pembetukan indeks kemiskinan balita multidimensi di nusa

11

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa
Page 2: Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa

Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa Tenggara Timur Tahun 2017 ......................... (Adiyatgo Dwi Kurnia Yahmin)

1

PEMBENTUKAN INDEKS KEMISKINAN BALITA MULTIDIMENSI DI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2017

(ESTABLISHMENT OF MULTIDIMENTAL POVERTY INDEX IN THE EAST NUSA TENGGARA IN 2017)

Adiyatgo Dwi Kurnia Yahmin1, Risni Julaeni Yuhan2 Politeknik Statistika STIS1

Politeknik Statistika STIS2 Jalan Otto Iskandardinata No.64C 1 4, RT.1/RW.4, Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur,

Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13330

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Balita merupakan kelompok umur yang sangat menentukan dalam pengembangan kualitas manusia di masa depan. Menjaga balita dari kemiskinan yang berupa perampasan hak-hak dasarnya merupakan langkah

awal dalam pengentasan kemiskinan secara umum. Peneltian ini bertujuan untuk membentuk Indeks Kemiskinan Balita (IKB) Multidimensi di kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017 dan

melihat gambaran umum kemiskinan balita yang terjadi di kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan hasil analisis faktor, terdapat 3 faktor yang terbentuk, yaitu faktor lingkungan dan kesehatan, faktor standar kualitas hidup balita dan faktor fasilitas perumahan. Faktor-faktor yang terbentuk memiliki

persentase varians terjelaskan sebesar 75,771. Berdasarkan pengelompokan kabupaten/kota, lima kabupaten/kota dikategorikan sebagai kabupaten/kota dengan nilai IKB rendah, sepuluh provinsi

dikategorikan sebagai kabupaten/kota dengan persentase IKB sedang, enam kabupaten/kota dikategorikan sebagai kabupaten/kota dengan nilai IKB tinggi.

Kata kunci: subjek utama naskah, panduan, jurnal

ABSTRACT

Toddlers are a very decisive age group in the development of human quality in the future. Keeping children from poverty is a deprivation of basic rights is the first step in poverty alleviation in general. This research aims to form a Multidimensional Toddler Poverty Index (IKB) in districts / cities in East Nusa Tenggara Province in 2017 and look at the general picture of poverty that occurs in districts / cities in East Nusa Tenggara Province. Based on the results of factor analysis, there are 3 factors that are formed, namely Environmental and Health factors, toddlers' quality of life standard and housing facilities. The forming factors have an unexplained percentage of 75,771. Based on regency / city grouping, five regencies / cities are categorized as regencies / cities with a low IKB value, ten provinces are categorized as regencies / cities with a moderate IKB percentage, six districts / cities are categorized as regencies / cities with high IKB values.

Keywords: toddler, multidimentional poverty, index, factor analysis

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks karena mencakup hampir setiap aspek kehidupan seperti sosial, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Banyak sekali upaya yang telah dilakukan dunia untuk mengentaskan kemiskinan salah satunya adalah program pertama Suistainable Development Goal (SDGs) yaitu “No Poverty”.”No Poverty” mempunyai tujuan untuk berkomitmen mengentaskan segala jenis kemiskinan dan dimensinya sampai tahun 2030, termasuk peningkatan kesejahteraan anak-anak melaluli peningkatan harapan hidup.

Anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang perlu dipelihara karena di masa mendatang anak akan memiliki peran penting dalam menjamin kelangsungan eksistesi

Page 3: Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa

Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s

2

bangsa dan negara. Hal ini diatur pada Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 pasal 1 ayat 2 yang menyatakan bahwa anak berhak mendapat jaminan dan perlindungan atas hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Konvensi Hak-Hak Anak (1989) merumuskan hak-hak dasar anak yang dikategorikan menjadi empat kategori,yaitu 1) hak untuk kelangsungan hidup, 2) hak untuk tumbuh kembang, 3) hak untuk mendapat perlindungan dan 4) hak untuk berpartisipasi.

Roelen dan Gassman (2008) menjelaskan terdapat dua alasan mengapa melindungi hak-hak dasar anak menjadi penting. Alasan pertama adalah anak-anak memiliki risiko untuk mengalami kemiskinan yang lebih tinggi karena anak- anak masih bergantung pada lingkungan sekitar dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Alasan kedua adalah anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan lebih berpeluang untuk menjadi miskin di masa dewasa sehingga berpeluang untuk mengalami suatu fenomena yang disebut dengan lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty).

Untuk itu, perlu dilakukan suatu usaha yang bisa dilakukan terhadap anak agar terhindar dari kemiskinan. Salah satunya dengan melihat kondisi anak pada saat balita (Loeziana, 2017) . Pada kelompok umur balita, terdapat faktor yang menentukan keberhasilan seorang anak yaitu masa keemasan dalam tumbuh kembang manusia atau yang dikenal dengan istilah The Golden Age. Uce (2017) menjelaskan bahwa periode The Golden Age hanya berlangsung pada saat anak dalam kandungan hingga usia dini. Namun, masa-masa bayi dalam kandungan sampai usia empat tahun adalah masa-masa yang paling menentukan.

Dalam melihat kemiskinan balita di Indonesia, Badan Pusat Statistik (2017) menganalisis kemiskinan anak dan deprivasi hak-hak dasar anak dengan melihat berbagai dimensi yang berasal dari kerangka konsep Multiple Overlapping Deprivation Analysis (MODA) atau biasa disebut Cross Counrty MODA (CC-MODA). CC-MODA membagi dimensi-dimensi tersebut kedalam dua kelompok umur yaitu anak usia 0-4 tahun dan anak usia 5-17 tahun. Dimensi yang dipakai pada anak usia 0-4 tahun adalah makanan, nutrisi, kesehatan, air, sanitasi, perumahan, dan perlindungan dari kekerasan, sedangkan untuk anak usia 5-17 tahun adalah pendidikan, informasi, air, sanitasi, perumahan, dan perlindungan dari kekerasan.Kemudian, Bappenas (2011) mengkaji kemiskinan anak dengan menghitung indeks komposit kesejahteraan anak yang diukur dari berbagai dimensi. Dimensi-dimensi yang digunakan Bappenas (2011) dalam membentuk indeks adalah pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, lingkungan, sanitasi, dan ekonomi.

Jika melihat kemiskinan balita dari beberapa dimensi, menurut hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menjelaskan stunting di Indonesia pada tahun 2018 adalah 30,8 persen, mengalami penurunan dari Riskesdas sebelumnya pada tahun 2013 yaitu 37,2 persen. Kemudian, balita underweight di Indonesia pada tahun 2018 adalah 10,2 persen, mengalami penurunan dari Riskesdas pada tahun 2013 yaitu 12,1 persen. Balita dengan status wasting di Indonesia pada tahun 2018 adalah 17,7 persen, yang juga mengalami penurunan dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2013 dengan 19,6 persen. Namun, pada Riskesdas 2018 semua masalah gizi yang ada di provinsi Nusa Tenggara Timur masih jauh diatas persentase Indonesia. Underweight dan stunting di provinsi NTT merupakan provinsi yang mempunyai persentase terbesar,masing-masing 29,5 persen dan 42,6 persen. Kemudian, persentase balita wasting di provinsi NTT masih jauh diatas Indonesia yaitu sekitar 13 persen.

Menurut Publikasi yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 2017 yaitu “Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017” menunjukkan bahwa gizi buruk dan gizi kurang yang dialami balita di provinsi Nusa Tenggara Timur menempati urutan paling bawah atau mempunyai persentase tertinggi di Indonesia dengan persentase untuk gizi buruk sebesar 7,4 persen dan gizi kurang sebesar 20,9 persen. Selain gizi buruk dan gizi kurang, balita-balita di provinsi NTT juga mengalami pendek dan sangat pendek atau yang biasa disebut stunting. Stunting di provinsi NTT juga memiliki persentase tertinggi di Indonesia yaitu 18 persen balita tergolong kedalam balita dengan tinggi badan sangat pendek dan 22,3 persen tergolong kedalam balita dengan tinggi badan pendek. Kemudian, balita-balita di provinsi NTT juga tergolong kedalam balita yang kurus dan sangat kurus atau yang biasa disebut wasting. Kondisi balita kurus dan sangat kurus di provinsi NTT ini menempati urutan ketiga terbawah. Walaupun menempati posisi ketiga dari bawah, persentase balita kurus dan sangat kurus di provinsi NTT tidak jauh berbeda dengan provinsi yang ada dibawahnya, yakni

Page 4: Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa

Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa Tenggara Timur Tahun 2017 ......................... (Adiyatgo Dwi Kurnia Yahmin)

3

provinsi Papua Barat dan Maluku. Persentase balita yang dikategorikan sangat kurus dan kurus secara berturut-turut adalah 6 persen dan 9,8 persen.

Selanjutnya, persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen imunisasi dasar lengkap di provinsi NTT hanya mencakup 54,55 persen saja, jauh dibawah rata-rata nasional yang sebesar 85,41 persen. Hal ini menempatkan provinsi NTT berada di posisi ketiga terendah dalam mencakup 80 persen imunisasi dasar lengkap. Akses terhadap sanitasi layak di provinsi NTT pun tergolong sangat rendah, yaitu 42,7 persen atau kedua terburuk setelah provinsi Papua. Ditambah lagi dengan persentase terhadap air minum layak sebesar 23,73 persen, masih dibawah target yang tertera dalam Renstra tahun 2017 yaitu 40 persen. Menurut BPS (2017), kepemilikkan akte kelahiran di provinsi NTT untuk balita masih sangat rendah. Persentase balita yang tidak memiliki akte kelahiran di provinsi NTT sebesar 68,35 persen. Hal ini menempatkan provinsi NTT sebagai provinsi dengan persentase terendah dalam kepemilikkan akte kelahiran untuk balita.

Berdasarkan indikator-indikator kemiskinan multidimensi di atas, gambaran dari hasil analisis kemiskinan balita secara multidimensi sangat diperlukan pemerintah untuk menyusun kebijakan, perencanaan, serta monitoring untuk mengentaskan kemiskinan balita berupa pemenuhan kembali hak-hak dasar balita. Maka perlu dibentuk indeks kemiskinan balita (IKB) multidimensi pada balita. Dengan dibentuknya IKB, akan terlihat tingkat kemiskinan balita secara multidimensi antar kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah membentuk indeks kemiskinan balita multidimensi kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan mendapat gambaran umum dari kondisi kemiskinan balita kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara. Penelitian ini diharapkan mampu mempermudah pemerintah dalam pembuatan kebijakan mengenai pengentasan gizi buruk balita secara efektif, efisien dan lebih tepat sasaran, sehingga dapat menurunkan tingkat kerawanan sosial pada balita di suatu daerah.

Penelitian Terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Qi, Di dan Yichao Wu (2015) yang berjudul “A Multidimentional Child Poverty Index in China”. Indeks dibentuk dengan menghitung adjusted headcount ratio yang merujuk pada konsep Alkire-Foster. Dimens-dimensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nutrisi, air, fasilitasi sanitasi, perumahan, pendidikan, kesehatan dan informasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kemiskinan anak multidimensi dan perubahannya secara dinamis di Cina dari tahun 1989 sampai 2009. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat kemiskinan secara keseluruhan menurun selama bertahun-tahun dari tahun 1989 hingga 2009 di tingkat nasional dan di antara provinsi, dimana pendorong utamanya adalah pengurangan rasio jumlah penduduk anak miskin, yang mengindikasikan adanya peningkatan kondisi hidup anak-anak dari tujuh dimensi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu nutrisi, air, sanitasi, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan informasi. Provinsi-provinsi di wilayah tengah Cina menerima pengurangan terbesar angka kemiskinan anak, dan kesenjangan regional kemiskinan anak telah dipersempit, tetapi lebih banyak upaya pengurangan kemiskinan harus dilakukan untuk provinsi dan daerah pedesaan termiskin.

Penelitian yang dilakukan oleh Ogwumike, Fidelis O. dan Uche M. Ozughalu (2018) yang berjudul “Empirical evidence of child poverty and deprivation in Nigeria”. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai dasar untuk membantu pemerintahan Nigeria untuk mengentaskan kemiskinan anak yang berada di Nigeria, khususnya di daerah pedesaan dan Nigeria Utara. Hasil yang didapat dari penelitian ini antara lain adalah tingkat kemiskinan anak di Nigeri sangat tinggi, dan banyak anak di Nigeria yang terdeprivasi dalam dimensi pendidikan, kesehatan, nutrisi , perlindungan anak, air dan sanitasi. Kemudian, wilayah dengan infrastruktur sosio-ekonomi yang kurang cenderung mempunyai tingkat kemiskinan anak dan deprivasi anak yang tinggi di berbagai kebutuhan dasar. METODE

Analisis faktor merupakan metode analisis yang menggambarkan hubungan diantara variabel-variabel yang saling independen satu sama lainnya untuk membentuk suatu variabel baru yang lebih

Page 5: Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa

Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s

4

ringkas tetapi tetap bisa mewakili variabel aslinya yang disebut faktor. Analisis faktor berusaha menyederhanakan gambaran tentang suatu data dengan mereduksi variabel. Tahapan-tahapan dalam analisis faktor dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menguji indikator-indikator yang bersubstansi dari kerangka konsep MODA untuk menentukan variabel-variabel yang dianggap layak untuk melakukan analisis faktor. a. Uji Bartlet (Bartlett test of sphericity) Uji Bartlet digunakan untuk memeriksa korelasi antar variabel yang akan diteliti dari suatu matriks korelasi. Jika terdapat korelasi antar variabel atau matriks korelasi bukan matriks identitas, maka data layak dianalisis dengan analisis faktor.

Tahapannya adalah sebagai berikut:

Hipotesis H0 : matriks korelasi = matriks identitas H1 : matriks korelasi ≠ matriks identitas

Statistik Uji

𝜒2 = − [(𝑁 − 1) −(2𝑝+5)

6] ln |𝑅| ..................................................................................(1)

keterangan: N = jumlah data p = jumlah variabel |R| = determinan matriks korelasi

Keputusan

Tolak H0 ketika p-value < α atau 𝜒𝑜𝑏𝑠2 > 𝜒𝛼,𝑝(𝑝−1)/2

2

b. Uji KMO (Kaiser-Meyer-Olkin ) Uji KMO mengukur seberapa layak data digunakan dalam analisis faktor. Nilai KMO yang masih

dibawah 0,5 perlu dilakukan penimbangan ulang variabel. Rumusnya adalah sebagai berikut:

𝐾𝑀𝑂 = ∑ ∑ 𝑟𝑖𝑗

2𝑖≠j𝑖

∑ ∑ 𝑟𝑖𝑗2

𝑖≠j𝑖 + ∑ ∑ 𝛼𝑖𝑗2

𝑖≠j𝑖..............................................................................................(2)

keterangan : rij = koefisien korelasi sederhana antara variabel i dan j αij = koefisien korelasi parsial antara variabel i dan j c. Uji MSA (Measure of Sampling Adequancy)

Uji MSA menguji kelayakan setiap variabel yang digunakan. Menurut Cerny & Kaiser (1977), MSA mempunyai rumus :

𝑀𝑆𝐴 = ∑ 𝑟𝑖𝑗

2𝑖≠j

∑ 𝑟𝑖𝑗2

𝑖≠j + ∑ 𝛼𝑖𝑗2

𝑖=j............................................................................................................(3)

dengan kriteria MSA yang digunakan menurut Hair, dkk (2010) adalah jika variabel sudah layak dilakukan analisis faktor jika nilai MSA ≥ 0.5. 2. Ekstraksi Faktor Ekstraksi faktor adalah metode yang digunakan untuk mereduksi beberapa indikator untuk menghasilkan faktor yang lebih sedikit yang dapat menjelaskan korelasi antara indikator yang diobservasi. Kriteria yang sering digunakan dalam menentukan banyaknya faktor antara lain, dengan melihat nilai eigen, nilai persentase varians terjelaskan, dan scree plot.

3. Rotasi Faktor Rotasi faktor digunakan untuk membuat struktur faktor dapat lebih sederhana untuk

diinterpretasi (Hair, 1998). Rotasi yang dipakai pada penelitian ini adalah rotasi varimax.

4. Menginterpretasi faktor

Cerny, B. A., & Kaiser,

H. F. (1977). A Study Of A

Measure Of Sampling

Adequacy For Factor-

Analytic Correlation

Matrices. Multivariate

Behavioral Research,

12(1), 43–

47.doi:10.1207/s1532790

6mbr1201_3

Page 6: Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa

Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa Tenggara Timur Tahun 2017 ......................... (Adiyatgo Dwi Kurnia Yahmin)

5

Interpretasi faktor dapat dilihat melalui nilai high loading dari variabel pada faktor yang sama. Manfaat lain dari nilai high loading dalam membantu untuk membuat interpretasi melalui plot variabel yaitu dengan menggunakan factor loading sebagai koordinat.

5. Skor Faktor

Skor faktor merupakan suatu upaya untuk membentuk variabel menjadi lebih sedikit dan berfungsi untuk menggantikan variabel asli. Penghitungan skor faktor digunakan metode min-maxy ang memperkecil nilai faktor dari nol sampai satu. Rumusnya sebagai berikut :

𝑓𝑖𝑗′ =

[𝑓𝑖𝑗−𝑀𝑖𝑛(𝑓𝑖𝑗)]

[𝑀𝑎𝑥(𝑓𝑖𝑗)− 𝑀𝑖𝑛(𝑓𝑖𝑗]............................................................................................................(4)

dimana :

𝑓𝑖𝑗′ = skor faktor ke-i kabupaten ke-j setelah normalisasi

𝑓𝑖𝑗= skor faktor ke-i kabupaten ke-j

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembentukan IKB adalah sebagai berikut:

1. Menstandardisasi variabel.

Variabel-variabel pembentuk IKB pada balita distandardisasi menggunakan standardisasi z-score.

2. Melakukan analisis faktor.

3. Menghitung IKB pada balita dengan unequal weghting.

Dalam menghitung penimbang, varians terjelaskan suatu faktor dirasiokan dengan besarnya varians terjelaskan seluruh faktor. Faktor dengan penimbang lebih besar akan menjadi faktor yang lebih penting karena mampu menjelaskan keragaman yang lebih besar dibandingkan faktor lainnya.

4. Mengelompokkan kabupaten/kota di provinsi NTT menurut IKB

Pengelompokan kabupaten/kota di provinsi NTT menurut IKB memakai metode natural breaks. Kelas yang digunakan yaitu sebagai berikut.

Rendah (K1) 19,16 ≤ IKB < 38,57 Sedang (K2) 38,57 ≤ IKB < 53,34 Tinggi (K3) 53,34 ≤ IKB < 87,30

dimana : IKB : Indeks Kemiskinan Balita

K1 : kelas ke-1 K2 : kelas ke-2 K3 : kelas ke-3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembentukan IKB Multidimensi di Nusa Tenggara Timur

Berdasarkan hasil uji Bartlet, didapatkan nilai p-value sebesar 0,016 yang lebih kecil dari level

signifikansi (5 persen) menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara variabel yang

digunakan sehingga dapat dilakukan analisis faktor atau matriks korelasi bukan merupakan matriks

identitas. Kemudian, pada uji nilai KMO sebesar 0,628, yang artinya data layak dilakukan analisis

faktor. Nilai MSA untuk setiap variabel bernilai di atas 0,5, yang berarti semua variabel secara parsial

layak untuk dianalisis menggunakan analisis faktor.

Page 7: Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa

Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s

6

Terdapat tiga faktor terpilih yang memiliki nilai eigen lebih dari satu. Nilai eigen faktor pertama adalah 2,326, faktor kedua adalah 1,888 dan faktor ketiga adalah 1,090 dengan kumulatif persentase varians melebihi 70 persen, yaitu 75,771 persen. Berdasarkan pertimbangan dalam menentukan jumlah faktor, maka terbentuk tiga faktor dalam penyusunan indeks kemiskinan balita (IKB).

Pengelompokan masing-masing variabel ke dalam tiga faktor dapat dilihat dari nilai loadingnya (Tabel 1). Agar mudah dalam interpretasi hasil, dilakukan rotasi varimax. Dengan dilakukannya proses rotasi, terlihat bahwa setiap variabel hanya mempunyai hubungan kuat dengan satu faktor saja. Penjelasan variabel-variabel pembentuk faktor adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Tabel rotasi komponen matriks

Variabel

Rotated Component

Matrix Pengelompokan

Faktor Faktor

1

Faktor

2

Faktor

3

(1) (2) (3) (4) (5)

Jenis Lantai -,099 ,116 ,900 Faktor 3

Air Minum Layak ,769 ,455 -,099 Faktor 1

Sanitasi Layak ,777 -,276 ,115 Faktor 1

Bahan Bakar Memasak ,565 -,007 ,679 Faktor 3

Penddikan Prasekolah -,238 ,840 -,085 Faktor 2

Jaminan Kesehatan ,005 ,803 ,383 Faktor 2

Imunisasi Lengkap ,695 -,382 ,020 Faktor 1

Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa faktor pertama dari tiga variabel sedangkan faktor kedua

dan ketiga tersusun dari dua variabel. Faktor pertama terdiri dari variabel sanitasi layak, air minum layak, dan imunisasi lengkap yang kemudian diberi nama factor lingkungan dan kesehatan (FK). Faktor kedua terdiri dari variabel pendidikan prasekolah dan jaminan kesehatan diberi nama faktor standar kualitas hidup balita (FSKHB). Faktor ketiga terdiri dari variabel jenis lantai dan bahan bakar memasak yang diberi nama faktor fasilitas perumahan (FFP).

Penghitungan IKB menggunakan metode unequal weight untuk setiap faktor. Nilai pembobot untuk setiap faktor yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Bobot faktor IKB di Provinsi NTT

Faktor Varians Terjelaskan Bobot

(1) (2) (3)

Faktor Lingkungan dan Kesehatan(FLK)

33,228 0,4385

Faktor Standar Kualitas

Hidup Balita (FSKHB) 26,975 0,3560

Faktor Fasilitas Rumah(FFP) 15,568 0,2055

Total 75,771 1,0000

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa FLK mempunyai bobot sebesar 0,4385 dan FSKHB

memiliki bobot sebesar 0,3560 dan FFP memiliki bobot sebesar 0,2055. Maka, model pembentuk IKB multidimensi adalah :

IKB = 0,4385(FLK) + 0,3560 (FSKHB) + 0,2055(FFP)..............................................................(5)

Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Provinsi Nusa Tenggara Timur berkisar antara 19,16 – 87,28 persen. Semakin besar persetase IKB maka balita akan semakin terpenuhi hak-hak dasarnya atau semakin tidak miskin.

Page 8: Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa

Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa Tenggara Timur Tahun 2017 ......................... (Adiyatgo Dwi Kurnia Yahmin)

7

Gambar 1. IKB di Provinsi NTT Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 1, IKB dengan persentase tertinggi terdapat di Kabupaten Sumba Barat

Daya dengan 87,28 persen. Artinya, Kabupaten Sumba Barat Daya adalah kota dengan balitta miskin

secara multidimensi paling tinggi di Provinsi NTT. IKB dengan persentase terendah terdapat di Kota

Kupang dengan dengan 19,16 persen. Artinya, Kota Kupang adalah kabupaten dengan balita miskin

secara multidimensi paling rendah di Provinsi NTT.

Gambar 2. Peta IKB di Provinsi NTT Tahun 2017

Berdasarkan Gambar dua, dua kabupaten/kota dikategorikan kedalam nilai indeks IKB yang

rendah dengan nilai sebarannya adalah 22,73 persen. Untuk kategori sedang, terbagi atas sepuluh

kabupaten/kota dengan nilai sebarannya adalah 50 persen. Untuk kategori tinggi, terdapat enam

kabupaten/kota dengan nilai sebarannya adalah 27,27 persen.

19,16

49,85

87,28

0,0010,0020,0030,0040,0050,0060,0070,0080,0090,00

100,00

Page 9: Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa

Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s

8

Gambar 3. Analisis Jala Kabupaten/Kota di Provinsi NTT berkategori rendah

Berdasarkan gambar tiga, pada kategori tinggi, terlihat bahwa faktor lingkungan dan

kesehatan dan faktor standar kualitas hidup balita tertinggi terdapat pada Kabupaten Sumba Barat

Daya dan faktor fasilitas perumahan tertinggi terdapat pada Kabupaten Manggarai Timur.

Gambar 4. Analisis Jala Kabupaten/Kota di Provinsi NTT berkategori sedang

Berdasarkan gambar empat, pada kategori rendah, terlihat bahwa faktor kesehatan tertinggi

terdapat pada Kabupaten Malaka, kemudian faktor standar kualitas hidup balita tertinggi terdapat

pada Kabupaten Sumba Tengah dan faktor fasilitas perumahan tertinggi terdapat pada Kabupaten

Manggarai.

-1

0

1

2

3FK

FSKHBFFP

MANGGARAI

ALOR

MANGGARAI BARAT

MALAKA

MANGGARAI TIMUR

SUMBA BARAT DAYA

-3

-2

-1

0

1

2

3FLK

FSKHBFFP

SUMBA TENGAH

FLORES TIMUR

KUPANG

SUMBA TIMUR

ENDE

NAGEKEO

TIMOR TENGAH

SELATANBELU

TIMOR TENGAH UTARA

ROTE NDAO

LEMBATA

Page 10: Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa

Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa Tenggara Timur Tahun 2017 ......................... (Adiyatgo Dwi Kurnia Yahmin)

9

Gambar 5. Analisis Jala Kabupaten/Kota di Provinsi NTT berkategori tinggi

Berdasarkan gambar lima, pada kategori rendah, terlihat bahwa faktor lingkungan dan kesehatan dan faktor fasilitas perumahan terendah terdapat pada Kota Kupang. Untuk faktor standar kualitas hidup balita tertinggi terdapat pada Kabupaten Sumba Barat.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Provinsi NTT dibentuk oleh 3 faktor, yaitu faktor

lingkungan dan kesehatan (faktor pertama) yang terdiri dari sanitasi layak, air minum layak dan

imunisasi lengkap, faktor standar kualitas hidup balita (faktor kedua) yang terdiri dari pendidikan

prasekolah dan kepemilikan jaminan kesehatan dan faktor fasilitas perumahan (faktor ketiga)

yang terdiri dari jenis lantai dan bahan bakar memasak. Ketiga faktor ini mampu menjelaskan

keragaman sebesar 75,771 dari total keragaman kemiskinan balita multidimensi di Provinsi NTT.

2. Nilai IKB terendah terdapat di Kota Kupang dengan 19,16 sedangkan nilai IKB tertinggi terdapat

di Sumba Barat Daya dengan 87,28.

3. IKB di provinsi NTT dikelompokkan kedalam tiga kategori, yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Terdapat lima kabupaten/kota yang memiliki nilai IKB rendah, sepuluh kabupaten/kota yang

memiliki nilai IKB sedang dan enam kabupaten/kota yang memiliki persentase IKB tinggi.

4. Faktor lingkungan dan kesehatan dan Faktor Standar Kualitas Hidup Balita tertinggi pada

kategori tinggi terdapat pada kabupaten Sumba Barat Daya sedangkan faktor fasilitas

perumahan tertinggi terdapat pada kabupaten Manggarai. Pada kategori sedang, faktor

lingkungan dan kesehatan tertinggi terdapat pada Kabupaten Sumba Tengah, faktor standar

kualitas hidup balita tertinggi terdapat pada Kabupaten Lembata dan faktor fasilitas perumahan

tertinggi terdapat pada Kabupaten Timor Tengah Selatan. Pada kategori tinggi, faktor lingkungan

dan kesehatan dan fasilitas perumahan terendah terdapat pada Kota Kupang, sedangkan faktor

standar kualitas hidup balita terendah terdapat pada kabupaten Sumba Barat.Untuk pemerintah,

diharapkan pemerintah memberi bantuan berupa penambahan fasilitas kesehatan,

penggencaran kembali program kesehatan dan penunjang standar kualitas hidup untuk balita,

terutama didaerah dengan persentase IKB rendah terlebih dahulu yaitu Kabupaten Sumba Barat

Daya dan Kabupaten Manggarai Timur.

-4

-3

-2

-1

0

1FLK

FSKHBFFP

KOTA KUPANG

NGADA

SUMBA BARAT

SIKKA

SABU RAIJUA

Page 11: Pembetukan Indeks Kemiskinan Balita Multidimensi di Nusa

Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s

10

Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti dapat memberikan saran kepada pemerintah

bahwasanya pemerintah dapat mengevaluasi program bantuan bagi balita agar dapat

memenuhi hak-hak dasarnya. Pemerintah dapat menggencarkan lagi program bantuan

kesehatan bagi balita seperti imunisasi dan penyuluhan pemberian ASI terhadap balita. Hal ini

dapat dimulai dari kabupaten/kota dengan nilai IKB rendah terlebih dahulu yaitu Kab. Sumba

Barat Daya dan Kab. Manggarai Timur.

2. Untuk keluarga agar lebih bisa berperan aktif dalam menjaga hak-hak dasar anak agar tetap

terpenuhi, salah satu contohnya dengan membuat

DAFTAR PUSTAKA

Alkire, Sabina. & Foster, James. (2007). Counting and Multidimensional Poverty Measurement. OPHI

Working Paper No. 7 December 2007 (Rev. May 2008). Oxford University: Oxford Poverty & Human

Development Initiative

Badan Pusat Statistik. (2017). Analisis Kemiskinan Anak dan Deprivasi Hak-Hak Dasar Anak di Indonesia.

Jakarta: BPS

__________. (2018). Indonesia – Survei Sosial Ekonomi Nasional 2017 Maret (KOR). Jakarta :BPS

Hair, J.F., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E. (2014). Multivariate Data Analysis. United

State: Pearson Prentice Hall

Johnson, R.A. & Wichern, D.W. (2007). Applied Multivariate Statistical Analysis (6th ed). United State:

Pearson Prentice Hall.

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI.

__________.(2018). Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta : Kemenkes Kesehatan RI

Loeziana, Uce (2017). The Golden Age : Masa Efektif Merancang Kualitas Anak. Aceh : Jurnal UIN Ar

Raniry.

Roelen, K., dan Gassmann, F. 2008. Measuring Child Poverty and Well-Being: ALiterature Review. Working

Paper. Maastricht University. Netherland.

UNICEF (2012).Cross-country MODA Study: Multiple Overlapping Deprivation Analysis (MODA) – Technical

Note. Florence: UNICEF Office of Research

__________. (2005). The State of the World of the Children 2005 - Childhood under Threat. New York:

UNICEF

__________. (2005). Children Living In Poverty : A Review of Child Poverty Definitions, Measurement and

Policies. Division Of Policy And Planning. New York: UNICEF.