pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah (terminalia catappa linn.)dengan ketapang metode...

85
PEMBUATAN SABUN MANDI DARI MINYAK INTI BUAH KETAPANG (Terminalia catappa Linn.) DENGAN METODE SAPONIFIKASI SKRIPSI LALU SHAFWAN HADI EL-WATHAN G1C 007 013 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MATARAM JULI, 2011

Upload: el-wathan-uchiha

Post on 02-Dec-2015

1.693 views

Category:

Documents


70 download

DESCRIPTION

This is my research to get postgraduate (S.Si.)

TRANSCRIPT

PEMBUATAN SABUN MANDI DARI MINYAK INTI BUAH KETAPANG (Terminalia catappa Linn.) DENGAN

METODE SAPONIFIKASI

SKRIPSI

LALU SHAFWAN HADI EL-WATHANG1C 007 013

PROGRAM STUDI KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MATARAM

JULI, 2011

Skripsi ini aku persembahkan kepada kedua orang yang paling aku

sayangi, Mamiqku H. L. Moh. Mansur dan Bundaku Hj. Raehanah,

kepada kakakku Bq. Nani Sri Wahyuni, S.Pd. serta kedua keponaan

tersayang Zanuba Alifia dan Zayyida Agitsna.

i

PEMBUATAN SABUN MANDI DARI MINYAK INTI BUAH KETAPANG (Terminalia catappa Linn.) DENGAN

METODE SAPONIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana SainsBidang Kimia pada Program Studi Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Mataram

LALU SHAFWAN HADI EL-WATHANG1C 007 013

PROGRAM STUDI KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MATARAM

JULI, 2011

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

PEMBUATAN SABUN MANDI DARI MINYAK INTI BUAH KETAPANG (Terminalia catappa Linn.) DENGAN METODE SAPONIFIKASI

LALU SHAFWAN HADI EL-WATHANG1C 007 013

Telah Disetujui Pada Tanggal: Juli 2011

Pembimbing I,

(Dedy Suhendra, Ph.D) (………………………...)NIP. 19671207 199603 1 002

Pembimbing II,

(Emmy Yuanita, S.Si, M.Si) (………………………...)NIP. 19810524 200801 2 013

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi yang Berjudul:

PEMBUATAN SABUN MANDI DARI MINYAK INTI BUAH KETAPANG (Terminalia catappa Linn.) DENGAN METODE SAPONIFIKASI

LALU SHAFWAN HADI EL-WATHANG1C 007 013

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Program Studi KimiaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Pada Tanggal: 28 Juli 2011

Tim Penguji:

(Dedy Suhendra, Ph.D) (Ketua) ………………….NIP. 19671207 199603 1 002

(Emmy Yuanita, S.Si, M.Si) (Sekretaris) ………………….NIP. 19810524 200801 2 013

(Sri Seno Handayani, ST, MT) (Anggota) ………………….NIP. 19720807 200012 2 002

Mengetahui:

Dekan Fakultas MIPAUniversitas Mataram,

Ketua Program Studi Kimia Universitas Mataram,

Prof. I Made SudarmaNIP. 19600606 198503 1 032

Erin Ryantin Gunawan, Ph.DNIP. 19680218 199603 2 001

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Pembuatan Sabun

Mandi dari Minyak Inti Buah Ketapang (Terminalia catappa Linn.) dengan

Metode Saponifikasi” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Skripsi

ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada program S1

di Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Mataram.

Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca

sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya

dan pembaca pada umumnya. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dedy Suhendra, Ph.D, selaku dosen pembimbing I yang dengan

sabar dan pengertian telah memberikan saran, petunjuk, dorongan, dan

bimbingan kepada penulis selama penelitian penyusunan skripsi,

2. Ibu Emmy Yuanita, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah

membimbing dan memberikan masukan demi kesempurnaan penulisan

skripsi ini,

3. Ibu Erin Ryantin Gunawan, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Kimia yang

telah banyak memberikan saran dan petunjuk,

4. Ir. Surya Hadi, M.Sc. Ph.D, selaku dosen pembimbing akademik serta

seluruh dosen dan staf Fakultas MIPA terutama Program Studi Kimia atas

ilmu yang telah diberikan,

5. Kepada pada teknisi dan laboran Laboratorium Kimia Fakultas MIPA

Unram, Pak Yusuf, Pak Oji, Mbak Luluk dan Bu Ela, terima kasih karena

talah membantu penulis dalam penelitian,

6. Yang tercinta Mamiq, Ummi, Kak Nanik, Kak Lis, Bik Ini, Paman Ajab,

Mbak Lia, Kak Sas, yang telah memberikan dukungannya baik itu moril

maupun materil sehingga dengan motivasi tersebut, penulis dapat

menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan baik, serta buat Kak Arif,

v

Samsul, Irwan, Awan, Jaya, Indah, Azkia, Astagina, dan kedua keponaan

tercinta Alifia dan Agitsna,

7. Teman-teman di LAB, Tyo, Eka, Silfi, Dayat, Dhani, Nuq, Pipin, Wayan,

Ocha, Imunk, Jamil, Dino, Agus, Aris, Neneng, Satria, Mbak Ida, Mbak

Ria, Mbak Atin, dan teman-teman Prodi Kimia khususnya angkatan 2007

yang senantiasa memberikan semangat serta bantuan dan canda tawanya,

8. Buat teman-teman PKM, Sumarni, Diman, dan Heny serta Mitha, Said, dan

Ayu yang telah banyak membantu pada penelitian dan juga buat Yana dan

Dita yang membantu mengoreksi tata penulisan,

9. Buat wali kos gomong H. Sadiran serta teman-teman kos, Tomi, Asep,

Hadi, Yudi, Mus, Agong, Iwan, Ipin, Hamid, Izan, Rudi, Sahar, Man,

Usmani, Ihan, dan Aziz yang dengan canda tawanya selalu menyemangati

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, juga buat Ita yang banyak

membantu dalam pembuatan abstrak,

serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu dengan segenap hati

telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala

membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Amin.

Mataram, Agustus 2011

Penyusun,

El-Wathan

vi

Pembuatan Sabun Mandi dari Minyak Inti Buah Ketapang(Terminalia catappa linn.) dengan Metode Saponifikasi

Lalu Shafwan Hadi El-Wathan

ABSTRAK

Saat ini produksi sabun mandi walaupun menggunakan berbagai zat aditif sesuai dengan pemanfaatannya, sebagian besar menggunakan minyak nabati seperti minyak kelapa atau sawit sebagai bahan baku utama. Kedua minyak tersebut merupakan edible oil yang pemanfaatan terbesarnya adalah sebagai minyak goreng. Dengan demikian perlu dicari bahan baku altenatif dalam produksi sabun mandi. Telah dilakukan penelitian pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah ketapang dengan metode saponifikasi. Dari 30 gr minyak inti buah ketapang yang direaksikan dengan 10 mL NaOH 30% setelah ditambahkan zat aditif berupa gliserin, sukrosa, dan NaCl dihasilkan sabun sebesar 115,7 gr. Sabun mandi yang didapatkan telah diuji kualitas, efektivitas, serta kemanannya dan telah sesuai dengan SNI 06-3532-1994 (kecuali kadar air). Sabun mandi tersebut memiliki pH 9, kadar air sebesar 21,46%, jumlah asam lemak sebesar 87,6%, alkali bebas sebesar 0,028%, lemak yang tidak tersabunkan sebesar 0,0072%, dan hasil negatif terhadap uji minyak mineral. Pada uji keamanan, sabun mandi yang dihasilkan positif tidak menyebabkan iritasi pada kulit telinga 5 orang koresponden. Pada pengujian antibakteri (Staphylococcus aureus) diameter zona hambat dari sabun dengan konsentrasi terbesar pada penelitian (50%) sebesar 10 mm, sedangkan pada konsentrasi terkecil (1%) tidak menunjukkan adanya daerah hambat.

Kata Kunci: Minyak Ketapang, Saponifikasi, Sabun Mandi, SNI 06-3532-1994

Body Soap Production from Tropical (Terminalia catappa Linn.) Seed Oilby Saponification Process

Lalu Shafwan Hadi El-Wathan

ABSTRACT

Recently, although the production of body soap using variety of addictive substances that accordance with the utilization, most uses vegetable oil such as coconut and palm oil as the main raw material. Both are edible oil which is the greatest use as cooking oil. Thus, necessary to find the other alternative raw materials in the production of body soap. Has done research manufacture of bodysoap made from oil of tropical seeds by saponification process. From 30 gr of tropical seed oil which are reacted with 10 mL NaOH 30% after addition of gliserin, sukrosa, and NaCl as additive compounds, produced 115,7 gr of soap. The soap obtained was tested quality, effectiveness and safety, and has been in accordance with standards of SNI 06-3532-1994 (except to water content). The body soap has 9 point in pH, moisture content of 21,46%, the amount of fatty acids 87,6%, free alkali 0,028%, unsaponified fat is 0,0072% and negative results of the mineral oil test. On safety testing, the result is soap does not cause irritation to the ear skin of five people. On antibacterial testing, Inhibition zone diameter of soap with the greatest concentration in this research (50%) is 10 mm, while the smallest concentrations (1%) showed no inhibitory effect.

Keyword: Tropical seed oil, saponification, body soap, SNI 06-3532-1994

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

KATA PENGANTAR................................................................................. iv

ABSTRAK................................................................................................... vi

ABSTRACT ................................................................................................ vii

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi

DAFTAR SKEMA ...................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

RINGKASAN.............................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah......................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ............................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 3

1.4. Luaran Yang Diharapkan ....................................................... 4

1.5. Manfaat Penelitian ................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Ketapang (Terminalia catappa Linn.) ................... 5

2.1.1.Buah Ketapang (Terminalia catappa Linn.)................... 5

2.1.2. Inti Buah Ketapang (Terminalia catappa Linn.) ............ 6

2.1.3.Minyak Inti Buah Ketapang (Terminalia catappa Linn.) 7

2.2 Sabun Mandi.......................................................................... 8

2.2.1.Bahan Dasar Utaman Pembuatan Sabun Mandi............. 9

2.2.2.Bahan Tambahan Pembuatan Sabun Mandi................... 9

2.2.3.Reaksi Saponifikasi....................................................... 11

2.2.4.Mekanisme Pembersihan Kotoran oleh Sabun............... 11

ix

2.3 Analisis Kualitas Sabun Mandi .............................................. 12

2.3.1.Keasaman (pH) ............................................................. 13

2.3.2.Kadar Air...................................................................... 13

2.3.3. Jumlah Asam Lemak..................................................... 13

2.3.4.Asam Lemak Bebas ...................................................... 14

2.3.5.Alkali Bebas ................................................................. 14

2.3.6.Minyak Mineral ............................................................ 15

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Jenis, Waktu, dan Tempat Penelitian ...................................... 16

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................... 16

3.3 Prosedur Penelitian ................................................................ 16

3.3.1.Persiapan Bahan baku Buah Ketapang .......................... 17

3.3.2.Ekstraksi Minyak Inti Buah Ketapang ........................... 17

3.3.3.Uji Pendahuluan Minyak Inti Buah Ketapang................ 17

a. Penentuan Kadar Minyak.......................................... 17

b. Penentuan Bilangan Penyabunan .............................. 18

c. Penentuan Bilangan Asam........................................ 19

d. Penentuan Bilangan Iodium...................................... 19

3.3.4.Pembuatan Sabun Mandi............................................... 20

3.3.5.Uji kualitas, Keamanan, dan Efektivitas Sabun ............. 21

a. Persiapan Sampel Uji ............................................... 21

b. Uji pH ...................................................................... 21

c. Penentuan Kadar Air ................................................ 22

d. Penentuan jumlah Asam Lemak................................ 22

e. Penentuan Asam Lemak Bebas dan Alkali Bebas ..... 23

f. Penentuan Lemak yang Tidak Tersabunkan .............. 25

g. Penentuan Minyak Mineral....................................... 25

h. Uji Keamanan........................................................... 26

i. Uji Efektivitas (Uji Bioaktivitas) .............................. 26

3.4 Diagram Alir Penelitian ......................................................... 27

x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persiapan Bahan Baku Buah Ketapang................................... 28

4.2. Ekstraksi Minyak Inti Buah Ketapang .................................... 29

4.3. Uji Pendahuluan Minyak Inti Buah Ketapang......................... 30

4.3.1 Kadar Minyak ............................................................... 31

4.3.2 Bilangan Penyabunan.................................................... 31

4.3.3 Bilangan Asam.............................................................. 32

4.3.4 Bilangan Iod ................................................................. 33

4.4. Pembuatan Sabun Mandi........................................................ 34

4.5. Uji Kualitas, Keamanan, dan Efektivitas Sabun Mandi........... 37

4.5.1.Uji pH........................................................................... 38

4.5.2.Penentuan kadar air....................................................... 38

4.5.3.Penentuan jumlah asam lemak ...................................... 38

4.5.4.Penentuan asam lemak bebas dan alkali bebas............... 40

4.5.5.Penentuan lemak yang tidak tersebunkan ...................... 40

4.5.6.Penentuan minyak mineral ............................................ 41

4.5.7.Uji keamanan................................................................ 42

4.5.8.Uji efektivitas (uji bioaktivitas) ..................................... 43

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan............................................................................ 44

5.2. Saran...................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 46

LAMPIRAN

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

2.1

2.2

Kandungan metil ester asam lemak inti buah ketapang

Syarat mutu sabun mandi menurut SNI 06-3532-1944

7

13

4.1 Data perolehan minyak inti buah ketapang 30

4.2 Data hasil uji pendahuluan minyak inti buah ketapang 31

4.3 Data hasil uji kualitas, efektivitas, dan kemanan sabun mandi 37

4.4 Bioaktivitas sabun terhadap bakteri Saphylococcus aureus 43

xii

DAFTAR SKEMA

Nomor Judul Skema Halaman

2.1 Reaksi saponifikasi pada penentuan bilangan penyabunan 11

3.1 Diagram alir penelitian 27

4.1 Persetase inti dalam buah ketapang 28

4.1 Persamaan reaksi penyabunan dengan NaOH 35

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

2.1 Pohon ketapang (Terminalia catappa Linn.) 5

2.2 (a) Buah ketapang 6

2.2 (b) Inti buah ketapang 6

2.3 Minyak inti buah ketapang 8

2.4 Gugus ampibik pada sabun 12

4.1 Minyak inti buah ketapang murni 30

4.2 Sabun mandi dari minyak inti buah ketapang 36

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran

Lampiran 1 Perhitungan

Lampiran 2 Dokumentasi penelitian

Lampiran 3 SNI 06-3532-1994

xv

PEMBUATAN SABUN MANDI DARI MINYAK INTI BUAH KETAPANG(Terminalia catappa linn.) DENGAN METODE SAPONIFIKASI

RINGKASAN

Dewasa ini telah banyak dilakukan inovasi-inovasi dalam pembuatan sabun sesuai dengan kegunaannya. Semua jenis sabun tersebut berbeda manfaatnya berdasarkan perbedaan formulasi bahan yang digunakan dalam pembuatannnya. Namun pada umumnya, sabun menggunakan bahan dasar yang sama yaitu minyak atau trigliserida. Jenis minyak yang digunakan oleh industri-industri sabun saat ini adalah minyak kelapa dan minyak sawit sebagai bahan utama. Semua jenis minyak tersebut termasuk minyak makan (edible oil) yang pemanfaatan terbesarnya adalah sebagai minyak goreng. Oleh sebab itu, akan terjadi kompetisi penggunaan bahan baku oleh industri sabun dengan industri minyak goreng sehingga lambat laun salah satu dari industri tersebut akan mengalami kekurangan bahan baku.

Beberapa solusi dari masalah tersebut yang dapat dikembangkan adalah dengan menambah produksi kelapa dan sawit (sebagai bahan baku). Namun itu akan membutuhkan lahan yang cukup besar dan waktu yang lama. Solusi lain yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan bahan baku alternatif. Buah ketapang (Terminalia catappa Linn.) berpotensi untuk dijadikan bahan baku sabun mandi karena inti buah ketapang yang berupa biji seperti kacang (nut) mengandung minyak nabati atau trigliserida cukup banyak yaitu sekitar 56,14%.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dari minyak inti buah ketapang (Terminalia catappa Linn.) sebagai bahan baku dalam pembuatan sabun mandi yang sesuai dengan SNI 06-3532-1994. Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahap yaitu persiapan bahan baku buah ketapang, ekstraksi minyak dari inti buah ketapang, uji pendahuluan minyak yang meliputi penentuan kadar minyak, penentuan bilangan penyabunan, bilangan asam, dan bilangan iod, pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah ketapang, serta uji kualitas, efektivitas, dan keamanan sabun yang dihasilkan.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa minyak dari inti buah ketapang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun mandi dengan metode saponifikasi. Dari 30 gr minyak inti buah ketapang yang direaksikan dengan 10 mL NaOH 30% setelah ditambahkan zat aditif berupa gliserin, sukrosa, dan NaCl dihasilkan sabun sebesar 115,7 gr. Sabun mandi tersebut sesuai dengan SNI 06-3532-1994 (kecuali kadar air sebesar 21,46%) dengan pH 9, jumlah asam lemak sebesar 87,6%, alkali bebas sebesar 0,028%, lemak yang tidak tersabunkan sebesar 0,0072%, dan uji minyak mineral menunjukkan hasil negatif. Pada uji keamanan, sabun mandi yang dihasilkan positif tidak menyebabkan iritasi pada kulit telinga 5 orang koresponden. Pada pengujian antibakteri (Staphylococcus aureus) diameter zona hambat dari sabun dengan konsentrasi terbesar pada penelitian (50%) sebesar 10 mm sedangkan pada konsentrasi terkecil (1%) tidak menunjukkan adanya daerah hambat.

Kata Kunci: Minyak Ketapang, Saponifikasi, Sabun Mandi, SNI 06-3532-1994

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini telah banyak dilakukan inovasi-inovasi baru dalam pembuatan

sabun sesuai dengan tujuan pemanfaatannya. Jenis-jenis sabun yang banyak kita

kenal beredar di pasaran khususnya sabun mandi seperti sabun antibakteri, sabun

antijamur (Supandi, 2007), sabun kecantikan (Jongko, 2009), dan lain-lain. Semua

jenis sabun tersebut berbeda manfaatnya berdasarkan perbedaan formulasi bahan

yang digunakan dalam pembuatannnya. Namun pada umumnya, semua jenis

sabun menggunakan bahan dasar yang sama yaitu minyak atau trigliserida. Jenis

minyak yang digunakan oleh industri-industri sabun saat ini adalah minyak kelapa

dan minyak sawit sebagai bahan utama dan sedikit tambahan minyak-minyak lain

sebagai bahan tambahan (Afifuddin, 2007).

Semua jenis minyak yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sabun

tersebut termasuk minyak makan (edible oil) (korbitz, 1999) yang pemanfaatan

terbesarnya adalah sebagai minyak goreng. Oleh sebab itu, akan terjadi kompetisi

penggunaan bahan baku oleh industri sabun dengan industri minyak goreng

sehingga lambat laun salah satu dari industri tersebut akan mengalami kekurangan

bahan baku. Beberapa solusi dari masalah tersebut yang dikembangkan adalah

dengan menambah produksi kelapa dan sawit (sebagai bahan baku). Namun itu

akan membutuhkan lahan yang cukup besar dan waktu yang lama. Solusi lain

yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan bahan baku alternatif.

Salah satu sumber bahan baku alternatif untuk produksi sabun dari bahan

non-edible yang ketersediaannnya melimpah adalah minyak yang berasal inti buah

2

ketapang (Terminalia catappa Linn.). Tumbuhan ketapang terdistribusi secara

luas di Indonesia dan tidak termasuk dalam tumbuhan bermusim, artinya ketapang

dapat berbuah sepanjang tahun. Di Nusa Tenggara Barat (NTB) khususnya pulau

Lombok, pohon ketapang banyak terdapat di pinggir jalan, halaman berbagai

bangunan, dan pesisir pantai, sehingga dapat dikatakan ketersediaannnya sangat

melimpah (Andriyany, 2010). Pemanfaatannya sediri selain sebagai pohon teduh

sangat jarang dilakukan, bahkan buah dari tumbuhan ini banyak berserakan di

bawah pohonnya dan seringkali dibakar ketika dibersihkan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dari inti buah ketapang yang

telah dihaluskan didapatkan minyak hasil ekstraksi dengan n-heksana sebanyak

54% (Andriyany, 2010). Dengan kandungan minyak yang cukup tinggi dari inti

buah ketapang ini serta kandungan asam lemaknya yang mempunyai rantai karbon

panjang (>14) (Putri, 2008), minyak inti buah ketapang dapat menjadi bahan baku

alternatif dalam pembuatan sabun mandi yang aman bagi kulit manusia.

Sabun dapat dihasilkan dengan beberapa reaksi sesuai dengan bahan baku

yang digunakan. Dengan trigliserida sebagai bahan baku, sabun dapat dihasilkan

dengan reaksi yang sebut saponifikasi, sedangkan dengan asam lemak sebagai

bahan baku, sabun dihasilkan melalui reaksi netralisasi. Reaksi netralisasi juga

dapat digunakan pada bahan baku trigliserida, namun terlebih dahulu molekul

trigliserida tersebut dihidrolisis untuk menghasilkan asam lemak (Qisti, 2009).

Cara tersebut terbilang cukup rumit, sehingga cara yang paling praktis dalam

pembuatan sabun dari bahan baku trigliserida dalam hal ini minyak inti buah

ketapang adalah saponifikasi (tanpa proses hidrolisis trigliserida terlebih dahulu).

3

Sabun yang dihasilkan dalam penelitian ini diuji dengan beberapa prosedur

uji yaitu uji kualitas, uji efektivitas, serta uji keamanan sabun. Pengujian ini

bertujuan untuk mengetahui apakah sabun yang dihasilkan telah sesuai dengan

Standar Nasional Indonesia (SNI 06-3532-1994).

1.2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah minyak inti buah ketapang (Terminalia catappa Linn.) dapat

digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan sabun mandi?,

2) Bagaimanakah prosedur pembuatan sabun mandi dari minyak inti

buah ketapang (Terminalia catappa Linn.) dengan metode

saponifikasi?, dan

3) Apakah sabun mandi yang dihasilkan sesuai dengan Standar Nasional

Indonesia (SNI 06-3532-1995)?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannnya penelitian ini adalah:

1) Mengetahui potensi dari minyak inti buah ketapang (Terminalia

catappa Linn.) sebagai bahan baku alternatif pembuatan sabun mandi,

2) Mengetahui prosedur pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah

ketapang (Terminalia catappa Linn.) dengan metode saponifikasi, dan

3) Mengetahui kualitas, efektivitas, dan keamanan sabun yang dihasilkan

sebagai sabun mandi sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI

06-3532-1994).

4

1.4. Luaran Yang Diharapkan

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah berupa informasi

mengenai potensi minyak inti buah ketapang (Terminalia catappa Linn.) sebagai

bahan baku alternatif pembuatan sabun mandi serta produk berupa sabun mandi

yang telah diketahui kualitas, efektivitas, dan keamanannya.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang telah dilaksanakan ini adalah:

1) Diketahuinya potensi minyak inti buah ketapang (Terminalia catappa

Linn.) sebagai bahan baku alternatif pembuatan sabun mandi,

2) Diketahuinya prosedur pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah

ketapang (Terminalia catappa Linn.) dengan metode saponifikasi, dan

3) Diketahuinya kualitas, efektivitas, serta keamanan sabun mandi yang

dihasilkan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 06-3532-

1994).

2.1. Tumbuhan Ketapang

Pohon ketapang terdistribusi secara luas di Indonesia. Di NTB, pohon

ketapang banyak terdapat di pinggir jalan, perkantoran dan pesisir pantai, pohon

ini ditanam untuk perlindungan daerah pantai dan pohon peneduh karena tahan

terhadap terpaan angin keras dan me

Gambar 2.1

2.1.1.Buah Ketapang

Buah ketapang dapat dipanen

(Mohale et al., 2009). Pohon ini berbuah tidak

(Thomson dan Evans, 2006), sehingga buahnya tersedia sepanjang tahun.

Selama ini, khususnya di NTB buah ketapang tidak termanfaatkan, banyak

berserakan di bawah pohonnya dan dibakar sebagai sampah

2010). Buah ketapang berwarna

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Ketapang (Terminalia catappa Linn.)

ketapang terdistribusi secara luas di Indonesia. Di NTB, pohon

ketapang banyak terdapat di pinggir jalan, perkantoran dan pesisir pantai, pohon

ini ditanam untuk perlindungan daerah pantai dan pohon peneduh karena tahan

terhadap terpaan angin keras dan memiliki daun yang rindang (Andriyany, 2010)

1 Pohon ketapang (Terminalia catappa Linn.)

Buah Ketapang (Terminalia catappa Linn.)

Buah ketapang dapat dipanen setelah pohon berumur 2

, 2009). Pohon ini berbuah tidak berdasarkan musim

(Thomson dan Evans, 2006), sehingga buahnya tersedia sepanjang tahun.

Selama ini, khususnya di NTB buah ketapang tidak termanfaatkan, banyak

berserakan di bawah pohonnya dan dibakar sebagai sampah (Andriyany,

. Buah ketapang berwarna hijau tetapi ketika tua warnanya menjadi

5

ketapang terdistribusi secara luas di Indonesia. Di NTB, pohon

ketapang banyak terdapat di pinggir jalan, perkantoran dan pesisir pantai, pohon

ini ditanam untuk perlindungan daerah pantai dan pohon peneduh karena tahan

(Andriyany, 2010).

setelah pohon berumur 2-3 tahun

berdasarkan musim

(Thomson dan Evans, 2006), sehingga buahnya tersedia sepanjang tahun.

Selama ini, khususnya di NTB buah ketapang tidak termanfaatkan, banyak

(Andriyany,

hijau tetapi ketika tua warnanya menjadi

merah kecoklatan.

buahnya kira-kira 4

serat yang mengelilingi biji tersebut.

lapisan kulit luar

Evans, 2006). Lapisan kulit luar pada biji ketapang ini keras seperti kayu.

Lapisan inilah yang merupakan pelindung utama bagi bagian biji yang ada

di dalamnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun, kulit

ketapang digunakan untuk mengobati disentri, rematik, batuk, dan asma

(Nwosu et al., 2008). Ekstrak daun dan buah mempunyai senyawa anti

kanker, radang, HIV

2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nagappa (2003) buah

ketapang dapat digunakan sebagai obat diabetes.

2.1.2. Inti Buah Ketapang

Gambar 2

Inti buah ketapang mengandung lemak, karbohidrat, beta

serat, niasin, fosfor

linoleat, asam myristat,

. Bentuk dari buah ketapang ini seperti buah almond, besar

kira 4-5,5 cm. Kulit terluar dari bijinya licin dan ditutupi oleh

serat yang mengelilingi biji tersebut. Kulit biji dibagi menjadi dua, yaitu

lapisan kulit luar (testa) dan lapisan kulit dalam (tegmen) (Thomson dan

Lapisan kulit luar pada biji ketapang ini keras seperti kayu.

Lapisan inilah yang merupakan pelindung utama bagi bagian biji yang ada

penelitian menunjukkan bahwa daun, kulit,

ketapang digunakan untuk mengobati disentri, rematik, batuk, dan asma

, 2008). Ekstrak daun dan buah mempunyai senyawa anti

kanker, radang, HIV, dan antioksidan (Ameh et al., 2010 dan Mohale

2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nagappa (2003) buah

ketapang dapat digunakan sebagai obat diabetes.

Inti Buah Ketapang (Terminalia catappa Linn.)

(a) (b)

Gambar 2.2 (a) Buah ketapang dan (b) inti buah ketapang

Inti buah ketapang mengandung lemak, karbohidrat, beta

fosfor, protein, riboflavin, asam arakhidat, asam askorbat,

linoleat, asam myristat, asam oleat, asam palmitat, asam palmitoleat

6

mond, besar

Kulit terluar dari bijinya licin dan ditutupi oleh

jadi dua, yaitu

(Thomson dan

Lapisan kulit luar pada biji ketapang ini keras seperti kayu.

Lapisan inilah yang merupakan pelindung utama bagi bagian biji yang ada

dan buah

ketapang digunakan untuk mengobati disentri, rematik, batuk, dan asma

, 2008). Ekstrak daun dan buah mempunyai senyawa anti

Mohale et al,

2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nagappa (2003) buah

inti buah ketapang

Inti buah ketapang mengandung lemak, karbohidrat, beta-karotene,

, protein, riboflavin, asam arakhidat, asam askorbat, asam

asam oleat, asam palmitat, asam palmitoleat, asam

7

stearat, thiamin, dan air (Mohale et al., 2009). Menurut penelitian Putri

(2008), kandungan metil ester asam lemak dalam inti buah ketapang

berdasarkan analisis GC-MS sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kandungan metil ester asam lemak inti buah ketapang

Metil ester asam lemak Persentase dalam inti buah ketapang

metil palmitat 35,63%

metil oleat 33,49%

metil linoleat 24,49%

metil stearat 4,66%

2.1.3.Minyak Inti Buah Ketapang (Terminalia catappa Linn.)

Dari penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2010), dari inti buah

ketapang tersebut didapatkan minyak yang berwarna kuning bening dengan

persentase yang cukup besar, yaitu 54%. Indeks bias dan bobot jenisnya

sebesar 1,4648 dan 0,898 gram/mL. Bilangan asam, bilangan penyabunan,

dan bilangan iodium berturut-turut sebesar 4,7 mgKOH/gram, 68,83

mgKOH/gram, dan 75,21 g iod/100g. Bilangan peroksida 0,51, energi 10,23

Kj/mol, viskositas pada 37o C 32,92 dan asam lemak bebas 2,42 (Mathos et

al., 2009).

Untuk mendapatkan minyak ketapang, inti buah ketapang yang telah

halus dimaserasi dengan n-heksan, kemudian difiltrasi dan dievaporasi

untuk memisahkan minyak. Minyak ketapang yang diperoleh berwarna

kuning jernih (Andriyany, 2010).

Gambar 2.

2.2. Sabun Mandi

Sabun merupakan alat pembersih yang baik dan telah lama digunakan orang

karena dapat menghilangkan kotoran

sabun yang sebagai alat pembersih adalah kemampuannnya untuk melarutkan dan

mengangkat kotoran (Lubis, 20

sekitar abad ke-13, digunakan sebagai pencuci dan pembersih. Sabun yang

pertama dibuat oleh orang

domba dengan abu tumbuhan laut

Sabun mandi merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara

kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani

(BSN, 1994). Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras

soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH

(soft soap). Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses

netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk

sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh

2.3. Minyak inti buah ketapang (Andriyany, 2010)

Sabun merupakan alat pembersih yang baik dan telah lama digunakan orang

karena dapat menghilangkan kotoran-kotoran yang melakat pada tubuh. Nilai dari

sabun yang sebagai alat pembersih adalah kemampuannnya untuk melarutkan dan

mengangkat kotoran (Lubis, 2003). Sabun telah dikenal sejak jaman dahulu kala

13, digunakan sebagai pencuci dan pembersih. Sabun yang

pertama dibuat oleh orang arab dan persia dihasilkan dengan mencampur lemak

domba dengan abu tumbuhan laut (Perdana, 2008).

merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara

kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani

(BSN, 1994). Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras

, sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak

. Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses

netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk

sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh

8

3. Minyak inti buah ketapang (Andriyany, 2010)

Sabun merupakan alat pembersih yang baik dan telah lama digunakan orang

kotoran yang melakat pada tubuh. Nilai dari

sabun yang sebagai alat pembersih adalah kemampuannnya untuk melarutkan dan

dikenal sejak jaman dahulu kala

13, digunakan sebagai pencuci dan pembersih. Sabun yang

dihasilkan dengan mencampur lemak

merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara

kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani

(BSN, 1994). Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard

dikenal dengan sabun lunak

. Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses

netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk

sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh

9

gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali,

sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali

(Qisti, 2009).

Sabun diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Sabun dengan kualitas A

yaitu sabun yang diproduksi dengan menggunakan bahan baku dari minyak atau

lemak terbaik dan mengandung sedikit alkali atau tidak mengandung alkali bebas.

Sabun A ini umumnya digunakan untuk sabun mandi (toilet soap) yang biasa kita

kenal. Sabun kualitas B merupakan sabun yang dibuat dengan menggunakan

bahan baku yang berasal dari minyak atau lemak dangan kualitas yang lebih

rendah dan mengandung sedikit alkali, namun tidak menyebabkan iritasi pada

kulit. Sabun B ini biasanya digunakan untuk mencuci pakaian dan piring. Sabun

dengan kualitas C merupakan sabun yang dibuat dengan minyak atau lemak yang

berwarna gelap (kualitas rendah) dan mengandung alkali yang relatif tinggi (Qisti,

2009).

2.2.1.Bahan Dasar Utama Pembuatan Sabun Mandi

Bahan dasar utama dalam pembuatan sabun khususnya sabun mandi

adalah minyak atau trigliserida yang terdiri dari beberapa kandungan asam

lemak. Minyak tersebut direaksikan dengan suatu basa alkali seperti KOH

atau NaOH (tergantung dari jenis sabun yang akan dihasilkan) yang disebut

dengan reaksi saponifikasi (Poedjiadi, 2007).

2.2.2.Bahan Tambahan Pembuatan Sabun Mandi

Selain lemak dan alkali, pembuatan sabun juga menggunakan bahan

tambahan yang lain. Bahan lain yang digunakan untuk pembuatan sabun

tersebut adalah bahan pembentuk badan sabun, bahan pengisi, garam, bahan

10

pewarna, dan bahan pewangi. Bahan pembentuk badan sabun (builder)

diberikan untuk menambah daya cuci sabun, dapat diberikan berupa natrium

karbonat, natrium silikat, dan natrium sulfat. Bahan pengisi (fillers)

digunakan untuk menambah bobot sabun, menaikkan densitas sabun, dan

menambah daya cuci sabun. Bahan pencuci yang ditambahkan biasanya

adalah kaolin, talk, magnesium karbonat, dan juga soda abu serta natrium

silikat yang dapat berfungsi pula sebagai antioksidan (Perdana, 2008).

Garam juga dibutuhkan dalam pembuatan sabun yaitu berfungsi

sebagai pembentuk inti pada proses pemadatan. Garam yang ditambahkan

biasanya adalah NaCl. Garam yang digunakan sebaiknya murni, tidak

mengandung Fe, Cl, atau Mg. Dengan menambahkan NaCl maka akan

terbentuk inti sabun dan mempercepat terbentuknya padatan sabun. Jika

yang dibuat sabun cair, maka tidak diperlukan penambahan garam ini

(Perdana, 2008).

Beberapa bahan diperlukan sebagai antioksidan, yaitu bahan yang

dapat menstabilkan sabun sehingga tidak menjadi rancid. Natrium silikat,

natrium hiposulfit, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai

antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang sangat kuat

dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent.

Sedangakan untuk bahan tambahan parfum, yang biasa digunakan adalah

cresol. Pada sabun cuci juga digunakan pelarut organik seperti petroleum

naphta dan sikloheksanol (Perdana, 2008).

11

2.2.3.Reaksi Saponifikasi

Jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram

minyak disebut bilangan penyabunan. Besar kecilnya bilangan penyabunan

ini tergantung pada panjang atau pendeknya rantai karbon pada lemak atau

dapat dikatakan besarnya bilangan penyabunan tergantung pada berat

molekul lemak tersebut (Poedjiadi, 2007).

H2C

HC

H2C

O

O

O

C

C

C

O

O

OR3

R2

R1

+ 3 KOH

H2C

HC

H2C

OH

OH

OH

K+ -

OOCR1

K+ -

OOCR2

K+ -

OOCR3

+

Minyak Basa Sabun Gliserol

Skema 2.1 Reaksi saponifikasi pada penentuan bilangan penyabunan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara

lain yaitu konsentrasi larutan KOH/NaOH, suhu, pengadukan, dan waktu

(Levenspiel, 1972).

Hasil sampingan dari reaksi saponifikasi adalah gliserol yang pada

sabun dalam konsentrasi rendah akan bersifat melembabkan kulit. Gliserol

adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis tidak berwarna, cairan

kental dengan titik lebur 20°C dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu

290°C. Gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tetapi tidak

dalam minyak. Sebaliknya banyak zat dapat lebih mudah larut dalam

gliserol dibanding dalam air maupun alkohol (Yusmarlela, 2009).

2.2.4.Mekanisme Pembersihan Kotoran oleh Sabun

Minyak atau lemak atau asam lemak sangat cocok untuk produk

surfaktan karena stuktur molekulnya yang sangat spesifik. Bagian ekor

hidrokarbon akan memiliki afinitas terhadap alifatik hidrokarbon dan

senyawa rantai panjang lainnya, sedang

karboksil akan memiliki daya tarik terhadap air (

Gambar 2.4 Gugus ampibik pada sabun

Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak

dan keringat. Zat-zat ini tidak dapat lar

polar. Sabun digunakan untuk melarutkan kotoran

tersebut. Sabun memiliki gugus non polar yaitu gugu

mengikat kotoran

sama gugus polar. Kotoran tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan

sabun terikat pada air (

2.3. Analisis Kualitas Sabun

Analisis kualitas sabun merupakan suatu metode untuk mengetahui layak

tidaknya sabun digunakan khususnya sebagai sabun mandi. Beberapa hal yang

perlu ditinjau dari sabun yang dihasilkan tercantum dalam tabel syarat mutu

mandi berdasarkan SNI 06

hidrokarbon akan memiliki afinitas terhadap alifatik hidrokarbon dan

senyawa rantai panjang lainnya, sedangkan pada bagian lainnya yaitu gugus

karboksil akan memiliki daya tarik terhadap air (Bailey, 1979).

Gambar 2.4 Gugus ampibik pada sabun (Qisti, 2009)

Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak

zat ini tidak dapat larut dalam air karena sifatnya yang non

polar. Sabun digunakan untuk melarutkan kotoran-kotoran pada kulit

tersebut. Sabun memiliki gugus non polar yaitu gugus –R yang akan

dan gugus –COONa yang akan mengikat air karena sama

. Kotoran tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan

sabun terikat pada air (Winarno, 1992).

Analisis Kualitas Sabun Mandi

litas sabun merupakan suatu metode untuk mengetahui layak

tidaknya sabun digunakan khususnya sebagai sabun mandi. Beberapa hal yang

perlu ditinjau dari sabun yang dihasilkan tercantum dalam tabel syarat mutu

mandi berdasarkan SNI 06-3532-1944 berikut.

12

hidrokarbon akan memiliki afinitas terhadap alifatik hidrokarbon dan

kan pada bagian lainnya yaitu gugus

Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak,

ut dalam air karena sifatnya yang non

kotoran pada kulit

R yang akan

COONa yang akan mengikat air karena sama-

. Kotoran tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan

litas sabun merupakan suatu metode untuk mengetahui layak

tidaknya sabun digunakan khususnya sebagai sabun mandi. Beberapa hal yang

perlu ditinjau dari sabun yang dihasilkan tercantum dalam tabel syarat mutu sabun

13

Tabel 2.2 Syarat mutu sabun mandi menurut SNI 06-3532-1994

No. Uraian Tipe I Tipe II Superfat

1. Kadar air, % Maks. 15 Maks. 15 Maks. 15

2. Jumlah asam lemak, % >70 64 - 70 >70

3.Alkali bebas- Dihitung sebagai NaOH, %- Dihitung sebagai KOH, %

Maks. 0,1Maks 0,4

Maks. 0,1Maks 0,4

Maks. 0,1Maks 0,4

4.Asam lemak bebas dan atau lemak netral, %

< 2,5 < 2,5 2,5 – 7,5

5. Minyak mineral negatif negatif negatif

(Badan Standarisasi Nasional, SNI 06-3532-1994)

2.3.1.Keasaman (pH)

Berdasarkan SNI 06–3532–1994, pH sabun mandi tidak ditetapkan

standarnya. Berdasarkan Bailey (1979) pH sabun transparan umumnya

adalah lebih besar dari 9,5. Mencuci tangan dengan sabun dapat

meningkatkan pH kulit sementara, tetapi kenaikan pH kulit ini tidak akan

melebihi 7 (Qisti, 2009).

2.3.2.Kadar Air

Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu

tertentu. Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan

agar sabun yang dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam

pemakaian dan sabun tidak mudah larut dalam air. Kadar air akan

mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti, 2009).

2.3.3. Jumlah Asam Lemak

Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada

sabun yang telah ataupun yang belum bereaksi dengan alkali (SNI, 1998).

14

Sabun yang berkualitas baik mempunyai kandungan total asam lemak

minimal 70%, hal ini berarti bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan

pengisi dalam pembuatan sabun kurang dari 30%. Tujuannya untuk

meningkatkan efisiensi proses pembersihan kotoran berupa minyak atau

lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan

adalah madu, gliserol, waterglass, protein, susu, dan lain sebagainya (Qisti,

2009).

2.3.4.Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak

terikat sebagai senyawa natrium ataupun senyawa trigliserida (lemak netral)

(BSN, 1994). Tingginya asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi

daya membersihkan sabun, karena asam lemak bebas merupakan komponen

yang tidak diinginkan dalam proses pembersihan. Sabun pada saat

digunakan akan menarik komponen asam lemak bebas yang masih terdapat

dalam sabun sehingga secara tidak langsung mengurangi kemampuannya

untuk membesihkan minyak dari bahan yang berminyak (Qisti, 2009).

2.3.5.Alkali Bebas

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai

senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1%

untuk sabun NaOH dan 0, 14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai

sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas

pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau

berlebih pada proses penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi

biasanya digunakan untuk sabun cuci (Qisti, 2009).

15

2.3.6.Minyak Mineral

Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak,

namun saat penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang

ditandai dengan kekeruhan. Minyak mineral adalah minyak hasil penguraian

bahan organik oleh jasad renik yang terjadi berjuta-juta tahun. Minyak

mineral sama dengan minyak bumi beserta turunannya. Contoh minyak

mineral adalah: bensin, minyak tanah, solar, oli, dan sebagainya. Kekeruhan

pada pengujian minyak mineral dapat disebabkan juga oleh molekul

hidrokarbon dalam bahan (Qisti, 2009).

16

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis, Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan beberapa rangkaian percobaan.

Penelitian berlangsung selama lima bulan dimulai dari bulan Maret tahun 2011

sampai dengan bulan Juli tahun 2011 dan dilaksanakan di Laboratorium Kimia

Universitas Mataram.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas yang

ada di laboratorium kimia, rotary evaporator, alat soklet, alat refluks, alat shaker,

magnetik stirer, timbangan analitik, dan cetakan sabun. Bahan-bahan yang

digunakan adalah sampel buah ketapang dan bahan-bahan yang bersifat pro-

analysis seperti etanol, KOH 0,1 N dan 0,5 N dalam etanol, NaOH 30%, HCl 0,1

N, 0,5 N, dan 10%, H2SO4 30%, NaCl jenuh, dietil eter, CCl4, pereaksi hanus,

indikator fenolftalein, Na2S2O3 0,1 N, larutan KI 15 %, gliserin, sukrosa, indikator

metil jingga, larutan kanji, batu didih, dan aquades.

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari empat tahap utama yaitu: 1) ekstraksi minyak inti

buah ketapang (Terminalia catappa) dengan pelarut n-heksana, 2) uji

pendahuluan minyak inti buah ketapang (Terminalia catappa), 3) pembuatan

sabun mandi dari minyak inti buah ketapang (Terminalia catappa) dengan metode

saponifikasi, dan 4) uji kualitas, keamanan, dan efektivitas sabun yang dihasilkan.

Prosedur selengkapnya adalah sebagai berikut.

17

3.3.1 Persiapan Bahan Baku Buah Ketapang

10 Kg buah ketapang yang sudah disortir diambil bijinya dengan cara

dibelah secara melintang. Biji yang diperoleh ditimbang, setelah itu

diblender sampai halus dan hasilnya ditimbang lagi.

3.3.2 Ekstraksi Minyak Inti Buah Ketapang

Ekstraksi minyak ketapang dilakukan dengan metode ekstraksi

maserasi yang dikembangkan oleh Andriyani (2010). Biji ketapang yang

telah diblender dimaserasi dengan pelarut n-heksana selama 48 jam sambil

digojog dengan alat shaker pada kecepatan 150 rpm. Campuran minyak

yang didapat kemudian ditampung di dalam erlenmeyer 1000 mL. Maserat

dipisahkan dengan residu dengan cara filtrasi kemudian diuapkan untuk

menghilangkan n-heksana dengan rotary evaporator pada suhu 40oC

dengan kecepatan 90 rpm. Residu dari biji ketepang hasil maserasi pertama

dimaserasi ulang untuk mendapatkan randemen yang lebih baik.

3.3.3 Uji Pendahuluan Minyak Inti Buah Ketapang

Uji pendahuluan minyak yang meliputi penentuan kadar minyak,

penentuan bilangan penyabunan, penentuan bilangan asam, dan penentuan

bilangan iodium. Metode yang dilakukan sesuai dengan metode yang

dikembangkan oleh Sudarmadji (2003) dengan sedikit modifikasi untuk

penentuan kadar minyak.

a. Penentuan kadar minyak

Minyak yang diukur kadar minyaknya adalah minyak yang

diperoleh dari proses sokletasi. Sebanyak 1 Kg buah ketapang yang

sudah disortir diambil bijinya kemudian ditimbang dan dihaluskan

18

dengan blender dan ditimbang lagi. 25 gr inti buah ketapang yang

sudah halus dimasukkan ke dalam kertas saring. Kertas saring dilipat

sedemikian rupa sehingga biji ketapang tidak keluar, kemudian diikat

dengan tali dan ditimbang. Kertas saring yang berisi inti buah

ketapang dimasukkan kedalam alat soklet dan ditambahkan 200 ml n-

heksana sebagai pelarut, kemudian disokletasi selama 6 jam dengan

suhu 50oC. Dilakukan pengulangan untuk mendapatkan hasil yang

lebih akurat.

Kadar minyak dapat dihitung dengan cara berikut:

Kadar minyak dari biji ketapang

Kadar minyak1 = x 100%

Kadar minyak2 = x 100%

Kadar minyak =

% minyak dari inti buah ketapang

% minyak = x persentase biji

% biji dari buah = x 100%

b. Penentuan bilangan penyabunan

Minyak sebanyak 4 gr dimasukkan ke dalam labu dasar bulat

250 mL yang dihubungkan dengan pendingin. Kemudian ditambahkan

50 mL KOH 0,5 N dalam etanol dan batu didih. Campuran direfluks

selama 60 menit. setelah campuran dingin, ditambahkan lima tetes

indikator phenolphthalein. Campuran kemudian ditritasi menggunakan

19

larutan HCl 0,5 N hingga warna jingga dari indikator hilang. Metode

tersebut diulangi dengan tiga kali pengulangan untuk mendapatkan

hasil yang lebih akurat. Perlakuan dibuat sama juga untuk larutan

blanko. Bilangan penyabunan dihitung menggunakan rumus:

Bilangan Penyabunan =

A : Jumlah ml HCl untuk titrasi minyak

B : Jumlah ml HCl untuk titrasi blanko.

G : Massa minyak (gram).

c. Penentuan bilangan asam

10 gr minyak dilarutkan dalam labu yang berisi 50 mL

campuran etanol-eter (1:1) dan telah dinetralkan terhadap indikator

fenolftalein dengan KOH 0,1 N. Kemudian larutan ditambahkan

dengan indikator fenolftalein, dan dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai

larutan tetap berwarna merah muda lemah setelah dikocok selama 30

detik. Percobaan diulangi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Bilangan asam dihitung menggunakan rumus:

Bilangan Asam =

A : Jumlah ml larutan KOH untuk titrasi.

N : Normalitas larutan KOH

G : Bobot contoh (gram)

d. Penentuan bilangan iodium

Penentuan bilangan iodium dari minyak ketapang ini dilakukan

dengan cara Hanus. Minyak sebanyak 2 gr dimasukkan ke dalam labu

20

erlenmayer. Ditambahkan 15 mL CCl4 untuk melarutkan minyak dan

25 mL larutan Hanus (10 g iodin monobromida dalam 500 mL asam

asetat), kemudian diaduk hingga bercampur semua. Campuran

dibiarkan di tempat gelap selama 60 menit. Setelah itu ditambahkan

20 mL larutan KI 15% dan ditambahkan 100 mL aquadest yang telah

dididihkan, kemudian segera dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N

sampai larutan berwarna kuning pucat, lalu ditambahkan 4 mL larutan

kanji. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang setelah

diaduk.

Larutan blanko dibuat dari 25 mL larutan Hanus dan dibiarkan

di tempat gelap selama 60 menit. Setelah itu ditambahkan 20 mL

larutan KI 15% dan ditambahkan 100 mL aquadest yang telah

dididihkan, dan segera dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai

larutan berwarna kuning pucat, kemudian ditambahkan 4 mL larutan

kanji. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang setelah

diaduk.

Banyaknya mL Na2S2O3 untuk titrasi blanko dikurangi titrasi

yang sesungguhnya adalah equivalen dengan banyaknya iodium yang

diikat oleh lemak atau minyak.

Bilangan iodium = x N Na2S2O3 X 12,691

3.3.4 Pembuatan Sabun Mandi

Metode yang digunakan dalam pembuatan sabun mandi ini sesuai

dengan metode pembuatan sabun mandi yang dikembangkan oleh Supandi

21

(2007), Jongko (2009) dan Qisti (2009) dengan beberapa modifikasi. 30 gr

minyak inti buah ketapang hasil ekstraksi sebelumnya dimasukkan ke dalam

erlenmayer 250 mL kemudian dipanaskan dalam penangas air sambil diaduk

dengan magnetic stirer. Lalu dengan hati-hati ditambahkan dengan 10 mL

NaOH 30% dan 30 mL etanol. Campuran terus dipanaskan sambil diaduk

dengan kecepatan sedang sampai semua lemak tersabunkan (ditandai

dengan tidak adanya lapisan minyak yang tidak bercampur ketika

pengadukan dihentikan. Campuran sabun kemudian ditambahkan 10 gr

gliserin, 10 mL sukrosa 50%, dan 5 mL NaCl jenuh sambil terus diaduk

sampai mengental. Setelah semuanya homogen, campuran dimasukkan

dalam cetakan dan didiamkan sampai kering. Ditunggu satu minggu untuk

proses pengujian sabun.

3.3.5 Uji Kualitas, Keamanan, dan Efektivitas Sabun Mandi

Uji kualitas sabun mandi yang dihasilkan sesuai dengan SNI 06-3532-

1994 (kecuali uji pH) dan Supandi (2007) dengan beberapa modifikasi

untuk uji pH, kemanan dan efektivitas.

a. Persiapan sampel uji

Contoh sabun yang akan diuji dipotong-potong halus secepat

mungkin dan segera dimasukkan ke dalam erlenmayer dan ditutup

dengan aluminium foil untuk menghindari menguapnya air.

b. Uji pH

Dibuat larutan sabun masing-masing 1%, 5%, dan 10% lalu

ditentukan pH-nya dengan pH stick.

22

c. Penentuan kadar air

4 gr sampel sabun ditimbang dengan teliti menggunakan

erlenmayer yang telah diketahui beratnya. Kemudian sampel

dipanaskan di tanur (pengering) pada suhu 105oC selama 2 jam atau

sampai beratnya konstan. Percobaan dilakukan dengan tiga kali

pengulangan. Kadar air dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar air = 100%

Keterangan:

W1 : berat sampel + erlenmayer (gram)

W2 : berat sampel setelah pengeringan (gram)

W : berat sampel awal (gram)

d. Penentuan jumlah asam lemak

Jumlah asam lemak merupakan keseluruahan asam lemak baik

itu yang terikat dengan alkali maupun asam lemak bebas ditambah

asam lemak netral. Penentuannnya berdasarkan dengan SNI 06-3532-

1994 yaitu dengan cara ekstraksi dengan pelarut (selain cara wax

cake).

10 gr sampel sabun ditimbang dengan teliti dan dimasukkan ke

dalam erlenmayer 250 mL kemudian dilarutkan dengan 50 mL

aquades. Setelah melarut ditambahkan dengan beberapa tetes indikator

metil jingga. Larutan ditambahkan dengan asam sulfat 20% berlebih

hingga diperkirakan semua asam lemak terbebas dari basa yang

ditunjukkan dengan timbulnya warna merah. Sampel kemudian

23

dimasukkan ke dalam corong pisah (endapan silikat dan lainnya tidak

dimasukkan). Larutan diendaptuangkan dengan pelarut n-heksana

(larutan air dikeluarkan dan larutan n-heksana ditungkan ke dalam

gelas kimia).Pengujian ini diulangi sampai pelarut n-heksana

berjumlah kurang lebih 100 mL.

Larutan kemudian dikocok dan dicuci dengan air sebanyak 3

kali (10 ml air setiap pengocokan) kemudian dikeringkan dengan

Na2SO4 anhidrat dan disaring. Larutan kemudian dimasukkan ke

dalam labu yang sebelumnya telah ditimbang terlebih dahulu beserta

batu didih (W1). Pelarut didestilasi dan labu dikeringkan pada suhu

102o-105oC sampai bobotnya tetap (W2). Kadar asam lemak dapat

dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar asam lemak keseluruhan =

e. Penentuan asam lemak bebas dan alkali bebas

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam sabun

tetapi tidak terikat dengan alkali (netral) ataupun sebagai senyawa

trigliserida. Asam lemak bebas diperiksa bila pada penentuan jumlah

alkali bebas setelah dilakukan pendidihan dalam alkohol netral tidak

terjadi warna merah muda dari indakor penolphtalein. Alkohol netral

disiapkan dengan mendidihkan 100 mL alkohol dalam labu

erlenmayer 250 mL dan ditambahkan dengan beberapa tetes indikator

penolftalein kemudian didinginkan sampi suhu 70oC dan dinetralkan

dengan KOH 0,1 N dalam alkohol.

24

5 gr sampel sabun dimasukkan ke dalam alkohol netral yang

telah disiapkan dan ditambahkan dengan batu didih kemudian

dipasangkan pada pendingin tegak dan dipanaskan agar cepat larut di

dalam penangas air kemudian didihkan selama 30 menit. Bila larutan

tidak bersifat alkalis (tidak berwarna merah muda), didinginkan

sampai suhu 70oC dan dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N dalam

alkohol sampai timbul warna merah muda yang bertahan selama 15

detik. Kadar asam lemak bebas dapat ditentukan dengan persamaan

berikut:

Kadar asam lemak bebas =

Keterangan:

V : KOH yang pergunakan (mL)

N : normalitas KOH

W : berat sampel

205 : berat setara asam laurat

Bila larutan tersebut ternyata bersifat alkalis (larutan berwarna

merah muda) maka yang diperikasa adalah alkali bebasnya dengan

menitrasinya dengna HCl 0,1 N dalam alkohol dengan buret mikro

sampai warna merah muda tepat hilang.

Kadar alkali bebas (KOH) =

Keterangan:

V : mL HCl yang digunakan

N : normalitas HCl

25

56,1: berat setara KOH

W : berat sampel

f. Penentuan lemak yang tidak tersebunkan

Sampel larutan bekas penetapan kadar asam lemak bebas atau

alkali bebas ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmyer kemudian

ditambahkan 25 mL KOH 0,5 N dalam alkohol. Campuran kemudian

direfluks selama kurang lebih 60 menit dan didinginkan samapai suhu

hangat kuku. Campuran kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga

dicapai titik akhir yang tidak berwarna. Dilakukan juga perlakuan

yang sama pada blanko. Persentase asam lemak yang tidak

tersebunkan dapat dihitung dengan persamaan berikut:

% asam lemak tak tersebunkan =

Keterangan:

Vb : volume titrasi blanko (mL)

Vs : volume titrasi sample

N : normalitas HCl

56,1 : berat setara KOH

W : berat sampel (gram)

g. Penentuan minyak mineral

5 gr sampel dimasukkan ke dalam erlenmayer, dilarutkan

dengan air dan dipanaskan agar cepat melarut. Larutan lalu

ditambahkan dengan indikator metil jingga kemudian HCl 10%

berlebihan hingga indikator metil jingga menunjukkan warna merah

26

dan seluruh asam lemak, lemak netral, dan bagian yang tidak mungkin

tersebunkan akan memisah di lapisan atas. Larutan kemudian

dimasukkan ke dalam corong pisah dan lapisan air dikeluarkan.

Diambil 0,3 gr lapisan lemak kemudian ditambahkan 5 mL KOH 0,5

N dalam alkohol dan dipanasi sampai reaksi penyabunan sempurna

menggunakan erlenmayer serta didihkan di atas penangas air.

Campuran kemudian dititrasi dengna air, jika terjadi kekeruhan berarti

minyak mineral positif ada. Jika larutan tetap jernih berarti adanya

minyak mineral negatif (kurang dari 0,05%).

h. Uji keamanan

Uji keamanan dilakukan dengan cara mengoleskan sabun yang

dihasilkan pada kulit telinga bagian belakang 5 orang sukarelawan

berbeda dan didiamkan selama 30 menit kemudian diperhatikan

apakah terjadi iritasi atau tidak.

i. Uji efektivitas (uji bioaktivitas)

Uji efektivitas sabun yang dihasilkan dilakukan dengan uji

biokativitas yaitu menguji aktivitas antibakterinya. Pengujian

dilakukan di laboratorium yang telah terakreditasi dalam pengujian

antibakteri sabun yaitu di BLK. Pengujian dilakukan dalam 6

konsentrasi yang berbeda yaitu 1%, 3%, 5%, 10%, 20%, dan 50%.

Adapaun bekteri yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus

aureus.

27

3.4 Diagram Alir Penelitian

Buah Ketapang

Pengupasan Kulit buah

Inti buah

Ekstraksi

Filtasi

Evaporasi

Residu Ampas inti buah

Minyak murni

Pelarut (n-heksana)Uji pendahuluan minyak:

1. Penentuan kadar

minyak (sokletasi)

2. Bilangan penyabunan

3. Bilangan asam

4. Bilangan iodiumReaksi Saponifikasi

Sabun mandi

Analisis sabun mandi:

1. Uji kualitas sabun, meliputi

a. Uji pH,

b. Penentuan Kadar air,

c. Pentuan jumlah asam lemak,

d. Penentuan asam lemak bebas dan alkali bebas,

e. Penentuan lemak yang tidak tersabunkan, dan

Penentuan minyak mineral

2. Uji keamanan sabun

3. Uji efektivitas sabun

Sekema 3.1 Diagram alir penelitian

Pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah ketapang dengan metode

saponifikasi telah dilakukan dengan beberapa tahap penelitian yaitu ekstraksi

minyak dari inti buah ketapang, uji pendahuluan minyak yang didapatkan, proses

pembuatan sabun mandi dengan metode saponifikasi, dan uji kualitas, keamanan,

serta efektivitas dari sabun mandi yang dihasilkan.

4.1. Persiapan Bahan Baku Buah Ketapang

Bahan baku buah ketapang yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan

dari beberapa tempat di pulau lombok. Buah ketapang yang digunakan adalah

buah kering berwarna coklat yang jatuh dari pohonya. Untuk mengetahui berat

rata-rata dari buah ketapang dan persentase biji dari buah dilakukan pengukuran

dengan mengambil tiga

data tersebut didapatkan bahwa rata

gr dari berat rata-rata buah 5,74. Ini berarti persentase biji dari buah ketapang

sekitar 6,1%. Hasil yang didapatkan

Skema 4.1 Persetase inti dalam buah ketapang

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah ketapang dengan metode

saponifikasi telah dilakukan dengan beberapa tahap penelitian yaitu ekstraksi

minyak dari inti buah ketapang, uji pendahuluan minyak yang didapatkan, proses

pembuatan sabun mandi dengan metode saponifikasi, dan uji kualitas, keamanan,

serta efektivitas dari sabun mandi yang dihasilkan.

Persiapan Bahan Baku Buah Ketapang

Bahan baku buah ketapang yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan

t di pulau lombok. Buah ketapang yang digunakan adalah

buah kering berwarna coklat yang jatuh dari pohonya. Untuk mengetahui berat

rata dari buah ketapang dan persentase biji dari buah dilakukan pengukuran

sampel dari buah ketapang yang digunakan. Berdasarkan

data tersebut didapatkan bahwa rata-rata berat biji dari buah ketapang adalah 0,35

rata buah 5,74. Ini berarti persentase biji dari buah ketapang

yang didapatkan disajikan dalam skema berikut ini.

Skema 4.1 Persetase inti dalam buah ketapang

Kulit buah93,9%

Inti buah6,1%

28

Pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah ketapang dengan metode

saponifikasi telah dilakukan dengan beberapa tahap penelitian yaitu ekstraksi

minyak dari inti buah ketapang, uji pendahuluan minyak yang didapatkan, proses

pembuatan sabun mandi dengan metode saponifikasi, dan uji kualitas, keamanan,

Bahan baku buah ketapang yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan

t di pulau lombok. Buah ketapang yang digunakan adalah

buah kering berwarna coklat yang jatuh dari pohonya. Untuk mengetahui berat

rata dari buah ketapang dan persentase biji dari buah dilakukan pengukuran

Berdasarkan

rata berat biji dari buah ketapang adalah 0,35

rata buah 5,74. Ini berarti persentase biji dari buah ketapang

29

Inti atau biji buah ketapang berupa kacang (nut) yang diperoleh dengan cara

membelah buah ketapang secara melintang. Inti buah ketapang tersebut diblender

samapai halus agar memiliki luas permukaan yang besar sehingga proses ekstraksi

minyak lebih optimum.

4.2. Ekstraksi Minyak Inti Buah Ketapang

Beberapa cara memperoleh minyak dari inti buah ketapang, diantaranya

yaitu dengan cara pengepresan dan ekstraksi pelarut. Dalam skala industri cara

pengepresan biasanya lebih banyak digunakan karena biayanya lebih murah,

namun ampasnya biasanya masih meninggalkan minyak sekitar 7-10%.

Sedangkan dalam skala laboratorium atau skala kecil cara ekstraksi pelarut lebih

banyak digunakan karena lebih efektif dan memilki randemen yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, proses ekstraksi pelarut untuk memperoleh minyak dari inti buah

ketapang lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan proses pengepresan

(Syah, 2006).

Pada penelitian ini, proses pengambilan minyak dari inti buah ketapang

yang akan digunakan pada untuk pembuatan sabun dilakukan dengan metode

ekstraksi maserasi dengan pelarut n-heksana. Dugunakannya n-heksana sebagai

pelarut dalam proses maserasi dikarenakan sifat non-polar dari n-heksana

sehingga sangat baik sebagai pelarut minyak atau trigliserida yang juga bersifat

non-polar. Dari hasil maserasi setelah dilakukan proses filtrasi dan evaporasi

didapatkan minyak murni inti buah ketapang yang berwarna kuning bening.

Berikut gambar minyak ketapang murni yang didapatkan.

Gambar 4.1 Minyak inti buah ketapang

Untuk memenuhi kebutuahan selama penelitian,

digunakan 10 Kg buah ketapang kering yang diambil bijinya untuk ekstraksi

minyak. Berikut disajika

Tabel 4.1 Data perolehan minyak inti buah ketapang

Buah (Kg) Biji kasar (gr)

10 419,32

4.3. Uji Pendahuluan Minyak Inti Buah Ketapang

Sebelum dilakukan proses pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah

ketapang yang telah didapatkan, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan

terhadap minyak tersebut. Uji pendahuluan yang dilakukan meliputi penentuan

kadar minyak yang terdapat dalam biji

minyak, penentuan bilangan asam minyak, dan penentuan bilangan iod. Berikut

disajikan data nilai hasil uji pendahuluan minyak.

Gambar 4.1 Minyak inti buah ketapang murni

Untuk memenuhi kebutuahan selama penelitian, dengan metode maserasi

digunakan 10 Kg buah ketapang kering yang diambil bijinya untuk ekstraksi

minyak. Berikut disajikan tabel data berat minyak yang didapatkan.

Data perolehan minyak inti buah ketapang

Biji kasar (gr) Biji setelah diblender (gr) Berat (gr)

419,32 361,92

Uji Pendahuluan Minyak Inti Buah Ketapang

Sebelum dilakukan proses pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah

didapatkan, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan

terhadap minyak tersebut. Uji pendahuluan yang dilakukan meliputi penentuan

kadar minyak yang terdapat dalam biji ketapang, penentuan bilangan penyabunan

minyak, penentuan bilangan asam minyak, dan penentuan bilangan iod. Berikut

disajikan data nilai hasil uji pendahuluan minyak.

30

dengan metode maserasi

digunakan 10 Kg buah ketapang kering yang diambil bijinya untuk ekstraksi

Berat (gr)

156,22

Sebelum dilakukan proses pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah

didapatkan, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan

terhadap minyak tersebut. Uji pendahuluan yang dilakukan meliputi penentuan

ketapang, penentuan bilangan penyabunan

minyak, penentuan bilangan asam minyak, dan penentuan bilangan iod. Berikut

31

Tabel 4.2 Data hasil uji pendahuluan minyak inti buah ketapang

No. Parameter Nilai Satuan

1. Kadar minyak 56,14 % berat

2. Bilangan penyabunan 130,92 mgKOH/gr minyak

3. Bilangan asam 3,49 mgKOH/gr minyak

4. Bilangan iod 0,19 gr iod/100 gr minyak

4.3.1 Kadar Minyak

Untuk menentukan kadar minyak dari inti buah ketapang digunakan

metode ekstraksi sokletasi dengan pelarut yang sama pada proses maserasi

sebelumnya yaitu n-heksana. Digunakannya metode sokletasi, karena

dengan metode ini minyak yang terekstrak lebih maksimal dari proses

maserasi. Proses sokletasi dilakukan sebanyak dua kali untuk mendapatkan

hasil yang lebih akurat. Pada sokletasi pertama didapatkan minyak inti buah

ketapang sebanyak 12,6 gr dari 25 gr biji dengan 200 mL n-heksana sebagai

pelarut. Sedangkan pada sokletasi kedua dengan jumlah biji ketapang dan

pelarut yang sama didapatkan minyak sebanyak 15,47 sehingga bila dirata-

ratakan maka rata-rata minyak yang terkandung dari 25 gr biji ketapang

adalah 14,035 gr. Dari perolehan tersebut dapat dihitung persentase atau

kadar minyak dalam inti buah ketapang yaitu sebesar 56,14%. Kadar

minyak dari inti buah ketapang ini cukup besar sehingga dapat digunakan

sebagai sumber bahan baku minyak dalam pembuatan sabun khususnya

sabun mandi.

4.3.2 Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan merupakan suatu parameter yang menunjukkan

jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gr minyak.

32

Besarnya nilai bilangan penyabunan dari suatu minyak menunjukkan besar

molekulnya. Semakin besar bilangan penyabunan maka semakin kecil

molekul dari minyak tersebut. Ini juga menunjukkan banyak molekul dari

minyak setiap gramnya yang mempunyai nilai berbanding lurus dengan

bilangan penyabunan atau berbanding terbalik dengan besar molekulnya.

Artinya, semakin besar molekul suatu minyak maka bilangan penyabunan

dan jumlah molekulnya semakin kecil.

Tujuan dari penentuan bilangan penyabunan pada penelitian ini adalah

untuk mengetahui jumlah basa alkali yang digunakan dalam pembuatan

sabun sehingga pada produk tidak terdapat minyak yang belum tersabunkan

atau kelebihan basa alkali dalam jumlah banyak.

Minyak yang didapatkan dalam penelitian ini memiliki bilangan

penyabunan yang cukup besar yaitu 130,92 mgKOH/gr minyak. Nilai yang

cukup besar ini (lebih besar dari penelitian sebelumnya) berarti minyak

tersebut memiliki molekul yang tidak terlalu panjang sehingga sabun yang

dihasilkan dapat larut dalam air. Minyak tersebut juga memiliki rantai

karbon yang tidak telalu pendek sesuai dengan data hasil analisis GC-MS

pada penelitian yang dilakukan Putri (2008) sebelumnya, metil ester yang

terdapat dalam minyak inti buah ketapang memiliki rantai karbon di atas 14

sehingga aman bila dijadikan bahan baku pembuatan sabun mandi (Jongko,

2007).

4.3.3 Bilangan Asam

Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas dan

dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang digunakan untuk

33

menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gr minyak atau lemak

(Depkes RI, 1995). Berdasarkan hasil penelitian, bilangan asam dari minyak

ketapang cukup kecil yaitu 3,49 mg KOH/gr minyak. Dalam pembuatan

sabun mandi, bilangan asam dari minyak yang digunakan tidaklah begitu

berpengaruh, karena asam lemak yang juga terdapat di dalam minyak akan

tersabunkan juga dengan reaksi yang disebut netralisasi (dalam penelitian

ini tidak difokuskan pembahasan mengenai reaksi netralisasi pada asam

lemak).

4.3.4 Bilangan Iod

Bilangan iod mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun

minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat sejumlah iod

dan membentuk senyawa yang jenuh. Banyaknya iod yang dapat diikat

menunjukkan banyaknya ikatan rangkap. Bilangan iod dinyatakan sebagai

jumlah gram iod yang diikat oleh 100 gr minyak atau lemak (Sudarmadji et

al, 2003).

Minyak yang dihasilkan dari inti buah ketapang pada penelitian ini

memiliki bilangan iod 0,19 gr KOH/100 gr minyak, yang berarti minyak inti

buah ketapang mengandung asam lemak tak jenuh dengan jumlah yang

sedikit dan aman digunakan sebagai sabun mandi. Hasil yang didapatkan

berbeda dari penelitian sebelumnya. Penyebabnya diperkirakan karena

kondisi baik itu berupa suhu dan alat-alat yang digunakan berbeda dari

penelitian sebelumnya. Asam lemak tidak jenuh yang sedikit akan

menghasilkan sabun yang cukup padat.

34

4.4. Pembuatan Sabun Mandi

Pada pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah ketapang, basa alkali

yang digunakan adalah NaOH untuk menghasilkan sabun yang padat.

Berdasarkan data bilangan penyabunan yang didapatkan pada uji pendahuluan

dapat diformulasikan sabun mandi dengan minyak inti buah ketapang yaitu pada

30 gr minyak inti buah ketapang digunakan NaOH sebesar 0,94 gr x 3 = 2,82 gr

(setelah dikonversi dari bilangan penyabunan yaitu 40/56 x 130,92 = 93,51 mg

NaOH/gr minyak).

Untuk menghasilkan sabun mandi yang padat, maka air yang terlibat di

dalam reaksi harus diminimalisir walaupun tetap penting dalam proses pelarutan

NaOH. Idealnya dalam pembuatan sabun, jumlah air yang digunakan 1:3 dari

jumlah minyak (Jongko, 2007). Oleh sebab itu untuk perhitungan mudahnya pada

proses produksi sabun dari 30 gr minyak digunakan NaOH 30% sebanyak 10 mL.

Jumlah air yang terlalu banyak akan menyebabkan kepadatan sabun berkurang

sehingga sabun yang dihasilkan akan menjadi lebih lunak.

Dalam proses pembutannya, minyak inti buah ketapang ditambahkan

dengan NaOH 30%. Pada tahap ini akan terbentuk gumpalan sabun yang tidak

merata sehingga ditambahkan 30 mL etanol untuk melarutkan serta menjernihkan

sabun tersebut (Qisti, 2009). Penambahan etanol ini akan menyebabkan proses

reaksi saponifikasi berjalan sempurna dengan tidak tersisanya lemak yang tidak

tersabunkan. Untuk mengetahui apakah sabun telah terbantuk dilakukan pengujian

dengan meneteskan larutan sabun pada gabus kamudian ditambahkan air lalu

diremas. Bila terbentuk busa maka sabun telah terbentuk.

35

Pada fasa trace yaitu fasa dimana sabun telah terbentuk, dapat ditambahkan

beberapa zat aditif yang dapat berupa zat pengisi atau filler sesuai dengan

fungsinya masing-masing. Dalam penelitian ini zat yang ditambahkan sebagai zat

aditif adalah berupa 10 gr gliserin, 10 mL larutan sukrosa 50%, dan 5 mL NaCl

jenuh. Gliserin berfungsi sebagai pelembab bagi kulit pada sabun mandi. Sukrosa

berfungsi sebagai pendingin super pada proses pembekuan sabun sehingga bentuk

kristal sabun lebih menarik (lebih transparan) atau tidak terlalu keruh dengan

membantu kristalisasi sabun menjadi lebih cepat. Yang terakhir, NaCl yang

ditambahkan berfungsi sebagai zat pembangun yang berperan sebagai zat

pembantu dalam proses pembekuan sabun sehingga tekstur sabun lebih keras.

Seluruh filler yang ditambahkan pada fasa trase selain berguna sesuai

dengan fungsi masing-masing yang telah dijelaskan, ia juga akan membuat daya

kerja sabun menjadi berkurang sehingga dalam SNI 06-3532-1994 diatur

ketentuan yang menyatakan bahwa zat pengisi dalam sabun mandi tidak boleh

lebih dari 30%. Untuk mengetahuinya, dilakukan uji penentuan jumlah asam

lemak yang akan dibahas pada sub bab uji kualitas, efektivitas, dan keamanan

sabun dalam bab ini.

CH2

O HC

CH2

O

C R1

O

C R3

O

O

C

R2

O

+ 3 NaOH

CH2

OH HC

CH2

OH

OH

3 Na+ -

OOCR1

+3 Na+ -

OOCR2

3 Na+ -

OOCR3

Trigliserida Basa alkali Sabun Gliserol

Skema 4.2 Persamaan reaksi penyabunan dengan NaOH

Dari keseluruhan proses tersebut, didapatkan adonan sabun yang berwarna

kuning bening (tanpa penambahan

minyak inti buah ketapang yang dipakai sebagai bahan baku.

dimasukkan ke dalam cetakan sampai mengeras dan dikeluarkan untuk didiamkan

selama satu minggu sebelum dilakukan uji. Dalam penelitian

dibuat dapat mengeras dengan baik setelah didiamkan pada suhu kamar selama

kurang dari 24 jam. Tekstur sabun yang dihasikan halus dengan bentuk kristal

yang lebih transparan dan sedikit berwarna kuning bening

Dari 30 gr minyak inti buah ketapang dan 10 mL NaOH 30% beserta

tambahan zat-zat pengisi yang telah disebutkan di atas, dihasilkan 115,7 gr sabun.

Hasil ini memperlihatkan bahwa pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah

ketapang memiliki randemen tinggi yaitu hampir 4

minyak. Hasil tersebut selain dipengaruhi oleh banyak molekul trigliserida yang

bereaksi dengan NaOH juga dipengaruhi oleh banyaknya zat pengisi (

ditambahakan.

Gambar

Dari keseluruhan proses tersebut, didapatkan adonan sabun yang berwarna

kuning bening (tanpa penambahan pewarna). Warna tersebut sesuai dengan warna

minyak inti buah ketapang yang dipakai sebagai bahan baku. Adonan sabun lalu

dimasukkan ke dalam cetakan sampai mengeras dan dikeluarkan untuk didiamkan

selama satu minggu sebelum dilakukan uji. Dalam penelitian ini, sabun yang

dibuat dapat mengeras dengan baik setelah didiamkan pada suhu kamar selama

kurang dari 24 jam. Tekstur sabun yang dihasikan halus dengan bentuk kristal

yang lebih transparan dan sedikit berwarna kuning bening (gambar 4.2)

ak inti buah ketapang dan 10 mL NaOH 30% beserta

zat pengisi yang telah disebutkan di atas, dihasilkan 115,7 gr sabun.

Hasil ini memperlihatkan bahwa pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah

ketapang memiliki randemen tinggi yaitu hampir 4 kali dari berat bahan baku

minyak. Hasil tersebut selain dipengaruhi oleh banyak molekul trigliserida yang

bereaksi dengan NaOH juga dipengaruhi oleh banyaknya zat pengisi (filler

Gambar 4.2 Sabun mandi dari minyak inti buah ketapang

36

Dari keseluruhan proses tersebut, didapatkan adonan sabun yang berwarna

pewarna). Warna tersebut sesuai dengan warna

Adonan sabun lalu

dimasukkan ke dalam cetakan sampai mengeras dan dikeluarkan untuk didiamkan

ini, sabun yang

dibuat dapat mengeras dengan baik setelah didiamkan pada suhu kamar selama

kurang dari 24 jam. Tekstur sabun yang dihasikan halus dengan bentuk kristal

(gambar 4.2) .

ak inti buah ketapang dan 10 mL NaOH 30% beserta

zat pengisi yang telah disebutkan di atas, dihasilkan 115,7 gr sabun.

Hasil ini memperlihatkan bahwa pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah

kali dari berat bahan baku

minyak. Hasil tersebut selain dipengaruhi oleh banyak molekul trigliserida yang

filler) yang

dari minyak inti buah ketapang

37

4.5. Uji Kualitas, Keamanan, dan Efektivitas Sabun Mandi

Untuk mengetahui apakah sabun yang dihasilkan dalam penelitian ini layak

digunakan sebagai sabun mandi, dilakukan beberapa uji sesuai dengan SNI 06-

3532-1994. Uji tersebut adalah uji kualitas sabun mandi yang terdiri dari uji pH,

uji kadar air, penentuan jumlah asam lemak, penentuan alkali bebas atau asam

lemak bebas, penentuan asam lemak yang tidak tersebunkan, dan uji minyak

mineral, kemudian uji efektivitas sabun dalam hal sifat anti bakterinya terhadap

bakteri Staphylococcus aureus, serta uji kemanan sabun yang berfungsi sebagai

indikator aman tidaknya sabun digunakan sebagai sabun mandi. Dalam SNI

ditetapkan tiga jenis sabun mandi yaitu kualitas I dan II serta sabun superfat yang

merupakan sabun pelembab. Data-data hasil pengujian sabun mandi yang

dihasilkan disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.3 Data hasil uji kualitas, efektivitas, dan kemanan sabun mandi

No. Parameter NilaiStandar SNI

I II Superfat

1. pH 9 - - -

2. Kadar air 21,46% Maks. 15 Maks. 15 Maks. 15

3. Jumlah asam lemak 87,6% >70 64-70 >70

4. Jumlah alkali bebas 0,028% Maks. 0,1 Maks. 0,1 Maks. 0,1

5. Asam lemak bebas Negatif < 2,5 < 2,5 2,5-7,5

6.Jumlah lemak yang tidak tersabunkan

0,0072% < 2,5 < 2,5 2,5-7,5

7. Minyak mineral Negatif Negatif Negatif Negatif

8.Uji Kemanan (iritasi kulit)

Negatif - - -

9.Uji Efektivitas (antibakteri)

Positif - - -

38

4.5.1.Uji pH

Uji pH bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman atau kebasaan

dari sabun tersebut. Metode yang digunakan dalam menentukan pH sabun

adalah dengan mengukur pH larutan sabun (1%, 5%, dan 10%) dengan pH-

stick. Dari pengukuran pH didapatkan hasil bahwa ketiga larutan sabun

tersebut memiliki pH 9 yang berarti sabun yang dihasilkan bersifat basa.

Beberapa jenis sabun memang bersifat basa untuk menjadikan sabun

tersebut sebagai sabun antibakteri. Namun jika terlalu basa, sabun juga akan

menyebabkan iritasi pada kulit. Oleh sebab itu diusahakan sabun mandi

mempunyai kisaran pH 7-10 (Qisti, 2009).

4.5.2.Penentuan kadar air

Kadar air merupakan air yang terkandung di dalam sabun yang

mempengaruhi tingkat kekerasan sabun. Pada penelitian ini kadar air dalam

sabun yang dihasilkan adalah sebesar 21,46% atau sebesar 0,915 gr dari

4,265 gr sabun yang diuji. Jumlah ini cukup besar walaupun tidak begitu

mempengaruhi kualitas sabun mandi dalam hal kinerjanya sehingga pada

penelitian selanjutnya perlu dilakukan formulasi sabun mandi yang

memiliki kandungan air yang rendah. Jumlah yang besar itu dapat berasal

dari penambahan zat aditif pada fase trace berupa gliserin, larutan sukrosa,

dan NaCl.

4.5.3.Penentuan jumlah asam lemak

Jumlah asam lemak merupakan jumlah keseluruhan asam lemak yang

berada di dalam sabun tersebut, baik itu yang telah tersabunkan maupun

39

yang tidak. Asam lemak yang tersabunkan adalah asam lemak yang yang

berbentuk garam alkali yang ditambahkan pada awal dan ikut bereaksi

dalam sponifikasi. Sedangkan asam lemak yang tidak tersabunkan

merupakan asam lemak yang ditambahkan pada fasa trace yang biasanya

digunakan sebagai pelembab (sabun lemak).

Penentuan jumlah asam lemak ini bertujuan untuk mengetahui jumlah

zat-zat aditif yang ada di dalam sabun tersebut. Dalam aturan SNI 06-3532-

1994 jumlah asam lemak di dalam sabun haruslah 70% keatas (64%-70%

untuk sabun superfat) yang berarti jumlah-zat-zat lain tidak boleh lebih dari

30%. Jumlah yang terlalu banyak dari zat aditif pada sabun akan

menyebabkan daya kerja sabun menjadi berkurang.

Jumlah asam lemak dalam sabun ditentukan dengan membebaskan

asam lemak dari ikatan garam natrium dengan asam keras (dalam penelitian

digunakan asam sulfat 20%) sehingga asam lemak menjadi bebas dan dapat

dipisahkan dari larutan sabun. Untuk mengetahui seluruh asam lemak telah

bebas, pada larutan sabun digunakan indikator metil orange yang membuat

larutan sabun berwarna kuning (dalam kondisi basa). Ketika ditambahkan

asam sulfat 20% sedikit demi sedikit, warna larutan mulai berubah dan

mulai terbentuk lapisan lemak yang mengapung di atas larutan. Penambahan

asam sulfat 20% dihentikan ketika larutan telah berwarna merah yang

menandakan asam lemak telah bebas semua dan larutan telah menjadi asam

(rentang pH indikator metil orange 4-5 merah ke kuning). Lapisan lemak

tersebut kemudian diekstrak cair-cair dengan pelarut n-heksana secara

berulang-ulang sehingga didapatkan asam lemak bebas setelah pelarutnya

40

diuapkan. Dalam penelitian ini, jumlah asam lemak dalam sabun yang

dihasilkan adalah 87,6% dan sesuai dengan SNI 06-3532-1994.

4.5.4.Penentuan asam lemak bebas dan alkali bebas

Asam lemak bebas dalam merupakan asam lemak yang tidak terikat

dengan senyawa natrium ataupun trigliserida. Asam lemak bebas diperiksa

bila ternyata di dalam sabun tidak terdapat alkali bebas. Namun bila larutan

sabun yang setelah ditambahkan dengan indikator fenolftalein berwarna

merah muda, maka yang diperiksa adalah jumlah alkali bebasnya.

Pada penelitian ini, sabun yang telah dilarutkan dengan alkohol netral

setelah direfluks selama satu jam berwarna merah muda yang berarti

terdapat alkali bebas di dalamnya atau dengan kata lain uji asam lemak

bebas menunjukkan hasil negatif. Larutan sabun yang telah berwarna merah

muda tersebut kemudian dititrasi dengan HCl sampai tidak berwarna.

Jumlah alkali bebas yang terdapat di dalam sabun ekivalen dengan jumlah

HCl yang digunakan sebagai zat pentitar.

Dari metode tersebut, diperoleh data alkali bebas yang terdapat di

dalam sabun mandi yang dihasilkan berjumlah 0,028%. Jumlah ini telah

memenuhi aturan yang ditetapkan dalam SNI 06-3532-1994 yaitu maksimal

0,1% alkali bebas (sebagai NaOH) dalam sabun mandi.

4.5.5.Penentuan lemak yang tidak tersabunkan

Lemak yang tidak tersabunkan merupakan lemak atau trigliserida

netral yang tidak bereaksi dengan basa alkali selama proses saponifikasi

atau lemak yang sengaja ditambahkan pada fase trace untuk sabun superfat

41

(BSN, 1994). Lemak yang tidak tersabunkan ada dalam sampel penentuan

alkali bebas yang telah dinetralkan dengan HCl. Sampel tersebut direaksikan

dengan KOH sehingga akan terjadi reaksi saponifikasi. Jumlah KOH yang

digunakan untuk menyabunkan lemak netral tersebut ekivalen dengan

jumlah lemak yang ada pada sampel. Untuk mengetahui jumlah KOH yang

dihabiskan dalam saponifikasi lamak tersebut, dilakukan juga perlakuan

yang sama pada blanko. Sehingga dapat diketahui jumlah KOH yang habis

yaitu ekivalen dengan jumlah HCl untuk titrasi balnko dikurangi dengan

jumlah HCl pada titrasi sampel.

Pada penelitian ini diperoleh data jumlah lemak yang tidak

tersabunkan dalam sabun yang dihasilkan sebesar 0,0072%. Jumlah lemak

tidak tersabunkan yang sedikit disebabkan karena tidak dilakukan

penambahan lemak pada fase trace (untuk sabun superfat) atau lemak yang

digunakan dalam proses saponifikasi tersabunkan hampir sempurna.

4.5.6.Penentuan minyak mineral

Minyak mineral merupakan minyak bumi beserta turunannya seperti

bensin, minyak tanah, oli, dan lain-lain. Minyak mineral bisa saja terdapat di

dalam sabun yang dihasilkan karena terbawa oleh minyak/trigliserida dalam

proses saponifikasi. Hal ini terjadi bila proses saponifikasi tidak bersih atau

pada proses ekstraksi minyak terikut minyak bumi. Minyak mineral yang

terdapat di dalam sabun dapat menyumbat pori-pori dari kulit karena tidak

dapat menembus barrier kulit (Achyar, 1986) sehingga mengganggu proses

ekskresi toksin dari dalam kulit. Hal ini dapat menyebabkan jerawat dan

42

panyakit kulit lainnya. Minyak mineral juga dapat menurunkan kemampuan

sabun dalam mengemulsi kotoran (Qisty, 2009).

Minyak mineral diperiksa dengan meneteskan air pada larutan sabun,

jika terjadi kekeruhan berarti sabun tersebut positif mengandung minyak

mineral, namun bila larutan sabun tetap jernihm maka minyak mineral

dalam dabun dinyatakan negatif atau kurang dari 0,05%. Dalam

penentuannya, sangat sulit menentukan kekeruhan dari sabun ketika

diteteskan air karena pengaruh dari berbagai zat aditif yang ditambahkan

pada pembuatannya. Oleh sebab itu, dalam SNI 06-3532-1994 diatur

metode yang valid dalam penentuan minyak mineral yaitu dengan

mengekstrak kembali minyak atau asam lemak yang terikat senyawa

natrium dalam sabun. Untuk membebaskan asam lemak tersebut, digunakan

asam klorida 10% sehingga pada larutan sabun akan terbentuk lapisan

minyak. Lapisan minyak tersebut kemudian disaponifikasi dengan KOH

berlebih sampai terbentuk sabun cair. Sabun cair itulah yang diteteskan

dengan air untuk melihat efek kekeruhannya. Pada penenelitian ini, sabun

yang dihasilkan menunjukkan hasil uji negatif terhadap minyak mineral

yang ditandai dengan tetap jernihnya sabun ketika ditetesi air.

4.5.7.Uji keamanan

Uji keamanan yang dilakukan pada penelitian ini termasuk dalam uji

organoleptik pada sabun yang bertujuan untuk memastikan kemanan dari

sabun mandi yang dihasilkan setelah diketahui kualitasnya menurut standar

SNI 06-3532-1994.

43

Pengujian dilakukan dengan mengoleskan sabun pada kulit telinga

sukarelawan dan didiamkan 30 menit. Hasilnya dari 5 sukarelawan yang

diuji tidak satupun yang menunjukkan iritasi pada kulit telinga yang

dioleskan sabun tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan sabun mandi

yang dihasilkan aman digunakan untuk kulit manusia.

4.5.8.Uji efektivitas (uji bioaktivitas)

Uji bioaktivitas dilaksanakan dengan menguji sifat antibakteri

terhadap Saphylococcus aureus dari sabun yang dihasilkan di Balai

Laboratorium Kesehatan Masyarakat Pulau Lombok. Hasil yang didapatkan

disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.4 Bioaktivitas sabun terhadap bakteri Saphylococcus aureus

UlanganDiameter Zona Hambat (mm)

1% 3% 5% 10% 20% 50%Gentamisin

(10 µg)Kloramfenikol

(2 µg)

I 0 0 0 10 10 10 29 30

II 0 0 0 10 10 10 28 30

III 0 0 0 10 10 10 29 30

Dari data tersebut terlihat bahwa sabun mandi yang dihasilkan

memiliki sifat anti bakteri (Saphylococcus aureus) pada konsentrasi yang

tinggi. Konsentrasi pada sabun tidaklah terlalu berpengaruh karena pada

prakteknya sabun digunakan pada konsentrasi 100% sehingga dapat

dikatakan sabun tersebut dapat dijadikan sabun antibekteri.

Gentamisin dan kloramfenikol merupakan pembanding yang

digunakan dalam penentuan antibakteri ini. Keduanya menunjukkan

diameter zona hambat sebesar 29 mm dan 30 mm. Digunakannya

44

gentamisin dan kloramfenikol sebagai pembanding karena gentamisin

merupakan suatu antibiotik golongan aminoglikosida yang berspektrum luas

terhadap bakteri dengan sifat bakterisidanya (Dalimunthe, 2008), sedangkan

kloramfenikol merupakan golongan antibiotik pada pengobatan penyakit

infeksi kulit yang preparat topikalnya tersedia di perdagangan dalam bentuk

salep (Hartati, 1994).

Sifat anti bakteri dari sabun tersebut diperkirakan hanya disebabkan

karena sifat kebasaannya (karena tidak dilakukan penambahan zat-zat yang

bersifat antibakteri) sehingga bila ingin meningkatkan sifat antibakteri pada

sabun mandi perlu dilakukan penambahan zat-zat antibakteri.

45

BAB VPENUTUP

A. Kesimpulan

1) Minyak inti buah ketapang (Terminalia catappa Linn.) dapat

digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sabun mandi,

2) Pembuatan sabun mandi dari minyak inti buah ketapang (Terminalia

catappa Linn.) dapat dilakukan dengan metode saponifikasi,

3) Sabun mandi yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu SNI 06-

3532-1994 (kecuali kadar air) dengan pH 9, kadar air sebesar 21,46%,

jumlah asam lemak sebasar 87,6%, alkali bebas sebesar 0,028%,

lemak yang tidak tersabunkan sebesar 0,0072%, dan minyak mineral

negatif, serta terbukti aman digunakan sebagai sabun mandi dan dapat

berfungsi sebagai antibakteri.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk pembuatan sabun dari

minyak inti buah ketapang yang memiliki kadar air kecil (kurang dari 15%)

sehingga secara keseluruhan dapat memenuhi standar SNI 06-3532-1994

tentang sabun mandi serta perlu dilakukan penambahan zat-zat aditif pada

sabun ini sesuai fungsi masing-masing sehingga dapat dikomersilkan.

46

DAFTAR PUSTAKA

Achyar, Dr. Ny. Lies Yul. 1986. Dasar-dasar Kosmetologi Kedokteran. Cermin Dunia Kedokteran No. 41. Jakarta: PT. Kalbe Farma.

Afifuddin, Sya’ad. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Industri Sabun di Sumatera Utara. Jurnal MIPA Ekonomi, Mei 2007, vol. 2, No. 2.

Andriyany, Reny Septya. 2010. Skripsi: Pembuatan Biodiesel Dari Inti Buah Ketapang Dengan Proses Transesterifikasi Kimiawi. Mataram: Universitas Mataram Fakultas MIPA.

Ameh, S.J., Florence, T dan Taoheed, M.A. 2010. Physicochemical Analysis of the Aqueous Extracts of Six Nigerian Medicinal Plants. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 9 (2): 119-125.

Anonim, Kelompok Kerja Ilmiah PHYTO MEDICA. 1993. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Hal 27.

Bailey A. E. 1979. Industrial Oil and Fat product. New York: Interscholastic Publishing, Inc.

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1998. Cara Uji Minyak dan Lemak. SNI 01-3555-1998. Jakarta: Departemen Perdagangan.

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi. SNI 06-3532-1994. Jakarta: Dewan Standar Nasional.

Capucinno, J.G. dan N. Sherman. 2001. Microbiology: A Laboratory Manual. 6th

ed. Benjamin Cummings. San Fransisco.

Dalimunthe, Aminah. 2008. Tesis: Pemantauan Efektivitas Gentamisin Dosis Berganda Intravenus terhadap Pasien Pneumonia Komuniti (Community Aquired Pneumonia) di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Medan: Program Studi Farmasi Pasca Serjana Universitas Sumatera Utara.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Depkes RI.

Hartati, Sri. 1994. Kemampuan Pelepasan dan Daya Antibakteri Kloramfenikol dari Sediaan Krim dan Produk Paten Salep. Majalah Farmasi Indonesia 5 (2), 81-86. Yogyakarta: UGM.

Jawezt, E., J.M. Elnik dan E.A.A. Deloery.1989. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. Terjemahan Tonang H.EGC. 165-173. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Jakarta.

Jongko. 2009. Sabun Kecantikan: Teori dan Praktek Membuat Sabun Beauty di Rumah. Jakarta: Duraposita Chem.

Levenspiel, O. 1972. Chemical Reaction Engineering. 2nd

Ed. John Wiley & Sons, Inc. New York, hal. 21-22.

47

Lubis, Lely Sari. 2003. Sabun Obat. Medan: USU Fakultas MIPA.Mathos, L., Nzikou, J.M., Kimbonguila, A., Ndangui, C.B., Pambou-Tobi,

N.P.G., Abena, A.A., Silou, Th., Scher, J dan Desobry, S. 2009.Composition and Nutritional Properties of Seeds and Oil From Terminalia catappa L. Advance Journal of Food Science and Technology. 1(1): 72-77.

Mohale, D.S., Dewani, A.P., Chandewar, A.V., Khadse, C.D., Tripathi, A.S dan Agrawal, S.S. 2009. Brief Review on Medicinal Potential of Terminalia catappa. Journal of Herbal Medicine and Toxicology. 3 (1): 7-11.

Nagappa, A.N., Thakurdesai, P.A., Venkat Raob, N dan Jiwan Singh. 2003.Antidiabetic Activity of Terminalia catappa Linn Fruits. Journal of Ethnopharmacology. 88: 45–50.

Nwosu, F.O., Dosumu, O.O dan Okocha, J.O.C. 2008. The Potential of Terminalia catappa (Almond) and Hyphaene thebaica (Dum palm) Fruits as Raw Materials for Livestock Feed. African Journal of Biotechnology. 7 (24): 4576-4580.

Perdana, Farid Kurnia dan Ibnu Hakim. 2008. Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Jarak dan Soda Q Sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q. Semarang: Universitas Diponegoro Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia.

Poedjiadi, Anna dan F.M. Titin Supriyanti. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.

Putri, M., 2008, Prospek Biji Ketapang (Terminalia catappa) sebagai Suatu Alternatif Sumber Minyak Nabati (http://fbaugm.wordpress.com/2008/08/11/miladiah-putri-h-04fa07235/), didownload jam 12.00 WITA, tanggal 7/06/2011.

Qisti, Rachmiati. 2009. Skripsi: Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada Konsentrasi Yang Berbeda. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Sudarmadji, S., Haryono, B dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Liberty. 93-104.

Supandi, dan Sri Nevi Gantini. 2007. Formulasi Sabun Transparan Minyak Nilam sebagai Obat Jerawat. Yogyakarta: Univeristas Muhammadiyah.

Syah, A.N.A. 2006. Biodiesel Jarak Pagar: Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Thomson, L.A and Barry Evans. 2006. Terminalia catappa (tropical almond).Species Profiles for Pacific Island Agroforestry. (www.traditionaltree.org).

48

Vanessa. 2008. Karya Ilmiah: Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu dari Gliserin yang Diproduksi PT. Sinar Oleochemical International-Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara Fakultas MIPA.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.

Yusmarlela. 2009. Studi Pemanfaatan Plastisiser Gliserol dalam Film Pati Ubi dengan Pengisi Serbuk Batang Ubi Kayu. Medan: Universitas Sumatera Utara Fakultas MIPA.

LAMPIRAN

Lampiran 1: Perhitungan

1) Penentuan persentase biji dari buah ketapang

No. Sampel buahBerat buah

(gram)Berat biji

(gram)

1. Buah pertama 5,51 0,30

2. Buah kedua 5,83 0,40

3. Buah ketiga 5,89 0,36

Rata-rata 5,74 0,35

% biji dari buah =

= 6,1%

2) Penentuan kadar minyak

Berat minyak 1 : 12,6 gr

Berat minyak 2 : 15,47 gr

Berat biji ketapang : 25 gr

Rata-rata berat minyak =

= 14,035 gr

Kadar minyak =

=

= 56,14%

3) Penentuan bilangan penyabunan minyak

Berat sampel minyak : 4 gr

Konsentrasi HCl : 0,5 N

Vol. titrasi blanko : 30,8 mL

Vol. titrasi sampel 1 : 11,8 mL

Vol. titrasi sampel 2 : 11,7 mL

Vol. titrasi sampel 3 : 12,9 mL

Rata rata vol. titrasi =

= 12,133 mL

Bilangan penyabunan =

=

=

= 130,92 mg KOH/gr minyak

4) Penentuan bilangan asam minyak

Berat sampel minyak : 10 gr

Vol. titrasi 1 : 6,9 mL

Vol. titrasi 2 : 5,55 mL

Konsentrasi KOH : 0,1 N

Rata-rata vol. titrasi =

= 6,225 mL

Bilangan asam =

=

= 3,49 mgKOH/gr minyak

5) Penentuan bilangan iod minyak

Berat sampel minyak : 2 gr

Konsntrasi Na2S2O3 : 0,1 N

Vol. titrasi blanko : 18,6 mL

Vol. titrasi sampel : 18,3 mL

Bilangan iodium =

=

=

= 0,19 gr iod/100 gr minyak

6) Penentuan kadar air sabun

Berat air sampel 1 : 0,82 gr

Berat air sampel 2 : 0,83 gr

Berat air sampel 3 : 0,95 gr

Berat sampel 1 : 4,03 gr

Berat sampel 2 : 4,00 gr

Berat sampel 3 : 4,08 gr

Rata-rata berat air =

= 0,867 gr

Rata-rata berat sampel =

= 4,037

Kadar air sampel =

= 21,46%

7) Penentuan jumlah asam lemak sabun

Berat asam lemak : 8,76 gr

Berat sampel sabun : 10 gr

Jumlah asam lemak =

= 87,6%

8) Penentuan alkali bebas sabun

Berat sampel sabun : 5 gr

Vol. Titrasi : 0,25 mL

Konsntrasi HCl : 0,1 N

Kadar alkali bebas =

=

= 0,028%

9) Penentuan lemak yang tidak tersabunkan

Berat sampel : 75,67 gr

Vol. titrasi blanko : 19,25 mL

Vol. titrasi sampel : 19,20 mL

Konsentrasi HCl : 0,5

Lemak tak tersabunkan =

=

= 0,0072%

Lampiran 2: Dokumentasi Penelitian

01. Sampel buah ketapang 02. Biji dari buah ketapang

03. Penghalusan biji 04. Biji yang telah diblender

05. Maserasi biji 06. Penyaringan maserat

07. Filtrat minyak dalam n-heksana 08. Evaporasi filtrat

09. Minyak murni 10. Penentuan kadar minyak

11. Penentuan bilangan penyabunan 12. Pembuatan sabun (double boiler)

13. Hasil sabun awal 14. Produk sabun mandi

15. Sabun dalam berbagai bentuk 16. Persiapan uji sabun

17. Penentuan kadar air 18. Penentuan pH sabun

19. Penentuan jumlah asam lemak 1 20. Penentuan jumlah asam lemak 2

21. Penentuan alkali bebas 22. Pemeriksaan minyak mineral

23. Uji keamanan sabun mandi 24. Uji antibakteri sabun

sNI 06-3532-1994sNlStandar Naslonal Indonesla

\-

Sabun mandi

Badan Standardlsarl Naglonal

$HStandar Nasional ln

Idonesia

sNt 06-3532-1994

Sabun mandi

Badan Standardisasi Nasional

Daftar isi

Daftar isi

1

2

3

4

5

6

7

Cara pengambi lan contoh . . . . .

Cara pengemasan . . . . . 1 0Syarat penandaan .... 1 0

Sabun mandi

1 Ruang l ingkup

standar ini meliputi isti lah dan definisi, syarat mutu, caracara pengemasan dan syarat penandaan sabun mandi.

sNt 06 - 3532 - 1994

pengambilan contoh, cara uji,

2 lst i lah dan

sabun mandi

senyawa natrium

berbentuk padat,

iritasi pada kulit

definisi

dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh,berbusa, dengan atau penambahan rain serta t idak menyebabkan

3 Syarat mutu

syarat mutu sabun mandi dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel Syarat mutu sabun mandi

Kadar i

Jumlah

Alkal i

sebaga

Asam l t

lemak n

Minyak

1 .

2t.

3!.

4..

5 .

- , . ' . ' u n -

r air,

rh asam femak

bebas (dihitungyai NaOH)

lemak bebas dan atau

netral

k mineral

Satuan Tipe I Tipe l l Superfat

o/o

o/o

o/o

o/o

maks. 15

> 1 0

maks. 0 ,1

< 2 ,5

negatif

maks. 15

64 -70

maks. 0,1

< 2 ,5

negatif

maks. 15

> 7 0

maks. 0,1

2 , 5 - 7 , 5

negatif

1 dar i 10

sNl 06 - 3532 - 1994

4 Cara pengambilan contoh

cara pengambilan contoh sabun mandi sesuai dengan sNl 19-0428-1g8g, petunjukpengambilan contoh padatan.

5 Cara uji

5.1 Persiapan contoh uji

Contoh sabun yang akan diuji dipotong-potong halus secepat mungkin dan segeramasukkan ke dalam botol bertutup asah dan campur serba sama dan segera digunakanuntuk penguiian untuk menghindari kemungkinan menguapnya.

5.2 Kadar air

5.2.1 Prinsip

Pengukuran kekurangan berat setelah pengeringan pada suhu 10s" c.

5.2.2 Peralatan

Botol timbang tutup asah;

Lemari pengering.

5.2.3 Prosedur

Timbang dengan teliti lebih kurang 4 g contoh yang telah disiapkan, denganmenggunakan botol timbang yang telah diketahui berat tetapnya (A);

Panaskan dalam lernari pengering pada suhu 105" C selam a 2 jam sampai berattetap (B)

5.2.4 Perhitungan

W r - W ,Kadar air = x 100 %

W

Dirnana :

Wr adalah berat + botol timbang, gW, adalah berat contoh setelah pengeringan, gW adalah berat contoh, g

2 dari 10

sNt 06 - 3532 - 1994

5.3 Jumlah asam lemak

5.3.1 Pr ins ip

Jumlah asam lemak adalah keseluruhan asam lemak baik asam lemak yang terikatdengan natrium maupun asam lemak bebas ditambah lemak netral (tigtiseida

netralllemak yang tidak tersabunkan/unsa fonified fa t1

Untuk sabun yang mengandung banyak zat organik seperti sil ikat dan titandioksidadipergunakan cara ekstraksi dengan dietil eter/petroleum eter.

5.3.2 Pereaksi

Asam sulfat 20 o/oi

Jingga metal 0,05 %;

Mikro paraffin/8ees wax;

Petroleum eter/die til eter.

5.3.3 Peralatan- Timbangan analitik;- Gelas piala;- Penangas air;- Pengaduk gelas;- Gelas ukur;- Lemari pengering;- Corong pemisah;- Botol timbang.

5.3.4 Prosedur

5.3.4.1 Cara "Wax cake"- Timbang dengan teliti 10 g contoh yang telah disiapkan dalam gelas piala 250 ml;- Tambah air 100 ml, panaskan pada penangas uap;- Teteskan penunjuk jingga metal, kemudian tambahkan Hzsor 2oo/o secukupnya

sampai warna merah;- Aduk dengan batang gelas agar homogen, tutup dengan kaca arloji, kemudian

panaskan terus sampai terbentuk dua lapisan jernih;

3 dar i 10

sNl 06 - 3532 - 1994

- Masukkan ke dalamnya, 10 g mikro paraffin yang ditimbang dengan teliti;

- Panaskan beberapa jam sampai seluruh campuran menjadi jernih kembali;

- Dinginkan cepat di dalam bak air, sedang gelas pengaduk biarkan tetap di dalamgelas piala;

- Setelah campuran paraffin dan asam lemaUlemak menjadi padat, keluarkan dari

gelas piala dengan bantuan mengaduk tadi;

- " Wax cake" tersebut ditaruh di atas kertas saring dan keringkan dengan cara

ditekan-tekan dengan kertas saring;

- "Wax cake" ditimbang di atas gelas arloji yang sudah diketahui beratnya;

- Perhitungan :

Berat wax cake - berat paraffin asalAsam lemak jumlah = x 1 0 0 %

Berat contoh

- Bila ternyata sabun mengandung banyak silikat dan titan dioksida atau mengandung

banyak mineral, angka persentase di atas perlu dikoreksi

Bila banyak silikat dan titan dioksida perlu diperiksa kembali menggunakan cara

ekstraksi dengan dietil eter/petroleum eter atau biasanya menurut pengalaman

cukup ditambah dengan 0,35 %.

(Asam lemak jumlah = angka % menurut perhitungan + 0,35 %).

5.3.4.2 Cara ekstraksi dengan pelarut

- Timbang dengan teliti kurang lebih 10 g contoh, masukkan ke dalam gelas piala,

larutkan dalam 50 ml air;

- Tambahkan beberapa tetes jingga metal;

- Tambahkan HzSOr 20 o/o berlebihan hingga semua hingga semua asam lemak

terbebaskan dari natrium, yang ditunjukkan oleh timbulnya warna merah;

- Masukkan dalam corong Pemisah.

Endapan silikat dan lainnya jangan dimasukkan ke dalam corong pemisah.

- Endapan tuangkan dengan heksana/dietil eter/eter minyak tanah (enis 40"C - 60"C)

dan larutan air keluarkan dan larutan heksana/dietil/eter minyak tanah di tuangkan

ke dalam gelas piala.

4 dar i 10

sNl 06 - 3532 - 1ee4

- Pengujian ini diulangi sampai pelarut berjumlah kurang lebih 100 ml;- Pelarut dikocok dan dicuci dengan air sampai tidak bereaksi asam (lihat dengan

kertas kongo);

Tiap-tiap pengocokan dipakai 10 ml air.- Pelarut kemudian dikeringkan dengan natrium sulfat kering, saring dan masukkan ke

dalam labu lemak yang telah ditimbang terlebih dahulu beserta batu didih (Wr);

- Pelarut disul ing dan labu dikeringkan pada suhu 102'C - 105" C sampai bobot tetap(Wz);

- Perhitungan :

W r - W rKadar asam lemak jumlah = x 100 %

Bobot contoh

Tambahkan bobot ini bias berasal dari asam lemak bebas, asam lemak ex sabun,

lemak netral dan bahn yang tak dapat disabunkan (minyak mineral).

5.4 Asam lemak bebas / alkal i bebas

5.4.1 Prinsip- Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam contoh sabun tetapi

yang tidak terikat sebagai senyawa natrium ataupun senyawa trigliserida (lemak

mineral).

- Adanya asam lemak bebas diperiksa bila pada pemeriksaan alkali bebas ternyata

setelah pendidihan dalam alkohol netral tidak terjadi warna merah dari penunjuk

phenolphthalein.

- Asam lemak bebas yang melarut dalam alkohol netral dititar dengan KCI alkoholis.

5.4.2 Pe:'eaksi- Alkohol netral;- HCI 0,1 N dalam alkohol;- KOH 0,1 N daiam alkohol.

5 dar i 10

sNl 06 - 3532 - 1e94

5.4.3 Peralatan

- Erlenmeyer 250 ml;- Penangas air;- Pendingin tegak;- Mikroburet.

5,4.4 Prosed ur

- Siapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alkohol dalam labu Erlenmeyer250 ml, tantbahkan 0,5 ml penunjuk phenolphthalein dan dinginkan sampai suhu70"c kemudian netralkan dengan KoH 0,1 N dalam alkohol.

- Timbang dengan telit i lebih kurang 5 g contoh dan masukkan ke dalam alkohol netraldiatas, tambahkan batu didih, pasang pendingin tegak dan panasi agar cepat larutdiatas penangas air, didihkan selama 30 menit.

5.4.4.1 apabila larutan tidak bersifat alkalis (t idak benryarna merah), dinginkan sampai

suhu 70" C dan t i tar dengan larutan: KOH 0,1 N dalam alkohol, sampai

timbul wama merah yang tahan sampai 15 detik.

Perhitungan :

Kadar asam lemak bebas =V x N x 0 , 2 0 5

x 100 o/oW

Dimana :

V adalah KOH 0,1 N yang dipergunakan, mlN adalah normalitas KOH yang dipergunakanW adalah berat contoh, g

205 adalah berat setara asam lauratBila contoh sabun mengandung banyak bagian yang tidak larut, agar tidakmengganggu saring dahulu sebelum titrasi dilakukan.

5.4.4.2 Apabila larutan tersebut di atas ternyata bersifat basa (penunjukphenolphthalein benruarna merah) maka yang diperiksa bukan asam lemakbebas tetapi alkali bebas dengan menitarnya menggunakan HCI 0,1 N dalarnalkohol dari mikro buret, sampai warna merah tepat hilang.

6 dar i 10

sNl 06 - 3532 - 1e94

Perhitungan :

Kadar alkali bebas =V x N x 0 , 0 4

x 100 %g contoh

Dimana :

V adalah ml HCI yang dipergunakan

N adalah normalitas HCI yang dipergunakan

40 adalah berat setara NaOH

Larutan bekas pemeriksaan asam lemak bebas/alkali bebas dapatdipergunakan untuk pemeriksaan lemak yang tidak tersabunkan/lemaknetral/trig liserida netral.

5.$ Lemak yang tidak tersabunkan (cara titrasi)

5. $. 1 Prins ip- Lemak yang tidak tersabunkan adalah lemak netral/trigliserida netral yang tidak

bereaksi selama proses penyabunan atau yang sengaja ditambahkan untukmendapatkan hasil sabun superfat.

- Lemak yang tidak tersabunkan yang masih ada pada hasil bekas pemeriksaan asamlemak bebas/alkali bebas pada butir 5.4, disabunkan dengan KOH alkoholisberlebihan. sisa KoH dititar kembali dengan HCI alkoholis.

Hasil penitaran blanko KOH sebanyak dipergunakan dikurangi dengan hasilpenitaran kembali sisa KOH setelah penyabunan merupakan jumlah KOH yangbereaksi dengan lemak yang tidak tersabunkan dalam contoh uji yang diperiksa.

5.5.2 Pereaksi- KOH alkohol 0,5 N;- HCI 0,5 N alkoholis

5.5.3 Pera lata n- Erlenmeyer 250 ml;- Pendingin tegak;

7 dar i 10

sNl 06 - 3532 - 1994

- Penangas air;- Buret 50 ml;- Pipet 5 ml.

5.5.4 Prosedu r- Larutan bekas pemeriksaan asam lemak bebas alkali ditambah 5 ml KOH 0,S N

alkoholis (berlebihan).

- Pasang pendingin tegak dan didihkan diatas penangas air setama satu jam.- Dinginkan sampai suhu 70" C dan titar dengan HCI 0,5 N alkoholis sampai warna

merah penunjuk phenophtalein tepat hilang (Vr ml).

- Kerjakan penitaran blanko KOH 0,5 N alkoholis sebanyak yang dipergunakan(V2 ml)

5.5.5 Perhitungan :

( V z - V r ) x N x 0 , 0 5 6 1Lemak yang tidak tersabunkan = x 1 0 0 %

0,258 WDimana :

N adalah normalitas HCI yang didpergunakan

W adalah berat contoh, g

561 adalah berat seetara KOH

258 adalah bilangan penyabunan rata-rata minyak kerapa

5.6 Minyak mineral

5.6.1 Prinsip

Minyak mineral tidak mungkin dapat disabunkan seperti halnya asam lemak bebas danlemak netral, sehingga meskipun sudah disabunkan dengan KOH berlebihan akan tetapse,bagai minyak dan pada penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyakyang ditandai adanya kekeruhan.

8 dar i 10

sNl 06 - 3532 - 1994

5.6.2 Pereaksi- HCI 10 o/oi

- KOH 0,5 N dalam alkohol;- Air.

5.6.3 Peralatan- Gelas piala;- Corong pemisah;- Tabung reaksi;- Penangas air;- Pipet;- Pendingin tegak;- Erlenmeyer;- Buret.

5.6.4 Prosed ur- Kurang lebih 5 g contoh dimasukkan ke dalam gelas piala, tambah air dan panasi

agar larut.

- Tambahkan HCI 10 o/o berlebihan sehingga penunjuk jingga metal benruarna mr:rahdan seluruh asam lemak, lemak netral dan bagian yang tidak mungkin dapatdisabunkan akan memisah dilapisan atas.

- Masukkan ke dalam corong pemisah dan lapisan air didkeluarkan.- Pipet 0,3 ml lapisan lemak, tambah berlebihan 5 ml KOH 0,5 N dalam alkohol ,

panasi sampai reaksi penyabunan sempuma menggunakan Erlenmeyer yangdilengkapi pendingin tegak dan didihkan selama dua menit di atas penangas air.

- Titar dengan air tetes demi tetes.- Jika terjadi kekeruhan berarti minyak mineral positif adanya. Jika larutan tetap jernih

berarti adanya minyak mineral tidak ternyata, dan dinyatakan nbgatif (kurang dari0,05 %).

9 dar i 10

sNl 06 - 3532 - 1994

6 Cara pengemasan

Sabun mandi dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak bereaksi dengan isi,aman selama transportasi dan penyimpanan.

7 Syarat penandaan

Pada kemasan harus dicantumkan, nama produk, berat bersih, kode produksi, namadan alamat produsen, serta peraturan lain yang berlaku.

C

10 dar i 10