pembuatan pupuk organik cair dari limbah cair industri perikanan
TRANSCRIPT
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN MENGGUNAKAN ASAM ASETAT
DAN EM4 (Effective Microorganisme 4)
Oleh:
YULYA FITRTA C34103002
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
YULYA FITRIA, C34103002. Pembuatan Pupuk Oganik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan Menggunakan Asam Asetat dan E N (Eflective Microorganisme 4). Dibawah bimbingan BUSTAMI IBRAHIM dan DESNIAR
Perkembangan industri perikanan makin pesat didukung oleh besarnya potensi sumberdaya perikanan di Indonesia. Setiap operasi pengolahan menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik dan nutrien organik yang cukup tinggi. Pemanfaatan limbah cair perikanan sebagai pupuk cair organik merupakan salah satu cara pengolahan yang dapat dilakukan. Protein dan senyawa organik yang terdapat dalam limbah cair perikanan dapat dikonversi terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih sederhana. Penguraian senyawa organik dapat dilakukan dengan adanya penambahan aktivator. Aktivator yang dapat digunakan adalah asam asetat dan E N (Effective Microorganisme 4). Kemudian pupuk organik cair yang dihasilkan diujikan pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari teknik pembuatan pupuk organik cair dari limbah cair perikanan dengan menggunakan asam asetat dan E N (Eflective Microorganisme 4 ), menentukan kualitas pupuk cair yang dihasilkan dan menentukan pengaruh pemupukan pupuk cair yang dihasilkan terhadap tanaman bayam (A. tricolor).
Metode Penelitian ini terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama adalah pembuatan limbah cair buatan, tahap kedua adalah pembuatan pupuk cair dengan perlakuan tanpa aktivator (A), aktivator EM4 (B) dan aktivator asam asetat (C), dan tahap ke tiga adalah aplikasi pupuk cair yang dihasilkan terhadap tanaman bayam dengan perlakuan T1( kontrol negatif), T2 (pupuk limbah cair), T3 @upuk A), T4 (pupuk B), T5 (pupuk C), T6 (kontrol positif).
Hasil analisis kandungan unsur hara awal limbah cair buatan ini memiliki rata-rata kandungan N total, Total C organik, P tersedia dan K yang dapat dipertukarkan masing-masing adalah 628,lO mgl; 21 15,56 mg/l; 241,l mgll dan 246 mg/l dengan nilai pH 6,96. Nilai pH akhir dari proses penguraian bersifat asam yang berkisar antara 5,2 - 6, 93. Kandungan total C organik, N total, nilai C/N, nitrat, P tersedia dan K yang dapat dipertukarkan pupuk organik cair yang dihasilkan masing-masing berkisar antara 2102,83 - 9622,30 mg/l; 628,lO- 1064,93 mgll; 3,69-9,04; 3,0326-4,5123 mg/l; 151,77-649,4 mg/l dan 157-548 mgll
Pemberian pupuk cair organik dari limbah cair industri perikanan meningkatkan laju pertambahan tinggi tanaman bayam. Laju pertambahan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (pupuk B) dan terpendek pada TI (kontrol negati9. Untuk jumlah daun pemupukan yang dilakukan tidak meningkatkan jumlah daun. Jumlah daun terbanyak terdapat pada T4 (pupuk B) dan jumlah daun terendah tcrdapat pada perlakuan kontrol negatif. Dari hasil
- - ~ ~~- -~~ ~~~-~ pengamatan dj&patk~n~bah~~a~perlakuan_yangmenghasilkanpertumbuhanterbaik adalah pada T4 (pupuk B).
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN MENGGUNAKAN ASAM ASETAT
DAN EM4 (Effective Microorganisme 4)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanau dan Ilmu Kelautan
Institut Pertauian Bogor
Oleh :
Yulya Fitria C34103002
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR D A N LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN MENGGUNAKAN ASAM ASETAT DAN EM4 (Effeive Microorganisrne 4)
Nama : YuIya Fitria NRP : C34103002 Departemen : Telmologi Hasil Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I I
Dr. k. Bustami Ibrahim, M.Sc I\~IP. 13 1 664 397
Pembimbing I1
Desniar, S.Pi, M.Si NIP. 132 159 705
Tanggal lulus : 28 Januari 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul "Pembuatan
Pupuk Oganik Cair dari Limbah Cair Jndustri Perikanan Menggunakan
Asam Asetat dan El& (Effective Microorganisrne 4) " adalah hasil karya saya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber infonnasi yang berasal atau kutipan dari karya yang
diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam DaAar Pustaka dibagian akhir skripsi.
Bogor, Januari 2008
Yulya Fitria
C34103002
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah AWT yang telah
memberikan petunjuk serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul " Pembuatan Pupuk Oganik Cair dari Limbah Cair
Industri Perikanan Menggunakan Asam Asetat dan EMs (Effective
Microorganisme 4) " sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ibu Desniar, S.Pi, M.Si selaku
komisi pembimbing. Terimakasih atas bimbingan, arahan serta kesabarannya
selama ini.
2. Ibu Ir Iriani Setyaningsih, MS dan Ibu Ir Anna C Erungan, MS selaku dosen
penguji atas saran dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.
3. Kedua orang tua (Papa dan Ibu) tercinta, atas dorongan moril, spirituil,
materil, doa dan kepercayaan yang telah diberikan yang merupakan kekuatan
utama bagi penulis.
4. Ante, Uda (Aulya), adik (Cici dan Isil) atas doa, dukungan dan kepercayaan
yang diberikan.
5. Seluruh keluarga besarku tercinta, Mama, Pak Tuo, Edo, Nanda, dan Uda
Riko atas dukungannya selama ini.
6 . Kepada semua Dosen THP, Karyawan TU dan seluruh keluarga besar
Teknologi Hasil Perairan atas pendidikan dan bantuannya pada penulis.
7. Irma, Cha-cha, Nola, Ari, Vetty, Eni, Nita, Dian, Meri, Wida, Gea, David,
Budi, Windo dan Tendi atas bantuan dan kerja samanya dan juga pada semua
teman-teman THP 40 atas kebersamaan yang indah selama empat tahun lebih.
8. Teman-teman THP 38, 39 dan 41, terimakasih atas kebersamaan yang
diberikan kepada penulis selama ini.
9. Keluarga besar "Primasista" atas kebersamaan dan persaudaraannya selama
ini.
10.Aisyah famili (Heva, Hanum, Riri, Dian, Dista, Dede, Phu phu, Ami, Nita,
Nisa dan Deni) atas persahabatan dan persaudaraannya yang tidak akan
pemah terlupakan.
11. Keluarga besar unit pembibitan, buat ibu dan mas Jamil atas semua bantuan
sampai penulis menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian.
12. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan
yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini
Saran dan kritik sangat diharapkan untuk kesempurnaan penulisan skripsi
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2008
Yulya Fitria
Penulis bernama lengkap Yulya Fitria. Dilahirkan di
Bukittinggi, 16 Juli 1985, sebagai anak ke dua dari
empat bersaudara dari pasangan Faisal Syufyan dan
Risnawati.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 29
Tangah dari tahun 1991 sampai 1997, pendidikan
menengah pertama di SMPN 2 Tilatang Kamang dari
tahun 1997 sampai 2000 dan pendidikan menengah umum di SMUN 2 Tilatang
Kamang dari tahun 2000 sainpai 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk P B (USMI) di Program
Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan.
Selama kuliah penulis aktif menjadi asisten mata kuliah Statistika Dasar,
Proses Thermal Hasil Perikanan, dan Teknologi Refrigrasi Hasil Perikanan dan
aktif menjadi pengurus himpunan profesi THP.
Dalam rangka menyelesaikan pendidikannya dan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan
judul "Pembuatan Pupuk Oganik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan
Menggunakan Asam Asetat dan EM4 (EfStive Microorganisme 4) "
DAFTAR IS1
Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
................................................................................... 1 . PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 2
2 . TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1 Limbah Cair ...................................................................................... 3
2.2 Sumber Limbah Cair ......................................................................... 3
................................... 2.3 Karakteristik Limbah Cair Indusrti Perikanan 4
2.4 Pupuk Cair Organik dan Pemupukan ................................................ 5
2.5 Penguraian Bahan Organik ............................................................... 6
2.6 Aktivator .......................................................................................... 10 2.6.1 EM4 (Effective Microorganisme 4) ........................................ 10 2.6.2 Asam asetat ............................................................................. 11
2.7 Standar Pupuk Organik ..................................................................... 12
2.8 Nitrogen (N) ..................................................................................... 13
2.9 Fosfor .............................................................................................. 14
2.1 lBayam (Amaranthus sp.) ................................................................ 15
3 . METODOLOGI ...................................................................................... 17
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................ 17
................................................................................. 3.2 Alat dan Bahan 17 . .
3.3 Metode Penelltian ............................................................................. 17 .................................................. 3.3.1 Pembuatan limbah cair buatan 17
3.3.2 Pembuatan pupuk organik cair ................................................ 18 3.3.3 Aplikasi pupuk cair organik pada tanaman bayam (A . tricolor) . 20
. . .............................................................................. 3.4 Prosedur Anal~s~s 21 3.4.1pH ............................................................................................ 21 3.4.2 Karbon organik (AOAC 1999) ............................................. 21 3.4.3 Total nitrogen (AOAC 1999) ................................................... 21 3.4.4 Fosfor tersedia (AOAC 1999) ................................................... 22
........................ 3.4.5 Kalium yang dapat dipertukaran (AOAC 1999) 22
3.4.6 Nitrat (AOAC 1999) ................................................................ 3.4.7 Tinggi tanaman bayam (A . tricolor) .......................................... 3.4.8 Jumlah daun tanaman bayam (A . tricolor) ................................
3.5 Analisis Data ...................................................................................... 3.5.1 Analisis nilai pH ....................................................................... 3.5.2 Analisis kualitas pupuk organik cair ......................................... 3.5.2 Analisis pertumbuhan tanaman bayam (A . tricolor) .................
4 . HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 4.1 Kandungan Hara Limbah Cair Buatan ................................................ 4.2 Penguraian Bahan Organik dan Kualitas Pupuk Organik Cair .............
4.2.1 Perubahan pH selama proses penguraian bahan organik ............. 4.2.2 Kualitas pupuk organik cair ........................................................
4.2.2.1 Kandungan total C organik, N total, nilai C/N ................ 4.2.2.2 Nitrat (NO,') .................................................................
................................................................ 4.2.2.4 Fosfor tersedia ................................... 4.2.2.5 Kalium yang dapat dipertukarkan
4.3 Aplikasi Pupuk Organik Cair Terhadap Tanaman Bayam (A . tricolor) . .......................... 4.4.1 Laju pertumbuhan tanaman bayam (A tricolor)
.................................. . 4.4.2 Jumlah daun tanaman bayam (A tricolor)
5 . KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 5.2 Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. LAMPIRAN ................................................................................................
viii
DARTARTABEL
No Halaman
1. Karakteristik limbah cair beberapa jenis operasi pengolahan ikan ........ 4
2. Sifat kimia pengolahan limbah tepung ikan di Muara Angke, Jakarta ... 5
3. Penguraian senyawa organik ................................................................ 9
4. Standar kualitas pupuk organik berdasarkan SNI 19-7030-2004 ........... 13 . . 5. Kompos~sr bahan pupuk cair ................................................................ 18
6 . Dosis pemupukan tanaman bayam (A. tricolor) ................................... 20
7. Hasil analisis kandungan hara limbah cair buatan ................................. 25
8. Perbandingan pupuk organik cair yang dihasilkan dengan SNI pupuk organik 19-7030-2004 ............................ ................................ 29
9. Rataan laju pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor) (cm/minggu) ... 37
10. Rataan jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor) (helaihatang) ........ 39
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 . Pengelompokan bahan yang terkandung didalam limbah cair umum ... 3
2 . Penguraian senyawa organik secara anaerob ....................................... 8 3 . Alur peinbuatan pupuk organik cair (Modifikasi dari Nengsih 2002) 19
4 . Perubahan pH selama proses penguraian bahan organik ....................... 27
5 . Rata-rata kandungan total C organik ................................................... 30
6 . Rata-rata kandungan N total .............................................................. 31
7 . Rata-rata konsentrasi Nitrat (NO<) ................................................... 32
8 . Rata-rata kandungan P tersedia ........................................................... 34
9 . Rata-rata kandungan kalium ................................................................ 35
10 . Rataan laju pertumbuhan tanaman bayam (A . tricolor) ...................... 37
No Halaman
1 . Perhitungan bibit bayam yang dibutuhkan perpolybag dan perhitungan kebutuhan pupuk tanaman bayam (A . tricolor) ................ 45
2 Data perubahan pH selama proses penguraian bahan organik ............... 47
3 . Tinggi tanaman bayam (A . tricolor) .................................................. 48
4 . Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman bayam (A . tricolor) ............ 50
5 . Jumlah daun tanaman bayam (A . tricolor) ......................................... 54
6 . Sidik ragam jumlah daun tanaman bayam (A . tricolor) ....................... 55
7 . Pertumbuhan tanaman bayam .......................................................... 59
1.1 Lata r Belakang
Perkembangan industri perikanan saat ini makin pesat, ha1 ini didukung
oleh besamya potensi sumberdaya perikanan di Indonesia. Dalam melakukan
produksinya, industri perikanan menggunakan air. Rata-rata industri perikanan
mengkonsumsi air lebih dari 20 m3/ ton produk yang digunakan dalam berbagai
proses pencucian (BPPT dan Bapedal 2002). Setiap operasi pengolahan
menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk.
Cairan ini mengandung darah, potongan-potongan kecil ikan, kulit, isi perut,
kondensat dari operasi pemasakan, dan air pendinginan dari kondensor.
Karakteristik dari limbah cair perikanan ini berbeda-beda tergantung pada
bahan baku dan teknologi yang digunakan. Limbah cair industri perikanan
mengandung bahan organik dan nutrien organik yang cukup tinggi. Salah satunya
adalah nitrogen, dalam bentuk amoniak, nitrat dan nitrit. Nitrogen dapat
menyebabkan penurunan kadar oksigen demand pada penerimaan air,
merangsang pertumbuhan tanarnan air, dan memuncuikan toksisitas terhadap
kehidupan air (Jenie dan Rahayu 1993).
Limbah cair perikanan mengandung bahan organik terutama protein yang
tinggi. Protein merupakan sumber nitrogen organik yang sangat diperlukan oleh
manusia, hewan maupun tanaman. Oleh sebab itu limbah cair industri perikanan
berpotensi sebagai sumber nutrien organik yang murah. Salah satu bentuk
pemanfaatan limbah cair perikanan yang dapat dilakukan adalah memanfatkannya
sebagai pupuk cair organik.
Pemanfaatan limbah cair perikanan sebagai pupuk dapat dilakukan dengan
mengaplikasikan limbah cair tersebut langsung pada tanaman atau pun diuraikan
terlebih dahulu. Bahan-bahan organik yang terdapat pada limbah cair industri
perikanan seperti protein, karbohidrat, dan lipid akan diuraikan menjadi senyawa-
senyawa yang lebih sederhana seperti asam lemak, aldehid, metana, amonia,
COz dan hidrogen sehingga nantinya tanaman atau tumbuhan akan mudah
menyerap nutrisi.
Penguraian senyawa organik atau proses dekomposisi dapat dilakukan
dengan adanya penambahan aktivator. Aktivator yang digunakan dalan~
penelitian ini adalah asam asetat dan EIv& (Effective Microorganisme 4). Pupuk
organik cair yang dihasilkan kemudian diujikan pada tanaman bayam
(Amaranthus tricolor).
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mempelajari teknik pembuatan pupuk organik cair dari limbah cair industri
perikanan dengan menggunakan EM4 (Effective Microorganisme 4 ) dan
asam asetat.
2. Melihat kualitas pupuk organik cair yang dihasilkan.
3. Melihat pengaruh pemupukan pupuk cair yang dihasilkan terhadap tanaman
bayam (A. tricolor).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Cair
Limbah cair (liquid waste) dapat didefinisikan sebagai suatu limbah hasil
kegiatan yang secara fisik berbentuk cair, kandungannya didominasi oleh air
beserta bahan-bahan kontaminan lainnya atau didominasi oleh bahan cair lain
(bukan air) seperti: minyak, oli bekas, residu senyawa-senyawa kimia dan
sebagainya. Limbah cair merupakan suatu substrat yang kompleks yang terdiri
dari berbagai jenis bahan organik, baik yang dapat terurai secara biologi maupun
tidak.
Menurut Sugiharto (1994), sesuai sumber ilsalnya, maka limbah cair
mempunyai komposisi yang bervariasi dari setiap tempat dan setiap unit. Akan
tetapi secara garis besar zat-zat yang terdapat di dalam limbah cair dapat
dikelompokkan seperti pada Gambar 1.
Limbah cair u Bahan padat I
Organik Anorganik
Gambar 1. Pengelompokan bahan yang terkandung di dalam limbah cair umum
2.2 Sumber Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan oleh industri perikanan berasal dari berbagai
proses. Kualitas maupun kuantitas limbah cair yang dihasilkan sangat
dipengaruhi oleh jenis kegiatan atau proses dan bahan baku maupun bahan
pembantu yang dipakai. Menurut River et al. (1998) diacu dalam Laraspedi
(2004) jumlah debit air limbah pada umumnya berasal dari proses pengolahan dan
pencucian. Setiap operasi pengolahan ikan akan menghasilkan cairan dari
pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Cairan ini mengandung darah
dan potongan-potongan kecil ikan dan kulit, isi perut, kondensat dari operasi
pemasakan dan air pendinginan dari kondensor ( Jenie dan Rahayu 1993).
2.3 Karakteristik Lirnbah Cair Industri Perikanan
Secara umum limbah cair industri hasil perikanan mengandung banyak
protein dan lemak. Kandungan limbah cair industri hasil perikanan bewariasi
dari setiap industri pengolahannya, ha1 ini disebabkan oleh jenis ikan yang diolah,
teknik pengolahan, ukuran pabrik, penggunaan air, lamanya limbah padat kontak
dengan air limbah, kekuatan polusi akan semakin tinggi bila kontak antara limbah
cair dan limbah padat lebih lama ( Jenie dan Rahayu 1993).
Bau yang timbul dari limbah cair perikanan disebabkan oleh penguraian
bahan-bahan organik yang menghasilkan senyawa amina mudah menguap,
diamina dan amonia. Limbah cair dari proses pengolahan perikanan memiliki
kandungan COD, nutrien, minyak dan le~nak yang tinggi, terutama pada saat
proses penyiangan usus dan isi perut serta proses pemasakan (Mendez et al. 1992
diacu dalam Heriyanto 200'6).
Beban limbah cair dari beberapa industri pengolahan ikan dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Karakteristik limbah cair beberapa jenis operasi pengolahan ikan
Jenis industri 1 NH3 1 NO3 1 TKN 1 TSS 1
I Pengalengan tuna dan sardine 1 1,839 1 1,45 1 110,56 1 1620 1 Pengolahan tuna beku
I I I I Penepungan 1 3,212, 1 ttd 1 1117,86 1 69600
(mg/l)
nd
Kontaminan-kontaminan dalam limbah cair perikanan yang menjadi beban
polusi pada umumnya bisa bersifat fisikokimia maupun campuran dari senyawa-
senyawa organik. Beban limbah yang berasal dari perubahan fisikokimia efluen
dapat diukur sebagai parameter tingkat polusi misalnya pH, kandungan padatan,
suhu dan bau.
I I I I
(mg/l)
nd
Pembekuan udang
(mgfl)
7,5
ket: TKN: Total Kjedahl Nilrogen, TSS: Total Susupended Solids, ttd: tidak terdeteksi (Fauzi el a/. 2003).
4,392
(mgll)
52,7
0,139 61,42 375
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Anas et al. (2005) diperoleh
hasil penetapan sifat kimia limbah pengolahan tepung ikan dari Muara Angke
Jakarta dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Sifat kimia limbah pengolahan tepung ikan di Muara Angke, Jakarta
2.4 Pupuk Cair Orgauik dan Pemupukan
Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar
dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah baik secara
langsung maupun tidak langsung. Definisi yang dikemukakan oleh Internasional
Organization for Standarization (ISO), pupuk organik adalah bahan organik yang
umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah
secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yang
berasal dari tumbuhan dan hewan (Sutanto 2002). Pupuk organik mempunyai
kandungan unsur, terutama unsur N, P, dan K sangat sedikit, tetapi mempunyai
peranan lain yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan
kesehatan tanaman (Suriawiria 2003).
Bahan pupuk ikan dapat memanfaatkan ikan non ekonomis atau sisa-sisa
ikan rumah tangga dan industri pengalengan. Pembuatan pupuk ini melalui proses
fermentasi dapat secara manual menggunakan bantuan mikroorganisme ataupun
dengan penambahan bahan kimia. Dalam pembuatan pupuk dari ikan memiliki
kesamaan dengan pembuatan pupuk dari sampah tumbuhan atau kotoran
kandang. Kandungan pupuk ikan dari hasil fermentasi bervariasi persentasenya.
Sifat kimia
PH C organik (%)
N total (ppm)
P205 (ppm)
Kz0 ( P P ~ )
So; (ppm)
Ca total (ppm)
Mg total (ppm)
Nilai
7,30
2,21
1460
70
3560
12
300
162
$umber: Anas el a/. 2005
Protein yang terkandung dalam daging ikan akan diuraikan oleh mikroorganisme
menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu nitrogen (Anonima 2007).
Keunggulan pupuk ikan bagi tanaman adalah pupuk tersebut mengandung
lemak ikan yang terdapat pada setiap bagian ikan. Lemak ikan bermanfaat
membantu menyerap senyawa yang diperlukan tanaman lebih aktif. Seiain itu
jika diaplikasikan ditanah dapat memperbaiki biologi tanah. Mikroorganisme
tanah yang diberi pupuk ikan mampu bertahan pada suhu rendah. Pada kondisi
serupa, pupuk organik lain tidak dapat menyediakan nitrat karena rendahnya suhu
tanah dan rendahnya aktivitas biologi (Anonima 2007).
Keberhasilan pemupukan pada tanaman ditentukan oleh cara pemberiannya.
Berdasarkan cara pemberiannya, pemupukan pada tanaman khususnya sayuran
dibagi menjadi dua yaitu pemberian melalui akar dan lewat daun. Setiap cara
pemberian rnemiliki kegunaan dan keuntungan tersendiri (Prihmantoro 1999).
Pada tanaman sayuran diharapkan agar daun yang dihasilkan dapat benvama
hijau, segar dan bagus. Oleh karena itu tanaman tersebut hendaknya diberi pupuk
yang dapat merangsang hijaunya daun, segar dan renyah untuk dikonsumsi. Jenis
pupuk yang diberikan untuk tanaman sayuran daun adalah pupuk yang
mengandung unsur N tinggi, seperti pupuk kandang, pupuk urea, dan pupuk cair
organik. Pupuk daun untuk tanaman sayuran semusim biasanya diberikan hanya
2-3 kali, yakni pada minggu 2, 3, dan 4. Tujuan pemberian pupuk ini adalah
untuk memperbaiki kualitas daun (Prihmantoro 1999).
2.5 Penguraian Bahan Organik
Penguraian suatu senyawa ditentukan oleh susunan bahan, dimana pada
umumnya senyawa organik mempunyai sifat yang cepat diuraikan, sedangkan
senyawa anorganik mempunyai sifat sukar diuraikan. Proses biologi merupakan
proses alami yang bersifat dinamis dan kontinu selama faktor-faktor yang
berhubungan dengan kebutuhan hidup mikroorganisme yang berperan di
dalamnya terpenuhi.
Penguraian bahan organik akan berlangsung melalui jalur-jalur proses yang
sudah dikenal, yang secara keseluruhan disebut dengan proses fermentasi. Bahan
organik tersebut pada tahap awal akan diubah menjadi senyawa yang lebih
sederhana seperti gula, gliserol, asam lemak dan asam amino. Selanjutnya akan
dilanjutkan dengan proses lain baik secara aerobik maupun anaerob (Suriawiria
2003).
Kondisi aerobik dan kondisi anaerobik sangat berperan dalam tahap-tahap
penguraian bahan organik. Secara umum penguraian aerobik menghasilkan unsur
C dalam bentuk CO2 dan penguraian anaerobik menghasilkan unsur C dalam
bentuk alkohol. Karbon digunakan sebagai sumber energi dan nitrogen sebagai
sumber protein untuk perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme. Pada
kondisi aerobik karbon diubah menjadi COz dan sel bakteri, sedangkan dibawah
kondisi anaerobik karbon organik diubah menjadi C02, metana dan senyawa
produksi lainnya (Jenie dan Rahayu 1993). Secara sederhana reaksi sebagai
berikut:
Kondisi aerobik : C organik + 02- C5H702N + C02
Kondisi anaerob : C organik teroksidasi + asam organi- sel mikroba
+ metana + CO2 + alkohol
Pada kondisi anaerob senyawa-senyawa tertentu akan dihasilkan seperti
C&, H2S, N&+, asam laktat dan sebagainya. Pada kondisi anaerob, senyawa
organik bertindak sebagi donor elektron, dimana pada kondisi ini produksi
biomasa sel akan rendah, penguraian senyawa organik sangat rendah (Suriawiria
2003).
Pada kondisi aerob mikroorganisme mengambil oksigen dari udara dan
makanan dari bahan organik. Bahan organik tersebut di konversi menjadi produk
metabolisme biologi berupa CO2, HzO, dan energi. Energi yang digunakan
sebagian digunakan untuk gerakan dan pertumbuhan mikroorganisme baru,
sisanya dibebaskan sebagai panas (Dalzell et a1 1987 diacu dalam Nengsih 2002).
Penguraian bahan organik dapat dilakukan secara konvensional dan
nonkonvensional. Proses nonkonvensional melibatkan penambahan inokulan
bakteri bahan lain. Hasil metabolik utama dari penguraian bahan organik secara
aerobik menurut Gaur (1983) diacu dalam Nengsih (2002) akan menghasilkan
CO2, Hz0 dan panas, sedangkan hasil penguraian bahan organik secara anaerobik
akan menghasilkan metana, CO2 dan senyawa antara berupa asam organik
(Indriani 1999).
Mekanisme proses penguraian bahan organik secara anaerob dapat dilihat
pada Gambar 2 berikut (Suriawiria 2003).
sintesa
(sel baru)
Senyawa organik I. ( C o r n s ) 1 Hasil buangan (cO2, NH4 dll)
energi
Protoplasma
Gambar 2. Proses peguraian senyawa organik secara anaerob
Penguraian N organik terutama protein melibatkan dua proses mikrobiologi
yaitu amonifikasi dan nitrifikasi. Amonifikasi merupakan mengubah N organik
menjadi amonium melalui proses proteolisis dan aminofikasi. Proteolisis adalah
pelepasan N amino dari bahan organik. Aminofikasi adalah reduksi N amino
menjadi NH3. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut (Notohadiprawiro 1999): organik pmteolisi~ . RNHz + C02 + Hasil-hasil lain + E
Aminofiksi RNH2 + Hz0 -+ NH~' + ROH + E
Apabila 0 2 tersedia dan faktor-faktor lingkungan lain mendukung, NH4+
akan mudah dioksidasi menjadi NO? (nitrit) dan NO,- (nitrat). Oksidasi ini
disebut nitrifikasi dan berlangsung dengan dua langkah yaitu nitritasi dan nitratasi
Secara sederhana proses nitrifikasiadalah sebagai berikut Nitrosomonas N&' + 0 2 - NOT + H20 + H + E
Nitrobacter NO? + 0 2 --------* NO< + E
Penguraian bahan organik dapat berlangsung terbatas ataupun tuntas. Proses
penguraian bahan organik yang berlangsung terbatas akan menghasilkan bahan
organik yang lebih sederhana daripada sebelumnya. Penguraian bahan organik
yang berlangsung tuntas akan membebaskan unsur-unsur yang semula berada
dalam ikatan molekul organik menjadi senyawa-senyawa anorganik. Fase
perombakan bahan organik terjadi atas tiga fase yang saling tumpang tindih yaitu:
I. Fase pemecahan mekanik.
2. Fase biokimia awal. Pada proses ini terjadi hidrolisis dan oksidasi. Pada
proses hidrolisis terjadi pemecahan parsial senyawa polimer menjadi senyawa
yang lebih sederhana seperti pemecahan protein menjadi peptida dan asam
amino. Pada proses oksidasi terjadi penguraian yang menghasilkan CO2 dan
H20.
3. Fase penguraian mikrobiologi oleh mikroorganisme. Pada fese ini terjadi
proses enzimatik dan oksidasi. Enzim diproduksi oleh mikroorganisme akan
menguraikan bahan organik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hasil
penguraian ini sebagian akan digunakan untuk membangun tubuh dan
sebagian lagi digunakan sebagai sumber energi.
Hasil penguraian bahan organik secara aerob dan anaerob dapat dilihat pada
Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Penguraian senyawa organik
Senyawa I Enzim
I I H2S, metan, C02, Hz, 1 H2S, alkohol, asam (
Hasil akhir
Protein
I 1 alkohol, asam organik, / organik, C02, Hz0 I I ( fenol, indol I I
Proteinase
Karbohidrat I Karbohidrase I CO2, Hz, alkohol, asam I Alkohol, asam lemak,
Proses anaerobik
Asam amino, amonia,
Proses aerobik
amonia, nitrit, nitrat,
LemaWlipid
alkohol
Lipase
alkohol, CO2, H20
umber: Suriawiria 2003
lemak
Asam lemak, C02, Hz,
COz, H20
Asam lemak, gliserol,
Laju penguraian bahan organik ditentukan oleh faktor bahan organik itu
sendiri dan faktor luar (lingkungan). Faktor lingkungan bertindak lewat
pengaruhya terhadap pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme. Faktor
lingkungan yang terutama berpengaruh ialah suhu, nilai C/N, dan pH.
(Notohadiprawiro 1999)
Suhu akan mempengaruhi metabolisme pada mikroorganisme. Penguraian
akan berlangsung optimal pada suhu optimal mikroorganisme. Nilai CM dalam
bahan organik menentukan mekanisme penguraian yang terjadi. Mikrooganisme
akan mengikat nitrogen tetapi tergantung pada ketersediaan karbon
(Aminah et al. 2003). Apabila ketersediaan karbon terbatas (C/N terlalu rendah)
tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan
mikroorganisme untuk mengikat nitrogen bebas. Nilai pH mempengaruhi proses
penguraian yang berlangsung. Nilai pH optimum berkisar antara 5,O dan 8,O.
Bakteri lebih senang pada pH netral, fungi berkembang cukup baik pada kondisi
pH agak asam.
2.6 Aktivator
Gaur (1983) diacu dalam Nengsih (2002) mendefinisikan bahwa setiap zat
atau bahan yang dapat mempercepat penguraian bahan organik disebut dengan
aktivator. Aktivator mempengaruhi proses penguraian bahan organik melalui dua
cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang
efektif dalam menghancurkan bahan organik (pada aktivator organik), kedua yaitu
meningkatkan kadar nutrisi makanan bagi mikroorganisme tersebut. Aktivator
terdiri dari dua jenis yaitu aktivator organik yang terdiri dari aktivator organik
alami seperti pupuk kandang, fungi, dan tanah kaya humus dan aktivator buatan
contohnya OST (Organic Soil Treatment), E N dan Gt 1000-Wta dan aktivator
kimia seperti asam asetat, amonium sulfat, urea, dan amoniak
2.6.1 E m (Effective Microorganisme 4)
Teknologi E m (Effective Microorganisme 4) adalah teknologi fermentasi
yang dikembangkan pertama kali oleh Prof Dr Teruo Higa dari University Of The
Ryukyus, Okinawa Jepang sejak tahun 1980. EM4 merupakan kultur campuran
dari beberapa mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
Mikrooranisme alami yang terdapat dalam EM4 bersifat fermentasi (peragian)
terdiri dari lima kelompok mikroorganisme yaitu bakteri fotosintetik
(Rhodopseudomonas sp.), jamur fermentasi (Saccharonzyces sp.), bakteri asam
laktat (Lactobacillus sp.), dan Actinomycetes. EM4 merupakan biofertilizer yang
diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi
mikroorganisme di dalam tanah. E N mampu mempercepat dekomposisi limbah
dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, dan rnenekan
aktivitas mikroorganisme patogen. Selain itu EM4 juga dapat digunakan untuk
membersihkan air limbah, sel-ta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan
ikan (Indriani 1999).
Bakteri fotosintetik merupakan bakteri yang dapat mensintesis senyawa
nitrogen, dan gula. Jamur fermentatif berfungsi untuk memfermentasi bahan
organik menjadi senyawa-senyawa organik (dalam bentuk alkohol, gula, dan
asama amino) yang siap diserap oleh perakaran tanaman. bakteri asam laktat
terutama golongan Lactobacillus sp. berfungsi untuk memfermentasi bahan
organik menjadi senyawa-senyawa asam laktat yang dapat diserap oleh tanaman.
Actinomycetes merupakan bakteri yang tumbuh dalam bentuk miselium (filamen
berbentuk jalinan benang). Actinotnycetes berfungsi mengambil asam amino dan
zat yang dihasilkan oleh jamur fermentatif dan mengubahnya menjadi antibiotik
yang bersifat toksik terhadap patogen atau penyakit serta dapat melarutkan ion-ion
fosfat dan ion-ion mikro laimya. Streptonzyces sp. menghasikan enzim
steptomisin yang berguna bagi tanaman (Wididana et al. 1996 diacu dalam
Nengsih 2002).
Mikroorganisme yang terdapat dalam EM4 dapat bekerja efektif menambah
unsur hara apabila bahan organik dalam keadaan cukup. Bahan organik tersebut
merupakan bahan makanan dan sumber energi. Dalarn penggunaan EM4
memerlukan dedak sekitar 10% dari jumlah bahan. Sebagai sumber makanan
bakteri maka pada tahap awal diperlukan molase atau gula sebanyak 0,1% dari
jumlah bahan (Indriani 1999).
2.6.2 Asam asetat
Jenis bakteri heterotrof biasanya hidup dan berkembang biak pada
organisme mati. Mereka mendapatkan energi dengan menguraikan senyawa
organik pada organisme mati. Molekul-molekul besar seperti protein,
karbohidrat, lemak, atau senyawa organik lain akan didekomposisi melalui
metabolisme tubuh bakteri tersebut menjadi molekul-molekul tunggal seperti
asam amino, metana, gas COz, serta molekul-molekul lain yang mengandung
enam nutrisi utama bakteri, yaitu senyawa-senyawa karbon (C), hidrogen (H),
nitrogen (N), oksigen (0), fosfor (P), serta sulfur (S). Keseluruhan unsur tersebut
dibutuhkan bakteri heterotrof sebagai sumber nutrisi utama mereka. Selain itu
untuk pertumbuhannya bakteri heterotrof memerlukan kondisi lingkungan dengan
keasaman tertentu ( ~ n o n i m ~ 2007).
Asam (yang sering diwakili dengan rumus umum HA) secara umum
merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan
larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam definisi modem, asam adalah suatu
zat yang dapat memberi proton (ion H+) kepada zat lain (yang disebut basa), atau
dapat menerima pasangan elektron bebas dari suatu basa. Contoh asam adalah
asam asetat dan asam sulfat.
Asam asetat dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan sebutan asam cuka
atau asam etanoat ( CH3COOH). Asam asetat berbentuk larutan yang benvarna
putih bening. Konsentrasi asam asetat yang umum dijual dipasaran adalah
5%-25%. Asam asetat murni memiliki konsentrasi 96% yang sering digunakan
untuk analisis di laboratorium. Asam asetat merupakan salah satu asam lemah
yang termasuk ke dalam asam volatil. Asam asetat yang digunakan selain
berfungsi untuk membuat kondisi lingkungan menjadi asam, asam asetat juga
dapat digunakan sebagai sumber karbon oleh bakteri ( ~ n o n i m ~ 2007).
2.7 Standar Pupuk Organik
Berdasarkan atas berbagai fakta yang dikemukakan oleh para pakar dan
sumber informasi yang lain, spesifikasi standar mutu pupuk organik tergantung
pada masing-masing negara. Bahan organik yang mengalami proses penguraian
menjadi pupuk organik yang stabil memiliki nisbah CM antara 1011-1511.
Keasaman pH harus masuk dalam kualitas pupuk organik berkisar pada pH netral
6,5-7,5, dalam kondisi normal tidak akan menimbulkan masalah, sejauh proses
penguraian dapat mempertahankan pH pada kisaran netral (Sutanto 2002). Standar
kualitas unsur makro pupuk organik berdasarkan SNI 19-7030-2004 dapat dilihat
pada Tabel 4.
2.8 Nitrogen OV)
Tabel 4. Standar kualitas pupuk organik berdasarkan SNI 19-7030-2004
Unsur nitrogen berfungsi sebagai nutrien atau biostimulan karena memiliki
Parameter
Bahan Organik
Total N
Total C organik
rasio C/N
p205
K20
PH
peranan yang penting untuk pertumbuhan protista dan tumbuhan. Unsur tersebut
harus berada dalam lingkungan perairan untuk mendukung rantai makanan.
Standar
27-58 %
>0,40 %
9,80-32,OO %
11-20
>0,10 %
>0,20 %
6,80-7,49
(Davis dan Comwell 1991). Nitrogen merupakan unsur penyusun yang penting
$umber : Badan Standarisasi Nasional(2004)
dalam sintesa protein. Sebagian besar dari nitrogen total dalam air dapat terikat
sebagai nitrogen organik, yaitu dalam bahan-bahan berprotein. Benhtk utama
nitrogen di air limbah adalah meterial protein dan urea. Senyawa-senyawa
nitrogen terdapat dalam bentuk terlarut atau sebagai bahan tersuspensi. Jenis
nitrogen di air meliputi nitrogen organik, amonia, nitrit, dan nitrat (Saeni 1989).
Nitrogen diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO< (nitrat) dan N&+
(amonium). Nitrogen yang berasal dari bahan organik tertentu diperoleh melalui
amonisasi-nitrifikasi (Mulyadi 1994). Amonifikasi berlangsung baik pada tanah
yang drainasenya baik dan kaya akan kation basa. Setelah amonifikasi terjadi
nitrifikasi yang diambil oleh mikroflora dan difiksasi olah liat. Proses nitrifikasi
ini selain tergantung pada keadaan fisik, aerasi, suhu juga tergantung pH dan C/N
ratio. Nitrifikasi berlangsung pada suhu 25°C (suhu optimalnya (27-32"C),
sedangkan pada temperatur yang lebih tinggi (52°C) maka kegiatan akan terhenti
(Mulyadi 1994).
Menurut Metcalf dan Eddy (1991), nitrogen organik berhubungan dengan
szrspended solid dalam air limbah dengan sedimentasi dan filtrasi. Nitrogen
organik yang benvujud padat dapat langsung masuk ke dalam tanah yang
memiliki molekul organik kompleks yaitu karbohidrat, protein, dan lignin.
Beberapa nitrogen organik dihidrolisis menjadi asam amino yang terlarut dan
memungkinkan pemecahan lebih lanjut untuk melepas ion amonia (NH43.
Amonia yang terdapat didalaln perairan dapat berasal dari proses penguraian
bahan organik yang banyak mengandung senyawa nitrogen seperti protein.
Amonia dapat larut baik dalam bentuk ion amonia o\TH~+) atau amonia (NH3),
yang bergantung pada pH perairan (Metcalf dan Eddy 1991). Menurut Jennie
dan Rahayu (1993), ~nenyatakan bahwa bentuk cairan amonia terdapat dalam 2
bentuk yaitu amonia bebas (NH3) dan dalam bentuk ion amonia (NH;).
Nitrit relatif tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi nitrat. Konsentrasi
nitrit yang tinggi dapat mereduksi aktivitas bakteri nitrifikasi pada kondisi asam.
Nitrat nitrogen yang merupakan turunan dari nitrit adalah bentuk nitrogen yang
paling teroksidasi dalam limbah. Nitrat merupakan nutrien utama untuk
pertumbuhan tanaman air. Nitrat jika tidak dapat dihilangkan oleh tanaman atau
denitrifikasi dapat mencemari air bawah tanah (Medcalf dan Eddy 1991). Nitrat
merupakan jenis nitrogen yang paling dinamis dan menjadi bentuk paling
dominan pada sungai, keluaran air tanah dan deposit atmosfer ke laut
(Kirchman 2000). Nitrat dapat ditangkap oleh akar tanaman, tetapi penangkapan
hanya terjadi di sekitar akar selama pertumbuhan. Kisaran nilai nitrat dalam
efluen limbah adalah 15-20 mg/l (Medcalf dan Eddy 1991).
2.9 Fosfor
Fosfor merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel, sebagai bagian dari
inti set sangat penting dalam pembelahan sel, demikian pula bagi perkembangan
jaringan meristem. Fosfor diambil tanaman dalam bentuk HzP0; dan HPO~",
secara umum fungsi dari fosfor dalam tanaman dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Dapat mempercepat pekumbuhan akar semai
2. Dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda
menjadi tanaman dewasa pada ulnumnya
3. Dapat mempercepat pembuangaan dan pemasakan buah, biji atau gabah
4. Dapat meningkatkan produksi biji-bijian, fosfor juga sebagai penyusun
lemak dan protein. Didalam tanah fungsi P terhadap tanaman adalah
sebagai zat pembangun dan terikat dalam senyawa-senyawa organik
Dengan demikian hanya sebagian kecil saja yang terdapat dalam bentuk
anorganik sebagai ion-ion fosfat. Sebagai bahan pembentuk, fosfor terpencar-
pencar dalam tubuh tanaman, semua inti mengandung fosfor dan selanjutnya
sebagai senyawa-senyawa fosfat didalam sitoplasma dan membran sel. Bagian-
bagian tubuh yang berkaitan dengan pembiakan generatif seperti daun-daun
bunga, tangkai tangkai sari, kepala sari, butur tepung sari, daun buah serta bakal
biji ternyata mengandung P. Fosfor ditanah terdapat dalam bentuk carbonat
apatite 3Ca3(P04)2CaCO3, hidroksi apatite 3Ca3(P04)2Ca(OH)2, oxida apatite
3Ca3@04)2Ca0, trikalsium fosfat Ca3(PO&, dikalsium fosfat CaH@04)2,
monocalsium fosfat Ca(HzP04)~ (Mulyadi 1994). Fosfor tersedia merupakan
fosfor dalam bentuk P organik (asam nukleat, fosfolipid dan inositol fosfat), P
anorganik (HzPOL dan ~ ~ 0 4 ' ~ ) . Fosfor tidak tersedia adalah fosfor yang terikat
dengan unsur Al, Fe, dan Ca (Buckman dan Brady 1979).
2.10 Kalium
Elemen ini dapat dikatakan bukan elemen yang langsung pembentuk bahan
organik, kalium berperan dalam:
1. Pembentukan protein dan karbohidrat
2. Pengerasan bagian kayu dari tanaman
3. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit
4. Meningkatkan kualitas biji dan buah
Kalium diserap dalam bentuk K' (terutama pada tanaman muda). Kalium
banyak terdapat dalam jaringan muda, pada sel tanaman zat ini terdapat sebagai
ion didalam cairan sel dan keadaan demikian akan merupakan bagian yang
penting dalam melaksanakan turgor yang disebabkan oleh tekanan osmosis
(Mulyadi 1994). Berdasarkan ketersediaan kalium bagi tanaman kalium dibagi
menjadi K tidak tersedia ( K dalam batuan mineral), K lambat tersedia (K yang
tidak dapat dipertukarkan) dan K tersedia (K yang dapat dipertukarkan dan K
dalam larutan tanah). K yang dapat dipertukarkan adalah K dalam bentuk organik
(Buckman dan Brady 1979).
2.11 Bayam (Anzararztlzrrs sp.)
Bayam merupakan tanaman sayuran yang dikenal dengan nama ilmiah
Amaranthus sp., tanaman bayam berasal dari daerah Amerika tropik. Tanaman
bayam semula dikenal sebagai tumbuhan hias. Dalam perkembangan selanjutnya.
tanaman bayam dipromosikan sebagai bahan pangan sumber protein, terutama
untuk negara-negara berkembang.
Keluarga Amaranthaceae memiliki sekitar 60 genera, terbagi dalam sekitar
800 spesies bayam. Dalam kenyataan di lapangan, penggolongan jenis bayam
dibedakan atas 2 macam, yaitu bayam liar dan bayam budidaya. Jenis bayam
budidaya dibedakan 2 macam, yaitu:
1. Bayam cabut atau bayam sekul atau bayam putih (A. tricolor L.). Ciri-ciri
bayam cabut adalah memiliki batang benvarna kemerah-merahan atau
hijau keputih-putihan, dan memilki bunga yang keluar dari ketiak cabang.
2. Bayam tahun, bayam skop atau bayam kakap (A. hybridzis L.). Bayam ini
memiliki daun yang lebar.
Bayam mudah diusahakan dan dapat ditanam setiap saat. Akan tetapi
waktu yang paling baik adalah pada awal musim hujan atau pada awal musim
kemarau. Bayam dapat ditanam pada setiap jenis tanah yang penting tanahnya
banyak mengandung bahan organik. Bayam akan tumbuh baik pada pH tanah
antara 6-7. Pada tanah yang masam bayam akan tumbuh kerdil. Pada keadaan
normal pertumbuhan bayam sangat cepat dan untuk pertumbuhannya memerlukan
cahaya yang sangat banyak. Pemeliharaan yang penting adalah menjaga
kelembaban tanah. Tanaman bayam memerlukan air 4 l/m2 perhari pada saat
tanaman masih muda sampai minggu pertama. Tetapi menjelang tanaman dewasa
tanaman ini memerlukan air dua kali lipat setiap harinya. Bayam cabut biasanya
mulai dipananen apabila tingginya telah mencapai sekitar 20 cm yaitu pada umur
tiga sampai empat minggu setelah tanam (Sutarya et al. 1995).
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan dari bulan April sampai bulan
Agustus 2007, di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Limbah
dan Hasil Samping, Depertemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisa kandungan unsur hara
makro pupuk organik cair dilakukan di Laboratorium Kesubnran, Depertemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pengujian kualitas pupuk organik yang dihasilkan terhadap tanaman bayam
(Amaranthus tricolor) dilakukan di Unit Pembibitan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah plastik, kompor gas,
panci, pH meter, erlemeyer, termometer, spektrofotometer, pipet volumetrik, pipet
tetes, buret, penangas air, labu Medal, penggaris, kertas saring dan alat-alat gelas.
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair buatan
dengan bahan baku limbah fillet ikan patin (potongan-potongan daging, kulit dan
jeroan), aktivator E N yang didapat dari toko pertanian Agrotecho, asam asetat,
dedak, gula, bayam A. tricolor yang didapatkan dari toko pertanian Agrotecho,
urea, KCL, SP36 dan bahan-bahan kimia untuk penentuan kadar total C organik,
N total, P tersedia, K yang dapat dipertukarkan, dan NO< seperti K2Cr~07, HzSO~,
FeS04.7H20, katalis selenium, NaOH, larutan Bray, dan lain-lain.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama adalah pembuatan limbah
cair buatan, tahap kedua adalah proses pembuatan pupuk cair organik melalui
proses penguraian bahan organik dan tahap ke tiga adalah aplikasi pupuk cair
yang dihasilkan terhadap tanaman bayam (A. tricolor).
3.3.1 Pembuatan limbah cair buatan
Pembuatan limbah cair buatan bertujuan untuk mengganti limbah cair
industri. Limbah cair buatan ini dibuat dengan memanfaatkan potongan-potongan
daging, jeroan dan kulit ikan yang diperoleh dari proses pemfiletan ikan.
Kemudian potongan-potongan daging tersebut dicincang, dan selanjutnya direbus
pada air mendidih selama 10 menit dengan perbandingan berat limbah padat ikan
(kg) dan volume air (liter) adalah 1:5. Setelah itu air rebusan disaring untuk
memisahkan padatan dan cairan kemudian didinginkan. Dengan perbandingan ini
maka komposisi yang diperoleh mendekati karakteristik limbah cair pada industri
perikanan yang sebenarnya (Fauzi et al2003). Kemudian dilakukan pengukuran
pH dan unsur hara meliputi: total karbon organik, nitrogen total, nitrat, fosfor
tersedia, kalium yang dapat dipertukarkan.
3.3.2 Pembuatan pupuk organik cair
Pembuatan pupuk organik cair dilakukan melalui proses penguraian secara
anaerob fakultatif. Adapun jenis pupuk dan komposisi bahan pembuatan pupuk
cair organik ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi bahan pupuk cair
Pembuatan masing-masing pupuk organik cair dilakukan dalam wadah
plastik dengan volume 10 liter. Pupuk A merupakan limbah cair tanpa
penambahan apapun (penguraian berlangsung spontan dengan pH awal6,96) yang
dibiarkan terurai selama 4 minggu. Pupuk B adalah perlakuan limbah cair yang
ditambah 10 % dedak; 0,l % gula dan 0,1 % EM4 (penguraian berlangsung
dengan adanya penambahan inolulum bakteri dengan pH awal6,90) dan dibiarkan
terurai selama 4 minggu (Indriani 1999). Pupuk C adalah perlakuan limbah cair
yang ditambah 3,5 % asam asetat (penguraian berlangsung dalam suasana lebih
asam dengan pH awal 5,48) dan dibiarkan selama 4 minggu. Masing-masing
perlakuan diatas dibiarkan terurai selama 4 minggu dalam wadah terbuka pada
suhu ruang (27"-29°C). Selama proses penguraian berlangsung, setiap hari
dilakukan pengadukan untuk aerasi dan juga membebaskan gas yang diproduksi
selama proses berlangsung. Pengukuran pH dilakukan setiap dua hari selama 4
minggu. Setelah 4 minggu dilakukan penyaringan untuk memisahkan padatan
yang ada. Cairan yang dihasilkan kemudian dianalisa kandungan karbon organik,
Jenis pupuk
A
B
C
Komposisi
Limbah cair
Limbah,cair; 10 % dedak, 0,l % gula; 0,1 % EM4
Limbah cair; 3,5 % asam asetat 95%
total nitrogen organik, P tersedia, kadar kalium dan nitratnya. Alur pembuatan
pupuk cair dapat dilihat dari Gambar 4.
Limbah cair buatan
(tanpa aktivator) Perlakuan C Perlakuan B (+EM4 (+asam asetat 3,5% ) 0,1% + 10%
dedak+O,l% gula pasir)
bentuk cairan dan padatan
Penyaringan CI'
+
Cairan Q
Pengukuran pH setiap 2 hari
selama 4 minggu
4 Uji kualitas pupuk N, P, K, C, dan N03-
-
Aplikasi terhadap tanaman bayam (tinggi dan jumlah daun)
Gambar 3. Alur pembuatan pupuk organik cair (Modifikasi dari Nengsih 2002).
I
- - Proses penguraian, suhu ruang selama 4
ininggu
3.3.3 Aplikasi pupuk organik cair pada tanaman bayam (A. tricolor)
Pupuk cair yang dihasilkan kemudian diaplikasikan pada tanaman bayam
(A. tricolor). Tanaman bayam ditanam padapolybag berukuran 35 x 35 cm dan
diisi dengan tanah sebanyak 3 kg. Bibit bayam yang digunakan adalah sebanyak
0,015 grlpoyibag (Lampiran 1). Bibit sebanyak 0,015 gr akan menghasilkan
anakan bayam sebanyak 10-12 batang. Bibit tersebut teriebih dahulu disemai
selama 2 minggu. Setelah 2 minggu, anakan tanaman bayam dipindahkan ke
polybag (dihitung sebagai 0 MST (Minggu Setelah Tanam)). Pemupukan
dilakukan sebanyak 2 kali yaitu '/z dosis pada saat penanaman di polybag dan %
dosis pada saat tanaman berumur 2 MST ( Minggu Setelah Tanam)
(Hadisoeganda 1996). Tanaman bayam kemudian dipanen pada umur 3 MST.
Perlakuan dan dosis pemupukan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 6. Dosis
pemupukan yang diberikan berdasarkan perhitungan kebutuhan unsur hara
terutama N (Lampiran 1). Setiap perlakuan terdiri dari 3 kali ulangan sehingga
didapatkan 18 unit percobaan.
Tabel 6. Dosis pemupukan tanaman bayam (A tricolor) - Kode - TI
T2
Perlakuan
Kontrol negatif
Pupuk A
Pupuk B
Pupuk C
Kontrol positif
Dosislpolybag
tanpa pupuk
Limbah cair (tanpa penguraian
terlebih dahulu)
200 ml
200 ml
200 ml
Urea (45mg) + SP36 (0,4 mg) +
200 ml
KC1 (0,15 mg)
Kemudian dilakukan pengamatan terhadap tanaman bayam setiap minggu
selama 3 minggu, ini berdasarkan umur panen tanaman bayam yaitu 21( 3MST)
sampai 28 hari (4MST) (Hadisoeganda 1996). Parameter yang diamati adalah
tinggi tanaman dan jumiah daun.
3.4 Prosedur Analisis
Analisis yang diamati meliputi temperatur, derajat keasaman (pH), karbon
organik, total nitrogen, fosfor tersedia, kalium yang dapat dipertukarkan,
pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman bayam. ,
3.4.1 pH
Nilai pH selama penguraian bahan organik diukur dengan menggunakan pH
meter. pH meter yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara
mencelupkan elektroda ke dalam larutan buffer yang telah diketahui pH-nya.
Kemudian elektroda tersebut dibilas dengan aquades dan dicelupkan kembali ke
dalam aquades, skala pH meter diatur di angka 7. Selanjutnya elektroda dibilas
dengan aquades dan dikeringkan dengan tisu. Setelah dikalibrasi pH meter dapat
digunakan untuk mengukur pH sampel, dengan cara mencelupkan elektroda ke
dalam 50 ml sampel yang dimasukan ke dalam erlenmeyer.
3.4.2 Karbon organik (AOAC 1999)
Pengukuran karbon organik menggunakan metode Walkey dan Black
(pengoksidasian dengan kromat dan asam sulfat). Sampel sebanyak 1 ml di
tambahkan dengan 10 ml K2Cr207 dan 5 ml H2S04 pekat, kemudian di panaskan
di atas penangas air sampai semua sampel melarut. Sampel yang sudah larut
diencerkan menjadi 100 ml dengan akuades. Larutan ini kemudian dipipet 10 ml
kedalam erlemeyer dan ditetesi indikator feroin 3 tetes (feroin adalah campuran
FeS04.7HzO dan ortho pnenantrolin), selanjutnya dititrasi dengan larutan FeS04
0,5 N sampai terjadi perubahan wama hijau menjadi coklat.
Total C organik (%) = (me KzCrz07 -me FeSOI) x 0,033 x 1,33 x 200
bobot sarnpel
Keterangan : Me : N xV N : normalitas V : Volume
3.4.3 Nitrogen total (AOAC 1999)
Nitrogen total dianalisis dengan menggunakan metode kjedahl, titrimetri.
Sampel sebanyak 5 ml ditambahkan dengan H2S04 pekat dengan katalis selenium
mixture (Se+CuS04+Na2S04). Kemudian didestruksi sampai menjadi jemih/ putih
(semua N di ubah menjadi (NH&S04). Sampel didinginkan setelah itu
didestilasi dengan menambahkan 20 ml NaOH 50% untuk melepaskan NH3 yang
ditampung dengan larutan asam borat 1%. Sampel yang telah didestilasi
selanjutnya dititrasi dengan HCI encer (0,OSN) dengan indikator Conway.
N total (?A) = volHC1xNHClx 14x 100%
Bobot sampel
3.4.4 Fosfor tersedia (AOAC 1999)
Fosfor tersedia dianalisis dengan menggunakan metode Bray atau Bray I
(pengukuran dengan spektrophotometer). Sampel sebanyak 1 ml diekstrak
dengan 10 ml larutan Bray I1 ( NH4F + asam ) disaring, kemudian ditambahkan
dengan larutan amonium molibdat + asam borat dan direduksi dengan pereduksi
asam askorbat sampai timbul warna biru. Kerapatan optik sampel diukur dengan
menggunakan spectrophotometer dengan panjang gelombang 660 nm sebagai
pembanding dilakukan penetapan deret standar dengan konsentrasi fosfor
0,1,2,3,4,5 ppm.
P dalam Iarutan x faktor pengenceran x 100% P tersedia =
bobot sarnpel
3.4.5 Kalium yaug dapat dipertukarkan (AOAC 1999)
Kalium dapat dianalisis dengan Metode Pertukaran Kation. Dilakukan
ekstraksi dengan larutan NhOAc pH 7,O N selanjutnya diukur dengan Instrument
Atomic Absortion Spetrophotometer (AAS) pada panjang gelombang 768 nm.
Sebagai pembanding dilakukan penetapan deret standar dengan konsentrasi 0, 1,2
dan 3 ppm
vol x faktor pengenceran x K dalam larutan x 100% K =
bobot sampel
3.4.6 Nitrat (AOAC 1999)
Pada penentuan ini digunakan larutan standar nitrat yang dibuat dengan
melarutkan 721,s mg KNO, dalam 100 ml air suling dan diencerkan sampai
volume 1000 ml. Konsentrasi nitrat untuk pembuatan kurva kalibrasi adalah
0,O-2,O mgll serta reagen brusi-asam sulfalinik yang dibuat dengan melarutkan 1
gr brusinsulfat dengan 0,l gr asam sulfalinik dalam 70 ml air suling. Selanjutnya
ditambahkan 3 ml HCI pekat dan diencerkan sampai volume 100 ml.
Prosedur analisisnya adalah 10 ml contoh yang telah dijernihkan
dimasukkan ke dalam erlemneyer 50 ml dan ditambahkan 2 ml larutan NaCl30%
dan 10 ml H2S04 pekat. Selanjutnya larutan diaduk dan dibiarkan hingga dingin.
Setelah itu ke dalam larutan tersebut ditambahkan 0,5 ml reagen brusin-asam
sulfalinik dan dipanaskan dengan penangas air pada suhu 95OC selama 20 menit
dan didinginkan. Kemudian dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 410 nm. Konsentrasi NO3-N ditentukan dengan mengunakan
kurva kalibrasi.
3.4.7 Tinggi tanaman bayam (A. tricolor)
Pengukuran dan pengamatan tinggi tanaman bayam (A. tricolor) dilakukan
setiap 1 minggu selama 3 minggu. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal
batang sampai titik tumbuh dengan menggunakan penggaris. Untuk Laju
pertambahan tinggi tanaman didapat dari perhitungan berikut:
selisih pertambahan tinggi tanaman Laju pertambahan tinggi tanaman =
waktu
3.4.8 Jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor)
Pengukuran dan pengamatan jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor)
dilakukan setiap 1 minggu selama 3 minggu. Jumlah daun dihitung berdasarkan
jumlah daun yang telah berkembang sempurna.
3.5 Analisis Data
3.5.1 Analisis nilai pH
Data perubahan pH selama proses penguraian bahan organik dianalisis
secara deskriptif kuantitatif dan dieksplorasi dalam bentuk diagram garis. Alasan
dipilih diagram garis dinilai lebih efektif dibandingkan dengan diagram batang.
Selain itu tampilan dalam bentuk diagram garis lebih sesuai untuk menganalisis
kecendrungan data.
3.5.1 Analisis kualitas pupuk organik cair
Nilai total C organik, N total, P tersedia, K yang dapat dipertukarkan dan
nitrat pupuk cair organik yang didapatkan dianalisis secara deskriptif kuantitatif
dan dieksplorasi dalam bentuk tabel dan diagram batang.
3.5.2 Analisis pertumbuhau tanaman bayam (A. tricolor)
Data laju pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun yang didapatkan
kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 kali ulangan, sehingga diperoleh 18 unit percobaan Model
matematika yang digunakan adalah:
Yij=p+cxi+&ij
Keterangan: yij =Respon tanaman yang diamati p = Nilai tengah umum ai =Pengaruh perlakuan ke-i (i = 1,2,3,4, 5,6)
~ i j =Galat percobaan perlakuan ke I pada ulangan ke j (j = 1,2,3)
Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:
Ho : pi = p ( perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati)
HI : pi# p (paling sedikit ada sepasang perlakuan dimana p, # p).
Selanjutnya hasil sidik ragam yang menunjukkan pengaruh nyata dilakukan
uji beda nyata jujur Tukey'S (BNJ) pada selang kepercayaan 95 % (Mattjik dan
Sumertajaya 2000). Data diolah dengan menggunakan SPSS 13 for windows.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kandungan Hara Limbah Cair Buatan
Karakteristik limbah cair merupakan ha1 yang sangat penting diketahui pada
tahap awal proses pengolahan limbah cair. Limbah cair yang digunakan pada
penelitian ini adalah limbah cair buatan. Fomulasi limbah cair buatan yang
digunakan pada penelitian ini mengacu pada hasil penelitian Fauzi et al. (2003)
yaitu limbah cair buatan dengan perbandingan limbah padat ikan dan volume air
15 . Limbah cair buatan digunakan dalam pembuatan pupuk organik cair ini
karena memiliki karakteristik yang lebih stabil dan inudah dikendalikan, nisbah
yang diperoleh akan lebih terpantau sehingga pembuatan pupuk organik cair di
laboratorium akan lebih seragam. Kandungan hara dalam limbah cair buatan
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil analisis kandungan hara limbah cair buatan
Dapat dilihat bahwa kandungan hara limbah limbah cair tersebut memiliki
kandungan N total, total C organik, P tersedia dan K yang dapat dipertukarkan
yang bervariasi. Dilihat dari nilai C/N maka limbah cair buatan ini memiliki
kandungan N total yang tinggi dan kandungan total C organiknya yang rendah.
Dilihat dari kandungan unsur haranya tersebut maka limbah cair ini mempunyai
potensi untuk digunakan sebagai pupuk.
Rata-rata kandungan N total dalam limbah cair buatan adalah 628,lO mg/l.
N total merupakan jumlah nitrigen totla dalam limbah baik itu organik maupun
anorganik. Dalam air limbah nitrogen akan terdapat sebagai nitrogen organik dan
nitrogen amonia. Nitrogen organik terutama terdapat sebagai protein. Protein ini
akan diuraikan oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu
nitrogen (N) (Jenie dan Rahayu 1993).
Parameter
N total (mg/l) Total C organik (mg/l) CM P tersedia (mg/l) K yang dapat dpertukarkan (mg/l) pH
Limbah cair buatan
628,lO * 35,02 2115,56*215,22 3,37 241,lO &4,16 246,OO * 30,78 6,96 * 0,02
Rata-rata kandungan total C organik limbah cair buatan adalah sebesar
2115,56 mg/l. Oksidasi senyawa-senyawa yang mengandung total C organik
menggambarkan mekanisme dimana mikroorganisme heterotrof memperoleh
energi untuk sintesis. Dalam sistem anaerobik, ~nolekul oksigen tidak dapat
menjadi aseptor elektron dan semua karbon yang direspirasi tidak akan dirubah
menjadi karbon dioksida. Dibawah kondisi anaerobik karbon organik diubah
menjadi sel-sel mikroorganisme baru, karbon dioksida, metana dan lain-lain (Jenie
dan Rahayu 1993).
Nilai C/N dari iimbah cair buatan adalah 3,37. Nilai CM yang rendah
(C/N<20) menunjukkan ketersedian senyawa karbon yang rendah. Karbon
merupakan sumber energi yang digunakan oleh mikroorganisme untuk mengikat
nitrogen. Nilai C/N yang rendah akan mengganggu proses penguraian bahan
organik yang disebabkan oleh keterbatasan senyawa karbon yang tersedia dan
pupuk organik yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang rendah . Kandungan P tersedia limbah cair buatan adalah 241,lO mg/i. Dalam air
limbah fosfat terdapat dalam tiga bentuk persenyawaan yaitu P anorganik mudah
larut, P organik terlarut dan P organik tersuspensi (Notohadiprawiro 1999).
Fosfor anorganik yang terlarut terdapat dalam bentuk ortofosfat. Kandungan
kadar K dari limbah cair buatan ini adalah 246,OO mgll.
Hasil analisis unsur hara limbah cair buatan ini memiliki nilai pH 6,96.
Hasil analisis nilai pH limbah cair buatan ini hampir sama dengan hasil analisis
nilai pH yang dilaporkan oleh Fauzi et al. (2003) yaitu 6,95. Menurut Jenie dan
Rahayu (1993) efluen dari industri pengolahan ikan mempunyai pH mendekati 7.
4.2 Penguraian Bahan Organik dan Kualitas Pupuk Organik Cair
Pembuatan pupuk cair organik dari limbah cair dapat dilakukan dengan cara
penguraian secara anaerobik fakultatif. Mikroorganisme fakuitatif dapat hidup
dalam keadan aerob dan anaerob, bila tidak ada oksigen dalam lingkungan mereka
mampu memperoleh energi dari bahan organik dengan mekanisme anaerob, tetapi
bila terdapat oksigen terlarut, maka pemecahan bahan organik menjadi lebih
sempurna (Jenie dan Rahayu 1993). Proses penguraian berjalan selnpurna apabila
nilai pH mendekati 7, terjadi penurunan temperatur dan terbentuk nitrat. Adapun
ciri-ciri penguraian bahan organik ini antara lain temperatur yang dicapai rendah,
menghasilkan gas berbau seperti amonia (NH3), asam-asam organik, pH rendah
(5-7) dan waktu pencapaian kematangan bahan organik yang lebih lama
(Sutanto 2002).
4.2.1 Perubahan pH selama proses penguraian bahan organik
Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme didalam
media penguraian bahan organik adalah pH. pH optimum untuk proses
penguraian bahan organik menurut Sutanto (2002) antara 5,O-8,O. Akhir proses
penguraian menghasilkan pupuk organik cair yang bersifat asam, netral, dan
alkalis sebagai akibat dari sifat bahan organik.
Dari hasil analisis awal pH limbah cair buatan berkisar antara 6,95- 6,98.
Perubahan nilai pH yang terjadi selama penguraian bahan organik dapat dilihat
pada Gambar 4 dan Lampiran 2.
4 1 . I . . . . . . . . . . . . I 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
waktu (hari)
Keterangan : A: Limbah cair tanpa aktivator, B: aktivator EM4 + lO%dedak + 0,1% gula, C: aktivator asam asetat
Gambar 4. Perubahan pH selama proses penguraian bahan organik.
Pada Gambar 4 dapat dilihat untuk semua perlakuan, pada awal proses
penguraian bahan organik terjadi penurunan nilai pH dan kemudian terjadi
kenaikan nilai pH pada akhir penguraian bahan organik. Pada pupuk A
mengalami penurunan nilai pH sampai pada hari ke-7 dimana nilai pH nya adalah
5,78. Selajutnya nilai pH tersebut cenderung kembali meningkat. Pada pupuk B
nilai pH juga mengalami penurunan sampai pada hari ke-7 dimana nilai pHnya
adalah 4,86 dan selanjutnya nilai pH tersebut kembali meningkat. Nilai pH pada
p~tpuk C mengalami penurunan sampai pada hari ke-3 dimana nilai pHnya adalah
4,58 dan kemudian nilai pH tersebut kembali meningkat. Nilai pH turun pada
awal proses penguraian bahan organik karena adanya aktivitas bakteri seperti
bakteri asam laktat, yang menghasilkan asam organik seperti asam laktat, asam
asetat atau asam piruvat. Asam-asam organik ini berasal dari penguraian
karbohidrat, protein dan lemak (Suriawiria 2003).
Perbedaan penurunan nilai pH tersebut disebabkan perbedaan jumlah asam
organik yang dihasilkan. Pada pupuk A penurunan nilai pH nya hanya sedikit
yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang rendah, sehingga penguraian
bahan organik berlangsung lambat dan menghasilkan asam organik yang
jumlahnya lebih rendah. Aktivitas mikroorganisme ditentukan oleh kondisi bahan
yang diuraikan, dimana pada pupuk A hanya menggunakan limbah cair tanpa
penambahan bahan apapun sehingga terjadi keterbatasan unsur C untuk aktivitas
mikroorganisme.
Pada pupuk B terjadi penurunan nilai pH yang besar. Hal ini disebabkan
karena adanya penambahan inokulan bakteri akan menyebabkan proses
penguraian bahan organik menghasilkan asam organik akan berlangsung lebih
cepat. Terbentuknya asam-asam organik tersebut diduga merupakan hasil dari
peguraian bahan organik oleh mikroorganisme yang terdapat dalam EM4
ter~itama oleh bakteri Lactobacillus sp. Selain itu penambahan dedak sebesar
10% akan meningkatkan total C organik bahan sehingga aktivitas dari
mikroorganisme tidak terganggu.
Pada pupuk C penambahan asam asetat akan menyebabkan penurunan nilai
pH yang lebih cepat dan lebih asam. Asam asetat disini berfungsi sebagai sumber
C dan juga membuat suasana asam yang akan merangsang pertumbuhan bakteri
tertentu dan juga menghambat pertumbuhan bakteri lainnya. Asam asetat dapat
dimanfaatkan sebagai sumber C melalui serangkaian reaksi (siklus asam
glioksilat). Pada suasana asam akan merangsang pertumbuhan bakteri yang tahan
terhadap asam dan bakteri pemecah asam asetat (Schlegel dan Schmidt 1994).
Setelah beberapa hari akan terjadi peningkatan nilai pH. Nilai pH yang
kembali meningkat dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dalam
pemecahan nitrogen organik menjadi amonia (Jenie dan Rahayu 1993). Selain itu
juga disebabkan oleh munculnya mikroorganisme lain dari bahan yang diuraikan
seperti bakteri metana yang mampu memecah asam asetat menjadi gas metana,
sehingga pH akan kembali meningkat. Mikroorganisme ini akan memanfaatkan
asam-asam organik yang dihasilkan sehinggga pH bahan akan kembali naik
setelah beberapa hari (Mulyadi 1994).
Nilai pH akhir dari proses penguraian bahan organik bersifat asam. Pada
pupuk A pH bahan mendekati netral dengan nilai pH 6,s. Pada pupuk B dan C
pH akhir bersifat asam yang berkisar yaitu 5,3 dan 5,6. pH bahan yang bersifat
asam diduga disebabkan oleh proses penguraian yang belum sempuma.
Berdasarkan ha1 tersebut untuk perlakuan A sudah memenuhi standar nilai pH
menurut SNI pupuk organik 19-7030-2004 (6,SO-7,49), sedangkan untuk pupuk B
dan C belum memenuhi standar pH dari SNI tersebut.
4.2.2 Kualitas pupuk organik cair
Kualitas pupuk organik dapat ditentukan dengan kandungan unsur hara
pupuk organik tersebut. Unsur hara pada akhir proses penguraian bahan organik
akan lebih stabil dan mantap dan terjadi penguraian senyawa organik menjadi
4.2.2.1 Kandungan total C organik, N total, dau nilai C/N
senyawa yang dapat diserap tanaman. Perbandingan antara pupuk organik yang
dihasilkan dengan SNI pupuk organik 19-7030-2004 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Perbandingan pupuk organik cair yang dihasilkan dengan SNI pupuk organik 19-7030-2004
Karbon organik merupakan salah satu unsur hara yang diperlukan tanaman
Parameter
N total (mgll)
Total C organik (mgll)
rasio C/N
p (mg/l)
K (mgll)
PH
dalam jumlah banyak dan berfungsi sebagai pembangun bahan organik. Nitrogen
berfungsi sebagai nutrien atau biostimulan. Nitrogen merupakan unsur penyusun
yang penting dalam sintesa protein. Hasil analisis kandungan total C organik, N
total dan nilai CiN dari pupuk organik cair yang dihasilkan dapat dilihat pada
PupukA
570,44
2102,83
3,69
151,77
157
6 3
PupukB
1064,93
9622,30
9,04
649,40
548
533
Pupuk C
554,13
2217,30
4,07
230,70
210
5,6
SNI 19-7030-
2004
>4000
9800-32000
1 1-20
>lo00
>2000
6,8O-7,49
Tabel 8. Total C organik dalam pupuk organik cair dipengaruhi oleh metode
penguraian bahan organik, kualitas bahan organik dan aktifitas mikroorganisme
yang terlibat dalam penguraian bahan organik. Gambar 5 menunjukkan hasil
analisis kandungan total C organik. [
Keterangan : A: Limbah cair tanpa aktivator, B: aktivator EM4 +lO%dedak + 0,1% gula, C: aktivator asam asetat
Gambar 5. Rata-rata kandungan total C organik
Pupuk B (aktivator EM4) menghasilkan kandungan C organik yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 9622,30 5 149,37 mg/l.
Sedangkan pupuk A menghasilkan kandungan total C organik yang lebih rendah
dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu 2102,83 % 120,85. Hal ini diduga
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan adanya penambahan bahan yang
dilakukan pada pupuk B (dedak 10 %) dan pupuk C (asam asetat 3,5 %). Oksidasi
senyawa-senyawa yang mengandung total C organik menggambarkan mekanisme
dimana organisme heterotrof memperoleh energi untuk sintesis. Dibawah kondisi
anaerobik karbon organik diubah menjadi sel-sel mikroorganisme baru, karbon
dioksida, metana dan lain-lain (Jenie dan Rahayu 1993). Dari hasil analisa
kualitas pupuk organik cair memiliki kandungan total C organik berkisar antara
2102,83 - 9622,30 mgll. Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik cair
yang dihasilkan belum memenuhi nilai total C organik menurut SNI pupuk
organik 19-7030-2004 yaitu 9,80-32,OO % (98000-320000 mg/l). Dalam ha1 ini
masih perlu optimalisasi untuk meningkatkan kandungan total C organik dari
pupuk organik cair yang dihasilkan.
Dalam air limbah nitrogen total terdapat sebagai nitrogen organik dan
nitrogen anorganik. Nitrogen merupakan unsur penyusun yang penting dalam
sintesa protein. Sebagian besar dari nitrogen total dalam air dapat terikat sebagai
nitrogen organik, yaitu dalam bahan-bahan berprotein. Bentuk utama nitrogen di
air limbah adalah meterial protein. Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam
bentuk terlarut atau sebagai bahan tersuspensi. Jenis nitrogen di air meliputi
nitrogen organik, amonia, nitrit, dan nitrat. Proporsinya tergantung degradasi
bahan organik yang berlangsung (Sugiharto 1994). Kandungan N total pupuk
organik cair dapat dilihat pada Gambar 6.
B
Perlakuan
Keterangan : A: Limbah cair tanpa aktivator, B: aktivator EM4 +lO%dedak +01% gula, C: aktivator asam asetat
Gambar 6. Rata-rata kandungan N total
Pupuk B memiliki kandungan N total terbesar, yaitu 1064,93 5 64,41 mgll,
sedangkan pupuk C memiliki kandungan N total yang lebih rendah dari pada
perlakuan yang lain yaitu sebesar 554,13 81,37 mg/l. Hal ini diduga
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan adanya penambahan bahan yang
dilakukan pada pupuk B (dedak 10 %).
Proses penguraian bahan organik yang dilakukan akan mengurangi
kandungan N total pupuk organik cair. Hal ini disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme dimana mikroorganisme selain merombak nitrogen tersebut juga
menggunakannya untuk aktivitas metabolisme hidupnya (Notohadiprawiro
1999). Kandungan N total pupuk organik cair yang dihasilkan berkisar antara
544,13-1064,93 mg/l. Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik cair yang
dihasilkan belum memenuhi kandungan N total menurut SNI pupuk organik 19-
7030-2004 yaitu > 0,40% (4000 mgll). Dalam ha1 ini masih perlu optimalisasi
untuk meningkatkan kandungan N total dari pupuk organik cair yang dihasilkan.
Nilai C M merupakan kandungan relatif bahan organik terhadap kandungan
nitrogennya. Nilai C M menunjukkan tingkat kematangan pada proses penguraian
bahan organik. Nilai C M bahan organik matang berkisar 5-20 (Haug 1980 diacu
dalam Nengseih 2002). Secara umum selama proses penguraian bahan organik
total C organik maupun N total akan mengalami penurunan akibat aktifitas
bakteri.
Nilai C M pupuk organik cair berkisar antara 3,69-9,04. Berdasarkan nilai
tersebut nilai C M pupuk organik cair yang dihasilkan belum memenuhi nilai C M
menurut SNI 19-7030-2004 yaitull-20 . Menurut Sutanto 2002 nilai C M pupuk
yang baik akan mendekati nilai C/N tanah yaitu 12. Pada nilai ini merupakan
kondisi paling baik yang akan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan unsur hara
yang terdapat pada pupuk oleh tanaman.
Nitrat nitrogen yang merupakan turunan dari nitrit adalah bentuk nitrogen
yang paling teroksidasi dalam limbah. Nitrat merupakan jenis nitrogen yang
paling dinamis dan menjadi bentuk paling dominan pada sungai, keluaran air
tanah dan deposit atmosfer ke laut (Kirchman 2000). Nitrat dapat ditangkap oleh
akar tanaman, tetapi penangkapan hanya terjadi di sekitar akar selama
pertumbuhan. Kandungan nitrat pupuk organik cair dapat dilihat pada Gambar 7.
A B C
Psrlakuan
Keterangan : A: Limbah cair tanpa aktivator, 0: aktivator EM4 +10%dedak + 0,1% gula, C: aktivator asam asetat
Gambar 7. Rata-rata kandungan nitrat ( N 0 3 . )
Hasil analisa kimia kandungan nitrat pupuk organik berkisar antara
3,03 * 4,51 mg/l. Pupuk B memiliki kandungan nitrat terbesar dibandingkan
dengan perlakuan yang lain yaitu 4,51 * 0,06 mg/l. Pada pupuk A dan C
memiliki kandungan nitrat berturut-turut sebesar 3,03 * 0,13 mg/l dan 3,31 * 0,16
mg/l. Kandungan nitrat pupuk organik cair dipengaruhi oleh proses pengnraian
yang terjadi dan juga kehilangan volatilisasi yang terjadi selama proses
penguraian bahan organik berlangsung (Sutedjo et al. 1991). Pembentukan nitrat
sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen yang terlarut. Apabila kandungan
oksigen > 2 mg/l maka proses nitrifikasi membentuk nitrat akan terjadi. Selain itu
pembentukan nitrat juga dipengaruhi oleh kandungan amoniak yang ada.
Kandungan amonia dipengaruhi keberadaan unsur lain seperti karbohidrat
(sebagai sumber C) (Sutedjo et al. 1991).
4.2.2.3 Fosfor tersedia
Fosfor dalam tanaman berfungsi untuk pembentukan bunga, buah dan biji
serta mempercepat pematangan buah. Fosfor diambil tanaman terutama dalam
bentuk H ~ P O ~ ' dan HPO;. Penanganan anaerobik fosfat akan mengalami
likuifikasi (pencairan) bahan organik dan senyawa fosfor anorganik akan
dilepaskan dari senyawa organik. Hasil dari unit anaerobik mengandung senyawa
fosfor terlarut dalam konsentrasi kecil. Hidrolisis fosfat yang terkondensasi
menjadi ortofosfat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan konsentrasi mikroba
(Jenie dan Rahayu 1993). Gambar 8 menunjukkan hasil analisis kandungan P
tersedia pupuk organik cair.
Pupuk B ( aktivator E a ) menghasilkan kandungan hara P tersedia yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 649,40 + 4,22 mg/l.
Sementara itu pupuk A ( tanpa aktivator) memiliki kandungan P tersedia yang
lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 151,77 * 6,25 mg/l.
Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam organik selama proses penguraian
pada pupuk B lebih banyak dan akan menyebabkan daya larut unsur-unsur hara
seperti Ca, P dan K menjadi lebih tinggi, sehingga lebih banyak P tersedia bagi
tanaman (Donahue 1970 diacu dalam Tim Penelitian Tanah 1995). Dari hasil
analisa kualitas pupuk organik cair memiliki kandungan unsur hara P tersedia
berkisar antara 15 1,77-649,40 mgll. Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk
organik cair yang dihasilkan belum memenuhi kandungan P menurut SNI pupuk
organik 19-7030-2004 yaitu > 0,10% (1000 mgll). Dalam ha1 ini masih perlu
optimalisasi
dihasilkan. 7
untuk meningkatkan kandungan P dari pupuk organik cair yang
A B
Perlakuan
Keterangan : A: Limbah cair tanpa aktivator, 9: aktivator EM4 +10%dedak + 0,1% gula, C: aktivator asam asetat
Gambar 8. Rata-rata kandungan P tersedia
Proses penguraian bahan organik yang dilakukan akan mengurangi
kandungan P tersedia pupuk organik cair. Hal ini disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme. Mikroorganisme selain merombak P organik menjadi P
anorganik juga menggunakan unsur P untuk aktivitas metabolisme hidupnya
(Notohadiprawiro 1999).
4.2.2.4 Kalium yang dapat dipertukarkan
Kalium dalam tanaman berperan mempengaruhi penyerapan unsur lain,
perkembangan akar dan daya tahan terhadap penyakit dan kekeringan. Kalium
berfungsi memperkuat tubuh tanaman. Pada tanaman kekurangan unsur K akan
menyebabkan daun benvarna kuniug seperti terbakar, tidak tahan kering dan
mudah diserang penyakit. Rata-rata kandungan kalium pupuk organik cair dapat
dilihat pada Gambar 9.
8
Perlakuan I I
Keterangan : A: Limbah cair tanpa aktivator, B: aktivator EM4 + lO%dedak + 0,1% gula, C: aktivator asam asetat
Gambar 9. Rata-rata kandungan kalium
Pupuk B ( aktivator EM4) menghasilkan kandungan hara kadar kalium yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 548 + 95,77 mg/l.
Sementara itu pupuk A (tanpa aktivator) memiliki kandungan kalium yang lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 157 + 14,93 mg/l. Hal ini
disebabkan oleh terbentuknya asam organik selama proses penguraian pada pupuk
B lebih banyak dan akan menyebabkan daya larut unsur-unsur hara seperti Ca, P
dan K menjadi lebih tinggi, sehingga lebih banyak K+ bagi tanaman (Donahue
1970 diacu dalam Tim Penelitian Tanah 1995). Dari hasil analisa kualitas pupuk
organik cair memiliki kandungan unsur hara kalium berkisar antara 157-548 mg/l.
Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik cair yang dihasilkan belum
memenuhi kandungan K menurut SNI pupuk organik 19-7030-2004 yaitu >
0,20% (2000 mg/l). Dalam ha1 ini masih perlu optimalisasi untuk meningkatkan
kandungan P dari pupuk organik cair yang dihasilkan.
Proses penguraian bahan organik yang dilakukan akan mengurangi
kandungan K pupuk organik cair. Hal ini diduga disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme. Mikroorganisme selain merombak kalium juga menggunakan
kalium untuk aktivitas metabolisme hidupnya (Notohadiprawiro 1999).
4.3 Aplikasi Pupuk Organik Cair Terhadap Tanaman Bayam (A. tricolor)
Pemupukan pada tanaman bayam, harus memperhatikan dosis pupuk yang
diberikan. Pemupukan dilakukan pada minggu pertama dan kedua setelah tanam.
Pemupukan dilakukan sebelum pukul 09.00 WIB atau sesudah pukul 15.00 WIB
dengan cara menyemprotkan ke daun dan menyiramkan pada media tanah.
Sementara penyiraman tanaman dilakukan setiap hari (Redaksi Trubus 1999)
Pengujian pengaruh pupuk cair organik terhadap pertumbuhan tanaman bayam
(A. tricolor) dilakukan sampai tanaman berumur 3 minggu setelah masa tanam
(3 MST). Pengamatan terhadap tinggi dan jumlah daun dilakukan setiap minggu.
4.3.1 Laju pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor)
Bagian batang merupakan struktur tak tentu pada tanaman yang terus
menerus tumbuh melalui meristem apikal pada daun. Afinitas merismatik terjadi
antara bakal daun. Mula-mula pembelahan sel terjadi diseluruh bagian
memanjang ruas muda, tetapi kemudian pembelahan sel hanya terjadi daerah ruas
tepat diatas buku (nodus). Pertambahan tinggi tanaman dipengaruhi oleh faktor
genetik dan faktor lingkungan. Tinggi tanamnan bayam selama penelitian dapat
dilihat pada Lampiran 3. Laju pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor) dapat
dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 10.
Dari hasil pengamatan, pemberian pupuk organik cair dari limbah cair
industri perikanan meningkatkan tinggi tanaman pada 1, 2, dan 3 MST. Pupuk
organik cair mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman terutama
unsur N, P dan K. Unsur N, P, dan K terutama dibutuhkan untuk suplai energi
pada pembelahan sel dan kekuatan jaringan terutama dinding primer pada jaringan
batang dan daun (Salibury dan Ross 1995). Unsur hara yang terdapat pada pupuk
organik cair ini akan diserap oleh tanaman bayam. Pada keadaan ini tanaman
bayam tumbuh dengan baik karena kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dan
proses-proses metabolismenya berjalan dengan lancar.
Dari hasil uji lanjut sidik ragam (Lampiran 4) pada I MST terlihat
bahwa pemupukan T2, T4, T5 dan T6 berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tanaman bayam dibandingkan dengan T I ( kontrol negatif). Tetapi untuk setiap
perlakuan pemupukan yang dilakukan tidak berbeda nyata satu sama lain. Hal ini
disebabkan oleh kehutuhan unsur hara tanaman bayam masih relatif sedikit karena
umur tanaman yang masih muda, sehingga unsur hara yang terdapat pada pupuk
organik cair akan diserap secara optimal dan tidak terjadi kekurangan unsur hara.
Tabel 9. Rataan laju pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor) (cmlminggu) /
Keterangan: 1. superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) hasil uji Tukey's 2. T1( kontrol negatif), T2, (pupuk limbah cair), T3 (pupuk A), T4 (pupuk B), T5
(pupuk C), T6 (kontrol positif).
Perlakuan
T1
T2
T3
T4
T5
T6
1 MST 2 MST 3 m
Minggu Setelah Tanam
Gambar 10. Rataan laju pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor)
Hasil sidik ragarn pada 2 MST terlihat bahwa pernupukan T4 dan T6
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tarlaman bayam dibandingkan dengan
T1 (kontrol negatif). Tetapi untuk setiap perlakuan pemupukan yang dilakukan
tidak berbeda nyata satu sama lain. Pada 2 MST jumlah unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman bayam akan semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan tanaman bayam. Perlakuan pemupukan T4 dan T6 mampu
memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan
optimal. Pada perlakuan pernupukan T2, T3, dan T5 tidak berpengaruh nyata
Waktu
1 MST
1,12i0,13n
1,98*0,33~
1,68&0,06~~
2,25i0,15~
1,90*0,20b
1,80&0,33~
2 MST
3,32*0,08a
4,15i0,18~~
4,02i0,08~~
4,22*0,43~
4,02,*0,10ab
4,28+0,49~
3 MST
10,02i2,34a
13,13* 1,13ab
14,47*0.05~
14,95i1,81b
13,83f 0,80ab
14,58*1,0lb
terhadap pertambahan tinggi tanaman dibandingkan dengan T1 (kontrol negatif).
Hal ini disebabkan oleh kandungan unsur hara pada masing-masing perlakuan ini
relatif lebih kecil sehingga pada 2 MST tanaman akan kekurangan unsur hara dan
pertumbuhan tanaman menjadi tidak optimal.
Hasil sidik ragam pada 3 MST terlihat bahwa pemupukan T3, T4, dan T6
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman bayam dibandingkan dengan
perlakuan T1 (kontrol negatif). Tetapi untuk setiap perlakuan pemupukan yang
dilakukan tidak berbeda nyata satu sama lain. Pemupukan yang diiakukan setelah
2 MST akan meningkatkan jumlah kandungan hara dalam tanah. Perlakuan
pemupukan T3, T4, dan T6 mampu memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman
sehingga petumbuhan tanaman akan optimal.
Dari hasil diatas menunjukkan bahwa pemupukan menggunakan pupuk
organik cair dari limbah cair industri perikanan akan meningkatkan tinggi
tanaman bayam. Perlakuan yang menghasilkan laju pertambahan tinggi terbaik
adalah pada T4 yaitu dengan pemupukan perlakuan B. Gambar pertumbuhan
tanaman bayam dapat dilihat pada Lampiran 7.
4.3.2. Sumlah daun tanaman bayam (A. tricolor)
Pembentukan daun diawali dengan adanya pembelahan sel didekat
permukaan apeks tajuk. Pembelahan periklinal yang diikuti pertumbuhan sel
menyebabkan adanya primodial daun sebagai titik inisiasi pertumbuhan daun
muda. Sedangkan pembelahan antiklinal meningkatkan luas permukaan primodial
tersebut. Pertambahan jutnlah dan lebar daun disebabkan oleh meristem yang
menghasilkan sejumlah sel baru. Hal ini dipengaruhi oleh hormon untuk
pengaturan pertumbuhan, air untuk turgiditas sel jaringan daun dan jumlah unsur
hara terutama N, P, dan K (Salibury dan Ross 1995). Jumlah daun tanaman
bayam selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 10 menunjukan
rataan jumlah daun tanaman bayam.
Dari hasil pengamatan, pemberian pupuk cair organik dari limbah cair
industri perikanan meningkatkan jumlah daun tanaman pada 1, 2, dan 3 MST.
Jumlah daun tanaman selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Kondisi lingkungan yang baik akan mendukung
pertumbuhan dan perkembangan yang baik pula.
Tabel 10. Rataan jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor)( helailbatang)
r Perlakuan I Waktu I
T1
T2
T3
Dari hasil tabel sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa pemupukan
T6
tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 1, 2, dan 3 MST. Hal ini
0 MST 2,00*0,00a
2,00+0,00a
2,00*O,0Oa
disebabkan oleh tanaman bayam merupakan tanaman yang berumur pendek
Keterangan: 1. supership huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<O,OS)hasil uji Tukey's 2. TI( kontrol negatif), T2, (pupuk limbah cair), T3 (pupuk A), T4 (pupuk B), T5
(pupuk C), T6 (kontrol positif).
2,00*0,00a
sehingga pertambahan jumlah daun setiap minggunya relatif sama. Hara yang
diberikan dalam tanah dalam keadaan kelembapan yang cukup, serta kondisi akar
1 MST 4,00*0,00a
4,17f0,28~
4,00+O,0Oa
tanaman yang baik akan segera tersedia dan diserap tanaman. Pada keadaan ini
4,00*0,00a
tanaman tumbuh dengan baik dimana kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi,
2 MST 5,50*0,5Oa
6,50f0,50a
6,33*O,2Sa
sehingga secara fisiologi proses-proses metabolisme berjalan lancar. Hasil
3 MST 7,67~0,76~
8,83+0,76'
8,83*0,76'
6,33d~0,76~
fotosintesis akan digunakan untuk membentuk tunas-tunas baru yang nantinya
8 ,67~0 ,76~
akan berkembang menjadi daun (Salibury dan Ross 1995).
Dari hasil diatas pemupukan dengan pupuk organik cair yang dihasilkan
akan meningkatkan laju pertumbuhan tinggi tanaman, walaupun untuk setiap
perlakuan pemupukan yang dilakukan tidak memberikan pengaruh yang berbeda
nyata. Sedangkan untuk jumlah daun, pemupukan yang dilakukan tidak
berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman, ha1 ini kemungkinan disebabkan oleh
pupuk ini lebih cocok digunakan untuk tanaman jenis lain seperti tanaman bunga
atau tanaman buah.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Limbah cair industri perikanan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair
organik dengan cara mengaplikasikan langsung ataupun diuraikan terlebih dahulu.
Pada proses penguraian bahan organik terjadi perubahan pH akibat aktivitas
miktoorganisme. Pada awal penguraian bahan organik akan terjadi penurunan
nilai pH dan kemudian nilai pH tersebut akan kembali meningkat.
Kandungan zat hara pada pupuk cair organik yang dihasilkan berbeda-
beda. Kandungan total C organik, N total, nilai CM, nitrat, P tersedia dan K
yang dapat dipertukarkan pupuk organik cair yang dihasilkan masing-masing
berkisar antara 2102,83-9622,30 mg/l; 628,lO-1064,93 mgll; 3,69-9,04; 3,0326-
4,5123 mgll; 151,77-649,4 mg/l dan 157-548 mgll. Berdasarkan hasil penelitian
perlakuan terbaik terdapat pada pupuk B (aktivator E M 4 Pupuk ini memiliki nilai
C/N yang mendekati CM tanah serta kandungan hara N total, P tersedia dan K
yang dapat dipertukarkan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain. Tetapi
pada perlakuan ini memiliki nilai pH yang masih rendah, sehingga diperlukan
optimalisasi untuk memperbaiki kualitas pupuk ini.
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa setiap perlakuan pemupukan
dengan pupuk cair dari limbah cair industri perikanan meningkatkan tinggi
tanaman bayam dan perlakuan yang menghasilkan laju pertambahan tinggi terbaik
adalah pada T4. Sedangkan untuk jumlah daun pemupukan yang diberikan tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor). Sehingga
diduga pupuk organik cair ini tidak cocok digunakan untuk tanaman bayam.
5.2 Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian untuk memperbaiki nilai pH dan unsur hara dari
pupuk cair yang dihasilkan sehingga nilai memenuhi SNI pupuk organik
19-7030-2004.
2. Perlu dilakukan penelitian untuk melihat kandungan hara lainnya (hara mikro)
dari pupuk cair yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah S, Soedarsono GB, Sastro Y. 2003. Teknologi Pengomposan. Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta
Anas I, Widyastuti, Muluk T. 2005. Pemanfaatan limbah pengolahan ikan sebagai bahan pupuk organik. [Laporan Akhir] Penelitian Hibah Bersaing X. Bogoi: Institut Pertanian Bogor
Anonima. 2007. Alternatif nutrisi tanaman. www.canopy.brawijaya.ac.id ILayout%204S.pdf [19 Maret 20071
~ n o n i r n ~ . 2007. Keunggulan makanan fetmentasi. www.pikiran- rakyat.com1cetak~06041241cakrawala~lainnya02htm [19 Maret 20071
AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International. The Association of Official Anali@cals, Contaminants, Drugs. Vol 1. AOAC International. Gaithersburg
BPPT dan Bapedal. 2002. Teknologi pengolahan limbah cair industri. Samarinda: BPPT dan Bapedal Samarinda
Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar kualitas unsur makro kompos. SNI 19-7030-2004
Buckman HO, Brady NC. 1979. Sijat dun Ciri Tanah. Goeswono Soepardi, penejemah. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Terjemahan dari: The Nature and Properties of Soils.
Davis ML , Cornwell DA . 1991. Introduction to Enviromental Engineering. 2nd edition. Newyork: McGraw-Hill
Fauzi AM, Romli M, Ismayana A, Ibrahim B. 2003. Optimalisasi proses sistem anoksik-aerobik untuk penyisihan nitrogen dalam limbah cair indusrti hasil perikanan. Makalah pada Hibah Bersaing X. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Hadisoeganda AWW. 1996. Bayattz : Sayuran Penyangga Petani di Indonesia. Bandung: Balai penelitian Tanaman Sayur
Heriyanto. 2006. Pengaruh rasio CODITKN pada proses denitrifikasi limbah cair industri perikanan dengan lumpur aktif. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Indriani YH . 1999. Mernbuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya.
Jenie BSL, Rahayu WP. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Yogyakarta: Kanisus
Kirchmen, DL. 2000. Microbial Ecologi of The Oceans. New York: Wiley-Lis
Laraspedi. 2004. Kajian penurunan nitrogen amonia pada proses nitrifikasi dalam pengolahan limbah cair industri perikanan.[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Mattjik AA, M Sumertajaya. 2000. Perancangun Percobaan dengan Aplikasi SAS dun Minitab. Bogor: IPB Press
Medcalf, Eddy. 1991. Wastewater Enginering Treatment, Disposal and Reuse 3 nd. Singapore: McGraw Hill. Inc
Mulyadi S. 1994. Pupuk dun carapemupukan. Jakarta: Rineka Cipta
Nengsih. 2002. Penggunaan EM4 dan GT1000-WTA dalam pembuatan pupuk organik cair dan padat dari isi rumen limbah RPH. [skripsi]. Bogor: Fakultas Petemakan. Institut Pertanian Bogor
Notohadiprawiro T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan
Prihmantoro H. 1999. Memupuk Tanaman Saytir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Redaksi Trubus. 1999. Bertanam Sayur Dalam Pot. Jakarta: Penebar Swadaya.
Salibury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbzihan. ITB Press. Bandung
Saeni MS . 1989. Kimia Lingkungan. Departernen Pendudikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi PAU. IPB
Schlegel HG, Schmidt K. 1994. Mikrobiologi Umum. Baskoro RMT, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Allgen~ene Microbiologie
Setiawati LM. 2001. Uji coba percepatan proses pengomposan komponen sampah domestik skala lingkungan. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol 7(1):17-24
Sugiharto. 1994. Dasar-Dasar Pengolahan Air Linzbah. Jakarta: UI Press
Suriawiria U. 2003. Mikrobiologi Air dun Dasar-Dasar Pengolahan Bzcangan Secara Biologis. Bandung: PT Alumni
Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Penzasyarakatan dun Pengembangannya. Yogyakarta: Kanisius
Sutarya R, Gruben G, Sutarto H. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sutedjo MM, Kartasapoetra AG, Sastroatmodjo RD. 1991. Mihbiologi Tanah. Jakarta: PT Rineka Cipta
Tim Penelitian Tanah. 1995. Studi tentang hasil proses dekomposisi anaerob dalam tanah yang digenangi pengaruh penambahan bahan organik, sifat tanah dan temperatur. Makalah Hibah Bersaing. Bogor: Institut Pertanian Bogor
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan bibit bayam yang dibutuhkan per polybag dan perhitungan kebutuhan pupuk tanaman bayam (A. tricolor)
a. Perhitungan bibit yang diperlukanlpolybag
Tanah yang digunakan per polybag = 3 kg
Kebutuhan benih per Ha = 10 kg benih (Hadisoeganda 1996)
Bobot tanah 1 Ha = 2.000.000 kg
Benih bayam perpolybag = (10 kgl2.000.000 kg) x 3 kg
= 0,000015 kg
= 0,015 gr benih perpolybag
b. Kebutuhan pupuk tanaman bayam (Amnranthus sp) (Hadisoeganda 1993):
Urea = 300 kglha
TSP = 200 kgiha
KC1 = 100 kgka
Bobot tanah yang digunakan per polybag = 3 kg
Bobot tanah 1 ha - 2.000.000 kg
Urea = kg x 300 kglha 2x10A6kg
= 0,45 glpolybag
TSP mengandung 48 % PzO5
Pada penelitian ini digunakan SP-36, maka dihitung dulu kandungan P205 pada
TSP, yaitu:
48 TSP = -x 200 kglha = 96 kgha P205
100
Kandungan P205 pada SP-36 = 36 %
Maka SP -36 yang diperlukan adalah :
100 SP-36 = 96 kgiha P205 x -= 266,67 kgiha
36
SP-36lpolybag = kg x 266,67 = 0 4 glpolybag 2x10A6kg
KC1 = kg x 100 kglha = 0,15 glpolybag 2x10A6kg
N urea = 451100 x 0,45 grl polibag
= 0,203 grl polybag
N pada pupuk organik terbesar yang dihasilkan * 1,000 grll
Volume pupuk yang diperlukan = 0.20311.000 x 1000 mil l l
= 203 ml
Lampiran 2. Data pembahan pH selama proses penguraian bahan organik
Lampiran 3. Data tinggi tanaman bayam (A hicolor) (cm)
a. Tinggi tanaman bayam (cm)
b. Laju pertambahan tinggi tanaman bayam (A tricolor) (cmlminggu)
T6
c. Nilai rata-rata laju pertumbuhan tanarnan bayam (A tricolor) (cdminggu)
2 3 1 2 3
2.25 2.1 2.1 1.9 1.7
4.65 4.15
3.9 4.1
4.05
16.85 14.75 13.5
13.25 14.75
Lampiran 4. Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman bayam (A tricolor)
ANOVA
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: mstl Tukey HSD
I I I I I 1 perlakuan (d) -1 kontrol negatif kontrol positif
perlakuan A perlakuan B perlakuan C
perlakuan A perlakuan B perlakuan C
Difference yr:r 1 Std. Error 1 Sig. -.68333' ,18156 ,025
perlakuan C limbah segar
perlakuan 8 konlml negatif kontml positif perlakuan A Derlakuan C
limbah segar
kontrol positif perlakuan A perlakuan B
.OOOOO
limbah segar limbah segar kontml negatif
kontrol positif periakuan A perlakuan B perlakuan C
,18156 1 1.000 perlakuan A kontroi negatif
kontrol positif -.0432 -.7265
'. The mean difference is significant at the .05 level.
.I0000 ,68333. .OOOOO ,11667
-.45000 -.10000
-.6098 1.1765 ,4932
,56667 -.I1687
,6098
,18156 .I6156 ,18156 ,18156 ,18156 ,18156
,18166 ,18156
,074 ,985
,993 ,025
1.000 ,985 ,205 ,993
-.5098 ,0735
-.6098 -.4932
-1.0598 -.7098
,7098 1.2932 ,6098 ,7265 ,1598 ,5098
Multiple Comparisons
Dependent Variable: mst2 Tukey HSD
I I I I
(I) periakuan (J) perlakuan kontrol negatif kontmi positif
periakuan A perlakuan B periakuan C Ernbah segar
kontrol positif kontrol negatif perlakuan A perlakuan B perlakuan C lirnbah segar
perlakuan A kontrol negatif kontrol positif perlakuan B periakuan C limbah segar
perlakuan B konlrol negatif kontrol positif perlakuan A perlakuan C lirnbah segar
perlakuan C kontrol negatif kontrol positif perlakuan A
Mean Difference
(I-J) -.98667' -.70000 -.90000' -.70000
periakuan B iirnbah segar
Std. Error ,22587 ,22587 ,22587 ,22587
- kontrol positif periakuan A perlakuan B perlakuan C
iimbah seaar kontrol ne~atif I ,83333'1 ,22587 1 ,029 1 ,0748 1 1.5920
-.20000 -.I3333
Sig. ,011 ,077 ,017 ,077
'.The mean difference is significant at the .05 level.
-.I3333 ,13333
-.06667 .I3333
,22567 ,22587
95% Confidence Interval
,22587 ,22587 ,22587 ,22587
Lower Bound -1.7254 -1.4587 -1.6587 -1.4587
,943 .990
Upper Bound -.2080 ,0587
-.I413 ,0587
,990 .990
1.000 .990
-.9587 -.8920
,5587 ,6254
-.6920 -6254 -.8254 4 2 5 4
,6254 ,8920 ,6920 ,8920
Multiple Comparisons
Dependent Variable: mst3
I perlakuan A . I 4.45000*1 1.1522" :OZ; I 4.3203 "/ -5797 perlakuan B 4.93333' 1.15225 -8.8037 -1.0630 perlakuan C -3.81667 1.15225 ,054 -7.6870 ,0537
(I) periakuan (J) perlakuan kontrol negatif kontrol positif
Mean Difference
(I-J) -4.56667'
limbah segar kontrol positif kontrol negatif
perlakuan A perlakuan B
I kontrol positif -.I1667 1.15225 1.000 -3.9870 3.7537 periakua" 1 1.1522" := I 4.3537 1 3.3870 perlakuan C 1.15225 -3.2370 4.5037
lirnbah segar 1 1.45000 1 1.15225 1 ,801
Std. Error 1.15225
-3.11667 4.56667'
,11687 -.36667
-2.4203 1 5.3203
I kontrol positif -3.5037 4.2370
perlakuan C -2.7537 4.9870
perlakuan A kontrol negatif 1 4.45000'1 1.15225 1 ,021 1 ,5797 1 8.3203
iirnbah segar 1.33333
limbah segar 1.81667 perlakuan C kontrol negatif 1 3.81667
Sig. ,018
1.15225 1.15225 1.15225 1.15225
perlakuan A -63333 perlakuan B -1.11667
perlakuan A -1.33333 perlakuan B -1.81667
T h e mean difference is significant at the .I
95% Confidence interval Lower Bound I Upper Bound
-8.4370 1 -5963
periakuan E kontrol negatif 1 4.93333'1 1.15225 1 .011 1 1.0630 1 8.8037 1 .I5225
i level
,145 ,018
1.000 ,999
348
-6.9870 ,6983
-3.7537 -4.2370
,7537 8.4370 3.9870 3.5037
-2.5370 5.2037
Homogeneous Subsets
mstl
Tukey H S ~
perlakuan A kontrol poiitif 1 1 1 1.8000 1 limbah segar 1.8000 perlakuan C 1.9000 perlakuan B 2.2500 Sig. ,074 ,074
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
perlakuan kontrol negatif I 3 1 1.1167 1
N
Tukey HSD~
perlakuan kontrol negatif perlakuan A perlakuan C limbah segar perlakuan B kontrol positif Sig.
Tukey H S ~
Subset for alpha = .05
perlakuan kontrol negatif limbah segar perlakuan C perlakuan A kontrol positif perlakuan B Sig.
1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
N 3 3 3 3 3 3
2
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
N 3 3
3 3 3 3
Subset for alpha = .05 1
3.3167 4.0167 4.0167
.077
Subset for alpha = .05
2
4.0167 4.0167 4.1500 4.2167 4.2833
,838
1 10.0167 13.1333 13.8333
,054
2
13.1333 13.8333 14.4667 14.5833 14.9500
,627
Lampiran 5. Jumlah daun tanaman bayam (Amaranthus sp)
Lampiran 6. Sidik ragam jumlah daun tanaman bayam (A tricolor)
ANOVA
I perlakuan a perlakuan b perlakuan c
Post Hoc Tests Multiple Comparisons
Dependent Variable: mstl Tukey HSD
I perlakuan a perlakuan b perlakuan c
I I Mean
Difference 95% Confidence Interval (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound 1 Upper Bound
.OOOOO ,16667 1.000 -5598 1 ,5598
I I
perlakuan c
kontrol positif perlakuan a perlakuan b
limbah segar perlakuan a kontrol negatif
kontrol positif perlakuan b perlakuan c limbah segar
perlakuan b kontrol negatif kontrol positif perlakuan a
nmbah segar limbah segar kontrol negatif
kontrol posilif perlakuan a perlakuan b
-.I6667 .00000 .OOOOO
-.I6667 -.I6667 -.I6667 ,16667 ,16667 ,16667
,16667 ,16667 .I6667 ,16667 ,16667 ,16667 ,16667 .I6667 ,16667
.909 1.000 1.000 .909 ,909 .909 ,909 ,909 .909
-.7265 -5596 -.5596 -.7265 -.7265 -.7265 -.3932 -.3932 -.3932
,3932 5598 ,5596 .3932 ,3932 ,3932 ,7265 ,7265 ,7265
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ms12 Tukey HSD
(I) perlakuan (J) perlakuan kontrol negatif kontrol positif
perlakuan a periakuan b
I periakuan a .I71 -2.2928 ,2928 perlakuan b perlakuan c -1.WOOO
perlakuan c limbah segar
lirnbah segar ] -1.16667 1 ,38490 1 -2.4595 ,1262 periakuan a kontrol negatif ,83333 ,38490 ,320 -.4595 2.1262
kontrol positif 1.00000 .38490 ,171 -.2928 2.2928
Mean Difference
(I J) ,16667
-23333 43333
I "rlakuan b 1 .WOO" ,38490 1 1 -1.2928 1.2928 perlakuan c .OOOOO .38490 -1.2928 1.2928 I
kontroi positif kontroi negatif 1 -.I6667 1 ,38490 1 .998 1 -1.4595 1 1.1262
43333 -1.00000
Std. Error ,38490 ,38490 ,30490
I kontrol positif 1.00000 ,38490 -.2928 2.2928
wriakuana I : 1 38490 1 ;% I -1.2928 1 ::;;;: 1 perlakuan c ,36490 -1.2928
,38490 ,38490
lirnbah segar 1 -.I6667 1 ,38490 1 .998 1 1.4595
Sig. ,998 .320 ,320
1.1262
,320 ,171
perlakuan b kontrol negatif 1 A3333 1 .38480 1 ,320 1 -.4595 ( 2.1262
limbah segar -.I6667
95% Confidence Interval
kontrol positif perlakuan a perlakuan b limbah segar
limbah segar kontrol negatif kontrol positif periakuan a perlakuan b perlakuan c
Lower Bound -1.1262 -2.1262 -2.1262 -2.1262 -2.2926
perlakuan c kontrol negatif 1 ,83333 1 .38490 1 ,320 1 -.4595 1 2.1262 ,38490
Upper Bound 1.4595 ,4595 .4595 ,4595 ,2928
1.00000 .OOOOO
.OOOOO -.I6667 1.00000 1.16667 ,16667 .I6667 ,16667
398
,38490 ,38490 .38490 ,38490 .38490 .36490 ,38490 .38490 ,38490
-1.4595 1.1262
,171 1.000 1.000 .996 ,171 .086 ,998 ,998 398
-.2928 1.2926 -1.2928 -1.4595
-.2928 -.I262
-1.1262 -1.1262 -1.1262
2.2928 1.2928 1.2928 1.1262 2.2928 2.4595 1.4595 1.4595 1.4595 -
Multlple Cornparlsons
Dependent Variable: mst3 Tukey HSD
I I I I I
I perlakuan b ,385 -3.1059 ,7726 perlakuan c 1.2726
(I) perlakuan (J) perlakuan kontrol negatif kontrol positif
perlakuan a
limbah segar ,16667 ,57735 1.000 perlakuan a kontrol negatif 1 1.16667 1 57735 1 ,385 1
Mean Difference
(I-J) -1.16667 -1.16667
limbah segar kontrol positif kontrol negatif
perlakuan a perlakuan b
kontrol positif .OOOOO ,57735 1 .OOO perlakuan b .OOOOO ,57735 perlakuan c 1 .50000 1 ,57735 1 1 lirnbah segar I ,16667 1 57735 1 1.000 1
oerlakuan b kontrol nepatif 1 1.16667 1 ,57735 1 ,385 1
Std. Error ,57735 ,57735
-1.oo000 1.16667
.OOOOO
.OD000
kontrol positif .OOOOO 57735 1.000 perlakuan: I .OOOOO / ,57735 1 1::;: 1 perlakuan c .50000 ,57735
Sig. ,385 ,385
,57735 ,57735 ,57735 ,57735
limbah segar perlakuan c konlrol negatif
kontrol positif perlakuan a perlakuan b
95% Confidence Interval Lower Bound 1 Upper Bound
,538 .385
1.000 1.000
limbah segar -.33333
-3.1059 -3.1059
,16667 ,66667
-.50000 -.50000 -.50000
kontrol positif perlakuan a perlakuan b peclakuan c
,7726 ,7726
-2.9393 -.7726
-1.9393 -1.9393
limbah segar kontrol negatif 1 1.00ooo 1 ,57735 1 ,538 1 -.9393 ( 2.9393 ,57735
,9393 3.1059 1.9393 1.9393
,57735 ,57735 ,57735 ,57735 ,57735
-.I6667 -.I6667 -.I6667 .33333
,991
1.000 349 ,948 348 ,948
,57735 ,57735 ,57735 57735
-2.2726
-1.7726 -1.2726 -2.4393 -2.4393 -2.4393
1.6059
1.000 1.000 1.000 ,991
2.1059 2.6059 1.4393 1.4393 1.4393
-2.1059 -2.1059 -2.1059 -1.6059
1.7726 1.7726 1.7726 2.2726
Homogeneous Subsets
Subset for alpha
= .05 erlakuan
perlakuan a perlakuan b 4.1667
perlakuan c 4.1667
limbah segar
a. Uses Harmonic Mean S a m ~ l e Size = 3.000.
Sig. I ,909
Subset for alpha
= .05 erlakuan
kontrol negatif perlakuan c limbah segar konlrol posilif 8.8333 perlakuan a perlakuan b Sig. ,385
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Tukey H S f
perlakuan kontrol positif konlrol negatif perlakuan a perlakuan b perlakuan c limbah segar Sig.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
N 3 3 3 3 3 3
Subset for alpha
= .05 1 5.3333 5.5000 6.3333 6.3333 6.3333 6.5000 ,086
Lampiran 7. Pertumbuhan tanaman bayam
Gambar: pertumbuhan tanaman bayarn
Garnbar : perbandingan tanaman bayam setiap perlakuan