penagihan pajak

32
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Dasar-Dasar Perpajakan 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Pasal 1 ayat(1) UU No. 6 Tahun 1983sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyebutkan bahwa pajak adalah : Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung yang digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan para ahli perpajakan mendefinisikan pajak sebagai : Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH yang dikutip dari buku Perpajakan karangan Prof. Dr. Mardiasmo, MBA. Ak. (2011:1) bahwa “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai 9

Upload: michaelaang

Post on 20-Jul-2016

69 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Outline penagihan pajak

TRANSCRIPT

Page 1: Penagihan Pajak

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Dasar-Dasar Perpajakan

2.1.1 Definisi Pajak

Menurut Pasal 1 ayat(1) UU No. 6 Tahun 1983sebagaimana telah

disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan, menyebutkan bahwa pajak adalah :

Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik

secara langsung yang digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Sedangkan para ahli perpajakan mendefinisikan pajak sebagai :

Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH yang dikutip dari buku Perpajakan karangan Prof.

Dr. Mardiasmo, MBA. Ak. (2011:1) bahwa “Pajak adalah peralihan kekayaan dari

pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya

digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai

public investment.”

Dr. Soeparman Soemahamidjaja yang dikutip dari buku “Hukum Pajak” karangan

Drs. Wirawan B Ilyas, M.Si dan Richard Burton SH, MH. (2010: 6) , menyatakan

bahwa ”Pajak adalah Iuran wajib berupa uang atau barang yag dipungut oleh

penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang

dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”

9

Page 2: Penagihan Pajak

Menurut Liberti Pandiangan, SE., M.Si, pajak adalah :

Pembayaran (pengalihan) sebagian kekayaan harta yang dimiliki oleh

masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan Undang-

Undang, namun pembayaran tidak mendapatkan suatu balas jasa secara

langsung, untuk digunakan membiayai pengeluaran negara guna

meningkatkan kualitas masyarakat.

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur

sebagai berikut :

1. Iuran dari rakyat kepada Negara.

2. Berdasarkan Undang-Undang

Dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan

pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung

ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya

kontraprestasi individual dari pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni membiayai

pengeluaran-pengeluaran Negara yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.2 Jenis-Jenis Pajak

Menurut Drs. Wirawan. B. Ilyas, M.Si. dan Richard. Burton. Sh, MH. Dalam

buku “Hukum Pajak” tahun 2010, jenis-jenis pajak yang bisa dikenakan dapat

digolongkan menjadi tiga golongan yaitu sebagai berikut :

1. Menurut Sifatnya

Jenis-jenis pajak menurut sifatnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

10

Page 3: Penagihan Pajak

1) Pajak langsung

Pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri

oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta

dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu.

2) Pajak tidak langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan

kepada orang lain dan hanya dikenakan kepada hal-hal tertentu atau

peristiwa-peristiwa tertentu saja.

2. Menurut Sasaran / Objeknya

Menurut sasaran atau objeknya jenis-jenis pajak dapat dibagi menjadi

dua,yaitu :

1) Pajak Subjektif

Pajak subjektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-

tama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya).

Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan

objektifnya sesuai daya pikul,apakah dapat dikenakan pajak atau

tidak.

2) Pajak Objektif

Pajak objektif adalah jenis pajak yang dikenakan pertama-tama

memperhatikan atau melihat objeknya, baik berupa keadaan perbuatan

atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar

pajak. Setelah itu diketahui objeknya, barulah dicari subjeknya yang

mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui.

11

Page 4: Penagihan Pajak

3. Menurut Lembaga Pemungutannya

Menurut lembaga pemungutannya,jenis-jenis pajak dapat dibedakan menjadi

dua,yaitu :

1) Pajak Pusat

Pajak pusat adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang

dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan. Hasil dari

pemungutan pajak pusat dikumpulkan dan dimasukan sebagai bagian dari

penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Yang termasuk pajak pusat adalah :

1. Pajak Penghasilan

2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang

Mewah

3. Pajak Bumi dan Bangunan

4. Pajak/Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

5. Bea Materai

2) Pajak Daerah

Pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah

(Dipenda). Hasil dari penerimaan pajak daerah dikumpulkan dan

dimasukan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD). Sesuai dengan UU no. 28 tahun 2009 tentang

pajak daerah dan Retribusi Daerah, jenis pajak yang dikelola oleh Dinas

Pendapatan Daerah adalah :

1. Pajak Provinsi, yang terdiri dari :

a) Pajak Kendaraan Bermotor

12

Page 5: Penagihan Pajak

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d) Pajak Air Permukaan

e) Pajak Rokok

2. Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :

a) Pajak Hotel

b) Pajak Restoran

c) Pajak Hiburan

d) Pajak Reklame

e) Pajak Penerangan Jalan

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

g) Pajak Parkir

h) Pajak Air Tanah

i) Pajak Sarang Burung Walet

j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak

Dalam buku “Perpajakan” (2011:7) karangan Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.,

Ak. Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga,yaitu :

1. Official Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan

besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

13

Page 6: Penagihan Pajak

2. Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri

besarnya pajak yang harus dibayar.

3. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan wajib pajak

yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak.

2.1.4 Asas Pemungutan Pajak

Dalam buku “Perpajakan” (2011:7) karangan Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.,

Ak. Asas pemungutan pajak dibagi menjadi tiga,yaitu :

1. Asas Domisili

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak

yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal

dari dalam maupun dari luar negeri.

2. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di

wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

3. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

14

Page 7: Penagihan Pajak

2.1.5 Utang Pajak

Dalam buku M.Rusjdi (2007:33),Utang Pajak adalah pajak yang masih harus

dibayar termasuk sanksi administrasi berupa utang bunga, denda atau kenaikan yang

tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.1.5.1 Saat Timbulnya Utang Pajak

Menurut Drs. Wirawan B. Ilyas, M.Si. dan Richard Burton. Sh, MH

(2010:51). Dalam hukum pajak timbulnya utang pajak didasarkan pada dua pendapat

yang berbeda. Pendapat pertama menyatakan utang pajak timbul pada saat

diundangkannya Undang-Undang pajak. Artinya, apabila suatu Undang-Undang

pajak diundangkan oleh pemerintah, maka pada saat itulah timbulnya utang pajak

selama apa yang diatur oleh Undang-Undang tersebut menimbulkan suatu kewajiban

bagi seseorang menjadi terutang pajak. Pendapat kedua menyatakan timbul pada saat

dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak).

Artinya, bahwa seseorang baru diketahui mempunyai utang pajak saat fiskus

menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas namanya serta besarnya pajak yang terutang.

2.1.5.2 Hapusnya Utang Pajak

Menurut Drs. Wirawan B. Ilyas, M.Si. dan Richard Burton. Sh, MH

(2010:54) ada empat hal yang menyebabkan terhapusnya utang pajak,yaitu :

1. Pembayaran

Wajib Pajak melakukan pembayaran atas utang pajaknya ke kas negara atau tempat

lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

2. Kompensasi

15

Page 8: Penagihan Pajak

Cara penghapusan utang pajak yang dilakukan dengan cara pemindahan kelebihan

pajak pada suatu jenis pajak (pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda) dengan

menutup kekurangan utang pajak atas jenis pajak yang sama atau jenis lainnya (juga

pada tahun pajak yang sama atau tahun pajak yang berbeda).

3. Kadaluwarsa

Suatu cara untuk menghapus utang pajak karena lampaunya waktu. Bisa juga terjadi

karena lampaunya waktu penerbitan pajak (penerbitan Surat Ketetapan Pajak)

maupun karena lampaunya waktu proses penagihan pajak.

4. Penghapusan

Terhapusnya utang pajak bisa terjadi karena :

a. Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan

tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan

b. Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi yang dibuktikan

berdasarkan surat keterangan dari Pemerintah Daerah setempat.

c. Sebab lain.

2.2 Penagihan Pajak

2.2.1 Pengertian Penagihan Pajak

Direktorat Jenderal Pajak adalah lembaga yang ditunjuk oleh Undang-

Undang untuk melaksanakan fungsi pelayanan, pengawasan dan penegakan hukum

bidang penagihan terhadap Wajib Pajak. Penagihan pajak merupakan salah satu

fungsi penegakan hukum yang diberikan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

DalamPasal 1 ayat (9) UU No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat

Paksa dan Peraturan Menteri Keuangan No.24/PMK.03/2008

16

Page 9: Penagihan Pajak

“ Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak

melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,

memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah

disita.”

Penagihan pajak berfungsi agar Wajib Pajak atau Penanggung Pajak melunasi

utang pajak dan biaya penagihan pajak. Agar tujuan penagihan pajak tersebut

tercapai maka diperlukan serangkaian tindakan, penerbitan Surat Teguran atau

sejenisnya,kemudian penyampaian Surat Paksa, Penyampaian surat perintah

melakukan penyitaan dan melaksanakan penyitaan, penjualan barang hasil penyitaan

sampai dengan tindakan pencegahan terhadap Wajib Pajak atau Penanggung Pajak

untuk berpergian keluar negeri.

2.2.2 Dasar Penagihan Pajak

Pada dasarnya utang pajak dihutung sendiri oleh Wajib Pajak. Apabila ada

kekeliruan atau kesalahan dalam penghitungan pajak tersebut, maka Direktur

Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan. Dalam Pasal 18

Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan, dasar

penagihan pajak adalah :

1. Surat Tagihan Pajak

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

4. Surat Keputusan Pembetulan

17

Page 10: Penagihan Pajak

5. Surat Keputusan Keberatan

6. Putusan Banding

7. Putusan Peninjauan Kembali

Sedangkan dasar penagihan pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan menurut Peraturan Menteri Keuangan

No.24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat

Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus:

1. Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan

2. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

3. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar

4. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar

Tambahan

5. Surat Keputusan Pembetulan

6. Surat Keputusan Keberatan

7. Putusan Banding

8. Putusan Peninjauan Kembali yang memnyebabkan pajak yang harus dibayar

bertambah.

2.2.3 Subjek dan Objek Penagihan Pajak

Subjek penagihan pajak adalah penanggung pajak. Penanggung pajak adalah

orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk

wakil yang menjalankan hak dan kewajiban wajib pajak menurut ketentuan peraturan

Undang-undang perpajakan. Penanggung pajak orang pribadi adalah wajib pajak,

kuasanya, ahli waris, pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalan.

Sedangkan penanggung pajak badan adalah para direksi, dewan komisaris, kuasa,

18

Page 11: Penagihan Pajak

mereka yang mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dalam

mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.Objek penagihan pajak adalah

utang pajak, yakni jumlah yang harus dibayar yang tercantum dalam surat ketetapan

pajak termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan.

2.2.4 Sanksi Administrasi Penagihan Pajak

Tindakan penagihan pajak dalam pelaksanaannya tidak hanya menagih

jumlah utang pajak yang tidak atau kurang bayar. Selain melunasi utang pajak yang

tidak atau kurang bayar, wajib pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga

atas jumlah pajak yang masih harus dibayar pada saat jatuh tempo pelunasan.

Berdasarkan pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Disebutkan bahwa “Apabila surat

ketetapan pajak kurang bayar atau surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan,

serta surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding atau

putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus

dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo tidak atau kurang dibayar, atas jumlah

pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi sebesar 2% (dua

persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung sejak tanggal jatuh tempo

sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya surat tagihan pajak,

dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan”.

2.2.5 Mekanisme Penagihan Pajak

Sebagaimana diketahui bahwa yang menjadi dasar penagihan pajak adalah

adanya Surat Tagihan Pajak,Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan

Kurang Bayar Tambahan,Surat Keputusan Pembetulan, serta Surat Keputusan

19

Page 12: Penagihan Pajak

Keberatan dan Keputusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus

dibayar bertambah. Berikut ini adalah tahapan penagihan pajak :

Tabel 2.1

Mekanisme Penagihan Pajak

Urutan Tahapan Kegiatan Penagihan

Waktu Pelaksanaan Kegiatan Dasar Hukum

1 Penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain sejenis

Tujuh hari setelah jatuh tempo SKP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Keberatan dan Keputusan Banding,jika penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya

Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 Pasal (8) dan Pasal (9)

2 Penerbitan Surat Paksa Sudah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat teguran/ Surat Peringatan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak

Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 Pasal (12)

3 Penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaan

Setelah lewat 2x24 jam Surat Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak belum dilunasi

Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 pasal (24)

4 Pengumuman lelang Setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak

Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 Pasal (26)

5 Penjualan / pelelangan barang sitaan

Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman lelang dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya

Peraturan Menteri Keuangan No.24/PMK.03/2008 Pasal (28)

Sumber: PMK No.24/PMK.03/2008

2.3 Penagihan Pajak dengan Surat Teguran

2.3.1 Pengertian Surat Teguran

Menurut Pasal 1 Ayat (10) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa :

“Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat

yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada

Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.”

20

Page 13: Penagihan Pajak

Surat teguran merupakan awal dari serangkaian dari tindakan penagihan Surat

teguran lebih cenderung bersifat persuasif atau dengan kata lain kekuatan hukumnya

lemah. Hal demikian adalah wajar karena kemungkinan besar Wajib Pajak tidak

mengetahui jika yang bersangkutan mempunyai utang pajak.

2.3.2 Prosedur Penerbitan Surat Teguran

Dalam Pasal 8 Ayat (2)Undang-Undang No.19 tentang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa menyatakan bahwa Surat Teguran, Surat Peringatan, atau Surat

lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang

pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam Undang-Undang

No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 diatur bahwa dalam hal

wajib pajak yang masih harus dibayar dalam waktu yang telah ditentukan, pajak yang

masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan surat

teguran. Waktu yang ditentukan adalah 7 (tujuh) hari setelah tanggal jatuh tempo

pembayaran. Penerbitan surat teguran dilakukan oleh Seksi Penagihan, dengan

prosedur sebagai berikut :

1) Pelaksana pada seksi penagihan meneliti Surat Ketetapan pajak/ Surat

Tagihan Pajak / Surat Tagihan Bea yang harus diterbitkan Surat

Teguran dalam sistem Administrasi Perpajakan dan meminta

persetujuan Kepala Seksi dan kemudian diteruskan kepada Kepala

Kantor Pelayanan Pajak melalui sistem informasi DJP.

2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak memeriksa usulan penerbitan Surat

Teguran dan memberikan persetujuan penerbitan surat teguran

melalui sistem informasi DJP.

21

Page 14: Penagihan Pajak

3) Pelaksana melihat sistem informasi DJP dan memeriksa persetujuan

penerbitan Surat Teguran dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak,

mencetak Surat Teguran dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi

Penagihan.

4) Kepala Seksi Penagihan meneliti, memaraf surat teguran dan

menugaskan kepada pelaksana untuk menyampaikannya kepada

Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

5) Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menandatangani Surat

Teguran, dan meneruskan kepada pelaksana untuk disampaikan

kepada Wajib Pajak.

6) Pelaksana meneliti Surat Teguran yang telah ditandatangani Kepala

Kantor Pelayanan Pajak, menatausahakan, dan menyampaikannya

kepada Wajib Pajak melalui Subbag Umum.

2.4 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

2.4.1 Pengertian Surat Paksa

Menurut Pasal 1 Ayat (11) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa “Surat Paksa adalah surat perintah

membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.”

2.4.2 Penerbitan Surat Paksa

Menurut Pasal 8 Ayat (1)Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa, ada tiga hal yang menyebabkan diterbitkannya Surat

Paksa, yaitu :

22

Page 15: Penagihan Pajak

1. Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan

tanggal jatuh tempo dan telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat

Peringatan atau Surat lain yang sejenis.

2. Bahwa terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan penagihan seketika dan

sekaligus

3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan

angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Dalam Undang-Undang penagihan telah ditegaskan bahwa Surat

Paksa yang diterbitkan oleh Pejabat (Pejabat adalah kepala Kantor Pelayanan

Pajak atau kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi Bangunan) mempunyai

kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan keputusan

Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini dapat dilihat

dengan adanya kata-kata “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.” Di dalam Surat Paksa karena kata-kata tersebut juga terdapat pada

putusan pengadilan yang dikeluarkan oleh lembaga pengadilan.

Surat Paksa yang akan disampaikan kepada Penanggung Pajak

dilakukan paling lambat setelah 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat

Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan.

Apabila Surat Paksa diterbitkan kurang dari 21 (dua puluh satu) hari setelah

Surat Teguran diterbitkan, maka Surat Paksa menjadi batal karena hukum.

2.4.3 Tata Cara Penyampaian Surat Paksa

Surat Paksa yang telah diterbitkan harus disampaikan oleh jurusita pajak yang

selanjutnya menyerahkan salinan surat paksa kepada Penanggung Pajak. Setelah

Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak barulah dibuatkan berita acara

23

Page 16: Penagihan Pajak

penyampaian Surat Paksa. Dalam penjelasan Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang

No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menegaskan bahwa

Surat Paksa adalah surat yang memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum

yang sama dengan grosse akta , yaitu keputusan pengadilan perdata yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pemberitahuan Penanggung Pajak oleh

jurusita dilaksanakan dengan cara membacakan isi Surat Paksa dengan kedua belah

pihak menandatangi Berita Acara sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah

diberitahukan. Selanjutnya salinan Surat Paksa diserahkan kepada Penanggung

Pajak, sedangkan asli Surat Paksa disimpan di kantor pejabat.

Didalam Pasal 10 Ayat (3) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menegaskan bahwa untuk menyampaikan Surat

Paksa kepada Orang Pribadi, jurusita pajak harus menyerahkan kepada :

a. Penanggung Pajak ditempat tinggal, tempat usaha, atau tempat lain yang

memungkinkan

b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja

ditempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak tidak dapat

dijumpai

c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta

peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta

warisan belum dibagi, atau

d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta

warisan telah dibagi.

24

Page 17: Penagihan Pajak

Sementara itu, Pasal 10 Ayat (4) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menegaskan bahwa penyampaian Surat Paksa

kepada Wajib Pajak Badan, harus disampaikan oleh jurusita pajak kepda :

a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab,

pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan,

di tempat tinggal mereka, maupun di tempat lain yang

memungkinkan, atau

b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang

bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah

seorang sebagaimana dimaksud pada huruf (a)

Apabila Wajib Pajak ditanyakan pailit, maka Surat Paksa harus disampaikan

kepada Kurator, Hakim Pengawas, atau Balai Harta Peninggalan.Bila Wajib

Pajakdinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang

atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator.

2.5 Proses Penagihan Setelah dilakukan Penagihan dengan Surat Paksa

2.5.1 Penyitaan

Dalam Pasal 1 ayat (14)Undang-Undang No.19 Tahun 2000 Tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menyatakan bahwa : Penyitaan adalah tindakan

Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan

untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.

25

Page 18: Penagihan Pajak

2.5.1.1 Objek Sita

Dalam buku “Penagihan Pajak” (2011:91) karangan Ida Zuraida dan Hari Sih

Advianto Objek sita dapat berupa :

1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito

berjangka, tabungan saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya,

piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dan atau

2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor

tertentu.

2.5.2 Lelang

Dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 Tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menyatakan bahwa : Lelang adalah setiap

penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau

tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.

Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling

singkat setelah 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang di media massa.

Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak

yang belum dibayar, dan sisanya untuk membayar utang pajak. Apabila hasil lelang

sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang

pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh pejabat walaupun barang yang akan

dilelang masih ada. Sisa lelang dan kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh

Pejabat kepada Penanggung Pajak segera setelah pelaksanaan lelang.

26

Page 19: Penagihan Pajak

2.6 Jurusita Pajak

Dalam buku “Penagihan Pajak” (2011:91) karangan Ida Zuraida dan Hari Sih

Advianto, Jurusita Pajak adalah pelaksanaa tindakan Penagihan Pajak yang meliputi

Penagihan Seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, Penyitaan dan

Penyanderaan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No.19

Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2.6.1 Tugas Jurusita Pajak

Jurusita Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang No.19

Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa memiliki wewenang dalam

melaksanakan penyitaan. Jurusita Pajak bertugas sebagai berikut:

a. Melaksanakan Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus.

b. Memberitahukan Surat Paksa,

c. Melaksanakan Penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

d. Melaksanakan Penyanderaan berdasarkan Surat Perintahh

Penyanderaan.

2.6.2 Wewenang Jurusita

Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan

memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk

menemukan objek sita ditempat usaha dan melakukan penyitaan tempat kedudukan,

atau di tempat lain yang diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.

27

Page 20: Penagihan Pajak

Kewenangan Jurusita Pajak dalam melaksanakan penyitaan untuk

menemukan objek sita yang ada di tempat usaha tempat kedudukan, atau tempat

tinggal Penanggung Pajak dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam

masyarakat, misalnya, dengan terlebih dahulu meminta izin dan Penanggung Pajak.

Kewenangan ini pada hakekatnya tidak sama dengan penggeledahan sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Hukum acara Pidana.

2.7 Daluwarsa Penagihan Pajak

Daluwarsa penagihan pajak merupakan suatu batasan waktu yang ditentukan

oleh Undang-Undang bahwa fiskus tidak mempunyai hak lagi untuk melakukan

penagihan terhadap utang pajak Wajib Pajak. Daluwarsa Penagihan dimaksudkan

untuk menegaskan adanya kepastian hukum bagi Wajib Pajak untuk tidak ditagih

lagi. Menurut Pasal 22 Ayat(1) Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang

Ketentuan Umum Perpajakan menyebutkan bahwa :

“Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan,

dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima)

tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar, serta Surat Ketetpan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan

Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,

serta Putusan Peninjauan Kembali.”

2.7.1 Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak

Pada pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila :

1. Diterbitkan surat paksa

28

Page 21: Penagihan Pajak

2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun

tidak langsung

3. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana

dimaksud pada Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4),atau

4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.”

Daluwarsa penagihan pajak menjadi tertangguhkan dan dihitung 5 (lima) tahun sejak

tanggal penerbitan atau pelaksanaan kegiatan tersebut diatas.

2.8 Pencairan Tunggakan Pajak

Pencairan tunggakan pajak merupakan pembayaran utang pajak oleh

WP atau Penanggung Pajak yang masih memiliki tunggakan dan disertai

pembayaran sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang

tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat

Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak.

2.9 Target Pencairan Piutang

Dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. SE-29/PJ/2012

tentang Kebijakan Penagihan Pajak, menjelaskan bahwa target pencairan

piutang pajak meliputi piutang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan

Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan dengan mempertimbangkan hal-

hal sebagai berikut :

1. Estimasi pencairan saldo awal Tunggakan pajak yang mempertimbangkan

kualitas Tunggakan pajak yaitu lancar, kurang lancar dan diraukan serta

memperhatikan besaran penyisihan Tunggakan pajak tak tertagih, dan

29

Page 22: Penagihan Pajak

2. Estimasi pencairan atas ketetapan yang terbit pada tahun berjalan berdasarkan

persentasi rata-rata pencairan Tunggakan pajak yang dibayar atas 30 hari atau

setelah jatuh tempo pembayaran atas ketetapan yang terbit pada tahun

berjalan.

30