pemodelan dan analisis struktur

33
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 1 KALIMANTAN TIMUR BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 5.1 Pemodelan Struktur 5.1.1. Bentuk Struktur Struktur velodrome terdiri dari tiga bagian, yakni atap utama pada bagian tengah dengan bentang terpanjang 95 meter pada arah lebar velodrome kemudian atap depan dan belakang yang memiliki bentang 69 meter. Struktur atap velodrome berbentuk lengkung yang terdiri dari dua layer (bottom layer dan top layer) sehingga membentuk sistem space truss (rangka ruang). Gambar 5.1 Struktur Velodrome 5.1.2. Sistem Struktur Sistem struktur rangka ruang atap velodrome mempunyai konfigurasi susunan elemen batang dalam ruang, dimana sambungan atau titik pertemuan ujung-ujung member dimodelkan dalam dua jenis model yakni rigid joint dan joint sendi. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi perilaku sambungan yang digunakan yaitu APORA bottle connector system yang memiliki karakter diantara sendi dan rigid joint. Setiap batang berputar kaku dan berpindah akibat tiga perpindahan orthogonal dikedua ujung. Sebagaimana rangka ruang yang pada model yang memiliki sifat sambungan sendi hanya dapat menyalurkan gaya aksial. Dengan demikian, deformasi

Upload: mochammad-asnan

Post on 22-Nov-2015

53 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 1 KALIMANTAN TIMUR

    BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    5.1 Pemodelan Struktur 5.1.1. Bentuk Struktur

    Struktur velodrome terdiri dari tiga bagian, yakni atap utama pada bagian tengah dengan bentang terpanjang 95 meter pada arah lebar velodrome kemudian atap depan dan belakang yang memiliki bentang 69 meter. Struktur atap velodrome berbentuk lengkung yang terdiri dari dua layer (bottom layer dan top layer) sehingga membentuk sistem space truss (rangka ruang).

    Gambar 5.1 Struktur Velodrome

    5.1.2. Sistem Struktur Sistem struktur rangka ruang atap velodrome mempunyai konfigurasi susunan

    elemen batang dalam ruang, dimana sambungan atau titik pertemuan ujung-ujung member dimodelkan dalam dua jenis model yakni rigid joint dan joint sendi. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi perilaku sambungan yang digunakan yaitu APORA bottle connector system yang memiliki karakter diantara sendi dan rigid joint.

    Setiap batang berputar kaku dan berpindah akibat tiga perpindahan orthogonal dikedua ujung. Sebagaimana rangka ruang yang pada model yang memiliki sifat sambungan sendi hanya dapat menyalurkan gaya aksial. Dengan demikian, deformasi

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 2 KALIMANTAN TIMUR

    aksial perpendekan atau perpanjangan merupakan satu-satunya deformasi yang terjadi pada elemen. Translasi titik kumpul yang terjadi akibat deformasi aksial juga merupakan satu-satunya derajat kebebasan elemen. Perputaran ujung batang relative terhadap titik kumpul bukan besaran independent, sebab besaran dan arahnya ditetapkan dari translasi.

    5.1.3. Proses input gambar pada SAP2000 Pemodelan struktur digunakan untuk memudahkan penulis dalam proses analisis

    struktur karena permasalahan struktur yang cukup kompleks. Pemodelan yang akan

    dilakukan berupa mengimport gambar pada program SAP2000 dari autoCAD yang diperoleh dari gambar kerja. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

    Modifikasi gambar pada autoCAD Gambar yang digunakan pada tugas akhir ini adalah gambar struktur

    velodrome dengan atap bentuk pelengkung pada satu arah yang terdiri dari tiga bagian. Rangka tersusun dengan sistem struktur rangka ruang. Gambar

    yang diperoleh ini kemenudian dimodifikasi menjadi satu jenis layer (pada autoCAD) yang kemudian disimpan dalam bentuk dxf-file.

    Import model pada SAP2000 dari autoCAD Setelah bentuk model struktur terbentuk, kemudian dilakukan proses import model pada SAP2000 dari file yang sudah disimpan dalam bentuk dxf-file.Setelah itu model dapat diimport di SAP2000 yang menampilkan

    satu struktur utuh, kemudian ditambah tumpuan pada kolom-kolomnya.

    Pemodelan Rigid Joint dan Joint sendi Pemodelan rigid joint dapat dilakukan dengan mengimport gambar

    autoCAD seperti tertera diatas, dengan melakukan langkah tersebut otomais struktur atap terbentuk dalam sistem sambungan yang rigid.

    Pemodelan struktur dengan joint sendi dapat dilakukan dengan merelease momen di ujung-ujung batang sehingga terbentuk model sendi pada sambungan antar batang.

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 3 KALIMANTAN TIMUR

    Gambar 5.2 Tampak Atas Struktur

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 4 KALIMANTAN TIMUR

    Gambar 5.3 Tampak Samping (kanan) Struktur

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 5 KALIMANTAN TIMUR

    Gambar 5.4 Tampak Depan Struktur

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 6 KALIMANTAN TIMUR

    Gambar 5.5 Tampak Perspektif Struktur

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 7 KALIMANTAN TIMUR

    Hasil import gambar dari autoCAD

    Gambar 5.6 Model struktur untuk rigid joint

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 8 KALIMANTAN TIMUR

    Gambar 5.7 Model struktur untuk joint sendi (release moment) 5.2 Analisis Struktur 5.2.1. Analisis Pembebanan

    Sebelum memasuki tahap analisis struktur, terlebih dahulu dilakukan perhitungan

    analisis pembebanan sesuai dengan peraturan di Indonesia yakni PEDOMAN PERENCANAAN PEMBEBANAN UNTUK RUMAH DAN GEDUNG, SKBI-1.3.53.1987 kecuali point c,e, dan f

    Beban-beban yang ditinjau berupa :

    a. Beban mati struktur

    b. Beban SIDL

    c. Beban angin

    d. Beban hujan

    e. Beban gempa

    f. Beban temperatur

    a. Beban mati struktur

    Untuk perhitungan beban mati struktur dapat langsung dilakukan secara otomatis pada SAP2000 ketika kita melakukan proses running pada struktur yang sudah ditentukan penampang untuk setiap membernya yang pada SAP2000 didefinisikan

    sebagai dead load.

    b. Beban angin

    Konsep-konsep sederhana telah sering digunakan dalam memperhitungkan beban

    hidup untuk disain structural. Namun, sekarang beban hidup pada bangunan seperti angin mendapat perhatian untuk mendapatkan hasil analisis struktur yang sedapat

    mungkin mendekati keadaan sebenarnya. Beban angin telah menjadi signifikan saat ini karena semakin bertambahnya bangunan-bangunan tinggi. Angin memiliki efek penting pada tiap aspek disain. Faktor lainnya juga berkontribusi sehingga beban angin menjadi sangat penting dalam disain, diantaranya: atap ringan berslope landai,

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 9 KALIMANTAN TIMUR

    konstruksi dinding dan kemunculan struktur khusus yang memiliki bentuk

    aerodinamis. Beberapa bangunan tinggi yang terletak di daerah yang memiliki kecepatan angin

    tinggi harus diperhitungkan terhadap beban angin. Beban angin dapat menghancurkan atap, atap dapat terhisap dan terkadang menerbangkangkan seluruh bagian atap. Hal ini dan banyak masalah lainnya semakin menegaskan betapa pentingnya pemahaman yang lebih jelas terhadap angin dan efeknya.

    Dengan pendekatan lama yang disimplifikasi (seperti pada PBBI), hanya tekanan lateral seragam pada sisi bangunan arah datangnya angin dan gaya hisap yang

    digunakan sebagai total beban angin. Untuk bangunan yang berada di daerah dimana kecepatan angin menentukan disain, analisis ini perlu dilakukan lebih akurat. Angin tidak konstan terhadap waktu, sehingga tidak seragam pada setiap sisi dan biasanya tidak menyebabkan tekanan positif. Pada kenyataannya, angin merupakan fenomena

    yang kompleks karena adanya turbulent flow, yang berarti bahwa gerakan setiap partikel angin sangat tak beraturan, sehingga hanya bisa diperkirakan secara statistik

    baik kecepatan maupun arahnya.

    Pada perencanaan velodrome ini , untuk pembebanan angin digunakan peraturan pembebanan (American Society of Civil Engineers) ASCE 7-05 karena dirasa peraturan pembebanan Indonesia kurang cocok untuk jenis struktur atap dengan bentang yang panjang. Untuk itu perlu dilakukan analisis menggunakan peraturan ASCE 7-05.

    Suatu struktur dengan bentang panjang harus didisain untuk beban yang ada ditentukan pada MWFRS(Main Wind-Force Resisting System), setiap member penyusun rangka ruang harus didisain terhadap komponen atap dan beban cladding.

    Setiap komponen harus dirancang untuk tahan terhadap beban-beban angin yang ada pada peraturan. Menghitung beban angin menjadi sangat penting dalam disain sistem struktur yang tahan terhadap gaya angin, termasuk di dalamnya member struktur dan komponen komponen pelengkap struktur.

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 10 KALIMANTAN TIMUR

    Tahapan tahapan yang dilakukan dalam prosedur analisis adalah sebagai berikut :

    1. Menentukan basic wind speed, V. Basic wind speed, V merupakan kecepatan angin 50 tahunan. Kecepatan ini diperoleh dari perhitungan secara statistik yaitu menggunakan distribusi normal berdasarkan data angin 10 tahun Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) di daerah Samarinda.

    Tabel 5.1 Data angin per10 tahun

    Thn (x) (x-_

    x )2

    1989 89.00 139.24

    1990 81.00 14.44

    1991 76.00 1.44

    1992 82.00 23.04

    1993 73.00 17.64

    1994 68.00 84.64

    1995 71.00 38.44

    1996 75.00 4.84

    1997 72.00 27.04

    1998 85.00 60.84

    772 411.6

    Setelah mendapatkan nilai standar deviasi, kemudian dihitung probabilitas keterjadiannya seperti tercantum pada table berikut ini.

    T Ktr Xtr 2 0 77.2 5 0.84 82.5

    10 1.28 85.3 25 1.75 88.3 50 2.05 90.2

    T adalah perioda ulang dan Ktr merupakan nilai yang didapat dari table distribusi normal untuk T yang bersesuaian.

    Xtr = X +Ktr. xS , sehingga untuk perioda perioda ulang 50 tahun:

    2.7710772

    ==X

    34.61106.411

    1

    )(1

    2

    =

    =

    =

    =

    N

    XXS

    N

    ii

    x

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 11 KALIMANTAN TIMUR

    X50=77.2+2.05*6.34 =90.2 km/jam. Maka Basic wind speed, V yang digunakan adalah sebesar 90.2 km/jam.

    2. Menentukan Importance factor, I Tabel 5.2 Kategori bangunan berdasarkan ASCE 7-05

    Occupancy

    Category

    I Agricultural facilities

    Certain temporary facilities

    Minor storage facilities

    IIIII

    Buildings and other structures that represent a substantial hazard to human life in the event of failure, including, but not limited to:

    Buildings and other structures where more than 300 people congregate in one area

    Buildings and other structures with daycare facilities with a capacity greater than 150

    Buildings and other structures with elementary school or secondary school facilities with a capacity greater than 250

    Buildings and other structures with a capacity greater than 500 for colleges or adult education facilities

    Health care facilities with a capacity of 50 or more resident patients, but not having surgery or emergency treatment facilities

    Jails and detention facilities

    Buildings and other structures, not included in Occupancy Category IV, with potential to cause a substantial economic impact and/or mass

    disruption of day-to-day civilian life in the event of failure, including, but not limited to:

    Power generating stationsa

    Water treatment facilities

    Sewage treatment facilities

    Telecommunication centers

    Buildings and other structures not included in Occupancy Category IV (including, but not limited to, facilities that manufacture, process,

    handle, store, use, or dispose of such substances as hazardous fuels, hazardous chemicals, hazardous waste, or explosives) containing

    sufficient quantities of toxic or explosive substances to be dangerous to the public if released.

    Buildings and other structures containing toxic or explosive substances shall be eligible for classification as Occupancy Category II

    structures if it can be demonstrated to the satisfaction of the authority having jurisdiction by a hazard assessment as described in

    Section 1.5.2 that a release of the toxic or explosive substances does not pose a threat to the public.

    Buildings and other structures designated as essential facilities, including, but not limited to: IV Hospitals and other health care facilities having surgery or emergency treatment facilities

    Fire, rescue, ambulance, and police stations and emergency vehicle garages

    Designated earthquake, hurricane, or other emergency shelters

    Designated emergency preparedness, communication, and operation centers and other facilities required for emergency response

    Power generating stations and other public utility facilities required in an emergency

    Ancillary structures (including, but not limited to, communication towers, fuel storage tanks, cooling towers, electrical substation

    structures, fire water storage tanks or other structures housing or supporting water, or other fire-suppression material or equipment)

    required for operation of Occupancy Category IV structures during an emergency

    Aviation control towers, air traffic control centers, and emergency aircraft hangars

    Water storage facilities and pump structures required to maintain water pressure for fire suppression

    Buildings and other structures having critical national defense functions

    Buildings and other structures (including, but not limited to, facilities that manufacture, process, handle, store, use, or dispose of such

    substances as hazardous fuels, hazardous chemicals, or hazardous waste) containing highly toxic substances where the quantity of the

    material exceeds a threshold quantity established by the authority having jurisdiction.

    Buildings and other structures containing highly toxic substances shall be eligible for classification as Occupancy Category II structures if

    it can be demonstrated to the satisfaction of the authority having jurisdiction by a hazard assessment as described in Section 1.5.2 that a

    release of the highly toxic substances does not pose a threat to the public. This reduced classification shall not be permitted if the buildingsor other structures also function as essential facilities.

    Cogeneration power plants that do not supply power on the national grid shall be designated Occupancy Category II.

    All buildings and other structures except those listed in Occupancy Categories I, III, and IV II

    OCCUPANCY CATEGORY OF BUILDINGS AND OTHER STRUCTURES FOR FLOOD, WIND, SNOW, EARTHQUAKE,

    AND ICE LOADS

    Nature of Occupancy

    Buildings and other structures that represent a low hazard to human life in the event of failure, including, but not limited to:

    Tabel 5.3 Nilai faktor kepentingan

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 12 KALIMANTAN TIMUR

    Berdasarkan dua table di atas maka dapat ditentukan bangunan termasuk ke dalam

    kategori II dengan importance factor, I=1.00 3. Menentukan wind direction factor, Kd yang diambil dari ASCE 7 sub-bab 6.5.4

    Tabel 5.4 Nilai direction factor

    Dari table diatas diperoleh besar Kd = 0.85 (untuk arched roofs maupun wall).

    4. Menentukan exposure category :

    Exposure B : pemukiman, hutan

    Exposure C : pedesaan terbuka, peternakan, padang rumput Exposure D : pantai

    Tempat pendirian velodrome masuk ke dalam daerah ber-Exposure B (pemukiman). Untuk lebih jelasnya mengenai tampak daerah Tenggarong dapat dilihat pada gambar berikut ini yang diperoleh melalui foto satelit oleh google earth.

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 13 KALIMANTAN TIMUR

    Gambar 5.8 Peta Kalimatan

    Gambar 5.9 Peta Tenggarong

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 14 KALIMANTAN TIMUR

    5. Menentukan Velocity Pressure Exposure coefficient,Kz : Menentukan tinggi rata-rata atap, h :

    hutama= 7.1 + (10.485+5.773)/2 = 15.214 m, = 0.6 h = 9.13 m hkamopi=7.1 + 2.8625 = 9.986 m =0.6 h = 5.99 m

    untuk z < diambil z = h.

    Tabel 5.5 Nilai Kz didasarkan pada table 6-3 ASCE.

    _

    z_z

    _

    z

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 15 KALIMANTAN TIMUR

    Sehingga didapatkan nilai nilai kofisien di tiap join pada elevasi tertentu sebagai berikut

    Tabel 5.6 Nilai-nilai kofisien di tiap join pada elevasi tertentu Kz or Kh

    utama kanopi wall

    z (m) Kz z (m) Kz Kz

    8.81 0.70 9.72 0.71 0.70

    11.60 0.75 11.28 0.74

    14.31 0.80 13.18 0.78

    16.68 0.83 14.75 0.80

    18.78 0.86 15.97 0.82

    20.35 0.88 16.85 0.83

    21.65 0.90 17.38 0.84

    22.58 0.91 17.56 0.84

    23.14 0.91

    23.33 0.92

    6. Menentukan Topographic Factor, Kzt :

    Kzt = ( a + K1+K2+K3)2

    Jika kondisi dan lokasi struktur tidak sesuai dengan kondisi yang dijelaskan pada ASCE bagian 6.5.7.1 karena topografi berupa dataran bukan perbukitan maka nilai Kzt = 1

    7. Menentukan Gust Factor, G:

    ( )

    +

    +=

    ZV

    ZQ

    IgQIg

    G..7,11

    ...7.116/1

    _

    10

    =

    z

    cIZ

    63.0

    63.01

    1

    ++

    =

    ZLhB

    Q_

    10

    _

    =

    zlLZ

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 16 KALIMANTAN TIMUR

    Nilai c ,l, dan diperoleh dari ASCE tabel 6-2 sedangkan besar gQ dan qV diambil sebesar 3,4

    Tabel 5.7 Nilai-nilai kofisien pada masing-masing exposure

    Dari table di atas maka diperoleh nilai c = 0.3, zmin=9.14 h = 14

    = 1/3 dan l = 97.54 m.

    Sehingga

    Diletahui pula Butama= 84 dan Bkanopi=23, maka didapat:

    _

    z_

    _

    9514.9

    145.973/1

    =

    =ZL

    78.0

    109849563.01

    163.0 =

    ++

    =Qutama

    304.014.9

    103.06/1

    =

    =ZI

    ( )794.0

    ..7,11...7.11

    =

    +

    +=

    ZV

    ZQ

    IgQIg

    Gutama

    87.0

    109239563.01

    163.0 =

    ++

    =Qkanopi ( ) 847.0..7,11

    ...7.11=

    +

    +=

    ZV

    ZQ

    IgQIg

    Gkanopi

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 17 KALIMANTAN TIMUR

    6. Menentukan internal pressure coefficient, Gcpi Gcpi didapatkan berdasarkan enclosure bangunan. Dalam hal ini bangunan termasuk enclosed building.

    Tabel 5.8 Klasifikasi Enclosure

    Dari table di atas untuk enclosed building yaitu sebesar 0.18.

    7. Menentukan External pressure coefficient, Cp Untuk atap lengkung koefisien menggunakan fig 6-8 ASCE dimana ditentukan

    berdasarkan rasio tinggi-bentang. Untuk atap utama t=16.23, B=95 sedangkan atap kanopi t=10.5, B=69.

    Tabel 5.9 External pressure coefficient untuk atap

    sementara untuk dinding dapat digunakan fig 6-6 dengan L=95, B=78 (utama) dan L=69, B=12 untuk kanopi

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 18 KALIMANTAN TIMUR

    Tabel 5.10 External pressure coefficient untuk dinding

    Sehingga didapatkan External pressure coefficient, Cp, pada table berikut ini. Cp

    Roof utama -0.9 -0.87 -0.5

    Roof kanopi -0.9 -0.85 -0.5

    wall utama 0.8 -0.46

    wall kanopi 0.8 -0.2

    8. Menentukan Velocity pressure, qz dan qh qz = 0.613.Kz.Kd.Kzt.V2.I (N/m2), V(m/s) Maka didapatkan qh = 228.93 N/m2 dan nilai q terhadap ketinggian (qz) sebagai berikut.:

    Tabel 5.11 Velocity pressure

    qz

    utama kanopi wall

    z (m) qz z (m) qz qz

    8.81 228.93 9.72 233.18 175.06

    11.60 245.24 11.28 243.30

    14.31 260.40 13.18 254.37

    16.68 272.04 14.75 262.66

    18.78 281.42 15.97 268.71

    20.35 287.97 16.85 272.84

    21.65 293.10 17.38 275.26

    22.58 296.65 17.56 276.06

    23.14 298.73

    23.33 299.42

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 19 KALIMANTAN TIMUR

    9. Menentukan Design wind load, F Beban angin disain menggunakan persamaan F = qGCp qi(GCpi) (N/m2), sehingga didapatkan nilai beban angin desain seperti pada table di bawah ini.

    Tabel 5.12 Beban angin

    p or F (N/m2)

    utama kanopi wall u wall k

    1 -204.90 118.72 118.72

    2 -216.57

    3 -227.41 -219.10

    4 -235.72 -226.82

    5 -242.43 -235.27

    6 -240.26 -241.59

    7 -243.80 -234.82

    8 -246.25 -237.80

    9 -247.69 -239.54

    10 -248.17 -240.12

    10 -199.44 -206.16

    11 -199.44 -206.16

    12 -199.44 -206.16

    13 -199.44 -206.16

    14 -199.44 -138.24

    15 -132.15 -138.24

    16 -132.15 -138.24

    17 -132.15 -138.24

    18 -132.15

    19 -132.15 -68.26 -29.68

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 20 KALIMANTAN TIMUR

    c. Beban hujan

    Gambar 5.11 Penomoran joint pada tampak depan atap

    Beban terbagi rata per m2 bidang datar berasal dari beban hujan sebesar (40 - 0,8) kg/m2 dimana adalah sudut kemiringan atap dalam derajat, dengan ketentuan bahwa beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 20 kg/m2 dan tidak perlu

    ditinjau bila kemiringan atapnya adalah lebih besar dari 50o.

    Tabel 5.12 Beban hujan pada atap utama No. Sudut, Area, m2 hujan, kg/m2 beban hujan, kg Titik derajat tengah pinggir tengah pinggir tengah pinggir

    1 30 18.201 9.1005 16 20 291 182

    2 26 36.402 18.201 19 11 699 198

    3 23 36.402 18.201 20 20 728 364

    4 19 36.402 18.201 20 20 728 364

    5 16 36.402 18.201 20 20 728 364

    6 12 36.402 18.201 20 20 728 364

    7 9 36.402 18.201 20 20 728 364

    8 5 36.402 18.201 20 20 728 364

    9 2 36.402 18.201 20 20 728 364

    10 0 36.402 18.201 20 20 728 364

    11 2 36.402 18.201 20 20 728 364

    12 5 36.402 18.201 20 20 728 364

    13 9 36.402 18.201 20 20 728 364

    14 12 36.402 18.201 20 20 728 364

    15 16 36.402 18.201 20 20 728 364

    16 19 36.402 18.201 20 20 728 364

    17 23 36.402 18.201 20 20 728 364

    18 26 36.402 18.201 19 11 699 198

    19 30 18.201 9.1005 16 20 291 182

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 21 KALIMANTAN TIMUR

    Tabel 5.13 Beban hujan pada kanopi No. Sudut, Area, m2 hujan, kg/m2 beban hujan, kg Titik derajat tengah pinggir tengah pinggir tengah pinggir

    3 23 36.402 18.201 20 20 728 364

    4 19 36.402 18.201 20 20 728 364

    5 16 36.402 18.201 20 20 728 364

    6 12 36.402 18.201 20 20 728 364

    7 9 36.402 18.201 20 20 728 364

    8 5 36.402 18.201 20 20 728 364

    9 2 36.402 18.201 20 20 728 364

    10 0 36.402 18.201 20 20 728 364

    11 2 36.402 18.201 20 20 728 364

    12 5 36.402 18.201 20 20 728 364

    13 9 36.402 18.201 20 20 728 364

    14 12 36.402 18.201 20 20 728 364

    15 16 36.402 18.201 20 20 728 364

    16 19 36.402 18.201 20 20 728 364

    17 23 36.402 18.201 20 20 728 364

    d. Beban SIDL

    Beban yang dimasukan untuk perhitungan beban Super Imposed Dead Load (SIDL) meliputi :

    Berat penutup atap = 30 kg/m2

    Talang = 80 kg/m

    Lampu = 50 kg/joint Penangkal petir = 70 kg/joint

    e. Beban gempa

    Beban gempa direncanakan berdasarkan daerah gempa rencana di Tenggarong Kalimantan Timur yakni gempa zona 2. Mengenai ketentuan tentang besaran gempa pada zona 2 mengikuti pedoman yang terdapat pada SNI 03-1726-2002. Proses perhitungan bebanan gempa pada analisis dilakukan langsung melalui software SAP2000 dengan

    mengacu pada peraturan UBC 97 untuk seismic load.

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 22 KALIMANTAN TIMUR

    Define Response Spectrum Functions Define Response Spectrum Functions dilakukan dengan mendefenisikan fungsi ke program dengan input Ca dan Cv sesuai dengan wilayah gempa lokasi, yaitu wilayah

    gempa 2 dengan kondisi tanah lunak. Keterangan : Ca = 0.23 dan Cv = 0.58

    Gambar 5.12 Response spectrum gempa rencana

    Gambar 5.13 Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 23 KALIMANTAN TIMUR

    Gambar 5.14 Response Spectrum yang diplot pada SAP2000

    f. Beban temperatur

    Beban temperature yang diambil diperoleh dari perbedaan temperatur atmosfir dari temperatur ruangan. Pada peraturan muatan Indonesia besar beban temperature di Indonesia ditetapkan sebesar 10oC (PMI 1970 pasal 6.2). Berikut Beban-beban statik yang diassign pada SAP2000

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 24 KALIMANTAN TIMUR

    KOMBINASI PEMBEBANAN

    COMB 1) 1.4 (D+SIDL) COMB 2) 1.2 (D+SIDL) + 1.6 LL COMB 3) 0.9 (D+SIDL) + 1.3 W COMB 4) 0.9 (D+SIDL) - 1.3 W COMB 5) 0.9 (D+SIDL) + 1.3 W2 COMB 6) 0.9 (D+SIDL) - 1.3 W2 COMB 7) 1.2 (D+SIDL) + 1.3 W COMB 8) 1.2 (D+SIDL) - 1.3 W COMB 9) 1.2 (D+SIDL) + 1.3 W2 COMB 10) 1.2 (D+SIDL) - 1.3 W2 COMB 11) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L + 1.3 W COMB 12) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L - 1.3 W COMB 13) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L + 1.3 W2 COMB 14) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L - 1.3 W2 COMB 15) 0.9 (D+SIDL) + Ex COMB 16) 0.9 (D+SIDL) - Ex COMB 17) 0.9 (D+SIDL) + Ey COMB 18) 0.9 (D+SIDL) - Ey COMB 19) 1.2 (D+SIDL) + Ex COMB 20) 1.2 (D+SIDL) - Ex COMB 21) 1.2 (D+SIDL) + Ey COMB 22) 1.2 (D+SIDL) - Ey COMB 23) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L + Ex COMB 24) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L - Ex COMB 25) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L + Ey COMB 26) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L - Ey COMB 27) 1 D + T COMB 28) 1 D T

    5.2.2. Output Analisis Struktur Pada SAP2000 Untuk membandingkan pemodelan struktur untuk rigid joint terhadap joint sendi

    dapat dilkukan perbandingan gaya-gaya dalam yang dihasilkan melalui hasil running pada SAP2000. Output dari proses ini akan dihasilkan berupa gaya-gaya dalam yang terjadi pada tiap member, berikut diagram gaya dalam axial pada dua permodelan tersebut

    sebagai perbandingan.

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 25 KALIMANTAN TIMUR

    a. Output pada rigid joint

    Gambar 5.15 Diagram Gaya Dalam Axial akibat COMB3 (rigid joint)

    Tabel 5.14 Output gaya dalam beberapa batang pada struktur model rigid joint FRAME

    COMB PU MU2 MU3

    LABEL ton ton-m ton-m

    3909 COMB3 6.1846 -0.00215 -0.05964

    3981 COMB3 6.4302 -0.00143 -0.041

    4023 COMB3 6.7611 0.0001 0.10435

    5842 COMB3 4.1879 0.00221 -0.03806

    5861 COMB3 5.4413 -0.00566 -0.04505

    5928 COMB3 7.6528 -0.01356 0.03931

    6113 COMB3 -2.1601 -0.0092 -0.00332

    6477 COMB3 6.5053 -0.00665 -0.06039

    6508 COMB3 8.1506 0.01454 0.03978

    6628 COMB3 4.5922 -0.00228 -0.03923

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 26 KALIMANTAN TIMUR

    b. Output pada joint sendi

    Gambar 5.16 Diagram Gaya Dalam Axial akibat COMB3 (joint sendi)

    Tabel 5.15 Output gaya dalam beberapa batang pada struktur model joint sendi FRAME

    COMB PU MU2 MU3

    LABEL ton ton-m ton-m

    3909 COMB3 6.1874 0 0.08174

    3981 COMB3 6.428 0 0.06702

    4023 COMB3 6.732 0 0.06702

    5842 COMB3 4.1815 0 0.0552

    5861 COMB3 5.4278 0 0.1233

    5928 COMB3 7.6613 0 0.05599

    6113 COMB3 -2.1749 0 0.00312

    6477 COMB3 6.4906 0 0.05599

    6508 COMB3 8.1852 0 0.05599

    6628 COMB3 4.5848 0 0.0552

    Dari dua hasil output gaya dalam dari dua model joint di atas terdapat hampir kemiripan dari hasil keluaran gaya-gaya dalam yang dihasilkan. Sehingga untuk melakukan disain diambil keputusan untuk menggunakan model joint sendi karena pada disain mengunakan sambungan baut yang britel sehingga sangat dihindari terjadinya momen yang besar pada joint.

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 27 KALIMANTAN TIMUR

    5.2.3. Disain Member Grade pipa baja yang umum ada di Indonesia

    STK400

    fy = 235 MPa

    E = 200.000 MPa

    Tabel 5.17 Standart ukuran pipa baja Medium yang ada dipasaran Japan F yield

    Size STK400 235

    N/mm2

    Code profil OD (mm) t (mm)

    STKD42 1.25" 42.7 2.8

    STKD48 1.5" 48.6 2.8

    STKD60 2" 60.5 3.2

    STKD76 2.5" 76.3 3.2

    STKD89 3" 89.1 3.2

    STKD114 4" 114.3 3.6

    STKD139 5" 139.8 4.5

    STKD165 6" 165.2 5.0

    STKD190 7" 190.7 5.0

    STKD216 8" 216.3 6.0

    STKD267 10" 267.4 8.0

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 28 KALIMANTAN TIMUR

    Atap velodrome ini terdiri dari 3152 member dan 817 join. Penulis menekankan tinjauan analisis pada rangka atap sehingga kontribusi yang diperlukan dari pilar dibutuhkan untuk menambah kekakuan struktur saja.

    Pada table berikut akan ditampilkan contoh steel disain untuk beberapa member

    Tabel 5.18 Hasil disain penampang terhadap gaya dalam untuk beberapa member

    TABLE: Steel Design 2 - PMM Details - AISC-LRFD99

    Frame DesignSect Combo Length Pu PhiPnc MuMajor PhiMnMaj P Mmaj Total

    label m ton ton ton-m ton-m Ratio Ratio Ratio

    3909 STKD165 COMB14 6.067 -17.927 28.950 0.109 2.768 0.619 0.039 0.659

    3981 STKD165 COMB14 5.851 -20.246 30.128 0.089 2.768 0.672 0.032 0.704

    4023 STKD165 COMB12 5.851 -20.818 30.128 0.089 2.768 0.691 0.032 0.723

    5842 STKD139 COMB14 5.718 -10.041 19.126 0.074 1.777 0.525 0.041 0.566

    5861 STKD165 COMB14 7.568 -13.884 21.071 0.164 2.768 0.659 0.059 0.718

    5928 STKD165 COMB12 5.198 -22.677 33.701 0.075 2.768 0.673 0.027 0.700

    6113 STKD89 COMB3 5.774 -2.157 3.588 0.003 0.509 0.601 0.006 0.607

    6477 STKD165 COMB14 5.198 -23.494 33.701 0.075 2.768 0.697 0.027 0.724

    6508 STKD165 COMB12 5.198 -23.329 33.701 0.075 2.768 0.692 0.027 0.719

    6628 STKD139 COMB14 5.718 -10.407 19.126 0.074 1.777 0.544 0.041 0.586

    5.2.4. Defleksi Maksimum Salah satu cara untuk meminimalisasi momen pada join ialah dengan membatasi

    defleksi maksimumnya. Berikut ini tabel defleksi defleksi maksimum yang terjadi akibat kombinasi pembebanan yang terjadi

    Tabel 5.19 Defleksi maksimum pada struktur

    U1 U2 U3 R1 R2 R3 Lendutan ijin

    (m) (m) (m) rad rad rad L/360

    KANOPI DEPAN 7495 0.001161 -0.00855 -0.05214 0.000543 0.000039 0.000045 0.192 OK

    PINGGIR ATAP UTAMA(DEPAN) 6767 -0.001145 0.005582 -0.02919 0.000282 -0.0003 -9.5E-06 0.264 OK

    PINGGIR ATAP UTAMA(TENGAH) 6982 0.002994 0.000143 -0.06357 -1.5E-06 -0.00004 -2.3E-06 0.233 OK

    PINGGIR ATAP UTAMA(BELAKANG) 7207 0.00341 -0.00453 -0.00675 -0.00031 -0.00076 -7.2E-05 0.264 OK

    KANOPI BELAKANG 7663 0.001292 0.008375 -0.05262 -0.00055 -3.9E-05 -4.2E-05 0.192 OK

    POSISI(BAG TENGAH) CEKLABEL JOINT

    Dapat terlihat bahwa defleksi maksimum terjadi pada join 6982. Hal ini dapat terjadi karena beban angin maksimum bekerja pada tengah bentang atap utama.

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 29 KALIMANTAN TIMUR

    5.2.5. Perhitungan berat struktur Perhitungan berat sruktur merupakan tahapan penting dalam proses pembangunan

    suatu struktur bangunan. Hal ini menjadi penting untuk memperkirakan biaya yang akan dikeluarkan untuk membiayai pembelian material pada pelaksanaan konstruksi. Pada tahapan ini penulis memberikan gambaran mengenai quantity take off material yang dibutuhkan yakni jumlah member penyusun rangka ruang.

    Tabel 5.20 Jumlah material yang dibutuhkan untuk elemen penyusun rangka ruang

    Profil Diameter tebal Panjang Qty Berat/btg total (mm) (mm) (m) (ton) (ton) STKD89 88.9 3 3 8 0.021 0.17 3.5 8 0.034 0.27

    4 86 0.035 3.01

    4.5 64 0.034 2.18

    5 96 0.036 3.46 5.5 1156 0.039 45.08 6 626 0.044 27.54 7.8 14 0.054 0.76 STKD139 139.8 4.5 3.8 28 0.058 1.62 5 46 0.076 3.50

    5.5 245 0.086 21.07

    6 521 0.090 46.89 7 7 0.101 0.71 7.5 8 0.106 0.85 STKD165 165.2 5 5.5 21 0.109 2.28 6 185 0.120 22.16 STKD190 190.7 5 5.5 9 0.119 1.07 6 20 0.134 2.68 7.8 4 0.173 0.69

    Jumlah 3152 186

    Jumlah connector set = 6292

    Berat total connector set = 27 ton

    Jumlah node = 817

    Berat total node = 19 ton

    Jadi berat total struktur atap = 186+27+19 = 232 ton , Luas Area = 11568 m2

    Sehingga berat struktur atap per meter persegi = 20.06 kg

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 30 KALIMANTAN TIMUR

    5.3 Analisis dan Pembahasan 5.3.1 Analisis Penampang (Faktor Reduksi)

    Peraturan yang digunakan dalam disain, yaitu LRFD masih mendisain

    menggunakan faktor reduksi kekuatan nominal, , berdasarkan penampang elemen yang prismatis, yaitu penampang yang memiliki karakteristik bahan, seperti dimensi, luas penampang, maupun material bahan yang sama atau identik sepanjang bentang, dari satu node ke node lainnya.

    Pada kenyataannya, member yang kami gunakan pada disain space truss untuk sepanjang bentang, yaitu dari satu node ke node lainnya, tidaklah prismatis melainkan berubah pada ujung bentang, sesuai dengan bentuk konektor maupun node yang berbentuk masing-masing botol dan bola (bottle connector dan ball joint).

    Gambar 5.17 Member pada disain (a) Member Sebenarnya (b)

    Pada saat running di program SAP2000, disain penampang yang di-run akan dianggap prismatis, seperti pada gambar 5.17(a). Pada saat kondisi demikian, ujung dari member dianggap memiliki bentuk penampang dan mutu yang sama. Namun pada

    kenyataannya, seperti terlihat pada gambar 5.17(b). Bottle connector dan node memiliki luas penampang yang lebih besar karena bentuknya yang masif, tidak seperti member

    yang berupa hollow. Selain itu, pada ujung member sebenarnya memiliki mutu bahan yang lebih besar karena memang konektor dan node didisain menggunakan bahan dengan mutu yang lebih besar daripada membernya. Untuk itu, faktor reduksi yang sebenarnya

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 31 KALIMANTAN TIMUR

    diberlakukan terhadap nominal bahan seharusnya lebih kecil (pengurang kekuatannya lebih kecil) atau dalam hal ini >0,85.

    Untuk itu, dapat kita simpulkan bahwa penggunaan factor reduksi pada kode

    masih dapat dilakukan karena kita tidak dapat menentukan secara pasti besaran factor reduksi mengingat tidak ada kode yang mengatur mengenai hal tersebut. Selain itu, factor reduksi riil yang terjadi pada kenyataannya akan lebih kecil sehingga masih lebih konservatif untuk menggunakan faktor reduksi untuk elemen prismatik seperti yang

    tercantum dalam kode.

    5.3.2 Analisis Pemodelan kolom Sesuai dengan keadaan sebenarnya pada disain superstructure yang kami dapatkan

    datanya, kolom yang digunakan sebagai support space truss utama yaitu berukuran 1200x800 mm. Sementara kolom yang digunakan untuk atap kanopi yaitu 1200x800 serta

    kolom bulat dengan diameter 600 mm. Selain itu terdapat pula pemodelan balok pada kolom kanopi yaitu digunakan balok 600X300.

    Pada kenyataannya, untuk bagian kolom utama yang mentransfer beban dari truss ke pondasi terdapat tribun penonton pada bagian dalam stadion. Namun, hal ini kami

    tidak perhitungkan karena kami asumsikan bahwa keberadaannya dapat memperkaku kolom.

    Pembebanan yang terjadi pada atap lengkung akan mengakibatkan reaksi horizontal ke arah luar sehingga penulangan terbesar (tulangan tarik) akan terjadi pada bagian dalam kolom karena kolom akan cenderung melenting cekung ke luar.

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 32 KALIMANTAN TIMUR

    5.3.3 Analisis Hasil Disain Hasil disain memperlihatkan bahwa member-member dengan dimensi tertentu

    berada pada posisi yang relative sama. Pembagian ukuran tipe member dapat terlihat pada gambar berikut ini.

    Gambar 5.18 Pembagian member atap tampak samping (x-z)

  • BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

    ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 33 KALIMANTAN TIMUR

    Gambar 5.19 Pembagian member atap tampak atas (x-y) Warna putih menunjukan member STKD 89, biru muda STKD 139, merah muda

    STKD 165, dan biru tua member STKD 190. Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa member yang berdimensi besar berada di bagian tengah atap utama, member menuju perletakan, serta member di ujung kanopi. Hal ini dapat terjadi karena member dekat perletakan merupakan member terakhir yang menyalurkan beban sehingga akumulasi

    gaya-gaya akan menjadi paling besar dibandingkan dengan pada bagian lainnya. Untuk member-member yang berada di bagian tengah bentang, layaknya sebuah struktur di atas dua tumpuan, pada bagian tengah terjadi gaya aksial paling besar sehingga member yang digunakan merupakan member dengan dimensi paling besar. Untuk bagian kanopi, pada bagian kantilever akan memikul beban dan gaya-gaya dalam yang terjadi paling besar sehingga penggunaan member berdimensi besar akan terjadi pada bagian kantilever ini.

    5.3.4 Analisis Perbandingan dengan Baja Konvensional Asumsi penggunaan baja konvensional sebagai atap pada industri konstruksi pada

    umumnya berkisar antara 25-35 kg/m2. Kami mengambil nilai tengah, sehingga asumsi bahwa penggunaan baja konvensional akan menghasilkan berat 30 kg/m2, maka dapat kita bandingkan antara penggunaan baja konvensional dengan penggunaan space truss.

    Seperti telah diperhitungkan sebelumnya, hasil disain space truss yang kami lakukan menghasilkan berat 20.06 kg/m2. Sehingga efisiensi yang didapatkan:

    = (30-20.06)/30 X 100% = 33 %

    Dapat disimpulkan bahwa penggunaan space truss akan menghemat hingga 33% dibandingkan dengan penggunaan baja konvensional. Selain dari segi biaya, penggunaan space truss dalam konstruksi atap juga memudahkan pemasangan di lapangan terutama pada sambungan yang relatif lebih mudah untuk dilakukan pemasangannya daripada baja konvensional.

    Cover.pdfLembar pengesahan.pdfAbstrak.pdfDaftar Notasi dan Singkatan.pdfKata Pengantar.pdfirwan thx.pdfNurdin thx.pdfDaftar Isi.pdfDaftar Tabel.pdfDaftar Gambar.pdfBAB_I_Pendahuluan.pdfBAB_II_Studi Pustaka.pdfBAB_III_Dasar Teori.pdfBAB_IV_ Metodologi.pdfBAB_V_ Pemodelan dan Analisis Struktur.pdfBAB_VI_ Kesimpulan dan Saran.pdfDaftar Pustaka.pdfLampiran.pdfLampiranA.pdfMetoda Konstruksi.pdfLampiranB.pdfSPACE FRAME.pdfPotongan A-A.pdfPotongan B-B.pdfSupport Positions.pdf