pemungut ppn
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Pemungut PPN dan Pengisian
Faktur Pajak”. Dalam pembuatan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak Dr. Richard Eddy Tampubolon, S.E., Ak., M.B.A., M.M. yang telah
memberikan kesempatan dan memberi fasilitas sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada
waktunya. Serta kedua orang tua kami yang telah memberikan bantuan materiil maupun
do’anya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
kami khususnya. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kami mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan ke arah kesempurnaan. Akhir kata kami menyampaikan terimakasih.
Tangerang Selatan, 7 Juli 2014
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................2
PENDAHULUAN......................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................................4
A. Prinsip Dasar Pengreditan Pajak Masukan.....................................................................4
B. Pengreditan Pajak Masukan dalam Masa Pajak yang Tidak Sama................................7
C. Kriteria Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan...........................................................8
D. Kriteria Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan................................................8
E. Ketentuan Mengenai Gagal Berproduksi.....................................................................12
1. PKP Dan Mekanisme PK dan PM...........................................................................12
2. Belum Berproduksi Dan Barang Modal...................................................................13
3. Pengertian Gagal Berproduksi.................................................................................14
4. Tata Cara Pengembalian..........................................................................................15
5. Pengkreditan Setelah Batas Waktu Gagal Produksi................................................15
6. Tata Cara Pengembalian Setelah Batas Waktu Gagal Produksi..............................16
7. Gagal Produksi Akibat Bencana Alam....................................................................16
8. Sanksi Bunga............................................................................................................17
9. Tindakan Pemeriksaan dan Pencabutan PKP...........................................................17
BAB III..................................................................................................................................................19
PENUTUP.............................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................20
A.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam peraturan sebelumnya yaitu KMK Nomor 563/KMK.03/2003
tanggal 24 Desember 2003 pada Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa
Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
ditetapkan sebagai Pemungut PPN. Pada Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa
Pemungut PPN sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang
melakukan pembayaran atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena
pajak oleh pengusaha kena pajak rekanan pemerintah atas nama pengusaha kena
pajak rekanan pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
Keputusan Menteri Keuangan ini menggantikan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 549/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 tanggal 06 Juni
2012 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara sebagai Pemungut PPN
untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini mulai
berlaku efektif tanggal 01 Juli 2012. Peraturan Menteri Keuangan ini
dikeluarkan dengan tujuan untuk memudahkan pemungutan PPN atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada
BUMN. Pasal 2 menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Negara ditunjuk
sebagai pemungut PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah. Dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
oleh rekanan kepada BUMN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh BUMN.
Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa rekanan sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) merupakan pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada BUMN. Selanjutnya mengenai
jumlah pungutan pajak yang wajib dipungut, disetorkan dan dilaporkan oleh
BUMN sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) adalah sebesar 10%
(sepuluh persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP). Dalam Pasal 4
ayat (2) disebutkan bahwa dalam hal atas penyerahan Barang Kena Pajak selain
terutang Pajak Pertambahan Nilai juga terutang Pajak Penjualan atas Barang
Mewah maka jumlah yang harus dipungut oleh BUMN adalah sebesar tarif
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku dikalikan dengan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP).
1.2 Rumusan Masalah
A. Pengertian Pemungut PPN
B. Macam-macam pemungut Pajak dan kaitannya dengan pengisian Faktur Pajak
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemungut Pajak
Pemungut PPN adalah Bendaharawan Pemerintah, Badan, atau Instansi
Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor
dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan atau
penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah tersebut. (Pasal 1 angka 27 UU PPN).
Mekanisme pemungutan PPN pada dasarnya dilakukan oleh si penjual
atau penerima uang, namun dalam hal untuk mengamankan dan mempercepat
pemasukan ke kas negara maka dilakukan sistem pemungutan dan penyetoran
PPN oleh PUT PPN. Oleh karena itu, Pemerintah menentukan Badan-Badan
atau Instansi yang harus melakukan pemungutan dan penyetoran
PPN. Contoh : PKP XYZ melakukan penjualan berupa komputer kepada
Pemerintah Kota Tangerang Selatan melalui Bendahara Pemerintahnya. Karena
PKP XYZ melakukan penyerahan BKP kepada bendahara pemerintah Pemda
Kota Tangsel, maka Bendahara Pemda Kota Tangsel wajib memungut,
menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas transaksi tersebut.
Mengingat PPN Pajak Keluaran telah disetor dan dilaporkan oleh PUT
PPN, maka penjual yang bukan PUT PPN tidak perlu lagi melakukan
pemungutan dan penyetoran PPN, akan tetapi tetap melakukan pelaporan dalam
SPt Masa PPN Formulir 1107-A.
Pemungut PPN dan atau PPnBM berdasarkan Keppres 56 tahun 1988 telah
dicabut dengan Keppres 180 tahun 2000. Kemudian ditunjuk kembali dengan
KMK No.547/KMK.04/2000.
B. Macam-macam Pemungut Pajak dan Kaitannya dengan Pengisian
Faktur Pajak
Pemungut PPN adalah sebagai berikut :
1. KPKN (Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara), sekarang menjadi KPPN
(Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara);
2. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten
atau Kota;
3. Pertamina;
4. Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya dibidang Minyak, Gas
Bumi, Panas Bumi dan pertambangan umum lainnya;
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); / Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD);
6. Bank Milik Negara; / Bank Milik Daerah;
7. Bank Indonesia;
Namun, seiring dengan penyederhanaan sistem pemungutan PPN, sejak 1
Januari 2004 sesuai KMK No.563/KMK.03/2003, pemungut PPN hanyalah
Bendaharawan Pemerintah dan KPKN (sekarang menjadi KPPN – Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara). Kemudian diatur lebih lanjut tentang
penunjukan Pemungut PPN untuk KPS Migas sejak 1 Januari 2005 sesuai
PMK No.11/PMK.03/2005dan berdasarkan PMK No.73 Tahun 2010 menjadi
Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan
kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya
Panas Bumi. Dan sekarang berdasarkan PMK No. 85/PMK.03/2012 jo. PMK
No.136/PMK.03/2012 BUMN kembali ditunjuk sebagai pemungut PPN.
PKP Rekanan
Dalam ranah pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikenal pula istilah
PKP Rekanan. Yang dimaksud dengan PKP Rekanan adalah Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
kepada Pemungut PPN. PKP Rekanan yang melakukan transaksi penyerahan
BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah /
Bendaharawan KPPN dinamakan PKP Rekanan Pemerintah.
Contoh 3 : PKP ABC melakukan penyerahan BKP kepada Bendahara
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Dalam transaksi ini, PKP ABC
bertindak selaku PKP Rekanan Pemerintah.
1. Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut PPN dan atau PPnBM
Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/2000
Jo. KMK No.563/KMK.03/2003 jis Lampiran I Kep-DJP No.382/PJ./2002.
Praktiknya, bendaharawan pemerintah di Satuan Kerja (Satker) tertentu
akan langsung meminta membuat SSP dari rekanan atau penyedia barang dan
jasa. SSP dibuat oleh penyedia barang dan jasa saat (bersamaan) dengan
pembuatan faktur tagihan ke bendaharawan. Nanti atas PPN tersebut disetorkan
oleh bendaharawan melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPPN).
Tata cara Pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dan atau PPnBM
oleh Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
a. Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang
melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
b. PPN dan PPNBM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh
PKP Rekanan Pemerintah yang pembayarannya melalui Bendaharawan
Pemerintah, dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan
Pemerintah atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
c. Penyerahan JKP oleh instansi pemerintah yang pembayarannya melalui
KPKN /KPPN atau Bendaharawan Pemerintah tidak dipungut PPN
sepanjang pembayaran tersebut berasal dari APBN / APBD dan Instansi
Pemerintah yang menyerahkan JKP memasukkan pembayaran yang diterima
ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari
Instansi Pemerintah tersebut.
PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dalam
hal :
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000 dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah (termasuk PPN dan PPnBM).
2. Pembayaran untuk pembebasan tanah, kecuali pembayaran atas penyerahan
tanah oleh real estate atau industrial estat.
3. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku mendapat fasilitas PPN tidak dipungut
dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain:
Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari
PPN berdasarkan PP No. 146 tahun 2000 tentang Impor dan atau
Penyerahan BKP / JKP Tertentu.
Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari
PPN berdasarkan PP No. 12 tahun 2001 jo. PP No.43 tahun 2002 tentang
Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang bersifat strategis.
Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang PPN-nya tidak
dipungut berdasarkan PP No. 42 tahun 1995 jo. PP No.25 tahun 2001
tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM dan PPh
dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah
atau Dana Pinjaman Luar Negeri.
4. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan bukan Bahan Bakar
Minyak oleh PTPertamina.
5. Pembayaran atas rekening telepon kepada telkom atau kepada perusahaan
telekomunikasi lainnya.
6. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan.
7. Pembayaran lainnya untuk Pembayaran atas penyerahan Barang atau Jasa
yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan
PPN berdasarkan PP No. 144 tahun 2000.
PPN dan PPnBM yang terutang sehubungan dengan pembayaran yang
jumlahnya paling banyak sebesar Rp.1.000.000, dipungut dan disetor sendiri
oleh PKP Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum.
Pemungut PPN tidak perlu memungut PPN dan atau PPnBM atas
penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh bukan PKP (Lampiran I
Huruf D angka 6 Kep-DJP No.382/PJ/2002).
Pemungut PPN wajib memberitahukan kepada kepala KPP dalam bentuk
daftar nama yang berisi nama, alamat, NPWP, nilai transaksi, nomor dan tanggal
faktur penjualan atau dokumen yang sejenis, apabila terjadi transaksi dengan
rekanan yang bukan PKP dan daftar tersebut dilampirkan pada SPT Masa bagi
Pemungut PPN.
Sejak 1 Januari 2004, sesuai KMK No.571/KMK.03/2003 ketentuan
tentang Pengusaha Kecil adalah Pegusaha yang menyerahkan BKP (Barang)
dan atau JKP (Jasa) dalam 1 tahun buku jumlah peredaran / penerimaan bruto
tidak melebihi Rp.600.000.000 setahun.
Jika jumlah peredaran / penerimaan bruto Rp.600.000.000 setahun ke
atas, maka Pemungut PPN tidak boleh melakukan transaksi pembelian, kalau
rekanan tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP.
Mekanisme pemungutan dan penyetoran
Pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan pada saat pembayaran dengan
cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP rekanan Pemerintah.
Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran melalui Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara, wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai
dan pajak Penjualan Atas Barang Mewah Yang terutang oleh Pengusaha Kena
Pajak yang terutang dipungut oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
dimaksud. (KMK No.563/KMK.03/2003)
Penyetoran PPN dan PPnBM yang terutang, dilakukan paling lambat 7
hari setelah bulan terjadinya pembayaran tagihan, jika jatuh pada hari libur,
maka saat penyetoran pada hari kerja berikutnya.Contoh : PKP A melakukan
penyerahan BKP kepada Bendaharawan Pemerintah pada tanggal 23 November
2010. Pembayaran dilakukan pada tanggal 25 November 2010, sehingga
pemungutan dilakukan pada tanggal 25 November 2010. Bendaharawan
Pemerintah wajib menyetor PPN yang sudah dipungut itu selambat – lambatnya
tanggal 7 Desember 2010.
Bendaharawan pemerintah wajib melaporkan PPN dan PPnBM yang
telah dipungut dan disetor ke KPP dan KPKN setempat, paling lambat 20 hari
setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan.Contoh : Menggunakan situasi
seperti contoh sebelumnya, maka Bendaharawan Pemerintah itu wajib
melaporkan PPN yang sudah dipungutnya dari PKP A selambat – lambatnya
tanggal 20 Desember 2010.
Pelaporannya dengan menggunakan SPT Masa PUT 1101 (Kep-DJP
No.511/PJ./2001), berlaku mulai Masa Juli 2001 (SE-26/PJ.5/2001), sejak 1
Januari 2007 menggunakan SPT Masa PUT 1107 (PER-DJP No. 147/PJ./2006)
Tata Cara Penghitungan
Dasar Pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran yang
dilakukan oleh bendaharawan Pemerintah. Dalam hal penyerahan BKP hanya
terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari
jumlah pembayaran.
· Jumlah pembayaran Rp.11.000.000
· Jumlah PPN 10/110 x Rp.11.000.000 Rp. 1.000.000
· Sisa yang dibayarkan kepada PKP Rekanan Rp.10.000.000
Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang
menghasilkan BKP yang tergolong Mewah tersebut, disamping terutang PPN
juga terutang PPnBM, maka jumlah PPN dan PPNBM yang dipungut adalah sbb
:
Misal :
PPnBM sebesar 20%, maka Jumlah PPN yang dipungut 10/130 bagian dari
jumlah pembayaran, sedangkan PPnBM yang dipungut adalah 20/130 bagian
dari jumlah pembayaran. Contoh :
Jumlah pembayaran (include PPN dan PPnBM 20%) Rp.13.000.000
PPN yang dipungut 10/130 x Rp.13.000.000 Rp. 1.000.000
PPnBM yang dipungut 20/130 x Rp.13.000.000 Rp. 2.000.000
Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan Rp.10.000.000
Dalam hal jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut PPN
tersebut sudah termasuk PPN dan atau PPNBM didalamnya tanpa
memperhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan pemungutan PPN
atau PPnBm maupun tidak.
Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak dan Penyetoran
a. PKP Rekanan pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat
menyampaikan tagihan kepada bendaharawan Pemerintah baik untuk
sebagian maupun seluruh pembayaran, jika pembayaran diterima terlebih
dahulu sebelum penagihan, Faktur Pajak wajib diterbitkan saat pembayaran
diterima.
b. Jika terutang PPnBM maka cantumkan PPnBM yang terutang pada Faktur
Pajak.
c. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 :
* Lembar ke-1 = Untuk Bendaharawan Pemerintah
* Lembar ke-2 = Arsip PKP Rekanan Pemerintah
* Lembar ke-3 = Untuk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah
* Sejak tahun pajak 2007, mengingat peruntukannya jelas, maka rekanan
dapat membuat FP Rangkap 3.
d. Setiap lembar Faktur Pajak Standar wajib dibubuhkan cap “ Disetor tanggal
…………” dan menandatanganinya.
e. Jika penyerahan BKP dan atau JKP dalam rangka Proyek Pemerintah yang
dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, PKP rekanan sebagai
kontraktor, konsultan, dan Pemasok Utama wajib membuat Faktur Pajak
yang dibubuhi cap” PPN dan PPnBM Tidak Dipungut”
f. Atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000, sepanjang
terutang PPN walaupun tidak dipungut oleh Pemungut PPN, tetap harus
dibuatkan Faktur Pajak oleh PKP Rekanan yang menyerahkan BKP atau
JKP tersebut.
g. Pembuatan Faktur Pajak harus mengacu Kep-DJP No.549/PJ./2000 jis Kep-
DJP No.323/PJ./2001, Jis Kep-DJP No. 433/PJ./2002, Jo. Per-159/PJ./2006
h. Tata cara pembuatan dan pembetulan Faktur Pajak
Standar sehubungan dengan penagihan dan pembayaran dalam mata uang
asing oleh pemungut PPN :
1. PKP Rekanan wajib menerbitkan Faktur Pajak Standar pada saat
melakukan penagihan kepada Pemungut PPN dengan mempergunakan
kurs yang berlaku menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan pada saat
Faktur Pajak diterbitkan.
2. Pada prinsipnya, PPN yang terutang harus dikonversi ke dalam mata
uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Surat
Keputusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan pembayaran oleh
Pemungut PPN. Sejak tahun 2007, tidak diatur atau aturan ini dihapus.
3. Dalam hal kurs pada saat penagihan berbeda dengan saat pembayaran,
Pemungut PPN membetulkan Faktur Pajak Standar dengan
menyesuaikan jumlah rupiah, baik DPP maupun PPN dan atau PPnBM
yang terutang dengan cara mencoret angka yang diperbaiki dan
mencamtumkan angka yang seharusnya serta membubuhkan paraf
disamping angka yang diperbaiki tersebut (tidak boleh dihapus atau di
tip-ex).Sejak tahun 2007, tidak diatur dalam Per-159/PJ./2006,
namun karena dalam PP 143 tahun 2000. ketentuan ini belum
dihapus. Dengan demikian ketentuan ini tetap berlaku.
PP 143 tahun 2000
Pasal 10
Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut pada saat pembayaran
oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Pasal 11
1) Apabila pembayaran atau Harga Jual atau Penggantian dilakukan dengan
mempergunakan mata uang asing, maka penghitungan besarnya Pajak yang
terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan
kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan
Faktur Pajak.
2) Dalam hal pembayaran atau Harga Jual atau Penggantian yang dilakukan
sehubungan dengan pelaksanaan Pasal 16A Undang-undang PPN
mempergunakan mata uang asing, maka besarnya Pajak yang terutang harus
dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku
menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan pembayaran oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
i. Bendaharawan Pemerintah sebagai PKP, apabila telah menyetor PPN atas
Faktur Pajak PKP Rekanan, maka merupakan bukti Pajak Masukan.
Sepanjang memenuhi Pasal 9 ayat 8 UU PPN, Pajak Masukan tersebut
dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak terjadinya
pembayaran.
j. SSP dibuat atas nama, alamat, dan NPWP PKP Rekanan, sedangkan yang
menandatangani adalah Pemungut PPN sebagai penyetor atas nama PKP
Rekanan rangkap lima, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan sbb :
* Lembar ke-1 = Arsip PKP Rekanan Pemerintah.
* Lembar ke-2 = Untuk KPP melalui KPKN.
* Lembar ke-3 = Untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan dalam
SPT
Masa PPN.
* Lembar ke-4 = Untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
* Lembar ke-5 =Untuk pertinggal Pemungut PPN (Bendaharawan
Pemerintah).
k. Pada setiap lembar Faktur Pajak setelah PPN disetor oleh Bendaharawan
Pemerintah wajib dibubuhi cap "Disetor tanggal .............................." dan
ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah.
l. Faktur pajak dan SSP yang PPN dan atau PPnBM-nya telah disetorkan
kepada Kas Negara/Bank Persepsi/Kantor Pos dan Giro merupakan bukti
pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM. (Lampiran I huruf G angka 1
Kep-DJP No.382/PJ./2002.
Tata Cara Pelaporan
a. PPN yang telah dipungut dan disetor, wajib dilaporkan Bendaharawan
Pemerintah ke KPP tempat Bendaharawan Pemerintah terdaftar dengan
menggunakan "SPT Masa Bagi Pemungut PPN" (Formulir PUT-1107) yang
dibuat dalam rangkap 3, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan, yang masing-masing
diperuntukkan sbb :
* Lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP.
* Lembar ke-2, untuk KPKN.
* Lembar ke-3, untuk Arsip bendaharawan pemerintah.
b. Selain menyampaikan laporan Formulir PUT-1107, Bendaharawan
Pemerintah wajib membuat daftar rekanan sebagaimana dimaksud dalam
surat Menteri Keuangan Nomor S-331/KMK.04/1999 tentang Pengawasan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan oleh Bendaharawan Pemerintah dan
BUMN / BUMD.
c. Pemungut PPN termasuk dalam pengertian WP dan Penanggung Pajak,
maka kepadanya dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat
Ketetapan Pajak (SKP) apabila Pemungut PPN tidak melakukan
kewajibannya sesuai ketentuan berlaku. (SE-43/PJ.51/2002)
d. Sejak 1 Januari 2007 menjadi sbb :
SPT terdiri dari :
Induk SPT - Formulir 1107 PUT (F.1.2.32.02);
Lampiran 1 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh
Bendaharawan Pemerintah - Formulir 1107 PUT 1 (D.1.2.32.03);
Lampiran 2 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh Selain
Bendaharawan Pemerintah - Formulir 1107 PUT 2 (D.1.2.32.04).
SPT 1107 PUT wajib diisi oleh setiap Pemungut PPN kecuali Penerbit
SPM.
Penerbit SPM yaitu Pejabat yg diberi kewenangan utk melakukan tindakan yg
mengakibatkan pengeluaran anggaran, menguji tagihan kpd negara &
menandatangani SPM yg ditunjuk oleh Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa
Pengguna Anggaran.
2. KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) sebagai Pemungut PPN dan
atau PPnBM.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 550/KMK.04/2000 Jo.
KMK No.563/KMK.03/2003 jis Lampiran I Kep-DJP No.382/PJ./2002.
1) PPN dan PPNBM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh
PKP Rekanan Pemerintah yang pembayarannya melalui KPKN, dipungut
oleh KPKN.
2) Pemungutan tersebut dilakukan saat pembayaran, dengan cara
pemotongan secara langsung dari tagihan rekanan pemerintah pada saat
Surat Perintah Membayar (SPM) yang bersangkutan.
3) Ketentuan penghitungan, pemungutan, penyetoran dan pelaporan sama
seperti transaksi ke Bendaharawan Pemerintah.
Sesuai Pasal 7 KMK No.563/KMK.03/2003, Kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara / KPPN (saat ini) wajib menolak permintaan Pembayaran
berikutnya yang diajukan Bendaharawan Pemerintah dalam hal ketentuan
dibawah ini tidak dipenuhi :
a. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang melakukan pembayaran atas
penyerahan Barangg Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha
Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
b. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara
langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.
c. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dilakukan paling
lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran
tagihan.
d. Dalam hal hari ketujuh jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
e. Bendaharawan Pemerintah wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan
pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut dan disetor ke Kantor
Pelayanan Pajak dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara setempat,
paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya bulan dilakukan
pembayaran tagihan.
f. Pelaporan pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dilakukan dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara wajib rnenyampaikan daftar
Bendaharawan Pemerintah yang berada dalam wilayah kerjanya beserta daftar
perubahannya setiap 3 (tiga) bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak yang
ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.
Mekanisme pemungutan dan penyetoran
a. Penyetoran PPN dan PPnBM yang terutang, dilakukan pada saat pembayaran
KPPN oleh KPPN kepada PKP Rekanan.
b. KPPN tidak wajib menggunakan Pelaporan SPT Masa PUT 1101
Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran
a. PKP Rekanan pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat
menyampaikan tagihan kepada KPPN baik untuk sebagian maupun seluruh
pembayaran. Jika terutang PPnBM maka cantumkan PPnBM yang terutang
pada Faktur Pajak.
b. SSP diisi atas nama NPWP Rekanan Pemerintah, tetapi
penandatanganan SSP dilakukan oleh KPPN sebagai penyetor atas nama
PKP rekanan.
c. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 :
* Lembar ke-1 = Untuk KPPN
* Lembar ke-2 = Arsip PKP Rekanan Pemerintah
* Lembar ke-3 = Untuk KPP melalui KPPN
d. SSP dibuat dalam rangkap Empat, setelah PPN dan atau PPnBM disetor ke
Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan
sebagai berikut :
* Lembar ke-1= Arsip PKP Rekanan Pemerintah.
* Lembar ke-2= Untuk KPP melalui KPPN.
* Lembar ke-3= Untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan dalam SPT
Masa PPN.
* Lembar ke-4= Untuk Pertinggal Pemungut PPN.
e. Pada setiap lembar Faktur Pajak setelah PPN disetor oleh KPPN
dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
f. SSP Lembar ke-1 dan lembar ke-2 dibubuhi cap "TELAH DIBUKUKAN"
oleh KPPN.
Tata Cara Pelaporan
a. KPPN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 Faktur Pajak yang telah
dibubuhi catatan nomor dan tanggal advis SPM kepada KPP dengan Surat
Pengantar.
b. Dalam hal tidak ada Faktur Pajak yang disampaikan pada hari itu maka
surat pengantar tetap dibuat dengan catatan "Faktur Pajak Nihil".
c. KPPN wajib melakukan pengawasan dan menyampaikan daftar
Bendaharawan Pemerintah dan perubahannya yang berada dalam wilayah
kerjanya kepada KPP setempat triwulan.
d. KPPN wajib menolak permintaan pembayaran berikutnya yang diajukan
Bendaharawan Pemerintah apabila berdasarkan hasil pengawasan tersebut
diatas Bendaharawan Pemerintah tidak melakukan pemungutan, penyetoran
dan pelaporan PPN dan PPnBM yang merupakan kewajibannya.
Bagi PKP Rekanan, apabila Pemungut PPN adalah KPPN, maka
penyerahan tersebut dilaporkan dalam masa pajak sesuai bulan yang tercantum
dalam “Cash Register” KPKN.
Pemungut PPN termasuk dalam pengertian WP dan Penanggung Pajak,
maka kepadanya dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat
Ketetapan Pajak (SKP). apabila Pemungut PPN tidak melakukan kewajibannya
sesuai ketentuan berlaku. (SE-43/PJ.51/2002)
3. Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan
kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya
Panas Bumi sebagai Pemungut PPN
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16A ayat (2) Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai, ditetapkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak
Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk
Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara
Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya. Peraturan Menteri Keuangan ini
mencabut dan menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
11/PMK.03/2005.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin adalah:
a. kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan
b. kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya
panas bumi, yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.
ditunjuk selaku Pemungut PPN.
Pajak yang terutang tidak perlu dipungut oleh Pemungut PPN dalam hal :
a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang
perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut
atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
c. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan
minyak oleh PT Pertamina (Persero);
d. pembayaran atas rekening telepon;
e. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan; dan/ atau
f. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang
menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak
dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
Adapun Kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak dapat
diklarifikasi sebagai berikut ini :
Pemungutan dan penyetoran
PKP Rekanan ialah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
Pemungutan pajak dilakukan oleh oleh Pemungut PPN paling lama pada
saat :
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan
Jasa Kena Pajak; atau
c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan.
Pajak yang dipungut :
a. atas penyerahan BKP atau penyerahan JKP sebesar 10% dari Dasar
Pengenaan Pajak berupa Harga Jual atau Penggantian;
b. atas penyerahan BKP yang tergolong Mewah sebesar tarif PPnBM yang
berlaku dengan Dasar Pengenaan Pajak
Pajak yang dipungut oleh pemungut PPN wajib disetor menggunakan SSP
dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak yang terkait.
Tata Cara pemungutan dan penyetoran secara garis besar :
1) Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP
dan/atau JKP kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan
ketentuan di bidang perpajakan.
3) SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan
NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin sebagai penyetor atas
nama Rekanan.
4) Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM,
maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang
pada Faktur Pajak.
5) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 3
(tiga):
- lembar kesatu untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin;
- lembar kedua untuk Rekanan; dan
- lembar ketiga untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
6) SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 5 (lima)
dengan peruntukkan sebagai berikut:
- lembar kesatu untuk Rekanan;
- lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
- lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN;
- lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
- lembar kelima untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
7) Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang melakukan
pemungutan wajib membubuhkan cap "Disetor Tanggal ......" dan
menandatanganinya pada Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka
5.
8) Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN
atau PPN dan PPnBM.
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib menyetorkan
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Tata cara pelaporan
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar paling lama pada
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Pelaporan dilakukan setiap bulan ke KPP tempat Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar dengan menggunakan formulir "Surat
Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN" paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3
dan SSP lembar ke-5.
Perbedaan mendasar antara ketentuan lama (PMK Nomor
11/PMK.03/2005) dengan ketentuan baru (PMK Nomor 73/PMK.03/2010)
Perbedaan KETENTUAN LAMA KETENTUAN BARU
Policy Statement untuk melaksanakan ketentuan
Pasal
1 angka 27 dan 16A ayat (2) UU
PPN
untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 16A ayat (2) UU PPN
Definisi Kontraktor
atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin
Kontraktor adalah Kontraktor
yang terikat dalam
kontrak perjanjian kerja sama
dengan Pemerintah
Republik Indonesia di bidang
pengusahaan
pertambangan minyak dan gas
bumi.
Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin
adalah:
• Kontraktor Kontrak Kerja Sama
pengusahaan
pertambangan minyak dan gas
bumi;dan
• Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin
pengusahaan sumber daya panas
bumi,
yang meliputi kantor pusat,
cabang, maupun
unitnya.
Definisi Rekanan Rekanan adalah Pengusaha Kena
Pajak yang
melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak kepada
Kontraktor.
Rekanan adalah Pengusaha Kena
Pajak yang
melaukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak kepada
Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
Penunjukan
Kontraktor atau
Pemegang
Kuasa/Pemegang izin
- Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang
izin ditunjuk sebagai pemungut
Pajak
Pertambahan nilai.
Saat Pembuatan
Faktur Pajak
Faktur Pajak Standar wajib
dibuat paling lambat:
a. pada akhir bulan berikutnya
setelah bulan terjadinya
penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak dalam hal pembayaran
diterima
setelah akhir bulan berikutnya
Setelah bulan penyerahan
Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
atau
b. pada saat penerimaan
pembayaran dalam hal:
3) penerimaan pembayaran
terjadi sebelum akhir bulan
berikutnya setelah
bulan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
4) penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak
dan atau Jasa Kena Pajak; atau
5) penerimaan pembayaran
terjadi pada saat yang sama
dengan saat
Faktur Pajak harus dibuat pada
saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam
hal penerimaan pembayaran
terjadi
sebelum penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau sebelum
penyerahan
Jasa Kena Pajak; atau
c. penerimaan pembayaran
termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap
pekerjaan.
penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak.
Saat Pemungutan a. pada akhir bulan berikutnya
setelah bulan terjadinya
penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak dalam hal pembayaran
diterima
setelah akhir bulan berikutnya
Setelah bulan penyerahan
Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
atau
b. pada saat penerimaan
pembayaran dalam hal:
3) penerimaan pembayaran
terjadi sebelum akhir bulan
berikutnya setelah
bulan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
4) penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak
dan atau Jasa Kena Pajak; atau
5) penerimaan pembayaran
terjadi pada saat yang sama
dengan saat
a. penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam
hal penerimaan pembayaran
terjadi
sebelum penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau sebelum
penyerahan
Jasa Kena Pajak; atau
c. penerimaan pembayaran
termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap
pekerjaan.
penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak.
Saat Penyetoran dan
Pelaporan
Saat Penyetoran:
paling lambat pada hari ke-15
(lima belas) bulan
berikutnya setelah bulan
dilakukannya pemungutan
Saat Pelaporan:
paling lambat pada hari ke-20
(dua puluh) bulan
berikutnya setelah bulan
dilakukan pemungutan
Saat Penyetoran:
paling lama tanggal 15 (lima
belas) bulan berikutnya
setelah setelah berakhirnya Masa
Pajak.
Saat Pelaporan:
Paling lama akhir bulan
berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak.
4. BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
Penunjukkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai Pemungut PPN
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.03/2012 yang telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan - 136/PMK. 03/2012.
PPN tidak dipungut oleh BUMN dalam hal:
a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan
mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
c. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan
minyak oleh PT Pertamina (Persero);
d. pembayaran atas rekening telepon;
e. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan; dan/atau
f. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut
ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai.
Faktur Pajak wajib dibuat oleh rekanan BUMN pada saat:
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan
Jasa Kena Pajak; atau
penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan.
Tata Cara Pemungutan Dan Penyetoran:
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
atau
c. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Badan Usaha Milik Negara wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsipaling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Badan Usaha Milik Negara wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
telah dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Badan Usaha
Milik Negara terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak.
Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan
setiap bulan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang wajib
dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak.
Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan
BKP dan/atau JKP kepada BUMN.
Faktur Pajak dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.
SSP diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi
penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas
nama Rekanan.
Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM,
maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang
terutang pada Faktur Pajak.
Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukkan
sebagai berikut:
- lembar kesatu untuk BUMN;
- lembar kedua untuk Rekanan; dan
- lembar ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa
PPN bagi Pemungut PPN.
SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai
berikut:
- lembar kesatu untuk Rekanan;
- lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
- lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa
PPN;
- lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
- lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa
PPN bagi Pemungut PPN.
BUMN yang melakukan pemungutan harus membubuhkan
cap "Disetor Tanggal...." dan menandatanganinya pada Faktur Pajak.
Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran
PPN atau PPN dan PPnBM.
5. Ketentuan Khusus
a. Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan atau JKP antar Pemungut PPN maka
yang berkewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan
atau PPn BM yang terutang adalah Pemungut PPN yang melakukan
penyerahan BKP dan atau JKP.
Contoh: Bendaharawan Pemerintah Kota Praya melakukan penyerahan
BKP kepada Bendaharawan Pemerintah Kota Selong. Dalam kasus ini,
yang wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang adalah
Bendaharawan Pemerintah Kota Praya.
b. Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan atau JKP oleh Badan-badan tertentu
kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN, Bendaharawan Pemerintah
atau KPKN diperlakukan sebagai pemungut.
Contoh: KPS Migas menyerahkan BKP kepada Bendaharawan KPKN
Jakarta Barat. Dalam kasus ini, walaupun kedua badan tersebut sama –
sama pemungut PPN, yang melakukan pemungutan, penyetoran, dan
pelaporan tetap Bendaharawan KPKN Jakarta Barat.
c. Penyerahan JKP oleh Instansi Pemerintah kepada Instansi Pemerintah
lainnya yang pembayarannya melalui KPKN atau Bendaharawan
Pemerintah tidak dipungut PPN sepanjang;
Pembayaran tersebut berasal dari APBN atau APBD; dan
Instansi Pemerintah yang menyerahkan JKP memasukkan pembayaran
yang diterima ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak
dari Instansi Pemerintah tersebut.
d. Atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh Instansi Pemerintah yang
berkedudukan sebagai PKP kepada Badan-badan tertentu, maka PPN yang
terutang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan Instansi
Pemerintah tersebut.
Contoh: Kebalikan dari Contoh 17, dalam hal ini yang melakukan
penyerahan BKP adalah Bendaharawan KPKN Jakarta Barat (selaku PKP),
yang bertindak selaku Pemungut PPN tetap Bendaharawan KPKN Jakarta
Barat.
e. Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah / KPKN tidak perlu memungut
PPN dan atau PPn BM antara lain atas:
Penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh bukan PKP; atau
Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah) atau atas Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau
dana pinjaman luar negeri.
f. Pemungut PPN wajib memberitahukan kepada Kepala KPP tempat
Pemungut terdaftar sebagai Wajib Pajak apabila terjadi transaksi dengan
rekanan yang bukan PKP. Selanjutnya Kepala KPP yang bersangkutan
memproses data tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g. Atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000.00 (satu juta
rupiah), sepanjang terutang PPN walaupun tidak dipungut oleh Pemungut
PPN, tetap harus dibuatkan Faktur Pajak oleh PKP Rekanan yang
menyerahkan BKP atau JKP tersebut.
h. Apabila Pemungut PPN tidak melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan
yang berlaku, maka Kepala KPP dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak
dan atau Surat Ketetapan Pajak dan ditagih sesuai ketentuan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Pemungut PPN adalah bendaharawan pemerintah, badan, atau intansi
pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor,
dan melaporkan pajak yang terutang oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan
BKP dan atau penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau
intansi pemerintah tersebut.
Sedangkan saat pelaporan PPN/PPnBM antara lain, PPN dan PPn BM yang
dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan
kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir. Lalu, PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB,
SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang
menerbitkan.
namun, PPN dan PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh : a.
Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 14 hari setelah
Masa Pajak berakhir, b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan
Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak
berakhir.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara
mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak
berakhir.
4. Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan
PPn BM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan
disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa
Pajak berakhir.
3.2 Saran
Setelah apa yang telah kami paparkan mengenai siapa saja pemungut PPN
dan kaitannya dengan pengisian Faktur Pajak, diharapkan seluruh mahasiswa
dapat mempelajari dan mendalaminya serta dapat mengaplikasikannya di dalam
dunia perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://pajaktaxes.blogspot.com/2012/07/pemungut-ppn.html
http://aisnany-jasmine.blogspot.com/2012/11/pemungut-pajak-pertambahan-nilai.html
http://pajakkoe.blogspot.com/2013/01/pemungut-ppn.html
http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=778
http://www.pajak.go.id/content/article/penerbitan-faktur-pajak-sesuai-24pj2012
Sukardji, Untung. 2007. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.