pemilihan pondasi

Upload: rendi-kusriadi

Post on 15-Jul-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

R. Sutjipto T. & Agustina D. R., Pengaruh Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

77

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS PONDASI (Studi Kasus : Proyek Pembangunan Royal Plaza Surabaya) R. Sutjipto Tantyonimpuno, Agustina Dwi Retnaningtias Laboratorium Manajemen Konstruksi Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAKDalam mengaplikasikan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), diperlukan pemilihan kriteria dan alternatif, serta menghitung bobot dari hasil survey kuisioner kepada para pengambil keputusan di suatu proyek konstruksi. Setelah itu, perlu dilakukan uji konsistensi untuk menguji validitas dari hasil yang diperoleh, dan menetapkan alternatif dengan bobot terbesar sebagai pilihan. Berdasarkan hasil identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengambilan keputusan pemilihan jenis pondasi dapat dibuat hierarki keputusan dari tingkat paling atas adalah tujuan, yaitu mencari jenis pondasi yang tepat untuk digunakan, faktor berikutnya adalah faktor pihak pengambil keputusan, yaitu owner dan structural consultant. Kemudian faktor kriteria dalam memilih alternatif jenis pondasi, yaitu: kriteria kondisi tanah, teknis pondasi, waktu, pelaksanaan, ekonomis, dan lingkungan. Tingkatan paling bawah yaitu alternatif jenis pondasi yaitu: jenis pondasi tiang pancang beton bertulang (konvensional), tiang pancang prestress, dan pondasi tiang bor. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode AHP yang dilakukan, diperoleh prosentase prioritas kriteria pemilihan jenis pondasi dari yang tertinggi ke yang terendah yaitu: kondisi tanah dengan prosentase sebesar 46,17 %; kriteria teknis pondasi dengan prosentase bobot sebesar 21,37 %; kriteria efisiensi waktu dengan prosentase bobot 10,92 %; kriteria pelaksanaan sebesar 10,5 %; kriteria ekonomis dengan nilai prosentase bobot 8,22 %; dan yang terakhir yaitu kriteria lingkungan dengan prosentase bobot prioritas sebesar 2,82 %. Sedangkan urutan prioritas alternatif jenis pondasi dari yang paling tinggi ke yang paling rendah adalah pondasi tiang pancang beton prestress, tiang pancang beton bertulang, dan yang terakhir adalah pondasi tiang bor dengan urutan prosentase bobot sebagai berikut: 51.82 %, 35.79 %, dan 12.39 %. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa pondasi tiang pancang prestress merupakan alternatif desain pondasi yang tepat untuk digunakan. Kata kunci : pengambilan keputusan, AHP, pondasi

PENDAHULUAN Latar BelakangDalam kehidupannya, manusia selalu dihadapkan pada permasalahan dalam menentukan suatu keputusan. Hal ini juga terjadi pada suatu proyek konstruksi. Dalam hal memilih suatu jenis desain konstruksi yang digunakan, para pihak pengambil keputusan sudah melakukan penilaian dari kriteria-kriteria yang ada, antara lain biaya, pelaksanaan, maupun dampak lingkungan yang mungkin akan tim-bul dari berbagai alternatif tersebut. Dengan banyaknya kriteria yang diperlukan dalam menentukan suatu keputusan maka diperlukan suatu metode pengambilan keputusan multikriteria. Pondasi yang berfungsi sebagai penerus beban yang ditopang oleh beratnya sendiri ke dalam tanah atau batuan yang ada di bawahnya, menurut Bowles (1998), tidak pernah lepas dari permasalahan pada suatu proyek konstruksi. Jenis-jenis pondasi yang ada sangat banyak sehingga dalam memilih jenis pondasi yang akan digunakan, pihak pengambil keputusan harus memperhitungkan kriteria-kriteria yang ada. AHP merupakan suatu metode dengan pendekatan praktis untuk memecahkan masalah keputusan kompleks yang meliputi perbandingan berbagai macam alternatif. AHP memungkinkan

77

78

JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No. 2. Juli 2006: 77 - 87

pengambilan keputusan yang menyajikan hubungan hierarki antar faktor, atribut, karakteristik atau alternatif dalam lingkungan pengambilan keputusan multi faktor di dalam Badiru (1995). Selain itu, menurut Suryadi (2000), metode ini memiliki banyak kelebihan diban-dingkan dengan metode yang lain, yaitu: a. struktur yang berhierarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada subkriteria yang paling dalam, b. memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan, c. memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan. Proyek pembangunan Royal Plaza merupakan salah satu proyek konstruksi bangunan bertingkat pada gedung komersial yang juga memerlukan suatu cara pemilihan alternatif desain pondasi yang akan digunakan. Hal ini disebabkan karena terdapat bebe-rapa kriteria dan alternatif dalam penentuan jenis pondasi yang perlu diperhitungkan dalam pengam-bilan keputusan.

TINJAUAN PUSTAKAPengambilan Keputusan Definisi Hasan (2002) mendefinisikan keputusan seba-gai suatu pemecahan masalah yang merupakan suatu hukum situasi yang dilakukan melalui pemilihan suatu alternatif. Sedangkan yang dimaksud dengan pengambilan keputusan menurut Suryadi (2000) adalah suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk digunakan sebagai suatu cara pemecahan masalah. Sedangkan menurut Anderson (1997), pengambilan keputusan merupakan istilah yang umumnya dihubungkan dengan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu: a. mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah, b. menentukan alternatif penyelesaian masalah, c. menentukan kriteria yang akan digunakan, d. mengevaluasi berbagai alternatif, e. memilih alternatif. Dasar Pengambilan Keputusan Hasan (2000) yang mendukung Teori George R. Terry, yang menyebutkan bahwa pengambilan keputusan didasarkan pada: a. intuisi, pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi atau perasaan memiliki sifat subyektif, sehingga akan mudah terpengaruh, b. pengalaman, pengambilan keputusan semacam ini akan bermanfaat bagi pengetahuan praktis, c. fakta ini akan menghasilkan keputusan yang sehat, solid dan baik, d. wewenang, hal ini biasa dilakukan oleh pemimpin atau orang yang mempunyai kedudukan yang tinggi, e. rasional, keputusan yang nantinya dihasilkan akan bersifat obyektif, logis, lebih terbuka, serta konsisten dengan tujuan untuk memaksimalkan hasil.

Batasan MasalahSecara garis besar, ruang lingkup permasalahan akan dibatasi pada: 1. obyek penelitian adalah pada proyek pembangunan Royal Plaza Surabaya, 2. tidak menghitung biaya dari masing-masing alternatif jenis pondasi yang digunakan, 3. tidak menghitung analisis struktur, baik daya dukung tanah, daya dukung pondasi, teknis pe-laksanaan, maupun penjadwalan dari masing-masing alternatif jenis pondasi yang digunakan.

R. Sutjipto T. & Agustina D. R., Pengaruh Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

79

Analytical Hierarchy Process (AHP) Umum Analytical Hierarchy Process (AHP) dikem-bangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an. Metode ini merupakan salah satu model pengambilan keputusan multikriteria yang dapat membantu ke-rangka berpikir manusia dimana faktor logika, penga-laman pengetahuan, emosi dan rasa dioptimasikan ke dalam suatu proses sistematis. Pada dasarnya, AHP merupakan metode yang digunakan untuk meme-cahkan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok-kelompoknya, dengan mengatur kelompok tersebut ke dalam suatu hierarki, kemudian memasukkan nilai numerik sebagai pengganti per-sepsi manusia dalam melakukan perbandingan relatif. Dengan suatu sintesa maka akan dapat ditentukan elemen mana yang mempunyai prioritas tertinggi. Analytical Hierarchy Process sebagai Pengambil Keputusan Manfaat dari penggunaan Analytical Hierarchy Process (AHP) antara lain yaitu: a. memadukan intuisi pemikiran, perasaan dan penginderaan dalam pengambilan keputusan menganalisis

c. memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambil keputusan. Selain mempunyai kelebihan, metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ini juga mempunyai banyak keuntungan dalam penggunaannya. Saaty (1993) menjelaskan bebe-rapa keuntungan yang dipe-roleh dengan menggunakan metode AHP pada proses pengambilan keputusan multikriteria yang dapat dilihat pada Gambar 1.Kesatuan : AHP member1 satu model tunggal yang mudah d1mengert1, luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur. Kompleks1tas : AHP memadukan ancangan dedukt1f dan ancangan berdasarkan s1stem dalam memecahkan persoalan kompleks. Sal1ng Ketergantungan : AHP dapat menangan1 sal1ng ketergantungan elemen-elemen dalam suatu s1stem dan t1dak memaksakan pem1k1ran l1n1er. Penyusunan H1erark1 : AHP mencerm1nkan kecenderungan alam1 p1k1ran untuk mem1lahm1lah elemen suatu s1stem dalam berbaga1 t1ngkat berla1nan dan mengelompokkan unsur yang serupa pada set1ap t1ngkat. Pengukuran : AHP member1 suatu skala untuk mengukur hal-hal dan wujud suatu metode penetapan pr1or1tas.

Pengulangan Proses : AHP memungk1nkan orang memperhalus def1n1s1 mereka pada suatu persoalan dan memperba1k1 pert1mbangan dan pengert1an mereka melalu1 pengulangan. Pen1la1an dan Konsensus : AHP tak memaksakan konsensus tetap1 mens1ntes1s suatu has1l yang representat1f dar1 berbaga1 pen1la1an yang berbeda-beda.

AHP

b. memperhitungkan konsistensi dari penilaian yang telah dilakukan dalam membandingkan faktor-faktor yang ada, c. memudahkan pengukuran dalam elemen, d. memungkinkan perencanaan ke depan. Kelebihan metode ini menurut Badiru (1995) adalah: a. struktur yang berhierarki merupakan konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada subkriteria paling dalam, b. memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan,

Tawar Menawar : AHP mempert1mbangkan pr1or1tas-pr1or1tas alternat1f dar1 berbaga1 faktor s1stem dan memungk1nkan orang mem1l1h alternat1f terba1k berdasarkan tujuan-tujuan mereka. S1ntes1s : AHP menuntun ke suatu taks1ran menyeluruh tentang kebal1kan set1ap alternat1f. Kons1stens1 : AHP melacak kons1stens1 log1s dar1 pert1mbanganpert1mbangan yang d1gunakan dalam menetapkan berbaga1

Gambar 1. Bagan Keuntungan AHP Sumber : Saaty,1993

Meskipun mempunyai kelebihan, namun metode AHP juga mempunyai kelemahan yaitu: a. orang yang dilibatkan adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan ataupun banyak pengalaman yang berhubungan dengan hal yang akan dipilih dengan menggunakan metode AHP, b. untuk melakukan perbaikan keputusan, harus dimulai lagi dari tahap awal.

80

JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No. 2. Juli 2006: 77 - 87

Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process Menurut Saaty (1993), prinsip dasar dalam proses penyusunan model hierarki analitik dalam AHP, meliputi: 1. Problem Decomposition (Penyusunan Hierarki Masalah) Dalam penyusunan hierarki ini perlu dilakukan perincian atau pemecahan dari persoalan yang utuh menjadi beberapa unsur/ komponen yang kemudian dari komponen tersebut dibentuk suatu hierarki. Pemecahan unsur ini dilakukan sampai unsur tersebut sudah tidak dapat dipecah lagi sehingga didapat be-berapa tingkat suatu persoalan. Penyusunan hierarki merupakan langkah penting dalam model analisis hierarki. Adapun langkah-langkah penyusunan hie-rarki adalah sebagai berikut ini: a. identifikasi tujuan keseluruhan dan subtujuan, b. mencari kriteria untuk memperoleh subtujuan dari tujuan keseluruhan, c. menyusun subkriteria dari masing-masing kriteria, dimana setiap kriteria dan subkriteria harus spesifik dan menunjukkan tingkat nilai dari parameter atau intensitas verbal, d. menentukan pelaku yang terlibat, e. kebijakan dari pelaku, f. penentuan alternatif sebagai output tujuan yang akan ditentukan prioritasnya. 2. Comparative Judgement (Penilaian

perbandingan tersebut. Hasil penelitian ini disajikan dalam matriks yang disebut pairwise comparison. 3. Synthesis of Priority (Penentuan Prioritas) Sintesa adalah tahap untuk mendapatkan bobot bagi setiap elemen hierarki dan elemen alternatif. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat untuk mendapatkan global priority, maka sintesis harus dilakuakn pada setiap local priority. Prosedur pelaksanaan sintesis berbeda de-ngan bentuk hierarki. Sedangkan pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting. 4. Logical Consistensy (Konsistensi Logis) Konsistensi berarti dua makna atau obyek yang serupa. Konsistensi data didapat dari rasio kon-sistensi (CR) yang merupakan hasil bagi antara in-deks konsistensi (Ci) dan indeks random (Ri). Langkah dan Prosedur AHP Untuk memecahkan suatu masalah dengan menggunakan metode AHP diperlukan langkahlang-kah sebagai berikut: 1. mendefisnisikan permasalahan dan menentukan tujuan, 2. menyusun masalah ke dalam suatu struktur hierarki sehingga permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terukur, 3. menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada setiap hierarki. Prioritas ini dihasilkan dari suatu matriks perbandingan berpasangan antara seluruh elemen pada tingkat hierarki yang sama, 4. melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hierarki.

Perbandingan Berpasangan) Prinsip ini dilakukan dengan membuat penilaian perbandingan berpasangan tentang kepentingan relatif dari dua elemen pada suatu tingkat hierarki tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya dan memberikan bobot numerik berdasarkan

R. Sutjipto T. & Agustina D. R., Pengaruh Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

81

Penyusunan Hirarki Alat utama dari metode Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah model hierarki dari masa-lah yang akan diselesaikan. Hierarki dibuat dengan menggunakan diagram pohon (tree diagram), seba-gaimana yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Dalam suatu kelompok yang besar, proses penetapan prioritas lebih mudah ditangani dengan membagi para anggota menjadi subkelompok yang lebih kecil dan terspesialisasi, yang masingmasing menangani suatu masalah dengan bidang tertentu dimana anggotanya mempunyai keahlian khusus. Apabila subkelompok ini digabungkan, maka nilai setiap matrik harus diperdebatkan dan diperbaiki. Akan tetapi perdebatan dapat ditiadakan dan pendapat perseorangan diambil melalui kuisioner dengan membuat nilai akhir dengan menggunakan rata-rata geometrik seperti di bawah ini:

Gambar 2. Diagram Hierarki Analytical Hierarchy Process (AHP) Sumber : Ginting (2002)

a w = n ai x a 2 x L x a n ...

(1)

Keterangan :ai = penilaian responden ke-i

Skala Perbandingan Berpasangan Penetapan skala kuantitatif menurut Saaty (1993) d1gunakan untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap Object1ve of problem elemen lain dapat dilihat sebagai berikut :C1 C2 S intensitas S Kepentingan21

a w = penilaian gabungan

n = banyaknya responden Perhitungan AHP Saaty (1993) menjelaskan bahwa elemenelemen pada setiap baris dari matriks persegi meru-pakan hasil perbandingan berpasangan. Setiap matriks pairwise comparison dicari eigenvektornya untuk medapat local priority. Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai-nilai fundamental AHP dengan pembobotan dari nilai i untuk sama penting, sampai dengan 9 untuk sangat penting sekali. Berdasarkan susunan matriks perbandingan berpasangan dihasilkan sejumlah prioritas, yang merupakan pengaruh relatif sejumlah elemen pada elemen di dalam tingkat yang ada di atasnya. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dalam indeks konsistensi yang didapat dari rumus:CI =

Level 0 Focus Level 1 Cr1ter1a Level 2 Subcr1ter1a

Cn S S Keterangan Sn1 n2

S11

S12

S1n

22

S2n

nn

PenjelasanDua elemen yang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tujuan Pengalaman dan peni-laian sedikit menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya Pengalaman dan peni-laian sangat kuat me-yokong satu elemen lainnya Satu elemen yang kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya Bukti yang mendukung satu elemen terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan

Level 3 Alternat1ve

A1

1

A2

Kedua elemen An pentingnya

sama

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya

5

7

9

2, 4, 6, 8

Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapatkan satu angka dibandingkan dengan aktivitas j maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan dengan nilai i

maks nn 1

(2)

Tabel 1. Skala Perbandingan Sumber : Saaty (1993 : 85-86)

(Saaty, 1993)

82

JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No. 2. Juli 2006: 77 - 87

Keterangan: maks = eigenvalue maksimum n = ukuran matriks indeks konsistensi (C1), matriks random dengan skala penelitian 1 sampai dengan 9, beserta kebalikannya sebagai indeks random (R1). Berdasarkan perhitungan Saaty dengan 500 sampel, jika judgement numerik diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8, , 1, 2, , 9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda.Tabel 2. Nilai Indeks RandomUkuran Matriks indeks Random 1,2 0,0 3 4 5 6 7 8 9 10

beban berguna dan gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi yang tidak boleh terjadi penurunan pondasi setempat atau penurunan pondasi merata lebih dari batas waktu tertentu (Gunawan, 1993). Pemilihan Jenis Pondasi Menurut Nakazawa (2000), untuk memilih pondasi yang memadai perlu diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan di lapang-an dan apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya. Bila keadaan tersebut ikut dipertimbangkan dalam menentukan macam pondasi, hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan yaitu: 1. keadaan tanah pondasi, 2. batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (3) (superstructure), 3. batasan-batasan dari sekelilingnya, 4. waktu dan biaya pekerjaan. Selain itu, Nakazawa (2000) telah menguraikan jenis-jenis pondasi yang sesuai dengan keadaan tanah pondasi bersangkutan, yaitu sebagai berikut: a. bila tanah pendukung pondasi terletak pada permukaan tanah atau 2-3 m di bawah permu-kaan tanah, maka pondasi yang dapat digunakan adalah pondasi telapak (spread foundation), b. bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 10 m dibawah permukaan tanah, maka pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang apung (floating pile foundation) untuk memperbaiki tanah pondasi. Apabila memakai tiang, maka tiang baja atau tiang beton cor di tempat (cast in place) kurang ekonomis, karena tiang-tiang tersebut kurang panjang,

0,58 0,9

1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Sumber : Saaty (1993:96 )

Saaty (1993)

Perbandingan antara C1 dan R1 untuk suatu matriks didefinisikan sebagai rasio konsistensi (CR). Untuk model AHP matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsistensinya tidak lebih dari 0,1 atau sama dengan 0,1. Pondasi Umum Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi meletakkan bangunan dan meneruskan beban bangunan atas (upperstructure/ superstructure) ke dasar tanah yang cukup kuat mendukungnya (Gunawan, 1993). Sedangkan menurut Bowles (1998), pondasi merupakan suatu sistem rekayasa, dimana beban diteruskan bukan hanya pada dasar tanah, tetapi pada tanah dan batuan yang ada di bawahnya. Fungsi dari pondasi adalah menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban-

R. Sutjipto T. & Agustina D. R., Pengaruh Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

83

c. bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 20 m di bawah permukaan tanah, maka pemilihan pondasinya tergantung penurunan (settlement) yang diizinkan. Apabila tidak boleh terjadi penurunan, biasanya diguna-kan pondasi tiang pancang (pile driven foundation), d. bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 30 m di bawah permukaan tanah, maka dapat digunakan pondasi kaison terbuka, tiang pancang beton, baja atau tiang cor di tempat. Kaison tekanan dapat juga digunakan apabila tekanan atmosfer yang ada adalah kurang dari 3 kg/cm2, e. bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40 m di bawah permukaan tanah, maka jenis pondasi yang sesuai adalah tiang baja dan tiang beton cor ditempat. Nakazawa (2000) juga menjelaskan pentingnya batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya. Sebagai contoh penurunan jenis pondasi yang akan dipakai tergantung kepada apakah sifat bangunan itu mengizinkan atau tidak terjadinya penurunan pondasi. Akan tetapi dari segi pelaksanaan, terdapat beberapa keadaan dimana kondisi lingkungan tidak memungkinkan adanya pekerjaan yang baik dan se-suai dengan kondisi pada perencanaan. Hal ini dapat terjadi meskipun macam pondasi yang sesuai telah dipilih, dengan perencanaan yang memadai serta struktur pondasi telah dipilih itu dilengkapi dengan pertimbangan mengenai jenis tanah pondasi dan batasan struktur. Khususnya apabila pekejaan-pekerjaan konstruksi dalam kota menjadi begitu aktif, ada beberapa keadaan dimana metode konstruksi tertentu kadang-kadang dilarang ditinjau dari segi sudut gangguan umum (Nakazawa, 2000).

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian pengembangan (development research) dengan maksud untuk mengembangkan pengetahuan tentang manajemen sains dalam aplikasi pengambilan keputusan strategis pembangunan proyek konstruksi. Metode penelitian untuk menye-lesaikan permasalahan ini adalah sebagai berikut: 1. studi literatur, 2. pengumpulan data. Data yang dikumpulkan antara lain diperoleh dari: a. PT. Pakuwon Jati, yaitu berupa data bangunan, hasil tes tanah, dan struktur organisasi pada proyek pembangunan Royal Plaza Surabaya, serta data berupa isian kuisioner, b. Davy Sukamta Partner, yaitu berupa data isian kuisioner 3. pengolahan data Adapun alur pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 3.Data yang dibutuhkan1. 2.

Data tanah dan data bangunan Struktur Organisasi Proyek Data kuisioner

Diperoleh : kriteria pembanding alternatif pondasi Diperoleh Responden

kuisioner

3.

diperoleh berupa nilai perbandingan berpasangan

Gambar 3. Bagan Pengolahan Data

4. Kuisioner Kuisioner dilakukan untuk memberikan pembobotan terhadap kriteria pembanding yang dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami agar tidak terjadi atau meminimal kan kesalahpahaman dan ketidakjelasan dalam pengisiannya.

84

JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No. 2. Juli 2006: 77 - 87

5. Perhitungan Bagan alir perhitungan dapat dilihat pada Gambar 4.Pembuatan Ku1s1oner Ku1s1oner Penyebaran Ku1s1oner

Royal Plaza Surabaya terdapat beberapa faktor yang telah diidentifikasikan. identifikasi faktorfaktor ini dilaku-kan dengan cara wawancara kepada project coordi-nator owner. Faktor Pihak Pengambil Keputusan

Skala Perband1ngan P1hak Pengamb1l Keputusan

Skala Perband1ngan Kr1ter1a Pem1l1han Jen1s Pondas1

Skala Perband1ngan Alternat1f Jen1s Pondas1

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan dengan cara wawancara, maka diperoleh dua pihak yang berperan dalam pengambilan keputusan pemilihan jenis pon-dasi pada proyek pembangunan Royal Plaza Surabaya, antara lain yaitu: a. pihak owner, yaitu PT. Dwi Jaya Manunggal Surabaya, b. pihak konsultan perencana, yaitu Davy Sukamta Partner Structural Engineer. Faktor Kriteria Pemilihan Jenis Pondasi

Matr1ks Perband1ngan Berpasangan P1hak Pengamb1l Keputusan

Matr1ks Perband1ngan Berpasangan Kr1ter1a Pem1l1han Jen1s Pondas1

Rata-rata Geometr1 Skala Perband1ngan Alternat1f Jen1s Pondas1 Matr1ks Perband1ngan Berpasangan Alternat1f Jen1s Pondas1

Perh1tungan AHP

Pembobotan P1hak Pengamb1l Keputusan

Pembobotan Kr1ter1a Pem1l1han Jen1s Pondas1

Pembobotan Alternat1f Jen1s Pondas1

Uj1 Kons1stens1

Not OK OK

Pen1la1an Alternat1f

Gambar 4. Bagan Alir Perhitungan

Sedangkan secara umum, bagan alir penelitian ini dapat dilihat paga Gambar 5.Mulai

identifikasi faktor ini dilakukan dengan metode wawancara dan pencarian data-data berupa hasil laporan penyelidikan. a. kriteria kondisi tanah, b. kriteria teknis pondasi, c. kriteria efisiensi waktu, d. kriteria pelaksanaan,

Studi Literatur

Pengumpulan Data

e. kriteria ekonomis, f. kriteria lingkungan. Faktor Alternatif Jenis Pondasi

Penentuan Faktor Atribut Pengambilan. Keputusan Pembuatan Model Hierarki Kuisioner

Identifikasi faktor ini dilakukan dengan metode wawancara, pengumpulan data hasil laporan penyelidikan tanah, dan studi pustaka. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan diperoleh tiga macam alternatif jenis pondasi yang digunakan antara lain: a. alternatif 1 adalah jenis pondasi tiang pancang beton bertulang, b. alternatif 2 adalah jenis pondasi tiang pancang prestress, c. alternatif 3 adalah jenis pondasi bor.

Perhitungan Proses Analisa Hierarki

Selesai

Gambar 5. Bagan Alir Penelitian

Analisis dan Pembahasan Identifikasi Faktor-faktor Pengambilan Keputusan Pemilihan Jenis Pondasi Pada proses pengambilan keputusan pemilihan jenis pondasi pada proyek pembangunan

R. Sutjipto T. & Agustina D. R., Pengaruh Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

85

Berdasarkan proses identifikasi maka diperoleh model hirarki keputusan sebagai berikut:Level 0 : Tujuan Jen1s Pondas1 yang D1gunakan

2. Menghitung bobot kriteria dari masingmasing pihak pengambil keputusanTabel 5. Bobot Kriteria Pemilihan Jenis Pondasi menurut Project Coordinator Owner

Level 1 : Pengamb1l Keputusan

Owner

Structural Consultant

Level 2 : : Kr1ter1a

Kond1s 1 Tanah

Tekn1s Pondas1

Ef1s1ens 1 Waktu

Pelaksanaan

Ekonom1s

L1ngkunga n

Level 3 :

Alternat1f

T1ang pancang beton bertulang 1

T1ang pancang beton prestress 2

T1ang bor 3

Tabel 6. Bobot Kriteria Pemilihan Jenis Pondasi menurut Chief Engineer Structural Consultant

Gambar 6. Model Hierarki Keputusan Penelitian

Keterangan mengenai responden kuisioner untuk level 1, 2, dan 3 pada Gambar 6, dapat dilihat pada Tabel 3.Tabel 3. Data Responden KuisionerData Responden :Structural Consultant OWNERKondisi Tanah Teknis Pondasi Efisiensi Waktu Pelaksanaan Ekonomi Lingkungan Kondisi Tanah 0.3323 0.5217 0.3323 0.1739 0.0665 0.0870 0.1661 0.0870 0.0554 0.0652 0.0475 0.0652

3. Menghitung rata-rata geometrik penilaian alter-natif jenis pondasi dari pihak pengambil kepu-tusan untuk setiap kriteria. 4. Menghitung bobot alternatif jenis pondasi Dengan memasukkan penilaian akhir nilai perbandingan alternatif jenis pondasi berupa rata-rata geometri nilai perbandingan pada matriks perban-dingan berpasangan maka diperoleh bobot alternatif jenis pondasi untuk setiap kriteria dan setiap pihak pengambil keputusan. Kemudian nilai-nilai bobot ini harus dikalikan dengan bobot pihak pengambil keputusan dan bobot kriteria, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Teknis Teknis Pondasi Pondasi0.2586 0.5302 0.2586 0.1767 0.1293 0.1767 0.2586 0.0589 0.0517 0.0353 0.0431 0.0221

1. Project coordinator dari Level 0: Ditentukan dari hasil Kriteria Kriteria Bobot Efisiensi Efisiensi Jumlah pihak ownerEkonomi Lingkungan Jumlah Bobot AHP. (1 orang) Pelaksanaan Ekonomi Lingkungan Pelaksanaan0.4110 0.4019 0.3913 2.8758 0.4793 0.5882 0.4918 0.4938 0.2500 2. Chief engineer 0.2333 Level 0.3381 Ditentukan oleh project dari 2.0284 1: pihak konsultan peren- 1.4823 0.2471 coordinator owner. 0.1644 0.2010 0.3261 0.2000 1.2532 0.2089 0.0980 0.2459 0.3086 0.2500 cana0.0670orang) (1 0.0822 0.0652 0.2000 0.6617 0.1103 0.0980 0.0820 0.0617 0.1563 0.6102 0.1017 0.2466 0.0617 0.1563 0.5439 0.0906 0.0980 0.0820 3. Staff0.2010 0.1304 pihak Level 0.2060 Ditentukan oleh chief engineer dari 0.2333 1.2361 2: konsultan 0.0652 0.1000 0.4550 0.0758 engineer dari pihak perencana 0.4985 0.0831 0.0822 0.1005 0.0820 0.1563 0.0980 0.0617 (6 0.0287 0.0217 0.0333 0.1881 0.0313 konsultan perencana 0.0137 orang) 0.1669 0.0278 0.0196 0.0164 0.0123 0.0313 11 dan project coordinator dari owner. Waktu Waktu (Wi )) (Wi

4. Structure manager dari Level 3: Ditentukan oleh staff engineer konsultan pihak owner (7 orang) perencana dan staff structural engineer dari owner

Proses Perhitungan Perhitungan dilakukan dengan langkahlangkah: 1. Menghitung bobot pihak pengambil keputusanTabel 4. Bobot Pihak Pengambil KeputusanTujuan Owner Structural Consultant Pengambil Keputusan Bobot Structural Jumlah Owner (Wi ) Consultant 0.125 0.875 0.125 0.875 0.250 1.75 0.125 0.875 1

86

JURNAL TEKNIK SIPIL, Volume III, No. 2. Juli 2006: 77 - 87

Tabel 7. Alternatif Jenis Pondasi berdasarkan Penilaian Owner

Berdasarkan Tabel 9, maka dapat diketahui bahwa prioritas kriteria pemilihan jenis pondasi dari prio-ritas tertinggi ke yang terendah adalah sebagai be-rikut: kriteria kondisi tanah, teknis pondasi, efisiensi waktu, pelaksanaan, ekonomis, dan yang paling ren-dah yaitu kriteria lingkungan, dengan nilai urutan prosentase sebagai berikut: 46.17 %, 21.37 %, 10.92 %, 10.5 %, 8.22 %, dan 2.82 %. Sehingga dapat digambarkan dengan diagram lingkaran yang dapat dilihat pada Gambar 7.

Tabel 8. Alternatif Jenis Pondasi berdasarkan Penilaian Structural ConsultantHasil Perhitungan Tabel 4. Structural Consultant Hasil Perhitungan Hasil Perhitungan Tabel 6. Alternatif Kriteria 1 2 3 Kondisi Tanah 0.3588 0.4953 0.1459 0.4793 Teknis Pondasi 0.2721 0.6459 0.0820 0.2089 Efisiensi Waktu 0.4615 0.4615 0.0769 0.1103 Pelaksanaan 0.4371 0.4866 0.0764 0.0906 Ekonomis 0.3796 0.5586 0.0617 0.0831 Lingkungan 0.2744 0.2744 0.4511 0.0278 0.875 Nilai Bobot Total 1 0.1510 0.0499 0.0447 0.0348 0.0278 0.0067 0.3149 Alternatif 2 0.2085 0.1185 0.0447 0.0387 0.0408 0.0067 0.4579 3 0.0615 0.0150 0.0074 0.0028 0.0045 0.0110 0.1022

Diagram Lingkaran Rasio Bobot Kriteria Pemilihan Jenis Pondasi8.22% 10.50% 46.17% 10.92% 21.37% 2.82% Kondisi Tanah Teknis Pondasi Efisiensi Waktu Pelaksanaan Ekonomis Lingkungan

Gambar 7. Diagram Lingkaran RasioBobot Kriteria

Berdasarkan hasil perhitungan, dengan menjumlahkan jumlah bobot pada Tabel 7 dan Tabel 8, maka dapat diketahui bahwa prioritas alternatif pon-dasi dari yang tertinggi sampai ke yang rendah adalah dengan urutan sebagai berikut: alternatif 2 yaitu pon-dasi tiang pancang prestress, alternatif 1 yaitu pon-dasi tiang pancang beton bertulang, dan alternatif 3 yaitu pondasi tiang bor, dengan nilai prioritas yaitu: 51.82 %, 35.79 %, dan 12.39 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8.Diagram LIngkaran Rasio Bobot Alternatif Jenis Pondasialternatif 3pondas i tiang bor

Tabel 9. Bobot Kriteria Pemilihan Jenis PondasiKRITERIA Kondisi Tanah Tek nis Pondasi Efisiensi Wak tu Pelak sanaan Ek onomis Lingk ungan Hasil Perhitungan Tabel 5. Tabel 6. Structural Owner Consultant 0.3381 0.2471 0.1017 0.0906 0.0831 0.0278 0.4793 0.2089 0.1103 0.0906 0.0831 0.0278 Nilai Bobot Kriteria Structural Owner Consultant 0.125 * 0.875 ** 0.0423 0.0309 0.0127 0.0258 0.0095 0.0039 0.4194 0.1828 0.0965 0.0793 0.0727 0.0243 Jumlah Bobot Kriteria *** 0.4617 0.2137 0.1092 0.1050 0.0822 0.0282 1

Keterangan : 1. Kolom * diperoleh dari Tabel 5 dikalikan dengan bobot pengambil keputusan pada Tabel 4 2. Kolom ** diperoleh dari Tabel 6 dikalikan dengan bobot pengambil keputusan pada Tabel 4 3. Kolom *** diperoleh dari penjumlahan kolom * dan kolom **

alternatif 1pondasi tiang pancang beton bertulang

12.39%

35.79%

alternatif 2pondasi tiang pancang prestress

51.82%

Gambar 8. Diagram Lingkaran Rasio Bobot Alternatif Jenis Pondasi

R. Sutjipto T. & Agustina D. R., Pengaruh Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

87

Karena nilai prioritas tertinggi adalah alternatif ke-2 yaitu pondasi tiang pancang prestress maka jenis pondasi ini merupakan jenis pondasi yang paling sesuai untuk digunakan pada proyek pembangunan Royal Plaza Surabaya.

Sedangkan urutan prioritas alternatif jenis pondasi dari yang paling tinggi ke yang paling rendah adalah pondasi tiang pancang beton pre-stress, tiang pancang beton bertulang, dan yang terakhir adalah pondasi tiang bor dengan urutan prosentase bobot sebagai berikut: 51.82 %, 35.79 %, dan 12.39 %, 3. alternatif jenis pondasi beton prestress mempu-nyai nilai bobot tertinggi sehingga jenis pondasi ini merupakan jenis pondasi yang paling sesuai untuk digunakan pada proyek Royal Plaza Surabaya.

KESIMPULANBerdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. model pengambilan keputusan pemilihan jenis pondasi di proyek Royal Plaza Surabaya pada penelitian ini dibuat dengan cara wawancara dan studi literatur. Sedangkan tingkat paling atas adalah tujuan dari model keputusan yaitu memilih jenis pondasi yang akan digunakan. Tingkat selanjutnya adalah tingkat pengambil kepu-tusan, yaitu pihak owner dan structural con-sultant. Kriteria pemilihan jenis pondasi berada di bawah tingkat pengambil keputusan, antara lain yaitu kriteria kondisi tanah, teknis pondasi, efisiensi waktu, pelaksanaan, ekonomis, dan lingkungan. Tingkat paling bawah adalah alter-natif jenis pondasi, diantaranya yaitu pondasi tiang pancang beton bertulang, tiang pancang prestress, dan pondasi tiang bor, 2. urutan prioritas kriteria pemilihan jenis pondasi adalah sebagai berikut: kriteria kondisi tanah dengan prosentase bobot yaitu: 46,17 %; kriteria teknis pondasi dengan prosentase bobot sebesar 21,37 %; kriteria efisiensi waktu dengan pro-sentase bobot 10,92 %; kriteria pelaksanaan sebesar 10,5 %; kriteria ekonomis dengan nilai prosentase bobot 8,22 %; dan kriteria lingkungan dengan prosentase bobot prioritas sebesar 2,82 %.

DAFTAR PUSTAKAAnderson, D. R dkk., Manajemen Sains Pendekatan Kuantitatif untuk Pengambilan Keputusan Manajemen, Jilid Pertama, Edis1 Ke-7. Erlangga Jakarta, 1997 Bad1ru, A. B. dan Ps1m1n Pulat., Comprehensive Project Manajement: 1ntegrating Optimization Models,: Manajement Principles and Computer Prentice Hall. 1. New Jersey 1995 Bowles, J. E., Foundation Analysis and Design., McGraw-Hill, inc. Singapore,1998 Hasan, M. I, Pokok-pokok Materi Pengambilan Keputusan, Ghalia Indonesia. Jakarta, 2002 Saaty, T. L., Decision Making for Leader : The Analytical Hierarchy Process for Decisions in Complex World,: University of Pittsburgh. Pittburgh, 1993 Suryadi, K.dan Ramdhani,. M. Ali, Sistem Pendukung Keputusan Suatu Wacana Struktural idealisasi dan implementasi Konsep Pengambilan Keputusan,: Remaja Rosda Karya. Bandung, 2000