pemberian nutrisi melalui continous feeding …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351592-pr-lidia...

68
UNIVERSITAS INDONESIA PEMBERIAN NUTRISI MELALUI CONTINOUS FEEDING UNTUK MENGHINDARI GEJALA GASTRO-OESOPHAGEAL REFLUX PADA KLIEN DENGAN GASTREKTOMI KARYA ILMIAH AKHIR LIDIA NAFRATILOFA 1006823375 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI 2013 Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

Upload: doanthu

Post on 14-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBERIAN NUTRISI MELALUI CONTINOUS FEEDING UNTUK

MENGHINDARI GEJALA GASTRO-OESOPHAGEAL REFLUX PADA

KLIEN DENGAN GASTREKTOMI

KARYA ILMIAH AKHIR

LIDIA NAFRATILOFA

1006823375

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

JULI 2013

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBERIAN NUTRISI MELALUI CONTINOUS FEEDING

UNTUK MENGHINDARI GEJALA GASTRO-OESOPHAGEAL

REFLUX PADA KLIEN DENGAN GASTREKTOMI

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ners keperawatan

LIDIA NAFRATILOFA

1006823375

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

JULI 2013

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Karya I1miah Akhir ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik

yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

NamaNPMTanda tangan

Tanggal

Lidia Nafratilofa1006823375

Lt:Y20 Juli 2013

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

ii

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

iii

KATA PENGANTAR / UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulisan karya ilmiah ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners

Keperawatan Jurusan Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya ilmiah ini, sangatlah

sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, saya

mengucapkan terimakasih kepada :

(1) Direktur RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta Dr. dr. C.H. Soejono,

SpPD-KGer, MEpid, FACP, FINASIM yang telah memberikan ijin praktik.

(2) Dewi Irawaty,M.A.,PhD. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia.

(3) Kuntarti, SKp.,M Biomed Selaku Ketua prodi Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia.

(4) Riri Maria,SKp.,MANP selaku Koordinator Mata ajar Karya Ilmiah Akhir-

Nurse

(5) Tuti Nuraini,SKp.,M.Biomed dosen pembimbing yang telah menyediakan

waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan Karya

Ilmiah Akhir ini.

(6) Ns. Hepi Suprianti,Skep selaku penguji yang telah memberikan banyak

masukan.

(7) Jajaran manajemen RSCM Gedung A yang telah memberikan kemudahan

dalam praktek di Gedung A.

(8) Teman- teman di Rawat Inap Gedung A khususnya lantai 4 yang telah

memberikan support dan membantu selama praktik.

(9) Orang tua dan keluarga saya (kakakku) yang tercinta Ani, Iyie dan abangku

yang telah memberikan dukungan baik materil dan moril.

(10) Suami Tercinta saya M. Nurul Ikhsan yang telah menemani dalam

pembuatan karya akhir ilmiah ini dari awal sampai akhir.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

iv

(11) Teman-teman ekstensi 2010 dan reguler 2008 yang telah berjuang bersama

dan memberikan dukungan.

(12) Perpustakaan UI yang telah memberikan literatur dalam membuat skripsi ini.

(13) Semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah

membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah ini membawa

manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, 20 Juli 2013

Penulis

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

v

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

vi

ABSTRAK

Nama : Lidia Nafratilofa

Program studi : Ners Keperawatan

Judul : Pemberian nutrisi melalui continous feeding untuk

menghindari gejala gastro-oesophageal reflux pada

klien dengan gastrektomi

Kanker lambung adalah penyebab paling umum kedua kematian terkait kanker

secara global. kejadian global diprediksi naik sebagai akibat dari pertumbuhan

penduduk, ditandai dengan variasi geografis dalam kejadian kanker lambung.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian nutrisi melalui drip atau

continous feeding untuk menghindari gejala gastro-oesophageal reflux dapat

diterapkan pada pasien gastrektomi untuk mengatasi kekurangan nutrisi pada

pasien. Metode studi kasus dengan pendekatan evidenced based practice yaitu

menggunakan penelitian sebagai dasar dalam praktik asuhan keperawatan pada

klien dengan gastrektomi dapat mengurangi gejala gastro-oesophageal reflux

yaitu mual dan muntah sehingga evidence based practice tersebut bisa diterapkan

pada pemberian nutrisi enteral pada klien gastrektomi sehingga

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan muntah

dapat teratasi.

Kata kunci : Kanker lambung, continous feeding, gastrektomi, gastro-

oesophageal reflux.

ABSTRACT

Name : Lidia Nafratilofa

Study Program : Nurse

Title : Providing nutrition through continuous feeding to

avoid gastro-oesophageal reflux symptoms in clients

with gastrectomy

Gastric cancer is the second most common cause of cancer-related deaths

globally. Global incidence is predicted to increase as a result of population

growth, characterized by geographical variation in the incidence of gastric cancer.

This study aims to determine the provision of nutrition or continuous drip feeding

through to avoid the symptoms of gastro-oesophageal reflux in patients with

gastrectomy can be applied to address nutritional deficiencies in patients. The case

study method with evidenced based practice approach is to use research as a basis

for the practice of nursing care to clients with gastrectomy may reduce symptoms

of gastro-oesophageal reflux are nausea and vomiting so that evidence-based

practice can be applied to enteral nutrition on the client so that the imbalance

nutrition less gastrectomy than body requirements; nausea and vomiting can be

resolved.

Keywords: Gastric cancer, continuous feeding, gastrectomy, gastro-oesophageal

reflux

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................ ii

KATA PENGANTAR................................................................................. iii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH................ v

ABSTRAK................................................................................................... vi

DAFTAR ISI................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR........................................................................... ix

DAFTAR SKEMA.............................................................................. x

1. PENDAHULUAN.................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah........................................................................... 3

1.3 Masalah penelitian........................................................................ 3

1.4 Tujuan penelitian ............................................................................. 3

1.4.1 Tujuan Umum.......................................................................... 3

1.4.2 Tujuan khusus.......................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian............................................................................ 5

1.5.1 Institusi Rumah sakit............................................................... 5

1.5.2 Peneliti..................................................................................... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 4

2.1 Pengertian Kanker Lambung .......................................................... 4

2.2 Anatomi dan fisiologi Lambung........................................................ 6

2.3 Klasifikasi kanker lambung ........................................................... 6

2.3.1 Tumor Jinak ........................................................................... 5

2.3.1.1 Tumor jinak epitel........................................................ 8

2.3.1.2 Tumor jinak non epitel................................................ 8

2.3.2 Tumor Ganas ..................................................................... 8

2.3.2.1 Karsinoma lambung dini ............................................ 8

2.3.2.2. Karsinoma lambung lanjut.......................................... 9

2.3.3 Klasifikasi Tnm Karsinoma gaster........................................... 10

2.4 Etiologi kanker lambung ..................................................................... 11

2.4.1 Faktor Predisposisi...................................................................... 11

2.4.2 Faktor Presipitasi......................................................................... 11

2.5 Patofisiologi ...................................................................................... 13

2.6 Manifestasi klinis................................................................................. 15

2.7 Pemeriksaan diagnostik ..................................................................... 15

2.7.1 Pemeriksaan radiologi............................................................... 15

2.7.2 Pemeriksaan sitologi................................................................ 15

2.7.3 Pemeriksaan makroskopis........................................................ 16

2.8 Komplikasi kanker lambung.............................................................. 17

2.9 Penatalaksanaan ................................................................................. 18

2.9.1 Masalah nutrisi pada kanker lambung .................................... 19

2.9.2 Pemberian nutrisi enteral.......................................................... 20

2.10 Penelitian terkait ............................................................................ 23

2.11 Asuhan keperawatan ..................................................................... 24

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

viii

3. TINJAUAN KASUS .............................................................................. 28

4. ANALISIS SITUASI ............................................................................. 49

5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 53

DAFTAR REFERENSI

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.2.1.

Anatomi lambung................................................................. 5

Gambar

2.8.2.5

Continous feeding................................................................

21

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

x

DAFTAR SKEMA

Skema 2.3. Patofisiologi kanker lambung........................................... 14

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker lambung adalah penyebab paling umum kedua kematian terkait kanker

secara global. Meskipun kejadian kanker lambung telah jatuh secara signifikan di

sebagian besar negara selama 70 tahun terakhir, kejadian global diprediksi naik

sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk, ditandai dengan variasi geografis

dalam kejadian kanker lambung (Lochhead, 2008). Insiden tertinggi ditemukan di

Asia Timur (Jepang dan China), Eropa Timur dan Amerika Selatan dilaporkan

600 ribu kasus pertahun, 42% diantaranya di China (Parkin, 2002). Hampir 2.500

kasus kanker lambung didiagnosa setiap tahun di Australia dan Selandia baru.

Kanker lambung adalah peringkat kanker paling umum ke-10 (2,2% semua

kanker) dan di antaranya yang menyebabkan kematian (6,2% dari semua kanker

kematian terkait) di Australia. Kejadian kanker lambung dan tingkat kematian di

Australia dan Selandia Baru rendah dibandingkan dengan seluruh dunia

dibandingkan Kanada dan Inggris dan lebih tinggi daripada yang ditemukan di

Amerika Serikat.

Telah ada penurunan angka kejadian dari kanker lambung di seluruh dunia selama

15 tahun terakhir. Kejadian kanker lambung turun rata-rata 2,3% dan 1,6% per

tahun dan angka kematian menurun secara substansial sebesar 3,4% pada

perempuan dan 3,6% pada laki-laki dan perempuan rata-rata, per tahun selama

periode 1991-2001.Namun kanker lambung masih menjadi masalah kesehatan

yang signifikan baik di Australia dan Selandia Baru. Rata-rata tahunan 1203

(1998-2002) kematian dengan total tahunan 1902 kasus baru pada tahun 2001

tercatat di Australia. Relatif rata-rata tahunan 296 (1997-2007) dengan jumlah

kematian tahunan dari 382 kasus baru dilaporkan di Selandia Baru pada tahun

2001. (Australasian Association of Cancer Registries, 2008).

Penatalaksanaan pada pasien dengan tumor lambung adalah dengan pembedahan

yaitu gastrektomi. Pada kebanyakan pasien ini paling efektif untuk mencegah gejala

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

2

Universitas Indonesia

seperti obstruksi dapat diperoleh dengan reaksi tumor. Bila gastrektomi subtotal radikal

dilakukan, puntung lambung di anastomosikan pada yeyenum, seperti pada gastrektomi

untuk ulkus. Bila gastrektomi total dilakukan kontinuitas gastrointestinal di perbaiki

dengan anastomosis pada organ vital lain seperti hepar, pembedahan dilakukan terutama

untuk tujuan paliatif dan bukan radikal.

Angka kejadian pasien post laparatomi di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo

(RSCM) khususnya di ruang rawat inap gedung A lantai 4 pada tiga bulan terakhir

ini berjumlah 162 orang, sedangkan yang mengalami operasi gastrektomi

berjumlah 2 orang dalam bulan mei. Menurut Brunner and Suddart (2002 ) gejala awal

dari tumor dan kanker lambung sering tidak pasti karena kebanyakan tumor ini dimulai di

kurvatura kecil, yang hanya sedikit menyebabkan gangguan fungsi lambung. Pasien yang

sudah dilakukan pembedahan atau gastrektomi akan mengalami gangguan perubahan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh karena adanya anoreksia (muntah) atau efek

anastesi . Penelitian yang dilakukan oleh Bowling TE, Cliff B &Wright JW (2008)

untuk menghindari gastro-oesophageal reflux dalam memberikan nutrisi melalui

nasogatric tube sebaiknya diberikan secara drip atau continous feeding.

Berdasarkan fenomena hal tersebut penulis tertarik untuk memaparkan asuhan

keperawatan pada klien dengan tumor lambung serta mengaplikasikan evidence

based dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan gastrektomi di

ruang rawat inap gedung A lantai 4 RSCM.

1.2 Perumusan Masalah

Salah satu metode dalam penatalaksanaan tumor lambung yaitu dengan

pembedahan (gastrektomi). pembedahan atau gastrektomi akan mengalami gangguan

perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh karena adanya anoreksia (muntah)

yang merupakan gejala gastro-oesophageal reflux. Metode studi kasus dengan

pendekatan evidenced based practice yaitu menggunakan penelitian sebagai dasar

dalam praktik asuhan keperawatan yang dilakukan oleh Bowling TE, Cliff B &

Wright JW (2008) efek pemberian nutrisi melalui drip atau continous feeding

untuk menghindari gastro-oesophageal reflux. Sehingga hal ini bisa diaplikasikan

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

3

Universitas Indonesia

dalam memenuhi kebutuhan nutrisi klien. Oleh karena itu karya tulis ini untuk

mengaplikasikan evidence based dalam pemberian asuhan keperawatan pada

pasien dengan gastrektomi di ruang rawat inap gedung A lantai 4 RSCM.

1.3 Masalah Penelitian

Apakah pemberian nutrisi melalui drip atau continous feeding untuk menghindari

gastro-oesophageal reflux dapat diterapkan pada pasien gastrektomi untuk

mengatasi kekurangan nutrisi pada pasien.

1.4 Tujuan Penulisan

1.4.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian nutrisi melalui drip atau

continous feeding untuk menghindari gejala gastro-oesophageal reflux dapat

diterapkan pada pasien gastrektomi untuk mengatasi kekurangan nutrisi pada

pasien.

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan

gastrektomi.

1.4.2.2 Memaparkan aplikasi tentang evidence based yang dihubungkan dengan

pemberian asuhan keperawatan.

1.5 Manfaat Penulisan

Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat.

1.5.1 Bagi Institusi Rumah Sakit ( RS )

Manfaat penulisan bagi institusi adalah meningkatkan mutu pelayanan dengan

menerapkan evidence based kepada pasien khususnya pasien bedah ruang rawat

inap gedung A lantai 4 RSCM.

1.5.2 Bagi Peneliti

Manfaat bagi penulis sendiri yaitu sebagai pengalaman dalam menerapkan ilmu

berdasarkan evidence Based.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

4 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan tentang teori, konsep dan evidence based. Penjelasan

yang akan di paparkan meliputi konsep dasar kanker lambung dan evidence based

yang terkait.

2.1 Pengertian Kanker Lambung

Kanker lambung adalah salah satu penyakit pembunuh manusia dengan jumlah

kematian 14.700 setiap tahun. Kanker lambung terjadi pada kurvatura kecil atau

antrum lambung dan adenokarsinoma. Faktor lain selain makanan tinggi asam

yang menyebabkan insiden kanker lambung mencakup inflamasi lambung,

anemia pernisiosa, aklorhidria, ulkus lambung, bakteri H plylori dan keturunan

(Suzanne C. Smeltzer, 2002 ).

Kanker lambung atau tumor malignan perut adalah suatu adeno karsinoma kanker

ini menyebar ke paru-paru, nodus limfe dan hepar. Faktor risiko meliputi gastritis

atrofik kronis dengan metaplasia usus anemia pernisiosa, konsumsi alkohol tinggi

dan merokok (Nettina sandra , 2000).

Kanker perut juga disebut kanker lambung adalah kanker yang dimulai di perut

(stomach) (American Cancer Society, 2012).

2.2 Anatomi dan fisiologi Lambung

2.2.1 Gaster / ventriculus

Merupakan saluran pencernaan setelah oesophagus berfungsi untuk mencerna

bolus secara mekanik menggunakan gerak peristaltik gaster dan kimiawi

(mengeluarkan enzim pencernaan seperti lipase, peptin, HCl). Makanan yang

telah dicerna berjalan menuju duodenum dinamakan kimus. Tingkat keenceren

kimus tergantung pada jumlah zat yang dimakan, air dan sekresi lambung. Di

dalam lambung memiliki fungsi motorik sebagai tempat penyimpanan makanan,

pencampuran makanan dan pengosongan kimus di lambung.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

5

Universitas Indonesia

Gambar 2.2.1 Anatomi lambung

Anatomi lambung terdiri dari 5 bagian:

1. Kardia: bagian pertama (terdekat dengan kerongkongan atau esofagus).

2. Fundus: bagian atas dari lambung sebelah kardia.

3. Tubuh (corpus): bagian utama dari lambung, antara bagian atas dan bawah

4. Antrum: bagian bawah (dekat usus) dimana makanan dicampur

5. Pilorus: Bagian terakhir dari perut yang bertindak sebagai katup untuk

mengontrol pengosongan isi perut ke dalam usus kecil.

Lambung dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: lambung bagian kardia, fundus, dan

corpus disebut bagian proksimal. Beberapa sel di bagian-bagian lambung

membuat asam dan pepsin (enzim pencernaan), bagian dari asam lambung yang

membantu mencerna makanan. Mereka juga membuat protein yang disebut faktor

intrinsik, yang dibutuhkan tubuh untuk menyerap vitamin B12. Kelompok

berikutnya yaitu antrum, dan pilorus disebut bagian distal. Lambung memiliki 2

kurva, yang membentuk perbatasan luar dan dalamnya, kurvatura minor dan

kurvatura mayor (Gambar 2.2.1)

Dinding lambung memiliki 5 lapisan :

1. Lapisan terdalam adalah mukosa. Di sinilah asam lambung dan enzim

pencernaan dibuat. Kanker lambung kebanyakan dimulai pada lapisan ini.

2. Berikutnya adalah lapisan pendukung disebut submukosa.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

6

Universitas Indonesia

3. Propria muskularis, lapisan tebal otot yang bergerak dan mencampur isi

lambung.

Bagian luar terdiri dari 2 lapisan, subserosa dan serosa bagian luar, membungkus

perut. Lapisan penting dalam menentukan tahap (tingkat) dari kanker dan dalam

membantu menentukan prognosis seseorang (American Cancer Society, 2012).

Kendali pada pengosongan lambung

1. Pengosongan distimulasi secara refleks saat merespons terhadap

peregangan lambung, pelepasan gastrin, kekentalan kimus dan jenis

makanan. Karbohidrat dapat masuk dengan cepat, protein lebih lambat dan

lemak tetap dalam lambung selama 3 sampai 6 jam Sedangkan pada pasien

dengan postop gaster baik pada gastrektomi total maupun sebagian, transit

makanan yang cepat melalui saluran intestinal atas sehingga pengosongan

lambung terjadi lebih cepat 30 menit – 2 jam menyebabkan gejala

syndrom dumping (Lenhert, 2004).

2. Pengosongan lambung dihambat oleh hormon duodenum yang juga

menghambat sekresi lambung dan refleks umpan balik enterogastrik dari

duodenum. Faktor-faktor hormon dan saraf ini mencegah terjadinya

pengisian yang berlebih pada usus dan memberikan waktu yang lebih lama

untuk digesti dalam usus halus.

3. Sinyal umpan baik memungkinkan kimus memasuki usus halus pada

kecepatan tertentu sehingga dapat diproses.

(Sloane, 2002).

2.3 Klasifikasi kanker Lambung

Tumor Gaster dapat dibagi menjadi 2 Kelompok :

2.3.1 Tumor Jinak

Dapat dibagi atas :

2.3.1.1 Tumor jinak epitel.

2.3.1.2 Tumor jinak non epitel.

2.3.1.1 Tumor jinak epitel

Tumor jinak epitel biasanya berbentuk polip dan dapat dibagi atas :

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

7

Universitas Indonesia

a. Adenoma: terisolisasi, bagian dari adenoma generalisata gastrointestinal.

b. Adenoma Hiperplastik: polip sirkumskripta, difus.

c. Adenoma Heterotropik: tumor pankreas aberan, bruninoma.

- Adenoma

Adenoma sering terdapat terbatas pada lambung, tetapi dapat merupakan bagian

polip adenoma generalisata pada saluran cerna. Didapatkan pada 1% dari pasien

yang dilakukan pemeriksaan radiologi dan endoskopi. Terutama didapatkan pada

pria, biasanya usia dewasa. Biasanya berbentuk polip yang bertangkai, dengan

permukaan licin, besarnya hanya beberapa centimeter. umumnya tanpa keluhan,

kadang-kadang timbul perdarahan yang dapat menyebabkan anemia. Lokasi

tumor yang tersering daerah pylorus dan antrum (50%), fundus (20%), kurvatura

minor (20%) dan kardia (10%). Pada pemeriksaan radiologi didapatkan filling

defect dengan tepi teratur dan bertangkai. Pemeriksaan gastroskopi merupakan

pemeriksaan yang memastikan lokasinya terutama di daerah antrum dan angulus.

Setiap polip walaupun kelihatan jinak perlu dilakukan biopsy untuk melihat

patologi anatominya. Bila pasien tanpa keluhan, sebaiknya dilakukan pemantauan

secara teratur. Jika terlihat adanya komplikasi sebaiknya dilakukan polipektomi.

Adenoma hiperplastik pada gastritis atrofi kronis permukaan mukosa dan

alveolar, berubah menjadi hyperplasia. Bentuknya dapat berupa sessile atau

discrete.

- Adenoma Heterotropik

Anomali pankreas paling sering didapatkan. Kira-kira 0,5% dari autopsi. Lebih

sering ditemukan pada pria antara umur 22-55 tahun. Lokasi terbanyak di daerah

antrum dan pylorus. Biasanya pankreas aberan ini kecil (diameter 1 cm).

Pemeriksaan radiologis dengan kontras ganda sangat membantu diagnosis.

- Bruninoma

Biasanya ditemukan di daerah bulbus duodeni dan pada pemeriksaan radiologis

didapatkan polip multiple dan kadang-kadang didapatkan di daerah pylorus dan

antrum.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

8

Universitas Indonesia

2.3.1.2 Tumor Jinak Non Epitel

Tumor jinak non epitel ini penting karena sering menimbulkan komplikasi

berupa ulserasi dan perdarahan.

1. Tumor Neurogenik.

Sering didapatkan Schwannoma yang tumbuh dalam submukosa dan menonjol ke

dalam lumen. Biasanya ukuran tumor menjadi beberapa cm, dapat terjadi ulcerasi

dan perdarahan.

2. Leiomioma.

Sering didapatkan pada pasien dewasa pada otopsi. Biasanya tunggal dengan

diameter 2 cm di daerah antrum dan pylorus. Dapat menyebabkan hipertrofi

pylorus stenosis.

3. Fibroma.

Biasanya kombinasi dengan tumor lain seperti neurofibroma, miofibroma,

lipofibroma dan lain-lain. Fibroma ini lebih jarang ditemukan daripada

schwannoma. Gejala yang sering timbul adalah perdarahan dan rasa nyeri.

4. Lipoma

Lipoma ini didapatkan pada autopsi lebih kurang 0,03%. Lipoma tumbuh di

dalam sub mukosa dengan keluhan rasa nyeri dan kadang-kadang ada perdarahan.

2.3.2 Tumor ganas

2.3.2.1 Karsinoma lambung dini (Early Gastric Cancer: EGC)

Istilah EGC ini meliputi semua karsinoma yang tidak invasif kedalam lapisan

muskularis dan masih terbatas pada mukosa dan submukosa. EGC dapat berupa

penonjolan dari fokus kecil dan kadang secara diam-diam meluas, sehingga

mengesankan kemungkinan dari gabungan beberapa fokus (multicentris).

Klasifikasi karsinoma lambung menurut Japan Gastroenterological Endoscopy

Society (1962) berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi, gastroskopi dan

pemeriksaan histopatologis dapat dibagi atas:

1. Tipe I (protruded type) : tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada

mukosa dan submukosa yang berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler,

permukaan tidak rata, perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

9

Universitas Indonesia

2. Tipe II (superficial type) : dapat dibagi atas 3 subtipe:

a. Elevated type :

Tampak sedikit elevasi mukosa lambung, hampir seperti tipe I, terdapat

sedikit elevasi serta dan lebih meluas dan melebar.

b. Flat type:

Tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya terlihat

perubahan pada warna mukosa.

c. Depressed type:

Didapatkan permukaan yang ireguler dan pinggir yang tidak rata (ireguler)

hiperemis/ pendarahan

3. Tipe III (excavated type) : menyerupai Bormann II (tumor ganas lanjut) dan

sering disertai kombinasi seperti IIc + III atau III + IIc dan IIa + IIc.

2.3.2.2 Karsinoma lambung lanjut (Advanced Gastric Cancer= AGCr)

Pada tipe lanjut, sel-sel kanker sudah terjadi perluasan pada lapisan mukosa,

submukosa, muskularis, kadang-kadang sampai lapisan propria dan serosa.

Bahkan sering terjadi infiltrasi atau metastase ke kelenjar limfe atau organ

lainnya.

Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi atas:

1. Bormann I: Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut

sebagai fungating dan mukosa di sekitar tumor atrofi dan ireguler

2. Bormann II: Merupakan non infiltrating carcinomatous ulcer dengan tepi

ulkus serta mukosa sekitarnya menonjol dan disertai nodular. Dasar ulkus

terlihat nekrosis dengan warna kecoklatan, keabuan dan merah kehitaman.

Mukosa sekitar ulkus tampak sangat hiperemis

3. Bormann III: berupa infiltrating carcinomatous ulcer, ulkusnya mempunyai

dinding dan terlihat adanya infiltrasi progresif dan difus

4. Bormann IV: berupa bentuk diffuse infiltrating type, tidak terlihat batas tegas

pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

10

Universitas Indonesia

2.3.3 Klasifikasi Tnm Karsinoma Gaster

Tumor Primer

Tis : Carcinoma insitu

T1 : Invasi ke lamina propria atau submukosa

T2 : Invasi ke muskularis propria

T3 : Penetrasi ke serosa

T4 : Invasi ke organ sekitar

Metastasis Kelenjar Limfe Regional

N0 : None

N1 : Metastasis ke kelenjar perigastrik 3 cm dari tumor primer

N2 : Metastasis ke kelenjar limfe perigastrik lebih dari 3 cm dari pinggir

tumor primer (sepanjang lambung kiri, common hepatic, limpa atau arteri celiac)

Metastasis Jauh

M0 : None

M1 : Metastasis jauh

Staging :

0 Tis N0 M0

I T1 N0-1

T2 N0 M0

II T1 N2 M0

T2 N1 M0

T3 N0 M0

III T2 N2

T3 N1-2 M0

T4 N0-1 M0

1V T4 N2 M0

T1-4 N1-2 M1

Kanker gaster dini jarang mempunyai keluhan dan sulit untuk dideteksi. Gejala

yang ditimbulkan oleh metastasis dapat berupa perut membesar (asites), ikterus

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

11

Universitas Indonesia

obstruktif, nyeri tulang, gejala neurologis dan sesak napas, dan dapat pula berupa

ileus obstruktif.

2.4 Etiologi Kanker Lambung

Penyebab pasti dari kanker lambung belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor

yang bisa meningkatkan perkembangan kanker lambung, meliputi hal- hal sebagai

berikut:

2.4.1 Faktor predisposisi

2.4.1.1 Faktor genetik

Sekitar 10% pasien yang mengalami kanker lambung memiliki hubungan genetik.

Walaupun masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi adanya mutasi dari gen E-

cadherin terdeteksi pada 50% tipe kanker lambung. Adanya riwayat keluarga

anemia pernisiosa dan polip adenomatus juga dihubungkan dengan kondisi

genetik pada kanker lambung (Bresciani, 2003).

2.4.1.2 Faktor umur

Pada kasus ini ditemukan lebih umum terjadi pada usia 50-70 tahun, tetapi sekitar

5 % pasien kanker lambung berusia kurang dari 35 tahun dan 1 % kurang dari 30

tahun (Neugut, 1996).

2.4.2 Faktor presipitasi

2.4.2.1 Konsumsi makanan yang diasinkan, diasap atau yang diawetkan

Beberapa studi menjelaskan intake diet dari makanan yang diasinkan menjadi

faktor utama peningkatan kanker lambung. Kandungan garam yang masuk

kedalam lambung akan memperlambat pengosongan lambung sehingga

memfasilitasi konversi golongan nitrat menjadi carcinogenic nitrosamines di

dalam lambung. Gabungan kondisi terlambatnya pengosongan asam lambung dan

peningkatan komposisi nitrosamines didalam lambung memberi kontribusi

terbentuknya kanker lambung (Yarbro, 2005).

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

12

Universitas Indonesia

2.4.2.2 Infeksi H.pylori

H.pylori adalah bakteri penyebab lebih dari 90% ulkus duodenum dan 80% tukak

lambung. Bakteri ini menempel di permukaan dalam tukak lambung melalui

interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida spesifik dari

glikoprotein membran sel-sel epitel lambung (Fuccio, 2009).

2.4.2.3 Sosioekonomi

Kondisi sosioekonomi yang rendah dilaporkan meningkatkan risiko kanker

lambung, namun tidak spesifik.

2.2.2.4 Mengonsumsi rokok dan alcohol

Pasien dengan konsumsi rokok lebih dari 30 batang sehari dan dikombinasi

dengan konsumsi alkohol kronik akan meningkat risiko kanker lambung

(Gonzales, 2003).

2.4.2.5 NSAIDs

Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada pasien yang mengonsumsi NSAIDs

dalam jangkan waktu yang lama dan hal ini (polip lambung) dapat menjadi

prekursor kanker lambung. Kondisi polip lambung akan meningkatkan risiko

kanker lambung (Houghton, 2006).

2.4.2.6 Anemia pernisiosa

Kondisi ini merupakan penyakit kronis dengan kegagalan absorpsi kobalamin

(vitamin B12), disebabkan oleh kurangnya faktor intrinsik sekresi lambung.

Kombinasi anemia pernisiosa dengan infeksi H.pylori memberikan kontribusi

penting terbentuknya tumorigenesis pada dinding lambung (Santacrose, 2008).

2.5 Patofisiologi

Karsinoma gaster merupakan bentuk neoplasma lambung yang paling sering

terjadi dan menyebabkan sekitar 2,6 % dari semua kematian akibat kanker. Laki-

laki lebih sering terserang dan sebagian besar kasus timbul setelah usia 40 tahun.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

13

Universitas Indonesia

Penyebab kanker lambung tidak diketahui tetapi dikenal faktor-faktor predisposisi

tertentu. Faktor genetik memegang peranan penting, dibuktikan karsinoma

lambung lebih sering terjadi pada orang dengan golongan darah A. Selain itu

faktor ulkus gaster adalah salah satu faktor pencetus terjadinya karsinoma gaster.

Pada stadium awal, karsinoma gaster sering tanpa gejala karena lambung masih

dapat berfungsi normal. Gejala biasanya timbul setelah massa tumor cukup

membesar sehingga bisa menimbulkan gangguan anoreksia, dan gangguan

penyerapan nutrisi di usus sehingga berpengaruh pada penurunan berat badan

yang akhirnya menyebabkan kelemahan dan gangguan nutrisi. Bila kerja usus

dalam menyerap nutrisi makanan terganggu maka akan berpengaruh pada zat besi

yang akan mengalami penurunan yang akhirnya menimbulkan anemia dan hal

inilah yang menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan penurunan pemenuhan

kebutuhan oksigen di otak sehingga efek pusing sering terjadi.

Pada stadium lanjut bila sudah metastase ke hepar bisa mengakibatkan

hepatomegali. Tumor yang sudah membesar akan menghimpit atau menekan saraf

sekitar gaster sehingga impuls saraf akan terganggu, hal ini lah yang

menyebabkan nyeri tekan epigastrik

Adanya nyeri perut, hepatomegali, asites, teraba massa pada rektum, dan kelenjar

limfe supraklavikuler kiri (Limfonodi Virchow) yang membesar menunjukkan

penyakit yang lanjut dan sudah menyebar. Bila terdapat ikterus obstruktif harus

dicurigai adanya penyebaran di porta hepatic.

Kasus stadium awal yang masih dapat dibedah untk tujuan kuratif memberikan

angka ketahanan hidup 5 tahun sampai 50 %. Bila telah ada metastasis ke kelenjar

limfe angka tersebut menurun menjadi 10 %. Kemoterapi diberikan untuk kasus

yang tidak dapat direseksi atau dioperasi tidak radikal. Kombinai sitostatik

memberikan perbaikan 30-40% untuk 2-4 bulan

Pembedahan dilakukan dengan maksud kuratif dan paliatif. Untuk tujuan kuratif

dilakukan operasi radikal yaitu gastrektomi (subtotal atau total) dengan

mengangkat kelejar limfe regional dan organ lain yang terkena. Sedangkan untuk

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

14

Universitas Indonesia

tujuan paliatif hanya dilakukan pengangkatan tumor yang perforasi atau berdarah

(Sjamsuhidajat , 1997).

Penatalaksanaan

Skema 2.3 patofisiologi kanker lambung

Etiologi/Faktor risiko tumor lambung:

Faktor predisposisi dan presipitasi

Polip Anemia pernisiosa

Ulkus lambung

Menginfiltrasi dan menyebabkan penyempitan lumen yang

paling sering di antrum

Menyebar ke lambung Peningkatan asam

lambung

Gangguan fungsi lambung

anoreksia Dispepsia Mual serta muntah

- Resiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

- Resiko kekurangan volume cairan

Pembedahan: gastrektomi

Efek post gastrektomi:dumping syndrome, indigestion/reflux, diare, gastroeosafageal reflux

rasa penuh, kram perut dan nausea dan vomitting

Continous/drip feeding method

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

15

Universitas Indonesia

2.6 Manifestasi klinis Kanker Lambung

Gejala awal dari kanker lambung sering tidak pasti karena kebanyakan tumor ini

dikurvatura kecil, yang hanya sedikit menyebabkan ganguan fungsi lambung.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gejala awal seperti nyeri yang

hilang dengan antasida dapat menyerupai gejala pada pasien ulkus benigna. Gejala

penyakit progresif dapat meliputi tidak dapat makan, anoreksia, dyspepsia,

penurunan BB, nyeri abdomen, konstipasi, anemia dan mual serta muntah,

disfagia, nausea, kelemahan, hematemesis, mudah kenyang, kram abdomen, darah

yang nyata atau samar dalam tinja, pasien mengeluh rasa tidak enak pada perut

terutama sehabis makan (Davey, 2005).

2.7 Pemeriksaan diagnostik Kanker Lambung

2.7.1 Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi yang sering digunakan jenis penyakit ini adalah endoskopi,

endoskopi merupakan pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik untuk

mendiagnosa karsinoma gaster. Endoskopi dengan resolusi tinggi dapat

mendeteksi perubahan ringan pada warna, relief arsitektur dan permukaan mukosa

gaster yang mengarah pada karsinoma dini gaster.

Pemeriksaan radiologi dengan menggunakan barium enema masih digunakan di

Jepang sebagai protokol untuk skrinning, bila kemudian dijumpai kelainan

selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi.

2.7.2 Pemeriksaan sitologi

Pemeriksaan sitologi pada gaster dilakukan melalui sitologi brushing. Pada

keadaan normal, tampak kelompok sel-sel epitel superfisial yang reguler

membentuk gambaran seperti honey comb. Sel-sel ini mempunyai inti yang bulat

dengan kromatin inti yang tersebar merata

Pada keadaan gastritis, sel tampak lebih kuboidal dengan sitoplasma yang sedikit

dan inti sedikit membesar. Pada karsinoma, sel-sel menjadi tersebar ataupun

sedikit berkelompok yang irreguler, inti sel membesar hiperkromatin dan

mempunyai anak inti yang multipel atau pun giant nukleus .

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

16

Universitas Indonesia

Pemeriksaan sitologi brushing ini jika dilakukan dengan benar, mempunyai nilai

keakuratan sampai 85% tetapi bila pemeriksaan ini dilanjutkan dengan biopsi

lambung maka nilai keakuratannya dapat mencapai 96% (Lumongga, 2008).

2.7.3 Pemeriksaan makroskopis

Secara makroskopis ukuran karsinoma dini pada lambung ini terbagi atas dua

golongan, yaitu tumor dengan ukuran < 5 mm, disebut dengan minute dan tumor

dengan ukuran 6 – 10 mm disebut dengan small.

Lokasi tumor pada karsinoma lambung ini adalah pylorus dan antrum (50-60%),

curvatura minor (40%), cardia (25%), curvatura mayor (12%). Paling banyak

terjadi karsinoma lambung pada daerah daerah curvatura minor bagian

antropyloric (Lumongga, 2008).

2.7.4 Pemeriksaan laboratorium

Anemia (30%) dan tes darah positif pada feses dapat ditemukan akibat perlukaan

pada dinding lambung. LED meningkat. Elektrolit darah dan tes fungsi hati

kemungkinan metastase ke hati.

2.6.4.1 Radiologi :

a. Foto thorax : dipakai untuk melihat metastase paru.

b. Barium Meal Double-contrast additional defect, iregularitas mukosa → tumor

primer atau penyebaran tumor ke esofagus/ duodenum.

c. Ultrasonografi abdomen → untuk mendeteksi metastase hati.

d. CT scan atau MRI pada thorax, abdomen, dan pelvis → melihat ekstensi tumor

transmural, invasi keorgan dan jaringan sekitar, metastasis kelenjar, asites. Untuk

menilai proses penyebaran tumor seperti : menilai keterlibatan serosa, pembesaran

KGB dan metastase ke hati dan ovarium.

e. CT Staging pada karsinoma lambung:

1) Stage I : massa intra luminal tanpa penebalan dinding.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

17

Universitas Indonesia

2) Stage II : penebalan dinding lebih dari 1 cm.

3) Stage III : invasi langsung ke struktur sekitarnya.

4) Stage IV : penyakit telah bermetastase.

f. Endoskopi dan Biopsi:

1) Sebagai Gold Standar pemeriksaan malignitas gaster.

2) Ultrasound Endoskopi → kedalaman infiltrasi tumor & melihat pembesaran

limfa selika dan perigastrik (> 5mm).

2.8 Komplikasi Kanker Lambung

2.8.1 Perforasi

Dapat terjadi perforasi akuta dan perforasi kronika.

2.8.1.1 Perforasi akut

perforasi akut yang terbuka dari karsinoma ventrikuli sering terjadi perforasi

yaitu: tipe ulserasi dari kanker yang letaknya di kurvatura minor, diantrium dekat

pylorus. Biasanya mempunyai gejala-gejala yang mirip dengan perforasi dari

ulkus peptikum. Perforasi ini sering dijumpai pada pria..

2. 8.1.1 Perforasi kronika

Perforasi yang terjadi sering tertutup oleh jaringan didekatnya, misalnya oleh

omentum atau bersifat penetrasi. Biasanya lebih jarang dijumpai jika

dibandingkan dengan komplikasi dari ulkus benigna. Penetrasi mungkin dijumpai

antara lapisan omentun gastrohepatik atau dilapisan bawah dari hati. Sering terjadi

yaitu perforasi dan tertutup oleh pankreas. Dengan terjadinya penetrasi maka akan

terbentuk suatu fistul, misalnya gastrohepatik, gastroenterik dan gastrokolik

fistula.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

18

Universitas Indonesia

2.8.1.2 Hematemesis

Hematemesis yang masif dan melena terjadi ± 5 % dari karsinoma ventrikuli yang

gejala-gejalanya mirip seperti pada perdarahan massif maka banyak darah yang

hilang sehingga timbullah anemia hipokromik.

2.8.1.3 Obstruksi

Dapat terjadi pada bagian bawah lambung dekat daerah pilorus yang disertai

keluhan muntah-muntah.

2.8.1.4. Adhesi

Jika tumor mengenai dinding lambung dapat terjadi perlengketan dan infiltrasi

dengan organ sekitarnya dan menimbulkan keluhan nyeri perut.

2.9 Penatalaksanaan Kanker Lambung

Tidak ada pengobatan yang berhasil menangani karsinoma lambung kecuali

mengangkat tumornya. Bila tumor dapat diangkat ketika masih terlokalisasi di

lambung, pasien dapat sembuh. Bila tumor telah menyebar ke area lain yang tidak

dapat dieksisi secara bedah penyembuhan tidak dapat dipengaruhi. Pada

kebanyakan pasien ini, paliasi efektif untuk mencegah gejala seperti obstruksi,

dapat diperoleh dengan reseksi tumor.

Bila gastrektomi subtotal radikal dilakukan, punting ambung dianastomosisikan

pada jejunum, seperti pada gastrektomi ulkus. Bila gastrektomi total dilakukan

kontinuitas gastrointestinal diperbaiki dengan anastomosis diantara ujung

esophagus dan jejunum. Bila ada metastasis pada organ vital lain, seperti hepar,

pembedahan dilakukan terutama untuk tujuan paliatif dan bukan radikal.

Pembedahan paliatif dilakukan untuk menghilangkan gejala obstruksi dan

disfagia.

Untuk pasien yang menjalani pembedahan namun tidak menunjukkan perbaikan,

pengobatan dengan kemoterapi dapat memberikan kontrol lanjut terhadap

penyakit atau paliasi. Obat kemoterapi yang sering digunakan mencakup

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

19

Universitas Indonesia

kombinasi 5-fluorourasil (5FU), Adriamycin, dan mitomycin-C. Radiasi dapat

digunakan untuk paliasi pada kanker lambung (Brunner& suddart, 2002).

2.9.1 Masalah nutrisi pada pasien dengan postop gastrektomi

2.9.1.1 Perasaan penuh setelah makan dan minum

Operasi telah membuat lambung lebih kecil sehingga membuatnya kurang

mampu meregangkan, lambung tidak akan mampu bertahan seperti biasa. Syaraf

vagus juga terganggu ketika kapasitas lambung berkurang, makanan dan minuman

masuk dan menempatkan tekanan langsung pada dinding lambung, sehingga

stretch (mengembang) yang memberikan perasaan kenyang dan penuh, sehingga-

makan kecil dan sering dapat mengurangi sensasi kenyang.

2.9.1.2 Penurunan berat badan dan kekurangan gizi

Perasaan penuh setelah makan dan merasa cepat kenyang dapat menurunkan

berat badan dengan mudah karena tidak menyerap semua nutrisi yang dibutuhkan

untuk tubuh.

2.9.1.3 Nafsu makan yang buruk

Nafsu makan yang buruk dapat disebabkan oleh perubahan struktur lambung

setelah operasi dan merasa penuh setelah makan. Makan sedikit dan sering dapat

membantu untuk merangsang nafsu makan.

2.9.1.4 Gangguan pencernaan dan / atau refluks (ini dapat terus menerus)

Gangguan pencernaan atau gastroesofageal refluks (aliran balik asam lambung

atau empedu ke kerongkongan) dapat terjadi setelah operasi lambung. Gejalanya

yaitu nyeri dada, mulas, dispepsia (maag), mual- muntah, gangguan pencernaan,

nyeri perut, batuk, kesulitan menelan.

2.9.1.5 sindrom dumping

Dumping syndrome adalah masalah yang terjadi pada beberapa pasien setelah

operasi bypass lambung. Ini adalah hasil dari makanan yang lewat terlalu cepat ke

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

20

Universitas Indonesia

dalam usus kecil. Hal ini biasanya disebabkan ketika pasien makan makanan

tertentu, seperti permen atau sumber karbohidrat tertentu. Gejalanya yaitu:

kram, diare, kelemahan umum, muntah, jantung berdebar (Carol, 2004).

2.9.2 Pemberian nutrisi Enteral

2.9.2.1 Nutrisi enteral

Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat

memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan

melalui selang ke dalam lambung (gastric tube), nasogastrik tube (NGT), atau

jejunum dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa mesin (Dietitisan

Association of Australia, 2011)

2.9.2.2 Indikasi

Adanya gangguan menguyah dan menelan, prematuritas, kelainan bawaan saluran

nafas, saluran cerna, dan jantung, refluks gastroesofagus berat, penyakit kronik

dan keganasan (kanker), malnutrisi (HIV).

2.9.2.3 Kontraindikasi

Obstruksi usus, gangguan perfusi saluran cerna (instabilitas hemodinamik, syok

sepsis).

2.9.2.4 Manfaat

Manfaat dari pemberian nutrisi enteral antara lain: mempertahankan fungsi

pertahanan dari usus, mempertahankan integritas mukosa saluran cerna dan

meningkatkan fungsi-fungsi imunologik, mengurangi proses katabolik,

menurunkan resiko komplikasi infeksi secara bermakna, mempercepat

penyembuhan luka, lebih murah dibandingkan nutrisi parenteral, lama perawatan

di rumah sakit menjadi lebih pendek dibandingkan dengan pemberian nutrisi

parenteral.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

21

Universitas Indonesia

2.9.2.5 Metode pemberian nutrisi Enteral

a. Continous feeding

Didefinisikan sebagai makan selama 24 jam terus menerus baik oleh tetes

gravitasi atau dengan pompa infus, dapat dimulai dengan 50 cc per jam selama 3-

4 jam , 1 jam istirahat jika toleransi baik dapat dapat ditingkatkan 100-200 cc/jam

- Keuntungan:

Memungkinkan kemungkinan laju umpan per jam terendah untuk memenuhi

kebutuhan gizi, toleransi yang lebih baik pada pencernaan karena tingkat umpan

yang lebih rendah, kontrol yang lebih baik kadar glukosa darah akibat masukan

karbohidrat kontinyu.

- Kekurangan:

Mempengaruhi psikososial, biaya peralatan (pompa dan memberikan set).

(a) Feeding bootle (b) Feeding infus pump

Gambar 2.8.2.5 Continous feeding

b. Intermittent feeding

Nutrisi enteral dihentikan untuk jangka waktu 4-16 jam baik siang hari atau di

malam hari.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

22

Universitas Indonesia

- Keuntungan:

Memungkinkan mobilitas pasien yang lebih besar (dapat meningkatkan kualitas

hidup), memungkinkan istirahat untuk kegiatan fisik, untuk pemberian obat yang

kompatibel dengan feeding dan untuk mendorong asupan oral jika berlaku

berguna dalam transisi dari berkesinambungan untuk makan bolus atau dari

tabung ke intake oral, dapat mengurangi risiko aspirasi jika dapat

mempertahankan elevasi kepala 30°.

- Kekurangan:

Dibandingkan dengan makan terus menerus, tingkat infus lebih tinggi diperlukan

untuk menyediakan volume yang sama. Ini mungkin kurang baik ditoleransi,

dengan risiko yang lebih tinggi dari masalah seperti refluks, aspirasi, distensi

abdomen, diare dan mual.

c. Bolus feeding

Didefinisikan sebagai pemberian makan yang cepat dengan menggunakan jarum

suntik (biasanya oleh gravitasi, tanpa plunger), diberikan 100-400 ml selama 15-

60 menit secara berkala. Pasien harus memiliki esofagus yang kompeten atau

tidak ada gangguan jalan napas untuk meminimalkan risiko aspirasi.

- Keuntungan:

Secara fisiologis mirip dengan pola makan yang khas, memungkinkan mobilitas

pasien yang lebih besar, nyaman untuk pemberian makan gastrostomy, dapat

digunakan untuk melengkapi asupan oral, dapat menjadi fleksibel sesuai dengan

gaya hidup pasien dan meningkatkan kualitas hidup, dapat memfasilitasi transisi

ke asupan oral, menghindari penggunaan peralatan mahal.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

23

Universitas Indonesia

- Kekurangan:

Bolus yang besar mungkin buruk ditoleransi, terutama bagi usus kecil,

membutuhkan waktu perawat dibandingkan dengan pemberian melalui drip,

risiko tertinggi aspirasi, refluks, perut kembung, diare dan mual.

2.10 Penelitian terkait

Metode studi kasus dengan pendekatan evidenced based practice yaitu

menggunakan penelitian sebagai dasar dalam praktik asuhan keperawatan yang

dilakukan oleh Bowling TE, Cliff B & Wright JW (2008) “The effects of bolus

and continuous nasogastric feeding on gastro-oesophageal reflux and gastric

emptying in healthy volunteers: a randomised three-way crossover pilot study”

dijelaskan bahwa nasogastrik dapat mengakibatkan refluks gastro-esofagus

meningkatkan risiko aspirasi. lebih besar ketika feeding diberikan melalui bolus

dibandingkan dengan continous atau drip. diberi makanan cair melalui bolus oral

(OB), tabung bolus nasogastrik (TB) dan tabung tetes nasogastrik (TD),

didapatkan hasil Berarti (95% CI) T (50) mengosongkan lambung kali untuk OB

dan studi TB 41,3 (36,5-46,2) masing-masing menit dan 36,2 (30,6-41,8) min (p =

0,19). Perut dikosongkan pada tingkat sama dengan laju infus dalam studi TD.

Median (IQR) jumlah episode refluks untuk OB, studi TB dan TD adalah 4,5 (2,0-

6,0), 3.0 (2,0-4,75) dan 2.0 (0,25-6,25) masing-masing. Median (IQR) total durasi

refluks untuk OB, studi TB dan TD adalah 38 (20-242), 49 (17-71) dan 36 (1-125)

s masing-masing (p = NS). Kesimpulan kurangnya perbedaan refluks gastro-

oesophageal antara bolus dan continous menunjukkan bahwa pada sukarelawan

sehat kedua metode sama-sama aman sehubungan dengan resiko aspirasi.

Sedangkan penelitian Nightingale, Jeremy (2001) Bolus vs continus feeding:

Metode bolus feeding sering dilaporkan terkait dengan tingginya insiden

komplikasi seperti mual, kembung dan diare, Ia telah mengemukakan bahwa

bahwa bolus feeding menyebabkan diare lebih sering daripada pemberian nutrisi

continous feeding.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

24

Universitas Indonesia

2.11 Asuhan Keperawatan Pasien Kanker Lambung

2.11.1 Pengkajian

Perawat mendapatkan riwayat diet dari pasien yang memfokuskan pada isu seperti

masukan tinggi makanan asap atau diasinkan dan masukan buah dan sayuran yang

rendah. Apakah pasien mengalami penurunan BB, jika ya seberapa banyak.

Apakah pasien perokok? Jika ya seberapa banyak sehari dan berapa lama? Apakah

pasien mengeluhkan ketidaknyamanan lambung selama atau setelah merokok?

Apakah pasien minum alcohol? Jika ya seberapa banyak? perawat menanyakan

pada pasien bila ada riwayat keluarga tentang kanker. Bila demikian anggota

keluarga dekat atau langsung atau kerabat jauh yang terkena? Apakah status

perkawinan pasien? Adakah seseorang yang dapat memberikan dukungan

emosional?

Selama pemeriksaan fisik ini dimungkinkan untuk melakukan palpasi massa.

Perawat harus mengobservasi adanya asites. Organ diperiksa untuk nyeri tekan

atau massa. Nyeri biasanya gejala yang lambat (Brunner& Suddart, 2002).

2.11.1.1 Anamnesis:

Adakah nyeri dibagian perut, penurunan berat badan, muntah, anoreksia,disfagia

,nausea, kelemahan, hematemasis, regurgitasi, mudah kenyang, asites (perut

membesar), kram abdomen, darah yang nyata atau samar dalam tinja, pasien

mengeluh rasa tidak enak pada perut terutama sehabis makan.

2.11.1.2 Pemeriksaan Fisik:

a. Status hemodinamik : tekanan darah, nadi, akral dan pernafasan.

b. Berat badan kurang, kaheksia, konjungtiva kadang–kadang anemis.

c. Pemeriksaan Abdomen daerah epigastrium dapat teraba massa, nyeri

epigastrium. Pada keganasan dapat ditemukan hepatomegali, asites.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

25

Universitas Indonesia

d. Bila ada keluhan melena, lakukan pemeriksaan colok dubur.

2.11.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri b/d adanya sel epitel abnormal, gangguan impuls saraf lambung

2. Nutrisi kurang dari kebutuhanb/d anoreksia

3. Ansietas b/d keganasan penyakit stadium lanjut

4. Resiko infeksi b/d insisi bedah

5. Resiko berisihan napas tidak efektif b.d penumpukan secret

2.12.3 Intervensi

2.12.3.1 Nyeri (akut) b/d adanya sel epitel abnormal.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri berkurang , terkontrol.

Kriteria hasil :

- Pasien tidak tampak meringi

- Skala nyeri 0 ( tidak nyeri)

- Pasien tampak lebih rileks

Intervensi :

- Kaji karakteristik nyeri dan ketidaknyamanan; lokasi, kualitas frekuensi,

durasi,dsb.

R: memberikan dasar untuk mengkaji perubahan tingkat nyeri dan mengevaluasi

intervensi.

- Tenangkan pasien bahwa anda mengetahui bahwa nyeri yang dirasakan adalah

nyata dan bahwa anda kan membantu pasien dalam mengurangi nyeri tsb.

R: Rasa takut dapat meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri.

- Kolaborasi dalam pemberian analgesik untuk meningkatkan peredaran nyeri

optimal dalam batas resep dokter.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

26

Universitas Indonesia

R: Cenderung lebih efektif ketika diberikan dini pada siklus nyeri.

- Ajarkan pasien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamnan dengan

distraksi, imajinasi, relaksasi.

R: Meningkatkan strategi pereda nyeri alternative secara tepat.

2. 11.3.2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria hasil :

- Klien akan mempertahankan masukan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme

- Nafsu makan meningkat

- Tidak terjadi penurunan berat badan

Intervensi Keperawatan :

- Ajarkan pasien hal-hal sebagai berikut : hindari pandangan, bau, bunyi-bunyi

yang tidak menyenangkan didalam lingkungan selama waktu makan.

R: anoreksia dapat distimulasi atau ditingkatkan dengan stimuli noksius.

- Sarankan makan yang disukai dan yang ditoleransi dengan baik oleh pasien,

lebih baik lagi makanan dengan kandungan tinggi kalori/protein.

R: makanan kesukaan yang dioleransi dengan baik dan tinggi kandungan kalori

serta proteinnya akan mempertahankan status nutrisi selama periode kebutuhan

metabolik yang meningkat.

- Berikan dorongan masukan cairan yang adekuat, tetapi batasi cairan pada waktu

makan.

R: tingkat cairan diperlukan untuk menghilangkan produk sampah dan mencegah

dehidrasi.

- Meningkatkan kadar cairan bersama makanan dapat mengarah pada keadaan

kenyang. Pertimbangkan makanan dingin, jika diinginkan.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

27

Universitas Indonesia

R: makanan dingin tinggi kandungan protein sering lebih dapat ditoleransi dengan

baik dan tidak berbau dibanding makanan yang panas.

- Kolaboratif pemberian diet cair komersial dengan cara pemberian makan enteral

melalui selang, diet makanan elemental/makanan yang diblender melalui selang

makan sesuai indikasi.

R: pemberian makanan melalui selang mungkin diperlukan pada pasien yang

sangat lemah yang sistem gastrointestinalnya masih berfungsi.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

28 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN POSTOP

GASTREKTOMI DI RUANG 402 LANTAI IV ZONA A

RUMAH SAKIT DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

3.1 Pengkajian

3.1.1 Informasi Umum

Nama : Tn. P ( MR.384-47-81)

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : S-1

Alamat : Jambi

Suku : Batak

Pekerjaan : PNS

Masuk RS : 09 mei 2013, jam 10.00 WIB

Pengkajian : 13 mei 2013, jam 09.00 WIB

Diagnosa masuk: Post op laparatomi proximal gastrektomi

3.1.2 Riwayat Sakit Sekarang

3.1.2.1 Riwayat singkat (09 mei 2013)

Tiga tahun sebelum masuk rumah sakit klien mengeluh BAB hitam, muntah darah

kemudian di endoskopi namun hasil tidak jelas, kemudian 10 hari SMRS klien

mengalami keluhan sama berat badan menurun 20 kg sampai pasien demam dan tidak

sadarkan diri , kemudian klien dirawat di ICU RS Theresia Jambi selama 2 hari

mendapat transfusi darah, klien kemudian dilakukan endoskopi didiagnosa tumor

lambung. Klien sering makan terlambat dan mempunyai riwayat penyakit maag karena

pekerjaan di kantor, klien juga merokok sebelumya sebungkus sehari dan sering makan

diluar

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

29

Universitas Indonesia

Hasil kajian yang didapat di ruang 402 lantai 4 zona A : (13 mei 2013 jam 08.00

WIB )

Data Subjektif :

Klien menyatakan tidak memiliki riwayat hipertensi.

Klien mengeluh mual dan muntah, perut terasa kembung.

Klien post op gastrektomi hari ke 3.

Klien mengatakan perutnya masih terasa sakit.

3.1.2.2 Aktifitas Istirahat

Gejala (Subyektif)

Pekerjaan : Pegawai departemen

Aktifitas kegiatan harian klien, seperti makan, minum, berpakaian, BAB, mandi

diapat dilakukan secara mandiri.

Kebutuhan tidur

Klien tidak mengeluhkan gangguan tidur selama sakit, tapi jika banyak gerak

perutnya terasa sakit.

Tanda Obyektif

Kardiovaskuler :

Akral lkulit hangat, TD: 120/70 mmHg, JVP: 5+0 mmH20, CRT < 3” nadi: 80

kali/menit.

Pernafasan :

Klien tidak mengeluhkan sesak nafas, batuk (-), frekuensi nafas: 20 kali/menit,

suara nafas vesikuler.

Status mental : Stabil

Neuromuskuler :

Kekutan otot ekstermitas atas 5555 /5555, ektermitas bawah 5555 / 5555, Reflek

fisiologis ekstremitas atas +2 / +2, ekstremitas bawah +2 / +2, reflek patologis Θ / Θ.

Tidak didapati ada deformitas pada tulang.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

30

Universitas Indonesia

3.1.2.3 Sirkulasi

Gejala (subyektif)

Tidak ada Riwayat hipertensi

Tanda (Obyektif)

Tekanan darah tangan kanan 120/70 mmhg, tangan kiri.

Tekanan nadi radialis : 90 kali/menit.

Palpasi jantung bunyi dulnes.

Auskultasi bunyi jantung I dan bunyi jantung II normal, gallop (-), murmur-

murmur (-).

Bunyi nafas vesikuler.

Ektermitas : suhu 36,5°C, warna normal mengikuti warna kulit sawo matang,

pengisian kapiler <3”, penyebaran kualitas rambut kepala merata, warna hitam

mulai memutih.

Membran mukosa kering, bibir tampak pucat, punggung kuku tampak pucat,

konjungtiva tampak anemis, sklera warna putih.

3.1.2.4 Integritas ego

Faktor stress : Penyakit yang dideritanya

Cara menenangani strees : Pendekatan spiritual dengan menyerahkan

segala urusannya kepada Tuhan.

Masalah-masalah financial : Klien dirawat di rumah sakit dengan

jaminan ASKES

Status hubungan : Klien memiliki hubungan yang harmonis

dengan putra-putrinya.

Agama : Klien beragama kristen dan kegiatan

keagamaan Klien adalah beribadah ke gereja setiap hari

minggu.

Tanda Obyektif

Klien tampak tenang, respon fisiologis yang terobservasi heart rate regular, sinus

ryteme, nafas regular, tidak didapati diaphoresis.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

31

Universitas Indonesia

3.1.2.5 Eliminasi

Gejala (Subyektif)

Pola BAB :

Klien mengalami perubahan BAB. Masih diare 4x, warna kecoklatan tidak ada

penggunaan laksatif , karakter feses encer, BAB sudah tidak hitam lagi.

Pola BAK : klien BAK dengan menggunakandower catheter.

Karakter urin : warna kuning jernih, diuresis 1,5 cc kgbb/jam

Riwayat penyakit ginjal : klien tidak menderita penyakit ginjal sekitar

Penggunaa deuritik : selama sakit klien tidak mendapat terapi diuretik

Tanda (Obyektif)

Abdomen

Nyeri tekan (+), perut tidak teraba keras, supel , bising usus 13 x/menit.

3.1.2.6 Makanan/Cairan

Gejala (Subyektif)

Selama dirawat diet klien adalah diet clear fluid via Ngt dengan jumlah 6x50 cc.

Klien mengalami kehilangan selera makan, mengeluhkan mual, muntah (+).

Tanda (Obyektif)

Berat badan Klien terakhir adalah 50 Kg, TB : 160 cm

Turgor kulit elastis dan kering.

Pemeriksaan vena jugularis normal (5+0).

Kondisi gigi dan gusi : masih lengkap, gigi terlihat bersih

Lidah tampak pucat.

Bising usus 13 x/menit.

Bunyi nafas vesikuler.

3.1.2.7 Higine

Gejala (Subyektif)

Aktivitas sehari-hari, seperti makan, minum, mandi, toiletening dibantu sebagian oleh

istrinya. Mobilitas terbatas terbatas di tempat tidur.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

32

Universitas Indonesia

Tanda (Obyektif)

Cara berpakaian rapih, kulit kepala dan rambut bersih.

3.1.2.8 Neurologi

Gejala (Subyektif)

Klien tidak ada keluhan atau gangguan pendengaran.

Tanda (Obyektif)

Status mental stabil, orientasi waktu baik, orientasi tempat baik, orientasi orang baik,

tingkat kesadaran composmentis, kooperatif, status memori saat ini dan yang lalu baik.

Ukuran pupil kanan dan kiri isokor, reaksi pupil terhadap cahaya kanan kiri baik, reflek

menelan tidak mengalami gangguan, genggaman/lepas tangan ka/ki baik, dan refelek

tendon dalam normal (+2/+2).

3.1.2.9 Pernafasan

Gejala (Subyektif)

Klien tidak mengeluh sesak atau batuk.

Tanda (Obyektif)

Pernafasan : frekuensi 20 kali/menit, simetris, tidak ada penggunaan otot-otot bantu

pernafasan (otot sternoklodiomastoid),bunyi nafas vesikuler, sianosis (-).

3.1.2.10 Keamanan

Gejala (Subyektif)

Klen menyatakan tidak pernah mengalami cidera atau kecelakaan.

Tanda (Obyektif)

Temperatur suhu klien normal (36°C)

Integritas kulit kering.

Kekuatan umum baik: ektermitas atas (5555 / 5555) dan ekstermitas bawah (5555 /

5555), klien terobservasi untuk duduk.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

33

Universitas Indonesia

3.1.2.11 Interaksi sosial

Gejala (Subyektif)

Status perkawinan klien seorang bapak dan tinggal bersama istri dan anaknya. Masalah

yang berhubungan dengan penyakit kondisi klien adalah nyeri luka postop.

Tanda (Obyektif)

Bicara klien jelas, bisa dimengerti, pola bicara biasa dan tanpa penggunaan alat bantu.

3.1.2.12 Terapi Obat

Obat Dosis Waktu Cara

pemberian

Tujuan

Amikasin 1 gr 1 x 1 Intra vena Merupakan obat antimikroba

yang bekerja dengan

menghambat sintesis dinding

sel mikroba.

Metronidazol 300

mg

3x300

mg

Drip I.V. Obat Antimikroba

Vit K 10

mg

2x10 mg IV

Vit C 400

mg

2 x 400

mg

IV

Transamin 300

mg

3x300

mg

IV

Framadol 1 gr 3 x 1 Intra vena

Ozid 40

mg

1 x/hari Intra vena Penetralisi asam lambung dan

mencegah perlukaan mukosa

lambung

Terapi IV

RL:D5

3:1

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

34

Universitas Indonesia

3.1.2.13 Hasil laboratorium

Pemeriksaan 11/ 05 /

13

12 / 05/

13

13/ 05/

13

18/05/1

3

Nilai

Normal

Satua

n

Hb

Ht

Leukosit

Trombosit

LED

Eritrosit

MCV

MCH

MCHC

Ureum darah

Kreatinin darah

Natrium darah

Kalium darah

Clorida

Calsium

(Ca)darah

Calsium(Ca++)ion

Posphat Inorganik

(P) darah

Magnesium (mg)

SGOT

SGPT

Albumin

Laktat

8.7

25.4

16600

128.000

86.5

29.6

34.2

1.74

1.1

139

3.50

106

1.0

7.0

2.39

10.9

34.1

11.480

516.000

3.83

10^6

89

28.5

32

16

0.7

23

41

3.13

12 – 14

37 – 43

5000-1000

150 – 400

0 – 20

4 – 5

82 – 92

27 – 31

32 – 36

<50

0.60-

132 – 147

3.30 – 5.5

94.0 – 106

8.4 -10.2

1.01 -

2.7 – 4

1.70 -2.55

10 - 32

10 – 36

3.4-4.8

1-1.8

g/dl

%

k/ul

ul

mm

jt/ul

fl

pg

g/dl

mg/dl

mg/dl

meq/l

meq/l

meq/l

mg/dl

mmol

/l

mg/dl

mg/dl

u/l

u/l

g/dl

3.1.2.14 Pemeriksaan radiologi (10/05/2013)

Pemeriksaan radiografi thorak proyeksi AP:

Kesan : gambaran paru normal

Pemeriksaan biopsi: (13/05/2013)

Hasil: tumor lambung

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

35

Universitas Indonesia

Pemeriksaan makroskopik morfologi (15/05/2013)

Kesimpulan: Limfoma maligna non hodgkin jenis sel kecil.

3.2 Analisa Data (13/05/2013)

No Data Masalah

1 Gejala (Subyektif)

Klien mengeluah nyeri dibagian operasi, nyeri jika berubah

posisi, skala nyeri ringan

Tanda (Obyektif)

Klien tampak memegangi perutnya

Skala nyeri: 2-3

Klien Post op gastrektomi H+3

Observasi TTV; TD: 120/70 mmhg, Nadi 90x/mnt, RR:

20x/mnt, suhu : 36.5 c.

Klien terpasang drain di sebelah abdomen atas kiri, terdapat

luka operasi

Nyeri (akut) b.d

Kerusakan Jaringan

2 Gejala (Subyektif)

Klien mengeluh mual, klien mengatakan perutnya masih terasa

sakit.

Tanda (Obyektif)

Klien tampak kurus dan klien masih dipuasakan. Klien tampak

imobilisasi.

BB klien terakhir : 50 Kg, TB : 160 cm, IMT : 19.5.

Kulit dan mukosa klien tampak kering, konjungtiva anemis

Bising usus: 13x/mnt,Klien mendapat nutrisi CF 6X50 cc

Mual(+), muntah(+)

Hasil laboratorium tanggal 11/05/13 : Albumin: 1.74 g/dl

ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

b.d mual dan

muntah

3 Gejala (Subyektif)

Klien mengatakan badannya masih lemas karena diare

Tanda (Obyektif)

Klien hanya beraktivitas di tempat tidur, pemenuhan kebutuhan

sehari-hari dilakukan di tempat tidur dan dibantu oleh Istrinya.

Konjungtiva anemis, mukosa mulut kering

Mual(+) dan muntah(+), diare sudah 4 x, warna kecoklatan

Observasi TTV, TD: 120/70 mmhg, nadi 90x/mnt, RR: 20x/mnt,

suhu 36 c, CVC: 5 cmH20

Hasil laboratorium tanggal 11/05/13 : Hb: 8.7 g/dl, Ht: 25.4 %,

Resiko

ketidakseimbangan

volume cairan b.d

intake yang tidak

adekuat

4 Gejala (Subyektif)

Tanda (Obyektif)

Klien postop gastrektomi H+3

Terpasang Drain di abdomen kiri atas, rembesan luka (+),

produksi drain:serosa.

Terdapat luka laparatomi tertutup kasa, Luka panjang 8 cm,

rembesan luka (+)

Hasil lab tgl 11/052013, Leukosit : 16.600/ul.

Suhu afebris, 36 c

Klien terpasang CVC, Ngt dan kateter mulai tgl 10/05/2013

Risiko Infeksi bd

insisi pembedahan

dan pemasangan

alat invasif

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

36

Universitas Indonesia

3.3 Diagnosa Keperawatan

3.3.1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan muntah

3.3.2 Nyeri (akut) b.d Kerusakan Jaringan

3.3.3 Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d intake yang tidak adekuat

3.3.4 Risiko Infeksi b.d insisi pembedahan dan pemasangan alat invasif

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

37

Universitas Indonesia

3.4 Intervensi Keperawatan

No/

Tgl

Diagnosa

Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional

1/14

/05/

2013

Ketidakseimbang

an nutrisi kurang

dari kebutuhan

tubuh b.d mual

dan muntah

Tujuan

Ketidakseimbangan nutrisi tidak

terjadi selama perawatan 3x24

jam

Kriteria Evaluasi :

Klien tidak terlihat lemas

Mual(-), muntah(-)

Klien dapat makan cair secara

bertahap

Bising usus:5-12x/mnt

Mukosa mulut tidak kering,

Konjungtiva ananemis

Produksi NGT(-), kembung (-

), diare(-)

Nilai Albumin: 2.5-3.5 g/dl

Mandiri :

. Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama.

Auskultasi Bising usus.

Mulai dengan makan cairan perlahan berikan

dengan cara drip atau continous feeding.

Kolaborasi :

Konsul dengan ahli diet.

Tingkatkan diet dari cairan sampai makanan

rendah residu bila masukan oral dimulai.

Berikan makanan enteral/ parenteral bila

diindikasikan.

Pantau Nilai Albumin dan elektrolit

Mengidentifikasi

kekurangan/kebutuhan untuk

membantu memilih intervensi.

Kembalinya fungsi usus

menunjukkan kesiapan untuk

memulai makan lagi.

Menurunkan insiden kram

abdomen, mual dan muntahserta

eosafageal refluk

.

Membantu mengkaji kebutuhan

nutrisi pasien dalam perubahan

pencernaan dan fungsi usus.

Nilai albumin dan elektrolit sebagai

evaluasi status nutrisi tubuh

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

38

Universitas Indonesia

2/14

/05/

2013

Nyeri (akut) b.d

Kerusakan

Jaringan

Tujuan:

Setelah dilakukan perawatan

3x 24 jam Nyeri teratasi

Kriteria Evaluasi :

Skala nyeri: 1-2

Klien mengataakan nyerinya

sudah berkurang

Klien dapat melakukan

mobilisasi ringan serta dapat

melaqkukan tehnik relaksasi

napas dalam

TTV dalam batas normal :

TD: 110-120 mmhg

70-80

Nadi: 60-100x/mnt, RR: 12-20

x/mnt, suhu 36-37 c

Mandiri :

Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10).

Berikan tindakan kenyamanan, mis.,, pijatan

punggung, ubah posisi.

Dorong penggunaan tehnik relaksasi, mis.,

tehnik relaksasi napas dalam

Bantu melakukan latihan rentang gerak dan

dorong ambulasi dini. Hindari posisi duduk

lama.

Selidiki dan laporkan adanya kekakuan otot

abdominal dan nyeri tekan

Kolaborasi :

Berikan obat sesuai indikasi, mis.,

narkotik, analgesik.

Membantu mengevaluasi derajat

ketidaknyamanan dan keefektifan

analgesik.

Mencegah pengeringan mukosa oral

dan ketidaknyamanan. Menurunkan

tegangan otot dan meningkatkan

relaksasi.

Membantu pasien untuk istirahat

lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian, sehingga

menurunkan nyeri dan

ketidaknyamanan.

Menurunkan kekakuan otot atau

sendi. Ambulasi mengembalikan

organ ke posisi normal dan

meningkatkan kembalinya fungsi

ketingkat normal.

Diduga inflamasi peritoneal, yang memerlukan intervensi medik cepat.

Menurunkan nyeri, meningkatkan

kenyamanan.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

39

Universitas Indonesia

3/14

/05/

2013

Resiko

ketidakseimbang

an volume

cairan b.d intake

yang tidak

adekuat

Tujuan

Kekurangan volume cairan tidak

terjadi setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama

3x24 jam

Kriteria Evaluasi :

Klien dapat mobilisasi duduk

secara bertahap

Konjungtiva ananemis,

mukosa mulut tidak kering

Mual(-), muntah(-)

Klien dapat nutrisi enteral

cairan secara bertahap

TTV dalam batas normal :

TD: 110-120 mmhg

70-80

Nadi: 60-100x/mnt, RR: 12-

20 x/mnt, suhu 36-37 c

Nilai CVC: 8-12 cmH20

Nilai lab dalam batas normal

(Hb:> 10g/dl, Ht: 37-43 %

Mandiri :

. Catat pemasukan dan pengeluaran cairan

dengan cermat, ukur faeses cairan, Timbang

berat badan tiap hari.

Observasi tanda vital, catat hipotensi

postural, takikardi. Evaluasi turgor kulit,

pengisian kapiler dan membran mukosa.

Kolaborasi :

Awasi hasil laboratorium, mis., Ht dan

elektrolit.

Berikan cairan IV dan elektrolit sesuai

indikasi

.

Memberikan indikator langsung keseimbangan cairan.

Menunjukkan status

hidrasi/kemungkinan kebutuhan

untuk peningkatan penggantian

cairan.

Mendeteksi homeostasis atau

ketidakseimbangan dan membantu

menentukan kebutuhan penggantian.

Dapat dipergunakan untuk

mempertahankan perfusi jaringan

adekuat/fungsi organ

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

40

Universitas Indonesia

4/14

/05/

2013

Resiko infeksi

b.d insisi

pembedahan dan

pemasangan alat

invasif

Tujuan: Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam

Kriteria Evaluasi:

Tidak terjadi tanda-tanda

infeksi/inflamasi(kalor, rubor,

dolor,edema, fungsio laesa),

drainase tidak purulen, tidak

eritema

Hasil Leukosit menunjukkan

penurunan : 5-10 ribu/ml

Mandiri : Awasi tanda-tanda vital, perhatikan demam,

menggigil, berkeringat, perubahan mental,

meningkatnya nyeri

Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik

dalam melakukan tindakan keperawatan

Lihat kondisi luka, catat karakteristik

drainase dan kulit area sekitar luka

Lakukan perawatan luka 2x/hari

Kolaborasi:

Berikan antibiotika sesuai kondisi

Awasi nilai Leukosit

Dugaan adanya infeksi/terjadinya

sepsis, abses, peritonitis

Menurunkan risiko penyebaran

bakter

Memberikan deteksi dini terjadinya

proses infeksi

Menurunkan jumlah organisme dan

menurunkan penyebaran dan

pertumbuhan organisme

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

41

Universitas Indonesia

3.5 Catatan Perkembangan

Nama Klien : Tn P

Diagnosa Medis : Post Gastrektomi Ruang rawat : IW Bedah lt 4/402

No Tanggal Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi 1 15/05/2013

Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan

tubuh b.d mual dan

muntah

Nyeri(akut) b.d Kerusakan Jaringan

1. Melakukan pengkajian nutrisi

dengan seksama. 2. Mengauskultasi Bising usus. 3. Memberikan makan cairan

perlahan berikan dengan cara drip atau continous feeding.

1. Mengukur TTV 2. Mengkaji skala nyeri, faktor

pencetus, lama, lokasi dan penyebaran

3. Mengobservasi tanda-tanda non verbal terkait nyeri

4. Bantu atau dorong

penggunaan nafas dalam 5. Membantu memberikan posisi

yang nyaman pada klien 6. Kolaborasi:

Memberikan terapi framadol 3x1 gr

S :

- klien mengatakan masih merasa

mual dan perut kembung

- Muntah masih ada

O :

- Klien masih terlihat lemah

- Klien sudah mulai belajar duduk

- Bising usus: 10x/mnt

- Residu NGT: 200 cc/24 jam,

Makanan cair susu 6 x 100 cc via bolus

- Muntah 2x, muntah encer

A : masalah ketidakseimbangan nutrisi

belum teratasi ditandai dengan muntah dan mual

P : Lanjutkan intervensi

- Lanjutkan pengkajian

nutrisi

- Auskultasi bising usus

S :

- klien mengatakan masih merasa

sakit di sekitar luka operasi, skala nyeri 3

- Nyeri hilang timbul dan muncul

saat klien mencoba bergerak

- Klien mengatakan dengan napas

dalam nyeri sedikit berkurang O : - VAS: 3, durasi 5 detik

- TTV TD= 120/80 mmhg

N = 84x/menit S = 36°c RR= 18x/menit

- Wajah klien tampak meringis saat

nyeri muncul

- Klien mampu mempraktekkan

teknik napas dalam dengan baik

- Klien terlihat sering mengusap-

ngusap area perut

- Klien mendapat terapi framadol

drip 3x1 gr A : masalah nyeri belum teratasi ditandai

dengan skala nyeri 3

P :

- Observasi TTV

- Kolaborasi pemberian analgetik

- Evaluasi ketidakefektifan napas

dalam yang dilakukan klien

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

42

Universitas Indonesia

Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d intake yang tidak adekuat

Risiko infeksi b.d insisi

pembedahan dan pemasangan alat invasif

1. Mengobservasi TTV 2. Mencatat pemasukan dan

pengeluaran cairan 3. Mengevaluasi turgor kulit dan

membran mukosa

1. Mempertahankan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan tindakan keperawatan

2. Mengobservasi t kondisi luka,

catat karakteristik drainase dan kulit area sekitar luka

3. Melakukan perawatan luka

2X/hari

S :

- O : - Mukosa mulut kering

- TTV TD= 120/80 mmhg

N = 84x/menit S = 36°c RR= 18x/menit

- Cvc: 6 cm H20, Residu Ngt 200cc/24 jam warna hijau

- Balance cairan -800 cc/24 jam,

produksi drain 100 cc/24 jam . warna serosa

- Urin berwarna kuning pekat, diare(+) warna kecoklatan

- Klien mendapat terapi RL:D5 1:3

A : risiko ketidakseimbangan cairan masih

terjadi ditandai balance cairan -1900 P : Lanjutkan intervensi

- Observasi TTV

- Ukur balance cairan

S : O :

- VAS: 3, durasi 5 detik

- Luka tertutup kasa, daerah sekitar

luka tidak tampak kemerahan, panjang luka 8 cm, adanya rembesan(+)

- Terpasang drain disebelah kiri atas:

produksi serosa, 100 cc/24 jam

- Suhu 36 c, Leukosit 11.600/ul(Tgl

11/05/2013 )

- Klien mendapat terapi antibiotika

Amikasin 1x1 gr, metronidazole 3x300 mg

A : risiko infeksi masih terjadi ditandai dengan rembesan luka masih ada, VAS 3

P :

- Observasi TTV

- Rawat luka 2x/hari

- Awasi suhu dan nilai leukosit

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

43

Universitas Indonesia

2 16//2013 Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan

tubuh b.d mual dan

muntah

Nyeri(akut) b.d Kerusakan Jaringan

1. Melakukan pengkajian nutrisi dengan seksama.

2. Mengauskultasi Bising usus. 3. Memberikan makan cairan

perlahan berikan dengan cara drip atau continous feeding

1. Mengukur TTV 2. Mengkaji skala nyeri, faktor

pencetus, lama, lokasi dan penyebaran

3. Mengobservasi tanda-tanda non verbal terkait nyeri

4. Bantu atau dorong penggunaan nafas dalam

5. Membantu memberikan posisi yang nyaman pada klien

6. Kolaborasi : Memberikan

terapi framadol 3x1 gr

S :

- klien mengatakan masih merasa

mual

O :

- Klien masih terlihat lemah

- Klien sudah mulai belajar duduk

- Bising usus: 12x/mnt

- Residu NGT: 50 cc/24 jam, warna

hijau, Makanan cair susu 6 x 100 cc, melaui drip kembung(+)

- Muntah (-)

A : masalah ketidakseimbangan nutrisi

belum teratasi ditandai

dengan adanya mual

P : Lanjutkan intervensi

- Lanjutkan pengkajian

nutrisi

- Auskultasi bising usus

S :

- klien mengatakan masih merasa

sakit di sekitar luka operasi, skala nyeri 2

O : - VAS: 2, durasi hilang timbul

- TTV TD= 130/80 mmhg N = 84x/menit S = 36°c

RR= 18x/menit

- Wajah klien tampak meringis saat

nyeri muncul

- Klien mampu mempraktekkan teknik napas dalam dengan baik

- Klien sudah terlihat miring kanan dan kiri serta duduk

- Klien mendapat terapi framadol drip 3x1 gr

A : masalah nyeri teratasi sebagian ditandai dengan skala nyeri 2

P :

- Observasi TTV

- Kolaborasi pemberian analgetik

- Evaluasi ketidakefektifan napas

dalam yang dilakukan klien

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

44

Universitas Indonesia

Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d intake yang tidak adekuat

Risiko infeksi b.d insisi pembedahan dan pemasangan alat invasif

1. Mengobservasi TTV 2. Mencatat pemasukan dan

pengeluaran cairan

3. Mengevaluasi turgor kulit dan membran mukosa

1. Mempertahankan teknik

aseptik dan antiseptik dalam melakukan tindakan keperawatan

2. Mengobservasi t kondisi luka, catat karakteristik drainase dan kulit area sekitar luka

3. Melakukan perawatan luka

2X/hari

S :

- O : - Mukosa mulut kering

- TTV TD= 130/80 mmhg

N = 84x/menit S = 36°c RR= 18x/menit

- Cvc: 8 cm H20, Residu Ngt 50cc/24 jam warna hijau

- Balance cairan -500cc/24 jam,

produksi drain 100 cc/24 jam . warna serosa

- Urin berwarna kuning, diuresis: 1.5 cc/kg/bb

- Diare(+) sudah berkurang warna

sudah mulai kuning kecoklatan

- Klien mendapat terapi RL:D5 1:3

A : risiko ketidakseimbangan cairan

masih terjadi ditandai resisu Ngt(+)

P : Lanjutkan intervensi

- Observasi TTV

Ukur balance cairanm pantau residu Ngt

S : O :

- VAS: 2, durasi hilang timbul

- Luka tertutup kasa, daerah sekitar

luka tidak tampak kemerahan, panjang luka 8 cm, adanya rembesan(+)

- Terpasang drain disebelah kiri atas:

produksi serosa, 100 cc/24 jam

- Suhu 36 c, Leukosit 16.600/ul(Tgl

11/05/2013 )

- Klien mendapat terapi antibiotika

Amikasin 1x1 gr, metronidazole 3x300 mg

A : risiko infeksi masih terjadi ditandai

dengan rembesan luka masih ada, VAS 2

P : - Observasi TTV

- Rawat luka 2x/hari

- Awasi suhu dan nilai leukosit

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

45

Universitas Indonesia

3 17/1/2013 Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan

tubuh b.d mual dan

muntah

Nyeri b.d trauma jaringan akibat pembedahan

1. Melakukan pengkajian nutrisi dengan seksama.

2. Mengauskultasi Bising usus. 3. Memberikan makan cairan

perlahan berikan dengan cara drip atau continous feeding

1. Mengukur TTV 2. Mengkaji skala nyeri, faktor

pencetus, lama, lokasi dan

penyebaran 3. Mengobservasi tanda-tanda

non verbal terkait nyeri 4. Bantu atau dorong

penggunaan nafas dalam 5. Membantu memberikan posisi

yang nyaman pada klien

6. Kolaborasi : Memberikan terapi framadol 3x1 gr

S :

- klien mengatakan mual sudah

berkurang

O :

- Klien masih terlihat lemah

- Klien sudah mulai belajar duduk dan turun dari tempat tidur

- Bising usus: 12x/mnt, muntah(-),

kembung(-)

- Residu NGT: - cc/24 jam,

Makanan cair susu 6 x 100 cc melalui drip

- Klien mendapat koreksi albumin

20% Hasil albumin tgl 11/05/2013:1.74 g/dl dan transfusi

PRC 1 kantong, Hb: 8.7 g/dl

A : masalah ketidakseimbangan nutrisi

teratasi sebagian ditandai mual berkurang, muntah(-)

P : Lanjutkan intervensi

- Lanjutkan pengkajian nutrisi

- Auskultasi bising usus S :

- klien mengatakan masih merasa sakit di sekitar luka operasi, skala

nyeri sudah berkurang, skala nyeri 1

O : - VAS: 1, muncul ketika batuk

- TTV TD= 120/70 mmhg

N = 78x/menit S = 36°c RR= 18x/menit

- Wajah klien sudah terlihat tidak

meringis saat nyeri muncul

- Klien mampu mempraktekkan

teknik napas dalam dengan baik

- Klien sudah mulai duduk dan mulai

belajar turun dari tempat tidur

- Klien mendapat terapi framadol

drip 3x1 gr A : masalah nyeri teratasi ditandai dengan

skala nyeri 1

P :

- Observasi TTV

- Kolaborasi pemberian analgetik

- Evaluasi ketidakefektifan napas

dalam yang dilakukan klien

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

46

Universitas Indonesia

Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d intake yang tidak adekuat

Risiko infeksi b.d insisi pembedahan dan

pemasangan alat invasif

1. Mengobservasi TTV 2. Mencatat pemasukan dan

pengeluaran cairan 3. Mengevaluasi turgor kulit dan

membran mukosa

1. Mempertahankan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan

tindakan keperawatan 2. Mengobservasi t kondisi luka,

catat karakteristik drainase dan kulit area sekitar luka

3. Melakukan perawatan luka

2X/hari

S :

- O : - Mukosa mulut lebih lembab

- TTV TD= 120/70 mmhg

N = 78x/menit S = 36°c RR= 18x/menit

- Cvc: 8 cm H20, Residu Ngt --

cc/24 jam

- Balance cairan -4000 cc/24 jam,

produksi drain 50 cc/24 jam . warna serosa

- Urin berwarna kuning pekat, diare(-

)

- Klien mendapat terapi cairan

combiflex:Lipofundin A : risiko ketidakseimbangan cairan masih

terjadi sebagian ditandai balance -

500 P : Lanjutkan intervensi

- Observasi TTV

Ukur balance cairan S : O :

- VAS: 1, durasi hilang timbul

- Luka tertutup kasa, daerah sekitar

luka tidak tampak kemerahan, panjang luka 8 cm, adanya rembesan(+)

- Terpasang drain disebelah kiri atas:

produksi serosa, 100 cc/24 jam

- Suhu 36 c, Leukosit 16.600/ul(Tgl

11/05/2013 )

- Klien mendapat terapi antibiotika

Amikasin 1x1 gr, metronidazole 3x300 mg

A : risiko infeksi masih terjadi sebagian ditandai dengan rembesan luka masih ada

P : - Observasi TTV

- Rawat luka 2x/hari

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

47

Universitas Indonesia

4 18/5 /2013

Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

b.d mual dan muntah

Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d intake yang tidak adekuat

1. Melakukan pengkajian nutrisi

dengan seksama. 2. Mengauskultasi Bising usus. 3. Memberikan makan cairan perlahan

berikan dengan cara drip atau continous feeding

1. Mengobservasi TTV 2. Mencatat pemasukan dan

pengeluaran cairan 3. Mengevaluasi turgor kulit dan

membran mukosa

S :

klien mengatakan masih merasa mual sdh tidak ada

O :

- Klien sudah bisa berjalan menggunakan kursi roda

- Bising usus: 12x/mnt

- Residu NGT: - cc/24 jam,

Makanan cair susu 6 x 100 cc

- Muntah (-), mual(-)

- Hasil Albumin (18/05/2013) 3.13

g/dl

- Klien sudah mulai minum via oral

A : masalah ketidakseimbangan nutrisi teratasi ditandai dengan mual dan muntah (-), albumin sudah meningkat

P : Tetap lanjutkan Lanjutkan

intervensi

- Lanjutkan pengkajian

nutrisi

- Auskultasi bising usus

dan belajar minum secara bertahap

S :

O :

- TTV TD= 120/80 mmhg N = 84x/menit

S = 36°c RR= 18x/menit

- Cvc: 10 cm H20, Residu Ngt -

cc/24 jam

- Balance cairan +100 cc/24 jam,

produksi drain 20 cc/24 jam . warna serosa

- Urin berwarna kuning

- Klien sudah tidak mual(-) dan muntah(-), mukosa mulut lembab

konjungtiva ananemis

- Klien mendapat terapi ivfd

combiflex: Lipofundin

- Hasil Lab(18/05/2013) 10.9 g/dl A : risiko ketidakseimbangan cairan tidak

terjadi ditandai balance cairan seimbang

P : Tetap Lanjutkan intervensi

- Observasi TTV

Ukur balance cairan

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

48

Universitas Indonesia

Risiko infeksi b.d insisi pembedahan dan pemasangan alat invasif

1. Mempertahankan teknik aseptik dan

antiseptik dalam melakukan tindakan keperawatan

2. Mengobservasi t kondisi luka, catat

karakteristik drainase dan kulit area sekitar luka

3. Melakukan perawatan luka 2X/hari

S : O :

- VAS: 1, durasi jarang

- Luka tertutup kasa, daerah sekitar

luka tidak tampak kemerahan, panjang luka 8 cm, rembesan(-), luka bersih

- Terpasang drain disebelah kiri

atas: produksi serosa, 50 cc/24 jam

- Suhu 36 c, Leukosit mengalami

penurunan 11.400/ul(Tgl 18/05/2013 )

- Klien mendapat terapi antibiotika Amikasin 1x1 gr, metronidazole 3x300 mg

A : risiko infeksi tidakterjadi ditandai

dengan rembesan luka (-), leukosit mengalami penurunan

P : tetap lanjutkan intervensi - Observasi TTV

- Rawat luka 2x/hari

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

49 Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISIS SITUASI

4.1. Profil Lahan Praktek

Rumah Sakit RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang merupakan salah

satu rumah sakit tipe A dan merupakan pusat rujukan nasional. Rumah sakit yang

terletak di Jalan Diponegoro no.71 Jakarta pusat ini mempunyai tempat tidur 1220

dan terdiri dari berbagai pelayanan yang meliputi : pelayanan unit gawat darurat,

pelayanan jantung terpadu, RSCM Kencana, RSCM Kirana, rawat inap terpadu

gedung A serta pelayanan rawat jalan. RSUPN Dr. Cipto Mangukusumo

merupakan salah satu RS yang sedang berproses menuju akreditasi internasional

ISO 9001:2008 dan telah mendapat akreditasi Joint Comission International (JCI)

(RSCM, 2013).

Gedung A merupakan satu wujud komitmen peningkatan mutu Pelayanan Rawat

Inap Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusomo (RSCM) dengan pelayanan yang

terstandarisasi bertaraf Internasional. Sesuai namanya Pelayanan Rawat Inap

Terpadu ini merupakan Integrasi 9 Departemen di RSCM terdiri Kandungan dan

Kebidanan , Bedah, Bedah Syaraf, THT, Penyakit dalam, Anestesi, Mata, Kulit

dan Kelamin, Geriatri. Didukung oleh Peralatan dan Fasilitas Modern Rawat Inap

Terpadu, sesuai dengan konsepnya, seluruh kebutuhan pasien diupayakan

semaksimal mungkin dilayani dalam satu atap. Konsep pelayanan ini sangat

menolong pasien, karena tidak perlu bersusah payah pasien ditransfer dari unit

satu ke unit lainnya untuk memperoleh fasilitas pelayanan.

Gedung 8 lantai, terdiri dari 169 kamar rawat, dan total kapasitas 900 tempat

tidur menempati bangunan seluas 26.000 m2, menjadikan Gedung A sebagai Unit

Rawat Inap terbesar di Indonesia. Berorientasi pada Continous Quality

Improvement Public Wing menerapkan Dimensi Mutu Dalam Pelayanan.

Sebagai bagian dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional, Gedung A memiliki

keunggulan dari aspek kualitas Sumber Daya Manusia baik Dokter Spesialis

maupun Perawat. Para Dokter Senior, Ahli dan Profesional berbagai disiplin ilmu

kedokteran siap melayani pasien dengan kemampuan terbaik yang dimilikinya.

Perawat merupakan partner para Dokter dalam merawat Pasien memiliki

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

50

Universitas Indonesia

ketrampilan dan pengetahuan Ilmu Kedokteran dan Keperawatan yang memadai,

memungkinkan pasien aman dalam perawatan mereka.

Gedung A Lantai 4 salah satunya merupakan ruang rawat bedah terdiri dari 21

ruangan yang terdiri dari bedah onkologi, urologi, digestif, ortopedi, bedah

plastik, bedah vaskuler, terdapat ruangan kelas 3 dan Intermediate Ward (IW)

laki-laki dan perempuan. Sisanya terdapat pada lantai yang berbeda. Lahan

praktik yang digunakan untuk pelaksanaan evidence based pada ruangan IW 402

adalah ruangan khusus untuk ruang bedah post operasi Laki-laki yang

mempunyai kapasitas 10 tempat tidur.

4.2. Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP dan

Kasus Terkait

Masalah keperawatan utama yang akan dijadikan fokus utama dalam karya ilmiah

akhir ini adalah adalah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

b.d mual dan muntah dilihat dari masalah tersebut diatas klien postop gastrektomy

dengan diagnosa tumor lambung 3 tahun sebelum masuk rumah sakit klien

mengeluh BAB hitam, muntah darah kemudian di endoskopi namun hasil tidak

jelas, kemudian 10 hari SMRS klien mengalami keluhan sama berat badan

menurun 20 kg sampai pasien demam dan tidak sadarkan diri , kemudian klien

dirawat di ICU Rs Theresia Jambi selama 2 hari mendapat transfusi darah, klien

kemudian dilakukan endoskopi didiagnosa tumor lambung dari hasil pengkajian

sebelumnya klien sering makan terlambat dan mempunyai riwayat penyakit maag

karena pekerjaan di kantor, klien juga merokok sebelumya sebungkus sehari dan

sering makan diluar (makanan tidak sehat) dari hasil kajian tersebut dapat

disimpulkan bahwa kaitannya dengan keperawatan kesehatan masyarakat

perkotaan yaitu berkaitan dengan pola hidup yang tidak sehat dengan merokok,

makan- makanan yang tidak sehat yang seringkali terjadi pada masyarakat atau

individu tersebut yaitu Tn. P yang tinggal di kota Jambi yang mempunyai

pekerjaan di departemen pemerintahan yang selama ini tidak menjalankan pola

hidup sehat sehingga menyebabkan faktor terjadinya tumor lambung.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

51

Universitas Indonesia

4.3. Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan muntah

dilihat dari masalah tersebut diatas klien postop gastrektomi, dimana masalah

nutrisi pada pasien postop gastrektomi merupakan masalah utama yaitu klien

sering mengeluh perasaan penuh atau cepat kenyang, dumping syndrome yang

dapat menimbulkan gejala diare, muntah, serta kelemahan umun selain itu dapat

menyebabkan indegestion atau gastroeosafageal reflux yang ditandai dengan

mual dan muntah. Metode studi kasus dengan pendekatan evidenced based

practice yaitu menggunakan penelitian sebagai dasar dalam praktik asuhan

keperawatan yang dilakukan oleh Bowling TE, Cliff B &Wright JW (2008) “The

effects of bolus and continuous nasogastric feeding on gastro-oesophageal reflux

and gastric emptying in healthy volunteers: a randomised three-way crossover

pilot study” dijelaskan bahwa Nasogastrik dapat mengakibatkan refluks gastro-

esofagus meningkatkan risiko aspirasi. lebih besar ketika feeding diberikan

melalui bolus dibandingkan dengan continous atau drip. diberi makanan cair

melalui bolus oral (OB), tabung bolus nasogastrik (TB) dan tabung tetes

nasogastrik (TD), didapatkan hasil Berarti (95% CI) T (50) mengosongkan

lambung kali untuk OB dan studi TB 41,3 (36,5-46,2) masing-masing menit dan

36,2 (30,6-41,8) min (p = 0,19). Perut dikosongkan pada tingkat sama dengan laju

infus dalam studi TD. Median (IQR) jumlah episode refluks untuk OB, studi TB

dan TD adalah 4,5 (2,0-6,0), 3.0 (2,0-4,75) dan 2.0 (0,25-6,25) masing-masing.

Median (IQR) total durasi refluks untuk OB, studi TB dan TD adalah 38 (20-242),

49 (17-71) dan 36 (1-125) s masing-masing (p = NS). Kesimpulan Kurangnya

perbedaan refluks gastro-oesophageal antara bolus dan continous menunjukkan

bahwa pada sukarelawan sehat kedua metode sama-sama aman sehubungan

dengan resiko aspirasi.

Sedangkan penelitian Nightingale, Jeremy (2001) Bolus vs continus feeding:

Metode bolus feeding sering dilaporkan terkait dengan tingginya insiden

komplikasi seperti mual, kembung dan diare, Ia telah mengemukakan bahwa

bahwa bolus feeding menyebabkan diare lebih sering daripada pemberian nutrisi

continous feedeing.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

52

Universitas Indonesia

Dari 2 penelitian diatas maka fokus utama penulis adalah:

Pemberian nutrisi melalui drip atau continous feeding untuk menghindari gejala

Gastro-oesophageal reflux pada klien postop gastrektomi yang dilakukan

implementasi selama 5 hari, hari pertama implementasi tgl 15/05/2013 diberikan

makanan via NGT melalui bolus 100 cc klien mengatakan kembung dan muntah

hingga 2 kali, residu (+) 200 cc/24 jam warna kehijauan, kemudian hari keduanya

tanggal 16/05/2013 dilakukan pemberian makan melalui drip atau continous

6x100 cc klien mengatakan mual masih ada, tapi muntah(-), residu NGT

berkurang 50 cc/24 jam. Sehingga pada hari ketiga hingga hari ke 5 mual dan

muntah sudah tidak ada dan residu NGT (-) sehingga Evidence based tersebut bisa

diterapkan pada pemberian nutrisi enteral pada klien postop gastrektomi

4.4. Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan

Secara pelaksanaan hal ini dapat dilakukan oleh perawat diruangan walaupun

tidak menggunakan pump atau mesin infus yang bisa diatur kecepatnnya khusus

dalam memberikan makanan cair, tapi hal ini dapat diberikan dengan feeding bag

yang tersambung seperti selang infus dimana terdapat klem untuk mengatur

kecepatannya sehingga pemberian makan cair tidak terlalu cepat. Perlunya

Monitoring oleh perawat pada pemberian makanan enteral sangat penting untuk

mendeteksi komplikasi potensial dan untuk menilai terapi diet yang diberikan.

Hasil monitoring dievaluasi untuk menilai ada tidaknya masalah atau komplikasi

dalam pemberian makanan enteral sehingga dapat dilakukan tindakan dalam

upaya mengoptimalkan pemberian makanan enteral.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

53 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kanker lambung adalah penyebab paling umum kedua kematian terkait kanker secara global.

kejadian global diprediksi naik sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk, ditandai dengan

variasi geografis dalam kejadian kanker lambung (Lochhead, 2008). Kaitannya dengan

keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan yaitu berkaitan dengan pola hidup yang tidak sehat

dengan merokok, makan-makanan yang tidak sehat yang seringkali terjadi pada masyarakat yang

merupakan penyebab dari tumor lambung Penatalaksanaan pada pasien dengan tumor lambung

adalah dengan pembedahan yaitu gastrektomi. Pada kebanyakan pasien ini paling efektif untuk

mencegah gejala seperti obstruksi dapat diperoleh dengan reaksi tumor. Masalah yang sering

dihadapi pada pasien dengan post gastrektomi yaitu masalah nutrisi klien sering mengeluh

perasaan penuh atau cepat kenyang, dumping syndrome yang dapat menimbulkan gejala diare,

muntah, serta kelemahan umun selain itu dapat menyebabkan indegestion atau gastroeosafageal

reflux yang ditandai dengan mual dan muntah. Pemberian nutrisi melalui drip atau continous

feeding untuk menghindari gejala Gastro-oesophageal reflux pada klien postop gastrektomi yang

dilakukan pada klien Tn. P berhasil diterapkan sesuai evidence based yang dilakukan oleh

Bowling TE, Cliff B &Wright JW (2008) walaupun dari hasil penelitian tersebut kurangnya

perbedaan refluks gastro-oesophageal antara bolus dan continous menunjukkan bahwa pada

sukarelawan sehat kedua metode sama-sama aman sehubungan dengan resiko aspirasi, tapi

penelitian lain oleh Nightingale, Jeremy (2001) bahwa bolus feeding menyebabkan diare lebih

sering daripada pemberian nutrisi continous feedeing. Oleh karena itu intervensi yang terkait

pada kasus Tn. P yaitu Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan

muntah dapat teratasi.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Institusi pelayanan kesehatan

Institusi dimana tempat peneliti melakukan penelitian merupakan rumah sakit pusat rujukan

nasional dengan dilakukannya penelitian ini dapat diterapkan metode pemberian nutrisi

continous atau drip feeding pada klien dengan post gastrektomi sehingga dapat menghindari

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

54

Universitas Indonesia

gejala gastroeosefageal reflux yang dapat mengatasi masalah ketidakseimbangan nutrisi pada

klien dengan post gastrektomi

5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

sebagai bahan referensi bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu keperawatan

dalam melakukan penelitian keperawatan mengenai pemberian nutrisi enteral dengan metode

continous feeding.

5.2.3 Peneliti selanjutnya

Hasil yang dilakukan dalam karya ilmiah ini dapat dikembangkan dengan desain penelitian

yang digunakan lebih variatif, misalnya dengan pemberian nutrisi enteral dengan continous

feeding pada pasien gangguan pencernaan.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2012).Cancer Facts & Figures 2012. Atlanta, Ga: American Cancer

Society.

American Joint Committee on Cancer. (2010).Stomach Cancer. In: AJCC Cancer Staging

Manual. 7th ed. New York, NY: Springer.

Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 3.

Jakarta : EGC

Bowling TE& Cliff B.( 2008) “The effects of bolus and continuous nasogastric feeding on

gastro-oesophageal reflux and gastric emptying in healthy volunteers: a randomised

three-way crossover pilot study”. Nottingham: Nottingham university.

Department of Nutrition Services University of Virginia Health System. (2011). Adult Enteral

and Parenteral Nutrition Handbook, 5th Ed. Charlottesville, Virginia.

Ethel, Sloane.(2002). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC

Fucio, L Zagari RM minardi, Bazzoli F. (2007). Systematic review education for the prevention

gastric cancer. Aliment pharmacol.

Gonzales& Pera.(2003). Smoking and the risk of gastric cancer in the eeropian prospective

investigation into cancer and nutrition. Int J cancer.

Houghton.(2006). Moleculary targeted Therapy for childhood cancer.

Isselbacher. (2000). Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4 Edisi 13. Jakarta:

EGC.

Jeremy N.(2001). Intestinal failure. Greenwich Medical media.

Lehnert T, Buhl K. (2004). Techniques of reconstruction after total gastrectomy for cancer. Br J

Surg

Lumonnga.(2008) . Invasi sel kanker. USU Respiratory.

Nettina S. (2000). Lippincot manual of nursing poractice. Philadelphia: Lippincott.

Ress, carol.(2004). Post gastrectomy: Managing the nutrition fall out. NY:Westhampton Beach

Sjamsuhidayat.(1997). Buku ajar ilmu bedah, Jakarta:EGC.

Sudoyo, Aru W. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, FK UI.

Wim de Jong.( 2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013

Yabro.(2005). Cancer Nursing Principle and process oncology nursing in the ambulatory

setting. Canada: Jones and Bartlet.

Pemberian nutrisi ..., Lidia Nafratilofa, FIK UI, 2013