pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di...
TRANSCRIPT
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA
WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
MAGELANG TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Nur’aini Solikhah
NIM : 111 10 156
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2014
MOTTO
ان من خياركم احسنكم اخالقا
“Sesungguhnya termasuk orang-orang pilihan diantara kalian adalah
yang terbaik budi pekertinya”
(HR. Bukhari)
PERSEMBAHAN
Kubingkiskan karya sederhana ini untuk:
& Almamaterku tercinta STAIN Salatiga.
& Bapak & Ibu tercinta yang selalu menyayangiku, mendukung, dan
menyemangatiku. Terima kasih atas untaian do‟a yang tiada henti terucap dari
bibir dan hati Bapak & Ibu untuk kebaikan Ananda.
& Adikku, Abdul Kholiq Muhamad, semoga kamu meraih cita-cita yang kamu
impikan.
& Teman kos yang penuh kehangatan: Jayanti, Umatul dan Mbak Yani.
& Mbak Upla, dik Ana, Zaty, Henni, Amie, Vita, Lilis, dan Aye terima kasih
karena kalian telah membuatku mengerti arti persahabatan.
& Teman-teman D-paSta „10 yang seperjuangan. Makasih atas segala dukungan
teman-teman selama ini. One all them.. best friends forever.
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir skripsi dengan judul “Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita
di Lembaga Pemasyarakatan Magelang Tahun 2014”. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S1
Jurusan Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,
tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan
lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmad Haryadi, M.Pd., selaku Ketua STAIN Salatiga yang telah
memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan
Magelang.
2. Bapak Mubarok dan Ibu Hartini tercinta yang telah mencurahkan
pengorbanan dan do‟a restu yang tiada henti bagi keberhasilan studi penulis.
3. Bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil., selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing, memberikan nasehat, arahan, serta masukan-masukan yang
sangat membangun dalam penyelesaian tugas akhir ini.
4. Bapak Rasimin, M.Pd selaku Kepala Prodi Pendidikan Agama Islam STAIN
Salatiga.
5. Seluruh dosen dan petugas admin Prodi Pendidikan Agama Islam STAIN
Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian
berlangsung.
6. Lembaga Pemasyarakatan Magelang, Bapak I Made Darmajaya,
Bc.Ip.S.Sos.SH.MM selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Magelang,
Bapak Drs.Triyoga Nugroho, Ibu Siti Badriyatun, Bapak Hananta B, SH., dan
Bapak Dididk Budi, A.Ks yang telah memberikan informasi dan data yang
diperlukan dalam penelitian ini.
7. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya.
Amin ya robbal ‟alamin
Salatiga, 25 Agustus 2014
Penulis
Nur‟aini Solikhah
NIM: 111 10 156
ABSTRAK
Solikhah, Nur‟aini. 2014. Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di
Lembaga Pemasyarakatan Magelang Tahun 2014. Skripsi. Jurusan
Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Mufiq, S.Ag., M.Phil.
Kata Kunci: Pembinaan Keagamaan dan Narapidana Wanita
Penelitian ini membahas Pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di
Lembaga Pemasyarakatan Magelang Tahun 2014. Fokus Penelitian yang akan
dikaji adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana
wanita di Lembaga Pemasyaakatan Magelang tahun 2014; 2. Metode apa saja
yang diterapkan dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana
wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang tahn 2014; 3. Faktor apa saja yang
menghambat pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lemabaga
Pemasyarakatan Magelang tahun 2014.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, maka
kehadiran peneliti di lapangan sangat penting. Peneliti bertindak langsung sebagai
instrument dan sebagai pengumpul data hasil observasi yang mendalam serta
terlibat aktif dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diperoleh dari para
informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Analisa data dilakukan
dengan cara menelaah data yang ada, lalu melakukan reduksi data, penyajian data
dan menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data ini mengadakan
keabsahan data dengan menggunakan ketekunan pengamatan triangulasi.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pembinaan keagamaan
pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang dilaksanakan
secara intensif setiap hari dan terus menerus, seperti Sholat Dhuhur Berjama‟ah.
Metode yang digunakan adalah Metode Pembinaan berdasar Situasi, Metode
Pembinaan Perorangan (Individual Treatment), Metode Pembinaan Kelompok
(Classical Treatment), Metode Belajar dan Pengalaman (Experiental Learning)
dan Auto Sugesti. Faktor yang menhambat pembinaan kegamaan: a). Latar
belakang narapidana wanita yang tidak sama. b).Perbedaan masa hukuman serta
masuknya yang tidak bersamaan. c). Minat narapidana wanita mengikuti
pembinaan keagamaan kurang. d). Kemampuan narapidana dalam mencerna
materi disampaikan tidak sama. e). Tidak adanya kurikulum khusus untuk
pembinaan keagamaan.
DAFTAR ISI
LEMBAR BERLOGO .................................................................................. i
JUDUL .......................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. iii
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
ABSTRAK .................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Fokus Penelitian ......................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 9
D. Kegunaan Penelitian ................................................................... 9
E. Penegasan Istilah ........................................................................ 10
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian .......................................... 12
2. Kehadiran Peneliti ............................................................... 13
3. Lokasi Penelitian ................................................................. 13
4. Sumber Data ........................................................................ 13
5. Prosedur Pengumpulan Data ............................................... 14
6. Analisis Data ....................................................................... 17
7. Pengecekan Keabsahan Data ............................................... 18
8. Tahap-tahap Penelitian ........................................................ 18
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pembinaan Keagamaan
1. Pengertian Keagamaan ......................................................... 21
2. Dasar dan Tujuan Pembinaan Keagamaan .......................... 26
3. Unsur-unsur dalam Pembinaan Keagamaan ....................... 29
4. Metode Pembinaan Keagamaan .......................................... 31
B. Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan
1. Pengertian Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan ....... 37
2. Tujuan dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan .................... 40
C. Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan ................ 45
1. Pembinaan Narapidana ........................................................ 41
2. Tahap-tahap Pembinaan Narapidana ................................... 44
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Magelang
1. Diskripsi Lokasi LP Magelang ............................................ 48
2. Visi, Misi dan Tujuan Berdirinya LP Magelang ................. 48
3. Struktur Organisasi dan Tugas Staf .................................... 49
4. Proses Pembinaan ............................................................... 54
5. Sarana dan Fasilitas ............................................................. 57
6. Klasifikasi Narapidana Wanita di LP Magelang ................. 58
7. Program Pembinaan Narapidana dalam Rangka Pemasyarakatan
.............................................................................................. 61
B. Temuan Penelitian
1. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di
Lembaga Pemasyarakatan ................................................... 67
2. Metode Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan pada Narapidana
Wanita di Lembaga Pemasyarakatan .................................. 69
3. Faktor Penghambat Pembinaan Keagamaan pada Narapidana
Wanita di Lembaga Pemasyarakatan .................................. 70
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita ...................... 72
B. Metode Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita ........ 78
C. Faktor Penghambat Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita
..................................................................................................... 84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 85
B. Saran-saran ................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Jenjang
Pendidikan
Tabel 3.2 : Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Tempat
Tinggal
Tabel 3.3 : Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Jenis Perkara
Tabel 3.4 : Klasifikasi Narapidana Wanita berdasarkan Masa Pidana
DAFTAR LAMPIRAN
Lamp. 1 : Pedoman Wawancara
Lamp. 2 : Kode Penelitian
Lamp. 3 : Transkip Wawancara
Lamp. 4 : Lembar Konsultasi Skripsi
Lamp. 5 : Surat Penunjukkan Pembimbing
Lamp. 6 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lamp. 7 : Bukti Penelitian
Lamp. 8 : Surat Keterangan Kegiatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama dalam kehidupan manusia mempunyai pengaruh yang sangat
besar. Daradjat (1982: 56) menyebutkan ada tiga fungsi agama terhadap
mereka yang meyakini kebenarannya, yaitu: a). Memberikan bimbingan
dalam hidup. b). Menolong dalam menghadapi kesukaran. c). Menentramkan
batin.
Realitanya jalan yang ditunjukkan agama tidak seluruhnya diikuti oleh
manusia, bahkan sebagian besar mengingkarinya. Pengingkarannya terhadap
agama ini tidak hanya terjadi pada zaman jahiliyah saja, tetapi terjadi pula
pada zaman modern ini.
Proses modernisasi telah membawa perubahan pola hidup manusia.
Terutama dalam cara berfikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari yang pada gilirannya perubahan tersebut akan membawa dampak
positif dan negatif. Dampak negatif dari medernisasi antara lain: adanya
perubahan tata nilai dan tata kehidupan yang serba keras, bahkan tradisi
nenek moyang yang dikenal beradab telah terkikis oleh budaya baru yang
serba modern. Perubahan tata nilai tersebut dikarenakan lemahnya keyakinan
beragama, sikap individual dan matrealis. Hal ini karena tuntutan hidup yang
semakin tinggi dan semakin banyak yang kurang terpenuhi. Akibatnya
persaingan hidup semakin tajam dan penuh ketegangan. Sikap kebersamaan
sukar didapatkan, apalagi dalam lingkungan masyarakat yang tidak
menjadikan agama sebagai way of life. Rasa keterkaitan antar kelompok,
keluarga, dan sesama tetangga terasa semakin longgar. Salah satu
keprihatinannya adalah munculnya pergaulan bebas di kalangan remaja,
longgarnya pengawasan orang tua terhadap anak-anaknya dan tuntutan
pemenuhan ekonomi ditambah lagi krisis ekonomi yang berkepanjangan,
mengakibatkan terjadinya penyelewengan moral yang mengarah kepada
perbuatan yang dilarang agama dan norma masyarakat.
Hasan (1974: 82), mengatakan bahwa: “salah satu ciri kehidupan
masyarakat modern dewasa ini adalah kegoyahan norma-norma, termasuk
norma-norma yang kita pergunakan dalam menilai problema manusia sebagai
anggota masyarakat”. Kondisi yang demikian merupakan faktor yang dapat
mengganggu keseimbangan jiwa bagi mereka yang tidak kuat mental
agamanya. Pada tingkat permulaan mungkin berupa ketegangan (stress),
frustasi, dan sampai melakukan tindak kejahatan.
Di sisi lain, agama digunakan sebagai pendekatan memberikan terapi
melalui pembinaan, bimbingan dan latihan. Karena hanya agamalah yang
dapat memuaskan jiwa, yang dapat menghilangkan konflik atau pertentangan,
perasaan berdosa dan kekecewaan. Dalam al-Qur‟an surat Yunus ayat 57,
Allah Swt berfirman:
Artinya: “Hai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-
penyakit (yang ada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman” (QS. Yunus:57)
Menurut Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02-PK.04.10,
pembinaan adalah usaha yang ditujukan untuk memperbaiki, meningkatkan
akhlak (budi pekerti). Keterangan tersebut, hubungan antara perihal itu sangat
lazim dimaknai dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Tujuan pembinaan
keagamaan tidak lain adalah untuk mengarahkan agar orang yang dibina
dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama sehingga diharapkan
dapat mensucikan jiwa mereka dan membentuk akhlak mulia, dapat mencapai
kesejahteraan lahir dan batin. Selain itu juga, perlu ditambah adanya praktek-
praktek langsung yaitu melakukan amal perbuatan yang diperintahkan oleh
agama secara nyata.
Peran agama dalam kehidupan masyarakat sangat penting. Tanpa atau
dengan penelitian, cukup berdasarkan pengalaman sehari-hari, dapat
dipastikan bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan, baik dalam
hidup sekarang maupun sesudah mati. Usaha untuk mencapai cita-cita
tertinggi (yang tumbuh dari naluri sendiri) itu tidak boleh dianggap ringan
begitu saja. Jaminan untuk itu mereka menemukan dalam agama. Terutama
karena agama mengajarkan dan memberikan jaminan dengan cara-cara yang
khas untuk mencapai kebahagiaan yang “terakhir”, yang pencapaiannya
mengatasi kemampuan manusia secara mutlak, karena kebahagian itu berada
di luar batas kekuatan manusia (breaking point). Orang berpendapat bahwa
hanya manusia agama (homo religius) yang dapat mencapi titik itu, entah itu
manusia yang hidup dalam masyarakat primitif, entah dalam masyarakat
modern (Puspito, 1983: 39-40).
Oleh sebab itu setiap orang, baik yang berstatus sosial tinggi atau
berstatus sosial rendah dapat menemui kesukaran dalam berbagai bentuk.
Hanya satu mungkin yang sama-sama diinginkan, yaitu ketenangan jiwa.
Ketenangan jiwa ini dibutuhkan bagi setiap orang, baik di desa maupun di
kota, baik kaya maupun miskin.
Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat, semakin
banyak komplikasi hidup yang dialaminya. Banyak persaingan, perlombaan
dan pertentangan karena semakin banyak kebutuhan dan keinginan yang
harus dipenuhi. Akibat semakin sulitnya memenuhi kebutuhan hidup itu,
sebagian orang wanita melakukan tindak kejahatan. Di sisi lain, permasalahan
tindak kejahatan yang dilakukan wanita adalah masalah yang sangat
kompleks karena merupakan pelanggaran hukum, sosial dan agama,
merugikan masyarakat sekitar, dan menjadi cela dalam kehidupan sosial ini.
Orang (wanita) yang melakukan perbuatan salah atau tindak kejahatan secara
umum dikenal oleh masyarakat dengan panggilan narapidana wanita. Perilaku
tersebut, dapat menyebabkan seseorang masuk ke dalam Lembaga
Pemasyarakatan.
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah unit pelaksana teknis
pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina narapidana. Dapat
dikatakan juga bahwa LAPAS adalah merupakan sarana pembinaan
narapidana dalam sitem pemasyarakatan (Setiady, 2010: 137). Lembaga
Pemasyarakatan merupakan suatu tempat bagi penampungan dan pembinaan
narapidana yang karena perbuatannya dinyatakan bersalah dan diputuskan
oleh hakim pidana penjara. Salah satu Lembaga Pemasyarakatan yang berada
di Jawa Tengah adalah Lembaga Pemasyarakatan Magelang.
Pembinaan keagamaan untuk memberi bekal bagi narapidana agar kelak
setelah bebas menjalani masa pidana menjadi orang yang lebih baik, maka
pihak Lembaga Pemasyarakatan Magelang menyelenggarakan program
pembinaan bagi narapidana, yang meliputi pembinaan kemandirian dan
pembinaan kepribadian. Pembinaan kemandirian meliputi: pembinaan
keterampilan dan pembinaan fisik, sedangkan untuk pembinaan kepribadian
antara lain meliputi: pembinaan kesadaran beragama dan pembinaan
intelektual. Dan pembinaan keagamaan termasuk dalam pembinaan kesadaran
beragama.
Dalam pelaksanaan pembinaan kemandirian dan kepribadian,
pembinaan kemandirian dan kepribadian yang diselenggarakan oleh Lembaga
Pemasyarakatan Magelang diantaranya yang terpenting adalah pembinaan
keagamaan, yang tentunya berupa bimbingan dan penyuluhan agama Islam.
Bimbingan penyuluhan Islam adalah proses pemberian bantuan yang
terarah, continue dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat
mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara
optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung
di dalam Al-Qur’an, Al-Hadits sehingga ia dapat hidup selaras dan
sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan Al-Hadits (Hallen, 2002:17).
Melihat teori di atas bahwa al-Qur‟an dan al-Hadits bukan saja
merupakan landasan hidup manusia dalam bentuk hubungan antara manusia
dengan Allah SWT, akan tetapi sebagai landasan kehidupan timbal balik
antara sesama manusia dan alam semesta. Hal ini memberikan makna
fungsional dan sekaligus membuktikan bahwa Islam tidak hanya
memfokuskan pada keselamatan individual saja, namun juga mencakup
masalah-masalah sosial demi terciptanya kesejahteraan umat.
Pembinaan keagamaan yang baik, secara teoretis akan melahirkan hasil
binaan yang baik untuk manusia. Begitu pula pembinaan keagamaan pada
narapidana wanita yang baik, juga akan melahirkan karakter narapidana
wanita baik bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Akan tetapi, fenomena yang
ditemukan masih ada juga sebagian dari mereka yang terjaring dalam kasus
yang sama beberapa kali, yang nyata-nyata dilarang oleh norma-norma agama
dan masyarakat berbagai alasan mereka kembali ke tindak kejahatan tersebut
dikarenakan sebagai berikut:
1. Gangguan Psikis : (balas dendam, frustasi, petualangan, broken
home, dll.)
2. Gangguan Ekonomi : (tekanan ekonomi keluarga, krisis moneter,
dll.)
3. Gangguan Budaya : (lingkungan tempat tinggal, pelanggaran
norma sosial atau budaya, pelanggaran
norma agama, dll.) (Kartono, 1982: 222).
Untuk mengembalikan dan memulihkan kepercayaan diri, harga diri,
harkat dan martabat mereka ke kehidupan masyarakat kelak dan layak, serta
secara normatif sesuai dengan norma ajaran Islam, maka perlu didekati
dengan sentuhan nilai-nilai agama Islam. Sejalan dengan ini, maka
pembinaan keagamaan sangat berperan dalam rangka mempercepat proses
rehabilitasi tersebut. Inti pelaksanaan pembinaan keagamaan adalah
penjiwaan agama dalam hidupnya, Ia dibina sesuai dengan tingkat dan situasi
psikologisnya (Arifin, 1977: 25).
Kaitannya dengan hal tersebut, maka perlu kiranya untuk dikaji secara
mendalam pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana yang selama
ini dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Magelang maupun pada pihak
yang ikut terkait.
Namun, keberhasilan dalam pembinaan keagamaan di Lembaga
Pemasyarakatan Magelang, apakah mungkin ditentukan oleh pelaksanaan dan
faktor metode atau materi binaan dalam pembinaan keagamaan pada
narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang.Sebab, kedua
komponen keberhasilan itu menimbulkan tanggapan bagi masing-masing
narapidana di Lembaga Masyarakat tersebut. Inilah yang akan dilakukan
lebih lanjut dalam penelitian skripsi ini.
Peneliti akan meneliti yang berkaitan dengan pelaksanaan pembinaan
keagamaan pada narapidana wanita, metode yang diterapkan dalam
pembinaan keagamaan pada narapidana wanita, dan faktor penghambat
pembinaan narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang.
Lembaga Permasyarakatan Magelang merupakan Lembaga Permasyarakatan
di bawah naungan Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Semarang
yang terletak di Jalan Dr. Cipto No. 64 Semarang. Lembaga Pemasyarakatan
Magelang terletak pada kawasan kota Magelang tepatnya di Jalan Sutopo No.
2 Magelang. Sebenarnya nama Lembaga Permasyarakatan Magelang adalah
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Magelang. Secara keseluruhan, hingga
saat ini jumlah narapidana dan tahanan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan
tersebut adalah 450 orang. Sedangkan narapidana dan tahanan wanita
berjumlah 13 orang, 10 orang dinyatakan sebagai narapidana dan 3 orang
sebagai tahanan. Karena hemat penulis lokasi sangat strategis mudah
dijangkau karena berada di pusat kota dan objek mudah untuk dijangkau
untuk penelitian.
Setelah melihat beberapa pokok pikiran di atas, penulis merasa
tergugah untuk meneliti dan mengangkat sebuah tema topik penelitian yang
berjudul: “PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MAGELANG TAHUN 2014”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan maslah penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita
di Lembaga Pemasyarakatan Magelang tahun 2014?
2. Metode apa saja yang diterapkan dalam pelaksanaan pembinaan
keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan
Magelang tahun 2014?
3. Faktor-faktor apa saja yang menghambat pembinaan keagamaan pada
narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini
adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana
wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang tahun 2014.
2. Untuk mengetahui metode yang diterapkan dalam pelaksanaan
pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga
Pemasyarakatan Magelang tahun 2014.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pembinaan
keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan
Magelang tahun 2014.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis dan praktis:
1. Manfaat praktis :
a. Bagi Lembaga: dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap
pola pembinaan yang selama ini telah dilakukan dan juga sebagai
acuan untuk perkembangan pembinaan di masa yang akan datang.
b. Bagi Penulis: sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman
yang nantinya dapat digunakan sebagai bekal untuk terjun ke dalam
masyarakat yang sebenarnya terutama yang ada kaitannya dengan
dunia pendidikan.
c. Bagi Narapidana Wanita: dapat dijadikan tambahan ilmu
pengetahuan dan acuan dalam menjalani pembinaan keagamaan
sehingga ketika sudah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak
melakukan tindak pidana lagi.
2. Manfaat teoretis
Dapat memperkaya kepustakaan dan menambah khasanah ilmu
pengetahuan khususnya tentang pelaksanaan pembinaan keagamaan pada
narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang.
E. Penegasan Istilah
Agar mempermudah pemahaman serta untuk menentukan arah yang
jelas dalam menyusun penelitian ini, maka penulis memberikan penegasan
dan maksud penulisan judul sebagai berikut:
1. Pembinaan Keagamaan
Pembinaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan
secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik (Alwi,
2007: 152). Sedangkan keagamaan berarti segala sesuatu yang
berhubungan dengan agama (Alwi, 2007: 12).
Jadi pembinaan keagamaan dalam penelitian ini adalah segala
aktifitas keagamaan, khususnya agama Islam yang dilakukan di Lembaga
PemasyarakatanMagelang yang bertujuan untuk membina para
narapidana melalui pendekatan religius.
2. Narapidana Wanita
Narapidana adalah orang yang sedang menjalani hukuman karena
tindak pidana (Alwi, 2007: 774). Sedangkan wanita adalah perempuan
dewasa (Alwi, 2007: 1268).
Jadi narapidana wanita dalam penelitian ini adalah seorang
perempuan dewasa yang sedang menjalani hukuman karena tindak
pidana.
3. Lembaga Pemasyarakatan Magelang
Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat orang menjalani hukuman
pidana (Alwi, 2007: 655). Dapat dikatakan juga bahwa LAPAS adalah
merupakan sarana pembinaan narapidana dalam sistem pemasyarakatan
(Setiady, 2010: 137). Lembaga pemasyarakatan (Lapas) adalah suatu
tempat bagi penampungan dan pembinaan manusia yang karena
perbuatannya dinyatakan bersalah dan diputuskan oleh hakim dengan
pidana penjara. Adapun letak Lembaga Pemasyarakatan Magelang
berada di Jalan Sutopo No. 2 Magelang.
Berdasarkan penjelasan istilah di atas, maka maksud dari judul
“Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di Lembaga
Pemasyarakatan Magelang” adalah untuk mengetahui potret pelaksanaan
pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan
Magelang. Sehingga, nantinya setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan
narapidana wanita sudah tidak lagi mengulang kesalahan dan tidak canggung
ketika mereka berhubungan kembali dengan masyarakat sekitarnya, serta
senantiasa mentaati perintah agama dan menjauhi larangannya.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Setiap penelitian memerlukan pendekatan dan jenis penelitian yang
sesuai dengan masalah yang dihadapi. Jenis penelitian yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan
pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan multi
strategi. Strategi-strategi yang bersifat interaktif, seperti observasi,
langsung, observasi partisipan, wawancara mendalam, dokumen-
dokumen, teknik-teknik perlengkapan seperti foto, rekaman, dan lain-lain
(Zuriah, 2009: 95).
Melalui metode kualitatif penulis dapat mengenal orang (subjek)
secara pribadi dan melihat perkembangan definisi mereka sendiri tentang
dunia ini. Penulis dapat merasakan apa yang mereka alami dalam
pergaulan dengan masyarakat mereka sehari-hari, mempelajari
kelompok-kelompok dan pengalaman-pengalaman yang mungkin belum
penulis ketahui sama sekali. Yang terakhir metode kualitatif
memungkinkan penulis menyelidiki konsep-konsep yang dalam
penelitian lainnya intinya akan hilang. Konsep-konsep seperti keindahan,
rasa sakit, keimanan, penderitaan, frustasi, harapan, dan kasih sayang
dapat diselidiki sebagaimana orang-orang yang sesungguhnya dalam
kehidupan mereka sehari-hari (Sugiyono, 2007: 30).
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul data.
Peneliti datang dan secara langsung berinteraksi di tengah-tengah objek
penelitian dan melakukan pengamatan, wawancara mendalam dan
aktivitas-aktivitas lainnya demi memperoleh data yang diperlukan dalam
penelitian ini. Peneliti turun langsung ke kancah penelitian, tanpa
mewakilkan pada orang lain, agar kegiatan yang berkaitan dalam
menggali, mengidentifikasi data informasi dan fenomena yang muncul di
lapangan dapat diperoleh secara akurat.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan
Magelang yang berlokasi di Jln. Sutopo No. 2 Magelang pada bulan Mei
2014 sampai dengan selesai.
4. Sumber Data
Sumber data yaitu subjek dari mana data diperoleh, sehingga
peneliti memperoleh sumber data yang dipandang paling mengetahui dan
berhubungan langsung dengan masalah yang diteliti.
Responden adalah orang yang merespon atau menjawab
pertanyaan-pertanyaan peneliti baik pertanyaan tertulis maupun lisan
(Arikunto, 2010: 107). Sedangkan informan adalah orang yang menjadi
sumber data dalam penelitian (Alwi, 2007: 794).
Subyek penelitian adalah keseluruhan dari informan atau sumber
yang hendak diteliti dalam hal ini subyeknya adalah:
1) Koordinator Keagamaan Lembaga Pemasyarakan Magelang.
2) Petugas Lembaga Pemasyarakatan Magelang.
3) Narapidana wanita yang muslim.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah interview (wawancara), observasi, dan dokumentasi.
a. Interview (Wawancara)
Interview atau wawancara adalah suatu bentuk komunikasi
verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan untuk memperoleh
informasi (Nasution, 1996: 113). Wawancara ialah percakapan dua
orang atau lebih (Usman dan Akbar, 1996: 57). Jadi dari hasil
wawancara ini diharapkan penulis dapat memperoleh data yang
diperlukan untuk kaitannya dengan pelaksanaan pembinaan
keagamaan, metode yang diterapkan dalam pembinaan keagamaan
yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan itu.
Penelitian ini menggunakan wawancara tidak struktur, yaitu
pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan
ditanyakan (Arikunto, 2010: 197). Dimana pewawancara
berpedoman pada pedoman wawancara yang telah disusun
sebelumnya. Penulis mengajukan pertanyaan yang dijawab oleh
responden dengan bebas, jika jawaban dari responden mulai
menyimpang dari arah pertanyaan, pewawancara mengalihkan pada
alur yang telah ditentukan.
Metode ini penulis memperoleh keterangan dengan responden
dengan cara berdialog langsung saling bertatap muka. Hal ini
mengambil responden yang dianggap dapat memberikan informasi
yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain adalah:
1) Para Pembina yang diwakili oleh:
a) Bapak TN
b) Ibu SBY
2) Narapidana Wanita yang diwakili oleh:
a) TR
b) TT
c) WD
d) KR
e) NR
Kenapa peneliti hanya mengambil lima perwakilan responden
dari narapidana wanita karena narapidana wanita yang lebih dari satu
tahun dan berpendidikan SMA keatas, selain itu satu diantara mereka
merupakan tamping, atau yang mengomando dalam kegiatan
pembinaan keagamaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan
Magelang.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang
sistematisterhadap gejala-gejala yang diteliti (Arikunto, 2010: 54).
Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan
manusia seperti terjadi dalam kenyataan. Observasi dilakukan untuk
memperoleh data yang belum diperoleh waktu wawancara dan
dokumentasi. Dimana kondisi narapidana wanita dalam pembinaan
dan bagaimana hasil atau respon narapidana wanita terhadap
pembinaan itu.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah
pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen
(Arikunto, 2010: 73). Metode ini untuk memperoleh data dari
beberapa dokumen sebagai pelengkap, yang dapat memperjelas dari
metode interview atau wawancara seperti:
1) Deskripsi Lokasi Lembaga Pemasyarakatan Magelang
2) Visi, Misi dan Tujuan berdirinya Lembaga Pemasyarakatan
Magelang
3) Struktur Organisasi dan Tugas Staf Proses Pembinaan
4) Sarana dan Fasilitas yang digunakan dalam pembinaan
5) Klasifikasi Narapidana Wanita
6) Program Pembinaan Narapidana dalam Rangka Pemasyarakatan
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan bahan-bahan lain, sehingga mudah difahami, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2008: 244)
Penelitian ini akan di analisis secara kualitatif untuk mengolah data
dari lapangan:
a. Pengumpulan data
Proses analisis data dimulai dari menelaah seluruh data yang
diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik, seperti wawancara
mendalam (indepth interview), observasi dan dokumentasi yang
diperoleh dari penelitian.
b. Reduksi data
Dilakukan dengan jalan membuat abstraksi, abstraksi
merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan
pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga dalam penelitian ini.
c. Penyajian data
Dengan menggambarkan fenomena-fenomena atau keadaan
sesuai dengan data yang telah di reduksi terlebih dahulu.
d. Kesimpulan
Yaitu permasalahan penelitian yang menjadi pokok pemikiran
terhadap apa yang akan diteliti.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Sebagai upaya membuktikan bahwa data yang diperoleh adalah
benar-benar valid, maka peneliti menggunakan cara triangulasi, yakni
data atau informasi yang diperoleh dari satu pihak di cek kebenarannya
dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya dari pihak
kedua, ketiga, keempat dan seterusnya dengan menggunakan metode
yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan membandingkan informasi tentang
hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak, agar terhindar dari
subyektivitas.
8. Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai
berikut:
a. Tahap pra lapangan
1) Mengajukan judul penelitian
2) Menyusun proposal penelitian
3) Konsultasi penelitian kepada pembimbing
b. Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi:
1) Persiapan diri untuk memasuki lapangan penelitian
2) Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus
penelitian
3) Pencatatan data yang telah dikumpulkan
c. Tahap analisa data, meliputi kegiatan:
1) Penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian
2) Pengecekan keabsahan data
d. Tahap peneliti laporan penelitian
1) Penulisan hasil penelitian
2) Konsultasi hasil penelitian kepada pembimbing
3) Perbaikan hasil konsultasi
4) Pengurusan kelengkapan persyaratan ujian
5) Ujian munaqosah skripsi
G. Sistematika Penulisan
Agar suatu penelitian dapat dengan mudah dipahami oleh orang yang
membacanya, maka selayaknya dapat sistematika penulisan. Adapun
sistematika penulisan skripsi ini adalah:
Bab I merupakan kerangka dasar yang berisi Latar Belakang Masalah,
Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah,
Metode Penelitian (Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti,
Lokasi dan Waktu Penelitian, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data,
Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, dan Tahap-tahap Penelitian), dan
Sitematika Penulisan.
Bab II berisi tentang kajian pustaka,merupakan bagian yang
menjelaskan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian yang
memuat pengertian pembinaan keagamaan, dasar dan tujuan pembinaan
keagamaan, metode dan materi pembinaan keagamaan, pelaksanaan
pembinaan keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan, pengertian Narapidana
dan Lembaga Pemasyarakatan, tujuan dan fungsi Lembaga Pemasyarakatan,
pembinaan narapidana, dan tahap-tahap pembinaan narapidana.
Bab III berisi paparan data dan temuan peneliti menjelaskan tentang
gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan Magelang (deskripsi lokasi LP
Magelang, visi, misi, dan tujuan LP Magelang, struktur organisasi dan Tugas
Staf, Sarana dan Fasilitas, klasifikasi narapidana wanita, program pembinaan
narapidana dalam rangka pemasyarakatan), dan Temuan Penelitian.
Bab IV merupakan pembahasan hasil penelitian di lapangan yang
dipaparkan dalam bab III. Pembahasan dilakukan untuk menjawab masalah
penelitian yang diintegrasikan ke dalam kumpulan pengetahuan yang sudah
ada dengan jalan menjelaskan temuan penelitian dalam konteks khasanah
ilmu.
Bab V merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan
hasil penelitian dan saran-saran dari penulis sebagai sumbangan pemikiran
berdasarkan teori dan hasil penelitian yang telah diperoleh dan daftar pustaka.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pembinaan Keagamaan
1. Pengertian Pembinaan Keagamaan
Sebelum dibahas lebih lanjut tentang pembinaan keagamaan, maka
perlu kiranya dikemukakan pengertian pembinaan itu sendiri,
diantaranya:
a. Menurut Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02-PK.04.10
Pembinaan adalah usaha yang ditujukan untuk memperbaiki,
meningkatkan akhlak (budi pekerti).
b. Menurut PP RI Nomor 31 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1
Kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, Intelektual, Sikap dan Perilaku, Profesional,
kesehatan jasmani dan rohani.
c. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 152)
Pembinaan berasal dari kata dasar “bina” yang mendapatkan awalan
“pe” dan akhiran “an” yang mempunyai arti perbuatan, cara.
Pembinaan berarti “kegiatan yang dilakukan secara efisien dan
efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik”.
Sedangkan pengertian dari keagamaan itu sendiri ialah, bahwa
keagamaan berasal dari kata agama yang kemudian mendapat awalan
“ke” dan akhiran “an”. Sehingga membentuk kata baru yaitu
“keagamaan”. Jadi keagamaan di sini mempunyai arti “segenap
kepercayaan (kepada Tuhan) serta dengan ajaran kebaikan dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu” (Alwi,
2007: 12).
Dari rumusan di atas, yang dimaksud dengan pembinaan
keagamaan adalah suatu usaha untuk membimbing dan mempertahankan
serta mengembangkan atau menyempurnakan dalam segala seginya, baik
segi akidah, segi ibadah dan segi akhlak. Seperti diterangkan dalam
Hadist sebagaimana dalam kitab Arba‟in Nawawi (Mustofa, 1375 H: 7-9)
نما نحن جلوس عند رسول هللا قال : ب ضا هللا عنه أ عن عمر رض
د سواد الش عر ال هيلع هللا ىلص ذا اب، شد د باض الث نا رجل شد وم إذ طلع عل ت
صلى هللا ه أثر الس فر وال عرفه من ا أحد حت ى جلس إلى الن ب رى عل
ه و ه إلى ركبت ه وقال: ا عله وسلم فأسند ركبت ه على فخذ وضع كف
: اإلسالم أن تشهد أن ال محم أخبرن عن اإلسالم، فقال رسول هللا هيلع هللا ىلص
ا م الص الة وتؤت كاة وتصوم إله إال هللا وأن محم ا رسول هللا وتق لز
ال رمضان ه سب ت إن استطعت إل ا قال : صدقت، فعجبن وتحج الب
مان قال : منه قه، قال: فأخبرن عن اإل أن تؤمن باهلل سأله وصد
ه ره وشر . قال ومالئكته وكتبه ورسله والوم اآلخر وتؤمن بالقدر خ
أن تعبد هللا كأن ك تراه فإن لم صدقت، قال فأخبرن عن اإلحسان، قال:
. قال: فأخبرن عن الس اعة، قال: ما المسؤول عنها ه راك تكن تراه فإن
بأعلم من الس ائل. قال فأخبرن عن أماراتها، قال أن تلد األمة رب تها
تطاولون ف البنان، ثم وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الش اء
انطلق فلبثت ملا، ثم قال : ا عمر أتدري من الس ائل ؟ قلت : هللا
نكم ل أتـاكم علمكم د رواه مسلم ورسوله أعلم . قال فإن ه جبر
Artinya: ”Dari Umar ra. juga dia berkata Dari Umar radhiallahuanhu
juga dia berkata: Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah
seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih
dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-
bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara
kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk
dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada
kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam)
seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang
Islam?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam : “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada
Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika
mampu“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kami semua
heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan.
Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“.
Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan
hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik
maupun yang buruk“, kemudian dia berkata: “anda benar“.
Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang ihsan“.
Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah
kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau
tidak melihatnya maka Dia melihat engkau”. Kemudian dia
berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan
kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih
tahu dari yang bertanya“. Dia berkata: “Beritahukan aku
tentang tanda-tandanya“, beliau bersabda: “Jika seorang
hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang
bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“,
kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar.
Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau
siapa yang bertanya?”. aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahui“. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang
datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama
kalian“. (Riwayat Muslim)
Penjelasan hadist di atas mengenai pembinaan keagamaan dalam
bidang akidah. Bahwa dalam Islam akidah adalah iman atau kepercayaan.
Kepercayaan pokok itu adalah kalimat “Laa Ilaha Ilallah”, artinya tidak
ada Tuhan selain Allah. Akidah itu seharusnya menjadi kepercayaan
mutlak dan bulat artinya keyakinan yang mutlak kepada Allah. Pokok
akidah di sini adalah Allah swt itu sendiri, sebab dengan kepercayaan
kepada Allah itu dengan sendirinya mencakup Malaikat-malaikat-Nya,
Rosul-rosulnya, Kitab-kitab-Nya, hari kemudian dan ketentuan takdir-
Nya. Unsur tersebut dinamakan Arkanul Islam (Rozak, 1997: 157)
Selanjutnya pengertian ibadah dalam arti luas maupun sempit,
merupakan manifestasi murni dari akidah. Yaitu suatu sistim praktis
untuk menguatkan hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan antar
individu atau hubungan pribadi dengan masyarakat dari seorang insan
yang berdaya dan berhasil guna seperti yang dijelaskan dari hadist
tersebut bahwa ibadah bisa dikatakan keseluruhan amal sholeh yang
lahir, dengan arti mentaati perintah-perintah Allah yang dipraktekkan
dalam perbuatan dan menjauhi dari segala larangannya (Ahmad, 1985:
132).
Sedangkan pengertian akhlak yang tertuang dalam hadist tersebut
adalah sama dengan pengertian ihsan, yaitu ikhlas beramal karena Allah
semata dan harus berkeyakinan bahwa Allah akan selalu melihat dan
mengawasi dalam ibadahnya. Karena akhlak di sini merupakan bagian
dari diri manusia dan menempati tempat yang paling tinggi sebagai
individu maupun sebagai masyarakat luas seperti dalam pernyataan
bahwa kejayaan seseorang, masyarakat dan bangsa disebabkan akhlaknya
yang baik, dan kejatuhan nasib seseorang, masyarakat dan bangsa
disebabkan hilangnya akhlak yang baik atau jatuh akhlaknya
(Jatniko,1996: 11).
Dari keterangan di atas hubungan antara ketiga bidang tersebut
sangat berkaitan erat bagi kehidupan manusia untuk kelangsungan hidup
dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, tujuan pembinaan keagamaan
tidak lain adalah untuk mengarahkan seseorang agar memliki iman serta
akhlak yang mulia, serta selalu senantiasa memelihara dan mengamalkan
apa yang telah diajarkan oleh agama. Selain itu juga, perlu ditambahkan
adanya praktek-praktek langsung yaitu melakukan amal perbuatan yang
diperintahkan oleh agama secara nyata, mengenal hukum-hukum dan
kaidah-kaidah yang memerlukan pengertian dan pemahaman. Dan perlu
diketahui juga dalam pembinaan agama (Islam) yaitu :
a. Mendorong agar taat beribadah dan bertaqwa
b. Agar berpengetahuan tentang hukum Islam
c. Membina agar suka beramal
2. Dasar dan Tujuan Pembinaan Keagamaan
a. Dasar-dasar Pembinaan Keagamaan
Dasar atau landasan pembinaan keagamaan telah dijelaskan
dalam ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an dan
Hadits. Dalam buku M. Quraisy Syihab (2005: 63) Allah Swt
menjelaskan hal tersebut dalam Surat Ali Imran: 104 yang berbunyi:
Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang
yang menyeru kepada kebajikan, menyeru (berbuat) yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka
itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran:
104).
Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdillah bin
Amr disebutkan:
عن عبد هللا بن عمر و قال: قال رسول هللا صلى هللا عله و سلم :
بلغوا عن ولو اة )رواه الترمذى(
Artinya: “Dari Abdillah bin Amr, Rasulullah Saw bersabda:
Sampaikanlah ajaranku kepada orang lain, walaupun
hanya satu ayat”. (HR. At Tirmidzi)
b. Tujuan Pembinaan Keagamaan
Sebagaimana dikutip oleh Mujib, dkk., (2006: 82) tujuan
pembinaan keagamaan antara lain adalah:
1) Mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam.
2) Membekali anak muda dengan berbagai pengetahuan dan
kebaikan.
3) Membantu peserta didik yang sedang tumbuh untuk belajar
berpikir secara logis dan membimbing proses pemikirannya.
4) Mengembangkan wawasan relasional dan lingkungan
sebagaimana yang dicita-citakan dalam Islam, dengan melatih
kebiasaan dengan baik.
Armai Arief mengutip pendapat Mohammad Al Toumy Al
Syaibani (2002: 25-26) tentang tujuan pembinaan keagamaan
mempunyai tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Tujuan individual
Tujuan ini berkaitan dengan masing-masing individu dalam
mewujudkan perubahan yang dicapai pada tingkah laku dan
aktifitasnya.
2) Tujuan sosial
Tujuan ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai
keseluruhan dan tingkah laku mereka secara umum.
3) Tujuan profesional
Tujuan ini berkaitan dengan pembinaan dan pengajaran sebagai
sebuah ilmu.
Dalam konteks kehidupan beragama, pembinaan keagamaan
bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan memelihara norma
agama secara terus-menerus agar perilaku hidup manusia senantiasa
berada pada tatanan. Namun secara garis besar, arah atau tujuan dari
pembinaan keagamaan adalah meliputi dua hal, yaitu: a) Tujuan
yang berorientasi pada kehidupan akhirat, yaitu membentuk seorang
hamba yang bertakwa kepada Allah Swt; b) Tujuan yang berorientasi
pada kehidupan dunia, yaitu membentuk manusia yang mampu
menghadapi segala bentuk kebutuhan dan tantangan kehidupan agar
hidupnya lebih layak dan bermanfaat bagi orang lain (Arief, 2002:
23).
Allah Swt berfirman dalam Al Qur‟an surat Al Qashash: 77,
yang berbunyi:
...
Artinya: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi
janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia” (QS.
Al Qashash: 77)
Ayat di atas mengandung pengertian bahwa Allah Swt
menyuruh kepada semua hamba-Nya agar mencari kebahagiaan
akhirat dengan cara beribadah kepada Allah Swt. Tetapi manusia
tidak boleh melupakan kebahagiaan dunia, oleh sebab itu manusia
disuruh untuk bekerja guna memenuhi kehidupan selama masih
hidup di dunia.
3. Unsur-unsur dalam Pembinaan Keagamaan
a. Subyek
Subyek adalah pelaku pekerjaan, atau dalam hal ini adalah
orang yang melakukan pembinaan keagamaan atau orang yang
mempunyai kemampuan dalam memnyampaikan maksud dan tujuan
pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di
Lembaga Pemasyarakatan Magelang.
Menurut Gunarsa (1992: 64) untuk menjadi konselor,
pembimbing atau pembina harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1) Menaruh minat mendalam terhadap orang lain dan penyebaran
2) Peka terhadap sikap dan tidakan orang lain
3) Memiliki kehidupan emosi yang stabil dan obyektif
4) Memiliki kemampuan dan dipercaya orang lain
5) Menghargai fakta
b. Obyek
Obyek yaitu menjadi sasaran atau yang dibina (yang mendapat
pembinaan), dalam hal ini yaitu narapidana wanita yang sekarang
berada dalam Lembaga Pemasyarakatan Magelang.
c. Materi
Yang dimaksud dengan materi adalah semua bahan-bahan
yang akan disampaikan kepada terbina. Jadi dimaksud materi disini
adalah semua bahan yang dapat dipakai untuk pembinaan
keagamaan. Materi dalam pembinaan keagamaan adalah semua yang
terkandung dalam al-Qur‟an yaitu akidah, syariah dan akhlak
(Syihab, 2007: 303).
1) Akidah
Secara etimologi (bahasa) akidah adalah ikatan, sangkutan.
Sedangkan menurut terminologi (istilah) makna akidah adalah
iman, keyakinan (Ali, 2000: 134). Oleh karena itu, akidah
ditautkan dengan rukun iman yang merupakan asas dari seluruh
ajaran Islam, yaitu terdiri dari: a) Iman kepada Allah Swt, b)
Iman kepada Malaikat, c) Iman kepada kitab suci, d) Iman
kepada Nabi dan Rasul, e) Iman kepada hari akhir, dan f) Iman
kepada qadha‟ dan qadar.
2) Syari‟ah
Secara bahasa syari‟ah adalah jalan (ke sumber mata air)
yang harus ditempuh (oleh setiap umat Islam). Sedangkan
menurut istilah makna syari‟ah adalah sistem norma (kaidah)
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt, hubungan
manusia dengan manusia dalam kehidupan sosial dan hubungan
manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya (Ali,
2000: 134). Kaidah yang mengatur hubungan antara manusia
dengan Allah disebut kaidah ibadah atau kaidah ubudiah atau
juga yang disebut dengan ibadah mahdah (murni). Sedangkan
kaidah hubungan yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia dalam kehidupan sosial dan hubungan manusia dengan
benda dan alam lingkungan hidupnya di sebut dengan kaidah
muamalah.
3) Akhlak
Akhlak berasal dari kata khuluk yang berarti perangai,
sikap perilaku, watak, budi pekerti. Akhlak ialah sikap yang
menimbulkan kelakuan baik dan buruk (Ali, 2000: 135). Akhlak
manusia terhadap Allah Swt dibahas dalam ilmu tasawuf
sedangkan ilmu yang membahas tentang akhlak manusia
terhadap sesama ciptaan Allah (makhluk) disebut ilmu akhlak.
4. Metode Pembinaan Keagamaan
Metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari
dua suku kata: yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan
“hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang
dilalui untuk mencapai tujuan (Arief, 2002: 40). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, “metode” adalah: “Cara yang teratur dan terpikir baik-
baik untuk mencapai maksud”.Dalam bahasa Arab, metode dikenal
dengan istilah “Tharîqat” yang berarti langkah-langkah strategis
dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan (Ramayulis, 2005: 2).
Dengan kata lain, metode dapat dipahami sebagai cara yang ditempuh
agar hal yang akan disampaikan dapat diterima atau dicerna dengan baik,
mudah dan efisien sehingga dapat mewujudkan tujuan tertentu.
Metode pembinaan keagamaan merupakan jalan yang dapat
ditempuh untuk memudahkan pembina dalam membentuk pribadi
muslim yang berkepribadian Islam dan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang digariskan oleh Al-Qur‟an dan Hadits. Oleh karena itu
penggunaan metode dalam pembinaan keagamaan tidak harus terfokus
pada satu bentuk metode. Akan tetapi, dapat memilih atau
mengkombinasikan di antara metode-metode yang ada sesuai dengan
situasi dan kondisi sehingga dapat memudahkan pendidik dalam
mencapai tujuan yang direncanakan (Arief, 2002: 88).
Pembinaan keagamaan dalam Islam sangat erat kaitannya dengan
Pendidikan Agama Islam. Oleh sebab itu, metode yang dipakai dalam
pembinaan keagamaan tidak jauh berbeda dengan metode Pendidikan
Agama Islam.
Menurut Omar Muhammad At-Toumy Al-Syaibani yang
dikutipoleh Arief (2002: 93), ada beberapa prinsip yang harus dipegang
dalam metodologi pendidikan Islam:
1) Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat peserta didik.
2) Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
3) Mengetahui tahap kematangan, perkembangan dan perubahan
pesertadidik.
4) Mengetahui perbedaan-perbedaan individu peserta didik.
5) Memperhatikan kepahaman dan mengetahui hubungan-hubungan,
integrasi pengalaman dan kelanjutannya, keaslian, pembaharuan
dankebebasan berpikir.
6) Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman
yangmenggembirakan.
7) Menegakkan uswatun hasanah.
Adapun metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan di
Lembaga Pemasyarakatan ini adalah sebagai berikut: (Harsono, 1995:
342-377):
1) Metode Pembinaan berdasar Situasi
Metode ini digunakan untuk merubah cara berfikir narapidana
untuk tidak bergantung pada situasi yang menyertai, tetapi
menguasai situasi tersebut. Dalam hal ini, digunakan dua macam
pendekatan, yaitu pendekatan dari atas (top down approach) dan
pendekatan dari bawah (bottom down approach).
2) Metode Pembinaan Perorangan (Individual Treatment)
Metode ini diberikan kepada narapidana secara perorangan
oleh petugas pembina Lembaga Pemasyarakatan.
3) Metode Pembinaan Kelompok (Classical Treatment)
Dalam Pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan
metode ceramah, peragaan/demonstrasi, tanya jawab, diskusi, dan
pemberian tugas.
Adapun metode tersebut, adalah sebagai berikut:
a) Metode Ceramah
Metode ceramah ialah penerangan dan penuturan secara
lisan oleh petugas pembina keagamaan dari dalam Lembaga
Pemasyarakatan maupun pembina dari luar Lembaga
Pemasyaraktan. Pembina keagamaan menerangkan atau
menjelaskan apa yang akan disampaikan dengan lisan di depan
narapidana wanita. Metode ceramah merupakan metode yang
sudah lama dipakai dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu,
metode ini digolongkan sebagai metode tradisional. Dalam
prakteknya, metode ini sering dibarengi dengan metode tanya
jawab.
b) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pembinaan
dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab. Cara yang
ditempuh biasanya pembina keagamaan mengajukan pertanyaan
kepada narapidana tentang materi yang telah diajarkan. Pembina
keagamaan mengharapkan jawaban yang diberikan narapidana
wanita terhadap fakta. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
biasanya bukan hanya sebatas dari pembina keagamaan dan
narapidana wanita menjawab, akan tetapi pertanyaan ini biasa
muncul dari narapidana kemudian pembina keagamaan
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh narapidana tersebut.
Ada kalanya jawaban itu juga bisa berasal dari narapidana yang
lain dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung
tersebut.
c) Metode Demonstrasi/Peragaan
Yang dimaksud dengan metode demonstrasi yaitu metode
mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas
suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana suatu
proses pembentukan tertentu kepada narapidana wanita. Pada
metode demonstrasi, titik tekannya adalah memperagakan
tentang jalannya suatu proses tertentu. Biasanya pembina
keagamaan memperagakan terlebih dahulu, kemudian
narapidana wanita mengikutinya.
d) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara mengajar atau menyajikan
materi melalui pengajuan masalah yang pemecahannya
dilakukan secara terbuka. Dalam sebuah diskusi semua anggota
narapidana wanita ikut terlibat. Di antara prinsip-prinsip diskusi
antara lain: adanya ketua dan anggota, topik yang diangkat jelas
dan menarik, narapidana wanita saling memberi dan menerima
serta suasana berjalan tanpa tekanan.
e) Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas diterapkan dalam materi tertentu
setelah disampaikan oleh pembina keagamaan, kemudian
narapidana wanita diminta untuk meringkas kembali di dalam
blok sel masing-masing. Pemberian tugas ini biasanya juga
digunakan juga dalam penugasan untuk shalat sunah. Metode ini
diterapkan agar narapidana wanita dapat bertanggung jawab.
4) Metode Belajar dari Pengalaman (Experiental Learning)
Dalam metode ini, narapidana diminta untuk mengajar
berdasar pengalaman mereka. Dalam pelaksanaan pembinaan pada
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Magelang, metode tersebut
digunakan pada waktu pembina menyampaikan materi berupa
keterampilan menjahit, tata cara sholat, pengajaran iqro‟ dan al-
Qur‟an, dan keterampilan-keterampilan yang lain.
5) Auto Sugesti
Auto Sugesti adalah sarana atau alat untuk mempengaruhi alam
bawah sadar manusia, dengan cara memasukkan saran-
saran/pengaruh/perintah, untuk melakukan tindakan sesuai saran-
saran/pengaruh/perintah tersebut. Auto sugesti adalah bagian dari
motivasi. Dalam pelaksanaan pembinaan pada narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Magelang, metode tersebut digunakan
untuk memberi motivasi dan pengaruh-pengaruh yang baik. Agar
mereka mau dan mampu menyadari kesalahannya dan tidak kembali
melakukan tindakan pelanggaran yang pernah dilakukannya,
sehingga setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan nanti dapat
berintegrasi dan diterima dengan baik oleh masyarakat.
Metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan di Lembaga
Pemasyarakatan tidak jauh berbeda dengan metode Pendidikan secara
umum, hanya saja perlu ada perbedaan tekanan variasi dan teknik yang
disesuaikan dengan kondisi Lembaga Pemasyarakatan.
B. Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan
1. Pengertian Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan
a. Narapidana
Narapidana yang dimaksudkan disini adalah anggota
masyarakat yang sementara waktu diasingkan berdasarkan putusan
hakim dengan tujuan untuk melindungi masyarakat. Menurut
Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 2 tentang
Pemasyarakatan, Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana
hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana
merupakan orang yang memiliki cacat hukum karena telah
melanggar norma-norma hukum yang berlaku. Adapun hukuman
yang diterima adalah berupa kurungan atau penjara. Hukuman
kurungan diberikan tidak semata-mata untuk mengasingkan agar
tidak melakukan kejahatan lagi. Akan tetapi selama menjalani
hukuman, narapidana juga harus diberi pembinaan dengan baik.
b. Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan adalah unit pelakasana teknis
pemsyarakatan yang menampung, merawat dan membina
narapidana. Dapat dikatakan juga bahwa Lembaga Pemasyarakatan
adalah merupakan sarana pembinaan narapidana dalam sistem
pemasyarakatan (Setiady, 2010: 137). Lembaga pemasyarakatan
adalah suatu tempat bagi penampungan dan pembinaan manusia
yang karena perbuatannya dinyatakan bersalah dan diputuskan oleh
hakim dengan pidana penjara.
Menurut Undang-undang RI No. 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan.
Dalam pelaksanaan proses pembinaan atau pemasyarakatan
terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, setidaknya harus
mengacu pada 10 prinsip pokok, yaitu:
1) Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalani
peranan sebagai warga negara masyarakat yang baik dan
berguna.
2) Penjatuhan pidana bukan merupakan tindakan balas dendam
oleh negara. Hal ini berarti tidak boleh ada penyiksaan terhadap
narapidana baik berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara
perawatan, ataupun penempatan. Satu-satunya derita yang
dialami oleh narapidana hanyalah dihilangkannya kemerdekaan
untuk bergerak di dalam masyarakat.
3) Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat.
Berikan kepada mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk
menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.
4) Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau
jahat daripada sebelum dijatuhi pidana. Untuk itu diadakan
pemisahan antara lain:
a) residivis dan bukan residivis
b) tindak pidana berat dan ringan
c) macam tindak pidana yang dilakukan
d) dewasa, remaja dan anak
e) laki-laki dan perempuan
f) orang tahanan/titipan dan terpidana
5) Selama kehilangan kemerdekaan bergerak para barapidana harus
dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari
masyarakatnya.
6) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh hanya
untuk mengisi waktu belaka, dan juga tidak boleh diberikan
pekerjaan untuk memenuhi keperluan jawatan (instansi) pada
waktu-waktu tertentu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu
pekerjaan dengan pekerjaan yang terdapat di masyarakat dan
dapat menunjang pembangunan.
7) Bimbingan dan didikan harus berdasarkan pancasila, antara lain
bahwa kepada mereka harus ditanamkan jiwa kegotongroyongan
jiwa toleransi dan jika kekeluargaan. Disamping pendidikan
kerohanian dan kesempatan untuk menenuaikan ibadah agar
memperoleh kekuatan spiritual.
8) Narapidana sebagai orang yang tersesat adalah manusia dan
mereka harus diperlakukan sebagai manusia juga. Martabat
perasaannya sebagai manusia harus dihormati.
9) Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai
atu-satunya derita yang dialaminya.
10) Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang mendukung fungsi
rehabilitatif, korektif, dan edukatif dalam sistem
pemasyarakatan (Setiady, 2010: 135-136).
2. Tujuan dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
Menurut UU nomor 12 tahun 1995 pasal 2 tentang
Pemasyarakatan, tujuan pemasyarakatan adalah:
“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka
membentuk Warga Binaan Masyarakat agar menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindakan pidana sehingga dapat kembali diterima di
masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota
masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab”.
Sedangkan menurut pasal 3 UU Nomor 12 tahun1995 tentang
Pemasyarakatan disebutkan bahwa fungsi pemasayarakatan adalah:
“Menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan (Narapidana, anak
didik, dan klien pemasyarakatan) agar dapat berintegrasi secara
sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai
anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab”.
Pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan mempunyai
arti memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun
agar bangkit menjadi seseorang yang berbudi pekerti yang baik. Dan
salah satu tujuannya yaitu berusaha ke arah memasyarakatkan kembali
seseorang yang pernah mengalami konflik sosial, menjadi seseorang
yang benar-benar sesuai dengan jati dirinya.
Sehingga dapat dipahami bahwa tujuan akhir dari sistem
pemasyarakatan adalah memulihkan kesatuan hubungan sosial
(reintegrasi sosial) Warga Binaan Pemasyarakatan dengan atau ke dalam
masyarakat. Khususnya masyarakat di tempat tinggal asal mereka
melalui suatu proses (proses pemasyarakatan/pembinaan) yang
melibatkan unsur-unsur atau elemen-elemen, petugas pemasyarakatan,
narapidana dan masyarakat.
C. Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
1. Pembinaan Narapidana
Yang dimaksud dengan pembinaan narapidana adalah usaha yang
dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini Dirjen Pemasyarakatan) untuk
memperbaiki kembali tingkah laku pelanggaran hukum yang dilakukan.
Adapun tujuannya adalah agar narapidana itu menjadi bertobat sehingga
setelah selesai menjalani masa pidananya ia tidak lagi mengulangi
perbuatannya dan dapat menjadi warga negara yang taat kepada norma-
norma hukum yang berlaku (Setiady, 2010: 138).
Secara umum pembinaan narapidana bertujuan agar mereka dapat
menjadi manusia seutuhnya sebagaimana yang telah menjadi arah
pembangunan nasional melalui jalur pendekatan
a. Memantapkan iman (ketahanan mental) mereka.
b. Membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di
dalam kehidupan kelompok selama dalam Lembaga
Pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas (masyarakat)
setelah menjalani pidananya (Keputusan Menteri Kehakiman RI
Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990, 1990: 5).
Secara khusus pembinaan narapidana ditujukan agar selama masa
pembinaan dan sesudah selesai menjalankan masa pidananya:
a. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan
diinya serta bersikap optimis akan masa depannya.
b. Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal keterampilan untuk
bekal mampu hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan
pembangunan nasional.
c. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin
pada sikap dan perilakunya yang tertib, disiplin serta mampu
menggalang rasa kedetiakawanan sosial.
d. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengapdian terhadap
bangsa dan negara (Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor:
M.02-PK.04.10 Tahun 1990, 1990: 5).
Pembinaan itu khususnya memberikan bimbingan atau didikan
kepada narapidana agar sekembalinya mereka dari lembaga
Pemasyarakatan tidak akan menjadi pelanggar hukum lagi menjadi
anggota masyarakat yang berguna, aktif, produktif, dan berbahagia di
dunia dan akhirat. Adapun unsur-unsur pokok pembinaan narapidana
dalam Lembaga Pemasyarakatan, antara lain:
a. Unsur narapidana itu sendiri
Lembaga pemasyarakatan merupakan wadah pertama untuk
melaksanakan pembinaan narapidana.
b. Unsur petugas Lapas
Dengan tidak membeda-bedakan narapidana penghuni Lapas
atau klasifikasinya, petugas harus melayani secara wajar. Persiapan-
persiapan untuk menjadi petugas dari Lapas sangat menuntut
keuletan, hal ini dikarenakan petugas harus memiliki sifat-sifat
sebagai berikut :
1) Sebagai guru, berarti harus tahu tentang pengetahuan sistem
pemasyarakatan, ilmu jiwa, dan budi pekerti (tingkah laku
sehari-hari).
2) Sebagai orang tua, berarti harus memberikan perlindungan,
memberikan pengayoman, bertindak tenang dalam menghadapi
persoalan, bertindak adil terhadap narapidana, menjaga
kewibawaan, dan lain-lain.
3) Sebagai pembina, berarti harus dapat bertindak menimbulkan
semangat kerja dan kemampuan melihat hari depan pada diri
narapidana (sehingga lahirlah kesadaran atas kekurangan-
kekurangan dan kekeliruannya), kesadaran atas tugas sucinya
walaupun berat harus sealalu didasarkan pada rasa pengabdian.
4) Sebagai penjaga, harus mempunyai fisik sehat serta memiliki
kemampuan sekedar kemampuan bela diri yang sempurna dan
berguna, selain untuk mengatasi kejadian-kejadian fisik di
Lembaga Pemasyarakatan juga untuk menanamkan rasa harga
diri yang tinggi sehingga senantiasa bermental tinggi.
c. Unsur Masyarakat
Narapidana adalah merupakan anggota masayarakat yang
dikarenakan telah melakukan tindak pidana dan dijatuhi hukuman,
maka untuk sementara waktu dipisahkan dari masyarakat dan
ditempatkan di bawah asuhan, didikan dan pembinaan Lembaga
Pemasyarakatan. Oleh karena mereka adalah anggota masyarakat
maka sudah barang tentu pada suatu saat manakala telah selesai
menjalani hukuman harus kembali ke masyarakat lagi.
Tercapai atau tidaknya misi petugas negara untuk
mengembalikan ex narapidana ke lingkungan masyarakat tergantung
dari berhasil atau tidaknya usaha-usaha pembinaan di dalam
Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri dan termasuk pula dari kita
semua. Untuk itu, dalam mempersiapkan masyarakat agar supaya
dapat menerima ex narapidana yang telah menjalani masa
hukumannya maka masyarakat seyogyanya diberikan pengertian
mengenai makna yang terkandung dari Lembaga Pemasyarakatan
melalui penyuluhan-penyuluhan hukum yang berkesinambungan
(Setiady, 2010: 138-140).
2. Tahap-tahap Pembinaan Narapidana
Berlandaskan kepada Surat Edaran Nomor K.P.10.13/3/1 tanggal 8
Februari 1965 tentang “Pemasyarakatan Sebagai Proses di Indonesia”
maka metode yang dipergunakan dalam proses pemasyarakatan ini
meliputi empat tahap yang merupakan suatu kesatuan proses yang
bersifat terpadu sebagaimana dibawah ini :
a. Tahap Orientasi/ Pengenalan
Setiap Narapidana yang masuk di Lembaga Pemasyarakatan
dilakukan penelitian untuk segala hak ihkwal perihal dirinya,
termasuk sebab-sebab ia melakukan kejahatan, dimana ia tinggal,
bagaimana keadaan ekonominya, latar belakang pendidikan dan
sebagainya.
b. Tahap Asimilasi dalam arti sempit
Jika pembinaan diri narapidana dan antara hubungan dengan
masyarakat telah berjalan kurang dari1/3 masa pidana sebenarnya
menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan telah dicapai cukup
kemajuan dalam proses antara lain, bahwa narapidana telah cukup
menunjukkan perbaikan-perbaikan dalam tingkah laku, kecakapan
dan lain-lain. Maka tempat atau wadah utama dari proses
pembinaannya adalah gedung lembaga pemasyarakatan terbuka
dengan maksud memberikan kebebasan bergerak lebih banyak lagi
atau para narapidana yang sudah ada pada tahap ini dapat
dipindahkan dari lembaga pemasyarakatan terbuka. Pada tahap ini
program keamanannya adalah medium. Ditempat baru ini narapidana
diberi tanggung jawab terhadap masyarakat. Bersamaan dengan ini
pula dipupuk rasa harga diri, tata krama, sehingga dalam masyarakat
luas timbul kepercayaan dan berubah sikapnya terhadap narapidana.
kontak dengan unsur-unsur masyarakat frekuensinya lebih
diperbanyak lagi misalnya kerja bakti dengan masyarakat luas. Pada
saat ini dilakukan kegiatan bersama-sama dengan unsur masyarakat.
Masa tahanan yang harus dijalani pada tahap ini adalah sampai
berkisar ½ dari masa pidana yang sebenarnya.
c. Tahap asimilasi dalam arti luas
Jika narapidana sudah menjalani kurang dari ½ masa pidana
yang sebenarnya menurut Dewan Pembina Pemasyarakatan
dinyatakan proses pembinaannya telah mencapai kemajuan yang
lebih baik lagi, maka mengenai diri narapidana maupun unsur-unsur
masyarakat, maka wadah proses pembinaan diperluas ialah dimulai
dengan usaha asimilasi para narapidana dengan penghidupan
masyarakat luar yaitu seperti kegiatan mengikutsertakan pada
sekolah umum, bekerja pada badan swasta atau instansi lainnya, cuti
pulang beribadah dan berolahraga dengan masyarakat dan kegiatan-
kegiatan lainnya. Pada saat berlangsungnya kegiatan segala sesuatu
masih dalam pengawasan dan bimbingan petugas lembaga
pemasyarakatan. Pada tingkat asimilasi ini tingkat keamanannya
sudah minimum sedangkan masa tahanan yang harus dijalani adalah
sampai 2/3-nya.
d. Tahap Integrasi dengan Lingkungan Masyarakat
Tahap ini adalah tahap terakhir pada proses pembinaan dikenal
dengan istilah integrasi. Bila proses pembinaan dari tahap observasi,
asimilasi dalam arti sempit, asimilasi dalam arti luas dan integrasi
dapat berjalan dengan lancar dan baik serta masa pidana yang
sebenarnya telah dijalani 2/3-nya atau sedikitnya 9 bulan, maka
kepada narapidana dapat diberikan pelepasan bersyarat atau cuti
bersyarat dalam tahap ini proses pembinaannya adalah berupa
masyarakat luas sedangkan pengawasannya semakin berkurang
sehingga narapidaba akhirnya dapat hidup dengan masyarakat
(Priyatno, 2009: 99-100).
Untuk mencapai sistem pembinaan yang baik partisipasinya bukan
hanya datang dari petugas, tetapi juga datang dari masyarakat disamping
narapidana itu sendiri. Dalam usaha memberikan partisipasinya, seorang
petugas pemasyarakatan senantiasa bertindak sesuai dengan prinsip-
prinsip pemasyarakatan. Seorang petugas pemasyarakatan barulah dapat
dianggap berpartisipasi jika ia sanggup menunjukkan sikap, tindakan,
dan kebijaksanaannya dalam mencerminkan pengayoman baik terhadap
masyarakat maupun terhadap narapidana (Priyatno, 2009: 101-102).
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Magelang
1. Deskripsi Lokasi Lembaga Pemasyarakatan Magelang
Lembaga Pemasyarakatan Magelang merupakan Lembaga
Pemasyarakatan di bawah naungan Kantor Wilayah Hukum dan Hak
Asasi Manusia Semarang yang terletak di Jalan Dr. Cipto No. 64
Semarang. Lembaga Pemasyarakatan Magelang terletak di kawasan kota
Magelang tepatnya di Jalan Sutopo No. 2 Magelang. Sebenarnya nama
Lembaga Permasyarakatan Magelang adalah Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II-A Magelang. Lembaga Pemasyarakatan Magelang dibangun
pada tahun 1872, di atas tanah seluas 15.710 m² dan luas bangunan 5.340
m². Secara lokasi mudah dijangkau dengan berbagai alat transportasi
maupun angkutan umum karena letak Lembaga Pemasyarkatan berada di
pusat kota. Lembaga Pemasyarakatan Magelang memiliki fungsi dan
tugas untuk menampung, merawat, dan membina para narapidana.
2. Visi, Misi dan Tujuan berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Magelang
a. Visi
Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan
penghidupan warga binaan pemasyarakatan sebagai individu,
anggota masyarakat dan makhluk Tuhan YME (Membangun
Manusia Mandiri).
b. Misi
Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaaan dan
pembimbingan warga binaan pemasyarakatan serta pengelolaan
benda sitaan negara dalam kerangka penegakan hukum, pencegahan
dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan hak
asasi manusia.
c. Tujuan
1) Membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi
manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri,
mandiri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif
berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
2) Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang
ditahan di rumah tahanan negara dan cabang rumah tahanan
dalam rangka memperlancar proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan.
3. Struktur Organisasi dan Tugas Staf
Struktur organisasi adalah suatu kerangka yang terdiri dari satuan-
satuan organisasi beserta segenap pejabat dengan tugas dan wewenang
yang berhubungan antara satu dengan yang lainnyadalam rangka
mencapai tujuan. Struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan
Magelang mengacu pada SK. Menteri Kehakiman RI Nomor:
M.01.PR.07.03 Tahun 1985 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemasyarakatan, yaitu sebagai berikut:
Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Magelang
KALAPAS MAGELANG
I Made Darmajaya.Bc.Ip.S.Sos.SH.MM
Ka. Subag TU
Sutriman, S.Pd
Kaur. Umum
Didik Budi K, A.Ks
Kaur. Kepeg
& Keuangan
Sopar Marpaung
Kasi Bimbingan
Napi/Anak didik
Hananta Basuki, SH
Kasubsie Bimker
Aonur Rofiq, SH
Kasubsie
Sarana Kerja
Tri Doso Purwoto, SH
Kasubsie
Keamanan
Yudi Winardi, S.Sos
Kasubsie
Bimkeswat
Drs. Triyoga Nugroho
Kasubsie Registrasi
Cahyo Sunarko,
Bc.IP.S.Sos
Petugas
Keamanan
Ka. KPLP
Herliadi,Bc.IP,S.Sos
Kasi Adm
Keamanan
Slamet Priyono, SH
Kasi Kegiatan
Kerja
Komarul Rodadi, SH
S.Pd
Kasubsie
Pelaporan
Tukimin
Sumber: Dikutip dari dokumen Lembaga Pemasyarakatan Magelang, tanggal
10 Juni 2014.
Adapun tugas dan fungsi dari organ-organ dalam struktur Lembaga
Pemasyarakatan Magelang adalah sebagai berikut:
a. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Magelang
Bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Semarang dalam
perencanaan, administrasi keamanan dan tata tertib keuangan,
perlengkapan, sumber daya manusia (SDM), pembinaan warga
binaan pemasyarakatan (WBP), perawatan, pembinaan keterampilan
sehingga terselenggaranya pembinaan terhadap narapidana,
terselenggaranya program pembinaan keterampilan, kesehatan napi,
tertib administrasi lapas, terkendalinya tingkat keamanan dan
ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan Magelang.
b. Kepala Sub. Bagian Tata Usaha
Sub. bagian tata usaha mempunyai tugas melakukan tugas
urusan tata usaha dan rumah tangga Lembaga Pemasyarakatan. Sub.
bagian tata usaha terdiri dari:
1) Kepala Urusan Kepegawaian dan Keuangan yang bertugas
melakukan urusan kepegawaian dan keuangan.
2) Kepala Urusan Umum mempunyai tugas melakukan urusan
surat menyurat, perlengkapan dan rumah tangga.
c. Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP)
Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan
(KPLP) langsung bertanggung jawab kepada Kepala Lembaga
Pemasyarakatan Magelang, dan Kepala Kesatuan Pengamanan
dalam menjalankan tugasnya tidak mempunyai seksi, akan tetapi
mepunyai Regu Jaga yang bertugas melakukan penjagaan dan
pengamanan Lembaga Pemasyarakatan. Secara khusus Kesatuan
Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan mempunyai tugas:
1) Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap narapidana.
2) Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban.
3) Melakukan pengawalan dan penerimaan, penempatan, dan
pengeluaran narapidana.
4) Melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan.
5) Membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan
pengamanan.
d. Kepala Seksi Pembinaan Narapidana/Anak Didik
Seksi pembinaan narapidana mempunyai tugas memberikan
bimbingan pemasyarakatan narapidana dengan sistem
pemasyarakatan, dalam melaksanakan tugasnya seksi pembinaan
narapidana/anak didik dibantu oleh beberapa Sub seksi, yaitu:
1) Sub Seksi Registrasi yang bertugas melakukan pencatatan dan
membuat statistik serta dokumentasi, sidik jari narapidana/anak
didik.
2) Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan
mempunyai tugas memberikan bimbingan dan penyuluhan
rohani serta memberikan latihan olah raga, peningkatan
pengetahuan, asimilasi dan memberikan perawatan bagi
narapidana/ anak didik.
e. Kepala Seksi Kegiatan Kerja
Seksi Kegiatan Kerja bertugas memberikan bimbingan kerja,
mempersiapkan sarana kerja dan mengelola hasil kerja. Seksi
Kegiatan Kerja terdiri dari:
1) Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja
mempunyai tugas memberikan petunjuk dan bimbingan latihan
kerja bagi narapidana/anak didik serta mengelola hasil kerja.
2) Sub Seksi Sarana Kerja mempunyai tugas mempersiapkan
fasilitas sarana kerja.
f. Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Ketertiban
Seksi Administrasi Keamanan dan Ketertiban bertugas
mengatur jadwal tugas, perlengkapan dan pembagian tugas
pengamanan, menerima laporan harian dan berita acara dari satuan
pengamanan yang bertugas serta menyusun laporan berkala dibidang
keamanan dan menegakkan tata tertib. Seksi Administrasi Keamanan
dan Ketertiban terdiri dari:
1) Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib mempunyai tugas
menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengaman
yang bertugas serta mempersiapkan laporan berkala dibidang
keamanan dan menegakkan tata tertib.
2) Sub Seksi Keamanan mempunyai tugas mengatur jadwal tugas,
penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan.
4. Proses Pembinaan
Narapidana bukan hanya sebagai objek, akan tetapi mereka juga
sebagai subjek yang sama dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu
dapat melakukan kesalahan-kesalahan atau kekhilafan-kekhilafan yang
dapat dikenakan pidana, sehingga manusia tersebut jangan dikucilkan
apalagi diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor penyebab
yang mengakibatkan manusia tersebut bertentangan dengan hukum,
norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Sistem pemasyarakatan merupakan suatu tatanan mengenai arah
dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang
berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara petugas
pemasyarakatan dengan Warga Binaan Pemasyarakatan serta masyarakat
untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Masyarakat agar menyadari
kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima lagi oleh masyarakat, dapat berperan aktif dalam
pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara yang
baik dan bertanggung jawab.
Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak bagi pelaksanaan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, juga merupakan tempat untuk
mencapai tujuan tersebut di atas. Lembaga Pemasyarakatan mengadakan
kegiatan-kegiatan pembinaan, rehabilitasi, dan reintegrasi.
Berlandaskan kepada Surat Edaran Nomor K.P.10.13/3/1 tanggal 8
Februari 1965 tentang “Pemasyarakatan Sebagai Proses di Indonesia”
maka metode yang dipergunakan dalam proses pemasyarakatan ini
meliputi empat tahap yang merupakan suatu kesatuan proses yang
bersifat terpadu sebagaimana dibawah ini :
e. Tahap Orientasi/ Pengenalan
Setiap Narapidana yang masuk di Lembaga Pemasyarakatan
dilakukan penelitian untuk segala hak ihkwal perihal dirinya,
termasuk sebab-sebab ia melakukan kejahatan, dimana ia tinggal,
bagaimana keadaan ekonominya, latar belakang pendidikan dan
sebagainya.
f. Tahap Asimilasi dalam arti sempit
Jika pembinaan diri narapidana dan antara hubungan dengan
masyarakat telah berjalan kurang dari1/3 masa pidana sebenarnya
menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan telah dicapai cukup
kemajuan dalam proses antara lain, bahwa narapidana telah cukup
menunjukkan perbaikan-perbaikan dalam tingkah laku, kecakapan
dan lain-lain. Maka tempat atau wadah utama dari proses
pembinaannya adalah gedung lembaga pemasyarakatan terbuka
dengan maksud memberikan kebebasan bergerak lebih banyak lagi
atau para narapidana yang sudah ada pada tahap ini dapat
dipindahkan dari lembaga pemasyarakatan terbuka. Pada tahap ini
program keamanannya adalah medium. Ditempat baru ini narapidana
diberi tanggung jawab terhadap masyarakat. Bersamaan dengan ini
pula dipupuk rasa harga diri, tata krama, sehingga dalam masyarakat
luas timbul kepercayaan dan berubah sikapnya terhadap narapidana.
kontak dengan unsur-unsur masyarakat frekuensinya lebih
diperbanyak lagi misalnya kerja bakti dengan masyarakat luas. Pada
saat ini dilakukan kegiatan bersama-sama dengan unsur masyarakat.
Masa tahanan yang harus dijalani pada tahap ini adalah sampai
berkisar ½ dari masa pidana yang sebenarnya.
g. Tahap asimilasi dalam arti luas
Jika narapidana sudah menjalani kurang dari ½ masa pidana
yang sebenarnya menurut Dewan Pembina Pemasyarakatan
dinyatakan proses pembinaannya telah mencapai kemajuan yang
lebih baik lagi, maka mengenai diri narapidana maupun unsur-unsur
masyarakat, maka wadah proses pembinaan diperluas ialah dimulai
dengan usaha asimilasi para narapidana dengan penghidupan
masyarakat luar yaitu seperti kegiatan mengikutsertakan pada
sekolah umum, bekerja pada badan swasta atau instansi lainnya, cuti
pulang beribadah dan berolahraga dengan masyarakat dan kegiatan-
kegiatan lainnya. Pada saat berlangsungnya kegiatan segala sesuatu
masih dalam pengawasan dan bimbingan petugas lembaga
pemasyarakatan. Pada tingkat asimilasi ini tingkat keamanannya
sudah minimum sedangkan masa tahanan yang harus dijalani adalah
sampai 2/3-nya.
h. Tahap Integrasi dengan Lingkungan Masyarakat
Tahap ini adalah tahap terakhir pada proses pembinaan dikenal
dengan istilah integrasi. Bila proses pembinaan dari tahap observasi,
asimilasi dalam arti sempit, asimilasi dalam arti luas dan integrasi
dapat berjalan dengan lancar dan baik serta masa pidana yang
sebenarnya telah dijalani 2/3-nya atau sedikitnya 9 bulan, maka
kepada narapidana dapat diberikan pelepasan bersyarat atau cuti
bersyarat dalam tahap ini proses pembinaannya adalah berupa
masyarakat luas sedangkan pengawasannya semakin berkurang
sehingga narapidaba akhirnya dapat hidup dengan masyarakat.
5. Sarana dan Fasilitas
Sarana dan fasilitas yang ada di Lembaga Pemasyarakatan
Magelang terdiri dari sarana umum, sarana pembinaan, dan sarana
pengamanan. Untuk sarana umum dan pengamanan terlampir. Untuk
sarana pembinaan adalah sebagai berikut:
a. Pembinaan Agama
Dalam pembinaan keagamaan sarana yang disediakan adalah
Masjid, Gereja, buku Iqra‟, Al-Qur‟an, mukena, serta gambar tata
cara wudhu dan tata cara sholat.
b. Pembinaan Olahraga dan Kesenian
Untuk pembinaan Olahraga dan Kesenian sarana yang
disediakan adalah bola voli, net, bola pigpong, raket, bola kaki,
catur, dan alat-alat musik.
c. Pembinaan Pendidikan Wajib Belajar
Untuk memfasilitasi narapidana dalam pendidikan, maka pihak
Lembaga Pemasyarakatan Magelang bekerja sama dengan Dinas
Pendidikan Kota Magelang untuk melaksanakan program kejar paket
A dan B. Tahun pelajaran 2013/2014 ini narapidana yang mengikuti
ujian nasional sebanyak 20 orang. Yang mengikuti kejar paket A
sebanyak 8 orang dan paket B sebanyak 12 orang.
d. Pembinaan Kerja
Dalam pembinaan kerja fasilitas yang disediakan adalah
bengkel kerajinan tangan, bengkel penjahitan, bengkel pertukangan,
bengkel otomotif, tempat untuk pertanian, salon potong rambut, dan
bengkel cuci motor dan mobil.
6. Klasifikasi Narapidana Wanita
Dalam rangka menunjang keamanan dan ketertiban dalam
mengelola dan melakukan pelayanan kepada narapidana, maka Lembaga
Pemasyarakatan mengklasifikasikan Narapidana dalam beberapa
golongan:
a. Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Jenjang
Pendidikan.
Tabel 3.1
Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Jenjang
Pendidikan
No. Jenis Pendidikan Jumlah (Orang) Prosentase
1. SD 4 30,77 %
2. SMP 4 30,77 %
3. SMA 3 23,08 %
4. S1 2 15,38 %
Jumlah 13 100 %
Sumber: Dikutip dari dokumen Lembaga Pemasyarakatan Magelang,
tanggal 10 Juni 2014.
b. Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Tempat
Tinggal.
Tabel 3.2
Klasifikasi Narapidanan/Tahanan Wanita berdasarkan Tempat
Tinggal
No. Tempat Tinggal Jumlah (Orang) Prosentase
1. Kabupaten Magelang 6 46,15 %
2. Kota Magelang 2 15,39 %
3. Luar Magelang 5 38,46 %
Jumlah 13 100 %
Sumber: Dikutip dari dokumen Lembaga Pemasyarakatan
Magelang, tanggal 10 Juni 2014.
c. Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Jenis Perkara.
Tabel 3.3
Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Jenis Perkara
No. Jenis Perkara Pasal/KUHP Jumlah
(orang)
Prosentase
1. Pencurian 362-364 3 23,08 %
2. Penipuan 378-395 3 23,08 %
3. Penggelapan 372-375 4 30,77 %
4. Pembunuhan 338-350 1 7,69 %
5. Narkotika 22/97 1 7,69 %
6. Penadahan 480-481 1 7,69 %
Jumlah 13 100 %
Sumber: Dikutip dari dokumen Lembaga Pemasyarakatan
Magelang, tanggal 10 Juni 2014.
d. Klasifikasi Narapidana Wanita berdasarkan Masa Pidana.
Tabel 3.4
Klasifikasi Narapidana Wanita berdasarkan Masa Pidana
Klasifikasi
Usia
Masa Pidana
BI BIIA BIIB BIIIA BIIIB Jumlah
Dewasa 9 1 - - - 10
Remaja - - - - - -
Anak - - - - - -
Jumlah 9 1 - - - 10
Sumber: Dikutip dari dokumen Lembaga Pemasyarakatan
Magelang, tanggal 10 Juni 2014.
Keterangan:
BI : Lebih dari 1 tahun Masa Pidana
BIIA : 3 bulan sampai 1 tahun Masa Pidana
BIIB : 0 sampai 3 bulan Masa Pidana
BIIIA : Subsider atau Pengganti denda
BIIIB : Tindak Pidana Ringan
7. Program Pembinaan Narapidana dalam rangka Pemasyarakatan
Fungsi dan Tugas pembinaan pemasyarakatan terhadap Warga
Binaan Pemasyarakatan (narapidana, anak negara, klien pemasyarakatan
dan tahanan) dilaksanakan secara terpadu dengan tujuan agar mereka
setelah menjalani pidananya, pembinaan dan bimbingannya dapat
menjadi warga negara yang baik. Petugas pemasyarakatan sebagai abdi
negara dan abdi masyarakat wajib menghayati serta mengamalkan tugas-
tugas pembinaan pemasyarakatan dengan penuh tanggung jawab. Untuk
melaksanakan kegiatan pembinaan pemasyarakatan yang berdaya guna,
tepat guna, dan berhasil guna, petugas harus memiliki kemampuan
professional dan integritas moral (Sujatno, 2006:19).
Pada dasarnya arah pelayanan, pembinaan dan bimbingan yang
perlu dilakukan oleh petugas ialah memperbaiki tingkah laku warga
binaan pemasyarakatan agar tujuan pembinaan dapat dicapai. Di dalam
Lembaga Pemasyarakatan Magelang pembinaan yang diberikan kepada
narapidana adalah pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian.
a. Pembinaan kepribadian meliputi:
1) Pembinaan kesadaran beragama
Usaha pembinaan kesadaran beragama diperlukan agar
dapat diteguhkan imannya terutama memberi pengertian agar
warga binaan pemasyarakatan dapat menyadari akibat-akibat
dari perbuatan-perbuatan yang benar dan perbuatan-perbuatan
yang salah. Pembinaan kesadaran beragama ini misalnya:
a) Agama Islam
(1) Pengajian umum setiap Hari Sabtu pertama di Aula
Sasana Tama (20 m x 15 m) diikuti oleh semua
narapidana dan tahanan yang beragama islam.
(2) Pengajian anak-anak setiap Hari Selasa dan Kamis di
Ruang Pendidikan (16 m x 8,5 m) diikuti oleh semua
narapidana anak dengan pembicara dari Kementrian
Agama Kabupaten Magelang.
(3) Pengajian wanita setiap Hari Senin dan Kamis di Ruang
Pendidikan (16 m x 8,5 m) diikuti oleh semua
narapidana wanita sebanyak 10 orang dan tahanan 3
orang dengan pembicara dari Departemen Agama Kota
Magelang.
(4) Yasinan setiap hari Jumat pagi di Masjid dalam Lapas
Magelang (10 m x 18 m) diikuti oleh sebagian
narapidana dan tahanan, dan sebagian lagi tinggal di
wisma.
(5) Jum‟atan setiap hari Jum‟at di Masjid dalam Lapas
Magelang (10 m x 18 m) diikuti oleh semua narapidana
yang beragama islam, tahanan dan petugas Lapas
Magelang.
b) Non Islam
Doa bersama dan kebaktian setiap Hari Senin sampai
Hari Minggu di Gereja dalam Lapas Magelang (7 m x 7 m)
diikuti oleh semua narapidana dan tahanan yang beragama
non islam yang berjumlah 33 orang yang terdiri dari 7
(tujuh) orang beragama Katolik, 25 orang beragama Kristen,
dan 1 (satu) orang beragama Hindu.
2) Pembinaan Berbangsa dan Bernegara
Usaha ini dilaksanakan melalui Pendidikan Pancasila
termasuk menyadarkan mereka agar dapat menjadi warga negara
yang baik yang dapat berbakti bagi bangsa dan negaranya. Perlu
disadarkan bahwa berbakti untuk bangsa dan negara adalah
sebagian dari iman. Contohnya melakukan Upacara 17 Agustus
dan Pengarahan mengenai kesadaran berbangsa dan bernegara
yang diikuti oleh semua narapidana dan tahanan di Lapangan
dalam Lapas Magelang (20m x 65m).
3) Pembinaan Kemampuan Intelektual (kecerdasan)
Usaha ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan
berpikir warga binaan pemasyarakatan semakin meningkat
sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang yang
diperlukan selama masa pembinaan. Pembinaan intelektual
dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun
pendidikan nonformal. Pendidikan formal diselenggarakan
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah agar dapat ditingkatkan kualitas warga binaan
pemasarakatan. Contohnya, melalui program kejar paket A dan
B. Program kejar paket A dilaksanakan di ruang pendidikan
(16m x 8,5m) setiap hari Senin sampai Kamis dari pukul 08.00-
09.30. Program paket A diberikan kepada narapidana yang tidak
lulus SD. Selain itu, program Paket B dilaksanakan setiap hari
Senin sampai Kamis dari pukul 14.00-15.00. Program paket B
diberikan narapidana yang memiliki ijazah SD dan tidak lulus
SMP. Guru yang mengajar program paket A yaitu dari
narapidana yang memiliki pendidikan tinggi. Biasanya mereka
yang sudah lulus SLTA. Namun untuk program paket B, sebagai
pengajar yakni guru dari Lapas Magelang atau dari Departemen
Pendidikan Nasional.
Pendidikan nonformal diselenggarakan sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan, dan kemauan narapidana melalui
kursus-kursus (kursus membuat roti, penetasan lele, pembuatan
tempe, dan pembuatan pupuk). Kegiatan kursus tersebut
dilakukan secara berkala, biasanya sebulan sekali. Selain itu,
kegiatan ceramah umum dan membuka kesempatan yang
seluas-luasnya untuk memperoleh informasi dari luar misalnya
membaca majalah di perpustakaan Lapas Magelang setiap hari
Selasa, Rabu, dan Sabtu untuk narapidana sedangkan setiap hari
Senin dan Kamis untuk tahanan, menonton televisi setiap sore
(melihat dari dalam kamar), dan mendengarkan radio
(mendengarkan dari dalam kamar).
4) Pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan Masyarakat
Pembinaan dibidang ini dapat dikatakan juga pembinaan
kehidupan sosial kemasyarakatan yang bertujuan agar bekas
narapidana dapat diterima kembali oleh masyarakat
lingkungannya. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan
masyarakat diberikan kepada narapidana yang memperoleh
program asimilasi dan pembebasan bersyarat. Untuk narapidana
yang memperoleh program asimilasi, mereka dipercaya untuk
melakukan kegiatan pembinaan yang berada di luar (di parkiran,
cucian mobil/motor, pembuatan paving blok, perikanan, dan
pertanian). Selain itu, narapidana yang memperoleh program
pembebasan bersyarat wajib apel setiap satu bulan sekali di
BAPAS Magelang.
5) Pembinaan Kesehatan Narapidana
Pembinaan kesehatan narapidana ini dilakukan untuk
menjaga kondisi jasmani para narapidana. Contohnya, setiap
hari Sabtu kedua, ketiga dan keempat dilakukan senam aerobic
di lapangan dalam lapas khusus untuk narapidana dan tahanan
laki-laki, sedangkan di aula sasana tama untuk tahanan dan
narapidana wanita. Melakukan olah raga pagi setiap hari di
lapangan dalam Lapas. Periksa kesehatan oleh dokter maupun
perawat setiap hari bagi narapidana yang mempunyai keluhan
sakit. Pemeriksaan kesehatan jiwa bagi narapidana yang stress
setiap sebulan sekali di RSJ Magelang. Selain itu, di Lembaga
Pemasyarakatan Magelang juga sering diadakan penyuluhan
kesehatan setiap hari Kamis kedua di aula Sasana Tama yang
diikuti oleh semua narapidana dan tahanan.
b. Pembinaan Kemandirian meliputi:
1) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya
kerajinan tangan, potong rambut, industri rumah tangga, reparasi
mesin, dan alat-alat elektronik.
2) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil,
misalnya pengolahan bahan mentah dari sektor pertanian dan
bahan alam menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi
(contohnya mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga).
3) Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya
masing-masing. Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki
bakat tertentu diusahakan pengembangan bakat itu.
4) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau
kegiatan pertanian (perkebunan).
B. Penyajian Data berdasarkan Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di LP
Temuan penelitian yang ada di lapangan menunjukkan bahwa
pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga
Pemasyarakatan Magelang oleh informan dari tempat tersebut maka
menetapkan berbagai macam program pembinaan keagamaan yang
dilakukan.
Seperti yang diturkan bapak TN, progam pembinaan yang
diterapkan dalam rangka pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan
Magelang adalah Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Keagamaan.
Pembinaan Kepribadian meliputi: Pembinaan Kesadaran Beragama,
Pembinaan Berbangsa dan Bernegara, Pembinaan Kemampuan
Intelektual (Kecerdasan, Pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan
Lingkungan, dan Pembinaan Kesehatan Narapidana. Sedangkan
Pembinaan Kemandirian meliputi: Keterampilan untuk mendukung
usaha-usaha mandiri, Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha
industri kecil, dan Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan
bakatnya masing-masing.
Dalam pembinaan yang dilakukan secara intensif, pembinaan
keagaman masuk dalam pembinaan kesadaran beragama. Peneliti
memulai pertanyaan kepada Bapak TN, untuk memperdalam program
pembinaan keagamaan yang dilakukan dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Tujuan Lembaga Pemasyarakatan untuk melakukan
pembinaan keagamaan antara lain:
“Untuk membina narapidana dalam memperbaiki mental mereka,
sehingga diharapkan setelah mereka keluar dari LP menjadi
anggota masyarakat yang baik dan dapat hidup mandiri mbak.
Untuk menyadarkan dari perbuatan yang salah yang telah mereka
lakukan, dan untuk membimbing narapidana dalam mempelajari
ajaran agama Islam dan mampu mengendalikan sikap setelah
menjalani masa pidanya” ( W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
Setelah dirasa cukup untuk menggali informasi tentang tujuan
pelaksanaan pembinaan keagamaan maka untuk memperdalam
pelaksanaan pembinaan keagamaan maka Lembaga Pemasyarakatan
melakukan pembinaan keagamaan antara lain:
“Melakukan upaya shalat dhuhur berjamaah, pengajian umum,
pengajian khusus wanita, pengajaran iqro’ dan al-Qur’an, hafalan
surat pendek, pesantern qilat (Ramadhan), shalat Tarawih, shalat
Idul Fitri dan Adha” (W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
Pertanyaan selanjutnya bertujuan untuk mengetahui siapa pembina
serta materi yang diberikan dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan,
sehingga pembinaan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang
diinginkan.
“Pembina keagamaan yang mengisi pembinaan pada narapidana
yaitu koordinator keagamaan Lembaga Pemasyarakan Magelang
dan bekerjasama dengan luar LP: Departemen Agama Magelang,
LSM Salimah Magelang, dan mendatangkan Guru Agama dari
SMA N 5 Magelang yaitu Bapak KH. Drs. Slamet Biyantara”
(W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
Untuk memperjelas bagaimana pembinaan keagamaan pada
narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang melakukan
pembinaan keagamaan, narapidana pada pengalaman agama.
“Pengalamannya setelah mengikuti pembinaan adalah
mendapatkan ketenangan jiwa, menghilangkan rasa iri dan
dengki” (W/N/NR/12-06-2014/10.00WIB).
“Meningkatnya kesadaran akan pentingnya beribadah”
(W/N/TR/12-06-2014/10.00WIB).
“Meningkatnya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan shalat
wajib dan sunnat” (W/N/TT/12-06-2014/10.00WIB).
“Meningkatnya kedisiplinan dalam melakukan sholat dhuhur
berjamaah di blok sel” (W/N/WD/12-06-2014/10.00WIB).
“Meningkatnya kedisiplinan dalam mengikuti pengajian”
(W/N/KR/12-06-2014/10.00WIB)
Dari penuturan ke lima narapidana yang mereka sampaikan, dapat
disimpulkan bahwa pengalaman agama mereka adalah dapat
meningkatkan kedisiplan dalam menjalankan ibadah, mempunyai
tanggung jawab terhadap aa yang dilakukan, dan dapat menghilankan
prasangka-prasangka buruk.
2. Metode Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di LP
Temuan penelitian di lapangan yang membahas tentang metode
yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Magelang antara lain: Ceramah,
diskusi, tanya jawab, dll. Hasil wawancara kepada informan mengenai
metode pembinaan keagamaan antara lain:
“Metode yang diberikan kepada naraidana wanita antara lain
ceramah keagamaan, diskusi kelompok, terkadang saya beri
selebaran. Metodenya saya buat bergantian agar narapidana tidak
jenuh dan ada metode khusus untuk pembinaan disini yaitu
pembinaan berdasar situasi, individu, dan kelompok”
(WW/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
Menurut ibu SB metode yang diterapkan oleh pembina dari Depag
Magelang antara lain:
“Metode yang digunakan itu kebanyakan ceramah, dan diselingi
dengan tanya jawab serta humor agar narapidana tidak jenuh.
Jika ceramah terus menerus mereka jenuh dan ngantuk. Dan ada
metode peragaan seperti pada materi tata cara wudhu dan sholat.
Metode yang khusus, ada metode belajara dari pengalaman untuk
membaca iqro’ dan al-quran, dan metode auto sugesti untuk
memberikan motivasi” (W/P/SB/11-06-2014/10.15WIB).
Penuturan ke dua pembina, metode yang mereka sampaikan sama.
Metode tersebut yaitu ceramah, diskusi, tanya jawab, peragaan dan
pemberian tugas. Sedangkan metode khusus yang mereka terapkan
adalah metode pembinaan berdasar situasi, metode pembinaan individu,
metode pembinaan kelompok, metode belajar dari pengalaman, dan auto
sugesti.
3. Faktor Penghambat Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di
Lembaga Pemasyarakatan
Faktor penghambat pembinaan keagamaan sangat penting untuk
diketahui, karena dengan adanya faktor pengambat pembinaan
keagamaan bisa ditanggulangi dan bisa berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
Temuan data penelitian menunjukkan bahwa faktor penghambat
pembinaan mental keagamaan seperti bapak TN tuturkan seaku
pelaksana dan pembina, sebenarnya untuk pelaksanaannya sudah saya
fasilitasi mbak apapun itu.
“Untuk faktor penghambat antara lain yaitu latar belakang
narapidana yang tidak sama. Hal ini sangat mempengaruhi
kelancaran dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan, terutama
dalam menyerap materi yang diberikan. Dan perbedaan masa
hukuman serta masuknya dalam LP yang tidak sama sehingga
akan mepersulit dalam keruntutan pemberian materi pembinaan
serta tidak ada kurikulum khusus” (W/P/TN/10-06-
2014/10.45WIB).
Ibu SB menjelaskan terkait faktor penghambat dari pembinaan
keagamaan:
“Untuk penghambatnya minat narapidana wanita mengikuti
pembinaan keagamaan kurang dibandingkan dengan keikutsertaan
pada pembinaan kemandirian. Dan latar pendidikan yang tidak
sama” (W/P/SB/11-06-2014/10.15WIB).
Dengan keterangan di atas dari hasil wawancara kepada informan,
maka dapat disimpulkan antara lain:
a. Latar belakang narapidana wanita yang tidak sama.
b. Perbedaan masa hukuman serta masuknya yang tidak bersamaan.
c. Minat narapidana wanita mengikuti pembinaan keagamaan kurang.
d. Kemampuan narapidana dalam mencerna materi disampaikan tidak
sama.
e. Pendidikan yang berbeda tingkatannya.
f. Tidak adanya kurikulum khusus untuk pembinaan keagamaan.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita
Dari hasil observasi dan wawancara di Lembaga Pemasyarakatan
Magelang, ditemukan beberapa macam kegiatan pembinaan keagamaan, yaitu
sebagai berikut:
1. Shalat Dhuhur Berjamaah
a. Subjek
Subjek Shalat Dhuhur Berjamaah adalah para petugas
Lembaga Pemasyarakatan Magelang serta para petugas yang
didatangkan dari luar Lembaga Pemasyarakatan, yaitu Departemen
Agama Kota Magelang.
b. Objek
Objek pembinaan shalat adalah seluruh Narapidana yang
beragama Islam.
c. Waktu dan Sarana
Sholat Dhuhur berjamaah dilakukan setiap hari. Lokasi Shalat
Dhuhur Berjamaah untuk narapidana wanita di depan blok sel wanita
Lembaga Pemasyarakatan Magelang (O/9-6-2014/09.30 WIB).
2. Pengajian/Siraman Rohani Umum
a. Subjek
Subjek pengajian/ siraman rohani umum menurut penuturan
bapak TN adalah:
“Para Petugas Lembaga Pemasyarakatan serta para Petugas
Pembina yang didatangkan dari luar Lembaga
Pemasyarakatan Magelang, yaitu dari Departemen Agama
kota Magelang dan bapak KH. Drs. Slamet Biyantora dari
SMA Negeri 5 Magelang. Tugas untuk mengisi pengajian ini
secara bergiliran sesuai dengan jadwal yang ditentukan”
(W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
Menurut penuturan Bapak TN ini dapat disimpulkan bahwa
subjek pengajian/ siraman rohani umum tidak hanya berasal dari
dalam Lembaga Pemasyarakatan tetapi juga berasal dari luar
Lembaga Pemasyarakatan.
b. Objek
Objek dalam kegiatan pengajian/siraman rohani umum adalah
semua Narapidana yang beragama Islam.
c. Materi Pengajian Umum
Kegiatan pengajian/siraman rohani umum ini, materi yang
diberikan adalah:
“Masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari,
seperti cara menjadi muslim yang baik, cara menempuh hidup
agar mendapat berkah dari Allah Swt. dan muamalah”
(W/P/TN/10-6-2014/10.45WIB).
Jadi seperti yang disampaikan oleh bapak TN, materi yang
disampaikan disini yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
d. Waktu dan Sarana
Pengajian/siraman rohani umum diadakan setiap sebulan sekali
pada hari Sabtu minggu pertama. Sarana yang digunakan adalah
Aula Sasana Tama Lembaga Pemasyarakatan Magelang.
3. Pengajian/ Siraman Rohani Wanita
a. Subjek
Subjek pengajian wanita adalah petugas pembina dari luar
Lembaga Pemasyarakatan, yaitu dari Departemen Agama Kota
Magelang dan Salimah Magelang.
b. Objek
Objek pengajian wanita adalah seluruh narapidana wanita yang
beragama islam sebanyak 10 orang narapidana dan 3 orang tahanan.
c. Materi
Kegiatan pengajian/siraman rohani wanita ini, materi yang
diberikan adalah:
“Tentang masalah yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari, seperti cara menjadi muslimah yang baik, cara
menempuh hidup agar mendapat berkah dari Allah Swt., dan
muamalah” (W/P/TN/10-6-2014/10.45WIB).
d. Waktu dan Sarana
Pengajian/siraman rohani wanita diadakan setiap hari Senin
dan Kamis pukul 08.00-09.00 WIB di ruang Pendidikan Lembaga
pemasyarakatan Magelang.
4. Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an
Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an diadakan setiap hari Senin dan
Rabu, pada pukul 10.00-11.30 WIB (O/9-6-2014/09.30 WIB). Karena
dengan membaca ayat-ayat yang terdapat di dalam al-Qur‟an dan
mendalami kandungan dari Kitab akan dapat mendatangkan hati yang
tenteram dan diharapkan akan menambah keimanan kepada Allah.
a. Subjek
Subjek pengajaran Iqro‟ dan al-Quran adalah Petugas Pembina
dari Lembaga Pemasyarakatan dan dari luar Lembaga
Pemasyarakatan. Namun adakalanya:
“Narapidana yang sudah pandai dan berpengalaman
membaca al-Qur’an diminta untuk mengajar teman-temannya
sesama narapidana” (W/N/TR/12-6-2014/10.00WIB).
b. Objek
Objek pengajaran adalah semua narapidana yang beragama
Islam, baik mereka yang belum bisa membaca maupu yang sudah
bisa.
c. Materi
Materi ini mengajarkan tentang membaca al-Qur‟an sesuai
dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid, sedangkan Kitab nya untuk
dipelajari dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan
hafalan surat pendek.
d. Sarana
Sarana yang digunakan dalam pengajaran Iqra‟ dan al-Qur‟an
adalah buku panduan iqro‟, al-Qur‟an, Kitab, spidol, white board,
buku dan bulpen. Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an ini dilaksanakan di
Masjid dalam Lembaga Pemasyarakatan (untuk naraidana laki-laki)
dan di blok sel wanita (untuk narapidana wanita).
5. Peringatan Hari Besar agama Islam
Tujuan dari Peringatan hari Besar Agama Islam (PHBI) di
Lembaga Pemasyarakatan Magelang yaitu:
“Peringatan Hari Besar Agama Islam (PHBI) dimaksudkan agar
narapidana dapat mengambil hikmah yang terkandung dalam
peringatan tersebut” (W/P/TN/10-6-2014/10.45WIB).
Peringatan ini dilaksanakan pada waktu tertentu saja yaitu
berdasarkan hari peringatan tersebut ditetapkan dalam setiap tahunnya.
Meskipun peringatan dilaksanakan pada waktu tertentu saja, akan tetapi
tetap dijadikan ajang untuk membangkitkan kembali nilai-nilai ajaran
Islam dan pemahaman lebih jauh tentang ajaran agama yang dibawa oleh
Rasulullah Saw.
Pelaksanakan kegiatan ini, menyesuaikan situasi, kondisi, dan
kemampuan Lembaga Pemasyarakatan. Hari-hari besar yang selalu
diperingati adalah Idul Fitri, Idul Adha, Isra‟ Mi‟raj dan Maulid Nabi.
1) Subjek
Subjek dalam kegiatan PHBI adalah para tokoh masyarakat/
da‟i yang sengaja dihadirkan sebagai pembicara. Sedangkan petugas
Lembaga Pemasyarakatan bertugas mengkoordinir dalam
kepanitiaan hari besar yang diperingati.
2) Objek
Objek dalam kegiatan PHBI adalah semua narapidana yang
beragama Islam.
3) Materi
Materi yang diberikan dalam kegiatan PHBI disesuaikan
dengan hari besar yang diperingati.
4) Sarana
Sarana yang digunakan adala Masjid dan Aula Sasana Tama
Lembaga pemasyarakatan Magelang.
Membaca temuan di atas kaitannya yang dengan pelaksanaan
pembinaan keagamaan pada narapidana wanita. Pada dasarnya dilakukan
secara intensif setiap hari dan terus menerus. Hal ini dibuktikan dengan
dilaksanakannya kegiatan shalat Dhuhur berjama‟ah yang merupakan bagian
dari pembinaan keagamaan itu sendiri. Kegiatan ini dilakukan setiap hari
dengan disisipi Kultum setelah selesai shalat. Pemberian materi keagamaan
dua kali dalam satu minggu oleh para pembina dari Lembaga Pemasyarakatan
Magelang dan bekerja sama dengan pihak ke tiga yakni dengan Departemen
Agama Kota Magelang dan LSM Salimah Magelang.
B. Metode Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita
Hasil observasi dan wawancara di Lembaga Pemasyarakatan Magelang,
ditemukan beberapa metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan,
yaitu sebagai berikut:
1. Metode Pembinaan berdasar Situasi
Dalam menyampaikan materi pembinaan keagamaan salah satunya
menggunakan metode pembinaan berdasar situasi, supaya narapidana
dapat menguasai situasi yang ada di Lembaga Pemasyarakatan
Magelang. Dalam hal ini, digunakan dua macam pendekatan, yaitu
pendekatan dari atas (top down approach) dan pendekatan dari bawah
(bottom down approach).
“Metode ini belum sepenuhnya diterapkan oleh Petugas Pembina.
Pelaksanaan pembinaan lebih mengarah kepada pendekatan dari
atas (top down approach), yaitu materi pembinaan berasal dari
pembina dan narapidana tidak ikut menentukan jenis pembinaan
yang akan dijalaninya, tetapi langsung saja menerima pembinaan
dari para pembina” (W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
2. Metode Pembinaan Perorangan (Individual Treatment)
Penggunaan metode ini membutuhkan persiapan yang lebih
dibandingkan dengan metode yang lain, karena pembina harus menjawab
secara tepat berbagai pertanyaan yang mungkin dikemukakan oleh
narapidana yang kadang-kadang tidak terduga. Jawaban yang kurang
tepat bisa-bisa justru akan berakibat fatal dan menyebabkan kurangnya
kepercayaan narapidana kepada diri sendiri bahkan berbalik tidak
percaya terhadap Agama Islam itu sendiri. Hal ini berarti, kegagalan
dalam melakukan pembinaan keagamaan terhadap narapidana. Hal-hal
yang perlu dipersiapkan antara lain pengetahuan agama secara populer,
pengetahuan yang cukup tentang kondisi psikologis narapidana, latihan
sabar, dan telaten.
“Hati mengalami kondisi yang lemah sehingga akan mudah
menerima sebuah nasehat atau anjuran dari orang lain, dalam hal
ini adalah internalisasi nilai-nilai keagamaan oleh bagian
Pembinaan Kemasyarakatan dan Perawatan (Bimkeswat) yaitu
saya sendiri mbak” (W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
3. Metode Pembinaan Kelompok (Classical Treatment)
Dalam menyampaikan materi pembinaan keagamaan salah satunya
menggunakan metode pembinaan kelompok, supaya narapidana dapat
menguasai materi yang disampaikan.
“Pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan metode
ceramah, peragaan/demonstrasi, tanya jawab, diskusi, dan
pemberian tugas. Metode tersebut tidak harus berdiri sendiri
tergantung materi yang disampaikan” (W/P/TN/10-06-
2014/10.45WIB).
Metode yang dapat dilakukan dalam metode pembinaan kelompok
adalah sebagai berikut:
a. Metode Ceramah
Dalam menyampaikan informasi atau kegiatan pembinaan
keagamaan, para pembina keagamaan salah satunya menggunakan
metode ceramah, supaya para pendengar/narapidana wanita lebih
mudah untuk memahami materi dari ceramah tersebut.
“Kebanyakan narapidana wanita yang mengikuti kegiatan
pembinaan keagamaan di LP, rata-rata menyukai metode
ceramah. Karena ceramah lebih mengena dalam hati”
(W/N/TR/12-06-2014/10.00WIB).
b. Metode Peragaan/Demonstrasi
Selain metode ceramah dalam pembinaan keagamaan
digunakan juga metode peragaan/demonstrasi. Metode pembinaan
dengan jalan memberikan peragaan/contoh kepada narapidana. Hal
ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam menangkap suatu
materi yang diberikan.
“Saya lebih menyukai metode peragaan, karena dengan
peragaan lebih mengena untuk langsung diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari seperti wudhu dan sholat”
(W/N/KR/12-06-2014/10.00WIB).
c. Metode Tanya Jawab
Metode ini biasa digunakan sebelum penyampaian materi akan
berakhir yaitu dengan memberikan kesempatan kepada semua
narapidana wanita untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas
mengenai materi yang disampaikan.
“Setiap dua kali seminggu ada kegiatan rutin pengajian
khusus wanita yang berisi tentang masalah yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari serta ada tanya jawab yang
belum paham” (W/N/NR/12-06-2014/10.00WIB).
d. Metode Diskusi
Penyampaian materi dalam metode ini dengan jalan
memberikan kesempatan kepada narapidana untuk mengadakan
perbincangan dan mengemukakan pendapat serta menyusun
kesimpulan.
“Diskusi dengan teman narapidana dapat menambah
pengetahuan” (W/N/KR/12-06-2014/10.00WIB).
e. Metode Pemberian Tugas
Metode ini diterapkan dengan tujuan untuk melatih narapidana
agar dapat bertanggung jawab, baik terhadap diri sendiri maupun
orang lain.
“Setiap setelah materi diberi tugas oleh pembina untuk
meringkas kembali dan dikumpulkan dikemudian hari”
(W/N/TT/12-06-2014/10.00WIB).
4. Metode Belajar dan Pengalaman (Experiental Learning)
Dalam metode ini, narapidana diminta untuk mengajar berdasarkan
pengalaman mereka. pelaksanaan seperti ini membawa dampak kepada
narapidana yaitu mereka lebih percaya diri karena merasa dihargai dan
dihormati.
“Narapidana yang sudah pandai dan berpengalaman membaca al-
Qur’an diminta untuk mengajar teman-temannya sesama
narapidana” (W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
5. Auto Sugesti
Metode ini digunakan untuk mempengaruhi alam bawah sadar
manusia. Auto sugesti merupakan bagian dari motivasi.
“Meskipun banyak metode yang ada, metode ini menjadikan saya
lebih sabar dalam menjalani masa pidana ini” (W/N/TR/12-06-
2014/10.00WIB)
Metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan di Lembaga
Pemasyarakatan tidak jauh berbeda dengan metode Pendidikan secara umum,
hanya saja perlu ada perbedaan tekanan variasi dan teknik yang disesuaikan
dengan kondisi Lembaga Pemasyarakatan. Terkait dengan metode yang
digunakan dalam pembinaan keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan ini
adalah sebagai berikut: (Harsono, 1995:342-377):
6) Metode Pembinaan berdasar Situasi
Metode ini digunakan untuk merubah cara berfikir narapidana
untuk tidak bergantung pada situasi yang menyertai, tetapi menguasai
situasi tersebut. Dalam hal ini, digunakan dua macam pendekatan, yaitu
pendekatan dari atas (top down approach) dan pendekatan dari bawah
(bottom down approach).
7) Metode Pembinaan Perorangan (Individual Treatment)
Metode ini diberikan kepada narapidana secara perorangan oleh
petugas pembina Lembaga Pemasyarakatan.
8) Metode Pembinaan Kelompok (Classical Treatment)
Dalam Pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan
metode ceramah, peragaan/demonstrasi, tanya jawab, diskusi, dan
pemberian tugas.
Adapun metode tersebut, adalah sebagai berikut:
f) Metode Ceramah
Metode ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan
oleh petugas pembina keagamaan dari dalam Lembaga
Pemasyarakatan maupun pembina dari luar Lembaga
Pemasyaraktan.
g) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pembinaan dalam
bentuk pertanyaan yang harus dijawab. Cara yang ditempuh biasanya
pembina keagamaan mengajukan pertanyaan kepada narapidana
tentang materi yang telah diajarkan.
h) Metode Demonstrasi/Peragaan
Yang dimaksud dengan metode demonstrasi yaitu metode
mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu
pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana suatu proses
pembentukan tertentu kepada narapidana wanita.
i) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara mengajar atau menyajikan materi
melalui pengajuan masalah yang pemecahannya dilakukan secara
terbuka. Dalam sebuah diskusi semua anggota narapidana wanita
ikut terlibat.
j) Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas diterapkan dalam materi tertentu
setelah disampaikan oleh pembina keagamaan, kemudian narapidana
wanita diminta untuk meringkas kembali.
9) Metode Belajar dari Pengalaman (Experiental Learning)
Dalam metode ini, narapidana diminta untuk mengajar berdasar
pengalaman mereka.
10) Auto Sugesti
Auto Sugesti adalah sarana atau alat untuk mempengaruhi alam
bawah sadar manusia, dengan cara memasukkan saran-
saran/pengaruh/perintah, untuk melakukan tindakan sesuai saran-
saran/pengaruh/perintah tersebut. Auto sugesti adalah bagian dari
motivasi.
C. Faktor Penghambat Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita
Faktor penghambat menurut Bapak TN diantaranya:
“Untuk faktor penghambat antara lain yaitu latar belakang
narapidana yang tidak sama, sehingga dalam menyerap materi yang
diberikankurang. Adanya perbedaan masa hukuman serta masuknya
dalam LP yang tidak sama” (W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
Kemudian Ibu SB menjelaskan terkait faktor penghambat dari
pembinaan keagamaan:
“Untuk penghambatnya minat narapidana wanita mengikuti
pembinaan keagamaan kurang dibandingkan dengan keikutsertaan
pada pembinaan kemandirian. Serta tidak adanya kurikulum khusus
untuk pembinaan” (W/P/SB/11-06-2014/10.15WIB).
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan faktor penghambat
sebagai berikut:
1. Latar belakang narapidana wanita yang tidak sama.
2. Perbedaan masa hukuman serta masuknya yang tidak bersamaan.
3. Minat narapidana wanita mengikuti pembinaan keagamaan kurang.
4. Kemampuan narapidana dalam mencerna materi disampaikan tidak sama.
5. Tidak adanya kurikulum khusus untuk pembinaan keagamaan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan data-data penulis sajikan dalam laporan skripsi ini,
maka penulis mengambil kesimpulan:
1. Pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga
Pemasyarakatan Magelang
a. Shalat Dhuhur Berjamaah: Dilaksanakan setiap hari pada waktu
shalat dhuhur.
b. Pengajian/Siraman Rohani Umum: Dilaksanakan pada hari Sabtu
minggu pertama.
c. Pengajian/Siraman Rohani Wanita: Dilaksanakan seminggu dua kali
yaitu hari Senin dan Kamis.
d. Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an: Dilaksanakan seminggu dua kali
yaitu pada hari Senin dan Kamis.
e. Peringatan Hari Besar agama Islam: Dilaksanakan pada waktu-waktu
tertentu peringatan hari-hari besar agama Islam.
2. Metode pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga
Pemasyarakatan Magelang Tahun 2014
a. Metode Pembinaan berdasar Situasi: Metode ini digunakan untuk
merubah cara berfikir narapidana untuk tidak bergantung pada
situasi yang menyertai, tetapi menguasai situasi tersebut.
Pelaksanaannya metode ini digunakan untuk menyampaikan materi
yang bersifat umum, seperti pembinaan keagamaan dan pembinaan
kesadaran berbangsa dan bernegara.
b. Metode Pembinaan Perorangan (Individual Treatment): Metode ini
diberikan kepada narapidana secara perorangan oleh petugas
pembina Lembaga Pemasyarakatan.
Pelaksanaannya untuk memberikan konseling atau bimbingan
sehingga diharapkan narapidana lebih terbuka menyampaikan
permasalahannya.
c. Metode Pembinaan Kelompok (Classical Treatment)
1) Metode Ceramah: yaitu teknik yang dititik beratkan pada
penyampaian informai, keterangan, penjelasan suatu masalah
yang disampaikan secara formal dan lisan.
Pelaksanaannya untuk menyampaikan materi yang bersifat
teoretis, seperti tata cara sholat yang benar, rukun sholat, dll.
2) Metode Demonstrasi/Peragaan: yaitu teknik yang dititik
beratkan pada bagaimana memperagakan tentang jalannya suatu
proses tertentu. Biasanya pembina keagamaan memperagakan
terlebih dahulu, kemudian narapidana wanita mengikutinya.
Pelaksanaannya untuk memberikan contoh langsung tentang tata
cara wudhu yang benar, gerakan-gerakan solat, dll.
3) Metode Tanya Jawab: yaitu teknik yang dititik beratkan pada
pengalaman butir-butir penting yang diceramahkan.
Pelaksanaannya menanyakan hal-hal yang dianggap belum jelas,
sehingga dapat disimpulkan dengan adanya keinginan bertanya
ada kemauan untuk mengerti dan memahami, selanjutnya
mempunyai niat untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
4) Metode Diskusi: yaitu teknik yang dititik beratkan pada
pendalaman masalah dan kasus, dengan maksud mendorong
narapidana mendayagunakan pengetahuan dan pengalamannya
untuk merumuskan konsep memecahan.
Pelaksanaanya digunakan pada saat pembina menyampaikan
materi umum yang menyangkut masalah kehidupan.
5) Metode Pemberian Tugas: yaitu teknik yang dititk beratkan pada
pendalaman materi dan narapidana wanita diberikan tanggung
jawab atas apa yang harus mereka kerjakan.
Pelaksanaannya digunakan untuk menugaskan kepada
narapidana agar mempelajari kembali materi yang telah
disampaikan.
d. Metode Belajar dari Pengalaman (Experiental Learning): Dalam
metode ini, narapidana diminta untuk mengajar berdasar pengalaman
mereka.
Pelaksanaanya digunakan pada waktu pembina mengajarakan
membaca iqro‟ dan al-Qur‟an dan berupa keterampilan.
e. Auto Sugesti: Metode ini digunakan untuk mempengaruhi alam
bawah sadar manusia, dengan cara memasukkan saran-
saran/pengaruh/perintah, untuk melakukan tindakan sesuai saran-
saran/pengaruh/perintah tersebut. Auto sugesti adalah bagian dari
motivasi
Pelaksanaanya untuk memberikan motivasi dan pengaruh-pengaruh
baik. Agar mau bertobat dan setelah keluar dari LP nanti dapat
berintegrasi dan diterima baik oleh masyarakat.
3. Faktor-faktor penghambat dalam pembinaan keagamaan pada narapidana
wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang
a. Latar belakang narapidana wanita yang tidak sama.
b. Perbedaan masa hukuman serta masuknya yang tidak bersamaan.
c. Minat narapidana wanita mengikuti pembinaan keagamaan kurang.
d. Kemampuan narapidana dalam mencerna materi disampaikan tidak
sama.
e. Tidak adanya kurikulum khusus untuk pembinaan keagamaan.
B. Saran
1. Kepada Lembaga Pemasyarakatan
a. Dalam pelaksanaan pembinaan agama sebaiknya dibentuk
kelompok-kelompok kecil agar penyampaian materi pembinaan bisa
lebih efektif dan dapat lebih mudah diterima.
b. Perlu diadakan pengelompokan narapidana menurut tingkat
pendidikan, supaya pemberian materi penyuluhan dapat disesuaikan
dengan kondisi narapidana atau dengan jalan memilih para
narapidana yang dianggap mempunyai kelebihan untuk dapat
membantu para narapidana yang tertinggal dengan penguasaan
materi yaitu dengan jalan memberikan bimbingan di luar jam
kegiatan, seperti di dalam sel/ waktu senggang lainnya.
c. Memperbanyak buku-buku yang bernafaskan Islam di Perpustakaan.
2. Kepada Para Petugas Pembina Agama Islam
a. Perlu disusun kurikulum pembinaan keagamaan di Lembaga
Pemasyarakatan, sehingga pembinaan agama dapat lebih terarah dan
mencapai tujuan yang diinginkan.
b. Untuk menambah kepercayaan diri narapidana dan menambah
keakraban antara narapidana dan petugas, hendaknya sering
diadakan sarasehan bersama antara narapidana dan petugas Lembaga
Pemasyarakatan maupun petugas Pembina Agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ali, Muhammad Daud. 2000. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Al Tirmidzi, Al Imam Al Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa ibn Saurah. Sunan
At Tirmidzi, Juz II, Libanon: Darul Kutub Al Ilmiyyah, t. th.
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Pres.
Arifin, H.M. 1977. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama.
Jakarta : Bulan Bintang.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
C.I. Harsono. 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan.
Dwija, Priyatno. 2009. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
Hasan, Fuad. 1974. Pola Pendidikan Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hellen. 2002. Bimbingan Dan Konseling, Jakarta: Ciputat Press.
Jatniko, Rachmad. 1996. Sistem Etika Islam (Ahlak Mulia). Jakarta : Pustaka Panji
Mas.
Kartono, Kartini. 1982. Psikologi Anak. Bandung: Alumni.
Mujib, Abdul,et. al.,2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Mustofa, Bisri. 1375 H. Arba‟in Nawawi. Rembang: Menara Kudus.
Nasution.1996. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.
Ramayulis. 2005. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rozak, Nasrudin. 1997. Dinul Islam. Bandung: PT. Al-Ma‟arif.
Setiady, Tolib. 2010. Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia. Bandung:
Alfabeta.
Shihab, M. Quraish, et. Al., 2006. Menabur Pesan Ilahi: Al Qur’an dan
DinamikaKehidupan Masyarakat. Jakarta: Lentera Hati.
________________________ 2007. Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sutopo, Hedyat. 1993. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sebagai
Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar. 1996. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara.
Zuriah, Nurul. 2007. Metodologi Pendidikan Sosial dan Pendidikan. Jakarta:
Sinar Grafika.
Peraturan Perundang-undangan:
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.02-PK.04.10
Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Lampiran 1
Pedoman Wawancara
A. Identitas Informan
Kode Responden :
Kode Data :
Pekerjaan :
Hari/tanggal :
Waktu :
B. Sasaran Wawancara
Pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita
Metode pembinaan keagamaan pada narapidana wanita
Faktor penghambat pembinaan keagamaan pada narapidana wanita
C. Butir-butir Pertanyaan
Daftar pertanyaan wawancara Pembina
1. Secara umum apa saja pembinaan yang diselenggarakan di LP ini?
(maksudnya pembinaan bagi narapidana wanita)
2. Dalam hal ini, Bapak/Ibu bertugas sebagai apa?
3. Adakah cara tertentu agar pembinaan keagamaan itu berhasil di terapkan
untuk pembinaan keagamaan pada narapidana wanita?
4. Bagaimana pembagian materi pembinaan? Apakah disesuaikan dengan
jenjang pendidikan? Atau sama rata?
5. Bagaimana metode yang dilakukan?
6. Pernahkah metode-metode ini mengalami perubahan? Jika pernah
mengapa?
7. Kapan pembinaan keagamaan ini dilaksanakan? (seminggu sekali, satu
bulan sekali, dll)
8. Sejauh ini apakah ada pengaruhnya terhadap narapidana?
9. Apa hambatan dari pelaksanaan pembinaan keagamaan ini?
10. Bagaimana mengatasi hambatan-hambatan itu?
11. Di samping pembina dari dalam LP, apakah pernah mendatangkan dari
luar?
12. Jika pernah, apa pertimbangannya? (mengapa memilih ustad itu, bukan
yang ini)
13. Apa saja isi pembinaan yang Bapak/Ibu sampaikan ketika mebgisi
pembinaan keagamaan?
Pedoman Wawancara
A. Identitas Informan
Kode Responden :
Kode Data :
Pekerjaan :
Hari/tanggal :
Waktu :
B. Sasaran Wawancara
Pembinaan keagamaan yang diikuti narapidana wanita
Metode penyampaian pembinaan keagamaan
Faktor penghambat pembinaan keagamaan pada narapidana wanita
C. Butir-butir Pertanyaan
Daftar pertanyaan wawancara Narapidana Wanita
1. Sejak mulai kapan Anda mengikuti pembinaan keagamaan?
2. Pembinaan keagamaan apa saja Anda ikuti?
3. Siapa saja yang mengisi kegiatan pembinaan keagamaan?
4. Bagaimana metode yang dilakukan? (berdasar situasi, individu,
kelompok “ceramah, diskusi, brosur, majalah”, dari pengalaman)?
5. Sejauh ini, bagaimana kesan Anda tentang metode penyampaian yang
telah dilakukan oleh para pembina?
6. Menurut Anda, metode apa yang paling sesuai untuk penyampaian
pembinaan keagamaan di LP?
7. Materi apa saja yang disampaikan oleh pembina keagamaan di LP?
8. Diantara materi itu, materi apa yang paling Anda sukai?
9. Bagaimana manfaat yang Anda rasakan dari pembinaan keagamaan
terkait dengan status Anda sekarang ini?
Lampiran 2
Kode Penelitian
Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan
Magelang Tahun 2014
A. Responden
Kode Nama
TN Triyogo Nugroho
SB Siti Badriyatun
TR Turasmi
TT Titik
WD Widatun
KR Karomah
NR Nur
B. Metode
Kode Metode Penelitian
W Wawancara
O Observasi
P Dokumentasi
C. Kategori Sumber Responden
Kode Keterangan
P Pembina
N Narapidana
Lampiran 3
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : TN
Kode Data : W/P/TN
Hari/tanggal : Selasa, 10-06-2014
Waktu : 10.45 WIB-selesai
P : Secara umum apa saja pembinaan yang diselenggarakan di LP ini?
(maksudnya pembinaan bagi narapidana wanita)
I : Jenis pembinaan ada 2 mbak, yaitu pembinaan kemandirian dan pembinaan
kepribadian. Pembinaan kemandirian: keterampilan usaha mandiri,
sedangkan pembinaan kepribadian meliputi: pembinaan keagamaan,
pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan intelektual,
pembinaan mengintegrasikan diri dengan lingkungan, dan pembinaan
kesehatan.
P : Dalam hal ini, Bapak/Ibu bertugas sebagai apa?
I : Kasubsie Bimkeswat yaitu pada bagian bimbingan kemasyarakatan dan
perawatan, bertugas memberikan bimbingan dan penyuluhan rohani.
P : Adakah cara tertentu agar pembinaan keagamaan itu berhasil di terapkan
untuk pembinaan keagamaan pada narapidana wanita?
I : Ada, dengan melakukan upaya shalat dhuhur berjamaah, pengajian umum,
pengajian khusus wanita, pengajaran iqro‟ dan al-Qur‟an, hafalan surat
pendek, pesantern qilat (Ramadhan), shalat Tarawih, shalat Idul Fitri dan
Adha.
P : Bagaimana pembagian materi pembinaan? Apakah disesuaikan dengan
jenjang pendidikan? Atau sama rata?
I : Pembagian materi yang ada di sini tidak membeda-bedakan jenjang
pendidikannya, sama-sama diberikan binaan.
P : Bagaimana metode yang dilakukan?
I : Metode yang diberikan antara lain ceramah keagamaan, diskusi kelompok,
terkadang saya beri selebaran. Metodenya saya buat bergantian agar
narapidana tidak jenuh dan ada metode khusus untuk pembinaan disini yaitu
pembinaan berdasar situasi, individu, dan kelompok.
P : Pernahkah metode-metode ini mengalami perubahan? Jika pernah mengapa?
I : Tidak ada perubahan, hanya saja kita sesuaikan dengan kondisi yang ada.
P : Kapan pembinaan keagamaan ini dilaksanakan? (seminggu sekali, satu
bulan sekali, dll)
I : Shalat Dhuhur Berjamaah: Dilaksanakan setiap hari pada waktu shalat
dhuhur. Pengajian/Siraman Rohani Umum: hari Sabtu minggu pertama.
Pengajian/Siraman Rohani Wanita: seminggu dua kali yaitu hari Senin dan
Kamis. Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an: seminggu dua kali yaitu pada hari
Senin dan Kamis. Peringatan Hari Besar agama Islam: pada waktu-waktu
tertentu peringatan hari-hari besar agama Islam.
P : Sejauh ini apakah ada pengaruhnya terhadap narapidana?
I : Pastinya ada mbak, dan sangat berpengaruh sekali.
P : Apa hambatan dari pelaksanaan pembinaan keagamaan ini?
I : Untuk hambatannya antara lain yaitu latar belakang narapidana yang tidak
sama. Hal ini sangat mempengaruhi kelancaran dalam pelaksanaan
pembinaan keagamaan, terutama dalam menyerap materi yang diberikan.
Dan perbedaan masa hukuman serta masuknya dalam LP yang tidak sama
sehingga akan mepersulit dalam keruntutan pemberian materi pembinaan
serta tidak ada kurikulum khusus.
P : Bagaimana mengatasi hambatan-hambatan itu?
I : Dengan mengulang-ulang materi yang pernah diberikan dengan
menggunakan metode yang berbeda.
P : Di samping pembina dari dalam LP, apakah pernah mendatangkan dari luar?
I : Pernah mbak, Pembina keagamaan yang mengisi pembinaan pada
narapidana yaitu koordinator keagamaan Lembaga Pemasyarakan Magelang
dan bekerjasama dengan luar LP: Departemen Agama Magelang, LSM
Salimah Magelang, dan mendatangkan Guru Agama dari SMA N 5
Magelang yaitu Bapak KH. Drs. Slamet Biyantara.
P : Jika pernah, apa pertimbangannya? (mengapa memilih ustad itu, bukan yang
ini)
I : Ada mbak, yaitu agar dapat mewujudkan tujuan pembinaan. Maka kita
harus bekerja sama dengan instansi pemerintah yang terkait. Tujuannya
untuk membina narapidana dalam memperbaiki mental mereka, sehingga
diharapkan setelah mereka keluar dari LP menjadi anggota masyarakat yang
baik dan dapat hidup mandiri mbak. Untuk menyadarkan dari perbuatan
yang salah yang telah mereka lakukan, dan untuk membimbing narapidana
dalam mempelajari ajaran agama Islam dan mampu mengendalikan sikap
setelah menjalani masa pidanya
P : Apa saja isi pembinaan yang Bapak/Ibu sampaikan ketika mebgisi
pembinaan keagamaan?
I : Untuk materi tentang masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-
hari, seperti cara menjadi muslim yang baik, cara menempuh hidup agar
mendapat berkah dari Allah Swt. dan muamalah
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : SB
Kode Data : W/P/SB
Hari/tanggal : Rabu, 11-06-2014
Waktu : 10.15 WIB-selesai
P : Secara umum apa saja pembinaan yang diselenggarakan di LP ini?
(maksudnya pembinaan bagi narapidana wanita)
I : Pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian mbak.
P : Dalam hal ini, Bapak/Ibu bertugas sebagai apa?
I : Saya petugas di blok sel wanita.
P : Bagaimana pembagian materi pembinaan? Apakah disesuaikan dengan
jenjang pendidikan? Atau sama rata?
I : Tidak, untuk kegiatan pembinaan keagamaan di LP ini sama rata.
P : Bagaimana metode yang dilakukan?
I : Metode yang digunakan itu kebanyakan ceramah, dan diselingi dengan
tanya jawab serta humor agar narapidana tidak jenuh. Jika ceramah terus
menerus mereka jenuh dan ngantuk. Dan ada metode peragaan seperti pada
materi tata cara wudhu dan sholat. Metode yang khusus, ada metode
belajara dari pengalaman untuk membaca iqro‟ dan al-quran, dan metode
auto sugesti untuk memberikan motivasi.
P : Pernahkah metode-metode ini mengalami perubahan? Jika pernah mengapa?
I : Jarang mbak, tergantung pada pembina.
P : Kapan pembinaan keagamaan ini dilaksanakan? (seminggu sekali, satu
bulan sekali, dll)
I : Ada yang sebulan sekali, seminggu dua kali, bahkan ada juga yang setiap
hari seperti sholat dhuhur berjamaah.
P : Sejauh ini apakah ada pengaruhnya terhadap narapidana?
I : Ada sekali mbak, kelihatan setelah selesai pembinaan, narapidana kelihatan
lebih tenang jiwanya.
P : Apa hambatan dari pelaksanaan pembinaan keagamaan ini?
I : Untuk penghambatnya minat narapidana wanita mengikuti pembinaan
keagamaan kurang dibandingkan dengan keikutsertaan pada pembinaan
kemandirian. Dan latar pendidikan yang tidak sama.
P : Apa saja isi pembinaan yang Bapak/Ibu sampaikan ketika mebgisi
pembinaan keagamaan?
I : Yang disamaikan yaitu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, seperti tata
cara shalat, gerakan-gerakan shalat yang benar, memperingati hari-hari
besar agama islam
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : TR
Kode Data : W/N/TR
Hari/tanggal : Kamis, 12-06-2014
Waktu : 10.00 WIB-selesai
P : Sejak mulai kapan Anda mengikuti pembinaan keagamaan?
I : Sejak saya masuk LP mbak.
P : Pembinaan keagamaan apa saja Anda ikuti?
I : Ada pengajian wanita, mengaji al-qur‟an, yasinan, dan masih banyak mbak.
P : Siapa saja yang mengisi kegiatan pembinaan keagamaan?
I : Bapak dan ibu pembina dari LP dan dari luar.
P : Bagaimana metode yang dilakukan? (berdasar situasi, individu, kelompok
“ceramah, diskusi, brosur, majalah”, dari pengalaman)?
I : Ceramah, Tanya Jawab, kadang-kadang diskusi, ada konsultasi juga dan
diberi motivasi mbak.
P : Sejauh ini, bagaimana kesan Anda tentang metode penyampaian yang telah
dilakukan oleh para pembina?
I : Senang mbak, rata-rata menyukai metode ceramah. Karena ceramah lebih
mengena dalam hati.
P : Materi apa saja yang disampaikan oleh pembina keagamaan di LP?
I : Semua saya suka.
P : Diantara materi itu, materi apa yang paling Anda sukai?
I : Suka semua mbak yang tidak menjenuhkan.
P : Bagaimana manfaat yang Anda rasakan dari pembinaan keagamaan terkait
dengan status Anda sekarang ini?
I : Ya, bermanfaat sekali, dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya
beribadah
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : TT
Kode Data : W/N/TR
Hari/tanggal : Kamis, 12-06-2014
Waktu : 10.00 WIB-selesai
P : Sejak mulai kapan Anda mengikuti pembinaan keagamaan?
I : Sejak saya masuk LP mbak.
P : Pembinaan keagamaan apa saja Anda ikuti?
I : Sholat dhuhur jamaah, mendengarkan ceramah agama, mengaji. Semua
yang ada saya ikuti.
P : Siapa saja yang mengisi kegiatan pembinaan keagamaan?
I : Bapak dan ibu pembina dari LP
P : Bagaimana metode yang dilakukan? (berdasar situasi, individu, kelompok
“ceramah, diskusi, brosur, majalah”, dari pengalaman)?
I : Ceramah mbak, setelah itu ada tanya jawab dan diberi tugas.
P : Sejauh ini, bagaimana kesan Anda tentang metode penyampaian yang telah
dilakukan oleh para pembina?
I : Senang dan baik mbak.
P : Materi apa saja yang disampaikan oleh pembina keagamaan di LP?
I : Kedisiplinan, gerakan-gerakan sholat yang benar, cara wudhu yang benar.
P : Diantara materi itu, materi apa yang paling Anda sukai?
I : Suka diberi tugas mbak.
P : Bagaimana manfaat yang Anda rasakan dari pembinaan keagamaan terkait
dengan status Anda sekarang ini?
I : Meningkatnya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan shalat wajib dan
sunnat.
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : WD
Kode Data : W/N/WD
Hari/tanggal : Kamis, 12-06-2014
Waktu : 10.00 WIB-selesai
P : Sejak mulai kapan Anda mengikuti pembinaan keagamaan?
I : Sejak saya masuk LP.
P : Pembinaan keagamaan apa saja Anda ikuti?
I : Sholat, mengaji, ceramah agama, yasinan, dll.
P : Siapa saja yang mengisi kegiatan pembinaan keagamaan?
I : Bapak dan ibu pembina dari LP dan dari luar.
P : Bagaimana metode yang dilakukan? (berdasar situasi, individu, kelompok
“ceramah, diskusi, brosur, majalah”, dari pengalaman)?
I : Metodenya melalui belajar dari teman misal mengaji mbak.
P : Sejauh ini, bagaimana kesan Anda tentang metode penyampaian yang telah
dilakukan oleh para pembina?
I : Kesan saya cukup baik.
P : Menurut Anda, metode apa yang paling sesuai untuk penyampaian
pembinaan keagamaan di LP?
I : Ceramah dari kyai kemudian dipraktekkan.
P : Materi apa saja yang disampaikan oleh pembina keagamaan di LP?
I : Materi tentang ibadah dan keluarga.
P : Diantara materi itu, materi apa yang paling Anda sukai?
I : Materi tentang ibadah.
P : Bagaimana manfaat yang Anda rasakan dari pembinaan keagamaan terkait
dengan status Anda sekarang ini?
I : Meningkatnya kedisiplinan dalam melakukan sholat dhuhur berjamaah di
blok sel.
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : KR
Kode Data : W/N/KR
Hari/tanggal : Kamis, 12-06-2014
Waktu : 10.00 WIB-selesai
P : Sejak mulai kapan Anda mengikuti pembinaan keagamaan?
I : Sejak saya masuk LP mbak.
P : Pembinaan keagamaan apa saja Anda ikuti?
I : Pembinaan kesehatan, agama, berbangsa dan bernegara.
P : Siapa saja yang mengisi kegiatan pembinaan keagamaan?
I : Bapak dan ibu pembina dari LP dan dari luar.
P : Bagaimana metode yang dilakukan? (berdasar situasi, individu, kelompok
“ceramah, diskusi, brosur, majalah”, dari pengalaman)?
I : Ceramah kemudian dilanjutkan tanya jawab dan diberi motivasi.
P : Sejauh ini, bagaimana kesan Anda tentang metode penyampaian yang telah
dilakukan oleh para pembina?
I : Senang.
P : Menurut Anda, metode apa yang paling sesuai untuk penyampaian
pembinaan keagamaan di LP?
I : Pemberian motivasi.
P : Materi apa saja yang disampaikan oleh pembina keagamaan di LP?
I : Tentang meningkatkan iman dan bertobat.
P : Diantara materi itu, materi apa yang paling Anda sukai?
I : Semua saya suka.
P : Bagaimana manfaat yang Anda rasakan dari pembinaan keagamaan terkait
dengan status Anda sekarang ini?
I : Meningkatnya kedisiplinan dalam mengikuti pengajian.
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : NR
Kode Data : W/N/NR
Hari/tanggal : Kamis, 12-06-2014
Waktu : 10.00 WIB-selesai
P : Sejak mulai kapan Anda mengikuti pembinaan keagamaan?
I : Sejak saya masuk LP mbak.
P : Pembinaan keagamaan apa saja Anda ikuti?
I : Pengajian, mengaji, yasinan, hafalan surat pendek.
P : Siapa saja yang mengisi kegiatan pembinaan keagamaan?
I : Bapak dan ibu pembina dari LP dan dari luar.
P : Bagaimana metode yang dilakukan? (berdasar situasi, individu, kelompok
“ceramah, diskusi, brosur, majalah”, dari pengalaman)?
I : Diskusi, ceramah, tanya jawab, pemberian motivasi.
P : Sejauh ini, bagaimana kesan Anda tentang metode penyampaian yang telah
dilakukan oleh para pembina?
I : Baik.
P : Menurut Anda, metode apa yang paling sesuai untuk penyampaian
pembinaan keagamaan di LP?
I : Semua dipakai.
P : Materi apa saja yang disampaikan oleh pembina keagamaan di LP?
I : Materi tentang ibadah dan kehidupan sehari-hari.
P : Diantara materi itu, materi apa yang paling Anda sukai?
I : Semua suka.
P : Bagaimana manfaat yang Anda rasakan dari pembinaan keagamaan terkait
dengan status Anda sekarang ini?
I : Pengalamannya setelah mengikuti pembinaan adalah mendapatkan
ketenangan jiwa, menghilangkan rasa iri dan dengki.
SURAT KETERANGAN KEGIATAN (SKK)
Nama : NUR’AINI SOLIKHAH
NIM : 111 10 156
Jurusan/ Progdi : Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dosen PA : Dr. Adang Kuswaya, M.Ag.
No Jenis Kegiatan Waktu Pelaksanaan Keterangan
Point
1. OPAK 2010 diselenggarakan oleh DEMA STAIN Salatiga
25-27 Agustus 2010 Peserta 3
2. USER EDUCATION diselenggarakan oleh UPT Perpustakaan STAIN Salatiga
20-25 September 2010 Peserta 3
3. CERDIG Muslimah “Muslimah 24 Karat” diselenggarakan oleh Silmi Community
3 Desember 2010 Peserta 3
4. (DMS) “Let’s be a SMILE moslemah” diselenggarakan oleh LDK STAIN Salatiga
18 Desember 2010 Peserta 3
5.
NATIONAL WORKSHOP OF ENTREPRENEURSHIP AND BASIC COOPERATION 2010 diselenggarakan oleh KOPMA “FATAWA”
19 Desember 2010 Peserta 6
6. Bedah Buku “Ijinkan Aku Menikah Tanpa Pacaran” diselenggarakan oleh LDK STAIN Salatiga
13 Mei 2011 Peserta 2
7. Seminar “Berani Kaya Berani Taqwa” diselenggarakan oleh LDK STAIN Salatiga
21 Mei 2011 Peserta 3
8.
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN “REALISASI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL” diselenggarakan oleh HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga
20 Juni 2011 Peserta 6
9. Praktikum Mata Kuliah Baca Tulis Al Qur’an (BTQ)
22 Juni 2011 Peserta 2
10. Public Hearing “Meningkatkan Tatatnan Birokrasi Kampus Yang Berbasis Pada Prinsip-Prinsip
25 Juni 2011 Peserta 3
Integritas” didelenggrakan oleh SEMA STAIN Salatiga
11. Praktikum Kepramukaan Jurusan Tarbiyah
22-27 Juli 2011 Peserta 2
12.
Seminar Nasional Entrepreneur “Membangun Jiwa Entrepreneurship Menuju Kemandirian Ekonomi Kader Muhammadiyah” diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
28 Desember 2011 Peserta 6
13.
Majlis Doa Mawar Allah “Pelatihan Sholat Khusyu’” diselenggarakan oleh Biro Konsultasi Psikologi “TAZKIA”
29 Januari 2012 Peserta 3
14. Praktikum Mata Kuliah ETIKA PROFESI KEGURUAN
10 Februari 2012 Peserta 2
15. Praktikum Mata Kuliah KOMPUTER MULTIMEDIA
14-15 Februari 2012 Peserta 2
16.
Public Hearing “Meningkatkan Kepekaan dan Transparasi Kinerja Lembaga Menuju Kampus yang Amanah” diselenggarakan oleh SEMA STAIN Salatiga
27 Maret 2012 Peserta 3
17.
Seminar Nasional Entrepreneurship 2012 “Tren Bisnis Berbasis Multimedia dan Teknologi Informatika sebagai Wujud Pasar Modern” diselenggarakan oleh KOPMA “FATAWA” STAIN Salatiga
21 April 2012 Peserta 6
18.
Seminar Regional “Peran Mahasiswa Dalam Mengawal BLSM (BLT) Tepat Sasaran diselenggarakan oleh DEMA STAIN Salatiga
3 Mei 2012 Peserta 4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Nur‟aini Solikhah
Tempat/Tanggal Lahir : Magelang, 8 Juni 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Dsn. Krajan RT 003/RW 001, Ds. Sutopati, Kec.
Kajoran, Kab. Magelang 56163
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri Sutopati 2, Kajoran, Kab. Magelang, lulus Tahun 2003.
2. SMP Negeri 1 Kajoran, Kab. Magelang, lulus Tahun 2006.
3. SMA Negeri 1 Salaman, Kab. Magelang, lulus Tahun 2009.
4. STAIN Salatiga, lulus Tahun 2014.
Demikian data ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 25 Agustus 2014
Penulis
Nur‟aini Solikhah
NIM: 111 10 156