itu mbak. Ya karena
kegiatannya adalah TPA mereka ya sedikit-sedikit bisalah iqro dan Al-
Quran”. (CW.3.11)
3. “Ya terfasilitasi mbak kan dulu beluam ada kegiatan kayak gini tu dulu
adanya kan Cuma pengajian barenga-bareng yang satu bulan sekali itu.
Dan ini kan juga kami mengadakan TPA, jarang –jarang lho mbak ada
TPA lansia. Soalnya kan ngajari lansia beda sama kalau kita ngajar anak
muda, padahal kan lansia juga belum bisa mereka juga pengen bisa
pengen belajar”. (CW.3.12)
4. “Kalau menurut saya dari sekian kelompok yang dulu ada dan sekarang
tinggan dua kelompok itu, mereka yang masih berangkat itu termotivasi
mbak mereka semangat-semangat”. (CW.3.13)
5. “Kalau interaksi dengan pengurus itu, kan kami pengurus tidak turun
langsung dalam kegiatan itu ya mbak jadi ya interaksinya kalau
dibandingankan dengan ustadnya ya lebih akrab dengan ustadnya apa ya
153
lebih dekat dengan ustadnyalah, kalau dengan kami kan tetangga jadi ya
bisa mbak kalau ketemu tanya gitu”. (CW.3.14)
6. “Terbuka mbak mereka itu, kalau mau ada perubahan atau apa ya itu
mereka musyawarah nanti bilang ke kami. Kalau mereka ada kesulitan
mereka juga tanya”. (CW.3.15)
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
1. “Faktor pendorongnya itu warganya sendiri juga gampang digerakkan
mereka semangat mbak walaupun awalnya itu banyak sekali tapi terus jadi
separonya ya kan sudah lumayan. Terus disini yang ngajar juga mau
meluangkan waktu walaupun tidak dibayar itu lho mbak”. (CW.3.16)
2. “Kalau penghambat dari penyelenggaraan dulu ya berarti itu waktu
bentuknya? Dulu malah kami kualahan mbak karena banyak banget yang
ikut jadi kurang pengajarnya makannya kami bentuk kelompok-kelompok.
Terus masalah waktu mbak, yang ikut kan sudah lua, bekerja lagi kan ya
pasti sibuk ada waktu cuma malam itu saja pasti capek makannya kami
adakan seminggu sekali habis isya dimalam Jumat sma malem minggu
kalau yang TPA”. (CW.3.17)
3. “Kalau masalah pengajar kami bagi waktu bergiliran dan dibagi
kelompok-kelompok itu mbak jadi kalau ada yang ngajar itu enam orang
misalahnya satu orang pegang satu kelompok soalnya mereka kan mulai
dari awal mbak jadi harus dibentuk kelompok biasr yang ngajarin
154
gampang. Kalau masalah waktu ya itu kami bikin seminggu sekali”.
(CW.3.18)
4. “Sudah tua mereka agak sulit menangkap apa yang kami sampaikan mbak
mungkin lebih tepatnya masalah mengingat. Mereka lupa-lupa mbak, udah
diajarkan kemarin tapi lupa lagi kan jadinya kami harus mengulang lagi”.
(CW.3.19)
155
CATATAN WAWANCARA 4
I. IDENTITAS
Nama : AN
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 22 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Dusun Gatak
II. PERTANYAAN
A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Di Dusun kami ini warganya lumayan mbanyak dan Alhamdulillah
mudah digerakkan mbak. Nah waktu ada pertemuan pengurus ada yang
usul bagaimana kalau mengadakan kegiatan di masjid biar masjidnya
rame gitu. Kan kebetulan disini memang belum ada kegiatan-kegiatan
pengajian mbak terus akhirnya kami adakan TPA, kajian, yasinan.
Dikegiatan itu melibatkan ibu-ibu, lansia dan bapak-bapak tapi sampai
sekarang yang jalan malah yang lansia”. (CW.4.1)
2. “Kami mengumumkan di masjid kalau ada kegiatan-kegiatan gitu mbak,
kan memang kalau disini pengumuman ya ngumuminnya lewat pengeras
156
suara di masjid. Terus warga yang mau ikut tinggal dating gitu mbak”.
(CW.4.2)
3. “Kami perencanaannya ga mendetail sih mbak kan kami suga dananya
sukarela, ustadnya ga dibayar, dan ga pakai konsumsi juga. Dana untuk
pelaksanaan kami ambilkan dari infaq masjid dan sosial mbak. Kami
waktu itu dapet ide kemudian di rapat selanjutnya kami dapat pengajar
dan kesepakatan waktu sudah gitu aja”. (CW.4.3)
4. “Menurut saya sudah sesuai mbak, disini belum ada kegiatan kemudian
kami mengadakan ini, warga juga banyak yang belum bisa baca Al-Quran
wong waktu pertama pertemuan itu sampai sekitar 50 orang lho mbak.
Karena itu kami memfasilitasi dengan kegiatan ini”. (CW.4.4)
5. “Pelaksanaannya itu kan ngangkatin meja dulu bareng-bareng terus
dibuka, baca doa, belajar, ditutup gitu aja mbak”. (CW.4.5)
6. “Disini TPA yang iqro itu malem Jumat, kalau yang Al-Quran malem
Minggu. Kajiannya malem Selas, yasinan malem Jumat bada isya’”.
(CW.4.6)
7. “Pakai apa ya mbak kayaknya pakai iqro kalau yang TPA itu, yang
mudah buat menula yang ga muda lagi”. (CW.4.7)
8. “Di masjid sudah kami siapkan semua mbak, ada meja, tikar, iqro’, Al-
Quran, ada lemati tempat kayak kertas absen itu, ada mic”. (CW.4.8)
157
9. “Tindak lanjut belum ada mbak, ya ngaji-ngaji biasa gitu aja yang penting
warga tergerak jadi rajin, masjid juga ramai dengan kegiatan”. (CW.4.9)
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI
KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Dari kami pengurus tidak ada evaluasi mbak sejauh ini belum ada tu,
mungkin diadakannya sama gurunya yang ngajar mbak kan kami sebatas
penyelenggara nanti kalau ada laporan apa gitu kami baru bertindak”.
(CW.4.10)
2. “Perubahan dari warga itu apa ya? Rumah saya kan dekat dengan masjid
mbak kalau waktunya jamaah itu banyak yang datang sekarang mbak
mbah saya juga sekarang jadi tambah rajin jaah terus, kalau magrib gitu
mbahe di masjid sampai isya baru pulang”. (CW.4.11)
3. “Iya mbak saya rasa terfasilitasi dulu kan ga ada kegiatan kayak gini.
Kayak mbah saya itu, dulu kan mbahe tinggalnya masih di rumahnya sana
kana da kegiatan ngajinya kan dekat sama pesantren terus pindah sini dulu
ga ada ya pengen ngaji lagi katanya”. (CW.4.12)
4. “Kelihatannya termotivasi mbak wong waktu ada masalah pengajarnya ga
mau datang mereka juga ikut ngurusin pokoknya kegiatan ini harus jalan
terus gitu mbak”. (CW.4.13)
158
5. “Interaksi kami ya seperti biasa mbak, mereka kan tahu kalau saya yang
biasanya ngasih pengunuman dan saya juga ikut dikegiatan-kegiatan
besar. Mereka kalao ketemu saya suka tanya nanti ngaji ga gitu mbak”.
(CW.4.14)
6. “Ya terbuka mbak disini kan masih apa ya istilahnya desa gitu lho mbak
jadi sama tetangga disini mbasih bagus, gotong royongnya juga masih
bagus. Sini biasa rembukan mbak sudah biasa menyampaikan keluhan dan
ide tu”. (CW.4.15)
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
1. “Pendorong pelaksanaannya karena kami mau meramaikan masjid itu kali
ya mbak, kami ingi warga kami juga rajin. Dusun kami ini juga dapet
julukan Kampung Al-Quran soalnya, jadi kami juga rasa-rasanya harus
pempertanggung jawabkan julukan itu gitu. Masak kampong Al-Quran
warganya masih banyak yang belum bisa baca Al-Quran. Warga kami
juga gampang digerakkan mbak dan juga terbuka jadi kami juga
semangat”. (CW.4.16)
2. “Penghambatnya itu pengajarnya sama waktu mbak. Berhubung yang
ngajar itu sedikit dan sibuk juga makannya kadang mereka juga ga bisa
datang. Dan masalah waktu kan warga juga selonya malam mbak dan
kalau malam kan pasti juga sudah capek lha itu tantangan kami disitu”.
(CW.4.17)
159
3. “Ya pengajarnya gantian mbak kalau emang ga bisa semua ya ada yang
usul ganti hari biasanya, kepepetnya ya belajar sendiri mereka mbak.
Kalau masalah waktu itu udah ga bisa diapa-apain lagi kayaknya mbak ga
dipungkiri semua juga sudah sibuk. Ya kami pelan-pelan saja asalah bisa
berjalan terus”. (CW.4.18)
4. “Kalau dilihat dari kondisinya usianya kan sudah lansia kan ya mbak jadi
yang paling kelihatan kan fisik mereka sudah tidak sekuat kita. Jadi kalau
belajar dengan kondisi yang capek kan ya nangkepnya jadi susah dan lagi
mereka mungkin agak lupa-lupa gitu mbak kalau dari warganya”.
(CW.4.19)
160
CATATAN WAWANCARA 5
I. IDENTITAS
Nama : SY
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 61 tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan Terakhir : Buruh
Alamat : Dusun Gatak
II. PERTANYAAN
A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Pokoknya kepengen bisa. Kalo bisa itu ngajak sodara-sodara yang lain
biar bisa ngajari anak cucu gitu mbak. Jaman sekarang ini kan apa itu
jenenge mbak, teknologi. Nah niku kan semakin canggih mbak anak-anak
kan butuh dikandani dan dibekali nopo maleh masalah agama. Disini kan
dapet kampung Al-Quran itu mbak. Pengennya kalo ikut ngaji ngeten niki
biar bisa jadi kampong Al-Quran yang sebenarnya ngoten mbak.”
(CW.5.1)
2. “Wektu niku diumumke teng masjid kok mbak.” (CW. 5.2)
161
3. “Dulu saya pernah ikut tapi nggeh belum bisa, terus saya ikut TPA niki
mau mendalami. Mendalami biar bisa betul mbak ininya cara bacanya
yang bener.” (CW. 5.3)
4. “Enten TPA malem jumat kaleh malem minggu. Yasinan malem jumat,
malem selasa kajian mbak.” (CW.5.4)
5. “Nggeh Alhamdulillah kula saget rutin, wong udan deres mawon kulo
mangkat mbak. Kadang nek mboten mangkat niku pas enten ewuh.”
(CW.5.5)
6. “TPA lansia itu malem jumat sama malem minggu mbak. Malem senen
wage sebulan sepindah nek niku satu Dusun. Kalau yasinan itu seminggu
sekali juga dinten minggu. Ada kegiatan kajian sama Bu YL niku malem
senin mbak.” (CW.5.6)
7. “Nggeh pun mbak, wong tuwo-tuwo mriki kan kathah seng dereng saget
mbak nyatane waktu diken TPA niku nggeh do mbaleni saking iqro’ 1
kok. Kajian niku nggeh sae niku mbak soale Bu Yola niku mbahas tentang
kehidupan sehari-hari.” (CW.5.7)
8. “Bar jamaah sholat maghrib niku nata meja buat TPA niku terus ngaji.
Dibuka terus baca al-fatihah terus baca doa mau belajar terus ngaji satu-
satu sma gurunya. Kalo satu orang lagi ngaji terus yang lain niku baca
sendiri ngoten mbak. Bar niku pun, ditutup baca doa penutup majlis terus
wangsul. Nek sing yasinan niku dibuka teru baca yasin, doa, terus istirahat
162
lain-lain terus pun. Nek kajian kaleh bu YL nggeh sami tapi khusus yang
perempuan.” (CW.5.8)
9. “TPA Al-Quran kaleh Om WN, TPA Iqro’ kaleh Pak BS, nek kajian niku
bu YL, kadang bu LI sama pak rakun mbak.” (CW.5.9)
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI
KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Iya mbak saya dulu belum bisa sekarang bisa. Saya juga seneng banyak
temennya.” (CW.5.10)
2. “Iya mbak bermanfaat sekali karena dulu saya belum tau car a baca iqro’
yang bener terus kajian itu juga bisa tahu perkembangan informasi terus
aturan-aturan yang ada di Al-Quran juga.” (CW.5.11)
3. “Saya ya sedikit-sedikit tahu car abaca iqro’ yang benar tajwid terus saya
kalo mau belajar sendiri di rumah juga jadi semangat.” (CW.5.12)
4. “Ya kalau bisa kalau kita tahu itu kan kita ngasih tahu ke orang lain
mbak. Tapi kalau saya paling ya nasehatin anak, cucu biar belajar agama
gitu mbak sebisa saya” (CW.5.13)
5. “Nggeh mbak biarpun tidak sekolah tapi nek saget ngaji itu bisa sedikit-
sedikitlah, sudah tua ngeten nggeh nopo maleh seng dipadosi mbak.”
(CW.5.14)
6. “Nek ngaji niku kan nggeh soal agama nggeh damel ibadah mbak.
Sekarang bisa tadarus sedikit-sedikit di rumah, kalau jadian itu bisa tahu
163
permasalah perbaru terus mangkeh tahu penjelasane menurut Islam nggeh
ngoten mbak.” (CW.5.15)
7. “Saya disuruh suami saya mba. Saya itu nembe setahun mbk ikut TPA
ini, kelompok terakhir kulo niku. Soale kelompoke kulo bubar njuk kula
gabung kaleh seng malem jumat niku. saya .” (CW.5.16)
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
1. “Kalau saya Alhamdulillah tidak ada mbak, paling kalau cara
mengucapkan huruf itu kan agak sulit kayak dho sma gho gitu mbak
menirukannya susah.” (CW.5.17)
2. “Nek sing teng yasinan niku musyawarah mba dados enten waktu sendiri,
mananya sesi lain-lain. Lha teng mriku mangkeh kadang dibahas nek
enten usulan nopo ngoten. Nek pas TPA nek kesulitan nggeh langsung
takon kaleh Pak BS.” (CW.5.18)
3. “Ya saya semangat gitu aja mbak, wong pun tuwo nggeh sitik-sitik ajeng
sinau ngoten. Kulo nggeh sok belajar teng griyo dewe ngoten niku.”
(CW.5.19)
4. “Saya dulu pernah berlajar iqro’ sedikit tapi carane niku benten mbak.
Mbiyen mboten enten tulisan-tulisan hurufe niku lho mba dadi angel.
Terus saya ikut TPA niku kan pake iqro’ yang ada keterangan petunjuk
latin di belakangnya itu mbak jadi saya mau belajar sendiri di rumah
164
nggeh lumayan membantu. Suami saya kan ikut mbak, yo kadang
ngajakki.” (CW.5.20)
5. “Itu mbak kalau mau mengucapkan huruf dengan benar itu agak sulit,
kalau belajar sendiri gitu yo rumangsane sudah bener tapi setelah maju eh
ternyata salah semua.” (CW.5.21)
6. “Ya belajar terus mbak walaupun salah-salah terus ya biarin gitu haha.
Yang penting kan kita sudah berusaha.” (CW.5.22)
7. “Gak ada mbak, paling ya dulu itu mau ngaji tapi kelompoknya bubar,
tapi kan sekarang udah gabung sama kelompok lain.” (CW.5.23)
8. “Saya bilang sama Pak BS kalau saya gabung aja ke kelompok yang
malem Jumat gitu mbak.” (CW.5.24)
165
CATATAN WAWANCARA 6
I. IDENTITAS
Nama : SD
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 64 tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan Terakhir : Buruh
Alamat : Dusun Gatak
II. PERTANYAAN
A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Kulo pengene pengen ngaji pengen saget, beno tahunan tapi nggeh
mboten nopo-nopo seng penting usaha. Pun tuwo nek saget kan nggeh
saget ngaji sitik-sitik mbak.” (CW.6.1)
2. “Waktu niku pas maghriban terus diumumke nek ajeng enten TPA
kangge seng tuwo-tuwo ngoten. Kulo nderekke kentun seng malem jumat
niku. Lha riyen dereng karep, dadose kulo nderekke nggeh nembe-nembe
niki.” (CW.6.2)
3. “Dereng nate mbak. “Dereng nate mbak. Kulo geh saking nol mbak
wong dereng nate. Jaman mbiyen kan nek sekolah nggeh mung sekolah
166
dereng kados jaman sak niki. Riyen mung apalah, nek a ba ta sa dereng
saget.” (CW.2.3)
4. “Nek seng TPA nggeh moco iqro’ mbak, nek kajian kaleh Bu YL niku
kulo jarang mangkat terus nek yasinan ngoten nggeh mung moco yasin
terus diisi lain-lain nek enten seng ajeng dirembug ngoten.” (CW.6.4)
5. “Geh sok-sok mboten mlampah kan kulo taseh kagungan mbah, dados
kulo ngurus mbahe kulo niku. Kan mbahe pun mboten saget nopo-nopo
kiambak dados nggeh kulo seng ngurus.” (CW.6.5)
6. “TPA Iqro’ niku malem jumat bar magriban dugi isya’ kan damel
jamaah, enten TPA kangge seng pun Al-quran niku malem minggu nggeh
sami bar maghrib dugi isya’, kajian kaleh Bu YL niku malem selasa
nggeh bar maghrib dugi isyua’, enten maleh yasinan malem jumat bada
isyak kadang dugi jam sepuluh”. (CW.6.6)
7. “Sampun mbak. Wong nek geh ajeng diisi kathah-khatah wong pun do
tuwo-tuwo nggeh radi kangelan nek menurute kulo. Kan geh taseh sok do
teng sawah.” (CW.6.7)
8. “Nopo nggeh mung bar sholat maghrib niko terus mulai berdoa. Terus
do moco kiambak-kiambak riyen kaleh nunggu giliran. Bar niku nek
mpun nggeh berdoa lanjut jamaah isya’ mbak. Nek kados seng kajian
niko nggeh sami, dibuka terus mirengke kajiane Bu YL terus nek ajeng
enteng seng ditagkletke mangkeh saget tangklet ngoten.” (CW.6.8)
167
9. “Seng ngajar TPA biasane Pak BS kaleh Bu LI. Nek kadang geh Pak
Rakun nek riyen pas dereng sibuk enten Bu SR tapi wingi niko putrane
sek dawah dados dereng nate ngajar maleh. Nek seng Al-Quran seng
ngajar Pak WN. Nek seng kajian niku Bu YL.” (CW.6.9)
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI
KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Nggeh mbak wong kulo riyen daring saget blas kok, sak niki
Alhamdulillah pun sitik-sitik.” (CW.6.10)
2. “Geh bermanfaat sanget mbak wong nek pun tuwo ngeten niki nopo
maleh seng perlu digolekki mbak lak nggeh sangu damel ngenjeng. Nek
kulo sok ajar moco surat pendek mbak.” (CW.6.11)
3. “Sakniki kulo pun saget iqro’ sitik-sitik mbak, pun ngertos moco yasin
nek pas nopo niko pas malem jumat wingi nuku lho? Pas tutup tahun niko.
Nggeh Alhamdulillah ngertos bab agomo sitik-sitik.” (CW.6.12)
4. “Geh seneng mbak kathah kancane saget sinau nggeh seneng, nek riyen
lak dereng enten ngaji ngeten niki. Enten tapi tebeh mriko mboten ngaji
iqro’ ngajine apalah doa-doa.” (CW.6.13)
5. “Geh mbak, kulo niku seneng nek kon ngaji damel sangu mbenjeng.”
(CW.6.14)
6. “Damel ngapalke surat-surat pendek dalem sholat niku mbak. Kadang
nek bar ngaji ngoten kan Bu LI nggeh sok ngandan-ngandani misale nek
168
sholat jamaah niku pahalane luwih kathah timbang sholat kiambak ngoten,
kulo dados pengen sholat jamaah terus.” (CW.6.15)
7. “Nggeh sae mbak, riyen pas awal iqro’ niko kulo sok ken ngajari putu
kulo. Terus nek enten bab nopo seng dereng pahal kulo tanglet kaleh epe
kulo, tiyange lak nggeh sok ngaji teng pundi-pundi ngoten dados kulo sok
tangklet deknene.” (CW.6.16)
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
1. “Nggeh nek dikandani cara mocone ngoten kadang kangelan seng nirokke
mbak, ilat tuwo nggeh ngeten niki. Kadang nek dimoco kiambak niku
rumangsane pun bener tapi bar ngaji kaleh gurune jebule salah kabeh haha
nggeh ngoten mbak sitik-sitik.” (CW.6.17)
2. “Nggeh mbak nek kangelan ngoten kulo matur, nek mung meneng ngeh
kapan isane. Nek riyen-riyen nggeh nate isin tapi sak niki pun mboten.
Sak niki nek mboten saget nggeh tangklet ngoten.” (CW.6.18)
3. “Kepeng saget geh mung ngoten mbak wong pun umur-umur sementen.
Wong kanca-kancane pun do saget, kulo nggeh kepengen saget.”
(CW.6.19)
4. “Bu LI kadang nggeh sok ajak-ajak ken TPA terus. Gurune kan nggeh
pun nglegakke mosok seng ajeng diwarahi malah do mboten mangkat lak
ngoten marang. Kadang kaleh koncone nggeh sok kangsenan mangkat yo
goten.” (CW.6.20)
169
5. “Kadang sok kesel niku mbak dados kadang nggeh mboten mangkat. Nek
enten ayat seng gandeng-gandeng dowo ngoten kulo sok lalai mocone.”
(CW.6.21)
6. “Nggeh kulo alon-alon nek moco kaleh tak bolan-baleni mbak. Nek lali,
pas ngaji ngoten niko kulo tangklet kaleh Pak BS.” (CW.6.22)
7. “Nggeh niku wau ngurus mbah kulo, kadang nggeh udan nopo enten
acara ngoten. Nek enten kegiatan nopo ngoten nggeh sok libur. Wingi
niko seng ngajar nembe mboten enten seng ngajar dados nggeh libur,
belajar kiambak.” (CW.6.23)
8. “Nggeh nek ngurus mbah kulo ngoten kan pancen mboten saget ditinggal
nggeh pripun malem mbak. Nek pas udan ngoten niko sok diganti malem
sabtu ngajine. Nek mboten enten seng ngajar nggeh belajar kiambak
mbak, nek enten seng lali nggeh takon kancane, nek taseh mboten saget
nggeh nek ngaji sesokke ditangkletke kaleh gurune ngoten.” (CW.6.24)
170
CATATAN WAWANCARA 7
I. IDENTITAS
Nama : SM
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 61 tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan Terakhir : Buka Warung
Alamat : Dusun Gatak
II. PERTANYAAN
A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Pengen iso mbak mbiyen sekolah tapi ora ono ngajine. Nek ngaji enek
kancane akeh ngene kan seneng mbak nggehan.” (CW.7.1)
2. “Diumumke teng Masjid kok niki mbak, diumumke nek enteng kegiatan
ngaji. Terus waktu yasinan juga diajak TPA gitu.” (CW.7.2)
3. “Dereng nate kulo mbak, wong kulo niki mbiyen sekolahe ora ono
ngajine. Kulo niku blas dereng saget moco Al-Quran mbak. Nung rong
taun sinau iqro niku nggeh urung iso-iso. Sagete lekas al-quan nggeh
cedak-cedak niki. Wong tuwo nek umpomo mung seminggu pisan lek
moco niku nek ora ono seng mulang lak yo tetep kangelan to.” (CW.7.3)
171
4. “TPA niku, kajian Bu Yola malem Selasa, yasinan malem Jumat.”
(CW.7.4)
5. “Nek kulo mesti tak usahakke mangkat mbak. Wong nggeh mboten tau
libur paling nek Ustade mboten saget, paling mung moco bareng-bareng
ngoten. Soale kan wes gae snek mbak, nek ora yo ono Pak Rakun kae.”
(CW.7.5)
6. “TPA niku malem Jumat kaleh malem Minggu, enten yasinan malem
Jumat, kajian malem Selasa.” (CW.7.6)
7. “Pun sesuai niku mbak wong seng dereng saget nggeh katah. Pas awal
TPA niko mangkat kathah mbak mbok wong 50 wae ono neng omahe Mas
RD niku nengo kok terus do jeleh. Seng bertahan nggeh kantun niko ming
ora wingi kae 20-30 mbak. Nek gawe snek 40 wongan.” (CW.7.7)
8. “Kados wingi kino bar sholat maghrib njuk nata meja, mic, Al-Quran,
tikar. Bar niku njuk dibuka karo Mas WN kui, soko mburi karo ono seng
mbagekke snek. Bar dibuka kan moco doa bar kuwi diwarahi sikek karo
Mas WN cara mocone piye. Nek wes terus siji-siji kon moco nganggo mic
nek salah yo dibenerke. Bar kuwi nek Mas WN ora sibuk kyo wingi kae
iso diwoco artine, biasane sampe setengan sepuluh nek isya’ yo sholat sek.
Nek karo Pak GL sak ayat kudu bener. Wes rampung ngaji njuk ditutup
moco doa, bar kwi ngresiki ngon terus do ngekke sosial sak ikhlase
mbak.” (CW.7.8)
172
9. “Nek TPA Al-Quran ki karo Mas WN, kadang Pak GL nek pas do sibuk
yo kadang Pak Rakun. Awale ki Mas RD karo bojone Mas RD nikuriyen
nggeh ngajar neng yo do nandur timun dadi do sayah.” (CW.7.9)
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI
KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Nggeh nambah ilmune mbak nek kandani mbiyen ki kulo dereng saget
blas kok sakniki Alhamdulillah pun Al-Quran. Nek kajian bu YL brang
kan akeh seng dibahas mbak.” (CW.7.10)
2. “Bermanfaat banget mbak dadi ngerti hadits, artine Al-Quran senajan
urung kabeh. Nek jenenge ngaji ki lah yo ora ono luluse to. Ora mesti
awake dewe ngerti. Pengajian buYL khusus ibu-ibu do tak kon mangkat ki
do ra mangkat seng mangkat ki yo seng TPA tok kui. Seng nom-nom ki
nek iso iki mendalami ilmu agama barang gen iso ngandani anake. Nek
jaman saiki ora ngaji yo ngunu kwi mbak ngeri mbak nek kyo neng berita
ngunu kwi wae aku wedi dicritani bu YL.” (CW.7.11)
3. “Sak iki dadi ngerti berita-berita seng ngandani bu YL kae mbak, saiki
aku waspada anakku yo sok tak elekke tak kandan-kandani.” (CW.7.12)
4. “Anak kulo niku sok tak kandani nek wes kerjo ojo lali sholate. Nek neng
kota ki lak yo pergaulane medeni to mbak koyo seng ceritakke Bu YL kae
ngeri aku. Nek neng kono ki tak kon melu kajian-kajian lak ono to.”
(CW.7.13)
173
5. “Nggeh mbak terus niku. Wong mbiyen Pak GL wegah mulang kae wae
terus dibingung do berjuang pokokke piye carane kudu ngajine ki tetep
mlaku kok. Jaman saiki nek ora ngaji ki wes ra iso mbak.” (CW.7.14)
6. “Nggeh dalem ngaji mbak mbiyen niku lak nek yasinan seng diwoco
latine udu arabe, saiki wes iso Al-Quran dadi seng diwoco arabe.”
(CW.7.15)
7. “Anak kulo ndukung mbak, wong anak kulo niku lak ngajar TPA cah
cilik-cilik niku nggehan.” (CW.7.16)
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
1. “Leh moco kwi lho mbak lak ayate dowo-dowo to nek Al-Quran ki, sok
lali piye mau dowo banget ayate. Lha yo kui nek tuwo-tuwo kayo aku kui
tegese lakyo ora nganti lanyahe to. Nek koyo sak njenengan ngoten saget
nganti lanyah.” (CW.7.17)
2. “Nek teng TPA niku, Pak GL teliti banget mbak nek salah yo dibenerke
sampe bener, tapi yo kadang ustade do sibuk kwi mbak gandeng do duwe
kegiatan dewe-dewe to.” (CW.7.18)
3. “Yo pengen iso wae mbak. Mbiyen arep sinau ngaji urung ono TPA, lha
saiki wes digawekke TPA lak yo kepenak garek mangkat mbak.”
(CW.7.19)
4. “Mbiyen ki arep ngaji kangelan mbak, ndadak tekan adoh saiki lak ming
garek neng masjid. Ngaji ki lak penting to mbak.” (CW.7.20)
174
5. “Nek koyo aku ki wes Al-Quran tapi yo rung lancar mbak, lha piye yo
nek neg omah hayo ra mesti sinau dewe wong kesibukan werno-werno
ngeten niki, neng omah wes mikir golek ekonomi mbak. Ra iso mbak,
paling nek moco delok-delok. Kene ki yo ra ono seng nganggur ki mbak
kayane do sibuk.” (CW.7.21)
6. “Yo wes piye mbak, seng penting TPA kuwi tak usahakke mangkat teruh
tak utamake pokokke. Nek urung iso yo pokokke mangkat terus nggko lak
yo diwarahi.” (CW.7.22)
7. “Seng ngajar koyo Pak WN, Bu YL, Pak BS kan tegese do sibuk to mbak
dadi kadang ngajine yo mung tekan isya urung dikaji artine wes kudu
rampung. Kadang ustade ra iso mangkat sibuk dadi ngaji dewe.”
(CW.7.23)
8. “Nek pas ngaji ora ono gurune y owes ngaji dewe-dewe mbak nek ora iso
yo takon kancane seng iso.” (CW.7.24)
175
CATATAN WAWANCARA 8
I. IDENTITAS
Nama : WJ
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 62 Tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan Terakhir : Buruh
Alamat : Dusun Gatak
II. PERTANYAAN
A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Kulo kepengen iso tenan. Kulo mboten sekolah, ming SD kulo deren tau
ngaji. Weruh kancane do iso ngaji njuk kulo pengen”. (CW.81)
2. “Geh niku nggeh takmire masjid niku seng nyanjangi”. (CW.8.2)
3. “Dereng nate kulo mbak”. (CW.8.3)
4. “TPA, kajian Bu Yola, yasinan niku. Mriki nggeh Kampung Al-Quran
riyen mbak”. (CW.8.4)
5. “Mboten mesti mbak, nek nembe repot nggeh mboten. Kulo wingi mboten
mangkat pun rongjumat wong nenmbe enten keperluan 40 dinten tiang
sepah”. (CW.8.5)
176
6. “TPA niku malem jumat kaleh malem minggu. Nek sing malem jumat
niku seng kangge iqro’ nek malem Minggu niku kangge seng pun Al-
Quran. Kulo niku diken teng al-quran tapi kulo teseh dereng saget kulo
terus mboten purun. Kulo riyen tumut ping pinten ngoten terus pun. Lha
rencange pun lancar kulo taseh plegak-pleguk geh mulo tumut seng
kentun mawon. Yasinan niko malem jumat bada isyak, kajian Bu Yola
malem selasa”. (CW.8.6)
7. “Nggeh pun mbak, kan kathah seng dereng saget”. (CW.8.7)
8. “Riyen awal masuk dites riyen diken maos iqro’ 1 saget nopo mboten.
Nek pas TPAne niku pertamane dibukak terus baca doa ngoten terus do
baca kiambak-kiambak kaleh nunggu giliran nek pun nggeh ditutup. Pas
ngaji kaleh gurune njuk mangkeh gurune nyatet teng buku prestasi niko,
nggeh mung ngoten mbak. Nek yasinan niko radi benten, enten lain-laine
soale kan mboten teng masjid terus wektune kan mboten ketabrak isya’
dadi saget tekan jam 21.30 kadang jam 22.00. Yasinan niko biasane
dibukak kaleh Pak Rakun terus nggeh moco-moco dungo ngoten niko
terus moco yasin niku”. (CW.8.8)
9. “Geh wingi niko mbak lia nek sakniki pak basori”. (CW.8.9)
177
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI
KEGIATAN KEAGAMAAN
1. “Nggeh mbak wong kulo niku nggeh katah seng mboten ngertos bab
agama. Kan amal seng mboten tau pedhot niku kan enten tiga, amal
jariyah, doa anak sholeh kaleh ilmu seng manfaat”. (CW.8.10)
2. “Nggeh bermanfaat mbak. Kados wingi niko kulo tangklet Mas Bashori
masalah poso nek mboten sahur niku turene batal nggeh nopo mboten
ngoten. Kulo kan sok mboten sahur nek poso niku, tapi nggeh tetep kuat
tetep nyambut gawe nek kulo mboten poso wah getun kulo malahan mbak.
Ngoten kan kulo dasos mantep, dados ngetos dasare”. (CW.8.11)
3. “Kulo dados ngetos sekedik bab agama kados poso, kados sedekah niku.
Senajan awake dewe wong ra duwe, tapi yo nek iso sedekah. Kulo riyen
blas dereng saget ngaji sakniki pun iqro’ 6 nggeh Alhamdulillah alon-
alon. Geh sekedik-sekedik mbuh ditompo nopo mboten seng penting pun
usaha lak ngoten”. (CW.8.12)
4. “Nggeh nek enteng seng dikandani nggeh dikandani, sok ngandani
anakke, senajan wes gedhe tapi kan wong tua tetep ngandani mbak”
(CW.8.13)
5. “Geh kulo pengen sinau terus mbak damel sangu”. (CW.8.14)
6. “Nek iqro’ geh damel moco Al-Quran, nek yasinan ngoten niko kulo sok
kirim dungo damel seng mboten enten. Nek niku mriki niki enten seng
178
dislameti enten seng mboten, tapi kulo taseh sok yasinan nyameti seng
pun pejah. Kulo niku disanjangi wong tapi nggeh kemantepane kiambak-
kiambak”. (CW.8.15)
7. “Nek mriki wong ngomah niku nggeh monggo ngoten mboten patek do,
nggeh pokokke terserah ngoten. Kan ngaji niku nggeh apek kangge awake
dewe damel pedoman urip lak ngoten nggeh to”. (CW.8.16)
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
1. “Kulo niku taseh sok salah teng cara mocone niku lak kudu bener mbak
nek kados ظkalehض ,غ kalehخ kudu jelas bedone”. (CW.8.17)
2. “Nggeh niku mbak. Mboten usah isen nek kados kulo ngeten. Kados
Mbak NH niku salah dibenerke, wedi nek kulo kan mboten. Nek mboten
saget, seng bener niku pripun. Seng marai sero digetakko kulo mboten
wedi. Nek ora iso terus dinengke wae yo kapan leh iso? Diomongke
mawon kaleh Mas BS seng mboten saget pundi ngoten”. (CW.8.18)
3. “Pengen saget ngoten mbak wong nek dipikir wong urip pisan bondo
donyo ra digowo nggeh to? Kulo nggeh pun iqro’ emen pun ajeng
rampung kan nggeh pengene cepet saget. Geh mugi-mugi lancar saget
tumut rencange moco Al-Quran”. (CW.8.19)
4. ”Riyen-riyen kulo dereng kagungan krenteg terus ngertos kanca-kancane
do iso terus kulo kepengen. Wong gurune nggeh pun nyanggupi ngajar”.
(CW.8.20)
179
5. “Nek pas sayah ngoten niko bar nyambut damel ngoten niko mbak nopo
pas enten acara teng pundi ngoten”. (CW.8.21)
6. “Nggeh teng omah sinau kiambak ben nek pas ngaji niko saget lancar
terus saget katah ngajine”. (CW.8.22)
7. “Nopo nggeh mbak? Paling nek pas gurune mboten tindak niku kan
dadose belajar kiambak, nek belajar kiambak kan rumangsane bener tapi
nek salah kan nggeh mboten ngertos, mboten enten seng mbenerke”.
(CW.8.23)
8. “Kadang nggeh ganti malem Sabtu ngajine mbak. Nek ngoten niku
biasane sok do rembugan riyen terus diganti dinone damel gantine malem
Jumat”. (CW.8.24)
180
Lampiran 6. Analisis Data Hasil Wawancara Ustadz/ustadzah
Analisis Data Hasil Wawancara Ustadz/Ustadzah
Pertanyaan1. Apa latar belakang dibentuknya kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan?
Narasumber Jawaban Reduksi Deskripsi
BS “Kami pengen warga banyak yangjamaah di masjid biar masjidnyaramai, lalu kami bikin kegiatanpengajian untuk lansia itu . Saya kanikut pembetukan dulu itu, sayaditawari untuk ngajar ya kemudiansaya ikut berpartisipasi gitu mbak.Disini kan masih banyak yangbelum bisa baca Al-Quran, itung-itung ikut membantulah”. (CW.1.1)
“Kami pengen warga banyak yangjamaah di masjid biar masjidnya ramai,lalu kami bikin kegiatan pengajianuntuk lansia itu. Saya kan ikutpembetukan dulu itu, saya ditawariuntuk ngajar ya kemudian saya ikutberpartisipasi gitu mbak. Disini kanmasih banyak yang belum bisa bacaAl-Quran, itung-itung ikutmembantulah” (CW.1.1)
Hal-hal yang melatarbelakangiustadz/ustadzah menjadi pengajaryaitu ingin berpartisipasi dalamkegiatan di Dusun, ingin ilmunyabermanfaat dengan mengajarkannyake orang lain.
LI “Disini masih banyak yang belumbisa baca Al-Quran. Kalau saya itudulu sebelum pindah disini pernahjuga ngisi pengajian di Desa sayambak jadi saya tahu rasanyamanfaatnya. Kalau saya bisawalaupun cuman sedikit kan lebihbaik ilmu itu ditularkan kepadaorang lain biar bisa bermanfaatmbak”. (CW.2.1)
“Disini masih banyak yang belum bisabaca Al-Quran Kalau saya itu dulusebelum pindah disini pernah juga ngisipengajian di Desa saya mbak jadi sayatahu rasanya manfaatnya. Kalau sayabisa walaupun cuman sedikit kan lebihbaik ilmu itu ditularkan kepada oranglain biar bisa bermanfaat mbak”(CW.2.1)
2. Kapan kegiatan pemberdayaan lansia tersebut diadakan?
BS “Ada yasinan tapi campur semuaibu-ibu malem Senin paling. Yangiqro’ ada malem Minggu samamalem Jumat. Malem Selasa itukajian sama Bu YL”. (CW.1.2)
“Ada yasinan tapi campur semua ibu-ibu malem Senin paling. Yang iqro’ada malem Minggu sama malem Jumat.Malem Selasa itu kajian sama Bu YL”.(CW.1.2)
Kegiatan pemberdayaan lansia yangada yaitu TPA Al-Quran setiapSabtu malam, TPA iqro’ Kamismalam, kajian setiap Senin malam,yasinan setiap Kamis malam bada
181
LI “Disini ada beberapa kegiatan mbakyang TPA itu ada dua, TPA Al-Quran setiap malam Minggu danTPA iqro’ setiap malam Jumat. Adalagi yaitu kajian setiap malam Selasadan yasinian setiap malam Jumatbada isya. Ada lagi pengajian setiapsebulan sekali kalau itu untuk umumsemua boleh ikut tidak hanya yanglansia”. (CW.2.2)
“Disini ada beberapa kegiatan mbakyang TPA itu ada dua, TPA Al-Quransetiap malam Minggu dan TPA iqro’setiap malam Jumat. Ada lagi yaitukajian setiap malam Selasa danyasinian setiap malam Jumat bada isya.Ada lagi pengajian setiap sebulansekali kalau itu untuk umum semuaboleh ikut tidak hanya yang lansia”.(CW.2.2)
isya’ yang pesertanya adalahcampuran dari TPA Al-Quran danTPA iqro’, lansia juga bisamengikuti kegiatan pengajianbulanan yang terbuka untuk umum.
3. Apakah menurut anda materi yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan para lansia?
BS “Iya sudah, warga juga merindukanada kegiatan keagamaan. Orangkalau sudah sepuh-sepuh ya sayakira yang lebih dibutuhkan adalahlebih mendekatkan diri kepada SengKuasa ya ga? Ya menurut sayasudah pas kegiatan ini”. (CW.1.3)
“Iya sudah, warga juga merindukan adakegiatan keagamaan. Orang kalausudah sepuh-sepuh ya saya kira yanglebih dibutuhkan adalah lebihmendekatkan diri kepada Seng Kuasa.Ya menurut saya sudah pas kegiatanini”. (CW.1.3)
Menurut ustadz/ustadzah materiyang diberikan sudah sesuai dengankebutuhan para lanisa karena diusialanjut para lansia lebihmembutuhkan kegiatan keagamaanuntuk lebih mendekatkan diri kepadaTuhan, selain itu lansia di DusunGatak masih banyak yang belumbisa membaca Al-Quran, lansia jugadiberikan pengetahuan tentangperkembangan terkini agar tahuperkembangan yang sudah ada.
LI “Pada awal dulu dibentuknya itubanyak sekali yang ikut dan merekamemang belum bisa membaca Al-Quran jadi saya rasa materinyasudah sesuai dan juga kajian itu diisidengan perkembangan berita terkiniatau ya yang lagi ngetren apa gitumbak”. (CW.2.3)
“Pada awal dulu dibentuknya itubanyak sekali yang ikut dan merekamemang belum bisa membaca Al-Quran jadi saya rasa materinya sudahsesuai dan juga kajian itu diisi denganperkembangan berita terkini atau yayang lagi ngetren apa gitu mbak”.(CW.2.3)
4. Apa metode yang anda gunakan dalam menyampaikan materi kegiatan?
BS “Ya pakai metode iqro’ itu. Dulukan juga sempat kerjasama denganFan Tahsin itu, tapi kan merekabelum bisa baca sama sekali mbakjadi agak kurang pas dengan itu ya
“Ya TPA pembelajarannya pakaimetode iqro’. Dulu kan juga sempatkerjasama dengan Fan Tahsin, tapi kanmereka belum bisa baca sama sekalimbak jadi agak kurang pas dengan itu
Metode yang digunakan dalammenyampaikan materi adalahmetode iqro’, dulu pernahmenggunakan metode lain dari FanTahsin akan tetapi para lansia
182
terus cuma ngisi berapa kali gituterus udah dilanjut iqro”. (CW.1.4)
ya terus cuma ngisi berapa kali gituterus udah dilanjut iqro. Kalau kajianjelas kami menggunakan metodeceramah dalam penyampaiannya”.(CW.1.4)
merasa kesulitan.
LI “Pakai metode iqro mbak karenakami pikir itu lebih mudah. Kalauyang sudah Al-Quran itu dulunyamereka pakai metode yang berbedajadi cepet bisa. Awalnya mau kamisamakan pakai metode itu semuatapi yang di kelompok malem Jumatitu si mbah-mbahnya banyak yangsudah sepuh banget kayak Mbah HRitu sudah 84 umurnya mbak nantimalah tambah kesulitan”. (CW.2.4)
“Pakai metode iqro mbak karena kamipikir itu lebih mudah. Kalau yangsudah Al-Quran itu dulunya merekapakai metode yang berbeda jadi cepetbisa. Awalnya mau kami samakanpakai metode itu semua tapi yang dikelompok malem Jumat itu si mbah-mbahnya banyak yang sudah sepuhnanti malah tambah kesulitan”.(CW.2.4)
5. Apa media pembelajaran yang anda gunakan saat kegiatan berlangsung?
BS “Medianya ya pakai buku iqro’ itumbak, kalo yasinan ya buku yasin.Kalau yang Al-Quran sama kajianitu kadang juga ustadnya pakaihadits buat ngisi materinya”.(CW.1.5)
“Medianya ya pakai buku iqro’ itumbak, kalo yasinan ya buku yasin.Kalau yang Al-Quran sama kajian itukadang juga ustadnya pakai hadits buatngisi materinya”. (CW.1.5)
Media yang digunakan adalah bukuiqro’, Al-Quran, hadits. Di TPAiqro’ lansia membaca iqro dandikoreksi oleh ustadz, di TPA Al-Quran ustadz terlebih dahulumemberikan contoh cara membacaayat tersebut diikuti oleh para lansia,lansia hanya membaca satu ayat danakan dikoreksi oleh ustadz. Dalamkegiatan yasinan lansia bersama-sama membaca surat yasin kemudiandilanjutkan dengan sesi lain-lain.Pada kajian ustadzah menyampaikanmateri dengan metode cerahamkemudian lansia boleh bertanya.
LI “Kami hanya pakai iqro’ itu mbakjadi mbak-mbahnya itu nanti bacasatu-satu kami yang koreksi. Kalauyang Al-Quran itu beda lagi mbak,karena sudah Al-Quran jadi merekabacanya Cuma satu ayat per orangtapi nanti semua di ajarin dulu samaustadnya. Yang yasinan itu ya cumabaca yasin. Kajian itu juga nantiustadzahnya menyampaikan materi
“Kami hanya pakai iqro’ itu mbak jadimbak-mbahnya itu nanti baca satu-satukami yang koreksi. Kalau yang Al-Quran itu beda lagi mbak, karena sudahAl-Quran jadi mereka bacanya Cumasatu ayat per orang tapi nanti semua diajarin dulu sama ustadnya. Yangyasinan itu ya cuma baca yasin. Kajianitu juga nanti ustadzahnyamenyampaikan materi secara lisan gitu
183
secara lisan gitu nantu mbah-mbahnya bisa tanya”. (CW.2.5)
nantu mbah-mbahnya bisa tanya”.(CW.2.5)
6. Apa sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan pemberdayaan lansia?
BS “Tempatnya masjid itu, ada meja,papan tulis juga ada mbak tapijarang digunakan. Ada iqro’, Al-Quran, buku prestasi, lemari jugaada. Sarpras dapat dari takmir itudana dari infaq”. (CW.1.6)
“Tempatnya masjid itu, ada meja,papan tulis juga ada mbak tapi jarangdigunakan. Ada iqro’, Al-Quran, bukuprestasi, lemari juga ada. Sarpras dapatdari takmir itu dana dari infaq”.(CW.1.6)
Sarana dan prasarana yangdigunakan dalam kegiatan yaituruangan masjid, meja, tikar, bukuiqro’, buku prestasi untuk mencatatathasil belajar, almari, Al-Quran, danmicrofone.
LI “Di Masjid itu sudah ada meja, tikar,rak tempat iqro, kayak buku prestasiitu, Al-Quran, microfone.Sebenarnya di Masjid itu juga adapapantulis mbak tapi tidak kamigunakan karena menurut kami lebihefektif kalau diajarin pakai iqro’langsung. Kalau yang Al-Quran jugaada snaknya mereka inisiatif iuransendiri karena orangnya lebihbanyak mbak”. (CW.2.6)
“Di Masjid itu sudah ada meja, tikar,rak tempat iqro, kayak buku prestasiitu, Al-Quran, microfone. Sebenarnyadi Masjid itu juga ada papantulis mbaktapi tidak kami gunakan karenamenurut kami lebih efektif kalaudiajarin pakai iqro’ langsung. Kalauyang Al-Quran juga ada snaknyamereka inisiatif iuran sendiri karenaorangnya lebih banyak mbak”.(CW.2.6)
7. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan?
BS “Tahapnya seperti biasa kokmbak yawaktu mulai itu baca doa maubelajar terus abis itu ya langsungbelajar urut satu-satu gitu kalausudah selesai terus membaca doapenutup majelis itu. Kegiatan yangdibuat tidak banyak takutnya merekayang kualahan kasihan” (CW.1.7)
“Tahapnya seperti biasa kok mbak yawaktu mulai itu baca doa mau belajarterus abis itu ya langsung belajar urutsatu-satu gitu kalau sudah selesai terusmembaca doa penutup majelis itu.Kegiatan yang dibuat tidak banyaktakutnya mereka yang kualahankasihan” (CW.1.7)
Tahap pelaksanaan:- TPA: Pembukaan, baca doa
belajar, bembelajaran, penutup- Yasinan: Pembukaan, baca Al-
Fatihah, acara inti yaitumembaca yasin, lain-lai,penutup
- Kajian: Pembukaan,penyampaian materi, tanyajawab, penutup
LI “Pembukaan mbak setelah itu bacadoa mau belajar, kemudian mulaibelajarnya satu-satu sambil nunggu
“Pembukaan mbak setelah itu baca doamau belajar, kemudian mulaibelajarnya satu-satu sambil nunggu
184
giliran mbah-mbahnya belajarsendiri dulu. Kalau yang yasinan yasama, dibuka dulu baca Al-Fatihahterus baca yasin terus ada sesi lain-lain untuk berdiskusi. Kalau kajianitu setelah dibuka, kami kasih materidengan ceramah. Setelah selesai,mereka boleh tanya. Kalau udahselesai ditutup pakai doa penutupmejlis”. (CW.2.7)
giliran mbah-mbahnya belajar sendiridulu. Kalau yang yasinan ya sama,dibuka dulu baca Al-Fatihah terus bacayasin terus ada sesi lain-lain untukberdiskusi. Kalau kajian itu setelahdibuka, kami kasih materi denganceramah. Setelah selesai, mereka bolehtanya. Kalau udah selesai ditutup pakaidoa penutup majlis”. (CW.2.7)
8. Apakah para lansia dapat menerima materi yang anda sampikan dengan baik?
BS ”Ya ada yang langsung bisa adayang tidak mbak. Ya itu kan sudahpada tidak lengkap giginya jadikalau ngucapin huruf itu belum bisajelas”. (CW.1.8)
”Ya ada yang langsung bisa ada yangtidak mbak. Ya itu kan sudah padatidak lengkap giginya jadi kalaungucapin huruf itu belum bisa jelas”.(CW.1.8)
Menurut ustadz/ustadzahkarakteristik para lansia berbeda-beda ada yang mudah menerimamateri ada yang agak sulitdikarenakan keadaan fisik yangsudah menurun, struktur gigi yangsudah berubah menyebabkankesulitan mengucapkan hurufdengan benar, kesulitan memahamiapa yang sudah disampaikan olehustadzah.
LI “Ya ada yang langsung bisa nangkepapa yang kami maksud ada jugayang lama mbak namanya jugasudah sepuh kan. Ada juga yangsudah kami ulang-ulang itu tapi simbahnya tetap belum bisa ya sudahkami maklum mbak saya sampaibilang gini, nggeh pun mbah mbotennopo-nopo Gusti Allah ngertos kokseng jenengan maksud kulo sampegitu mbak”. (CW.2.8)
“Ya ada yang langsung bisa nangkepapa yang kami maksud ada juga yanglama mbak namanya juga sudah sepuhkan. Ada juga yang sudah kami ulang-ulang itu tapi si mbahnya tetap belumbisa ya sudah kami maklum mbak sayasampai bilang gini, nggeh pun mbahmboten nopo-nopo Gusti Allah ngertoskok seng jenengan maksud kulo sampegitu mbak”. (CW.2.8)
9. Berapa jumlah lansi yang mengikuti program pemberdayaan lansia ini?
BS “Dulu waktu awal-awal itu banyakmbak. Sekarang TPA malem jumatyang aktif biasanya 7 kadang 5.Kalau yang Al-Quran itu juga
“Dulu waktu awal-awal itu banyakmbak. Sekarang TPA malem jumatyang aktif biasanya 7 kadang 5. Kalauyang Al-Quran itu juga banyak wong
Jumlah lansia yang mengikutikegiatan ini yaitu 5-7 orang untukTPA iqro’, sekitar 30 orang di TPAAl-Quran, untuk kegiatan kajian
185
banyak wong kalau buat snace ajasampe 40 katanya”. (CW.1.9)
kalau buat snace aja sampe 40katanya”. (CW.1.9)
lansia ynag datang sekitar 20 orang,dan sekitar 40 orang di kegiatanyasinan.LI “Kalau yang Al-Quran itu banyak
mbak 30 lebih, kalau yang iqro’ ituyang aktif hanya tujuh, kajian itujugabanyak mbak kebanyakan yangdateng itu yang dari Al-Quransekitar 20 orang. Kalau yangyasinan 40 lebih mbak kan campuritu”. (CW.2.9)
“Kalau yang Al-Quran itu banyakmbak 30 lebih, kalau yang iqro’ ituyang aktif hanya tujuh, kajian itujugabanyak mbak kebanyakan yangdateng itu yang dari Al-Quran sekitar20 orang. Kalau yang yasinan 40 lebihmbak kan campur itu”. (CW.2.9)
10. Apakah para lansia pernah bertanya tentang materi atau permasalahan yang dihadapi? Bagaimana tanggapan anda?
BS “Kalau tanya tentang materi ya pastipernah mbak mereka tanya carabacanya gimana gitu. Kadang jugaada yang tanya masalah lain kayaksholat atau puasa gitu. Ya sayajawab mbak, saya malah senengkalau mereka bertanya, artinya kanmereka juga tertarik untuk lebihbanyak tahu”. (CW.1.10)
“Kalau tanya tentang materi ya pastipernah mbak mereka tanya carabacanya gimana gitu. Kadang juga adayang tanya masalah lain kayak sholatatau puasa gitu. Ya saya jawab mbak,saya malah seneng kalau merekabertanya, artinya kan mereka jugatertarik untuk lebih banyak tahu”.(CW.1.10)
Para lansia bertanya kepada ustadz/ustadzah ketika merasa kesulitandalam membaca iqro’ maupunmasalah agama dalam kehidupansehari-hari. Ustadz/ustadzah merasasenang jika ada lansia yang bertanyakarena hal tersebut menandakanadanya keingintahuan yang lebihdari lansia.
LI “Ya mereka kalau ga bisa ya tanyambak, kalau huruf yang bunyinyaagak sama gitu mereka mesti kelirujadi kadang waktu ketemu samahuruf itu diam dulu karena takutkebalik. pernah waktu itu kamibelajar sambil mereka meme gabahdi depan rumah”. (CW.1.10)
“Ya mereka kalau ga bisa ya tanyambak, kalau huruf yang bunyinya agaksama gitu mereka mesti keliru jadikadang waktu ketemu sama huruf itudiam dulu karena takut kebalik. pernahwaktu itu kami belajar sambil merekameme gabah di depan rumah”.(CW.2.10)
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN1. Apakah anda melakukan evaluasi pembelajaran dalam pelakasanaan pemberdayaan lansia ini?BS “Tidak ada evaluas mbak, adanya ya
pakai ebta itu di iqro”. (CW.1.11)“Belum ada koordinasi rutin daritakmirnya soalnya yang ngurus samayang ngajar itu orang yang berbeda,
Belum ada evaluasi pembelajaran,para ustadz/ustadzah melakukanevaluasi pembelajaran menggunakan
186
adanya ya pakai EBTA itu di iqro”.(CW.1.11)
EBTA di iqro’.
LI “Kalau evaluasi secara rutin kamibelum ada mbak”. (CW.2.11)
“Kalau evaluasi secara rutin kamibelum ada mbak”. (CW.2.11)
2. Bagaimana cara anda mengetahui tingkat pemahaman lansia terhadap materi yang disampaikan?
BS “Waktu ngaji kan kelihatan mbak.Kalau ada materi yang sudah lewattapi kok lupa, lha itu berarti merekabelum paham sepenuhnya mungkinbaru ditahap menghafal”. (CW.1.12)
“Waktu ngaji kan kelihatan mbak.Kalau ada materi yang sudah lewat tapikok lupa, lha itu berarti mereka belumpaham sepenuhnya mungkin baruditahap menghafal”. (CW.1.12)
Cara mengetahui tingkat pemahamanlansia yaitu dengan mencermatiperkembangan lansia saat mengajidan juga menggunakan EBTA. Jikapada halaman tersebut lansia masihkesulitan membaca maka belum bisalanjut ke halaman selanjutnya.
LI “Kami pakai EBTA mbak, dihalaman terakhir setiap jilid di iqroitu kana da EBTA. Nah kalau misalbelum lulus itu ya belum naik jilidselanjutnya gitu”. (CW.2.12)
“Kami pakai EBTA mbak, di halamanterakhir setiap jilid di iqro itu kana daEBTA. Nah kalau misal belum lulus ituya belum naik jilid selanjutnya gitu”.(CW.2.12)
3. Apa saja perubahan yang terjadi pada lansia saat sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan ini?
BS “Beberapa diantara mereka jadisering jamaah di Masjid mbak sayasering ketemu. Masjid sekarang jadilumayan rame Alhamdulillah yasedikit-sedikit ada kemajuan mbak”.(CW.1.13)
“Beberapa diantara mereka jadi seringjamaah di Masjid mbak saya seringketemu. Masjid sekarang jadi lumayanrame Alhamdulillah ya sedikit-sedikitada kemajuan mbak”. (CW.1.13)
Perubahan yang terjadi pada pesertasaat sebelum dan sesudah mengikutikegiatan yaitu beberapa lansiamenjadi rajin berjamaah, Masjidmenjadi ramai dengan kegiatan,berkurangnya keluarga lansia yangmemelihara anjing, dan adakebiasaan Dusun yang diubahberdasarkan peraturan agama yangbenar seperti saat memandikanjenazah.
LI “Kalau perubahan itu ya pelan-pelanya mbak ga bisa dilihat secara cepat.Dulu di sini itu banyak yang peliharaanjing dan yang melihara itu malahyang muslim. Katanya anjing itugedenya cepet jadi cepet bisa dijualgitu mbak. Tapi sekarang sudahberkurang, ya memang masih adatapi sudah berkurang. Kalau sedangketemu ngaji bareng gitu suka saya
“Kalau perubahan itu ya pelan-pelan yambak ga bisa dilihat secara cepat. Duludi sini itu banyak yang pelihara anjingdan yang melihara itu malah yangmuslim. Katanya anjing itu gedenyacepet jadi cepet bisa dijual gitu mbak.Tapi sekarang sudah berkurang, yamemang masih ada tapi sudahberkurang. Kalau sedang ketemu ngajibareng gitu suka saya srempetin gitu
187
srempetin gitu kalau anjing itu najis.Dulu juga waktu saya masih awalpindah di sini kalau ada yangmeninggal itu yang mensucikan danmandiin itu Pak Rakun mbak. Baikyang peningal perempuan ataupunlaki-laki semua yang mandiin PakRakun, kan harusnya ynag bolehmandiin kan yang semahromnyakan”. (CW.2.13)
kalau anjing itu najis. Dulu juga waktusaya masih awal pindah di sini kalauada yang meninggal itu yangmensucikan dan mandiin itu Pak Rakunmbak. Baik yang peningal perempuanataupun laki-laki semua yang mandiinPak Rakun, kan harusnya yang bolehmandiin kan yang semahromnya kan”.(CW.2.13)
4. Apakah para lansia merasa terfasilitasi dengan adanya kegiatan pemberdayaan lansia ini?
BS “Iya mbak, mereka sudah lamamerindukan kegiatan-kegiatanseperti ini”. (CW.2.14)
“Iya mbak, mereka sudah lamamerindukan kegiatan-kegiatan sepertiini”. (CW.2.14)
Menurut ustadz/ustadzah para lansiamerasa terfasilitasi karena padaawalnya Dusun Gatak belum adakegiatan keagamaan lebih-lebihuntuk lansia.
LI “Iya mbak mereka merasaterfasilitasi, dulu kan belum adangaji kayak gini mbak belum adaTPA dan saya rasa pemahamantentang agama juga belum banyak”.(CW.2.14)
“Iya mbak mereka merasa terfasilitasi,dulu kan belum ada ngaji kayak ginimbak belum ada TPA dan saya rasapemahaman tentang agama juga belumbanyak”(CW.2.14)
5. Apakah para lansia termotivasi mengikuti kegiatan tersebut? Bagaimana cara anda memberikan motivasi?
BS “Ya termotivasi mbak kalau yangikut terus itu mereka saja kadangminta ganti hari kalau misalkan padaga bisa ya sudah tua juga mbak kangampang capek. Caramemotivasinya biasanya saya ya takbilangin kita yang penting usahambah masalah bisanya kapan itunanti dulu, kalau kita usaha kanAllah pasti juga kasih kemudahan”.(CW.1.15)
“Ya termotivasi mbak kalau yang ikutterus itu mereka kadang minta gantihari kalau misalkan pada ga bisa yasudah tua juga mbak kan gampangcapek. Cara memotivasinya biasanyasaya ya tak bilangin kita yang pentingusaha mbah masalah bisanya kapan itunanti dulu, kalau kita usaha kan Allahpasti juga kasih kemudahan”.(CW.1.15)
Para lansia termotivasi mengikutikegiatan ini, jika merekaberhalangan untuk datang merekabiasa meminta ganti hari untuk tetapbelajar, para ustadz/ustadzahmemotivasi dengan caramemberikan dorongan, dukunganserta dalil yang menyatakan adanyapahala yang berlimpah bagi orang-orang yang mau belajar.
188
LI “Mereka termotivasi mbak wonghujan aja mereka tetep berangkat,kalau pas deres banget gitu bisanyamereka minta diganti malem Sabtu.Saya ngasih motivasi biasanyadengan ya misalnya saya bilangkalau belajar ngaji kita baca satuayat aja ada pahalanya lho gitu”.(CW.2.15)
“Mereka termotivasi mbak wong hujanaja mereka tetep berangkat, kalau pasderes banget gitu bisanya mereka mintadiganti malem Sabtu. Saya ngasihmotivasi biasanya dengan ya misalnyasaya bilang kalau belajar ngaji kitabaca satu ayat aja ada pahalanya lhogitu”. (CW.2.15)
6. Apakah menurut anda kegiatan ini sudah berjalan dengan efektif dan efisien? Mengapa?
BS “Kalau dibilang sudah efektif danefisien kok juga belum cukup sayarasa. Ya sudah tapi sedikit-sedikitsoalnya dari pengajar juga kadangada kegitan penting jadi tidak bisadatang. Sedangkan pesertanya kansudah lansia jadi juga agak specialdibandingkan dengan yang lain”(CW.1.16)
“Kalau dibilang sudah efektif danefisien kok juga belum cukup saya rasa.Ya sudah tapi sedikit-sedikit soalnyadari pengajar juga kadang ada kegitanpenting jadi tidak bisa datang.Sedangkan pesertanya kan sudah lansiajadi juga agak special dibandingkandengan yang lain” (CW.1.16)
Menurut ustadz/ustadzah kegiatanini belum bisa efektif dan efisiendikarenakan waktu TPA yangterbatas, kondisi lansia yangmengalami beberapa kesulitan danmudah lupa, serta ustadz/ustadzahyang mempunyai kesibukan.
LI “Ya gimana ya mbak berhubungyang belajar itu simbah-simbah yabelum bisa efektif dan efisien.Misalkan kami ngajar sudahmemberikan permisalan juga tapikalau mereka belum bisa nangkepkan otomatis mereka belum bisalanjut ke halaman berikutnya mbak.Kami juga yang ngajar kan gentian,kalau misalkan saya ga bisa ya nantiada Pak BS kadang ya yang lain,kalau memang semua tidak bisa yasudah kan terpaksa mereka belajarsendiri mbak”. (CW.2.16)
“Ya gimana ya mbak berhubung yangbelajar itu simbah-simbah ya belumbisa efektif dan efisien. Misalkan kamingajar sudah memberikan permisalanjuga tapi kalau mereka belum bisanangkep kan otomatis mereka belumbisa lanjut ke halaman berikutnyambak. Kami juga yang ngajar kangantian, kalau misalkan saya ga bisa yananti ada Pak BS kadang ya yang lain,kalau memang semua tidak bisa yasudah kan terpaksa mereka belajarsendiri mbak”. (CW.2.16)
189
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT1. Apa saja faktor pendorong atau pendukung dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia tersebut?
BS “Pendukungnya salah satunya adafasilitas. Terus dari mbah-mbahnyajuga semangat, mereka merasabutuh. Kalau di pengajarnya sendirisebisa mungkin meluangkan waktumalem Jumat. Kadang yang ngajarada yng diajar ga ada kadangsebaliknya” (CW.1.17)
“Pendukungnya salah satunya adafasilitas. Terus dari mbah-mbahnyajuga semangat, mereka merasa butuh.Kalau di pengajarnya sendiri sebisamungkin meluangkan waktu malemJumat. Kadang yang ngajar ada yngdiajar ga ada kadang sebaliknya”(CW.1.17)
Faktor pendorong dalampelaksanaan pembelajaran adalahfasilitas yang mendukung, semangatdari para lansia, kesabaran dariustadz/ustadzah.
LI “Yang mendukung itu semangat darisi mbah-mbahnya itu mbak, merekasemangat sekali walaupun ya bisadibilang banyak yang lupa atau salahgitu ya. Kalau yang masih umur itu70 kebawah masih mendingsekarang sudah ada yang iqro’ 6 tapikalau yang 70 ke atas ya harus sabarmbak. Kadangan mereka semangatmalah kami yang sibuk”. (CW.2.17)
“Yang mendukung itu semangat dari simbah-mbahnya itu mbak, merekasemangat sekali walaupun ya bisadibilang banyak yang lupa atau salahgitu ya. Kalau yang masih umur itu 70kebawah masih mending sekarangsudah ada yang iqro’ 6 tapi kalau yang70 ke atas ya harus sabar mbak.Kadangan mereka semangat malahkami yang sibuk”. (CW.2.17)
2. Apa sajakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan tersebut?
BS “Kadang kedua pengajar tidak bisangajar, tapi kadang ada juga sihteman yang gantin ngajar”.(CW.1.18)
“Kadang kedua pengajar tidak bisangajar”. (CW.1.18)
Faktor penghambat dalampelaksanaan pembelajaran yaitu saatpengajar yang sibuk dan tidak adapengganti, para lansia yang seringlupa.LI “Penghambatnya mungkin waktu
kami semua yang ngajar punyakesibukan kali ya mbak, kan kamibiasanya gantian ngajarnya tapikalau pas ga bisa semua ya mautidak mau harus libur atau diundurmalem Sabtu. Terus si mbah-mbahnya sering lupa jadi kami kan
“Penghambatnya mungkin waktu kamisemua yang ngajar punya kesibukankali ya mbak, kan kami biasanyagantian ngajarnya tapi kalau pas ga bisasemua ya mau tidak mau harus liburatau diundur malem Sabtu. Terus simbah-mbahnya sering lupa jadi kamikan belum bisa meluluskan halaman itu
190
belum bisa meluluskan halaman itujadi diulang-ulang terus”. (CW.2.18)
jadi diulang-ulang terus”. (CW.2.18)
3. Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat pelaksanaan pemberdayaan tersebut?
BS “Kalau pas ga ada yang ngajar yakadang diganti hari atau merekabelajar sendiri. Kami jugamemberikan pengertian mbakmisalkan gini, kalau mereka jarangberangkat nanti pelajaran yang lainlupa lagi nanti jadi tidak lanjut-lanjut gitu”. (CW.1.19)
“Kalau pas ga ada yang ngajar yakadang diganti hari atau mereka belajarsendiri. Kami juga memberikanpengertian mbak misalkan gini, kalaumereka jarang berangkat nantipelajaran yang lain lupa lagi nanti jaditidak lanjut-lanjut gitu”. (CW.1.19)
Cara mengatasi faktor penghambatpelaksanaan pembelajaran yaitudengan cara bergantian ataumembuat jadwal mengajar,memberikan pengertian kepadalansia untuk terus belajar agar cepatbisa, memberi permisalan huruf iqro’dengan hewan agar mudah diingat,dan memantau perkembanganbelajar lansia menggunakan bukuprestasi.
LI “Kalau masalah kesibukan ya kamiberusaha ganti hari misal digantimalam Sabtu gitu tapi kamimenawarkan dulu sama si mbah-mbahnya mau ga gitu mbak. Kanrumahnya juga deket-deket jadi enakngomongnya. Kalau masalah lupanah itu agak sulit mbak, kami sudahmelakukan beberapa cara sepertimembuat permisalan bentuknyakayak hewan apa gitu. Terus waktungaji itu kadang saya belum bukabuku prestasinya itu si mbah-mbahnya sudah buka iqro’ dulu jadisaya kan tahunya emang sampai situ,tapi ternyata halamannya salah kanjadi ngulang lagi mbak” (CW.2.19)
“Kalau masalah kesibukan ya kamiberusaha ganti hari misal digantimalam Sabtu gitu tapi kamimenawarkan dulu sama si mbah-mbahnya mau ga gitu mbak. Kanrumahnya juga deket-deket jadi enakngomongnya. Kalau masalah lupa nahitu agak sulit mbak, kami sudahmelakukan beberapa cara sepertimembuat permisalan bentuknya kayakhewan apa gitu. Terus waktu ngaji itukadang saya belum buka bukuprestasinya itu si mbah-mbahnya sudahbuka iqro’ dulu jadi saya kan tahunyaemang sampai situ, tapi ternyatahalamannya salah kan jadi ngulang lagimbak” (CW.2.19)
191
Lampiran 7. Analisis Data Hasil Wawancara Pengurus
Analisis Data Hasil Wawancara Pengurus
A. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan KeagamaanPertanyaan1. Apa latar belakang dari penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak?
Narasumber Jawaban Reduksi DeskripsiRW “Waktu itu pas rapat pengurus masjid
kan kami membicarakan tentang gimanaini kok masjidnya masih sepi, masjidkami kan Alhamdulillah dapet bantuanpembangunan mbak sekarang masihdalam taham pembangunan juga teruskami ingin buat banyak kegiatan dimasjid. Kami akhirnya membuatkegiatan pengajian, nah pengajiannya ituada untuk ibu-ibu muda sama lansiakalau anak-anak kan memang sudah adambak. Dengan maksud nantinya saat dipengajian kami juga mau ajak-ajaksupaya mereka mau rajin jamaah dimasjid sukur-sukur ngajak keluarganyagitu mbak. Setelah jalan kok banyaklansia yang ikut akhirnya ya sudah kamifasilitasi, mereka kan juga ingin belajar”(CW3.1).
“Waktu itu pas rapat pengurus masjid kankami membicarakan tentang gimana inikok masjidnya masih sepi. Kami akhirnyamembuat kegiatan pengajian, nahpengajiannya itu ada untuk ibu-ibu mudasama lansia. Dengan maksud nantinya saatdi pengajian kami juga mau ajak-ajaksupaya mereka mau rajin jamaah di masjidsukur-sukur ngajak keluarganya gitu mbak.Setelah jalan kok banyak lansia yang ikutakhirnya ya sudah kami fasilitasi, merekakan juga ingin belajar” (CW3.1).
Pada awalnya penyelenggaramembuat kegiatan keagamaanuntuk meramaikan masjid denganberbagai kegiatan keagamaan agarwarga juga rajin berjamaah,kegiatan tersebut dibagi menjadidua kelompok yaitu ibu-ibu mudadan lansia. Kelompok yang masihberjalan adalah kelompok lansia,akhirnya pihak penyelenggaramemfasilitasi para lansia untukmengikuti kegiatan keagamaan.Penyelenggara juga membagi paralansia menjadi beberapa kelompokdengan ustadz/ustadzah yangsudah disiapkan.
AN “Di Dusun kami ini warganya lumayanbanyak dan Alhamdulillah mudah
“Di Dusun kami ini warganya lumayanbanyak dan Alhamdulillah mudah
192
digerakkan mbak. Nah waktu adapertemuan pengurus ada yang usulbagaimana kalau mengadakan kegiatan dimasjid biar masjidnya rame gitu. Kankebetulan disini memang belum adakegiatan-kegiatan pengajian mbak terusakhirnya kami adakan TPA, kajian,yasinan. Dikegiatan itu melibatkan ibu-ibu, lansia dan bapak-bapak tapi sampaisekarang yang jalan malah yang lansia”(CW4.1)
digerakkan mbak. Nah waktu adapertemuan pengurus ada yang usulbagaimana kalau mengadakan kegiatan dimasjid biar masjidnya rame gitu. Kankebetulan disini memang belum adakegiatan-kegiatan pengajian mbak terusakhirnya kami adakan TPA, kajian,yasinan. Dikegiatan itu melibatkan ibu-ibu,lansia dan bapak-bapak tapi sampaisekarang yang jalan malah yanglansia”(CW4.1).
2. Bagaimana cara perekrutan warga belajar dalam pemberdayaan lansia Dusun Gatak ini?RW “Kami mengumumkan lewat pengeras
suara masjid mbak, kami juga pengajianrutin tiap bulan. Biasa kalau di dusun ginikan gethok tular mbak, dari mulutkemulut gitu diomongin kalau adakegiatan TPA dan lain-lain”. (CW.3.2)
“Kami mengumumkan lewat pengerassuara masjid mbak, kami jugamengumumkan dikegiatan pengajian rutintiap bulan. Biasa kalau di dusun gini kangethok tular mbak, dari mulut kemulut gitudiomongin kalau ada kegiatan TPA danlain-lain” (CW.3.2)
Cara perekrutan warga belajaryaitu dengan cara mengumumkanmelalui pengeras suara Masjid danjuga mengumumkan di kegiatan-kegiatan lain serta memberi tahudari mulut-kemulut. Setelahdiumumkan kemudian wargadatang di waktu dan tempat yangsudah ditetapkan.
AN “Kami mengumumkan di masjid kalauada kegiatan-kegiatan gitu mbak, kanmemang kalau disini pengumuman yangumuminnya lewat pengeras suara dimasjid. Terus warga yang mau ikuttinggal dateng gitu mbak” (CW.4.2).
“Kami mengumumkan di masjid kalau adakegiatan-kegiatan gitu mbak, kan memangkalau disini pengumuman yangumuminnya lewat pengeras suara dimasjid. Terus warga yang mau ikut tinggaldateng gitu mbak”(CW.4.2).
3. Bagaimana perencanaan kegiatan pemberdayaan lansia diselenggarakan?
RW “Kami pihak pengurus musyawarahwaktu itu terus dipertemuan selanjutnya
“Kami pihak pengurus musyawarah waktuitu terus dipertemuan selanjutnya kami
Perencanaan dari kegiatan inidiawali dengan musyawarah
193
kami mulai koordinasi lebih lanjutdengan wakil remaja dan beberapa pihaklalu kami tawarkan kalau ada yang maumembantu mengajar. Ya terus ada MasWN, Mas BS dan lail-lain itu mbaksampai sekarang. Waktu diawal ituustadnya ngasih tes iqro’ dulu untuk tahumereka bisanya nyampe mana danternyata kebanyakan mereka belum bisasemua mbak. Dari 50 orang mungkinbaru 15% yang bisa”. (CW.3.3)
mulai koordinasi lebih lanjut dengan wakilremaja dan beberapa pihak lalu kamitawarkan kalau ada yang mau membantumengajar. Ya terus ada Mas WN, Mas BSdan lail-lain itu mbak sampai sekarang.Waktu diawal itu ustadnya ngasih tes iqro’dulu untuk tahu mereka bisanya nyampemana dan ternyata kebanyakan merekabelum bisa semua mbak. Dari 50 orangmungkin baru 15% yang bisa”(CW.3.3).
pengurus Masjid secara berkala.Para pengurus melakukankoordinasi lebih lanjut denganperwakilan remaja dan pihak laindalam membentuk kegiatan.Setelah ditentukan jenis kegiatandan juga pengajar, penyelenggaramerencanakan tempat kegiatan danjuga dana untuk sarana danprasarana yang akan digunakan.Dana yang digunakan diambil daridana sosial dan infaq masjid.Metode yang digunakanditentukan oleh pengajar, pengurustidak ikut menentukan.
AN “Kami perencanaannya ga mendetail sihmbak kan kami suga dananya sukarela,ustadnya ga dibayar, dan ga pakaikonsumsi juga. Dana untuk pelaksanaankami ambilkan dari infaq masjid dansosial mbak. Kami waktu itu dapet idekemudian di rapat selanjutnya kami dapatpengajar dan kesepakatan waktu sudahgitu aja”. (CW.4.3).
“Kami perencanaannya ga mendetail sihmbak kan kami suga dananya sukarela,ustadnya ga dibayar, dan ga pakaikonsumsi juga. Dana untuk pelaksanaankami ambilkan dari infaq masjid dan sosialmbak. Kami waktu itu dapet ide kemudiandi rapat selanjutnya kami dapat pengajardan kesepakatan waktu sudah gitu aja”(CW.4.3).
4. Apakah kegiatan tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan lansia?
RW “Disini memang waktu itu kegiatankeagamaan masih sedikit mbak danwaktu dites itu ternyata masih banyakyang belum bisa baik yang ibu-ibu mudamaupun lansia. Jadi saya rasa ya sudahsesuai dengan kebutuhan mereka, apalagidisini kan sudah mendapatkan julukan
“Disini memang waktu itu kegiatankeagamaan masih sedikit mbak dan waktudites itu ternyata masih banyak yang belumbisa baik yang ibu-ibu muda maupunlansia. Jadi saya rasa ya sudah sesuaidengan kebutuhan mereka, apalagi disinikan sudah mendapatkan julukan Kampung
Menurut penyelenggara, kegiatanini sudah sesuai dengan kebutuhanwarga terutama lansia yang masihberjalan karena banyak lansia yangmasih belum bisa membaca Al-Quran dan ingin belajar, dan saatpertemuan awal lansia yang datang
194
Kampung Al-Quran. Mosok KampungAl-Quran warganya masih banyak yangbelum bisa baca Al-Quran. Lama-kelamaan eh yang ibu-ibu muda itumacet mbak sekarang tinggal yang lansiamalahan”. (CW.3.4)
Al-Quran. Mosok Kampung Al-Quranwarganya masih banyak yang belum bisabaca Al-Quran. Lama-kelamaan eh yangibu-ibu muda itu macet mbak sekarangtinggal yang lansia malahan”(CW.3.4)
mencapai 50 orang hal tersebutmenandakan adanya antusiasmedan semangat dari para lansia.
AN “Menurut saya sudah sesuai mbak, disinibelum ada kegiatan kemudian kamimengadakan ini, warga juga banyak yangbelum bisa baca Al-Quran wong waktupertama pertemuan itu sampai sekitar 50orang lho mbak. Karena itu kamimemfasilitasi dengan kegiatan ini”.(CW.4.4)
“Menurut saya sudah sesuai mbak, disinibelum ada kegiatan kemudian kamimengadakan ini, warga juga banyak yangbelum bisa baca Al-Quran wong waktupertama pertemuan itu sampai sekitar 50orang lho mbak. Karena itu kamimemfasilitasi dengan kegiatan ini”.(CW.4.4)
5. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan?
RW “Tahap pelaksanaan pembelajarannya itukan pertama persiapan tempat, teruspembukaan, baca doa, kemudian nantingaji, setelah itu penutup” (CW.3.5)
“Tahap pelaksanaan pembelajarannya itukan pertama persiapan tempat, teruspembukaan, baca doa, kemudian nantingaji, setelah itu penutup” (CW.3.5)
Tap pelaksanaan pembelajaannyayaitu pesriapan, pembukaan, intidan penutup.
AN “Pelaksanaannya itu kan ngangkatin mejadulu bareng-bareng terus dibuka, bacadoa, belajar, ditutup gitu aja mbak”(CW.4.5)
“Pelaksanaannya itu kan ngangkatin mejadulu bareng-bareng terus dibuka, baca doa,belajar, ditutup gitu aja mbak.” (CW.4.5)
6. Kapan pemberdayaan lansia melalui kegiatan tersebut diadakan?
RW “TPA itu malam Jumat sama malamMinggu, yasinan itu malem Jumat badaisya, kajian itu malam Selasa di masjid.
“TPA itu malam Jumat sama malamMinggu, yasinan itu malem Jumat badaisya, kajian itu malam Selasa di masjid”
Pengajar atau narasumberberasalah dari warga Dusun Gataksendiri dan direkrut secara suka
195
(CW.3.6) (CW.3.6) rela.
AN “Disini TPA yang iqro itu malem Jumat,kalau yang Al-Quran malem Minggu.Kajiannya malem Selas, yasinan malemJumat bada isya’” (CW.4.6)
“Disini TPA yang iqro itu malem Jumat,kalau yang Al-Quran malem Minggu.Kajiannya malem Selas, yasinan malemJumat bada isya’” (CW.4.6)
7. Apa metode yang digunakan dalam menyampaikan materi kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan?
RW “Kami dulu nyoba pakai metode An-Nurmbak tapi ada beberapa kelompok tidakbisa mengikuti karena itu belajarnyacepet kan. Kalau mbah-mbah yang belumbegitu tua gitu masih bisa mengikutu dansekarang sudah Al-Quran tapi kalau yang70 tahun keatas agak kesulitan akhirnyamereka pakai yang metode iqro”.(CW.3.7)
“Kami dulu nyoba pakai metode FANTahsin mbak tapi ada beberapa kelompoktidak bisa mengikuti karena itu belajarnyacepet kan. Kalau mbah-mbah yang belumbegitu tua gitu masih bisa mengikuti dansekarang sudah Al-Quran tapi kalau yang70 tahun keatas agak kesulitan akhirnyamereka pakai yang metode iqro”. (CW.3.7)
Metode yang digunakan adalahmetode iqro’ akan tetapisebelumnya pernah menggunakanAn-Nur akan tetapi banyak lansiayang kesulitan dan belum bisamengikuti dan akhirnya sampaisekarang menggunakan metodeiqro.
AN “Pakai apa ya mbak kayaknya pakai iqrokalau yang TPA itu, yang mudah buatmenula yang ga muda lagi”. (CW.4.7)
“Pakai apa ya mbak kayaknya pakai iqrokalau yang TPA itu, yang mudah buatmenula yang ga muda lagi”. (CW.4.7)
8. Apa saja sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan lansia tersebut?
RW “Di masjid sudah tersedia semua mbaktikar, mica da, Al-Quran, iqro’, lemari,papan tulis, meja itu sudah ada”.(CW.3.8)
“Di masjid sudah tersedia semua mbaktikar, mic ada, Al-Quran, iqro’, lemari,papan tulis, meja itu sudah ada”. (CW.3.8)
Sarana dan prasarana yangdigunakan dalam pelaksanaankegiatan pemberdayaan lansiayaitu tikar, microfone, Al-Quran,iqro’, lemari, papan tulis, danmeja.
AN “Di masjid sudah kami siapkan semuambak, ada meja, tikar, iqro’, Al-Quran,ada lemati tempat kayak kertas absen itu,ada mic”. (CW. 4.8)
“Di masjid sudah kami siapkan semuambak, ada meja, tikar, iqro’, Al-Quran, adalemari tempat kayak kertas absen itu, adamic”. (CW. 4.8)
196
9. Apakah ada tindak lanjut dari program kegiatan pemberdayaan lansia tersebut?
RW “Tindak lanjutnya belum ada mbakkarena kan ya perkembangannya itu yanamanya lansia kan pelan-pelan mbak.Kalaupun dibuatkan kegiatan yangmacem-macem itu takutnya malahmemberatkan mbak soalnya kebanyakandari mereka masih di sawah”. (CW.3.9)
“Tindak lanjutnya belum ada mbak karenakan ya perkembangannya itu ya namanyalansia kan pelan-pelan mbak. Kalaupundibuatkan kegiatan yang macem-macem itutakutnya malah memberatkan mbaksoalnya kebanyakan dari mereka masih disawah”. (CW.3.9)
Belum ada tindak lanjut darikegiatan pemberdayaan lansia inikarena melihat dari kondisi lansiaDusun Gatak dan juga pengajaryang sama-sama mempunyaikesibukan ditakutkan lansia akanmerasa kelelahan dan kegiatanmenjadi tidak efektif.AN “Tindak lanjut belum ada mbak, ya ngaji-
ngaji biasa gitu aja yang penting wargatergerak jadi rajin, masjid juga ramaidengan kegiatan”. (CW.4.9)
“Tindak lanjut belum ada mbak, ya ngaji-ngaji biasa gitu aja yang penting wargatergerak jadi rajin, masjid juga ramaidengan kegiatan”. (CW.4.9)
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAANPertanyaan1. Apakah anda melakukan evaluasi dalam pelakasanaan pemberdayaan lansia ini?RW “Evaluasi kalau dari kami yang
menyelenggarakan belum ada mbakpaling sama yang ngajar itu kami kalauada masalah apa atau mau diganti apanyagitu kami serahkan ke warga kok. Wargapengennya gimana terus kami tinggalterima ngikut aja kan kegiatannya udahjalan”. (CW.3.10)
“Evaluasi kalau dari kami yangmenyelenggarakan belum ada mbak palingsama yang ngajar itu kami kalau adamasalah apa atau mau diganti apanya gitukami serahkan ke para lansia kok. Lansiapengennya gimana terus kami tinggalterima ngikut aja kan kegiatannya udahjalan”. (CW.3.10)
Belum ada evaluasi pelaksanaankegiatan, evaluasi hanya dilakukanoleh pengajar. Pihak pengurusbertindak hanya saat mendapatlaporan dari lansia, masalahmekanisme pelaksanaan sudahdiserahkan keada para lansia danpengajar.
AN “Dari kami pengurus tidak ada evaluasimbak sejauh ini belum ada tu, mungkindiadakannya sama gurunya yang ngajarmbak kan kami sebatas penyelenggarananti kalau ada laporan apa gitu kami
“Dari kami pengurus tidak ada evaluasimbak sejauh ini belum ada tu, mungkindiadakannya sama gurunya yang ngajarmbak kan kami sebatas penyelenggarananti kalau ada laporan apa gitu kami baru
197
baru bertindak”. (CW.4.10) bertindak”. (CW.4.10)
2. Apa saja perubahan yang terjadi pada lansia saat sebelum dan sesudah mengikuti pemberdayaan lansia ini?
RW “Perubahannya yang jelas kegiatankeagamaan sekarang jadi banyak mbakdengan kata lain warga disini lansia punjuga masih belajar dan mereka rajin.Mereka juga lebih sering jamaah dimasjid sekarang kayak mbah HJ itusubuh pun jamaah di masjid lho itumbak. Ya karena kegiatannya adalahTPA mereka ya sedikit-sedikit bisalahiqro dan Al-Quran”. (CW.3.11)
“Perubahannya yang jelas kegiatankeagamaan sekarang jadi banyak mbakdengan kata lain warga disini lansia punjuga masih belajar dan mereka rajin.Mereka juga lebih sering jamaah di masjidsekarang kayak mbah HJ itu subuh punjamaah di masjid lho itu mbak. Ya karenakegiatannya adalah TPA mereka ya sedikit-sedikit bisalah iqro dan Al-Quran”.(CW.3.11)
Perubahan yang terjadi pada lansiayaitu lansia menjadi rajin ke Majismengikuti kegiatan, rajinmengikuti jamaah, dan lansia bisamembaca iqro’ serta Al-Quran.
AN “Perubahan dari warga itu apa ya?Rumah saya kan dekat dengan masjidmbak kalau waktunya jamaah itu banyakyang datang sekarang mbak mbah sayajuga sekarang jadi tambah rajin jaahterus, kalau magrib gitu mbahe di masjidsampai isya baru pulang”. (CW.4.11)
“Perubahan dari warga itu apa ya? Rumahsaya kan dekat dengan masjid mbak kalauwaktunya jamaah itu banyak yang datangsekarang mbak mbah saya juga sekarangjadi tambah rajin jaah terus, kalau magribgitu mbahe di masjid sampai isya barupulang”. (CW.4.11)
3. Apakah lansia merasa terfasilitasi dengan adanya kegiatan pemberdayaan lansia di Dusun Gatak ini?
RW “Ya terfasilitasi mbak kan dulu beluamada kegiatan kayak gini tu dulu adanyakan cuma pengajian barenga-bareng yangsatu bulan sekali itu. Dan ini kan jugakami mengadakan TPA, jarang –jaranglho mbak ada TPA lansia. Soalnya kanngajari lansia beda sama kalau kita ngajar
“Ya terfasilitasi mbak kan dulu beluam adakegiatan kayak gini tu dulu adanya kancuma pengajian barenga-bareng yang satubulan sekali itu. Dan ini kan juga kamimengadakan TPA, jarang –jarang lho mbakada TPA lansia. Soalnya kan ngajari lansiabeda sama kalau kita ngajar anak muda,
Warga belajar merasa terfasilitasidengan adanya kegiatanpemberdayaan ini karena dulubelum ada kegiatan keagamaanuntuk lansia sedangkan lansia jugabelum bisa dan mempunyaikeinginan untuk belajar.
198
anak muda, padahal kan lansia jugabelum bisa mereka juga pengen bisapengen belajar”(CW.3.12).
padahal kan lansia juga belum bisa merekajuga pengen bisa pengenbelajar”(CW.3.12).
AN “Iya mbak saya rasa terfasilitasi dulu kanga ada kegiatan kayak gini. Kayak mbahsaya itu, dulu kan mbahe tinggalnyamasih di rumahnya sana kana da kegiatanngajinya kan dekat sama pesantren teruspindah sini dulu ga ada ya pengen ngajilagi katanya”. (CW.4.12)
“Iya mbak saya rasa terfasilitasi dulu kanga ada kegiatan kayak gini. Kayak mbahsaya itu, dulu kan mbahe tinggalnya masihdi rumahnya sana kana da kegiatanngajinya kan dekat sama pesantren teruspindah sini dulu ga ada ya pengen ngajilagi katanya”. (CW.4.12)
4. Apakah para lansia termotivasi untuk meningkatkan pengetahuan setelah mengikuti kegiatan ini?
RW “Kalau menurut saya dari sekiankelompok yang dulu ada dan sekarangtinggan dua kelompok itu, mereka yangmasih berangkat itu termotivasi mbakmereka semangat-semangat”. (CW.3.13)
“Kalau menurut saya dari sekian kelompokyang dulu ada dan sekarang tinggal duakelompok itu, mereka yang masihberangkat itu termotivasi mbak merekasemangat-semangat”. (CW.3.13)
Para lansia merasa termotivasidalam mengikuti kegiatan inidapat dilihat dari intensitaspembelajaran yang diikuti olehpara lanisa dan dapat dilihat jugadari partisapasi dari lansia saat adapengajar yang bermasalah.
AN “Kelihatannya termotivasi mbak wongwaktu ada masalah pengajarnya ga maudatang mereka juga ikut ngurusinpokoknya kegiatan ini harus jalan terusgitu mbak”. (CW.4.13)
“Kelihatannya termotivasi mbak wongwaktu ada masalah pengajarnya ga maudatang mereka juga ikut ngurusinpokoknya kegiatan ini harus jalan terusgitu mbak”. (CW.4.13)
5. Bagaiamana interaksi antara lansia dengan pengurus kegiatan pemberdayaan lansia tersebut?
RW “Kalau interaksi dengan pengurus itu,kan kami pengurus tidak turun langsungdalam kegiatan itu ya mbak jadi yainteraksinya kalau dibandingankandengan ustadnya ya lebih akrab dengan
“Kalau interaksi dengan pengurus itu, kankami pengurus tidak turun langsung dalamkegiatan itu ya mbak jadi ya interaksinyakalau dibandingankan dengan ustadnya yalebih akrab dengan ustadnya apa ya lebih
Interaksi penyelenggara denganlansia tidak seakrab jikadibandingkan dengan pengajar.Penyelenggara hanya sebatasfasilitator dan penyelenggara yang
199
ustadnya apa ya lebih dekat denganustadnyalah, kalau dengan kami kantetangga jadi ya bisa mbak kalau ketemutanya gitu”. (CW.3.14)
dekat dengan ustadnyalah, kalau dengankami kan tetangga jadi ya bisa mbak kalauketemu tanya gitu”. (CW.3.14)
intens bertemu dengan para lansia.
AN “Interaksi kami ya seperti biasa mbak,mereka kan tahu kalau saya yangbiasanya ngasih pengunuman dan sayajuga ikut dikegiatan-kegiatan besar.Mereka kalao ketemu saya suka tanyananti ngaji ga gitu mbak”. (CW.4.14)
“Interaksi kami ya seperti biasa mbak,mereka kan tahu kalau saya yang biasanyangasih pengunuman dan saya juga ikutdikegiatan-kegiatan besar. Mereka kalaoketemu saya suka tanya nanti ngaji ga gitumbak”. (CW.4.14)
6. Apakah para lansia terbuka dalam menyampaikan pendapat atau kritik dan saran?
RW “Terbuka mbak mereka itu, kalau mauada perubahan atau apa ya itu merekamusyawarah nanti bilang ke kami. Kalaumereka ada kesulitan mereka juga tanya”.(CW.3.15)
“Terbuka mbak mereka itu, kalau mau adaperubahan atau apa ya itu merekamusyawarah nanti bilang ke kami. Kalaumereka ada kesulitan mereka juga tanya”.(CW.3.15)
Para lansia terbuka denganpenyelenggara dalammenyampaikan kritik, saranmaupun kesulitan yang dialama.Para lansia biasa melakukanmusyawarah dalam menentukanjalan keluar dari sebuah masalahyang mereka hadapi bersamadalam kegiatan pemberdayaan ini.
AN “Ya terbuka mbak disini kan masih apaya istilahnya desa gitu lho mbak jadisama tetangga disini mbasih bagus,gotong royongnya juga masih bagus. Sinibiasa rembukan mbak sudah biasamenyampaikan keluhan dan ide tu”.(CW.4.15)
“Ya terbuka mbak disini kan masih apa yaistilahnya desa gitu lho mbak jadi samatetangga disini mbasih bagus, gotongroyongnya juga masih bagus. Sini biasarembukan mbak sudah biasamenyampaikan keluhan dan ide tu”.(CW.4.15)
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBATPertanyaan1. Apa saja faktor pendorong pelaksanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang anda selenggarakan?RW “Faktor pendorongnya itu warganya
sendiri juga gampang digerakkan mereka“Faktor pendorongnya itu warganya sendirijuga gampang digerakkan mereka
Faktor pendorong dari kegiatanpemberdayaan ini adalah semangat
200
semangat mbak walaupun awalnya itubanyak sekali tapi terus jadi separonya yakan sudah lumayan. Terus disini yangngajar juga mau meluangkan waktuwalaupun tidak dibayar itu lho mbak”.(CW.3.16)
semangat mbak walaupun awalnya itubanyak sekali tapi terus jadi separonya yakan sudah lumayan. Terus disini yangngajar juga mau meluangkan waktuwalaupun tidak dibayar itu lho mbak”.(CW.3.16)
dari para lansia, pengajar yangmau meluangkan waktu untukmengajar dan juga mengajarsecara suka rela, mewujudkanKampung Al-Quran yangsebenarnya, serta keinginan wargabersama-sama untuk meramaikanmasjid.
AN “Pendorong pelaksanaannya karena kamimau meramaikan masjid itu kali yambak, kami ingi warga kami juga rajin.Dusun kami ini juga dapet julukanKampung Al-Quran soalnya, jadi kamijuga rasa-rasanya harus pempertanggungjawabkan julukan itu gitu. Masakkampong Al-Quran warganya masihbanyak yang belum bisa baca Al-Quran.Warga kami juga gampang digerakkanmbak dan juga terbuka jadi kami jugasemangat”. (CW.4.16)
“Pendorong pelaksanaannya karena kamimau meramaikan masjid itu kali ya mbak,kami ingi warga kami juga rajin. Dusunkami ini juga dapet julukan Kampung Al-Quran soalnya, jadi kami juga rasa-rasanyaharus pempertanggung jawabkan julukanitu gitu. Masak kampoeng Al-Quranwarganya masih banyak yang belum bisabaca Al-Quran. Warga kami juga gampangdigerakkan mbak dan juga terbuka jadikami juga semangat”. (CW.4.16)
2. Apa sajakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang anda selenggarakan?
RW “Kalau penghambat daripenyelenggaraan dulu ya berarti ituwaktu bentuknya? Dulu malah kamikualahan mbak karena banyak bangetyang ikut jadi kurang pengajarnyamakannya kami bentuk kelompok-kelompok. Terus masalah waktu mbak,yang ikut kan sudah lua, bekerja lagi kanya pasti sibuk ada waktu cuma malam itu
“Kalau penghambat dari penyelenggaraandulu ya berarti itu waktu bentuknya? Dulumalah kami kualahan mbak karena banyakbanget yang ikut jadi kurang pengajarnyamakannya kami bentuk kelompok-kelompok. Terus masalah waktu mbak,yang ikut kan sudah tua, bekerja lagi kanya pasti sibuk ada waktu cuma malam itusaja pasti capek makannya kami adakan
Faktor penghambat dalampelaksanaan adalah kurangnyapengajar karena banyak lansiayang mengikuti kegiatan, lansiayang hanya mempunyai waktuluang di malam hari dan sudahlelah dari bekerja.
201
saja pasti capek makannya kami adakanseminggu sekali habis isya dimalamJumat sama malem minggu kalau yangTPA”. (CW.3.17)
seminggu sekali habis isya dimalam Jumatsama malem minggu kalau yang TPA”.(CW.3.17)
AN “Penghambatnya itu pengajarnya samawaktu mbak. Berhubung yang ngajar itusedikit dan sibuk juga makannya kadangmereka juga ga bisa datang. Dan masalahwaktu kan warga juga selonya malammbak dan kalau malam kan pasti jugasudah capek lha itu tantangan kamidisitu”. (CW.4.17)
“Penghambatnya itu pengajarnya samawaktu mbak. Berhubung yang ngajar itusedikit dan sibuk juga makannya kadangmereka juga ga bisa datang. Dan masalahwaktu kan warga juga selonya malammbak dan kalau malam kan pasti jugasudah capek lha itu tantangan kami disitu”.(CW.4.17)
3. Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat pelaksanaan tersebut?
RW “Kalau masalah pengajar kami bagiwaktu bergiliran dan dibagi kelompok-kelompok itu mbak jadi kalau ada yangngajar itu enam orang misalahnya satuorang pegang satu kelompok soalnyamereka kan mulai dari awal mbak jadiharus dibentuk kelompok biasr yangngajarin gampang. Kalau masalah waktuya itu kami bikin seminggu sekali”.(CW.3.18)
“Kalau masalah pengajar kami bagi waktubergiliran dan dibagi kelompok-kelompokitu mbak jadi kalau ada yang ngajar ituenam orang misalahnya satu orang pegangsatu kelompok soalnya mereka kan mulaidari awal mbak jadi harus dibentukkelompok biasr yang ngajarin gampang.Kalau masalah waktu ya itu kami bikinseminggu sekali”. (CW.3.18)
Cara mengatasi faktor penghambatpelaksanaan yaitu denganmengatur jadwal pengajar dalamkelompok-kelopmpok lansia yangsudah dibentuk atau menggantiwaktu belajar dengan hari lain.
AN “Ya pengajarnya gantian mbak kalauemang ga bisa semua ya ada yang usulganti hari biasanya, kepepetnya yabelajar sendiri mereka mbak. Kalaumasalah waktu itu udah ga bisa diapa-
“Ya pengajarnya gantian mbak kalauemang ga bisa semua ya ada yang usulganti hari biasanya, kepepetnya ya belajarsendiri mereka mbak. Kalau masalahwaktu itu udah ga bisa diapa-apain lagi
202
apain lagi kayaknya mbak ga dipungkirisemua juga sudah sibuk. Ya kami pelan-pelan saja asalah bisa berjalan terus”.(CW.4.18)
kayaknya mbak ga dipungkiri semua jugasudah sibuk. Ya kami pelan-pelan sajaasalah bisa berjalan terus”. (CW.4.18)
4. Apa sajakah faktor penghambat yang berasal dari para lansia saat pelaksanaan kegiatan?
RW “Sudah tua mereka agak sulit menangkapapa yang kami sampaikan mbak mungkinlebih tepatnya masalah mengingat.Mereka lupa-lupa mbak, udah diajarkankemarin tapi lupa lagi kan jadinya kamiharus mengulang lagi”.
“Sudah tua mereka agak sulit menangkapapa yang kami sampaikan mbak mungkinlebih tepatnya masalah mengingat. Merekalupa-lupa mbak, udah diajarkan kemarintapi lupa lagi kan jadinya kami harusmengulang lagi”.
Faktor penghambat yang bersaldari para lansia yaitu daya ingatlansia sudah menurun sehinggaharus mengulang halam tersebutberkali-kali, kesibukan lansiamenimbulkan rasa lelah saatbelajar sehingga mengurangikoonsentrasi.
AN “Kalau dilihat dari kondisinya usianyakan sudah lansia kan ya mbak jadi yangpaling kelihatan kan fisik mereka sudahtidak sekuat kita. Jadi kalau belajardengan kondisi yang capek kan yanangkepnya jadi susah dan lagi merekamungkin agak lupa-lupa gitu mbak kalaudari warganya”. (CW.4.19)
“Kalau dilihat dari kondisinya usianya kansudah lansia kan ya mbak jadi yang palingkelihatan kan fisik mereka sudah tidaksekuat kita. Jadi kalau belajar dengankondisi yang capek kan ya nangkepnya jadisusah dan lagi mereka mungkin agak lupa-lupa gitu mbak kalau dari warganya”.(CW.4.19)
203
Lampiran 8. Analisis Data Hasil Wawancara Lansia
Analisis Data Wawancara Lansia
Pertanyaan1. Apakah alasan anda mengikuti pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan ini?
Narasumber Jawaban Reduksi DeskripsiSY “Pokoknya kepengen bisa. Kalo bisa itu
ngajak sodara-sodara yang lain biar bisangajari anak cucu gitu mbak. Jamansekarang ini kan apa itu jenenge mbak,teknologi. Nah niku kan semakin canggihmbak anak-anak kan butuh dikandani dandibekali nopo maleh masalah agama.Disini kan dapet kampung Al-Quran itumbak. Pengennya kalo ikut ngaji ngetenniki biar bisa jadi kampong Al-Quranyang sebenarnya ngoten mbak”.(CW.5.1.)
Alasan mengikuti kegiatan ini adalah inginbisa mengaji. Ilmu agama itu sangat pentingapalagi di jaman teknologi yang semakincanggih. Kalau tahu ilmu agama maka bisamenjadi contoh bagi anak cucu dan juga bisamemberikan arahan. Selain itu disini Desakami yang sudah mendapat julukan KampungAl-Quran ini supaya bisa menjadi kampongAl-Quran yang sebenarnya” (CW.5.1.)
Alasan para lansia mengikutikegiatan pemberdayaan melaluikegiatan keagamaan ini yaitumemasuki usia lanjut inginmendalami ilmu agama, dijaman teknologi yang semakincanggih ini dirasa perlumemberikan arahan dan bekalilmu agama kepada anak cucumaka dari itu perlu mempelajariilmu agama lebih dalam.
SD “Kulo pengene pengen ngaji pengensaget, beno tahunan tapi nggeh mbotennopo-nopo seng penting usaha. Pun tuwonek saget kan nggeh saget ngaji sitik-sitikmbak”. (CW6.1)
“Saya pengen bisa ngaji, walaupun bertahun-tahun tidak apa-apa yang penting usaha.Sudah tua kalau bisa ya bisa ngaji walaupunsedikit-sedikit” (CW6.1)
SM “Pengen iso mbak mbiyen sekolah tapiora ono ngajine. Nek ngaji enek kancaneakeh ngene kan seneng mbak nggehan”.(CW.7.1)
“Ingin bisa mbak, dulu di sekolah tidak adapelajaran mengaji. Kalau ngaji banyak temankan juga senang”(CW.7.1).
204
WJ “Kulo kepengen iso tenan. Kulo mbotensekolah, ming SD kulo deren tau ngaji.Weruh kancane do iso ngaji njuk kulopengen”. (CW.8.1)
“Ingin benar-benar bisa mengaji. Saya tidaksekolah, hanya SD belum pernah ngaji. Lihattemannya bisa ngaji saya jadi pengen”.(CW.8.1)
2. Apa metode penyampaian yang digunakan dalam kegiatan keagamaan tersebut?SY “Nggeh ngagem iqro’ niku mbak terus
diwoco mangkeh nek salah njukdibenerke Pak BS. Tapi kadang Pak BSniku nek enten seng mboten saget ngotenken mikir riyen mboten langsungdibenerke diwarahi ngoten”. (CW.5.2)
“Metodenya pakai metode iqro’, kami disuruhbaca kalau salah nanti baru dibenarkan. Kalaudengan Pak BS, sebisa kami harus membacasendiri tanpa bantuan ustadnya kalau benar-benar tidak bisa baru diberi tahu”. (CW.5.2)
Informasi mengenai adanyakegiatan pemberdayaan lansiadidapatkan dari pengemumanyang disampaikan dari Masjidoleh Takmir masjid dan jugadiumumkan di kegiatanyasinan.SD “Nek TPA niku ngageme iqro’ niku
mbak, penak nek ngagem iqro’ kan entenlatine teng wingking dados saget belajarkiambak”. (CW.6.2)
“Kalau di TPA pakainya iqro’, kalau pakaiiqro’ dibelakangnya ada cara bacanya jadibisa untuk belajar sendiri”. (CW.6.2)
SM “Mbiyen ki kae ngajine modele koyoTPA model iqro’ seng pirang jamlangsung iso kae lho mbak. Neng lak doraiso, neng ustade ki sopo kae lali. Terusiqro’ sampe Al-Quran karo Mas WN kuimbak”. (CW.7.2)
“Dulu pakai metode beberapa jam bisamembaca kemudian para lansia tidak bisamengikuti. Kemudian pakai iqro’ dengan MasWN”. (CW.7.2)
WJ “Ngagem iqro’ niku mbak. Nek iqro’mburi niko lak enten tulisan latine, lhaniko dipadakke kaleh arabe ngoten dadossaget cepet”. (CW.8.2)
“Pakai metode iqro. Kalau pakai iqro’ bisacepat karena dibelakangnya ada carabacanya”. (CW.8.2)
3. Pernahkan sebelumnya anda mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagmaan?
SY “Dulu saya pernah ikut tapi nggeh belumbisa, terus saya ikut TPA niki mau
“Dulu saya pernah ikut tapi belum bisa,kemudian saya ikut TPA disini mau
Para lansia belum pernahmengikuti kegiatan
205
mendalami. Mendalami biar bisa betulmbak ininya cara bacanya yang bener”.(CW.5.3)
mendalami agar bisa betul cara baca Al-Quran yang benar”. (CW.5.3)
pemberdayaan melalui kegiatankeagamaan yang memberikanpengajaran mulai dari dasar.Lansia yang pernah mengikutikegiatan mengaji akan tetapihanya menggunakan metodehafalan bukan belajar dasarmembaca Al-Quran atau iqro’,jadi hanya hafal surat atau doatertentu namun belum bisamembaca.
SD “Dereng nate mbak. Kulo geh saking nolmbak wong dereng nate. Jaman mbiyenkan nek sekolah nggeh mung sekolahdereng kados jaman sak niki. Riyenmung apalan, nek a ba ta sa derengsaget”. (CW.6.3)
“Belum pernah mengkuti kegiatan seperti ini.Dulu saat sekolah belum ada pelajaranmengaji. Dulu kalau ada mengaji itu tidakbelajar cara membaca iqro’ tapi hanya hafalansaja”. (CW.6.3)
SM “Dereng nate kulo mbak, wong kulo nikimbiyen sekolahe ora ono ngajine. Kuloniku blas dereng saget moco Al-Quranmbak. Nung rong taun sinau iqro nikunggeh urung iso-iso. Sagete lekas al-quannggeh cedak-cedak niki. Wong tuwo nekumpomo mung seminggu pisan lek moconiku nek ora ono seng mulang lak yotetep kangelan to”. (CW.7.3)
“Saya belum pernah mengikuti kegiatanseperti ini. Dulu sekolah tidak diajarkan caramengaji, jadi saya benar-benar belum bisamembaca Al-Quran. Saya disini waktu belajariqro’ dua tahun belum bisa-bisa. Kalau untuklansia yang belum bisa baca iqro’, kemudiantidak ada yang guru mengajar kan tetapkesulitan” (CW.7.3)
WJ “Dereng nate kulo mbak. Kulo nikumlebete pun gelombang dua niki sareng-sareng wingi niko”. (CW.8.3).
“Belum pernah mengikuti kegiatan seperti ini.Mengikuti kegiatan ini sudah gelombangkedua”. (CW.8.3).
4. Kegiatan apa saja yang ada dalam pemberdayaan lansia ini?SY “Enten kegiatan TPA malem jumat kaleh
malem minggu. Yasinan malem jumat,malem selasa kajian mbak” (CW.5.4)
“Kegiatan yang ada adalah TPA kelompokMalam Jumat, TPA Malam Minggu, yasinan,dan kajian”. (CW.5.4)
Kegiatan yang ada dalampemberdayaan lansia di DusunGatak adalah TPA, kajian danyasinan, selain itu Dusun Gatakjuga menjadi Kampung Al-Quran yang menyediakan
SD “Nek seng TPA nggeh moco iqro’ mbak,nek kajian kaleh Bu YL niku kulo jarangmangkat terus nek yasinan ngoten nggeh
“Kalau yang TPA ya membaca iqro’ mbak,kalau kajian Bu YL saya jarang ikut, kalauyasinan ya baca yasin terus diisi dengan lain-
206
mung moco yasin terus diisi lain-lain nekenten seng ajeng dirembug ngoten”.(CW.6.4)
lain kalau ada yang mau didiskusikan”.(CW.6.4)
kegiatan untuk masyarakat luaryang ingin mengkikuti berbagaikegiatan keagamaan. TPAdibagi menjadi dua kelompokyaitu TPA iqro’ dan Al-Quran.Ada lansia dari kelompok TPAiqro’ yang sudah memasukiiqro’ 6 disarankan untukmengikuti TPA Al-Quran,lanisa tersebut merasa minderatau kurang percaya diri karenamerasa belum lancar membacaAl-Quran.
SM “TPA niku seng Al-Quran nggeh mocoQuran mbak nggko diartikke karo MasWN, nek kajian Bu YL kwi bahas berita-berita seng anyar ngono kae barang.Koyo wingi kae bahas LGBT aku ngeribanget krungune”. (CW.7.4)
“TPA kalau yang Al-Quran ya baca Al-Quranterus dikaji artinya, kalau kajian sama Bu YLmembahas tentang berita terkini sepertiLGBT”. (CW.7.4)
WJ “TPA, kajian Bu YL, yasinan niku. Mrikinggeh Kampung Al-Quran riyen mbak.Kampung Al-Quran niku nggehngadakke kegiatan ngaji ngoten nikombak, riyen nate enten cah sakingsekolah ndeker kegiatan teng mrikinggeh isine ngaji teng masjid terus sereneteng omahe warga ngoten. Kulo nikudiken teng Al-Quran tapi kulo tesehdereng saget kulo terus mboten purun.Kulo riyen tumut ping pinten ngotenterus pun. Lha rencange pun lancar kulotaseh plegak-pleguk geh mulo tumut sengkentun mawon”. (CW.8.4)
“Kegiatan yang ada adalah TPA, kajian,yasinan. Disini juga merupakan Kampung Al-Quran yaitu, serangkaian kegiatan pengajianyang diadakan di Masjid dan menginap dirumah warga. Saya sudah disuruh ikut yangAl-Quran tapi saya masih belum bisa jadisaya tidak mau. Dulu pernah ikut beberapakali tapi terus berhenti dan kembali ke TPAiqro’ karena belum lancar, sedangkan yanglain sudah lancar”. (CW.8.4)
5. Apakah anda mengikuti kegiatan pemberdayaan ini secara rutin?SY “Nggeh Alhamdulillah kula saget rutin,
wong udan deres mawon kulo mangkatmbak. Kadang nek mboten mangkat nikupas enten ewuh”. (CW.5.5)
“Alhamdulillah saya bisa mengikuti kegiatanini secara rutin, hujan deras saja tetapberangkat. Saya tidak berangkat kalau dirumah sedang ada acara”. (CW.5.5)
Para lansia mengusahakanuntuk selalu berangkat mengaji,mereka tidak berangkat disaatada keperluan keluarga sepertihajatan, ada juga yang menjagaSD “Geh sok-sok mboten mlampah kan kulo “Kadang tidak berangkat karena saya
207
taseh kagungan mbah, dados kulo ngurusmbahe kulo niku. Kan mbahe punmboten saget nopo-nopo kiambak, tengdalem nggeh entene mung kulo dadosnggeh kulo seng ngurus”. (CW.6.5)
merawat nenek yang sudah tidak bisa apa-apasendiri, di rumah juga hanya ada saya jadisaya yang merawat”. (CW.6.5)
neneknya, jika tidak ada ustadyang mengajar mereka belajarbersama-sama.
SM “Nek kulo mesti tak usahakke mangkatmbak. Wong nggeh mboten tau liburpaling nek Ustade mboten saget, palingmung moco bareng-bareng ngoten. Soalekan wes gae snek mbak, nek ora yo onoPak Rakun kae”. (CW.7.5)
“Kalau saya pasti mengusahakan berangkatmbak. TPA ini juga tidak pernah libur karenakami juga sudah membuat snack, kalaupuntidak ada Ustad yang mengajar kamimembaca Al-Quran bersama-sama”.(CW.7.5)
WJ “Mboten mesti mbak, nek nembe repotnggeh mboten. Kulo wingi mbotenmangkat pun rongjumat wong nembeenten keperluan 40 dinten tiang sepah”.(CW.8.5)
Tidak pasti, saya tidak berangkat kalausedang ada acara. Saya kemarin sudah duakali tidak berangkat karena ada hajatan”.(CW.8.5)
6. Kapan dan dimana diadakannya kegiatan pemberdayaan lansia tersebut?SY “TPA lansia itu malem jumat sama
malem minggu mbak. Malem senen wagesebulan sepindah nek niku satu Dusun.Kalau yasinan itu seminggu sekali jugadinten minggu. Ada kegiatan kajian samabu YL niku malem Selasa mbak”(CW.5.6)
“TPA lansia diadakan setiap hari Kamismalam dan Sabtu malam. Minggu malamwage setiap satu bulan sekali ada pengajianDusun. Yasinan diadakan setiap Minggumalam. Kajin setiap Senin Malam”. (CW.5.6)
Kegiatan pemberdayaan lansiadiadakan setiap hari Kamismalam untuk TPA iqro’, Sabtumalam untuk TPA A-Quran,Senin malam kajian, Kamismalam bada isya yasinan.
SD “TPA Iqro’ niku malem jumat barmagriban dugi isya’ kan damel jamaah,enten TPA kangge seng pun Al-quranniku malem minggu nggeh sami bar
“TPA iqro’ setiap Kamis malam, TPA Al-Quran setiap Sabtu malam, kajian setiapSenin malam, dan yasinan setiap Kamismalam bada isya”. (CW.6.6)
208
maghrib dugi isya’, kajian kaleh Bu Yolaniku malem selasa nggeh bar maghribdugi isya’, enten maleh yasinan malemjumat bada isya’ kadang dugi jamsepuluh”. (CW.6.6)
SM “TPA niku malem Jumat kaleh malemMinggu, enten yasinan malem Jumat,kajian malem Selasa”. (CW.7.6)
“TPA setiap Kamis malam dan setiap Sabtumalam, yasinan setiap Kamis malam, dankajian setiap Senin malam”. (CW.7.6)
WJ “TPA niku malem jumat kaleh malemminggu. Nek sing malem jumat nikuseng kangge iqro’ nek malem Mingguniku kangge seng pun Al-Quran. Yasinanniko malem jumat bada isyak, kajian BuYL malem selasa. (CW.8.6)
“TPA setiap Kamis malam untuk iqro’ danSabtu malam untuk Al-Quran. Yasinan setiapKamis malam, dan kajian setiap Seninmalam”. (CW.8.6)
7. Apakah materi yang disampaikan sudah sesuai dengan kebutuhan anda?SY “Nggeh pun mbak, wong tuwo-tuwo
mriki kan kathah seng dereng saget mbaknyatane waktu diken TPA niku nggeh dombaleni saking iqro’ 1 kok. Kajian nikunggeh sae niku mbak soale Bu YL nikumbahas tentang kehidupan sehari-hari”.(CW.5.7)
“Banyak lansia yang belum bisa membaca Al-Quran, saat diadakan TPA banyak lansia yangdatang dan semua mulai dari iqro satu, jadisaya rasa materinya sudah sesuai. Kajian jugamembahas tentang permasalahan kehidupansehari-hari”. (CW.5.7)
Menurut para lansia materiyang disampaikan sudah sesuaidengan kebutuhan lansiadikarenakan banyak lansia yangbelum bisa membaca Al-Quran,karena merasa sudah tua jadimereka ingin mendalamiagama, jika ditambah denganmateri lain lansia akan merasakesulitan dikarenakan faktorusia dan mayoritas masihbekerja disawah.
SD “Sampun mbak. Wong nek geh ajengdiisi kathah-khatah wong pun do tuwo-tuwo nggeh radi kangelan nek menurutekulo. Kan geh taseh sok do teng sawah”.(CW.6.7)
“Materinya sudah sesuai dengan kebutuhan,kalaupun mau diisi banyak kegiatan lansiaakan mengalami kesulitan karena kebanyakanmasih bekerja”. (CW.6.7)
SM “Pun sesuai niku mbak wong seng dereng “Materi yang disampaikan sudah sesuai
209
saget nggeh katah. Pas awal TPA nikomangkat kathah mbak mbok wong 50wae ono neng omahe Mas RD nikunengo kok terus do jeleh. Seng bertahannggeh kantun niko ming ora wingi kae20-30 mbak. Nek gawe snek 40wongan”. (CW.7.7)
dikarenakan banyak lansia yang masih belumbisa membaca Al-Quran. Waktu awalpembentukan ada 50 lansia yang mengikutikemudian sekarang tinggal 20-30 orang”.(CW.7.7)
WJ “Nggeh pun mbak, kan kathah sengdereng saget, nek wes tuwo ki lak yobutuh to mbak”. (CW.8.7)
“Sudah sesuai karena banyak lansia yangbelum bisa. Kalau sudah tua itu membutuhkankegiatan seperti ini” (CW.8.7)
8. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan?SY “Bar jamaah sholat maghrib niku nata
meja buat TPA niku terus ngaji. Dibukaterus baca al-fatihah terus baca doa maubelajar terus ngaji satu-satu sma gurunya.Kalo satu orang lagi ngaji terus yang lainniku baca sendiri ngoten mbak. Bar nikupun, ditutup baca doa penutup majlisterus wangsul. Nek sing yasinan nikudibuka terus baca yasin, doa, terusistirahat lain-lain terus pun. Nek kajiankaleh bu YL nggeh sami tapi khususyang perempuan”. (CW.5.8)
“Sesudah jamaah sholat maghrib para lansiadan ustad mempersiapkan tempat denganmenata meja untuk TPA. Kemudianpembukaan dengan membaca doa, tahap intiyaitu belajar. Lansia melakukan tadarusdahulu sebelum nantinya mengaji denganustadnya. Setelah itu tahap penutup yaitudengan membaca doa penutup majlis. Samahalnya dengan kegiatan yasinan dan kajian,hanya saja ditambah dengan sesi istirahat danlain-lain”. (CW.5.8)
Pada awal pelaksanaan TPA,Ustad melakukan tes kepadalansia untuk mengetahui sejauhmana kemampuan yang sudahdimiliki. Pelaksanaan kegiatankeagamaan dilakukan denganempat tahap yaitu tahappersiapan, pembukaan, inti danpenutup. Pada kegiatan TPAAl-Quran tahap persiapan paralansia dan ustad mempersiapkanmeja, microfone, Al-Quran, dantikar. Dilanjutkan pembukaanmembaca doa kemudian ustadmemberi contoh cara membacapada ayat tersebut diikuti olehpara lansia. Setelah itu para
SD “Nopo nggeh mung bar sholat maghribniko terus mulai berdoa. Terus do mocokiambak-kiambak riyen kaleh nunggugiliran. Bar niku nek mpun nggeh berdoalanjut jamaah isya’ mbak. Nek kados
“Setelah sholat maghrib kemudian dimulaidengan doa kemudian lansia tadarus dahulusambil menunggu giliran. Setelah selesaimengaji kemudian ditutup dan dilanjutkandengan jamaah sholat isya. Saat kajian
210
seng kajian niko nggeh sami, dibukaterus mirengke kajiane Bu YL terus nekajeng enteng seng ditagkletke mangkehsaget tangklet ngoten”. (CW.6.8)
pertama adalah pembukaan kemudianmendengarkan kajian, setelah itu sesi tanyajawab dan penutup”. (CW.6.8)
lanisa membaca satu orang satuayat menggunakan microfone,selanjutnya yaitu pengkajianayat dilanjutkan denganpenutup, merapikan tempat daniuran sosial. Perbedaan denganTPA iqro’ berada pada tahapinti yaitu lansia melakukantadarus sendiri sambilmenunggu giliran mengajidisimak oleh ustad, ustad jugamencatat hasil belajar di bukuprestasi setelah selesai kemudiaditutup dan merapikan tempat.Saat kajian dan yasinan terdapatsesi tanya jawab atau lain-lainsehingga lansia dapat bertanyatentang permasalahan yangdihadapi atau tetang topic yangsedang dikaji.
SM “Kados wingi kino bar sholat maghribnjuk nata meja, mic, Al-Quran, tikar. Barniku njuk dibuka karo Mas WN kui, sokomburi karo ono seng mbagekke snek. Bardibuka kan moco doa bar kuwi diwarahisikek karo Mas WN cara mocone piye.Nek wes terus siji-siji kon moco nganggomic nek salah yo dibenerke. Bar kuwinek Mas WN ora sibuk kyo wingi kae isodiwoco artine, biasane sampe setengansepuluh nek isya’ yo sholat sek. Nek karoPak GL sak ayat kudu bener. Wesrampung ngaji njuk ditutup moco doa,bar kwi ngresiki ngon terus do ngekkesosial sak ikhlase mbak”. (CW.7.8)
“Tahapannya adalah pelaksanaannya adalahpersiapan, pembukaan, acara inti, danpenutup. Persiapan tempat berupa menatameja, microfone, Al-Quran, dan tikar. Setelahitu dibuka oleh ustad dan ada yang bertugasmembagikan snack. Ustad memandu caramembaca yang benar diikuti oleh semualansia, setelah itu lansia membaca satu orangsatu ayat menggunakan mic. Jika masihmemiliki banyak waktu ustad akan mengkajiarti dari ayat-ayat tersebut. Setelah selesaiditutup dengan doa kemudian merapikantempat dan iuran sosial”. (CW.7.8)
WJ “Riyen awal masuk dites riyen dikenmaos iqro’ 1 saget nopo mboten. Nekpas TPAne niku pertamane dibukak terusbaca doa ngoten terus do baca kiambak-kiambak kaleh nunggu giliran nek punnggeh ditutup. Pas ngaji kaleh gurunenjuk mangkeh gurune nyatet teng bukuprestasi niko, nggeh mung ngoten mbak.Nek yasinan niko radi benten, enten lain-
“Awal masuk TPA dilakukan tes oleh ustaduntuk mengetahui tingkat pemahaman lanisa.Tahapan pelaksanaan kegiatan yang pertamayaitu pembukaan dengan doa kemudian kamitadarus sendiri-sendiri sambil menunggugiliran, setelah selesai kemudian ditutup.Guru juga mencatat hasil belajar di kartuprestasi. Kalau yasinan ada sesi lain-lain,karena dilaksanakan di rumah warga jadi ada
211
laine soale kan mboten teng masjid teruswektune kan mboten ketabrak isya’ dadisaget tekan jam 21.30 kadang jam 22.00.Yasinan niko biasane dibukak kaleh PakRakun terus nggeh moco-moco dungongoten niko terus moco yasin niku”.(CW.8.8)
banyak waktu untuk berdiskusi”. (CW.8.8)
9. Apakah anda terlibat dalam pengambilan keputusan terkait dengan kegiatan yang akan diselenggarakan?SY “Nggeh nek enteng kesulitan ngoten
nggeh langsung matur kaleh seng ngajarlangusung mangkeh dirembuk barengngoten”. (CW.5.9)
“Kalau ada kesulitan langsung dibicarakandengan ustadnya nanti dimusyawarahkanbagaimana solusinya”. (CW.5.9)
Narasumber yang masih aktifmenyampaikan materi dalamkegiatan TPA iqro’ adalah PakBS dan Bu LI sedangkan TPAAl-Quran yaitu Pak WN, PakGL dan Pak Rakun dilakukansecara bergantian akan tetapiyang utama adalah Pak WN,kajian dinarasumberi oleh BuYL.
SD “Geh nek enten seng ajeng dirembug gehkulo urun rembug, kados nek teng yasinangoten niko kan dirembug bareng-bareng. Terus mangkeh hasile nopo nekenten perubahan ngoten gari disanjangkekaleh gurune ngoten”. (CW.6.9)
“Ya kalau ada yang akan dimusyawarahkansaya ikut berpartisipasi, seperti saat di yasinandisana juga musyawarah bersama. Hasilmusyawarah nanti diumumkan” (CW.6.9)
SM “Mesti nek kuwi mbak, nek ono opo-opomesti musyawarahke kabeh melu usulpiye apike ngoten. Koyo pas pak GLlungo ra gelem mulang kae terus dolaporan to terus pie wong tuwo-tuwo ki?Nek ora ono seng do mimpin tetep ra isomlaku nek ora ono ustade ngono to.Terus akhire mas WN ki berjuang piecarane gen iso tetep berjalankegiatanane, bar ono Mas WN kwi lagi
“Saya pasti tertibat dalam pengambilankeputusan karena setiap ada permasalahanpasti dimusyawarahkan dengan warga. Sepertisaat Pak GL tidak mau mengajar, kami jugabermusyawarah bagaimana baiknya. Kalaulansia disuruh mengaji sendiri tidak ada yangmengarahkan kan tidak bisa. Kemudianakhirnya Mas WN yang menggantikan PakGL untuk mengajar agar kegiatan tetapberjalan”. (CW.7.9)
212
gelem mbak.” (CW.7.9)WJ “Nggeh mbak, nek enten seng pengen
diusulke nggeh ngomong kaleh gurunengoten mbak. Misale jawoh terus digantimalem sabtu ngoten”. (CW.8.9)
“Ya saya terlibat, kalau ada yang ingindiusulkan langsung saja disampaikan kepadaustadnya. Misalkan hujan kemudian TPAdiganti Jumat malam” (CW.8.9)
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAANPertanyaan
1. Apakah anda merasa mendapat penambahan ilmu tentang keagamaan setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?SY “Iya mbak saya dulu belum bisa sekarang
bisa. Saya juga seneng banyaktemennya”. (CW.5.10)
“Iya mbak saya dulu belum bisa sekarangbisa. Saya juga senang banyak temannya”.(CW.5.10)
Para lansia merasa senang danmendapatkan tambahan ilmudari kegiatan keagamaan yangtelah diikuti, dari belum bisasama sekali kemudian sekarangsudah ada yang sampai Al-Quran, dan juga mendapatkaninformasi baru dari kajiandengan Bu YL.
SD “Nggeh mbak wong kulo riyen deringsaget blas kok, sak niki Alhamdulillahpun sitik-sitik”. (CW.6.10)
“Iya, dulu saya belum bisa sama sekalisekarang sudah bisa sedikit-sedikit”.(CW.6.10)
SM “Nggeh nambah ilmune mbak nekkandani mbiyen ki kulo dereng saget blaskok sakniki Alhamdulillah pun Al-Quran. Nek kajian bu YL brang kan akehseng dibahas mbak”. (CW.7.10)
“Iya mendapat tambahan ilmu, dulu sayabelum bisa tapi sekarang sudah Al-Quran.Kajian dengan Bu YL juga mendapatkanbanyak yang dibahas”. (CW.7.10)
WJ “Nggeh mbak wong kulo niku nggehkatah seng mboten ngertos bab agama.Kan amal seng mboten tau pedhot nikukan enten tiga, amal jariyah, doa anaksholeh kaleh ilmu seng manfaat”.(CW.8.10)
“Iya mbak, saya masih kurang dalampengetahuan tentang agama. Kan amal yangtidak putus itu ada tiga, amal jariyah, doaanak sholeh dan ilmu yang bermanfaat”.(CW.8.10)
2. Apakah kegiatan pemberdayaan lansia yang anda ikuti dapat bermanfaat bagi kehidupan anda? Berikan contoh.SY “Iya mbak bermanfaat sekali karena dulu “Iya mbak bermanfaat sekali karena dulu saya Lansia merasa bahwa kegiatan
213
saya belum tau cara baca iqro’ yangbener terus kajian itu juga bisa tahuperkembangan informasi terus aturan-aturan yang ada di Al-Quran juga”.(CW.5.11)
belum tau cara baca iqro’ yang benarkemudian kajian itu juga bisa tahuperkembangan informasi dan aturan-aturanyang ada di Al-Quran”. (CW.5.11)
pemberdayaan lansia inibermanfaat bagi kehidupanmereka. Awalnya yang belumbisa membaca iqro’ sekarangsudah ada yang sampai bisa Al-Quran sehingga dapatdigunakan untuk menghafalsurat-surat pendek, mengetahuiperkembangan dan masalahterkini dan solusinyaberdasarkan Al-Quran danhadits, serta menemukanpermasalahan dalam kehidupansehari-hari dapat ditanyakankepada ustad yang mengajar.
SD “Geh bermanfaat sanget mbak wong nekpun tuwo ngeten niki nopo maleh sengperlu digolekki mbak lak nggeh sangudamel ngenjeng. Nek kulo sok ajar mocosurat pendek mbak”. (CW.6.11)
“Iya sangat bermanfaat, sudah tua seperti iniapa lagi yang perlu dicari untuk bekal besok.Saya juga kadang belajar membaca suratpendek”. (CW.6.11)
SM “Bermanfaat banget mbak dadi ngertihadits, artine Al-Quran senajan urungkabeh. Nek jenenge ngaji ki lah yo oraono luluse to. Ora mesti awake dewengerti. Pengajian buYL khusus ibu-ibudo tak kon mangkat ki do ra mangkatseng mangkat ki yo seng TPA tok kui.Seng nom-nom ki nek iso iki mendalamiilmu agama barang gen iso ngandanianake. Nek jaman saiki ora ngaji yongunu kwi mbak ngeri mbak nek kyoneng berita ngunu kwi wae aku wedidicritani bu YL” (CW.7.11)
“Bermanfaat sekali, jadi tahu tentang hadits,artinya Al-Quran walaupun belum semua.Saya itu menyuruh ibu-ibu muda untukmengikuti kajian Bu YL, tapi mereka tidakmau. Pikir saya mereka agar belajar tentangagama agar bisa menasehati anak-anaknya.Saya saja mendengarkan kajian dari bu YLjadi takut sendiri”. (CW.7.11)
WJ “Nggeh bermanfaat mbak. Kados winginiko kulo tangklet Mas BS masalah posonek mboten sahur niku turene batalnggeh nopo mboten ngoten. Kulo kansok mboten sahur nek poso niku, tapi
“Iya bermanfaat. Kemarin saya tanya padaMas BS tentang puasa kalau tidak sahurpuasanya batal atau tidak. Setelah mendapatjawaban saya menjadi tidak ragu lagi, sayatahu dasarnya”. (CW.8.11)
214
nggeh tetep kuat tetep nyambut gawe nekkulo mboten poso wah getun kulomalahan mbak. Ngoten kan kulo dasosmantep, dados ngetos dasare”. (CW.8.11)
3. Apa saja perubahan yang anda dapatkan setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?SY “Saya ya sedikit-sedikit tahu cara baca
iqro’ yang benar tajwid terus saya kalomau belajar sendiri di rumah juga jadisemangat”. (CW.5.12)
Saya sedikit-sedikit tahu cara baca iqro’ yangbenar, kalo mau belajar sendiri di rumah jugajadi semangat. (CW.5.12)
Perubahan yang didapatkanpara lansia dari kegiatan iniadalah meningkatnyapengetahuan tentang cara bacaiqro dan yasin, meningkatnyapengetahuan pengetahuantentang puasa dan sedekahsehingga dapat diterapkandalam kehidupan sehari-hariserta meningkatnya kesadaranakan belajar ilmu agama.
SD “Sakniki kulo pun saget iqro’ sitik-sitikmbak, pun ngertos moco yasin nek pasmalem jumat wingi nuku lho? Pas tutuptahun niko. Nggeh Alhamdulillah ngertosbab agomo sitik-sitik”. (CW.6.12)
“Saya sudah bisa baca iqro’ dan yasin waktumalam Jumat itu. Waktu tutup tahun itu. YaAlhamdulillah tahu tentang agama sedikit-sedikit”. (CW.6.12)
SM “Sak iki dadi ngerti berita-berita sengngandani bu YL kae mbak, saiki akuwaspada anakku yo sok tak elekke takkandan-kandani”. (CW.7.12)
“Saya jadi tahu berita terkini lewat Bu YL,sekarang saya jadi waspada dan memberi tahuanak saya”. (CW.7.12)
WJ “Kulo dados ngertos sekedik bab agamakados poso, kados sedekah niku. Senajanawake dewe wong ra duwe, tapi yo nekiso sedekah. Kulo riyen blas dereng sagetngaji sakniki pun iqro’ 6 nggehAlhamdulillah alon-alon. Geh sekedik-sekedik mbuh ditompo nopo mbotenseng penting pun usaha lak ngoten”.(CW.8.12)
“Saya jadi tahu masalah agama seperti puasa,sedekah. Walalupun orang tidak punya, tapikalau bisa ya sedekah. Dulu saya sama sekalibelum bisa baca iqro’ tapi sekarang sudahiqro’ 6. Sedikit-sedikit asal berusaha”.(CW.8.12)
4. Apakah anda menyalurkan ilmu yang anda dapat kepada orang lain? Mengapa dan bagaimana?
215
SY “Ya kalau bisa kalau kita tahu itu kankita ngasih tahu ke orang lain mbak. Tapikalau saya paling ya nasehatin anak, cucubiar belajar agama gitu mbak sebisasaya”. (CW.5.13)
“Ya kalau bisa, kalau kita tahu sebaiknyamemberi tahu ke orang lain mbak. Tapi kalausaya paling ya menasehati anak, cucu agarbelajar agama”. (CW.5.13)
Para lansia menyalurkanilmunya dengan cara memberinasehat kepada anak, cucumereka mengenai agama. Paralansia mendapat wawasan darikegiatan keagamaan mengenaihukum agama dan jugaperkembangan permasalahanyang ada saat ini, hal tersebutmenumbuhkan kekhawatiranlanisa pada generasi muda yangsangat terbuka denganperkembangan teknologiinformasi sedangkanpengetahuan tentang agamamasih kurang.
SD “Kulo nek enten putu kulo niku nggehsok kulo kandan-kandani bab agama.Bocah jaman sakniki niku lak punngertos sembarang-barang to mbak ngajinggeh jarang ibune nggeh kerja. Kulosok ngandani nek wayahe maghrib ki balisholat ojo dolan terus sok kulo ngotenke.Nek dolan bocah niku pun mbotenngertos wayah”. (CW.6.13)
“Saya menasehati cucu saya tentang agama.Anak jaman sekarang sudah tahu banyak haltapi ngajinya jarang dan ibunya juga kerja.Saya sering memberi tahu kalau sudahmaghrib harus pulang sholat, jangan mainterus”. (CW.6.13)
SM “Anak kulo niku sok tak kandani nek weskerjo ojo lali sholate. Nek neng kota kilak yo pergaulane medeni to mbak koyoseng ceritakke Bu YL kae ngeri aku. Nekneng kono ki tak kon melu kajian-kajianlak ono to”. (CW.7.13)
“Saya menasehati anak saya kalu sudahbekerja jangan lupa sholat. Kalau di Kotapergaulannya menakutkan seperti yangdiceritakan Bu YL. Saya suruh dia ikut kajiankalau disana ada” (CW.7.13)
WJ “Nggeh nek enten seng dikandani nggehdikandani, sok ngandani anakke, senajanwes gedhe tapi kan wong tua tetepngandani mbak”. (CW.8.13)
“Ya saya nasehati anak saya mbak, walaupunsudah besar tapi kan orang tua tetap memberinasehat”. (CW.8.13)
5. Apakah anda termotivasi untuk terus belajar tentang keagamaan untuk memupuk keimanan?SY “Nggeh mbak biarpun tidak sekolah tapi
nek saget ngaji itu bisa sedikit-sedikitlah,sudah tua ngeten nggeh nopo maleh seng
“Iya mbak biarpun tidak sekolah tapi kalaubisa ngaji itu bisa sedikit-sedikitlah, sudah tuabegini apalagi yang mau dicari” (CW.5.14)
Para lansia termotivasi untukmemupuk keimanan dengancara belajar agama/ ngaji
216
dipadosi mbak”. (CW.5.14) karena mereka merasa sudahtua membutuhkan bekal untukkehidupan sekanjutnya, danjuga adanya kekhawatiranlansia akan kehidupan saat ini.
SD “Geh mbak, kulo niku seneng nek konngaji damel sangu mbenjeng”. (CW.6.14)
“Iya mbak, saya senang kalau disuruh ngajiuntuk bekal kelak”. (CW.6.14)
SM “Nggeh mbak terus niku. Wong mbiyenPak GL wegah mulang kae wae terusdibingung do berjuang pokokke piyecarane kudu ngajine ki tetep mlaku kok.Jaman saiki nek ora ngaji ki wes ra isombak”. (CW.7.14)
“Iya mbak termotivasi. Dulu waktu Pak GLtidak mau mengajar saja pada bingung, kamiberjuang bagaimana caranya agar tetap bisamengaji. Jaman sekarang mengaji itu sangatpenting”. (CW.7.14)
WJ “Geh kulo pengen sinau terus mbakdamel sangu”. (CW.8.14)
“Iya saya ingin belajar terus untuk bekal”.(CW.8.14)
6. Bagaimana cara anda untuk mengaplikasikan hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari?SY “Nek ngaji niku kan nggeh soal agama
nggeh damel ibadah mbak. Sekarang bisatadarus sedikit-sedikit di rumah, kalaukajian itu bisa tahu permasalah perbaruterus mangkeh tahu penjelasane menurutIslam nggeh ngoten mbak”. (CW.5.15)
“Ngaji itu kan masalah agama ya untukberibadah mbak. Sekarang bisa tadarussedikit-sedikit di rumah, kalau kajian itu bisatahu permasalah perbaru terus nanti tahupenjelasannya menurut Islam”. (CW.5.15)
Para lansia mempunyai carayang cenderung sama dalammengaplikasikan hasil belajaryaitu dengan caramenggunakannya untukmenghafal surat pendek, untukmembaca yasin dan jugameningkatakan kualitas ibadahseperti sholat berjamaah.
SD “Damel ngapalke surat-surat pendekdalem sholat niku mbak. Kadang nek barngaji ngoten kan Bu LI nggeh sokngandan-ngandani misale nek sholatjamaah niku pahalane luwih kathahtimbang sholat kiambak ngoten, kulodados pengen sholat jamaah terus”.(CW.6.15)
“Untuk menghafalkan surat-surat pendek untksholat. Bu LI pernah memberitahu kalausholat jamaah itu pahalanya lebih banyak darisholat sendiri, saya jadi ingin sholat jamaahterus”. (CW.6.15)
SM “Nggeh dalem ngaji mbak mbiyen nikulak nek yasinan seng diwoco latine udu
“Untuk mengaji mbak dulu kalau yasinan kanyang dibaca abjadnya bukan arabnya,
217
arabe, saiki wes iso Al-Quran dadi sengdiwoco arabe”. (CW.7.15)
sekarang sudang bisa Al-Quran jadi yangdibaca arabnya”. (CW.7.15)
WJ “Nek iqro’ geh damel moco Al-Quran,nek yasinan ngoten niko kulo sok kirimdungo damel seng mboten enten. Nekniku mriki niki enten seng dislametienten seng mboten, tapi kulo taseh sokyasinan nyameti seng pun pejah. Kuloniku disanjangi wong tapi nggehkemantepane kiambak-kiambak”.(CW.8.15)
“Kalau iqro’ untuk membaca Al-Quran,membaca yasin untuk kirim doa. Disini adayang kirim doa ada yang tidak, kalau sayamasih pakai. Ya kepercayaannya masing-masing mbak”. (CW.8.15)
7. Bagaimana respon keluarga ketika anda mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?SY “Saya disuruh suami saya mbak. Saya itu
nembe setahun mbk ikut TPA ini,kelompok terakhir kulo niku. Soalekelompoke kulo bubar njuk kula gabungkaleh seng malem jumat niku”.(CW.5.16)
“Saya disuruh suami saya mbak. Saya barusetahun ikut TPA ini, saya ikut kelompokterakhir. Soale kelompok saya bubar terussaya gabung kelompok malem jumat”.(CW.5.16)
Respon keluarga para lansiayaitu mempersilahkan lansiamengikuti kegiatan tersebutbahkan ada disuruh olehsuaminya untuk mengikutikegitan tersebut, lansia jugamendapat dukungan darikeluarga dengan cara dibantuuntuk belajar saat di rumah.
SD “Nggeh sae mbak, riyen pas awal iqro’niko kulo sok ken ngajari putu kulo.Terus nek enten bab nopo seng derengpahal kulo tanglet kaleh epe kulo, tiyangelak nggeh sok ngaji teng pundi-pundingoten dados kulo sok tangklet deknene”.(CW.6.16)
“Responnya baik mbak, dulu waktu awaliqro’ saya diajari sama cucu saya. Kalau adabab yang saya belum paham saya tanya keadek ipar saya, dia kan sering pergi ngajikemana-mana jadi saya sering tanya dengandia”. (CW.6.16)
SM “Anak kulo ndukung mbak, wong anakkulo niku lak ngajar TPA cah cilik-cilikniku nggehan”. (CW.7.16)
“Anak saya mendukung mbak, anak saya kanikut mengajar TPA anak-anak”. (CW.7.16)
218
WJ “Nek mriki wong ngomah niku nggehmonggo ngoten mboten patek do, nggehpokokke terserah ngoten. Kan ngaji nikunggeh apek kangge awake dewe damelpedoman urip lak ngoten nggeh to”.(CW.8.16)
“Disni orang rumah mempersilahkan, yapokoknya terserah gitu. Mengaji itu kan baikuntuk diri kita, untuk pedoman hidup”.(CW.8.16)
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBATPertanyaan
1. Apa saja kendala anda dalam memahami informasi yang disampaikan saat kegiatan berlangsung? Mengapa?SY “Kalau saya Alhamdulillah tidak ada
mbak, paling kalau cara mengucapkanhuruf itu kan agak sulit kayak dho smagho gitu mbak menirukannya susah”.(CW.5.17)
“Kalau saya Alhamdulillah tidak ada mbak,paling kalau cara mengucapkan huruf itu kanagak sulit kayak dho sma gho gitu mbakmenirukannya susah”. (CW.5.17)
Kendala yang dialami dalammemahami informasi yangdisampaikan adalah kesulitanmenirukan tahsin yangdiajarkan oleh ustaddikarenakan struktur gigi yangsudah tidak lengkap sehinggasulit mengucapkan bacaandengan benar, kesulitan dalammengingat cara membaca jikaada ayat yang panjang.
SD “Nggeh nek dikandani cara moconengoten kadang kangelan seng nirokkembak, ilat tuwo nggeh ngeten niki.Kadang nek dimoco kiambak nikurumangsane pun bener tapi bar ngajikaleh gurune jebule salah kabeh hahanggeh ngoten mbak sitik-sitik”.(CW.6.17)
“Ya kalau diberi tahu cara membacanyakadang kesulitan menirukan, lidah orangtuaya begini mbak. Kadang kalau dibaca sendirirasanya sudah benar tapi sama ustadnyaternyata masih salah”.(CW.6.17)
SM “Leh moco kwi lho mbak lak ayatedowo-dowo to nek Al-Quran ki, sok lalipiye mau dowo banget ayate. Lha yo kuinek tuwo-tuwo kayo aku kui tegese lakyoora nganti lanyahe to. Nek koyo saknjenengan ngoten saget nganti lanyah”.
“Cara membacanya itu mbak, kan kalau Al-Quran ayatnya panjang-panjang, kadang lupacara bacanya. Kalau sudah tua seperti sayakan tidak sampai benar-benar bisa. Kalauseperti anda kan masih bisa”. (CW.7.17)
219
(CW.7.17)WJ “Kulo niku taseh sok salah teng cara
mocone niku lak kudu bener mbak nekkados ظkalehض ,غ kalehخ kudu jelasbedone”. (CW.8.17)
“Saya masih sering salah cara membacanyaseperti nda ض ,غkalehظ harus jelasbedanya”. (CW.8.17)
2. Apakah anda mengkomunikasikan kendala atau kesulitan anda kepada orang lain dalam kegiatan tersebutSY “Nek sing teng yasinan niku musyawarah
mba dados enten waktu sendiri, mananyasesi lain-lain. Lha teng mriku mangkehkadang dibahas nek enten usulan nopongoten. Nek pas TPA nek kesulitannggeh langsung takon kaleh Pak BS”.(CW.5.18)
“Kalau di yasinan itu musyawarah mbak jadiada waktunya sendiri, mananya sesi lain-lain.Kalau ada usulan nanti dibahas bersama.Kalau di TPA, kesulitan langsungdikomunikasikan dengan Pak BS”. (CW.5.18)
Dalam kegiatan yasinan paralansia mengemukakan kendalaataupun usulan secara langsungdalam sesi lain-lain didampingioleh ustad. Pada kegiatan TPA,para lansia menyampaikankendalanya secara langsungkepada ustad yang mengamputetapi ada yang masih malu dantakut untuk menyampaikannya.
SD “Nggeh mbak nek kangelan ngoten kulomatur, nek mung meneng ngeh kapanisane. Nek riyen-riyen nggeh nate isintapi sak niki pun mboten. Sak niki nekmboten saget nggeh tangklet ngoten”.(CW.6.18)
“Kalau ada kesulitan saya bilang, kalau cumadiam ya kapan bisanya. Kalau dulu pernahmalu kalau sekarang sudah tidak. Sekarangkalau tidak bisa ya langsung tanya”.(CW.6.18)
SM “Nek teng TPA niku, Pak GL telitibanget mbak nek salah yo dibenerkesampe bener, tapi yo kadang ustade dosibuk kwi mbak gandeng do duwekegiatan dewe-dewe to”. (CW.7.18)
“Kalau di TPA, Pak GL sangat teliti kalausalah ya dibenarkan sampai benar, tetapikadang ustadnya sibuk kan punya kesibukanmasing-masing”. (CW.7.18)
WJ “Nggeh niku mbak. Mboten usah isennek kados kulo ngeten. Kados Mbak NHniku salah dibenerke, wedi nek kulo kanmboten. Nek mboten saget, seng bener
“Iya mbak. Tidak usah malu seperti Mbak NHini salah kasih tahu yang benar malah takut.Kalau tidak bisa kan nanti dikasih tahu yangbenar. Kalau tidak tahu tanyakan saja kepada
220
niku pripun. Seng marai sero digetakkokulo mboten wedi. Nek ora iso terusdinengke wae yo kapan leh iso?Diomongke mawon kaleh Mas BS sengmboten saget pundi ngoten”. (CW.8.18)
Mas BS”. (CW.8.18)
3. Apa faktor pendorong dari diri anda untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?SY “Ya saya semangat gitu aja mbak, wong
pun tuwo nggeh sitik-sitik ajeng sinaungoten. Kulo nggeh sok belajar tenggriyo dewe ngoten niku”. (CW.5.19)
“Ya saya semangat gitu aja mbak, saya sudahtua ya kalau bisa sedikit-sedikit mau belajar.saya juga kadang belajar sendiri di rumah”(CW.5.19)
Faktor pendorong dari dalamdiri untuk mengikuti kegiatanpemberdayaan lansia melaluikegiatan keagamaan adalahfaktor usia, karena merasasudah tua dan membutuhkanpendalaman mengenai ilmuagama. Ketika dulu inginbelajar mengaji tetapi belumada fasilitas namun sekarangsudah ada fasilitas, merekamerasa sudah diberi jalankemudahan.
SD “Kepeng saget geh mung ngoten mbakwong pun umur-umur sementen. Wongkanca-kancane pun do saget, kulo nggehkepengen saget”. (CW.6.19)
“Ingin bisa karena sudah umur-umur sigini.Teman-teman yang lain sudah bisa, saya jugakepengen”. (CW.6.19)
SM “Yo pengen iso wae mbak. Mbiyen arepsinau ngaji urung ono TPA, lha saiki wesdigawekke TPA lak yo kepenak garekmangkat mbak”. (CW.7.19)
“Ingin bisa aja mbak. Dulu mau belajar ngajibelum ada TPA, sekarang sudah dibuatkanTPA kan sudah enak tinggal berangkat”.(CW.7.19)
WJ “Pengen saget ngoten mbak wong nekdipikir wong urip pisan bondo donyo radigowo nggeh to? Kulo nggeh pun iqro’enem pun ajeng rampung kan nggehpengene cepet saget. Geh mugi-mugilancar saget tumut rencange moco Al-Quran”. (CW.8.19)
“Ingin bisa mbak kalau dipikir hidup satu kaliharta dunia tidak dibawa ya kan? Saya jugasudah iqro’ enam sudah mau selesai ingincepat Al-Quran. Ya semoga lancar bisa ikuttemannya baca Al-Quran”. (CW.8.19)
4. Apa faktor pendorong dari luar diri anda untuk dapat mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?SY “Saya dulu pernah berlajar iqro’ sedikit
tapi carane niku benten mbak. Mbiyen“Saya dulu pernah berlajar iqro’ sedikit tapicaranya berbeda mbak. Dulu tidak ada
Faktor pendorong dari luar dirilansia yaitu metode dan sumber
221
mboten enten tulisan-tulisan hurufe nikulho mba dadi angel. Terus saya ikut TPAniku kan pake iqro’ yang ada keteranganpetunjuk latin di belakangnya itu mbakjadi saya mau belajar sendiri di rumahnggeh lumayan membantu. Suami sayakan ikut mbak, yo kadang ngajakki”.(CW.5.20)
tulisan-tulisan hurufnya jadi sulit. Kemudiansaya ikut TPA kan pakai iqro’ yang adaketerangan petunjuk latin di belakangnya itujadi saya mau belajar sendiri di rumah yalumayan membantu. Suami saya juga ikutTPA, kadang juga mengajak saya berangkat”(CW.5.20)
belajar yang lebih mudah,tempat yang dekat, ustad yangselalu memotivasi, teman yangbisa diajak mengaji bersama,termotivasi melihat teman-teman lain yang sudah bisamembaca Al-Quran, sertaanggota keluarga yangmendukung untuk mengikutikegiatan tersebut.
SD “Bu LI kadang nggeh sok ajak-ajak kenTPA terus. Gurune kan nggeh punnglegakke mosok seng ajeng diwarahimalah do mboten mangkat lak ngotenbarang. Kadang kaleh koncone nggeh sokkangsenan mangkat yo goten”.(CW.6.20)
“Bu LI dangan suka mengajak ke TPA terus.Ustad yang lain kan sudah meluangkan waktumasak yang mau diajar tidak pada berangkat.Kadang juga suka janjian sama teman-temanmau berangkat bareng gitu”. (CW.6.20)
SM “Mbiyen ki arep ngaji kangelan mbak,ndadak tekan adoh saiki lak ming garekneng masjid. Ngaji ki lak penting tombak”. (CW.7.20)
“Dulu mau mengaji saja susah mbak, harussampai jauh tempatnya sekarang hanya perludatang ke masjid. Ngaji itu kan pentingmbak”. (CW.7.20)
WJ ”Riyen-riyen kulo dereng kagungankrenteg terus ngertos kanca-kancane doiso terus kulo kepengen. Wong gurunenggeh pun nyanggupi ngajar”. (CW.8.20)
“Dulu-dulu saya belum punya niatankemudian tahu teman-temannya sudah bisasaya jadi pengen. Ustadnya juga sudah maumengajar“.(CW.8.20)
5. Apa sajakah faktor penghambat dalam diri anda untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?SY “Itu mbak kalau mau mengucapkan huruf
dengan benar itu agak sulit, kalau belajarsendiri gitu yo rumangsane sudah bener
“Kalau mau mengucapakan huruf denganbenar itu agak sulit, kalau belajar sendiri gituya rasanya sudah benar tapi setelah maju
Faktor penghambat dari dalamdiri para lansia yaitu kesulitandalam mengucapkan huruf
222
tapi setelah maju eh ternyata salahsemua” (CW.5.21)
ternyata salah semua”. (CW.5.21) dengan benar, terlalu lelahbekerja sehingga tidakberangkat TPA, sering lupa,masih sibuk mencari nafkahjadi tidak bisa belajar sendiri dirumah secara rutin.
SD “Kadang sok kesel niku mbak dadoskadang nggeh mboten mangkat. Nekenten ayat seng gandeng-gandeng dowongoten kulo sok lalai mocone”.(CW.6.21)
“Kadang suka capek mbak jadi kadang yatidak berangkat. Kalau ada ayat yangsambung panjang saya kadang lupa carabacanya”. (CW.6.21)
SM “Nek koyo aku ki wes Al-Quran tapi yorung lancar mbak, lha piye yo nek negomah hayo ra mesti sinau dewe wongkesibukan werno-werno ngeten niki,neng omah wes mikir golek ekonomimbak. Ra iso mbak, paling nek mocodelok-delok. Kene ki yo ra ono sengnganggur ki mbak kayane do sibuk”.(CW.7.21)
“Saya ini sudah Al-Quran tapi ya belumlancar, ya gimana kalau di rumah belum tentubelajar karena kesibukannya macam-macamseperti ini, di rumah sudah mikir cari ekonomimbak. Tidak bisa mbak, paling membacasebentar. Disini tidak ada yang menganggurmbak sepertinya sibuk semua”. (CW.7.21)
WJ “Nek pas sayah ngoten niko bar nyambutdamel ngoten niko mbak nopo pas entenacara teng pundi ngotene kulo nggehmboten ngaji”. (CW.8.21)
“Kalau waktu capek habis bekerja atau waktusaya ada acara ya tidak brangkat”. (CW.8.21)
6. Bagaimana cara anda mengatasi penghambat tersebut?SY “Ya belajar terus mbak walaupun salah-
salah terus ya biarin gitu haha. Yangpenting kan kita sudah berusaha”.(CW.5.22)
“Ya belajar terus mbak walaupun salah-salahterus ya biarkan saja yang pentingkan sudahberusaha”. (CW.5.22)
Cara para lansia mengatasihambatan tersebut adalahdengan cara berusaha mengikutiTPA secara rutin, belajar sendiridi rumah secara rutin, dan kalauada kesulitan langsungdisampaikan kepada ustad yang
SD “Nggeh kulo alon-alon nek moco kalehtak bolan-baleni mbak. Nek lali, pas ngajingoten niko kulo tangklet kaleh Pak BS”.
“Ya saya pelan-pelan membacanya dandiulang-ulang. Kalau lupa,waktu ngaji sayatanyakan kepad Pak BS”. (CW.6.22)
223
(CW.6.22) mengajar.SM “Yo wes piye mbak, seng penting TPA
kuwi tak usahakke mangkat teruh takutamake pokokke. Nek urung iso yopokokke mangkat terus nggko lak yodiwarahi”. (CW.7.22)
“Ya mau gimana lagi mbak, yang pentingsaya berusaha ikut TPA terus pokoknya sayautamakan. Kalau belum bisa pokoknyaberangkat terus saja nanti kan juga diajarin”.(CW.7.22)
WJ “Nggeh teng omah sinau kiambak bennek pas ngaji niko saget lancar terussaget katah ngajine”. (CW.7.22)
“Ya kalau di rumah belajar sendiri biar waktungaji bisa lancar terus bisa banyak”.(CW.8.22)
7. Apa saja faktor penghambat dari luar diri anda untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia ini?SY “Gak ada mbak, paling ya dulu itu mau
ngaji tapi kelompoknya bubar, tapi kansekarang udah gabung sama kelompoklain”. (CW.5.23)
“Tidak ada mbak, paling ya dulu itu maungaji tapi kelompoknya bubar, tapi kansekarang sudah gabung dengan kelompoklain”. (CW.5.23)
Penghambat yang berasal dariluar diri para lansia yaitu adabeberapa kelompok TPA yangbubar sehingga anggota yangtersisa harus bergabungkelompok lain, merawatanggota keluarga sehingga tidakbisa datang, ustad yang kadangsibuk dan tidak ada yangmenggantikan sedangkan paralansia kesulitan dalam bejarsendiri.
SD “Nggeh niku wau ngurus mbah kulo,kadang nggeh udan nopo enten acarangoten. Nek enten kegiatan nopo ngotennggeh sok libur. Wingi niko nembemboten enten seng ngajar dados nggehlibur, belajar kiambak”. (CW.6.23)
“Ya itu tadi merawat nenek saya, kadang yahujan atau ada acara. Kalau ada kegiatanseperti itu saya kadang libur. Kemarin itubaru tidak ada yang ngajar jadi ya libur,belajar sendiri”. (CW.6.23)
SM “Seng ngajar koyo Pak WN, Bu YL, PakBS kan tegese do sibuk to mbak dadikadang ngajine yo mung tekan isya urungdikaji artine wes kudu rampung. Kadangustade ra iso mangkat sibuk dadi ngajidewe”. (CW.7.23)
“Yang mengajar seperti koyo Pak WN, BuYL, Pak BS kan sibuk jadi kadang ngajinyahanya sampai isya, belum dikaji artinya sudahharus selesai. Kdang ustanya tidak bisa datangjadi ngaji sendiri”. (CW.7.23)
WJ “Nopo nggeh mbak? Paling nek pasgurune mboten tindak niku kan dadose
“Apa ya mbak? Paling waktu ustadnya tidakdatang kan jadinya belajar sendiri, kalau
224
belajar kiambak, nek belajar kiambak kanrumangsane bener tapi nek salah kannggeh mboten ngertos, mboten entenseng mbenerke”. (CW.8.23)
belajar sendiri kan rasanya sudah benar kalausalah kan tidak tahu, tidak ada yangmembenarkan”. (CW.8.23)
8. Bagaimana cara anda mengatasi penghambat tersebut?SY “Saya bilang sama Pak BS kalau saya
gabung aja ke kelompok yang malemJumat gitu mbak”. (CW.5.24)
Saya bilang kepada Pak BS kalau sayagabung saja dengan kelompok yang Kamismalam gitu mbak. (CW.5.24)
Cara para lansia mengatasihambatan tersebut yaitu ketikatidak dapat kelompok lansiatersebutmengkomunikasikannya denganustad untuk bergabung dengankelompok lain, jika ustad tidakbisa datang mereka belajarsendiri dan saling memberi tahujika ada kesulitan yang dialami,para lansia bermusyawarah jikaada perubahan jadwal.
SD “Nggeh nek ngurus mbah kulo ngotenkan pancen mboten saget ditinggal nggehpripun maleh mbak. Nek pas udan ngotenniko sok diganti malem sabtu ngajine.Nek mboten enten seng ngajar nggehbelajar kiambak mbak, nek enten senglali nggeh takon kancane, nek tasehmboten saget nggeh nek ngaji sesokkeditangkletke kaleh gurune ngoten”.(CW.6.24)
“Nenek saya tidak bisa ditinggal jadi ya maugimana lagi. Kalau hujan ngajinya kadangdiganti Jumat malam. Kalau tidak ada yangngajar ya belajar sendiri mbak, kalau adayang lupa ya tanya temannya, kalau masihbelum bisa besok lagi kalau ketemu Pak BSbaru ditanyakan”. (CW.6.24)
SM “Nek pas ngaji ora ono gurune y owesngaji dewe-dewe mbak nek ora iso yotakon kancane seng iso” (CW.7.24)
“Saat tidak ada ustadnya ya ngaji sendiri-sendiri, kalau tidak bisa ya tanya temannya”.(CW.7.24)
WJ “Kadang nggeh ganti malem Sabtungajine mbak. Nek ngoten niku biasanesok do rembugan riyen terus digantidinone damel gantine malem Jumat”.(CW.8.24)
“Kadang ya ganti Jumat malam ngajinyambak. Kalau begitu kan biasanyanya padamusyawarah dulu mau diganti harinya sebagaiganti Kamis malam”. (CW.8.24)
225
Lampiran 9. Triangulasi Sumber
TRIANGULASI SUMBER
A. PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN
KEAGAMAAN
1. Apa latar belakang dari penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak?
Penyelenggara “Waktu itu pas rapat pengurus masjid kan kami
membicarakan tentang gimana ini kok masjidnya masih
sepi. Kami akhirnya membuat kegiatan pengajian, nah
pengajiannya itu ada untuk ibu-ibu muda sama lansia.
Dengan maksud nantinya saat di pengajian kami juga
mau ajak-ajak supaya mereka mau rajin jamaah di
masjid sukur-sukur ngajak keluarganya”
Ustadz/ustadzah “Kami pengen warga banyak yang jamaah di masjid
biar masjidnya ramai , lalu kami bikin kegiatan
pengajian untuk lansia itu. Saya kan ikut pembetukan
dulu itu, saya ditawari untuk ngajar ya kemudian saya
ikut berpartisipasi gitu mbak”
Lansia “Disini banyak yang belum bisa membaca Al-Quran
mbak, awal kegiatannya dimulai saja semua mulai dari
iqro’ satu dites pada belum bisa”
Kesimpulan Latar belakang dibentuknya kegiatan pemberdayaan
lansia melalui kegiatan keagamaan adalah pengurus
226
menginginkan warga menjadi rajin berjamaah di masjid
agar masjid menjadi ramai. Selain itu para lansia
menginginkan adanya kegiatan keagamaan,
dikarenakan kebanyakan dari para lansia belum bisa
membaca Al-Quran. Oleh karena itu pengurus ingin
memfasilitasi para lansia dalam belajar keagamaan
melalui pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan.
2. Bagaimana cara perekrutan warga belajar dalam pemberdayaan lansiadi
Dusun Gatak?
Penyelenggara “Kami mengumumkan di masjid kalau ada kegiatan-
kegiatan gitu mbak, terus warga yang mau ikut tinggal
dateng”
Ustadz/ustadzah “Kami umumkan melalui pengeras suara di masjid dan
juga dipertemuan-pertemuan lain. Waktu pertemuan
pertama kami tes dulu mereka bisa sampai mana dan
ternyata belum bisa semua merekanya”
Lansia “Diumumkan di Masjid kalau ada kegiatan mengaji.
Pengumuman juga disampaikan saat acara
perkumpulan”
Kesimpulan Perekrutan lansia diadakan dengan cara mengumumkan
dan mengundang lansia melalui pengeras suara Masjid
dan di kegiatan perkumpulan lain, di awal pertemuan
227
para lansia dites terlebih dahulu.
3. Bagaimana perencanaan pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan yang diselenggarakan?
Penyelenggara “Kami pihak pengurus musyawarah waktu itu terus
dipertemuan selanjutnya kami mulai koordinasi lebih
lanjut dengan wakil remaja dan beberapa pihak lalu
kami tawarkan kalau ada yang mau membantu
mengajar”
Ustadz/ustadzah “Pengurus musyawarah mbak bagaiamana caranya
meramaikan masjid, kahirnya dibuat kegiatan-kegiatan
dengan memberdayakan lansia”.
Lansia “Semua yang merencanakan itu pengurus mbak, kami
tinggal jalan”
Kesimpulan Perencanaan pemberdayaan lansia dilakukan oleh
pengurus masjid dan perwakilan remaja kemudian
dipilih pengajar, tempat, materi dan juga dana serta
kelengkapan untuk kegiatan-kegiatan yang ada di
pemberdayaan lansia.
4. Apakah pemberdayaan lansia tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan
lansia?
Penyelenggara “Disini memang waktu itu kegiatan keagamaan masih
sedikit mbak dan waktu dites itu ternyata masih banyak
yang belum bisa”
228
Ustadz/ustadzah “Pada awal dulu dibentuknya itu banyak sekali yang ikut
dan mereka memang belum bisa membaca Al-Quran jadi
saya rasa materinya sudah sesuai Pada awal dulu
dibentuknya itu banyak sekali yang ikut dan mereka
memang belum bisa membaca Al-Quran jadi saya rasa
materinya sudah sesuai”
Lansia “Materi yang disampaikan sudah sesuai dikarenakan
banyak lansia yang masih belum bisa membaca Al-Quran.
Waktu awal pembentukan ada 50 lansia yang mengikuti”
Kesimpulan Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan sudah
sesuai dengan kebutuhan para lansia di Dusun Gatak
dikarenakan banyak lansia yang belum bisa membaca Al-
Quran dan juga ada keinginan dari para lansia sendiri.
5. Kapan pemberdayaan lansia melalui kegiatan tersebut diadakan?
Penyelenggara “Disini TPA yang iqro itu malem Jumat, kalau yang
Al-Quran malem Minggu. Kajiannya malem Selas,
yasinan malem Jumat bada isya’”
Ustadz/ustadzah “Disini ada beberapa kegiatan mbak yang TPA itu ada
dua, TPA Al-Quran setiap malam Minggu dan TPA
iqro’ setiap malam Jumat. Ada lagi yaitu kajian setiap
malam Selasa dan yasinian setiap malam Jumat bada
isya. Ada lagi pengajian setiap sebulan sekali kalau itu
untuk umum semua boleh ikut tidak hanya yang
229
lansia”.
Lansia “TPA setiap Kamis malam untuk iqro’ dan Sabtu
malam untuk Al-Quran. Yasinan setiap Kamis malam,
dan kajian setiap Senin malam”.
Kesimpulan Pemberdayaan lansia melalui kegiatan dilaksanakan
pada Kamis malam untuk TPA Iqro’, Sabtu malam
untuk TPA Al-Quran, yasinan setiap Kamis malam
bada isya dan kajian setipan Selasa malam.
6. Apa metode yang anda gunakan dalam menyampaikan materi kegiatan?
Penyelenggara “Kami dulu nyoba pakai metode An-Nur mbak tapi
ada beberapa kelompok tidak bisa mengikuti, akhirnya
mereka pakai yang metode iqro”
Ustadz/ustadzah “Ya TPA pembelajarannya pakai metode iqro’. Dulu
kan juga sempat kerjasama dengan Fan Tahsin, tapi
kan mereka belum bisa baca sama sekali mbak jadi
agak kurang pas dengan itu ya terus cuma ngisi berapa
kali gitu terus udah dilanjut iqro. Kalau kajian jelas
kami menggunakan metode ceramah dalam
penyampaiannya”
Lansia “TPA memakai metode iqro’ dan kajian mendengarkan
materi dari Bu YL”
Kesimpulan Metode yang saat digunakan dalam TPA adalah
metode iqro’, sedangkan kajian menggunakan metode
230
ceramah.
7. Apa sarana dan prasarana yang digunakan dalam pemberdayaan lansia?
Penyelenggara “Di masjid sudah tersedia semua mbak tikar, mic ada,
Al-Quran, iqro’, lemari, papan tulis, meja”
Ustadz/ustadzah “Di Masjid itu sudah ada meja, tikar, rak tempat iqro,
kayak buku prestasi itu, Al-Quran, microfone,
papantulis”
Lansia “Menggunakan meja, iqro, Al-Quran, mic, tikar, buku
prestasi”
Kesimpulan Sarana dan prasarana yang digunakan dalam
pemberdayaan lansia adalah ruangan masjid, tikar,
microfone, Al-Quran, iqro’, buku prestasi, almari,
papan tulis, meja, yasin.
8. Bagaimana tahap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan?
Penyelenggara “Tahap pelaksanaan pembelajarannya itu kan pertama
persiapan tempat, terus pembukaan, baca doa,
kemudian nanti ngaji, setelah itu penutup”
Ustadz/ustadzah “Pembukaan, baca doa mau belajar, dan ditutup pakai
doa penutup mejlis. Kalau yang yasinan ya sama,
dibuka dulu baca Al-Fatihah terus baca yasin, sesi lain-
lain untuk berdiskusi. Kalau kajian itu setelah dibuka,
kami kasih materi dengan ceramah. Setelah selesai,
mereka boleh tanya, dan ditutup pakai doa penutup
231
mejlis”
Lansia “Tahapannya adalah pelaksanaannya adalah. Persiapan
tempat berupa menata meja, microfone, Al-Quran, dan
tikar. Setelah itu dibuka oleh ustad dan ada yang
bertugas membagikan snack. Ustad memandu cara
membaca yang benar diikuti oleh semua lansia, setelah
itu lansia membaca satu orang satu ayat menggunakan
mic. Jika masih memiliki banyak waktu ustad akan
mengkaji arti dari ayat-ayat tersebut. Setelah selesai
ditutup dengan doa kemudian merapikan tempat dan
iuran sosial”
Kesimpulan Tahap pelaksanaan kegiatan-kegiatan di pemberdayaan
lansia secara garis besar adalah tahap persiapa,
pembukaan, inti, dan penutup. Terlebih dahulu
mempersiapkan tempat, kemudian dibuka oleh
ustadz/ustadzah dan memasuki acara inti yaitu belajar,
para lansia dapat bertanya tentang materi pembelajaran
setelah selesai ditutup dengan berdoa.
9. Berapa jumlah lansiayang mengikuti pemberdayaan lansia di Kelompok
ini?
Penyelenggara “Daftar hadir pertama pertemuan itu sampai sekitar 50
orang yang ikut”
Ustadz/ustadzah “TPA malem jumat yang aktif biasanya 7 kadang 5.
232
Kalau yang Al-Quran itu banyak mbak 30 lebih,
yasinan 40 lebih mbak kan campur”
Lansia “Waktu awal pembentukan ada 50 lansia yang
mengikuti kemudian sekarang tinggal 20-30 orang”
Kesimpulan Jumlah lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia
yaitu secara keseluruhan sebanyak 40 orang, 20-30
orang dari TPA Al-Quran dan 5-7 orang dari TPA
iqro’.
10. Apakah ada tindak lanjut dari pemberdayaan lansia tersebut?
Penyelenggara “Tindak lanjutnya belum ada mbak karena
perkembangannya kan pelan-pelan. Kalaupun
dibuatkan kegiatan yang macem-macem itu takutnya
malah memberatkan”
Ustadz/ustadzah “Tidak ada tindak lanjutnya mbak, sudah pada tua kan
kalau kebanyak kegiatan kasihan”
Lansia “Cuma ngaji-ngaji itu, itu aja dari dulu belum lancar-
lancar mbak”
Kesimpulan Belum ada tindak lanjut dari pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan yang sudah
diselenggarakan.
B. HASIL KEGIATAN PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI
KEGIATAN KEAGAMAAN
233
1. Apakah anda melakukan evaluasi pembelajaran dalam pelakasanaan
pemberdayaan lansia ini?
Penyelenggara “Dari kami pengurus tidak ada evaluasi, mungkin
diadakannya sama gurunya yang ngajar”
Ustadz/ustadzah “Tidak ada evaluas mbak, adanya ya pakai EBTA
itu di iqro”
Lansia “Evaluasinya dari EBTA itu kalau mau naik jilid
selanjutnya”
Kesimpulan Evaluasi hanya ada pada kegiatan TPA yaitu
Ustad/ustadzah melakukan evaluasi pembelajaran
menggunakan halaman EBTA.
2. Apa saja perubahan yang terjadi pada lansia saat sebelum dan sesudah
mengikuti kegiatan ini?
Penyelenggara “Perubahannya yang jelas kegiatan keagamaan
sekarang jadi banyak, mereka juga lebih sering
jamaah di masjid, lansia pun juga masih belajar dan
mereka rajin”
Ustadz/ustadzah “Beberapa diantara mereka jadi sering jamaah di
Masjid, dulu banyak warga muslim yang pelihara
anjing dan sekarang sudah berkurang”
Lansia “Sudah bisa baca iqro’ dan yasin, tahu berita terkini
lewat kajian, tahu masalah agama seperti puasa,
sedekah, jadi sering ke masjid”
234
Kesimpulan Perubahan yang terjadi pada lansia saat sebelum
dan sesudah mengikuti beberapa kegiatan di
pemberdayaan lansia yaitu lansia menjadi semakin
rajin berjamaah di masjid, bisa membaca iqro’ dan
Al-Quran, berkurangnya keluarga lansia yang
memelihara anjing.
3. Apakah para lansia merasa terfasilitasi dengan adanya kegiatan
pemberdayaan lansia ini?
Penyelenggara “Ya terfasilitasi mbak kan dulu beluam ada kegiatan
kayak gini, lansia juga belum bisa mengaji, mereka
juga pengen bisa dan pengen belajar”
Ustadz/ustadzah “Mereka merasa terfasilitasi, dulu kan belum ada
ngaji kayak gini mbak belum ada TPA dan saya
rasa pemahaman tentang agama juga belum
banyak”
Lansia “Kami senang dengan adanya kegiatan-kegiatan ini,
dulu mau belajar ngaji itu susah apalagi kalau sudah
tua gini”
Kesimpulan Para lansia merasa terfasilitasi karena dulu di Dusun
Gatak belum ada pemberdayaan lansia dan lansia
dulu merasa kesulitan untuk belajar karena belum
ada yang menfasilitasi”
235
4. Apakah para lansia termotivasi mengikuti kegiatan tersebut?
Penyelenggara “Mereka termotivasi mbak dari sekian kelompok
yang dulu ada dan sekarang tinggan dua kelompok
itu, mereka yang masih berangkat itu termotivasi
mbak mereka semangat-semangat”
Ustadz/ustadzah “Para lansia termotivasi mbak kalau yang ikut
terus itu mereka kadang minta ganti hari kalau
misalkan tidak bisa, hujan saja mereka tetep
berangkat”
Lansia “Saya pasti usahakan betul untuk berangkat,
ustadznya sudah mau mengajar kok masak yang
mau diajari tidak berangkat, kegiatannya kan
bermanfaat banget”
Kesimpulan Para lansia termotivasi mengikuti kegiatan dalam
pemberdayaan lansia karena mereka merasa butuh
dan juga ada banyak pihak yang mendukung
mereka.
5. Apakah para lansia terbuka dalam menyampaikan pendapat atau kritik
dan saran?
Penyelenggara “Terbuka mbak mereka itu, kalau mau ada
perubahan atau apa ya itu mereka musyawarah
nanti bilang ke kami”
236
Ustadz/ustadzah “Mereka terbuka, suka tanya tentang materi tanya
cara bacanya gimana, kadang juga ada yang tanya
masalah sholat atau puasa”
Lansia “Kalau ada kesulitan saya bilang, kalau cuma diam
ya kapan bisanya, di kajian juga sering tanya
masalah yang saya alami, kalau di yasinan itu
musyawarah jadi ada waktunya sendiri”
Kesimpulan Para lansia terbuka dalam menyampaikan
pendapat, kesulitan, kritik maupun saran kepada
ustadz/ustadzah dan juga pengurus.
C. FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT
1. Apa saja faktor pendukung dalam pelaksanaan pemberdayaan lansia
tersebut?
Penyelenggara “Faktor pendorongnya itu warganya sendiri juga
gampang digerakkan, Dusun kami ini juga
mendapat julukan Kampung Al-Quran jadi kami
merasa harus pempertanggung jawabkan julukan
itu”
Ustadz/ustadzah “Pendukungnya salah satunya ada fasilitas, dari
mbah-mbahnya juga semangat, mereka merasa
butuh”
Lansia “Keluarga saya mendukung mbak, karena sudah
237
umur-umur sigini juga, teman-teman yang lain
sudah bisa, saya juga kepengen
Kesimpulan Faktor pendorong atau pendukung pelaksanaan
pemberdayaan lansia adalah fasilitas yang
lengkap, semangat dari lansia, motivasi dari
keluarga dan teman sesama lansia.
2. Apa sajakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan
tersebut?
Penyelenggara “Kurang pengajarnya, masalah waktu mereka
hanya mempunyai waktu luang di malam hari”
Ustadz/ustadzah “Kami semua yang ngajar punya kesibukan
penghambatnya masalah waktu, , mbah-mbahnya
sering lupa”
Lansia “Kalau diberi tahu cara membacanya kadang
kesulitan menirukan, kadang lupa cara bacanya”
Kesimpulan Faktor prnghambat pelaksanaan pemberdayaan
lansia yaitu keterbatasan pengajar, sedikitnya
waktu luang yang dimiliki baik lansia maupun
pengajarnya, lansia kesulitan menirukan bacaan
yang benar dan lansia sering lupa.
3. Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat pelaksanaan
pemberdayaan tersebut?
238
Penyelenggara “Pengajarnya gantian mbak kalau emang ga bisa
semua ya ada yang usul ganti hari biasanya,
kepepetnya ya belajar sendiri mereka”
Ustadz/ustadzah “Kalau pas ga ada yang ngajar ya kadang diganti
hari atau mereka belajar sendiri, masalah lupa itu
agak sulit, kami sudah melakukan beberapa cara
seperti membuat permisalan bentuknya seperti
hewan apa gitu”
Lansia “Ya saya pelan-pelan membacanya dan diulang-
ulang kalau lupa,waktu ngaji saya tanyakan”
Kesimpulan Cara mengatasi faktor penghambat pelasanaan
pemberdayaan lansia yaitu dengan cara membuat
jadwal mengajar dan saling bergantian,
memanfaatkan waktu belajar untuk bertanya
kesulitan yang dialami, mengganti hari jika dihari
tersebut tidak bisa, membuat permisalah hewan atau
bentuk lain untuk memudahkan lansia dalam
mengingat huruf.
239
Lampiran 10. Triangulasi Metode
TRIANGULASI METODE
NO. ASPEK YANG
DITELITI
OBSERVASI WAWANCARA DOKUMENTASI KESIMPULAN
1. Pemberdayaan Lansia
Melalui Kegiatan
Keagamaan
Pemberdayaan lansia
melalui kegiatan
keagamaan meliputi
kegiatan TPA, yasinan,
dan kajian. Kegiatan
tersebut dilaksanakan
pada hari Kamis
malam, Sabtu malam,
dan Senin malam.
Jumlah lansia yang
Berdasarkan wawancara
yang dilakukan oleh
Peneliti kepada Subyek
Penelitian,
pemberdayaan lansia
melalui kegiatan
keagamaan diadakan
dengan latar belakang
yaitu berdasarkan
musyawarah pengurus
Foto, susunan
pengurus masjid
Al-Iman
Pemberdayaan lansia
melalui kegiatan
keagamaan dilatar
belakangi oleh
keinginan untuk
meramaikan masjid
dengan cara membuat
berbagai kegiatan
keagamaan.
Pemberdayaan
240
mengikuti kegiatan
tersebut yaitu sebanyak
37 orang diantaranya 30
orang di TPA Al-
Quran, dan 7 orang di
TPA iqro’. Metode
yang digunakan dalam
pembelajaran adalah
metode iqro’ pada TPA
iqro, sedangkan TPA
Al-Quran disampaikan
menggunakan metode
ceramah dan praktek,
yasinan dilaksanakan
masjid beserta
perwakilan remaja
berniat untuk
meramaikan masjid
dengan berbagai
kegiatan agar warga
juga rajin berjamaah.
Pengurus kemudian
mengumpulkan warga
dan membentuk
kelompok sesuai usia
dan ternyata banyak
lansia yang tertarik
dengan kegiatan
dilaksanakan pada
Kamis malam, Sabtu
malam, dan Senin
malam. Jumlah lansia
yang mengikuti
pemberdayaan yaitu
sebanyak 50 orang
dengan lansia aktif
sebanyak 37 orang.
Metode yang
digunakan adalah
ceramah dan praktek.
Media yang digunakan
adalah iqro’ dan.
241
menggunakan metode
praktek, dan kajian
menggunakan metode
ceramah. Media yang
digunakan adalah iqro’
dan. Sarana dan
prasarananya adalah
ruangan masjid, meja,
mic, tikar, papan tulis,
buku prestasi, dan
almari. Al-Quran.
Pelaksanaan TPA dan
kajian berada di Masjid
Al-Iman sedangkan
tersebut. Akhirnya
pengurus memfasilitasi
para lansia untuk
belajar dan
membuatkan beberapa
kegiatan yaitu TPA,
yasinan, dan kajian
yang dilaksanakan pada
Kamis malam, Sabtu
malam, dan Senin
malam. Total lansia
yang mengikuti
kegiatan pemberdayaan
ini yaitu sebanyak 50
Sarana dan
prasarananya adalah
ruangan masjid, meja,
mic, tikar, papan tulis,
buku prestasi, dan
almari.
242
yasinan dilaksanakan di
rumah warga secara
bergantian untuk
menyambung tali
silaturahim.
Ustadz/ustadzah yang
mengajar yaitu Pak BS,
Pak WN, Bu LI, dan Bu
YL, dibantu oleh Pak
Rakun. Tahap
pembelajaran yang
dilakukan adalah tahap
persiapan, pembukaan,
inti, dan penutup.
orang. Pengajarnya
yaitu Pak BS, Pak WN,
Bu LI, dan Bu YL,
dibantu oleh Pak
Rakun.
243
2. Hasil Pemberdayaan
Lansia Melalui
Kegiatan Keagamaan
Hasil pemberdayaan
melalui kegiatan
keagamaan ini adalah
kemampuan para lansia
dalam membaca iqro’
dan Al-Quran, para
lansia mempunyai
kegiatan yang diikuti
secara rutin, lansia
menjadi rajin berjamaan
di Masjid.
Berdasarkan wawancara
yang dilakukan oleh
Peneliti kepada Subyek
Penelitian, hasil
pemberdayaan lanisa
melalui kegiatan
keagamaan adalah
berkurangnya warga
muslim di Dusun Gatak
yang memelihara
anjing, bertambahnya
pengetahuan lansia
mengenai hukum
agama, para lansia yang
Foto Hasil Pemberdayaan
lansia melalui kegiatan
keagamaan yaitu
meningkatnya
kemampuan lansia
dalam membaca iqro’
dan Al-Quran,
bertambahnya
wawasan keagamaan
yang dimiliki oleh
lansia, lansia rajin
berjamaah di masjid,
lansia aktif dalam
mengikuti berbagai
244
rajin berjamaan,
kemajuan dalam
membaca iqro’ dan Al-
Quran.
kegiatan.
3. Faktor Penghambat Hal yang menjadi
faktor penghambat
dalam pemberdayaan
lansia adalah waktu
pembelajaran yang
terbatas, lansia yang
sering lupa, dan kondisi
fisik yang
menyebabkan kesulitan
mengucapkan kalimat
Menurut subyek
penelitian yang menjadi
faktor penghambat
pelaksanaan
pemberdayaan lansia ini
adalah kurangnya
ustadz/ustadzah yang
mengajar, keterbatasan
waktu, dan lansia yang
sering lupa.
Foto Faktor penghambat
dalam pelaksanaan
pemberdayaan lansia
ini adalah waktu
pembelajaran yang
terbatas, lansia yang
sering lupa, dan
kondisi fisik yang
menyebabkan
kesulitan
245
dengan benar. mengucapkan kalimat
dengan benar, dan
kerangnya tenaga
pengajar.
4. Faktor Pendorong Yang menjadi faktor
pendorong dalam
pemberdayaan lansia ini
adalah fasilitas yang
mendukung, lansia
yang mempunyai
semangat tinggi dalam
belajar, pengajar yang
mau meluangkan waktu
dan sabar membimbing
Menurut subyek
penelitian faktor
pendorong
pemberdayaan lansia ini
adalah lansia yang
mudah digerakkan,
fasilitas yang
memadahi, dan lansia
yang semangat.
Foto Faktor pendorong
dalam pemberdayaan
fasilitas yang
mendukung, lansia
yang mempunyai
semangat tinggi dalam
belajar, pengajar yang
mau meluangkan
waktu dan sabar
membimbing lansia
246
lansia dalam belajar,
lansia yang saling
memberikan semangat
kepada lansia lain, dan
keluarga yang
mendukung.
dalam belajar, lansia
yang saling
memberikan semangat
kepada lansia lain, dan
keluarga yang
mendukung.
247
Lampiran 11. Catatan Lapangan
Catatan Lapangan 1
No : 01
Tanggal : 02 Mei 2016
Waktu : 16.00 WIB – 17.30 WIB
Tempat : Rumah Ibu LI
Kegiatan : Observasi awal
Deskripsi
Pada hari Senin, 02 Mei 2016 peneliti melakukan observasi awal di rumah Ibu
LI salah satu tutor kegiatan keagamaan di Dusun Gatak. Ibu LI menyambut
dengan ramah kedatangan peneliti. Peneliti menyampaikan maksud dari
kedatangan peneliti ke rumah Ibu LI. Ibu LI memberitahu bahwa untuk perijinan
penelitian lebih baik disampaikan kepada Bapak BS sebagai pengelola. Ibu LI
kemudian memberikan nomer telfon Bapak BS untuk mengatur waktu pertemuan.
Ibu LI berkenan untuk menceritakan tentang kegiatan keagamaan yang ada di
Dusun Gatak. Kegiatan keagamaan tersebut salah satunya yaitu kegiatan
keagamaan untuk lansia. TPA Lansia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok lansia yang sudah Al-Qur’an dan kelompok lansia yang masih Iqro’.
TPA lansia yang sudah Al-Qur’an dilaksanakan pada hari sabtu malam ba’da
maghrib sampai waktu isya’ di Masjid Dusun Gatak. Ibu LI juga menceritakan
tentang latar belakang dari terbentuknya TPA Lansia dan kegiatan keagamaan lain
yang diadakan di Dusun Gatak. Kegiatan ini diadakan oleh Takmir Masjid
berdasarkan dari kebutuhan dan keinginan warga Dusun Gatak sendiri.
248
Takmir memberikan kesempatan kepada semua warga Dusun Gatak yang
ingin mengikuti kegiatan keagamaan. Ibu LI juga mengungkapkan bahwa
kegiatan keagamaan diadakan di Masjid agar semakin banyak warga Dusun Gatak
yang berjamaah di Masjid dan dapat mempunyai kesadaran lebih akan wawasan
keagamaan. Setelah pembicaraan dilakukan, karena waktu sudah menunjukkan
waktu maghrib peneliti memutuskan untuk mengakhiri pertemuan kali ini. Peneliti
mengucapkan terimakasih, kemudian berpamitan.
249
Catatan Lapangan 2
No. : 02
Tanggal : 04 Mei 2016
Waktu : 11.00 WIB - 12.00 WIB
Tempat : TK IT
Kegiatan : Observasi awal
Deskripsi
Pada hari Rabu, 04 Mei 2016 peneliti datang ke TK IT untuk bertemu dengn
Bapak BS untuk melakukan observasi awal. Saat peneliti meminta waktu kepada
Bapak BS untuk observasi awal beliau sangat sibuk, sehingga beliau menyuruh
peneliti untuk datang ke TK IT tempat beliau mengajar. Peneliti dipersilahkan
masuk ke ruang guru oleh salah seorang guru dan disuruh menunggu sebentar.
Setelah Bapak BS datang, peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud
dari kedatangan peneliti untuk melakukan penelitian di Dusun Gatak yaitu tentang
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan. Bapak BS menyambut dengan
ramah kedatangan peneliti dan mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian.
Bapak BS menjelaskan bahwa di Dusun Gatak mempunyai banyak kegiatan
keagamaan. Kegiatan tersebut yaitu kegiatan TPA anak-anak, TPA lansia, TPA
ibu-ibu muda, pengajian yasinan dan pengajian senin paingan. Bapak BS juga
menceritakan tentang Dusun Gatak yang mempunyai julukan “Kampung Al-
Qur’an”. Bakap BS menyarankan peneliti untuk langsung mengamati kegiatan
secara langsung pada hari kamis saat kegiatan TPA berlangsung. Peneliti merasa
250
sangat senang karena diberikan kemudahan dalam memperoleh data informasi
dari pemberdayaan lansia yang ada di Dusun Gatak.
Setelah berbincang cukup lama, peneliti sudah memperoleh izin untuk
pengamatan di Dusun Gatak kemudian peneliti mengucapkan banyak terimakasih.
peneliti pun segera berpamitan dikarenakan Bapak BS ada kegiatan lagi. Peneliti
juga meminta maaf karena sudah mengganggu waktu beliau serta minta maaf
apabila banyak kesalahan dalam bertanya, akhirnya penelitipun segera
berpamitan.
251
Catatan Lapangan 3
No. : 03
Tanggal : 07 Mei 2016
Waktu : 17.00 WIB – 18.00 WIB
Tempat : Rumah Takmir Masjid
Kegiatan : Menyerahkan Surat Izin Penelitian
Deskripsi
Peneliti datang ke rumah takmir masjid yaitu Bapak RW dengan tujuan
menyerahkan surat izin penelitian. Peneliti datang sesuai dengan waktu yang telah
disepakati sebelumnya. Sampai disana peneliti menunggu sebentar karena Bapak
RW baru saja pulang dari sawah. Peneliti menyampaikan maksud dari kedatangan
peneliti kepada Bapak RW. Bapak RW menerima surat izin penelitian dan juga
mempersilahkan peneliti untuk melakukan penelitian di TPA lansia Dusun Gatak.
Peneliti kemudian menjelaskan alur penelitian dan juga kebutuhan peneliti dalam
penelitian ini kepada Bapak RW.
Bapak RW menyarankan kepada peneliti untuk melakukan wawancara
dimalam hari dikarenakan peserta TPA lansia mayoritas masih bekerja di sawah
dan baru pulang sore hari. Peneliti sangat senang dengan keterbukaan dan juga
saran dari Bapak RW. Setelah dirasa cukup peneliti mengucapkan terimakasih dan
segera berpamitan.
252
Catatan Lapangan 4
No. : 04
Tanggal : 09 Mei 2016
Waktu : 17.00 WIB – 18.45 WIB
Tempat : Masjid Al-Iman
Kegiatan : Observasi
Deskripsi
Hari Senin, 09 Mei 2016 peneliti melakukan observasi di Masjid Al-Iman
Dusun Gatak. peneliti ingin melakukan observasi kegiaatan keagamaan yang
dilaksanakan pada hari itu yaitu kajian. Peleniti sampai di Masjid Dusun Gatak
pada pukul 17.00 WIB, seperti biasa sambil menunggu waktu kegiatan peneliti
mengamati lingkungan sekitar. Suasana Masjid sepi waktu itu dan hanya ada
beberapa warga yang berlalulalang pulang dari sawah. Pada observasi kali ini
peneliti tidak membuat janji terlebih dahulu dengan ustadz/ustadzah yang akan
mengajar pada malam itu.
Sampai tiba waktu maghrib para jamaah berbondong-bondong datang ke
Masjid, beberapa dari mereka adalah para lansia. Setelah berjamaah peneliti
menghampiri Bu YL dan memperkenalkan diri serta menyampaikan hajat
kedapatngan peneliti. Bu YL memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan
observasi. Kemudian Bu YL dan para lansia menata tempat untuk kajian. Ibu YL
membuka kegiatan dengan salam kemudian berdoa bersama dilanjutkan dengan
penyampaian materi kajian. Materi pada malam hari itu adalah kajian tentang
puasa. Ibu YL menjelaskan tentang hukum puasa Ramadhan dan syarat sah
253
berpuasa Ramadhan. Setelah menyampaikan materi, Bu YL mempersilahkan
kepada para lansia untuk bertanya. Saat itu lansia yang hadir yaitu sebanyak 17
orang. Ada lansia yang bertanya tentang hukum puasa yang dilakukan tanpa sahur
terlebih dahulu. Bu YL kemudian menjelaskan hukum puasa tersebut.
Setelah melakukan pengamatan, adzan isya’ sudah berkumandang
kemudian Bu YL mencukupkan kajian pada hari ini. Peneliti kemudian bersama-
sama dengan para lansia mengikuti sholat isya’ berjamaan. Setelah jamaah selesai
peneliti berpamitan kepada Bu LY dan para lansia.
254
Catatan Lapangan 5
No. : 05
Tanggal : 12 Mei 2016
Waktu : 17.30 WIB – 18.45 WIB
Tempat : Masjid Al-Iman
Kegiatan : Observasi
Deskripsi
Pada hari Selasa, 10 Mei 2016 peneliti datang ke Masjid Al-Iman Dusun
Gatak untuk melakukan observasi. Peneliti sampai di lokasi pukul 17.00 WIB
sambil mengamati keadaan lingkungan. Tiba waktu maghrib warga mulai
berbondong-bondong datang ke Masjid untuk berjamaah. Peneliti melihat para
lansia juga datang untuk berjamaah meskipun kondisi saat itu masih gerimis. Para
jamaah terbiasa dengan saling bersalaman meskipun dengan orang yang belum
dikenal.
Setelah jamaah selesai, ustadz BS bersama-sama menata meja untuk
kegiatan TPA. Saat itu yang datang di TPA iqro’ ada lima orang lansia. Setelah
mempersiapkan tempat kegiatan TPA segera dimulai. Ustadz BS membuka
kegiatan dan membimbing para lansia untuk bersama-sama membaca doa
sebelum belajar. Setelah berdoa kemudian lansia satu-satu mebaca iqro dengan
dinilai oleh ustadz BS. Ketika satu lansia sedang mengaji, lansia lain menunggu
sambil berlatih membaca halaman yang akan dibaca nanti dihadapan ustadz BS.
Pada hari itu ustadz yang datang hanya ustadz BS, dan kedua anaknya
yang masih kecil ikut ke Masjid. Saat TPA berlangsung anak-anak tersebut
255
bermain di ruangan Masjid sehingga menjadi agak bising, akan tetapi terlihat para
lansia tidak terganggu dan masih dapat fokus dalam mengaji. Tidak lama
kemudian setelah para lansia mengaji satu persatu, ustadz BS mempersilahkan
peneliti untuk menyampaikan tujuan kedatangan peneliti. Peneliti
memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan kedatangan di TPA lansia
tersebut yaitu untuk penelitian. Para lansia merasa senang dan memberikan ijin
untuk bekerjasama dan membantu dalam memberikan informasi.
256
CATATAN LAPANGAN 6
No. : 06
Tanggal : 16 Mei 2016
Waktu : 16.30 WIB – 17.30 WIB
Tempat : Rumah Ibu SM
Kegiatan : Wawancara dengan lansia
Deskripsi
Pada hari Senin tanggal 16 Mei 2016 pukul 16.30 peneliti mengunjungi rumah
Ibu SM. Peneliti mencari rumah Ibu SM dengan berpatokan kepada petunjuk yang
telah diberikan beberapa hari sebelum kegiatan wawancara. Peneliti sempat
bertanya kepada tetangga letak rumah Ibu SM. Setelah menemukan rumah Ibu
SM, peneliti disambut dengan ramah oleh Ibu SM, anak perempuannya dan juga
adik perempuan dari Ibu SM yang keluar dari dalam rumah. Penetili bersalaman
kemudian peneliti dipersilahkan duduk di ruang tamu. Sebagai pembuka
pembicaraan peneliti memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan kedatangan
peneliti.
Ibu SM menyambut kedatangan peneliti dengan ramah dan berniat membatu
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Peneliti menanyakan
tentang pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak. peneliti juga
menanyakan tentang hasil yang didapatkan dari kegiatan tersebut. Belum lama
berbincang Ibu SM memberikan minum dan makanan ringan. Ibu SM
mempersilahkan peneliti untuk menikmati minuman yang disediakan. Setelah itu
peneliti melanjutkan pertanyaan mengenai faktor pendorong dan faktor
257
penghambat dari kegiatan. Ibu SM mengaku senang mengikuti kegiatan
keagamaan yang ada dan juga mendapatkan manfaat bagi kehidupan sehari-hari.
Setelah peneliti merasa informasi yang dibutuhkan telah cukup, peneliti
berterimakasih dan minta maaf atas kekurangan dan kesalahan kemudian peneliti
berpamitan.
258
Catatan Lapangan7
No. : 07
Tanggal : 19 Mei 2016
Waktu : 16.30 WIB – 17.30 WIB
Tempat : Rumah Ibu SD
Kegiatan : Wawancara dengan lansia
Deskripsi
Pada hari Kamis, 19 Mei 2016 pukul 16.30 peneliti datang ke rumah Ibu SD.
Sore itu ibu SD sedang berada di warung dan sedang memotong sayuran untuk
dimasak lalu dijual. Saat itu Ibu SD sedang berada di rumah sendirian karena
anaknya sedang bekerja dan suaminya sudah meninggal. Ibu SD mempersilahkan
peneliti duduk, kemudian peneliti bersalaman dan membicarakan maksud dari
kedatangan peneliti. Ibu SD menyambut dengan ramah kedatangan peneliti serta
bersedia untuk membantu keperluan dari peneliti.
Peneliti menanyakan seputar kegiatan pemberdayaan lansia yang ada di Dusun
Gatak. Ibu SD menceritakan tentang beberapa kegiatan yang diadakan secara rutin
di Masjid Dusun Gatak. Ibu SD senang mengikuti kegiatan pemberdayaan
tersebut dan merasa bahwa kegiatan tersebut sangat penting untuk diadakan.
Sebagai seseorang yang sudah tidak lagi muda Ibu SD merasa perlu memupuk
pengetahuan tentang kegamaan. Selain itu Ibu SD juga menceritakan manfaat dari
kegiatan pemberdayaan tersebut. Ibu SD menceritakan kekhawatirannya tentang
pergaulan anak muda jaman sekarang dan dengan adanya pemberdayaan melalui
259
kegiatan keagamaan ini Ibu SD dapat memperoleh banyak ilmu yang akan
diajarkan pada anak cucunya.
Ibu SD juga mengatakan bahwa tutor yang sekarang jugamenyenangkan
dibandingkan yang dulu. Tutor yang dulu metode belajar yang digunakan lebih
sulit dan kalau warga belajar tidak bisa saat maju setoran mengaji, tutor tersebut
agak marah dan tidak sabaran. Tutor tersebut kemudian jarang berangkat
mengajar dan sekarang digantikan oleh Tutor yang lain.
Setelah peneliti memperoleh informasi yang cukup, peneliti mengucapakan
terimakasih kepada Ibu SD. Peneliti berjabat tangan dengan Ibu SD kemudian
segera berpamitan untuk pulang.
260
Catatan Lapangan 8
No. : 08
Tanggal : 22 Mei 2016
Waktu : 16.00 WIB – 17.30 WIB
Tempat : Rumah Ibu SN
Kegiatan : Wawancara dengan lansia
Deskripsi
Pada hari Minggu, 22 Mei 2016 peneliti datang ke rumah Ibu SN untuk
melakukan wawancara. Hari itu Ibu SN pulang dari sawah agak cepat dan di
waktu sebelumnya peneliti juga sudah mengatur janji sehingga tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk bertemu. Peneliti disambut gembira oleh
Ibu SN beserta keluarga dan mempersilahkan peneliti untuk masuk ke rumah.
peneliti bersalaman dan menyampaikan maksud kedatangan peneliti. Ibu SN
bersedia membantu memberikan informasi berkaitan dengan tujuan peneliti.
Peneliti menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pemberdayaan
melalui kegiatan keagamaan yang ada di Dusun Gatak. selain itu peneliti juga
menanyakan tentang hasil Ibu SN dalam mengikuti kegiatan tersebut serta faktor
pendorong dan penghambat kegiatan tersebut. Ibu SN menjawab dengan baik
pertanyaan dari peneliti walaupun Ibu SN belum lama mengikuti kegiatan tersebut
yaitu selama satu tahundan juga kadang tidak berangkat. Ibu SN mengaku bahwa
hal tersebut dikarenakan Ibu SN merawat ibunya yang sudah berumur 93 tahun
dan sudah sakit.
261
Lama pembicaraan antara peneliti dengan Ibu SN tidak terasa waktu maghrib
telah tiba. Kami kemudian sholat berjamaah bersama, namun suami dari Ibu SN
tidak ikut berjamaah melainkan sholat sendiri. Ibu SN mengaku bahwa memang
suaminya jarang mau diajak sholat jamaah, suaminya lebih sering memilih sholat
sendiri. Ibu SN sudah pernah beberapakali membujuk akan tetapi suaminya belum
mau untuk diajak berjamaah bersama. Setelah dirasa cukup, peneliti
berterimakasih kepada Ibu SN dan berpamitan untuk pulang.
262
Catatan Lapangan 9
No. : 09
Tanggal : 25 Mei 2016
Waktu : 16.30 WIB – 17.30 WIB
Tempat : Rumah Ibu PI
Kegiatan : Wawancara dengan lansia
Deskripsi
Hari Rabu, 25 Mei 2016 peneliti datang ke rumah Ibu PI yang berjarak ±100
dari Masjid Al-Iman Gatak. Saat peneliti tiba di rumah Ibu PI, peneliti sudah
ditunggu oleh Ibu PI beserta suami di depan rumah. Ibu PI hanya di rumah dengan
suaminya karena anak semata wayangnya tinggal bersama suaminya di Bantul.
Seperti biasa peneliti bertemu dengan warga belajar disore hari saat rutinitas di
sawah sudah selesai.
Peneliti bersalaman dengan Ibu PI yang kemudian dipersilahkan masuk ke
rumah. Peneliti menyampaikan tujuan kedatangan peneliti ke rumah Ibu PI. Ibu PI
bersedia untuk membantu peneliti untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan
pemberdayaan di Dusun Gatak. Peneliti kemudian menanyakan hal-hal yang
diperlukan dalam penelitian, beberapa yaitu mengenai kegiatan yang
diselenggarakan, hasil dari kegiatan dan faktor pendorong serta penghambat dari
kegiatan tersebut. Ibu PI mengaku belum bisa membaca Al-Qur’an, tapi beliau
terusaha untuk terus mengikuti kegitan tersebut walaupun membutuhkan waktu
lama untuk bisa. Ibu PI mengatakan bahwa metode pembelajaran yang digunakan
mudah diikuti dan juga tutornya ramah dan sabar.
263
Setelah dirasa informasi yang didapatkan telah cukup, peneliti mengucapkan
banyak terimakasih kepada Ibu PI karena telah memberi asambutan yang baik
kepada peneliti, telah bersedia membantu memeberikan informasi kepada peneliti
mengenai pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. Peneliti juga meminta maaf
apabila selama wawancara terdapat banyak kesalahan, peneliti bersalaman
kemudian berpamitan untuk pulang.
264
Catatan Lapangan 10
No. : 10
Tanggal : 28 Mei 2016
Waktu : 16.30 WIB – 17.30 WIB
Tempat : Rumah Ibu WJ
Kegiatan : Wawancara dengan lansia
Deskripsi
Hari Sabtu, 28 Mei 2016 peneliti datang ke rumah Ibu WJ yang berada tidak
jauh dari Masjid. Ibu WJ menyambut kedatangan peneliti dengan ramah dan
mempersilahkan masuk. Pada saat itu Ibu WJ berada di rumah dengan kedua
anaknya. Kedua anak dari Ibu WJ tidak ikut menyambut peneliti seperti yang
peneliti temuai dikeluarga lain. Tidak lama kemudian peneliti menyampaikan
maksud kedatangan peneliti ke rumah Ibu WJ. Ibu WJ menerima dengan senang
hati tujuan peneliti dan akan membantu memberikan informasi.
Peneliti kemudian mulai memberiakn beberapa pertanyaan terkait dengan
penelitian yaitu mengenai kegiatan pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan,
hasil kegiatan dan faktor pendukung dan penghambat kegiatan. Ibu WJ sekarang
sudah iqro’ dan sudah diajak atau diminta untuk bergabung dengan kelompok
lansia yang sudah Al-Qur’an. Ibu WJ sudah pernah mencoba bergabung akan
tetapi, Ibu WJ merasa minder dan merasa belum bisa. Setelah hari itu Ibu WJ
kembali ikut kelompok yang iqro’ selain itu juga karena metode yang dipakai
sudah berbeda. Di kelompok iqro’ mengaji dilakukan dengan cara maju satu-
persatu dan dinilai, sedangakan kelompok Al-Qur’an tutor terlebih dahulu
265
menuntun cara membacanya kemudian warga belajar satu-persatu membaca satu
ayat lantang menggunakan microfon dan tidak dinilai seperti di kelompok iqro’.
Setelah lama berbincang peneliti merasa informasi yang diperoleh sudah
cukup. Peneliti mengucapakan terimakasih kepas Ibu WJ, bersalaman lalu
berpamitan untuk pulang.
266
Catatan Lapangan 11
No. : 11
Tanggal : 31 Mei 2016
Waktu : 16.00 WIB – 17.30 WIB
Tempat : Rumah Bapak RW
Kegiatan : Wawancara dengan takmir masjid
Deskripsi
Padah hari Selasa, tanggal 31 Mei 2016 peneliti datang ke rumah bapak
RW salah satu pengurus Masjid untuk melakukan wawancara. Rumah Bapak RW
berada di depan Masjid Al-Iman. Peneliti tiba di Masjid Al-Iman pukul 16.00
WIB dan menunggu Bapak RW pulang dari sawah. Pada pukul 16.30 WIB ketika
Bapak RW sudah pulang, peneliti datang ke rumah beliau. Peneliti dipersilahkan
masuk, peneliti kemudian menyampaikan maksud kedatang unuk melakukan
wawancara mengenai pemberdayaan yang ada di Dusun Gatak. bapak RW
bersedia untuk diwawancarai, dan bersedia untuk membantu untuk mendapatkan
informasi mengenai pemberdayaan yang diselenggarakan.
Peneliti menanyakan beberapa hal kepada Bapak RW mengenai latar
belakang dibentuknya pemberdayaan lansia, proses perencanaa, pelaksanaan
pemberdayaan, hasil pemberdayaan, dan faktor pendorong penghambat
pemberdayaan lansia di Dusun Gatak. Bapak RW sangat terbuka dan ramah dalam
penyambut peneliti. Jawaban yang diberikan kepada penelitipun sangat rinci dan
terbuka. Bapak RW mengatakan bahwa dulu di Dusun Gatak ini belum ada
kegiatan keagamaan, kemudian diadakan kegiatan yang sudah berjalan sekitar
267
lima tahun ini. Pada tahun 2013 Dusun Gatak mendapatkan julukan Kampung Al-
Quran. Awalnya salah satu warga mendapatkan informasi bahwa ada lompo untuk
mendapatkan julukan kampong Al-Quran, kemudian Dusun Gatak mengikuti
lomba tersebut. Setelah beberapa proses dilewati akhirnya Dusun Gatak terpilih
menjadi Kampung Al-Quran.
Setelah lama bercerita mengenai pemberdayaan lansia, tidak terasa waktu
sudah memasuki waktu maghrib. Setelah informasi yang didapat terasa cukup,
peneliti menyampaikan rasa terimakasih kepad Bapak RW karena telah
memberikan informasi dan membatun peneliti dalam melakukan penelitian.
Peneliti juga meminta maaf apabila terdapat kesalahan ketika melakukan
wawancara, kemudian peneliti berpamitan.
268
Catatan Lapangan 12
No. : 12
Tanggal : 01 Juni 2016
Waktu : 16.30 WIB – 17.30 WIB
Tempat : Rumah AN
Kegiatan : Wawancara dengan ketua remaja
Deskripsi
Pada hari Rabu, 01 Juni 2016 peneliti berkunjung ke rumah salah satu
pengurus Masjid yaitu AN untuk melakukan wawancara. Peneliti sebelumnya
telah mengatur jadwal pertemuan dengan sodara AN sehingga saat peneliti sampai
di rumahnya, sodara AN sudah siap. Rumah sodara AN berasa dekat dengan
Masjid dan neneknya yang berusia 84 tahun juga mengikuti pemberdayaan lansia
di Dusun Gatak.
Sampai disana peneliti dipersilahkan masuk ke rumah saudara AN, peneliti
bersalaman dan menyampaikan tujuan kedatangan peneliti. Saudara AN
menyambut dengan baik kedatangan peneliti, dan bersedia membantu untuk
mendapatkan informasi mengenai pemberdayaan lansia yang diadakan di Dusun
Gatak. Peneliti pun segera melakukan wawancara dengan saudara AN mengenai
pemberdayaan yang ada di Dusun Gatak, hasil pemberdayaan, serta faktor
pendorong dan penghambat pemberdayaan di Dusun Gatak.
Saudara AN merupakan salah satu perwakilan remaja yang mengikuti
pembentukan pemberdayaan lansia yang ada di Dusun Gatak, dan saudara AN
merupakan ketua remaja di Dusun Gatak. Saudara AN menyampaikan bahwa
269
pemberdayaan di Dusun Gatak terdiri dari kegiatan TPA, kajian, dan yasinan.
Pemberdayaan lansia diikuti oleh 50 orang pada awalnya, akan tetapi seiring
berjalannya waktu semakin berkurang. Dulu ada lima kelompok sekarang ynag
berjalan hanya dua kelompok, satu kelompok iqro’ dan satu lagi kelopok Al-
Quran.
Setelah lama berbincang, peneliti merasa informasi yang diperoleh sudah
cukup. Peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada saudara AN karena telah
bersedia membantu peneliti dan memberikan informasi terkait dengan kebutuhan
peneliti di lapangan. Peneliti juga minta maaf apabila selama berjalannya
wawancara, peneliti melakukan banyak kesalaha, kemudian penelitipun
berpamitan untuk pulang.
270
Lampiran 12. Dokumentasi
FOTO KEGIATAN
Gambar 1. Suasana TPA Al-Quran
Gambar 2. Kondisi lansia yang sedang menyimak bacaan Al-Quran
Gambar 3. Suasana Pembukaan TPA Al-Quran
271
Gambar 4. Suasana TPA Iqro’ yang diampu oleh Ustadz BS
Gambar 5. Ustadz WN yang sedang mengajar di TPA Al-Quran
Gambar 6. Suasana kegiatan Yasinan di rumah warga
1. Deskripsi Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan
a. Jenis Kegiatan yang Diselenggarakan
Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dalam pemberdayaan lansia
di Dusun Gatak yaitu:
1) Taman Pendidikan Al-Quran (TPA)
TPA merupakan kelompok masyarakat yang menyelenggarakan
pendidikan non formal dalam bidang keagamaan Islam, bertujuan
untuk memberikan pengajaran membaca Al-Quran beserta dasar-
dasar hukum atau tata cara membaca Al-Quran. TPA dapat diikuti
oleh semua orang dari kelompok usia manapun, tidak terkecuali
lansia.
2) Yasinan
Yaitu kegiatan kelompok masyarakat yang dilakukan dengan cara
membaca Surat Yasin bersama-sama dipimpin oleh seseorang yang
telah ditunjuk. Yasinan dapat diadakan pada hari yang telah
disepakati kelompok masyarakat tertentu, atau dapat dilaksanakan
untuk memenuhi hajat tertentu. Yasinan merupakan tradisi lama
yang telah dilaksanakan oleh masyarakat muslim di Indonesia
secara turun temurun dan menjadi pemererat tali silaturahim antar
umat muslim.
3) Kajian
Kajian merupakan kegiatan ceramah dan diskusi yang
diselenggarakan oleh kelompok tertentu dengan membahas
berbagai hal dan permasalahan dipandang dari sudut pandang
agama dengan dipimpin oleh seorang narasumber. Tujuan dari
kegiatan kajian keagamaan ini adalah untuk memperluas wawasan
seorang muslim terhadap ilmu agama.
b. Daftar Lansia yang Mengikuti Pemberdayaan
Lansia yang mengikuti pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan di Dusun Gatak yaitu sebanyak 37 orang yang terbagi menjadi
dua kelompok pada kegiatan TPA, yaitu TPA Iqro dan TPA Al-Quran.
Secara rinci dapat dilihat dari table 6 dan tabel 7:
Tabel 6. Daftar Lansia Iqro’
No. Nama L/P Usia Pendidikan Pekerjaan Jilid
1. SY P 60 SD Petani 6
2. SD P 61 SD Petani 5
3. PN P 60 SD Petani 4
4. WJ P 65 SD Petani 6
5. PI P 61 SD Petani 2
6. HJ P 84 Tidak tamat SD Tidak bekerja 2
7. HD P 72 Tidak tamat SD Tidak bekerja 2
Sumber:Wawancara dan Arsip
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa lansai yang mengikuti TPA
Iqro’ berjumlah tujuh orang dan semuanya adalah perempuan. Lima dari
tujuh orang yang ada masih bekerja sebagai petani, dan dua orang lansia
tidak bekerja karena kondisi fisik kedua lansia tersebut sudah tidak
mendukung untuk dapat bekerja lagi. Para lansia tersebut berpendidikan
SD dan ada dua yang tidak tamat SD. Dapat disimpulkan bahwa lansia
yang mengikuti TPA Iqro’ mempunyai tingkat pendidikan paling tinggi
yaitu SD.
Tabel 7. Daftar Lansia TPA Al-Quran
No. Nama L/P Usia Pendidikan Pekerjaan
1. SM P 60 SD Pedagang
2. WR L 67 SD Petani
3. NT L 70 Tidak Tamat SD Petani
4. DM P 61 SD Petani
5. RN P 61 SD Petani
6. GN P 64 SD Petani
7. ST P 60 SD Petani
8. TR P 70 Tidak Tamat SD Tidak bekerja
9. KN L 60 SD Petani
10. GD L 63 Tidak Tamat SD Petani
11. JD L 66 SD Tidak bekerja
12. RL P 60 SD Tidak bekerja
13. SW L 60 SD Petani
14. JM P 62 SD Petani
15. KR P 63 SD Petani
16. MD L 63 SD Tidak bekerja
17. TH P 60 SD Petani
18. WN P 65 SD Petani
19. YT P 61 SD Petani
20. RB P 68 SD Tidak bekerja
21. HN P 67 Tidak Tamat SD Petani
22. PY P 61 Tidak Tamat SD Petani
23. MS P 63 SD Petani
24. TM L 61 SD Tidak bekerja
25. EN P 60 SD Petani
26. SB P 62 Tidak Tamat SD Petani
27. FH P 62 SD Petani
28. SR P 60 SD Petani
29. TK P 69 SD Tidak bekerja
30. UT P 61 SD Petani
Sumber:Wawancara dan Arsip
Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa ada 30 orang yang mengikuti
TPA Al-Quran. Ada 24 orang berpendidikan terakhir SD, dan ada enam
orang tidak tamat SD. Mayoritas para lansia tersebut masih bekerja
sebagai petani dan ada yang bekerja sebagai pedang di toko kelontong,
serta ada enam lansia yang tidak bekerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa
lansia di TPA Al-Quran berpendidikan paling tinggi adalah tingkat SD
yang telah dimiliki oleh sebagian besar lansia di Dusun Gatak.
c. Daftar Ustadz/ustadzah
Ustadz/ustadzah yang berpartisipasi dalam pemberdayaan lansia
melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak berjumlah enam orang.
Secara lengkap dapat dilihat dalam tabel 8:
Tabel 8. Daftar Nama Ustadz/ustadzah
No. Nama L/P
Usia Pendidikanterakhir
Pekerjaan Status
1. BS L 37 S1 Guru TK Aktif
2. LI P 35 SMA Ibu rumah
tangga
Aktif
3. WN L 40 S1 Dosen Aktif
4. YL P 36 S1 Guru SD Aktif
5. RN L 45 SMA Petani Aktif
6. SR P 38 SMA Pegawai Tidak aktif
Sumber:Wawancara dan Arsip
Dari tabel 8 maka dapat disumpulkan bahwa Ustadz/ustadzah yang
menjadi narasumber dalam pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan di Dusun Gatak terdiri dari enam orang. Tiga orang
berpendidikan terakhir S1 yaitu BS, WB, dan WN, sedangkan tiga orang
berpendidikan terakhir SMA. Lima orang ustadz/ustadzah aktif dalam
kegiatan sedangkan ada satu yang tidak aktif yaitu SR.
261
Daftar Lansia Iqro’
No. Nama L/P Usia Pendidikan Pekerjaan Jilid
1. SY P 60 SD Petani 6
2. SD P 61 SD Petani 5
3. PN P 60 SD Petani 4
4. WJ P 65 SD Petani 6
5. PI P 61 SD Petani 2
6. HJ P 84 Tidak tamat SD Tidak bekerja 2
7. HD P 72 Tidak tamat SD Tidak bekerja 2
262
Daftar Lansia TPA Al-Quran
No. Nama L/P Usia Pendidikan Pekerjaan1. SM P 60 SD Pedagang2. WR L 67 SD Petani3. NT L 70 Tidak Tamat SD Petani4. DM P 61 SD Petani5. RN P 61 SD Petani6. GN P 64 SD Petani7. ST P 60 SD Petani8. TR P 70 Tidak Tamat SD Tidak bekerja9. KN L 60 SD Petani10. GD L 63 Tidak Tamat SD Petani11. JD L 66 SD Tidak bekerja12. RL P 60 SD Tidak bekerja13. SW L 60 SD Petani14. JM P 62 SD Petani15. KR P 63 SD Petani16. MD L 63 SD Tidak bekerja17. TH P 60 SD Petani18. WN P 65 SD Petani19. YT P 61 SD Petani20. RB P 68 SD Tidak bekerja21. HN P 67 Tidak Tamat SD Petani22. PY P 61 Tidak Tamat SD Petani23. MS P 63 SD Petani24. TM L 61 SD Tidak bekerja25. EN P 60 SD Petani26. SB P 62 Tidak Tamat SD Petani27. FH P 62 SD Petani28. SR P 60 SD Petani29. TK P 69 SD Tidak bekerja30. UT P 61 SD Petani
263
Daftar Nama Ustadz/ustadzah
No. Nama L/
P
Usia Pendidikan
terakhir
Pekerjaan Status
1. BS L 37 S1 Guru TK Aktif
2. LI P 35 SMA Ibu rumah
tangga
Aktif
3. WN L 40 S1 Dosen Aktif
4. YL P 36 S1 Guru SD Aktif
5. RN L 45 SMA Petani Aktif
6. SR P 38 SMA Pegawai Tidak aktif