penagihan pajak
DESCRIPTION
Outline penagihan pajakTRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Dasar-Dasar Perpajakan
2.1.1 Definisi Pajak
Menurut Pasal 1 ayat(1) UU No. 6 Tahun 1983sebagaimana telah
disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, menyebutkan bahwa pajak adalah :
Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik
secara langsung yang digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Sedangkan para ahli perpajakan mendefinisikan pajak sebagai :
Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH yang dikutip dari buku Perpajakan karangan Prof.
Dr. Mardiasmo, MBA. Ak. (2011:1) bahwa “Pajak adalah peralihan kekayaan dari
pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai
public investment.”
Dr. Soeparman Soemahamidjaja yang dikutip dari buku “Hukum Pajak” karangan
Drs. Wirawan B Ilyas, M.Si dan Richard Burton SH, MH. (2010: 6) , menyatakan
bahwa ”Pajak adalah Iuran wajib berupa uang atau barang yag dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang
dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”
9
Menurut Liberti Pandiangan, SE., M.Si, pajak adalah :
Pembayaran (pengalihan) sebagian kekayaan harta yang dimiliki oleh
masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan Undang-
Undang, namun pembayaran tidak mendapatkan suatu balas jasa secara
langsung, untuk digunakan membiayai pengeluaran negara guna
meningkatkan kualitas masyarakat.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur
sebagai berikut :
1. Iuran dari rakyat kepada Negara.
2. Berdasarkan Undang-Undang
Dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan
pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya
kontraprestasi individual dari pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni membiayai
pengeluaran-pengeluaran Negara yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.2 Jenis-Jenis Pajak
Menurut Drs. Wirawan. B. Ilyas, M.Si. dan Richard. Burton. Sh, MH. Dalam
buku “Hukum Pajak” tahun 2010, jenis-jenis pajak yang bisa dikenakan dapat
digolongkan menjadi tiga golongan yaitu sebagai berikut :
1. Menurut Sifatnya
Jenis-jenis pajak menurut sifatnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
10
1) Pajak langsung
Pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri
oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta
dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu.
2) Pajak tidak langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan
kepada orang lain dan hanya dikenakan kepada hal-hal tertentu atau
peristiwa-peristiwa tertentu saja.
2. Menurut Sasaran / Objeknya
Menurut sasaran atau objeknya jenis-jenis pajak dapat dibagi menjadi
dua,yaitu :
1) Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-
tama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya).
Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan
objektifnya sesuai daya pikul,apakah dapat dikenakan pajak atau
tidak.
2) Pajak Objektif
Pajak objektif adalah jenis pajak yang dikenakan pertama-tama
memperhatikan atau melihat objeknya, baik berupa keadaan perbuatan
atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar
pajak. Setelah itu diketahui objeknya, barulah dicari subjeknya yang
mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui.
11
3. Menurut Lembaga Pemungutannya
Menurut lembaga pemungutannya,jenis-jenis pajak dapat dibedakan menjadi
dua,yaitu :
1) Pajak Pusat
Pajak pusat adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang
dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan. Hasil dari
pemungutan pajak pusat dikumpulkan dan dimasukan sebagai bagian dari
penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Yang termasuk pajak pusat adalah :
1. Pajak Penghasilan
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang
Mewah
3. Pajak Bumi dan Bangunan
4. Pajak/Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
5. Bea Materai
2) Pajak Daerah
Pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah
(Dipenda). Hasil dari penerimaan pajak daerah dikumpulkan dan
dimasukan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Sesuai dengan UU no. 28 tahun 2009 tentang
pajak daerah dan Retribusi Daerah, jenis pajak yang dikelola oleh Dinas
Pendapatan Daerah adalah :
1. Pajak Provinsi, yang terdiri dari :
a) Pajak Kendaraan Bermotor
12
b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d) Pajak Air Permukaan
e) Pajak Rokok
2. Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :
a) Pajak Hotel
b) Pajak Restoran
c) Pajak Hiburan
d) Pajak Reklame
e) Pajak Penerangan Jalan
f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g) Pajak Parkir
h) Pajak Air Tanah
i) Pajak Sarang Burung Walet
j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak
Dalam buku “Perpajakan” (2011:7) karangan Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.,
Ak. Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga,yaitu :
1. Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
13
2. Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang harus dibayar.
3. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan wajib pajak
yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak.
2.1.4 Asas Pemungutan Pajak
Dalam buku “Perpajakan” (2011:7) karangan Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.,
Ak. Asas pemungutan pajak dibagi menjadi tiga,yaitu :
1. Asas Domisili
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal
dari dalam maupun dari luar negeri.
2. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
14
2.1.5 Utang Pajak
Dalam buku M.Rusjdi (2007:33),Utang Pajak adalah pajak yang masih harus
dibayar termasuk sanksi administrasi berupa utang bunga, denda atau kenaikan yang
tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.1.5.1 Saat Timbulnya Utang Pajak
Menurut Drs. Wirawan B. Ilyas, M.Si. dan Richard Burton. Sh, MH
(2010:51). Dalam hukum pajak timbulnya utang pajak didasarkan pada dua pendapat
yang berbeda. Pendapat pertama menyatakan utang pajak timbul pada saat
diundangkannya Undang-Undang pajak. Artinya, apabila suatu Undang-Undang
pajak diundangkan oleh pemerintah, maka pada saat itulah timbulnya utang pajak
selama apa yang diatur oleh Undang-Undang tersebut menimbulkan suatu kewajiban
bagi seseorang menjadi terutang pajak. Pendapat kedua menyatakan timbul pada saat
dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak).
Artinya, bahwa seseorang baru diketahui mempunyai utang pajak saat fiskus
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas namanya serta besarnya pajak yang terutang.
2.1.5.2 Hapusnya Utang Pajak
Menurut Drs. Wirawan B. Ilyas, M.Si. dan Richard Burton. Sh, MH
(2010:54) ada empat hal yang menyebabkan terhapusnya utang pajak,yaitu :
1. Pembayaran
Wajib Pajak melakukan pembayaran atas utang pajaknya ke kas negara atau tempat
lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
2. Kompensasi
15
Cara penghapusan utang pajak yang dilakukan dengan cara pemindahan kelebihan
pajak pada suatu jenis pajak (pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda) dengan
menutup kekurangan utang pajak atas jenis pajak yang sama atau jenis lainnya (juga
pada tahun pajak yang sama atau tahun pajak yang berbeda).
3. Kadaluwarsa
Suatu cara untuk menghapus utang pajak karena lampaunya waktu. Bisa juga terjadi
karena lampaunya waktu penerbitan pajak (penerbitan Surat Ketetapan Pajak)
maupun karena lampaunya waktu proses penagihan pajak.
4. Penghapusan
Terhapusnya utang pajak bisa terjadi karena :
a. Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan
tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan
b. Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi yang dibuktikan
berdasarkan surat keterangan dari Pemerintah Daerah setempat.
c. Sebab lain.
2.2 Penagihan Pajak
2.2.1 Pengertian Penagihan Pajak
Direktorat Jenderal Pajak adalah lembaga yang ditunjuk oleh Undang-
Undang untuk melaksanakan fungsi pelayanan, pengawasan dan penegakan hukum
bidang penagihan terhadap Wajib Pajak. Penagihan pajak merupakan salah satu
fungsi penegakan hukum yang diberikan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
DalamPasal 1 ayat (9) UU No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa dan Peraturan Menteri Keuangan No.24/PMK.03/2008
16
“ Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah
disita.”
Penagihan pajak berfungsi agar Wajib Pajak atau Penanggung Pajak melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak. Agar tujuan penagihan pajak tersebut
tercapai maka diperlukan serangkaian tindakan, penerbitan Surat Teguran atau
sejenisnya,kemudian penyampaian Surat Paksa, Penyampaian surat perintah
melakukan penyitaan dan melaksanakan penyitaan, penjualan barang hasil penyitaan
sampai dengan tindakan pencegahan terhadap Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
untuk berpergian keluar negeri.
2.2.2 Dasar Penagihan Pajak
Pada dasarnya utang pajak dihutung sendiri oleh Wajib Pajak. Apabila ada
kekeliruan atau kesalahan dalam penghitungan pajak tersebut, maka Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan. Dalam Pasal 18
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan, dasar
penagihan pajak adalah :
1. Surat Tagihan Pajak
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
4. Surat Keputusan Pembetulan
17
5. Surat Keputusan Keberatan
6. Putusan Banding
7. Putusan Peninjauan Kembali
Sedangkan dasar penagihan pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan menurut Peraturan Menteri Keuangan
No.24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus:
1. Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan
2. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
3. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
4. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
Tambahan
5. Surat Keputusan Pembetulan
6. Surat Keputusan Keberatan
7. Putusan Banding
8. Putusan Peninjauan Kembali yang memnyebabkan pajak yang harus dibayar
bertambah.
2.2.3 Subjek dan Objek Penagihan Pajak
Subjek penagihan pajak adalah penanggung pajak. Penanggung pajak adalah
orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk
wakil yang menjalankan hak dan kewajiban wajib pajak menurut ketentuan peraturan
Undang-undang perpajakan. Penanggung pajak orang pribadi adalah wajib pajak,
kuasanya, ahli waris, pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalan.
Sedangkan penanggung pajak badan adalah para direksi, dewan komisaris, kuasa,
18
mereka yang mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dalam
mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.Objek penagihan pajak adalah
utang pajak, yakni jumlah yang harus dibayar yang tercantum dalam surat ketetapan
pajak termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan.
2.2.4 Sanksi Administrasi Penagihan Pajak
Tindakan penagihan pajak dalam pelaksanaannya tidak hanya menagih
jumlah utang pajak yang tidak atau kurang bayar. Selain melunasi utang pajak yang
tidak atau kurang bayar, wajib pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga
atas jumlah pajak yang masih harus dibayar pada saat jatuh tempo pelunasan.
Berdasarkan pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Disebutkan bahwa “Apabila surat
ketetapan pajak kurang bayar atau surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan,
serta surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding atau
putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo tidak atau kurang dibayar, atas jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi sebesar 2% (dua
persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung sejak tanggal jatuh tempo
sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya surat tagihan pajak,
dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan”.
2.2.5 Mekanisme Penagihan Pajak
Sebagaimana diketahui bahwa yang menjadi dasar penagihan pajak adalah
adanya Surat Tagihan Pajak,Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Kurang Bayar Tambahan,Surat Keputusan Pembetulan, serta Surat Keputusan
19
Keberatan dan Keputusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah. Berikut ini adalah tahapan penagihan pajak :
Tabel 2.1
Mekanisme Penagihan Pajak
Urutan Tahapan Kegiatan Penagihan
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Dasar Hukum
1 Penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain sejenis
Tujuh hari setelah jatuh tempo SKP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Keberatan dan Keputusan Banding,jika penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 Pasal (8) dan Pasal (9)
2 Penerbitan Surat Paksa Sudah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat teguran/ Surat Peringatan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak
Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 Pasal (12)
3 Penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaan
Setelah lewat 2x24 jam Surat Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak belum dilunasi
Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 pasal (24)
4 Pengumuman lelang Setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak
Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 Pasal (26)
5 Penjualan / pelelangan barang sitaan
Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman lelang dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
Peraturan Menteri Keuangan No.24/PMK.03/2008 Pasal (28)
Sumber: PMK No.24/PMK.03/2008
2.3 Penagihan Pajak dengan Surat Teguran
2.3.1 Pengertian Surat Teguran
Menurut Pasal 1 Ayat (10) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa :
“Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat
yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada
Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.”
20
Surat teguran merupakan awal dari serangkaian dari tindakan penagihan Surat
teguran lebih cenderung bersifat persuasif atau dengan kata lain kekuatan hukumnya
lemah. Hal demikian adalah wajar karena kemungkinan besar Wajib Pajak tidak
mengetahui jika yang bersangkutan mempunyai utang pajak.
2.3.2 Prosedur Penerbitan Surat Teguran
Dalam Pasal 8 Ayat (2)Undang-Undang No.19 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa menyatakan bahwa Surat Teguran, Surat Peringatan, atau Surat
lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang
pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam Undang-Undang
No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 diatur bahwa dalam hal
wajib pajak yang masih harus dibayar dalam waktu yang telah ditentukan, pajak yang
masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan surat
teguran. Waktu yang ditentukan adalah 7 (tujuh) hari setelah tanggal jatuh tempo
pembayaran. Penerbitan surat teguran dilakukan oleh Seksi Penagihan, dengan
prosedur sebagai berikut :
1) Pelaksana pada seksi penagihan meneliti Surat Ketetapan pajak/ Surat
Tagihan Pajak / Surat Tagihan Bea yang harus diterbitkan Surat
Teguran dalam sistem Administrasi Perpajakan dan meminta
persetujuan Kepala Seksi dan kemudian diteruskan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak melalui sistem informasi DJP.
2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak memeriksa usulan penerbitan Surat
Teguran dan memberikan persetujuan penerbitan surat teguran
melalui sistem informasi DJP.
21
3) Pelaksana melihat sistem informasi DJP dan memeriksa persetujuan
penerbitan Surat Teguran dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak,
mencetak Surat Teguran dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi
Penagihan.
4) Kepala Seksi Penagihan meneliti, memaraf surat teguran dan
menugaskan kepada pelaksana untuk menyampaikannya kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
5) Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menandatangani Surat
Teguran, dan meneruskan kepada pelaksana untuk disampaikan
kepada Wajib Pajak.
6) Pelaksana meneliti Surat Teguran yang telah ditandatangani Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, menatausahakan, dan menyampaikannya
kepada Wajib Pajak melalui Subbag Umum.
2.4 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
2.4.1 Pengertian Surat Paksa
Menurut Pasal 1 Ayat (11) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa “Surat Paksa adalah surat perintah
membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.”
2.4.2 Penerbitan Surat Paksa
Menurut Pasal 8 Ayat (1)Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa, ada tiga hal yang menyebabkan diterbitkannya Surat
Paksa, yaitu :
22
1. Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan
tanggal jatuh tempo dan telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat
Peringatan atau Surat lain yang sejenis.
2. Bahwa terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan penagihan seketika dan
sekaligus
3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan
angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Dalam Undang-Undang penagihan telah ditegaskan bahwa Surat
Paksa yang diterbitkan oleh Pejabat (Pejabat adalah kepala Kantor Pelayanan
Pajak atau kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi Bangunan) mempunyai
kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan keputusan
Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini dapat dilihat
dengan adanya kata-kata “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.” Di dalam Surat Paksa karena kata-kata tersebut juga terdapat pada
putusan pengadilan yang dikeluarkan oleh lembaga pengadilan.
Surat Paksa yang akan disampaikan kepada Penanggung Pajak
dilakukan paling lambat setelah 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat
Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan.
Apabila Surat Paksa diterbitkan kurang dari 21 (dua puluh satu) hari setelah
Surat Teguran diterbitkan, maka Surat Paksa menjadi batal karena hukum.
2.4.3 Tata Cara Penyampaian Surat Paksa
Surat Paksa yang telah diterbitkan harus disampaikan oleh jurusita pajak yang
selanjutnya menyerahkan salinan surat paksa kepada Penanggung Pajak. Setelah
Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak barulah dibuatkan berita acara
23
penyampaian Surat Paksa. Dalam penjelasan Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang
No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menegaskan bahwa
Surat Paksa adalah surat yang memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum
yang sama dengan grosse akta , yaitu keputusan pengadilan perdata yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pemberitahuan Penanggung Pajak oleh
jurusita dilaksanakan dengan cara membacakan isi Surat Paksa dengan kedua belah
pihak menandatangi Berita Acara sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah
diberitahukan. Selanjutnya salinan Surat Paksa diserahkan kepada Penanggung
Pajak, sedangkan asli Surat Paksa disimpan di kantor pejabat.
Didalam Pasal 10 Ayat (3) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menegaskan bahwa untuk menyampaikan Surat
Paksa kepada Orang Pribadi, jurusita pajak harus menyerahkan kepada :
a. Penanggung Pajak ditempat tinggal, tempat usaha, atau tempat lain yang
memungkinkan
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja
ditempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak tidak dapat
dijumpai
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi, atau
d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
24
Sementara itu, Pasal 10 Ayat (4) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menegaskan bahwa penyampaian Surat Paksa
kepada Wajib Pajak Badan, harus disampaikan oleh jurusita pajak kepda :
a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab,
pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan,
di tempat tinggal mereka, maupun di tempat lain yang
memungkinkan, atau
b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah
seorang sebagaimana dimaksud pada huruf (a)
Apabila Wajib Pajak ditanyakan pailit, maka Surat Paksa harus disampaikan
kepada Kurator, Hakim Pengawas, atau Balai Harta Peninggalan.Bila Wajib
Pajakdinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang
atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator.
2.5 Proses Penagihan Setelah dilakukan Penagihan dengan Surat Paksa
2.5.1 Penyitaan
Dalam Pasal 1 ayat (14)Undang-Undang No.19 Tahun 2000 Tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menyatakan bahwa : Penyitaan adalah tindakan
Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan
untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.
25
2.5.1.1 Objek Sita
Dalam buku “Penagihan Pajak” (2011:91) karangan Ida Zuraida dan Hari Sih
Advianto Objek sita dapat berupa :
1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito
berjangka, tabungan saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya,
piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dan atau
2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor
tertentu.
2.5.2 Lelang
Dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 Tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menyatakan bahwa : Lelang adalah setiap
penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau
tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling
singkat setelah 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang di media massa.
Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak
yang belum dibayar, dan sisanya untuk membayar utang pajak. Apabila hasil lelang
sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang
pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh pejabat walaupun barang yang akan
dilelang masih ada. Sisa lelang dan kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh
Pejabat kepada Penanggung Pajak segera setelah pelaksanaan lelang.
26
2.6 Jurusita Pajak
Dalam buku “Penagihan Pajak” (2011:91) karangan Ida Zuraida dan Hari Sih
Advianto, Jurusita Pajak adalah pelaksanaa tindakan Penagihan Pajak yang meliputi
Penagihan Seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, Penyitaan dan
Penyanderaan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No.19
Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2.6.1 Tugas Jurusita Pajak
Jurusita Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang No.19
Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa memiliki wewenang dalam
melaksanakan penyitaan. Jurusita Pajak bertugas sebagai berikut:
a. Melaksanakan Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus.
b. Memberitahukan Surat Paksa,
c. Melaksanakan Penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
d. Melaksanakan Penyanderaan berdasarkan Surat Perintahh
Penyanderaan.
2.6.2 Wewenang Jurusita
Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan
memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk
menemukan objek sita ditempat usaha dan melakukan penyitaan tempat kedudukan,
atau di tempat lain yang diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
27
Kewenangan Jurusita Pajak dalam melaksanakan penyitaan untuk
menemukan objek sita yang ada di tempat usaha tempat kedudukan, atau tempat
tinggal Penanggung Pajak dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam
masyarakat, misalnya, dengan terlebih dahulu meminta izin dan Penanggung Pajak.
Kewenangan ini pada hakekatnya tidak sama dengan penggeledahan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Hukum acara Pidana.
2.7 Daluwarsa Penagihan Pajak
Daluwarsa penagihan pajak merupakan suatu batasan waktu yang ditentukan
oleh Undang-Undang bahwa fiskus tidak mempunyai hak lagi untuk melakukan
penagihan terhadap utang pajak Wajib Pajak. Daluwarsa Penagihan dimaksudkan
untuk menegaskan adanya kepastian hukum bagi Wajib Pajak untuk tidak ditagih
lagi. Menurut Pasal 22 Ayat(1) Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum Perpajakan menyebutkan bahwa :
“Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan,
dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima)
tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, serta Surat Ketetpan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
serta Putusan Peninjauan Kembali.”
2.7.1 Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak
Pada pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila :
1. Diterbitkan surat paksa
28
2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun
tidak langsung
3. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana
dimaksud pada Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4),atau
4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.”
Daluwarsa penagihan pajak menjadi tertangguhkan dan dihitung 5 (lima) tahun sejak
tanggal penerbitan atau pelaksanaan kegiatan tersebut diatas.
2.8 Pencairan Tunggakan Pajak
Pencairan tunggakan pajak merupakan pembayaran utang pajak oleh
WP atau Penanggung Pajak yang masih memiliki tunggakan dan disertai
pembayaran sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang
tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat
Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak.
2.9 Target Pencairan Piutang
Dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. SE-29/PJ/2012
tentang Kebijakan Penagihan Pajak, menjelaskan bahwa target pencairan
piutang pajak meliputi piutang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan dengan mempertimbangkan hal-
hal sebagai berikut :
1. Estimasi pencairan saldo awal Tunggakan pajak yang mempertimbangkan
kualitas Tunggakan pajak yaitu lancar, kurang lancar dan diraukan serta
memperhatikan besaran penyisihan Tunggakan pajak tak tertagih, dan
29
2. Estimasi pencairan atas ketetapan yang terbit pada tahun berjalan berdasarkan
persentasi rata-rata pencairan Tunggakan pajak yang dibayar atas 30 hari atau
setelah jatuh tempo pembayaran atas ketetapan yang terbit pada tahun
berjalan.
30