pemberdayaan perempuan melalui program …
TRANSCRIPT
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM
KETERAMPILAN MENJAHIT OLEH KOPERASI WANITA
WIRA USAHA BINA SEJAHTERA
DI BULAK TIMUR-DEPOK
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Minarti
106054002047
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul: “Pemberdayaan Perempuan melalui Program
keterampilan Menjahi toleh Koperasi Wanita Wirausaha Bina Sejahtera di
Bulak Timur-Depok”. Telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Dakwah
dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa tanggal 27
Februari 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Pengembangan
Masyarakat Islam.
Jakarta, 27 Februari2014
Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Jumroni, M.Si M. Hudri, M. Ag
NIP: 19630515 19920031 006 NIP: 19720606 199803 1 003
Anggota
Penguji I Penguji II
Yusra Kilun, M.Pd Nurul Hidayati, S. Ag,
NIP. 19570605 199103 1 004 NIP. 19690322 199603 2 001
Pembimbing
Dr. AsepUsman Ismail, MA NIP: 19600720 199103 1 001
LEMBARAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang sayagunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syrif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 27 Februari 2014
Minarti
i
ABSTRAK
Minarti
Pemberdayaan Perempuan melalui Program Keterampilan Menjahit oleh
Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur, Depok.
Kemampuan ekonomi yang rendah seringkali menyebabkan orang tua
harus memilih untuk memprioritaskan pendidikan laki-laki daripada perempuan.
Akhirnya, perempuan seringkali berada pada pekerjaan domestik dengan upah
yang minim. Selain itu, juga karena dorongan persepsi yang masih kuat di
masyarakat bahwa wanita tidak usah terlalu tinggi tingkat pendidikannya karena
akhirnya hanya akan masuk dapur saja. Dalam akses pelayanan pinjaman modal
atau bahkan bantuan dari pemerintah pun sering kali mengatasnamakan laki-laki.
Hal ini tentunya menyulitkan perempuan untuk meraih akses tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
program yang dilaksanakan oleh KopWan dalam pemberdayaan perempuan
melalui program keterampilan menjahit dan apa saja faktor pendukung dan faktor
penghambatnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dari
hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan di Koperasi
Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera) Bulak timur-Depok.
Dalam pelatihan keterampilan menjahit ini bukan hanya pengetahuan
tentang menjahit saja yang mereka dapatkan, akan tetapi juga dapat mempererat
ukhuah Islamiyah dari segi silaturahmi. Instruktur pelatihan keterampilan
menjahit ini pun sangat berpengalaman bahkan sudah mempunyai usaha konveksi
sendiri dan juga toko pakaian dari hasil konveksi milik Ibu Haninah (Instruktur)
tersebut, sehingga dia membantu para peserta pelatihan menjahit dalam
memberikan pengetahuannya tentang keterampilan menjahit. Peserta pelatihan
keterampilan menjahit ini memang tidak terlalu banyak yaitu hanya 10 orang saja,
karena pelatihan keterampilan menjahit ini hanya di komunitas Ibu-ibu pengajian
saja yang mengikuti program pelatihan keterampilan menjahit ini. Pelatihan
dilaksanakan selama 3 bulan, tiap minggunya hanya 3 hari dalam satu minggu
yaitu hari senin dan kamis dan sabtu. Pelatihan ini dilaksanakan hanya 2jam mulai
dari jam 09.00 - 11.00 WIB. Dari hasil pelatihan keterampilan menjahit
diharapkan mereka mampu bersaing dengan para pekerja lain dalam dunia kerja.
Tanpa menutup kemungkinan mereka akan membuka usaha rumahan dan
merekrut orang lain untuk membantu pekerjaan mereka.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam. Kepada-Nya kita
memuji, memohon pertolongan, dan bertaubat hanya kepada-Nya saja. Kita
berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada qudwah hasanah kita,
baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh keluarganya, para
sahabatnya, dan kepada seluruh umatnya yang tulus ikhlas mengikuti sunnah-
sunnah dan langkah perjuangannya, Amiin.
Selama pembuatan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan bahan-
bahan, dan lain sebagainya. Namun berkat kesungguhan disertai dorongan dan
bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan itu dapat penulis hadapi.
Selanjutnya penulis menyadari, skripsi ini terwujud atas bantuan berbagai
pihak. Maka pada kesempatan ini penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih
yang mendalam kepada:
1. Ibunda “Sapinah” dan Ayahanda “Naimin” yang begitu tulus mencintai dan
tidak henti-hentinya mendo’akan selama ini selama ini. Semoga Allah SWT
selalu mencurahkan karunia nikmat dan kemuliaan sebagai balasan atas cinta
kasih dan pengorbanan yang telah diberikan secara tulus dan ikhlas kepada
penulis.
iii
2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Asep Usman Ismail, M. Ag. sebagai dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan banyak waktunya dan dengan sabar memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
4. Ibu Wati Nilamsari, M. Si. sebagai Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat
Islam yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak M. Hudri M. A. sebagai Sekertaris Jurusan Pengembangan Masyarakat
Islam yang telah memberikan kemudahan administrasi.
6. Bapak dan Ibu Dosen FakultasDakwah dan Komunikasi yang telah
menyampaikan Ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis, serta
masukan dan motivasinya selama perkuliahan.
7. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, serta Perpustakaan Fakultas Dakwah
dan Komunikasi, terima kasih atas bantuan dalam memberikan kemudahan
bagi penulis dalam peminjaman buku.
8. Ketua Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera Ibu Marnih dan para
pengurusnya,yang telah bersedia memberikan semua pengetahuan dan
informasi yang berkaitan dengan skripsi ini.
iv
9. Untuk keluarga besar jurusan PMI, teman-teman seperjuanganku selama
diperkuliahan. Khususnya untuk para sahabat-sahabatku, Fitri Rahmawaty,
Nurdiana Ratnasari, Siti Wahyuni. Terima kasih atas Support dan do’a yang
diberikan sehingga penulis bisa terus semangat walaupun dalam jatuh dan
bangunnya penulis dalam penyusunan skripsi.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT, penulis berdo’a semoga mereka
mendapatkan balasan yang mulia.
Akhir kata, karena keterbatasan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman,
maka tentu saja banyak hal khilaf dan salah didalam skripsi ini. Maka, koreksi
dan kritik konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepan.
Selanjutnya penulis ucapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat, Amiin.
Ciputat, 27 Februari 2014
Minarti
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
D. Metodologi Penelitian ................................................................ 7
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 14
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 15
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pemberdayaan ............................................................................. 17
1. Pengertian Pemberdayaan ...................................................... 17
2. Tujuan Pemberdayaan ........................................................... 22
3. Indikator Pemberdayaan Masyarakat ..................................... 23
4. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat ...................................... 26
5. Strategi Pemberdayaan Masyarakat ....................................... 29
B. Perempuan ................................................................................. 33
1. Pengertian Perempuan ............................................................ 33
2. Kodrat Seorang Perempuan .................................................... 34
3. Pemberdayaan Perempuan ..................................................... 34
C. Keterampilan Menjahit ................................................................ 37
1. Pengertian Keterampilan ........................................................ 37
2. Macam-macam Ketrampilan .................................................. 38
vi
BAB III GAMBARAN UMUM KOPERASI WANITA WIRA USAHA
BINA SEJAHTERA
A. Profile KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera .............................. 41
B. Visi dan Misi .......................................................................... 43
C. Tujuan Berdirinya Koperasi ................................................... 43
D. Landasan Berdirinya Koperasi ............................................... 44
E. Pelayanan Program KopWan Wirausaha Bina Sejahtera………. 45
F. Gambaran Umum Wilayah Depok .............................................. 46
BAB IV ANALISIS ANALISIS TENTANG HASIL PENELITIAN DI
KOPERASI WANITA WIRA USAHA BINA SEJAHTERA
A. Pelaksanaan Program keterampilan menjahit ............................. 60
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Program keterampilan
Menjahit .................................................................................... 72
1. Faktor Pendukung ................................................................ 72
2. Faktor Penghambat .............................................................. 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 76
B. Saran ........................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 80
LAMPIRAN………………………………………………………………… 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan di indonesia merupakan amanat sebagaimana ditetapkan dalam
UUD 1945, di mana tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Pembangunan sebagaimana digariskan dalam GBHN, merupakan cara untuk
mencapai tujuan tersebut. Pembangunan mencakup upaya pembangunan aspek
fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan dan dapat pula
pembangunan ideologi.
Proses pembangunan yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh dua dimensi
yaitu: yang pertama dimensi makro yang menggambarkan bagaimana institusi
negara melalui kebijakan dan peraturan yang dibuatnya mempengaruhi proses
perubahan suatu masyarakat. Sedangkan dimensi yang kedua adalah dimensi
mikro yaitu indvidu dan kelompok masyarakat mempengaruhi proses
pembangunan itu sendiri1.
Menurut Syaiful Arif, kemiskinan dapat digolongkan menjadi dua kategori
yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural
dipahami sebagai akibat struktural bisa terjadi karena adanya struktur dan
1Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), (Jakarta: Lembaga Penerbit
FEUI, 2003), Cet 1, h. 1.
1
2
kebijakan pemeritah yang timpang, sebagai akiabat dari terjadinya ketidakadilan
dalam kehidupan masyarakat 2.
Definisi lainnya yang senada diberikan F. Magnis suseno. S.J. yaitu
kemiskinan dalam arti, bahwa orang tidak menguasai sarana-sarana fisik
secukupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, untuk mencapai
tingkat minimum kehidupan yang masih dapat dinilai manusiawi 3.
Gender adalah berbagai atribut dan tingkah laku yang dilekatkan pada
perempuan dan laki-laki dan dibentuk oleh budaya. Dari sini muncul gagasan
tentang apa yang dipandang pantas dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.
Sebagai contoh, masih menjadi kontroversi bila seorang perempuan duduk
sebagai pemegang tampuk kepemimpinan, sedangkan jika posisi itu dipegang
oleh laki-laki tidaklah demikian 4.
Secara ideal, perempuan menginginkan keadilan dan persamaan peran pada
segala dimensi kesehariannya, seperti keadilan di bidang politik, ekonomi, dan
sosial. Harapan itu sepertinya hanya sebatas mimpi yang sulit diwujudkan.
Misalnya pada dimensi sosial, perempuan seringkali tersubordinasi oleh realitas
yang meminggirkan perannya di wilayah publik. Ketidaksetaraan muncul
dipermukaan masyarakat tatkala perempuan menikah dan harus mengerjakan
pekerjaan domestik, serta mengabaikan peran publik
2 Syaiful Arif,Menolak Pembangunanisme, (Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2000), Cet.1, h.
289. 3Magnis suseno. S.J. Keadialan dan Analisa Sosial : Segi-Segi Etis, Dalam J.B. Bana
Wiratman, S. J. (ed), Kemiskinan dan Pembebasan, Kannisiius, (Yogyakarta: Kannisiius, 1987),
Cet.1, h. 37. 4Edriana Noerdin dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research
Institute, 2006), Cet ke-1, h. 1.
3
Bahkan, pada kasus pernikahan dini, perempuan tidak memiliki kecakapan
hidup (life skill) yang memadai untuk berperan aktif pada tataran relasi sosial.
Banyaknya perempuan berpendidikan rendah menambah problem pengangguran
kerja karena potensinya tenggelam oleh keterbatasan yang memasung
kreativitasnya 5.
Menurut data-data yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan ada berbagai
alasan kenapa anak perempuan tidak menamatkan sekolahnya atau tidak
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Salah satu alasan tersebut
adalah adanya hambatan kultural, yaitu masih kuatnya budaya kawin muda bagi
perempuan yang tinggal di daerah pedesaan. Anggapan yang berlaku adalah
bahwa setinggi-tingginya perempuan sekolah, akhirnya juga tidak akan bekerja
karena perempuan harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangga.
Hal yang paling dominan adalah hambatan ekonomi, yaitu keterbatasan biaya
untuk sekolah sehingga keluarga miskin terpaksa menyekolahkan anak laki-laki
ketimbang anak perempuan6.
Pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilakukan merupakan upaya
mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan
ekonomi mikro dan kecil lokal yang ada dalam masyarakat agar komunitas
ekonomi mikro tersebut mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian dan
kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan. Untuk itu upaya
pengembangan ekonomi masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu (dhu‟afa)
5 Najlah Naqiyah, Otonomi Perempuan, (Malang: Bayumedia Publising, 2005), h.1
6Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research
Institute, 2006 ), Cet ke-1, h. 18.
4
untuk melepaskan diri dari perangkap-perangkap kemiskinan dan keterbelakangan
yang menghinggapinya.
Agar proses perubahan dan pengembangan berjalan lancar menuju era
sejahtera dan demokrasi, maka dilakukan pembentukan suatu wadah yang mandiri
dan fleksibel, guna mengantisipasi semua problem sosial yang ada dimasyarakat.
KopWan (Koperasi Wanita) memiliki peran penting dalam pemberdayaan
perempuan antara lain memberikan pelatihan, konsultasi usaha, peningkatan
keterampilan baik dalam hal teknis usaha seperti organisasi, manajemen,
administrasi/akuntasi usaha, maupun peningkatan kualitas produk, akses kepada
sumber-sumber produktif, peningkatan kesadaran perempuan atas hak-haknya
dilingkungan kerja maupun keluarga, sosial, hukum, maupun politik.
Setiap orang secara naluri berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, bentuk
usaha tersebut adalah dengan bekerja di suatu tempat baik sektor-sektor swasta
maupun sektor negri, jerih payah itu di hargai dengan uang yang sering kali
disebut dengan pendapatan, pendapatan pribadi (Personal Income) menunjukan
semua jenis pendapatan, baik diperoleh karena fungsi produksi maupun tanpa
memberikan suatu kegiatan apapun, yang diterima oleh penduduk suatu Negara 7.
Perempuan perlu diberikan suatu pelatihan, pendidikan, bahkan suatu
pemberdayaan, agar mereka memiliki kemampuan untuk hidup layak dan bisa
membantu suaminya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Melihat keadaan
seperti itu, maka Kelurahan Cipayung melakukan pemberdayaan masyarakat
melalui program keterampilan menjahit oleh KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera,
7Paul A, Samuelson dan William D, Nordhaus, Pemberdayaan Ekonomi, (Jakarta:
Erlangga, 1991), h. 151.
5
dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang ada. Tujuannya agar
perempuan di sana memiliki suatu kemampuan / keahlian.
Adapun pemberdayaan yang dilakukan oleh Kopwan Wira Usaha Bina
Sejahtera yaitu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan, mulai dari menjahit,
dan keterampilan membuat tas dari payet-payet. Dengan adanya program tersebut
diharapkan agar masyarakat khususnya komunitas ibu-ibu PKK RW 09 dapat
meningkatkan kemampuannya dengan cara mengembangkan potensinya serta
dapat membantu perekonomiannya.
Dari permasalahan yang telah dipaparkan maka penulis menyimpulkan bahwa
agar wanita tidak lagi dianggap sebagai kaum yang lemah, maka penulis tertarik
untuk memberi judul skripsi ini yaitu “Pemberdayaan Perempuan melalui
Program keterampilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
Sejahtera di Bulak Timur-Depok”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Agar penulisan skripsi ini terarah, penulis membatasi pada Pemberdayaan
Perempuan melalui Program Ketermpilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira
Usaha Bina Sejahtera.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka perumusan masalahnya:
a. Bagaimana pelaksanaan Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi
Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur – Depok
6
b. Apa saja faktor penghambat dan pendukung pada Program Keterampilan
Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak
Timur – Depok
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Program Keterampilan
Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak
Timur – Depok.
b. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat dan pendukung pada
Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
di Bulak Timur – Depok.
2. Manfaat Penelitian
Sesuai penelitian di atas, maka manfaat dari peneitian ini adalah:
a. Manfaat Akademis.
1) Sebagai bahan referensi tentang pengembangan masyarakat dan mutu
pembelajaran di Fakutas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah.
2) Untuk memenuhi syarat-syarat menyelesaikan gelar Sarjana Ilmu
Sosial Islam (S.Sos.I) di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatulllah Jakarta.
7
b. Manfaat Praktis
1) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh Pengurus masjid
Baiturahiim sebagai penghubung antara pengurus masjid dengan
peserta (ibu-ibu pengajjian) agar Istiqamah karena keberadaannya
program kterampilan menjahit ini dapat membantu perekonomian
peserta dan juga sekaligus membantu pemerintah dalam mengurangi
tingkat penganguran dan kriminalitas.
2) Penelitian ini diharapkan menjadibahan rekomendasi bagi pekerja
sosial atau lembaga sosial atau komunitas sosial yang memiliki
kepedulian terhadap pemberdayaan perempuan dalam hal ini adalah
ibu-ibu dalam melaksanakan program-program penanganan
pemberdayaan perempuan dalam hal ekonomi.
D. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitiaan adalah alat uji dan analisa yang digunakan untuk
mendapatkan hasil yang valid, realibel, dan objektif8.
1. Pendekatan Penelitian.
Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut
Taylor penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang di amati.9
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
8Ipah Fatimah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, {Jakarta: UIN Syarief
Hidayatullah,2000},h. 34. 9Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), cet.
Ke 1
8
mengeksplorasi dan mengklasifikasi suatu fenomena atau kenyataan sosial,dengan
jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit
yang diteliti10
.
Penelitian kualitatif berupaya menggambarkan dan menganalisis
pelaksanaan-pelaksanaan pemberdayaan perempuan dalam program Kopwan
Wira Usaha Bina Sejahtera melalui keterampilan menjahit. Dalam penelitian ini
peneliti berupaya menggambarkan secara komprehensif melalui pengumpulan
data dengan melakukan wawancara mendalam dan pengamatan, tentang
pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui Kopwan Wira Usaha Bina
sejahtera. Pelaksanaan program tersebut dianalisis dengan cara menyesuaikan dan
membandingkan konsep-konsep atau teori-teori keilmuan tentang pemberdayaan.
Dalam penelitian ini dijelaskan lebih dalam tentang pelaksanaan program
pemberdayaan perempuan melalui Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera. Sehingga
penelitian ini mendeskripsikan mengenai pelaksanaan program pemberdayaan
perempuan melalui Program Keterampilan oleh Kopwan Wira Usaha Bina
Sejahtera.
2. Lokasi Penelitian
Peneliti mengambil tempat penelitian ini di Jl.Bulak timur No.105 Depok.
Adapun waktu penelitian dilakukan pada tanggal 10 November 2012 s.d 30
Januari 2013. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena tempat tersebut
mudah di akses oleh peneliti dan tempatnya pun strategis. Hal tersebut yang
membuat penulis melakukan penelitian dilokasi tersebut.
10
Prof. Dr. H. Syamsir, MS dan Jaenal Aripin, M. Ag, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2006), h.13
9
3. Tehnik Pemilihan Subjek dan Objek Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif tekhnik pemilihan subjek
yang digunakan dalam penelitian ini adalah “sample bertujuan (purpossive
sample), penarikan sample secara purposife menekankan pada pertimbangan
karakteristik tertentu dari subjek penelitiannya”11
. Dimana karakeristik tersebut
dilihat dari tiga (3) karakteristik yaitu, ibu-ibu yang masih aktif dalam program
ini, mewakili setiap tingkat mewakili setiap tingkat keahlian {dasar, terampil dan
mahir}dan latar belakang yang sama yaitu ibu-ibu yang ingin maju. Objek dalam
penelitian ini adalah peserta [Ibu-ibu] yang ikut dalam program tersebut, dan
karakteristik penelitian kualitatif tekhnik pemilihan informan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sample bertujuan (purpossive sample)12
.
Dalam mencari data peneliti mewawancarai ketua pemberdayaan yaitu 1.
Ibu Marnih, dan 2. Pelatih Keterampilan yaitu ibu Haninah dan ibu Dawiyah dan
tiga orang ibu-ibu yang mendapatkan pemberdayaan yaitu ibu rita, ibu ety dan ibu
ida.
Adapun objek penelitian ini adalah penilaian responden terhadap program
keterampilan menjahit yang di laksanoleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
Sejahtera di Bulak Timur-Depok.
4. Tehnik Pemeriksaan dan Keabsahan Data
Untuk menjaga keabsahan dan validitas data dalam rangkaian penelitian,
tentunya diperlukan tekhnik pemeriksaan data guna menjaga keabsahan data dan
11
Lexy. J., Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2009), edisi revisi Cet. Ke-26, h. 241.
12Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2009),
edisi revisi Cet. Ke-26, h. 241.
10
validitas data. Dalam hal ini penulis menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut13
:
a. Kriteria kredibilitas atau kepercayaan
Fungsi kriteria ini adalah untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa
tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, kemudian
mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan
jalan pembuktikan oleh penulis pada kenyataan ganda yang sedang
diteliti. Ada dua tehnik pemeriksaan yang diantaranya:
1) Ketekunan Pengamatan
Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang relevan dengan persoalan dalam penelitian dan kemudian
memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci (triangulasi).
Dengan kata lain, peneliti mengadakan pengamatan kepada subjek
penelitian, yaitu Ketua koperasi, tim pengajar, peserta KopWan diteliti
dan rinci secara berkesinambungan, sehingga data yang dapat benar-
benar valid, objektif, dan saling mendukung, untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (triangulasi).
2. Triangulasi
yaitu tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan:
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,
misalnya peneliti membandingkan hasil wawancara subjek
13
Ibid, hal. 124.
11
penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan tentang
program keterampilan menjahit di KopWan.
b) Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya peneliti
membandingkan jawaban yang diberikan oleh ketua Kopwan
dengan jawaban wawancara dengan peserta.
c) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti. Wawancara tersebut untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut.
3. Kriteria Kepastian
Mengutip pendapat Scriven, yang mengatakan bahwa masih banyak
ada unsur “kualitas” yang melekat pada konsep objektif, dalam hal ini
dapat digali, dari pengertian bahwa sesuatu itu objektif, berarti dapat
dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Dari sini peneliti dapat
membuktikan bahwa data-data ini terpercaya. Kepercayaan ini
didasarkan pada hasil data-data yang dapat diperoleh dari hasil
rekaman wawancara terhadap subjek penelitian14
.
5. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang objektif maka dalam penelitian ini penuis
menggunakan metode pengumpulan data yang bersifat kualitatif, dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
14
Ibid
12
a. Observasi
Observasi adalah suatu pengamatan yang khusus dan pencatatan yang
sistematis yang ditujukan pada sesuatu atau beberapa fase masalah
didalam rangka penelitian, dengan maksud untuk mendapatkan data
yang diperlukan dn untuk pemecahan persoalan yang dihadapi15
.
Observasi (pengamatan) yakni menetapkan kejadian, gerak, atau proses
peneliti terlibat langsung bersama dengan yang diteliti. Peneliti melihat
kegiatan proses pelaksanaan program Dalam observasi peneliti
melakukan pencataan apa yang bisa dilihat oleh mata, diraba oleh
tangan, didengar oleh telinga kemudian peneliti tuangkan dalam
penulisan dalam skripsi sesuai dengan data yang dibutuhkan.
b. Wawancara
Wawancara yaitu pengumpulan data yang diperoleh secara langsung
dari partisipan atau sasaran peneltian yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian. Alat yang digunakan untuk Wawancara
berupa alat tulis tape recorder, serta daya ingat peneliti. Adapun
responden yang akan diwawancarai antara lain, Ketua koperasi
KopWan, tim pelatih, peserta atau unsur yang berhubungan dengan
permasalahan yang ingin digali.
15
Sapari Imam Asyari, Pendekatan Penelitian Sosial, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h. 82.
13
c. Dokumentasi
Studi Dokumentasi-catatan tertulis yang didapat dari lokasi penelitian16
.
Dalam studi dokumentasi ini peneliti dokumentasi yakni mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa buku panduan atau catatan
membuat dan memfoto copy biodata serta buku-buku yang didapatkan.
6. Tehnik Pencatatan Data
Pencatanan data dilakukan dengan cara pencatatan lapangan yang
berisikan hasil wawncara dan pengamatan. Pengamatan secara cermat terhadap
kegiatan pemberdayaan perempuan secara langsung di KopWan Wira Usaha Bina
Sejahtera.
Tekhnik wawancara digunakan untuk mengumpulkan keterangan tentang
pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui program kopwan dalam hal ini,
penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah peneliti siapkan untuk
responden, lalu di jawab pertanyaan itu oleh responden dengan bebas dan terbuka.
7. Teknik Analisa Data
Pada saat menganalisa data hasil observasi, peneliti menginterpretasikan
catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkannya. Setelah itu peneliti
menganalisa kategori-kategori yang nampak pada data tersebut.
Analisa data melibatkan upaya mengidentipikasi ciri-ciri suatu objek dan
kejadian. Kategori dan analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang nampak
pada pelatihan keterampilan menjahit dalam pengembangan ekonomi keluarga di
di kelurahan Cipayung RW 09 Bulak Timur, Depok.
16
Suharsini Arikunto, Prosedurt Penelitian Jakarta, (Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 1993), hal. 234.
14
8. Sumber Data.
Dalam penelitian sumber data diambil dari data primer dan data sekunder
yaitu:
a. Data primer diperoleh secara langsung melalui proses penelitian secara
langsung dari partisipan atau sasaran penelitian, yakni data dari ibu-ibu
peserta keterampilan menjahit, ketua KopWan, tim pelatih.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan ataupun
dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari lembaga atau dokumen
yang diteliti taupun referensi dan buku-buku dari perpustakaan.
Teknik penulisan skripsi ini, mengacu kepada buku Hamid Nasuhi, dkk,
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Skripsi, Tesis, Disertasi), (CEQDA UIN
Jakarta, 2007), cet ke 1.
E. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa hasil penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang akan
penulis jadikan bahan perbandingan. Pertama, Siti Nafisah, skripsi yang berjudul
“Pemberdayaan Perempuan di Teluk Naga-Tangerang Melalui Keterampilan
Pembuatan Tas (Study Kasus Koperasi Wanita Ibu Mandiri dan Pemberdayaan
Perempuan”, PMI-2009) skripsi ini berisikan pemberdayaan perempuan dengan
cara membuat kerajinan tangan berupa pembuatan tas. Yang kedua, M.Syaichu,
Skripsi yang berjudul Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat melalui Wira Usaha
Industri Perhiasan di Desa Taman Rahayu (FDK PMI 2006) skripsi ini berisikan
pada pemberdayaan perempuan dengan cara industri perhiasan.
15
Skripsi yang mengangkat tema “Pemberdayaan Perempuan dan
Peningkatan Ekonomi Keluarga melalui Keterampilan Menjahit (Analisis
terhadap program Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera) Bulak Timur-
Depok” adalah kompilasi analisa dari berbagai literatur yang ada. Tentunya dari
buku-buku karya ilmiah yang mengangkat Yayasan / LSM yang melakukan
pemberdayaan perempuan. Skripsi yang penulis bahas adalah mengenai
pemberdayaan perempuan dengan cara keterampilan menjahit dengan
perbedaanya dengan literatur-literatur skripsi diatas adalah batasan sasaran peserta
dan waktu proses pemberdayaan pelatihan keterampilan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis
menyusun kedalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub-sub tersendiri. Bab-
bab tersebut secara keseluruhan saling berkaitan dengan satu sama lainnya,
adapun susunannya adalah sebagai berikut:
Bab 1: Merupakan Pendahuluan yang mendeskripsikan tentang : Latar
Belakang Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metodologi Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
Bab 11: Landasan Teoritis yang terdiri dari Pengertian Pemberdayaan,
Tujuan Pemberdayaan, Tahapan Pemberdayaan, Strategi Pemberdayaan,
Pemberrdayaan Perempuan, Pengertian, Tujuan, Ciri khas Pemberdayaan
Perempuan.
16
Bab III: Bab ini memuat tentang gambaran umum tentang objek penelitian
yang terdiri dari Latar Belakang Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
Sejahtera, Tujuan Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera, Visi
dan Misi, Struktur Organisasi, Program Kerja atau Kegiatan Koperasi Waanita
Bina Sejahtera, Gambaran Umum Program Keterampilan Menjahit dan Gambaran
Umum Lokasi Penelitian.
Bab 1V: Bab ini membahas analisis tentang Pemberdayaan Perempuan di
Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera yang terdiri dari: Analisis
Perencanaan program keterampilan menjahit di koperasi wanita wira usaha bina
sejahtera , Analisis Pelaksanaan program keterampilan menjahit dalam melakukan
pemberdayaan perempuan di koperasi wanita wira usaha bina sejahtera.
Bab V, Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
17
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pemberdayaan Masyarakat
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat.
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- menjadi
kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan,
berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan pe-
dengan mendapat sisipan-m- dan akhiran –an menjadi “pemberdayaan” artinya
membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai kekuatan17
Kata “Pemberdayaan”adalah terjemahan dari bahasa inggris
“Empowerment”, pemberdayaan berasal dari kata dasar “Power” yang berarti
kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan, awalan “em”
pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri manusia, suatusumber
kreativitas18
.
Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment)
berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan)19
. Pemberdayaan menunjuk
pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka
memiliki kekuatan atau kemampuan dalam: (a) memenuhi kebutuhan dasarnya
sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas
17
Roesmidi dan Riza Risyanti. Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: Alqaprint
Jatinagor, 2006), h.1. 18
Lili Baridi, Muhammad Zein, M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: CED (Center
for Enterprenership Development, 2005), cet. Ke-1, h.53. 19
Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005),
Cet ke-1, h. 57
17
18
mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan,
bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang
memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh
barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisispasi dalam
proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka20
.
Menurut Agus Ahmad Syafi‟i, pemberdayaan atau empowerment dapat
diartikan sebagai penguatan, dan secara teknis istilah pemberdayaan dapat
disamakan dengan istilah pengembangan21
. Berkenaaan dengan istilah di atas,
dalam Pengalaman al-Qur‟an tentang Pemberdayaan Dhu'afa, “Community
Empowerment” (CE) atau pemberdayaan masyarakat pada intinya adalah
“membantu klien” (pihak yang diberdayakan), untuk memperoleh daya guna
mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan tentang diri
mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial melalui
peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang
dimilikinya antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya22
.
Masih dalam Pengamalan Al-Qur‟an, Jim Ife mengatakan bahwa
pemberdayaan adalah penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan
keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka sehingga
mereka bisa menemukan masa depan mereka lebih baik23
. Sedangkan
pemberdayaan menurut Gunawan Sumohadiningrat adalah “upaya untuk
20
Ibid., h. 58 21
Agus Ahmad Syafi‟i, Manajemen Masyarakat Islam, (Bandung: Gerbang Masyarakat
Baru, 2001), h. 70. 22
Asep Usman Ismail, Pengalaman Al-Qur’anTentang Pemberdayaan Dhu’afa, (Jakarta:
Dakwah Press, 2008), Cet Ke-1, h. 9. 23
Ibid, h. 9.
19
membangun daya yang dimiliki dhu‟afa dengan mendorong, memberikan
motivasi dan meningkatkan kesadaran tentang potensi yang dimiliki mereka, serta
berupaya untuk mengembangkannya24
.
Menurut beberapa pakar yang terdapat dalam buku Edi Suharto,
mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara
pemberdayaan. Menurut Ife dalam Membangun Masyarakat Memberdayakan
Rakyat, pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang
yang lemah atau tidak beruntung25
. Masih dalam buku tersebut, Parson
mengatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang
menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan
mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya. Sedangkan menurut Swift dan Levin dalam Membangun
Masyarakat Memberdayakan Rakyat, pemberdayaan menunjuk pada usaha
pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial26
.
Menurut Payne dalam buku yang ditulis Isbandi Rukminto Adi dinyatakan
bahwa pemberdayaan (empowerment) adalah membantu klien memperoleh daya
untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang
24
Gunawan Sumohadiningrat, Pembangunan Daerah dan Pengembangan Mayarakat,
(Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165. 25
Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005),
Cet ke-1,h. 57 26
Ibid.
20
terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan
sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan
kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki antara
lain melalui transfer daya dari lingkungan27
.
Berdasarkan beragam definisi pemberdayaan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok rentan dan lemah dalam
masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan,
sehingga mereka memiliki keberdayaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti: memiliki kepercayaan
diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi
dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya28
. Adapun cara yang ditempuh dalam melakukan pemberdayaan
yaitu dengan memberikan motivasi atau dukungan berupa penyediaan sumber
daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk
meningkatkan kapasitas mereka, meningkatkan kesadaran tentang potensi yang
dimilikinya, kemudian berupaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
mereka tersebut.
27
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan
Sosial, (Jakarta ; LP FEUI, 2002), h. 162. 28
Ibid, h. 60.
21
Sedangkan istilah masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat
diartikan sekelompok orang yang bertempat tinggal disuatu wilayah geografis
tertentu dan satu sama lain saling berinteraksi untuk mencapai tujuan hidupnya29
.
Menurut pengertian masyarakat adalah kelompok manusia yang saling
terkaitoleh sistem, adat istiadat, ritus-ritus serta hukum-hukum khas yang hidup
bersama, masyarakat adalah yang terdiri dari individu-individu yang hidup secara
berkelompok30
.
Dari devinisi tentang pemberdayaan dan masyarakat di atas maka secara
sederhana penulis mendevinisikan pemberdayaan masyarakat adalah bagaimana
mengembangkan keadaan atau situasi dari tidak berdaya menjadi berdaya ke arah
yang lebih baik kepada individu-individu yang hidup secara bersama.
Pemberdayaan masyarakat yang terjadi pada masyarakat bukanlah suatu
proses yang berhenti pada suatu titik tertentu, tetapi merupakan suatu upaya
berkesinambungan yang dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan
daya yang ada menuju ke arah yang lebih baik.
Dengan melihat devinisi dari pemberdayaan dan masyarakat di atas penulis
dapat menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses
peningkatan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik guna melepaskan
masyarakat dari kehidupan yang membelengggunya, salah satunya adalah
mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan.
29
Nanih Machendrawaty dan Agus A. Syafe‟i, Pengembangan Masyarakat Islam : Dari
Idiologi, strategi sampai tradisi, (Bandung : Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-1, h.44. 30
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1987), Cet.
Ke-2, h. 75.
22
2. Tujuan pemberdayaan
Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat
khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi
internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal
(misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil)31
.Ada beberapa kolompok
yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya meliputi:
a. Kelompok lemah secara strutural, baik lemah secara kelas, gender,
maupun etnis.
b. Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja,
penyandang cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing.
c. Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami
masalah pribadi dan atau keluarga32
.
Menurut Agus Ahmad Syafi‟i, tujuan pemberdayaan masyarakat adalah
memandirikan masyarakat atau membangun kemampuan untuk memajukan diri
ke arah kehidupan yang lebih baik secara seimbang. Karenanya pemberdayaan
masyarakat adalah upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti
masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat
bagi dirinya33
.
Payne mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (Empowerment),
pada intinya bertujuan: membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan
31
Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005),
Cet ke-1,h. 60. 32
Ibid., h. 60. 33
Agus Ahmad Syafi‟i, Manajemen Masyarakat Islam, h. 39
23
diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa
peraya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer
daya dari lingkungannya34
.
3. Indikator Keberdayaan
Menurut Kiefer pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi
kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif.
Parson et.al. juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada:
a. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual
yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih
besar.
b.Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna
dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.
c. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari
pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan
upaya-upaya kolektif dari orang-orang yang lemah tersebut untuk
memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih
menekan35
.
34
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, h. 54. 35
Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005),
Cet ke-1, h.63.
24
Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator
pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai Empowerment Index atau indeks
pemberdayaan36
:
a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah
atau wilayah tempat tinggalnya, seperti kepasar, fasilitas medis, bioskop,
rumah ibadah, kerumah tangga. Tingkat mobilitas ini di anggap tinggi
jika individu mampu pergi sendirian.
b. Kemampuan membeli komoditas „kecil‟: kemampuan individu untuk
membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras,minyak
tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun
mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan
kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa
meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang
tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
c. Kemampuan membeli komoditas‟besar‟: kemampuan individu untuk
membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian,
TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di
atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat
keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat
membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga : mampu
membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai
36
Ibid, h. 63-66.
25
keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah,
pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.
e. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga.
f. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai
pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama
presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nihak dan hukum-
hukumwaris.
g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap
„berdaya‟ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain
melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri
yang mengabaikan suami dn keluarganya; gaji yang tidak adil;
penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi
dan pegawai pemerintah.
h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah,
tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang di anggap memiliki 4 poin
tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah
dari pasangannya.
Berdasarkan indikator keberdayaan tersebut, maka sesungguhnya
keberhasilan pemberdayaan keluarga miskin dapat dilihat dari keberdayaan
mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat
kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis jenis. Ketiga aspek tersebut
dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: „kekuasaan di dalam‟ (power
26
within), „kekuasaan untuk‟ (power to), „kekuasaan atas‟ (power over), dan
„kekuasaan dengan‟ (power with)37
.
4. Tahapan Pemberdayaan
Menurut Isbandi Rukminto Adi, pemberdayaan masyarakat memiliki tujuh
tahapan pemberdayaan, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan: Pada tahap ini ada dua tahapan yang harus dikerjakan,
yaitu : pertama, penyiapan petugas. Yaitu tenaga pemberdayaan
masyarakat yang bisa dilakukan oleh community worker, dan kedua,
penyiapan lapangan yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara
non-direktif.
b. Tahap Pengkajian (Assessment): Pada tahap ini yaitu proses pengkajian
dapat dilakukan secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat (key
person), tetapi juga dapat melalui kelompok-kelompok dalam
masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi
masalah kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dan juga sumber daya
yang dimiliki klien.
c. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan: Pada tahap ini
petugas sebagai agen perubah (exchange agent) secara partisipatif
mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka
hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat
diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan
yang dapat dilakukan.
37
Ibid., h.63
27
d. Tahap Pemformulasi Rencana Aksi: Pada tahap ini agen perubah
membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan
program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi
permasalahan yang ada. Disamping itu juga petugas membantu untuk
memformulasikan gagasan mereka ke dalam bentuk tertulis, terutama bila
ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang dana.
e. Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Program atau Kegiatan: Dalam upaya
pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran masyarakat
sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang
telah dikembangkan. Kerjasama antara petugas dan masyarakat
merupakan hal penting dalam tahap ini karena terkadang sesuatu yang
sudah direncanakan dengan baik melenceng saat dilapangan.
f. Tahap Evaluasi: Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan
petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang
berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan
keterlibatan warga tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek bisa
terbentuk suatu sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan
untuk jangka panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang
lebih mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
g. Tahap Terminasi: Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan
hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini
diharapakan proyek harus segera berhenti. Petugas harus tetap melakukan
28
kontak meskipun tidak secara rutin. Kemudian secara perlahan-lahan
mengurangi kontak dengan komunitas sasaran38
.
Adapun bagan dari model tahapan pemberdayaan yang telah dijelaskan di
atas adalah sebagai berikut:
Bagan 1
Tahapan Pemberdayaan Masyarakat39
Sedangkan menurut Gunawan Sumodiningrat, upaya untuk pemberdayaan
masyarakat terdiri dari 3 (tiga) tahapan yaitu:
38
Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2003) h. 54. 39
Ibid., h. 53.
Persiapan
Pengkajian (Assessment)
Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Pemformulasian Rencana Aksi
Pelaksanaan Program atau Kegiatan
Evaluasi
Terminasi
29
1) Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat itu
berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan
masyarakat memiliki potensi (daya) yang dapat dikembangkan.
2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, dalam
rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, serta
pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat
masyarakat menjadi semakin berdaya dalam memanfaatkan peluang.
3) Memberdayakan juga mengandung arti menanggulangi40
.
5. Strategi Pemberdayaan
Parson menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara
kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses
pemberdayaan terjadi dalam relasi satu-lawan-satu antara pekerja sosial dan klien
dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini
dapat meningkatkan rasa percaya diri klien, hal ini bukanlah strategi utama
pemberdayaan41
.
Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga
aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro.
Untuk lebih jelasnya yaitu sebagai berikut:
a. Aras Mikro: Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu
melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention.
Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam
40
Gunawan Sumodiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat,
(Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165. 41
Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005),
h. 66.
30
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai
pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach.
b. Aras Mezzo: Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media
intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya
digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan
memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
c. Aras Makro: Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar
(large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem
lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial,
kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat,
manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini.
Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki
kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk
memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak42
.
Dengan merujuk pada tujuan pemberdayaan, tahapan pemberdayaan, dan
strategi pemberdayaan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pada hakikatnya pemberdayaan adalah suatu upaya untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat yang mengalami kerentanan sosial (seperti: masalah
kemiskinan, penyandang cacat, manula, perbedaan etnis, dan ketidakadilan
42
Ibid, h. 66-67.
31
gender). Upaya pemberdayaan tersebut ditujukan agar masyarakat dapat hidup
sejahtera.
Dalam penelitian ini peneliti mengangkat tentang pemberdayaan terhadap
perempuan yang umumnya sulit dalam mendapatkan akses dalam perkonomian
seperti kesempatan mendapatkan modal usaha, kemudahan dalam meraih sumber
ekonomi dan pelayanan, kesempatan dalam mendapatkan pekerjaan, pendidikan,
dan kesempatan untuk menyalurkan bakat dan minatnya dalam berkarya. Hal ini
tentunya terkait oleh peran, tanggung jawab, dan perilakunya sebagai perempuan.
Sebagaimana dikatakan oleh Edriana, kontruksi peran yang melekat pada
perempuan, tanggung jawab, dan perilakunya sebagai perempuan, juga karena
relasinya yang tidak setara dengan laki-laki sehingga menimbulkan ketidakadilan
gender. Hal ini bisa berdampak langsung terhadap kesejahteraan perempuan dan
mengakibatkan kemiskinan berbasis gender43
.Adapun indikator ketidakadilan
yang berbasis pada ketimpangan gender dan mengakibatkan kemiskinan
perempuan, antara lain adalah:
a. Perempuan kurang memiliki akses terhadap pendidikan dan pelatihan.
b. Perempuan kekurangan modal untuk membangun usaha sendiri.
c. Perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan domestik dan tidak
dibayar dan jam kerja perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki,
sementara penghasilan perempuan jauh lebih rendah dibanding laki-
laki44
.
43
Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research
Institute, 2006), Cet.ke-1, h.26. 44
Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, h.24.
32
Maka dengan melihat kondisi perempuan tersebut, pemberdayaan pada
perempuan sangat perlu dilakukan demi tercapainya kemandirian dan
kesejahteraan pada perempuan.
Sejalan dengan tahapan pemberdayaan yang ada dalam teori di atas, maka
dalam penelitian ini peneliti ingin melihat bentuk pemberdayaan ekonomi pada
perempuan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera. Adapun dalam
melakukan pemberdayaan pada perempuan adalah dengan cara meningkatkan
kapasitas pengetahuan dan skill perempuan agar mampu berdaya saing dan hidup
mandiri. Selain itu juga perlu dilakukan pembukaan akses kepada berbagai
peluang yang akan membuat perempuan menjadi semakin berdaya, seperti akses
pembekalan pengetahuan dan keterampilan, akses pembiayaan modal dan akses
pemasaran sehingga perempuan mampu mengembangkan usahanya.
Masih sejalan dengan strategi pemberdayaan seperti diungkapkan
sebelumnya, adapun strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Koperasi Wanita
Wira Usaha Bina Sejahtera adalah strategi pemberdayaan ‟aras mezzo‟, di mana
pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien sebagai media intervensi
sehingga lebih efektif dan efisien. Selain itu, dengan pembinaan secara kelompok
juga akan menjadi wadah paguyuban, menumbuhkan rasa kekeluargaan dan
solidaritas dalam kelompok.
33
B. Perempuan
1. Pengertian Perempuan
Kata perempuan secara etimologi berasal dari kata empu yang berarti tuan,
orang yang mahir berkuasa, ataupun kepala, hulu atau yang paling besar: maka
dikenal kata empu jari “ibu jari”, empu gending orang yang mahir mencipta
tembang.
Kata perempuan juga berakar erat dari kata perempuan kata ini mengalami
pasangan kata dari tuan. Sedangkan kata perempuan pada kamus bahasa Indonesia
merupakan orang atau manusia yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil,
melahirkan anak dan menyusui45
.
Secara harfiyah wanita tersebut kaum perempuan, dimana mereka
merupakan kaum yang amat dihormati dalam konsepsi Islam. Sebab, pada telapak
kaki wanita terletak surga. Sebagai mana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Ahmad dan Anas ra, Nabi Muhammad SAW Bersabda :
اَلْجَنَّةُ جَحْثَ أَقْدَامِ الُأمَّهَاتِ
Artinya : “Surga itu terletak ditelapak kaki ibu “. (HR.Muslim)
Hadits ini menggambarkan betapa mulianya tugas dan pungsi seorang ibu
sebagai pemimpin.
45
Artmanda. W, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jombang: Lintas Media).
34
2. Kodrat Seorang Wanita
Menurut kamus bahasa Indonesia pengertian kodrat adalah ketentuan hidup
dan takdir tuhan46
. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa kodrat
merupakan segala sesuatu yang dilihat dari segi biologis yaitu jika seseorang
memiliki vagina maka disebut sebagai seorang perempuan47
.
Selain itu, pada buku yang sama didevinisikan bahwa kodrat adalah suatu
ketentuan yang datang dari Tuhan. Sebagai kodrat, jenis kelamin bersifat abadi,
dalam arti tidak berubah “kepemilikan”. Pengertian kodrat disini lebih kepada
biologis dimana perempuan dikodratkan untuk memiliki payudara, mengalami
haid, hamil, melahirkan, menyusui48
.
Dari pengertian kodrat diatas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan
kodrat adalah segala sesuatu yang telah ditentukan oleh Tuhan yang sifatnya
Abadi, dan tidak dapat dirubah bentuk serta fungsinya sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh Tuhan, dan sifat biologis.
3. Pemberdayaan Perempuan.
Pada dasarnya pemberdayaan perempuan menjadi penting dikarenakan
beberapa faktor yaitu:
a. Pembangunan dengan perspektif patriakhal mengakibatkan perempuan
menjadi tidak berdaya (tidak dapat mengekspresikan kebebasan yang
dimilikinya).
b. Tingkat pendidikan perempuan cenderung lebih rendah daripada laki-laki.
46
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya : Apollo, 1997). 47
Lies Maeceos-Natsir MA, Jender dan Pembangunan, (Kantor Mentri Pemberdayaan
Perempuan RI dan Women Suport Project 11/CIDA, 2001), h. 11. 48
Ibid, h. 12
35
c. Hak reproduksi yang cenderung dipaksakan.
d. Ketinggalan perempuan dalam dunia politik dan sebagainya49
.
Oleh karena itu, agar semuanya berjalan dengan seimbang maka
diperlukannya upaya untuk mengadakan suatu pemberdayaan perempuan agar
mereka mempunyai akses dan kontrol terhadap semua aspek pembangunan. Yang
mana tujuan akhirnya adalah kesetaraan anatara laki-laki dan perempuan.
Pengertian diatas sama dengan pendapat menyatakan bahwa pemberdayaan
perempuan dimulai dengan tidak membiarkan mereka “bodoh dan dibodohi”50
.
Dimana dalam hal ini perempuan tidak dibiarkan untuk tidak memperoleh
informasi yang penting bagi dirinya mengenai kehidupan diluar sana baik tentang
pertumbuhan ekonomi, sosial, maupun budaya.
Oleh karena itu, agar perempuan tidak ketinggalan dalam memperoleh
informasi, maka penyadaran gender perlu diperhatikan atau dipromosikan baik
bagi kaum Adam maupun kaum Hawa yang paling utama.
Pada dasarnya pemberdayaan perempuan ini bertujuan untuk membuat
setiap perempuan menjadi seorang yang mandiri yang tidak menggantungkan
hidupnya pada keluarganya maupun orang lain. Mandiri, dalam kamus bahasa
Indonesia berarti tidak tergantung pada orang lain. Namun mandiri disini tidak
hanya sekedar tergantung pada orang lain, tetapi juga menyadari bahwa dirinya
adalah pribadi yang berkehendak bebas.
49
Ari Sunarijati,dkk, Perempuan yang Menuntun : Sebuah Perjalann Inspirasi dan
Kreasi, {Bandung: Ashoka Indonesia,2000), cet. Ke- 1, h.130 50
A. Nunuk P. Murniati, Gentar Gender Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama,
Budaya dan Keluagra, (Magelang: Indonesia Tera,2004), cet.ke-2, h. 215
36
Pribadi yang mandiri, berani menyatakan kehendaknya, berani memutuskan,
dan bertanggung jawan secara sadar yaitu bahwa dirinya adalah seorang pribadi
yang mampu dalam segala hal atau bidang. Akan tetapi sangat sulit bagi
perempuan untuk menjadi pribadi yang mandiri, sebab masyarakat selalu
menghubungkan perempuan dengan ketergantungan.
Pola ketergantungan yang tercipta dari konstruksi sosial yang bias gender
sangat mengganggu perkembangan pribadi seorang perempuan untuk mandiri
karena didasarkan pada budaya patriarkhal.
Budaya Patriarkhal ini merupakan suatu sistem yang bercirikan laki-laki
(ayah). Dalam sistem ini laki-laki yang berkuasa untuk menentukan, dimana
sistem ini dianggap wajar karena disejajarkan dengan pembagian kerja
berdasarkan seks51
.
Jadi, dalam hal ini pada dasarnya perempuan dapat bergerak dengan bebas
dalam bidang ekonomi, sosial, budaya maupun politik sekalipun, jika budaya
patriarkhal itu ditiadakan.
Jika budaya tersebut masih dipegang kuat oleh masyarakat pada umumnya
maka hal ini masih mempersulit perempuan dalam berkarya, sehingga pribadinya
merasa tidak berdaya untuk menghadapi permasalahan tersebut. Dan ini berarti
melanggar ketetapan perempuan untuk memperoleh haknya sebagai warga negara
yang sah.
51
Ibid,h. 81.
37
C. Keterampilan Menjahit.
1. Pengertian Keterampilan Menjahit
Kata keterampilan berasal dari kata terampil, dengan ditambahkan awalan
ke- dan akhiran menjadi keterampilan yang berarti kecakapan.
Jadi keterampilan itu adalah kecakapan seseorang dalam membuat misalnya
kecakapan dalam menjahit pakaian, kecakapan dalam membuat kerajinan tangan
dan sebagainya. Dari hasil pekerjaannya dapat dilihat : Kerapihannya,
penyelesaiannya cepat atau tidak, teliti atau tidak, bagaimana halus kasarnya
pekerjaan dan sebagainya.
Menurut Ngalim Purwanto, keterampilan berasal dari kata terampil yang
bearti mahir, namun dalam pembahasan ini keterampilan yang dimaksud adalah
keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan tangan atau kecekatan kerja52
.
Sedangkan Whitherington menyatakan bahwa suatu keterampilan adalah
hasil dari latihan yang berulang-ulang yang dapat disebut perubahan meningkat
atau progresif atau pertumbuhan yang di alami oleh orang yang mempelajari
keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu53
. Jadi, keterampilan adalah
serangkaian latihan terencana dan terarah yang diberikan oleh instruktur. Selain
itu keterampilan bergerak dari hal yang teramat sederhana sampai hal yang sangat
kompleks.
52
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktikum , (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 1986), h. 169. 53
Whitherington, Psikologi Pendidikan (Jakarta : Aksara Baru, 1985), h. 104.
38
Keterampilan menurut Mace dikutip oleh Ivor. K. Davies adalah
kemampuan untuk menghasilkan secara konsisten suatu akibat yang diharapkan
dengan ketepatan, kecepatan, dan penghematan tindakan54
.
Keterampilan menjahit dalam arti yang luas bukan hanya sekedar pelajaran
jahit menjahit saja, tetapi meliputi pengetahuan tentang kesehatan, keserasian, dan
perawatan dalam berpakaian. Seperti apa yang di ungkapkan oleh Moersarah
Mangkoesatyoko, dalam bukunya yang berjudul PKK, bahwa keterampilan
menjahit adalah pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan dan tata rias diri,
memahami peraturan kesehatan untuk mencapai keindahan diri, memiliki
keterampilan untuk merawat dan memperindah diri serta memiliki apresiasi
terhadap penampilan diri yang menarik55
.
Dari penjelasan diatas, keterampilan dapat di artikan bahwa keterampilan
merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan
sesuatu yang dilakukan secara konsisten dengan ketepatan dan kecepatan tertentu
serta hemat waktu dalam melakukan tindakan.
2. Macam-macam Keterampilan
Keterampilan kerajinan tangan sangat banyak jenisnya, ada yang khusus
untuk pria dan ada yang khusus wanita. Jenis pekerjaan tangan yang dikhususkan
untuk pria seperti bengkel, mengukir, menenun, membentuk rotan, dan seni cetak
sablon. Sedangkan jenis pekerjaan tangan yang dikhususkan untuk wanita seperti
melipat, menjahit, meronce, merangkai bunga, memasak, membatik dan merenda.
54Ivor. K. Davies, Pengelolaa Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), h. 70
55Moersarah Mangkoesatyoko et.al, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga 1 (Jakarta: F.A.
Hasmar ,1975), h. 7.
39
Jenis pekerjaan tangan untuk pria dan wanita dibedakan karena kemampuan
taktil yang berbeda, pekejaan tangan untuk pria membutuhkan tangan dan teknik,
sedangkan pekerjaan tangan untuk wanita membutuhkan motorik halus dan
kesabaran. Adapun macam-macam keterampilan meliputi :
a. Keterampilan rekayasa meliputi : 1). Keterampilan anyaman, 2).
Keterampilan sablon, 3). Keterampilan tenun, 4). Keterampilan menjahit,
5). Keterampilan membuat bata.
b. Keterampilan jasa dan pekantoran meliputi : 1). Koperasi, 2). Komputer
c. Keterampilan pertanian meliputi: Tanaman hias.
d. Keterampilan seni dan kerajinan meliputi : 1). Ukir kayu, 2). Batik cap.
2. Tujuan Belajar Keterampilan
Berdasarkan kurikulum KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera diadakannya
pelatihan keterampilan ini antara lain :
a. Untuk mensejahterakan kehidupan peserta keterampilan menjahit dan
dapat meningkatkan ekonomi mereka.
b. Untuk membantu peserta dengan keterampilan atau keahlian hidup
sehingga dapat menjadi modal dasar untuk membuka usaha. Diharapkan
dengan keterampilan yang telah didapat para peserta dari pelatihan ini,
maka secara otomatis peserta dapat memanfaatkan keterampilannya
untuk berusaha dalam rangka meningkatkan ekonomi mereka menuju
pada pemenuhan kesejahteraannya.
Selain itu tujuan yang hendak dicapai dalam meningkatkan ekonomi peserta
antara lain, meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta, tujuan ini agar
40
bagaimana peserta keterampilan menjahit ini di upayakan memiliki keterampilan
hidup untuk menjadi lebih produktif. Bentuk upaya ini dilakukan dengan cara
pelatihan keterampilan selanjutnya setelah pelatihan keterampilan tersebut, maka
para peserta akan memiliki keterampilan yang dapat mereka pergunakan untuk
melakukan usaha yang menghasilkan.
Ada juga tujuan yang lain yaitu untuk mempersiapkan tenaga kerja yang
terampil, ini bertujuan agar peserta siap dengan keterampilannya yang akan
digunakan dalam dunia kerja yang akan digelutinya.
41
BAB III
GAMBARAN UMUM
KOPERASI WANITA WIRA
USAHA BINA SEJAHTERA
A. Profil Koperasi Wira Usaha Bina Sejahtera
Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera bertujuan membantu para wanita
agar lebih mandiri dan bisa membantu suami atau dirinya sendiri secara finansial.
Tetapi pada umumnya, Koperasi WanitaWira Usaha Bina Sejahtera tetap
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan khususnya
yang berada di wilayah Bulak Timur-Depok, tanpa membedakan jenis kelamin,
suku bangsa, ras dan agama. Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera
didirikan bukan dengan semangat gender untuk menyaingi laki-laki, tetapi lebih
kepada keinginan untuk membuat perempuan lebih „berdaya‟, mendapatkan
kesempatan untuk mengembangkan potensi dan kemampuannya terutama di
bidang ekonomi, karena saat ini perempuan masih belum mudah mengakses
sumber-sumber permodalan. Koperasi ini adalah juga bentuk persembahan dari
perempuan untuk masyarakat, sehingga walau semua anggotanya perempuan,
koperasi ini tetap melayani laki-laki dalam kegiatannya. Ibu Marnih pun
menambahkan bahwa alasannya membentuk lembaga koperasi adalah karena
masih banyaknya diperlukan dukungan terhadap para pengusaha kecil dan
menengah akan sumber modal.
Koperasi ini tumbuh dari kelompok arisan ibu-ibu pengajian yang dimotivasi
oleh Ibu Marnih (ketua koperasi). Pada awal berdirinya Tahun 2009 bulan Mei,
41
42
Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera hanya memiliki satu unit program
yang bernama Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Kopwan Wira Usaha
Bina Sejahtera berusaha melakukan pemberdayaan ekonomi pada masyarakat,
yaitu dengan cara memberikan bantuan pinjaman atau pendanaan modal usaha.
Melalui produk pembiayaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) melayani
kebutuhan penambahan modal terhadap usaha kecil dengan pola pembayaran atau
pengembalian yang ringan dengan periode harian, mingguan atau bulanan.
Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera semakin menemukan jati dirinya.
Berawal dari keinginan menciptakan kesejahteraan pada masyarakat khususnya di
wilayah Bulaktimur-Depok, Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera merasa
tidak cukup bila hanya membantu dari segi permodalan saja karena itu hanya akan
membuat khalayak sasaran (khasar) menjadi tergantung, potensinya menjadi tidak
berkembang dan tidak mandiri. Dalam melakukan pemandirian masyarakat,
Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera merasa perlu melakukan peningkatan
kapasitas dari sisi sumber daya manusianya yaitu dengan cara memberikan
pelatihan-pelatihan keterampilan dan pengetahuan.
Untuk itulah, KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera akhirnya membentuk suatu
unit program yang khusus memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan dan
pengetahuan tersebut. Pelatihan-pelatihan ini khusus diberikan pada perempuan
karena selain Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera didirikan dengan legalitas dan
dasar hukum koperasi wanita, juga karena hal ini merupakan salah satu upaya
bentuk keberpihakan Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera pada perempuan.
Adapun program tersebut adalah program keterampilan menjahit.
43
Dengan berdirinya Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera, diharapkan bisa
membuat wanita itu sadar diri bahwa mereka punya potensi dan mampu
melakukan sesuatu yang mereka tidak bayangkan sebelumnya yaitu jadi „wanita
yang mandiri‟, yang di dalamnya ada unsur sadar diri, bertanggung jawab, berani
mengambil resiko, dan dewasa. Selain itu, Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera
juga berusaha memberikan kesempatan kepada para wanita yang berada dalam
keanggotaan koperasi, para pengelola dan para nasabah untuk menerjuni bidang
baru, mengembangkan usaha, meningkat kapasitas diri dan sebagainya.
B. Visi dan Misi
Adapun visi dari Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera
antara lain terwujudnya kemandirian dan partisipasi masyarakat
untuk mengatasi masalah-masalah masyarakat yang ada dibulak
timur-Depok. Sedangkan misi dari Koperasi Wanita Wira Usaha
Bina Sejahtera itu sendiri yaitu pemberdayaan masyarakat dan
penguatan institusi lokal untuk meningkatkan ekonomi dan
kesejahteraan sosial.
C. Tujuan Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
Sejahtera
Tujuan khusus berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera adalah
membantu para wanita agar lebih mandiri dan bisa membantu suami atau dirinya
sendiri secara finansial. Hal ini dikarenakan wanita sering kali dikatakan lemah
44
dan memang memiliki akses yang minim untuk mendapatkan pembiayaan atau
modal usaha di lembaga-lembaga konvensional.
Sedangkan tujuan umum Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tanpa membedakan
jenis kelamin, suku bangsa, ras dan agama. Dengan berdirinya Koperasi Wanita
Wira Usaha Bina Sejahtera, diharapkan bukan hanya bisa mendapatkan bantuan
modal, tapi juga bisa berkenalan dengan institusi keuangan agar usaha dan
kegiatannya bisa maju ke depan.56
D. Landasan Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
Sejahtera.
Adapun landasan berdir inya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
Sejahtera adalah sebagai berikut.
1. Pasal 2: Koperasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berasaskan
kekeluargaan.
2. Pasal 3: Koperasi melakukan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip
koperasi, yaitu:
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis
c. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding
dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
56
Ibid.
45
e. Kemandirian
f. Melaksanakan pendidikan perkoperasian bagi anggota;
g. Kerjasama antar koperasi.
3. Koperasi sebagai badan usaha dalam melaksanakan kegiatannya yang
mengorganisir pemanfaat dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para
anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi tersebut pada ayat 1 (satu) di
atas dan kaidah-kaidah usaha ekonomi57
.
E. Pelayanan Program Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera.
Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera berusaha menggalih potensi yang
ada pada diri perempuan sehingga dapat berkembang menjadi perempuan-
perempuan yang berdaya dan mandiri, serta dapat mencukupi kebutuhan hidupnya
dan keluarganya.Pelatihan keterampilan khusus diberikan pada perempuan karena
selain Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera didirikan dengan legalitas dan
berdasar hukum koperasi wanita, juga sebagai upaya bentuk keberpihakan
Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera pada perempuan. Menurut Ibu
Marnih58
, koperasi ini didirikan bukan dengan semangat gender untuk menyaingi
laki-laki, tetapi lebih kepada keinginan untuk membuat perempuan lebih
‟berdaya‟, mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi dan
kemampuannya terutama di bidang ekonomi.
Adapun kegiatan pelatihan yang diberikan seperti pelatihan membuat pakaian
jadi yang bukan hanya untuk keterampilan pribadi melainkan yang bisa
57
Ibid. 58
Wawancara pribadi dengan Ibu Marnih (Ketua Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera),
pada tanggal 19 februari 2013, di kediaman rumahnya,bulak timur-Depok..
46
dipasarkan atau dijual dari hasil produksi tersebut seperti membuat baju dan
celana. Kegiatan pelatihan ini sengaja dirancang oleh Kopwan dalam rangka
meningkatkan kapasitas potensi dan keilmuan perempuan. Pelatihan keterampilan
diberikan dalam bentuk kursus dan pelatihan panggilan. Pelatihan dalam bentuk
kursus, yaitu pelatihan pribadi di mana peserta mendatangi kantor Kopwan untuk
diberikan pelatihan keterampilan. Sedangkan pelatihan panggilan adalah kegiatan
pelatihan di mana Kopwan mendatangi kelompok ibu-ibu yang meminta untuk
diberikan pelatihan keterampilan. Kelompok ibu-ibu ini bisa berupa kelompok ibu
majelis ta‟lim, ibu-ibu PKK, ibu-ibu dharma wanita, dan sebagainya.
Melalui Program Keterampilan Menjahit, Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
Sejahtera berusaha mengalih potensi yang ada pada diri perempuan sehingga
perempuan dapat meningkat kapasitas keilmuannya dan berkembang menjadi
perempuan-perempuan yang tangguh, mampu berdaya saing dan mandiri, serta
dapat meningkatkan ekonomi keluarganya.
F. Gambaran Umum Tentang Wilayah Depok
1. Sejarah Tentang Depok
Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan
Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor, kemudian
pada tahun 1976 perumahan mulai dibangun baik oleh Perum Perumnas maupun
pengembang yang kemudian diikuti dengan dibangunnya kampus Universitas
47
Indonesia (UI), serta meningkatnya perdagangan dan Jasa yang semakin pesat
sehingga diperlukan kecepatan pelayanan59
.
Pada tahun 1981 Pemerintah membentuk Kota Administratif Depok
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1981 yang peresmiannya pada
tanggal 18 Maret 1982 oleh Menteri dalam Negeri (H. Amir Machmud) yang
terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 17 (tujuh belas) Desa, yaitu :
a. Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu Desa Depok,
Desa Depok Jaya, Desa Pancoram Mas, Desa Mampang, Desa
Rangkapan Jaya, Desa Rangkapan Jaya Baru.
b. Kecamatan Beji, terdiri dari 5 (lima) Desa, yaitu : Desa Beji, Desa Kemiri
Muka, Desa Pondok Cina, Desa Tanah Baru, Desa Kukusan.
c. Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu : Desa
Mekarjaya, Desa Sukma Jaya, Desa Sukamaju, Desa Cisalak, Desa
Kalibaru, Desa Kalimulya.
Selama kurun waktu 17 tahun Kota Administratif Depok berkembang pesat
baik dibidang Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan. Khususnya
bidang Pemerintahan semua Desa berganti menjadi Kelurahan dan adanya
pemekaran Kelurahan , sehingga pada akhirnya Depok terdiri dari 3 (Kecamatan)
dan 23 (dua puluh tiga) Kelurahan, yaitu :
1) Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu :
Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Pancoran Mas,
Kelurahjn Rangkapan Jaya, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru.
59
http://www.depok.go.id/profil-kota/geografi.
48
2) Kecamatan Beji terdiri dari (enam) Kelurahan, yaitu : Kelurahan Beji,
Kelurahan Beji Timur, Kelurah Pondok Cina, Kelurahan Kemirimuka,
Kelurahan Kukusan, Kelurahan Tanah Baru.
3) Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan, yaitu :
Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Suka Maju,. Kelurahan Mekarjaya,
Kelurahan Abadi Jaya, Kelurahan Baktijaya, Kelurahan Cisalak,
Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, Kelurahan Kali Jaya,
Kelurahan Cilodong, Kelurahan Jati Mulya, Kelurahan Tirta Jaya.
Dari tahun 1982 – 1999, penyelenggaraan pemerintah Kota Administratif
Depok mengalami pergantian Kepemimpinan sebagai berikut :
a) Drs. Moch Rukasah Suradimadja (Alm) Walikotatif 1982 – 1984
b) Drs. H.M.I Tamdjid Walikotatif 1984 – 1988
c) Drs. Abdul Wachyan Walikotatif 1988 – 1991
d) Drs. Moch. Masduki Walikotatif 1991 – 1992
e) Drs. H.Sofyan Safari Hamim Walikotatif 1992 – 1996
f) Drs. H. Yuyun WS Plh Walikotatif 1996 – 1997
g) H. Badrul Kamal Walikotatif 1997 – 1999
2. Terbentuknya Kota Depok
Dengan semakin pesatnya perkembangan dan tuntutan aspirasi masyarakat
yang semakin mendesak agar Kota Administratif Depok diangkat menjadi
Kotamadya dengan harapan pelayanan menjadi maksimum. Disis lain Pemerintah
Kabupaten Bogor bersama – sama Pemerintah Propinsi Jawa Barat
49
memperhatikan perkembangan tesebut, dan mengusulkannya kepada Pemerintah
Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan Undang – undang No. 15 tahun 1999, tentang pembentukan
Kotamadya Daerah Tk. II Depok yang ditetapkan pada tanggal 20 April 1999, dan
diresmikan tanggal 27 April 1999 berbarengan dengan Pelantikan Pejabat
Walikotamadya Kepala Daerah Tk. II Depok yang dipercayakan kepada Drs. H.
Badrul Kamal yang pada waktu itu menjabat sebagai Walikota Kota Administratif
Depok.
Momentum peresmian Kotamadya Daerah Tk. II Depok dan pelantikan
pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tk. II Depok dapat dijadikan suatu
landasan yang bersejarah dan tepat untuk dijadikan hari jadi Kota Depok.
Berdasarkan Undang – undang nomor 15 tahun 1999 Wilayah Kota Depok
meliputi wilayah Administratif Kota Depok, terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan
sebagaimana tersebut diatas ditambah dengan sebagian wilayah Kabupaten
Daerah Tingkat II Bogor, yaitu :
a. Kecamatan Cimanggis, yang terdiri dari 1 (satu) Kelurahan dan 12 (dua
belas) Desa , yaitu : Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung Selatan,
Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak Pasar, Desa Curug, Desa
Hajarmukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa Cijajar, Desa
Cimpaeun, Desa Leuwinanggung.
b.Kecamatan Sawangan, yang terdiri dari 14 (empat belas) Desa, yaitu :
Desa Sawangan, Desa Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa Kedaung,
Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug, Desa Bojong Sari, Desa
50
Bojong Sari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar, Desa
Pengasinan Desa Bedahan, Desa Pasir Putih.
c. Kecamatan Limo yang terdiri dari 8 (delapan) Desa, yaitu : Desa Limo,
Desa Meruyung, Desa Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan Jati, Desa
Pangkalan Jati Baru, Desa Krukut, Desa Grogol.
d. Dan ditambah 5 (lima) Desa dari Kecamatan Bojong Gede, yaitu : Desa
Cipayung, Desa Cipayung Jaya, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok Terong,
Desa Pondok Jaya.
Kota Depok selain merupakan Pusat Pemerintahan yang berbatasan
langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta juga merupakan
wilayah penyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk kota pemukiman ,
Kota Pendidikan, Pusat pelayanan perdagangan dan jasa, Kota pariwisata dan
sebagai kota resapan air.
3. Kondisi Demografi
Sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan Ibukota Negara, Kota
Depok menghadapi berbagai permasalahan perkotaan, termasuk masalah
kependudukan. Sebagai daerah penyangga Kota Jakarta, Kota Depok
mendapatkan tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat dari
meningkatnya jumlah kawasan permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa.
a. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2005 mencapai 1.374.522 jiwa,
terdiri atas laki-laki 696.329 jiwa (50,66%) dan perempuan 678.193 jiwa
(49,34%), Sedangkan luas wilayah hanya 200,29 km2, maka kepadatan
51
penduduk Kota Depok adalah 6.863 jiwa/km2. Tingkat kepadatan penduduk
tersebut tergolong “padat”, apalagi jika dikaitkan dengan penyebaran
penduduk yang tidak merata. Dalam kurun waktu 5 tahun (2000 – 2005)
penduduk Kota Depok mengalami peningkatan sebesar 447.993 jiwa. Pada
tahun 1999 jumlah penduduk masih dibawah 1 juta jiwa dan pada tahun
2005 telah mencapai 1.374.522 jiwa, sehingga perkembangan rata-rata 4,23
% per tahun. Peningkatan tersebut disebabkan tingginya angka migrasi
setiap tahunnya. Pada tahun 2010, diperkirakan jumlah penduduk akan
mencapai jumlah 1.610.000 jiwa dan kepadatan penduduk mencapai 7.877
jiwa per km2.
Adapun angka kelahiran penduduk dari tahun 1999 sampai 2004
senantiasa berfluktuasi, demikian juga angka kematian berfluktuasi hampir
mendekati pola angka kelahiran. Pada tahun 2004, angka kelahiran sebesar
3.713 jiwa dan angka kematian 1,962 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk
Kota Depok disebabkan tingginya migrasi penduduk ke Kota Depok sebagai
akibat pesatnya pengembangan kota yang dapat dilihat dari meningkatnya
pengembangan kawasan perumahan. Angka kepergian penduduk Kota
Depok tahun 2004 memperlihatkan pula pola yang berfluktuasi, dimana
jumlah penduduk yang datang 11,899 jiwa dan penduduk yang pergi 4.503
jiwa, atau rata-rata jumlah pendatang pertahun mencapai 7,396 jiwa.
Berdasarkan perkembangan tersebut diperkirakan jumlah penduduk yang
datang ke Kota Depok pada waktu mendatang akan meningkat, seiring
52
dengan semakin banyaknya operasional kegiatan jasa dan niaga yang
berkembang pesat.
b. Iklim
Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan
curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim. Secara
umum musim kemarau antara bulan April-September dan musim hujan
antara bulan Oktober-Maret:
- Temperatur : 24,3o-33 o Celsiu
- Kelembabanrata-rata : 25 %
- Penguapan rata-rata : 3,9 mm/th
- Kecepatan angin rata-rata : 14,5 knot
- Penyinaran matahari rata-rata : 49,8 %
- Jumlah curah hujan : 2684 m/th
- Jumlah hari hujan : 222 hari/tahun
4. Kondisi Geografi
Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19‟ 00” – 6o 28‟
00” Lintang Selatan dan 106o 43‟ 00” – 106o 55‟ 30” Bujur Timur. Secara
geografis, Kota Depok berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada
dalam lingkungan wilayah Jabotabek.
Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran
rendah – perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter
diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok
sebagai wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29
53
km2. Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten da satu Propinsi.
Secara lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut60
:
a. Sebelah Utara:Kecamatan Ciputat Kabupaten Tanggerang dan DKI Jakarta.
b. Sebelah Timur:Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi dan Kecamatan
Gunung Puteri Kabupaten Bogor.
c. Sebelah Selatan: Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong Gede
Kabupaten Bogor.
d. Sebelah Barat:Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung Sindur
Kabupaten Bogor.
Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota
Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring
dengan meningkatnya perkembangan jaringan transpotasi yang tersinkronisasi
secara regional dengan kota-kota lainnya.
Kondisi geografisnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung
dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu terdapat
pula 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar 169,68 Ha, dengan kualitas
air rata-rata buruk akibat tercemar. Kondisi topografi berupa dataran rendah
bergelombang dengan kemiringan lereng yang landai menyebabkan masalah
banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan cekungan antara beberapa sungai
yang mengalir dari selatan menuju utara: Kali Angke, Sungai Ciliwung, Sungai
Pesanggrahan dan Kali Cikeas
60
http://www.dprd-depokkota.go.id/selayang-pandang/kondisi-geografis-2/.
54
1) Sumber Daya Lahan
Sumber Daya Lahan Kota Depok mengalami tekanan sejalan dengan
perkembangan kota yang sedemikian pesat. Sebagaimana kita ketahui
berdasarkan data analisis Revisi RTRW Kota Depok (2000-2010) dalam
pemanfaatan ruang kota, kawasan pemukiman pada tahun 2005 mencapai
8.915.09 ha (44,31%) dari total pemanfaatan ruang Kota Depok.
Pada tahun 2005 kawasan terbuka hijau tercatat 10.106,14 ha (50,23%)
dari luas wilayah Depok atau terjadi penyusutan sebesar 0,93 % dari data
tahun 2000. Meningkatnya tutupan permukaan tanah, berdampak terhadap
penurunan kondisi alam Kota Depok, terutama disebabkan tekanan dari
pemanfaatan lahan untuk kegiatan pemukiman yang mencapai lebih dari
44,31 % dari luas wilayah kota. Sementara luas kawasan terbangun tahun
2005 mencapai 10.013,86 ha (49,77%) dari luas wilayah Kota Depok atau
meningkat 3,59 % dari data tahun 2000.
Luas kawasan terbangun sampai dengan tahun 2010 diproyeksikan
mencapai 10.720,59 ha (53,28%) atau meningkat 3,63 % dari data tahun
2005. Sementara luas ruang terbuka (hijau) pada tahun 2010 diproyeksikan
seluas 9.399,41 ha (46,72%) atau menyusut 3,63 % dari tahun 2005.
Diprediksikan pada tahun 2010, dari 53,28% total luas kawasan
terbangun, hampir 45,49% akan tertutup oleh perumahan dan
perkampungan. Jasa dan perdagangan akan menutupi 2,96% total luas kota,
industri 2,08% total luas kota, pendidikan tinggi 1,49% total luas kota, dan
kawasan khusus 1,27% total luas kota. Meningkatnya jumlah tutupan
55
permukaan tanah tersebut, ditambah dengan berubahnya fungsi saluran
irigasi menjadi saluran drainase, diprediksikan akan menyebabkan
terjadinya genangan dan banjir di beberapa kawasan, yang berdampak
terhadap penurunan kondisi Kota Depok.
Diperkirakan pembangunan pertanian tanaman pangan di Kota Depok di
masa yang akan datang akan menghadapi suatu kondisi, dimana lahan sawah
yang semakin menyempit. Pada tahun 2010 diperkirakan lahan sawah akan
mengecil bila dibandingkan kondisi sekarang. Penyempitan yang paling
parah terjadi pada lahan sawah tadah hujan, disusul sawah irigasi sederhana
PU.
5. Tenaga Kerja.
Penduduk usia kerja didenfinisikan sebagai penduduk yang berumur 10
tahun ke atas. Penduduk usia kerja terdiri dari ”angkatan kerja” dan bukan
angkatan kerja. Penduduk yang tergolong ”angkatan Kerja adalah mereka yang
aktif dalam kegiatan ekonomi. Kesempatan kerja memberikan gambaran besarnya
tingkat penyerapan pasar kerja, sehingga angkatan kerja yang tidak terserap
dikategorikan sebagai penganggur.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2006, dapat diperoleh gambaran
bahwa pada tahun 2006, penduduk Kota Depok yang bekerja 44,63% sedangkan
yang menganggur sekitar 9,36%. Jadi penduduk KotaDepok yang tergolong
angkatan kerja 53,98%, sisanya merupakan penduduk bukan angkatan kerja.
Penduduk yang bekerja masih didominasi laki-laki dari pada perempuan (laki-laki
63,56% dan perempuan 25,71 dari pendudk yang bekerja sebagian besar bekerja
56
di sektor jasa dan perdagangan dengan persentase masing-masing 27,98% dan
26,92%. Status pekerjaan didominasi sebagai buruh/karyawan/pegawai sebanyak
64,84%, kemudian berusaha sendiri 26,79%. (Sumber : Kota Depok Dalam
Anggka 2007)
6. Pendidikan
Tahun Ajaran 2006/2007 jumlah Sekolah Taman Kanak-kanak di Kota
Depok sebanyak 314 sekolah, jumlah murid TK 14.053, dan 954 guru TK.
Sekolah SD sebanyak 362 sekolah, dengan 125.581 murid, dan 4.656 orang guru.
Sekolah SMP berjumlah 137 sekolah dengan jumlah siswa 44.601 orang dan
jumlah guru 3.023 orang. Di tingkat SMA terdapat 51 sekolah dengan jumlah
murid dan guru masing-masing 14.937 orang dab 1.183 orang. Selain itu terdapat
55 sekolah SMK, dengan jumlah murid 18.726 orang dan jumlah guru 1.371
orang.
Pada tahun 2006, penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun keatas
yang memiliki ijazah tertinggi SLTA dan sederajat. 27,67% Memiliki Ijazah
tertinggi SLTA merupakan persentase terbesar dibanding jenjang pendidikan
lainnya. Penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun keatas yang bisa membaca
dan menulis huruf latin 59,99%, huruf lainnya 1,07%, huruf latin dan huruf
lainnya 37,51%, dan yang buta huruf 1,43%.
7. Agama
Tempat ibadah merupakan salah satu sarana yang penting untuk
meningkatkan derajat keimanan seseorang, pada tahun 2007, di Kota Depok
terdapat 554 masjid, 129 mushola, 995 musholla, 6 gereja katolik, 62 gereja
57
protestan, 1 vihara, dan 2 pura. Jumlah TPA di Kota Depok 286. jumlah Madrasah
Ibtidaiyah (MI) di Kota Depok tahun 2007 ada 133 sekolah dengan jumlah murid
30.547 orang, dan guru 1.423 orang. Sedangkan jumlah Madrasah Tsanawiyah
(MTs) di Kota Depok 55 sekolah, dengan jumlah siswa 10.333 orang, dan jumlah
guru 1.355 orang. Serta jumlah sekolah Madrasah Aliyah (MA) ada 21 sekolah,
dengan jumlah siswa 1.869 siswa, dan 257 guru.
58
BAB IV
ANALISIS TENTANG HASIL PENELITIAN DI KOPERASI
WANITA WIRA USAHA BINA SEJAHTERA
Minimnya pendidikan dan sulitnya lapangan pekerjaan membuat seseorang
menjadi sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keadaan ini semakin memburuk
dengan adanya krisis ekonomi yang semakin parah, harga kebutuhan pokok
semakin meningkat sedangkan penghasilan tidak juga bertambah. Krisis ekonomi
juga berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Krisis ekonomi
mengakibatkan turunnya pendapatan nyata penduduk akibat hilangnya
kesempatan kerja.
Persoalan kemiskinan pada dasarnya dapat menimpa laki-laki dan
perempuan. Hanya saja jika kita mau melihat lebih dalam, ternyata masalah
kemiskinan pada perempuan merupakan hal yang lebih rentan dan khusus
dibanding dengan masalah kemiskinan pada laki-laki. Menurut Badriyah Fayumi,
kendati seorang laki-laki dan perempuan sama-sama miskin, kemiskinan itu
disebabkan oleh alasan yang berbeda serta kemampuan yang berbeda pula dalam
menghadapinya. Kemiskinan memiliki dimensi yang sangat bias gender karena
adanya ketimpangan gender dan akses kekuasaan61
.
Kontruksi peran yang melekat pada perempuan, tanggung jawab, dan
perilakunya sebagai perempuan, juga karena relasinya yang tidak setara dengan
laki-laki, secara langsung atau tidak langsung telah menimbulkan ketidakadilan
61
Badriyah Fayumi, et.al, Halaqoh Islam Mengaji Perempuan HAM dan Demokrasi,
(Jakarta: Ushull Press, 2004), Cet ke-1, h. 42
58
59
gender. Ketidakadilan ini terjadi karena telah berakar dalam adat, norma, atau pun
struktur dalam masyarakat. Dan pada akhirnya, hal ini berdampak langsung
terhadap kesejahteraan perempuan dan mengakibatkan kemiskinan berbasis
gender62
.Untuk itu karenanya dalam mengatasi permasalahan kemiskinan
terhadap perempuan diperlukan penanganan khusus yang responsif gender63
. Atau
dengan kata lain diperlukan adanya suatu keberpihakan pada perempuan.
Keberpihakan pada perempuan itu bisa dilakukan dengan cara membuka
akses kepada berbagai peluang yang bisa memungkinkan perempuan menjadi
semakin berdaya dan mandiri, seperti akses pembekalan pengetahuan dan
keterampilan, akses pembiayaan modal dan akses pemasaran. Sehingga dengan
demikian akan terjadi peningkatan dalam kapasitas pengetahuan dan keterampilan
(skill), serta tumbuhnya rasa percaya diri pada perempuan untuk mau
mengembangkan potensi yang dimilikinya. Lebih jauh lagi, perempuan
diharapkan bisa memiliki kemandirian dalam ekonomi sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarganya. Untuk itu, perempuan harus
diberikan kebebasan dalam berekspresi dan mengembangkan potensinya secara
baik, selama tidak menyalahi norma dan fitranya sebagai perempuan, serta kaidah
dalam agama.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Marnih sebagai berikut: “Menurut
Ibu Marnih (ketua KopWan), tujuan pelatihan keterampilan menjahit itu sendiri
antara lain adalah untuk silaturahmi, dan selain itu juga untuk mengisi kegiatan
62
Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research
Institute, 2006), Cet. ke-1, h.26 63
Badriyah Fayumi, et.al, Halaqah Islam; Mengaji Perempuan HAM, dan Demokras, h.17-
18
60
ibu-ibu pengajian karena memang pada awalnya kegiatan ini hanya untuk
komunitas ibu-ibu pengajian, agar setelah terampil dapat membantu ekonomi
mereka untuk membuka usaha yang mereka bisa dari pelatihan tersebut, agar
dapat meringankan beban suaminya dengan adanya tujuan pelatihan ini maka para
peserta dapat meningkatkan ukhuwah Islamiyahnya sekaligus mendapatkan
pengetahuan keterampilan menjahit yang dapat membuka peluang usaha dari hasil
keterampilan tersebut yang akan membantu perekonomian keluarga”64
.
A. Pelaksanaan Keterampilan Menjahit Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
Sejahtera.
Pemberdayaan merupakan suatu aktifitas dimana menjadikan orang-orang yang
tidak berdaya menjadi berdaya atau mempunyai kemampuan hidup layak sama
dengan manusia lainnya. Artinya tersedianya cukup sandang, pangan, perumahan,
pendidikan, kesehatan, keadilan, dan rasa aman. Mencerdaskan kehidupan bangsa
atau pendidikan berarti memberdayakan setiap warga negara agar mampu berbuat
seimbang, baik dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan mampu menyelaraskan
antara hak dan kewajiban 65
.
Agar proses perubahan dan pengembangan berjalan lancar menuju era
sejahtera dan demokrasi, maka dilakukan pembentukan suatu wadah yang mandiri
dan fleksibel, guna mengantisipasi semua problem sosial yang ada dimasyarakat.
Kopwan (Koperasi Wanita) memiliki peran penting dalam pemberdayaan
perempuan antara lain memberikan pelatihan, konsultasi usaha, peningkatan
keterampilan baik dalam hal teknis usaha seperti organisasi, manajemen,
64
Wawancara dengan Ibu Marnih ( Ketua KopWan), Bulak Timur-Depok,25 Februari 2013. 65
Kusnadi, Pendidikan Keaksaraan: Filosofis, Strategi, Implementasi, (Jakarta:
DepDikNas, 2005), H. 219.
61
administrasi/akuntasi usaha, maupun peningkatan kualitas produk, akses kepada
sumber-sumber produktif, peningkatan kesadaran perempuan atas hak-haknya
dilingkungan kerja maupun keluarga, sosial, hukum, maupun politik.
Setiap orang secara naluri berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, bentuk
usaha tersebut adalah dengan bekerja disuatu tempat baik sektor-sektor swasta
maupun sektor negri, jerih payah itu dihargai dengan uang yang sering kali
disebut dengan pendapatan, pendapatan pribadi (Personal Incom) menunjukan
semua jenis pendapatan, baik diperoleh karena fungsi produksi maupun tanpa
memberikan suatu kegiatan apapun, yang diterima oleh penduduk suatu Negara 66
.
Karena perempuan pun perlu diberikan suatu pelatihan, pendidikan, bahkan
suatu pemberdayaan. Agar mereka memiliki kemampuan untuk hidup layak dan
bisa membantu suaminya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Melihat
keadaan seperti itu, maka Masjid Baiturrahim melakukan pemberdayaan
masyarakat melalui program keterampilan menjahit oleh KopWan Wira Usaha
Bina Sejahtera, dengan memanfaatkan SDA yang ada. Adapun kelompok
sasarannya yaitu para perempuan komunitas ibu-ibu pengajian. Agar perempuan
disana memiliki suatu kemampuan/keahlian.
Adapun pemberdayaan yang dilakukan oleh Kopwan Wira Usaha Bina
Sejahtera yaitu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan, mulai dari menjahit,
dan keterampilan membuat tas dari payet-payet. Dengan adanya program tersebut
diharapkan agar masyarakat khususnya komunitas ibu-ibu pengajian dapat
66
Paul A, Samuelson dan William D, Nordhaus, Pemberdayaan Ekonomi, (Jakarta:
Erlangga, 1991), h. 151.
62
meningkatkan kemampuannya dengan cara mengembangkan potensinya serta
dapat membantu perekonomiannya.
Sesuai tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan67
:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,
misalnya peneliti membandingkan hasil wawancara subjek penelitian
dengan hasil temuan pengamatan lapangan tentang program keterampilan
menjahit di KopWan. Berdasarkan hasil wawancara pribadi dengan ibu
Markonah salah satu peserta program keterampilan menjahit ini ”peserta
yang ikut disini cuma ada satu yang udah punya usaha sendiri yang lain
udah bisa bikin tapi cuma buat dipake sendiri”68
tetapi menurut
pengamatan saya di lapangan peserta disana sudah dibilang sudah pada
mampu untuk dikatakan mahir dalam keterampilan hanya saja belum bisa
untuk membuka usaha sendiri. Saya membandingkan data hasil
pengamatan tidak sesuai dengan dengan hasil wawancara.
2. Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang lain, misalnya peneliti membandingkan
jawaban yang diberikan oleh ketua Kopwan dengan jawaban wawancara
dengan peserta. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua KopWan ibu
Marnih “Menurut Ibu Marnih (ketua KopWan), tujuan pelatihan
keterampilan menjahit itu sendiri antara lain adalah untuk silaturahmi,
dan selain itu juga untuk mengisi kegiatan ibu-ibu pengajian karena
67
Lexy. J., Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
2009), edisi revisi Cet. Ke-26, h.124 68
Wawancara Pribadi dengan Ibu Markonah, Depok, 25 February 2013
63
memang pada awalnya kegiatan ini hanya untuk komunitas ibu-ibu
pengajian, agar setelah terampil dapat membantu ekonomi mereka untuk
membuka usaha yang mereka bisa dari pelatihan tersebut…”69
.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Ros “saya ikut
kursus disini mah pengen bisa jahit trus bias deh buat baju sendir buat
dijual”70
Saya membandingkan data hasil wawancara ketua Kopwan
sesuai dengan dengan hasil wawancara salah satu peserta pelatihan.
3. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Wawancara tersebut untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Berdasarkan
hasil wawancara dengan ketua KopWan tentang tujuan berdirinya
Kopwan
“Menurut Ibu Marnih (ketua KopWan), tujuan pelatihan keterampilan
menjahit itu sendiri antara lain adalah untuk silaturahmi, dan selain itu
juga untuk mengisi kegiatan ibu-ibu pengajian karena memang pada
awalnya kegiatan ini hanya untuk komunitas ibu-ibu pengajian, agar
setelah terampil dapat membantu ekonomi mereka untuk membuka usaha
yang mereka bisa dari pelatihan tersebut…”71
. Saya membandingkan data
hasil wawancara ketua Kopwan sesuai dengan dokumen profile KopWan
dilihat dari tujuan berdirinya KopWan ynag ada di profile Kopwan yang
saya punya dari KopWan.
69
Wawancara dengan Ibu Marnih ( Ketua KopWan), Bulak Timur-Depok,25 Februari 2013. 70
Wawancara Pribadi dengan Ibu Ros, Depok, 25 February 2013 71
Wawancara dengan Ibu Marnih ( Ketua KopWan), Bulak Timur-Depok,25 Februari 2013.
64
1. Pelatih
Dalam pelatihan Keterampilan Menjahit yang menjadi Instruktur adalah Ibu
Haninah dan Ibu Dawiyah. Ibu Haninah dan Ibu Dawiyah merupakan orang yang
berpengalaman dalam dunia fashion dan ahli dalam keterampilan membuat pola
pakaian.
2. Peserta
Peserta yang ikut keterampilan menjahit memang belum terlalu banyak ,
yaitu sebanyak 10 orang. Mungkin jumlah ini terbilang sangat sedikit, karena
memang hanya pada komunitas Ibu-ibu pengajian. Tetapi tetap hal ini tidak
menyurutkan minat mereka untuk belajar menjahit. Karena menurut Ibu Dawiyah
selaku Pelatih Keterampilan Menjahit mengatakan; “ keterampilan menjahit dapat
menjanjikan keberhasilannya”. Seperti hasil surfey, yang penulis lihat banyak
sekali yang berhasil mereka yang ikut keterampilan menjahit. Dari kebanyakn
yang berhasil dan sudah ahli dari hasil mengikuti keterampilan menjahit mereka
membuka usaha rumahan bahkan ada yang mempunyai toko pakaian dari hasil
jahitan tersebut. Berikut ini data peserta program keterampilan menjahit72
:
72
Tim Penyusun, Profile KopWan, (Depok, KopWan, 2010), h. 10.
65
Data Peserta KopWan
3. Waktu dan Lokasi Pelatihan Keterampilan Menjahit
Berdasarkan hasil wawancara pribadi dengan ibu Ety waktu dan lokasi
pelatihan sebagai berikut:
“Pelatihan dilakukan selama 3 bulan. Dalam seminggu pelatihan di adakan
sebanyak 2 kali yaitu hari senin dan kamis. Pelatihan berjalan selama dua
jam, dari jam 09.00-11.00. Pelatihan keterampilan di adakan di rumah Ibu
Marnih Ketua KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera”73
.
4. Kurikulum Pelatihan Keterampilan Menjahit
a. Tingkat Dasar atau Pengenalan Mesin
Pada tahapan ini para peserta pelatihan akan diperkenalkan pada
komponen-komponen mesin dan tata cara bagaimana mengoperasikan
mesin, peserta juga di ajarkan bagaimana saja yang harus lebih hati-hati
karena sangat sensitif terhadap kerusakan. Tahapan ini berjalan selama
satu minggu, karena ada berbagai macam mesin yang dikenalkan pada
73
Wawancara Pribadi dengan Ibu Ety, Depok, 25 February 2013.
No Nama Peserta Tingkat Pendidikan Tingkat Keahlian
1 Ety SMA Mahir
2 Rita SMP Terampil
3 Markonah SD Terampil
4 Zaenab SMP Terampil
5 Ros SMA Terampil
6 Wati SMA Terampil
7 Ela SMP Terampil
8 Ida SMP Dasar
9 Siti SMP Dasar
10 Sopia SMA Dasar
66
peserta dan membutuhkan ketelitian yang sangat tinggi. Seperti kata Ibu
Haninah:
“Dalam keterampilan menjahit harus banyak mengetahui tentang
berbagai mesin. Diantaranya yaitu: mesin jarum satu, mesin utama,
mesin obras, mesin jarum dua dan lain-lainnya”74
.
b. Belajar menjalankan jarum di atas kertas tanpa benang
Para peserta diajarkan menjalankan jarum tanpa benang diatas kertas
dengan menggikuti garis yang telah tercetak. Materi ini bertujuan agar
peserta terbiasa dan terlihat tidak kaku. Motif garis yang di ajarkan
berupa lingkaran, zig zag, lurus atas bawah dan berbagai macam bentuk.
Tahapan ini sangat berguna untuk para peserta,walaupun kelihatan
mudah ternyata para peserta tetap merasa kesulitan. Dan tahapan ini
berjalan selama satu minggu.Para peserta benar-benar ditekankan untuk
bisa mengikuti garis yang disediakan.
c. Belajar Menjalankan Jarum di Atas kertas memakai benang
Setelah peserta dirasa telah lancar menjalankan jarum diatas kertas, kini
saatnya menggunakan benang untuk menjahit. Tetap seperti awal bahan
dasar yang digunakan adalah kertas dan pola garis yang di ujikan juga
sama. Yang membedakan pada tahap ini adalah penggunaan benang saja.
Para peserta akan lebih dapat melihat hasil yang mereka jahit, tidak
hanya sebatas kertas yang bolong saja melainkan ada aluran jarum yang
melekat pada kertas.
74
Wawancara Pribadi dengan Ibu Haninah, Depok, 25 February 2013.
67
Tahapan ini juga menentukan apakah peserta sudah benar-benar lancar
dan bisa pindah pada media yang sebenarnya atau bahan. Hal ini sesuai
dengan ucapan Ibu Haninah, “Para peserta akan melanjutkan ketahapan
penggunaan bahan jika pada tahapan menjahit di atas kertas sudah
lancar”75
. Biasanya tahapan ini berjalan satu minggu pada minggu ke-III,
Ibu Haninah akan menambahkan waktu dan hari pelaksanaan jika para
peserta belum mampu.
d. Belajar Menjahit Menggunakan Bahan
Setelah dilihat para peserta sudah mulai cukup mahir menggunakan
jarum untuk menjahit, maka media yang digunakan adalah bahan atau
kain. Ditahap ini para siswa diberikan potongan-potongan kain bekas
dan diperintahkan untuk bisa menyatukannya atau membuat suatu model
jahitan tertentu. Memang tidak terlalu ditekankan untuk membuat apa
tetapi diharapkan para peserta mampu menjahit diatas bahan.
Seperti dikatan Ibu Haninah,” para peserta tidak di anjurkan untuk
membuat sesuatu. Tetapi peserta harus mampu membuat jahitan diatas
bahan, bahan yang dipakai adalah bahan sisa, hal ini sangat menunjang
kemahiran peserta untuk beberapa saat kedepan sebelum mereka
membuat macam-macam keterampilan”76
.
e. Membuat Pola
Materi pembuatan pola adalah dasar sebelum para peserta benar-benar
akan membuat suatu hasil kerajinan, pada tahapan pembuatan pola
75
Wawancara Pribadi dengan Ibu Haninah, Depok, 25 february 2013. 76
Ibid.
68
peserta diajarkan berbagai jenis bentuk. Mulai dari rample, kembang, lis
pinggir jahitan dan macam-macam bentuk lainnya. Peserta juga
diajarkan membuat pola bentuk kerajinan seperti tutup kulkas, bantal
love, perlak memasak, tutup galon dan masih banyak lagi. Dari pola
yang mereka buat nantinya akan dijadikan barang jadi atau kerajinan
yang layak pakai bahkan dipasarkan.
f. Praktek Membuat Berbagai Macam Kerajinan
Inilah tahap inti dari pebelajaran keterampilan menjahit. Setelah lama
para pesrta belajar menjalankan mesin di berbagai media dan pembuatan
pola. Pada tahapan ini peserta akan di uji kemampuannya sejauh mana
peserta dapat menggunakan mesin. Kerajinan pertama mereka buat
adalah perlak untuk masak, ini merupakan model dasar yang mudah
seterusnya mereka akan diberikan model-model lain yang lebih
berfariasi.
Tahapan ini berjalan cukup lama, hampir dari semua waktu dari tahapan
pelatihan menjahit adalah praktek pembuatan kerajinan. Ditahapan ini
instruktur sangat menekankan para peserta dapat membuat suatu
kerajinan, karena inilah yang akan mereka kembangkan. Para peserta
bisa membuat usaha kecil dirumah dengan kemampuan pembuatan
berbagai macam kerajinan dari hasil keteampilan menjahit ini.
Seperti kata Ibu Haninah:
“Model-model keterampilan yang diajarkan harus berpariasi, tidak hanya
pada satu model saja. Hal ini bertujuan untuk membangun kreatifitas dan
69
imajinasi peserta untuk berkembang. Kami menggharapkan para peserta
mampu mengamalkan ilmu yang telah mereka dapatkan dari KopWan
ini”77
.
Berbagai macam pembuatan kerajinan diajarkan. Ada tutup kulkas,
tutup galon, perlak masak, bantal love, sarung bantal, bahkan pakaian
jadi seperti pembuatan celana olahraga dan celana leging. Variasi ini
bertuajuan agar para peserta mempunyai berbagai keahlian dalam
keterampilan dan juga dapat dikembangkan nantinya.
g. Ujian Keterampilan
Tahapan ini dilakukan setelah seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran
telah usai. Ujian dilaksanakan pada minggu ke-XVI, materi yang di
ujikan adalah menjahit diatas kertas dengan mengikuti pola yang telah
ditentukan dan peserta diperintahkan membuat suatu kerajinan dari apa
yang telah mereka dapatkan dalam pelatihan. Karena pada akhir dari
pelatihan ini para peserta akan mendapatkan sertifikat yang
menerangkan bahwa mereka telah mengikuti pelatihan keterampilan
menjahit. Sertifikat ini akan berguna ketika para peserta melamar kerja
nanti.
Dalam pemberdayaan tidak langsung terbentuk atau terjadi secara langsung
maupun tiba-tiba, menurut Adi Asbandi Rukminto melalui 7 (tujuh) tahapan
pemberdayaan beberapa proses, yaitu78
:
77
Wawancara Pribadi dengan ibu Haninah, Depok, 25 February 201. 78
Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2003) h. 54.
70
Ada beberapa tahapan dari pelatihan keterampilan menjahit di Koperasi
Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera yaitu:
a. Tahapan Perencanaan (Planning)
Tahapan ini merupakan perencanaan pada mateeri-materi baru dan
pengetaturan jadwal. Umumnya perencanaan dilakukan ketika peserta
telah mengikuti tahapa penelusuran minat dan bakat. Pada tahap ini
instruktur membuat sendiri tentang kurikulum yang akan diajarkan pada
peserta, tahapan ini sangat menentukan akan berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk peserta ikut dalam pelatihan menjahit. Jadwal yang
dibuat akan disesuaikan dengan kegiatan di Koperasi Wanita Wira Usaha
Bina Sejahtera.
b. Tahapan Pelaksanaan Program (Implementation)
Pelaksanaan program diKoperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera
melalui pelatihan keterampilan menjahit ini merupakan upaya untuk
mengembalikan keberfungsian sosial. Koperasi ini berusaha untuk
memberdayakan wanita agar mampu memberdayakan diri sendiri dan
dapat mengembangkan kemampuan dalam keterampilan menjahit dan
juga dapat membantu perekonomian keluarga mereka. Pelaksanaan
program keterampilan melalui beberapa tahapan: pengenalan mesin,
pembuatan pola, pembuatan kerajinan dan ujian keterampilan.
Tahapan ini harus di ikuti oleh setiap peserta, karena ini akan menjadi
setiap orientasi mereka terhadap pengenalan mesin dan manfaatnya
sekaligus melatih kepekaan tangan mereka terhadap mesin. Dan kendala
71
yang dihadapi tidak hanya itu saja, peserta juga harus dapat beradaptasi
dengan waktu yang telah ditentukan dalam pelatihan ini. Peserta sebisa
mungkin harus bisa menggunakan waktu dan kesempatan yang mereka
miliki jika ingin cepat ahli dalam keterampilan menjahit.
Persoalan yang lain, peserta yang ikut keterampilan memiliki latar
belakang keterampilan yang berbeda ada yang sudah paham dan ada yang
belum sama sekali, jadi para Instruktur harus mengimbangi materi yang
diberikan antara yang sudah sedikit mahir dengan yang belum mahir sana
sekali.
c. Tahapan Evaluasi (Evaluation)
Tahapan ini dilakukan dengan mengadakan ujian materi pada akhir
kegiatan program pelatihan keterampilan menjahit. Evaluasi harian juga
dilakukan oleh Instruktur setiap jam kelas berakhir. Tahapan evaluasi ini
akan menimbulkan berbagai ide dan gagasan yang akan menjadi acuan
pada pelatihan berikutnya.
d. Tahapan Terminasi
Tahapan ini diajukan dengan pemberian sertifikat bagi para peserta.
Peserta diharapkan mampu menggunakan keilmuan yang mereka telah
dapatkan selama mengikuti pelatihan dan dapat membantu perekonomian
mereka.
72
B. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Program
Keterampilan Menjahit di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera
Faktor Pendukung dan penghambat dalam kegiatan program keterampilan
menjahit terbagi dalam dua komponen, ada yang berasal dari dalam (internal) dan
dari luar (eksternal). Diantaranya adalah:
1. Faktor Pendukung Pelaksanaan Keterampilan Menjahit
a. Alat Praktek yang cukup mendukung
Alat praktek atau unit mesin di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
sejahtera ini cukup banyak sehingga memungkinkan para peserta bisa
mengikuti pelatihan keterampilan dengan baik. Hampir setiap peserta
menggunakan satu mesin dalam sekali praktek pelatihan keterampilan. Dan
inilah faktor pendukung yang sangat menunjang guna terlaksananya kegiatan
praktek keterampilan menjahit, sesuai dengan hasil wawancara Ibu Ida:
“Disini mesin untuk jaitnya sudah banyak satu orang satu msesin jait”79
.
b. Metode yang berfariasi
Para peserta tidak akan merasa jenuh dengan materi yang diberikan.
Dalam pelatihan keterampilan menjahit peserta mendapatkan berbagai macam
model kerajinan. Hal ini sangat memotifasi peserta agar lebihgiat lagi,
sekaligus menjadi acuan untuk membangun imajinasi siswa terhadap hal-hal
baru yang mungkin belum mereka dapatkan.
79
Wawancara Pribadi dengan ibu Ida, 25 February 2013.
73
c. Bersertifikat
Pelaksanaan program keterampilan menjahit ini bersertifikat non
formal, namun diakhir pelatihan peserta diberikan kelulusan yang bisa
dipergunakan, misalnya bial peserta ingin melamar pekerjaan. Diharapkan
peserta mampu menggunakan keterampilan yang telah diperoleh dari
keterampilan menjahit. Dan dari sertifikat ini memudahkan peserta pelatihan
keterampilan menjahit dalam mencari pekerjaan misalnya perusahaan
Garment. Di Indonesia terdapat begitu banyak pabrik Garment yang
merupakan perusahaan yang banyak menarik buruh wanita untuk
dipekerjakan.upah yang ditawarkan pun setara dengan UMR Nasional, dan
inilah faktor pendukung dari luar (Eksternal) untuk keterampilan menjahit.
2. Faktor Penghambat Pelaksanaan Keterampilan Menjahit
a. Tidak adanya montir mesin
Ketika mesin rusak maka kegiatan pemberian keterampilan akan
terhambat. Hal ini tentu akan sangat merugikan bagi para peserta, karena
mereka tidak bisa menggunakan mesin apalagi jika mesin rusak lebih dari satu
semakin menambah buruk keadaan. Maka keberadaan montir ini sangat
diperlukan ketika mesin rusak, supaya kegiatan belajar menjahit tetap
berjalan.
74
b. Kerjasama dengan pihak lain
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Rita Koperasi ini tidak
bekerja sama dengan pihak lain: “Koperasi ini mah jalan sendiri ngga da
kerjasama dengan orang sendiri ja”80
Koperasi ini tidak bekerja sama dengan pihak lain dalam pelaksanaan
keterampilan menjahit, seandainya Koperasi ini bekerjasama dengan Investor
asing untuk membuka usaha, pasti akan menjadikan lapangan pekerjaan bagi
peserta keterampilan menjahit. Setidaknya peserta bisa magang diperusahaan
tersebut dan akan menjadi pertimbangan perusahaan ketika peserta di anggap
layak untuk dipekejakan.
c. Tidak adanya Tempat untuk Pelatihan Keterampilan Menjahit
Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera ini berada di naungan
Masjid Baiiturrahim Bulaktimur-Depok, Masjid ini hanya perantara karena
pelatihan keterampilan menjahit ini berdiri dari komunitas Ibu-ibu pengajian
yang diketuai oleh Ibu Marnih, beliau adalah ketua pengajian sekaligus ketua
Koperasi tersebut. Tempat pelatihan dilaksanakan dirumah Ibu Marnih, hal
inilah yang menjadi penghambat karena belum adanya tempat khusus atau
aula dalam pelaksanaan pelatihan menjahit.
d. Kurang Motivasi dari Keluarga
Ada beberapa peserta yang mengikuti pelatihan keterampilan
menjahit diperintahkan pulang baik dari anak maupun suaminya. Mungkin
keluarga atau suaminya tidak paham dengan tujuan pemberian keterampilan
80
Wawancara Pribadi dengan ibu Rita, 25 February 2013.
75
menjahit ini. Hal tersebutlah yang menjadi penghambat para peserta dalam
pelatihan keterampilan menjahit.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab terdahulu, maka
penulis mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya:
1. Program yang dilakukan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera
dalam pemberian pelatihan keterampilan menjahit adalah upaya
pemberdayaan perempuan dalam mengembangkan potensi sehingga dapat
meningkatkan perekonomian keluarga dan diharapkan dari hasil pelatihan
keterampilan menjahit ini bisa menjadi modal untuk mereka agar dapat
membuka usaha sendiri sehingga para perempuan bisa memberdayakan diri
sendiri juga dapat membantu perekonomian keluarganya. Dalam pelatihan
keterampilan menjahit ini bukan hanya pengetahuan tentang menjahit saja
yang mereka dapatkan, akan tetapi juga dapat mempererat ukhuah
Islamiyah dari segi silaturahmi. Instruktur pelatihan keterampilan menjahit
ini pun sangat berpengalaman bahkan sudah mempunyai usaha konveksi
sendiri dan juga toko pakaian dia membantu para peserta pelatihan
menjahit dalam memberikan pengetahuannya tentang keterampilan
menjahit. Peserta pelatihan keterampilan menjahit ini memang tidak terlalu
banyak yaitu hanya 10 orang saja, karena pelatihan keterampilan menjahit
ini hanya di komunitas Ibu-ibu pengajian saja dan juga beberapa ibu-ibu
diluar pengajian yang mengikuti program pelatihan keterampilan menjahit
76
77
ini. Pelatihan dilaksanakan selama 3 bulan, tiap minggunya hanya 2 hari
dalam satu minggu yaitu hari senin dan kamis. Pelatihan ini dilaksanakan
hanya 2jam mulai dari jam 09.00-11.00WIB.
2. Faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan program keterampilan
menjahit terbagi dalam dua komponen, ada yang berasal dari dalam
(internal) dan dari luar (eksternal). Diantaranya adalah:
a. Faktor pendukung pelaksanaan keterampilan menjahit alat praktek yang
cukup mendukung seperti alat praktek atau unit mesin sehingga
memungkinkan para peserta bisa mengikuti pelatihan keterampilan
dengan baik, metode yang berfariasi dengan begitu para peserta tidak
akan merasa jenuh dengan materi yang diberikan dan bersertifikat non
formal, namun diakhir pelatihan peserta diberikan kelulusan yang bisa
dipergunakan, misalnya bila peserta ingin melamar pekerjaan.
b. Faktor penghambat pelaksanaan keterampilan menjahit seperti tidak
adanya montir mesin sehingga jika mesin mengalami kerusakan maka
harus mencari tempat servis mesin sendiri, tidak adanya kerjasama
dengan pihak lain dan tidak adanya tempat untuk pelatihan keterampilan
menjahit serta kurang motivasi dari keluarga beberapa peserta yang
mengikuti pelatihan keterampilan menjahit Ketika mesin rusak maka
kegiatan pemberian keterampilan akan terhambat.
78
B. Saran
Dari hasil analisa yang penulis lakukan mengenai upaya Koperasi Wanita
Wira Usaha Bina Sejahtera melalui program keterampilan menjahit, ada beberapa
saran-saran dari penulis diantaranya:
1. Program Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera harus lebih
melebarkan sayapnya ke daerah lain yang sama-sama membutuhkan
bantuan-bantuan dalam rangka pengembangan ekonomi.
2. Keluarga atau masyarakat hendaknya memberikan motivasi dan dukungan
kepada program keterampilan ini karena program keterampilan menjahit ini
mampu mengembangkan ekonomi mereka.
3. Hendaknya Pemerintahan Dewan Kelurahan maupun Pemerintahan Desa
baik tingkat RW,RT dapat membantu memfasilitasi tempat untuk pelatihan
keterampilan menjahit.
4. Dalam merancang materi pelatihan keterampilan hendaknya Koperasi
Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera melakukan analisis gender terlebih
dahulu agar bisa memahami permasalahan sebenarnya yang dialami
perempuan, memahami kebutuhan perempuan, dan tindakan yang tepat dan
perlu dilakukan dalam membantu perempuan menghadapi
permasalahannya. Misalnya saja, dengan melibatkan perempuan (dalam hal
ini perempuan/ ibu-ibu peserta pelatihan) pada saat penyusunan program,
sehingga kopwan bisa lebih memahami kebutuhan pelatihan apa yang
dibutuhkan perempuan. Kemudian dalam masalah jadwal pelatihan,
hendaknya kopwan juga mempertimbangkan aspek peran perempuan
79
sebagai ibu rumah tangga. Misalnya pelatihan diberikan pada hari-hari
libur, atau pada waktu ibu-ibu telah selesai melakukan perannnya mengurus
rumah, suami, dan anak. Hal ini penting agar program tersebut dapat
berkembang efektif dan berkelanjutan.
5. Kegiatan pelatihan keterampilan harus lebih disosialisasikan karena
sesungguhnya program ini menarik dan strategis untuk bisa meningkatkan
kapasitas dan kemandirian perempuan dalam ekonomi.
80
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi, Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis).
Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2003.
Abdul, Muhammad, Mannan. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta:
Dana Bakti Wakaf, 1995.
Ahmad, Agus, Syafi‟i. Manajemen Masyarakat Islam. Bandung: Gerbang
Masyarakat Baru, 2001.
A, Paul, Samuelson dan D, William, Nordhaus. Pemberdayaan Ekonomi. Jakarta:
Erlangga, 1991.
Arif, Syaiful. Menolak Pembangunanisme. Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2000.
Arikunto, Suharsini . Prosedur Penelitian Jakarta. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1993.
Baridi, Lili, Zein, Muhammad, Hudri, Muhammad. Zakat dan Wirausaha.
Jakarta: CED (Center for Enterprenership Development), 2005.
Daryanto. Kamus Bahasa Indonesia. Surabaya: Apollo, 1997.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1991.
Fatimah, Ipah. Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: UIN
Syarief Hidayatullah, 2000.
Fayumi, Badriyah, et.al, Halaqoh Islam Mengaji Perempuan HAM dan
Demokrasi. Jakarta: Ushull Press, 2004.
80
81
Ghani, Djunaidi . Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Surabaya: PT. Bina Ilmu,
2001.
Http://www.depok.go.id/profil-kota/geografi.
Http://www.dprd-depokkota.go.id/selayang-pandang/kondisi-geografis-2/.
Ivor, K, Davies. Pengelolaa Belajar. Jakarta: Rajawali Pers, 1991.
J, Lexy, Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya,
2000.
Kusnadi. Pendidikan Keaksaraan: Filosofis, Strategi, Implementasi,. Jakarta:
DepDikNas, 2005.
Machendrawaty, Nanih dan Ahmad, Agus, Syafe‟i. Pengembangan Masyarakat
Islam Dari Idiologi, strategi sampai tradisi. Bandung : Rosda Karya, 2001.
Maeceos, Lies dan Natsir, Jender dan Pembangunan. Kantor Mentri
PemberdayaanPerempuan RI dan Women Suport Project 11/CIDA, 2001.
Magnis suseno. S. J. Keadialan dan Analisa Sosial: Segi-Segi Etis, Dalam J.B.
Bana S. J., Wiratman, (ed), Kemiskinan dan Pembebasan. Yogyakarta:
Kannisiius, 1987.
Maimunah Siti. Evaluasi Hasil Program PPMK Melalui Pelatihan Tanaman
Hias. Jakarta, UIN, 2007.
Mangkoesatyoko, Moersarah ,bet.al. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga 1.
Jakarta: F.A. Hasmar ,1975.
Muhammad, Ahmad, Al-Assal dan Ahmad, Fathi, Abdul Karim, Sistem Prinsip
dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999.
Muhammad, Fuad, Fachruddin. Ekonomi Islam. Jakarta: Penerbit Mutiara, 1982.
82
Murasa Sarkaniputra, Murasa. Pengantar Ekonomi Islam, Bahan Pengajaran
Ekonomi dan Perbankan Syariah di IAIN Syahid. Jakarta, 1999.
Murniati, A. Nunuk P. Gentar Gender Perempuan Indonesia dalam Perspektif
Agama, Budaya dan Keluagra. Magelang: Indonesia Tera,2004.
Naqiyah, Najlah. Otonomi Perempuan. Malang: Bayumedia Publising, 2005.
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktikum. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1986.
Roesmidi dan Risyanti, Riza. Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang: Alqaprint
Jatinagor, 2006.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press, 1987.
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT
Revika Aditama, 2005.
Sujanto, Agus. Psikologi Umum. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000.
Sumohadiningrat, Gunawan. Pembangunan Daerah dan Pengembangan
Mayarakat. Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997.
Sunarijati, Ari, dkk. Perempuan yang Menuntun: Sebuah Perjalann Inspirasi dan
Kreasi. Bandung: Ashoka Indonesia, 2000.
Syaifuddin, Endang, Anshari. Wawasan Islam, Pokok-pokok Pikiran Tentang
Islam dan Umatnnya. Bandung: CV Pustaka Perpustakaan Salman ITB, 1983.
Syamsir dan Aripin, Jaenal, Metode Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press,
2006.
83
Usman, Asep, Ismail. Pengalaman Al-Qur’an Tentang Pemberdayaan Dhu’afa.
Jakarta: Dakwah Press, 2008.
W Artmanda. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas Media, 1998.
Whitherington. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru, 1985.
Wiratmo, Maskur. Pengantar Ekonomi Makro, Seri Diktat Guna Darma. Jakarta:
Guna Darma,1994.\
Wawancara Pribadi dengan Ibu Dawiyah, Depok, Senin 25 february 2013.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Ety, Depok, Senin 25 february 2013.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Haninah, Depok, Senin 25 february 2013.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Ida, Depok, Senin 25 february 2013.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Markonah, Depok, Senin 25 february 2013.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Marnih, Depok, Senin 25 february 2013.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Rita, Depok, Senin 25 february 2013.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Ros, Depok, Senin 25 february 2013.
84
85
86
Lampiran
Pedoman Wawancara untuk Ketua Koperasi Wanita Wira Usaha Bina
Sejahtera
Nama : Marnih Susilawati, S.E
Usia : 49 thn
Jabatan: Ketua Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera
1. Apa yang melatar belakangi adanya koperasi wanita ini dan apa tujuannya?
Jawab: Faktor utama yang melatar belakangi kegiatan ini adalah ekonomi
keluarga, dan dengan diadakahn kegiatan ini maka wanita desa Bulak Timur
lebih mandiri dan membantu para suami dalam mengembangkan perekonomian
keluarganya
2. Berapa jumlah keseluruhan peserta yang mengikuti pelatihan keterampilan
disini?
Jawab: Untuk keseluruhan ada 10 orang, dari tingkat dasar, terampil hingga
mahir
3. Berapa jumlah tutor/pendamping?
Jawab: Pendamping ada 2 orang, Ibu Haninah dan Ibu Dawiyah. Karena
mereka merupakan orang yang berpengalaman dalam dunia fashion dan ahli
dalam keterampilan membuat pola pakaian
4. Apa saja program yang didiadakan oleh kopwan tersebut?
Jawab: Memberikan pelatihan menjahit dan konsultasi usaha
5. Siapa saja yang boleh menjadi peserta koperasi wanita ini dan apakah ada
kriteria-kriteria serta batasan-batasan wilayah bagi yang ingin menjadi
peserta?
Jawab: Pada dasarnya untuk ibu-ibu pengajian, tetapi dikarenakan banyaknya
ibu-ibu di Bulak Timur yang ingin memajukan perekonomian keluarga maka
dibuka untuk umum di wilayah Bulak Timur saja.
87
6. Apa hasil yang dicapai dari penerapan program pelatihan keterampilan disini?
Jawab: Hasil yang dicapai dalam program diharapkan para peserta dapat
mengembangkan potensi dan dapat meningkatkan perekonomian
7. Apa saja faktor penghambat yang ibu temukan dalam pelaksanaan program
pelatihan keterampilan disini?
Jawab: Faktor penghambatnya, tidak adanya sertifikat keahlian, tidak adanya
kerjasama dari pihak luar untuk menyalurkan keahlian yang diperoleh perserta
setelah melaksanakan pelatihan tersebut.
8. Apa harapan Ibu terhadap peserta pelatihan?
Jawab: Saya berharap dengan diadakannya program pelatihan keterampilan
menjahit ini dapat memajukan kesejahteraan dan meningkatkan perekonomian
warga Rw 9 serta terwujudnya harapan ibu-ibu Rw 9 Bulak Timur ini
membantu para suami dalam meningkatkan perekonomin keluarga mereka
masing-masing.
Depok, 25 Februari 2013
Marnih Susilawati, S.E
88
Pedoman Wawancara untuk Pelatih Keterampilan Menjahit
Nama : Ibu Dawiyah
Usia : 38 thn
Jabatan: Pelatih Keterampilan
1. Sudah berapa lama ibu menjadi pelatih disini?
Jawab: Sejak program ini mulai dilaksanakan kira-kira bulan mei tahun 2009
2. Materi apa yang ibu ajarkan?
Jawab: Saya mengajar pada tingkat dasar dan materi yang pertama saya
sampaikan berupa perkenalan mesin, lalu membuat pola dan mulai percobaan
menjahit dengan menggunakan kertas pola tersebut
3. Bagaimana menurut ibu tentang KopWan ini?
Jawab: Saya bersyukur kopwan yang diadakan oleh ibu-ibu PKK di rw 9 ini
sangat bagus karena program ini banyak memberikan ilmu yang bermanfaat,
sehingga para peserta bisa menjahit dan nantinya mereka dapat meningkatkan
perekonomian keluarga dengan bekal menjahit yang diberikan dari kopwan.
4. Apakah menurut ibu program keterampilan menjahit ini berpengaruh pada
perkembangan keahlian menjahit peserta disini?
Jawab: Jelas berpengaruh, karena dengan potensi, keahlian dan bekal ilmu
yang diberikan kami dapat membuat berbagai macam pakaian yang nantinya
bisa kami pergunakan untuk membuka usaha sendiri ataupun dengan bekerja
sebagai karyawan pabrik garment
89
5. Bagaimana respon peserta ketika mengikuti pelatihan menjahit disini?
Jawab: Respon mereka baik, dan mereka senang dengan kegiatan tersebut.
Terlihat jelas ketika mereka bersemangat mengikuti pelatihan.
6. Apa faktor penghambat dalam proses pelaksanaan pelatihan menjahit disini?
Jawab: Menurut saya faktor penghambat utama yang telihat pada pelatihan ini
yaitu kekurangannya mesin menjahit, karena banyaknya peserta yang ingin
mengikuti pelatihan ini, sedangkan alat terbatas sehingga tidak banyak peserta
yang mengikuti program tersebut.
7. Apa hasil yang telah dicapai program sekolah gratis ini?
Jawab: Hasil yang dicapai adalah dengan keberhasilan dari beberapa peserta
mahir dalam meningkatkan perekonomian keluarganya dengan membuka
usaha sendiri dan dapat membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain
8. Apa harapan ibu terhadap peserta kedepannya dengan adanya pelatihan
menjahit disini?
Jawab: Harapan saya adalah pencapaian keinginan/harapan peserta mengkuti
pelatihan untuk meningkatkan perekonomian keluarga mereka sendiri
Depok, 25 Februari 2013
Dawiyah
90
Pedoman Wawancara untuk Pelatih Keterampilan Menjahit
Nama : Ibu Haninah
Usia : 42thn
Jabatan: Pelatih Keterampilan
1. Sudah berapa lama ibu menjadi pelatih disini?
Jawab: Sejak berdirinya program ini
2. Materi apa yang ibu ajarkan?
Jawab: Pada tingkat terampil saya mengajarkan mereka cara membuat pakaian
dengan fashion yang lebih bagus lagi
3. Bagaimana menurut ibu tentang KopWan ini?
Jawab: KopWan adalah koperasi wanita yang diadakan oleh ibu-ibu PKK
dalam naungan kelurahan Rw 9 guna meningkat perekonomian warga Rw 9.
Program ini bagus, karena program tersebut sangat positif dan dapat
memajukan kesejahteraan warga Rw 9
4. Apakah menurut ibu program keterampilan menjahit ini berpengaruh pada
perkembangan keahlian menjahit peserta disini?
Jawab: Tentu sudah pasti sangat perpengaruh, tujuan program tersebutkan
untuk meningkatkan potensi dan keahlian menjahit peserta.
5. Bagaimana respon peserta ketika mengikuti pelatihan menjahit disini?
Jawab: Respon mereka bagus,walaupun pada awal pelaksaan bagi tingkat
dasar amatlah sulit, tetapi harapan mereka besar sehingga mereka bersemangat
untuk melaksanakannya.
91
6. Apa faktor penghambat dalam proses pelaksanaan pelatihan menjahit disini?
Jawab: Jika mesin rusak, tidak adanya montir khusus yang dapat memperbaiki
mesin dengan cepat.
7. Apa hasil yang telah dicapai program sekolah gratis ini?
Jawab: Peserta yang mencapai kesuksesan, seperi Eti peserta yang membuka
usaha sendiri dengan memproduksi pakaian dan leging serta membuka
lapangan pekerjaan bagi orang lain
8. Apa harapan ibu terhadap peserta kedepannya dengan adanya pelatihan
menjahit disini?
Jawab: Saya berharap peserta yang mengikuti pelatihan ini semuanya
mendapatkan kesuksesan dan mampu mengembangkan diri diluar tempat
pelatihan.
Depok, 25 Februari 2013
Haninah
92
Pedoman Wawancara untuk Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit
Nama : Ibu Bunga Rita
Usia : 20
Jabatan: Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit (tingkat terampil )
1. Sudah berapa lama ibu mengikuti pelatihan keterampilan disini?
Jawab: Saya baru seminggu ikut pelatihan disni.
2. Dari mana ibu tahu tentang pelatihan keterampilan ini?
Jawab: Dari teman saya mba dewi yang telah lama ikut pelatihan ini,dan
sekarang mba dewi telah bekerja di pabrik garment.
3. Apa kegiatan ibu sebelum mengikuti pelatihan keterampilan disini?
Jawab : Saya lulusan SMA dan sebelum pelatihan saya bekerja menjaga toko
yang pemiliknya adalah bu Eti Komalasari,beliau juga pernah ikut pelatihan
dan sekarang sudah mempunyai toko dan membuka usaha garmen sendiri
dirumahnya.
4. Bagaimana menurut ibu dengan adanya pelatihan keterampilan ini?
Jawab: Saya sih senang saja, karena saya mendapatkan ilmu pengetahuan
tentang menjahit dan saya bisa membuat pakaian sesuai keinginan saya
nantinya jika sudah pada tingkat mahir
5. Apa saja materi yang ibu dapatkan dari pelatihan keterampilan ini?
Jawab: Karena masih baru saya belajar materi ditingkat dasar pengenalan
mesin dan membuat pola.
93
6. Menurut ibu bagaimana pelatih/pendamping dalam memberikan materi, apakah
mudah dimengerti?
Jawab: Menurut saya sih Ibu Dawiyah cara mengajarnya bagus dan dapat
dimengerti, beliau memantau satu per satu peserta. Jika ada yang tidak
dimengerti Ibu Dawiyah tidak segan untuk membantu dan mengarahkan
peserta dalam cara membuat pola dan lainnya.
7. Faktor penghambat yang ibu hadapi selama belajar menjahit di pelatihan
keterampilan ini?
Jawab: Saya merasa tidak ada pengahambatnya karena saya penganguran dan
belum berkeluarga.
8. Apa rencara ibu setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan ini?
Jawab: Jika ada modal saya sih inginnya seperti Ibu Eti Komalasari. Membuka
usaha sendiri dan memasarkannya dengan membuka toko sendiri
Depok, 25 Februari 2013
Bunga Rita
94
Pedoman Wawancara untuk Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit
Nama : Ida Nuraini
Usia : 25 thn
Jabatan: Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit ( tingkat dasar)
1. Sudah berapa lama ibu mengikuti pelatihan keterampilan disini?
Jawab: Saya sudah 2 bulan lebih disini
2. Dari mana ibu tahu tentang pelatihan keterampilan ini?
Jawab: Dari Ibu Rt wktu saya sedang silaturahim kerumah beliau untuk
memperpanjang KTP.
3. Apa kegiatan ibu sebelum mengikuti pelatihan keterampilan disini?
Jawab: Ibu rumah tangga, saya sudah menikah 2 thn, melihat suami pontang
panting mencari uang sendiri saya merasa kasihan dan ingin membantu,
daripada saya berdiam diri dirumah lebih baik saya ikut pelatihan tersebut dan
mulai mencoba bekerja menjadi penjahit panggilan
4. Bagaimana menurut ibu dengan adanya pelatihan keterampilan ini?
Jawab: Bagus sekali, karena pelatihan ini kan positif juga memberikan imu
yang bermanfaat kepada perempuan didesa ini, apalagi pelatihan ini diadakan
secara Cuma-Cuma sehingga tidak membebani warga miskin seperti kami.
5. Apa saja materi yang ibu dapatkan dari pelatihan keterampilan ini?
Jawab: Dari cara menggambar pakain dikertas dan pembuatan pola hingga
menjahit dengan rapih
6. Menurut ibu bagaimana pelatih/pendamping dalam memberikan materi, apakah
mudah dimengerti?
95
Jawab: Ibu Haninah bagus,walaupun agak sedikit keras tetapi selalu
memberikan motivasi untuk maju..
7. Faktor penghambat yang ibu hadapi selama belajar menjahit di pelatihan
keterampilan ini?
Jawab: Ibu rumah tangga seperti saya ini faktor penghambatnya adalah anak,
maklum ibu-ibu selalu ribet dengan anak.
8. Apa rencara ibu setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan ini?
Jawab: Rencana saya maunya buka usaha sendiri, tetapi karena tidak ada
modal maka saya bekerja saja dulu sebagai penjahit penggilan.
Depok, 25 February 2013
Ida Nuraini
96
Pedoman Wawancara untuk Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit
Nama : Eti Komalasari
Usia : 29
Jabatan: Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit (tingkat mahir)
1. Sudah berapa lama ibu mengikuti pelatihan keterampilan disini?
Jawab: Saya alumni, sekarang saya sudah mempunyai usaha sendiri dirumah
dengan memproduksi celana alandin dan leging
2. Dari mana ibu tahu tentang pelatihan keterampilan ini?
Jawab: Karena saya aktif dalam acara ibu-ibu PKK jadi saya tahu dari ibu-ibu
tersebut.
3. Apa kegiatan ibu sebelum mengikuti pelatihan keterampilan disini?
Jawab: Dulu saya ibu rumah tangga yang aktif mengikuti acara ibu-ibu PKK
dan saya sering terlibat dalam acara-acara tersebut
4. Bagaimana menurut ibu dengan adanya pelatihan keterampilan ini?
Jawab: Sudah pasti bagus, karena dapat mensejahterakan perempuan-
perempuan dikampung Bulak Timur ini, khusunya di Rw 9
5. Apa saja materi yang ibu dapatkan dari pelatihan keterampilan ini?
Jawab: Semua materi pembelajaran sudah saya kuasai
6. Menurut ibu bagaimana pelatih/pendamping dalam memberikan materi, apakah
mudah dimengerti?
97
Jawab: Menurut saya Ibu Dawiyah dan Ibu Haninah bagus dalam memberikan
materi pembelajaran, dan mereka pun sangat berpengalaman dalam bidang
menjahit tersebut.
Depok, 25 February 2013
Eti Komalasari
98
Pedoman Wawancara untuk Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit
Nama : Markonah
Usia : 29
Jabatan: Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit (tingkat terampil )
1. Sudah berapa lama ibu mengikuti pelatihan keterampilan disini?
Jawab : 1 bulan
2. Dari mana ibu tahu tentang pelatihan keterampilan ini?
Jawab : Dari tetangga saya yang ikut kursus itu.
3. Apa kegiatan ibu sebelum mengikuti pelatihan keterampilan disini?
Jawab : Saya cuma ibu rumah tangga
4. Bagaimana menurut ibu dengan adanya pelatihan keterampilan ini?
Jawab : senang, karna disini ibu dapat banyak kepinteran saya bisa jahit sendiri
lumayan setidaknya buat baju buat ibu dan keluarga ibu
5. Apa saja materi yang ibu dapatkan dari pelatihan keterampilan ini?
Jawab : banyak kaya bikin pola trus belajar jahit masih banyak lagi deh yang
saya tau disini.
6. Menurut ibu bagaimana pelatih/pendamping dalam memberikan materi, apakah
mudah dimengerti?
Jawab : Ibu Dawiyah sieh ngajarnya bagus dan telaten, dia ngeliatin satu per
satu peserta. Jika ada yang ngga dimengerti dia nggak segan-segan untuk
ngebantuin dan ngasih tau peserta
99
7. Faktor penghambat yang ibu hadapi selama belajar menjahit di pelatihan
keterampilan ini?
Jawab : keluaga ibu kan ibu punya anak sekolah jadi waktu kursus ibu
berkurang.
8. Apa rencara ibu setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan ini?
Jawab : ibu sieh ga muluk-muluk ibu bisa jait buat baju sendiri untk keluarga
udah seneng banget tapi jujur pengen juga buka usaha sendiri
Depok, 25 February 2013
Markonah
100
Pedoman Wawancara untuk Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit
Nama : Ibu Ros
Usia : 30
Jabatan: Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit (tingkat terampil )
1. Sudah berapa lama ibu mengikuti pelatihan keterampilan disini?
Jawab : Saya sudah 3 bulan disini.
2. Dari mana ibu tahu tentang pelatihan keterampilan ini?
Jawab : Dari teman kakak saya ikut pelatihan disini.
3. Apa kegiatan ibu sebelum mengikuti pelatihan keterampilan disini?
Jawab : Saya jualan nasi uduk gorengan.
4. Bagaimana menurut ibu dengan adanya pelatihan keterampilan ini?
Jawab : Saya senang, saya dapet ilmu menjahit dan saya bisa membuat pakaian
sendiri mudah-mudahan bisa buka toko nanti
5. Apa saja materi yang ibu dapatkan dari pelatihan keterampilan ini?
Jawab : pengenalan mesin dan membuat pola, ya sudah sampai bisa bikin 1
baju sendiri.
6. Menurut ibu bagaimana pelatih/pendamping dalam memberikan materi, apakah
mudah dimengerti?
Jawab : Menurut saya sih Ibu Dawiyah mengajarnya bagus dan dapat
dimengerti, ibu telaten banget. Ibu sering membantu dan mengarahkan peserta
dalam menjahit.
101
7. Faktor penghambat yang ibu hadapi selama belajar menjahit di pelatihan
keterampilan ini?
Jawab : alhamdulillah Saya tidak ada pengahambatnya.
8. Apa rencara ibu setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan ini?
Jawab : pengennya sieh punya toko sendiri mudah-mudahan ja ya mba
Depok, 25 Februari 2013
102