pemeriksaan radiologi dalam bidang tht.docx
TRANSCRIPT
Pemeriksaan Radiologi dalam Bidang THT
A. Sinus Paranasal
Pemeriksaan radiologis membuat para ahli radiologi dapat memberikan gambaran
anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasal dan struktur
tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus
paranasal adalah:
1. Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas
2. Pemeriksaan tomogram
3. Pemeriksaan CT-Scan
Pasien-pasien dengan keluhan klinis khas yang mengarah pada dugaan adanya sinusitis,
antara lain pilek kronik, nyeri kepala, nyeri kepala satu sisi, nyeri lokal, nafas berbau,
mengeluarkan discharge yang bau, atau kelainan-kelainan lain pada sinus paranasal misalnya
mukokel, pembentukan cairan dalam sinus-sinus, atau tumor, trauma atau pembengkakan
sekitar sinus paranasal, diperlukan informasi mengenai keadaan sinus tersebut.
1. Pemeriksaan Foto Kepala
Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai
macam posisi, antara lain:
a. Foto kepala posisi anterior-posterior (AP atau posisi Caldwell)
b. Foto kepala lateral
c. Foto kepala posisi Waters
d. Foto kepala posisi Submentoverteks
e. Foto Rhese
f. Foto basis kranii dengan sudut optimal
g. Foto proyeksi Towne
Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan yang paling baik dan paling
utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya unsur-unsur tulang dan
jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus paranasal, kelainan jaringan lunak,
erosi tulang kadang sulit di evaluasi. Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis
dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal.
Semua pemeriksaan harus dilakukan dengan proteksi radiasi yang baik, arah sinar
yang cukup teliti dan digunakan fokal spot yang kecil. Posisi pasien yang paling baik
adalah posisi duduk. Apabila dilakukan pada posisi tiduran, paling tidak posisi Waters
dilakukan pada posisi duduk. Diusahakan untuk memperoleh hasil yang dapat
mengevaluasi adanya air fluid level dalam sinus-sinus. Apabila pasien tidak dapat duduk,
dianjurkan untuk melakukan foto lateral dengan film diletakkan pada posisi kontralateral
dengan sinar X horizontal.
Pemeriksaan kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai
macam posisi, antara lain:
a. Foto kepala posisi anterior-posterior (posisi Caldwell)
Foto ini diambil pada posisi kepala menghadap kaset, bidang midsagital kepala
tegak lurus pada film. Posisi ini didapat dengan meletakkan hidung dan dahi diatas meja
sedemikian rupa sehingga garis orbito-meatal (yang menghubungkan kantus lateralis
mata dengan batas superior kanalis auditorius eksterna) tegak lurus terhadap film. Sudut
sinar rontgen adalah 15 derajat kraniokaudal dengan titik keluarnya nasion. Foto Rontgen
ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian depan maksila dan mandibula,
gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis, serta tulang hidung.
Gambar 1. Posisi Caldwell
b. Foto kepala lateral
Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset terletak sebelah lateral dengan sentrasi
diluar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksila berhimpit satu
sama lain. Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang
muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak dan muka.
Gambar 2. Posisi lateral
c. Foto kepala posisi Waters
Posisi ini yang paling sering digunakan. Pada foto waters, secara ideal piramid
tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris. Maksud dari posisi ini adalah
untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak dibawah antrum maksila sehingga
kedua sinus maksilaris dapat dievaluasi seluruhnya. Hal ini didapatkan dengan
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan
meja. Bidang yang melalui kantus medial mata dan tragus membentuk sudut lebih kurang
37 derajat dengan film. Foto waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup.
Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai daerah dinding posterior sinus sphenoid
dengan baik. Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus
ethmoidalis, sinus frontalis, rongga orbita, sutura zigomatiko frontalis, dan rongga
nasal.
Gambar 3. Posisi Waters
Gambar 3a. Posisi Waters mulut terbuka Gambar 3b. Posisi waters mulut tertutup
d. Foto kepala posisi Submentoverteks
Posisi submentoverteks diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala
pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak
lurus kaset dalam bidang midsagital melalui sella tursika ke arah vertex. Banyak variasi-
variasi sudut sentrasi pada posisi submentoverteks, agar mendapatkan gambaran yang
baik pada beberapa bagian basis kranii, khususnya sinus frontalis dan dinding posterior
sinus maksilaris. Foto ini bisa digunakan untuk melihat dasar tengkorak, posisi
kondilus, sinus sphenoidalis, lengkung mandibula, dinding lateral sinus maksila, dan
arcus zigomatikus.
Gambar 4. Posisi Submentovertikal
e. Posisi Rhese
Posisi rhese atau oblik dapat mengevaluasi bagian posterior sinus etmoid, kanalis
optikus dan lantai dasar orbita sisi lain.
Gambar 4. Posisi rhese
f. Foto proyeksi Towne
Posisi towne diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi antara 30-60 ke arah
garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm di atas glabela dari foto polos
kepala dalam bidang midsagital. Proyeksi ini adalah posisi yang paling baik untuk
menganalisis dinding posterior sinus maksilaris, fisura orbita inferior, kondilus
mandibularis, dan arkus zigomatikus posterior. Foto Rontgen ini digunakan untuk
pasien yang kondilusnya mengalami perpindahan tempat dan juga dapat digunakan
untuk melihat dinding postero lateral pada maksila.
Gambar 7. Posisi Towne
2. Pemeriksaan Tomogram.
Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan
multidirection tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan tomogram
penggunaannya agak tergeser. Tetapi pada fraktur daerah sinus paranasal,
pemeriksaan tomogram merupakan suatu tehnik yang terbaik untuk menyajikan
fraktur-fraktur tersebut dibandingkan dengan pemeriksaan aksial dan coronal CT-
Scan. Pemeriksaan tomogram biasanya dilakukan pada kepala dengan posisi AP atau
Waters.
3. Pemeriksaan Komputer Tomografi CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul
untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik tulang-
tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak. Irisan aksial merupakan standar
pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM),
dengan irisan setebal 5 mm, dimulai dari sinus maksilaris sampai sinus frontalis.
Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigigeligi, sinus-sinus dan
palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.
Gambar 8a. CT-scan potongan koronal
Gambar 8b. CT-scan potongan aksial
Irisan melalui bidang IOM dapat menyajikan anatomi paranasalis dengan baik
dan gampang dibandingkan dengan atlas standar cross section. Dapat juga mempelajari
nervus optikus dan mengevaluasi orbita. Bidang IOM berjalan sejajar dengan palatum
durum, sebagian dasar orbita, sebagian besar dasar fossa kranialis anterior (dasar sinus
nasalis, sinus-sinus etmoidalis, dan orbita). Dalam hal ini gampang sekali
membandingkan sisi kanan dan sisi kiri. Pada irisan ini dapat memperlihatkan volum,
penyakit/kelainan jaringan lunak diantara tulang-tulang atau erosi yang kecil.
B. Mastoid
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga biasanya mengungkapkan
mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit
dibandingkan mastoid yang normal. erosi tulang, terutama pada daerah atik member
kesan kolesteatom.
Proyeksi radiografi yang biasa digunakan adalah:
1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah
lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi
sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi
ini sangat membantu ahli bedah dalam menghindari dura atau sinus lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah anterior telinga tengah. Tampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui adanya
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang pyramid petrosus dan yang
lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga
dapat menunjukkan adanya pembesaran akibat kolesteatom.
4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi \dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat
fistula pada kanalis semisirkulatis horizontal.
C. Faring dan Laring
Kelainan yang terdapat pada faring dan laring mungkin terlibat pada kondisi patologis
tertentu. Evaluasi pada kepala dan leher telah berkembang pesat dengan adanya CT scan
dan MRI sebagaimana kedua pencitraan ini menampilkan kedalaman infiltrasi tumor,
pertumbuhan submukosa dan keterlibatan kontralateral, invasi tulang rawan, invasi
sumsum tulang, dan adenopati yang tidak dapat dipalpasi. Hal yang tidak dapat terdeteksi
oleh CT atau MRI adalah inflamasi pada kepala dan leher. Indikasi diagnosisnya adalah
abses retrotonsil dan faring dan berikut komplikasinya.
DISKUSI TOPIK
Radiologi Dalam Bidang THT
(Sinus Paranasal)
Oleh:
Nama: Defitaria Permatasari
NIM: 11109005
SMF TELINGA, HIDUNG & TENGGOROKAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER SOEDARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK2013