pemeriksaan laboratorium pada feses

13
Pemeriksaan Laboratorium Pada Feses Sebagai Pemeriksaan Penunjang Dalam Penegakan Diagnosa Penyakit ND

Upload: maulida-ari-p-ratri

Post on 12-Jan-2016

64 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

untuk penyakit ND pada ayam

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeriksaan Laboratorium Pada Feses

Pemeriksaan Laboratorium Pada Feses

Sebagai Pemeriksaan Penunjang Dalam Penegakan Diagnosa Penyakit ND

Page 2: Pemeriksaan Laboratorium Pada Feses

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit. Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern , dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses , cara pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh klinisi. Hal yang melatar belakangi penulis menyusun sebuah makalah dengan judul “pemeriksaan laboratorium pada feses sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosa berbagai penyakit”. Agar para tenaga teknis laboratorium patologi klinik serta para mahasiswa dari berbagai program studi kesehatan khususnya mahasiswa analis kesehatan dapat meningkatkan kemampuan dan mengerti bermacam-macam penyakit yang memerlukan sampel feses, memahami cara pengumpulan sampel untuk pemeriksaan feses secara benar. mampu melaksanakan pemeriksaan sampel feses dengan baik, dan pada akhirnya mampu membuat interpretasi hasil pemeriksaan feses dengan benar.

Kasus yang akan kita angkat adalah diagnosa penyakit ND(Newcastle disease),.Salah satu tujuan dari peternakan ayam petelur adalah mendapatkan produksi telur yang optimal. Namun bagaimana bila terdapat gangguan penurunan produksi telur? Tentu hal ini akan menurunkan tingkat produksi. Banyak faktor yang harus dievaluasi terhadap penyebab penurunan produksi telur tersebut diantaranya pakan, kondisi lingkungan, stres, kualitas ayam saat masa starter, grower atau setelah memasuki fase produksi serta penyakit.Berbicara mengenai penyakit viral yang dapat menurunkan produksi telur, yang paling sering adalah ND (Newcastle disease), IB (infectious bronchitis), AI (avian influenza) dan EDS (egg drop syndrome). Dari hasil pengumpulan data di lapangan sebanyak 2428 kasus penyakit pada ayam layer di tahun 2009, ND, IB dan AI menunjukkan persentase masing-masing 10,63%, 2,84 % dan 1,85 %.

Tabel 1. Ranking penyakit pada ayam layer tahun 2009

Sumber : Data Technical Service Medion, 2009

Berdasarkan pengamatan di lapangan, memang relatif sulit membedakan kasus ND, AI maupun IB. Hal ini dikarenakan adanya gejala klinis maupun perubahan patologi anatomi yang relatif sama antara ketiga penyakit tersebut. Terlebih lagi kita dibingungkan dengan isu penyakit tertentu misalnya AI sehingga persepsi diagnosa kita mengarah ke AI meski bisa saja kasus yang terjadi adalah ND. Agar tidak terjadi kesalahan dalam mendiagnosa ND, AI maupun IB maka perlu dipelajari gejala-gejala penyakitnya secara detail.

1.2.Rumusan Masalah1.3.Tujuan

Page 3: Pemeriksaan Laboratorium Pada Feses

BAB IIPEMBAHASAN

2.1.Definisi penyakit Newcastle Disease (ND) juga di kenal dengan sampar ayam atau Tetelo yaitu

penyakit yang disebabkan oleh Newcastle Disease Virus dari golongan Paramyxovirus. Virus ini biasanya berbentuk bola, meski tidak selalu(pleomorf) dengan diameter 100 – 300 nm. Genome virus ND ini adalah suatu rantai tunggal RNA. Virus ini menyerang alat pernapasan, susunan jaringan syaraf, serta alat-alat reproduksi telur dan menyebar dengan cepat serta menular pada banyak spesies unggas yang bersifat akut, epidemik (mewabah) dan sangat patogen. Virus ND dibagi dua tipe yakni tipe Amerika dan tipe Asia. Pembagian ini berdasarkan keganasannya dimana tipe Asia lebih ganas dan biasanya terjadi pada musim hujan atau musin peralihan, dimana saat tersebut stamina ayam menurun sehingga penyakit mudah masuk.Yang ganas cepat sekali menular, dan seringkali menimbulkan kematian secara mendadak. Penyakit ini pertama ditemukan oleh DOYLE pada tahun 1926 di Newcastle (Inggris), dan mengidentifikasinya sebagai paramyxovirus-1 (PMV-1). Saat ini dikenal empat strain PMV-1 yaitu, strain Viscerotropic velogenik bersifat akut dan menginfeksi saluran pencernaan, dapat menimbulkan tingkat kematian yang tinggi 90%, Neurotropic velogenic yang dapat menyebabkan paralisis kaki, strain mesogenik dapat menyebabkan akut pernapasan dan menimbulkan kematian lebih dari 50%, dan strain lentogenik yang kurang virulen. Penularannya cepat dan kematian yang ditimbulkan sangat tinggi. Sampai sekarang ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi bagaimanapun dapat digunakan vaksin untuk mencegah penyakit ini. Untuk itu lebih baik mencegah daripadamengobati.

2.2.Gejala Klinis

     a.  Penurunan produksi telur

Permasalahan yang paling terlihat nyata pada peternakan ayam layer yang sudah memasuki masa produksi adalah terjadinya penurunan produksi telur. Namun untuk mendiagnosa tidak hanya semata-mata berdasarkan penurunan produksi telur. Tetapi juga dari segi penurunan kualitas telur . Ketiga penyakit viral tersebut dapat menunjukkan warna telur yang pucat hingga berwarna putih dan terkadang kerabangnya tipis maupun lembek.

 

                                                                                                                (a)                                 (b)

Kerabang telur pucat (a); putih telur encer spesifik penyakit IB (b)(Sumber : www.theranger.co.uk & Dok. Medion)

Page 4: Pemeriksaan Laboratorium Pada Feses

Serangan penyakit IB mampu menurunkan produksi telur hingga 60% dalam waktu 6-7 minggu. Penurunan produksi telur selalu diikuti dengan penurunan kualitas telur seperti gangguan bentuk telur, kerabang lembek dan cairan albumin (putih telur) lebih encer daripada biasanya. Putih telur yang encer merupakan ciri spesifik dari penyakit IB. Selain putih telur encer, terkadang juga ditemukan darah di dalam albumin atau kuning telur (blood spot). Sedangkan penurunan produksi pada AI dapat mencapai 80% dan ND bisa mencapai 100% dalam waktu cepat.

     b.  Feses (kotoran ayam)

Feses juga bisa memberikan rambu untuk mengarahkan penyakit, namun tidak terlalu spesifik. Pada kasus AI, warna feses cenderung hijau pupus yang kadang disertai darah dan lendir yang dominan sehingga bentuknya seperti pasta dan menempel pada pantat. ND cenderung menunjukkan manifestasi feses berwarna hijau lumut campur keputihan dan biasanya lebih encer jika dibandingkan pada kasus AI. Tetapi yang perlu dicatat, jika peternak tidak biasa mengamati perubahan feses tersebut maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut karena pengamatan feses ini tidak bisa dijadikan patokan utama untuk menyimpulkan diagnosa.

 

                                                                  (a)                                             (b)

Feses berwarna hijau dan bercampur lendir pada kasus AI (a);feses berwarna hijau campur warna keputihan dan cenderung encer pada kasus ND (b)

(Sumber : Tony Unandar)

     c.  Gejala tortikolis (leher terpuntir)

Gejala tortikolis selama ini identik dengan diagnosa ND sehingga penyakit ND sering disebut dengan istilah “tetelo”. Namun jika ditelaah lebih lanjut, tidak selamanya gejala tersebut spesifik mencirikan ND. Pada beberapa kasus AI dapat ditemukan pula kejadian tortikolis meskipun presentasinya sedikit. Gejala tortikolis ini juga spesifik pada serangan penyakit AE (Avian Enchephalomyelitis) dan SMS (Spiking Mortality Syndrome) namun sering disertai dengan tremor (gemetar,red) seluruh tubuh.

     d.  Gejala pernapasan

Ketiga virus penyebab penyakit ND, AI dan IB selain menyerang saluran reproduksi, juga menyerang saluran pernapasan Manifestasi yang nampak adalah adanya gangguan pernapasan seperti ngorok, bersin, batuk, megap-megap, kesulitan bernapas maupun keluarnya leleran lendir dari hidung ataupun mulut.

Page 5: Pemeriksaan Laboratorium Pada Feses

2.3.Diagnosa

Uji serologi

Dengan tidak adanya vaksinasi, kehadiran antibodi spesifik terhadap virus ND menunjukkan bahwa burung telah terinfeksi oleh virus pada suatu waktu, tetapi belum tentu itu menderita penyakit pada saat sampling. Dalam prakteknya, titer antibodi yang tinggi merupakan indikasi dari infeksi baru. Dua metode yang digunakan untuk mengukur titer antibodi: penghambatan hemaglutinin (HI) tes, dan uji enzyme-linked immunosorbent (ELISA). Untuk kedua, perlu untuk mengumpulkan sampel darah dari ayam. Penangkapan ayam kampung untuk tujuan ini dapat menimbulkan masalah. Ada dua pendekatan: di mana perumahan semalam digunakan, mereka dapat dipertahankan di pagi hari, atau anak-anak dapat dibujuk untuk menangkap mereka. Sampel darah diambil dari vena sayap - penjelasan rinci tentang metode ini diberikan dalam Alders dan Spradbrow (2001a). Cocks biasanya sulit untuk sampel dari ayam. Darah dapat ditarik langsung ke jarum suntik, atau dikumpulkan ke dalam tabung setelah menusuk vena dengan jarum. Dalam kedua kasus, sampel kemudian ditempatkan hampir horizontal untuk memungkinkan pembekuan dan untuk mengizinkan pemisahan sampel serum, yang harus berwarna jerami. Sampel serum harus disimpan dingin sampai dapat dibekukan di laboratorium.

Uji penghambatan hemaglutinin

Tes HI didasarkan pada prinsip bahwa hemaglutinin pada amplop virus dapat membawa tentang aglutinasi ayam sel darah merah dan ini dapat dihambat oleh antibodi spesifik. Piring mikrotitrasi V-bottomed digunakan. Sampel serum diencerkan dalam pengenceran dua kali lipat serial fosfat buffered saline dan kemudian kuantitas tetap antigen virus akan ditambahkan ke setiap sumur. Biasanya 4 Hemaglutinasi Unit yang digunakan, sesuai dengan metode Allan dan Gough (1974). Setelah inkubasi, suspensi sel darah merah yang ditambahkan pada setiap baik dan piring diinkubasi lagi. Dalam tidak adanya antibodi terhadap virus, haemagglutination terjadi, muncul sebagai warna merah menyebar di dasar sumur. Dalam sumur di mana antibodi terhadap virus adalah tingkat yang memadai, haemagglutination dihambat dan sel darah merah sedimen dan muncul sebagai pelet kecil di dasar sumur. Ada atau tidak adanya aglutinasi akurat dinilai dengan memiringkan piring. Hanya sumur-sumur di mana aliran sel darah merah pada tingkat yang sama seperti sumur kontrol (mengandung sel darah merah dan hanya PBS) harus dipertimbangkan untuk menunjukkan penghambatan. The HI titer adalah kebalikan dari pengenceran tertinggi serum yang benar-benar menghambat haemagglutination dan biasanya dan paling mudah dinyatakan sebagai logaritma berbasis 2. Meskipun tes sulit untuk standarisasi antara laboratorium, HI titer memberikan indikasi status kekebalan burung. Sebuah titer log23 merupakan indikasi perlindungan dan titer log26 atau lebih menunjukkan infeksi baru oleh virus. Jika tidak ada vaksinasi telah terjadi, diagnosis infeksi dapat dibuat atas dasar ini, meskipun tidak dapat ditentukan kapan tepatnya itu terjadi. Sampel Sequential diambil pada waktu yang berbeda dapat menunjukkan apakah titer yang meningkat - indikasi dari infeksi baru - atau menurun.Ketika HI titer digunakan sebagai ukuran kekebalan (misalnya, ketika pengujian kawanan kekebalan setelah vaksinasi), direkomendasikan bahwa strain avirulen seperti V4 atau Ulster 2C digunakan sebagai antigen virus. La Sota antigen telah ditemukan tidak sesuai untuk tujuan ini ketika vaksinasi dilakukan oleh strain yang sama seperti itu menghasilkan terlalu tinggi pelindung titer antibodi serum (Maas, et al. 1998).

Page 6: Pemeriksaan Laboratorium Pada Feses

Uji Feses

a. Makroskopis

1) Pemeriksaan JumlahDalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250gram per hari. Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak makan sayur jumlah tinja meningkat.

2) Pemeriksaan WarnaTinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna tinja dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang dimakan. Warna kuning juga dapat disebabkan karena susu,jagung, lemak dan obat santonin

Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam mekonium.

Warna kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut akholis.

Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit atau tomat. 

Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain. Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik.

Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat yang yang mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin

juga oleh melena.

3) Pemeriksaan BauIndol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman.Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu.

Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam. Konsumsi makanan dengan rempah-rempah dapat mengakibatkan rempah-rempah yang tercerna menambah bau tinja.

4) Pemeriksaan KonsistensiTinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras atau skibala didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas. Konsistensi tinja berbentuk pita ditemukan pada penyakit hisprung. feses yang sangat besar dan berminyak menunjukkan alabsorpsi usus

Page 7: Pemeriksaan Laboratorium Pada Feses

5) Pemeriksaan LendirDalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja. Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding usus.

6) Pemeriksaan Darah.Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau hitam. Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baur dengan tinja.

7) Pemeriksaan NanahPada pemeriksaan feses dapat ditemukan nanah. Hal ini terdapat pada pada penyakit Kronik ulseratif Kolon , Fistula colon sigmoid, Lokal abses.Sedangkan pada penyakit disentri basiler tidak didapatkan nanah dalam jumlah yang banyak.

8) Pemeriksaan ParasitDiperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan spesies cacing lainnya yang mungkin didapatkan dalam feses.

9) Pemeriksaan adanya sisa makananHampir selalu dapat ditemukan sisa makana yang tidak tercerna, bukan keberadaannya yang mengindikasikan kelainan melainkan jumlahnya yang dalam keadaan tertentu dihubungkan dengan sesuatu hal yang abnormal.Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian lagi makanan berasal dari hewan, seperti serta otot, serat elastic dan zat-zat lainnya.

b. Mikroskopis1) Protozoa

Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru didapatkan bentuk trofozoit.

2) Telur cacingTelur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya.

3) LeukositDalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan peningkatan jumlah leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencenaan.Untuk mempermudah pengamatan leukosit dapat ditambah 1 tetes asam acetat 10% pada 1 tetes emulsi feces pada obyek glass.

4) EritrositEritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus. Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal.

Page 8: Pemeriksaan Laboratorium Pada Feses

5) EpitelDalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari bagian proksimal jarang terlihat karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal.

6) KristalKristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau strawberi, sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak makan lemak.

7) MakrofagSel besar berinti satu dengan daya fagositosis, dalam sitoplasmanya sering dapat dilihat bakteri selain eritrosit, lekosit .Bentuknya menyerupai amuba tetapi tidak bergerak.

8) Sel ragiKhusus Blastocystis hominis jarang didapat. Pentingnya mengenal strukturnya ialah supaya jangan dianggap kista amoeba

BAB IIIPENUTUP

3.1.Kesimpulan3.2.Saran

Page 9: Pemeriksaan Laboratorium Pada Feses
Page 10: Pemeriksaan Laboratorium Pada Feses

DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata,R.1999.Penuntun Laboratorium Klinik.Jakarta: PT Dian Rakyat.(Halaman 180-185) 

Corwin, Elisabeth J.2001.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.(Halaman 518-519)

http://www.kalbe.co.id/consultation/14/apa-itu-pemeriksaan-tinja-dg-koh-dan-bedanyapemeriksaan-tinja-rutin.htm ( Diakses pada 25 Mei 2013, pukul 16.30 )

http://health.detik.com/bila-feses-berwarna-hitam (Diakses 25 Mei 2013, pukul 17.00)

http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/pelatihan-pemeriksaan-feses (Diakses pada 26 Mei2013, Pukul 16.45)