pemodelan peta rawan banjir rob di belawan

10
Jurnal Pembangunan Perkotaan Volume 8, Nomor 1, Januari Juni 2020 p-ISSN 2338-6754 e-ISSN 2581-1304 http://ejpp.balitbang.pemkomedan.go.id/index.php/JPP 23 PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN Ahmad Bima Nusa 1* , A. Perwira Mulia Tarigan 2 , Sirojuzilam 3 , Agus Purwoko 4 , Novrizal Ardian Saputra 5 1,3,4 Program Studi Perencanaan Wilayah, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 5 Porgram Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia *Penulis Korespodensi : [email protected] Abstrak Belawan adalah kecamatan yang berada di pesisir utara kota Medan yang paling sering terdampak banjir pasang (rob). Luas daratan yang terdampak banjir rob di kecamatan ini semakin lama semakin luas. Oleh karenanya perlu adanya pemetaan terhadap tingkat kerawanan terjadinya banjir rob agar upaya penanganan dan pencegahan dapat tepat sasaran. Tulisan ini mengalisis daerah rawan banjir rob di Belawan yang dilakukan dengan menggunakan AHP (Analytic Hierarchy Process) dan SIG (Sistem Informasi Geografis). Pemetaan zona kerawanan banjir rob banjir dikembangkan dengan mengintegrasikan konsep AHP dan SIG berdasarkan 9 kriteria: 1. Elevasi. 2. Tata guna lahan. 3. Slope. 4. Jenis tanah. 5. Jarak dari sungai. 6. Jarak dari laut. 7. Aspek. 8. Curah hujan. 9. Drainage density. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa lebih dari 80% wilayah kecamatan Medan Belawan berada pada kerentanan sedang, tinggi dan sangat tinggi. Validasi di lapangan menunjukkan bahwa peta yang dihasilkan dari pemodelan memiliki tingkat akurasi yang cukup memuaskan yaitu mencapai 75%. Peta rawan banjir ini dapat menjadi dasar dalam perencanaan mitigasi banjir rob di Kota Medan. Kata kunci: Model, Banjir Rob, Kerawanan, Analytic Hierarchy Process, GIS. PENDAHULUAN Belawan adalah salah satu kecamatan yang terletak di Utara kota Medan yang memiliki luas ± 21,82 km². Permasalahan yang sering terjadi adalah ancaman terhadap banjir pasang/banjir rob. Kejadian banjir rob ini mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada di Belawan, tidak hanya unsur fisik yang terganggu namun juga mengganggu aktivitas sosial dan ekonomi sehingga kesejahteraan penduduk mengalami penurunan. Oleh sebab itu, dibutuhkan kajian yang mendalam untuk menghadapi ancaman genangan banjir rob. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya banjir rob antara lain: (1) Adanya perbedaan elevasi dimana daratan lebih rendah daripada permukaan air laut pada saat pasang. (2) Penurunan tanah eksisting yang menyebabkan elevasinya berada di bawah muka air laut pasang. (3) Sedimentasi pada sungai yang dapat mengakibatkan berkurangnya kapasitas sungai tersebut, sehingga air akan meluap dan mencari tempat yang lebih rendah. (4) Bertambahnya tinggi permukaan air laut akibat pemanasan global. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dari berbagi sumber, bahwa permukaan air laut secara global mengalami kenaikan dalam setiap setiap tahunnya (Gambar 1). Gambar 1. Kenaikan muka laut Sumber: http://sealevel.colorado.edu/

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN

Jurnal Pembangunan Perkotaan

Volume 8, Nomor 1, Januari – Juni 2020 p-ISSN 2338-6754

e-ISSN 2581-1304 http://ejpp.balitbang.pemkomedan.go.id/index.php/JPP

23

PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN

Ahmad Bima Nusa1*, A. Perwira Mulia Tarigan2, Sirojuzilam3, Agus Purwoko4,

Novrizal Ardian Saputra5

1,3,4Program Studi Perencanaan Wilayah, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

2Program Studi Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 5Porgram Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

*Penulis Korespodensi : [email protected]

Abstrak

Belawan adalah kecamatan yang berada di pesisir utara kota Medan yang paling sering terdampak

banjir pasang (rob). Luas daratan yang terdampak banjir rob di kecamatan ini semakin lama semakin

luas. Oleh karenanya perlu adanya pemetaan terhadap tingkat kerawanan terjadinya banjir rob agar

upaya penanganan dan pencegahan dapat tepat sasaran. Tulisan ini mengalisis daerah rawan banjir

rob di Belawan yang dilakukan dengan menggunakan AHP (Analytic Hierarchy Process) dan SIG

(Sistem Informasi Geografis). Pemetaan zona kerawanan banjir rob banjir dikembangkan dengan

mengintegrasikan konsep AHP dan SIG berdasarkan 9 kriteria: 1. Elevasi. 2. Tata guna lahan. 3.

Slope. 4. Jenis tanah. 5. Jarak dari sungai. 6. Jarak dari laut. 7. Aspek. 8. Curah hujan. 9. Drainage

density. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa lebih dari 80% wilayah kecamatan Medan Belawan

berada pada kerentanan sedang, tinggi dan sangat tinggi. Validasi di lapangan menunjukkan bahwa

peta yang dihasilkan dari pemodelan memiliki tingkat akurasi yang cukup memuaskan yaitu mencapai

75%. Peta rawan banjir ini dapat menjadi dasar dalam perencanaan mitigasi banjir rob di Kota

Medan.

Kata kunci: Model, Banjir Rob, Kerawanan, Analytic Hierarchy Process, GIS.

PENDAHULUAN

Belawan adalah salah satu kecamatan yang

terletak di Utara kota Medan yang memiliki luas ±

21,82 km². Permasalahan yang sering terjadi adalah

ancaman terhadap banjir pasang/banjir rob. Kejadian

banjir rob ini mengganggu keseimbangan ekosistem

yang ada di Belawan, tidak hanya unsur fisik yang

terganggu namun juga mengganggu aktivitas sosial

dan ekonomi sehingga kesejahteraan penduduk

mengalami penurunan. Oleh sebab itu, dibutuhkan

kajian yang mendalam untuk menghadapi ancaman

genangan banjir rob.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya banjir rob antara lain: (1) Adanya

perbedaan elevasi dimana daratan lebih rendah

daripada permukaan air laut pada saat pasang. (2)

Penurunan tanah eksisting yang menyebabkan

elevasinya berada di bawah muka air laut pasang. (3)

Sedimentasi pada sungai yang dapat mengakibatkan

berkurangnya kapasitas sungai tersebut, sehingga air

akan meluap dan mencari tempat yang lebih rendah.

(4) Bertambahnya tinggi permukaan air laut akibat

pemanasan global. Berdasarkan pengamatan yang

dilakukan dari berbagi sumber, bahwa permukaan air

laut secara global mengalami kenaikan dalam setiap

setiap tahunnya (Gambar 1).

Gambar 1. Kenaikan muka laut

Sumber: http://sealevel.colorado.edu/

Page 2: PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN

24 Jurnal Pembangunan Perkotaan 8 (1) (2020) : 23-32

(5) Faktor manusia, seperti pembuangan

sampah sembarangan pada sungai dan perencanaan

sistem drainase yang tidak tepat serta diperparah lagi

dengan tidak dirawatnya sistem drainase tersebut

penggunaan lahan secara tidak langsung dapat

memperparah terjadinya banjir rob. (6) Curah hujan

yang tinggi dapat juga memperparah terjadinya banjir

rob.

Wilayah Utara kota Medan terdiri dari 3

kecamatan, yaitu Kecamatan Medan Belawan,

Kecamatan, Kecamatan Medan Labuhan dan

Kecamatan Medan Marelan. Fokus analisis pada

tulisan dilakukan di Kecamatan Medan Belawan untuk

menentukan zona rawan banjir rob.

Ada dua macam Multi-criteria decision making

(MCDM) yang sering dpakai dalam pengambilan

alternatif keputusan, Multiple Objective Decision

Making (MODM) dan Multiple Attribute Decision

Making (MADM) dimana Analytic Hierarchy Process

(AHP) adalah salah satu metode dari MADM

(Rahardjo et al., 2004). Analisis ini secara prinsip

memberikan seperangkat alternatif yang akan

dievaluasi para stakeholder berdasarkan kriteria-

kriteria yang bertentangan dan tidak seimbang. Dari

kriteria-kriteria tersebut harus dapat diukur sehingga

mempunyai nilai yang nantinya secara perhitungan

dapat menghasilkan nilai akhir yang menunjuk kepada

alternatif sebagai keputusan yang terbaik. Metode

AHP telah banyak digunakan pada berbagai bidang

pekerjaan, seperti contohnya untuk menentukan

kontraktor sebuah pekerjaan konstruksi (Al-Harbi,

2001), penilaian kesesuaian lahan (Agarwal et al.,

2013; Aydi et al., 2016; Chabuk et al., 2017; Gumusay

et al., 2016; Kamali et al., 2015; Khodaparast et al.,

2018), perencanaan tata ruang wilayah perkotaan

(AHAKILI, 2016), manajemen sumber daya air

(Calizaya et al., 2010; Chowdary et al., 2013),

pemetaan wilayah banjir & resikonya (Ouma and

Tateishi, 2014; Papaioannou et al., 2015), pencemaran

lingkungan (Serbu et al., 2016).

Tahapan dalam AHP secara garis besar dapat

dibagi dalam 2 tahapan yaitu structuring dan

assessment. Tahapan structuring adalah proses

menstrukturkan alur pengambilan keputusan

berdasarkan komponen AHP, yaitu: menentukan

tujuan dari keputusan yang akan diambil, menentukan

kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan yang

ditentukan oleh para ahli yang ditunjuk, stakeholder

yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan

ini atau dapat juga dari referensi/ penelitian ilmiah

yang sesuai, serta menentukan alternatif-alternatif

keputusan yang tersedia dan paling mendekati kriteria-

kriteria yang dibutuhkan. Tahapan assessment adalah

tahap pemberian nilai atau bobot terhadap variabel,

sub-variabel, dan alternatif. Pemberian bobot ini dapat

berupa direct Assessment atau pemberian bobot secara

langsung, verbal Assessment, pemberian bobot

berdasarkan persepsi penilaian atasan terhadap

beberapa variabel.

Kriteria-kriteria pada AHP dalam penelitian ini

ditentukan dari studi literatur, jurnal-jurnal ilmiah

serta juga berdasarkan hasil diskusi dengan para ahli

yang berkompeten di bidangnya. Beberapa jurnal

ilmiah yang direview adalah jurnal ilmiah yang

menggunakan metode AHP dengan topik yang

berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Ouma dan

Tateishi (Ouma and Tateishi, 2014) yang menganalisa

tingkat kerentanan terhadap resiko banjir

menggunakan AHP dan menggambarkan dalam

sebuah peta dengan GIS dan Papaioannou

(Papaioannou et al., 2015) menganalisa area dengan

potensi resiko banjir menggunakan AHP dan GIS.

Dari berbagai review jurnal ilmiah dan diskusi

dengan para ahli, maka diputuskan bahwa kriteria

AHP untuk penentuan model pemetaan rawan banjir

rob di Belawan:

1. Elevasi; Kriteria ini merupakan kriteria yang

paling penting, karena karakteristik banjir rob akan

menggenangi area dengan elevasi lebih rendah dari

muka air pasang. 2. Tata guna lahan; Kriteria ini

berkaitan dengan penggunaan lahan yang terdampak

oleh banjir rob tersebut. Karena banjir rob akan

berdampak sangat besar, baik dari segi material

maupun imaterial, apabila mengenai daerah yang

digunakan sebagai pemukiman yang padat penduduk.

Namun dampak tersebut akan lebih kecil apabila

banjir rob terjadi pada lahan kosong atau daerah yang

tidak memiliki fungsi. 3. Slope; Sama dengan elevasi

dimana kriteria ini juga salah satu faktor yang

mempengaruhi resiko terkena banjir rob. Hal itu

karena banjir rob akan lebih mudah masuk ke area

yang cenderung lebih datar. 4. Jenis tanah; Kriteria

ini memperhatikan kadar lempung dan pasir pada areal

dimana kadar pasir yang yang tinggi dapat

mempercepat proses penyusutan banjir. 5. Jarak dari

sungai; Kriteria ini berkaitan dengan banjir rob yang

tidak hanya diakibatkan dari luapan air laut pasang,

namun banjir tersebut dapat terjadi akibat luapan air

sungai. Hal ini dimungkinan akibat lebar sungai yang

menyempit atau sedimentasi dasar sungai akibat dari

pembuangan sampah sembarangan. 6. Jarak dari

laut; Kriteria ini sama seperti halnya juga jarak dari

sungai. Semakin jauh daerah tersebut dari garis pantai

maka akan menurunkan tingkat kerawanan terkena

banjir rob. 7. Aspek; Kriteria ini aspek ini

menganalisa arah kemiringan dari suatu lokasi.

Misalnya di daerah pinggir sungai yang memiliki arah

kemiringan/ aspek kearah pemukiman sekitarnya,

apabila terjadi banjir rob dari luapan air sungai maka

banjir tersebut akan mengalir kearah pemukiman

disekitarnya sesuai dengan arah kemiringan/aspek

pada daerah tersebut. Begitupun sebaliknya, apabila

daerah dipinggir sungai tersebut memiliki arah

kemiringan/ aspek kearah sungai, maka luapan air

sungai tidak akan berdampak luas. 8. Curah hujan;

Kriteria ini berkaitan dengan daerah yang jauh dari

garis pantai yang dapat terkena banjir rob akibat

luapan dari sungai/paluh. Salah satu penyebab

meningkatnya debit air sungai adalah dari curah hujan.

Page 3: PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN

Pemodelan Peta Rawan Banjir Rob di Belawan 25

Ahmad Bima Nusa, A. Perwira Mulia Tarigan, Sirojuzilam, Agus Purwoko, Novrizal Ardian Saputra

Sehingga analisa terhadap tingkat curah hujan

disebuah wilayah menjadi sangat penting, karena

dapat meningkatkan kerawanan sebuah daerah

terhadap banjir rob. 9. Drainage density; Kriteria ini

berkaitan erat dengan drainase apakah tidak berfungsi

dengan baik seperti tersumbat akibat pembuangan

sampah sembarangan ataupun tidak memiliki drainase.

METODE Penelitian ini dilakukan di 3 kecamatan salah

satunya adalah kecamatan Belawan dengan 6

kelurahan yang terdampak banjir rob (Tabel 1) dengan

menggunakan metode Purposive Sampling yang

merupakan jenis penelitian kuantitatif yang deskriptif.

Penelitian ini dilakukan dalam satu wilayah dan waktu

tertentu, guna mendapatkan gambaran menyeluruh

tentang daerah yang berpotensi (rawan) banjir rob di

wilayah Utara kota Medan. Data yang digunakan

meliputi data primer dan data sekunder. Data primer

adalah data yang secara langsung didapatkan di lokasi

penelitian, baik melalui pengukuran, pengambilan

contoh/sampel, pengamatan maupun wawancara

dengan responden. Penelitian ini juga menggunakan

DEM (Digital Elevation Model) yang diolah dan

divisualisasikan dengan menggunakan aplikasi GIS.

Untuk data sekunder bersumber dari beberapa instansi

yaitu: Badan Pusat Statistik (BPS) kota Medan, Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) kota

Medan, Badan Meteorologi, Klimatologi dan

Geofisika (BMKG) Prov. Sumatera Utara, Dinas

Kehutanan Prov. Sumatera Utara dan instansi-instansi

lain yang terkait.

Tabel 1. Kecamatan Medan Belawan

Kelurahan Luas Wilayah

(Km2)

Belawan I 1,1

Belawan II 1,75

Belawan Bahari 1,03

Belawan Bahagia 0,54

Belawan Sicanang 15,1

Bagan Deli 2,3

21,82

Sumber : BPS, 2017

Secara sistemstis bagan alur penelitian ini

bias dilihat skema pada Gambar 2.

Gambar 2. Bagan Alur Penelitian

Agar dapat dilakukan perhitungan AHP,

selanjutnya kriteria-kriteria diberi nilai bobot. Dalam

menentukan penilaian bobot ini melibatkan para ahli

dari bidang akademisi dengan cara mengisi kuisioner

perbandingan antar kriteria, seperti yang ditunjukkan

pada contoh Gambar 3. Penilaian bobot antar kriteria

dilakukan dengan membandingkan tingkat intensitas

kepentingan antara 2 kriteria berdasarkan penilaian

yang digunakan adalah skala dasar dari Saaty (Saaty,

2008) yaitu dengan membagi menjadi 9 skala,

Tabel 2. Skala penilaian antar kriteria

Intensitas

Kepentingan Keterangan

1 Sama pentingnya

2 Kurang penting

3 Cukup penting

4 Cukup lebih penting

5 Kepentingannya tinggi

6 Kepentingannya lebih tinggi

7 Sangat penting

8 Amat sangat penting

9 Paling penting

Sumber: Saaty, 2008

Pengumpulan Data

Survey

Analisis AHP dan GIS

Literatur Wawancara

Pemodelan Peta Rawan Banjir Rob

di Belawan

FGD dan Pembobotan AHP

Page 4: PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN

26 Jurnal Pembangunan Perkotaan 8 (1) (2020) : 23-32

Analisa yang dihasilkan melalui AHP ini

nantinya akan dilakukan` analisis spasial

menggunakan Geographic Information System (GIS)

dengan tahapan sebagai berikut:

1. Proses digitasi peta menggunakan GIS; Peta

yang diperoleh harus dipastikan dapat diolah

dengan menggunakan software GIS. Dengan

syarat adalah:

a. Peta tersebut merupakan file dengan format

GIS (.shp).

b. Peta tersebut memuat keterangan yang

dibutuhkan, seperti nama kecamatan,

penggunaan lahan dan lain sebagainya.

c. Peta yang akan diolah harus sesuai dengan

kondisi real di lapangan.

2. Klasifikasi parameter pada peta eksisting;

Untuk merubah parameter yang ada pada peta

eksisting menjadi nilai agar dapat diolah secara

aritmatik dalam perhitungan AHP diperlukan

klarifikasi peta. Penentuan klasifikasi ini

dilakukan melalui diskusi bersama para ahli yang

berkompeten dengan membagikan 5 tingkat

resiko yang memiliki skor serta warna yang

berbeda. Pengklasifikasian tiap kriteria

ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi Parameter

Tingkat kerawanan banjir rob Skor Notasi warna

Sangat rendah 1 Hijau tua

Rendah 2 Hijau muda

Sedang 3 Kuning

Tinggi 4 Jingga

Sangat tinggi 5 Merah

3. Pembuatan grid area 10 m x 10 m; Pada

penelitian ini, lokasi penilaian dibagi menjadi

area-area atau grid dengan ukuran 10 m x 10 m

dibantu dengan menggunakan software QGIS dan

MapInfo. Dasar pertimbangan untuk penentuan

dimensi tersebut, antara lain:

a. Untuk memberikan penilaian keputusan zona

rawan banjir rob dapat rasional dan sesuai

dengan kondisi lapangan.

b. Luas area dengan 100 m2 diasumsikan

kurang lebih sama dengan luas area yang

dibutuhkan untuk hunian per satu keluarga.

c. Penentuan ukuran juga mempertimbangkan

kemampuan maksimal dari hardware untuk

mengolah data GIS

4. Penggabungan semua peta dan penskoran

AHP; Tahapan ini untuk memproses integrasi

AHP dan GIS dengan menjumlahkan nilai (hasil

perkalian skor grid dengan bobot AHP) pada grid

dengan posisi yang sama dari semua kriteria.

Setelah terbentuk peta zona rawan banjir rob,

maka selanjutnya harus dilakukan proses verifikasi

yaitu untuk menguji kebenaran dari zonasi tersebut.

Proses verifikasi ini dilakukan dengan mengambil

langsung bukti berupa citra atau foto pada kondisi real

dilapangan. Untuk mendeteksi banjir dengan analisis

gambar, pada beberapa studi literatur umumnya terdiri

dari tiga cara, yaitu: (a) penggunaan gambar dari

satelit; (b) penggunaan gambar dari kamera tetap di

tanah; dan (c) penggunaan gambar dari pesawat

terbang atau unmanned aerial vehicle (UAV) atau

yang biasa kita kenal dengan drone. Dengan

mempertimbangkan akurasi data, biaya dan

fleksibilitas, maka metode UAV adalah metode yang

relatif lebih murah, lebih fleksibel namun dapat

menghasilkan akurasi gambar yang baik, bahkan

dalam kondisi cuaca buruk (Popescu et al., 2017).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan nilai-nilai skala perbandingan

antar kriteria yang telah disepakati, maka disusun

dalam tabel matriks yang selanjutnya dilakukan

dengan AHP yaitu pada Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6

(Saputra et al., 2020)

Tabel 4. Matriks Perbandingan Antar Kriteria

Kriteria El Sl As JDL JDS TGL CH DD JT

El 1 3 4 2 1 3 4 5 5

Sl 0,33 1 2 0,5 0,5 0,5 2 4 4

As 0,25 0,5 1 0,25 0,25 0,33 2 2 2

JDL 0,5 2 4 1 1 2 4 5 5

JDS 1 2 4 1 1 2 4 5 5

TGL 0,33 2 3 0,5 0,5 1 3 3 3

CH 0,25 0,5 0,5 0,25 0,25 0,33 1 2 2

DD 0,2 0,25 0,5 0,2 0,2 0,33 0,5 1 1

JT 0,2 0,25 0,5 0,2 0,2 0,33 0,5 1 1

Ʃ = 4,07 11,5 19,5 5,9 4,9 9,83 21 28 28

Sumber: Hasil perhitungan, 2019

Page 5: PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN

Pemodelan Peta Rawan Banjir Rob di Belawan 27

Ahmad Bima Nusa, A. Perwira Mulia Tarigan, Sirojuzilam, Agus Purwoko, Novrizal Ardian Saputra

Tabel 5. Bobot Kriteria

Kriteria Bobot

Elevasi (El) 0,234

Slope (Sl) 0,099

Aspek (As) 0,058

Jarak dari laut (JDL) 0,181

Jarak dari sungai (JDS) 0,194

Tata guna lahan (TGL) 0,117

Curah hujan (CH) 0,050

Drainage density (DD) 0,033

Jenis tanah (JT) 0,033

Sumber: Hasil perhitungan, 2019

Tabel 6. Nilai Priority Vector Pada Tiap Kriteria

Kriteria Priority

vector

El 2,108

Sl 0,890

As 0,522

JDL 1,627

JDS 1,750

TGL 1,055

CH 0,448

DD 0,300

JT 0,300

Ʃ = 9,000

Uji Konsistensi AHP

Setelah didapatkan nilai bobot semua kriteria, maka

dilakukan uji konsistensi AHP dengan tahapan sebagai

berikut:

1. Menghitung perkalian matrik antara bobot dan

skor kriteri.

Hasil yang diperoleh

[ 2,2030,9060,5321,6891,8071,1040,4530,3060,306]

2. Hasil perkalian matriks tiap kriteria dibagi lagi

dengan bobot dari kriteria tersebut, yaitu:

9,409 9,348 9,097

9,158 9,293 9,177

9,179 9,417 9,177

3. Dengan menjumlahkan semua hasil, maka

diperoleh nilai 𝜆𝑚𝑎𝑥 = 9,251

4. Nilai indeks konsistensi / consistency index (CI) =

0,031

5. Nilai konsistensi acak / random consistency (RI) =

1,45.

6. Nilai rasio konsistensi / consistency ratio (CR) =

0,021

Hasil perhitungan uji konsistensi AHP di atas,

didapatkan nilai CR (0,021) < 0,1 sehingga analisa

AHP ini dapat dinyatakan konsisten.

Hasil Skor dan Klasifikasi dengan Gis

Klasifikasi 5 tingkat disesuaikan ke dalam

sebuah notasi tingkatkan dan warna yang dapat dilihat

pada Tabel 3.

(a) (b) (c)

Page 6: PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN

28 Jurnal Pembangunan Perkotaan 8 (1) (2020) : 23-32

Gambar 3. Peta Hasil Klasifikasi Tiap Kriteria: (a) Elevasi, (b) Slope, (c) Aspek, (d) Jarak Dari Laut,

(e) Jarak Dari Sungai, (f) Tata Guna Lahan, (g) Curah Hujan, (h) Drainage Density, (i) Jenis Tanah

Berdasarkan hasil yang di dapat dari AHP dan

GIS maka pada Gambar 3(f), klasifikasi area

pemukiman di Belawan sebahagian berada pada

daerah dengan elevasi rendah dilihat pada dilihat dari

warna merah dan jingga . Hasil klasifikasi slope pada

Gambar 3(b), area kecamatan Belawan mayoritas

memiliki tingkat resiko tinggi, karena kondisi lahan

yang sebagian besar mempunyai kemiringan rendah.

Pada Gambar 3(h). drainage density kecamatan

Belawan juga sebagian cukup tinggi. Gambar 3(e)

menunjukkan bahwa area ini dilalui di kecamatan

Belawan cukup banyak anak sungai. Untuk kondisi

curah hujan yang tinggi pada Gambar 3(g)

menyebabkan air pasang yang bergerak ke darat

tertahan aliran air yang bersumber dari hujan deras

sehingga kondisi ini yang menyebabkan banjir rob.

Gambar 3(i), kondisi tanah pada daerah kecamatan

Belawan justru dengan kondisi mayoritas sedang

tetapi akibat jenuh, maka tanah tidak lagi mampu

untuk menyerap air dan hal ini semakin meningkatkan

resiko banjir rob.

(d) (e)

(g) (h)

(f)

(i)

Page 7: PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN

Pemodelan Peta Rawan Banjir Rob di Belawan 29

Ahmad Bima Nusa, A. Perwira Mulia Tarigan, Sirojuzilam, Agus Purwoko, Novrizal Ardian Saputra

Gambar 4. Peta Zona Rawan Banjir Rob

Hasil analisa dari Gambar 4 menunjukkan bahwa lebih

dari 80% Belawan berada pada tingkat kerawanan

yang sedang, tinggi, dan sangat tinggi banjir rob.

Berdasarkan validasi lapangan, akurasi dari peta yang

dihasilkan memberikan tingkat ketelitian mencapai

73% yang dianggap cukup memuaskan mengingat

keseluruhan data yang digunakan merupakan data

sekunder. Selanjutnya peta hasil pemodelan ini dapat

digunakan sebagai dasar kebijakan dalam upaya

mitigasi banjir rob di Kota Medan. Strategi banjir rob

yang diusulkan di sini dapat berjenjang sesuai dengan

tingkat kerawan banjir robnya. Strategi mitigasi berat,

yang lebih bercirikan kepada pendekatan hard

structures dari pada soft structures, ditujukan untuk

zona dengan tingkat kerawanan sangat tinggi dan

tinggi. Strategi mitigasi moderat, yang bercirikan

kepada pendekatan berimbang antara hard structures

dan soft structures, ditujukan untuk zona dengan

tingkat kerawanan sedang dan rendah. Sedangkan

strategi mitigasi ringan, yang lebih bercirikan kepada

pendekatan soft structures dari pada hard structures,

ditujukan untuk zona dengan tingkat kerawanan

sangat rendah.

KESIMPULAN

Dari hasil dan analisa yang telah dilakukan

pada penelitian ini, maka ada beberapa poin

kesimpulan yang dapat disampaikan sebagai berikut:

1. Model Pemetaan rawan banjir di kecamatan

Belawan dapat dilakukan secara rasional dan

konsisten berdasarkan AHP dengan

mempertimbangkan aspek teknis berupa elevasi,

slope, aspek, jarak dari laut, jarak dari sungai,

curah hujan, jenis tanah dan drainage density, dan

juga dengan aspek sosial lingkungan berupa tata

guna lahan.

2. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa lebih dari

80% Belawan berada pada tingkat kerentanan

sedang, tinggi dan sangat tinggi banjir rob.

3. Dari hasil penskoran daerah rawan banjir rob

pada tingkat kelurahan, diketahui bahwa untuk

daerah yang paling rawan terkena banjir rob

dengan parameter luas area yang beresiko tinggi

dan sangat tinggi di Kecamatan Medan Belawan

adalah:

a. Kelurahan Pulau Sicanang.

b. Kelurahan Bagan Deli

Page 8: PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN

30 Jurnal Pembangunan Perkotaan 8 (1) (2020) : 23-32

4. Hasil validitas pengecekan akurasi dari pemetaan

menunjukkan bahwa 73% data sesuai dengan

kondisi di lapangan.

5. Ada 3 alternatif strategi mitigasi banjir rob yang

diusulkan berdasarkan tingkat kerawanan banjir

rob yaitu: strategi mitigasi berat untuk zona

dengan tingkat kerawanan sangat tinggi dan

tinggi, strategi mitigasi moderat untuk zona

dengan tingkat kerawanan sedang dan rendah, dan

strategi mitigasi ringan untuk zona dengan tingkat

kerawanan sangat rendah.

Berdasarkan dari hasil yang diperoleh, maka

ada beberapa rekomendasi yang menjadi

pertimbangan dalam mengambil kebijakan:

1. Tindakan penanganan banjir rob dapat

diprioritaskan pada daerah-daerah sesuai peta

zona rawan banjir rob pada penelitian ini.

2. Pada daerah dengan tingkat rawan sedang hingga

tinggi, perlu dilakukan sosialisasi dari pemerintah

daerah kepada masyarakat setempat mengenai

kerugian akibat banjir rob agar masyarakat

setempat dapat lebih menjaga lingkungan dan

tidak bertindak yang dapat meningkatkan resiko

terjadinya banjir rob pada wilayah tersebut.

3. Perlu perhatian yang sangat serius dari

Pemerintah terkait rawan banjir rob ini terutama

pada Kota Belawan dan dapat diprediksi jika

persoalan ini tidak segera diatasi, maka pada

tahun 2100 Kota Belawan akan tergenang

seluruhnya.

4. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan

menambahkan faktor penurunan tanah dan iklim.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ditujukan kepada

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi

yang telah memberikan dana beasiswa pada program

studi Doktoral Perencanaan Wilayah di USU Medan.

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, E., Agarwal, R., Garg, R., Garg, P., 2013.

Delineation of groundwater potential zone: An

AHP/ANP approach. Journal of earth system

science 122, 887–898.

Ahakili, B., 2016. Metode Multi Criteria Planning Of

Urban Infrastructure System (Mcpuis) Dalam

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Perkotaan.

Jurnal Technopreneur (JTech) 4, 43–51.

Al-Harbi, K.M.A.-S., 2001. Application of the AHP in

project management. International journal of

project management 19, 19–27.

Aydi, A., Abichou, T., Nasr, I.H., Louati, M., Zairi,

M., 2016. Assessment of land suitability for

olive mill wastewater disposal site selection by

integrating fuzzy logic, AHP, and WLC in a

GIS. Environmental monitoring and

assessment 188, 59.

Calizaya, A., Meixner, O., Bengtsson, L., Berndtsson,

R., 2010. Multi-criteria decision analysis

(MCDA) for integrated water resources

management (IWRM) in the Lake Poopo

Basin, Bolivia. Water Resources Management

24, 2267–2289.

Chabuk, A.J., Al-Ansari, N., Hussain, H.M.,

Knutsson, S., Pusch, R., 2017. GIS-based

assessment of combined AHP and SAW

methods for selecting suitable sites for landfill

in Al-Musayiab Qadhaa, Babylon, Iraq.

Environmental Earth Sciences 76, 209.

Chowdary, V., Chakraborthy, D., Jeyaram, A.,

Murthy, Y.K., Sharma, J., Dadhwal, V., 2013.

Multi-criteria decision making approach for

watershed prioritization using analytic

hierarchy process technique and GIS. Water

resources management 27, 3555–3571.

DetikNews, 2012. Selain Supermoon, Banjir Rob di

Medan juga Disebabkan Curah Hujan Tinggi

[WWW Document]. news.detik.com. URL

https://news.detik.com/berita/d-

1912589/selain-supermoon-banjir-rob-di-

medan-juga-disebabkan-curah-hujan-

tinggi?_ga=2.5504054.4473571.1564980712-

994419755.1527820920

Gumusay, M.U., Koseoglu, G., Bakirman, T., 2016.

An assessment of site suitability for marina

construction in Istanbul, Turkey, using GIS and

AHP multicriteria decision analysis.

Environmental monitoring and assessment 188,

677.

Kamali, M., Alesheikh, A.A., Khodaparast, Z.,

Hosseinniakani, S.M., Borazjani, S.A.A., 2015.

Application of delphi-AHP and fuzzy-GIS

approaches for site selection of large extractive

industrial units in Iran. Journal of Settlements

and Spatial Planning 6, 9.

Khodaparast, M., Rajabi, A.M., Edalat, A., 2018.

Municipal solid waste landfill siting by using

GIS and analytical hierarchy process (AHP): a

case study in Qom city, Iran. Environmental

earth sciences 77, 52.

Kurniawan, L., 2014. Kajian Banjir Rob di Kota

Semarang (Kasus Dadapsari). Alami 8.

Marfai, M.A., King, L., Sartohadi, J., Sudrajat, S.,

Budiani, S.R., Yulianto, F., 2008. The impact

of tidal flooding on a coastal community in

Semarang, Indonesia. The Environmentalist 28,

237–248.

Ouma, Y.O., Tateishi, R., 2014. Urban Flood

Vulnerability and Risk Mapping Using

Integrated Multi-Parametric AHP and GIS:

Methodological Overview and Case Study

Assessment, Water, 6, 1515–1545.

Papaioannou, G., Vasiliades, L., Loukas, A., 2015.

Multi-criteria analysis framework for potential

flood prone areas mapping. Water resources

management 29, 399–418.

Page 9: PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN

Pemodelan Peta Rawan Banjir Rob di Belawan 31

Ahmad Bima Nusa, A. Perwira Mulia Tarigan, Sirojuzilam, Agus Purwoko, Novrizal Ardian Saputra

Popescu, D., Ichim, L., Stoican, F., 2017. Unmanned

aerial vehicle systems for remote estimation of

flooded areas based on complex image

processing. Sensors 17, 446.

Rahardjo, J., Yustina, R., Stok, R.E., 2004. Penerapan

Multi-Criteria Decision Making Dalam

Pengambilan

Keputusan Sistem Perawatan. Jurnal Teknik Industri

2, 1–12.

Saaty, T.L., 2008. Decision making with the analytic

hierarchy process. International journal of

services sciences 1, 83–98.

Santama, J., 2017. Banjir Rob 50 Cm di Belawan

Sumut, Ratusan Rumah Terendam [WWW

Document]. news.detik.com. URL

https://news.detik.com/berita/d-

3485681/banjir-rob-50-cm-di-belawan-sumut-

ratusan-rumah-

terendam?_ga=2.253377292.4473571.1564980

712-994419755.1527820920

Saputra, N. A., Tarigan, A. P. M, dan Nusa, A. B.,

2020. Penggunaan Metode AHP dan GIS

Untuk Zonasi Daerah Rawan Banjir Rob di

Wilayah Medan Utara. Media Komunikasi

Teknik Sipil, Volume 26, No. 1, 2020, 73-82.

Serbu, R., Marza, B., Borza, S., 2016. A spatial

Analytic Hierarchy Process for identification of

water pollution with GIS software in an eco-

economy environment. Sustainability 8, 1208.

Page 10: PEMODELAN PETA RAWAN BANJIR ROB DI BELAWAN

32 Jurnal Pembangunan Perkotaan 8 (1) (2020) : 23-32