pemetaan tingkat kerawanan longsor di kecamatan …
TRANSCRIPT
i
PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI
KECAMATAN UNGARAN BARAT MENGGUNAKAN
LOGIKA FUZZY BERBASIS MATLAB
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Fisika
Oleh
Okti Dyah Rahayuningsih
4211414009
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
iii
PERNYATAAN
iv
PENGESAHAN
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Jangan bekerja keras, cukuplah terus berusaha tanpa menyerah tanpa putus
asa.
Sabar, semua milik Allah swt.
Bersyukur atas semua yang Allah swt beri.
PERSEMBAHAN
Untuk Allah swt dan Rasul-Nya
Ibu dan Bapakku tercinta
Adik-adikku tersayang
Fisika 2014
vi
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga beliau, sahabat, dan orang-orang yang
mengikuti risalah beliau hingga akhir zaman.
Alhamdullilah, setelah melalui perjuangan dengan berbagai kendala
akhirnya penulis berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“Pemetaan Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan Ungaran Barat
Menggunakan Logika Fuzzy Berbasis MATLAB”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk melengkapi kurikulum dan menyelesaikan
pendidikan Sarjana Strata Satu pada Jurusan Fisika Universitas Negeri
Semarang.
Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Fianti, S.Si. M.Sc, Ph.D sebagai dosen pembimbing I yang telah
membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan arahan kepada
penulis serta meluangkan waktu untuk selalu memberikan masukkan,
saran, dan motivasi selama penyusunan skripsi.
vii
2. Dr. Ian Yulianti, S.Si. M. Eng. sebagai dosen pembimbing II yang telah
membimbing dengan penuh kesabaran serta memberikan arahan kepada
penulis selama penyusunan skripsi.
3. Dr. Sugianto, M.Si selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan
dan motivasi selama menempuh perkuliahan.
4. Dr. Suharto Linuwih, M.Si, selaku Ketua Jurusan Fisika Universitas
Negeri Semarang yang selalu memberikan motivasi agar segera
menyelesaikan skripsi.
5. Bapak Ibu dosen Jurusan Ketua Jurusan Fisika Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan bimbingan selama
menempuh perkuliahan.
6. Bapak Ibu laboran Laboratorium Fisika Universitas Negeri Semarang
yang telah membantu dalam mata kuliah praktikum selama perkuliahan
dan selama proses penyelesaian skripsi.
7. Ibu dan Bapak tercinta yang telah memberikan dukungan baik berupa
doa, moril, materiil, semangat, motivasi, dan saran yang tak henti-
hentinya kepada penulis.
8. Kedua adik tercinta Akbar dan Akmal yang memberikan doa, semangat,
motivasi, serta canda tawa yang sangat berarti bagi penulis.
9. Sahabat-sahabat tersayang, Ana Pertiwi, Dizanissa Purnamasari, Ita
Rahmawati, Ninda Yera, Oktaviani Putri, Mas Taufik, Mas Adit yang
penuh kesabaran mendengarkan keluh kesah penulis dan bersedia
memberikan motivasi, bantuan serta saran kepada penulis.
viii
10. Teman-teman Fisika 2014 atas motivasi dan dukungan selama menjalani
perkuliahan dan penelitian.
11. Kakak Hima Fisika 2015 dan teman-teman Hima Fisika 2016 yang telah
memberikan warna dan banyak pembelajaran selama perkuliahan dan
proses penyelesaian skripsi.
12. Keluarga URT Hima Fisika Hanif, Puji, Robidin, Mas Devin yang
memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
membantu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga memohon maaf apabila dalam penyusunan skripsi ini ada
beberapa kekurangan dan kesalahan karena keterbatasan yang dimiliki
penulis. Sebagai akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca sekalian, dan juga penulis
mengharapkan saran dan kritik demi menyempurnakan kajian ini. Semoga
penelitian yang telah dilakukan dapat menjadikan sumbangsih bagi kemajuan
dunia riset Indonesia.
Aamiin.
Semarang, 20 Maret 2019
Penulis
ix
ABSTRAK
Rahayuningsih, Okti Dyah. 2019. Pemetaan Tingkat Kerawanan Longsor di
Kecamatan Ungaran Barat Menggunakan Logika Fuzzy Berbasis MATLAB.
Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Fianti, S.Si. M.Sc, Ph.D
dan Pembimbing Pendamping Dr. Ian Yulianti, S.Si. M. Eng.
Kata kunci: pemetaan, longsor, fuzzy, MATLAB.
Salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah tanah longsor.
Upaya untuk menghadapi bencana tanah longsor dapat dilakukan dengan
pembuatan peta potensi daerah rawan longsor menggunakan logika fuzzy.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerawanan longsor di
Kecamatan Ungaran Barat berdasarkan masing-masing kondisi geografi
topografi dan gabungan kondisi keduanya menggunakan logika fuzzy. Kondisi
geografi topografi tersebut selanjutnya dijadikan variabel input yang meliputi
tingkat curah hujan, ketinggian, kemiringan lahan, kepadatan penduduk, dan
jenis tanah. Pembuatan peta dilakukan dengan mengembangkan logika fuzzy
menggunakan MATLAB. Pengembangan logika fuzzy dimulai dengan
pembangkitan bilangan fuzzy, pemilihan fungsi keanggotaan himpunan fuzzy,
dan fuzzyfikasi. Selanjutnya dilakukan proses penginputan ke dalam MATLAB
yang meliputi pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi, penginputan nilai-
nilai batas tiap tingkatan variabel, penginputan aturan fuzzy, dan running
program. Fungsi keanggotaan yang digunakan yaitu fungsi bahu, dan
trapesium serta digunakan 3125 aturan fuzzy. Hasil pengolahan menunjukan
bahwa tingkat kerawanan longsor berdasarkan curah hujan memiliki dua
tingkat kerawanan yaitu sedang dan tinggi. Pada variabel ketinggian memiliki
tingkat kerawanan longsor rendah, dan berdasarkan kemiringan lahan
memiliki tingkat kerawanan longsor tidak rawan, rendah, sedang, dan sangat
tinggi. Kemudian berdasarkan kepadatan penduduk memiliki tingkat
kerawanan longsor rendah, sedang, dan tinggi, serta berdasarkan variabel
jenis tanah memiliki tingkat kerawanan longsor rendah dan tinggi. Hasil
gabungan kondisi geografi topografi menunjukan bahwa terdapat desa atau
kelurahan dengan tingkat kerawanan longsor rendah yaitu Branjang, Kalisidi,
Keji, Candirejo, Langensari, dan Bandarjo. Sementara kerawanan longsor
sedang yaitu pada desa atau kelurahan Lerep, Nyatnyono, Gogik, dan
Ungaran. Berdasarkan variabel-variabel yang digunakan terdapat variabel
yang paling berpengaruh dalam menentukan tingkat kerawanan longsor yaitu
variabel kemiringan lahan. Hal ini di dapat dari pembandingan peta tingkat
kerawanan longsor berdasarkan masing-masing kondisi geografi topografi
dengan peta tingkat kerawanan berdasarkan gabungan kondisi geografi-
topografi.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. ii
PERNYATAAN ............................................................................................ iii
PENGESAHAN ............................................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
PRAKATA .................................................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii
BAB
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
1.4 Batasan Masalah....................................................................................... 4
xi
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
1.6 Sistematika Penulisan .............................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7
2.1 Longsor .................................................................................................... 7
2.1.1 Definisi Longsor ................................................................................... 7
2.1.2 Jenis –Jenis Longsor ............................................................................. 7
2.1.3 Faktor – Faktor Penyebab Longsor ....................................................... 8
2.2 Pengetahuan Tingkat Kerawanan Longsor ............................................ 11
2.3 Logika Fuzzy .......................................................................................... 12
2.3.1 Himpunan Fuzzy dan Pembangkitan Bilangan Fuzzy ......................... 14
2.3.2 Penyamaran ......................................................................................... 25
2.3.3 Pembuatan Rule Base .......................................................................... 27
2.3.4 Sistem Pengambil Keputusan Menggunakan Logika Fuzzy ............... 33
2.3.5 Pembalikan Bilangan Fuzzy ................................................................ 34
2.4 Deskripsi Wilayah Penelitian ................................................................. 38
2.4.1 Letak Geografis ................................................................................... 38
2.4.2 Batas Wilayah ..................................................................................... 39
2.4.3 Kondisi Topografi ............................................................................... 39
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 41
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 41
xii
3.2 Instrumen Penelitian............................................................................... 41
3.2.1 Perangkat Keras .................................................................................. 41
3.2.2 Perangkat Lunak.................................................................................. 41
3.2.3 Data Geografi Topografi ..................................................................... 41
3.3 Variabel Penelitian ................................................................................. 41
3.3.1 Variabel Input...................................................................................... 41
3.3.2 Variabel Output ................................................................................... 41
3.4 Langkah Penelitian ................................................................................. 42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 45
4.1 Pembangkitan Bilangan Fuzzy .............................................................. 45
4.2 Pembangkitan Aturan-Aturan Fuzzy ..................................................... 59
4.3 Tingkat Kerawanan Longsor Berdasarkan Masing-Masing
Kondisi Geografi-Topografi...................................................................61
4.4 Tingkat Kerawanan Longsor Berdasarkan Gabungan
Kondisi Geografi-Topografi...................................................................76
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 82
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 82
5.2 Saran ..................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 84
LAMPIRAN ................................................................................................. 93
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Skor variabel curah hujan. 30
2.2 Skor variabel ketinggian. 30
2.3 Skor variabel kemiringan lahan. 30
2.4 Skor variabel kepadatan penduduk. 31
2.5 Skor variabel jenis tanah. 31
2.6 Skor variabel tingkat kerawanan longsor. 33
4.1 Tabel modifikasi dan batas nilai pada variabel curah hujan. 49
4.2 Tabel modifikasi dan batas nilai pada variabel ketinggian. 51
4.3 Tabel modifikasi dan batas nilai pada variabel kemiringan lahan 52
4.4 Tabel modifikasi dan batas nilai pada variabel kepadatan
penduduk
54
4.5 Tabel modifikasi dan batas nilai pada variabel jenis tanah. 56
4.6 Tabel modifikasi dan batas nilai pada variabel tingkat
kerawanan longsor
58
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Representasi linear naik 19
2.2 Representasi linear turun. 19
2.3 Representasi kurva segitiga. 20
2.4 Representasi kurva trapesium. 21
2.5 Kurva fungsi keanggotaan Gaussian. 22
2.6 Kurva fungsi keanggotaan sigmoid pertumbuhan. 23
2.7 Kurva fungsi keanggotaan sigmoid penyusutan. 23
2.8 Kurva fungsi keanggotaan bentuk bahu turun. 24
2.9 Kurva fungsi keanggotaan bentuk bahu naik. 25
2.10 Data input nilai keanggotaan (a) Input tunggal (b) Input
fuzzy secara umum.
26
2.11 Penyatuan beberapa himpunan fuzzy. 35
2.12 Gambar wilayah penelitian. 40
3.1 Diagram alir rancangan penelitian. 43
3.2 Algoritma logika fuzzy. 44
4.1 Kurva himpunan variabel curah hujan. 47
4.2 Kurva modifikasi himpunan fuzzy pada variabel curah hujan. 49
4.3 Kurva modifikasi himpunan fuzzy pada variabel ketinggian. 51
4.4 Kurva modifikasi himpunan fuzzy pada variabel kemiringan
lahan.
53
4.5 Kurva modifikasi himpunan fuzzy pada variabel kepadatan
penduduk.
55
4.6 Kurva modifikasi himpunan fuzzy pada variabel jenis tanah. 57
4.7 Kurva modifikasi himpunan fuzzy pada variabel output. 58
4.8 Proses pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi variabel
curah hujan
61
4.9 Proses penginputan nilai batas tiap tingkatan variabel curah 62
xv
hujan.
4.10
Proses penginputan nilai-nilai batas kerawanan longsor
variabel curah hujan.
62
4.11 Klasifikasi tingkat kerawanan longsor berdasarkan curah
hujan..
63
4.12 Proses pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi variabel
ketinggian.
64
4.13 Proses penginputan nilai batas tiap tingkatan variabel
ketinggian.
65
4.14 Klasifikasi tingkat kerawanan longsor berdasarkan variabel
ketinggian.
66
4.15 Proses pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi variabel
kemiringan lahan.
67
4.16 Proses penginputan nilai-nilai batas kerawanan longsor
variabel kemiringan lahan.
67
4.17 Klasifikasi tingkat kerawanan longsor berdasarkan variabel
kemiringan lahan.
69
4.18 Proses pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi variabel
kepadatan penduduk.
70
4.19 Proses penginputan nilai batas tiap tingkatan variabel
kepadatan penduduk.
70
4.20 Klasifikasi tingkat kerawanan longsor berdasarkan variabel
kepadatan penduduk.
72
4.21 Proses pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi variabel jenis
tanah.
73
4.22 Proses penginputan nilai batas tiap tingkatan variabel jenis
tanah.
73
4.23 Klasifikasi tingkat kerawanan longsor berdasarkan variabel
jenis tanah.
74
4.24 Proses pemilihan metode fuzzy dan defuzzifikasi berdasarkan
gabungan variabel.
77
xvi
4.25 Proses penginputan nilai batas tiap tingkatan variabel. 78
4.26 Peta tingkat kerawanan longsor Kecamatan Ungaran Barat. 80
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Geografi topografi di Kecamatan Ungaran Barat 93
2. Data Pengolahan Kondisi Geografi Topografi di
Kecamatan Ungara Barat
104
3. Proses Fuzzy pada MATLAB 107
4. Lampiran Data Hasil Pengolahan Fuzzy dengan MATLAB 109
5. Lampiran Aturan Fuzzy dalam Penelitian 115
6. Surat Rekomendasi Penelitian 230
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah tanah longsor.
Hal ini dibuktikan oleh data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
yang menyebutkan telah terjadi 4947 kejadian tanah longsor pada rentang waktu
tahun 1815 hingga awal Juli 2018 (BNPB, 2018). Kejadian tanah longsor di
Indonesia terjadi di berbagai provinsi dengan urutan lima provinsi terbanyak
kejadian bencana per 2015 yaitu Jawa Tengah dengan 389 kejadian, Jawa Timur
dengan 307 kejadian, Jawa Barat dengan 220 kejadian, Sumatera Barat dengan 96
kejadian, dan Pemerintah Aceh dengan 90 kejadian (Nugroho, 2016).
Kabupaten Semarang merupakan daerah dengan indeks risiko bencana
tanah longsor yang tergolong tinggi (Maarif, 2014). Hal ini dikarenakan
wilayahnya yang memiliki daerah yang cukup tinggi dan memiliki kondisi tanah
yang mudah bergerak akibat adanya patahan atau pergeseran batu induk
pembentuk tanah. Salah satu kecamatan yang sering terkena bencana longsor
yaitu Kecamatan Ungaran Barat, hal ini dapat diketahui dari jumlah kejadian
bencana yaitu sebanyak enam kali pada tahun 2016 (Iskandar dan Tumimomor,
2017), satu kali pada tahun 2017 (BPBD, 2017), dan yang baru saja terjadi yaitu
pada tanggal 21 Februari 2018 di lingkungan Kuncen Kelurahan Ungaran (Agung,
2018) .
1
2
Akibat yang terjadi dari bencana tanah longsor ini yaitu kehilangan jiwa
manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, dan dampak psikologis.
Salah satu upaya untuk menghadapi bahaya longsor adalah dengan pembuatan
peta potensi daerah rawan longsor. Pembuatan peta ini dilakukan dengan
menggunakan data geografi topografi. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
data geografi topografi yang terangkum dalam Sistem Informasi Geografi (SIG)
dapat memberikan solusi dan kemudahan dalam analisis spasial secara berulang,
kontinu, cepat, dan akurat (Effendi & Hariyanto, 2016). SIG adalah suatu
komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis, dan
sumber daya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukkan,
menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi,
mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi
berbasis geografis (Adil, 2017).
Suatu pemetaan daerah rawan longsor dapat dibuat dengan sistem
pengambilan keputusan menggunakan logika fuzzy. Seperti yang telah dilakukan
di berbagai daerah di antaranya di Kabupaten Probolinggo (Effendi dan
Hariyanto, 2016), di kawasan gunung Fruska Gora, Serbia (Marjanovic dan Caha,
2011), di daerah Pukhtun Khawa, Pakistan (Bibi, et al, 2016), dan di daerah
Mazandaran, Iran (Gholami, et al, 2019),. Logika fuzzy adalah suatu cara yang
tepat untuk memetakan ruang input ke dalam suatu ruang output (Kahar dan Fitri,
2011). Kelebihan logika fuzzy dibandingkan logika konvensional adalah mudah
dimengerti, sangat fleksibel, dan dapat memodelkan fungsi-fungsi non linear yang
sangat kompleks (Kusumadewi, 2003). Pengaplikasian logika fuzzy ke dalam
3
suatu sistem pemetaan diharapkan hasil yang di dapat lebih tepat, akurat, dan
mempunyai tingkat kebenaran yang tinggi.
Logika fuzzy dapat diterapkan dalam berbagai bidang antara lain
perdagangan, pertanian, ekonomi, kedokteran, industri, dan sebagainya
(Rahmawati, 2015). Selain dapat diterapkan dalam berbagai bidang, logika fuzzy
juga dapat diterapkan dalam berbagai sistem seperti sistem kontrol atau
pengaturan dan sistem pengambilan keputusan. Sebagai contoh aplikasi logika
fuzzy yang telah dilakukan dalam sistem pengaturan di antaranya pengaturan
penyimpanan energi terpusat (Ghadi, et al, 2017), aplikasi pengaturan gerak sel
surya MPPT (Li, et al, 2018), dan pengaturan aliran daya pada sistem energi
terbarukan (Das dan Akella, 2018). Sementara itu aplikasi logika ini dalam sistem
pengambilan keputusan di antaranya penentuan klasifikasi tingkat risiko penyakit
stroke (Adelina, et al, 2018), penentuan lokasi pengembangan sentra peternakan
rakyat (Purnomo dan Wibowo, 2018), dan penentuan evaluasi kualitas pelayanan
maskapai (Percin, 2017).
Dari latar belakang tersebut dapat diketahui bahwa logika fuzzy dapat
digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, salah satu contoh penerapan dalam
sistem pengambilan keputusan yang masih jarang digunakan yaitu pemetaan.
Pemetaan merupakan sesuatu yang perlu dibangun karena merupakan salah satu
kebutuhan manusia, seperti untuk menentukan lokasi daerah dan antisipasi
bencana alam. Salah satu bencana alam tersebut yaitu longsor. Pemetaan untuk
bencana longsor ini dapat dibangun dengan sistem pengambilan keputusan
menggunakan logika fuzzy. Sehinggga menjadi sesuatu yang penting untuk
4
dilakukan kajian dan pembangunan software pengambilan keputusan mengenai
longsor menggunakan logika fuzzy.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut permasalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana peta tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Ungaran Barat
berdasarkan masing-masing kondisi geografi topografi menggunakan logika
fuzzy ?
2. Bagaimana peta tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Ungaran Barat
berdasarkan gabungan kondisi geografi topografi menggunakan logika fuzzy ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Memetakan tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Ungaran Barat
berdasarkan masing-masing kondisi geografi topografi menggunakan logika
fuzzy.
2. Memetakan tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Ungaran Barat
berdasarkan gabungan kondisi geografi topografi menggunakan logika fuzzy.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ungaran Barat dan sekitarnya.
2. Variabel penelitian yang digunakan yaitu tingkat curah hujan, ketinggian,
kemiringan lahan, kepadatan penduduk, dan jenis tanah.
5
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut ini :
1. Teoritis
Menambah wawasan mengenai logika fuzzy dan aplikasinya serta dapat
mengkaji kejadian-kejadian alam secara keilmuan .
2. Praktis
Pengaplikasian metode fuzzy untuk penentuan tingkat kerawanan longsor
sebagai peringatan dini dan mitigasi bencana. Sehingga hal ini dapat
meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari bencana longsor.
1.6 Sistematika Penulisan
Laporan penelitian ini terdiri atas beberapa bagian yang masing - masing
diuraikan sebagai berikut:
1. Bagian awal
Bagian awal terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, halaman
pernyataan orisinilitas, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi,
daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran dan abstrak.
2. Bagian isi
Bagian isi merupakan bagian pokok dari laporan penelitian yang terdiri dari
lima bab yaitu:
Bab I : Pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan
permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, dan
sistematika penelitian.
6
Bab II : Landasan teori dan hipotesis, pada bab ini berisikan teori-teori
yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian.
Bab III : Metodologi penelitian, pada bab ini berisikan metode penelitian
yang digunakan dalam penyusunan skripsi.
Bab IV : Hasil dan pembahasan, pada bab ini berisi tentang hasil penelitian
dan pembahasannya.
Bab V : Simpulan dan saran, pada bab ini memuat kesimpulan hasil
penelitian dan saran-saran peneliti.
3. Bagian akhir
Bagian akhir adalah bagian yang terdiri dari daftar pustaka yang digunakan
sebagai acuan, serta lampiran-lampiran yang melengkapi uraian pada
bagian landasan teori, metode penelitian, hasil, dan pembahasan skripsi.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Longsor
2.1.1 Definisi Longsor
Longsor adalah gugur dan meluncur ke bawah dalam hal ini tentang tanah
(KBBI, 2018). Longsor dapat diartikan semua hal yang berbentuk tanah yang
sedang atau sudah mengalami gugur dan meluncur ke bawah (Ubaidillah, 2018).
Proses perpindahan massa tanah atau batuan ini terjadi pada arah yang miring
yang dipengaruhi oleh massa karena pengaruh gravitasi, dengan jenis gerakan
berbentuk rotasi dan translasi (PMPU, 2007). Di samping itu longsor juga dapat
diartikan sebagai pergerakan tanah dalam jumlah yang besar yang disebabkan
adanya gangguan kestabilan (Sriyono, 2012). Gangguan kestabilan ini dapat
terjadi karena gaya pendorong pada lereng lebih besar dari pada gaya penahan,
gaya pendorong ini dipengaruhi oleh sudut kemiringan lereng, air, beban tanah,
dan berat jenis batuan (Ilyas, 2011).
2.1.2 Jenis-Jenis Longsor
Tanah longsor dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan
jenis gerakan dan jenis material yang terlibat. Singkatnya, material dalam massa
longsor adalah batuan atau tanah (atau keduanya), yang dapat digambarkan
sebagai bumi jika terutama terdiri dari partikel atau puing-puing yang berukuran
7
8
pasir atau lebih halus jika tersusun dari fragmen-fragmen kasar (Highland dan
Bobrowsky, 2008). Berbagai sistem klarifikasi longsor telah diusulkan seperti
oleh Varnes (1978), Hungr et al. (2001), dan Hutchinson (1988) (De Blasio,
2011). Namun di Indonesia mempunyai sistem tersendiri untuk menjelaskan
berbagai jenis longsor. Jenis-jenis longsor tersebut yaitu:
a. Longsoran translasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
b. Longsoran rotasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk cekung.
c. Pergerakan blok atau longsoran tranlasi blok batu, yaitu perpindahan batuan
yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata.
d. Runtuhan batu, yaitu bergeraknya batuan atau material dengan cara jatuh
bebas dalam jumlah besar dan terjadi pada lereng yang terjal.
e. Rayapan tanah, yaitu jenis tanah longsor berupa butiran kasar dan halus
yang bergerak lambat.
f. Aliran bahan rombakan, yaitu jenis tanah longsor yang terjadi ketika tanah
bergerak didorong oleh air (Badan Geologi, 2005).
2.1.3 Faktor – Faktor Penyebab Longsor
Menurut badan geologi pusat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi
faktor-faktor penyebab tanah longsor dapat dijabarkan seperti dibawah ini (Badan
Geologi , 2010) :
9
1. Hujan.
Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui
tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng,
sehingga menimbulkan gerakan lateral.
2. Lereng terjal.
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng
yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan
angin.
3. Tanah kurang padat dan tebal.
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan
ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 22o. Tanah ini sangat
rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan
pecah ketika terlalu panas.
4. Batuan yang kurang kuat.
Batuan yang kurang kuat akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses
pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada
lereng yang terjal.
5. Jenis tata lahan.
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan,
dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan
akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi
lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan
untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak
10
dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di
daerah longsoran.
6. Getaran.
Getaran yang diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan
getaran lalulintas kendaraan akan mengakibatkan retaknya tanah, lantai,
badan jalan, dan dinding rumah.
7. Susut muka air danau atau bendungan.
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng
menjadi hilang, kemudian dengan sudut kemiringan waduk 22o
mudah
terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
8. Pengikisan atau erosi.
Pengikisan yang dilakukan oleh air sungai ke arah tebing akan membuat
tebing menjadi lebih terjal.
9. Adanya beban tambahan.
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng dan kendaraan
akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor.
10. Adanya material timbunan pada tebing.
Material timbunan pada tebing dapat menyebabkan penurunan tanah yang
diikuti retakan pada saat hujan karena belum terpadatkan sempurna seperti
tanah asli dibawahnya.
11. Longsor lama.
Longsor lama menjadi faktor penyebab terjadinya longsor karena adanya
tebing terjal dan mempunyai daerah longsor yang relatif landai.
11
12. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung).
Bidang diskontinuitas merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai
bidang luncuran tanah longsor karena bidang ini kedap air, tertutup batuan
dasar, dan adanya kontak tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
13. Penggundulan hutan.
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul di
mana pengikatan air tanah sangat kurang.
14. Daerah pembuangan sampah.
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam
jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan
guyuran hujan.
15. Pemotongan lereng.
Pemotongan lereng untuk berbagai kepentingan atau penambangan atau
penggalian yang terlalu tegak dapat menimbulkan longsor.
2.2 Pengetahuan Tingkat Kerawanan Longsor
Tingkat kerawanan longsor dapat ditentukan dengan beberapa variabel
yaitu :
1. Curah hujan.
Curah hujan dapat menjadi faktor pemicu dalam terjadinya longsor,
semakin tinggi curah hujan suatu daerah semakin tinggi berpotensi untuk
mengalami longsor dan sebaliknya (Ubaidillah, 2018).
12
2. Ketinggian.
Semakin tinggi suatu daerah maka semakin besar potensi jatuhnya tanah
atau terjadinya longsor (Akshar, 2013).
3. Kemiringan lahan.
Kemiringan lahan mempengaruhi jumlah dan kecepatan limpasan
permukaan, drainase permukaan, penggunaan lahan dan erosi. Semakin
landai daerah, tingkat kerawanan longsor semakin tinggi dan sebaliknya
(Saputra, 2016).
4. Kepadatan penduduk.
Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara banyaknya penduduk
dengan luas wilayah per km2, semakin padat suatu daerah semakin tinggi
potensi terjadinya longsor (Saputra, 2016).
5. Jenis tanah.
Tanah dan batuan merupakan material utama pada tanah longsor, jika tanah
dan material pada lereng mudah lapuk maka semakin tinggi potensi
kejadian longsor (Ubaidillah, 2018).
2.3 Logika Fuzzy
Logika fuzzy adalah cabang dari sistem kecerdasan buatan (artificial
intelegent) yang mengemulasi kemampuan manusia dalam berfikir ke dalam
bentuk algoritma yang kemudian dijalankan oleh mesin (Purba, et al, 2013).
Logika fuzzy umumnya berupa sistem kontrol yang digunakan untuk memecahkan
masalah yang cocok diimplementasikan pada sistem (Soleh, 2013). Logika fuzzy
ini beroperasi menggunakan variabel kata-kata sebagai pengganti berhitung
13
dengan menggunakan bilangan (Naba, 2009). Dalam bahasa inggris, fuzzy
mempunyai arti kabur atau tidak jelas. Jadi, logika fuzzy adalah logika yang kabur,
atau mengandung unsur ketidakpastian. Pada logika biasa, yaitu logika tegas, kita
hanya mengenal dua nilai, salah atau benar, 0 atau 1. Sedangkan logika fuzzy
mengenal nilai antara benar dan salah. Kebenaran dalam logika fuzzy dapat
dinyatakan dalam derajat kebenaran yang nilainya antara 0 sampai 1 (Saelan,
2009).
Logika fuzzy merupakan cara cerdas yang dapat digunakan untuk
menangani ketidakjelasan yang sering dihadapi dalam bidang perkiraan
meteorologi serta dapat menggabungkan pengetahuan ahli dalam model
matematika dalam bentuk sistem inferensi fuzzy serta cocok digunakan untuk
penalaran perkiraan dengan menggunakan fungsi keanggotaan dan aturan (Ritha
dan Wardoyo, 2016).
Dalam sejarahnya logika fuzzy diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh pada
tahun 1965 dalam seminarnya ―Himpunan Samar (Fuzzy Sets)‖, lalu ia
memperkenalkan konsep algoritma samar pada 1968, setelah itu lalu bersama
Bellman ia membuat logika pengambil keputusan secara samar (fuzzy decision
making) pada 1970. Pada tahun 1973 dia mengemukakan seminarnya dengan
judul ―Keluaran dari Pendekatan Baru Tentang Analisa Sistem Komplek dan
Proses Pengambilan Keputusan‖, di mana pada seminar tersebut beliau
memperkenalkan konsep variabel linguistik yang mengusulkan penggunaan
aturan IF-THEN samar untuk merumuskan pengetahuan manusia (Fianti, 2003).
14
2.3.1 Himpunan Fuzzy dan Pembangkitan Bilangan Fuzzy
Himpunan fuzzy merupakan sebuah kelompok yang mewakili suatu
keadaan atau kondisi keadaan dalam sebuah variabel fuzzy. Di dalam logika fuzzy
terdapat dua jenis himpunan, yaitu himpunan crips (tegas) dan himpunan fuzzy
(samar).
a. Himpunan crips (tegas) adalah himpunan yang menyatakan suatu obyek
merupakan anggota dari suatu himpunan yang mempunyai nilai keanggotaan
(µ) ya (1) dan tidak (0). Oleh karena itu himpunan crips disebut himpunan
tegas.
b. Himpunan fuzzy adalah himpunan yang menyatakan suatu obyek dapat
menjadi anggota dari beberapa himpunan dengan nilai keanggotaan (µ) yang
berbeda (Rahmawati, 2015).
Himpunan fuzzy sendiri mempunyai dua atribut, yaitu :
1. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mempunyai suatu keadaan atau
kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti Muda, Parobaya,
dan Tua.
2. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukan ukuran dari suatu
variabel, seperti 3, 6, 9, 12, dan sebagainya (Fakhmi, 2012).
Menurut Sudrajat (2008) jika adalah himpunan universal. Maka himpunan
bagian fuzzy dari didefinisikan dengan fungsi keanggotaan :
, - (2.1)
di mana setiap elemen adalah bilangan real ( ) pada interval [0,1], di
mana nilai ( ) menunjukan tingkat keanggotaan (membership) dari x pada A.
15
Himpunan fuzzy dari A didefinisikan :
*( ( ))| + (2.2)
Definisi ini dapat digenerilisasikan jika interval tertutup [0.1] adalah diganti
dengan elemen maksimum atau minimum.
Perhatikan A,B⊂ X dua himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan
( ) dan ( ). Katakan bahwa A adalah himpunan bagian dari B, notasikan A
⊂ B, jika dan hanya jika
( ) ( ) (2.3)
Dari definisi diperoleh bahwa A adalah sama dengan B, dinotasikan A = B , jika
dan hanya jika
( ) ( ) (2.4)
Komplemen dari himpunan fuzzy A didefinisikan
( ) ( ) (2.5)
Gabungan dua himpunan fuzzy A dan B adalah himpunan fuzzy dengan fungsi
keanggotaannya
( ) ( ( ) ( )) ( ) ( ) (2.6)
dan fungsi keanggotaan dari irisan dua himpunan fuzzy A dan B adalah
( ) ( ( ) ( )) ( ) ( ) (2.7)
Himpunan elemen-elemen dari himpunan fuzzy A yang paling kecil dari tingkat
keanggotaan α, disebut α-level set dinotasikan
* | ( ) (2.8)
16
Secara khusus, kita sebut fuzzy number (fuzzy quantity) suatu fuzzy subset dari
riil r dengan fungsi keanggotaan , -. Ambil dan dan bilangan
fuzzy dengan fungsi keanggotaan berturut-turut dan .
Terdapat dua cara umum untuk merepresentasikan himpunan fuzzy, yaitu :
1. Jika x adalah merupakan kumpulan objek diskrit.
∑ ( ) ⁄
( )
( )
(2.9)
2. Jika adalah merupakan kumpulan objek kontinyu.
∫ ( ) ⁄
(2.10)
Seperti halnya himpunan bilangan, ada beberapa operasi yang
didefinisikan secara khusus untuk mengkombinasikan dan memodifikasi
himpunan fuzzy. Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi dua himpunan
dikenal dengan nama α -predikat (Arifin, 2015).
Menurut Wang (1997), ada tiga operasi dasar dalam himpunan fuzzy, yaitu
komplemen, irisan (intersection) dan gabungan (union).
a. Komplemen.
Operasi komplemen pada himpunan fuzzy adalah sebagai hasil operasi
dengan operator NOT diperoleh dengan mengurangkan nilai keanggotaan
elemen pada himpunan yang bersangkutan dari 1.
( ) ( ) (2.11)
17
b. Irisan (Intersection).
Operasi irisan (intersection) pada himpunan fuzzy adalah sebagai hasil
operasi dengan operator AND diperoleh dengan mengambil nilai
keanggotaan terkecil antar elemen pada himpunan-himpunan yang
bersangkutan.
( )( ) , ( ) ( )- (2.12)
c. Gabungan (Union).
Operasi gabungan (union) pada himpunan fuzzy adalah sebagai hasil
operasi dengan operator OR diperoleh dengan mengambil nilai
keanggotaan terbesar antar elemen pada himpunan-himpunan yang
bersangkutan.
( )( ) , ( ) ( )- (2.13)
Dalam pembangkitan bilangan fuzzy terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu (Arifin, 2015) :
1. Varibel fuzzy yaitu variabel yang akan dibahas dalam suatu sistem fuzzy,
seperti usia, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya.
2. Himpunan fuzzy yaitu kelompok yang mewakili suatu keadaan tertentu
dalam suatu variabel.
3. Semesta pembicaraan yaitu keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk
dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy.
4. Domain himpunan fuzzy yaitu keseluruhan nilai yang diperbolehkan
dalam semesta pembicaraan dan boleh diterapkan dalam suatu himpunan
fuzzy.
18
Kemudian dalam pembangkitan nilai keanggotaan himpunan fuzzy
untuk merepresentasikan sebuah pengetahuan dapat digunakan fungsi
keanggotaan. Setiap himpunan fuzzy AA di dalam himpunan universal X,
dipetakan ke dalam interval [0,1]. Pemetaan dari pada interval
[0,1] disebut fungsi keanggotaan (Klir, et al,1997). Fungsi keanggotaan dari
himpunan fuzzy di dalam semesta X dapat ditulis :
, - (2.14)
Menurut Kusumadewi (2002), fungsi keanggotaan adalah suatu kurva
yang menunjukkan pemetaan titik–titik input data ke dalam nilai
keanggotaannya yang mempunyai interval antara 0 sampai 1.
Ada beberapa fungsi yang bisa digunakan di antaranya, yaitu :
a. Representasi linear.
Pada representasi linear, pemetaan input ke derajat keanggotannya
digambarkan sebagai suatu garis lurus. Ada dua keadaan himpunan fuzzy
linear, yaitu linear naik dan linear turun. Representasi himpunan fuzzy
linear naik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.
19
Gambar 2.1. Representasi linear naik.
Fungsi keanggotaan:
, -
{
( )
( )
(2.15)
Representasi himpunan fuzzy linear turun seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Representasi linear turun.
20
Fungsi keanggotaan:
, -
{
( )
( )
(2.16)
b. Representasi kurva segitiga.
Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis
(linear) seperti terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Representasi kurva segitiga.
Fungsi keanggotaan :
, -
{
( )
( )
( )
( )
(2.17)
c. Representasi kurva trapesium.
Kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk segitiga karena
merupakan gabungan antara dua garis (linear), hanya saja ada beberapa
21
titik yang mempunyai nilai keanggotaan 1. Representasi kurva trapesium
ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Representasi kurva trapesium.
Fungsi keanggotaan:
, -
{
( )
( )
( )
( )
(2.18)
d. Representasi fungsi keanggotaan Gaussian.
Bentuk dari fungsi keanggotaan Gaussian ditentukan oleh dua
parameter yaitu () dan (). Kurva Gaussian juga menggunakan () untuk
menunjukan nilai dominan pada pusat kurva, dan (k) untuk menunjukan
lebar kurva. Adapun fungsi keanggotaan Gaussian adalah :
22
( ) ( ) (2.19)
Gambar 2.5. Representasi kurva fungsi keanggotaan Gaussian.
e. Representasi kurva fungsi keanggotaan sigmoid.
Kurva pertumbuhan dan penyusutan merupakan kurva-S atau sigmoid
yang berhubungan dengan kenaikan dan penurunan permukaan secara tak
linear. Kurva-S untuk pertumbuhan akan bergerak dari sisi paling kiri
(nilai keanggotaan= 0) ke sisi paling kanan (nilai keanggotaan= 1). Fungsi
keanggotaannya akan bertumpu pada 50 % nilai keanggotaaanya yang
sering disebut dengan titik infleksi (Gambar 2.6).
Kurva-S untuk penyusutan akan bergerak dari sisi paling kanan (nilai
keanggotaan = 1) ke sisi paling kiri (nilai keanggotaan = 0) seperti pada
Gambar 2.7.
23
Gambar 2.6. Kurva fungsi keanggotaan sigmoid pertumbuhan.
Fungsi keanggotaan pada kurva pertumbuhan adalah :
( )
{
(
)
(
)
(2.21)
Gambar 2.7. Kurva fungsi keanggotaan sigmoid penyusutan.
24
Fungsi keanggotaan pada kura penyusutan adalah :
( )
{
(
)
(
)
(2.22)
f. Representasi kurva bentuk bahu.
Himpunan fuzzy ‗bahu‘, bukan segitiga, digunakan untuk mengawali
dan mengakhiri variabel suatu daerah fuzzy. Bahu kiri bergerak dari
benar ke salah, demikian juga dengan bahu kanan yang bergerak dari
salah ke benar. Representasi dari fungsi keanggotaan bentuk bahu dapat
menggunakan dua kombinasi fungsi keanggotaan, yaitu fungsi
keanggotaan trapesium dan fungsi keanggotaan segitiga.
Gambar 2.8. Kurva fungsi keanggotaan bentuk bahu turun.
25
Fungsi keanggotaan bahu turun :
, -
{
(2.23)
Gambar 2.9. Kurva fungsi keanggotaan bentuk bahu naik.
Fungsi keanggotaan bahu naik :
, -
{
(2.24)
2.3.2 Penyamaran
Operasi logika fuzzy dilakukan dalam bentuk fuzzy set. Dalam
prakteknya, masukkan data juga dapat berupa data tunggal maupun
sekumpulan data fuzzy yang mengandung jenis fuzzy khusus. Data tersebut
memberikan nilai keanggotaan satu atau lebih himpunan fuzzy ke dalam sebuah
26
semesta pembicaraan. Nilai keanggotaannya dapat dilihat dari irisan himpunan
data dengan himpunan fuzzy. Gambar 2.10 (a) mengilustrasikan grafik metode
nilai keanggotaan dalam kasus tunggal dan Gambar 2.10 (b) input fuzzy secara
umum.
Besarnya nilai keanggotaan pada Gambar 2.10 (a), dapat ditentukan
dengan melihat irisan data masukkan dengan data himpunan yaitu pada irisan
bagian a dan b. Sementara pada Gambar 2.10 (b) menjelaskan untuk
menentukan besarnya nilai keanggotaan dengan dua masukkan data, dapat
ditentukan dengan melihat irisannya yaitu pada bagian c, d, e, dan f. Kemudian
dari irisan tersebut membentuk sebuah himpunan baru yang memiliki nilai
keanggotaan dari data yang dimasukkan (Harris, 2006).
27
Gambar 2.10 Data input nilai keanggotaan (a) Input tunggal. (b) Input fuzzy
secara umum.
Penyamaran atau fuzzyfication merupakan proses pemetaan nilai-nilai
input yang berasal dari sistem yang terkontrol ke dalam himpunan fuzzy
menurut fungsi keanggotaannya. Inputan yang digunakan berupa himpunan
fuzzy yang diolah dengan logika fuzzy pada proses berikutnya. Untuk
mendapatkan inputan data fuzzy harus menentukan fungsi keanggotaan untuk
setiap crisp input, kemudian dilakukan penyamaran untuk mengambil crisp
input dan membandingkan dengan fungsi keanggotaan yang telah ada untuk
menghasilkan fuzzy input (Akshar, 2013).
2.3.3 Pembuatan Rule Base
Sebuah sistem dengan aspek ketidakjelasan disebut dengan sistem fuzzy.
Sistem fuzzy adalah program pengambilan keputusan di mana tersedianya
pengetahuan dan proses penalaran dalam bahasa alami seperti proses berpikir
28
manusia. Begitu juga dengan sistem dinamik yang terkendali juga dapat disebut
sistem fuzzy, pengontrolan fuzzy adalah sistem fuzzy karena hukum kontrolnya
dibangun dengan aturan yang melibatkan konsep fuzzy.
Di mana pertimbangan sebuah sistem input x = (x1,….,xn) Rn
akan
menghasilkan nilai ouput y R. misalkan hubungan y= f (x) tidak diketahui,
tetapi perilaku output berhubungan dengan input maka dapat digambarkan
sebagai kumpulan aturan linguistic dengan bentuk :
Ri : “Jika x1 adalah A1i, …., xn adalah Ani kemudian y adalah Bi”, i= 1,2,…k
Di mana nilai A dan B adalah himpunan fuzzy. Ketika input (x1,….,xn)
diamati, maka perlu ditentukan nilai output yang tepat untuk y (Nguyen dan
Walker , 2005).
Pembuatan kaidah aturan (rule base) dalam logika fuzzy biasanya
disusun dengan pernyataan :
IF (antecedent) THEN (consequent) atau dapat juga IF x is A THEN y is B
Antecedent : berisi himpunan fakta input (sebab).
Consequent : berisi himpunan fakta output (akibat).
IF … THEN … dalam logika fuzzy akan melakukan pemetaan himpunan fuzzy
input ke dalam himpunan fuzzy output (Ubaidillah, 2018).
Intrepetasi sebuah aturan IF-THEN dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, mengevaluasi antecedent, yaitu melakukan fuzzyfikasi pada input dan
menerapkan operasi-operasi fuzzy logic dengan operator-operator fuzzy. Kedua,
proses implifikasi, yaitu menerapkan hasil operasi fuzzy logic pada bagian
29
antencedent untuk mengambil kesimpulan dengan mengisikan fuzzy set
keluaran ke variabel keluaran (Naba, 2009).
Menurut Fianti (2003) pembuatan aturan dasar dalam sistem berlogika
fuzzy dilakukan dengan mengulang-ulang siklus yang terdiri dari lima langkah
yaitu :
1. Pengidentifikasian variabel input dan output serta nilai range yang dimiliki
kemudian didefinisikan ke dalam himpunan fuzzy yang cocok.
2. Pengukuran diambil dari semua variabel yang merepresentasikan kondisi
yang dikendalikan kemudian diproyeksikan ke dalam bilangan-bilangan
fuzzy.
3. Pengetahuan tentang masalah kendali diformulasikan ke dalam pola aturan
pengambilan keputusan fuzzy yang berbentuk jika sebab, maka akibat.
4. Pengukuran dari variabel input dikombinasikan dengan aturan fuzzy yang
cocok untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan output yang
dilakukan oleh modul pengambil keputusan.
5. Penyamaran balik atau defuzzifikasi yang bertujuan untuk menampilkan
tiap konklusi yang diambil modul pengambil keputusan yang dulu dalam
bilangan fuzzy ke dalam bilangan eksak.
Kemudian untuk pengaturan masing-masing nilai input yang digunakan,
dilakukan dengan pemberian skor pada masing-masing nilai input. Penentuan
skor ini mengacu pada beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah.
Berikut ini skor untuk masing-masing nilai input :
30
a. Variabel curah hujan.
Tabel 2.1. Skor variabel curah hujan.
Intensitas Hujan
(mm/tahun) Skor Variabel Linguistik
<1500 1 Sangat Kering
1500-2000 2 Kering
2000-2500 3 Lembab
2500-3000 4 Basah
>3000 5 Sangat Basah
Sumber: SK Menteri Pertanian No.683/KTPS/UM/8/1981
b. Variabel ketinggian.
Tabel 2.2. Skor variabel ketinggian.
Kelas (m dpl) Skor Variabel Linguistik
<1000 1 Sangat Rendah
1000-1500 2 Rendah
1500-2000 3 Sedang
2000-2500 4 Tinggi
>2500 5 Sangat Tinggi
Sumber: BPBD, 2014
c. Variabel kemiringan lahan.
Tabel 2.3. Skor variabel kemiringan lahan.
Kelas (%) Skor Variabel Linguistik
<8 1 Datar
8-15 2 Landai
15-25 3 Agak Curam
25-40 4 Curam
>40 5 Terjal
Sumber:SK Menteri Pertanian No.683/KTPS/UM/8/1981
31
d. Variabel kepadatan penduduk.
Tabel 2.4. Skor variabel kepadatan penduduk.
Kepadatan
Penduduk Per Km2
Skor Variabel Linguistik
<500 1 Tidak Padat
500-2499 2 Agak Padat
2500-5999 3 Kurang Padat
6000-8499 4 Padat
>8500 5 Sangat Padat
Sumber: Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik No.37 Tahun
2010 Tentang Klasifikasi Perkotaan dan Pedesaan Indonesia
e. Variabel jenis tanah.
Tabel 2.5. Skor variabel jenis tanah.
Jenis Tanah Skor Variabel Linguistik
AGPHK 1 Tidak Peka
L 2 Agak Peka
THCTBM 3 Kurang Peka
ALGPP 4 Peka
RLOR 5 Sangat Peka
Sumber: SK Menteri Pertanian No.683/KPTS/UM/8/1981
Keterangan :
AGPHK = Aluvial, Gley, Palnosol, Hidromorf Kelabu
L = Latosol
THCTBM = Tanah Hutan Coklat Tak Bergamping, Mediteran
ALGPP = Andosol, Laterit, Grumosol, Podsol, Podsolik
RLOR = Regosol, Litosol, Organosol, Renzina
Selanjutnya untuk nilai output, yaitu berupa tingkat kerawanan
longsor suatu daerah. Tingkat kerawanan longsor ini terbagai menjadi lima
32
tingkatan yaitu tidak rawan, kerawanan rendah, kerawanan sedang,
kerawanan tinggi, dan kerawanan sangat tinggi. Nilai tingkat kerawanan
longsor suatu daerah dapat ditentukan dari jumlah total skor seluruh variabel
yang berpengaruh terhadap longsor. Menurut Suhadirman (2012), nilai
tingkat kerawanan longsor ditentukan dengan menggunakan persamaan:
∑ ( )
(2.25)
dengan :
K = nilai kerawanan
Wi = bobot untuk tingkatan variabel ke-i
Xi = skor untuk tingkatan variabel ke-i
Dimana untuk tingkatan awal setiap variabel memiliki skor satu dan
bobot satu, sedangkan tingkatan akhit setiap variabel memiliki skor lima dan
bobot lima. Kemudian dilakukan proses perumusan untuk memperoleh nilai
interval masing-masing tingkatan. Dari nilai interval tersebut ditentukan
nilai batas setiap tingkatan kerawanan longsor (Fajria, 2016). Karena pada
sistem ini memiliki nilai maksimal terbesar sebanyak 25, maka nilai
maksimal tersebut dikurangkan dengan interval untuk memperoleh batas
tingkatan tertinggi. Selanjutnya untuk batas di bawahnya diperoleh dari
hasil pengurangan tersebut dengan nilai interval dan diperoleh hasil tingkat
kerawanan longsor seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6.
(2.26)
33
Tabel 2.6. Skor variabel tingkat kerawanan longsor.
Tingkat Kerawanan Skor Variabel Linguistik
Tidak Rawan <9 Tidak Rawan
Kerawanan Rendah 9-13 Rendah
Kerawanan Sedang 13-17 Sedang
Kerawanan Tinggi 17-21 Tinggi
Kerawanan Sangat Tinggi >21 Sangat Tinggi
2.3.4 Sistem Pengambil Keputusan Menggunakan Logika Fuzzy
Sistem pengambilan keputusan dibangun untuk membuat keputusan
tentang suatu input yang harus diberikan ke dalam suatu olahan untuk
menghasilkan suatu output. Ini adalah bentuk sistem pembuatan keputusan
buatan (yaitu, nonbiologis). Sistem pengambilan keputusan aplikasinya banyak
ditemukan dalam berbagai bidang, tidak hanya yang secara tradisional yang
dipelajari dalam sistem kontrol. Misalnya, studi kasus penjadwalan mesin dari
bagian sebelumnya menunjukkan aplikasi kontrol umpan balik non-tradisional
di mana sistem fuzzy dapat memainkan peran yang berguna sebagai sistem
pengambilan keputusan.
Ada banyak area lain di mana sistem pengambilan keputusan fuzzy
dapat digunakan termasuk yang berikut:
a. Manufaktur: penjadwalan dan perencanaan aliran bahan, alokasi sumber
daya, perutean, dan desain mesin dan peralatan.
b. Sistem lalu lintas: peralihan rute dan sinyal.
c. Robotika: perencanaan jalur, penjadwalan tugas, navigasi, dan
perencanaan misi.
34
d. Komputer: alokasi memori, penjadwalan tugas, dan desain perangkat
keras.
e. Industri proses: pemantauan, penilaian kinerja, dan diagnosis kegagalan.
f. Ilmu medis: sistem diagnostik medis, pemantauan kesehatan, dan
otomatis interpretasi data eksperimen.
g. Bisnis: keuangan, evaluasi kredit, dan analisis pasar saham.
Hampir semua sistem pengambilan keputusan komputer mempunyai
potensi untuk memperoleh manfaat dari aplikasi logika fuzzy untuk
menyediakan keputusan alternatif ketika ada kebutuhan untuk pengambilan
keputusan di bawah ketidakpastian. Pada bagian ini fokus pada desain sistem
pengambilan keputusan fuzzy adalah untuk masalah selain kontrol umpan balik.
Dimulai dengan menunjukkan bagaimana membangun sistem fuzzy sistem
yang memberikan peringatan untuk penyebaran penyakit menular. Kemudian
bagaimana membangun sistem pengambilan keputusan fuzzy yang akan
bertindak sebagai peringatan kegagalan sistem di pesawat terbang (Passino dan
Yurkovich, 1997).
2.3.5 Pembalikan Bilangan Fuzzy
Input pada proses fuzzy adalah suatu himpunan yang diperoleh dari
komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilakan merupakan
suatu bilangan real yang tegas. Untuk menghasilakn output tersebut yang
berupa bilangan real perlu dilakukan sebuah proses yang dinamakan
pembalikan bilangan fuzzy atau defuzzifikasi (Kurniawati, 2015).
35
Menurut Harris (2006), pembalikan bilangan fuzzy atau defuzyfikasi,
berarti pengurangan himpunan fuzzy atau subset ke singleton. Fuzzy set
biasanya penyatuan beberapa himpunan bagian yang mewakili kesimpulan dari
dalil fuzzy. Biasanya, satu fuzzy set tidak dapat direpresentasikan oleh
singleton, oleh karena itu defuzzifikasi hanya dapat dilakukan dengan
menghilangkan beberapa bagian himpunan fuzzy yang tidak diperlukan.
Penyatuan dari beberapa himpunan bagian fuzzy diilustrasikan pada Gambar
2.11. Dimana pada gambar tersebut nilai s adalah elemen tunggal pada semesta
pembicaraan penyatuan himpunan fuzzy. Nilai s pada Gambar 2.11 memiliki
nilai keanggotaan yang berbeda-beda untuk setiap himpunan fuzzy. Nilai s pada
himpunan k memiliki nilai keanggotaan sebesar u, pada himpunan l sebesar v,
dan pada himpunan m sebesar w.
Gambar 2.11. Penyatuan beberapa himpunan fuzzy.
36
Kemudian dari nilai s pada Gambar 2.11 dapat dicari nilai defuzzifikasinya.
Secara umum terdapat dua cara untuk mencari nilai defuzzifikasi dari s. Metode
tersebut dapat diuraikan seperti di bawah ini.
a. Metode Centroid.
Metode centroid merupakan metode yang paling sering digunakan.
Metode ini dilakukan dengan cara mengambil titik pusat atau posisi pusat
daerah himpunan fuzzy pada absis (s).
Distribusi berkelanjutan dapat dirumuskan:
∫
( )
∫ ( )
(2.27)
Dimana:
s = nilai domain ke-i
µ(s) = derajat keanggotaan titik tersebut
s0 = nilai hasil penegasan (defuzzifikasi)
Distribusi diskrit dapat dirumuskan:
∑ ( )
∑ ( )
(2.28)
Dimana:
s = nilai hasil penegasan (defuzzifikasi)
di = nilai keluaran pada aturan ke-i
( ) = derajat keanggotaan nilai keluaran pada aturan ke-i
n = banyaknya aturan yang digunakan
37
b. Metode Bisektor.
Metode ini dilakukan dengan cara mengambil nilai pada dominan fuzzy,
yang memiliki nilai keanggotaan setengah dari jumlah total nilai
keanggotaan pada daerah fuzzy.
( )
∑ (
) (2.29)
Dimana:
( ) = nilai hasil penegasan (defuzzifikasi)
di = nilai keluaran pada aturan ke-i
( ) = derajat keanggotaan nilai keluaran pada aturan ke-i
n = banyaknya aturan yang digunakan
Selama ini, metode defuzzifikasi sudah ada dan tidak sulit untuk
menciptakan lebih banyak (Passino dan Yurkovich, 1997). Setiap metode
menyediakan sebuah cara untuk memilih satu keluaran yang berdasarkan pada
salah satu fuzzy set atau keseluruhan fuzzy set yang digunakan (Arifin, 2015).
Metode-metode tersebut yaitu :
a. Height Method
Metode ini memilih nilai crisp yang mempunyai derajat keanggotaan
maksimum. Metode ini hanya bisa dipaksi oleh fungsi keanggotaan yang
mempunyai derajat keanggotaan 1 pada nilai crisp tunggal dan 0 pada
nilai crisp yang lain. Fungsi seperti ini disebut fungsi singleton.
38
b. First (or Last) of Maxima
Pada metode ini fungsi keanggotaan output mempunyai lebih dari satu
nilai maksimum. Sehingga nilai crisp yang digunkan adalah salah satu
dari nilai yang dihasilkan dari nilai maksimum pertama ataupun yang
terakhir (Akshar, 2013).
c. Metode Mean of Maksimum (MOM)
Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai rata–
rata domain yang mempunyai nilai keanggotaan maksimum.
d. Metode Largest of Maximum (LOM)
Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai
terbesar dari domain yang mempunyai nilai keanggotaan maksimum.
e. Metode Smallest of Maximum (SOM)
Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai
terkecil dari domain yang mempunyai nilai keanggotaan maksimum.
2.4 Deskripsi Wilayah Penelitian
2.4.1 Letak Geografis
Kecamatan Ungaran Barat merupakan daerah yang terletak pada
110,3604° – 110,4125° bujur timur dan 7,1101° – 7,1681° lintang selatan. Luas
kecamatan Ungaran Barat adalah 3596,03 ha2
dengan sebelas desa atau kelurahan
dalam wilayah administratifnya (BPS, 2017) .
39
2.4.2 Batas Wilayah
Adapun batas wilayah Kecamatan Ungaran Barat adalah sebagai berikut
(BPS, 2017):
Batas sebelah barat : Kabupaten Kendal
Bats sebelah timur : Kecamatan Ungaran Timur
Bats sebelah utara : Kota Semarang
Batas sebelah selatan : Kecamatan Bergas
2.4.3 Kondisi Topografi
Secara umum Kecamatn Ungaran Barat mempunyai wilayah dengan
kontur berupa daratan dan lereng dengan rata-rata ketinggian 418 m dpl. Lahan
di kecamatan tersebut banyak digunakan untuk lahan pertanian baik sawah
sebanyak 912,44 ha2, bukan sawah 1436,40 ha
2 dan bukan pertanian sebanyak
1247,19 ha2 (BPS, 2017).
40
Ga
mb
ar
2.1
2. G
ambar
wil
ayah
pen
elit
ian.
82
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, dapat ditarik
kesimpulan dari penelitian ini yaitu :
1. Berdasarkan kondisi masing-masing geografi-topografi, tingkat
kerawanan longsor desa atau kelurahan di Kecamatan Ungaran
Barat berdasarkan curah hujannya memiliki dua tingkat kerawanan
yaitu sedang dan tinggi, untuk kondisi ketinggiannya memiliki
tingkat kerawanan longsor tidak rawan, selanjutnya berdasarkan
kemiringan lahan memiliki tingkat kerawanan longsor tidak rawan,
rendah, sedang, dan sangat tinggi, kemudian berdasarkan kepadatan
penduduk memiliki tingkat kerawanan longsor rendah, sedang, dan
tinggi, serta berdasarkan kondisi jenis tanah memiliki tingkat
kerawanan longsor rendah dan tinggi.
2. Berdasarkan gabungan kondisi geografi topografi di Kecamatan
Ungaran Barat terdapat tujuh desa atau kelurahan dengan tingkat
kerawanan longsor rendah yaitu Branjang, Kalisidi, Keji, Candirejo,
Langensari, Bandarjo, dan Genuk serta empat desa atau kelurahan
dengan tingkat kerawanan longsor sedang yaitu Lerep, Nyatnyono,
Gogik, dan Ungaran.
82
83
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan, dapat
ditarik saran untuk penelitian berikutnya yaitu penelitian ini
menggunakan lima variabel dalam penentuan tingkat kerawanan longsor
di Kecamatan Ungaran Barat yaitu curah hujan, ketinggian, kemiringan
lahan, kepadatan penduduk, dan jenis tanah. Penelitian selanjutnya dapat
ditambahkan variabel lain seperti berat beban, getaran, longsor lama,
jenis tata lahan, dan lainnya agar hasil kerawanan lebih maksimal.
84
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, V., Ratnawati, D., dan Fauzi, M. 2018. Klasifikasi Tingkat Risiko
Penyakit Stroke Menggunakan Metode GA-Fuzzy Tsukamoto. Jurnal
Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 2, No. 9
Adil, A. 2017. Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Agung, R. 2018, Maret 20. Diambil kembali dari Suara Merdeka:
https://www.suaramerdeka.com/news/baca/24774/talud-longsor-material-
tanah-rusak-dapur.
Ahmad, Gulzar., Khan, Muhammad Adnan., Abbas, Sagheer., Athar, Atifa., Khan,
Bilal Shoaib., and Aslam, Muhammad Shoukat. 2019. Automated Diagnosis
of Hepatitis B Using Multilayer Mamdani Fuzzy Inference System. Hindawi
Journal of Healthcare Engineering Volume 2019, Article ID 6361318, 11
pageshttps://doi.org/10.1155/2019/6361318
Akshar. 2013. Penentuan Tingkat Kerawanan Longsor Menggunkan Metode Fuzzy
Logic. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Alil, Omar Adil M. Ali1, Aous Y. and Sumait, Balasem Salem. 2015. Comparison
between the Effects of Different Types of Membership Functions on Fuzzy
Logic Controller Performance. International Journal of Emerging
Engineering Research and Technology Volume 3, Issue 3.
Aribowo, A. S., Wicaksono, C. B., dan Kaswidjanti, W. 2014. Implementasi Fuzzy
Interference System Metode Tsukamoto Pada Pengambilan Keputusan
85
Pemberian Kredit Pemilikan Rumah. Jurnal Telematika Vol. 10, No. 2, 137-
146.
Arifin, S. 2015. Implementasi Logika Fuzzy Mamdani Untuk Mendeteksi
Kerentanan Daerah Banjir Di Semarang Utara. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.
Ayuningtyas, Laras Purwati., Irfan, Mohamad., dan Jumadi. 2017. Analisa
Perbandingan Logic Fuzzy Metode Tsukamoto, Sugena, dan Mamdani
Studi Kasus : Prediksi Jumlah Pendaftaran. Jurnal Teknik Informatika Vol.
10 No.1.
Badan Geologi. 2010. Gerakan Tanah. Bandung: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi.
Badan Geologi. 2005. Pengenalan Gerakan Tanah. Jakarta: Mancamedia.
Bibi, T., Gul, Y., Rahman, A., dan Riaz, M. 2016. Landslide Susceptibility
Assessment Through Fuzzy Logic Interference System (FLIS). XLII-4/W1.
Bilgic, Taner., and Turken, I. Burhan. 2000. Fundamental of Fuzzy Sets. Boston:
Kluwer Academic Publisher.
BNPB. 2018, Juli 20. Diambil kembali dari http://bnpb.cloud/dibi/grafik1a
BPBD. 2017. Kejadian Bencana Alam Tanah Longsor Per Kecamatan Kabupaten
Semarang 2017. Kab.Semarang: BPBD.
BPS. 2017. Kecamatan Ungaran Barat Dalam Angka 2017. Semarang: Badan Pusat
Statistik Kabupaten Semarang.
Charolina, Y. 2016. Sistem Pendukung Keputusan Untuk Menentukan Pemberian
Bonus Tahunan Menggunakan Metode Fuzzy Logic Tipe Mamdani (Studi
86
Kasus Pada Karyawan PT. Sunhope Indonesia Di Jakarta). Jurnal Teknologi
Informasi Volume 12, Nomor 2, 42-53.
Cox, Earl. 1994. The Fuzzy Systems Handbook. United States of America :
Academic Press, Inc.
Das, S., and Akella, A. 2018. Power Flow Control of PV-Wind-Battery Hybrid
Renewable Energy Systems for Stand-Alone Application.
De Blasio, F. 2011. Introduction to the Physics of Landslides Lecture Notes on the
Dynamics of Mass Wasting. Milano and Oslo: Springer.
Effendi, A., dan Hariyanto, T. 2016. Pembuatan Peta Daerah Rawan Bencana
Tanah Longsor dengan Menggunakan Metode Fuzzy Logic. Jurnal Teknik
ITS Vol.5, No. 2 (2301-9271 Print), 714-723.
Epafras, D. 2012. Penerapan Metode Logika Fuzzy untuk Program Diagnosa
Penyakit THT menggunakan Prolog. Salatiga: Universitas Kristen Satya
Wacana.
Faizi, M., dan Marzuarman. 2017. Pengontrolan Fluks dan Torsi pada Motor
Induksi 3 Fasa Menggunakan Metode Direct Torque Control (DTC)
Berbasis PI dan Fuzzy Logic Controllers (FLC). Junal Inovtek Polbeng, Vol.
07, NO. 2, 139-146.
Fajria, Lutfia. 2016.Tingkat Kerawanan Tanah Longsor di Kecamatan Prambanan
Kabupaten Sleman Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
87
Fakhmi, A. 2012. Grafik Pengendali Variabel Fuzzy Linguistik dengan Ukuran
Sampel Berbeda. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.
Fianti. 2003. Pembuatan Perangkat Lunak Pengendali Pemanas Ruang Berlogika
Samar. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Geologi, Pusat Vulkanologi. 2005. Pengenalan Gerakan Tanah. Jakarta:
Mancamedia.
Ghadi, Y. Y., Rasul, M., and Khan, M. 2017. Energy Savings by Fuzzy Base
Control of Occupancy Concentration in Institutional Buildings. Energi
Procedia 105, 2850-2858.
Gholami, M., Ghachkanlu, E., Khosravi, K., and Pirasteh, S. 2019. Landslide
Prediction Capability by Comparison of Frequency Ratio, Fuzzy Gamma
and Landslide Index Method. 42.
Harris, J. 2006. Fuzzy Logic Applications in Engineering Science. Netherlands:
Springer.
Highland, L., and Bobrowsky, P. 2008. The Landslide Handbook — A Guide to
Understanding Landslides. Virginia: U.S. Geological Survey.
Ilyas, T. 2011. Tanah Longsor (Landslide) Untuk Bahan Ajar MPKT-B. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Indonesia, K. P. 2018, Juli 20. KBBI Daring. Diambil kembali dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/longsor
88
Iskandar, D., dan Tumimomor, Y. 2017 Perancangan Media Sosialisasi Tanggap
Bencana Kabupaten Semarang Berbasis Animasi 2D. Jurnal Ilmu Komputer
dan Desain Komunikasi Visual (JIKDISKOMVIS) Volume 2 No.1, 26-47.
Ismawati, Dini., Syauqy, Dahnial., dan Prasetio, Barlian Henryranu. 2017.
Perbandingan Jumlah Membership Dan Model Fuzzy Terhadap Perubahan
Suhu Pada Inkubator Penetas Telur. Jurnal Pengembangan Teknologi
Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 1, No. 6, hlm. 476-485
Kahar, N., dan Fitri, N. 2011. Aplikasi Metode Fuzzy Multi Criteria Decision
Making (FMCDM) Untuk Optimalisasi Penentuan Lokasi Promosi Produk.
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2011 (SNATI 2011) (hal.
58-63). Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi
Informasi 2011 (SNATI 2011).
KBBI, K. P. 2018, Juli 20. KBBI Daring. Diambil kembali dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/longsor.
Klir, G., Clair, U., dan Bo, Y. 1997. Fuzzy Set Theory Foundations Pengendalianya
Dalam Perspektif Lingkungan. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Kurniawati, Iin. 2015. Sistem Pakar Diagnosis Chronic Kidney Disease Berbasis
Mamdani Fuzzy Interference System. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Kusumadewi, S. 2002. Analisis dan Desain Sistem Fuzzy. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusumadewi, S. 2003. Artificial Intelegent. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusumadewi, S., Hartati, S., Harjoko, A., & Wardoyo, R. 2006. Fuzzy Multi-
Attribute Decision Making (FUZZY MADM). Yogyakarta: Graha Ilmu.
89
Lestari, Sabda., Nugraha, Arief Laila., dan Firdaus, Hana Sugiastu. 2019. Pemetaan
Risiko Bencana Tanah Longsor Kabupaten Semarang Berbasis Sistem
Informasi Geografis. Jurnal Geodesi Undip Januari 2019 VOL 8 NO 1
(2019), (ISSN :2337-845X ).
Li, X., Wen, H., Hu, Y., dan Jiang, L. 2018. A Novel Beta Parameter Based Fuzzy-
Logic Controller.
Maarif, S. 2014. Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) Tahun 2013. Citeureup-
Sentul: Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang Pencegahan
dan Kesiapsiagaan.
Margana, Riki Ridwa. 2016. Analisis Penetapan Jumlah Produksi dengan
Pendekatan Logika Fuzzy Berdasarkan Metoda Mamdani dan Sugeno.
Bandung: Universitas Pasundan Bandung
Marjanovic, M., dan Caha, J. 2011. Fuzzy Approach to Landslide Susceptibility
Zonation. Dateso , 181-195.
Meghni, B., Dib, D., dan Azar, A. T. 2016. A Second-Order Sliding Mode and
Fuzzy Logic Control to Optimal Energy Management in Wind Turbine WIth
Battery Storage. The Natural Computing & Applications , 1-18.
Naba, A. 2009. Belajar Cepat Fuzzy Logic Menggunakan MATLAB. Yogyakarta:
Andi Offset.
Negnevitsky, Michael. 2005. Artificial Intelligence A Guide to Intelligent Systems
Second Edition. London : Addison Wesley.
Nguyen, H., dan Walker , E. 2005. A First Course in Fuzzy Logic Third Edition.
New Mexico: CRC Press Taylor & Francis Group.
90
Nugroho, S. P. 2016. Evaluasi Penanggulangan Bencana 2015 dan Prediksi
Bencana 2-016. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Passino, K., dan Yurkovich, S. 1997. Fuzzy Control. Ohio: Addison-Wesley
Longman, Inc.
Percin, S. 2017. Evaluating Airline Service Quality Using a Combined Fuzzy
Decisio-Making Approach. XXX.
Petry, Frederick E., Robinson, Vincent B., and Cobb, Maria A. 2005. Fuzzy
Modeling with Spatial Information for Geographic Problems. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg
PMPU, K. P. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum NO : 22 /PRT/M/2007
Tentang PedomanPenataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor Pasal
1 ayat 2. Jakarta: Kemeterian Pekerjaan Umum.
Princy.S., dan Dhenakaran, S.S. 2016. Comparison of Triangular and Trapezoidal
Fuzzy Membership Function. IJRDO - Journal of Computer Science and
Engineering
Purba, R. K., Hasanah, R., & Muslim, M. 2013. Implementasi Logika Fuzzy Untuk
Mengatur Perilaku Musuh dalam Game Bertipe Action-RPG. Jurnal
EECCIS (Electrics, Electronics, Communications, Controls, Informatics,
Systems) Vol. 7, No. 1, 15-20.
Purnomo, H. B., dan Wibowo, Y. 2018. Aplikasi Fuzzy Interference System Untuk
Menentukan Lokasi Pengembangan Sentra Peternakan Rakyat(SPR) Sapi
Potong di Kabupaten Jember. Jurnal AGROINTEK Volume 12, No.1, 12-
26.
91
Rahmawati, D. A. 2015. Penerapan Fuzzy Logic Dengan Menggunakan Metode
Mamdani Untuk Memprediksi Kualitas Kopi. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Ritha, N., dan Wardoyo, R. 2016. Implementasi Neural Fuzzy Inference System dan
Algoritma Pelatihan Levenberg-Marquardt untuk Prediksi Curah Hujan.
IJCCS (Indonesian Journal of Computing and Cybercenetics Systems),
Vol.10, No.2, ISSN: 1978-1520, 125-136.
Saelan, A. 2009. Logika Fuzzy. Bandung: Makalah IF2091 Struktur Diskrit Tahun
2009.
Saputra, W. 2016. Analisis Fuzzy Logic Mamdani: Tingkat Kerawanan Longsor di
Kawasan Pujon. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Soleh, M. 2013. Sistem Pakar Penentuan Selera Konsumen Terhadap Menu Kopi
Dengan Metode Fuzzy Logic. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro.
Sriyono, A. 2012. Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor Kecamatan
Banyubiru, Kabupaten Semarang. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Statistik, Badan Pusat. 2017. Kecamatan Ungaran Barat Dalam Angka 2017.
Semarang: Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang.
Sudrajat. 2008. Modul Kuliah Dasar-Dasar Fuzzy Logic. Bandung: Universitas
Padjadjaran.
Suhadirman. 2012. Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG) pada Sub DAS Walanae Hilir. Makassar: Universitas
Hasanudin
92
Sutikno. 2008. Perbandingan Metode Defuzzifikasi Aturan Mamdani Pada Sistem
Kendali Logika Fuzzy (Studi Kasus Pada Pengaturan Kecepatan Motor DC).
Semarang: Universitas Diponegoro.
Ubaidillah, Imam. 2018. Zonasi Potensi Kerawanan Longsor di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Wang, L. 1997. A Course Input Fuzzy System and Control. USA: Prentice Hall
PTR.
Wardhani, Luh Kesuma., dan Haerani, Elin. 2011. Analisis Pengaruh Pemilihan
Fuzzy Membership Function Terhadap Output Sebuah Sistem Fuzzy Logic.
SNTIKI III 2011 ISSN : 2085-9902