pembuatan sabun cair

98
PEMANFAATAN KITOSAN DAN KARAGENAN PADA PRODUK SABUN CAIR Oleh : Hangga Damai Putra Gandasasmita C34104075 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: muhamad-zaky

Post on 29-Dec-2015

478 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

skripsi tentang pembuatan sabun cair yang ditambahkan zat aktif berupa kitosan

TRANSCRIPT

Page 1: Pembuatan Sabun Cair

PEMANFAATAN KITOSAN DAN KARAGENAN PADA PRODUK SABUN CAIR

Oleh :

Hangga Damai Putra Gandasasmita C34104075

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 2: Pembuatan Sabun Cair

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Pemanfaatan

Kitosan dan Karagenan pada Produk Sabun Cair” adalah karya saya sendiri

dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2009

Hangga Damai Putra G NRP. C34104075

Page 3: Pembuatan Sabun Cair

RINGKASAN

HANGGA DAMAI PUTRA GANDASASMITA. C34104075. Pemanfaatan Kitosan dan Karagenan pada Produk Sabun Cair. Dibimbing Oleh LINAWATI HARDJITO.

Permintaan konsumen terhadap sabun cair cenderung meningkat dari tahun ke tahun, jika dibandingkan dengan sabun batang. Semakin berkembangnya teknologi dan penggunaan sabun pada saat ini, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun pun semakin bervariasi. Oleh karena itu, produsen sabun berlomba-lomba mencari formula sabun untuk memproduksi sabun yang ekonomis, higienis, tidak membahayakan kesehatan, mudah diolah, mudah didapat dan memiliki nilai jual yang terjangkau. Penambahan bahan alami yang aman bagi kesehatan seperti kitosan dan karagenan pada sabun cair perlu dikembangkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari formulasi sabun cair dengan penambahan kitosan dan karagenan, mempelajari pengaruh dari kombinasi kitosan dan karagenan terhadap karakteristik sabun cair yang dihasilkan, mengetahui efek melembabkan dari kitosan dan karagenan, dan membandingkan produk sabun cair yang dihasilkan dengan produk yang ada di pasaran.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap pertama bertujuan untuk melihat kombinasi karagenan dan kitosan terhadap karakteristik sabun cair dan menentukan formulasi terbaik pembuatan sabun cair. Pada tahap ini, perlakuan sabun cair dilakukan terhadap karagenan dan kitosan. Masing-masing perlakuan, diuji karakteristiknya dengan pengujian fisik (bobot jenis dan kelembaban) dan kimia (pH). Formulasi yang terpilih kemudian dipergunakan pada penelitian tahap kedua. Pada penelitian tahap kedua, formulasi yang terpilih dibandingkan karakteristiknya dengan kontrol positif (sabun cair komersial merk Dove) dan kontrol negatif (formulasi sabun cair tanpa karagenan dan kitosan). Pengujian yang dilakukan meliputi uji fisik (kelembaban dan bobot jenis), uji kimia (pH dan kadar alkali bebas), uji mikrobiologi (angka lempeng total), dan uji organoleptik (mutu hedonik).

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi stok kitosan dan karagenan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jenis sabun cair, dan perbedaan konsentrasi karagenan berpengaruh nyata terhadap pH sabun cair yang dihasilkan. Sabun cair dengan penambahan konsentrasi stok kitosan 5 % dan stok karagenan 4 % menghasilkan kelembaban yang terbaik dibandingkan sabun cair yang lainnya.

Berdasarkan uji organoleptik, penambahan kitosan dan karagenan berpengaruh nyata terhadap kekentalan, post effect dan penilaian umum sabun cair yang dihasilkan. Sabun cair yang dihasilkan jika dibandingkan dengan sabun komersial tidak berbeda nyata terhadap kekentalan, banyak busa, post effect, dan penilaian umum sabun cair. Sabun cair yang dihasilkan memiliki kelembaban lebih tinggi dibandingkan sabun komersial. Kadar alkali bebas pada sabun cair yang dihasilkan sebesar 0,017% sehingga tidak menimbulkan efek iritasi pada kulit. Formulasi sabun cair yang dihasilkan telah sesuai dengan standar SNI 06-4085-1996 kecuali pada karakteristik pH.

Page 4: Pembuatan Sabun Cair

PEMANFAATAN KITOSAN DAN KARAGENAN PADA PRODUK SABUN CAIR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Hangga Damai Putra Gandasasmita C34104075

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 5: Pembuatan Sabun Cair

1. Judul Penelitian : PEMANFAATAN KITOSAN DAN KARAGENAN PADA PRODUK SABUN CAIR

2. Nama Mahasiswa : Hangga Damai Putra Gandasasmita 3. NIM : C34104075

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc. NIP. 131 664 395

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc

NIP. 131 578 799

Tanggal Lulus :

Page 6: Pembuatan Sabun Cair

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Pemanfaatan Kitosan dan Karagenan pada Produk Sabun Cair”. Salawat serta

salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para

pengikutnya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Linawati Hardjito M.Sc selaku pembimbing skripsi atas segala

arahan dan bantuan baik materil maupun non-materil selama penelitian

yang akan dilaksanakan.

2. Ir. Nurjanah, MS. dan Dra. Pipih Suptijah, MBA. atas kesediaannya

menjadi tim penguji.

3. Dosen, staf dan Laboran Departemen THP atas bantuannya selama penulis

menjalani pendidikan di IPB.

4. Mama dan Papa, Babal dan Kakak serta kedua keponakanku, Salsa dan

Adit atas doa dan kasih sayang yang diberikan.

5. Teman-teman di laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan : Alif, Enif,

Mbak Dian, Ian, Mbak Wiwit, Mbak Rahma, Febri, Luthfi, Rinto, Jamil,

Nazar dan Adrian..

6. Bu Ika selaku laboran di PAU, IPB.

7. Anne Prasastyane, yang selalu memberikan motivasi, semangat dan doa

pada penulis.

8. Teman-teman Lab Ombenk (Mas Ismail, Erlangga, Yugha, An`im, Anang,

Nuzul, Windhy, Andi, Boby, Nicolas) atas bantuan dan semangatnya.

9. Bunda Menik, Mas Pepi, Mas Aji, Pakde Trijoko, Mbak Yella, Mbak

Presty, Iman, Pak Prasabri, Bu Desi, Pak Hartanto, Teh Dita dan rekan-

rekan Barudak Blogger Bogor (BLOGOR) serta Blogger se-Indonesia atas

doa dan semangat yang diberikan.

Page 7: Pembuatan Sabun Cair

10. Keluarga besar THP 41 atas kebersamaan, keceriaan dan kekompakkannya

selama ini.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Namun

demikian semoga dapat diterima dan dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Februari 2009

Hangga Damai Putra Gandasasmita

Page 8: Pembuatan Sabun Cair

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Mei 1986

sebagai putra kedua dari pasangan Bapak Bustanuddin

Wahid dan Ibu Dwi Hatmi.

Penulis mengawali pendidikan di SDN 01 Gedong

pada tahun 1992 dan menyelesaikan pendidikan pada tahun

1998. Pada tahun yang sama, penulis diterima di SLTPN 103

Jakarta dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2001. Penulis Melanjutkan

pendidikan di SMUN 98 Jakarta dari tahun 2001 hingga 2004. Tahun 2004,

penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Program Studi

Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa

Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) sebagai pengurus Pengembangan

Sumber Daya Mahasiswa (2004-2005), Kepala Departemen Pengabdian

Mahasiswa dan Masyarakat (2005-2006), Wakil Ketua (2006) dan Ketua (2007).

Penulis juga pernah mewakili IPB pada Kemah Kebangsaan dalam rangka

Peringatan Hari Pahlawan 2007. Penulis juga pernah menjadi asisten pada mata

kuliah Bioteknologi Hasil Perairan tahun ajaran 2007/2008.

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, dengan judul “Pemanfaatan Kitosan dan Karagenan pada

Produk Sabun Cair”, dibimbing oleh Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc.

Page 9: Pembuatan Sabun Cair

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii

1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2. Tujuan ................................................................................................... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4

2.1. Kitosan.................................................................................................. 4

2.1.1. Sumber kitosan ............................................................................. 4 2.1.2. Struktur dan sifat kitosan .............................................................. 5 2.1.3. Aplikasi kitosan............................................................................ 6

2.2. Karagenan ............................................................................................. 7

2.2.1. Sumber karagenan ........................................................................ 8 2.2.2. Struktur dan sifat karagenan ......................................................... 10 2.2.3. Aplikasi karagenan ....................................................................... 13

2.3. Minyak Kelapa ...................................................................................... 13

2.4. Sabun Cair ............................................................................................ 15

2.5. Formulasi Sabun Cair ............................................................................ 17

2.5.1. Bahan pengental ........................................................................... 17 2.5.2 Stabilizer ...................................................................................... 18 2.5.3. Bahan pelembab ........................................................................... 18

2.6. Kulit Manusia ....................................................................................... 18

3. METODOLOGI .......................................................................................... 21

3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................ 21

3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 21

3.3. Penelitian Tahap Pertama ...................................................................... 21

3.4. Penelitian Tahap Kedua......................................................................... 24

3.5. Metode Pengujian ................................................................................. 24

3.5.1.Uji fisik ......................................................................................... 24 3.5.1.1. Bobot jenis, 25 oC (SNI 06-4085-1996) ............................ 24 3.5.1.2. Kelembaban produk (water holding capacity) .................. 24 3.5.2. Uji kimia ...................................................................................... 25

Page 10: Pembuatan Sabun Cair

3.5.2.1. pH (SNI 06-4085-1996).................................................... 25 3.5.2.2. Kadar alkali bebas (SNI 06-4085-1996) ............................ 25 3.5.3. Uji mikrobiologi (SNI 06-4085-1996) .......................................... 26 3.5.4. Organoleptik (Rahayu 1998) ........................................................ 26 3.5.5. Rancangan percobaan ................................................................... 27

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 29

4.1. Penelitian Tahap Pertama ...................................................................... 29

4.1.1. Formulasi sabun cair .................................................................... 29 4.1.2. Pengujian karakteristik ................................................................. 30 4.1.2.1. Uji bobot jenis, 25 oC ....................................................... 31 4.1.2.2. Uji pH .............................................................................. 32 4.1.2.3. Uji kelembaban (water holding capacity) ......................... 34

4.2. Penelitian Tahap Kedua......................................................................... 36 4.2.1. Uji organoleptik ........................................................................... 37 4.2.1.1. Kesukaan panelis terhadap penampakan sabun cair .......... 37 4.2.1.2. Kesukaan panelis terhadap kekentalan sabun cair ............. 39 4.2.1.3. Kesukaan panelis terhadap banyak busa sabun cair ........... 40 4.2.1.4. Kesukaan panelis terhadap post effect sabun cair .............. 42 4.2.1.5. Kesukaan panelis terhadap penilaian umum sabun cair ..... 44 4.2.2. Pengujian karakteristik ................................................................. 45 4.2.2.1. Uji Bobot Jenis, 25 oC ...................................................... 45 4.2.2.2. Uji pH .............................................................................. 47 4.2.2.3. Uji kelembaban ................................................................ 47 4.2.3. Uji mikrobiologi (SNI 06-4085-1996) .......................................... 49 4.3.4. Uji kadar alkali bebas ................................................................... 50

5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 52

5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 52

5.2. Saran ..................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 54

LAMPIRAN ................................................................................................... 59

Page 11: Pembuatan Sabun Cair

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Aplikasi dasar kitosan ............................................................................ 7

2. Spesifikasi mutu karagenan .................................................................... 10

3. Unit-unit monomer karagenan ................................................................ 13

4. Daya kelarutan karagenan pada berbagai media pelarut .......................... 13

5. Syarat mutu sabun cair ........................................................................... 16

6. Formula yang digunakan pada penelitian tahap pertama ......................... 23

7. Komposisi media Plate Count Agar (PCA) ............................................ 25

8. Hasil formulasi sabun cair ...................................................................... 29

9. Hasil pengujian bobot jenis (g/ml) ......................................................... 31

10. Hasil pengujian tingkat keasaman .......................................................... 33

11. Hasil pengujian kelembaban (persentase berat produk) .......................... 34

12. Hasil pengujian bobot jenis produk tahap kedua ..................................... 45

13. Hasil pengujian pH produk tahap kedua ................................................. 47

14. Hasil pengujian cemaran mikroba (angka lempeng total) produk ............ 50

Page 12: Pembuatan Sabun Cair

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Struktur kimia selulosa, kitin dan kitosan ............................................... 5

2. Konversi kitin menjadi kitosan ............................................................... 6

3. Spesies rumput laut penghasil karagenan ............................................... 9

4. Struktur kappa, iota dan lambda karagenan ............................................ 12

5. Reaksi saponifikasi ................................................................................ 15

6. Prosedur pembuatan sabun cair .............................................................. 22

7. Histogram pengujian bobot jenis produk ................................................ 31

8. Histogram pengujian pH ........................................................................ 33

9. Grafik hasil pengujian kelembaban ........................................................ 35

10. Produk sabun cair yang diuji pada penelitian tahap kedua ...................... 37

11. Histogram uji mutu hedonik terhadap penampakan ................................ 38

12. Histogram uji mutu hedonik terhadap kekentalan ................................... 39

13. Histogram uji mutu hedonik terhadap banyak busa ................................ 41

14. Histogram uji mutu hedonik terhadap post effect .................................... 42

15. Histogram uji mutu hedonik terhadap penilaian umum ........................... 44

16. Histogram pengujian bobot jenis tahap kedua ........................................ 46

17. Histogram pengujian pH produk tahap kedua ......................................... 47

18. Grafik hasil pengujian kelembaban tahap kedua ..................................... 48

Page 13: Pembuatan Sabun Cair

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. SNI 06-4085-1996 ................................................................................. 60

2. Lembar penilaian organoleptik sabun cair .............................................. 75

3. Formulasi yang dilakukan ...................................................................... 76

4. Data pengujian bobot jenis ..................................................................... 77

5. Hasil analisa statistik bobot jenis ............................................................ 77

6. Data pengujian pH ................................................................................. 78

7. Hasil analisa statistik pH ........................................................................ 78

8. Data pengujian kelembaban ................................................................... 79

9. Data pengujian organoleptik .................................................................. 85

10. Hasil analisa statistik organoleptik dengan kontrol negatif ..................... 90

11. Hasil analisa statistik organoleptik dengan kontrol positif ...................... 91

12. Data pengujian bobot jenis produk (tahap kedua) ................................... 91

13. Analisa statistik bobot jenis produk (tahap kedua) .................................. 92

14. Data pengujian pH produk (tahap kedua) ............................................... 92

15. Analisa statistik pH produk (tahap kedua) .............................................. 92

16. Data pengujian kelembaban produk (tahap kedua) ................................. 93

17. Data pengujian angka lempeng total produk ........................................... 94

18. Perhitungan kadar alkali bebas ............................................................... 94

19. Contoh perhitungan kadar alkali bebas ................................................... 95

Page 14: Pembuatan Sabun Cair

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii

1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2. Tujuan ................................................................................................... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4

2.1. Kitosan.................................................................................................. 4

2.1.1. Sumber kitosan ............................................................................. 4 2.1.2. Struktur dan sifat kitosan .............................................................. 5 2.1.3. Aplikasi kitosan............................................................................ 6

2.2. Karagenan ............................................................................................. 7

2.2.1. Sumber karagenan ........................................................................ 8 2.2.2. Struktur dan sifat karagenan ......................................................... 10 2.2.3. Aplikasi karagenan ....................................................................... 13

2.3. Minyak Kelapa ...................................................................................... 13

2.4. Sabun Cair ............................................................................................ 15

2.5. Formulasi Sabun Cair ............................................................................ 17

2.5.1. Bahan pengental ........................................................................... 17 2.5.2 Stabilizer ...................................................................................... 18 2.5.3. Bahan pelembab ........................................................................... 18

2.6. Kulit Manusia ....................................................................................... 18

3. METODOLOGI .......................................................................................... 21

3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................ 21

3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 21

3.3. Penelitian Tahap Pertama ...................................................................... 21

3.4. Penelitian Tahap Kedua......................................................................... 24

3.5. Metode Pengujian ................................................................................. 24

3.5.1.Uji fisik ......................................................................................... 24 3.5.1.1. Bobot jenis, 25 oC (SNI 06-4085-1996) ............................ 24 3.5.1.2. Kelembaban produk (water holding capacity) .................. 24 3.5.2. Uji kimia ...................................................................................... 25

Page 15: Pembuatan Sabun Cair

3.5.2.1. pH (SNI 06-4085-1996).................................................... 25 3.5.2.2. Kadar alkali bebas (SNI 06-4085-1996) ............................ 25 3.5.3. Uji mikrobiologi (SNI 06-4085-1996) .......................................... 26 3.5.4. Organoleptik (Rahayu 1998) ........................................................ 26 3.5.5. Rancangan percobaan ................................................................... 27

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 29

4.1. Penelitian Tahap Pertama ...................................................................... 29

4.1.1. Formulasi sabun cair .................................................................... 29 4.1.2. Pengujian karakteristik ................................................................. 30 4.1.2.1. Uji bobot jenis, 25 oC ....................................................... 31 4.1.2.2. Uji pH .............................................................................. 32 4.1.2.3. Uji kelembaban (water holding capacity) ......................... 34

4.2. Penelitian Tahap Kedua......................................................................... 36 4.2.1. Uji organoleptik ........................................................................... 37 4.2.1.1. Kesukaan panelis terhadap penampakan sabun cair .......... 37 4.2.1.2. Kesukaan panelis terhadap kekentalan sabun cair ............. 39 4.2.1.3. Kesukaan panelis terhadap banyak busa sabun cair ........... 40 4.2.1.4. Kesukaan panelis terhadap post effect sabun cair .............. 42 4.2.1.5. Kesukaan panelis terhadap penilaian umum sabun cair ..... 44 4.2.2. Pengujian karakteristik ................................................................. 45 4.2.2.1. Uji Bobot Jenis, 25 oC ...................................................... 45 4.2.2.2. Uji pH .............................................................................. 47 4.2.2.3. Uji kelembaban ................................................................ 47 4.2.3. Uji mikrobiologi (SNI 06-4085-1996) .......................................... 49 4.3.4. Uji kadar alkali bebas ................................................................... 50

5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 52

5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 52

5.2. Saran ..................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 54

LAMPIRAN ................................................................................................... 59

Page 16: Pembuatan Sabun Cair

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Aplikasi dasar kitosan ............................................................................ 7

2. Spesifikasi mutu karagenan .................................................................... 10

3. Unit-unit monomer karagenan ................................................................ 13

4. Daya kelarutan karagenan pada berbagai media pelarut .......................... 13

5. Syarat mutu sabun cair ........................................................................... 16

6. Formula yang digunakan pada penelitian tahap pertama ......................... 23

7. Komposisi media Plate Count Agar (PCA) ............................................ 25

8. Hasil formulasi sabun cair ...................................................................... 29

9. Hasil pengujian bobot jenis (g/ml) ......................................................... 31

10. Hasil pengujian tingkat keasaman .......................................................... 33

11. Hasil pengujian kelembaban (persentase berat produk) .......................... 34

12. Hasil pengujian bobot jenis produk tahap kedua ..................................... 45

13. Hasil pengujian pH produk tahap kedua ................................................. 47

14. Hasil pengujian cemaran mikroba (angka lempeng total) produk ............ 50

Page 17: Pembuatan Sabun Cair

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Struktur kimia selulosa, kitin dan kitosan ............................................... 5

2. Konversi kitin menjadi kitosan ............................................................... 6

3. Spesies rumput laut penghasil karagenan ............................................... 9

4. Struktur kappa, iota dan lambda karagenan ............................................ 12

5. Reaksi saponifikasi ................................................................................ 15

6. Prosedur pembuatan sabun cair .............................................................. 22

7. Histogram pengujian bobot jenis produk ................................................ 31

8. Histogram pengujian pH ........................................................................ 33

9. Grafik hasil pengujian kelembaban ........................................................ 35

10. Produk sabun cair yang diuji pada penelitian tahap kedua ...................... 37

11. Histogram uji mutu hedonik terhadap penampakan ................................ 38

12. Histogram uji mutu hedonik terhadap kekentalan ................................... 39

13. Histogram uji mutu hedonik terhadap banyak busa ................................ 41

14. Histogram uji mutu hedonik terhadap post effect .................................... 42

15. Histogram uji mutu hedonik terhadap penilaian umum ........................... 44

16. Histogram pengujian bobot jenis tahap kedua ........................................ 46

17. Histogram pengujian pH produk tahap kedua ......................................... 47

18. Grafik hasil pengujian kelembaban tahap kedua ..................................... 48

Page 18: Pembuatan Sabun Cair

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. SNI 06-4085-1996 ................................................................................. 60

2. Lembar penilaian organoleptik sabun cair .............................................. 75

3. Formulasi yang dilakukan ...................................................................... 76

4. Data pengujian bobot jenis ..................................................................... 77

5. Hasil analisa statistik bobot jenis ............................................................ 77

6. Data pengujian pH ................................................................................. 78

7. Hasil analisa statistik pH ........................................................................ 78

8. Data pengujian kelembaban ................................................................... 79

9. Data pengujian organoleptik .................................................................. 85

10. Hasil analisa statistik organoleptik dengan kontrol negatif ..................... 90

11. Hasil analisa statistik organoleptik dengan kontrol positif ...................... 91

12. Data pengujian bobot jenis produk (tahap kedua) ................................... 91

13. Analisa statistik bobot jenis produk (tahap kedua) .................................. 92

14. Data pengujian pH produk (tahap kedua) ............................................... 92

15. Analisa statistik pH produk (tahap kedua) .............................................. 92

16. Data pengujian kelembaban produk (tahap kedua) ................................. 93

17. Data pengujian angka lempeng total produk ........................................... 94

18. Perhitungan kadar alkali bebas ............................................................... 94

19. Contoh perhitungan kadar alkali bebas ................................................... 95

Page 19: Pembuatan Sabun Cair

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kulit merupakan salah satu bagian yang terpenting dari tubuh kita yang

melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun mekanik, gangguan

panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kuman,

bakteri, jamur, atau virus. Kulit juga berfungsi sebagai tempat keluarnya keringat

atau sisa metabolisme dalam tubuh, fungsi pengindera serta pengatur suhu tubuh.

Kulit merupakan bagian tubuh paling luar yang sering terkena pengaruh

dari lingkungan sekitarnya dan dipengaruhi oleh metabolisme yang terjadi dalam

tubuh manusia. Berbagai faktor baik dari luar tubuh (eksternal) maupun dari

dalam tubuh (internal) diantaranya udara kering, sinar matahari terik, angin keras,

umur lanjut, berbagai penyakit kulit maupun penyakit dalam tubuh dan lain

sebagainya akan mempengaruhi struktur dan fungsi kulit. Secara alamiah kulit

mempunyai mekanisme untuk menjaga struktur dan fungsinya hanya saja

terkadang pengaruh negatif yang ditimbulkan tidak dapat ditanggulangi

(Wasitaatmadja 1997). Hal tersebut memicu kebutuhan akan perlindungan non-

alamiah yaitu perlindungan dengan menggunakan kosmetika pelembab seperti

sabun.

Sabun adalah garam natrium atau kalium dari asam lemak yang berasal

dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun dapat berwujud padat atau cair.

Sabun cair adalah bahan yang komponen utamanya trigliserida dan sabun cair ini

mampu mengemulsikan air, kotoran/minyak. Sabun cair efektif untuk mengangkat

kotoran yang menempel pada permukaan kulit baik yang larut air maupun larut

lemak.

Permintaan konsumen terhadap sabun cair cenderung meningkat dari

tahun ke tahun, jika dibandingkan dengan sabun batang. Watkinson (2000)

melaporkan bahwa perbandingan pasar sabun padat:sabun cair pada akhir Juli

2000 adalah 60:40, sedangkan pada tahun 1994 sebesar 80:20. Tetapnya

permintaan sabun batang di internasional disebabkan karena konsumen lebih

memilih untuk menggunakan sabun cair dan shower gels daripada sabun batang.

Sabun cair memiliki beberapa keunggulan daripada sabun padat, yaitu

persepsi konsumen bahwa sabun cair lebih higienis, produk sabun cair lebih

Page 20: Pembuatan Sabun Cair

menguntungkan, praktis serta ekonomis bagi konsumen dan produksi sabun cair

lebih mudah dan menguntungkan bagi produsen (Watkinson 2000).

Dari 26 sampel kamar mandi umum yang diobservasi, sabun cair diketahui

memberikan hasil negatif terhadap kandungan bakteri, sedangkan 84 sampel

sabun batang yang diperoleh memberikan hasil yang positif (Nix 2005).

Semakin berkembangnya teknologi dan penggunaan sabun pada saat ini,

bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun pun semakin bervariasi.

Oleh karena itu, produsen sabun berlomba-lomba mencari formula sabun untuk

memproduksi sabun yang ekonomis, higienis, tidak membahayakan kesehatan,

mudah diolah, mudah didapat dan memiliki nilai jual yang terjangkau.

Penambahan bahan alami yang aman bagi kesehatan pada sabun cair perlu

dikembangkan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengaruh positif atau

fungsi tertentu terhadap sabun cair yang dihasilkan. Fungsi tersebut antara lain

memberikan kesan halus, kesan lembut, melembabkan kulit dan memiliki

aktivitas antibakteri bila digunakan. Selain itu, dengan penambahan bahan alami

tersebut diharapkan dapat memperbaiki tekstur dan penampakan serta kandungan

kimia sabun cair. Salah satu produk hasil perairan yang memiliki fungsi tersebut

yaitu kitosan dan karagenan.

Dalam bidang kosmetik, pemanfaatan kitosan telah diaplikasikan sebagai

humektan, thickening agent (pengental), stabilizer dan pelembab (Lang dan

Clausen 1989). Menurut Rinaudo (2006), kitosan memiliki efek melembabkan

dan melembutkan pada kulit. Pemanfaatan kitosan dalam industri kosmetik

merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pengolahan

limbah cangkang crustacea menjadi kitin dan kitosan. Kitosan juga berpotensi

melawan patogen yang ada dalam air khususnya bakteri Gram negatif (Chung et.

al. 2003 dalam Pendrianto 2008).

Sedangkan karagenan dalam industri kosmetika digunakan sebagai bahan

stabilizer, suspensi, dan pelarut. Dalam pembuatan sabun cair diperlukan bahan

pengental. Karagenan dapat digunakan sebagai bahan pengental. Karagenan

merupakan salah satu hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai thickener (bahan

pengental) dan stabilizer (bahan penstabil) (Winarno 1996).

Page 21: Pembuatan Sabun Cair

Penelitian mengenai penambahan karagenan dan kitosan pada formulasi

sabun cair perlu dilakukan untuk mengganti penggunaan bahan sintetik pada

sabun cair sehingga memberikan produk yang berkualitas dan aman digunakan.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mempelajari cara pembuatan sabun cair dengan penambahan kitosan dan

karagenan,

2. Mempelajari pengaruh dari kombinasi kitosan dan karagenan terhadap

karakteristik sabun cair yang dihasilkan,

3. Mengetahui efek melembabkan dari kitosan dan karagenan,

4. Membandingkan produk sabun cair yang dihasilkan dengan produk yang

ada di pasaran.

Page 22: Pembuatan Sabun Cair

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitosan

Sebagai negara maritim, Indonesia sangat berpotensi menghasilkan kitin

dan produk turunannya. Limbah cangkang rajungan di Cirebon saja berkisar 10

ton perhari yang berasal dari sekurangnya 20 industri kecil. Kitosan tersebut

masih menjadi limbah yang dibuang dan menimbulkan masalah lingkungan. Data

statistik menunjukkan negara yang memiliki industri pengolahan kerang

menghasilkan sekitar 56.200 ton limbah per tahun (Sandford 2003 dalam

Meidina et. al 2006). Pasar dunia menunjukkan bahwa harga internasional untuk

kitosan berkisar antara USD 40 per kg sampai USD 100 per kg (Anonim 2007)

Walaupun tersebar luas di alam, sumber utama kitin yang dapat digunakan

dalam pengembangan lebih lanjut adalah limbah udang berupa kepala dan kulit

dikarenakan limbah ini mudah didapat dalam jumlah besar sebagai limbah hasil

pengolahan udang. Limbah ini juga mengandung protein, CaCO3, serta

astaxanthin (Suptijah et al. 1992). Kulit golongan crustacea merupakan sumber

kitin yang paling kaya, kandungannya dapat mencapai 40–60 % berat kering

(Angka dan Suhartono 2000).

2.1.1. Sumber kitosan

Kitosan sebagai polimer alami dapat dihasilkan dari hewan berkulit keras

terutama dari laut seperti kulit udang, rajungan, kepiting, cumi-cumi dengan kadar

kitosan antara 10–15 %. Selain dari kulit hewan laut, kitosan juga dapat diperoleh

dari dinding sel jamur antara lain Aspergillus niger (Hardjito 2006).

Kitosan adalah biopolimer alami yang diperoleh dari eksoskeleton

crustacea dan Arthropoda dimana polimernya terbentuk dari unit-unit β-(1,4)-2-

acetamido-2-deoxy-D-glukosa dan β-(1,4)-2-amino-2-deoxy-D-glukosa (Nan et.

al 2006).

Kitosan merupakan biopolimer karbohidrat alami yang dibuat dari

deasetilasi kitin, komponen mayor pada cangkang crustacean seperti kepiting dan

udang (No dan Meyer 1989 dalam Kim 2004). Kitosan juga merupakan fiber

seperti halnya selulosa. Cangkang udang mengandung protein (30–40 %), kalsium

karbonat (30-50 %) dan kitin (20-30 %) pada basis kering (Johnson dan Peninston

Page 23: Pembuatan Sabun Cair

1982 dalam Kim 2004). Jumlah kandungan tersebut bervariasi tergantung dari

spesies dan musim (Green dan Kramer 1984 dalam Kim 2004).

2.1.2. Struktur dan sifat kitosan

Kitosan merupakan turunan dari kitin yang dideasetilasi dapat larut pada

larutan asam seperti asam asetat atau asam format. Isolasi secara tradisional kitin

dari limbah/kulit crustacea melewati tiga tahapan yaitu, demineralisasi,

deproteinase dan dekolorisasi. Tiga tahapan tersebut merupakan standar prosedur

pada pembuatan kitin (No 1989 dalam Kim 2004).

Karakteristik kitosan adalah non toksik, polimer biodegradable pada bobot

molekul yang tinggi dan sangat mirip dengan selulosa. Struktur kimia kitin dan

kitosan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia selulosa, kitin dan kitosan (Kim 2004)

Kitosan pada umumnya tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut

asam dengan pH di bawah 6 seperti asam asetat, asam format dan asam laktat

yang digunakan sebagai pelarut kitosan dan yang sering digunakan adalah pelarut

asam asetat 1 % (Nadarajah 2005). Kitosan dapat dikelompokkan berdasarkan BM

dan kelarutannya (Janesh dan Alonso 2003), yaitu:

Page 24: Pembuatan Sabun Cair

- Kitosan larut asam dengan BM 800.000 Dalton sampai 1.000.000 Dalton,

- Kitosan mikrokristalin (larut air dengan BM sekitar 150.000 Dalton

- Kitosan nanopartikel (larut air) dengan BM 23.000 Dalton sampai

70.000 Dalton, dapat berfungsi sebagai imunomodulator.

Pada umumnya, kitin dengan derajat deasetilasi di atas 70 % dapat

dikatakan sebagai kitosan (Li et al. 1997 dalam Nadarajah 2005). Pada proses

deasetilasi, gugus asetil dari rantai molekuler kitin dihilangkan menjadi bentuk

gugus amino. Temperatur dan konsentrasi dari larutan natrium hidroksida

berpengaruh terhadap penghilangan gugus asetil dari kitin, yang menghasilkan

kitosan yang berbeda tergantung dari aplikasi yang akan digunakan (Baxter et al.

1992 dalam Nadarajah 2005, Mima et al. 1983 dalam Nadarajah 2005). Konversi

kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Konversi kitin menjadi kitosan (Nadarajah 2005)

2.1.3. Aplikasi kitosan

Kitosan telah dimanfaatkan dalam berbagai keperluan industri seperti

industri kertas dan tekstil sebagai zat aditif, industri pembungkus makanan berupa

film khusus, industri metalurgi sebagai absorban untuk ion-ion metal, industri

Page 25: Pembuatan Sabun Cair

kulit untuk perekat, fotografi, industri cat sebagai koagulan, pensuspensi dan

flokulasi, serta industri makanan sebagai aditif (Suptijah et al 1992).

Kitosan telah digunakan secara luas pada berbagai kegunaan, mulai dari

manajemen limbah hingga pembuatan makanan, obat-obatan dan bioteknologi

(Savant et al. dalam Khan et al. 2002). Kitosan juga dapat diaplikasikan pada

industri farmasi karena memiliki sifat biodegradabilitas dan biokompabilitas dan

toksiksitas yang rendah (Khan et al. 2002). Aplikasi dasar kitosan dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Aplikasi dasar kitosan

Bidang Fungsi

Pertanian Menstimulasi pertumbuhan tanaman, melapisi benih, Frost protection

Water & waste treatment Flokulan, menghilangkan ion metal, polimer ramah lingkungan, mengurangi bau

Makanan dan minuman Dietary fiber, mengikat lemak, pengawet, pengental dan penstabil pada saus, perlindungan, antibakteri, antifungi, coating pada buah

Kosmetik Menjaga kelembaban kulit Menghilangkan jerawat Oral care (pasta gigi) Melembutkan kulit Mengurangi elektrisiti statis pada rambut

Biofarmasi Immunologikal, hemostatik, antitumoral, anticoagulant healing, bakteriostatik

Sumber : Rinaudo (2006)

2.2. Karagenan

Selama beberapa ratus tahun yang lalu, karagenan telah digunakan sebagai

bahan pengental dan penstabil pada makanan di Eropa dan Asia Timur. Di Eropa,

penggunaan karagenan dimulai sejak lebih dari 600 tahun yang lalu, yaitu di

daerah Irlandia. Di sebuah desa yang bernama Carraghen yang terletak di pantai

selatan Irlandia, flan (kue pastry) dibuat dengan memasak irish moss (spesies alga

merah, Chondrus crispus) dengan susu. Istilah carrageenan (karagenan) yang pada

mulanya digunakan untuk menamakan ekstrak dari Chondrus crispus diambil

dari nama desa tersebut (Tseng 1945 dalam Velde dan Gerhard 2004).

Page 26: Pembuatan Sabun Cair

Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium,

natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa

kopolimer. Karagenan adalah suatu bentuk polisakarida linear dengan berat

molekul di atas 100 kDa (Winarno 1996).

2.2.1. Sumber karagenan

Karagenan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau

larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah).

Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natriun,

magnesium dan kalsium sulfat, dengan galaktosa dan 3,6 anhidrogalakto

kopolimer (Winarno 1996).

Karagenan pertama kali ditemukan pada Chondrus crispus, yang

merupakan salah satu jenis alga merah yang terdapat di Atlantik Utara. Nama lain

dari alga laut ini adalah irish moss. Chondrus crispus sebenarnya mengandung

campuran dari tiga tipe karagenan (kappa, lambda dan iota), namun yang lebih

dominan adalah antara kappa dan lambda. Chondrus crispus diambil langsung

dari alam dan tidak dibudidayakan. Saat ini, Newfoundland (Canada) adalah salah

satu sumber utama penghasil Chondrus crispus, tetapi bukan merupakan sumber

utama penghasil karagenan di dunia (Anonim 2004).

Saat ini, industri pembuatan karagenan tidak hanya terbatas pada ekstraksi

dari Chondrus crispus. Sejumlah spesies alga merah kini telah digunakan sebagai

sumber karagenan. Pada mulanya, spesies-spesies rumput laut tersebut diambil

langsung secara tradisional dari alam. Seiring dengan berkembangnya teknologi,

praktek budidaya rumput laut untuk meningkatkan produksi karagenan pun

dimulai. Sekitar 200 tahun yang lalu, di Jepang dilakukan praktek budidaya

rumput laut yang pertama. Kemudian pada tahun 1950-an, dengan semakin

banyaknya informasi ilmiah mengenai rumput laut, dibuatlah pakan buatan untuk

mendukung budidaya rumput laut. Sekarang, hampir selusin taksa rumput laut

telah dibudidayakan secara komersial (Velde dan Gerhard 2004).

Gigartina adalah contoh genera lain yang dapat digunakan untuk

mengekstraksi karagenan. Gigartina diambil langsung dari alam dari beberapa

jenis, seperti Gigartina stellata yang ditemukan di daerah pantai di Perancis dan

Gigartina skottsbergii di daerah pantai Argentina dan Chili. Berbeda dari spesies

Page 27: Pembuatan Sabun Cair

rumput laut penghasil karagenan lainnya, Gigartina memiliki campuran tipe-tipe

karagenan yang tersusun dalam rantai polimer yang sama dalam bentuk polimer

hibrid. Iridaea adalah jenis lain dari rumput laut penghasil karagenan di Amerika

Selatan. Iridaea dapat ditemukan di daerah pantai Chili (Anonim 2004).

Euchema yang merupakan spesies dari Pasifik, memiliki dua jenis rumput

laut komersial, yaitu Euchema cottonii (Kappaphycus alvarezii) dan Euchema

spinosum. Tidak seperti alga laut penghasil karagenan lainnya, spesies Euchema

relatif murni dalam hal karagenannya. Hal ini memungkinkan fleksibilitas

penggunaan karagenan dalam formulasi karena kita tidak perlu lagi menghitung

rasio antara kappa dan iota, seperti yang terjadi jika kita menggunakan karagenan

dari rumput laut penghasil karagenan lainnya (Anonim 2004). Spesies rumput

laut penghasil karagenan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Spesies rumput laut penghasil karagenan (Velde dan Gerhard 2004)

Sumber karagenan untuk daerah tropis adalah dari spesies Euchema

cottonii yang menghasilkan kappa karagenan, Euchema spinosum yang

menghasilkan iota karagenan. Kedua jenis Euchema tersebut banyak terdapat di

Page 28: Pembuatan Sabun Cair

sepanjang pantai Filipina dan Indonesia. Karagenan dapat diperoleh dari hasil

pengendapan dengan alkohol, pengeringan dengan alat (drum dryer) dan

pembekuan. Jenis alkohol yang yang dapat digunakan untuk pemurnian hanya

terbatas metanol, etanol, dan isopropanol (Winarno 1996).

2.2.2. Struktur dan sifat karagenan

Karagenan merupakan polisakarida berantai lurus yang dibentuk oleh unit-

unit α(1-3)-D-galaktosa dan β(1-4)-D-galaktosa secara berselang-seling.

Karagenan dikelompokkan berdasarkan gugus 3,6 anhidro galaktosa dan jumlah

serta posisi dari gugus ester sulfatnya (Gliksman 1983 dalam Uju 2005).

Karagenan merupakan molekul besar yang terdiri dari lebih 1000 residu galaktosa

oleh karena itu variasinya juga banyak sekali (Winarno 1996).

Karagenan adalah makro molekul dengan tingkat polydispersity yang

tinggi. Distribusi massa molekul karagenan cukup beragam, tergantung dari umur

rumput laut yang dipanen, waktu pemanenan (musim panen), metode ekstraksi,

dan lama perlakuan yang menggunakan proses pemanasan. Karagenan komersial

(food grade) memiliki berat molekul rata-rata (Mw) 400-600 kDa dan minimal

100 kDa. Pada tahun 1976, U.S. Food and Drugs Administration mendefinisikan

karagenan yang termasuk dalam kategori food grade adalah karagenan yang

memiliki viskositas tidak kurang dari 5 cP pada konsentrasi 1,5 % dalam air dan

suhu 75 oC (Velde dan Gerhard 2004). Spesifikasi karagenan menurut FAO (Food

Agriculture Organization), FCC (Food Chemical Codex) di Amerika dan EEC

(European Economic Community) di Eropa.dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Spesifikasi mutu karagenan

Spesifikasi FAO FOC EEC Senyawa mudah menguap <12 <12 <12 Sulfat (%) 15 – 14 18 – 40 15 – 40 Abu (%) 15 – 14 < 35 15 – 40 Abu tak larut asam (%) - <1 <2 Logam Pb (ppm) As (ppm) Cu + Zn (ppm)

<10 <10 <10 <3 <3 <3

Kehilangan karena pengeringan <12

Sumber: Angka dan Suhartono (2000)

Page 29: Pembuatan Sabun Cair

Di pasaran, karagenan ditemukan dalam dua tipe, yaitu refined karagenan

dan semi-refined karagenan. Semi-refined karagenan dibuat dari spesies rumput

laut Euchema yang banyak terdapat di daerah Indonesia dan Filipina. Tipe

karagenan semi-refined ini diperoleh melalui proses yang lebih hemat daripada

proses yang digunakan untuk menghasilkan refined karagenan. Karagenan semi-

refined mengandung lebih banyak bahan-bahan yang tidak larut asam (8 sampai

15 %) dibandingkan dengan refined karagenan (2 %). Bahan-bahan yang tidak

larut dalam asam terutama adalah selulosa yang biasanya terdapat pada dinding

sel alga. Dalam hal kandungan logam berat, karagenan semi-refined memiliki

kandungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan refined karagenan (Imeson

2000 dalam Velde dan Gerhard 2004).

Karagenan bukan merupakan biopolimer tunggal, tetapi campuran dari

galaktan-galaktan linier yang mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-

galaktan tersebut terhubung oleh 3-β-D-galaktopiranosa (G-units) dan 4-α-D-

galaktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units), membentuk

pengulangan disakarida dari karagenan. Galaktan yang mengandung sulfat

diklasifikasikan berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah

golongan sulfat pada strukturnya. Karagenan komersial memiliki kandungan

sulfat 22–38 % (w/w). Selain galaktosa dan sulfat, residu karbohidrat lain (seperti

xylosa, glukosa dan asam uronik) dan senyawa substituent (seperti metal eter dan

golongan piruvat) juga terdapat pada karagenan (Knutsen et al. 1994 dalam Velde

dan Gerhard 2004).

Berdasarkan cara pengelompokkannya tersebut, karagenan dapat

dibedakan menjadi 3 jenis yaitu karagenan jenis kappa, iota dan lambda

(Gliksman 1983 dalam Uju 2005). Kappa karagenan tersusun atas α (1-3) D

galaktosa-4-sulfat dan β (1-4) 3,6 anhydro D galaktosa. Di samping itu karagenan

sering mengandung D-galaktosa 2-sulfat ester dan 3,6 anhydro-D-galaktosa 3-

sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat dapat menurunkan daya gelasi dari

karagenan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya

transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan terbentuknya 3,6 anhydro-D-

galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul akan meningkat dan

daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1996). Kappa karagenan adalah tipe

Page 30: Pembuatan Sabun Cair

karagenan yang paling banyak digunakan. Sifatnya yang paling penting terletak

pada kekuatan gelnya yang tinggi dan berinteraksi kuat dengan protein susu,

Sekitar 70 % dari produksi karagenan di dunia adalah kappa karagenan (Anonim

2004).

Iota karagenan, ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-

glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhidro-D-galaktosa.

Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali

seperti halnya kappa karagenan. Iota karagenan sering mengandung beberapa

gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang

dapat dihilangkan dengan pemberian alkali (Winarno 1996).

Lambda karagenan berbeda dengan kappa dan iota karagenan, karena

memiliki sebuah residu disulfat α (1-4) D galaktosa. Tidak seperti pada kappa dan

iota karagenan yang selalu memiliki gugus 4-phosphat ester (Winarno 1996).

Struktur dan unit-unit monomer kappa, iota dan lambda dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Struktur kappa, iota dan lambda karagenan (Sary 2007)

Kegunaan karagenan dinilai dari dua kunci utama. Kemampuannya untuk

membentuk gel yang kuat dengan garam tertentu atau jenis gum lain dan

kemampuannya untuk berinteraksi dengan protein tertentu. Unit-unit monomer

kappa, iota dan lambda dari karagenan dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 31: Pembuatan Sabun Cair

Tabel 3. Unit-unit monomer karagenan.

Fraksi karagenan Monomer Kappa D-galaktosa 4-sulfat

3,6-anhidro-D-galaktosa Iota D-galaktosa 4-sulfat

3,6-anhidro-D-galaktosa 2-Sulfat Lambda D-galaktosa 2-sulfat

D-galaktosa 2,6-disulfat Sumber: Towle 1973

Karagenan terutama digunakan dalam industri makanan dengan beberapa

aplikasi dalam industri toiletries (Anonim 2004). Daya kelarutan karagenan pada

berbagai media pelarut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Daya kelarutan karagenan pada berbagai media pelarut

Sumber: cPKelco ApS (2004) dan Glicksman (1983)

2.2.3. Aplikasi karagenan

Karagenan sangat penting peranannya sebagai stabilisator (pengatur

keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentukan gel, pengemulsi dan

lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan,

kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya. Perlu ditambahkan bahwa

dewasa ini sekitar 80 persen produksi karagenan digunakan dalam produk

makanan (Winarno 1996).

2.3. Minyak Kelapa

Minyak atau lemak termasuk dalam golongan lipid netral. Komponen

utama penyusun lemak atau minyak adalah trigliserida. Trigliserida terdiri dari

kombinasi dari berbagai macam asam lemak yang terikat dengan gugus gliserol

oleh ikatan ester. Asam lemak merupakan komponen dari minyak atau lemak

yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan sabun. Asam lemak ini terdiri

Page 32: Pembuatan Sabun Cair

dari dua bagian, yaitu gugus karboksil dan rantai hidrokarbon yang berikatan

dengan gugus karboksil (SDA 2001).

Berdasarkan kejenuhan, asam lemak dibagi menjadi 3, yaitu asam lemak

jenuh (saturated), asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated), dan asam

lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated). Pada asam lemak tak jenuh tunggal,

terdapat ikatan rangkap C=C. Pada asam lemak tak jenuh ganda, dua atau lebih

atom hidrogennya hilang, sehingga terdapat beberapa ikatan rangkap C=C (Yasya

2007).

Kekhasan dan khasiat minyak kelapa murni terletak pada kandungan asam

lemaknya yang sebagian besar terdiri dari asam lemak rantai sedang (medium

chain fatty acid, MCFA). MCFA adalah asam lemak yang memiliki atom karbon

8-12, contohnya asam kaprilat (C8:0), asam kaprat (C10:0) dan asam laurat

(C12:0). Ketiga jenis asam lemak jenuh ini, bersama asam miristat (C14:0) dan

asam palmitat (C16:0) membentuk sebagian besar asam lemak dalam minyak

kelapa, khususnya minyak kelapa murni. Telah diketahui bahwa minyak kelapa

memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi yaitu sekitar 92%, lebih tinggi

dibandingkan minyak lainnya. Perbedaan kandungan asam lemak jenuh dan tak

jenuh sangat berpengaruh pada sifat minyak tersebut (Yasya 2007).

Hasil penelitian pada dekade 1990 mengungkapkan fakta yang mampu

membalikkan anti minyak tropis bahwa ternyata minyak kelapa mempunyai

khasiat yang besar bagi kesehatan. Asam laurat yang merupakan asam dominan

yang terkandung pada minyak kelapa dan asam kaprat ternyata memiliki khasiat

sebagi anti virus, anti bakteri, dan anti protozoa (NTFP 2003). Asam laurat ini

membuat minyak kelapa menjadi berbeda dari semua minyak nabati lain dan

mampu menambah kesehatan bagi tubuh.

Di daerah tropis, minyak kelapa berbentuk cair pada suhu 26-35 oC, dan

membeku pada suhu lebih rendah dari itu. Titik cair minyak beku adalah sekitar

26-27 oC. Menurut standar yang dikeluarkan Asia Pacific Coconut Community

(APCC) untuk minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO), berat jenis

relatif minyak kelapa murni yang baik adalah 0,915-0,920 dengan indeks bias

pada 400C berkisar antara 1,4480-1,4492 (Yasya 2007).

Page 33: Pembuatan Sabun Cair

2.4. Sabun Cair

Catatan pertama tentang sabun berasal dari Sumeria, bangsa Semit, 4500

tahun yang lalu yang menggunakan lemak tumbuhan dan bubuk kayu sebagi

pembersih kulit dan baju (Wasitaatmadja 1997). Pembersih dibuat untuk

menghilangkan kotoran, keringat dan minyak yang dikeluarkan oleh kulit.

Kotoran tersebut dikeluarkan menggunakan surfaktan yang dapat mengangkat

kotoran dan mengikat minyak (Ananthapadamanabhan et.al 2004).

Seorang tabib Yunani bernama Galen menulis tentang bahan pembersih

yang disebut dengan sapo yang berkhasiat membersihkan dan menyembuhkan

luka. Sejak itu penggunaan sabun meluas ke seluruh pelosok dunia melalui

perdagangan dan penyebaran agama. Penggunaan sabun sehari-hari lebih

ditujukan untuk kesehatan daripada kemewahan. Sangat menarik untuk dicatat

bahwa formulasi sabun sekarang ternyata tidak jauh berbeda dari formulasi tempo

doeloe (Anonim 2008).

Sabun adalah surfaktan yang terdiri dari gabungan antara air sebagai

pencuci dan pembersih yang terdapat pada sabun batang dan dalam bentuk sabun

cair. Secara kimia, sabun adalah garam dari asam lemak. Secara tradisional, sabun

merupakan hasil reaksi dari lemak dan sodium hidroksida, potassium hidroksida

dan sodium karbonat. Reaksi kimia pada pembuatan sabun dikenal dengan

saponifikasi (Anonim 2008). Reaksi yang terjadi antara lemak dan alkali dapat

dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Reaksi saponifikasi (Arifin 2007)

Page 34: Pembuatan Sabun Cair

Prinsip utama kerja sabun ialah gaya tarik antara molekul kotoran, sabun,

dan air. Kotoran yang menempel pada tangan manusia umumnya berupa lemak.

Asam lemak jenuh yang ada pada minyak goreng umumnya terdiri dari asam

miristat, asam palmitat, asam laurat, dan asam kaprat. Asam lemak tidak jenuh

dalam minyak goreng adalah asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Asam

lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi

(rantai C lebih dari 6) (Arifin 2007).

Gaya tarik antara dua molekul polar (gaya tarik dipol-dipol) menyebabkan

larutan polar larut dalam larutan polar. Molekul polar mempunyai dipol yang

permanen sehingga menginduksi awan elektron non polar sehingga terbentuk

dipol terinduksi, maka larutan non polar dapat larut dalam non polar. Hal tersebut

dapat menjelaskan proses yang terjadi saat kita mencuci tangan. Saat pencucian

tangan, air yang merupakan senyawa polar menginduksi awan elektron sabun

sehingga dapat membantu larutnya asam lemak yang juga merupakan senyawa

non polar. Maka dari itu, bila kita mencuci tangan dengan menggunakan sabun,

lemak yang menempel pada tangan akan melarut bersama sabun dengan bantuan

air (Arifin 2007).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 06-4085-1996,

sabun cair didefinisikan sebagai sediaan pembersih kulit berbentuk cair yang

dibuat dari bahan dasar sabun atau deterjen dengan penambahan bahan lain yang

diijinkan dan digunakan tanpa menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun cair yang

memiliki kriteria yang sesuai dengan standar aman bagi kesehatan kulit. Syarat

mutu sabun cair menurut SNI 06-4085-1996 dapat dilihat pada Tabel 3 dan

Lampiran 1.

Tabel 5. Syarat mutu sabun cair

Kriteria Uji Satuan Persyaratan Keadaan - Bentuk Cairan homogen - Bau Khas - Warna Khas pH, 25 oC 6-8 Kadar Alkali Bebas % Tidak dipersyaratkan Bobot Jenis Relatif, 25oC g/ml 1,01-1,10 Cemaran Mikroba: - Angka Lempeng Total Koloni/ml maks. 1 x 105

Sumber: SNI 06-4085-1996

Page 35: Pembuatan Sabun Cair

2.5. Formulasi Sabun Cair

Secara garis besar, bahan-bahan pembuat sabun terdiri dari bahan dasar

dan bahan tambahan. Bahan dasar merupakan pelarut atau tempat dasar bahan lain

sehingga umumnya menempati volume yang lebih besar dari bahan lainnya.

Bahan tambahan merupakan bahan yang berfungsi untuk memberikan efek-efek

tertentu yang diinginkan oleh konsumen (Wasitaatmadja 1997).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memformulasikan sabun cair

antara lain karakteristik pembusaan yang baik, tidak mengiritasi mata, membran

mukosa dan kulit, mempunyai daya bersih optimal dan tidak memberikan efek

yang dapat merusak kulit serta memiliki bau yang segar dan menarik (Fahmitasari

2004).

Dalam memformulasikan sabun cair terdapat dua jenis bahan, yaitu bahan

dasar dan bahan tambahan. Bahan dasar sabun adalah bahan yang memiliki sifat

utama sabun yaitu membersihkan dan menurunkan tegangan permukaan air.

Sedangkan bahan tambahan berfungsi untuk memberikan efek-efek tertentu yang

diinginkan konsumen seperti melembutkan kulit, aseptik, harum dan sebagainya

(Suryani et al. 2002).

2.5.1. Bahan pengental

Bahan pengental digunakan dalam formulasi sabun cair untuk menentukan

tingkat kekentalan produk yang diinginkan. Bahan pengental yang umum dipakai

dalam formulasi sabun cair antara lain seperti hydroxypropylcellulose dan NaCl.

Hydroxypropylcellulose adalah eter selulosa non-ionik dan larut air yang

diperoleh dari reaksi antara selulosa dan propilen oksida. NaCl sebenarnya bukan

bahan pengental, namun dapat meningkatkan kekentalan pada sabun cair (Spiess

1998 dalam Engko 2001). Bahan pengental yang digunakan dalam penelitian ini

adalah karagenan. Karagenan merupakan koloid hidrofilik alami yang sering

digunakan untuk berbagai macam kebutuhan. Karagenan dapat membentuk gel

dalam air namun dalam konsentrasi yang rendah, gel karagenan tidak terbentuk

tetapi viskositas campuran meningkat. Selain fungsinya sebagai pengental,

karagenan juga dipercaya dapat menghaluskan dan melembutkan kulit, sehingga

baik digunakan dalam produk-produk perawatan kulit.

Page 36: Pembuatan Sabun Cair

2.5.2. Stabilizer

Menurut Wasitaatmadja (1997), bahan-bahan yang menstabilkan

campuran (stabilizer) sehingga kosmetika tersebut dapat lebih lama lestari baik

dalam warna, bau dan bentuk fisik. Bahan-bahan tersebut adalah:

1. Emulgator, yaitu bahan yang memungkinkan tercampurnya semua bahan

secara merata (homogen). Pada campuran dua cairan emulgator memiliki sifat

menurunkan tegangan permukaan kedua cairan tersebut.

2. Pengawet, yaitu bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka

waktu selam mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat:

antikuman untuk menangkal terjadinya tengik oleh aktivitas mikroba sehingga

kosmetika menjadi stabil.

2.5.3. Bahan pelembab

Bahan pelembab ditambahkan pada produk pembersih kulit untuk

menghasilkan efek melembabkan kulit. Contoh-contoh bahan pelembab yang

sering digunakan dalam produk kosmetika adalah gliserin, methyl glucose ester,

turunan lanolin, dan mineral oil. Bahan pelembab mempunyai peranan penting

dalam menjaga dan mengembalikan fungsi kulit sebagai barrier (penghalang).

Seringkali produk pembersih kulit dapat mengurangi kandungan lemak pada

stratum corneum. Hasilnya, fungsi kulit sebagai penghalang bakteri dan zat-zat

yang merugikan tubuh terganggu. Selain itu, beberapa produk pembersih kulit

juga dapat menyebabkan kulit menjadi kering. Untuk menghindari terjadinya hal

ini, diperlukan pelembab untuk meminimalisasi kehilangan lemak dari kulit (Nix

2005).

2.6. Kulit Manusia

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m2 dengan berat

kira-kira 15 % berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta

merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis

dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh

(Wasitaatmadja 1997).

Page 37: Pembuatan Sabun Cair

Kulit merupakan organ peliput karena terdiri dari jaringan yang bergabung

secara struktural dan membentuk fungsi spesifik. Dengan ketebalan sekitar

2,97±0,28 mm, kulit melindungi jaringan dan organ-organ penting dalam tubuh

dari pengaruh lingkungan luar (Tortora 1990 dalam Sary 2007).

Kulit terdiri dari dua bagian utama. Lapisan yang terluar adalah lapisan

epidermis, yaitu lapisan tipis yang tersusun dari sel-sel epitelium. Epidermis

dihubungkan ke bagian yang lebih dalam dan lebih tebal, yaitu jaringan

penghubung (connective tissue) yang disebut dermis. Di bawah dermis adalah

lapisan subkutan yang disebut hipodermis yang terdiri dari jaringan areolar dan

jaringan adiposa (Martini 1998 dalam Sary 2007).

Kulit atau sistem peliput berfungsi antara lain sebagai pengatur suhu

tubuh, pelindung, penerima rangsang, ekskresi, dan sintesis vitamin D. Dalam

mengatur suhu, jika suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh, maka

hipothalamus akan memberikan tanggapan dengan menstimulasi pengeluaran

keringat melalui kelenjar sudoriferus yang akan menurunkan suhu tubuh ke suhu

normal kembali. Perubahan aliran darah ke kulit juga merupakan salah satu

mekanisme pengaturan suhu tubuh. Dalam fungsi perlindungan dan penerima

rangsang, kulit menutupi seluruh permukaan tubuh dan merupakan penyangga

fisik yang melindungi jaringan di bawahnya dari gesekan fisik, serangan bakteri,

dehidrasi dan radiasi ultraviolet. Kulit juga banyak mengandung syaraf-syaraf dan

reseptor yang dapat mendeteksi stimulus yang berhubungan dengan suhu,

sentuhan, tekanan dan nyeri. Selain memproduksi keringat yang membantu

menurunkan suhu tubuh, kulit juga membantu mengekskresikan sejumlah kecil

air, garam-garam, dan senyawa organik tertentu. Kulit juga berperan penting

dalam sintesis vitamin D (Martini 1998, Tortora 1990 dalam Sary 2007).

Fungsi kulit menurut Wasitaatmadja (1997), yaitu:

1. Proteksi

Melindungi bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik maupun

mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti

zat-zat kimia iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat lainnya), gangguan

panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan

kuman, jamur, bakteri atau virus.

Page 38: Pembuatan Sabun Cair

2. Absorpsi

Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh ketebalan kulit, hidrasi,

kelembaban udara, metabolisme dan jenis vehikulum zat yang menempel

di kulit. Penyerapan dapat melalui celah antar sel, saluran kelenjar atau

saluran keluar rambut.

3. Ekskresi

Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau

sisa metabolisme dalam tubuh. Produk kelenjar lemak dan keringat di

permukaan kulit membentuk keasaman kulit pada pH 5–6,5.

4. Pengindra (sensori)

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.

Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah erotik.

5. Pengaturan suhu tubuh

Kulit melakukan peran ini dengan mengeluarkan keringat dan otot dinding

pembuluh darah kulit.

6. Pembentukan pigmen

Sel pembentuk pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan basal

epidermis. Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang

terbentuk menentukan warna kulit.

7. Keratinasi

Proses keratinasi sel dari sel basal sampai sel tanduk berlangsung selama

14–21 hari. Proses ini dilakukan agar kulit dapat melaksanakan tugasnya

dengan baik. Pada beberapa macam penyakit kulit proses ini terganggu,

sehingga kulit akan terlihat bersisik, tebal, kasar dan kering.

8. Produksi vitamin D

Kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7-dihidroksi

kolesterol dengan bantuan sinar matahari.

9. Ekspresi emosi

Hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas menyebabkan kulit

mampu berfungsi sebagai alat untuk menyatakan emosi yang terdapat

dalam jiwa manusia.

Page 39: Pembuatan Sabun Cair

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Agustus 2008. Penelitian

dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi

Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Lab Mikrobiologi dan

Biokimia, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut

Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain gelas piala, gelas ukur, erlenmeyer,

pemanas, magnetic stirrer, timbangan digital, termometer, pipet volumetrik, pipet

mikro, micro tube, oven, autoklaf, inkubator, mikroskop, vortex, clean bench,

cawan petri, pH meter, tissue, spatula, sudip, alumunium foil, kertas parafilm,

botol kosmetik, labu erlenmeyer dan penangas air.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan pembuatan

sabun cair dan bahan pengujian karakteristik sabun cair. Bahan pembuatan sabun

cair antara lain minyak kelapa, KOH, sukrosa, gliserin, akuades, kappa karagenan

refined EC 01 dan kitosan.

Sedangkan bahan pengujian karakteristik sabun cair terdiri dari :

1. Bahan untuk uji TPC adalah pepton, yeast extract, glukosa, agar, dan

akuades.

2. Bahan untuk pengujian kadar alkali bebas adalah alkohol netral,

phenolphthalein dan KOH.

3.3. Penelitian Tahap Pertama

Penelitian tahap pertama terdiri dari penentuan formula sabun cair dan

bertujuan untuk menentukan formula terbaik pembuatan sabun cair dan

mengetahui karakteristik sabun cair terhadap kombinasi karagenan dan kitosan.

Penentuan formula sabun cair bertujuan untuk menentukan komposisi bahan-

bahan sabun cair yang dapat menghasilkan karakteristik sabun cair yang sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan. Prosedur pembuatan sabun cair dapat dilihat

pada Gambar 6.

Page 40: Pembuatan Sabun Cair

Gambar 6. Prosedur pembuatan sabun cair

Homogenisasi dan Pemanasan (Suhu 70–80 oC, waktu 4-5 jam)

Ditambah 10 ml Akuades

Homogenisasi dan Pemanasan (Suhu 70–80 oC)

Ditambah 10 ml Larutan Sukrosa 70 %

Penambahan 5 ml Larutan Kitosan

Homogenisasi dan Pemanasan (Suhu 70–80 oC, waktu 30 menit)

Homogenisasi dan Pemanasan (Suhu 70–80 oC)

Homogenisasi dan Pemanasan (Suhu 70–80 oC, waktu 2,5 jam)

Dalam keadaan Terbuka

Pendinginan (Suhu 25–40 oC)

Ditambah 5 ml Gliserin

25 g Minyak Kelapa +

33 ml Larutan KOH 20 % Larutan Karagenan

Adonan 1

Adonan 2

Adonan 3

Adonan 4

Sabun Cair

Page 41: Pembuatan Sabun Cair

Proses pembuatan sabun cair diawali dengan penimbangan bahan-bahan

yang diperlukan dalam pembuatan sabun cair. Minyak kelapa dan larutan KOH

dicampur dan dipanaskan dalam gelas piala menggunakan magnetic stirrer pada

suhu 70-80 oC dan dibiarkan hingga larutan berubah menjadi padatan. Setelah itu

dilakukan pencairan kembali dengan penambahan akuades. Setelah terbentuk

cairan, ditambahkan gliserin untuk mendapatkan adonan 1. Sementara itu, larutan

karagenan ditambah dengan sukrosa yang sudah dilarutkan dalam akuades dan

dipanaskan hingga homogen untuk mendapatkan adonan 2. Adonan 2 yang sudah

homogen ditambah larutan kitosan dan kembali dipanaskan hingga homogen

untuk mendapatkan adonan 3. Adonan 1 selanjutkan ditambahkan kedalam

adonan 3 dan dipanaskan selama 2,5 jam dalam keadaan terbuka untuk

mendapatkan adonan 4 yang agak kental. Adonan selanjutnya didinginkan sampai

25-40 oC untuk menjadi sabun cair.

Kemudian dilakukan penelitian untuk mengetahui kombinasi kitosan dan

karagenan. Perlakuan formulasi sabun cair dilakukan terhadap karagenan dan

kitosan. Faktor pertama (kitosan) dibuat dalam tiga taraf konsentrasi stok (1, 3 dan

5 %). Sedangkan faktor kedua (karagenan) dibuat dalam empat taraf konsentrasi

stok (1, 2, 3 dan 4 %) sehingga didapatkan dua belas perlakuan. Masing-masing

perlakuan, diuji karakteristiknya dengan pengujian fisik (bobot jenis dan

kelembaban) dan kimia (pH). Formula yang terpilih dipergunakan pada penelitian

selanjutnya yaitu penelitian tahap kedua. Formula yang dilakukan pada penelitian

tahap pertama dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Formula yang digunakan pada penelitian tahap pertama

Bahan Perlakuan

K11 K12 K13 K14 K21 K22 K23 K24 K31 K32 K33 K34 Minyak kelapa 25 g 25 g 25 g 25 g 25 g 25 g 25 g 25 g 25 g 25 g 25 g 25 g KOH 20 % 33 ml 33 ml 33 ml 33 ml 33 ml 33 ml 33 ml 33 ml 33 ml 33 ml 33 ml 33 ml Gliserin 5 ml 5 ml 5 ml 5 ml 5 ml 5 ml 5 ml 5 ml 5 ml 5 ml 5 ml 5 ml Sukrosa 70 % 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml Karagenan (5ml) 1 % 2 % 3 % 4 % 1 % 2 % 3 % 4 % 1 % 2 % 3 % 4 % Kitosan (5 ml) 5 % 5 % 5 % 5 % 3 % 3 % 3 % 3 % 1 % 1 % 1 % 1 % Akuades 17 ml 17 ml 17 ml 17 ml 17 ml 17 ml 17 ml 17 ml 17 ml 17 ml 17 ml 17 ml

Page 42: Pembuatan Sabun Cair

3.4. Penelitian Tahap Kedua

Pada penelitian tahap kedua, formulasi yang terpilih dari penelitian tahap

pertama dibandingkan karakteristiknya dengan kontrol positif (sabun cair

komersial merk Dove) dan kontrol negatif (formulasi sabun cair tanpa karagenan

dan kitosan). Pengujian yang dilakukan meliputi uji fisik (kelembaban dan bobot

jenis), uji kimia (pH dan kadar alkali bebas), uji mikrobiologi (angka lempeng

total), dan uji organoleptik (mutu hedonik).

3.5. Metode Pengujian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa macam pengujian yaitu uji fisik,

kimia, mikrobiologi dan organoleptik. Prosedur kerja dari masing-masing

pengujian adalah sebagai berikut:

3.5.1. Uji fisik

Uji fisik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bobot jenis dan

kelembaban produk. Uraian mengenai prosedur pengujian dari ketiga karakteristik

fisik sabun cair tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

3.5.1.1. Bobot jenis, 25 oC (SNI 06-4085-1996)

Micro tube yang sudah bersih dan kering ditimbang (a). Selanjutnya

sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam micro tube dengan menggunakan

pipet mikro. Micro tube ditutup dan dimasukkan ke dalam pendingin sampai

suhunya menjadi 25 oC. Kemudian micro tube didiamkan pada suhu ruang selama

15 menit dan ditimbang (b).

Perhitungan:

Bobot jenis sampel (g/ml) = b – a

Keterangan: a = Bobot micro tube kosong

b = Bobot micro tube + sampel

3.5.1.2. Kelembaban produk (water holding capacity)

Pengujian ini ditentukan dengan metode yang dilaporkan oleh Warta

Konsumen (1995) dalam Simanjuntak (2000). Sampel dioleskan secara merata di

atas wadah kedap air yang sudah diketahui berat awalnya, kemudian wadah

ditimbang untuk mengetahui berat awal sampel (jam ke-0 atau T0). Setelah

Page 43: Pembuatan Sabun Cair

penimbangan (T0) dilakukan lagi penimbangan dengan perbedaan waktu 1 jam

(T1), 2 jam (T2) sampai 5 jam (T5). Kelembaban produk dilihat dari kadar sabun

cair pada akhir pengamatan dengan nilai tertinggi. Dimana sabun cair yang

memiliki berat lebih tinggi berarti memiliki penguapan yang lebih rendah,

merupakan kelembaban produk tinggi.

3.5.2. Uji kimia

Pada penelitian ini dilakukan pengujian karakterisitik kimia sabun cair,

yang meliputi uji pH dan kadar alkali bebas. Berikut ini merupakan uraian

prosedur pengujian dari kedua parameter tersebut.

3.5.2.1. pH (SNI 06-4085-1996)

Sebelum dilakukan pengukuran, pH meter dikalibrasi dengan

menggunakan buffer pH. Setelah itu, elektroda dibersihkan dengan air suling dan

dikeringkan. Kemudian elektroda dimasukkan ke dalam sampel sabun cair yang

akan diperiksa, pada suhu 25oC. Selanjutnya pH meter dibiarkan selama beberapa

menit sampai nilai pada monitor pH meter stabil. Setelah stabil, nilai yang

ditunjukkan dicatat sebagai pH sampel.

3.5.2.2. Kadar alkali bebas (SNI 06-4085-1996)

Tahapan dalam penentuan kadar alkali bebas dari sabun cair, yaitu:

1) Sebanyak 5 gram sabun cair ditimbang, dimasukkan ke dalam erlenmeyer

tutup asah 250 ml.

2) Ditambahkan 100 ml alkohol 96 % netral dan beberapa tetes larutan

indikator phenolptalein.

3) Dipanaskan di atas penangas air memakai pendingin tegak selama

30 menit hingga mendidih.

4) Bila larutan berwarna merah, kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.1 N

dalam alkohol sampai warna merah tepat hilang.

Kadar alkali bebas = %10004,0

WNV

Keterangan:

V = ml HCl N = normalitas HCl

W = Berat sampel Setiap 1 ml HCl 1 N setara dengan 0,04 gram KOH

Page 44: Pembuatan Sabun Cair

3.5.3. Uji mikrobiologi (SNI 06-4085-1996)

Uji dilakukan berdasarkan SNI 06-4085-1996. Cara aseptis ditimbang 1

gram sampel dari tiap perlakuan dilarutkan dan dihomogenisasi dengan

menggunakan vortex dalam 9 ml garam fisiologis steril 0,85 %. Pengenceran

dilakukan hingga 10-3. Larutan tersebut diambil 1 ml dengan menggunakan pipet

dan dituangkan ke dalam cawan petri steril. Sebanyak 15 ml media Plate Count

Agar (PCA) dituangkan ke dalam cawan petri berisi 1 ml larutan sampel hasil

pengenceran dan diaduk dengan cara memutar cawan petri ke depan dan ke

belakang sampai homogen. Kemudian media dibiarkan sampai membeku.

Inkubasi dilakukan selama 24 - 48 jam pada suhu 35 oC. Jumlah koloni pada

setiap cawan dihitung. Total cemaran mikroba didapat dengan mengalikan jumlah

rata-rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang sesuai. Komposisi

media PCA tercantum pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi media Plate Count Agar (PCA) Komposisi Jumlah

Peptone (gram) 5,0

Yeast extract (gram) 2,5

Glucosa (gram) 1,0

Agar (gram) 15,0

Akuades (liter) 1,0

Sumber : SNI 06-4085-1996

3.5.4. Organoleptik (Rahayu 1998)

Pengujian organoleptik terhadap sabun cair yang dihasilkan dilakukan

melalui uji mutu hedonik. Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih

sebanyak 30 orang. Panelis diminta penilaiannya terhadap penampakan,

kekentalan, banyaknya busa, efek setelah pemakaian (post effect) dan penilaian

umum produk sabun cair yang dihasilkan.

Untuk parameter penampakan dan kekentalan dilakukan secara visual.

Untuk parameter banyaknya busa dan post effect dilakukan setelah sekali

penggunaan. Untuk banyak busa, dilakukan dengan cara menggosokkan sabun

cair pada tangan yang basah. Untuk post effect, dilakukan terhadap respon setelah

Page 45: Pembuatan Sabun Cair

pemakaian apakah kulit terasa kering atau lembab setelah satu kali pemakaian.

Makin lembab sabun cair, semakin tinggi skor penilaian parameternya. Sedangkan

untuk parameter penilaian umum, penilaian dilakukan terhadap sifat keseluruhan

(umum) produk sabun cair.

Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam hal ini,

panelis diminta penilaianya tentang tingkat kesukaan atau sebaliknya terhadap

produk sabun cair yang dihasilkan. Pengujian dilakukan dengan 7 skala kesukaan,

yaitu: 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (biasa), 5 (agak

suka), 6 (suka), 7 (sangat suka). Lembar penilaian organoleptik sabun cair dapat

dilihat pada Lampiran 2.

3.5.5. Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua ulangan. Menurut Steel dan Torrie

(1995), rancangan percobaan tersebut memiliki model matematika sebagai

berikut.

Yij = µ + σi + εij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan ke-j dari pengaruh perlakuan ke-i

µ = Rataan umum

σi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat

i = Jumlah perlakuan

j = Ulangan

Pada penelitian tahap pertama rancangan yang digunakan adalah

Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF), dengan asumsi terdapat dua faktor

yang berinteraksi mempengaruhi hasil pengujian, yaitu karagenan dan kitosan.

Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut.

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan ke-k dari pengaruh faktor karagenan ke-i dan kitosan

ke-j

µ = Rataan umum

Page 46: Pembuatan Sabun Cair

αi = Pengaruh faktor karagenan ke-i

βj = Pengaruh faktor kitosan ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor karagenan ke-i dan faktor kitosan ke-j

εijk = Pengaruh galat

i = Jumlah faktor konsentrasi stock kitosan (1, 3 dan 5 %)

j = Jumlah faktor konsentrasi stock karagenan (1, 2, 3 dan 4%)

k = Ulangan

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode analisa sidik

ragam. Apabila diantara perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda maka

dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan (Steel dan Torrie 1995).

Pengujian organoleptik dianalisa dengan metode Anova dengan uji lanjut

Tukey. Seluruh proses analisa data dilakukan dengan menggunakan software

Microsoft Office Excel dan SPSS versi 15.0.

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

Ho : Perbedaaan perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap

karakteristik produk.

H1 : Perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap

karakteristik produk.

Page 47: Pembuatan Sabun Cair

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Tahap Pertama

4.1.1. Formulasi sabun cair

Formulasi sabun cair dilakukan dengan mencoba beberapa macam formula

untuk menghasilkan produk yang terbaik. Data formulasi yang dilakukan pada

penelitian tahap ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan formula yang

menghasilkan produk terbaik dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil formulasi sabun cair

No Nama Bahan Konsentrasi Jumlah Keterangan 1 Minyak kelapa - 25 gr Bahan dasar sabun 2 KOH 20 % 33 ml Bahan dasar sabun 3 Gliserin - 5 ml Kelembaban cukup

baik 4 Sukrosa 70% 10 ml Pelarut kitosan dan

karagenan 5 Stok kitosan 0,5 %

1 %, 3 %, 5 % 6 %

5 ml 5 ml 5 ml

pH terlalu basa pH sabun cair 9-10 Tidak homogen

6 Stok karagenan 0,5 % 5 %

1 %, 2 %, 3 %, 4 %

5 ml 5 ml 5 ml

Sabun terlalu cair Sabun terlalu kental Kekentalan cukup Baik

7 Akuades - 17 ml Ditambahkan hingga menjadi 100 ml

Salah satu faktor yang terpenting dari keberhasilan pembuatan produk

sabun cair adalah penggabungan bahan-bahan pembentuk sehingga akan

menghasilkan cairan yang cukup kental homogen, pH yang tidak terlalu basa (di

bawah 10), tidak mengalami perubahan akibat faktor udara dan suhu serta tidak

menyebabkan terjadinya iritasi pada kulit.

Pada penelitian ini, minyak kelapa dan KOH digunakan sebagai bahan

dasar pembuat sabun cair. Formulasi untuk minyak kelapa dan KOH dibuat

berdasarkan perhitungan untuk membuat kadar minyak yang tersisa pada sabun

cair berkisar antara 0 hingga 5 %. Dengan adanya kadar minyak yang tersisa,

diharapkan menjadikan produk sabun cair tersebut tidak memiliki kadar alkali

(kalium) yang tersisa pada produk akhir.

Page 48: Pembuatan Sabun Cair

Pada formula sabun cair dicobakan beberapa konsentrasi larutan stok

kitosan dan larutan stok karagenan. Penggunaan gliserin pada pembuatan sabun

cair adalah sebagai humektan. Dengan konsentrasi 5 % dari formulasi, efek

melembabkan dari gliserin sudah cukup baik (Yudhana 2006). Penambahan

sukrosa bertujuan untuk melarutkan kitosan dan karagenan ke dalam sabun cair

agar menjadi homogen.

Penentuan tingkat konsentrasi larutan stok kitosan yang akan digunakan

didasarkan oleh pH dan homogenitas dari sabun cair. Jika larutan stok kitosan

yang digunakan kurang dari 0,5 % maka produk sabun cair terlalu basa.

Sedangkan pada larutan stok kitosan 5 %, tingkat kebasaan sabun cair menurun.

Hal ini dikarenakan pelarut yang digunakan untuk melarutkan kitosan adalah

asam asetat sehingga menyebabkan produk sabun cair bersifat tidak terlalu basa.

Menurut Wasitaatmadja (1997), sabun cair dengan pH basa dapat digunakan

untuk menghancurkan lemak pada kulit sehingga kotoran yang melekat pada

lemak dapat larut air. Namun pH yang terlalu tinggi dan waktu kontak yang lama

dengan kulit akan menyebabkan kulit teriritasi.

Jika larutan stok karagenan yang digunakan 0,5 % akan menghasilkan

produk yang terlalu cair. Dan untuk penggunaan stok karagenan lebih dari 5 %

akan menghasilkan sabun cair yang terlalu kental. Karagenan telah lama dikenal

sebagai bahan hidrokoloid alami yang dapat membentuk gel. Namun jika

digunakan dalam konsentrasi yang kecil, gel karagenan tidak akan terbentuk dan

sebagai gantinya viskositas produk akan meningkat (Skensved 2004).

Berdasarkan penelitian tahap ini maka didapatkan formula sabun cair

dengan komposisi minyak kelapa sebanyak 25 gram, KOH 20 % sebanyak 33 ml,

sukrosa 70 % sebanyak 10 ml, konsentrasi stok kitosan 1, 3 dan 5 % sebanyak

5 ml, konsentrasi stok karagenan 1, 2, 3 dan 4 % sebanyak 5 ml dan akuades

sebanyak 17 ml.

4.1.2. Pengujian karakteristik

Pengujian karakteristik adalah kelanjutan dari penelitian formulasi.

Karakteristik sabun cair yang diamati adalah sifat fisik (bobot jenis dan

kelembaban) dan sifat kimia (pH). Analisis karakteristik sabun cair yang

dihasilkan berdasarkan Dewan Standarisasi Nasional (SNI: 06-4085-1996).

Page 49: Pembuatan Sabun Cair

4.1.2.1. Uji bobot jenis, 25 oC

Bobot jenis relatif adalah perbandingan densitas sabun cair dengan

densitas air pada volume dan suhu yang sama (Standarisasi Nasional Indonesia

1996). Hasil pengujian bobot jenis produk sabun cair dapat dilihat pada Tabel 9.

dan Gambar 7.

Tabel 9. Hasil pengujian bobot jenis (g/ml)

Konsentrasi Kitosan Konsentrasi Karagenan

1 % 2 % 3 % 4 % 1% 1,128 1,085 1,070 1,088 3% 1,103 1,118 1,103 1,098 5% 1,093 1,070 1,118 1,093

Gambar 7. Histogram pengujian bobot jenis

Gambar 7. memperlihatkan bahwa bobot jenis sabun cair sangat bervariasi

dan tidak ada kecenderungan meningkat ataupun menurun akibat perbedaan

konsentrasi stok larutan kitosan dan karagenan. Dapat dilihat pula bahwa bobot

jenis tertinggi yaitu pada sabun cair dengan konsentrasi stok larutan kitosan 1 %

dan stok larutan karagenan 1 % sebesar 1,12 g/ml dan bobot jenis terendah pada

sabun cair dengan konsentrasi stok larutan kitosan 1 % dan stok larutan karagenan

sebesar 3 %. Melalui pengujian statistik dikatakan bahwa pada tingkat

kepercayaan 95 %, perbedaan konsentrasi stok larutan kitosan dan stok larutan

Page 50: Pembuatan Sabun Cair

karagenan serta kombinasi antara keduanya, tidak berpengaruh nyata terhadap

karakteristik bobot jenis sabun cair (Sig. > 0,05). Jika suatu bahan dilarutkan

dalam air dan membentuk larutan maka densitasnya akan mengalami perubahan.

Perubahan nilai bobot jenis diduga dipengaruhi jenis dan konsentrasi bahan dalam

larutan. Kebanyakan bahan-bahan seperti gula dan garam menyebabkan

peningkatan densitas, tetapi kadang-kadang densitas dapat turun jika terdapat

lemak dan etanol (Gaman dan Sherrington 1990). Data dan hasil analisa statistik

pengukuran bobot jenis produk dapat dilihat pada Lampiran 4. dan Lampiran 5.

Hasil pengukuran bobot jenis sabun cair yang dihasilkan memiliki kisaran

antara 1,070–1,128 g/ml. Jika hasil tersebut dibandingkan dengan standar yang

telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 06-4085-1996), yaitu

bobot jenis sabun cair 1,010-1,100 g/ml, maka terlihat bahwa tidak semua produk

sabun cair yang dihasilkan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sabun cair

yang memiliki bobot jenis sesuai dengan SNI 06-4085-1996 yaitu sabun cair

dengan penambahan konsentrasi stok karagenan 4 % dan konsentrasi stok kitosan

1, 3 dan 5 %, sabun cair dengan penambahan konsentrasi stok karagenan 3 % dan

konsentrasi stok kitosan 1 %, sabun cair dengan penambahan konsentrasi stok

karagenan 2 % dan konsentrasi stok kitosan 1 dan 5 %, dan sabun cair dengan

penambahan konsentrasi stok karagenan 1 % dan konsentrasi kitosan 5 %.

4.1.2.2. Uji pH

Derajat keasaman (pH) merupakan parameter penting pada produk

kosmetika, karena pH dapat mempengaruhi daya absorpsi kulit. Secara umum,

produk sabun cair memiliki pH yang cenderung basa. Hal ini dikarenakan oleh

bahan dasar penyusun sabun cair tersebut yaitu KOH yang digunakan untuk

menghasilkan reaksi saponifikasi dengan lemak atau minyak, atau detergen

sintetis yang memiliki nilai pH di atas pH netral (Anonim 2005). Biasanya untuk

mendapatkan produk sabun cair yang pHnya mendekati netral ditambahkan

dengan bahan-bahan kimia yang bersifat asam seperti asam sitrat, asam miristat

dan asam borat. Hasil pengukuran pH terhadap sabun cair pada berbagai

perlakuan konsentrasi stok kitosan dan karagenan dapat dilihat pada Tabel 10 dan

Gambar 8.

Page 51: Pembuatan Sabun Cair

Tabel 10. Hasil pengujian tingkat keasaman

pH Konsentrasi Karagenan Konsentrasi Kitosan 1 % 2 % 3 % 4 %

1% 9,32 9,35 9,41 9,42 3% 9,13 9,23 9,28 9,38 5% 9,16 9,19 9,20 9,21

Gambar 8. Histogram pengujian pH

Hasil pengujian terhadap pH sabun cair yang telah dibuat menunjukkan

bahwa produk sabun cair memiliki pH basa hal ini karena bahan dasar penyusun

sabun cair yang dihasilkan adalah KOH yang bersifat basa kuat. Untuk

mendapatkan sabun cair yang pHnya mendekati netral diperlukan penambahan

bahan sintetis. Pada penelitian ini tidak dilakukan karena dikhawatirkan

penambahan bahan kimia sintetis dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

Tingkat keasaman sabun cair yang dihasilkan berkisar antara 9,13-9,42.

Parameter utama penyebab iritasi kulit pada sabun adalah alkali bebas. Kadar

alkali bebas yang tinggi (di atas 0,22 %) dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan

biasanya kadar alkali bebas yang tinggi ditandai pula dengan pH sabun yang

terlalu basa (pH diatas 11) (Akmal 2004). Hasil analisis statistik menujukkan

bahwa pada tingkat kepercayaan 95 %, perbedaan stok konsentrasi kitosan dan

kombinasi antara kitosan dan karagenan tidak memberikan pengaruh yang

Page 52: Pembuatan Sabun Cair

berbeda nyata terhadap pH sabun cair (Sig. > 0,05). Sedangkan perbedaan

konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap produk

sabun cair (Sig. < 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi

konsentrasi larutan stok karagenan yang digunakan, maka pH sabun cair yang

dihasilkan akan cenderung meningkat atau semakin basa. Hal ini mungkin

dikarenakan spesifikasi karagenan yang digunakan memiliki kisaran pH antara

8-9. Melalui uji lanjut Tukey, diketahui bahwa konsentrasi larutan stok karagenan

1 dan 2 % dengan 3 % dan dengan 4 %, memberikan pengaruh yang berbeda

nyata terhadap pH sabun cair yang dihasilkan. Data dan hasil analisa statistik

dapat dilihat pada Lampiran 6. dan Lampiran 7.

4.1.2.3. Uji kelembaban (water holding capacity)

Pengujian kelembaban produk dilakukan untuk mengetahui kestabilan

produk terhadap kehilangan air karena penguapan (water holding capacity).

Dalam pengujian ini, kelembaban produk dinyatakan sebagai kemampuan produk

dalam mempertahankan beratnya terhadap pengaruh panas matahari. Kehilangan

berat yang kecil menandakan bahwa produk memiliki tingkat kestabilan dan

kelembaban yang tinggi. Hasil pengujian kelembaban disajikan pada Tabel 11 dan

grafik pada Gambar 8. Data penurunan kelembaban tiap jam dapat dilihat pada

Lampiran 8.

Tabel 11. Hasil pengujian kelembaban (persentase berat produk)

Perlakuan Waktu

T0 T1 T2 T3 T4 T5 K11 100,00 90,84 85,64 81,18 80,19 78,46 K12 100,00 93,25 90,75 89,25 88,50 88,00 K13 100,00 95,26 91,77 90,03 88,54 87,29 K14 100,00 96,04 92,09 90,85 90,36 89,86 K21 100,00 90,50 86,00 83,00 81,25 79,25 K22 100,00 93,02 89,03 87,29 84,79 83,05 K23 100,00 91,34 87,62 82,43 79,46 75,25 K24 100,00 92,52 88,53 85,04 79,80 78,81 K31 100,00 90,65 87,19 85,22 82,50 80,28 K32 100,00 90,94 87,77 80,47 77,44 75,00 K33 100,00 91,18 83,82 79,66 75,74 74,02 K34 100,00 92,06 86,95 83,62 80,40 78,16

Page 53: Pembuatan Sabun Cair

Gambar 9. Grafik hasil pengujian kelembaban

Ket: - Angka pertama setelah huruf menunjukkan konsentrasi stok kitosan (1 = 5 %, 2 = 3 %, dan 3 = 1 %)

- Angka kedua setelah huruf menunjukkan konsentrasi stok karagenan (1 = 1 %, 2 = 2 %, 3 =

3 %, dan 4 = 4 %)

Gambar 8. Memperlihatkan bahwa K14 atau sabun cair dengan

penambahan stok larutan kitosan 5 % dan karagenan 4 % memiliki kelembaban

yang paling baik. Kelembaban atau water holding capacity pada K14 hingga jam

ke-4 dapat mempertahankan berat yang tersisa hingga 90 %. Berat yang tersisa

mulai konstan pada saat jam ke-4 (T4). Hal ini menunjukkan bahwa pada sampel

K14 merupakan sabun dengan kelembaban tertinggi. Sedangkan K33 atau sabun

cair dengan penambahan stok larutan kitosan 1 % dan karagenan 3 % memiliki

kelembaban yang paling rendah dibanding perlakuan lainnya.

Tabel 10. memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan yang

digunakan akan semakin tinggi kelembaban sabun cair yang dihasilkan. Dan

sebaliknya semakin sedikit konsentrasi larutan stok kitosan yang digunakan maka

semakin rendah kelembaban yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena sifat

kitosan yang mampu mengikat air pada sabun cair. Menurut Knorr (1982), salah

satu sifat kitosan yang penting adalah kemampuan mengikat air karena dalam

kitosan terdapat gugus hidrofobik dan hidrofilik. No et al (1996) menyatakan

bahwa kitosan memiliki kemampuan untuk mengikat air dan lemak. Perbedaan

Page 54: Pembuatan Sabun Cair

fisika dan kimia kitosan yang digunakan akan mempengaruhi kemampuan kitosan

dalam mengikat air dan lemak.

Dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi karagenan yang

digunakan, semakin tinggi kelembaban sabun cair dan sebaliknya. Hal ini

mungkin disebabkan oleh sifat karagenan yang mampu mengikat air.

Kemampuan karagenan untuk mengikat air secara efektif dan membentuk gel

yang lemah yang sangat stabil terhadap degradasi enzimatis, membuat karagenan

unik sebagai pengental dalam pasta gigi (Skensved 2004). Dengan adanya

penambahan kitosan dan karagenan pada produk sabun cair didapatkan produk

yang tidak mudah menguap akibat sinar matahari.

4.2. Penelitian Tahap Kedua

Penelitian tahap kedua dilakukan untuk membandingkan formula yang

terpilih pada penelitian tahap pertama dengan kontrol positif sabun cair dan

kontrol negatif (tanpa kitosan dan tanpa karagenan, dengan karagenan dan tanpa

kitosan, dengan kitosan dan tanpa karagenan). Dari penelitian tahap pertama dapat

diketahui bahwa produk sabun cair yang terbaik adalah sabun cair dengan

penambahan konsentrasi larutan stok kitosan 5 % dan karagenan 4 %. Formula ini

memiliki tingkat kelembaban tertinggi diantara semua perlakuan yang ada. Untuk

parameter bobot jenis, produk ini telah memenuhi Standar Nasional Indonesia

(SNI 06-4085-1996), walaupun pH produk ini di atas standar yang telah

ditetapkan.

Formulasi sabun cair dengan konsentrasi larutan stok kitosan 5 % dan

karagenan 4 % merupakan perlakuan terbaik. Oleh karena itu, formula tersebut

dipakai pada penelitian tahap selanjutnya untuk dibandingkan dengan kontrol

positif (sabun cair komersial merek Dove) dan kontrol negatif (formulasi tanpa

kitosan dan tanpa karagenan, kitosan dan tanpa karagenan, karagenan dan tanpa

kitosan). Pada tahap ini dilakukan pengujian organoleptik dan pengujian fisik dan

kimia serta pengujian mikrobiologi. Untuk pengujian fisik terdiri dari pengujian

bobot jenis dan kelembaban dari sabun cair terpilih dengan kontrol positif dan

dengan kontrol negatif. Pengujian kimia meliputi pengujian pH dan alkali bebas

pada sabun terpilih. Pengujian mikrobiologi dilakukan pada sabun cair terpilih

Page 55: Pembuatan Sabun Cair

dan sabun cair tanpa penambahan kitosan. Produk sabun cair yang diujikan pada

tahap ini dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Sabun cair yang diuji pada penelitian tahap kedua

4.2.1. Uji organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan. Uji organoleptik

bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap sabun cair yang

dihasilkan. Uji organoleptik dilakukan dengan cara menilai mutu produk sabun

cair berdasarkan kepekaan indera manusia. Uji kesukaan merupakan salah satu

jenis uji penerimaan. Pada uji penerimaan, panelis diminta untuk mengemukakan

tanggapan pribadinya tentang produk sabun cair yang dihasilkan. Uji organoleptik

dapat dikatakan uji yang subjektif, hasil yang didapat merupakan hasil pemikiran

pribadi karena setiap orang belum tentu memiliki pemikiran pribadi yang sama

(Rahayu 1998). Penilaian yang diminta antara lain: penampakan, kekentalan,

banyak busa, post effect, dan penilaian umum terhadap produk sabun cair. Panelis

yang digunakan sebanyak 30 orang, dengan skala yang digunakan adalah 7 skala

numerik. Data hasil pengujian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 8. dan

hasil analisa statistik organoleptik dengan kontrol positif dan kontrol negatif dapat

dilihat pada Lampiran 10. dan 11.

4.2.1.1. Kesukaan panelis terhadap penampakan sabun cair

Penampakan suatu produk merupakan salah satu faktor yang dapat

menentukan image suatu produk di mata konsumen. Umumnya konsumen

cenderung memilih produk yang memiliki penampakan yang baik. Penampakan

sabun cair akan mempengaruhi penilaian konsumen terhadap produk. Hasil rata-

rata pengujian organoleptik penampakan sabun cair dapat dilihat pada Gambar 11.

Page 56: Pembuatan Sabun Cair

Gambar 11. Histogram uji mutu hedonik terhadap penampakan

Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa perbandingan penampakan

sampel terpilih dengan ketiga kontrol negatif tidak terlalu siginifikan hal ini

terlihat dari pengujian statistik bahwa pada tingkat kepercayaan 95 %,

penambahan kitosan dan karagenan tidak mempengaruhi penilaian panelis

terhadap sabun cair yang dihasilkan (Sig. > 0,05). Yang mempengaruhi

penampakan suatu produk adalah tingkat kehomogenan produk tersebut. Hal ini

berarti tingkat kehomogenan masing-masing sabun cair tidak berbeda nyata satu

sama lain.

Jika sampel terpilih dibandingkan dengan kontrol positif, dapat dilihat

bahwa penampakan sabun cair dari kontrol postitif lebih disukai oleh panelis. Dan

melalui uji statistik dapat diketahui bahwa penampakan sabun cair sampel terpilih

berbeda nyata dengan kontrol positif (Sig. < 0,05). Penampakan sabun cair kontrol

positif lebih disukai daripada sampel terpilih (K14). Hal ini karena pada sabun

cair kontrol positif terdapat butiran-butiran scrub berwarna biru yang dapat

membuat panelis menyukai penampakan sabun cair tersebut. Terdapat beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi kehomogenan produk. Pertama adalah proses

pengadukan yang dilakukan pada saat pembuatan sabun cair haruslah sempurna

agar produk yang dihasilkan menjadi homogen dan juga suhu pada saat

pengadukan harus berkisar diantara 60-80 oC. Kedua, efektifitas pengemulsi yang

digunakan dalam formulasi juga dapat mempengaruhi tingkat kehomogenan

produk (Hidayat 2006). Menurut Standar Nasional Indonesia (1996), bentuk

Page 57: Pembuatan Sabun Cair

sabun cair haruslah cair dan homogen. Produk sabun cair yang dihasilkan

memiliki bentuk yang cair dan homogen.

4.2.1.2. Kesukaan panelis terhadap kekentalan sabun cair

Kekentalan menjadi salah satu penilaian yang cukup penting pada berbagai

produk sabun cair seperti sabun cair. Pada umumnya, sabun cair di pasaran dalam

bentuk cairan kental, namun ada pula yang lebih encer. Tingkat kesukaan

konsumen terhadap produk sabun cair bervariasi satu sama lain. Ada konsumen

yang menyukai sabun cair yang kental dan adapula konsumen yang menyukai

sabun cair yang memiliki kekentalan sedang atau bahkan encer. Kisaran nilai

organoleptik terhadap kekentalan yang diberikan panelis berkisar antara 2 (tidak

suka) sampai 7 (sangat suka). Semakin tinggi nilai yang diberikan, semakin tinggi

kekentalan sabun cair. Hasil penilaian organoleptik terhadap kekentalan sabun

cair yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Histogram uji mutu hedonik terhadap kekentalan

Hasil pengujian mutu hedonik terhadap kekentalan sabun cair, diperoleh

bahwa semakin banyak karagenan dan kitosan yang digunakan maka produk

sabun cair yang dihasilkan akan semakin kental. Hal ini dikarenakan karagenan

dan kitosan berfungsi sebagai pengental (Skensved 2004).

Perbandingan antara sampel terpilih dengan ketiga kontrol negatif dapat

diketahui bahwa penambahan kitosan dan penambahan karagenan berpengaruh

nyata terhadap produk sabun cair yang dihasilkan pada tingkat kepercayaan 95 %

Page 58: Pembuatan Sabun Cair

(Sig. < 0,05). Dan melalui uji Tukey diketahui bahwa kekentalan sampel sabun

cair K00 berbeda nyata terhadap kekentalan ketiga sampel sabun cair lainnya

(K04, K10 dan K14). Sehingga dapat diketahui bahwa dengan adanya

penambahan kitosan dan karagenan akan meningkatkan tingkat kesukaan panelis

terhadap sabun cair, hal ini dapat dilihat dari Gambar 12. Dengan tidak adanya

penambahan kitosan dan karagenan menghasilkan produk sabun cair yang tingkat

kekentalannya rendah (encer) sehingga kurang disukai oleh panelis. Kekentalan

sampel terpilih jika dibandingkan ketiga kontrol negatif tersebut merupakan

kekentalan yang paling disukai oleh panelis, hal ini dapat dilihat dari rata-rata

penilaian organoleptik pada kekentalan produk.

Kekentalan sampel terpilih (K14) jika dibandingkan dengan kontrol positif

masih berada dibawahnya. Namun jika diuji secara statistik dapat diketahui bahwa

kekentalan pada sabun cair sampel terpilih tidak berbeda nyata dengan sabun cair

kontrol positif (Sig. > 0,05). Kesukaan panelis terhadap sabun cair dapat berbeda-

beda, umumnya panelis menyukai sabun cair yang tingkat kekentalannya tidak

terlalu rendah (cair) dan tidak terlalu tinggi (kental) dan memiliki nilai viskositas

di atas standar umum kekentalan produk sabun cair yaitu 400-4000 cPs (Williams

dan Schmitt 2002).

4.2.1.3. Kesukaan panelis terhadap banyak busa sabun cair

Busa merupakan salah satu parameter yang penting yang digunakan untuk

menilai tingkat kesukaan konsumen terhadap produk sabun cair. Meskipun busa

bukan merupakan parameter yang dapat menunjukkan daya membersihkan suatu

produk sabun, akan tetapi kebanyakan konsumen lebih suka sabun yang memiliki

busa yang banyak daripada sabun yang memiliki busa yang sedikit. Penilaian

panelis terhadap jumlah busa sabun dilakukan dengan menggosok-gosokkan

sabun cair pada tangan yang kemudian dibasahi. Kisaran nilai organoleptik

banyak busa yang diberikan oleh panelis berkisar antara 2 (tidak suka) hingga 7

(sangat suka). Rata-rata penilaian organoleptik sabun cair yang dihasilkan berkisar

antara 5,03–5,33. Rata-rata penilaian banyaknya busa sabun cair dapat dilihat

pada Gambar 13.

Page 59: Pembuatan Sabun Cair

Gambar 13. Histogram uji mutu hedonik terhadap banyak busa

Berdasarkan Gambar 13. dapat diketahui bahwa rata-rata penilaian

terendah yang diberikan panelis terhadap sabun cair yaitu pada kontrol negatif

tanpa penambahan kitosan dan tanpa penambahan karagenan. Sampel yang

terpilih memiliki nilai rata-rata tertinggi yang diberikan oleh panelis. Jika sampel

terpilih dengan ketiga kontrol negatif dibandingkan melalui uji statistik dapat

diketahui bahwa dengan adanya penambahan baik itu kitosan dan karagenan tidak

berpengaruh nyata terhadap banyak busa sabun cair yang dihasilkan (Sig. > 0,05).

Karakteristik busa sabun dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: adanya bahan

aktif sabun atau surfaktan, penstabil busa dan bahan-bahan penyusun sabun cair

lainnya (Amin 2006). Faktor eksternal yang mempengaruhi banyak busa adalah

jumlah air yang digunakan untuk pembentukan busa dan udara yang terperangkap

(Shaw 1991).

Jika diuji secara statistik, banyak busa pada sabun cair sampel terpilih

tidak berbeda nyata ketimbang sabun cair kontrol positif (Sig. > 0,05). Dan dapat

diketahui bahwa penilaian panelis terhadap banyak busa sampel lebih disukai

dibandingkan dengan sabun kontrol positif. Hal ini mungkin dikarenakan adanya

penambahan kitosan pada pembuatan sabun cair. Menurut Brzeski (1987) dalam

Amin (2006), kitosan memiliki sifat sebagai penstabil pada produk kosmetika,

salah satunya adalah sebagai penstabil busa. Kitosan yang memiliki sifat

reaktivitas kimia yang tinggi menyebabkan kitosan mampu mengikat air dan

Page 60: Pembuatan Sabun Cair

minyak. Hal ini didukung oleh adanya gugus polar dan non polar yang

dikandungnya. Karena kemampuan tersebut, kitosan dapat digunakan sebagai

penstabil busa.

4.2.1.4. Kesukaan panelis terhadap post effect sabun cair

Penilaian panelis terhadap efek setelah sekali pemakaian (post effect)

dilakukan dengan cara menilai efek yang dirasakan panelis pada kulit setelah

pembilasan dengan air dan bilasan tersebut menjadi kering. Nilai yang tinggi

menandakan bahwa setelah pemakaian, kulit panelis terasa lembab tanpa adanya

iritasi atau rasa kering pada kulit. Sedangkan nilai yang rendah menandakan

bahwa produk sabun cair yang diuji menimbulkan rasa kering atau lengket setelah

pemakaian dengan air. Hasil penilain post effect disajikan pada Gambar 14.

Salah satu nilai tambah yang ingin diperoleh dengan adanya penambahan

kitosan dan karagenan pada sabun cair adalah kesan halus atau lembut dan lembab

pada kulit setelah pemakaian sabun cair. Post effect merupakan parameter yang

penting bagi produk kosmetika. Semakin baik post effect yang dihasilkan oleh

suatu produk kosmetik setelah pemakaian, maka akan semakin baik pula penilaian

konsumen terhadap produk kosmetika tersebut. Penilaian organoleptik yang

diberikan oleh panelis berkisar antara 1 (sangat tidak suka) sampai 7 (sangat

suka). Rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap produk sabun cair yang

dihasilkan berkisar antara 3,93–5,50.

Gambar14. Histogram uji mutu hedonik terhadap post effect

Page 61: Pembuatan Sabun Cair

Gambar 14. menunjukkan bahwa kontrol negatif tanpa penambahan

kitosan dan tanpa penambahan karagenan menghasilkan post effect produk sabun

cair yang kurang disukai oleh panelis. Berdasarkan pengujian statistika yang

dilakukan dapat diketahui bahwa dengan penambahan kitosan dan karagenan

berpengaruh nyata terhadap post effect sabun cair yang dihasilkan (Sig. < 0,05).

Melalui uji Tukey diketahui bahwa sabun cair kode K00 dan K04 berbeda nyata

dengan sabun cair kode K10 dan K14. Dapat diketahui bahwa sampel terpilih

(K14) merupakan sabun cair yang paling disukai panelis dari segi post effect yang

dihasilkan. Hal ini mungkin dikarenakan oleh tingkat kelembaban masing-masing

sampel.

Salah satu manfaat kitosan pada pembuatan sabun cair adalah sebagai

humektan. Penambahan humektan pada produk sabun cair akan mempengaruhi

kelembaban pada kulit setelah pemakaian. Humektan merupakan suatu bahan

higroskopik yang mempunyai kemampuan untuk menyerap uap air dari

lingkungan. Larutan aqueous humektan dapat mengurangi kecepatan hilangnya

kelembaban dari udara di sekelilingnya (De Polo 2000).

Penggunaan kitosan dan karagenan sebagai humektan, dapat memperbaiki

karakteristik kelembaban kulit. Hal ini karena karagenan dan kitosan dapat

membentuk lapisan film pada kulit, yang dapat mencegah kulit kehilangan air,

sehingga kelembaban kulit dapat dipertahankan. Kemampuan pelembaban dari

kitosan dihubungkan dengan sifat pengemulsi yang dituntut pada formulasi yang

sesuai untuk modifikasi kitosan dengan asilasi asam lemak anhidrat atau klorida

(Domard dan Domard 1999).

Jika post effect sampel terpilih dibandingkan dengan post effect kontrol

positif tidak terlihat perbedaan yang begitu jauh diantara keduanya. Dan jika diuji

secara statistik, maka sabun cair sampel terpilih tidak berbeda nyata dengan sabun

cair kontrol positif (Sig. > 0,05). Hal ini sesuai dengan yang diinginkan yaitu

membuat sabun cair yang memiliki tingkat kelembaban yang tinggi karena sabun

cair kontrol positif atau komersil yang digunakan adalah sabun cair yang dkenal

memiliki tingkat kelembaban yang tinggi. Sabun kontrol positif yang digunakan

adalah sabun komersial Dove. Sabun tersebut diyakini masyarakat memiliki

tingkat kelembaban yang tinggi dan baik untuk kesehatan kulit manusia.

Page 62: Pembuatan Sabun Cair

4.2.1.5. Kesukaan panelis terhadap penilaian umum sabun cair

Pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap penilaian umum produk

sabun cair, panelis diminta memberikan penilaian akhir terhadap masing-masing

sampel yang diuji. Nilai yang tertinggi menandakan bahwa panelis menyukai

formulasi sabun cair sehingga menghasilkan produk sabun cair yang dihasilkan.

Hasil tingkat kesukaan panelis terhadap penilaian umum produk sabun cair dapat

dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Histogram uji mutu hedonik terhadap penilaian umum

Dari Gambar 15. diketahui bahwa dengan adanya penambahan kitosan dan

karagenan akan meningkatkan penilaian panelis terhadap sabun cair. Kisaran rata-

rata penilaian panelis terhadap penilaian umum sabun cair yang dihasilkan yaitu

4,03–5,60. Dengan rata-rata terendah pada sabun cair tanpa penambahan kitosan

dan tanpa penambahan karagenan, sedangkan rata-rata tertinggi didapat oleh

produk sabun cair kontrol positif.

Jika sampel terpilih dibandingkan dengan ketiga kontrol negatif melalui

pengujian statistika, dapat diketahui bahwa penambahan kitosan dan penambahan

karagenan akan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap produk sabun

cair yang dihasilkan (Sig. < 0,05). Melalui uji Tukey dapat diketahui bahwa

penilaian umum sabun cair kode K00 dan K04 berbeda nyata terhadap sabun cair

terpilih (K14). Hal ini menandakan bahwa dengan adanya penambahan kitosan

dan karagenan akan membuat karakteristik sabun cair lebih disukai oleh

Page 63: Pembuatan Sabun Cair

konsumen. Sabun cair sampel terpilih (K14) merupakan sabun cair yang paling

disukai oleh panelis jika dibandingkan dengan ketiga kontrol negatif, hal ini dapat

dilihat dari Gambar 15.

Jika sampel terpilih dibandingkan dengan produk sabun cair kontrol positif

tidak terdapat perbedaan yang terlalu jauh di antara keduanya. Setelah diuji secara

statistik diketahui bahwa sabun cair sampel terpilih memiliki karakteristik

penilaian umum yang tidak berbeda nyata terhadap sabun cair kontrol positif (Sig.

> 0,05). Hal ini menandakan bahwa sabun cair sampel terpilih (K14) dapat

diterima oleh panelis dan karakteristiknya tidak berbeda dengan sabun cair konrol

positif (Dove).

4.2.2. Pengujian karakteristik

4.2.2.1. Uji bobot jenis, 25 oC

Bobot jenis menurut SNI 06-4085-1996 didefinisikan sebagai

perbandingan bobot sabun cair dengan bobot air pada volume dan suhu yang

sama. Bobot jenis sabun cair diukur pada suhu yang sama yaitu 25 oC dan dengan

volume yang sama yaitu 1 ml dengan menggunakan micro tube.

Hasil analisis menunjukkan bahwa bobot jenis sabun cair yang dihasilkan

1,058–1,125 g/ml seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12. dan Gambar 16. Bobot

jenis sabun cair sampel terpilih (K14) dan sabun cair kontrol positif berada dalam

kisaran yang telah ditetapkan SNI 06-4085-1996, sedangkan sabun cair kontrol

negatif (tanpa penambahan kitosan dan tanpa penambahan karagenan) melewati

kisaran yang telah ditetapkan. Secara deskriptif dapat diketahui pula bahwa

sampel (K14) memiliki bobot jenis di antara sampel negatif dan sampel positif

yaitu sebesar 1,095.

Tabel 12. Hasil pengujian bobot jenis produk tahap kedua

Contoh Bobot Jenis, 25 oC (g/ml) Kontrol Negatif 1,125 Sampel (K14) 1,095 Kontrol Positif 1,058 SNI (06-4085-1996) 1,01–1,10

Page 64: Pembuatan Sabun Cair

Gambar 16. Histogram pengujian bobot jenis tahap kedua

Bobot jenis sabun cair kontrol negatif (tanpa penambahan karagenan dan

kitosan) berada di luar kisaran standar SNI (06-4085-1996). Bobot jenis sabun

cair sampel terpilih (K14) berada di bawah bobot jenis kontrol negatif mungkin

dikarenakan oleh adanya penambahan kitosan dan karagenan pada produk sabun

cair. Dengan adanya penambahan kitosan dan karagenan pada produk sabun cair

menyebabkan sabun cair yang dihasilkan memiliki bobot jenis sesuai dengan yang

telah ditetapkan SNI 06-4085-1996. Menurut Gaman dan Sherington (1990), jika

suatu bahan dilarutkan dalam air dan membentuk larutan maka densitasnya akan

mengalami perubahan. Penambahan bahan-bahan seperti garam juga dapat

meningkatkan bobot jenis, namun kadang-kadang bobot jenis dapat turun jika

terdapat lemak atau golongan alkohol dalam larutan.

Berdasarkan perhitungan secara statistik, diketahui bahwa pada selang

kepercayaan 95%, perlakuan kontrol negatif, sampel terpilih, dan kontrol positif

tidak berbeda nyata terhadap bobot jenis sabun cair (Sig. > 0,05). Kontrol positif

memiliki bobot jenis yang paling rendah, hal ini karena bahan-bahan yang

digunakan dalam formulasi yang digunakan berbeda dengan sabun cair yang

dihasilkan. Komposisi sabun cair sangat menentukan besar kecilnya bobot jenis

produk sabun cair. Data dan analisis dapat dilihat pada Lampiran 12. dan

Lampiran 13.

Page 65: Pembuatan Sabun Cair

4.2.2.2. Uji pH

Derajat keasaman (pH) dapat mempengaruhi daya absorpsi kulit. Menurut

Wasitaatmadja (1997), produk kosmetika yang memiliki nilai pH yang sangat

tinggi atau sangat rendah dapat menambah daya absorpsi pada kulit sehingga

mengakibatkan kulit teriritasi, oleh karena itu produk kosmetik perawatan diri

sebaiknya dibuat dengan menyesuaikan dengan pH kulit, yaitu berkisar 4,5–7,0.

Hasil pengujian pH produk dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil pengujian pH produk tahap kedua Contoh pH

Kontrol Negatif 9,55 Sampel (K14) 9,23 Kontrol Positif 5,86 SNI (06-4085-1996) 6-8

Gambar 17. Histogram pengujian pH produk tahap kedua

Hasil pengukuran tingkat keasaman pada produk sabun cair antara kontrol

negatif, sampel terpilih (K14), dan kontrol positif pH sabun cair sampel (K14)

lebih rendah daripada kontrol negatif mungkin dikarenakan oleh adanya

penambahan larutan kitosan yang bersifat asam. pH sabun cair yang diujikan

berada di luar kisaran standar yang telah ditetapkan oleh SNI (06-4085-1996). pH

bukanlah parameter utama yang menyebabkan kulit menjadi teriritasi. Parameter

utama penyebab iritasi kulit pada sabun adalah alkali bebas. Kadar alkali bebas

yang tinggi (di atas 0,22 %) dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan biasanya

Page 66: Pembuatan Sabun Cair

kadar alkali bebas yang tinggi ditandai pula dengan pH sabun yang terlalu basa

(pH diatas 11) (Akmal 2004).

Berdasarkan analisis statistik, diperoleh hasil bahwa pada selang

kepercayaan 95 %, perlakuan kontrol negatif, sampel terpilih dan kontrol positif

berbeda nyata terhadap tingkat keasaman sabun cair (Sig. < 0,05). Dengan

menggunakan uji Tukey, dapat diketahui bahwa setiap perlakuan memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap antara yang satu sama lainnya terhadap pH

produk sabun cair yang digunakan. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan

kitosan yang digunakan adalah asam asetat. Penambahan larutan yang bersifat

asam akan membuat tingkat keasaman produk sabun cair yang dihasilkan menjadi

lebih rendah. Data dan hasil pengujian statistik untuk parameter pH sabun cair

tahap kedua dapat dilihat dari Lampiran 14. dan Lampiran 15.

4.2.2.3. Uji kelembaban

Kelembaban produk sabun cair ini dinyatakan sebagai kemampuan produk

sabun cair dalam mempertahankan beratnya terhadap pengaruh sinar matahari.

Kehilangan berat yang kecil menandakan bahwa produk tersebut memiliki

kelembaban yang tinggi dan sebaliknya kehilangan berat yang besar menandakan

bahwa produk tersebut memiliki kelembaban yang rendah. Pada pengujian

kelembaban kali ini, dilakukan uji pada kontrol negatif, sampel terpilih (K14) dan

kontrol positif. Hasil yang diperoleh dapat dilihat Gambar 18.

Gambar 18. Grafik hasil pengujian kelembaban tahap kedua

Page 67: Pembuatan Sabun Cair

Gambar 18. menunjukkan bahwa pada sabun cair kontrol negatif pada T0

terlihat terjadi penurunan yang signifikan tetapi lama kelamaan pada T3 hingga

T5 penurunan berat tidak terlalu besar dan menjadi stabil. Sedangkan pada sabun

cair kontrol positif penurunan berat tiap jam terlihat signifikan, hal ini mungkin

dikarenakan pada produk sabun cair kontrol positif tidak ditambahkan bahan

pengikat air. Sedangkan pada sampel (K14), penurunan berat produk tidak terlalu

besar dan mulai stabil pada T3.

Dapat diketahui bahwa sabun cair sampel (K14) memiliki kelembaban

yang paling tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan pada sabun cair sampel (K14)

ditambahkan kitosan dan karagenan yang memiliki sifat mengikat air. Menurut

Knorr (1982), sifat kitosan yang penting untuk aplikasinya adalah kemampuan

mengikat air karena dalam kitosan terdapat gugus hidrofobik dan hidrofilik. Data

penurunan kelembaban tiap jam dapat dilihat pada Lampiran 16.

4.2.3. Uji mikrobiologi (SNI 06-4085-1996)

Pengujian angka lempeng total atau cemaran mikroba dilakukan untuk

mengetahui jumlah mikroba yang terdapat pada produk sabun. Hal ini karena

cemaran mikroba menentukan mutu sabun cair. Sabun cair berhubungan erat

dengan masalah kesehatan terutama pada perawatan kulit, oleh karena itu cemaran

mikroba juga menentukan apakah produk sabun cair dapat diterima oleh

konsumen.

Pertumbuhan mikroba dalam sabun cair dapat dipengaruhi oleh faktor

intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain adalah kandungan pH, aw,

nutrisi dan senyawa antimikroba. Faktor ekstrinsik antara lain suhu dan

kelembaban relatif (Salam 2003).

Angka lempeng total merupakan salah satu cara untuk menetukan jumlah

mikroorganisme dalam sampel secara tidak langsung. Cara ini lebih akurat

dibandingkan dengan cara langsung melalui pengamatan di bawah mikroskop

(Fardiaz 1989). Cara ini berdasarkan anggapan bahwa setiap sel yang hidup akan

berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul pada cawan

merupakan indeks bagi mikroorganisme dalam sampel dapat hidup. Hasil jumlah

cemaran mikroba dapat dilihat pada Tabel 14.

Page 68: Pembuatan Sabun Cair

Tabel 14. Hasil pengujian cemaran mikroba (angka lempeng total) produk.

Parameter Kontrol Negatif

Sampel (K14)

SNI (06-4085-1996)

Jumlah koloni hari ke-0 (koloni/ml)

<1 x 101 <1 x 101

Maks. 1 x 105 Jumlah koloni hari ke-30 (koloni/ml)

<1 x 101 <1 x 101

Berdasarkan Tabel 14. dapat diketahui bahwa pada produk sabun cair

kontrol negatif maupun pada sabun cair sampel (K14) tidak terdapat koloni yang

tumbuh, baik pada pengujian di hari ke-0 maupun pada pengujian di hari ke-30.

Jika kedua produk di atas dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan

dalam SNI 06-4085-1996, maka kedua produk di atas memenuhi persyaratan yang

telah ditetapkan.

Mikroba tidak dapat tumbuh pada produk sabun cair yang dihasilkan

mungkin karena pH produk sabun cair yang cenderung basa dan pada proses

pembuatannya dilakukan pada suhu berkisar 70-80 oC. Kondisi ini merupakan

bukan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan mikroba. Mikroba memiliki pH

optimum berkisar 3,8-5,6 dan dapat tumbuh optimum pada suhu 22-37 oC (Stainer

et al. 1976 dalam Fahmitasari 2004).

Formulasi sabun cair dan produk kosmetika lainnya pada umumnya

ditambahkan bahan preservatif. Fungsi dari penambahan bahan preservatif salah

satunya adalah untuk mencegah pertumbuhan bakteri pada produk (Salam 2003).

Walaupun pada kontrol negatif tidak tumbuh mikroba, penambahan bahan seperti

kitosan pada produk sabun cair dirasa perlu guna memperpanjang daya simpan

produk sabun cair. Kitosan merupakan bahan preservatif dari alam. Biasanya

sabun dipasaran menggunakan formaldehyde sebagai bahan preservatif.

Penggunaan bahan ini pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan

reaksi alergi (Harry 1975). Data pengujian angka lempeng total produk dapat

dilihat pada Lampiran 17.

4.2.4. Uji kadar alkali bebas

Prinsip dari analisis kadar alkali bebas adalah mentitrasi alkali bebas

(dalam hal ini adalah KOH) yang terdapat dalam contoh dengan menggunakan

Page 69: Pembuatan Sabun Cair

larutan baku asam (SNI 06-4085-1996). Adanya alkali bebas dapat disebabkan

oleh penambahan KOH pada sabun cair. Kandungan alkali bebas di dalam sabun

cair menunjukkan kelebihan jumlah alkali di dalam sabun cair yang tidak bereaksi

dengan asam lemak.

Hasil pengujian kadar alkali bebas, produk sabun cair sampel (K14)

mengandung alkali bebas sebesar 0,017 %. Hasil penghitungan kadar alkali bebas

dapat dilihat dari Lampiran 18. Seperti diketahui proses dasar pembuatan sabun

tersebut adalah dengan cara menyabunkan lemak dengan alkali. Suatu sabun cair

yang baik kualitasnya kadar alkali bebas yang masih tersisa tidak boleh melebihi

0,22 % yang dihitung sebagai K20 (WHO Collaborating Centre for Quality

Assurance of Essential Drugs 1990). Kelebihan kadar alkali dari batasan resmi

tersebut dapat menimbulkan kerugian konsumen, berupa kerusakan kulit seperti

iritasi kulit. Berdasarkan perhitungan kadar alkali bebas dapat diketahui bahwa

sabun cair sampel (K14) tidak beresiko menyebabkan iritasi kulit. Tingginya

kadar alkali pada produk sabun mandi yang digunakan sehari-hari oleh

masyarakat luas, seperti telah dikemukakan, dapat menimbulkan kerusakan kulit

dan bentuk iritasi lainnya, terutama pada bayi dan anak-anak. Contoh perhitungan

kadar alkali bebas dapat dilihat pada Lampiran 19.

Page 70: Pembuatan Sabun Cair

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penelitian tahap pertama menunjukkan formulasi konsentrasi larutan stok

kitosan yang digunakan adalah 1, 3 dan 5 %. Penambahan larutan stok karagenan

sebesar 1, 2, 3 dan 4 %. Sementara itu, gliserin ditambahkan sebanyak 5 ml dan

sisanya adalah sukrosa, akuades dan bahan dasar penyusun sabun.

Pengujian karakteristik menunjukkan bahwa tidak semua perlakuan

kitosan dan karagenan yang diuji telah memenuhi standar yang ditetapkan dalam

SNI 06-4085-1996 tentang sabun mandi cair. Bobot jenis yang didapatkan hasil

dari perlakuan kitosan dan karagenan adalah 1,070–1,128 g/ml. Pengujian statistik

menunjukkan bahwa penambahan kitosan, karagenan dan kombinasi keduanya

tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jenis sabun mandi cair yang dihasilkan.

Untuk pengujian pH produk, diperoleh bahwa produk yang dihasilkan memiliki

pH yang cukup basa, yakni 9,13–9,41. Melalui uji statistik, penambahan

karagenan akan berpengaruh nyata terhadap tingkat keasaman sabun mandi cair

yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi stock karagenan yang digunakan

maka pH sabun cair akan meningkat. Berdasarkan pengujian-pengujian tersebut

didapatkan perlakuan terbaik yaitu K14 (penambahan stok kitosan 5 % dan

karagenan 4 %). Hasil uji kelembaban sabun cair menghasilkan sabun cair yang

memiliki persentase berat produk hingga jam ke-5 berkisar antara 74,02-89,86 %.

Penambahan kitosan dan karagenan pada produk sabun mandi cair akan

mempengaruhi tingkat kelembaban sabun mandi cair. Semakin tinggi kitosan dan

karagenan yang ditambahkan pada sabun cair maka tingkat kelembaban sabun cair

semakin tinggi.

Penelitian tahap kedua dilakukan pengujian organoleptik dengan

membandingkan tiga jenis kontrol negatif (tanpa kitosan dan karagenan,

penambahan kitosan saja, dan penambahan karagenan) dengan sampel terpilih

(K14) dan dengan kontrol positif. Melalui pengujian statistik, jika sampel terpilih

dibandingkan dengan ketiga kontrol negatif dapat diketahui bahwa dengan adanya

penambahan kitosan dan karagenan akan mempengaruhi kekentalan, banyak busa,

post effect, dan penilaian umum panelis terhadap sabun mandi cair yang

Page 71: Pembuatan Sabun Cair

dihasilkan. Penambahan kitosan dan karagenan tidak berpengaruh nyata terhadap

penampakan sabun mandi cair yang dihasilkan. Dan jika sampel terpilih (K14)

dibandingkan dengan kontrol positif melalui uji statistika, dapat diketahui bahwa

kekentalan, banyak busa, post effect, dan penilaian umum sabun mandi cair yang

terpilih tidak berbeda nyata dengan sabun mandi cair kontrol positif. Sedangkan

karakteristik penampakan sampel terpilih (K14) berbeda nyata dengan kontrol

positif.

Melalui pengujian secara statistika, bobot jenis antara kontrol negatif,

sampel terpilih, dan kontrol negatif tidak saling berbeda nyata, sedangkan pH

produk berbeda nyata antar masing-masing sampel. Dan pada pengujian tingkat

kelembaban sabun mandi cair didapatkan bahwa sampel terpilih memiliki tingkat

kelembaban yang paling tinggi. Cemaran mikroba sabun mandi cair yang

dihasilkan baik yang ditambahkan dengan kitosan maupun yang tidak telah

memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh SNI 06-4085-1996 yaitu sebesar < 1

x 101 koloni/ml. Kadar alkali bebas yang dihasilkan yaitu sebesar 0,017% yang

dihitung sebagai K2O.

5.2. Saran

Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah penelitian

lanjutan tentang umur simpan sabun mandi cair yang dihasilkan dan pembuatan

sabun mandi cair dengan menambahkan bahan-bahan alami yang bersifat asam

agar pH sabun mandi cair mendekati pH kulit.

Page 72: Pembuatan Sabun Cair

DAFTAR PUSTAKA

Akmal YL. 2004. Alkali bebas pada berbagai produk sabun mandi [skripsi]. Padang: Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas.

Amin H. 2006. Kajian penggunaan kitosan sebagai pengisi dalam pembuatan sabun transparan [skripsi]. Bogor: Program studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ananthapadamanabhan KP, Moore DJ, Subramanyan K, Misra M and meyer F. 2004. Cleansing without compromise: the impact of cleansers on the skin barrier and the technology of mild cleansing. Dermatologic Therapy. 17:16–25.

Angka SL dan Suhartono TS. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. 49-56.

Anonim. 2004. Introduction to Carrageenan. http://www.cybercolloids.net/libra ry/carrageenan/production.php [23 Maret 2008].

Anonim. 2005. Cosmetics. http://www.bookrags.com/ [16 September 2008].

Anonim. 2007. Penggunaan Chitosan Sebagai Koagulan Pada Pengolahan Air Bersih dan Air Limbah. http://www.bic.web.id/innovationprospective_ inside.php? id=144&strlang=ind [26 Januari 2009].

Anonim. 2008. Natural Soap Directory™: Glossary of Soap Terms. http://www. natural-soap-directory.com/soap-terms.html#top [24 maret 2008].

Arifin S. 2007. CHE Around Us: Sabun. http://www.majarikanayakan.com/2007 /12/che-around-us-sabun/ [24 Maret 2008].

cP Kelco Aps. Carrageenan. Denmark. http://cpkelco.com/food/carrageenan.html [7 Agustus 2008].

De Polo KF. 2000. A Short Textbook of Cosmetic. Germany.

Domard A, Domard M. 1999. Chitosan: structure-properties relationship and biomedical applications. Didalam Polymeric Biomaterials. Dumitriu S (Ed). Washington DC: CRC Press.

Engko HC. 2001. Aplikasi minyak biji adas (Foeniculum vulgare Mill.) dan gelatin tipe B dari kulit sapi pada formulasi sabun mandi cair [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Fahmitasari Y. 2004. Pengaruh penambahan tepung karaginan terhadap karateristik sabun mandi cair [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi

Page 73: Pembuatan Sabun Cair

Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Fardiaz S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

Gaman PM dan KB Sherrington. 1990. The science of Food, 3rd. Oxford: Pergamon Press

Glicksman M. 1983. Food Hydrocolloids Vol II. Florida: CRC Press

Hardjito L. 2006. Aplikasi Kitosan Sebagai Bahan Tambahan Makanan dan Pengawet. Di dalam: Santoso J, Trilaksani W, Nurhayati T, Suseno SH, editor. Prospek Produksi dan Aplikasi Kitin-Kitosan Sebagai Bahan Alami dalam Membangun kesehatan Masyarakat san Menjamin Keamanan Produk. Prosiding Seminar Nasional Kitin-Kitosan 2006; Bogor, 16 Maret 2006. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. hlm 1-13

Harry RG. 1975. Harry`s Cosmeticology. New York: Leonald Hill Books

Hidayat F. 2006. Pengaruh kombinasi karagenan dan sodium lauryl sulfat serta penambahan ekstrak pemphis acidula terhadap karakteristik sabun mandi cair [skripsi]. Bogor: Program studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Janesh KA, Alonso MJ. 2003. Depolimerizaed chitosan nanoparticles for protein delivery. Preparation and Characterization. J Appl Pol Sci. 88:2769-2776.

Khan TA, Peh KK, Ch`ng HS. 2002. Reporting degree of deacetylation values of chitosan: the influence of analytical methods. J Pharm Pharmaceut Sci. 5(3):205-212.

Kim F. 2004. Physicochemical and functional properties of crawfish chitosan as affected by different processing protocols [thesis]. Seoul: The Department of Food Science, Seoul National University.

Knorr D. 1982. Functional properties chitin dan chitosan. Journal Food Science. 47: 593-595.

Lang G, Clausen T. 1989. The use of chitosan in cosmetic. Dalam Chitin and Chitosan. Elsevier London and New York: Applied Science.

Meidina, Sugiyono, B Sri Laksmi Jenie dan MT Suhartono. 2006. Aktivitas Antibakteri Oligomer Kitosan yang Diproduksi menggunakan Kitonase dari Isolat B. licheniformis MB-2. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Page 74: Pembuatan Sabun Cair

Nadarajah K. 2005. Development and characterization of antimicrobial edible films from crawfish chitosan [thesis]. Peradeniya: The Department of Food Science. University of Peradeniya.

Nan L, Chen XG, Park HJ, Liu CG, Liu CS, men XH and Yu LJ. 2006. Effect of MW and concentration of chitosan on antibacterial activity of Escherichia coli. Journal Carbohydrat Polimers. 60-65.

Nix DH. 2005. Wound Care: Factors To Consider When Selected skin Cleansing Products. http://www.wocn.org/ [24 Maret 2008].

No HK, Cho YI, Meyers SP. 1996. Dye binding capacity of commercial chitin products. Journal Agricultural Food Chemistry. 44: 1939-1942.

NTFP. 2003. Manfaat minyak kelapa untuk kesehatan. http://www.ntfp.or.id/ [16 Februari 2009].

Pendrianto. 2008. Pengaruh sterilisasi terhadap aktivitas kitosan sebagai antibakteri [skripsi]. Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Al Azhar Indonesia.

Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Rinaudo M. 2006. Chitin and chitosan : properties and applications. Prog. Polym. Sci. 31: 603–632

Salam RRS. 2003. Kualitas sabun mandi cair dengan penambahan madu ekstrak polen [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Sary DAP. 2007. Formulasi, uji iritasi dan penentuan khasiat pelindung surya krim yang mengandung serbuk Kappaphycus alvarezii bahan bahari sumber karagenan [thesis]. Bandung: Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi, Institut Teknologi Bandung.

SDA. 2001. Fats and oil. http://cleaning101.com/cleaning/chemistry/soap chemistry2.cfm [16 Februari 2009].

Shaw DJ. 1991. Introduction to Colloids and Surface Chemistry, 4ed. London: Butterworth Hienemann. Ltd.

Simanjuntak T. 2000. Studi awal penggunaan khitosan dari limbah kulit udang, sebagai bahan substitusi pada produk hand and body lotion [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Skensved L. 2004. GENU Carrageenan: Application. CP Kelco ApS, Denmark. http://cpkelco.com/ [25 Agustus 2008].

Page 75: Pembuatan Sabun Cair

Standar Nasional Indonesia. 1996. SNI 06-4085-1996. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.

Steel RGD dan James HT. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S dan Santoso J. 1992. Pengaruh Berbagai Isolasi Kulit Udang terhadap Mutunya. Bogor: Laporan Penelitian Jurusan Pengolahan Pangan Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor

Suryani A, Sailah I, Hambali E. 2002. Teknologi Emulsi. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Towle GA. 1973. Carrageenan. Di dalam: Whistler RL (editor). Industrial Gums 2ed, New York: Academic Press. 83-114.

Uju. 2005. Kajian proses pemurnian dan pengkonsentrasian karagenan dengan membrane mikrofiltrasi [thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Velde F and Gerhard AdR. 2004. Carrageenan. Carbohydrate Technology Department. Wageningen Center for Food Science and TNO Nutrition and Food Research Institute.

Watkinson C. 2000. Liquid soap cleaning up in market share. Champaign: AOAC Press. Inform11[11]:1188-1195

Wasitaadmadja. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI-Press.

WHO Collaborating Centre for Quality Assurance of The Essential Drugs. 1990. Penetapan Kadar Alkali Bebas Jumlah pada Sabun Mandi. Dalam: Metode Analisis Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan. Jakarta: Depkes RI. 143-148.

Williams DF dan Schmitt WH. 2002. Kimia dan Teknologi Industri Kosmetika dan Produk-Produk Perawatan Diri. Terjemahan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Yasya W. 2007. Pembuatan minyak kelapa murni secara enzimatis menggunakan ekstrak nanas [skripsi]. Bandung: Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Teknologi Bandung.

Page 76: Pembuatan Sabun Cair

Yudhana D. 2006. Pemanfaatan kulit batang sentigi (Pemphis acidula) sebagai pewarna alami dan antioksidan pada sediaan pelembab kulit [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Page 77: Pembuatan Sabun Cair

LAMPIRAN

Page 78: Pembuatan Sabun Cair

Lampiran 2. Lembar penilaian organoleptik sabun cair

Nama Panelis :

Tanggal pengujian :

Jenis Contoh : Sabun Cair

Instruksi : Berikan penilaian atau tingkat kesukaan anda pada

parameter sabun yang telah ditentukan

Petunjuk :

1. Untuk parameter penampakan dilakukan dengan visual

2. Untuk parameter banyaknya busa dan post effect dilakukan setelah

menggunakan produk. Untuk banyak busa, dilakukan dengan cara

menggosokkan sabun mandi cair pada tangan yang basah. Untuk post

effect, dilakukan dengan melihat setelah pemakaian dan dilihat respon

terhadap adanya rasa kering atau lembab yang ditinggalkan produk. Makin

lembab sabun mandi cair, semakin tinggi skor penilaian parameternya.

3. Untuk parameter penilaian umum,penilaian tentang keseluruhan (umum)

produk sabun mandi cair.

Parameter

Kode

K00 K04 K10 K14 K44

Penampakan

Kekentalan

Banyak busa

Post Effect

Penilaian umum

Keterangan nilai tingkat kesukaan:

7 = sangat suka

6 = suka

5 = agak suka

4 = biasa

3 = agak tidak suka

2 = tidak suka

1 = sangat tidak suka

Page 79: Pembuatan Sabun Cair

Lampiran 3. Formulasi yang dilakukan

No. Minyak kelapa KOH Gliserin Sukrosa Akuades Kitosan Karagenan Hasil Keterangan

1 25 g 6,5 g 3,75 ml 7 g 53 ml 1 ml (5%) 1 ml (1%) Berbentuk padatan, kitosan tidak menyatu Waktu pemanasan 5 jam

2 25 g 6,5 g 3,75 ml 7 g 63 ml 2 ml (5%) 1 ml (1%) Berbentuk cairan, kitosan tidak menyatu Waktu pemanasan 5 jam

3 25 g 6,5 g 3,75 ml 7 g 63 ml 2 ml (5%) 1 ml (1%) Berbentuk cairan, karagenan tidak menyatu Kitosan dilarutkan dalam larutan sukrosa

4 25 g 6,5 g 3,75 ml 7 g 63 ml 5 ml (5%) 6,67% (15

ml) Berbentuk cairan, karagenan tidak menyatu Karagenan dimasukkan sebelum larutan sukrosa +kitosan

5 25 g 6,5 g 3,75 ml 7 g 63 ml 5 ml (5%) 1,5% (10

ml) Berbentuk cairan yang kental, karagenan tidak menyatu

Karagenan dimasukkan sesudah larutan sukrosa +kitosan dan setelah itu dilakukan pemanasan dalam keadaan terbuka

6 25 g 6,5 g 5 ml 7 g 53 ml 5 ml (5%) 1 ml (1%) Berbentuk cairan kurang kental, karagenan tidak menyatu

Larutan sukrosa dimasukkan karagenan dan kemudian ditambahkan kitosan kemudian dilakukan pemanasan dalam keadaan terbukan

7 25 g 6,5 g 5 ml 7 g 53 ml 5 ml (5%) 5 ml (1%) Berbentuk cairan kental, homogen tetapi kurang stabil

Larutan karagenan ditambahkan larutan sukrosa kemudian ditambahkan kitosan, Kemudian dilakukan pemanasan dalam keadaan terbuka

8 25 g 6,5 g 5 ml 7 g 53 ml 5 ml (5%) 5 ml (1%) Berbentuk cairan kental, homogen

Larutan karagenan ditambahkan larutan sukrosa kemudian ditambahkan kitosan, Kemudian dilakukan pemanasan dalam keadaan terbuka ditambah menjadi 2,5 jam

9 25 g 6,5 g 5 ml 7 g 58 ml - 5 ml (1%) Berbentuk cairan kental,homogen tetapi pH 13

Larutan karagenan ditambahkan larutan sukrosa kemudian ditambahkan kitosan, Kemudian dilakukan pemanasan dalam keadaan terbuka ditambah menjadi 2,5 jam

10 25 g 6,5 g 5 ml 7 g 53 ml 5 ml (6%) 5 ml (1%) Berbentuk cairan kental,tidak homogen

Larutan karagenan ditambahkan larutan sukrosa kemudian ditambahkan kitosan, Kemudian dilakukan pemanasan dalam keadaan terbuka ditambah menjadi 2,5 jam

11 25 g 6,5 g 5 ml 7 g 58 ml 5 ml (1%) - Berbentuk cairan

Larutan karagenan ditambahkan larutan sukrosa kemudian ditambahkan kitosan, Kemudian dilakukan pemanasan dalam keadaan terbuka ditambah menjadi 2,5 jam

10 25 g 6,5 g 5 ml 7 g 53 ml 5 ml (1%) 5 ml (1%) Berbentuk cairan kental,homogen tetapi pH tinggi

Larutan karagenan ditambahkan larutan sukrosa kemudian ditambahkan kitosan, Kemudian dilakukan pemanasan dalam keadaan terbuka ditambah menjadi 2,5 jam

11 25 g 6,5 g 5 ml 7 g 53 ml 5 ml (1%) 5 ml (5%) Berbentuk kental sekali,homogen

Larutan karagenan ditambahkan larutan sukrosa kemudian ditambahkan kitosan, Kemudian dilakukan pemanasan dalam keadaan terbuka ditambah menjadi 2,5 jam

12 25 g 6,5 g 5 ml 7 g 53 ml 5 ml (1%) 5 ml (4%) Berbentuk cairan kental, homogen

Larutan karagenan ditambahkan larutan sukrosa kemudian ditambahkan kitosan, Kemudian dilakukan pemanasan dalam keadaan terbuka ditambah menjadi 2,5 jam

Page 80: Pembuatan Sabun Cair

Lampiran 4. Data pengujian bobot jenis

Perlaku-an Berat Tube Kosong (g)

Berat Tube + Sampel

(g) Bobot Jenis (g/ml) Rata-rata

K11 0,985 2,085 1,100

1,093 0,990 2,075 1,085

K12 0,990 2,060 1,070

1,070 0,990 2,060 1,070

K13 0,985 2,080 1,095

1,118 0,990 2,130 1,140

K14 0,985 2,080 1,095

1,093 0,985 2,075 1,090

K21 0,985 2,090 1,105

1,103 0,985 2,085 1,100

K22 0,985 2,040 1,055

1,118 0,985 2,165 1,180

K23 0,985 2,055 1,070

1,103 0,985 2,120 1,135

K24 0,980 2,095 1,115

1,098 0,980 2,060 1,080

K31 0,985 2,095 1,110

1,128 0,985 2,130 1,145

K32 0,985 2,075 1,090

1,085 0,980 2,060 1,080

K33 0,990 2,065 1,075

1,070 0,985 2,050 1,065

K34 0,985 2,070 1,085

1,088 0,990 2,080 1,090 Ket: - Angka pertama setelah huruf menunjukkan konsentrasi stok kitosan (1 = 5 %, 2 = 3 %, dan

3 = 1 %)

- Angka kedua setelah huruf menunjukkan konsentrasi stok karagenan (1 = 1 %, 2 = 2 %, 3 =

3 %, dan 4 = 4 %)

Lampiran 5. Hasil analisa statistik bobot jenis Dependent Variable: Berat Jenis

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .007(a) 11 .001 .626 .777 Intercept 28.875 1 28.875 27915.634 .000 Kitosan .003 2 .002 1.544 .253 Karagenan .003 3 .001 .917 .462 kitosan * karagenan .001 6 .000 .176 .978 Error .012 12 .001 Total 28.895 24 Corrected Total .020 23 a R Squared = .365 (Adjusted R Squared = -.217)

Page 81: Pembuatan Sabun Cair

Lampiran 6. Data pengujian pH

Perlakuan pH Rata-rata

K11 9,15

9,16 9,16

K12 9,20

9,19 9,18

K13 9,21

9,20 9,18

K14 9,18

9,21 9,23

K21 9,17

9,13 9,09

K22 9,24

9,23 9,21

K23 9,25

9,28 9,31

K24 9,37

9,38 9,39

K31 9,27

9,32 9,37

K32 9,32

9,35 9,38

K33 9,42

9,41 9,40

K34 9,43

9,42 9,40

Lampiran 7. Hasil analisa statistik pH

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .226(a) 11 .021 16.354 .000 Intercept 2062.946 1 2062.946 1644873.757 .000 Kitosan .007 2 .004 2.900 .094 Karagenan .198 3 .066 52.708 .000 kitosan * karagenan .020 6 .003 2.661 .070 Error .015 12 .001 Total 2063.187 24 Corrected Total .241 23 a R Squared = .937 (Adjusted R Squared = .880)

Page 82: Pembuatan Sabun Cair

Lanjutan Lampiran 7. Hasil analisa statistik pH Hasil uji lanjut Tukey pH

karagenan N Subset a b c

1% 6 9.18000 2% 6 9.18667 3% 6 9.32667 4% 6 9.39167 Sig. .987 1.000 1.000

Lampiran 8. Data pengujian kelembaban

Pengukuran Jam ke-0

Perlakuan Ulangan Berat Plastik

(g)

T0 Total

(g) Sampel (g) %

Sampel Rata-rata

K11 1 0,270 1,285 1,015 100,00

100,00 2 0,250 1,255 1,005 100,00

K12 1 0,250 1,250 1,000 100,00

100,00 1 0,330 1,330 1,000 100,00

K13 1 0,170 1,170 1,000 100,00

100,00 2 0,210 1,220 1,010 100,00

K14 1 0,210 1,225 1,015 100,00

100,00 2 0,225 1,230 1,005 100,00

K21 1 0,190 1,190 1,000 100,00

100,00 2 0,195 1,195 1,000 100,00

K22 1 0,200 1,205 1,005 100,00

100,00 2 0,195 1,195 1,000 100,00

K23 1 0,245 1,255 1,010 100,00

100,00 2 0,240 1,250 1,010 100,00

K24 1 0,240 1,245 1,005 100,00

100,00 2 0,260 1,260 1,000 100,00

K31 1 0,250 1,270 1,020 100,00

100,00 2 0,225 1,235 1,010 100,00

K32 1 0,270 1,300 1,030 100,00

100,00 2 0,255 1,265 1,010 100,00

K33 1 0,250 1,270 1,020 100,00

100,00 2 0,255 1,275 1,020 100,00

K34 1 0,260 1,265 1,005 100,00

100,00 2 0,270 1,280 1,010 100,00

Page 83: Pembuatan Sabun Cair

Lanjutan Lampiran 8. Data pengujian kelembaban

Pengukuran Jam ke-1

Perlakuan Ulangan

T1 Total

(g) Sampel (g) % Sampel Rata-rata

K11 1 1,200 0,930 91,63

90,84 2 1,155 0,905 90,05

K12 1 1,155 0,905 90,50

93,25 1 1,290 0,960 96,00

K13 1 1,100 0,930 93,00

95,26 2 1,195 0,985 97,52

K14 1 1,180 0,970 95,57

96,04 2 1,195 0,970 96,52

K21 1 1,100 0,910 91,00

90,50 2 1,095 0,900 90,00

K22 1 1,125 0,925 92,04

93,02 2 1,135 0,940 94,00

K23 1 1,170 0,925 91,58

91,34 2 1,160 0,920 91,09

K24 1 1,155 0,915 91,04

92,52 2 1,200 0,940 94,00

K31 1 1,165 0,915 89,71

90,65 2 1,150 0,925 91,58

K32 1 1,195 0,925 89,81

90,94 2 1,185 0,930 92,08

K33 1 1,175 0,925 90,69

91,18 2 1,190 0,935 91,67

K34 1 1,185 0,925 92,04

92,06 2 1,200 0,930 92,08

Page 84: Pembuatan Sabun Cair

Lanjutan Lampiran 8. Data pengujian kelembaban

Pengukuran Jam ke-2

Perlakuan Ulangan

T2 Total

(g) Sampel

(g) %

Sampel Rata-rata

K11 1 1,150 0,880 86,70

85,64 2 1,100 0,850 84,58

K12 1 1,125 0,875 87,50

90,75 1 1,270 0,940 94,00

K13 1 1,050 0,880 88,00

91,77 2 1,175 0,965 95,54

K14 1 1,125 0,915 90,15

92,09 2 1,170 0,945 94,03

K21 1 1,055 0,865 86,50

86,00 2 1,050 0,855 85,50

K22 1 1,080 0,880 87,56

89,03 2 1,100 0,905 90,50

K23 1 1,140 0,895 88,61

87,62 2 1,115 0,875 86,63

K24 1 1,115 0,875 87,06

88,53 2 1,160 0,900 90,00

K31 1 1,140 0,890 87,25

87,19 2 1,105 0,880 87,13

K32 1 1,150 0,880 85,44

87,77 2 1,165 0,910 90,10

K33 1 1,115 0,865 84,80

83,82 2 1,100 0,845 82,84

K34 1 1,132 0,872 86,77

86,95 2 1,150 0,880 87,13

Page 85: Pembuatan Sabun Cair

Lanjutan Lampiran 8. Data pengujian kelembaban

Pengukuran Jam ke-3

Perlakuan Ulangan

T3 Total

(g) Sampel

(g) %

Sampel Rata-rata

K11 1 1,110 0,840 82,76

81,18 2 1,050 0,800 79,60

K12 1 1,105 0,855 85,50

89,25 1 1,260 0,930 93,00

K13 1 1,035 0,865 86,50

90,03 2 1,155 0,945 93,56

K14 1 1,105 0,895 88,18

90,85 2 1,165 0,940 93,53

K21 1 1,030 0,840 84,00

83,00 2 1,015 0,820 82,00

K22 1 1,055 0,855 85,07

87,29 2 1,090 0,895 89,50

K23 1 1,095 0,850 84,16

82,43 2 1,055 0,815 80,69

K24 1 1,075 0,835 83,08

85,04 2 1,130 0,870 87,00

K31 1 1,130 0,880 86,27

85,22 2 1,075 0,850 84,16

K32 1 1,015 0,745 72,33

80,47 2 1,150 0,895 88,61

K33 1 1,075 0,825 80,88

79,66 2 1,055 0,800 78,43

K34 1 1,100 0,840 83,58

83,62 2 1,115 0,845 83,66

Page 86: Pembuatan Sabun Cair

Lanjutan Lampiran 8. Data pengujian kelembaban

Pengukuran Jam ke-4

Perlakuan Ulangan

T4 Total

(g) Sampel

(g) %

Sampel Rata-rata

K11 1 1,100 0,830 81,77

80,19 2 1,040 0,790 78,61

K12 1 1,100 0,850 85,00

88,50 1 1,250 0,920 92,00

K13 1 1,015 0,845 84,50

88,54 2 1,145 0,935 92,57

K14 1 1,100 0,890 87,68

90,36 2 1,160 0,935 93,03

K21 1 1,015 0,825 82,50

81,25 2 0,995 0,800 80,00

K22 1 1,030 0,830 82,59

84,79 2 1,065 0,870 87,00

K23 1 1,060 0,815 80,69

79,46 2 1,030 0,790 78,22

K24 1 1,045 0,805 80,10

79,80 2 1,055 0,795 79,50

K31 1 1,110 0,860 84,31

82,50 2 1,040 0,815 80,69

K32 1 1,075 0,805 78,16

77,44 2 1,030 0,775 76,73

K33 1 1,035 0,785 76,96

75,74 2 1,015 0,760 74,51

K34 1 1,065 0,805 80,10

80,40 2 1,085 0,815 80,69

Page 87: Pembuatan Sabun Cair

Lanjutan Lampiran 8. Data pengujian kelembaban

Pengukuran Jam ke-5

Perlakuan Ulangan

T5 Total

(g) Sampel

(g) %

Sampel Rata-rata

K11 1 1,080 0,810 79,80

78,46 2 1,025 0,775 77,11

K12 1 1,095 0,845 84,50

88,00 1 1,245 0,915 91,50

K13 1 1,000 0,830 83,00

87,29 2 1,135 0,925 91,58

K14 1 1,095 0,885 87,19

89,86 2 1,155 0,930 92,54

K21 1 1,000 0,810 81,00

79,25 2 0,970 0,775 77,50

K22 1 1,010 0,810 80,60

83,05 2 1,050 0,855 85,50

K23 1 1,025 0,780 77,23

75,25 2 0,980 0,740 73,27

K24 1 1,010 0,770 76,62

78,81 2 1,070 0,810 81,00

K31 1 1,095 0,845 82,84

80,28 2 1,010 0,785 77,72

K32 1 1,045 0,775 75,24

75,00 2 1,010 0,755 74,75

K33 1 1,015 0,765 75,00

74,02 2 1,000 0,745 73,04

K34 1 1,045 0,785 78,11

78,16 2 1,060 0,790 78,22

Page 88: Pembuatan Sabun Cair

Lampiran 9. Data pengujian organoleptik

Penampakan

Panelis Kontrol Negatif

Sampel Kontrol Positif K00 K04 K10

1 5 5 4 4 7 2 3 4 4 4 2 3 6 6 5 5 3 4 3 4 6 6 6 5 3 4 4 4 6 6 4 4 4 4 6 7 5 4 2 2 7 8 2 3 3 3 6 9 6 6 6 7 7 10 5 5 4 4 6 11 5 6 5 5 6 12 5 5 5 3 7 13 6 6 4 4 5 14 2 5 5 5 6 15 4 4 7 6 3 16 6 6 6 6 7 17 6 6 5 5 7 18 5 3 3 5 7 19 4 3 5 5 4 20 5 5 4 4 6 21 6 5 3 6 3 22 4 4 5 5 3 23 6 6 5 4 7 24 6 6 6 6 7 25 5 5 4 4 6 26 4 4 4 4 3 27 6 6 4 5 3 28 3 4 3 4 6 29 4 4 5 5 6 30 5 5 4 4 6 Rata-rata 4,63 4,77 4,47 4,60 5,47 Keterangan: K00 = Sabun cair tanpa penambahan chitosan dan tanpa karagenan K04 = Sabun cair dengan penambahan karagenan dan tanpa chitosan K10 = Sabun cair dengan penambahan chitosan dan tanpa karagenan

Page 89: Pembuatan Sabun Cair

Lanjutan Lampiran 9. Data pengujian organoleptik

Kekentalan

Panelis Kontrol Negatif

Sampel Kontrol Positif K00 K04 K10

1 2 5 5 3 2 2 2 5 6 3 2 3 5 6 5 5 3 4 3 4 5 6 6 5 2 3 5 5 6 6 3 4 4 4 4 7 2 3 6 6 7 8 2 4 5 4 6 9 3 6 6 5 7 10 3 5 4 6 6 11 5 6 6 4 5 12 3 4 5 5 7 13 2 4 4 5 6 14 2 6 5 3 5 15 1 4 5 7 6 16 5 7 7 7 5 17 2 3 4 6 7 18 2 3 3 6 7 19 4 4 5 5 6 20 3 4 5 6 6 21 6 5 3 6 3 22 2 4 5 5 5 23 3 5 5 3 6 24 2 6 3 3 2 25 3 7 6 6 6 26 6 5 5 5 3 27 3 6 5 5 5 28 4 4 4 3 5 29 3 5 4 6 6 30 4 5 3 6 6 Rata-rata 3,07 4,73 4,77 4,97 5,20

Page 90: Pembuatan Sabun Cair

Lanjutan Lampiran 9. Data pengujian organoleptik

Banyak Busa

Panelis Kontrol Negatif

Sampel Kontrol Positif K00 K04 K10

1 6 6 6 6 6 2 5 3 6 3 5 3 6 6 5 6 6 4 5 6 3 7 7 5 2 3 5 5 6 6 3 5 3 4 3 7 3 5 3 4 3 8 5 5 5 5 6 9 3 3 7 6 6 10 5 5 5 5 4 11 5 6 5 4 6 12 7 7 5 6 6 13 5 5 5 5 5 14 7 7 7 6 4 15 3 2 5 5 7 16 6 6 7 7 7 17 6 6 3 5 7 18 6 3 6 7 7 19 5 6 6 6 6 20 5 5 5 5 4 21 5 6 7 6 6 22 7 7 7 7 6 23 6 4 6 4 4 24 6 6 7 6 3 25 5 6 6 6 5 26 6 6 5 5 3 27 5 6 5 3 2 28 3 4 4 5 3 29 5 6 5 6 6 30 5 5 5 5 4 Rata-rata 5,03 5,20 5,30 5,33 5,10

Page 91: Pembuatan Sabun Cair

Lanjutan Lampiran 9. Data pengujian organoleptik

Post Effect

Panelis Kontrol Negatif

Sampel Kontrol Positif K00 K04 K10

1 6 6 6 6 6 2 3 2 5 2 6 3 5 6 6 6 7 4 1 4 4 6 7 5 2 3 5 5 5 6 4 5 4 4 4 7 4 5 4 4 4 8 4 4 4 4 5 9 4 4 6 5 6 10 1 2 3 7 6 11 5 5 5 5 6 12 6 4 5 4 6 13 2 3 4 6 5 14 5 5 6 3 3 15 5 3 6 6 7 16 5 5 6 7 7 17 6 6 6 6 7 18 5 5 4 4 5 19 6 6 6 6 7 20 1 2 3 7 6 21 4 4 4 5 5 22 3 4 5 5 6 23 4 6 5 5 5 24 6 5 6 7 6 25 4 7 5 7 6 26 6 5 5 6 3 27 5 6 5 4 3 28 3 2 3 6 4 29 2 3 5 7 6 30 1 2 3 7 6 Rata-rata 3,93 4,30 4,80 5,40 5,50

Page 92: Pembuatan Sabun Cair

Lanjutan Lampiran 9. Data pengujian organoleptik

Penilaian Umum

Panelis Kontrol Negatif

Sampel Kontrol Positif K00 K04 K10

1 4 4 5 6 7 2 4 3 5 3 5 3 6 6 6 6 6 4 4 4 6 6 6 5 2 3 5 5 5 6 4 5 4 4 5 7 4 5 5 6 7 8 3 5 4 4 6 9 4 4 5 5 5 10 3 4 5 7 6 11 5 5 4 5 6 12 6 6 6 6 7 13 3 3 4 6 6 14 3 6 5 3 5 15 3 3 4 6 5 16 6 6 6 6 7 17 4 4 5 6 6 18 5 4 4 5 6 19 5 6 6 6 6 20 3 4 5 7 6 21 4 5 4 5 5 22 3 4 5 5 6 23 4 5 5 4 6 24 5 6 6 6 5 25 4 4 5 5 4 26 6 6 5 5 4 27 5 6 5 4 4 28 3 4 4 5 4 29 3 5 5 6 6 30 3 4 5 7 6 Rata-rata 4,03 4,63 4,93 5,33 5,60

Page 93: Pembuatan Sabun Cair

Lampiran 10. Hasil analisa statistik organoleptik dengan kontrol negatif

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Penampakan

Between Groups 1,367 3 0,456 0,370 0,775 Within Groups 143,000 116 1,233 Total 144,367 119

Kekentalan

Between Groups 70300,000 3 23.433 16.982 0,000 Within Groups 160067,000 116 1.380 Total 230367,000 119

Banyak Busa

Between Groups 1,633 3 0,544 0,353 0,787 Within Groups 178,733 116 1,541 Total 180,367 119

Post Effect

Between Groups 36,425 3 12,142 6,227 0,001 Within Groups 226,167 116 1,950 Total 262,592 119

Penilaian Umum

Between Groups 27000,000 3 9,000 9.283 0,000 Within Groups 112467,000 116 0,970 Total 139467,000 119

Hasil uji lanjut Tukey organoleptik produk

Kekentalan

Sampel N Subset for alpha = 0,05

a B K00 30 3,0667 K04 30 4,7333 K10 30 4,7667 K14 30 4,9667 Sig. 1 0,868129

Post Effect

Sampel N Subset for alpha = .05

a b K00 30 3,9333 K04 30 4,3000 K10 30 4,8000 4,8000 K14 30 5,4000 Sig. 0,0820 0,3473

Page 94: Pembuatan Sabun Cair

Lanjutan Lampiran 10. Hasil analisa statistik organoleptik dengan kontrol negatif Lanjutan Hasil uji lanjut Tukey organoleptik produk

Penilaian Umum

Sampel N Subset for alpha = .05

a b C K00 30 4,0333 K04 30 4,6333 4,6333 K10 30 4,9333 4,9333 K14 30 5,3333 Sig. 0,0907 0,6407 0,3978

Lampiran 11. Hasil analisa statistik organoleptik dengan kontrol positif

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Penampakan

Between Groups 11,267 1,000 11,267 6,013 0,017 Within Groups 108,667 58,000 1,874 Total 119,933 59,000

Kekentalan

Between Groups 0,817 1,000 0,817 0,409 0,525 Within Groups 115,767 58,000 1,996 Total 116,583 59,000

Banyak Busa

Between Groups 0,817 1,000 0,817 0,477 0,493 Within Groups 99,367 58,000 1,713 Total 100,183 59,000

Post Effect

Between Groups 0,150 1,000 0,150 0,092 0,763 Within Groups 94,700 58,000 1,633 Total 94,850 59,000

Penilaian Umum

Between Groups 1,067 1,000 1,067 1,107 0,297 Within Groups 55,867 58,000 0,963 Total 56,933 59,000

Lampiran 12. Data pengujian bobot jenis produk (tahap kedua)

Perlakuan Berat Tube Kosong (g)

Berat Tube + Sampel (g) Bobot Jenis (g/ml)

Rata-rata

K00 1,055 2,190 1,135

1,125 1,045 2,160 1,115

K04 1,050 2,130 1,080

1,078 1,050 2,125 1,075

K10 1,055 2,115 1,060

1,083 1,050 2,155 1,105 K14 1,050 2,145 1,095 1,095

Page 95: Pembuatan Sabun Cair

1,055 2,150 1,095

K44 1,045 2,120 1,075

1,058 1,050 2,090 1,040 Lampiran 13. Analisa statistik bobot jenis produk (tahap kedua) ANOVA

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups .005 2 .002 8.446 .059 Within Groups .001 3 .000 Total .005 5

Lampiran 14. Data pengujian pH produk (tahap kedua)

Perlakuan pH Rata-rata

Kontrol Negatif 9,54

9,55 9,56

Sampel 9,23

9,23 9,23

Kontrol Posiif 5,89

5,86 5,82

Lampiran 15. Analisa statistik pH produk (tahap kedua) ANOVA

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 16.764 2 8.382 9489.075 .000 Within Groups .003 3 .001 Total 16.767 5

Hasil Uji Lanjut Tukey

Sampel N Subset for alpha = .05 2 3 1 Kontrol Positif 2 5.8550 Sampel (K14) 2 9.2300 Kontrol Negatif 2 9.5500 Sig. 1.000 1.000 1.000

Page 96: Pembuatan Sabun Cair

Lampiran 16. Data pengujian kelembaban produk (tahap kedua)

Pengukuran Jam ke-0

Perlakuan Ulangan Berat

Plastik (g)

T0 Total (g)

Sampel (g)

% Sampel Rata-rata

K00 1 0,335 1,325 0,990 100,00

100,00 2 0,200 1,215 1,015 100,00

K14 1 0,265 1,280 1,015 100,00

100,00 2 0,265 1,270 1,005 100,00

K44 1 0,325 1,315 0,990 100,00

100,00 2 0,335 1,345 1,010 100,00

Pengukuran Jam ke-1

Perlakuan Ulangan T1

Total (g) % Sampel Rata-rata

K00 1 1,065 73,00

75,25 2 0,975 77,50

K14 1 1,235 97,00

96,00 2 1,215 95,00

K44 1 1,170 84,50

84,75 2 1,185 85,00

Pengukuran Jam ke-2

Perlakuan Ulangan T2

Total (g) % Sampel Rata-rata

K00 1 1,000 66,50

68,00 2 0,895 69,50

K14 1 1,190 92,50

92,00 2 1,180 91,50

K44 1 1,060 73,50

74,00 2 1,080 74,50 Pengukuran Jam ke-3

Perlakuan Ulangan T3

Total (g) % Sampel Rata-rata

K00 1 0,985 65,00

66,25 2 0,875 67,50

K14 1 1,165 90,00

90,50 2 1,175 91,00

K44 1 0,975 65,00

65,50 2 0,995 66,00

Page 97: Pembuatan Sabun Cair

Lanjutan Lampiran 16. Data pengujian kelembaban produk (tahap kedua)

Pengukuran Jam ke-4

Perlakuan Ulangan T4

Total (g) % Sampel Rata-rata

K00 1 0,960 62,50

63,50 2 0,845 64,50

K14 1 1,160 89,50

90,00 2 1,170 90,50

K44 1 0,875 55,00

55,25 2 0,890 55,50 Pengukuran Jam ke-5

Perlakuan Ulangan T5

Total (g) % Sampel Rata-rata

K00 1 0,955 62,00

62,75 2 0,835 63,50

K14 1 1,150 88,50

89,25 2 1,165 90,00

K44 1 0,855 53,00

53,00 2 0,865 53,00

Lampiran 17. Data pengujian angka lempeng total produk Pengujian hari ke-0

Perlakuan Ulangan 101 102 103

Kontrol Negatif 1 4 0 0 2 0 0 0

Sampel (K14) 1 0 0 0 2 0 0 0

Pengujian hari ke-30

Perlakuan Ulangan 101 102 103

Kontrol Negatif 1 6 0 0 2 0 0 0

Sampel (K14) 1 0 0 0 2 0 0 0

Lampiran 18. Perhitungan kadar alkali bebas

Perlakuan Ulangan HCl (ml) N HCl Konversi

Berat contoh

Alkali bebas %

Rataan (%)

Sampel (K14)

1 0,05 0,1 0,04 1,0746 0,0186

0,0170 2 0,05 0,1 0,04 1,2985 0,0154

Page 98: Pembuatan Sabun Cair

Lampiran 19. Contoh perhitungan kadar alkali bebas