pemicu 6-fcp
DESCRIPTION
hyyuTRANSCRIPT
Pemicu 6
Seorang ibu membawa bayi perempuan yang berusia 9 bulan datang ke posyandu untuk menimbang bayinya dan melakukan imunisasi
Usia Kehamilan, Kelahiran, ANCCara PersalinanBB,PBAPgarIMD
Hepatitis BBCGDPTCampakPolioKIPI
ASIEdukasiMP-ASIMuntahFrekuensi Makan
KMS
Tabel KPSP
RPD
RPK
Kehamilan dan Kelahiran
Imunisasi
Gizi dan Makanan
Pertumbuhan
Perkembangan
Identitas Orang tua-> Bayi
Keluhan Utama
Pemeriksaan Rutin
Antropometri :BB,PB,LILA, Lingkar Kepala
Buku KIA
Edukasi Tumbuh Kembang
Imunisasi +Edukasi
Bayi Perempuan, 9 bulan
Posyandu
Meja I
Meja II
Meja III
Meja IV
Meja V
BAB I
PENDAHULUAN
A. Klarifikasi dan DefinisiTidak ada
B. Kata Kuncia. Bayi Perempuan 9 bulanb. Posyanduc. Imunisasi
C. Rumusan MasalahBayi Perempuan usia 9 bulan dibawa ke posyandu untuk pemeriksaan tumbuh kembang dan imunisasi
D. Analisis Masalah
E. HipotesisBayi Perempuan usia 9 bulan akan dilakukan pemeriksaan antropometri, imunisasi campak dan konseling KIA.
F. Pertanyaan Kasusa. Identitas
i. Anak1. Nama2. Jenis Kelamin3. Tanggal Lahir
ii. Orang Tua1. Nama2. Umur3. Jenis Kelamin4. Alamat5. Pendidikan6. Agama7. Suku Bangsa8. Pekerjaan9. Penghasilan
b. Keluhan utamac. Masalah kesehatan sekarangd. Riwayat penyakit dahuku
i. Pilekii. Batuk
iii. Demamiv. Kejang demamv. Alergi
vi. Muntahvii. Trauma
e. Riwayat Penyakit Keluargai. Penyakit atopic
ii. TBiii. Hipertensiiv. Diabetes Mellitusv. ISPA
vi. Infeksi lainnyavii. Keganasan
f. Riwayat kehamilan dan kelahirani. Riwayat kehamilan
1. ANC2. Usia Kehamilan
3. Penyakit saat kehamilana. Diabetes gestasionalb. eklamsia/preeklamsiac. PMSd. Usia ibu hamil (saat anaknya lahir)e. Obat-obatan
4. GxPxAX5. Riwayat Persalinan
a. Tempatb. Penolong persalinanc. Pervaginam/SCd. BB dan PB lahire. APGAR Scoref. Penyakit saat kelahirang. IMDh. Kelainan baygi pada saat persalinan
g. Riwayat Imunisasi (Jenis, KIPI, Tanggal Pemberian)h. Riwayat Nutrisi
i. ASI eksklusifii. MP-ASI
iii. Frekuensi MAkan/harii. Riwayat Tumbuh Kembang
i. KMSii. KPSP
j. Riwayat Sosial ekonomii. Kebiasaan orang tua
1. Minuman alcohol2. Merokok
ii. Jenis Keluargaiii. Lingkungan tempat tinggal
Pemeriksaan
1. Antropometri (BB,PB, LILA, Lingkar Kepala)2. Pemeriksaan Tanda Vital
Imunisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAA. Imunisasi
A.1 PENGERTIAN
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen
lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit
tertentu. 1
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhada
penyakit tertentu. 2
A.2 TUJUAN IMUNISASI
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat
mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang
sering berjangkit. 1
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap
penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat
mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.2
A.3 MANFAAT IMUNISASI
1. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat
atau kematian.
2. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong
pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa
kanak-kanak yang nyaman.
3. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, mrnciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk
melanjutkan pembangunan negara. 1
A.4 JENIS IMUNISASI
1.Imunisasi Aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar
nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap
antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya.
Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak.
Dalam imunisasi aktif terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu :
Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang
didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti
polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen organisme
dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang
dijadikan vaksin.
Pengawet/stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap
dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba.
Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa atau antibiotik yang biasa digunakan.
Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang
digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya telur, protein serum, bahan kultur sel.
Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari
antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan
perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi
peningkatan antibodi tubuh.4
2.Imunisasi Pasif
Merupakan suatau proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara memberikan
zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat
berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapatkan bayi dari ibu melalui plasenta)
atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba sudah masuk dalam
tubuh yang terinfeksi.
Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS pada orang yang mengalami luka
kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi
tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama
masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak. 1
A.5 JENIS VAKSIN LIMA IMUNISASI LENGKAP
1. BCG
Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan
dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya
adalah TBC pada selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang.
Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan.
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 dosis sejak lahir sebelum umur 3 bulan.
Vaksin BCG diberikan melalui intradermal/intracutan. Efek samping pemberian
imunisasi BCG adalah terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan
reaksi panas.1
2. Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit hepatitis B. kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi
pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 dosis. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui
intramuscular.1
3. Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan
vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4
dosis. Imunisasi polio diberikan melalui oral.1
4. DPT
Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang
mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih
dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid).1
Frekuensi pemberian imuisasi DPT adalah 3 dosis. Pemberian pertama zat anti
terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan
organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti
yang cukup. Imunisasi DPT diberikan melalui intramuscular.1
Pemberian DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya
terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam. Efek berat misalnya
terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi
kejang, encephalopathy, dan syok.1
5. Campak
Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Kandungan vaksin ini
adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 dosis.
Imunisasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping
seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas. 2
A.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMUNISASI
1. Status imun penjamu
Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi, misalnya: (1.Campak
pada bayi; 2.Kolostrum ASI – Imunoglobulin A polio)
Maturasi imunologik : neonatus fungsi makrofag, kadar komplemen, aktifasi optonin.
Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen kurang, hasil vaksinasi ditunda sampai
umur 2 tahun.
Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi
diimunisasi.
Frekuensi penyakit : dampaknya pada neonatus berat imunisasi dapat diberikan pada
neonatus.
Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang.
2. Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik, cukup, rendah.
Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.
3. Kualitas vaksin
Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik.
Dosis vaksin (1.Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek samping; 2.Jika rendah,
maka tidak merangsang sel imunokompeten)
Frekuensi pemberian. Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi
produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang
terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi,
sedangkan antigen dinetralkan oleh antibodi spesifik maka tidak merangsang sel
imunokompeten.
Ajuvan (1.Zat yang meningkatkan respon imun terhadap antigen; 2.Mempertahankan
antigen agar tidak cepat hilang; 3.Mengaktifkan sel imunokompeten)
Jenis vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.
Kandungan vaksin (1.Antigen virus; 2.Bakteri; 3.Vaksin yang dilemahkan seperti
polio, campak, BCG.; 4.Vaksin mati : pertusis.; 5.Eksotoksin : toksoid, difteri, tetanus.;
6.Ajuvan : persenyawaan aluminium.; 7.Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis,
kultur jaringan, telur.)
A.7 FAKTOR YANG DAPAT MERUSAK VAKSIN DAN KOMPOSISI VAKSIN
1. Panas dapat merusak semua vaksin.
2. Sinar matahari dapat merusak BCG.
3. Pembekuan toxoid.
4. Desinfeksi / antiseptik : sabun. 3
A.8 TATACARA PEMBERIAN IMUNISASI
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan dianjurkan mengikuti tata cara seperti
berikut:
Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak
divaksinasi.
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi
ikutan yang tidak diharapkan.
Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat
persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya
sebelum melakukan imunisasi.
Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang akan diberikan.
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik.
Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa
tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang
menunjukkan adanya kerusakan.
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin
lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan.
Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum
suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin.
Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut:
Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh, apa yang harus
dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.
Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.
Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang
P2M.
Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk
mengejar ketinggalan, bila diperlukan.
Dalam situasi vaksinasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pelaksanaannya
dapat bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti di atas yang berpegang pada prinsip-
prinsip higienis, surat persetujuan yang valid, dan pemeriksaan/penilaian sebelum
imunisasi harus dikerjakan.5,6,7
1. Penyimpanan
Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya.
Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan. Aturan
umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-
8oC dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT dan hepatitis B) menjadi tidak aktif bila
beku. Pengguna dinasehatkan untuk melakukan konsultasi guna mendapatkan informasi
khusus vaksin-vaksin individual, karena beberapa vaksin (polio) dapat disimpan dalam
keadaan beku.
2. Pengenceran
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan
digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah diencerkan, harus
diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan kejernihan). Perlu diperhatikan
bahwa vaksin campak yang telah diencerkan cepat mengalami perubahan pada suhu
kamar. Jarum ukuran 21 yang steril dianjurkan untuk mengencerkan dan jarum ukuran 23
dengan panjang 25 mm digunakan untuk menyuntikkan vaksin.
3. Pembersihan Kulit
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan namun apabila kulit
telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan.
4. Pemberian Suntikan
Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuskular atau subkutan dalam.
Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin yaitu polio diberikan per-oral dan BCG
diberikan dengan suntikan intradermal.
5. Teknik dan Ukuran Jarum
Para petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami teknik dasar dan petunjuk
keamanan pemberian vaksin, untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan trauma
akibat suntikan yang salah. Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan
jarum baru, sekali pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang
multidosis, karena risiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis (karena tidak ada
laternatif vaksin dalam sediaan lain) maka jarum suntik yang telah digunakan
menyuntikkan tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin.
Tabung suntik dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup yang diberi tanda (label)
tidak mudah robek dan bocor, untuk menghindari luka tusukan atau pemakaian ulang.
Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak.
Sebagian besar vaksin harus disuntikkan ke dalam otot. Penggunaan jarum yang
pendek meningkatkan risiko terjadi suntikan subkutan yang kurang dalam.
Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada perkecualian
lain dalam beberapa hal seperti berikut :
Pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayi-bayi kecil
lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm.
Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dapakai jarum ukuran 25 dengan panjang
16 mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm.
Untuk suntikan intradermal pada vaksin BCG dipakai jarum ukuran 25-27 dengan
panjang 10 mm.
6. Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 45o sampai 60o ke dalam otot vastus
lateralis atau otot deltoid (lengan atas). Untuk otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan
ke arah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan
pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 90o. pada
suntikan dengan sudut jarum 45o sampai 60o akan mengalami hambatan ringan pada
waktu jarum masuk ke dalam otot.
7. Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi-bayi
dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi
pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang telah dapat berjalan) dan orang dewasa.
Daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan
tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica
(nervus ischiadicus). Risiko kerusakan saraf ischiadica akibat suntikan didaerah gluteus
lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih
tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuskular di daerah gluteal dengan
tidak sengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi lokal yang lebih berat.
Sedangkan untuk vaksinasi BCG, harus disuntik pada kulit di atas insersi otot deltoid
(lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas puncak pundak memberi risiko terjadinya
keloid.7
8. Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
Vaksin yang disuntikkan harus diberikan pada bagian dengan risiko kerusakan saraf,
pembuluh vaskular serta jaringan lainnya. Penting bahwa bayi dan anak jangan bergerak
saat disuntik, walaupun demikian cara memegang bayi dan anak yang berlebihan akan
menambah ketakutan sehingga meningkatkan ketegangan otot. Perlu diyakinkan kepada
orang tua atau pengasuh untuk membantu memegang anak atau bayi, dan harus
diberitahu agar mereka memahami apa yang sedang dikerjakan.
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan
adalah:
Menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica pada suntikan daerah gluteal.
Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara
adekuat.
Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B berkurang bila disuntikkan di daerah gluteal.
Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuk pembengkakan di tempat suntikan yang
menahun.
Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.
9.Vastus Lateralis, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi bagian
anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian
atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarum harus
membuat sudut 45o-60o terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut, maka
jarum tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari di atas (ke arah proksimal) batas
hubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot.
Anak atau bayi diletakkan di atas meja periksa, dapat dipegang oleh orang
tua/pengasuh atau posisi setengah tidur pada pangkuan orang tua atau pengasuhnya.
Celana (popok) bayi harus dibuka bila menutupi otot vastus lateralis sebagai lokasi
suntikan, bila tidak demikian vaksin akan disuntikkan terlalu bawah di daerah paha.
Kedua tangan dipegang menyilang pelvis bayi dan paha dipegang dengan tangan antara
jempol dan jari-jari. Posisi ini akan mengurangi hambatan dalam proses penyuntikan dan
membuatnya lebih lancar.
Lokasi suntikan pada vastus lateralis :
Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang.
Tungkai bawah sedikit ditekuk dengan fleksi pada lutut.
Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi, tarik garis
yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan vaksin ialah batas
sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut (bila tungkai bawah sedikit menekuk,
maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis menyebabkan garis bagian distal lebih
jelas).
Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara sepertiga
bagian atas dan tengah, jarum ditusukkan satu jari di atas batas tersebut.7
10. Deltoid, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikan di daerah deltoid ialah duduk
di atas pangkuan ibu atau pengasuhnya.
Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi, sementara lengan
lainnya diletakkan di belakang tubuh orang tua atau pengasuh.
Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman dan
berhasil.
Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan
meningkatkan risiko penetrasi saraf.
Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik membuka lengan atas dari pundak ke
siku. Lokasi yang paling baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh antara akromnion
dari insersi pada tengah humerus. Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 45o-60o
mengarah pada akromnion. Bila bagian bawah deltoid yang disuntik, ada risiko trauma
saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot trisep.6
11.Pengambilan Vaksin dari Botol (Vial)
Untuk vaksin yang diambil menembus tutup karet atau yang telah dilarutkan, harus
memakai jarum baru. Apabila vaksin telah diambil dari vial yang terbuka, dapat dipakai
jarum yang sama. Jarum atau semprit yang telah digunakan menyuntik seseorang tidak
boleh digunakan untuk mengambil vaksin dari botol vaksin karena risiko kontaminasi
silang, vaksin dalam botol yang berisi dosis ganda (multidosis) jangan digunakan kecuali
tidak ada alternatif lain.
12. Penyuntikan Subkutan
Perhatian untuk suntikan subkutan :
Arah jarum 45o terhadap kulit.
Cubit tebal untuk suntikan subkutan.
Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan.
Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.
13. Penyuntikan Intramuscular
Perhatian untuk penyuntikan intramuskular :
Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot.
Suntik dengan arah jarum 45o-60o, lakukan dengan cepat.
Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum ditusukkan.
Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak masuk ke dalam
vena. Apabila terdapat darah, buang dan ulangi dengan suntikan baru.
Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.
14. Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari Yang Sama
Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boleh diberikan pada
hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup, khususnya vaksin yang
dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada lokasi yang
berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang sama dapat
diberikan vaksin-vaksin DPT, hepatitis B, dan polio.
Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-vaksin
yang berbeda yang diberikan pada seseorang pada hari yang sama harus disuntikkan pada
lokasi yang berbeda dengan menggunakan semprit yang berbeda. 4
A.9 JADWAL IMUNISASI
1.BCG
Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. namun dianjurkan pemberian
imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.
Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1 tahun).
Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan.
Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat mencegah
komplikasinya.
Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2.Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir.
Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepatitis
B-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapatkan respon imun optimal, interval
imunisasi hepatitis B-2 dengan hepatitis B-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka
imunisasi hepatitis B-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.
Departemen kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepatitis B-0 monovalen
(dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/hepatitis
B pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hepatitis B diberikan dalam kombinasi dengan
DTwP untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepatitis B-3 yang
masih rendah.
Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi
hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi hepatitis B dengan jadwal 3 kali
pemberian.
3. DPT
Imunisasi DPT primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak boleh diberikan
sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8
minggu, jadi DPT-1 diberikan pada umur 2 bulan, DPT-2 pada umur 4 bulan dan DPT-3
pada umur 6 bulan.
Dosis DPT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.
Vaksin DPT dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain yaitu DPT/Hepatitis
B dan DPT/IPV.
4. Polio
Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio -1, 2, dan 3. (1.OPV, hidup
dilemahkan, tetes, oral.; 2.IPV, in-aktif, suntikan.)
Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI sebagai tambahan untuk
mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi.
Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan, interval
antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
OPV diberikan 2 tetes per-oral.
IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuscular. Vaksin IPV dapat diberikan tersendiri atau
dalam kemasan kombinasi (DPT/IPV).
5. Campak
Vaksin campak rutin dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara subkutan
dalam, pada umur 9 bulan. 4
A.10 KONTRAINDIKASI IMUNISASI
Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak
terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 38oC
merupakan kontraindikasi pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak.
Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala AIDS,
sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.
Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang
sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi
sudah sehat. 1
BAB IIILAPORAN KASUS
a. Identitasi. Anak
3. Nama : Bunga4. Jenis Kelamin : Perempuan5. Tanggal Lahir : Februari
ii. Orang Tua6. Nama : Uli7. Umur : 23 tahun8. Jenis Kelamin : Perempuan9. Alamat: Sungai Raya Dalam10. Pendidikan : Tidak ditanyakan11. Agama : Kristen12. Suku Bangsa : Batak13. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga14. Penghasilan : Tidak ditanyakan
b. Keluhan utama : Datang melakukan pemeriksaan rutin dan imunisasic. Masalah kesehatan sekarang : Tidak adad. Riwayat penyakit dahulu
1. Pilek : Disangkal2. Batuk : Disangkal3. Demam : Disangkal4. Kejang demam : Disangkal5. Alergi : Disangkal6. Muntah : Disangkal7. Trauma : Disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga1. Penyakit atopic : Disangkal2. TB : Disangkal3. Hipertensi : Disangkal4. Diabetes Mellitus : Disangkal5. ISPA : Disangkal6. Infeksi lainnya : Disangkal7. Keganasan : Disangkal
f. Riwayat kehamilan dan kelahirani. Riwayat kehamilan
1. ANC : Rutin tiap bulan2. Usia Kehamilan : dalam batas normal3. Penyakit saat kehamilan: Disangkal
a. Diabetes gestasionalb. eklamsia/preeklamsiac. PMSd. Usia ibu hamil (saat anaknya lahir) :±21 tahune. Obat-obatan : (-)4. GxPxAX : G1P1A05. Riwayat Persalinanf. Tempat : Puskesmasg. Penolong persalinan : Bidanh. Pervaginam/SC : Pervaginami. BB dan PB lahir : Dalam batas normalj. APGAR Score : Baikk. Penyakit saat kelahiran : Disangkall. IMD : Adam. Kelainan bayi pada saat persalinan : disangkal
g. Riwayat Imunisasi (Jenis, KIPI, Tanggal Pemberian)Mengaku sudah diberikan DPT,BCG,Polio, Hepatitis B .
h. Riwayat Nutrisi1. ASI eksklusif : (+)2. MP-ASI : (+) bubur biscuit bayi yang dijual dipasar3. Frekuensi Makan/hari : 3x sehari
i. Riwayat Tumbuh Kembang1. KMS : Tidak Dibawa2. KPSP :baik
j. Riwayat Sosial ekonomii. Kebiasaan orang tua
1. Minuman alcohol : disangkal2. Merokok : disangkal
ii. Jenis Keluarga : Keluarga intiiii. Lingkungan tempat tinggal : Tidak ditanyakan
Pemeriksaan
1. Antropometri a. Berat Badan : 8,5 kgb. Panjang Badan :74 cmc. Lingkar Lengan Atas : 13,5 cmd. Lingkar Kepala :45 cm
2. Pemeriksaan tanda vital : Semua dalam batas normal3. Imunisasi : Campak4. Edukasi
a. Memberikan makanan tinggi seratb. Edukasi ibu untuk lebih berinteraksi dengan anakc. Edukasi ibu mengenai KIPI d. Edukasi ibu untuk mengatasi anak pada saat bermain
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari anamnesis didapatkan pasien berjenis kelamin perempuan dan berusia 9
bulan lahir pada bulan februari. datang dengan tujuan melakukan pemeriksaan rutin dan
imunisasi campak. Riwayat penyakit dahulu seperti pilek, batuk, demam, kejang demam,
alergi, muntah, trauma disangkal. Riwayat penyakit keluarga seperti alergi, TB,
Hipertensi, diabetes mellitus, ISPA, infeksi lainnya dan keganasan disangkal. Riwayat
kehamilan dan kelahiran untuk ANC dilakukan rutin tiap bulan tidak terdapat penyulit
ataupun halangan selama kehamilan dan kelahiran.
Riwayat persalinan di Puskesmas ditolong bidan pervaginam. Berat badan dan
panjang badan, APGAR score baik dan dalam batas normal. Riwayat imunisasi sudah
diberikan DPT,BCG, Polio, dan Hepatitis B sesuai dengan usia.
Mengenai riwayat nutrisi sudah diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, sekarang
diberikan MP-ASI seperti bubur biscuit bayi yang biasa dijual dipasar. Frekuensi makan/
hari sebanyak 3 kali sehari.
Riwayat social ekonomi dari keluarga disangkal seperti merokok, minuman alcohol
dan dirawat oleh keluarga inti.
Pemantauan pertumbuhan bayi dan anak dapat dilakukan dengan menimbang berat
badan, mengukur panjang dan lingkar kepala anak. Menimbang bayi dan mengukur
panjang badan serta lingkar kepala bayi secara teratur untuk usia di bawah 1 tahun dapat
dilakukan setiap bulan, selanjutnya setiap 3 bulan sampai usia 5 tahun. Berdasarkan
kurva pertumbuhan yang diterbitkan oleh National Center for Health Statistics (NCHS),
berat badan bayi akan meningkat dua kali lipat dari berat lahir pada usia 6 bulan dan
meningkat tiga kali lipat dari berat lahir pada usia 12 bulan.
Ukuran ini merupakan indeks gizi dan pertumbuhan yang terbaik, terutama pada bayi,
karena mencakup resultante pertumbuhan badan seluruhnya.
Pada tiap masa kehidupan terdapat variasi batas normal. Penilaian klinis yang hati-
hati diperlukan untuk mencegah kesalahan. Seorang bayi yang obesitas, walaupun berat
badannya lebih berat dari bayi normal belum berarti keadaan gizinya lebih baik karena
mungkin ia menderita kelainan hormonal. Demikian pula bayi dengan edema akan lebih
cepat bertambah berat badannya.
Pada hari-hari pertama masa neonatal, berat badan yang turun kurang dari 10%
masih merupakan keadaan yang normal. Ini disebabkan karena keluarnya mekonium dan
urin, di samping pemberian susu pada masa tersebut masih belum cukup. Berat badan
lahir dicapai lagi pada hari ke-10 sampai hari ke-14. Selanjutnya, bayi yang normal dan
sehat, berat badannya akan bertambah terus dengan teratur.
Berat badan pada waktu lahir berkisar antara 2,7-4,1 kg. Dalam 3 bulan pertama
kenaikan berat badan kira-kira 1kg/bulan. Pada umur 5 bulan berat badan bayi mencapai
2 kali berat badan lahirnya. Pada umur 6 bulan kenaikan berat badan 0,5 kg/bulan. Berat
badan anak pada umur 1 tahun ialah 3 kali berat badan pada waktu lahir dan pada umur 2
tahun kira-kira 4 kali berat badan lahir. Sesudah umur 2 tahun kecepatan pertambahan
berat badan menurun dan dengan makin bertambahnya umur anak, kenaikan berat
badannya makin tidak teratur.
Pada masa adolesensi terjadi kenaikan berat badan yang mendadak cepat pada
kedua jenis kelamin dan berhubungan erat dengan kenaikan tinggi badan. Akselerasi pada
masa adolesensi ini lebih dulu terjadi pada wanita daripada pria, yaitu umur 10-12 tahun
pada wanita sedangkan pria 2 tahun kemudian. Kecepatan tumbuh yang paling besar
terjadi 1 tahun sebelum haid yang pertama kali (menarhe) dan keadaan ini berlangsung
terus sampai umur kira-kira 20 tahun. Sesudah itu kenaikannya dapat diabaikan.
Berlainan halnya dengan berat badan, maka kecepatan kenaikan tinggi badan
terus menurun setiap tahunnya dari lahir sampai dewasa, kecuali pada masa adolesensi
terjadi adolescent spurt of growth.
Panjang badan pada waktu lahir rata-rata 50 cm. Pada umur 1 tahun panjang
badan bertambah kira-kira 50%. Tinggi badan mencapai 2 kali panjang badan lahir pada
umur 4 tahun. Selanjutnya kenaikan tinggi merupakan garis rata dengan kenaikan rata-
rata 5cm/tahun.
Pengukuran lingkar kepala penting karena berhubungan dengan isi intrakranial
dan dapat digunakan untuk menilai kecepatan tumbuhnya otak. Gangguan pertumbuhan
otak dapat dilihat dari kelainan klinis seperti mikrosefali dan hidrosefali.
Lingkar kepala diukur dengan melilitkan pita ukur melalui tulang kepala belakang
yang paling menonjol dan bagian atas supraorbital. Lingkaran kepala pada waktu lahir
33,0-35,6 cm. Dalam 4 bulan pertama bertambah 5 cm dan 8 bulan berikutnya bertambah
5 cm lagi, sehingga pada umur 1 tahun bertambah 10 cm menjadi 43,2-45,7 cm. Pada
umur 2 tahun kenaikan 2,5cm/tahun sehingga menjadi 49,5-52,1 cm. Umur 5 tahun
sampai masa pubertas bertambah 1,25cm/5 tahun, sehingga pada dewasa mencapai 52,1-
55,1 cm.
Untuk Hasil Pemeriksaan didapatkan berat badan 8,5 kg, Panjang badan 74 cm,
Lingkar lengan Atas 13,5 cm dan lingkar kepala 45 cm. Pada NCHS perkembangan anak
ini termasuk baik. Untuk pemeriksaan tanda vital semua dalam batas normal. Imunisasi
yang belum didapatkan oleh anak ini adalah campak sehingga dilakukan imunisasi
campak pada anak ini.
Pada kasus ini pasien tergolong dengan anak yang perkembangan dan
pertumbuhannya baik namun perlu dilakukan pemantauan pada pasien ini seperti:
1. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti
duduk, berdiri, dan sebagainya.
2. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan
oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati
sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti
perintah dan sebagainya.
4. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah
dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan
sebagainya.
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bayi perempuan usia 9 bulan sehat, tumbuh kembang baik dengan riwayat imunisasi lengkap sesuai usia.
B. Saran
a. Ibu diharapkan memberikan makanan tinggi serat kepada bayib. Edukasi ibu untuk lebih berinteraksi dengan anakc. Edukasi ibu mengenai KIPI d. Edukasi ibu untuk mengatasi anak pada saat bermain
DAFTAR PUSTAKA
1. Proverawati, Atikah.2010.Imunisasi dan Vaksinasi.Yogyakarta:Nuha Offset. Puskesmas Cukir, KIA.2010. Laporan Uci Kumulatif Perdesa Tahun 2010.Jombang:Puskesmas Cukir.
2. Hidayat, A. Aziz Alimul.2010.Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.Jakarta:Salemba Medika.
3. Marimbi, Hanum.2010.Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada Balita.Yogyakarta:Nuha Medika.
4. IDAI.2008.Pedoman Imunisasi Di Indonesia.Jakarta:Satgas Imunisasi.5. Mansur, Herawati.2009.Psikologi Ibu dan Anak untuk
Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.6. Dinkes Jombang.2007. Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Anak Ditingkat Pelayanan Dasar.Jombang:Dinkes Jombang.7. Nursalam. 2008.Asuhan Keperawatan Bayi dan anak (Untuk Perawat dan Bidan).
Jakarta : Salemba Medika