pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada...
TRANSCRIPT
PEMBERIAN ZINC TERHADAP STATUS DEHIDRASI
PADA ASUHAN KEPERAWATAN
DIARE AKUT
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
PEMBERIAN ZINC TERHADAP STATUS DEHIDRASI
PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.A DENGAN
DIARE AKUT DI BANGSAL MELATI
RSUD KARANGANYAR
DI SUSUN OLEH
SUWARDI
NIM.P.13122
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN ZINC TERHADAP STATUS DEHIDRASI
DENGAN
MELATI
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
PEMBERIAN ZINC TERHADAP STATUS DEHIDRASI
PADA ASUHAN KEPERAWATAN
DIARE AKUT
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
i
PEMBERIAN ZINC TERHADAP STATUS DEHIDRASI
PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.A DENGAN
DIARE AKUT DI BANGSAL MELATI
RSUD KARANGANYAR
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH
SUWARDI
NIM.P.13122
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN ZINC TERHADAP STATUS DEHIDRASI
DENGAN
DI BANGSAL MELATI
Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : SUWARDI
NIM : P.13122
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : “ Pemberian Zinc Terhadap Status Dehidrasi pada
Asuhan Keperawatan An. A dengan Diare Akut
di Bangsal Melati Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar”
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 12 Mei 2016
Yang Membuat Pernyataan
SUWARDI
NIM. P.13122
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : SUWARDI
NIM : P.13122
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul :Pemberian Zinc Terhadap Status Dehidrasi pada Asuhan
Keperawatan An. A dengan Diare Akut di Bangsal Melati
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis
Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/Tanggal : Senin/ 30 Mei 2016
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ns. Meri Oktariani, M. Kep ( )
NIK. 200981037
Penguji I : Ns. Joko Kismanto, S. Kep ( )
NIK. 200670020
Penguji II : Ns. Meri Oktariani, M. Kep ( )
NIK. 200981037
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES Kusuma Husada
Ns. Meri Oktariani, M. Kep
NIK. 200981037
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Zinc Terhadap Status Dehidrasi pada
Asuhan Keperawatan An. A dengan Diare Akut di Bangsal Melati Rumah Sakit
Umum Daerah Karanganyar”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
dan dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan sarta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini, dan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Joko Kismanto S.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan sarta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
v
4. Ns. Anik Suprapti S.Kep, selaku pembimbing klinik yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan sarta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orangtuaku, yang selalu memberikan inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 12 Mei 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ....................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................viii
DARTAF GAMBAR .........................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................1
B. Tujuan Penulisan ...............................................................................5
C. Manfaat Penulisan .............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ...................................................................................7
1. Diare akut ...................................................................................7
2. Konsep Asuhan Keperawatan .....................................................14
3. Dehidrasi ....................................................................................29
4. Pemberian Zinc ...........................................................................35
B. Kerangka Teori .................................................................................38
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset .......................................................................39
B. Tempat dan Waktu ............................................................................39
C. Media atau Alat yang digunakan.......................................................39
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ...................................40
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset ........................................41
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien ...................................................................................42
B. Pengkajian ........................................................................................42
C. Perumusan masalah keperawatan .....................................................50
D. Perencanaan ......................................................................................52
E. Implementasi ....................................................................................53
vii
F. Evaluasi ............................................................................................59
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ........................................................................................65
B. Perumusan masalah keperawatan .....................................................75
C. Perencanaan ......................................................................................80
D. Implementasi ....................................................................................83
E. Evaluasi ............................................................................................86
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.......................................................................................90
B. Saran .................................................................................................92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
No. Kerangka Tabel Halaman
1. Tabel 2.1 Penurunan berat badan pada anak dehidrasi ......................17
2. Tabel 2.2 Klasifikasi dehidrasi ...........................................................30
3. Tabel 3.1 Prosedur pemberian zinc ....................................................40
4. Tabel 3.2 Alat ukur derajat dehidrasi .................................................41
ix
DAFTAR GAMBAR
No. Kerangka Gambar Halaman
1. Gambar 2.1 Kerangka Teori ..................................................................38
2. Gambar 4.1 Genogram ...........................................................................45
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran :
1. Asuhan Keperawatan
2. Lembar Obervasi
3. Log Book
4. Jurnal
5. Usulan Judul
6. Surat Pernyataan
7. Lembar Konsultasi
8. Format Pendelegasian
9. Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diare akut merupakan penyabab utama keadaan sakit pada anak-anak
balita. Diare akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-
tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agen infeksius dalam traktus
GI. Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran nafas atas (ISPA) atau saluran
kemih (ISK), terapi antibiotik atau pemberian obat pencahar (laksatif). Diare akut
biasanya sembuh sendiri (lama sakit kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa
terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi. Diare infeksius akut
(gastroenteritis infeksiosa) dapat disebabkan oleh virus bakteri dan parasit yang
patogen (Wong, 2008).
Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan
fungsi pencernaan, penyerapan dan sekresi. Diare disebabkan oleh transportasi air
dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih
500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh
kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare
serta dehidrasi (Sazawal dkk, 1996 dalam Wong, 2008). Di Indonesia, angka
kejadian diare akut diperkirakan masih sekitar 60 juta kejadian diare setiap
tahunnya dan angka kesakitan pada kelompok balita sekitar 200-400 kejadian
diare di antara 1000 penduduk setiap tahunnya dan 1-5% diantaranya berkembang
menjadi diare kronik (Soebagyo, 2008).
2
Jumlah kasus diare di Jawa Tengah pada tahun 2007 adalah sebanyak
2.978.985 penderita dengan indeks rata-rata (IR) 9,2%, sedangkan jumlah kasus
diare pada balita yaitu sebanyak 339.733 penderita dengan indeks rata-rata 16,4%.
Kasus diare pada balita masih tinggi dibanding golongan umur yang lainnya
(Riskesdas Jateng, 2007). Kota Surakarta merupakan salah satu dari 35 kota atau
kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kejadian diare di kota Surakarta pada tahun
2007 cukup tinggi yaitu sebanyak 7,06% dari total jumlah penduduk (Depkes RI,
2009).
Pada asuhan keperawatan diare akut terdapat beberapa diagnosa
keperawatan. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien diare
menurut Wilkinson (2007) adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan
dehidrasi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah dan intake cairan inadekuat, hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena
diare, resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan
terhadap patogen, ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stress.
Kekurangan volume cairan merupakan salah satu diagnosa yang akan muncul
pada anak dengan penyakit diare akut.
Anak dengan kekurangan volume cairan biasanya akan mengalami
dehidrasi akibat kehilangan banyak cairan karena frekuensi BAB yang berlabih
muntah. Intervnesi atau rencana keperawatan yang dapat dilakukan pada anak
dengan diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan adalah pantau tanda dan
gejala dehidrasi (kulit membran mukosa kering, kenaikan berat jenis urin tiap 4
3
jam, rasa haus), patau masukkan dan keluaran dengan cermat meliputi frekuensi,
warna, dan konsistensi, pantau ketidakseimbangan elektrolit (Natrium klorida,
Kalium),timbang berat badan setiap hari, monitor tanda- tanda vital (suhu, nadi)
setiap 4 jam, monitor pemeriksaaan laboratorium (elektrolit, berat jenis urin,
nitrogen urea darah), lakukan tindakan untuk mengurangi demam (ganti pakaian
katun dan kompres dingin), kolaborasi dengan dokter tentang rehidrasi terutama
untuk dehidrasi berat dan terdapatnya penyakit berat lainnya (Susilaningrum dkk,
2013). Selain itu WHO dan UNICEF merekomendasikan kebijakan terbaru
menenai penatalaksanaan daire pada anak, yaitu dengan menambahkan
suplementasi zinc (Zn) pada terapi rehidrasi oral tersebut (Ulfak dkk, 2010)
Suatu meta-analisis mengemukakan suplementasi zinc secara bermakna
menurunkan frekuensi, berat serta morbiditas diare akut (Anggarwal et al., 2006
dalam Huryamin dkk, 2012). Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang
penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan
menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare (Dipkes RI, 2011).
Kemampuan zinc untuk mencegah diare terkait dengan kemampuannya
meningkatkan sistim kekebalan tubuh. Zinc merupakan mineral penting bagi
tubuh. Lebih 300 enzim dalam tubuh yang bergantung pada zinc. Zinc juga
dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh, seperti kulit dan mukosa saluran cerna.
Semua yang berperan dalam fungsi imun, membutuhkan zinc. Jika zinc diberikan
pada anak yang sistim kekebalannya belum berkembang baik, dapat
meningkatkan sistim kekebalan dan melindungi anak dari penyakit infeksi. Itulah
sebabnya mengapa anak yang diberi zinc (diberikan sesuai dosis) selama 10 hari
4
berturut - turut berisiko lebih kecil untuk terkena penyakit infeksi, diare dan
pneumonia(Kemenkes RI, 2011).
Pada hasil penelitian menemukan ini menemukan bahwa zinc efektif
dalam mengatasi diare akut pada balita di salah satu puskesmas di Kalimantan
Barat, dengan cara mengurangi frekuensi defekasi dan memperpendek durasi
diare (Ulfah dkk, 2010). Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian zinc (Zn) pada anak
diare dengan lama rawat inap di Rumah Sakit PKU Muahmmadiyah Surakarta
berdasarkan pada hasil uji analisis Chi-square dengan nilai p sebesar 0,003
(p<0,05) dan dari Rasio Prevalensi (RP) = 4,405 (interval kepercayaan 95%
1,578-12,301) yang berarti bahwa pemberian zinc merupakan faktor risiko dari
cepatnya lama rawat inap pasien diare (Huryamin dkk, 2012).
Penyakit diare benyak ditemukan di rumah sakit umum daerah
Karanganyar. Hanya beberapa data yang dapat ditemukan di bulan Desember
tahun 2015 terdapat pasien sebanyak 33 anak yang rawat inap. Dan pada tahun
2016 tercatat pada bulan Januari sampai tanggal 17 Januari 2016 terdapat 17
pasien yang rawat inap dengan diare.
Berdasarkan observasi penulis di ruang melati RSUD Karanganyar pada
bulan januari tangaal 4 Januari 2016 sampai tanggal 17 Januari 2016 terdapat 17
pasien diare yang rawat inap. Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 6
Januari 2016 dan hasil yang didapatkan beberapa pasien dengan diare yang
mengalami dehidrasi ringan sampai sedang dan hanya dehidrasi berat yang
mendapatkan terapi zinc dari dokter.
5
Dari hal di atas tersebut memperlihatkan adanya suatu kasus yaitu kejadian
diare akut pada anak yang terjadi karena peningkatan dan perubahan tiba-tiba
frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus GI,
sehingga dapat menyebabkan kehilangan cairan dan meyebabkan dehidrasi. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemberian zinc
terhadap status dehidrasi pada pasien dengan diare akut di RSUD Karanganyar.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada An.
A dengan diare di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada An. A dengan
diare akut di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. A dengan
diare akut di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada An. A dengan diare akut di
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada An. A dengan diare akut
di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada An. A dengan diare akut di
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
6
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian zinc terhadap status
dehidrasi pada An. A dengan diare akut di Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar.
C. Manfaat penulisan
1. Bagi Institusi Rumah Sakit
Dapat memberikan informasi tentang asuhan keperawatan pasien dengan
pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada pasien diare, khususnya pada
pasien diare akut, sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan lebih baik pada pasien diare. Perawat mampu bersikap
profesional dalam memberikan asuhan keperawatan pemberian zinc terhadap
status dehidrasi pada pasien diare.
2. Bagi institusi pendidikan
Sebagai informasi kepada mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada
pasien diare, sehingga dapat memberikan gambaran tentang penatalaksanaan
pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada pasien diare.
3. Bagi pasien
Sebagai salah satu tindakan keperawatan kepada pasien dengen pemberian
zinc terhadap status dehidrasi pada pasien diare.
4. Bagi penulis
Mengetahui informasi serta mampu menerapkan asuhan keperawatan tentang
pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada pasien diare.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan teori
1. Diare Akut
a. Definisi
Perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat
kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari)
dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam
dan berlangsung kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi,
hingga usia 4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya
cair atau lembek masih dianggap normal selama tumbuh kembangnya
baik (Cristanto dkk, 2014).
b. Etiologi
1) Infeksi : virus (rotavirus, adenovirus, norwalk), bakteri (shigella
sp., salmonella sp., E. coli, vibrio sp.), parasit (protozoa: E,
hystolytica, G. Lamblia, blantidium coli: cacing; ascaris sp.,
trichuris sp., strongylodies sp ; jamur : candida sp.), infeksi ekstra
usus (otitis media akut, infeksi saluran kemih, pneumonia).
Terbanyak disebabkan rotavirus (20-40%).
2) Alergi makanan : alergi susu sapi, protein kedelai, alergi multipel.
3) Malabsorbsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak dan protein.
8
4) Keracunan makanan (misalnya makanan kaleng akibat Botulinum
sp.).
5) Lain-lain : obat-obatan (antibiotik atau obat lainnya), kelainan
anatomi (Cristanto dkk, 2014).
c. Klasifikasi
Klasifikasi diare pada anak menurut Wong (2008) berdasarkan derajat
dehidrasi.
1) Dehidrasi berat
Apabila kehilangan cairan >10% berat badan dengan gambaran
klinik/ tanda-tanda kondisi umun lemah, latergis/ tidak sadar,
ubun-ubun besar, mata sangat cekung, malas minum/ tidak dapat
minum, cubitan perut kembali sangat lambat (>=2 detik).
2) Dehidrasi ringan-sedang
Apabila kehilangan cairan 5-10% berat badan dengan gambaran
klinik/ tanda-tanda rewel, gelisah, cengeng, ubun-ubun besar, mata
sedikit cekung, tampak kehausan, cubitan perut kembali lambat.
3) Tanpa dehidrasi
Apabila kehilangan cairan >5% berat badan.
d. Manifestasi Klinis
Pasien yang menderita gastroenteritis, mula-mula pasien
cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada kemungkinan timbul diare. Tinja cair mungkin disertai lendir
atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama makin kehijau-hijauan
9
karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul
lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai
akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
diapsorpsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul setelah
atau sebelum diare dan dapat disebabkan karena lambung turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor
berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi),
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Ngastiyah,
2005).
Frekuensi BAB (buang air besar) pada bayi lebih dari 3 kali
sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari, bentuk cair pada
buang air besarnya kadang-kadang disertai lendir dan darah, nafsu
makan menurun, warnanya lama kelamaan menjadi kehijauan karena
bercampur empedu, muntah, rasa haus, malaise, adanya lecet pada
daerah sekitar anus, feses bersifat banyak asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak dapat diserap usus, adanya tanda dehidrasi,
kemudian dapat terjadi diuresis yang berkurang (oliguria sampai
dengan anuria) atau sampai dengan terjadi asidosis metabolic seperti
tampak pucat dengan pernafasan (Hidayat, 2006).
10
e. Patofisiologi
Diare akut pada anak umumnya disebabkan oleh virus tapi
etiologi lainnya seperti bakteri, dan bakteri mungkin menjadi penyebab
terjadinya diare. Virus melukai lapisan penyerapan sel vili
menyebabkan penurunan proses penyerapan dan defisiensi disakarida
(Ricci & Kyle, 2009). Bakteri menghasilkan cedera usus dengan secara
langsung menginvasi mukosa usus, merusak lapisan permukaan vili
atau melepaskan racun (toksin). Diare akut dapat menghasilkan
pengeluaran darah ataupun tidak. Diare juga dapat terkait dengan
penggunaan antibiotik dalam waktu yang lama atau dosis yang tinggi
sehingga membunuh flora normal yang ada di usus.
Hockenberry dan Wilson (2010 dalam Novianti, 2010)
merangkum patofisiologi diare menjadi tiga mekanisme berbeda.
Invasi mikroorganisme patogen ke dalam saluran pencernaan
menyebabkan diare melalui, yaitu (1) produksi enterotoksin yang
menstimukasi sekresi air dan elektrolit, (2) invasi serta destruksi sel-sel
eptitel usus, dan (3) inflamasi lokal serta invasi sitemik oleh
mikroorganisme tersebut.
Patogen merusak sel mukosa vili di usus kecil menyebabkan
cedera permukaan dan penurunan kapasitas absorbsi air dan elektrolit.
Patogen juga memasuki mukosa dan submukosa usus menyebabkan
kerusakan sel, nekrosis, dan ulserasi. Enterotoksin yang dihasilkan
patogen bakteri menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel
11
sekresi primer di usus kecil. Aksi dari enterotoksin juga mempengaruhi
fungsi absorbsi dari daerajat permukaan usus kecil. Akibatnya,
terjadilah ketidakseimbangan sekresi cairan dan elektrolit dan
termanifestasikan dengan peningkatan frekuensi bab. Diare dengan
proses demikian dapat mengarahkan penderita mengalami dehidrasi
dan asidosis metabolik (Pott and Mandleco dalam Novanti, 2010). Jika
kondisi dehidrasi dan asidosis metabolik tidak tertangani, maka
kejadian syok hipovolemik tidak terelakkan. Kondisi tersebut
mengancam jiwa penderita.
f. Pemeriksaan penunjang
1) Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan.
2) Kultur tinja.
3) Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinine, dan glukosa.
4) Pemeriksaan tinja; pH, leukosit, glukosa, dan adanya darah
(Suryadi dan Yuliani, 2006).
g. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi berbagai macam komplikasi seperti:
1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau
hipertonik).
2) Renjatan hipovolemik.
3) Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram).
12
4) Hipoglikemia.
5) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim
lactase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
6) Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
7) Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah
penderita juga mengalami kelaparan (Susilaningrum dkk, 2013).
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut antara lain :
1) Rehidrasi
Bila pasien umum dalam keadaan baik tidak dehidrasi,
asupan cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan,
sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang
banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti cairan
intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung
elektrolit dan gula atau strach harus diberikan. Terapi rehidrasi oral
murah, efektif, dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan
oral antara lain; pedialit, oralit dll cairan infus a.l ringer laktat dll.
Cairan diberikan 50 – 200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan
dan status hidrasi.
2) Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-
muntah hebat. Pasien dianjurkan justru minuman sari buah, teh,
minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang,
13
nasi, keripik dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya
defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan
bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari karena
dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
3) Obat antidiare
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala yang paling
efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin
dan tinkur opium. Loperamide paling disukai karena tidak adiktif
dan memiliki efek samping paling kecil, Bismuth subsalisilat
merupakan obat lain yang dapat digunakan tetapi kontraindikasi
pada pasien HIV karena dapat menimbulkan enselofati bismuth.
Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-hati pada pasien
disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella) bila tanpa disertai
mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit, obat
yang mengeraskan tinja; atapulgite 4 x 2 tab perhari, smectite 3 x 1
saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti obat
anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrase 3 x 1 tab perhari.
4) Obat antimikroba
Pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien.
Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga
mengalami infeksi bakteri invasif, diare turis traveler’s diarrhea)
atau imunosupresif (Setiawan, 2006).
14
2. Konsep Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar pertama atau langkah awal dari
proses keperawatan secara keseluruhan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi data dan mengidentifikasi status kesehatan
pasien. Pada tahap ini semua data dan informasi tentang klien yang
dibutuhkan, dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa
keperawatan. Tujuan dari pengkajian adalah untuk mengumpulkan
data, menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan
(Gunawan, 2009). Adapun langkah-langkah dalam pengkajian adalah
sebagai berikut :
1) Identitas pasien/ biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin,
tanggal lahir, umur tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang
tua, pekerjaan orang tua, penghasilan. Untuk umur pada pasien
diare akut, sebagian besar adalah anak dibawah dua tahun.
Insiden paling tinggi umur 6-11 bulan karena pada saat ini mulai
diberikan makanan pendamping. Kejadian diare akut pada anak
laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.
2) Keluhan utama
Buang air besar (BAB) lebih tiga kali sehari. BAB kurang
dari empat kali dengan konsistensi cair (diare tanpa dehidrasi).
15
BAB 4-10 kali dengan konsistensi cair (dehidrasi ringan/sedang)
BAB lebih dari 10 kali (dehidrasi berat). Bila diare berlangsung
kurang dari 14 hari adalah diare akut. Bila berlangsung 14 hari
atau lebih adalah diare presisten.
3) Riwayat penyakit sekarang
a) Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan
mungkin meningkat. Nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemungkinan timbul diare.
b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir darah.
Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur
empedu.
c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering
defekasi dan sifatnya makin lama makin asam.
d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e) Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
gejala dehidrasi mulai tampak.
f) Diuresis, yaitu terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila
terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi.
Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak
ada urin dalam waktu enam jam (dehidrasi berat).
4) Riwayat penyakit dahulu
Yang perlu ditanyakan yaitu riwayat penyakit yang pernah
di derita oleh anak maupun keluarga dalam hal ini orang tua.
16
Apakah dalam keluarga pernah mempunyai riwayat penyakit
keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus
dirawat di rumah sakit.
5) Riwayat kesehatan
a) Riwayat imunisasi terutama anak yang belum imunisasi
campak. Diare lebih sering terjadi dan berakibat berat pada
anak-anak dengan campak atau yang menderita campak
dalam empat minggu terakhir, yaitu akibat penurunan
kekebalan pada pasien.
b) Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan
(antibiotik) karena faktor ini salah satu kemungkinan
penyebab diare.
c) Riwayat penyakit yang serung pada anak di bawah dua tahun
biasanya batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi
sebelum, selama, atau setelah diare, seperti OMA, tonsilitis,
faringitis, bronko pneumonia, ensefalitis.
6) Riwayat nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum sakit diare meliputi hal
sebagai berikut.
a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat
mengurangi risiko diare dan infeksi yang serius.
17
b) Pemberian susu formula, apakah menggunakan air masak,
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak
bersih akan mudah terjadi pencemaran.
c) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak
merasa haus (minum biasa), pada dehidrasi ringan/sedang
anak merasa haus, ingin minum banyak, sedangkan pada
dehidrasi berat anak malas minum atau tidak bisa minum.
7) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum klien
Pada anak terdapat keluhan dan kelainan-kelainan yang
perlu mendukung perlu dikaji adanya tanda-tanda dehidrasi
seperi mata cekung, ubun-ubun besar, mukosa bibir kering,
dan turgor kulit berkurang keelastisannya, kemudaian
ditanyakan frekuensi BAB, adanya nyari atau disentri
abdomen, demam dan terjadinya penurunan berat badan
(Gunawan, 2009).
b) Berat badan
Anak yang diare dengan dehidrasi biasanya mengalami
penurunan berat badan sebagai berikut.
Tabel 2.1
Penurunan berat badan anak dengan dehidrasi
Tingkat Dehidrasi
Kehilangan Berat Badan
Bayi Anak Besar
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang 5-10%(50-100
ml/kg)
6% (60 ml/kg)
18
Dehidrasi berat 10-15%(100-150
ml/kg)
9% (90ml/kg)
Sumber : (Susilanigrum, 2013)
Presentase penurunan berat badan tersebut dapat
diperkirakan saat anak dirawat di rumah sakit. Sedangkan
di puskesmas/ fasilitas pelayanan dasar dapat digunakan
pedoman MTBS (2008).
c) Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, kita dapat
melakukan pemeriksaan turgor, yaitu dengan cara mencubit
daerah perut dengan kedua ujung jari (bukan kedua kuku).
Turgor kembali cepat kurang dari 2 detik berarti diare tanpa
dehidrasi. Turgor kulit kembali lambat bila cubutan kembali
dalam waktu 2 detik dan ini berarti diare dengan dehidrasi
ringan/sedang. Turgor kulit kembali sangat lambat bila
cubitan kembali lebih dari 2 detik dan ini termasuk diare
dengan dehidrasi berat.
d) Kepala
Anak di bawah 2 tahun mengalami dehidrasi, ubun ubunnya
biasanya cekung.
e) Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak mata
normal. Bila dehidrasi ringan/sedang, kelopak mata cekung
19
(cowong). Sedangkan dehidrasi berat, kelopak mata sangat
cekung.
f) Mulut dan lidah
(1) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi).
(2) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang).
(3) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat).
g) Abdomen kemungkinan distensi, kram, bising usus
meningkat.
h) Anus
Adakah iritasi pada anus (Susilaningrum, 2013).
8) Pola Fungsional Kesehatan
Pola fungsional kesehatan dapat dikaji melalui pola
Gordon dimana pendekatan ini memungkinkan perawat untuk
mengumpulkan data sacara sistematis dengan cara mengevaluasi
pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada
masalah khusus, Model konsep & tipologi pola kesehatan
fungsional menurut gordon :
a) Pola persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan
penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan,
kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktik
kesehatan.
20
b) Pola Nurtisi dan Metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan
elektrolit. Nafsu makan, pola makan, diet, fluktasi BB
dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah,
kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/ penyembuhan kulit,
makanan kesukaan.
c) Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih dan
kulit, kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi,
masalah miksi (oliguri, diuri, dll), penggunaan kateter,
frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses,
pola input cairan, infeksi saluran kemih, masalah bau badan,
perspirasi berlebih, dan lain-lain.
d) Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi
pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya latihan/ gerak dalam
keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan
berhubungan satu sama lain. Kemampuan klien dalam
menata diri apabila tingkat kemampuan 0 : mandiri, 1 :
dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang
lain dan alat, 4: tergantung dalam melakukan ADL,
kekuatan otot dan Range Of Motion, riwayat penyakit
21
jantung, frekuensi, irama dan kedalaman nafas, bunyi nafas
riwayat penyakit paru.
e) Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan sensori dan kognitif. Pola persepsi
sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan,
pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya
terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya
mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap
peristiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan
kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan
nama (orang atau benda yang lain). Tingkat pendidikan,
persepsi nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untuk
mengikuti, menilai nyeri skala 0-10, pemakaian alat bantu
dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau fungsinya,
tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan
penglihatan, pendengaran, persepsi sensori (nyeri),
penciuman, dan lain-lain.
f) Pola Istirahat dan Tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi
tentang energi. Jumlah jam tidur pada siang dan malam,
insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh
letih.
22
g) Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan
persepsi terhadap kemampuan. Kemempuan konsep diri
antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan
ideal diri sendiri. Manusia sebagai sistem terbuka dimana
keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan
lingkungannya. Disamping sebagai sistem terbuka, manusia
juga sebagai makhluk bio-psiko-sosial-kultural spiritual dan
dalam pandangan holistic. Adanya kecemasan, ketakutan
atau penilaian terhadap diri, dampak sakit terhadap diri,
kontak mata, asetif atau passive, isyarat non verbal, ekspresi
wajah, merasa tak berdaya, gugup/ rileks.
h) Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan megetahui hubungan dan peran
klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat
tinggal klien. Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah,
tingkah laku yang passive/ agresif terhadap orang lain,
masalah keuangan, dan lain-lain.
i) Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual
atau dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap
seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan marnae sendiri,
riwayat penyakit hubungan sex, pemerikasaan genital.
23
j) Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stress)
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress
dan penggunaan sistem pendukung. Penggunaan obat untuk
menanganai stress, interaksi dengan orang terdekat,
menangis, kontak mata, metode koping yang biasa
digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress.
k) Pola Keyakinan dan Nilai
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai,
keyakinan termasuk spiritual. Menerangkan sikap dan
keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan dan
budaya, berbagi dengan orang lain, bukti melaksanakan
nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan
pantangan dalam agama selama sakit (Winugroho, 2008).
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan singkat, jelas dan pasti
tentang masalah klien yang nyata/potensial serta penyebabnya dapat
dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan (Dermawan,
2012).Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
gastroenteritis menurut Wilkinson (2007) yaitu:
a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah dan intake cairan inadekuat.
24
c) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi.
d) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal
karena diare.
e) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan
lingkungan terhadap patogen.
f) Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stress.
c. Fokus Intervensi
a) Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan dehidrasi
(1) Kriteria hasil :
(a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan
BB, BJ urine normal, HT normal.
(b) Tekanan darah, nadi suhu tubuh dalam batas normal.
(c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit
baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebih.
(2) Intervensi :
(a) Timbang popok/ pembalut jika diperlukan.
(b) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
(c) Monitor status hidrasi (kelembaban mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik).
(d) Monitor vital sign.
(e) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake
kalori harian.
25
(f) Kolaborasi pemberian cairan IV.
(g) Monitor status nutrisi.
(h) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
(i) Atur kemungkinan transfusi.
(j) Persiapan untuk transfusi.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah dan intake inadekuat.
(1) Kriteria hasil :
(a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
(b) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
(c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
(d) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
(e) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan
menelan.
(f) Tidak terjadi penurunan berat badan.
(2) Intervensi
(a) Monitor adanya alergi makanan.
(b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
(c) Anjurkan pasien untuk meningkaan intake Fe.
(d) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin C.
(e) Berikan substansi gula.
26
(f) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi.
(g) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
(h) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
(i) Monitor adanya penuruna berat badan.
(j) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi.
(k) Monitor kalori dan intake nutrisi.
c) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi.
(1) Kriteria hasil :
(a) Suhu tubuh dalam rentan normal.
(b) Nadi dan pernafasan dalam rentan normal.
(c) Tidak ada perubahan warna kulit.
(2) Intervensi :
(a) Mengobservasi kenaikan suhu tubuh dan perubahan
yang menyertai.
(b) Beri kompres hangat pada daerah dahi, aksila dan lipat
paha.
(c) Monitor tanda-tanda vital.
(d) Anjurkan untuk minum yang cukup.
(e) Anjurkan untuk menggunakan pakaian tipit dan
menyerap keringat.
(f) Monitor WBC, Hb, dan Hct.
27
(g) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
atipiretik.
d) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal
karena diare.
(1) Kriteria hasil:
(a) Perfusi jaringan normal.
(b) Tidak ada tanda-tanda infeksi.
(c) Ketebalan dan tekstur jaringan normal.
(d) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya cidera berulang.
(e) Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
(2) Intervensi :
(a) Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.
(b) Monitor kulit akan adanya kemerahan.
(c) Pajankan dengan ringan kulit utuh yang kemerahan
pada udara jika mungkin.
(d) Hindari menggunakan tissue basah yang dijual bebas
yang mengandung alkohol pada kulit yang teriritasi.
(e) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat
berupa salep pelindung pada kulit.
(f) Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
(g) Kolaborasi dengan ahli gizi diet TKTP (tinggi kalori
tinggi protein).
28
e) Risiko infeksi berhubungan dengan port de entre
mikroorganisme patogen.
(1) Kriteria hasil :
(a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
(b) Nurtisi adekuat.
(c) Mendapatkan imunisasi yang tepat.
(d) Nadi dan suhu dalam rentan yang normal.
(2) Intervensi :
(a) Pertahankan cuci tangan yang benar.
(b) Pakaikan popok dengan tepat.
(c) Gunakan popok sekali pakai.
(d) Ajarkan anak, bila mungkin tindakan perlindaungan
diri misalnya cuci tangan setelah menggunakan toilet.
(e) Anjurkan keluarga dan pengunjung dalam praktik
isolasi khususnya mencuci tangan.
f) Ansietas berhubungan dengan terjadinya hospitalisasi.
(1) Kriteria hasil :
(a) Pasien tidak cemasa atau gelisah.
(b) Pasien dapat istirahat atau tidur.
(c) Pasien dapat merencanakan strategi kooping untuk
situasi-situasi yang membuat stress.
(d) Mampu mempertahankan penampilan peran.
(e) Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori.
29
(f) Tidak ada kecemasan secara fisik.
(2) Intervensi
(a) Mengobservasi tingkat kecemasan.
(b) Pertahankan kontak sering dengan orang tua, selalu
sedia untuk mendengarkan dan bicara bila dibutuhkan.
(c) Identifikasi cara-cara dimana pasien mendapat bantuan
jika dibutuhkan.
(d) Berikan informasi yang sesuai kebutuhan dan jika
diminta oleh pasien atau orang terdekat.
(e) Beri stimulasi sensori dan pengalihan yang sesuai
dengan tingkat perkembangan anak dan komdisinya
(Nurarif dan Kusuma, 2012).
3. Dehidrasi
a. Definisi
Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan keseimbangan
cairan yang negatif atau terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai
jenis penyakit (Huang et al, 2009). Dehidrasi terjadi karena kehilangan
air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input) (Suraatmaja,
2010). Cairan yang keluar biasanya disertai dengan elektrolit (Latief,
dkk 2005).
Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan
turun, kulit bibir dan lidah kering, saliva menjadi kental. Turgor kulit
30
dan tonus berkurang, anak menjadi apatis, gelisah kadang-kadang
disertai kejang. Akhirnya timbul gejala asidosis dan renjatan dengan
nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah, tekanan darah
menurun, kesadaran menurun, dan pernapasan kussmaul (Latief, dkk,
2005).
b. Klasifikasi Dehidrasi
1) Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat
dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat seperti pada
tabel di bawah ini:
Tabel 2.2
Klasifikasi dehidrasi
Gejala/tanda Ringan (3-5%) Sedang (6-9%) Berat (10 %
lebih)
Tingkat
kesadaran
Sadar Letargi Tidak sadar
Pengisian
kembali
kapiler
2 detik 2-4 detik Lebih dari 4
detik
Membran
mukosa
Normal Kering Sangat kering
Denyut
jantung
Sedikit
meningkat
Meningkat Sangat
meningkat
Laju
pernapasan
Normal Meningkat Meningkat dan
hiperapnea
Tekanan
darah
Normal Normal,
ortostik
Menurun
Denyut nadi Normal Cepat dan
lemah
Sangat lemah/
samar atau
tidak teraba
Turgor kulit Kembali
normal
Kembali
lambat
Tidak segera
kembali
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Keluaran urin Menurun Oliguria Anuria
Sumber : (Huang et al, 2009)
31
2) Berdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi
menjadi :
a) Dehidrasi Hiponatremik atau Hipotonik
Dehidrasi hiponatremik merupakan kehilangan natrium
yang relatif lebih besar daripada air, dengan kadar natrium
kurang dari 130 mEq/L. Apabila terdapat kadar natrium serum
kurang dari 120 mEq/L, maka akan terjadi edema serebral
dengan segala akibatnya, seperti apatis, anoreksia, nausea,
muntah, agitasi, gangguan kesadaran, kejang dan koma (Garna,
dkk, 2000).
b) Dehidrasi Isonatremi atau Isotonik
Dehidrasi isonatremik (isotonik) terjadi ketika hilangnya
cairan sama dengan konsentrasi natrium dalam darah.
Kehilangan natrium dan air adalah sama jumlahnya/besarnya
dalam kompartemen cairan ekstravaskular maupun
intravaskular. Kadar natrium pada dehidrasi isonatremik 130-
150 mEq/L (Huang et al, 2009). Tidak ada perubahan
konsentrasi elektrolit darah pada dehidrasi isonatremik (Latief,
dkk, 2005).
c) Dehidrasi Hipernatremik atau Hipertonik
Dehidrasi hipernatremik (hipertonik) terjadi ketika cairan
yang hilang mengandung lebih sedikit natrium daripada darah
(kehilangan cairan hipotonik), kadar natrium serum > 150
32
mEq/L. Kehilangan natrium serum lebih sedikit daripada air,
karena natrium serum tinggi, cairan di ekstravaskular pindah ke
intravaskular meminimalisir penurunan volume intravaskular
(Huang et al, 2009). Dehidrasi hipertonik dapat terjadi karena
pemasukan (intake) elektrolit lebih banyak daripada air (Dell,
1973 dalam Suharyono, 2008). Cairan rehidrasi oral yang
pekat, susu formula pekat, larutan gula garam yang tidak tepat
takar merupakan faktor resiko yang cukup kuat terhadap
kejadian hipernatremia (Segeren dkk, 2005). Terapi cairan
untuk dehidrasi hipernatremik dapat sukar karena
hiperosmolalitas berat dapat mengakibatkan kerusakan
serebrum dengan perdarahan dan trombosis serebral luas, serta
efusi subdural. Jejas serebri ini dapat mengakibatkan defisit
neurologis menetap.
c. Penatalaksanaan
Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah
mengganti cairan yang hilang dan mengembalikan keseimbangan
elektrolit, sehingga keseimbangan hemodinamik kembali tercapai.
Selain pertimbangan derajat dehidrasi, penanganan juga ditujukan
untuk mengoreksi status osmolaritas pasien. Terapi farmakologis
dengan loperamide, antikolinergik, bismuth subsalicylate, dan
adsorben, tidak direkomendasikan terutama pada anak, karena selain
dipertanyakan efektivitasnya, juga berpotensi menimbulkan berbagai
33
efek samping. Pada dehidrasi karena muntah hebat, ondansetron efektif
membantu asupan cairan melalui oral dan ondansetron efektif
membantu asupan cairan melalui oral dan mengatasi kedaruratan.
Pemberian makan segera saat asupan oral memungkinkan pada anak-
anak yang dehidrasi karena diare, dapat mempersingkat durasi diare.
Susu tidak perlu diencerkan, pemberian ASI jangan dihentikan.
Disarankan memberikan makanan tergolong karbohidrat kompleks,
buah, sayur dan daging rendah lemak. Makanan berlemak dan jenis
karbohidrat simpel sebaiknya dihindari. WHO sejak tahun 2004 juga
telah menambahkan zinc dalam panduan terapi diare pada anak (WHO,
2005).
d. Diagnosa keperawatan tentang dehidrasi
Diagnosa keperawatan yang muncul pada dehidrasi adalah
Kekurangan volume cairan. Kekurangan volume cairan adalah
penurunan cairan intravaskuler, interstisial dan atau intraseluler. Ini
mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan tanpa perubahan pada
natrium. Batasan karakteristik dari kekurangan volume cairan adalah
perubahan status mental, penurunan tekanan darah, penurunan tekanan
nadi, penurunan turgor kulit, penurunan haluaran urine, penurunan
pengisian vena, membran mukosa kering, kulit kering, peningkatan
hematokrit, peningkatan suhu tubuh, peningkatan frekuensi nadi,
peningkatan konsentrasi urine, penurunan berat badan, haus,
kelemahan (Herdman, 2012).
34
e. Mekanisme terjadinya dehidrasi
Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjadi
pada berbagai keadaan dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu
berkaitan dengan kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau di luar
ginjal. Penyebab tersering kekurangan volume cairan yang juga sering
terjadi adalah tersimpannya cairan pada cidera jaringan luka, luka
bakar berat, peritonitis / obstruksi saluran cerna. Terkumpulnya cairan
di dalam ruang non ECF dan non ECF. Pada prinsipnya cairan menjadi
terperangkap dan tidak dapat dipakai oleh tubuh. Penumpukkan
volume cairan yang cepat dan banyak pada ruang-ruang seperti berada
dari volume ECF sehingga dapat mengurangi volume sirkulasi darah
efektif.
Perdarahan, muntah, diare, keringat adalah cairan hipotonik
yang terdiri dari ari, Na (30-70 m Eg/l) dan klorida. Selama latihan
berat pada lingkungan yang panas, bisa terjadi kehilagnan 1 L
keringat/ jam. Sehingga dapat menyebabkan kekurangan volume jika
asupannya tidak mencukupi. Jumlah besar cairan dapat hilang melalui
kulit karena penguapan jika luka bakar dirawat dengan metode
terbuka. Kehilangan Na dan air melalui ginjal tanpa adanya penyakit
ginjal terjadi pada 3 keadaan yang paling sering adalah pemakaian
diuretik yang berlebihan, terutama tiazid atau diuretik sampai yang
kuat seperti furosemid. Diuresis osmotik obligatorik juga sering
menyebabkan kehilangan Na dan air yang terjadi selama glikosuria
35
pada DM yang tidak terkontrol atau koma hipermosmolar non ketonik
pada kasus pemberian makanan tinggi protein secara enternal atau
parenteral dapat terbentuk urea dalam jumlah besar yang bisa
bertindak sebagai agen osmotik (Tarwoto, 2006).
4. Pemberian Zinc
a. Definisi
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan
mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare (Kemenkes RI, 2011).
b. Manfaat pengobatan zinc pada anak yang terkena diare
Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya.
Pemberian Zinc mampu menggantikan kandungan Zinc alami tubuh
yang hilang tersebut dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga
meningkatkan sistim kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko
terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare.
Berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18 tahun, manfaat zinc
sebagai pengobatan diare adalah mengurangi :1) Prevalensi diare
sebesar 34%; (2) Insidens pneumonia sebesar 26%; (3) Durasi diare
36
akut sebesar 20%; (4) Durasi diare persisten sebesar 24%, hingga; (5)
Kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebesar 42%.
c. Mekanisme kerja Zinc
Zinc mempengaruhi berbagai aspek dari sistem kekebalan tubuh.
zinc sangat penting untuk perkembangan dan fungsi kekebalan sel-
mediasi bawaan, neutrofil, dan natural killer. Makrofag dan produksi
sitokin semua dipengaruhi oleh defisiensi zinc. Pertumbuhan dan
fungsi T dan sel B juga terkena dampak negatif akibat kekurangan
zinc.
Defisiensi zinc mempengaruhi timulin di timus sebagai kofaktor
dan berada di dalam plasma.Sel T dihasilkan dalam timus, dimana
fungsi sel T digunakan untuk memanggil leukosit ke tempat terjadinya
infeksi, sebagai contoh kemotaksis sel-sel polimorfonuklear dan
mendorong adesi sel-sel meilomonositik. Dengan aktivasi sel T helper
2 akan memicu sitokin untuk melakukan proliferasi sel B untuk
menjadi TNF- α dan antibodi, antibodi yang diproduksi berupa
imunoglobulin, seperti IgA yang terdapat pada interstitium, saliva,
lapisan mukosa dan saluran pencernaan untuk mencegah infeksi oleh
antigen (Prasad, 2009). Zinc menstabilkan struktur membran dan
memodifikasi fungsi membran dengan cara berinteraksi dengan
oksigen, nitrogen dan ligan sulfur makromolekul hidrofilik serta
aktivitas antioksidan. Zinc melindungi membran dari efek agen
37
infeksius dan dari peroksidasi lemak dengan meningkatkan
pembentukan immunoglobulin A sekretori (Wapnir, 2000).
d. Cara Pemberian Obat Zinc
1) Pastikan semua anak yang menderita diare mendapat obat Zinc
selama 10 hari berturut-turut.
2) Larutkan tablet dalam 1 sendok air minum atau ASI (tablet mudah
larut kira-kira 30 detik, segera berikan ke anak).
3) Dosis pemberian Zinc pada balita:
a) Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
b) Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah
berhenti. Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1
sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada
anak diare (Kemenkes RI, 2011).
4) Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat
Zinc, ulangi pemberian dengan cara potong lebih kecil dilarutkan
beberapa kali hingga 1 dosis penuh.
5) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus,
tetap berikan obat Zinc segera setelah anak bisa minum atau
makan.
38
B. KERANGKA TEORI
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber : (Cristanto, 2014; Wong, 2008; Wilkinson, 2007)
Perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air di
dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari) dengan peningkatan
frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung
kurnag dari 14 hari (Cristanto dkk, 2014).
Infeksi (virus, bakteri, jamur), alergi
makanan, malabsorbsi, keracunan
makanan, lain-lain : obat-obatan
(antibiotik atau obat lainnya), kelainan
anatomi.
Kekurangan
volume
cairan
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
b.d mual muntah
dan intake cairan
inadakuat.
Hipertermi
behubungan
dengan
dehidrasi.
Kerusakan
integritas kulit
b.d iritasi rectal
karena diare.
Resiko infeksi
b.d peningkatan
paparan
lingkungan
terhadap
patogen.
Ansietas
berhubungan
dengan
hospitalisasi
dan stress
Dehidrasi
Pemberian Zinc Efek samping :
Muntah
Tanda dan gejala :
diare, muntah,
anoreksia, panas.
lemas
39
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek dari aplikasi riset ini adalah pasien balita yang mengalami diare
akut di bangsal Melati Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
B. Tempat dan Waktu
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di bangsal Melati Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar.
2. Waktu
Pemberian zinc diberikan selama 10-14 hari pada pasien diare akut.
C. Media atau alat yang digunakan
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan yaitu :
1. Suplemen zinc
2. Alat ukur derajat dehidrasi
40
D. Prosedur tindakan
Prosedur tindakan yang dapat dilakukan dalam pemberian Suplemen zinc
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Prosedur Pemberian Zinc
No Tindakan Yang Dilakukan
A. Fase Orientasi
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan
4. Menjelaskan prosedur
5. Melakukan verifikasi program pengobatan klien
6. Menanyakan kesiapan pasien
B. Fase Kerja
1. Mencuci tangan
2. Mendekatkan alat dan bahan
3. Memberikan suplementasi Zinc
4. Membereskan alat
Fase Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Menyampaikan rencana tindak lanjut
3. Berpamitan
Sumber : (Kemenkes RI, 2011)
41
E. Alat ukur evaluasi
Alat ukur evaluasi dilakukan dengan cara observasi tanda dan gejala dari
dehidrasi ringan, sedang dan berat, seperti pada tabel di baewah ini :
Tabel 3.2
Alat ukur derajat dehidrasi
Gejala/tanda Ringan (3-5%) Sedang (6-9%) Berat (10 %
lebih)
Tingkat
kesadaran
Sadar Letargi Tidak sadar
Pengisian
kembali kapiler
2 detik 2-4 detik Lebih dari 4
detik
Membran
mukosa
Normal Kering Sangat kering
Denyut
jantung Sedikit
meningkat
Meningkat Sangat
meningkat
Laju
pernapasan
Normal Meningkat Meningkat dan
hiperapnea
Tekanan darah Normal Normal, ortostik Menurun
Denyut nadi Normal Cepat dan lemah Sangat lemah/
samar atau tidak
teraba
Turgor kulit Kembali normal Kembali lambat Tidak segera
kembali
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Keluaran urin Menurun Oliguria Anuria
Sumber : (Huang et al, 2009)
42
BAB IV
LAPORAN KASUS
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang pengelolaan asuhan keperawatan
yang dilakukan pada An. A di ruang melati Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar pada tanggal 06 – 08 Januari 2016. Pengelolaan asuhan keperawatan
dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi,
evaluasi.
A. Identitas Klien
Pengkajian dilakukan pada hari rabu 06 Januari 2016 pukul 08.00
WIB di ruang melati RSUD Karanganyar. Hasil pengkajian tersebut
didapatkan data identitas pasien, pasien bernama An. A, tanggal lahir 13
Agustus 2014, umur 1,6 tahun, alamat Tohkuning, Karangpandan,
Karanganyar, jenis kelamin perempuan. Pasien dirawat sejak tanggal 05
Januari 2016 dengan diagnosa medis gastroenteritis akut. Penanggung jawab
pasien adalah Tn.S umur 24 tahun, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan
swasta, hubungan dengan pasien adalah ayah.
B. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan pasien
Pengkajian pada hari rabu 06 Januari 2016 pukul 08.00 WIB, data
yang diperoleh dengan cara alloanamnesa, mengadakan pengamatan
atau observasi langsung, pemerisaan fisik, menelaah catatan medis
43
dan catatan perawat, dari data pengkajian tersebut didapat hasil sebagai
berikut.
Keluhan utama, ibu pasien mengatakan pasien buang air besar
10 kali dengan konsistensi cair.
Riwayat penyakit sekarang, ibu pasien mengatakan, pasien pada
hari senin tanggal 04 januari 2016 memakan geplak yang sudah lama
tidak dimakan, kemudian pada jam 19.00 WIB pasien muntah-muntah
disertai dengan panas. Oleh keluarga pasien dibawa ke bidan terdekat,
setelah diperiksa dan diberi obat oleh bidan, pasien sudah tidak muntah
dan panas pasien sudah turun. Pada hari selasa pasien mengalami diare
lebih dari 10 kali, muntah dan rewel, kemudian oleh keluarga pada jam
21.30 WIB dibawa ke IGD RSUD Karanganyar.
Riwayat penyakit dahulu, kehamilan, ibu pasien mengatakan An.A
lahir tanggal 13 Agustus 2014, usia gestasi 40 minggu, jumlah gravida
G1P1A0, kondisi saat ibu hamil dalam keadaan sehat, rutin dalam
melakukan pemeriksaan kehamilan, dan mengkonsumsi vitamin dan obat
dari bidan ibu pasien mengatakan pasien lahir sesar pada jam 17.30 WIB
di RSUD Karanganyar. Ibu pasien mengatakan pasien lahir dengan berat
badan 2800 gr dan panjang badan 51 cm dengan kondisi sehat tidak
ada cacat, An. A menangis kencang saat lahir, bergerak secara
spontan dan warna kulit merah jambu. Ibu pasien mengatakan pasien
belum pernah sakit diare dan baru pertama kali dirawat di rumah sakit, di
dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit menular ataupun
44
penyakit keturunan seperti asma, hipertensi, maupun diabetes melitus,
ibu pasien mengatakan pasien rewel dan menangis di rumah sakit.
Riwayat alergi, ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai alergi
terhadap obat maupun makanan, pasien tidak pernah mengalami cidera
maupun patah tulang, pasien saat ini mendapat pengobatan infus RL 16
tpm, ondansentron 2 x 1 mg, L-bio 1 x 1 sachet, dan zinc 1 x 10 mg,
imunisasi pasien saat ini yang sudah dilakukan hepatitis B 1 kali, BCG,
1 kali, DPT 1 kali, polio 3 kali, campak 1 kali.
Pertumbuhan dan perkembangan berat bayi waktu lahir 2800 gram
dan panjang badan saat lahir 51 cm, saat ini berat badan An. A 9 kg. Ibu
pasien mengatakan An. A sudah bisa berjalan sendiri, duduk dan berdiri
tanpa bantuan, memegang cangkir dan sudah bisa mengatakan kata- kata
sederhana seperti mau dan tidak saat ditanya. Ibu pasien mengatakan
pasien sudah tumbuh gigi tapi belum lengkap.
Ibu pasien mengatakan pasien mempunyai kebiasaan memasukkan
ibu jari ke lubang hidungnya sendiri, aktifitas sehari-hari pasien biasa
tidur malam hari jam 21.00 WIB dan bangun jam 05.00 WIB, pasien
belum bisa BAK dan BAB secara mandiri dan masih mengompol
sehingga dipakaikan popok.
Riwayat nutrisi dan cairan, ibu pasien megatakan pasien diberi ASI
sejak lahir, sampai sekarang pasien masih diberi ASI dan diberi susu
formula sejak umur 3 bulan,dalam sehari pasien minum susu foemula 3
botol (botol 120 cc), air putih, teh dan juga ASI. Ibu pasien mengataka
45
pasien sudah diberi makan bubur nasi dan sayur, makanan kesukaan
pasien adalah sayur sop wortel dan dalam sehari pasien makan sebanyak
3 kali, pasien mempunyai kebiasaan makan-makanan yang manis seperti
agar-agar atau jelly.
Riwayat kesehatan keluarga, ibu pasien mengatakan tidak ada yang
mempunyai penyakit keturunan di dalam keluarganya. Ayah pasien
mempunyai kebiasaan merokok dan keluarga pasien tinggal di tempat
yang dekat dengan jalan raya dan jauh dari pabrik.
Genogram:
Gambar 4.1
Genogram
Keterangan :
: laki-laki : menikah
: perempuan : keturunan
: pasien
: tinggal serumah
An.A
46
Riwayat sosial, ibu pasien mengatakan pasien merupakan anak
pertama dari pasangan Tn.S dan Ny.S, dalam satu rumah pasien tinggal
bersama Tn.S dan Ny.S, keluarga pasien tinggal di rumah yang
sederhana, jauh dari pabrik dan tempat pembuangan sampah serta
lingkungan yang bersih. Ibu pasien mengatakan Tn.S bekerja sebagai
seorang swasta dan pendidikan terakhirnya SMP, keluarga pasien
beragama Islam dan menjalankan sholat 5 waktu.
Fungsi keluarga, ibu pasien mengatakan anggota keluarganya
saling berhubunagan dengan baik, saat sore hari keluarga kecil pasien
sering berkumpul untuk menghabiskan waktu bersama. Ibu pasien
mengatakan setiap ada masalah atau pengambilan keputusan dilakukan
oleh ayah pasien atau kepala keluarga, dalam menaganai masalah atau
menasehati pasien ibu atau ayah pasien menggunakan kata-kata yang
halus dan tidak kasar.
1. Pola kesehatan fungsional
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, ibu pasien
mengatakan bahwa sehat merupakan keadaan tidak sakit dan dapat
melakukan aktifitas seperti biasanya.
Status nutrisi dan metabolik sebelim sakit, dari data
antropometri didapatkan hasil berat badan 9,2 kg tinggi badan 72
cm dan IMT 18,3, makan 3 kali sehari satu porsi sering tidak habis
(bubur, nasi, sayur) dan minum 4-5 botol sehari (susu formula, air
putih, teh). Selama sakit dari data antropometei didapatkan hasil
47
berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 17,64, biocemical
didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan
clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit lambat,
pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur.
Pola eliminasi sebelum sakit frekuensi BAK 6 -7 kali sehari
dengan jumlah ± 1000 cc, warnanya kuning, berbau khas dan tidak
ada keluhan. Frekuensi BAB 1 kali sehari konsistensi lembek
dengan warna kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Selama
sakit frekuensi BAK 5 -6 kali sehari dengan jumlah ± 800 cc,
warnanya kuning, berbau khas dan tidak ada keluhan. Frekuensi
BAB 10 kali sehari konsistensi cair dengan warna kuning dan tidak
ada keluhan.
Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit meliputi
makan/minum, mandi toileting, berpakaian dibantu oleh orang lain
dan mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi dapat dilakukan
secara mandiri. Selama sakit makan/minum, mandi toileting,
berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi dibantu
orang lain.
Pola istirahat tidur sebelum sakit ibu pasien mengatakan
pasien dapat tidur dengan nyenyak, pasien bisa tidur malam pukul
21.00 WIB dan bangun pukul 05.00 WIB. Pasien juga biasa tidur
siang hari pukul 12.00 WIB dan bangun pukul 15.00 WIB. Selama
sakit ibu pasien mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak, sering
48
terbangun pada malam hari. Pasien tidur malam pukul 02.00 WIB
dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur
kurang lebih 2 jam (normal tidur anak 14-17 jam per hari).
Pola kognitif perseptual sebelum sakit dan selama sakit ibu
pasien mengatakan pasien tidak mempunyai gangguan terhadap
indra penciuman, perabaan, penglihatan maupun pendegaran. Pola
persepsi dan gambaran diri, ibu pasien mengatakan pasien adalah
anak pertama berumur 1,5 tahun, pasien disayangi dan diperhatikan
oleh ayah dan ibu pasien, pasien adalah anak kandung sendiri dan
berjenis kelamin perempuan, ibu pasien menginginkan anaknya
cepat sembuh, pasien merupakan anak kandung yang pertama.
Pola hubungan peran sebelum sakit ibu pasien mengatakan
hubungan dengan tetangga sekitar dan saudara-saudaranya cukup
baik. Selama sakit ibu pasien mengatakan hubungan dengan
tetangga sekitar dan sudara-saudaranya terjalin dengan baik,
dibuktikan dengan saat pasien sakit banyak tetangga dan
saudaranya yang datang menjenguk ke rumah sakit. Pola seksual
reproduksi, ibu pasien mengatakan pasien adalah seorang anak
perempuan berumur 1,6 tahun dan tidak mempunyai kelainan
seksual. Pola mekanisme koping, ibu pasien mengatakan apabila
ada masalah kesehatan atau masalah yang lain selalu bercerita
kepada suami terlebih dahulu. Pola nilai dan keyakinan, ibu pasien
mengatakan pasien beragama islam.
49
2. Hasil pemerisaan fisik
Keadaan umum pasien compos mentis dan didapatkan hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital suhu 36,60 C, denyut nadi 120 kali
per menit, respiratory 28 kali per menit. Pada pemeriksaan head to
toe didapatkan hasil bentuk kepala meshosepal, simetris kontrol
kepala baik, kondisi rambut bersih tidak berketombe dan rambut
berwarna hitam. Pada pemeruksaan mata didapatakan hasil mata
simetris, warna sklera putih, warna kornea hitam, konjungtiva
anemis, mata tampak cekung, kantung mata tampak coklat
kehitaman (mata panda). Telinga pasien simetris kanan dan kiri,
tidak ada serumen berlebih, pendengaran normal (merespon jika
dipanggil). Hidung pasien bersih tidak ada polip, mukosa bibir
kering, warna bibir merah muda, dan gerakan lidah normal, tidak
ada pembesaran kelenjar tyroid.
Pada pemeriksaan dada, paru-paru inspeksi ekspansi dada
kanan dan kiri sama dan bentuk dada simetris, palpasi vokal
fermitus kanan dan kiri sama, perkusi sonor, auskultasi tidak
terdengar bunyi tambahan/vesikuler. Pada pemerikssan jantung
inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di
SIC V, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung I dan II reguler.
Pada pemeriksaan abdomen inspeksi tidak ada jejas atau luka,
bentuk datar, terlihat umbilikus, auskultasi bising usus 42 kali per
menit, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi kuadaran I pekak,
50
kuadran II,III, dan IV terdengar hipertimpani. Genetalia tidak
terpasang DC, anus tidak terdapat iritasi dan tidak ada hemoroid.
Ekstremitas atas dan bawah kekuataan otot normal (nilai kekuatan
otot 5) tidak ada perubahan bentuk tulang, capillary refill 2 detik.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 06 Januari 2016.
Hemoglobin 10,5 gr/dl (normal 12,00-16,00), hematokrit 30,9
vol% (normal 32,00-44,00), leukosit 10,41 103/uL (normal 5-10),
trombosit 283 mm3(normal 150-300), eritrosit 4,24 10^6/µL (4,50-
5,50), MPV 8,2 fL (normal 9,0- 17,0), MCV 80,0 fL (normal 82,0-
92,0), MCH 27,1 pg (normal 27,0-31,0), MCHC 33,9 g/dl (normal
32,0-37,0), gran 59,5 % (normal 50,0-70,0), limfosit 35,0 %
(normal 25,0-40,0), monosit 3,7 % (3,0-9,0), eritrosit 1,3 %
(normal 0,5-5,0), basofil 0,5 (normal 0,0-1,0).
4. Terapi Medis
Terapi medis yang diberikan kepada An. A jenis terapi
cairan infus RL 16 tpm (tetes per menit), golongan cairan
resusutasi, fungsi untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit
pada dehidrasi. Injeksi IV (intra vena) ondansentron 2 x 1 mg,
golongan obat untuk saluran cerna, antimatik, fungsi untuk mulan
dan muntah karena obat kemoterapi dan radioterapi sistotoksik.
Obat oral L-bio 1 x 1 sachet, golongan obat saluran cerna, obat
untuk diare, fungsi untuk memelihara kesehatan fungsi pencernaan
51
pada anak, membantu mengembalikan fungsi normal pencernaan
selama diare, sembelit, dispepsia, intoleransi laktosa. Obat oral
zinc 1 x 10 mg, golongan obat untuk saluran cerna, fungsi untuk
pengobatan diare pada anak di bawah 5 tahun dibrikan bersama
oralit.
C. Perumusan masalah
Hasil pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan analisa data
dan merumusan diagnosa yang muncul pada klien. Hasil pengkajian tanggal
06 Januari 2016 jam 08.00 WIB dapat ditegakkan diagnosa yaitu kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, data yang
menunjang pada diagnosa keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu
pasien mengatkan pasien diare 10 kali dan muntah 1 kali. Data objektif pasien
rewel dan menangis, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit
lambat, terpasang infus 16 tpm (makro), capillary refill 2 detik (normal < 2
detik), konsistensi BAB cair dan berwarna kuning bening, mata tampak
cekung, denyut nadi 120 kali per menit, respiratory 28 kali per menit, suhu
36,60C, balance cairan – 206 cc.
Diagnosa keperawatan yang ke dua yaitu ketidakseimbangan nutrisi :
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake
makanan, data yang menunjang pada diagnosa keperawatan tersebut adalah
data subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, pasien hanya
minum susu dan air putih. Data objekif pasien tampak lemas, pasien tampak
52
tidak nafsu makan, bising usus 42 kali kali per menit (normal bising usus 5 –
30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi abdomen kuadran II, III. IV
hipertimpani, makan bubur hanya habis 2 sendok, minum susu formula 1
botol (botol 120 cc), turgor kulit lambat. Pengkajian nutrisi, antropometri
didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 17,64,
biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan
clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit lambat, pasien
tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur.
Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur
berhubungan dengan dampak hospitalisasi, data yang menunjang diagnosa
keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu pasien mengatakan pasien
tidak bisa tidur nyenyak, sering terbangun pada malam hari. Pasien tidur
malam hari pukul 02.00 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari
pasien hanya tidur kurang lebih 2 jam. Data objektif pasien tampak lemas,
mata panda, tidur malam hari 5 jam dan siang hari 2 jam (normal tidur anak
14-17 jam per hari).
D. Perencanaan
Rencana keperawatan untuk diagnosa yang pertama kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilagan cairan aktif adalah setelah diklakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan pada
pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
tekanan darah, nadi suhu tubuh dalam batas normal, mempertahankan urin
53
output sesuai dengan berat badan. Intervensi atau rencana keperawatan yang
akan dilakukan adalah observasi tanda-tanda vital, pantau frekuensi
konsistensi dan warna BAB, observasi status hidrasi (kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat), observasi status cairan termasuk intake dan output
cairan, jelaskan kepada keluarga tentang pentingnya untuk diberikan larutan
rehidrasi (LRO) sedikit tapi sering khususnya bila anak muntah, kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian cairan IV, kolaborasi dalam pemberian obat
zinc.
Rencana keperawatan untuk diagnosa yang kedua ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake
makanan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil
tidak ada tanda-tanda malnutrisi, asupan makanan dan cairan adekuat, berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan. Intervensi atau rencana keperawatan
yang akan dilakukan adalah anjurkan pasien makan sedikit tapi sering,
observasi jumlah nutrisi yang masuk, instruksikan ibu menyusui untuk
melanjutkan pemberian ASI, jelaskan pada orang tua tentang makanan/ diet
selama diare dan tetap memberikan ASI, kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian diet pada anak.
Rencana keperawatan untuk diagnosa yang ketiga gangguan pola tidur
berhubungan dengan dampak hospitalisasi adalah setelah diklakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kebutuhan tidur pasien terpenuhi
dengan kriteria hasil jumlah tidur dalam batas normal (14 -17 jam per hari),
54
pola tidur kualitas tidur dalam batas normal, perasaan segar sesudah tidur atau
istirahat. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah
observasi pola tidur pasien, batasi jumlah pengunjung selama pasien istirahat,
monitor/catat kebutuhan tidur pasien, jelaskan kepada orang tua tentang
pentingnya tidur yang adekuat, kolaborasi dengan keluarga tentang teknik
tidur pasien.
E. Implementasi
Penyusunan rencana keperawatan selama 3 x 24 jam pada An. A,
penulis kemudian melakukan tindakan keperawatan pada An. A yang
dilakukan pada hari rabu tanggal 06 Januari 2016 pukul 08.00 WIB pada
diagnosa keperawatan yang pertama, mengobservasi status cairan termasuk
intake dan output cairan, respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare
10 kali mutah 1 kali, minum susu 3 botol (botol 120 cc), makan bubur sering
tidak habis. Respon objektif pasien tampak lemas, balance cairan -206 cc.
Pada pukul 08.15 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, mengobservasi status hidrasi. Respon subjektif
ibu pasien mengatakan pasien rewel dan menangis. Respon objektif mukosa
bibir kering, nadi 120 kali per menit, turgor kulit lambat.
Pada pukul 08.30 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, memantau konsistensi warna dan frekuensi BAB.
Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 10 kali. Respon objektif
BAB cair dengan warna kuning bening, pasien tampak lemas.
55
Pada pukul 09.30 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, memberikan injeksi ondansentron 2 x 1 mg.
Respon subjektif ibu pasien mengatakan boleh dilakaukan injeksi. Respon
objektif pasien tampak menangis saat di injeksi.
Pada pukul 09.35 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, memberikan obat zinc 1 x 10 mg. Respon
subjektif ibu pasien mengatakan boleh diberikan obat zinc. Respon objektif
pasien tampak menolak dan menangis saat diberikan obat zinc.
Pada hari kamis tanggal 07 Januari 2016 pukul 08.00 WIB pada
diagnosa keperawatan yang pertama, mengobservasi status cairan termasuk
intake dan output cairan, respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare
8 kali dan muntah 1 kali, makan bubur 3 kali(1 porsi tidak habis), minum
susu habis 3 botol (botol 120 cc). Respon objektif pasien tampak lemas,
balance cairan -106 cc.
Pada pukul 08.40 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, memantau konsistensi, warna dan frekuensi BAB.
Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 8 kali. Respon objektif
pasien tampak lemas, konsistensi BAB cair dan berwarna kuning.
Pada pukul 08.45WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya
untuk diberikan larutan rehidrasi (LRO) sedikit tapi sering khususnya bila
anak muntah. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien hanya diberi
56
susu formula. Respon objektif ibu pasien tampak mengerti tentang apa yang
telah dijelaskan perawat.
Pada pukul 09.30 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, memberikan injeksi ondansentron 2 x 1 mg.
Respon subjektif ibu pasien mengatakan boleh dilakaukan injeksi. Respon
objektif pasien tampak menangis saat di injeksi.
Pada pukul 09.35 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, memberikan obat zinc 1 x 10 mg. Respon
subjektif ibu pasien mengatakan boleh diberikan obat zinc. Respon objektif
pasien tampak menolak dan menangis saat diberikan obat zinc.
Pada hari jumat tanggal 08 Januari 2016 pukul 08.00 WIB pada
diagnosa keperawatan yang pertama, mengobservasi status cairan termasuk
intake dan output cairan, respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare
4 kali, makan bubur 3 kali (1 porsi sering tidak habis), minum susu formula 3
botol (botol 120 cc) dan minum air putih. Respon objektif pasien tampak
lemas, balance cairan 24 cc.
Pada pukul 09.00 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, memantau konsistensi, warna dan frekuensi BAB.
Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 4 kali. Respon objektif
pasien tampak lemas, konsistensi BAB cair dan berwarna kuning.
Pada pukul 09.30 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, memberikan injeksi ondansentron 2 x 1 mg.
57
Respon subjektif ibu pasien mengatakan boleh dilakaukan injeksi. Respon
objektif pasien tampak menangis saat di injeksi.
Pada pukul 09.35 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang pertama, memberikan obat zinc 1 x 10 mg. Respon
subjektif ibu pasien mengatakan boleh diberikan obat zinc. Respon objektif
pasien tampak menolak dan menangis saat diberikan obat zinc.
Pada hari rabu tanggal 06 Januari 2016 pukul 10.00 WIB pada diagnosa
keperawatan yang kedua, mengobservasi jumlah nutrisi yang masuk. Respon
subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, makan bubur hanya 2
sendok, minum susu formula habis 1 botol (botol 120 cc). Respon objektif
pasien tampak tidak nafsu makan, pasien tampak lemas, bising usus 42 kali
per menit (normal 5 – 30 kali per menit), perut kembung.
Pada pukul 10.15 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang kedua, menganjurkan pasien makan sedikit tapi sering.
Respon subjektif ibu pasien mengatakan akan mencoba memberikan makanan
sedikit tapi sering. Respon objektif pasien tampak tidak nafsu makan.
Pada pukul 10.30 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang kedua, menjelaskan kepada keluarga tentang makanan/diet
selama diare dan tetap memberikan ASI. Respon subjektif ibu pasien
mengatakan mengerti tentang apa yang telah dijelaskan perawat. Respon
objektif ibu pasien tampak mengangguk mengerti.
Pada hari kamis tanggal 07 Januari 2016 pukul 10.00 WIB pada
diagnosa keperawatan yang kedua, mengobservasi jumlah nutrisi yang
58
masuk. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, makan
bubur hanya 2 sendok, minum susu formula habis 1 botol (botol 120 cc).
Respon objektif pasien tampak tidak nafsu makan, pasien tampak lemas,
bising usus 38 kali per menit (normal 5 – 30 kali per menit), perut kembung.
Pada pukul 10.15 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang kedua, menganjurkan ibu menyusui untuk melanjutkan
pemberian ASI. Respon subjektif ibu pasien mengatakan akan memberikan
ASI pada pasien. Respon objektif ibu pasien tampak mengangguk mengerti.
Pada hari jumat tanggal 08 Januari 2016 pukul 10.00 WIB pada
diagnosa keperawatan yang kedua, mengobservasi jumlah nutrisi yang
masuk. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, makan
bubur hanya 3 sendok, minum susu formula habis 1,5 botol (botol 120 cc).
Respon objektif pasien tampak tidak nafsu makan, pasien tampak lemas,
bising usus 34 kali per menit (normal 5 – 30 kali per menit), perut kembung.
Pada hari kamis tanggal 07 Januari 2016 pukul 08.15 WIB pada
diagnosa keperawatan yang ketiga, mengobservasi pola tidur pasien. Respon
subjektif ibu pasien mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak, sering
terbangun pada malam hari. Pasien tidur malam hari pukul 02.00 WIB dan
bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur kurang lebih 2
jam. Data objektif pasien tampak lemas, mata panda.
Pada pukul 08.30 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang ketiga, memonitor/ mencatat kebutuhan tidur pasien.
Respon subjektif ibu pasien mengatakan pada malam hari pukul 02.00 WIB
59
dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur kurang
lebih 2 jam. Respon objektif pasien tampak lemas, kebutuhan tidur pasien
pada malam hari 5 jam dan siang hari 2 jam (normal tidur anak 14 – 17 jam
per hari).
Pada pukul 11.40 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang ketiga, menganjurkan keluarga untuk membatasi
pengunjung. Respon subjektif ibu pasien mengatakan akan membatasi jumlah
pengunjung selama pasien istirahat. Respon objektif ibu pasien tampak
mengerti penjelasan dari perawat.
Pada pukul 11.45 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang ketiga, menjelaskan kepada keluarga pasien tentang tidur
yang adekuat. Respon subjektif ibu pasien mengatakan mengerti dengan
penjelasan dari perawat. Respon objektif ibu pasien tampak mengangguk
mengerti.
Pada pukul 12.00 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang ketiga, kolaborasi dengan keluarga tentang teknik tidur
pasien. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien akan tidur jika
digendong dan dipuk-puk. Respon objektif pasien tampak digendong oleh
ayah pasien, pasien tampak lebih tenang dan nyaman.
Pada hari jumat tanggal 08 Januari 2016 pukul 08.30 WIB pada
diagnosa keperawatan yang ketiga, mengobservasi pola tidur pasien. Respon
subjektif ibu pasien mengatakan pasien belum bisa tidur nyenyak, sering
terbangun pada malam hari. Pasien tidur malam hari pukul 22.30 WIB dan
60
bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur pukul 12.00
WIB dan bangun pukul 15.00 WIB. Data objektif pasien tampak lemas, mata
panda.
Pada pukul 08.35 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan yang ketiga, memonitor/ mencatat kebutuhan tidur pasien.
Respon subjektif ibu pasien mengatakan pada malam hari pasien tidur pukul
22.30 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien tidur pukul
12.00 WIB dan bangun pukul 15.00 WIB. Respon objektif pasien tampak
lemas, kebutuhan tidur pasien pada malam hari 8,5 jam dan siang hari 3 jam
(normal tidur anak 14 – 17 jam per hari).
F. Evaluasi
Penulis melakukan pencatatan perkembangan atau evaluasi pada
tanggal 06 – 08 januari 2016 pada hari rabu tanggal 06 januari 2016 jam
13.30 untuk diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif yaitu subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 10
kali dan muntah 1 kali. Objektif konsistensi BAB cair dengan warna kuning
bening, pasien rewel dan menangis, pasien tampak lemas, mukosa bibir
kering, turgor kulit lambat, terpasang infus 16 tpm (makro), capillary refill 2
detik (normal < 2 detik), mata tampak cekung, denyut nadi 120 kali per
menit, respiratory 28 kali per menit, suhu 36,60C, balance cairan – 206 cc.
Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, pantau
frekuensi konsistensi dan warna BAB, observasi status cairan termasuk
61
intake dan output cairan, jelaskan kepada keluarga tentang pentingnya untuk
diberikan larutan rehidrasi (LRO) sedikit tapi sering khususnya bila anak
muntah, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV, kolaborasi
dalam pemberian obat zinc.
Pada hari kamis tanggal 07 januari 2016 jam 13.30 WIB penulis
melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu
subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 8 kali dan muntah 1 kali.
Objektif konsistensi BAB cair dengan warna kuning bening, pasien rewel dan
menangis, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit lambat,
terpasang infus 16 tpm (makro), capillary refill 2 detik (normal < 2 detik),
mata tampak cekung, denyut nadi 116 kali per menit, respiratory 24 kali per
menit, suhu 36,50C, balance cairan – 106 cc. Analisis masalah belum teratasi.
Planning lanjutkan intervensi, pantau frekuensi konsistensi dan warna BAB,
observasi status cairan termasuk intake dan output cairan, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian cairan IV, kolaborasi dalam pemberian obat zinc.
Pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 jam 13.30 WIB penulis
melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu
subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 4 kali. Objektif konsistensi
BAB cair dengan warna kuning bening, pasien tampak lemas, mukosa bibir
kering, turgor kulit lambat, terpasang infus 16 tpm (makro), capillary refill <
2 detik (normal < 2 detik), mata tampak cekung, denyut nadi 116 kali per
62
menit, respiratory 24 kali per menit, suhu 36,50C, balance cairan 24 cc.
Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, pantau
frekuensi konsistensi dan warna BAB, observasi status cairan termasuk
intake dan output cairan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan
IV, kolaborasi dalam pemberian obat zinc.
Pada hari rabu tanggal 06 januari 2016 jam 13.40 WIB penulis
melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa kedua
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan yaitu subjektif ibu pasien mengatakan
pasien susah makan, pasien hanya minum susu dan air putih. Objekif pasien
tampak lemas, pasien tampak tidak nafsu makan, bising usus 42 kali kali per
menit (normal bising usus 5 – 30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi
abdomen kuadran II, III, IV hipertimpani, makan bubur hanya habis 2
sendok, minum susu formula 1 botol (botol 120 cc), turgor kulit lambat.
Pengkajian nutrisi, antropometri didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi
badan 72 cm dan IMT 17,64, biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl,
hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak
lemas turgor kulit lambat, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir
kering, diit bubur. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan
intervensi, observasi jumlah nutrisi yang masuk, instruksikan ibu menyusui
untuk melanjutkan pemberian ASI, jelaskan pada orang tua tentang makanan/
diet selama diare dan tetap memberikan ASI, kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diet pada anak.
63
Pada hari kamis tanggal 07 januari 2016 jam 13.40 WIB penulis
melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa kedua
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan yaitu subjektif ibu pasien mengatakan
pasien susah makan, makan bubur hanya 2 sendok, minum susu formula
habis 1 botol (botol 120 cc) dan minum air putih. Objekif pasien tampak
lemas, pasien tampak tidak nafsu makan, bising usus 38 kali kali per menit
(normal bising usus 5 – 30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi
abdomen kuadran II, III. IV hipertimpani, turgor kulit lambat. Pengkajian
nutrisi, antropometri didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm
dan IMT 17,64, biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9
vol%. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit
lambat, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur.
Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, observasi
jumlah nutrisi yang masuk, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet
pada anak.
Pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 jam 13.40 WIB penulis
melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa kedua
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan yaitu subjektif ibu pasien mengatakan
pasien susah makan, makan bubur hanya 3 sendok, minum susu formula
habis 1,5 botol (botol 120 cc) dan minum air putih. Objekif pasien tampak
tidak nafsu makan, bising usus 34 kali kali per menit (normal bising usus 5 –
64
30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi abdomen kuadran II, III. IV
hipertimpani, turgor kulit lambat. Pengkajian nutrisi, antropometri didapatkan
hasil berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 17,64, biocemical
didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan clinical
didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit lambat, pasien tampak
tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur. Analisis masalah belum
teratasi. Planning lanjutkan intervensi, observasi jumlah nutrisi yang masuk,
kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak.
Pada hari kamis tanggal 07 januari 2016 jam 13.50 WIB penulis
melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa ketiga
gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi yaitu subjektif
ibu pasien mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak, sering terbangun pada
malam hari. Pasien tidur malam hari pukul 02.00 WIB dan bangun pukul
06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur kurang lebih 2 jam. Objektif
pasien tampak lemas, mata panda, tidur malam hari 5 jam dan siang hari 2
jam (normal tidur anak 14-17 jam per hari). Analisis masalah belum teratasi.
Planning lanjutkan intervensi, observasi pola tidur pasien, batasi jumlah
pengunjung selama pasien istirahat, monitor/catat kebutuhan tidur pasien,
jelaskan kepada orang tua tentang pentingnya tidur yang adekuat, kolaborasi
dengan keluarga tentang teknik tidur pasien.
Pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 jam 13.50 WIB penulis
melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa ketiga
gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi yaitu subjektif
65
ibu pasien mengatakan pada malam hari pasien tidur pukul 22.30 WIB dan
bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien tidur pukul 12.00 WIB dan
bangun pukul 15.00 WIB. Objektif pasien tampak lemas, mata panda,
kebutuhan tidur pasien pada malam hari 8,5 jam dan siang hari 3 jam (normal
tidur anak 14 – 17 jam per hari). Analisis masalah belum teratasi. Planning
lanjutkan intervensi, observasi pola tidur pasien, monitor/catat kebutuhan
tidur pasien, kolaborasi dengan keluarga temtang teknik tidur pasien.
66
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan An. A
dengan diare akut yang dilakukan penulis di ruang melati Rumah Sakit Umum
Daerah Karanganyar pada tanggal 06 – 08 Januari 2016. Selain itu penulis akan
membahas mengenai kesesuaian dan kesenjangan yang terjadi antara teori dan
kenyataan pada pasien diare yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, tindakan keperawatan/ implementasi dan evaluasi keperawatan.
Lebih fokus untuk pembahasan tentang pemberian zinc terhadap status dehidrasi
pada asuhan keperawatan An. A dengan diare akut.
A. Pengkajian
Hasil pengkajian yang didapatkan penulis yaitu keluhan utama yang
dirasakan pasien adalah ibu pasien mengatakan pasien buang air besar
10 kali dengan konsistensi cair. Menurut Cristanto ( 2014) keluhan utama
pada diare yaitu mengalami perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba
akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari)
dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan
berlangsung kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi, hingga usia
4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau lembek
masih dianggap normal selama tumbuh kembangnya baik. Dapat
disimpulakan dari keluhan utama yang dialami An. A dengan diare akut
67
tidak terdapat kesenjangan antara fakta/ kenyataan dan teori berupa frekuensi
defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam.
Riwayat penyakit sekarang, ibu pasien mengatakan, pada hari selasa
pasien mengalami diare lebih dari 10 kali, muntah dan rewel, kemudian oleh
keluarga pada jam 21.30 WIB dibawa ke IGD RSUD Karanganyar. Riwayat
penyakit sekarang menurut Suharyono (1999) dalam Susilaningrum dk (2013)
mula mula bayi atau anak yang mengalami diare akan menjadi cengeng,
gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang, tinja makin cair
makin disertai lendir atau lendir dan darah, anus dan daerah sekitarnya timbul
lecet karena sering defekasi, muntah, dehidrasi. Dapat disimpulkan bahwa
terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan, yaitu pasien tidak
mengalami peningkatan suhu badan/ demam saat berada di rumah sakit
karena demam dialami pasien ketika berada di rumah dan sudah diberi obat
penurun panas oleh bidan terdekat sehingga saat dibawa ke IGD RSUD
Karanganyar pasien sudah tidak mengalami peningkatan suhu/ demam dan
hanya ditandai dengan diare, muntah dan rewel.
Riwayat alergi, ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai alergi
terhadap obat maupun makanan, menurut Nursalam (2013) kemungkinan
penyebab diare penyebab diare adalah alergi terhadap makanan dan obat
obatan. Dapat disimpulkan bahawa tidak ada kesenjangan antara teori dan
kenyataan besar kemungkinan penyebab diare dapat terjadi karena alergi
makanan, tetapi sudah dijelaskan dalam perjalanan penyakit bahwa An. A
mengalami diare setelah memakan geplak yang sudah lama tidak dimakan
68
kemugkinan diare yang dialami An.A diakibatkan karena infeksi berbagai
macam bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air
minum (enteropathogenic, escherichia coli, salmonella, shigella, V. Cholera,
dan clostridium) (Muttaqin, 2011).
Pertumbuhan dan perkembangan berat bayi waktu lahir 2800 gram dan
panjang badan saat lahir 51 cm, saat ini berat badan An. A 9 kg. Ibu pasien
mengatakan An. A sudah bisa berjalan sendiri, duduk dan berdiri tanpa
bantuan, bisa memegang cangkir dan sudah bisa mengatakan kata- kata
sederhana seperti mau dan tidak saat ditanya. Ibu pasien mengatakan pasien
sudah tumbuh gigi tapi belum lengkap. Menurut teori pertumbuhan dan
perkembangan normal berat bayi lahir 2500- 4000 gram, anak/ bayi umur 18
bulan sudah bisa berjalan, berbicara tanpa arti dan memegang benda (Kartika
dkk, 2006). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian bahawa tidak ada
kesenjangan antara teori dan kenyataan.
Model pengkajian keperawatan dengan 11 pola kesehatan fungsional
dari Gordon berguna untuk mengatur riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik,
dan mengelompokkan diagnosa keperawatan (Allen, 2005). Pengkajian
sebelas pola gordon yang didapat dari wawancara dan observasi An. A dan
ibu An. A diantaranya, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, ibu pasien
mengatakan bahwa sehat merupakan keadaan tidak sakit dan dapat
melakukan aktifitas seperti biasanya. Jika An. A sakit, keluarga segera
berobat ke pelayanan kesehatan terdekat, yaitu bidan desa. Menurut teori,
pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan menggambarkan tentang persepsi,
69
pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan,
kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktik kesehatan
(Winugroho, 2008). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara
fakta dan teori.
Status nutrisi dan metabolik sebelim sakit, dari data antropometri
didapatkan hasil berat badan 9,2 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 18,3, makan
3 kali sehari satu porsi sering tidak habis (bubur, nasi, sayur) dan minum 4-5
botol sehari (susu formula, air putih, teh). Selama sakit ibu pasien
mengatakan pasien sulit makan dan nafsu makan menurun, dari data
antropometri didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT
17,64, biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%.
Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit
lambat, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur.
Pada orang yang mengalami diare muncul gejala anoreksia, penurunan berat
badan (Suriadi, 2010). Kadar hemoglobin yang menurun adalah indikator dari
ketidakadekuatan nutrisi terhadap kebutuhan tubuh dalam fungsi fisiologis
(Suryano dkk, 2006). Indeks massa tubuh (IMT) didapat dari
BB(Kg)/TB²(m), kategori kekurangan berat badan tingkat berat (<17),
kekurangan berat badan tingkat sedang (17.0-18.5), normal (18.5-25.0),
kelebihan berat badan tingkat ringan (>25.0-27.0), kelebihan berat badan
tingkat berat (>27.0) (Asmadi, 2008). Dari hasil pengkajian nutrisi didapatkan
nilai IMT 17,64 yang menurut teori adalah kekurangan berat badan tingkat
70
sedang. Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak terdapat kesenjangan
antara teori dan fakta.
Pola eliminasi sebelum sakit frekuensi BAK 6 -7 kali sehari dengan
jumlah ± 1000 cc, warnanya kuning, berbau khas dan tidak ada keluhan.
Frekuensi BAB 1 kali sehari konsistensi lembek dengan warna kuning
kecoklatan dan tidak ada keluhan. Selama sakit frekuensi BAK 5 -6 kali
sehari dengan jumlah ± 800 cc, warnanya kuning, berbau khas dan tidak ada
keluhan. Frekuensi BAB 10 kali sehari konsistensi cair dengan warna kuning
dan tidak ada keluhan. Pengkajian cairan menurut Nursalam (2013)
didapatkan buang air besar sehari lebih dari 3 kali per hari dengan konsistensi
cair (dehidrasi ringan), buang air besar 4-10 kali dengan konsistensi cair
(dehidrasi ringan/sedang), buang air besar lebih dari 10 kali per hari
(dehidrasi berat). Setelah dikaji perawat pasien termasuk diare dengan
dehidrasi ringan/sedang. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan
antara teori dan kenyataan yang terjadi pada An. A yang mengalami diare
akut.
Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit meliputi makan/minum, mandi
toileting, berpakaian dibantu oleh orang lain dan mobilitas ditempat tidur,
berpindah, ambulasi dapat dilakukan secara mandiri. Selama sakit
makan/minum, mandi toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur,
berpindah, ambulasi dibantu orang lain. Aktivitas fisik (mekanik tubuh)
merupakan irama sirkadian manusia. Tiap individu mempunyai irama atau
pola tersendiri dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan rekreasi,
71
makan, istirahat, dan lain-lain (Asmadi, 2008). Kemampuan klien dalam
menata diri apabila menata diri apabila tingkat kemampuan 0 : mandiri, 1 :
dengan alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang dan alat, 4 :
tergantung dalam melakukan ADL. Dalam teori disebutkan pola aktivitas dan
latihan tingkat kemampuan nilai 2 adalah dibantu orang lain (Winugroho,
2008), sehingga ditarik kesimpulan antara teori dengan pengkajian tidak ada
kesenjangan.
Pola istirahat tidur sebelum sakit ibu pasien mengatakan pasien dapat
tidur dengan nyenyak, pasien bisa tidur malam pukul 21.00 WIB dan bangun
pukul 05.00 WIB. Pasien juga biasa tidur siang hari pukul 12.00 WIB dan
bangun pukul 15.00 WIB. Selama sakit ibu pasien mengatakan pasien tidak
bisa tidur nyenyak, sering terbangun pada malam hari. Pasien tidur malam
pukul 02.00 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya
tidur kurang lebih 2 jam. Pasien tampak lemas, mata panda, tidur malam hari
hanya 5 jam dan siang hari 2 jam (normal tidur anak 12-14 jam per hari). pola
tidur anak, yaitu anak/ bayi usia 0-1 tahun membutuhkan tidur 12 jam sampai
14 jam per hari (Lumbantobing, 2004). Orang dalam keadaan sakit
memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun demikian keadaan
sakit dapat menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur (Tarwoto
dan Wartonah, 2004). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian terhadap An.
A tidak terdapat kesenjangan antara teori dan fakta yang mengalami
gangguan pola tidur.
72
Pola kognitif perseptual sebelum sakit dan selama sakit ibu pasien
mengatakan pasien tidak mempunyai gangguan terhadap indra penciuman,
perabaan, penglihatan maupun pendegaran. Pola kognitif perseptual pasien,
menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perabaan, pembau, dan
kompensasinya terhadap tubuh (Muttaqin, 2008). Dari hasil pengkajian
terhadap An. A tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan.
Pola persepsi dan gambaran diri, ibu pasien mengatakan pasien adalah
anak pertama berumur 1,5 tahun, pasien disayangi dan diperhatikan oleh ayah
dan ibu pasien, pasien adalah anak kandung sendiri dan berjenis kelamin
perempuan, ibu pasien menginginkan anaknya cepat sembuh, pasien
merupakan anak kandung yang pertama. Menurut Tiurlan (2011), konsep diri
anak dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal maupun internal. Usia anak,
temperamen, dukungan keluarga, status kesehatan dan kecerdasan sangat
mempengaruhi pembentukan konsep diri anak dengan diare. Anak dengan
kemampuan percaya diri yang tinggi dapat menerima perubahan akibat
sakitnya, sehingga dapat tetap menjalani aktivitas sehari-hari dengan tidak
dibawah tekanan rasa malu atau depresi. Dari teori tersebut An. A termasuk
dalam kemapuan percaya diri yang tinggi, sehingga tidak ada kesenjangan
antara teori dan kenyataan.
Pola hubungan peran sebelum sakit ibu pasien mengatakan hubungan
dengan tetangga sekitar dan saudara-saudaranya cukup baik. Selama sakit ibu
pasien mengatakan hubungan dengan tetangga sekitar dan sudara-saudaranya
73
terjalin dengan baik, dibuktikan dengan saat pasien sakit banyak tetangga dan
saudaranya yang datang menjenguk ke rumah sakit. Pola hubungan peran
pasien menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal pasien (Nurlaila, 2009).
Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara
teori dan kenyataan yang dialami oleh An. A dengan diare akut.
Pola seksual reproduksi, ibu pasien mengatakan pasien adalah seorang
anak perempuan berumur 1,6 tahun dan tidak mempunyai kelainan seksual,
tidak ada masalah di genetalia. Menggambarkan kepuasan atau masalah yang
aktual atau dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas
pemeriksaan genetalia (Winugroho, 2008). Dapat disimpulkan tidak ada
kesenjangan dengan teori dalam pola seksualitas.
Pola mekanisme koping, ibu pasien mengatakan apabila ada masalah
kesehatan atau masalah yang lain selalu bercerita kepada suami terlebih
dahulu. Mekanisme koping pada setiap anak memiliki kemampuan adaptasi
terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, namun dalam
kapasitas yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya. Mekanisme
koping adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk mengatur emosi,
kognitif, perilaku, fisiologis, dan lingkungan yang dapat menimbulkan stres
(Tiurlan, 2011). Anak mengalami berbagai hal yang tidak menyenangkan dari
prosedur klinik dan hospitalisai, namun anak menyadari bahwa menjalankan
protokol terapi merupakan pilihan yang terbaik untuk mencapai kesembuhan
dari penyakitnya (Tiurlan, 2011). Dari teori tersebut mekanisme koping yang
74
ada di An. A mengalami kontrol seperti yang ada pada teori, sehingga tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan pengkajian pola mekanisme koping An.
A.
Keadaan umum pasien adalah sadar penuh/composmentis. Setelah
dilakukan tindakan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil normal
dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital suhu 36,60 C, denyut nadi 120
kali per menit, respiratory 28 kali per menit. Pada pemeriksaan head to toe
didapatkan hasil bentuk kepala meshosepal, simetris kontrol kepala baik,
kondisi rambut bersih tidak berketombe dan rambut berwarna hitam. Pada
pemeriksaan mata didapatakan hasil mata simetris, warna sklera putih, warna
kornea hitam, konjungtiva anemis, mata tampak cekung, kantung mata
tampak coklat kehitaman (mata panda). Telinga pasien simetris kanan dan
kiri, tidak ada serumen berlebih, pendengaran normal (merespon jika
dipanggil). Hidung pasien bersih tidak ada polip, mukosa bibir kering, warna
bibir merah muda, dan gerakan lidah normal, tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid. Pada penderita diare pada dasarnya mengalami membran mukosa
kering dan konjungtiva anemis, hal tersebut dikarenakan terjadinya dehidrasi
pada pasien (Nursalam 2013). Dapat disimpulkan dari data pengkajian
pemeriksaan fisik bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan
yang terjadipada anak dengan diare akut.
Pada pemeriksaan dada, paru-paru inspeksi ekspansi dada kanan dan
kiri sama dan bentuk dada simetris, palpasi vokal fermitus kanan dan kiri
sama, perkusi sonor, auskultasi tidak terdengar bunyi tambahan/vesikuler.
75
Pada pemerikssan jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus
cordis teraba di SIC V, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung I dan II
reguler. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi tidak ada jejas atau luka, bentuk
datar, terlihat umbilikus, auskultasi bising usus 42 kali per menit, palpasi
tidak ada nyeri tekan, perkusi kuadaran I pekak, kuadran II,III, dan IV
terdengar hipertimpani. Bising usus normalnya terdengar 5-30 kali per menit,
jika kurang dari 5 kali per menit kemungkinan ada peristaltik ileus, konstipasi
peritonitis atau obstruksi. Jika peristaltik usus terdengar lebih dari normal
kemungkinan pasien sedang mengalami diare (Debora, 2013). Jika perkusi
terdengar timpani, berarti perkusi dilakukan di atas organ yang berisi udara,
jika terdengar pekak berarti perkusi mengenai organ padat. Perhatikan
perubahan bunyi ini, bunyi normal perkusi abdomen adalah timpani, jika ada
kelebihan udara terdengar lebih nyaring atau disebut hipertimpani (Debora,
2013).
Penilaian fungsi usus dapat memberikan informasi penting yang dapat
membantu diagnosis dan membantu pemantauan kondisi klinis klien. Hal-hal
yang perlu diperhatikan aktivitas normal usus klien: frekuensi pergerakan
usus dan perubahan-perubahan yang tidak dapat dijelaskan mengenai
kebiasaan buang air besar, konsistensi feses: keras, banyak, atau menyerupai
bola-bola kecil (pellet) yang menunjukkan konstipasi (Winney, 1998 dalam
Philip Jevon dkk, 2008). Dapat disimpulakan dari data pengkajian bahwa
tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan.
76
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 06 Januari 2016. Hemoglobin
10,5 gr/dl (normal 12,00-16,00), hematokrit 30,9 vol% (normal 32,00-44,00),
leukosit 10,41 103/uL (normal 5-10), trombosit 283 mm
3(normal 150-300),
eritrosit 4,24 10^6/µL (4,50-5,50), MPV 8,2 fL (normal 9,0- 17,0), MCV 80,0
fL (normal 82,0-92,0), MCH 27,1 pg (normal 27,0-31,0), MCHC 33,9 g/dl
(normal 32,0-37,0), gran 59,5 % (normal 50,0-70,0), limfosit 35,0 % (normal
25,0-40,0), monosit 3,7 % (3,0-9,0), eritrosit 1,3 % (normal 0,5-5,0), basofil
0,5 (normal 0,0-1,0). Sebagai data yang menunjang keseimbangan cairan dan
elektrolit, diperlukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan ini meliputi
kadar elektrolit serum hitung darah lengkap, kadar BUN, kadar kreatinin
darah, berat jenis urine, dan kadar arteri. Elektrolit serum yang serimg diukur
adalah ion natrium, kalium, klorida dan bikarbonat. Pada pemeriksaan darah
lengkap yang paling pemtimg terkait dengan status hidrasi adalah hematokrit
(Perry & Potter, 2013). Dapat disimpulkan dari data pemeriksaan
laboratorium bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang
terjadipada anak dengan diare akut.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan teori, diagnosa yang sering muncul pada penyakit diare
akut adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah dan intake cairan inadekuat, hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena
77
diare, resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan
terhadap patogen, ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stress
(Wilkinson, 2007).
Dari diagnosa yang sering muncul menurut Wilkinson (2007), penulis
hanya mengangkat dua diagnosa, yang pertama kekurangan volume cairan
berhubungan dengan dehidrasi, dan yang kedua perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan intake cairan
inadekuat. Diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan dehidrasi
tidak diangkat oleh penulis karena tidak terdapat batasan karakteristik
hipertermi yang dialami pasien meliputi peningkatan suhu tubuh di atas
kisaran normal, kulit terasa hangat, kulit kemerahan, kejang, takikardi,
takipnea. Diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan iritasi rectal diare tidak diangkat oleh penulis karena tidak ditemukan
tanda-tanda atau batasan karakteristik kerusakan integritas kulit yang dialami
pasien meliputi, luka atau ruam pada kulit pasien meliputi kerusakan lapisan
kulit, gangguan permukaan kulit, dan invasi struktur tubuh.
Diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan
paparan lingkungan terhadap patogen tidak diangkat oleh penulis karena tidak
ditemukan tanda-tanda atau batasan karakteristik resiko infeksi yang dialami
pasien meliputi pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajaan
patogen, ketidakadekuatan pertahanan sekunder, vaksinasi tidak adekuat,
pemajan terhadap patogen lingkungan meningkat. Diagnosa keperawatan
ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stres tidak diangkat oleh
78
penulis karena tidak ditemukan tanda-tanda atau batasan karakteristik ansietas
yang dialami pasien meliputi gelisah, wajah tegang, gugup, bingung,
khawatir, gerakan yang irelevan, kontak mata yang buruk.
Diagnosa keperawatan utama yaitu kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, data yang menunjang pada
diagnosa keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu pasien mengatakan
pasien diare 10 kali dan muntah 1 kali. Data objektif pasien rewel dan
menangis, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit lambat,
terpasang infus 16 tpm (makro), capillary reftill 2 detik (normal < 2 detik),
konsistensi BAB cair dan berwarna kuning bening, mata tampak cekung,
denyut nadi 120 kali per menit, respiratory 28 kali per menit, suhu 36,60C,
balance cairan – 206 cc. Dari hasil pengkajian tersebut sesuai dengan teori
dan batasan karakteristik kekurangan volume cairan yaitu membran mukosa
kering, peningkatan frekuensi nadi, haus, kelemahan, peningkatan konsentrasi
urin (Nurarif, 2013). Dari hasil pengkajian dan batasan karakteristik terdapat
kesamaan, maka dari itu dapat disimpulakan bahwa tidak ada kesenjangan
antara teori dan kenyataan yang terjadi pada An. A yang mengalami diare
akut.
Kekurangan volume cairan adalah hilangnya cairan dalam tubuh atau
juga masukan cairan yang kurang (Hidayat, 2006). Kekurangan volume
cairan disebabkan kehilangan cairan mencapai 5% - 10% dari berat tubuh
atau sekitar 2- 4 liter. Kadar natrium serum berkisar 152- 158 mEq/I, salah
satu gejalanya adalah mata cekung (Mubarak, 2008).
79
Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang ke dua yaitu
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan, data yang menunjang pada diagnosa
keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu pasien mengatakan pasien
susah makan, pasien hanya minum susu dan air putih. Data objekif pasien
tampak lemas, pasien tampak tidak nafsu makan, bising usus 42 kali kali per
menit (normal bising usus 5 – 30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi
abdomen kuadran II, III. IV hipertimpani, makan bubuk hanaya hanya habis 2
sendok, minum susu formula 1 botol (botol 120 cc), turgor kulit lambat.
Pengkajian nutrisi, antropometri didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi
badan 72 cm dan IMT 17,64, biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl,
hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak
lemas turgor kulit lambat, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir
kering, diit bubur. Masukan yang tidak adekuat dengan batasan karakteristik
kram abdomen, nyeri abdomen, menghindari makanan, berat badan 20% atau
lebih dibawah berat badan ideal, kerapuhan kapiler, diare, bising usus
hiperaktif, kurang makan , kurang minat pada makanan (Nurarif, 2013).
Diagnosa ketiga yang diambil penulis tidak sesuai dengan teori
Wilkinson (2007) yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak
hospitalisasi karena dalam pengkajian pada An. A terdapat batasan- batasan
karakteristik dari diagnosa gangguan pola tidur. Data yang menunjang
diagnosa keperawatan tersebut adalah ibu pasien mengatakan pasien tidak
bisa tidur nyenyak, sering terbangun pada malam hari. Pasien tidur malam
80
hari pukul 02.00 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien
hanya tidur kurang lebih 2 jam. Data objektif pasien tampak lemas, mata
panda, tidur malam hari 5 jam dan siang hari 2 jam (normal tidur anak 14-17
jam per hari). Dari hasil pengkajian dan batasan karakteristik daslam teori
tidak ada kesenjangan yaitu anak/ bayi usia 0-1 tahun membutuhkan tidur 14
jam sampai 17 jam per hari (Lumbantobing, 2004). Gangguan pola tidur
adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.
Batasan karakteristik gangguan pola tidur yaitu perubahan pola tidur normal,
keluhan verbal merasa kurang istirahat, kurang puas tidur, penurunan
kemampuan fungsi, melaporkan sering terjaga, melaporkan tidak megalami
kesulitan jatuh tidur (Herdman, 2009).
Kualitas tidur anak dapat dipengaruhi oleh faktor fisik dan faktor
psikologis. Faktor fisik yang mempengaruhi kualitas tidur anak dapat berupa
kekurangan gizi (bayi/anak menjadi rewel dan tidak bisa tidur nyenyak),
gangguan dari bermacam penyakit seperti gangguan organ pencernaan atau
adanya luka dan gangguan jasmani lainnya. Sedangkan faktor psikologis yang
dapat berupa ketegangan batin, hatinya sangat teangsang (terlalu
bersemangat), anak mengalami kegelisahan, keresahan, cemas, takut karena
adanya tekanan atau perubahan pada lingkungan anak (Suherman, 2000).
Dari data pengkajian yang sudah didapatkan penulis, tidak semua
diagnosa yang ada di teori muncul pada An. A, dikarenakan tidak muncul
dalam batasan karakteristik, dan ada juga diagnosa yang keluar dari teori
dikarenakan ada masalah lain yang menyebabkan diagnosa tersebut muncul.
81
Dalam memprioritaskan diagnosa keperawatan pada An. A penulis
menggunkan prioritas kebutuhan dasar Maslow, diagnosa yang utama adalah
kekurangan volume cairan, yang kedua ketidakseimbangan nutrisi : kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan, dan
yang ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
C. Intervensi
Pada prioritas diagnosa pertama yaitu kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif perawat melakukan rencana
kaperawatan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan kebutuhan cairan pada pasien dapat terpenuhi dengan kriteria
hasil tidak ada tanda-tanda dehidrasi, tekanan darah, nadi suhu tubuh dalam
batas normal, mempertahankan urin output sesuai dengan berat badan.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah observasi
tanda-tanda vital, pantau frekuensi konsistensi dan warna BAB, observasi
status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat), observasi status
cairan termasuk intake dan output cairan, jelaskan kepada keluarga tentang
pentingnya untuk diberikan larutan rehidrasi (LRO) sedikit tapi sering
khususnya bila anak muntah, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
cairan IV (Susilaningrum dkk, 2013). Tujuan dari diberikan terapi cairan
adalah memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit,vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan
secara adekuat melalui oral, memperbaiki keseimbangan asam basa,
82
memperbaiki volume komponen-komponen darah, memberikan jalan masuk
untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh, memonitor tekanan vena sentral
(CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami
gangguan (Perry & Potter, 2006).
Kolaborasi dalam pemberian obat zinc. Pada saat diare, anak akan
kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian Zinc mampu menggantikan
kandungan Zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan mempercepat
penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistim kekebalan tubuh
sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah
anak sembuh dari diare (Kemenkes RI, 2011).
Diagnosa yang kedua yaitu ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. Tujuan
dan kriteria hasil yang diharapkan yaitu, setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat
terpenuhi dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda malnutrisi, asupan
makanan dan cairan adekuat, berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah anjurkan
pasien makan sedikit tapi sering, observasi jumlah nutrisi yang masuk,
instruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian ASI, jelaskan pada
orang tua tentang makanan/ diet selama diare dan tetap memberikan ASI,
kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak (Wilkinson,
2007). Tujuan dari manajeman nutrisi adalah untuk meningkatkan atau
mempertahankan status nutrisi pasien tetapi juga mencegah permasalahan lain
83
seperti diare akibat inteloransi terhadap jenis makanan tertentu. Tujuan
selanjutnya adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan daya tahan
tubuh dalam menghadapi penyakit khususnya infeksi, dan membantu
kesembuhan pasien dari penyakit / cideranya dengan memperbaiki jaringan
yang aus atau rusak serta memulihkan keadaan homeostasis yaitu keadaan
seimbang dalam lingkungan internal tubuh yang normal atau sehat (Hartono,
2000).
Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur
berhubungan dengan dampak hospitalisasi maka perawat melakukan rencana
keperawatan, setelah diklakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan kebutuhan tidur pasien terpenuhi dengan kriteria hasil jumlah
tidur dalam batas normal (14 -17 jam per hari), pola tidur kualitas tidur dalam
batas normal, perasaan segar sesudah tidur atau istirahat. Intervensi atau
rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah observasi pola tidur pasien,
batasi jumlah pengunjung selama pasien istirahat, monitor/catat kebutuhan
tidur pasien, jelaskan kepada orang tua tentang pentingnya tidur yang
adekuat, kolaborasi dengan keluarga tentang teknik tidur pasien (Wilkinson,
2007). Tujuan dari manajeman tidur adalah untuk memenuhi kebutuhan tidur
pasien yang mengalami hospitalisasi menjadikan seorang perawat menepati
peran strategis dalam pemenuhan kebutuhan tidur pasien rawat inap (Hoey,
Fulbrook, & Douglas, 2014).
84
D. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk mengatasi
diagnosa pertama yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif dilakukan selama tiga hari. Penulis sudah melakukan
tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan yaitu
mengobservasi tanda-tanda vital, memantau frekuensi konsistensi dan warna
BAB, mengobservasi status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat), mengobservasi status cairan termasuk intake dan output cairan
(balance cairan), menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya untuk
diberikan larutan rehidrasi (LRO) sedikit tapi sering khususnya bila anak
muntah, melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV
(Wilkinson, 2007). Penulis tidak melakukan tindakan intervensi keperawatan
untuk meninimbang popok/ pembalut, memonitor status nutrisi, mengatur
kemungkinan transfusi dan mempersiapkan transfusi karena tidak ada gejala
lain yang muncul.
Penulis melakukan tindakan tambahan yaitu kolaborasi dalam
pemberian obat zinc (Kemenkes RI, 2011). Didalam implementasi penulis
melakukan tindakan kolaborasi dalam pemberian obat zinc. Pemerian obat
zinc diberikan menurut advice dari dokter yaitu 1 x 10 mg. Cara pemberian
obat zinc yaitu dengan melarutkan tablet obat zinc dalam 1 sendok air minum
atau ASI (tablet mudah larut kira-kira 30 detik, lalu segera berikan ke anak,
bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi
pemberian dengan cara potong lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga 1
85
dosis penuh. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah
berhenti (Kemenkes RI, 2011).
Zinc mempengaruhi berbagai aspek dari sistem kekebalan tubuh. zinc
sangat penting untuk perkembangan dan fungsi kekebalan sel-mediasi
bawaan, neutrofil, dan natural killer. Makrofag dan produksi sitokin semua
dipengaruhi oleh defisiensi zinc. Pertumbuhan dan fungsi T dan sel B juga
terkena dampak negatif akibat kekurangan zinc.
Defisiensi zinc mempengaruhi timulin di timus sebagai kofaktor dan
berada di dalam plasma.Sel T dihasilkan dalam timus, dimana fungsi sel T
digunakan untuk memanggil leukosit ke tempat terjadinya infeksi, sebagai
contoh kemotaksis sel-sel polimorfonuklear dan mendorong adesi sel-sel
meilomonositik. Dengan aktivasi sel T helper 2 akan memicu sitokin untuk
melakukan proliferasi sel B untuk menjadi TNF- α dan antibodi, antibodi
yang diproduksi berupa imunoglobulin, seperti IgA yang terdapat pada
interstitium, saliva, lapisan mukosa dan saluran pencernaan untuk mencegah
infeksi oleh antigen (Prasad, 2009). Zinc menstabilkan struktur membran dan
memodifikasi fungsi membran dengan cara berinteraksi dengan oksigen,
nitrogen dan ligan sulfur makromolekul hidrofilik serta aktivitas antioksidan.
Zinc melindungi membran dari efek agen infeksius dan dari peroksidasi
lemak dengan meningkatkan pembentukan immunoglobulin A sekretori
(Wapnir, 2000).
Tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
86
dengan penurunan intake makanan dilakukan selama tiga hari. Penulis sudah
melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan yaitu
menganjurkan pasien makan sedikit tapi sering, mengobservasi jumlah nutrisi
yang masuk, menginstruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian
ASI, menjelaskan pada orang tua tentang makanan/ diet selama diare dan
tetap memberikan ASI, melakukan kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian diet pada anak (Wilkinson, 2007). Penulis tidak melakukan
tindakan intervensi keperawatan untukmenganjurkan pesien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C, memberikan substansi gula, memonitor
adanya alergi makanan, memonitor kalori dan intake nutrisi karena tidak ada
gejala lain yang muncul.
Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita diantaranya
energi dan protein. Kebutuhan energi sehari anak untuk tahun pertama kurang
lebih 100-200 Kkal/kg berat badan. Energi dlam tubuh diperoleh terutama
dari zat gizi karbohudrat, lemak dan juga protein (Hasdianah H.K dkk, 2014).
Kebutuhan gizi pada masa balita membutuhkan lebih banyak nutrisi
karena masa balita (usia 1- 5 tahun) adalah periode keemasan. Periode
kehidupan yang sangat penting bagi perkembangan fisik dan mental, pada
masa ini pula balita mulai banyak melakukan dan menemukan hal-hal baru.
Dalam hal ini nutrisi yang baikmemegang peran penting. Jika seseorang
balita sering diberi asupan makanan yang mengandung zat-zat yang tidak
baik, seperti jenis makanan yang mengandung bahan pengawet, pewarna
buatan, pemanis buatan, penyedap makanan dan sejenisnya, hal itu akan
87
terlihat efeknya bagi kesehatan tubuh. Maka, pemberian makanan dengan
pemenuhan gizi yang seimbang adalah cara yang tepat untuk menjaga
kesehatan serta tumbuh kembang balita. Jadi, perhatikan dengan baik pola
makanan untuk balita (Hasdianah H.K dkk, 2014).
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk mengatasi
diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan
dengan dampak hospitalisasi dilakukan selama tiga hari. Penulis sudah
melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan yaitu
mengobservasi pola tidur pasien, membatasi jumlah pengunjung selama
pasien istirahat, memonitor/catat kebutuhan tidur pasien, menjelaskan kepada
orang tua tentang pentingnya tidur yang adekuat, melakukan kolaborasi
dengan keluarga temtang teknik tidur pasien (Wilkinson, 2007). Penulis tidak
melakukan tindakan intervensi keperawatan untuk memonitor waktu makan
dan minum dengan waktu tidur, fasilitasi untuk mempertahankan aktifitas
sebelum tidur (membaca) dan kolaborasi pemberian obat tidur karena tidak
ada gejala lain yang muncul.
E. Evaluasi
Penulis mengevaluasi apakah respon klien mencerminkan suatu keajuan
atau kemunduran dalam diagnosa keperawatan. Pada evaluasi penulis sudah
sesuai dengan teori yang ada yaitu sesuai SOAP (subjektif, objektif,
assement, dan planning). Evaluasi dilakukan setiap hari selama tiga hari yaitu
dari tanggal 06 – 08 januari 2016.
88
Evaluasi pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 diagnosa keperawatan
yang pertama kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif yaitu subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 4 kali.
Objektif konsistensi BAB cair dengan warna kuning bening, pasien tampak
lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit lambat, terpasang infus 16 tpm
(makro), capilary refill < 2 detik (normal < 2 detik), mata tampak cekung,
denyut nadi 116 kali per menit, respiratory 24 kali per menit, suhu 36,50C,
balance cairan 24 cc. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan
intervensi, pantau frekuensi konsistensi dan warna BAB, observasi status
cairan termasuk intake dan output cairan, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan IV (Susilaningrum dkk, 2013), kolaborasi dalam pemberian
obat zinc (Kemenkes RI, 2011). Hasil yang diharapkan atau kriteria hasil
menurut Wilkinson (2007) adalah mempertahankan urine output sesuai
dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal, tekanan darah, nadi suhu
tubuh dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor
kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebih. Dari
hasil pengkajian terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan yaitu hasil
yang diharapkan belum memenuhi kriteria menurut Wilkinson (2007), hali ini
menyatakan kekurangan volume cairan belum teratasi.
Evaluasi pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 diagnosa keperawatan
yang kedua ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan intake makanan yaitu subjektif ibu pasien
mengatakan pasien susah makan, makan bubur hanya 3 sendok, minum susu
89
formula habis 1,5 botol (botol 120 cc) dan minum air putih. Objekif pasien
tampak tidak nafsu makan, bising usus 34 kali kali per menit (normal bising
usus 5 – 30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi abdomen kuadran II,
III. IV hipertimpani, turgor kulit lambat. Pengkajian nutrisi, antropometri
didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 17,64,
biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan
clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit lambat, pasien
tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur. Analisis masalah
belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, observasi jumlah nutrisi yang
masuk, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak. Hasil
yang diharapkan atau kriteria hasil menurut Wliknson adalah adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan, berat badan ideal sesuai
dengan tinggi badan, mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada
tanda-tanda malnutrisi, menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan
menelan, tidak terjadi penurunan berat badan. Dari hasil pengkajian terdapat
kesenjangan antara teori dan kenyataan yaitu hasil yang diharapkan belum
memenuhi kriteria menurut Wilkinson (2007), hali ini menyatakan
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi.
Evaluasi pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 diagnosa keperawatan
yang ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi
yaitu subjektif ibu pasien megatakan pada malam hari pasien tidur pukul
22.30 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien tidur pukul
12.00 WIB dan bangun pukul 15.00 WIB. Objektif pasien tampak lemas,
90
mata panda, kebutuhan tidur pasien pada malam hari 8,5 jam dan siang hari 3
jam (normal tidur anak 14 – 17 jam per hari). Analisis masalah belum teratasi.
Planning lanjutkan intervensi, observasi pola tidur pasien, monitor/catat
kebutuhan tidur pasien, kolaborasi dengan keluarga temtang teknik tidur
pasien. Hasil yang diharapkan atau kriteria hasil menurut Wilkinson adalah
jumlah jam tidur dalm batas normal (normal tidur anak 14 – 17 jam per hari),
pola tidur kualitas tidur dalam batas norrmal, perasaan segar sesudah tidur
atau istirahat. Dari hasil pengkajian terdapat kesenjangan antara teori dan
kenyataan yaitu hasil yang diharapkan belum memenuhi kriteria menurut
Wilkinson (2007), hali ini menyatakan gangguan pola tidur belum teratasi.
91
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan tentang ‘Pemberian
Zinc Terhadap Status Dehidrasi Pada Asuhan Keperawatan An. A Dengan
Diare Akut di Bangsal Melati RSUD Karanganyar’ maka dapat ditarik
kesimpulan :
1. Pada pengkajian An.A dengan diarte akut didapatkan data subyektif dan
obyektif, terdapat keluhan utama diare pasien mengatkan pasien diare 10
kali dan muntah 1 kali. Data objektif pasien rewel dan menangis, pasien
tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit lambat, terpasang infus
16 tpm (makro), capillary refill 2 detik (normal < 2 detik), konsistensi
BAB cair dan berwarna kuning bening, mata tampak cekung, denyut nadi
120 kali per menit, respiratory 28 kali per menit, suhu 36,60C, balance
cairan – 206 cc.
2. Prioritas diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan kebutuhan dasar
Maslow pada pasien adalah kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif. Diagnosa keperawatan yang ke dua yaitu
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan. tampak tidak nafsu makan, mukosa
bibir kering, diit bubur. Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu
gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
92
3. Intervensi keperawatan diagnosa yang pertama kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu observasi tanda-tanda
vital, pantau frekuensi konsistensi dan warna BAB, observasi status
cairan termasuk intake dan output cairan, kolaborasi dalam pemberian
obat zinc. Diagnosa yang kedua ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan
intervensi yang dilakukan yaitu observasi jumlah nutrisi yang masuk,
kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak. Diagnosa
yang gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi
intervensi yang dilakukan yaitu observasi pola tidur pasien, monitor/catat
kebutuhan tidur pasien.
4. Impementasi yang diberikan penulis sesuai dengan intervensi yang sudah
dibuat penulis. Pemberian obat zinc merupakan tindakan utama dalam
mengatasi atau meninimalisir ststus dehidrasi pada An. A yang
mengalami diare akut.
5. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, evaluasi masalah
keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif belum teratasi, dengan intervensi pantau frekuensi konsistensi
dan warna BAB, observasi status cairan termasuk intake dan output
cairan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV, kolaborasi
dalam pemberian obat zinc. Masalah keperawatan yang kedua yaitu
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan belum teratasi, dengan intervensi,
93
observasi jumlah nutrisi yang masuk, kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian diet pada anak. Masalah keperawatan yang ketiga yaitu
gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi belum
teratasi, dengan intervensi, observasi pola tidur pasien, monitor/catat
kebutuhan tidur pasien, kolaborasi dengan keluarga temtang teknik tidur
pasien.
6. Analisa
Pemberian zinc pada anak dengan diare akut yang diberikan
selama 5 hari di rumah sakit mampu untuk menurunkan status dehidrasi
pada An. A. Pemerian obat zinc diberikan menurut advice dari dokter
yaitu 1 x 10 mg. Cara pemberian obat zinc yaitu dengan melarutkan tablet
obat zinc dalam 1 sendok air minum atau ASI (tablet mudah larut kira-
kira 30 detik, lalu segera berikan ke anak, bila anak muntah sekitar
setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi pemberian dengan cara
potong lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga 1 dosis penuh. Zinc
tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan diare
akut, penulis memberikan usilan atau masukan positif dalam bidang
kesehatan antara lain :
94
1. Rumah sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun
pasien, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal umumnya yaitu tindakan kolaborasi pemberian
zinc dalam mengatasi tingkat dehidrasi pada pasien diare akut.
2. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang
berkualitas dan profesional, sehingga dapat tercipta perawat yang
perofesional, inovatif, terampil, bermutu, dan bertanggungjawab yang
mampu memberikan asuhan keperawatansecara menyeluruh berdasarkan
kode etik keperawatan.
3. Bagi pasien
Diaharapkan dengan tindakan pemberian zinc pada anak dengan diare
dapat membantu mempercepat penyembuhan dan mencegah kekambuhan
dari prnyakit tersebut.
4. Bagi penulis
Setelah melakukan tindakan keperawtan pada pasien dengan diare akut
diharapkan penulis dapat lebih mengetahui dan menambah wawasan
tentang cara penanganan diare akut pada anak.
95
DAFTAR PUSTAKA
Cristanto dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
Debora, O. 2013. Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika.
Departemen Kesehatan RI., 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan Lima Langkah
Tuntaskan Diare. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan;pp.288-390.
Hidayat, Alimun Aziz. 2006. Pengantar Olmu Keperawatan Anak. Jakarta :
Salemba Medika.
Huang, L.H et all. 2009. Dehydration. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/906999-overview. 17 Desember
2015 (15:45).
Jevon, P & Ewens B. 2008. Pemantauan Pasien Kritis. Jakarta: Erlangga.
Latief, A, dkk. 2005. Bagian ilmu kesehatan anak. Jakarta: FKUI
Mubarak, Iqbal Wahit. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
EGC.
Muttaqin, Arif. 2011.Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi asuhan keperawatan
Medikal Bedah.Jakata : Salemba Medika.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Nurarif dan Kusuma. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta : Med Action.
Nursalam, M.N, dkk. 2013. Asuhan keperawatan Bayi dan Anak untuk Perawat
dan Bidan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Potter P.A & Perry A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. EGC. Jakarta
Ricci & Kyle. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Riskesdas., 2007. Data Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
96
Segeren, C., Djuffrie, M., Soenarto, S.S.Y. 2005. Faktor Resiko Kejadian
Hipernatremia pada Anak Balita dengan Diare Cair Akut. Jakarta:
Berkala Ilmu Kedokteran.
Soebagyo, Bambang., 2008. Diare Akut Pada Anak.Surakarta: uns press pp.2-33
Suriadi dan Yuliani. 2010.Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : CV
Sugeng Seto
Susilaningrum dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika.
Setiawan. 2006. Pedoman Diet Untuk Anak. Jakarta : Salemba Medika
Gunawan. 2009. Asukan Keperawatan Anak Dengan Gastrointestinal.
http:/ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_diare.html
Ulfah, dkk. 2010. Junal Zinc Efektif Mengatasi Diare Akut Pada Balita. 15 (2)
:137-142
Winugroho. 2008. Model Konsep Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Wilkinson, M Judith. 2007. Buku Saku Diaganosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
Wong, Dona L .2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2. Jakarta :
EGC.