pemeriksaan esotropia

Upload: septrin-qurata-ayuni-rara

Post on 18-Oct-2015

39 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB III

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga makalah Meet The Expert yang berjudul Pemeriksaan Strabismus Pada Esotropia Kongenital dapat kami selesaikan.

Makalah Meet The Expert ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai jalur visual sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Terima Kasih kami ucapakan kepada staf pengajar yang telah membimbing penulis selama menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata, serta dr. Sri Handayani, SpM sebagai pembimbing dalam penulisan Meet The Expert ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah Meet The Expert ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis berharap semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi kita semua di masa mendatang.

Padang, 3 April 2014

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Juling (strabismus) adalah suatu nama yang diberikan untuk ketidaksejajaran mata yang biasanya persisten atau regular. Penderita strabismus tidak hanya terlihat penampilannya yang jelek, gangguan visual yang berhubungan dengan juling kadang-kadang menjadi beban yang sangat besar. Juling tidak hanya suatu cacat, tapi sering suatu gangguan visual yang berat.(1)Esotropia merupakan juling ke dalam atau strabismus konvergen manifes dimana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal. Esotropia akuisita dapat terjadi pada usia 1-8 tahun dan tidak selalu respons dengan penggunaan kacamata jauh. Esotropia akuisita biasanya muncul usia 2-5 tahun dan sering dihubungkan dengan penyakit penyebabnya.(2,3) Esotropia akuisita terjadi 10,4% Dari seluruh esotropia di dunia. Adanya kelainan organik sering menimbulkan strabismus. Hasil penelitian akhir-akhir ini menyatakan 11,52% pasien dengan strabismus ada kelainan di segmen posterior matanya. Diagnosis yang banyak adalah Toxoplasma khorioretinitis, morning glory anomaly, Toxocara retinopati, retinopati premature, dan Coats disease.(3)Esotropia diterapi dengan non bedah dan bedah. Pengobatan non bedah hanya untuk memperbaiki kelainan refraksi dan mengatasi ambliopianya. Pembedahan dilakukan apabila dengan pengobatan non bedah ambliopia masih tersisa deviasi yang cukup besar.1.2. Batasan MasalahPermasalahan dalam MTE ini dibatasi pada pemeriksaan strabismus esotropia kongenital.1.3. Tujuan Penulisan

Penulisan MTE ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang pemeriksaan pada esotropia kongenital.1.4. Metode Penulisan

MTE ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1. DefinisiStrabismus atau juling merupakan keadaan tidak sejajarnya kedudukan kedua bola mata karena tidak normal penglihatan binokuler atau anomali kontrol neuromuskuler gerakan okuler. Strabismus dapat horizontal, vertikal, torsional, atau kombinasi dari ketiganya.Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial.(5)

Esotropia adalah jenis strabismus yang paling sering ditemukan. Strabismus ini dibagi menjadi dua tipe : paretik (akibat paresis atau paralysis satu atau lebih otot ekstraokular) dan nonparetik (komitan). Esotropia nonparetik adalah tipe tersering pada bayi dan anak. Tipe ini dapat akomodatif, nonakomodatif, atau akomodatif parsial. Strabismus paretik jarang dijumpai pada anak tetapi merupakan penyebab tersering kasus baru strabismus pada orang dewasa. Esotropia akuisita pada orang dewasa umumnya paretik yang disebabkan oleh kelemahan otot rektus lateral akibat cedera saraf kranial keenam.(3)2.2. Diagnosis

2.3.1. Anamnesa

Pertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit sangat membantu dalam menentukan, diagnosis, prognosis dan pengobatan strabismus. Dalam hal ini perlu ditanyakan :

a. Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal dominan.

b. Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal timbulnya strabismus makin jelek prognosisnya.

c. Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan penyakit sistemik.

d. Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya? Bagaimana penglihatan dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah pasien menutup matanya jika terkena sinar matahari? Apakah matanya selalu dalam keadaan lurus setiap saat? Apakah derajat deviasinya tetap setiap saat?

e. Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau bergantian?

2.3.2. Inspeksi

Dengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan atau hilang timbul (intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap (nonalternan), dan berubah-ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus diperhatikan pula ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal. Derajat fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-sama. Adanya nistagmus menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam penglihatannya menurun.2.3. Pemeriksaan

2.3.1. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan

Tajam penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk membandingkan tajam penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa sendiri-sendiri, karena dengan uji binokular tidak akan bisa diketahui kekaburan pada satu mata. Untuk anak-anak yang masih sangat muda, yang bisa dilakukan kadang-kadang hanya berusaha agar mata bisa memfiksasi atau mengikuti sasaran (target). Sasaran dibuat sekecil mungkin disesuaikan dengan usia, perhatian, dan tingkat kecerdasannya. Jika dengan menutup satu mata anak tersebut melawan, sedang dengan menutup mata yang lain tidak melawan, maka mata yang penglihatannya jelek adalah yang ditutup tanpa perlawanan. Pada uji titik (dot test), anak yang diperiksa disuruh menaruhkan jari-jarinya pada sebuah titik yang ukurannya telah dikalibrasi. Ini adalah uji kuantitatif paling awal yang dikerjakan secara berkala (dimulai pada umur 2-2 tahun). Pada umur 2 - 3 tahun anak sudah mampu mengenali dan mengerjakan uji gambar-gambar kecil (kartu Allen). Umumnya anak umur 3 tahun sudah bisa melakukan permainan E (E-game) yaitu dengan kata snellen konvensional dengan huruf E yang kakinya ke segala arah dan sianak menunjukkan arah kaki huruf E tersebut dengan jari telunjuknya.Tajam penglihatan dan kemampuan visual bayi lainnya dapat ditentukan dengan metode melihat apa yang disukai anak (preferential looking method), yang didasarkan pada kebiasaan bayi yang lebih menyukai melihat lapangan yang telah dipola (diberi corak) atau melihat lapangan yang seragam.2.3.2. Pemeriksaan Kelainan Refraksi

Memeriksa kelainan refraksi dengan retinoskop memakai sikloplegik adalah sangat penting. Obat baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna adalah atropine. Bisa diberikan dalam bentuk tetes mata atau salep mata 0,5 % atau 1 % beberapa kali sehari selama beberapa hari. Pemberian atropine pada anak-anak usia sekolah sangat tidak disukai karena sikloplegianya berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga mengganggu pelajaran sekolah. Pada semua umur bisa digunakan homatropin 5 % atau siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik. 2.3.3. Pemeriksaan Aspek Motorik2.3.4. Menentukan Besar Sudut Deviasi2.3.3.1. Uji Prisma dan Penutupan1. Uji penutupan (cover test)

2. Uji membuka penutup (uncover test)

3. Uji penutup berselang seling (alternate cover test)Penutup ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama dan kemudian mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total (heterotropia dan heteroforia)

Uji penutupan plus prismaUntuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma dengan kekuatan yang semakin tinggi dengan kekuatan satu atau kedua mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji penutup berselang-seling. Misalnya untuk mengukur esodeviasi penuh, penutup dipindah-pindahkan sementara diletakkan prisma dengan kekuatan base out yang semakin tinggi didepan salah satu atau kedua mata sampai gerakan re-fiksasi horizontal dicapai oleh mata yang deviasi. 2.3.3.1. Uji ObjektifUji prisma dan uji tutup bersifat objektif, karena tidak diperlukan laporan laporan pengamatan sensorik Dari pasien. Namun diperlukan kerjasama dan tajam penglihatan yang utuh. Uji batang Maddox bersifat subjektif, Karena nilai akhir pelaporan berdasarkan laporan pengamatan sensorik pasien. Pada kasus dimana pasien dalam keadaan bingung atau tidak kooperatif, mungkin tidak respon terhadap uji ini. Cara-cara penentuan klinis posisi mata yang tidak memerlukan pengamatan sensorik pasien (uji objektif) jauh kurang akurat, walaupun kadang-kadang masih bermanfaat. Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada pengamatan posisi reflek cahaya oleh kornea, yakni :

1. Metode Hirschberg

Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat pantulan cahaya pada kedua kornea mata.

1) Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi

2) Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15

3) Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka deviasinya 30

4) Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45

2. Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)

Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma ditaruh didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan agar refleksi kornea pada mata yang juling berada ditengah-tengah pupil menunjukkan besarnya sudut deviasi.2.3.4. Duksi (rotasi monokular)Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti ini bisa karena paralisis otot atau karena kelainan mekanik anatomik.

2.3.5. Versi (gerakan Konjugasi Okular)Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33 cm dalam 9 posisi diagnosis primer lurus kedepan; sekunder kekanan, kekiri keatas dan kebawah; dan tersier keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan, keatas dan kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan sebagai kerja-lebih (overreaction) dan kerja kurang (underreaction). Konsensus : pada posisi tersier otot-otot obliq dianggap bekerja-lebih atau bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot rektus pasangannya. Fiksasi pada lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerja-lebih otot pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih besar untuk berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan menyebabkan kerja-kurang pada otot yang paretik.

2.3.6. Pemeriksaan Sensorik2.3.6.1. Uji stereopsisDigunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan. Sasaran yang dipantau secara monokular hampir-hampir tidak bisa dilihat kedalamannya. Stereogram titik-titik acak (random stereogram) tidak memiliki petunjuk kedalaman bila dilihat monocular. Lapangan titik-titik secara acak (A field of random dots) terlihat oleh mata masing-masing tetapi hubungan titik ke titik yang sesuai antara 2 sasaran adalah sedemikian rupa sehingga bila ada stereopsis akan tampak suatu bentuk yang terlihat stereoskopis.

2.3.6.2. Uji Supresi

Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang pencoba dengan 4 lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau didepan mata yang lain. Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan berwarna ini adalah tanda untuk persepsi mata masing-masing dan bulatan putih yang bisa dilihat kedua mata dapat menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan bulatan-bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan luasnya retina yang diperiksa. Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa dengan jarak dekat atau jauh.

2.3.6.3. Uji Kelainan Korespondensi Retina

Kelainan korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua cara :

1. dengan menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak tegak lurus didepannya

2. dengan menunjukkan bahwa titik retina perifer pada satu mata dan fovea mata lainnya mempunyai arah yang bersamaan.

2.3.6.4. Uji Kaca Beralur BagoliniUji ini merupakan uji metode yang kedua. Kaca bening dengan alur-alur halus yang arahnya berbeda tiap-tiap mata ditempatkan didepan mata. Kondisi uji sedapat mungkin mendekati penglihatan normal. Terlihat sebuah titik sumber cahaya dan seberkas sinar tegak lurus pada arah alur. Jika unsur retina perifer mata yang berdeviasi menunjuk berkas cahaya melalui titik sumber cahaya maka berarti ada kelainan korespondensi retina.

BAB V

KESIMPULAN

1. Esotropia merupakan juling ke dalam atau strabismus konvergen manifes dimana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal.2. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan motorik dan sensorik penglihatan.3. Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada esotropia kongenital adalah:DAFTAR PUSTAKA1. Dharma S, Safwan. Juling dan hubungannya dengan berbagai macam gangguan penglihatan pada anak. Dalam : The 4th Sumatera Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7 Januari 2006

2. Ilyas S. Strabismus. Dalam : Ilmu penyakit mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2004 : 227-58 3. Pascotto A. Acquired esotropia. E-Medicine. Internet file : http://www.emedicine.com/OPH/topic 145.htm 4. Asbury T. Strabismus. Dalam : Oftalmologi umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta. 2000 : 240-60

5. Rusdianto. Diagnosis dan manajemen mikrostrabismus. The 4th Sumatera Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7 Januari 2006

PAGE 11