pemberian kalsium dan boron untuk pengendalian … · mengetahui peran aplikasi kalsium dan boron...
TRANSCRIPT
i
PEMBERIAN KALSIUM DAN BORON UNTUK
PENGENDALIAN CEMARAN GETAH KUNING PADA BUAH
MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
TITIN PURNAMA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “ Pemberian Kalsium dan
Boron untuk Pengendalian Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis
( Garcinia mangostana L)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Pebruari 2014
Titin Purnama
A252110211
ii
RINGKASAN
TITIN PURNAMA. Pemberian Kalsium dan Boron untuk Pengendalian Cemaran
Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dibimbing oleh
ROEDHY POERWANTO dan DARDA EFENDI.
Getah kuning secara alami terdapat pada setiap organ manggis, kecuali
pada akar. Getah kuning menjadi masalah apabila keluar dari salurannya yang
pecah, mencemari daging, dan kulit buah. Daging buah (aril) yang tercemar getah
kuning mengakibatkan rasa daging buah menjadi pahit, sedangkan pada kulit buah
menyebabkan penampilan buah menjadi bernoda, kotor dan kurang menarik.
Cemaran getah kuning pada buah adalah akibat pecahnya saluran getah
kuning karena adanya desakan dari biji dan aril ke perikarp pada saat
perkembangan buah, serta perubahan tekanan turgor secara tiba-tiba. Pecahnya
saluran getah kuning ini, diduga karena dinding sel-sel epitel saluran getah kuning
kekurangan kalsium. Kalsium berperan penting dalam penyusun struktur dinding
sel sebagai Ca-pektat di lamela tengah. Unsur lain yang memiliki fungsi dalam
menjaga integritas dinding sel adalah boron. Dalam fase pertumbuhan boron
berfungsi dalam pembelahan sel dan sebagai regulator fungsi membran.
Kombinasi aplikasi kalsium dan boron diduga berpengaruh terhadap pengendalian
cemaran getah kuning pada buah manggis. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peran aplikasi kalsium dan boron dalam mengendalikan cemaran
getah kuning pada buah manggis, serta mendapatkan kombinasi dosis kalsium
dan boron yang tepat untuk mencegah cemaran getah kuning buah manggis.
Penelitian dilakukan di Desa Garogek, Kabupaten Purwakarta, dari bulan
Nopember 2012 sampai Juni 2013. Rancangan yang digunakan adalah faktorial
dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah
dosis Ca terdiri atas 0.0; 2.5; 5.0; dan 7.5 kg/pohon, Faktor ke-dua adalah dosis B
terdiri atas 0.0; 0.77; 1.55; dan 2.32 g/pohon. Pemberian pupuk di lakukan dua
kali, yaitu pemberian pertama pada saat 80 % antesis sebanyak 2/3 dari dosis
perlakuan, dan yang kedua 1/3 dari dosis perlakuan saat 28 hari setelah perlakuan
pertama.
Peubah yang diamati: (1) Tingkat cemaran getah kuning meliputi: Jumlah
buah yang arilnya tercemar getah kuning, jumlah buah yang kulitnya tercemar
getah kuning, jumlah juring buah bergetah kuning, intensitas cemaran getah
kuning di aril dan kulit buah dengan menggunakan skoring, (2) sifat fisik buah
meliputi: bobot buah, bobot kulit, bobot, biji, bobot aril, edible portion, diameter
longitudinal dan transversal, kekerasan kulit, resistensi, dan pengamatan prapanen
untuk pertumbuhan diameter buah. (3) sifat kimia buah yaitu: padatan terlarut
total (PTT), asam tertitrasi total (ATT), (4) kandungan Ca, Mg dan B jaringan
tanaman dan tanah, klorofil daun, kehijauan daun.
Pemberian dolomit dan boron nyata menurunkan skor dan persentase buah
bergetah kuning pada aril dan kulit buah, persentase juring bergetah kuning, serta
meningkatkan kandungan Ca dan B di perikarp buah. Terjadi interaksi dolimit dan
boron terhadap skor dan persentase buah yang arilnya bergetah kuning. Dosis
optimum dolomit dan boron untuk menghasilkan skor dan persentase buah
bergetah kuning minimum pada aril dan kulit buah berkisar antara 3.7 hingga 5.0
kg Ca/pohon dan 0.85 hingga 1.55 g B2O3/pohon.
Pemberian dolomit dan boron dosis 5.0 kg Ca/pohon dan 1.55 g
B2O3/pohon dapat menurunkan persentase buah yang arilnya bergetah kuning
sebesar 98 % dari 66.67 % menjadi 1.05 %. Pemberian boron dengan dosis 2.32 g
B2O3/pohon pada tanaman manggis umur 20 tahun di Purwakarta sudah berlebih
sehingga meningkatkan cemaran getah kuning pada buah manggis.
Katakunci: dosis, jaringan daun, jaringan perikarp, gamboge, aril, perikarp
iv
SUMMARY
TITIN PURNAMA Application of calcium and boron for controlling yellow latex
contamination on the mangosteen fruits (Garcinia mangostana L.) Supervised by
ROEDHY POERWANTO dan DARDA EFENDI.
Yellow latex originally can be found in all of mangosteen organs, except in
the root. When Yellow latex is spilled from its chanenel it will become a serious
issue, because it can damage the visual performance of rind and the taste of aryl.
Yellow latex contamination in mangosteen occur due to the pressure from
the seeds and aril within the time of fruits development, it is also due to the of
change of turgor compulsion. The cause of yellow latex bursting is lack of
Calcium on the cells epitel membrane. Calcium is important on the developing of
membrane’ structure as Ca-pektat in middle lamela. Another element that able to
keep the membrane integrity is Boron. In the growth phase, Boron is used on cells
division and as regulator for membrane function. The combination of calcium and
boron are estimated to affect on controlling of yellow latex contamination in
mangosteen. This research was aimed to know the role of calcium and boron
application in controlling contamination yellow latex on the mangosteen fruit,
Other objectives were to get the best combination calcium and boron in
preventing the yellow latex contamination on mangosteen.
The research was conducted at the field in Purwakarta West Java, from
November 2012 to June 2013. The two factor experiment was designed in a
randomized block design with three replications. The rates of calcium were 0.0,
2.5, 5.0, and 7.5 kg/tree. The rates of boron were 0.0, 0.77, 1.55, and 2.32 g/tree.
Fertilizer application is done twice, first at 80% anthesis as much as 2/3 of the
dose of treatment, and the second giving as much as 1/3 of treatment dose 28 days
after the first treatment.
Variables measured: (1) Measurement of levels of yellow latex contaminant
include: The number of fruit which aryl contaminated with yellow latex, the
number of fruit with contaminated pericarp, the number of contaminated aryl
segment, score of yellow latex intensity in the aryl and pericarp. (2) the physical
properties of the fruit include: fruit weight, pericarp weight, seed weight, aryl
weight, edibel portion, longitudinal diameter, transversal diameter, rind hardness,
resistance, and observations to the development of pre-harvest fruit diameter. (3)
the chemical properties of the fruit are: total soluble solids (TSS), total titrable
acid (TTA), nutrient content of Ca, Mg and B in plant tissue and soil, leaf
chlorophyll content.
Application of dolomite and boron significantly reduce scores and the
percentage of yellow latex on the aryl and pericarp, percentage of aryl segment
contaminated with yellow latex, increas content of calcium and boron in fruit
perikarp. There was interaction between dolomite and boron fertilizer on score
and percentage of aryl contaminated with yellow latex. The optimum rate of
dolomite and boron to get minimum score and percentage of aryl and pericarp
contaminated with yellow latex ranging from 3.7 to 5.0 kg Ca/tree and 0.85 to
1.55 g B2O3/tree.
Application of dolomite and boron at 5.0 kg Ca/tree and 1.55 g B2O3/tree
can reduce the percentage of fruit which aryl contaminated with yellow latex by
98%, from 66.67% to 1.05%. Fertilizer of boron with a dose of 2.32 g/tree on 20
years old mangosteen in Purwakarta is already beyond the maximum dose, thus
increasing the fruit contaminat with yellow latex.
Keywords: doses, leaf tissue, pericarp tissue, gamboge disorder, aryl, pericarp
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
1
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura
PEMBERIAN KALSIUM DAN BORON UNTUK
PENGENDALIAN CEMARAN GETAH KUNING PADA BUAH
MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
TITIN PURNAMA
2
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Ketty Suketi, MSi
3
Judul Tesis : Pemberian Kalsium dan Boron Untuk Pengendalian Cemaran Getah
Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
Nama : Titin Purnama
NIM : A252110211
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc
Ketua
Dr Ir Darda Efendi, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura
Dr Ir Maya Melati, MS. MSc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 5 Pebruari 2014
Tanggal Lulus:
Judul Tesis : Pemberian Kalsium dan Boron Untuk Pengendalian Cemaran Getah
Nama NIM
Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) : Titin Pumama : A252110211
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
-Ir Roedhy Poerwanto, MSc Dr Ir Darda Efendi, MSi
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus: o5 MAR 2D14
Dr Ir Maya Melati, MSi. MSc
Tanggal Ujian: 5 Pebruari 2014
4
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul Pemberian Kalsium dan
Boron untuk Pengendalian Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia
mangostana L) ini berhasil diselesaikan.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto,
MSc dan Bapak Dr Ir Darda Efendi, Msi selaku dosen pembimbing serta Ibu Dr Ir
Ketty Suketi, Msi selaku penguji luar komisi. Penghargaan sebesar-besarnya
penulis sampaikan kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika dan
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah memberi
kesempatan dan izin bagi penulis dalam menempuh pendidikan serta memberikan
dukungan dana penelitian melalui Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian
dengan Perguruan Tinggi (KKP3T).
Demikian juga, terimakasih disampaikan kepada Lembaga Penelitian Institut
Pertanian Bogor atas bantuan dana penelitian dan fasilitas laboratorium melalui
Program Penelitian Hibah Kompentensi Tahun Anggaran 2013 Nomor Kontrak
035/SP2H/PL/Dit.Litabmas/V/2013. Hibah Pascasarjana Program Penelitian
Strategis Nasional dalam proposal yang berjudul Pengembangan Teknologi
Pengendalian Getah Kuning Buah Manggis dengan nomor kontrak
45/13.24.4/SPK-PUS/IPB 2012 dan 83 /IT3.41.2/L1/SPK/IPB 2013. nomor
kontrak 45/13.24.4/SPK-PUS/IPB 2012 dan 83 /IT3.41.2/L1/SPK/IPB 2013
Ucapan terimakasih juga kepada Ketua Program Studi Agronomi dan
Hortikultura, Kepala Departemen Agronomi dan Hortikultura, Dekan Sekolah
Pascasarjana IPB, atas kesempatan dan bimbingan selama penulis menempuh
pendidikan. Atas layanan yang sangat menyenangkan dan bernuansa kekeluargaan
dari staf administrasi Progran Studi Agronomi dan Hortikultura, serta terimakasih
kepada teman-teman mahasiswa Pascasarjana Departemen Agronomi dan
Hortikultura angkatan 2011. Persaudaraan dan kerja sama yang terjalin di antara
kita merupakan dukungan yang amat berharga bagi penulis dalam menyelesaikan
pendidikan
Ayahnda Adimar, Ibunda Nurasma, Tiara PJ anakku tersayang, terimakasih
atas kesabaran dan ketabahannya serta telah memberikan segala dukungan, kiranya
semua pengorbanan ini menjadi pelajaran hidup untuk mengujudkan suatu
kesuksesan. Terimakasih yang mendalam juga disampaikan kepada abang Alfian,
kakak-kakak dan adik-adik yang telah memberikan dukungan yang ikhlas selama
menempuh dan menyelesaikan pendidikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Pebruari 2014
Titin Purnama
5
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR LAMPIRAN
ii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Botani Tanaman Manggis 3
Syarat Tumbuh Tanaman Manggis 4
Getah Kuning (Gamboge) 4
Peranan Kalsium 6
Peranan Boron
7
METODE 9
Tempat dan Waktu 9
Bahan dan Alat 9
Metode Penelitian 9
Pelaksanaan 10
Pengamatan
11
HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Sifat Kimia Tanah 15
Tingkat Cemaran Getah Kuning pada Aril dan Kulit Buah 16
Kandungan Hara Ca, Mg dan B pada Daun dan Perikarp 21
Komponen Sifat Fisik Buah Manggis 25
Komponen Sifat Kimia Buah Manggis, kehijauan daun, kandungan
klorofil
25
Pengamatan Prapanen
27
KESIMPULAN DAN SARAN 28
Kesimpulan 28
Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
35
RIWAYAT HIDUP 37
6
DAFTAR TABEL
1. Sifat-sifat kimia tanah awal dan 16 minggu setelah aplikasi 15
2. Persentase buah yang arilnya bergetah kuning pada pemberian berbagai
dosis kalsium dan boron
16
3. Skor buah yang arilnya bergetah kuning pada pemberian berbagai dosis
kalsium dan boron
16
4. Persentase juring bergetah kuning, skor dan persentase buah yang
kulitnya bergetah kuning pada pemberian berbagai dosis kalsium dan
boron
19
5. Kandungan Ca, Mg dan B di daun dan perikarp buah pada pemberian
berbagai dosis kalsium dan boron
22
6. Hubungan korelasi skor dan persentase buah bergetah kuning pada aril
dan kulit buah, persentase juring bergetah kuning terhadap kandungan
Ca, Mg dan B di perikarp
24
7. Hubungan korelasi skor dan persentase buah bergetah kuning pada aril
dan kulit buah, persentase juring bergetah kuning terhadap kandungan
Ca, Mg dan B di perikarp
24
8. Diameter transversal, diameter longitudinal, bobot buah, kulit buah,
bobot biji, bobot aril, edible portion, kekerasan, resistensi dan tebal
kulit buah manggis pada pemberian berbagai dosis kalsium dan boron
26
9. Nilai PTT, ATT buah, klorofil dan kehijauan daun manggis pada
pemberian berbagai dosis kalsium dan boron
27
DAFTAR GAMBAR
1. Pola respon interaksi kalsium dan boron terhadap persentase buah yang
arilnya bergetah kuning
18
2. Pola respon interaksi kalsium dan boron terhadap skor buah yang
arilnya bergetah kuning
18
3. Pola respon pemberian kalsium dan boron terhadap persentase juring
bergetah kuning, skor dan persentase buah yang kulitnya bergetah
kuning
21
4. Pertumbuhan kumulatif diameter transversal dan longitudinal buah 5-
16 minggu setelah antesis (MSA)
28
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kriteria penilaian sifat kimia tanah 36
2. Rekapitulasi sidik ragam peubah tingkat cemaran getah kuning pada
buah manggis dan kandungan Ca, Mg dan B di daun dan di perikarp
37
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah salah satu produk buah-buahan
yang menjadi primadona ekspor dan menjadi andalan untuk meningkatkan devisa
negara. Jika dibandingkan dengan buah-buahan lainya, manggis menyumbangkan
devisa tertinggi, kemudian diikuti oleh nenas, pisang dan mangga. Ekspor manggis
pada tahun 2012 mencapai 20 ribu ton, meningkat dibanding tahun 2007 yang
hanya 7 41 ton (BPS 2012). Peluang ekspor manggis masih terbuka karena pasar
buah-buahan termasuk manggis, belum dibatasi oleh kuota. Manggis Indonesia,
telah di ekspor ke negara Taiwan, Hongkong, Singapura, Malaysia, Jepang,
Belanda, Arab Saudi, dan tahun 2012 manggis juga di ekspor ke Australia (Ditjen
Hortikultura 2013).
Produksi manggis Indonesia juga mengalami peningkatan dari 136 080 ton
pada tahun 2011 menjadi 190 287 ton pada tahun 2012 atau meningkat sekitar 71%.
(Ditjen Hortikultura 2013). Peningkatan produksi ini ternyata tidak diikuti oleh
peningkatan mutu buah manggis yang dihasilkan di sentra produksi utama, dari 190
287 ton total produksi tahun 2012, namun yang dapat diekspor hanya sekitar 10%
Rendahnya persentase buah yang layak ekspor disebabkan oleh rendahnya kualitas
sebagian besar buah yang dihasilkan di Indonesia (Widodo 2013) Sebagai
komoditas buah ekspor, kualitas buah menjadi faktor yang sangat penting.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), buah manggis kelas super dengan
mutu kulit buah mulus tidak bercacat mikrobiologis maupun cacat mekanis dengan
toleransi kecacatan untuk burik dan getah kuning tidak lebih dari 5% (BSN 2009).
Salah satu faktor penting yang menyebabkan rendahnya kualitas buah
manggis adalah cemaran getah kuning. Getah kuning pada kulit buah menyebabkan
penampilan buah tidak menarik, getah kuning yang mencemari aril (daging buah)
menyebabkan warna aril berubah menjadi kekuningan dan rasanya pahit. Cemaran
getah kuning pada daging buah manggis lebih bermasalah dibanding getah kuning
yang mencemari kulit luar, karena cemaran getah kuning pada aril dapat diketahui
jika buah sudah dibuka (Junaidi 2003).
Getah kuning secara alami dihasilkan pada setiap organ manggis, kecuali
pada akar (Dorly et al. 2008). Getah kuning menjadi masalah manakala keluar dari
saluran yang pecah dan mengotori aril (daging) atau kulit buah manggis. Cemaran
getah kuning pada buah manggis adalah akibat pecahnya saluran getah kuning
karena adanya desakan tekanan dari biji dan aril ke perikarp pada saat
perkembangan buah. Pecahnya saluran getah kuning ini, diduga karena dinding sel-
sel epitel saluran getah kuning kekurangan Ca (Dorly 2009).
Rusaknya saluran getah kuning dapat dicegah apabila kalsium tersedia,
karena kalsium merupakan unsur penting pada dinding sel. Kalsium merupakan
penyusun dinding sel terutama sebagai substansi perekat Ca-pektat. Peranan Ca-
pektat merupakan bahan perekat antara dinding sel yang satu dengan dinding sel
yang lain di lamela tengah (Marschner 1995). Ca berperan sebagai penghubung
rantai pektin pada struktur dinding sel (Taiz dan Zeiger 2006). Kalsium terlibat di
dalam konstruksi dari dinding sel dan merupakan komponen utama yang berperan
untuk sifat mekanis dari jaringan tumbuhan (Huang et al. 2005). Defisiensi kalsium
2
dapat menyebabkan dinding sel rapuh dan mudah rusak. Defisiensi kalsium pada
tanaman manggis dapat meningkatkan cemaran getah kuning pada buah
(Poovarodom dan Boonplang 2008). Penelitian Dorly et al. (2011) menunjukkan
bahwa penyemprotan kalsium klorida (CaCl2) pada buah manggis signifikan
menurunkan cemaran getah kuning pada kulit buah dan aril buah manggis.
Unsur lain yang memiliki fungsi dalam menjaga integritas dinding sel adalah
boron. Unsur boron berperan dalam menstabilkan dinding sel pada tanaman (Huang
et al. 2008). Dalam fase pertumbuhan, boron berfungsi dalam pembelahan dan
pembesaran sel (Dear dan Weir 2004) dan sebagai regulator fungsi membran (Dell
dan Malajczuk 1995). Defisiensi B menyebabkan dinding sel tidak berfungsi
(O’Neill et al. 2004). Fleischer et al. (1998) mengemukakan bahwa defisiensi B
mengakibatkan sel mati, terutama disebabkan oleh melemahnya dinding sel.
Matinya sel yang dorman berkaitan dengan lepasnya organel-organel sel, yang
diindikasikan oleh pecahnya dinding sel. Defisiensi B pada buah apel dan pear
mengakibatkan kerusakan jaringan pada daging buah dan warna buah menjadi
kecoklatan (Dear dan Weir 2004).
Dari hasil penelitian, aplikasi kalsium pada tanaman manggis melalui
tanah dapat mengurangi cemaran getah kuning di perikarp buah manggis, tetapi
tidak efektif untuk cemaran getah kuning pada aril (Dorly 2009). Menurut
Poerwanto et al. (2010) kalsium dan boron tanah, serta kandungan kalsium dan
boron jaringan berkontribusi menekan insiden getah kuning buah manggis.
Poovarodom (2010) melaporkan bahwa pemberian kalsium melalui tanah menjadi
lebih efektif bila dikombinasikan dengan pemberian boron. Selanjutnya dari hasil
penelitian Premilestari (2011) aplikasi kalsium untuk mengurangi cemaran getah
kuning memerlukan dosis tinggi, yaitu kalsium sumber dari kaptan dengan dosis 6
ton Ca/ha atau kalsium sumber dari dolomite dengan dosis 2 ton Ca/ha. Aplikasi
kalsium akan meningkatkan biaya produksi buah cukup tinggi.
Hasil penelitian Parlindungan (2011) menunjukkan bahwa perlakuan 5.79 kg
Ca/pohon + 1.55 g B/pohon melalui tanah dapat menurunkan cemaran getah kuning
pada aril dan meningkatkan kandungan boron di endokarp kulit buah manggis.
Menurut Martias (2012) apabila kadar boron dalam jaringan endokarp >150 ppm
akan meningkatkan persentase aril bergetah kuning pada buah manggis. Dengan
mengetahui permasalahan yang dikemukakan diatas maka perlu dipelajari lebih
lanjut ketersediaan kalsium dan boron dalam tanah, untuk dapat mengendalian
cemaran getah kuning pada buah manggis. Informasi kombinasi kalsium dan boron
yang ideal untuk dapat menurukan cemaran getah kuning pada buah manggis
sampai saat ini belum banyak. Untuk itu, perlu diteliti pengaruh aplikasi kombinasi
beberapa dosis kalsium dan boron serta interaksi dari penambahan kedua unsur hara
ini dalam menekan cemaran getah kuning pada buah manggis. Dalam penelitian ini
dicoba aplikasikan 4 taraf dosis kalsium dan 4 taraf dosis boron.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran aplikasi kalsium dan boron
dalam mengendalikan cemaran getah kuning pada buah manggis, serta
mendapatkan kombinasi dosis kalsium dan boron yang tepat untuk mencegah
cemaran getah kuning buah manggis.
3
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: terdapat perbedaan respon
pemberian kalsium dan boron terhadap tingkat cemaran getah kuning pada buah
manggis, serta terdapat kombinasi dosis kalsium dan boron yang optimum dalam
menurunkan cemaran getah kuning pada buah
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Manggis
Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk dalam famili Guttiferae yang
terdiri atas sejumlah besar kelompok tanaman tropis yang meliputi 35 genus dan
lebih dari 400 species dalam genus Garcinea, sekitar 40 species diantaranya
merupakan tanaman buah yang dapat dimakan (Almeyda dan Martin 1976; Verheij
1997). Tanaman manggis merupakan tanaman asli Asia Tenggara yang tumbuh
secara luas di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Birma dan Srilangka. Lokasi
penyebaran umumnya terdapat pada zone 10° LU- 10° LS (Richard 1990).
Tanaman manggis memiliki akar tunggang dan akar lateral, tetapi tidak
terdapat akar rambut pada akar tunggang maupun akar lateral. Tidak adanya akar
rambut menyebabkan terhambatnya penyerapan hara, karena akar rambut berfungsi
sebagai penyerap hara. Akar tunggang manggis dapat menembus tanah hingga
kedalaman 1 m, sedangkan akar lateral dapat tumbuh ke samping hingga sejauh 5-
30 cm dari pangkal batang. Panjang akar berpengaruh terhadap penyerapan hara,
karena salah satu proses penyerapan hara oleh tanaman manggis adalah melalui
proses intersepsi akar. (Yaacob dan Tindall 1995).
Pohon manggis berdaun rapat (rimbun), batang lurus dan tinggi dapat
mancapai 6–25 m, cabang simetris membentuk piramid ke arah ujung tanaman, dan
bentuk kanopinya sangat baik untuk hiasan di pekarangan. Duduk daun berlawanan,
tangkai daun pendek. Bunganya soliter atau berpasangan di ujung tunas, tangkai
bunga pendek dan tebal (Ashari 2006).
Kuncup bunga manggis muncul di ujung ranting dan memerlukan waktu
kurang lebih 40 hari sampai antesis (bunga mekar). Bunga manggis memiliki empat
sepal dan empat petal yang berwarna merah muda. Petal akan rontok setelah antesis.
Buah akan matang pada waktu 100-120 hari setelah antesis (Verheij 1997; Rai
2004). Perkembangan buah manggis terjadi dalam 2 tahap, yaitu pra antesis dan
pasca antesis. Tahap pra antesis merupakan tahap pembentukan segmen aril dan
bakal biji yang berlangsung pada umur 8 hingga 1 hari sebelum antesis. Tahap
perkembangan buah pasca antesis ditandai dengan perubahan warna serta
peningkatan bobot dan diameter buah manggis (Rai 2004; Ropiah 2009).
Buah berbentuk bulat atau elips dengan diameter 3.5–8 cm. Bobot buah
bervariasi 75 – 150 g bergantung pada umur pohon dan daerah geografisnya
dengan tebal kulit buah 0.4 – 1 cm berwarna merah lembayung. Mempunyai 4-8
segmen dan setiap segmen mengandung satu bakal biji diselimuti oleh aril (salut
biji) berwarna putih, empuk dan mengandung sari buah. Tidak semua bakal buah
dalam segmen dapat berkembang menjadi biji. Umumnya 1-3 bakal biji yang
4
berkembang menjadi biji yang berwarna coklat dengan panjang 2 – 2.5 cm, lebar
1.5 – 2 cm dan tebalnya antara 0.7 – 1.2 cm, berbentuk dari jaringan nuselar dan
dihasilkan secara klonal karena bersifat apomiksis (Yaacob dan Tindall 1995).
Bagian buah yang dapat dimakan (edible portion) pada manggis adalah
sekitar 25 – 30%. Dalam 100 g daging buah terdapat air sebanyak 79.2-84.9 %,
karbohidrat sebanyak 14.3-19.8 %, protein sebanyak 0.5-0.7%, lemak 0.10-0.8 %
dan serat sebanyak 0.3-5.1 %. Buah manggis mengadung vitamin C sebanyak 1.0 -
66.0 % (Ashari 2006).
Syarat Tumbuh Manggis
Manggis merupakan tanaman tropis secara umum iklim yang baik untuk
pertumbuhan manggis adalah hangat, lembab, dan distribusi curah hujan relatif
merata sepanjang tahun dengan musim kering yang pendek (Yaacob dan Tindall
1995). Sentra-sentra penanaman manggis terutama berada pada 10°LU dan 10°LS,
tetapi masih potensial sampai 18° garis lintang. Ketinggian tempat 460-610 m di
atas permukaan laut optimum untuk tanaman manggis (Verheij 1997).
Tanaman manggis tumbuh dan berpoduksi baik pada kondisi curah hujan
merata sepanjang tahun 1500 – 2500 mm/tahun, kelembaban udara sekitar 80%,
suhu rata-rata berkisar antara 25°–30°C, naungan 40-70%, dan pH tanah kisaran
5.5-7.0 dengan iklim kering pendek. Tanah lempung berpasir, gembur dan banyak
mengandung bahan organik merupakan media tumbuh yang baik untuk tanaman
manggis. Untuk mendukung fungsi sistem perakaran tanaman manggis yang lemah
diperlukan permeabilitas tanah yang baik dengan kelembaban tinggi baik pada saat
pembibitan maupun setelah tanaman dewasa (Yaacob dan Tindall 1995).
Getah Kuning (Gamboge)
Getah kuning disebut dengan nama gamboges. Getah kuning merupakan
eksudat resin (cairan getah) berwarna kuning yang tumpah akibat pecahnya saluran
resin (Asano et al. 1995). Selain berbentuk cairan, getah kuning juga dapat berupa
bintik-bintik kuning yang juga terdapat pada daging dan kulit buah (Verheij 1997).
Sebagai famili Guttiferae, tanaman manggis secara alami memiliki getah
kuning hampir di seluruh organ tanaman (Almeyda dan Martin 1976). Getah kuning
mengandung senyawa resin (Yaacob dan Tindall 1995). Senyawa resin tersebut
diduga berkaitan dengan pertahanan terhadap serangan organisme pengganggu
mikroba dan parasit (McGarvey dan Croteau 1995).
Getah kuning manggis mengandung berbagai senyawa yaitu terpen, fenolik,
steroid dan xanthone. Senyawa terpen (triterpenoid) dan senyawa fenolik (flavonoid
dan tanin) ditemukan pada kulit batang, kulit buah muda, daging buah dewasa dan
daging buah muda. Senyawa steroid ditemukan dalam daging buah muda manggis
(Dorly 2009), dan senyawa xanthone ditemukan pada kulit buah manggis (Ahmat et
al. 2010).
Getah kuning terletak dalam saluran yang terdapat pada hampir seluruh organ
tanaman manggis, kecuali akar tanaman. Dorly (2009) melaporkan bahwa saluran
getah kuning sudah dijumpai pada kuncup bunga satu minggu sebelum antesis (−1
5
MSA) dan bunga mekar (antesis) (0 MSA) pada bagian ovary buah. Saluran getah
kuning juga dijumpai pada buah muda (1−5 MSA), buah sedang (6-10 MSA) dan
buah tua (11−15 MSA). Seiring perkembangan buah, saluran getah kuning
selanjutnya terbentuk pada eksokarp, mesokarp, endokarp dan aril buah manggis,
baik pada buah muda maupun buah tua. Getah kuning mulai mengotori aril pada
saat buah berumur 14 MSA hingga 16 MSA. Saluran getah kuning memiliki lumen
besar yang dikelilingi oleh sel-sel epitelium yang khas (Dorly 2009). Saluran getah
kuning pada manggis berbentuk saluran memanjang dan bercabang dengan dinding
sel-sel epitel (Dorly et al. 2008).
Pencemaran getah kuning pada kulit buah lebih disebabkan oleh faktor
eksogen (faktor luar). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, penyebab getah
kuning pada kulit buah bagian luar disebabkan oleh gangguan mekanis seperti
tusukan/gigitan serangga, benturan, dan cara panen yang ceroboh. Kulit buah
bagian luar yang pecah menyebabkan pembuluh getah mengeluarkan cairan kuning.
Sementara getah kuning pada kulit buah bagian dalam terjadi karena gangguan
fisiologis tanaman (Anwarudinsyah et al. 2010). Pencemaran getah kuning pada aril
merupakan masalah fisiologi akibat pecahnya saluran getah kuning dalam endokarp,
dan bukan disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysforum (Nurcahyani 2005).
Cemaran getah kuning dari beberapa hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan ada kaitanya dengan perkembangan buah, peranan Ca, dan perubahan
iklim (Dorly et al. 2008; Dorly 2009; Febriyanti 2008; Wulandari 2008). Poerwanto
et al. (2010) mengemukakan teori mekanisme tarjadinya cemaran getah kuning
terkait dengan, perkembangan buah, peranan Ca dan perubahan potensial air
sebagai berikut: (1) yaitu pada saat perkembangan buah, biji bertambah besar,
tetapi pertambahan volumenya sedikit, dan terjadi desakan dari dalam ke arah
perikarp. Akibatnya sel-sel epitel saluran getah kuning mengalami tekan dan akan
mudah pecah apabila kekurangan Ca, sehingga menyebabkan bocornya saluran
getah kuning, (2) Tekanan tugor yang tinggi terjadi apabila fluktuasi potensial air
tanah secara drastis dalam waktu relatif pendek. Perubahan tekanan turgor akan
memberikan tekanan pada dinding sel epitel, baik dari dalam (karena turgor plasma
sel), maupun dari luar (turgor cairan getah). Apabila dinding sel-sel epitel yang
lemah akibat kekurangan Ca akan menyebabkan pecah dan bocornya saluran getah
kuning sehingga getah kuning keluar mencemari aril. Menurut Anwarudinsyah et
al. (2010) dinding saluran getah kuning di endokarp pecah karena terjadinya
gangguan fisiologis tanaman, yaitu akibat perubahan air tanah yang fluktuatif dan
ekstrim selama manggis sedang dalam fase berbuah sehingga terjadi perubahan
tekanan turgor.
Daging buah manggis yang terkena getah kuning menimbulkan rasa yang
pahit. Selain di daging buah, getah kuning juga muncul di kulit buah, yang akan
mengeras seiring dengan bertambahnya umur simpan buah manggis setelah dipanen.
Hal ini dapat menurunkan kualitas buah baik secara fisik maupun rasa, buah akan
terlihat buruk dan kurang menarik (Yaacob dan Tyndall 1995).
Peranan Kalsium
Kalsium berkontribusi dalam struktur dan fungsi membran sel dengan
mengikat fosfolipid dan protein pada permukaan membran (Hirschi 2004). Kalsium
6
merupakan unsur penting penyusun dinding sel (Taiz dan Zaiger 2006). Sebagai
kation divalent, Ca2+
dibutuhkan untuk mengatur struktur dinding sel dan membran,
serta berperan dalam counter-cation untuk anion anorganik dan organik di vakuola,
serta sebagai messenger antar sel di dalam sitosol dan di lamela tengah, Ca menjaga
stabilitas membran dan integritas sel, mengatur selektivitas serapan ion, mengatur
permeabilitas membran dan mencegah kebocoran larutan dalam sel ((Marschner
1995; White 2001). Peran Ca-paktat, sebagai bahan perekat antara dinding sel satu
dengan dinding sel yang lain (Marschner 1995).
Kalsium dapat diserap tanaman dalam bentuk ion terlarut (Ca2+
). Kalsium
yang tidak terlarut misalnya Ca-pektat tidak dapat diserap oleh tanaman.
Kandungan kalsium berpengaruh terhadap kekakuan (rigidity) dinding sel
(Easterwood 2002). Pada beberapa tanaman Ca dijumpai dalam bentuk Ca-oksalat
di dalam sel parenkim dan berbentuk ion dalam cairan sel (Leiwakabessy dan
Sutandi 2004). Kalsium dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang besar dan pada
jaringan sehat kandungan Ca umumnya melebihi dari kisaran 0.1–1.0 % dari bahan
kering. Tanaman dikotiledon membutuhkan Ca di dalam jaringannya lebih banyak
dari pada tanaman monokotiledon (Kirkby dan Pilbean 1984).
Penyerapan kalsium oleh akar tanaman dari larutan tanah terjadi melalui
proses aliran massa dan intersepsi akar. Kalsium sebagian besar immobile dan
terdistribusi melalui air dalam aliran transpirasi. White (2001) mencirikan kalsium
sebagai unsur yang tidak dapat didistribusikan kembali ke jaringan yang lebih muda
sehingga daun muda dan buah yang sedang berkembang secara penuh bergantung
pada pengiriman Ca dalam aliran transpirasi dari xylem. Menurut White dan
Broadley (2003) akumulasi Ca berbeda pada berbagai organ, yaitu berlimpah pada
daun yang mengalami transpirasi tinggi dan relatif rendah pada jaringan yang
rendah transpirasinya.
Problema rendahnya Ca
tanaman dapat berkaitan dengan masalah tanah.
Defisiensi Ca
umumnya terjadi pada tanah yang mempunyai derajad pH yang sangat
rendah, K di tanahnya tinggi (Park et al. 2005). Pengapuran pada tanah masam
memberikan manfaat menaikkan pH tanah, menambah unsur kalsium, menambah
ketersediaan unsur-unsur phosphor dan molibdenum, persentase kejenuhan basa,
mengurangi keracunan besi, mangan, dan aluminium, serta memperbaiki kehidupan
mikroorganisme tanah (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Ada dua kation yang
cocok untuk digunakan dalam mengurangi kemasaman tanah atau dalam
menaikkan pH tanah yakni Ca2+
dan Mg2+
(Tisdale et al. (2005).
Gejala defisiensi Ca ditemukan pada jaringan dengan tingkat transpirasinya
yang rendah, antara lain di daun muda yang sedang berkembang, jaringan shoot
yang tertutup, buah dan umbi (White dan Broadly 2003). Defisiensi Ca dapat
menyebabkan disintegrasi dinding sel dan matinya jaringan tanaman (Kirby dan
Pilbean 1984). Defisiensi Ca hingga tingkat tertentu menjadi masalah pada tanah
masam. Buah-buahan dan sayuran yang mengalami gangguan fisiologis akibat
defisiensi Ca, kualitasnya menjadi rendah (Bangerth 1979).
Beberapa penelitian membuktikan bahwa gamboge disorder pada manggis
disebabkan kebutuhan kalsium yang tidak terpenuhi (Pludbuntong et al. 2007;
Poovarodom dan Boonplang 2008). Buah normal terbukti mengandung lebih
banyak kalsium dari pada buah yang tercemar getah kuning (Dorly 2009). Oleh
karena itu upaya meningkatkan kandungan kalsium tanah merupakan salah satu
cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi cemaran getah kuning buah manggis.
7
Pemberian kalsium melalui tanah untuk meningkatkan kandungannya pada buah
manggis secara efektif seharusnya tidak dibatasi pada periode awal setelah fruit set
tetapi diperpanjang sampai panen (Poovarodom 2009).
Peranan Boron
Boron merupakan unsur mikro esensial yang mempunyai peranan sangat
penting dalam proses fisiologi tanaman (Marschner 1995). Dalam sel tanaman
unsur boron banyak ditemukan pada wilayah apoplasmik dalam bentuk B(OH)3
(Yamauchi et al. 1986). Asam borat sebagai asam lemah dihantarkan secara
melingkar dengan difusi pasif dalam appolas atau dengan mekanisme pengangkutan
dari permukaan akar menuju xilem. Pergerakan unsur boron dalam sistem simplas
akar difasilitasi oleh chanel MIP (major instrinsic protein) dan ion transforter BOR
(Tanaka and Fujiwara 2007). Dalam sistem apoplas boron yang diserap oleh akar
tanaman bergerak sesuai dengan aliran transpirasi dan terakumulasi pada daun dan
batang (Blevins dan Lukaszewski. 1998). Boron dapat juga diangkut melalui floem
untuk jaringan reproduksi dan vegetatif (Shelp et al. 1995), meskipun kapasitas ini
bervariasi antara spesies (Patrick et al. 1996).
Boron mobile atau immobile tergantung pada jenis dan spesies tanaman
tertentu. Menurut Gupta (1993) boron dalam kondisi immobile, gejala defisiensi
dan toksin boron pada tanaman terlihat pada daun tua akibat akumulasi boron di
daun yang lebih tua dan konsentrasi boron semakin rendah dalam daun muda dan
buah. Selanjutnya Brown dan Hu (1998) menyatakan, bahwa sebagai akibat dari
mobilitas boron di floem akumulasi boron terdapat pada daerah meristem dan daun
muda, gejala defisiensi dan toksin boron juga terlihat di daerah meristemic atau
daun muda dan buah. Huang et al, (2008) menemukan adanya mobilisasi boron
yang ditandai dengan adanya retranslokasi B dari daun tua menuju organ reproduksi
pada tanaman white lupin yang terjadi melalui floem dan xilem.
Tanaman monokotil mempunyai kapasitas penyerapan boron yang lebih
rendah bila dibanding tanaman dikotil, tanaman monokotil hanya memerlukan
boron seperempat dari kebutuhan tanaman dikotil (Brown dan Hu 1998). Menurut
Blevins dan Lukaszewski (1998) kandungan boron tanaman monokotil berkisar 6
ppm-8 ppm, dikotil 20-70 ppm dan dikotil dengan sistem latek 80 ppm -100 ppm.
Menurut Loomis dan Durst (1992) jumlah boron yang ada pada dinding sel hampir
90 % dari jumlah boron yang ada di dalam sel tanaman. Selanjutnya Dell dan
Malajczuk (1995) menyatakan umumnya boron dalam tanaman terdapat pada
dinding sel.
Unsur boron berperan dalam menstabilkan dinding sel pada tanaman (Huang
et al. 2008). Secara struktural peranan boron sangat erat dalam pembelahan dan
pembesaran sel pada bagian tanaman yang sedang tumbuh atau berkembang (Dear
dan Weir 2004). Boron mempunyai peran struktural pada dinding sel sebagai
jembatan antar pektin pada polisakarida. Menurut Iwai et al. (2006) boron
berfungsi untuk menstabilkan dinding sel melalui pembentukan borate
rhamnogralacturonan-II (RG-II) yang secara struktural merupakan komplek
pecticpolycaccharide pada dinding sel primer. Kompleks borate
rhamnogralacturonan-II dan galactosylated xyloglucan berfungsi dalam
memperkuat tegangan dinding sel (Ryden et al. 2003). Dua molekul RG-II terkait
8
silang satu sama lain oleh diester borat (Kobayashi et al. 1996). Beberapa hasil
penelitian juga menduga bahwa interaksi antara borate dan pektin penting bagi struktur
dinding sel untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman ( Hu dan Brown 1994). Defisiensi boron menyebabkan terjadinya abnormalitas dalam dinding sel
sehingga pengaturan sel untuk mitosis terganggu akibatnya penambahan sel terhenti
(Blevins dan Lukaszewski 1998). Defisiensi boron menyebabkan dinding sel tidak
berfungsi (O’Neill et al. 2004). Defisiensi B juga menyebabkan perubahan fisiologi
dan biokimia, meliputi perubahan struktur dinding sel, fungsi dan integritas
membran, aktivitas enzim serta produksi sebagian besar metabolit tanaman.
Defisiensi B menyebabkan kebocoran membran (Dordas dan Brown 2005). serta
defisiensi boron mengakibatkan ketidak teraturan dinding sel dan terhambatnya
pertumbuhan tanaman (Johansen et al. 2006).
Defisiensi boron pada tanaman kakao mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan vegetatif dan reproduktif, perkembangan ruas memendek,
pembungaan berkurang dan menyebabkan kerusakan pada buah (Wood dan Lass
1985). Pada tanaman tomat defisiensi boron dapat mengakibatkan rendahnya
kandungan kalsium pada tanaman tomat (Yamauchi at al. 1986). Pada buah apel
dan pear defisiensi boron mengakibatkan kerusakan atau penyumbatan jaringan
pada daging buah sehingga terlihat menjadi berwarna kecoklatan, disamping itu
mengakibatkan perkembangan buah tidak sempurna dan merusak keteraturan pada
kulit serta daging buah (Dear dan Weir 2004).
Kelebihan unusr hara boron juga menyebabkan efek fisiologi yang negatif,
antara lain penurunan kandungan khlorofil daun, penghambatan fotosintesis,
menurunkan konduktifitas stomata (Lovvat dan Bates 1984), endapan lignin dan
suberin (Ghanati et al. 2002), serta peroksida lipid dan merubah jalur aktivitas
antioksidan (Keles et al. 2004). Kelebihan boron mengganggu sintesis sel (Reid et
al. 2004). Sejumlah proses fisiologi telah terbukti diubah oleh toksisitas boron,
meliputi gangguan pengembangan dinding sel, metabolik dengan mengikat gugus
ribose ATP, NADH, dan NADPH, dan terhambatnya pembelahan dan pemanjangan
sel (Reid et al. 2004). Selain itu, tanaman yang keracunan boron mengalami
peningkatan malondialdehid (MDA) dan hydrogen peroksida (H2O2),
mengakibatkan stres oksidatif dan peroksida (Cervilla et al. 2009).
Toksisitas boron menginduksi oksidatif dan kerusakan pada daun barley
(Karabal et al. 2003). Pada apel (Malus domestica) dan grape fruit (Vitis vinifera)
toksisitas boron menginduksi kerusakan oksidatif oleh peroksida lipid dan
akumulasi hidrogen peroksida (Molassiotis et al. 2006; Gunes et al. 2006).
Pemberian boron yang tinggi meningkatkan level superoksida (SOD), peroksidase
(POD) dan polifenol oksidase (PPO) dan menurunkan konsentrasi P, K, dan Ca
yang signifikan pada daun tomat (Kaya et al. 2009).
Ketersediaan hara B bagi tanaman pada tanah tertentu dikendalikan oleh sifat
fisik, kimia, terkstur, mineral liat serta bahan organik (Goldberg 1997). Boron
tersedia dengan baik dalam tanah pada kisaran pH 5.5-7.5 (Marschner 1995).
Kelembaban tanah 50 – 100 % (Goldberg 1997). Untuk memprediksi kosentrasi
boron dalam larutan tanah pada zona akar relatif sulit sebelum zona keseimbangan
tercapai sempurna karena kompleks boron adsorpsi, desorpsi dan curah hujan atau
perubahan reaksi dalam larutan tanah. Pada kondisi pH rendah boron terjerap oleh
alumanium dan pada pH tinggi terjerap oleh liat tanah (Shorrocks 1997). Kosentrasi
9
B berlebih di dalam tanah umumnya ditemukan pada tanah salin yang memiliki
draenase buruk (Grieve dan Poss 2000).
Sifat kimia tanah yang berpengaruh terhadap penyerapan boron oleh tanaman,
antara lain ketersediaan B tanah, pH tanah, tipe pertukaran ion, jumlah dan tipe
mineral di dalam tanah (Hu dan Brown 1997). Serapan B pada umumnya menurun
dengan meningkatnya pH tanah yang disebabkan oleh dua alasan, yaitu (1) pada pH
di bawah 7.0, B(OH)3 adalah bentuk B yang dominan, sedangkan afinitas dari
beberapa jenis liat tanah relatif rendah. Dengan demikian jumlah B yang diadsorpsi
adalah sedikit. Apabila pH meningkat, konsentrasi relatif B(OH)4- terhadap B(OH)3
meningkat, sebagai konsekuensinya afinitas B(OH)4
- relatif kuat untuk mineral liat
dan jumlah dari adsorbsi B meningkat (Keren dan Bingham 1985). Peningkatan pH
tanah akan menyebabkan ketersediaan B terhadap akar menurun; (2) serapan B oleh
akar tanaman menurun dengan meningkatnya pH larutan tanah, hal ini sejalan
dengan penurunan B(OH)3.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di kebun manggis Desa Garogek, Kecamatan Kiara
Pedes, Kabupaten Purwakarta, mulai bulan Nopember 2012 sampai dengan Juni
2013. Pengamatan cemaran getah kuning serta komponen sifat fisik dan kimia buah
dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPB. Analisis kandungan Ca, Mg dan B pada daun dan perikarp buah, serta analisis
sifat kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dolomite [CaMg
(CO3)2] sebagai sumber Ca, finbor (48% B2O3) sebagai sumber boron dan buah
manggis yang berasal dari tanaman manggis asal biji yang berumur lebih kurang 20
tahun dan telah berproduksi, larutan natrium hidroksida (NaOH) 0.1 N, asam
oksalat, indicator penalphtalein (PP). Alat yang digunakan terdiri atas refrakto
meter, penetro meter, jangka sorong, timbangan, Atomic Absorbtion
Spectrophotometer (AAS), serta alat-alat labor lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan
dua faktor. Sebagai faktor pertama adalah 4 taraf dosis kalsium (Ca) yaitu :
1. 0.0 kg Ca/ pohon, (0.00 kg/pohon dolomit )
2. 2.5 kg Ca/ pohon, (8.33 kg/ pohon dolomit)
3. 5.0 kg Ca/ pohon,(16.67 kg/ pohon dolomit)
4. 7.5 kg Ca/ pohon, (25.00 kg/ pohon dolomit )
10
Dan faktor kedua adalah 4 taraf dosis boron (B), yaitu:
1. 0.00 g B2O3 /pohon, (0.0 g/ pohon Finbor)
2. 0.77 g B2O3 /pohon, (1.6 g/ pohon Finbor)
3. 1.55 g B2O3/ pohon, (3.2 g/ pohon Finbor)
4. 2.32 g B2O3/ pohon, (4.8 g/ pohon Finbor)
Penggunaan dosis kalsium pada penelitian ini adalah modifikasi dari dosis
hasil penelitian Premilestari (2011) yaitu dosis 2 ton Ca/ha sumber dolomit efektif
mengendalikan cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah. Penggunaan dosis
pupuk boron merupakan modifikasi dari dosis hasil penelitian Parlindungan (2011)
yaitu perlakuan 1.55 g B/pohon melalui tanah. Aplikasi pupuk di lakukan dua kali,
yaitu pemberian pertama pada saat 80 % antesis diberikan sebanyak 2/3 dari dosis
perlakuan dan pemberian ke-dua 1/3 dari dosis perlakuan pada saat 28 hari setelah
perlakuan pertama. Setiap unit percobaan terdiri atas satu tanaman sampel di ulang
3 kali sehingga total tanaman yang digunakan sebanyak 48 tanaman.
Data dianalisis menggunakan uji F, untuk hasil yang berbeda nyata dilakukan
uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 % (Mattjik dan
Sumertajaya 2006). Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan
model rancangan acak kelompok sebagai berikut:
Yijk = μ + αi + Cj + Bk + (CB)ij + εijk.
dimana: i = 1. 2, j = 1. 2. 3. 4, dan k = 1. 2. 3. 4
Yijk = Nilai pengamatan pada faktor dosis kalsium (C) taraf ke-j, faktor dosis boron
(B) taraf ke-k dan kelompok ke-i
μ = Rataan umum
αi = pengaruh kelompok ke-i
Cj = Pengaruh faktor C taraf ke-j
Bk = Pengaruh faktor B taraf ke-k
(CB)jk = Interaksi dari faktor C taraf ke-j dan faktor B taraf ke-k
Εijk = Pengaruh galat faktor C taraf ke-j, faktor B taraf ke-k dan kelompok ke-i
Pelaksanaan
1. Aplikasi perlakuan
Pemberian dolomit dengan cara disebar secara merata di atas piringan tanah
di bawah proyeksi tajuk tanaman lalu ditutup kembali dengan tanah, Pemberian
finbor terlebih dahulu membuat lubang sedalam 10 cm yang melingkari batang
selebar tajuk tanaman, kemudian finbor-48 ditaburkan secara merata sepanjang
lubang larikan, setelah aplikasi pupuk, larikan ditutup kembali dengan tanah.
2. Pelabelan
Pelabelan dilakukan pada saat antesis untuk menentukan buah yang akan
dijadikan buah sampel dalam pengamatan.
Pengamatan
Pengamatan komponen sifat fisik dan kimia buah dilakukan setelah buah
dipanen, buah dipanen ketika telah memenuhi syarat umur pemanenan yaitu
berumur 16 minggu setelah antesis. Pengamatan tingkat cemaran getah kuning pada
11
buah manggis menggunakan sampel sebanyak 100 buah/pohon. Peubah yang
diamati adalah:
A. Pengukuran tingkat cemaran getah kuning pada buah manggis
1. Presentase buah bergetah kuning pada kulit
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah buah yang kulitnya
tercemar getah kuning. Rumus yang digunakan dalam pengamatan adalah sebagai
berikut:
Jumlah buah yang kulitnya tercemar getah kuning
PBKGK = x 100%
Jumlah buah yang diamatil
2. Presentase buah bergetah kuning pada aril
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah buah yang tercemar getah
kuning pada aril buah. Rumus yang digunakan dalam pengamatan adalah sebagai
berikut:
Jumlah buah yang arilnya yang tercemar getah kuning
PBAGK = x 100%
Jumlah buah yang diamati
3. Persentase juring bergetah kuning
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah juring aril yang tercemar
getah kuning.
Rumus yang digunakan dalam pengamatan adalah sebagai berikut:
Jumlah juring tercemar getah kuning
PJGK = x 100 %
Jumlah juring aril yang diamati
4. Intensitas cemaran getah kuning pada kulit dan aril buah
Pengamatan intensitas cemaran getah kuning pada kulit dilakukan dengan
menggunakan skoring. Skor getah kuning pada kulit luar buah (Kartika 2004).
Skor 1 : baik sekali, kulit buah mulus tanpa tetesan getah kuning.
Skor 2 : baik, kulit mulus dengan 1-5 tetes getah kuning yang mongering tanpa
mempengaruhi warna buah.
Skor 3 : cukup baik, kulit mulus dengan 6-10 tetes getah kuning yang mengering
tanpa mempengaruhi warna buah.
Skor 4 : buruk, kulit kotor karena tetesan getah kuning dan bekas aliran yang
menguning dan membentuk jalur-jalur.
Skor 5 : buruk sekali, kulit kotor karena tetesan getah kuning dan pembentuk
jalur-jalur berwarna kuning di permukaan buah warna buah kusam.
Pengamatan intensitas cemaran getah kuning pada aril dilakukan dengan
menggunakan skoring. Skor getah kuning pada aril buah (Kartika 2004).
Skor 1 : baik sekali, daging buah putih bersih, tidak terdapat getah kuning baik
diantara aril dengan kulit maupun di pembuluh buah
Skor 2 : baik, daging buah putih dengan sedikit noda (hanya bercak kecil)
karena getah kuning yang masih segar hanya pada satu ujung juring.
Skor 3 : cukup baik, terdapat sedikit noda (bercak) getah kuning pada salah satu
juring atau diantara juring yang menyebabkan rasa buah menjadi pahit
Skor 4 : buruk, terdapat noda (gumpalan) getah kuning baik pada ujung juring,
diantara juring atau di pembuluh buah yang menyebabkan rasa buah
menjadi pahit.
12
Skor 5 : buruk sekali, terdapat noda (gumpalan) baik di ujung juring, diantara
juring atau di pembuluh buah yang menyebabkan rasa buah menjadi
pahit, warna daging menjadi kuning
B. Komponen Sifat Fisik Buah
Pengamatan komponen kualitas buah dilakukan setelah buah dipanen yaitu
pada umur 16 minggu setelah antesis.
1. Bobot buah (g)
Bobot buah diukur dengan menggunakan timbangan dengan cara menimbang
keseluruhah buah pada saat panen.
2. Bobot kulit buah (g)
Bobot kulit buah diukur dengan menggunakan timbangan digital dengan cara
menimbang kulit buah setelah buah dibelah dan dipisahkan dengan aril dan biji.
3. Bobot biji (g)
Bobot biji diukur dengan timbangan digital dengan cara menimbang keseluruhan
biji pada buah sampel.
4. Bobot aril buah (g)
Bobot aril dihitung berdasarkan pengurangan bobot buah total terhadap bobot
kulit buah dan bobot biji.
5. Diameter transversal buah (cm).
Pengukuran menggunakan jangka sorong, dengan arah horizontal pada bagian
tengah di kedua sisi dan selanjutnya diambil rata-ratanya.
6. Diameter longitudinal buah (cm)
Pengukuran menggunakan jangka sorong, dengan arah vertikal pada bagian
tengah di kedua sisi dan selanjutnya diambil rata-ratanya.
7. Tebal kulit buah ((mm)
Tebal kulit diukur dengan jangka sorong setelah buah di dibelah secara
melintang menjadi dua bagian, diukur pada dua sisi dan selanjutnya dirata-ratakan.
8. Edible portion (%)
Edible portion adalah presentase bagian aril yang dapat dimakan terhadap
bobot buah secara keseluruhan.
Bobot aril (g)
Edible portion = x 100%
Bobot buah (g)
9. Kekerasan kulit buah (kg/cm2/det).
Kekerasan kulit buah diukur dengan menggunakan alat hand penetro meter.
Pengukuran kekerasan kulit buah dilakukan dengan menusukkan jarum hand
penentro meter pada kulit bagian atas, tengah, bawah dan selanjutnya diambil
rata-ratanya. Kekerasan buah kemudian dilihat pada sekala yang tertera pada alat.
10. Resistensi kulit buah (kg/cm2)
Pengamatan resistensi kulit buah bertujuan untuk melihat tingkat kemudahan
buah dibuka. Pengukuran resistensi dilakukan dengan menggunakan alat, yaitu
dengan memberikan tekanan yang kuat pada buah manggis hingga buah terbuka,
resistensi buah kemudian dapat dilihat pada skala yang tertera pada alat.
C. Komponen Sifat Kimia Buah
1. Padatan Terlarut Total (obrik).
Pengukuran menggunakan daging buah, sebanyak 5 buah sampel diambil
13
dari masing-masing perlakuan dan padatan terlarut total (PTT) diukur dengan
menggunakan alat refrakto meter.
2. Asam Tertitrasi Total (%)
Kandungan asam tertitrasi total dalam buah manggis diukur dengan
menggunakan metode titrasi NaOH. Pengukuran total asam tertitrasi (%) dihitung
melalui asam tertitrasi. Jumlah NaOH 0.1 N yang terpakai untuk mendapatkan
perubahan warna merah jambu hasil titrasi stabil merupakan angka yang digunakan
untuk pengukuran TAT. Aril dilepas dan disaring menggunakan kain saring,
kemudian hasil saringan ditimbang sebanyak 10 g. Bahan tersebut ditambahkan
aquades sehingga total larutan 100 ml. Sebanyak 25 ml larutan ditempatkat dalam
erlenmeyer dan diberi indikator PP sebanyak empat tetes. Selanjutnya campuran
larutan dititrasi dengan NaOH 0,1 N, titrasi dilakukan hingga terbentuk warna
merah muda yang stabil. Perhitungan total asam tertitrasi dilakukan dengan rumus:
ml NaOH x N NaH x fp x 64.
Total asam tertitrasi (%) = x 100 %
mg contoh
Keterangan:
ml NaOH = volume NaOH yang terpakai pada titrasi
N NaOH = normalitas NaOH (0.1 N)
Fp = faktor pengenceran (100/25)
64 = faktor asam dominan
mg contoh = 10.000 mg
D. Analisis Jaringan Tanaman
Penentuan kandungan Ca, Mg dan B perikarp dan daun
Analisis kandungan Ca, Mg dan B perikarp dilakukan setelah buah dipanen,
sampel diambil dari 10 buah manggis secara komposit dari perlakuan yang sama
diulang sebanyak 3 kali. Analisis Ca, Mg dan B daun dilakukan setelah panen buah.
Analisis daun menggunakan sampel daun dewasa yang telah berkembang sempurna
sebanyak 10 lembar secara komposit dari perlakuan yang sama, diulang sebanyak 3
kali.
Bahan dikeringkan dan dioven pada suhu 80°C sampai mencapai berat
konstan, kemudian digiling halus dengan grinder sampai dapat lolos mata saring
0.5 mm dan dianalisis di laboratorium (Pusat Penelitian Tanah 2005).
Analisis jaringan tanaman menggunakan metode pengabuan basah. Tahapan
analisis kandungan Ca, Mg dan B perikarp dan daun manggis adalah sebagai
berikut: Bahan ditimbang sebanyak 0.5 g dimasukkan ke dalam tabung digestion,
ditambahkan 5 ml HNO3. dan 0.5 ml HCLO4. dan dibiarkan satu malam. Besoknya
dipanaskan dalam digestions blok dengan suhu 100 oC selama satu jam, kemudian
suhu ditingkatkan menjadi 150 oC. Setelah uap kuning habis suhu digestion blok
ditingkatkan menjadi 200 oC. Destruksi selesai setelah keluar asap putih. Penetapan
kadar Ca dan Mg dengan cara, dipipet 1 ml ekstrak contoh dalam tabung kimia dan
ditambahkan 9 ml larutan La 0.25% (LaCl3.7H2O) dan dikocok, pengukuran
menggunakan alat AAS. Penetapan kadar B dengan cara, dipipet 4 ml ekstrak
contoh ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan sangga dan dikocok.
Kemudian ditambahkan 1 ml Azomethine-H. Boron dalam larutan diukur dengan
alat spektrofotometer pada panjang gelombang 430 nm.
14
E. Kehijauan Daun dan Kandungan Klorofil Daun
1. Tingkat kehijauan daun
Pengukuran menggunakan SPAD, pada daun terminal yang telah berkembang
penuh dibagian pangkal, tengah, ujung, selanjutnya diambil rata-ratanya.
Pengukuran dilakukan satu kali pada umr 5 minggu setelah aplikasi pertama.
2. Konsentrasi kadar klorofil daun, (mg/g)
Pengukuran kadar klorofil daun dilakukan satu kali, pada saat 16 minggu
setelah aplikasi pupuk pertama, sampel daun yang digunakan adalah daun terminal
yang telah berkembang penuh yang helaian daunnya terpapar sinar matahari.
Analisis kandungan klorofil dilakukan berdasarkan metode Dan Sims (2003).
Sebanyak 0.02 g daun digerus dengam menambahkan acetris 1 ml, setelah halus,
dimasukkan ke dalam microtube 2 ml dan ditambah acetris sampai tera 2 ml,
Setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 14 000 rpm selama 10 detik.
Supernatan diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan asetris 3 ml. Kemudian di vortex, dibaca dengan menggunakan
spetrophotometer, pada panjang gelombang 647 dan 663 nm.
F. Analisis tanah
Sampel tanah diambil secara komposit sebelum dan sesudah aplikasi, dari
daerah perakaran manggis pada kedalam 30 cm, tanah dikering udarakan dan
diayak dengan ukuran 2 mm. Analisis sifat kimia yang dilakukan adalah terhadap
pH, KTK, unsur hara Ca, B dan Mg.
Metode yang digunakan dalam pengukuran pH adalah Elektrode gelas.
Contoh tanah ditimbang 10 g sebanyak 2 kali, masing-masing dimasukkan ke
dalam botol dikocok, ditambah 50 ml air bebas ion ke botol yang satu (pH H2O)
dan 50 ml KCl 1 M ke dalam botol lainnya (pH KCl). Kocok selama 30 menit.
Suspensi tanah diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan
larutan buffer pH 7.0 dan pH 4.0.
Tahapan analisis kandungan Ca, Mg dan B tanah adalah sebagai berikut:
Contoh tanah ditimbang 2 g dimasukan ke dalam pengekstrak NH4OACn pH 7,
dikocok selama 5 menit. Setelah itu disaring dengan kertas saring.
Pengukuran Ca dan Mg dengan cara, ekstrak dipipet 1 ml dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan 9 ml larutan La 0.25 %, kemudian dikocok
sampai homogen. Kadar Ca dan Mg diukur dengan alat AAS.
Pengukuran boron, Ekstrak dipipet 4 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 1 ml larutan sangga, kemudian tambahkan 1 ml Azomethine-H, kocok
dan biarkan 1 jam. Boron dalam larutan diukur dengan alat spektrofotometer pada
panjang gelombang 430 nm.
G. Pengamatan Prapanen
Perkembangan diameter transversal dan longitudinal buah. (cm)
Pengamatan dilakukan satu kali seminggu pada buah yang diberi label secara
acak sebanyak 4 buah per pohon, dimulai pada buah umur 5 sampai 16 MSA.
Pengukuran menggunakan jangka sorong, de ngan arah horizontal dan vertikal pada
bagian tengah di kedua sisi masing-masing, selanjutnya diambil rata-ratanya
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Kimia Tanah
Hasil analisis tanah awal menunjukkan sifat-sifat kimia tanah sebagai berikut:
pH tanah tergolong sangat masam, kandungan Ca sangat rendah, Mg sangat rendah,
B dan KTK tergolong sedang. Berdasarkan hasil analisis tanah dapat dikatakan
bahwa kondisi awal tanah pada lokasi percobaan memiliki kesuburan kimia tanah
yang rendah walau kandungan boron tergolong sedang. Rincian kriteria penilaian
sifat-sifat kimia tanah diuraikan dalam Lampiran 1.
Tabel 1 Sifat-sifat kimia tanah awal dan 16 minggu setelah aplikasi perlakuan
Perlakuan pH
(H2O)
KTK
(%)
Ca
me/100g
Mg
me/100g
B ppm
Kondisi awal (0 MSP) 4.30 24.23 0.71 0.25 1.57
(16 MSP)
0.0 kg Ca/pohon + 0.00 g B/pohon 4.20 28.22 1.01 0.23 1.21
0.0 kg Ca/pohon + 0.77 g B/pohon 4.30 27.24 1.19 0.29 1.41
0.0 kg Ca/pohon + 1.55 g B/pohon 4.14 28.72 1.00 0.29 1.73
0.0 kg Ca/pohon + 2.32 g B/pohon 4.04 29.49 0.78 0.23 2.92
2.5 kg Ca/pohon + 0.00 g B/pohon 4.97 28.72 2.31 0.86 1.22
2.5 kg Ca/pohon + 0.77 g B/pohon 5.00 32.54 2.30 0.78 1.71
2.5 kg Ca/pohon + 1.55 g B/pohon 4.81 30.73 3.01 0.61 1.85
2.5 kg Ca/pohon + 2.32 g B/pohon 5.00 29.41 2.88 1.01 2.86
5.0 kg Ca/pohon + 0.00 g B/pohon 5.35 30.23 3.48 0.98 1.38
5.0 kg Ca/pohon + 0.77 g B/pohon 5.35 34.74 3.33 1.11 1.88
5.0 kg Ca/pohon + 1.55 g B/pohon 5.83 39.41 3.68 1.16 2.34
5.0 kg Ca/pohon + 2.32 g B/pohon 5.80 36.83 3.25 1.00 2.67
7.5 kg Ca/pohon + 0.00 g B/pohon 5.88 39.54 4.18 1.11 1.55
7.5 kg Ca/pohon + 0.77 g B/pohon 5.83 35.23 3.80 1.02 1.86
7.5 kg Ca/pohon + 1.55g B/pohon 5.04 36.43 3.68 1.08 2.43
7.5 kg Ca/pohon + 2.32 g B/pohon 5.88 39.11 4.05 1.18 2.84
Keterangan : ((MSP) = minggu setelah perlakuan
Hasil analisis tanah pada akhir penelitian menunjukkan rata-rata terjadi
perbaikan dibandingkan dengan kontrol, perbaikan tersebut meliputi peningkatan
pada pH sebesar 20.50 %, KTK sebesar 17.80 %, Ca sekitar 183.30 %, Mg sebesar
281.16 %, dan B sebesar 68.78 %. Dari data perubahan sifat kimia tanah tersebut
terindikasi ada kaitan yang erat dengan pH tanah terhadap status ketersediaan Ca
dan B dalam larutan tanah akibat adanya pengikatan ion H oleh ion CO3-2
yang
terdapat dalam dolomit. Menurut Tisdale et al. (2005) rekasi yang terjadi pada
pemberian dolomit (CaCO3.MgCO3), mula-mula peruraian kapur itu sendiri dari
yang membentuk ion CO3-2
dan ion Ca2+
atau Mg2+
. Ion CO3-2
akan menarik ion H
16
dari kompleks jerapan tanah sehingga terbentuk H2CO3. Ion Ca2+
atau Mg2+
akan
mengisi kompleks jerapan tanah yang ditinggalkan oleh ion H. Dengan demikian
pH tanah akan naik. Akibatnya ketersediaan unsur hara akan meningkat.
Tingkat Cemaran Getah Kuning pada Aril dan Kulit Buah
Berdasarkan hasil analisis, terdapat interaksi yang nyata antara pemberian
pupuk kalsium dan boron terhadap persentase buah yang arilnya bergetah kuning
(Tabel 2). Pemberian kombinasi dolomit dan boron dengan dosis 2.5; 5.0 atau 7.5
kg Ca/pohon dan 1.55 g B2O3/pohon atau kombinasi dolomit dan boron dengan
dosis 5.0 kg Ca/pohon dan 0.77; 1.55; 2.32 g B2O3/pohon, mampu menurunkan
cemaran getah kuning pada aril dibanding kontrol. Dosis optimum kalsium dan
boron untuk menghasilkan persentase buah yang arilnya bergetah kuning minimum
berkisar antara 3.7 hingga 4.6 kg Ca/pohon dan 0.85 hingga 1.55 g B2O3/pohon.
Persentase buah yang arilnya bergetah kuning minimum adalah 1.05 % didapat
pada pemberian kombinasi dolomit dan boron dengan dosis 5.0 kg Ca/pohon dan
1.55 g B2O3/pohon dengan persamaan regresi y = 9.775x2 – 30.25x + 24.45 pada
nilai R² = 0.933 (Gambar 1).
Tabel 2 Persentase buah yang arilnya bergetah kuning pada pemberian berbagai
dosis kalsium dan boron
Dosis pupuk Dosis pupuk boron (g/pohon)
Kalsium
(kg/pohon)
0.00 0.77 1.55 2.32
0.0 66.67 a 32.33 c 16.67 e 50.00 b
2.5 53.33 b 26.67 cd 4.33 f 30.33 c
5.0 25.00 cd 5.33 Ef 2.67 f 6.33 f
7.5 21.67 ed 24.67 cd 8.00 f 61.67 a
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata menurut Uji DMRT 5%
Tabel 3 Skor buah yang arilnya bergetah kuning pada pemberian berbagai dosis
kalsium dan boron
Dosis
pupuk
kalsium
(kg/pohon)
Skor getah kuning aril
Rataan Peringkat Rataan Peringkat Rataan Peringkat Rataan Peringkat
Dosis pupuk boron (g/pohon)
0.00 0.77 1.55 2.32
0.0 2.2 43.59 a 1.5 29.67 cd 1.2 18.50 de 2.1 42.00 ab
2.5 1.9 39.16 b 1.4 29.16 d 1.1 4.50 f 1.5 32.33 c
5.0 1.4 26.50 cd 1.1 5.50 f 1.1 5.00 f 1.1 12.50 f
7.5 1.3 23.16 cd 1.3 22.67 cd 1.1 12.33 f 2.2 45.33 a
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata menurut uji Kruskal-Wallis 5%
17
Hasil yang sama juga didapat pada data skoring cemaran getah kuning pada
aril (Tabel 3). Pemberian kombinasi dolomit dan boron dengan dosis 2.5; 5.0 atau
7.5 kg Ca/pohon dan 1.55 g B2O3/pohon atau kombinasi 5.0 kg Ca/pohon dan 0.77;
1.55 atau 2.32 g B2O3/pohon, dapat menurunkan skor buah yang arilnya bergetah
kuning dibanding kontrol. Skor buah yang arilnya bergetah kuning minimum
adalah 1.03, didapat pada pemberian kombinasi dolomit dan boron dengan dosis
4.9 kg Ca/pohon dan 1.55 g B2O3/pohon, dengan persamaan regresi y = 0.012x2 –
0.117x + 1.314 pada nilai R² = 0.928 (Gambar 2).
Skor cemaran getah kuning pada aril menunjukkan tingkat keparahan
cemaran getah kuning pada aril. Getah kuning yang mencemari aril, berasal dari
getah yang keluar dari saluran getah yang pecah atau rusak di perikarp pada bagian
endokap. Pemberian dolomit dan boron dosis 5.0 kg Ca/pohon dan 1.55 g
B2O3/pohon, menurunkan persentase buah yang arilnya bergetah kuning sebesar
98 % di banding kontrol, dan penurunan skor sampai 1.1, yang berarti hampir tidak
ada tetesan getah mencemari aril. Penurunan persentase dan skor buah yang arilnya
bergetah kuning berhubungan dengan meningkatnya kandungan Ca dan B di
perikarp. Pada penelitian ini pemberian dolomit dan boron dosis 5.0 kg Ca/pohon
dan 1.55 g B2O3/pohon dapat meningkatkan kandungan Ca sampai 32.85 % dan B
39.91 % di perikarp. Kalsium dan boron yang meningkat di perikarp buah
menyebabkan tegarnya dinding sel-sel epitel saluran getah kuning yang terdapat di
endokarp buah, sehingga insiden getah kuning pada aril menjadi lebih rendah. Hal
ini disebabkan adanya interaksi kalsium dan boron dengan pektin dan membentuk
jaringan polimer cross-link yang membuat struktur dinding sel menjadi kuat
(Dong et al. 2000). Pada umumnya perbandingan antara hara yang seimbang
memiliki dampak yang lebih baik pada kualitas buah daripada konsentrasi hara
diberikan secara individu (Marcelle, 1995). Keutuhan dinding sel epitel terjadi bila
suplai kalsium dan boron dapat memenuhi kebutuhan perkembangan sel tersebut
(Clarkson dan Hanson 1980).
Pada pemberian kombinasi dolomit dan boron dosis 7.5 kg Ca/pohon dan
2.32 g B2O3/pohon persentase dan skor buah yang arilnya bergetah kuning tidak
berbeda nyata dengan kontrol dan kombinasi dosis 0.0 g Ca/pohon dan 2.32 g
B/pohon. Tingginya tingkat cemaran getah kuning pada pemberian dosis 2.32 B2O3
g/pohon, diduga berhubungan dengan tingginya kadar hara B di perikarp yaitu
125.0 ppm, meningkat 39.91 % dibanding kontrol. Hal ini di perkuat dari hasil
pengujian korelasi antara kandungan B di perikarp pada pemberian dosis 2.32 g
B2O3/pohon dengan persentase dan skor buah yang arilnya bergetah kuning,
berkorelasi posistif walau tidak nyata yaitu 0.23 dan 0.20. Boron di perikarp
berkontribusi dalam meningkatkan persentase buah yang arilnya bergetah kuning,
mengindikasikan bahwa hara ini dalam konsentrasi yang berlebih dan toksik di
jaringan perikarp. Diduga hara ini menstimulasi pelepasan spesies oksigen bebas
yang merusak membran sel, sehingga terjadi kerusakan saluran getah kuning di
perikarp seperti diindikasikan oleh persentase buah aril bergetah kuning. Menurut
Reid et al. (2004) sejumlah proses fisiologi telah terbukti diubah oleh toksisitas B,
meliputi gangguan pengembangan dinding sel, adanya metabolik yang mengikat
gugus ribose ATP, NADH, dan NADPH, dan penghambatan pembelahan dan
pemanjangan sel.
18
Gambar 1 Respon interaksi kalsium dan boron terhadap persentase buah yang
arilnya bergetah kuning
Gambar 2 Pola respon interaksi kalsium dan boron terhadap skor buah yang arilnya
bergetah kuning
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 2 4 6 8
Per
sen
tase
bu
ah y
ang
ariln
ya b
erge
tah
ku
nin
g (%
)
Dosis kalsium (kg)
B (0.00) y=-6.533x + 66.16R²=90.7B (0.77) y=x2 - 9.273x + 35.15R²= 59.1B (1.55) y=0.706x2 - 6.406x + 16.48R²=93.0B (2.32) y=3x2 - 22.06x + 54.18R²=73.7
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Per
sen
tase
bu
ah y
ang
ariln
ya b
erge
tah
ku
nin
g (%
)
Dosis boron (g)
Ca (0.0) y = 28.34x2 - 74.26x + 68.18R²= 88.3
Ca (2.5) y = 22.06x2 - 63.00x + 55.53R²= 90.1
Ca (5.0) y = 9.775x2 - 30.25x + 24.45R²=93.3
Ca (7.5) y = 21.22x2 - 35.92x + 26.21R²=72.7
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 2 4 6 8Sko
r b
uah
yan
g ar
ilnya
b
erge
tah
ku
nin
g
Dosis kalsium (kg)
B(0.00) y=-0.118x + 2.18R²=82.8
B(0.77) y=0.013x2 - 0.130x + 1.556R²=42.6
B(1.55) y=0.012x2 - 0.117x + 1.314R²=92.8
B(2.32) y=0.065x2 - 0.490x + 2.158R²=85.2
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Sko
r b
uah
yan
g ar
ilnya
b
erge
tah
ku
nin
g
Dosis boron(g)
Ca(0.0) y=0.614x2 - 1.490x + 2.221R² = 90.9Ca(2.5) y=0.388x2 - 1.105x + 1.973R² =82.8Ca(5.0) y=0.178x2 - 0.519x + 1.413R² = 92.2Ca(7.5) y = 0.460x2 - 0.763x + 1.459R² = 79.9
19
Tidak ada interaksi antara pemberian dolomit dan boron terhadap persentase
juring bergetah kuning, serta skor dan persentase buah yang kulitnya bergetah
kuning. Pengaruh tunggal pemberian dolomit dan boron disajikan pada (Tabel 4).
Pemberian dolomit dengan dosis 5.0 kg Ca/pohon memberikan persentase juring
bergetah kuning, skor dan persentase buah yang kulitnya bergetah kuning terendah
dibanding kontrol dan dua dosis lainnya. Penambahan dolomit dengan dosis 2.5 kg
Ca/pohon tidak berbeda nyata dengan dosis 7.5 kg Ca/pohon lebih rendah di
banding kontrol untuk persentase juring bergetah kuning. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hubungan dosis kalsium dengan
persentase juring bergetah kuning, skor dan persentase buah yang kulitnya bergetah
kuning berbentuk kuadratik (Gambar 3). Respon kuadratik menunjukkan bahwa
terjadinya penurunan maksimum persentase juring bergetah kuning, skor dan
persentase buah yang kulitnya bergetah kuning pada pemberian Ca dosis optimum.
Dosis optimum Ca untuk persentase juring bergetah kuning, skor dan persentase
buah yang kulitnya bergetah kuning adalah 4.5; 4.3 dan 4.1 kg Ca/pohon.
Persentase juring bergetah kuning minimum sebesar 4.58 %, skor dan persentase
buah yang kulitnya bergetah kuning minimum yaitu 1.38 dan 26.32 %. Penelitian
ini menunjukkan bahwa, walau pemberian dosis Ca yang sudah melewati dosis
optimum, tetapi belum menunjukkan gejala toksisitas hara.
Tabel 4 Persentase juring bergetah kuning, skor dan persentase buah yang kulitnya
bergetah kuning pada pemberian berbagai dosis kalsium dan boron
Perlakuan
Persentase
juring bergetah
kuning
Skor getah kuning pada kulit Persentase
buah
bergetah
kuning pada
kulit
Rataan Peringkat
Kalsium (kg) Ca
0.0 20.25 a 2.1 29.45 a 56.16 a
2.5 13.50 b 2.0 25.08 a 51.41 a
5.0 5.75 c 1.7 11.08 b 36.50 b
7.5 15.25 b 2.1 32.37 a 55.41 a
Boron (g) B
0.00 19.66 a 2.2 34.33 a 58.58 a
0.77 9.75 b 1.9 23.20 b 48.66 b
1.55 5.16 c 1.8 16.92 b 38.91 c
2.32 20.16 a 2.0 23.54 ab 53.33 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom skor getah kuning
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Kruskal Wallis 5%; pada
kolom persentase buah bergetah kuning menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT 5%.
Cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah disebabkan karena adanya
perbedaan laju pertumbuhan antara biji dan aril dengan bagian perikarp buah
selama fase pembesaran buah serta perubahan tekanan turgor secara tiba-tiba.
Apabila dinding sel epitel lemah akibat kekurangan Ca, maka sel-sel akan mudah
20
pecah dan menyebabkan cemaran getah kuning pada buah. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pemberian dolomit dapat meningkatkan kandungan Ca di
perikarp sehingga menurukan cemaran getah kuning pada buah manggis. Menurut
Marchsner (1995), Ca berperan penting dalam penyusunan struktur dinding sel
sebagai Ca-pektat dalam lamela tengah. Pada saluran getah kuning, Ca yang
berfungsi sebagai perekat antar dinding sel akan meningkatkan integritas antara sel-
sel epitel penyusun saluran getah kuning. Kirkby dan Pilbeam (1984) menyatakan
bahwa jaringan dengan kandungan Ca yang tinggi memiliki dinding sel yang kuat
dan lebih tahan terhadap kebocoran membran.
Persentase juring bergetah kuning, skor dan persentase buah yang kulitnya
bergetah kuning terendah didapat pada pemberian boron dengan dosis 1.55 g
B2O3/pohon. Dosis ini dapat menaikkan kandungan B sampai 39.91 % di perikarp
dan menurunkan tingkat cemaran di juring sampai 73.75 % dari 19.66 % menjadi
5.16 % dan di kulit buah 33.58 % dari 58.58 % menjadi 38.91 %. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan B melalui tanah dapat memenuhi kekurangan
hara B di sel-sel saluran getah kuning pada saat terjadinya perkembangan buah.
Menurut Blevins dan Lukaszewski (1998) boron merupakan bagian dari komponen
struktural sel dan berperan meningkatkan stabilitas dan ketegaran struktur dinding
sel, mendukung bentuk kekuatan sel tanaman. Penelitian Matoh et al. (1993) pada
tanaman lobak menduga bahwa interaksi antara borate dan pektin penting bagi
struktur dinding sel untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hubungan dosis boron dengan
persentase juring bergetah kuning, skor dan persentase buah yang kulitnya bergetah
kuning berbentuk kuadratik (Gambar 3). Persentase juring bergetah kuning, skor
dan persentase buah yang kulitnya bergetah kuning minimum yaitu: 8.66 %. 1.52
dan 24.14 % didapat pada pemberian dosis optimum pupuk boron 1.18; 1.42 dan
1.32 g B2O3/pohon. Respon kuadratik menunjukkan terjadinya kenaikan persentase
juring bergetah kuning, serta skor dan persentase buah yang kulitnya bergetah
kuning pada pemberian dosis boron di atas dosis optimum. Pada penelitian ini,
pemberian dosis boron yang sudah melewati dosis optimum menunjukkan gejala
toksisitas hara, terlihat dari tingkat cemaran getah kuning pada perlakuan 2,32 g
B2O3/pohon sama dengan kontrol.
Pemberian boron diatas dosis optimum yaitu pada dosis 2.32 g B2O3/pohon,
persentase juring bergetah kuning, skor dan persentase buah yang kulitnya bergetah
kuning lebih tinggi dibanding dari dua dosis lain, tapi tidak berbeda nyata dengan
kontrol. Hal ini berkaitan dengan semakin tinggi dosis boron yang di berikan
semakin tinggi pula kadar hara B yang terserap di perikarp. Kandungan B di
perikarp tertinggi yaitu 125.25 ppm dan yang terendah 53.67 ppm. Menurut
Marschner (1995), pada tanaman berkayu kandungan boron dalam jaringan
tanaman umumnya berkisar 80-100 ppm. Data Tabel 5 menunjukkan bahwa
pemberian boron dengan dosis 1.55 g B2O3 /pohon yang mempunyai kandungan B
di perikarp di atas batas minimum, sementara pemberian boron dengan dosis 2.32 g
B2O3/pohon kandungan B di atas maksimum dan perlakuan lainnya serta perlakuan
kontrol tidak dapat meningkatkan kandungan B di atas 80 ppm. Tingginya
persentase juring bergetah kuning dan persentase buah yang kulitnya bergetah
kuning pada perlakuan kontrol dan penambahan dosis boron dosis 2.32 g
B2O3/pohon berhubungan dengan kandungan B di perikarp. Kekurangan atau
kelebihan B di perikarp, diduga berpengaruh terhadap perkembangan sel-sel
21
sekretori getah kuning sehingga sel-sel menjadi lemah dan mudah rusak. Fleischer
et al. (1998), menyatakan bahwa defisensi hara B menyebabkan perubahan fisiologi
dan biokimia, meliputi perubahan aktivitas enzim, struktur dinding sel, fungsi dan
integritas membran. Selanjutnya menurut Reid et al. (2004) sejumlah proses
fisiologi telah terbukti diubah oleh toksisitas B, meliputi gangguan pengembangan
dinding sel, metabolik dengan mengikat gugus ribose ATP, NADH, dan NADPH,
dan terhambatnya pembelahan dan pemanjangan sel.
Gambar 3 Pola respon pemberian kalsium dan boron terhadap persentase juring
bergetah kuning, skor dan persentase buah yang kulitnya bergetah kuning
y = 0.65x2 - 5.785x + 21.16 R² = 0.846
0
5
10
15
20
25
0 2 4 6 8
Per
senta
se j
uri
ng b
erget
ah
kunin
g
Dosis kalsium
y = 10.43x2 - 24.61x + 20.37 R² = 0.938
0
5
10
15
20
25
0 1 2 3P
erse
nta
se j
uri
ng b
erget
ah
kunin
g
Dosis boron
y = 0.022x2 - 0.190x + 2.203 R² = 0.711
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 2 4 6 8Sko
r b
uah
yan
g k
uli
tnya
ber
get
ah k
unin
g
Dosis kalsium
y = 0.155x2 - 0.443x + 2.152 R² = 0.997
1.8
1.9
2
2.1
2.2
0 1 2 3Sko
r b
uah
yan
g k
uli
tnya
ber
get
ah k
unin
g
Dosis boron
y = 0.946x2 - 7.784x + 58.35 R² = 0.615
0
10
20
30
40
50
60
70
0 2 4 6 8
Per
sen
tase
bu
ah y
ang k
uli
tnya
ber
get
ah k
un
ing
Dosis kalsium
y = 10.19x2 - 26.95x + 59.78 R² = 0.863
0
10
20
30
40
50
60
70
0 1 2 3
Per
senta
se b
uah
yan
g
kuli
tnya
ber
get
ah k
unin
g
Dosis boron
22
Kandungan Hara Ca, Mg dan B pada daun dan perikarp
Kandungan hara di jaringan daun dan perikarp berperan penting dalam proses
fisiologi dan terhadap kejadian cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah.
Pemberian dolomit dan boron tidak berpengaruh terhadap kandungan Ca dan B di
daun. Kandungan Mg di daun meningkat seiring dengan tingginya dosis dolomit
dan boron yang diberikan (Tabel 5). Kandungan Mg tertinggi didapat pada
perlakuan dolomit dengan dosis 7.5 kg Ca/pohon atau pemberian boron dosis 2.32 g
B2O3 /pohon. Perlakuan dolomit berpengaruh nyata terhadap kandungan Mg di
daun disebabkan karena di dalam dolomit selain mengandung unsur Ca juga unsur
Mg. Menurut Havlin et al. (2004) hara Mg merupakan hara makro yang berperan
penting sebagai bahan pembentuk molekul klorofil dan komponen enzim esensial,
serta berperan dalam proses metabolisme P dan respirasi tanaman.
Pada penelitian ini ditemukan kandungan Ca pada daun lebih tinggi
dibandingkan dengan Ca di perikarp buah. Menurut Marschner (1995) kalsium
merupakan unsur yang dapat larut dalam air. Unsur ini diambil dari dalam tanah
dan ditranslokasikan bersama air ke bagian tumbuhan lain. Pada suhu lingkungan
yang tinggi, air yang mengandung kalsium dan mineral lain bergerak cepat ke daun.
Kebanyakan air ditranspirasikan melalui daun, sehingga banyak kalsium ditemukan
dalam daun. Bagian buah tidak melakukan transpirasi sebanyak daun, sehingga
hanya sedikit kalsium terakumulasi dalam buah. Boron termasuk hara yang mobile
pada tanaman manggis, hal ini dibuktikan dengan rendahnya kandungan B di daun
dari pada B di perikarp akibat adanya retranslokasi B dari daun menuju buah yang
sedang berkembang yakni bagian perikarp. Menurut Patrick et al. (1998) pada
kondisi boron yang mobile dalam floem, terjadinya retranslokasi hara B dari daun
tua menuju organ yang sedang tumbuh dengan aktif sehingga gejala defesiensi dan
toksin B terlihat pada daun muda atau buah.
Tabel 5 Kandungan Ca, Mg dan B di daun dan perikarp buah pada pemberian
berbagai dosis kalsium dan boron
Perlakuan Kandungan hara daun Kandungan hara perikarp
Ca
(ppm)
Mg
(ppm)
B
(ppm)
Ca
(ppm)
Mg
(ppm)
B
(ppm)
Kalsium (kg) Ca
0.0 3800.0 1400.0 c 53.58 470.0 b 130.0 68.6
2.5 3800.0 1700.0 b 48.58 520.0 b 122.0 81.0
5.0 3300.0 1900.0 ab 48.58 700.0 a 137.0 91.0
7.5 3400.0 2100.0 a 56.42 810.0 a 145.0 90.7
Boron (g) B
0.00 3800.0 1700.0 b 54.42 570.0 127.0 53.6 c
0.77 3500.0 1600.0 b 52.58 550.0 130.0 63.2 c
1.55 3000.0 1800.0 ab 48.42 640.0 133.0 89.2 b
2.32 4100.0 2000.0 a 51.75 720.0 150.0 125.0 a
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perberbeda nyata menurut Uji DMRT 5%
23
Penelitian Huang et al, (2008) pada tanaman Lupinus albus L, peningkatan
kebutuhan unsur B saat pembungaan dapat meningkatkan rentraslokasi B dari daun
tua menuju organ yang sedang tumbuh dengan aktif. Peningkatan tersebut terjadi
bila suplai hara B yang berasal dari hasil serapan akar sangat minim. Menurut
Patrick et al, (1998) hara B termasuk hara yang mobile dalam floem pada tanaman
almond, terlihat dari komposisi kadar hara B di jaringan daun, buah (mesokarp,
endokarp dan inti) yaitu 42; 170; 34 dan 43 ppm. Sementara hasil penelitian
Martias (2012) menemukan kadar hara B pada tanaman manggis di jaringan daun
yaitu 164.75 ppm, pada buah di mesokarp 45.76 ppm, dan endokarp 256.06.
Pada Tabel 5 terlihat bahwa perlakuan dolomit memberikan pengaruh nyata
terhadap kandungan Ca di perikarp dan tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan B dan Mg di perikarp. Pemberian dolomit dengan dosis 5.0 atau 7.5 kg
Ca/pohon dapat meningkatkan kandungan Ca 41.97 % di perikarp dibanding
kontrol, walau kandungan Ca di perikarp lebih rendah dari Ca di daun, namun
diperkirakan sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan Ca perikarp, sehingga
dapat mengendalikan cemaran getah kuning pada buah. Hal ini diperkuat dengan
pengujian korelasi antara kandungan Ca di perikarp berkorelasi sangat nyata
dengan skor, persentase buah yang arilnya bergetah kuning dan persentase juring
bergetah kuning berturut-turut: -0.42; -0.43; -0.36. Kandunga Ca perikarp
berkorelasi tidak nyata dengan tingkat cemaran getah kuning pada kulit, hal ini
diduga karena penyebab cemaran getah kuning pada kulit tidak hanya karena faktor
dalam tetapi juga ada faktor lingkungan. Menurut Mansyah et al. (2003) getah
kuning terdapat pada kulit luar buah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal
tetapi faktor eksternal, yaitu kondisi di sekitar area penanaman manggis seperti
serangan hama atau luka mekanik
Perlakuan pemberian boron berpengaruh nyata terhadap kandungan B di
perikarp dan tidak pengaruh nyata terhadap kandungan Ca dan Mg perikarp.
Kandungan B tertinggi 125.25 ppm terdapat pada pemberian boron dengan dosis
2.32 g B2O3/Pohon, dan yang terendah 53.67 ppm terdapat pada kontrol.
Kandungan B di perikarp lebih tinggi dibanding kandungan B di daun, kandungan
B di perikarp mempunyai pengaruh yang berbeda dengan kandungan Ca di perikarp
terhadap tingkat cemaran getah kuning, kondisi ini terlihat pada pengujian korelasi
antara kandungan B di perikarp dengan tingkat cemaran getah kuning pada aril dan
kulit. Pengujian pada perlakuan dosis 0.0 hingga 7.5 kg Ca/pohon dan 0.0 hingga
1.55 g/pohon memberikan nilai korelasi negatif (Tabel 6), namum apabila dosis B
tertinggi 2.32 g B2O3/pohon di gabungkan, maka akan memberikan nilai korelasi
positf terhadap tingkat cemaran getah kuning pada aril dan kulit buah (Tabel 7).
Penelitian Martias (2012) pada tanaman manggis, hara boron dalam tingkat
cemaran getah kuning pada buah manggis, termasuk hara yang dapat menurunkan
cemaran tetapi pada kondisi yang berlebihan bisa menaikan tingkat cemaran.
Hasil uji korelasi kandungan Ca, Mg dan B di perikarp terhadap tingkat
cemaran getah kuning pada buah pada perlakuan dosis 0.0 hingga 7.5 kg Ca/pohon
dan 0.0 hingga 1.55 g B2O3/pohon (Tabel 6). Kandungan Ca dan B pada perikarp
berkorelasi sangat nyata terhadap persentase buah bergetah kuning pada aril dengan
koefisien korelasi sebesar -0.43 dan -0.39, Hubungan korelasi bersifat negatif
dimana peningkatan Ca dan B perikarp akan diikuti dengan penurunan persentase
buah bergetah kuning pada aril.
24
Kalsium dan boron di perikarp berkorelasi negatif dengan skor getah kuning
aril, yang berarti bahwa peningkatan Ca dan B akan mengurangi skor getah kuning.
Penurunan skor getah kuning menunjukkan peningkatan kualitas buah, karena
semakin rendah skor, maka getah kuning semakin sedikit dan kualitas buah
semakin baik. Nilai negatif pada jumlah juring bergetah kuning menunjukkan
bahwa semakin tinggi Ca dan B perikarp, maka persentase juring bergetah kuning
semakin berkurang
Tabel 6 Hubungan korelasi skor dan persentase buah bergetah kuning pada aril dan
kulit buah, persentase juring bergetah kuning terhadap kandungan Ca, Mg
dan B di kulit buah
Peubah
Koefisien Korelasi
Getah Kuning Pada Aril Getah Kuning Pada
Kulit Buah
Skor Buah
Bergetah
Kuning
% Buah
Bergetah
Kuning
% Juring
Bergetah
Kuning
Skor Buah
Bergetah
Kuning
% Buah
Bergetah
Kuning
Ca perikarp -0.42** -0.43** -0.36* -0.23tn -0.26tn
Mg perikarp -0.28tn -0.26tn -0.19tn -0.13tn -0.09tn
B perikarp -0.34* -0.39** -0.31* -0.23tn -0.28tn
Ket : tn= tidak nyata, * = nyata pada taraf 5%,** = nyata pada taraf 1%. pada perlakuan
dosis 0.0 s/d 7.5 kg Ca/pohon dan 0.0 s/d 1.55 g B2O3/pohon
Tabel 7 Hubungan korelasi skor dan persentase buah bergetah kuning pada aril dan
kulit buah, persentase juring bergetah kuning terhadap kandungan Ca, Mg
dan B di kulit buah
Peubah
Koefisien Korelasi
Getah Kuning Pada Aril Getah Kuning Pada
Kulit Buah
Skor Buah
Bergetah
Kuning
% Buah
Bergetah
Kuning
% Juring
Bergetah
Kuning
Skor Buah
Bergetah
Kuning
% Buah
Bergetah
Kuning
Ca perikarp -0.08tn -0.10tn -0.04tn -0.16tn -0.26tn
Mg perikarp -0.13tn -0.14tn -0.10tn -0.04tn -0.08tn
B perikarp 0.20tn 0.23tn 0.10tn 0.17tn 0.18tn
Ket : tn= tidak nyata, * = nyata pada taraf 5%,** = nyata pada taraf 1%. pada perlakuan
dosis 0.0 s/d 7.5 kg Ca/pohon dan 0.0 s/d 2.32 g B2O3/pohon
Hubungan antara peningkatan kandungan Ca dan B di perikarp dengan
penurunan pencemaran buah bergetah kuning pada aril (daging buah) dapat dilihat
pada perlakuan kombinasi kalsium dan boron dengan dosis 2.5; 5.0 atau 7.5 kg
Ca/pohon dengan 1.55 g B2O3/pohon, atau kombinasi dosis 5 kg Ca/pohon dengan
0.77; 1.55; 2.32 g B2O3/pohon. Pada perlakuan tersebut, terjadi penurunan
persentase dan skor buah bergetah kuning pada aril, dan persentase juring bergetah
25
kuning (Tabel 2, 3 dan 4). Menurut Martias (2012) penurunan persentase buah
bergetah kuning pada aril, disamping dikendalikan oleh hara Ca juga dipengaruhi
oleh ketersediaan hara B secara tidak langsung.
Komponen Sifat Fisik Buah Manggis
Pemberian dolomit dan boron tidak berpengaruh nyata terhadap peubah
komponen sifat fisik buah manggis. Sifat fisik buah yang diamati adalah diameter
transversal dan longitudinal, bobot buah dan bagian-bagiannya, kekerasan,
resistensi dan tebal kulit buah (Tabel 8).
Pengelompokan buah berdasarkan ukuran menurut Badan Standardisasi
Nasional (2009) terdiri dari ukuran diameter buah yang diukur secara transversal.
Diameter transversal buah yang dihasilkan 54.6-56.9 mm, sedangkan diameter
longitudinal antara 48.4-50.5 mm. Diameter transversal buah yang diamati pada
penelitian ini telah memenuhi syarat untuk diekspor berdasarkan Standar Nasional
Indonesia. sehingga termasuk dalam kelas 3 (diameter 53-58 cm).
Perbedaan ketersediaan unsur Ca dan B di dalam tanah akibat perlakuan tidak
berpengaruh terhadap perkembangan buah dalam penelitian ini. Bobot buah yang
dihasilkan oleh seluruh perlakuan dalam percobaan ini pada kisaran 87.98 - 95.12
g/buah. Berdasarkan standar BSN (2009) kategori bobot buah dikelompokan dalam
kode 3 (kisaran 76-100 g). Edible portion adalah presentase bagian aril yang dapat
dimakan terhadap bobot buah secara keseluruhan. Rata – rata Edible portion buah
manggis yang dihasilkan pada penelitian ini antara 33.25–34.85 %.
Salah satu parameter penilaian kualitas buah manggis menurut Badan
Standardisasi Nasional (2009) selain bobot buah, adalah kemudahan buah untuk
dibuka. Hasil pengamatan terhadap kekerasan dan resistensi buah menunjukkan
bahwa aplikasi dolomit dan boron sebagai sumber Ca dan B yang diberikan tidak
meningkatkan kekerasan kulit buah, sehingga buah tidak sulit untuk dibuka.
Terbukti dari nilai kekerasan dan resistensi buah yang tidak berbeda nyata, antara
buah yang diberi dan buah yang tidak diberi dolomit dan boron.
Komponen Sifat Kimia Buah Manggis, Kehijauan Daun dan Kandungan
Klorofil Daun
Pemberian dolomit dan boron tidak berpengaruh nyata terhadap sifat kimia
buah, yang meliputi padatan terlarut total (PTT) dan asam tertitrasi total (ATT)
(Tabel 9). Padatan terlarut total buah menunjukkan kandungan gula pada buah
tersebut. Buah manggis yang diamati pada penelitian ini memiliki PTT 18.61-19.21
brix. Nilai PTT tersebut cukup tinggi untuk buah manggis. Menurut Rai (2004)
nilai PTT buah manggis yang telah matang umumnya berkisar 17-20 obrix
Pemberian dolomit berpengaruh nyata terhadap kehijaun daun dan kandungan
klorofil daun. Pemberian boron berpengaruh nyata terhadap kehijauan daun dan
tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil, tetapi tidak dijumpai interaksi
antara dolomit dan boron terhadap kehijauan daun dan kandungan klorofil.
Pengaruh tunggal perlakuan dolomit atau boron disajikan pada (Tabel 9).Warna
daun pada pemberian dolomit dengan dosis 7.5 kg Ca/pohon lebih rendah dari dua
1
Tabel 8 Diameter transversal, diameter longitudinal, bobot buah, kulit buah, bobot biji, bobot aril, edible portion, kekerasan, resistensi dan
tebal kulit buah manggis pada pemberian berbagai dosis kalsium dan boron
Perlakuan
Diameter (mm) Bobot (g)
Longitudinal Transversal Buah Kulit
buah
Biji Aril Edible
Portion
(%)
Kekerasan
(kg/dt)
Resistensi
(kg/cm2)
Tebal
kulit buah
(mm)
Kalsium (kg) Ca
0.0 48.4 55.4 92.47 59.43 1.55 31.15 33.86 0.81 2.46 6.74
2.5 48.1 54.6 87.98 55.90 1.50 29.70 33.85 0.85 2.41 6.37
5.0 48.9 56.9 90.54 58.69 1.69 31.03 33.55 0.85 2.39 6.68
7.5 50.5 56.0 94.55 60.02 1.75 32.01 33.85 0.86 2.45 6.73
Boron (g) B
0.00 48.9 55.5 90.54 56.49 1.69 31.46 34.92 0.84 2.42 6.36
0.77 48.2 55.2 89.55 58.31 1.63 30.29 33.35 0.85 2.40 6.62
1.55 49.7 56.7 90.33 58.22 1.55 30.58 33.54 0.84 2.47 6.80
2.32 49.1 55.6 95.12 61.49 1.63 31.56 33.30 0.84 2.40 6.73
26
27
dosis lain dan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pada perlakuan boron, kehijauan
da un pada kontrol lebih tinggi dari pada penambahan boron walau tidak berbeda
nyata dengan dosis 0.77 g B2O3/pohon. Tingginya kehijauan daun pada kontrol
diduga belum maksimalnya hara diserap oleh tanaman karena pengamatan
dilakukan 5 minggu setelah perlakuan pertama dan hal ini juga yang menyebabkan
tidak relefannya tingkat kehijauan daun dengan kandungan klorofil. Pengukuran
klorofil dilakukan 16 minggu setelah perlakuan pertama
Tabel 9 Nilai PTT, ATT, kandungan klorofil dan kehijauan daun manggis pada
pemberian berbagai dosis kalsium dan boron
Perlakuan (PTT)
(0brix)
ATT
(%)
SPAD
(unit)
(5 MSP)
Kandungan
klorofil (mg/g)
(16 MSP)
Kalsium (kg) Ca
0.0 18.89 0.77 0.033 ab 1.285 b
2.5 19.10 0.79 0.035 a 1.251 b
5.0 18.72 0.80 0.035 a 1.159 b
7.5 18.76 0.78 0.030 b 1.587 a
Boron (g) B
0.00 19.21 0.81 0.036 a 1.211
0.77 18.61 0.77 0.033 ab 1.362
1.55 18.91 0.80 0.032 b 1.342
2.32 18.75 0.76 0.032 b 1.366
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata menurut Uji DMRT 5%. MSP= minggu setelah perlakuan
Pada perlakuan dolomit, kandungan klorofil tertinggi didapat pada
pemberian dolomit dengan dosis 7.5 kg Ca/pohon berbeda nyata dengan kontrol
dan dua dosis lain. Perlakuan boron tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil
daun. Tingginya klorrofil daun pada perlakuan dolomit dosis 7.5 kg Ca/pohon di
banding kontrol berhubungan dengan kandungan hara Mg yang terdapat dalam
dolomit. Hara Mg berfungsi sebagai pusat punyusun klorofil (Camkak dan Kirkby
2008), sehingga Mg dikaitkan dengan perkembangan klorofil daun (Hermans et al.
2006). Pada level magnesium yang rendah dalam tanaman dapat mengurangi
kandungan klorofil dan karotenoid, serta laju fotosintesis (Ding et al. 2008).
Ketersediaan klorofil sangat penting untuk pertumbuhan tanaman karena menjadi
salah satu pendukung utama kegiatan fotosintesis.
Pengamatan Prapanen
Perkembangan diameter buah
Dari data yang diperoleh, diameter buah bertambah seiring dengan bertambah
nya umur. Pada umur 5-10 MSA terlihat pola pertumbuhan lebih cepat dari pada
umur 10-16 MSA ( Gambar 4). Polo pertumbuhan diameter transversal dan
28
longitudinal buah manggis ini sama dengan hasil penelitian perkembangan
morfologi buah manggis yang dilakukan oleh Kartika (2004). Pada penelitian
tersebut dilaporkan bahwa diameter buah manggis di Leuwiliang memiliki pola
pertumbuhan sigmoid. Pertumbuhan tanaman mula-mula lambat, kemudian
berangsur-angsur lebih cepat sampai tercapai suatu maksimum, akhirnya laju
tumbuh menurun. Pada penelitian ini data pola pertumbuhan diameter buah dari
umur 1-4 MSA tidak diperoleh karena pengamatan baru dilakukan setelah umur 5
MSA.
Gambar 4 Pertumbuhan kumulatif diameter transversal dan longitudinal buah
5-16 mininggu setelah antesis (MSA)
0
1
2
3
4
5
6
Dia
met
er t
ran
sver
sal
bu
ah (
cm)
Waktu pengamatan (MSA)
0
1
2
3
4
5
6
Dia
met
er t
ran
sver
sal b
uah
(cm
)
Waktu pengamatan (MSA)
29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian dolomit dan boron nyata menurunkan skor dan persentase buah
bergetah kuning pada aril dan kulit buah, persentase juring bergetah kuning, serta
meningkatkan kandungan Ca dan B di perikarp buah. Terdapat interaksi pemberian
dolomit dan boron terhadap skor dan persentase buah yang arilnya bergetah kuning
Tidak ada interaksi antara dolomit dan boron terhadap persentase juring bergetah
kuning, skor dan persentase buah yang kulitnya bergetah kuning serta peubah sifat
fisik dan sifat kimia buah. Dosis optimum dolomit dan boron untuk menghasilkan
skor dan persentase buah bergetah kuning minimum pada aril dan kulit buah
berkisar antara 3.7 hingga 5.0 kg Ca/pohon dan 0.85 hingga 1.55 g B2O3/pohon.
Pemberian dolomit dan boron dosis 5.0 kg Ca/pohon dan 1.55 g B2O3/pohon
dapat menurunkan persentase buah yang arilnya bergetah kuning sebesar 98 %, dari
66.67 % menjadi 1.05 %. Pemberian boron dengan dosis 2.32 g B2O3/pohon pada
tanaman manggis umur 20 tahun di Purwakarta sudah berlebih sehingga
meningkatkan cemaran getah kuning pada buah manggis.
Saran
Kombinasi 5.0 kg/pohon dengan 1.55 g B2O3/pohon dapat dijadikan
pedoman penggunaan kombinasi pupuk Ca dan B untuk pengendalian cemaran
getah kuning pada buah manggis pada tanaman umur 20 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Ameyda N, Martin FW. 1976. Cultivation of neglected tropical fruit with promise.
Part 1. The mangos
Ahmat N, Azmin NFN, Ghani NA, Aris SRS, Sideq NJ, Abdullah S, Jasmnani H.
2010. Bioactive xanthones from the perikarp of Garcinia mangostana..
Middle-East Journal of Scientific Research 6(2): 123-127. Anwarudinsyah MJ, Mansyah E, Martias, Purnama T, Fatria D, Usman F. 2010.
Pengaruh pemberian air dan pemupukan terhadap getah kuning pada buah
manggis. J. Hort. 20(1):10–17.
Ardic M, Sekmen AH, Turkan I, Tokur S, Ozdemir F. 2009. The efects of boron
toxicity on root antioxidant systems of two chickpea (Cicer arietinum L.)
cultivars. Plant Soil. 314:99–108
Asano J, Chiba K, Tada M, Yoshii T. 1995. Cytotoxic xanthones from Garcinia
hanburyi. Phytochemistry 41(3):815-820.
Ashari S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta. 635 hal.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia (SNI)
Manggis. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Bangerth F. 1979. Calcium-related physiologycal disorder of plants. Ann. Rev.
Phytopathol 17:97-122.
30
Blevins DG, Lukaszewski KM. 1998. Boron in plant structure and function. Ann.
Rev. Pl. Physiol. Pl. Mol. Biol. 49: 481–500. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik: Hortikultura. [terhubung berkala].
http://www.bps.go.id/ [14 Pebruari 2014].
Brown PH, H Hu. 1998. Boron mobility and consequent management in different
crops. Better Crops Plant Food 82:28–31.
Burstrom HG. 1968. Calcium and plant growth. Biol. Rev. 43:287-316.
Cakmak J, Kirkby EA. 2008. Role magnesium in carbon partitioning and
alleviating photoooxidative damage, Physiol, Plant 133(4):692-704.
Cervilla LM, Blasco B, Ríos JJ, Romero L, Ruiz JM. 2007. Oxidative stress and
antioxidants in tomato (Solanum lycopersicum) plants subjected to boron
toxicity. Ann Bot. 100:747–756.
Clarkson DT, Hanson JB. 1980. The mineral nutrition of higher plants. Annu. Rev
Plant Physiol.31:239-298.
Dayod M, Tyerman SD, Leigh RA, and Gilliham M. 2010. Calcium storage in
plants and the implications for calcium biofortification. Protoplasma. 247:
215–231
Dear BS, Weir RG. 2004. Boron deficiency in pastures and field crops.Agfact
P1.AC.1, 2nd edition.
Dell B, Malajczuk N. 1995. Nutrient Disorders in Plantation Eucalyptus. ACIAR.
Canberra. 68 pp.
Dell B, Huang LB. 1997. Physiological response of plants to low boron. Plant Soil.
193:103–120.
[Ditjen] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2013. Laporan Kinerja Kementerian
Pertanian tahun 2012. http://www.deptan.go.id
Ding YC, Chang CR, Luo W, Wu YS, Ren XL, Wang P, Xu GH. 2008. High
potassium aggravates the oxidative stress induced by magnesium deficiency
in rice leaves. Pedoshere 18(3):316-327.
Dong X., R.E. Wrolstad and D. Sugar. 2000. Extending shelf life of fresh-cut pears.
J. Food Sci. 65:181–186.
Dordas C, Brown PH. 2005. Boron deficiency affects cell viability, phenolic
leakage and oxidative burst in rose cell cultures. Plant and Soil. 268: 293–301.
Dorly, Tjitrosemito S, Poerwanto R, Juliarni. 2008. Secretory Duct Structure and
Phytochemistry Compounds of Yellow Latex in Mangosteen Fruit. Hayati J
Biosci.15(3):99-104
Dorly. 2009. Studi Struktur Sekretori dan Fitokimia Getah Kuning serta Aplikasi
Kalsium untuk Mengatasi Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.). [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Dorly, Soekisman T, Jaime A, Silva T, Poerwanto R, Efendi E, Febriyanti B.
2011.Calcium spray reduces yellow latex on mangosteen fruit (Garcinia
gangostana L). Journal of Fruit and Ornamental Plant Research. Vol. 19(2)
2011: 51–65
Easterwood GW. 2002. Calcium’s role in plant nutrition. J. Fluid. 1-3.
Esau K. 1974. Plant Anatomy. Ed ke-2. New Delhi: Wiley Eastern Private Ltd. p
62-65.
Febriyanti B. 2009. Pengaruh penyemprotan kalsium klorida terhadap kondisi getah
kuning buah manggis (Garcinia mangostana L.). [Skripsi]. Bogor (ID)
Institut Pertanian Bogor.
31
Fleischer A, Christine T, Ehwald R. 1998. The Boron requirement and cell wall
properties of growing and stationary suspension-cultured chenopodium album
L. Cells. Plant Physiol. 117: 1401–1410
Ghanati F, Morita A, Yokota H. 2002. Induction of suberin and increase of lignin
content by excess boron in tobacco cells. Soil Science and Plant Nutrition. 48,
357–364.
Goldberg S. 1997. Reactions of boron with soils. Plant and Soil 193: 35–48.
Grieve CM, Poss JA. 2000. Wheat response to interactive effects of boron and
salinity. J. Plant Nutr. 23: 1217–1226.
Gunes A, Soylemezoglu G, Inal A, Bagci EG, Coban S, Sahin O. 2006. Antioxidant
and stomatal responses of grapevine (Vitis vinifera L.) to boron toxicity.
Scientia Horticulturae. 110:279–284.
Gupta UC. 1993. Deficiency and toxicity symptoms of boron in plants. In U.C.
Gupta (ed.) Boron and its role in crop production. CRC Press, Boca Raton,
FL.
Havlin JL, JD Beaton, SL Tisdale, WL Nelson. 2004. Soil fertilty and fertilizer, 7th
edition, New Jersey (US): Peerson Prentice Hall.
Hermans C, JP Hammond, PJ White, N Verbruggen. 2006. How do plants respond
to nutrient shortage by biomass alloction. Trends plant Sci 11:610-617.
Hirschi KD. 2004. The calcium conundrum. Both versatile nutrient and specific
signal. Plant Physiol. 136: 2438–2442.
Hu HN, Brown PH. 1994. Localization of boron in cell walls of squash and tobacco
and its association with pectin. Plant Physiology. 105:681-689
Hu HN, Brown PH. 1997. Absorption of boron by plant roots. Plant and Soil. 193:
49–58.
Huang XM, HC Wang, J Li, W Yuan, J Lu, HB Huang. 2005. An overview of
calcium‟s role in lychee fruit cracking. Acta. Hort. 66(5): 231-240
Huang L, Bell RW, Dell B. 2008. Evidence of Phloem Boron Transport in
Response to Interrupted Boron Supply in White Lupi (Lupinus albus L. cv.
Kiev Mutant) at the Reproductive Stage. J Exp Bot 59(3): 575-583.
Islam AKMS, Asher J, Edward DG. 1987, Response of plants to calcium
concentration in flowing solution culture with chloride or sulphate as the
counter-ion. Plant and soil. 98: 277-395.
Iwai H, Hokura A, Oishi M, Chida H, Ishii T, Sakai S, Satoh S. 2006. The gene
responsible for borate cross-linking of pectin Rhamnogalacturonan-II is
required for plant reproductive tissue development and fertilization. PNAS.
103: 16592–16597.
Johansen JN, Vernhettes S, Hofte H. 2006. The ins and outs of plant cell
walls.Current Opinion in Plant Biology 9: 616–620.
Junaidi. 2003. Gejala Penyakit Getah Kuning. Jakarta: Direktorat Perlindungan
Tanaman Hortikultura. http://hortikultura.litbang.deptan.go.id [15 September
2013].
Karabal E, Yu cel M, Okte HA. 2003. Antioxidants responses of tolerant and
sensitive barley cultivars to boron toxicity. Plant Science. 164: 925–933.
Khalifa RKM, MH Omaima, Abd ElKhair. 2009. Influence of foliar spraying with
boron and calcium on productivity, fruit quality, nutritional status and
controlling of blossom end rot disease of Anna apple trees. World J. Agri. Sci.
5: 237-249.
32
Kartika JG. 2004. Studi pertumbuhan buah, gejala getah kuning dan burik pada
buah manggis (Garcinia mangostana L.) [skripsi]. Bogor (ID) Institut
Pertanian Bogor.
Kaya C, Tuna AL, Dikilitas M, Asharaf M, Koskeroglu S, Guneri M. 2009.
Supplementari phosphorus can alleviate boron toxicityin tomato. Scientia
Horticulturae. 121:284-288.
Kobayashi M, Matoh T and Azuma JI. 1996. Two chains of rhamnogalacturonan II
are cross-linked by borate-diol ester bonds in higher plant cell walls. Plant
Physiol. 110, 1017–1020.
Keles Y, Oncel I, Yenice N. 2004. Relationship between boron content and
antioxidant compounds in Citrus leaves taken from fields with different water
sources. Plant and Soil. 265: 343–353.
Keren R, Bingham FT. 1985. Boron in water, soils, and plants. Adv Soil Sci. 1:
230–276.
Kirkby EA, Pilbeam DJ. 1984. Calcium as a plant nutrient. Plant, Cell and
Environment 7:397-405.
Leiwakabessy FM, Sutandi A. 2004. Diktat Kuliah: Pupuk dan Pemupukan. Bogor:
Departemen Tanah, IPB Pr. hlm 58-62.
Loomis WD dan Durst RW. 1992. Chemistry and Biology of Boron. BioFactors
3:229-239.35
Lovatt CJ, Bates LM.1984 Early effects of excess boron on photosynthesis and
growth of Cururbita pepo.J.Exp. Bot.35: 297-305.
Mansyah E, M Jawal A S, Jumjunidang, Novaril, T Purnama, D Fatria, Kartono,
Riska, F Usman 2003. Identivikasi Faktor-Faktor Penyebab Keluarnya Getah
Kuning pada Buah Manggis. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian
Tanaman Buah. 30 Hlm,
Martias. 2012. Studi Peranan Linkungan (Sifat kimia dan fisika tanah serta cuaca)
Terhadap Cemaran Getah Kuning Buah Manggis (Garcinia mangostana L )
[Disertasi]. Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor.
Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plant Second Edition. San Diego
(US): Academic Press.
Marcelle, R. D. 1995. Mineral nutrition and fruit quality. Acta Hort. 383: 219-226.
Matoh T, Ishigaki KI, Kaori O and Azuma JI. 1993. Isolation and characterization
of a boron-polysaccharide complex from radish roots. Plant Cell Physiol. 34,
639–642
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan MINITAB. Bogor (ID): IPB Press.
McGarvey DJ, Croteau R. 1995. Terpenoid metabolism. The Plant Cell 7:1015-
1026.
Molassiotis A, Sotiropoulos T, Tanou G, Diamantidis G, Therios I. 2006. Boron
induced oxidative damage and antioxidant and nucleolytic responses in shoot
tips culture of the apple rootstock EM9 (Malus domestica Borkh).
Environmental and Experimental Botany. 56:54–62.
Nurcahyani Y. 2005. Identifikasi bakteri yang berasosiasi dengan getah kuning
pada buah manggis. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Oktaviani S. 2011. Studi waktu aplikasi kalsium terhadap pengendalian getah
kuning dan kualitas buah manggis (Garcinia mangostana L.). [tesis]. Bogor
(ID) Institut Pertanian Bogor.
33
O’Neill MA, Ishii T, Albersheim P, Darvill AG. 2004. Rhamnogalacturonan II:
structure and function of a borate cross-linked cell wall pectic polysaccharide.
Annu Rev Plant Biol. 55:109–139.
Parlindungan DS. 2011. Studi aplikasi kalsium dan boron terhadap pengendalian
getah kuning pada buah manggis (Garcinia mangostana L.).[tesis]. Bogor
(ID) Institut Pertanian Bogor.
Park S, Cheng NH, Pittman JK, Yoo KS, Park JRH, Smith, Hirschi KD. 2005.
Increased calcium levels and prolonged shelf life in tomatoes expressing
arabidopsis H+/Ca
2+ transporters. Plant Physiology. 139: 1194–1206.
Patrick H, Hu H 1996, Phloem mobility of boron is species dependent: Evidence
for phloem mobility in sorbitol-rich species, Annals of Botany, vol 77, pp.
497-505.
Patrick H, Brown and Hening Hu. 1998, Boron Mobility and Consequent
Management in Different Crops. Better Crops Vol. 82:28-31
Pludbuntong W, Makhonpas C, Poovarodoom S. 2007. Nutrient content in
translucent flesh and gamboges disorders of mangosteen fruits (Garcinia
mangostana L.). Proceedings of The International Conference on Integration
of Science and Technology for Sustainable Development; Bangkok, 26-27
April 2007. Thailand. p. 30-34.
Poerwanto R, Dorly, Maad M. 2010. Getah kuning pada buah manggis. Prosiding
Seminar Nasional Hortikultura Indonesia, Bali, 25-26 Nopember 2010.
Indonesia. p. 255-259.
Poovarodom S, Boonplang N. 2008. Soil calcium application and pre-harvest
calcium and boron sprays on mangosteen fruit quality. Proceedings of the VI
International Symposium on Mineral Nutrition of Fruit Crops; Faro, 19- 23
May 2008. Portugal.
Poovarodom S. 2009. Growth and Nutrient Uptake into Mangosteen (Garcinia
mangostana L.) Fruit. The Proceedings of the International Plant
NutritionColloquium XVI, Department of Plant Sciences, UC Davis.
Poovarodom S. 2010. Calcium and Physiological Disorders of Mangosteen
Fruitsp.58-62. Proceedings of the International Conference on Integration of
Sceince &Technology for Sustainable Development. 26-27 Agustus, 2010,
Bangkok, Thailand.
Primilestari S. 2011. Pengendalian getah kuning dan peningkatan kualitas buah
manggis melalui aplikasi kalsium dengan sumber dan dosis berbeda. [tesis].
Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor.
Pusat Penelitian Tanah. 2005. Analisis Tanah dan Tanaman. Jakarta (ID): Pusat
Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian.
Rai IN. 2004. Fisiologi pertumbuhan dan pembungaan tanaman manggis (Garcinia
mangostana L.) asal biji dan sambungan [disertasi]. Bogor (ID) Institut
Pertanian Bogor.
Reid RJ, Hayes Je, Post A, Stagoulis JCR, Graham RD. 2004. A critical analysis of
the causes of boron toxicity in plants. Plant Cell Environ. 25:1405-1414.
Ropiah S. 2009. Perkembangan Morfologi dan Fisiologi Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.) Selama Pertumbuhan dan Pematangan [tesis]. Bogor (ID)
Institut Pertanian Bogor.
34
Richards AJ. 1990. Studies on Garcinia, dioecious tropical forest trees: the origin
of the mangosteen (Garcinia mangostana L.) Bot J. Linn Soc 103:301–308.
Ryden P, Shirasu KS, Smith AC, Findlay K, Reiter WD, McCann MC. 2003.
Tensile Properties of Arabidopsis Cell Walls Depend on Both a Xyloglucan
Cross-Linked Microfibrillar Network and Rhamnogalacturonan II –Borate
Complexes. Plant Physiology 132: 1033–1040.
Shelp BJ, Marentes E, Ketheka AM, Vivekanandan P. 1995. Boron mobility in
plants, Physologia. Plantarum. 94: 356-367.
Shorrocks VM. 1997. The occurrence and correction of boron deficiency. Plantand
Soil 193: 121–148.
Taiz Ly, E. Zaiger. 2006. Symptoms of Deficiency In Essential Minerals. InPlant
Physiology. Fourth Edition. On line. [http://4e.plantphys.net/ 13 November
2011].
Tanaka M, Fujiwara T. 2007. Physiological roles and transport mechanisms of
boron: perspectives from plants. Eur. J. Physiol.
Tisdale SL, Nelson LN, Beaton JD, Havlin JL. 2005. Soil Fertility and Fertilizers.
An Intoduction to Nutrient Management. New Jersey (US): Pearson Prentice
Hall.
Verheij EWM. 1997. Garcinia Manggostana L. Di dalam Verheij EWM, Coronel
RE, editor. PROSEA, Edible Fruit and Nuts. Wageningen : Pudoc. hlm 177-
181.
Qosim WA. 2007. Buah Manggis Primadona Ekspor Indonesia. Bandung:
Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Pajajaran Bandung.
http://www.unpad.ac.id/berita/manggis-primadona-ekspor-buah-indonesia/
[11 Maret 2012].
White PJ. 2001. The pathways of calcium movement to the xylem. J Exp Bot
52(358): 891-899.
White PJ, Broadley MR. 2003. Calcium in Plant. Annals of Botany 92: 487-511.
Widodo A H . 2013. Manggis Kini Jadi Primadona Ekspor. Direktorat Budidaya
dan Pascapanen Buah. Direktorat Jenderal Hortikultura.
http://politikindonesia.com Wood G AR and RA Lass 1985. Cacao. Trop. Agric. Ser. Longmans. London New
York 620 p.
Wulandari I dan Poerwanto R. 2010. The Effect of Calsium Application
onGamboge in Mangosteen Fruit (Garcinia mangostana L.). J.Hort.
Indonesia 1(1):27-31.
Yaacob O, Tindall HD. 1995. Mangosteen Cultivation. FAO Plant Production and
Protection Paper 129. 1st ed. Belgium: Food and Agriculture Organizationof
the United Nations.
Yamauchi T, Hara T, Sonoda Y. 1986. Distribution of calcium and boron in the
pectin fraction of tomato leaf cell wall. Plant Cell Physiol. 27:729–732.
35
LAMPIRAN
36
Lampiran 1 Kriteria penilaian sifat kimia tanah
Sifat Kimia Tanah Sangat
rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat
tinggi
C-organik (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.00
N-Total (%) < 0.10 0.10-0.200 0.21-0.50 0.51-0.75 > 0.75
C/N < 5 5-10 11-15 16-25 > 25
P2O
5 HCl (mg/100 g) < 10 10-20 21-40 41-60 > 60
P2O
5Bray 1 (ppm) < 10 10-15 16-25 26-35 > 35
P2O
5Olsen (ppm) < 10 10-25 26-45 46-60 > 60
K2O HCl (mg/100 g) < 10 10-20 21-40 41-60 > 60
KTK (me/100 g) < 5 5-16 17-24 25-40 > 40
Susunan kation
K (me/100 g) < 0.1 0.1-0.2 0.3-0.5 0.6-1.0 > 1,0
Na (me/100 g) < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 > 1,0
Mg (me/100 g) < 0.4 0.4-1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 > 8,0
Ca (me/100 g) < 2 2-5 6-10 11-20 > 20
Kejenuhan Basa (%) < 20 20-35 36-50 51-70 > 70
Kejenuhan Al (%) < 10 10-20 21-30 31-60 > 60
pH H2O Sangat
masam
Masam Agak
masam
Netral Agak
alkalis
Alkalis
< 4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 > 8.5
Keterangan; berdasarkan standar Pusat Penelitian Tanah (2005)
37
Lampiran 2 Rekapitulasi Sidik Ragam untuk peubah tingkat cemaran getah kuning
pada buah kandunga hara Ca, Mg dan B di daun dan di perikap terhadap
pemberian kalsium dan boron
No Peubah Sumber
Keragaman
Pr Coeff Var
1 Persentase buah yang arilnya
bergetah kuning
Kalsium (Ca)
Boron (B)
Ca*B
<.0001
<.0001
<.0001
16.74
2 Skor dalam buah yang arilnya
bergetah kuning
Kalsium (Ca)
Boron (B)
Ca*B
<.0001
<.0001
<.0001
7.22
3 Persentase buah yang kulitnya
bergetah kuning
Kalsium (Ca)
Boron (B)
Ca*B
<.0001
<.0001
0.5112
18.24
4 Skor luar buah yang kulitnya
bergetah kuning
Kalsium (Ca)
Boron (B)
Ca*B
<.0001
0.0002
0.0640
7.87
5 Persentase juring bergetah
kuning
Kalsium (Ca)
Boron (B)
Ca*B
<.0001
<.0001
0.0651
20.24
6 Kandungan Ca- daun Kalsium (Ca)
Boron (B)
Ca*B
0.7656
0.3413
0.8679
30.07
7 Kandungan Ca- perikarp Kalsium (Ca)
Boron (B)
Ca*B
0.0017
0.2185
0.9129
30.01
8 Kandungan Mg- daun Kalsium (Ca)
Boron (B)
Ca*B
0.0004
0.0485
0.4077
18.16
9 Kandungan Mg- perikarp Kalsium (Ca)
Boron (B)
Ca*B
0.0882
0.1692
0.0045
22.08
10 Kandungan B- daun Kalsium (Ca)
Boron (B)
Ca*B
0.2721
0.6956
0.7526
23,75
11 Kandungan B- perikarp Kalsium (Ca)
Boron (B)
Ca*B
0.1467
<.0001
0.1457
31.76
38
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan tanggal 11 Januari 1971 di Alahan Panjang Kecamatan
Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat, sebagai putri keempat dari
Ayahnda Adimar dan Ibunda Nurasma. Pendidikan Ilmu Pertanian pertama kali
ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Ekasakti Padang Tahun 1990
dan memperoleh gelar Insinyur Pertanian pada tahun 1996. Tahun 1997, penulis
diterima sebagai staf peneliti dalam bidang Ekofisiologi di Balai Penelitian
Hortikultura Badan Litbang Pertanian dan menjadi peneliti pada Balai Penelitian
Tanaman Buah Tropika hingga sekarang. Kesempatan mendalami Ilmu Pertanian,
Ilmu Ekofisiologi pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura di Institut
Pertanian Bogor diperoleh pada Tahun 2011.
Karya ilmiah dipublikasi berjudul Aplikasi Kalsium dan Boron untuk
Pengendalian Cemaran getah Kuning pada Buah Manggis. pada J. Hort, Vol. 24,
No. 4, Desember 2013, merupakan bagian dari tesis ini.