penapisan toleransi cekaman kekeringan pada …
TRANSCRIPT
PENAPISAN TOLERANSI CEKAMAN KEKERINGAN PADA
BEBERAPA VARIETAS SORGUM
ARMILA YUANITA
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/ 1441 H
PENAPISAN TOLERANSI CEKAMAN KEKERINGAN PADA
BEBERAPA VARIETAS SORGUM
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ARMILA YUANITA
11150950000012
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/ 1441 H
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Armila Yuanita. Penapisan Toleransi Cekaman Kekeringan pada Beberapa
Varietas Sorgum. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020.
Dibimbing oleh Dasumiati dan Wijaya Murti Indratama.
Kekeringan menjadi kendala utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi di area pertanian. Toleransi kekeringan varietas sorgum diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas sorgum di lahan kering. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi respon tanaman sorgum terhadap cekaman kekeringan dan
menganalisis varietas sorgum yang toleran terhadap kekeringan. Penelitian
dilaksanakan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir
Nasional (PAIR-BATAN) pada Januari 2019 – Januari 2020. Penelitian ini
menggunakan rancangan petak terbagi yang terdiri atas 3 petak utama dan 6 anak
petak dengan 3 kali ulangan. Petak utama terdiri atas 3 perlakuan yaitu disiram
setiap hari, dicekam kering fase vegetatif, dan dicekam kering fase generatif,
sedangkan anak petak terdiri atas 6 varietas sorgum yaitu Bioguma 2, Super 2,
Kawali, Numbu, Samurai 1 dan Pahat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
varietas Bioguma 2 memiliki nilai tertinggi untuk karakter tinggi tanaman yaitu
252,08 cm, luas daun bendera 224,81cm, dan bobot tanaman 271,33 g pada kondisi
normal, serta panjang akar yaitu 20,86 cm pada kondisi cekaman kering fase
vegetatif. Perlakuan kekeringan memberikan respon berupa penggulungan daun,
pemanjangan akar, penyempitan luas daun, penurunan produksi sorgum, serta
penurunan kadar klorofil. Varietas sorgum yang toleran cekaman kekeringan
berdasarkan ITC (Indeks Toleransi Cekaman) adalah Bioguma 2 dan Numbu
dengan nilai ITC ≥ 1.00 yang menandakan varietas Bioguma 2 dan Numbu relatif
lebih toleran terhadap kekeringan.
Kata kunci : Kekeringan; Respon; Sorgum; Toleransi
vi
ABSTRACT
Armila Yuanita. Screening for Drought Stress Tolerance in Some Sorghum
Varieties. Undergraduate Thesis. Departement of Biology. Faculty of Science
an Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020.
Advised by Dasumiati and Wijaya Murti Indratama.
Drought is a major obstacle that can affect growth and production in agricultural
areas. Drought tolerance of sorghum varieties is expected can increase sorghum
productivity on dry land. This study aims to evaluate the response of sorghum plants
to drought stress and to analyze sorghum varieties that are tolerant to drought. The
research was conducted at Center of the Application of Isotopes and Radiation,
National Nuclear Energy Agency (PAIR-BATAN) in January 2019 – December
2020. This study used a Randomized Split Plot design that consisting of 3 main
plots and 6 smaller plots with triple plots repetition. The main plot were consisted
of 3 research treatments: watered everyday, drought stressed by vegetative phase,
and drought stressed by generative phase, while the smaller plots were consisted by
6 sorghum varieties: Bioguma 2, Super 2, Kawali, Numbu, Samurai 1, and Pahat.
The result showed that the Bioguma 2 variety had the highest value for plant height
character that was 252,08 cm, leaf area 224,81 cm, and plant weight 271,33 g on
normal conditions, than root length that is 20,86 cm in the dry stress condition
vegetative phase. The treatment of drought give responses in the form of leaf
rolling, root lengthening, narrowing leaf area, decreassing sorghum production and
decreassing chlorophyll levels. Sorghum varieties that can tolerant to drought stress
based on ITC (Stress Tolerance Index) are Bioguma 2 and Numbu with ITC values
≥ 1.00, which indicate that Bioguma 2 and Numbu varieties are more tolerant to
drought.
Keyword : Drought Stress; Response; Sorghum; Tolerance
vii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sains. Shalawat serta salam
senantiasa penulis hanturkan teruntuk Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
cahaya dalam kehidupan di dunia ini. Semoga rahmat Allah selalu mengalir
untuknya beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang istiqomah mengikuti
jejak beliau hingga akhir zaman.
Skripsi yang berjudul “Penapisan Toleransi Cekaman Kekeringan pada
Berbagai Varietas Sorgum” disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasar Jumat, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi
(PAIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik karena adanya
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri M.Env.Stud. selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Priyanti, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi sekaligus dosen penguji
seminar proposal dan seminar hasil yang telah memberikan kritik dan saran
yang membangun untuk penelitian penulis.
3. Dr. Dasumiati, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah memeberikan ilmu,
arahan, bimbingan serta saran yang bermanfaat kepada penulis.
4. Wijaya Murti Indratama, M.Si selaku pembimbing II atas kesediaan dalam
membimbing dan memberikan ilmu serta nasihat yang membangun kepada
penulis.
5. Ir. Junaidi, M. Si selaku dosen penguji seminar proposal dan seminar hasil yang
telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam proses pembuatan
proposal juga dalam pelaksanaan kegiatan penelitian.
viii
6. Kepala Pusat (PAIR-BATAN), Kepala Bidang Pertanian dan Kepala Kelompok
Pemuliaan Tanaman beserta para staff atas kerjasama dan bantuannya dalam
pelaksanaan kegiatan penelitian.
Penulis membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat baik bagi
penulis sendiri juga bagi pembaca sekalian.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Jakarta, Januari 2020
Penulis
Armila Yuanita
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Hipotesis .................................................................................................. 3
1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................... 3
1.6 Kerangka Berpikir .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi Tanaman Sorgum ................................................................... 5
2.2. Kebutuhan Air Bagi Tanaman Sorgum ................................................... 7
2.3. Mekanisme Toleransi Tanaman Sorgum Terhadap Cekaman
Kekeringan ............................................................................................... 7
2.4. Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman Sorgum ........................ 9
2.5. Pemuliaan Tanaman Sorgum ................................................................ 10
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 13
3.2. Rancangan Penelitian ............................................................................ 13
3.3. Alat dan Bahan ...................................................................................... 13
3.4. Cara Kerja ............................................................................................. 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Lapangan ..................................................................... 18
4.2. Kondisi Tanaman Sorgum Selama Penelitian ....................................... 19
4.3. Pengaruh Perlakuan Cekaman Kekeringan pada Beberapa Varietas
Sorgum Terhadap Seluruh Parameter Pengamatan ................................ 21
4.4. Indeks Toleransi Cekaman Beberapa Varietas Sorgum……………….30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 32
5.2 Saran ...................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33
LAMPIRAN .......................................................................................................... 38
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Karakter tinggi tanaman pada beberapa varietas sorgum
terhadap
perlakuan cekaman kekeringan………………………………..... 22
Tabel 2. Karakter luas daun bendera pada beberapa varietas sorgum
ter-
hadap perlakuan cekaman kekeringan…………………………... 23
Tabel 3. Karakter panjang akar pada beberapa varietas sorgum terhadap
perlakuan cekaman kekeringan………………………………….. 24
Tabel 4. Karakter bobot tanaman pada beberapa varietas sorgum
terhadap
perlakuan cekaman kekeringan………………………………….. 26
Tabel 5. Karakter bobot akar dan bobot malai pada beberapa varietas
sorgum terhadap perlakuan cekaman kekeringan……………….. 27
Tabel 6. Karakter bobot biji per malai dan kadar klorofil pada
beberapa varietas sorgum terhadap perlakuan cekaman
kekeringan…...... 28
Tabel 7. Indeks toleransi cekaman beberapa varietas sorgum terhadap ke-
keringan………………………………………………………….. 30
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian penapisan toleransi cekaman ke-
keringan pada beberapa varietas sorgum……………………. 4
Gambar 2. Bagian-bagian rangkaian bunga sorgum……………………... 6
Gambar 3. Struktur biji sorgum…………………………………………... 6
Gambar 4. Denah tanam proses persemaian benih dari keenam varietas
sorgum………………………………………………………… 14
Gambar 5. Serangan hama selama penelitian…………………………….. 19
Gambar 6. Kondisi galur-galur sorgum pada fase vegetatif…………... 20
Gambar 7. Kondisi tanaman sorgum fase generatif……………………… 20
Gambar 8. Kondisi produksi malai pada setiap perlakuan cekaman keke-
ringan…………………………………………………………. 21
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data iklim selama
penelitian………………………………... 39
Lampiran 2. Hasil uji Anova Pengaruh cekaman kekeringan pada
setiap fase pertumbuhan tanaman
sorgum…………………………. 40
Lampiran 3. Deskripsi sorgum varietas Bioguma
2………………………. 41
Lampiran 4. Deskripsi sorgum varietas Super
2………………………….. 42
Lampiran 5. Deskripsi sorgum varietas
Kawali…………………………... 43
Lampiran 6. Deskripsi sorgum varietas Numbu
…………………………. 44
Lampiran 7. Deskripsi sorgum varietas Samurai
1……………………….. 45
Lampiran 8. Deskripsi sorgum varietas
Pahat……………………………. 46
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global memunculkan
berbagai kondisi ekstrim, salah satunya adalah kondisi cekaman kekeringan.
Cekaman kekeringan merupakan kondisi lingkungan dimana kadar air tanah yang
tersedia tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman
secara optimal sehingga berpengaruh terhadap menurunnya hasil produksi tanaman
(Farooq et al., 2009). Menurut Kalefetoglu & Ekmekci (2005) , Cekaman
kekeringan menjadi salah satu faktor cekaman abiotik terbesar dalam
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi di area pertanian. Hal ini dapat dilihat
dari beberapa faktor cekaman abiotik lainnya, bahwa presentasi cekaman
kekeringan menempati urutan pertama yaitu sekitar 26 %, kemudian diikuti
cekaman mineral 20%, cekaman suhu rendah 15 %, sedangkan sisanya adalah
cekaman biotik yaitu 39 %. Kondisi cekaman kekeringan di daerah tropis seperti di
Indonesia dapat mengakibatkan penurunan hasil produksi sekitar 17 - 60 %
(Monneveux et al., 2005).
Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki tingkat toleran
lebih tinggi terhadap cekaman kekeringan. Sorgum memiliki kebutuhan air lebih
sedikit dibandingkan tanaman serealia kering lainnya. Menurut Supriyanto (2010),
untuk menghasilkan 1 kg bahan kering kebutuhan air untuk sorgum, jagung, barley,
dan gandum adalah sebagai berikut: sorgum membutuhkan 322 kg air, jagung
membutuhkan 368 kg air, barley membutuhkan 434 kg air, sedangkan gandum
membutuhkan 514 kg air. Selain tingkat toleransi kekeringan yang tinggi, sorgum
juga memiliki beragam manfaat untuk dikembangkan salah satunya adalah
pemanfaatan biji sorgum sebagai bahan pangan dan pakan, karena sorgum memiliki
nilai gizi yang memadai sebagai bahan pangan. Kandungan karbohidrat dalam
sorgum mencapai 83 %, lemak 3,5 % dan protein 10 % (Suarni, 2004). Kelebihan
yang dimiliki tanaman sorgum menjadikan tanaman ini sangat potensial untuk
dikembangkan terutama dalam mengatasi kekeringan yang disebabkan kondisi
iklim saat ini.
2
Evaluasi toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dilakukan dengan
dua pengamatan yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pengamatan secara
langsung dapat dilakukan dengan mengamati langsung penurunan hasil panen dan
biomassa yang dihasilkan pada kondisi cekaman kekeringan dibandingkan pada
kondisi normal. Pengamatan secara tidak langsung dilakukan dengan mengamati
morfologi dan fisiologi yang terkait dengan sifat toleransi terhadap cekaman
kekeringan (Vadez et al., 2007). Dengan demikian, identifikasi respons morfologi,
fisiologi, dan penurunan hasil panen dapat digunakan sebagai dasar untuk
menentukan karakter yang terkait dengan toleransi varietas sorgum terhadap
cekaman kekeringan.
Pengujian toleransi tanaman sorgum terhadap cekaman kekeringan dilakukan
dengan menggunakan 6 varietas sorgum diantaranya adalah Kawali, Numbu, Super
2, Pahat, Samurai 1, dan Bioguma 2. Keempat varietas sorgum yaitu Kawali,
Numbu, Super 2, dan Bioguma 2 merupakan varietas unggul yang dihasilkan oleh
Kementrian Pertanian dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian pada tahun 2002
untuk varietas Kawali dan Numbu, tahun 2013 untuk varietas Super 2 serta 2019
untuk varietas Bioguma 2. Kedua varietas lain yaitu Pahat dan Samurai 1
merupakan varietas unggul yang dihasilkan oleh BATAN (Badan Tenaga Nuklir
Nasional) dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian pada tahun 2013 untuk varietas
Pahat dan 2014 untuk varietas Samurai 1. Adanya variasi pada varietas yang
digunakan bertujuan untuk membandingkan varietas sorgum yang lebih toleran
terhadap cekaman kekeringan, yaitu varietas sorgum yang dapat tumbuh baik pada
lingkungan dengan curah hujan terbatas, mampu bertahan pada kondisi kering serta
mampu mempertahankan daya hasil selama kekeringan. Menurut Mitra (2001)
tingkat toleran suatu varietas sorgum pada lingkungan cekaman dapat ditentukan
dengan nilai indeks toleransi. Pengukuran indeks toleransi cekaman kekeringan
dihitung berdasarkan kehilangan hasil pada kondisi kekeringan dibandingkan pada
kondisi normal yang dapat digunakan untuk seleksi varietas toleran kekeringan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian uji adaptasi dari beberapa
varietas sorgum terhadap kekeringan melalui program pemuliaan tanaman dengan
harapan dapat mengidentifikasi varietas sorgum yang toleran terhadap kekeringan
dan responnya terhadap perlakuan cekaman kekeringan yang diberikan.
3
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana respon toleransi beberapa varietas sorgum terhadap cekaman
kekeringan ?
2. Adakah dari beberapa varietas sorgum tersebut yang toleran terhadap
kekeringan?
1.3. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Perbedaan perlakuan akan memberikan respon yang berbeda dalam bentuk
morfologi dan fisiologi dari beberapa varietas sorgum.
2. Perbedaan perlakuan akan menentukan varietas sorgum yang toleran
terhadap kekeringan.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengevaluasi respon tanaman sorgum dari keenam varietas terhadap
cekaman kekeringan.
2. Menganalisis varietas sorgum yang toleran terhadap cekaman kekeringan.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
mengenai varietas sorgum lokal yang toleran terhadap cekaman kekeringan
sehingga dapat membantu meningkatkan pengembangan tanaman sorgum di
wilayah yang memiliki ketersediaan air yang rendah, dan dapat menjadi dasar serta
referensi pada penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan respon cekaman
kekeringan terutama pada varietas sorgum.
1.6. Kerangka Berpikir
4
Kerangka berpikir penelitian penapisan toleransi cekaman kekeringan pada
beberapa varietas sorgum.
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian penapisan toleransi cekaman kekeringan
pada beberapa varietas sorgum.
Perubahan iklim yang ekstrim
mengakibatkan terjadinya cekaman
kekeringan
Cekaman kekeringan menyebabkan
pertumbuhan dan hasil produksi
pertanian menjadi menurun
Sorgum merupakan tanaman yang
toleran kekeringan, karena memiliki
kebutuhan air yang sedikit
Pemberian perlakuan cekaman
kekeringan
Diperlukan tanaman yang toleran
terhadap kekeringan dan tetap mampu
berproduksi saat terjadi kekeringan
Fase vegetatif Fase generatif
Mendapatkan varietas sorgum yang
lebih toleran terhadap kekeringan
Identifikasi respon masing-masing
varietas sorgum terhadap kekeringan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi Tanaman Sorgum
Sorgum merupakan tanaman serealia terpenting setelah padi, jagung,
gandum, dan barley. Jenis ini tumbuh di daerah tropis maupun sub tropis, dan
termasuk kedalam Famili Poaceae atau rerumputan yang menyerbuk sendiri
(USDA, 2008).
Sorgum tergolong tanaman herba yang memiliki sistem perakaran serabut dan
untuk menopang tubuhnya juga terdapat akar tunjang. Akar tunjang ini memiliki
warna yang lebih gelap dan berukuran lebih besar dari akar utama. Tanaman
sorgum memiliki batang berbentuk silinder dan beruas yang terdiri dari buku
(nodes) dan rangkaian ruas (internodes). Ruas batang terpanjang terdapat pada ruas
terakhir atau pangkal batang, dengan diameter pangkal batang berkisar 0,5 - 5,0 cm.
Setiap varietas tanaman sorgum memiliki tinggi yang bermacam-macam berkisar
0,5-4,0 m dan menghasilkan jumlah anakan atau tunas yang bervariasi (Andriani &
Isnaini, 2013).
Daun sorgum memiliki bentuk berupa pita dan pada pertemuan antara pelepah
dengan helaian daun terdapat ligula atau kerah daun. Bagian lapisan epidermis daun
sorgum terpdapat lapisan lilin. Lapisan lilin tersebut berfungsi untuk mengurangi
penguapan sehingga tanaman sorgum mampu bertahan pada daerah dengan
kelembaban sangat rendah dan toleran terhadap kekeringan (Andriani & Isnaini,
2013).
Bunga sorgum memiliki bentuk berupa malai (panikel) yang terdiri atas
tangkai malai, rangkaian bulir (spike), kumpulan bunga (spikelet) dan bunga
(floret). Malai tanaman ini beragam bergantung varietasnya dan dibedakan
berdasarkan posisi, kerapatan, dan bentuk. Bunga sorgum tersusun pada spikelet
yang terdiri dari floret yaitu bunga biseksual dengan satu atau dua bunga uniseksual
yaitu jantan yang steril (Andriani & Isnaini, 2013).
6
Gambar 2. Bagian-bagian rangkaian bunga sorgum. a. rangkaian bulir;
b. spikelet c. bunga biseksual (Andriani & Isnaini, 2013).
Biji sorgum berbentuk bundar dan terbagi atas tiga bagian utama, yaitu
perikarp, endosperma dan embrio. Warna biji dipengaruhi oleh warna dan ketebalan
kulit (perikarp), ketebalan dan warna testa, serta tekstur dan warna endosperma.
Kulit biji sorgum dapat berwarna merah, hitam, putih, atau kuning tergantung
varietasnya (Earp et al., 2004).
Gambar 3. Struktur biji sorgum. 1 = stylar area/bagian ujung; 2 = embryonic
axis/inti embrio; 3 = scutellum/skutelum (Earp et al., 2004).
7
2.2. Kebutuhan Air Bagi Tanaman Sorgum
Air merupakan salah satu komponen penting dalam tanaman. Fitter & Hay
(1992), menyatakan bahwa kandungan air pada tanaman dapat mencapai 70-90 %
dari bobot segar jaringan dan organ tanaman, dan sebagian besar dikandung di
dalam sel.
Fitter & Hay (1992) menyatakan bahwa struktur air terdiri dari molekul
bipolar dengan ikatan hidrogen. Struktur air ini menyebabkan fungsi fisiologis di
dalam tanaman yang bertanggung jawab terhadap turgiditas. Air berfungsi sebagai
penghubung antar sel tanaman dan pembawa unsur hara dari akar ke daun melalui
xylem yang ditranspirasikan melalui stomata dan kutikula.
Ketersediaan air dalam tubuh tanaman diperoleh melalui proses fisiologis dan
hilangnya air dari permukaan tanaman melalui proses evaporasi dan transpirasi.
Tanaman dengan luas daun yang besar akan mengalami kehilangan air yang besar
melalui transpirasi. Apabila suplai air berlangsung pada tingkat yang normal maka
akan menjamin kestabilan tekanan turgor yang berkaitan dengan proses
membukanya stomata, sebaliknya apabila tanaman mengalami kekurangan suplai
air sedangkan proses transpirasi berlangsung cepat maka yang terjadi adalah
kekurangan air dalam tanaman (Tjionger, 2009).
Kebutuhan air semakin meningkat dimulai pada awal pertumbuhan hingga
mencapai maksimum pada fase pembungaan dan pengisian biji, selanjutnya
menurun hingga fase masak fisiologis. Kebutuhan air tanaman sorgum untuk dapat
berproduksi optimal adalah 400 - 450 mm, lebih rendah dibandingkan dengan
jagung yang membutuhkan air 500 - 600 mm selama pertumbuhannya (FAO, 2001).
Sorgum hibrida memerlukan air 450 mm untuk dapat memberi hasil optimal.
Pertanaman ratun sorgum hanya memerlukan air 250 - 300 mm. Ketepatan
ketersediaan air pada stadia pertumbuhan berpengaruh terhadap produksi sorgum.
Hasil optimal akan tercapai apabila kebutuhan air tanaman tercukupi pada fase
vegetatif awal, pembungaan, dan pengisian malai.
2.3. Mekanisme Toleransi Tanaman Sogum Terhadap Cekaman Kekeringan
Cekaman kekeringan merupakan keadaan berkurangnya suplai air dari daerah
perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dimana laju
evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Keadaan ini banyak
8
dialami oleh tanaman pada lahan-lahan kering di daerah tropis. Hal tersebut
diperparah dengan perubahan iklim atau musim dari tahun ke tahun.
Hamim (2004) menyatakan bahwa pengaruh cekaman kekeringan bergantung
pada genetik tanaman, dimana perbedaan morfologi, anatomi dan metabolisme
akan menghasilkan respon yang berbeda terhadap cekaman kekeringan. Umumnya
tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan menggunakan lebih dari satu
mekanisme untuk menjaga kelangsungan hidupnya (Sopandie, 2006).
Sorgum dikenal sebagai tanaman yang toleran terhadap cekaman abiotik
khususnya kekeringan dan cuaca panas. Mekanisme ketahanan tanaman sorgum
terhadap kekeringan dipengaruhi oleh sistem perakaran, karakteristik daun dan
pengaturan osmotik (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2017).
2.3.1. Sistem Perakaran Sorgum
Kekurangan air bagi tanaman biasanya ditandai oleh menurunnya nilai
potensial air tanaman. Penurunan nilai potensial air apabila berlangsung terus-
menerus dapat menyebabkan tanaman menjadi layu atau mati. Laju pemulihan
kembali atau recovery tanaman dari stres kekeringan dipengaruhi oleh sistem
perakarannya. Modifikasi sistem perakaran untuk mengekstrak air lebih banyak
dan mengatur laju transportasi air ke tanaman merupakan mekanisme penting untuk
menghindari stres kekeringan atau cuaca panas. Sorgum memiliki akar yang lebat,
ekstensif, dan bercabang sehingga apabila terjadi stres kekeringan maka perakaran
akan menyerap air secara cepat yang ditandai oleh peningkatan nilai potensial air
tanaman, sehingga recovery berlangsung lebih cepat. Selain itu, sorgum memiliki
akar tanaman yang mampu tumbuh lebih dalam, sehingga apabila cekaman
kekeringan terjadi maka sistem perakaran tanaman akan memegang peranan
penting dalam menentukan laju dan jumlah air yang dibutuhkan tanaman secara
aktual (Aqil & Bunyamin, 2013).
2.3.2. Karakteristik Lapisan Lilin Daun
Tanaman sorgum mempunyai karakteristik yang jarang ditemukan pada
tanaman pangan sejenisnya, yaitu terdapatnya lapisan lilin yang tebal berwarna
putih pada tangkai bunga, ketiak daun, dan permukaan daun. Menurut Peterson et
al. (1979) Lapisan lilin pada tanaman sorgum dikendalikan oleh gen dominan, yaitu
9
BmBm. Lapisan lilin dapat membantu meningkatkan ketahanan tanaman sorgum
terhadap cekaman kekeringan atau cuaca panas sedangkan gen BmBm akan
mengontrol laju penyerapan air dari dalam tanah dan mengontrol radiasi yang
masuk sehingga laju transpirasi dapat terkontrol.
2.3.3. Pengaturan Osmotik (Osmoregulation)
Hsiao et al. (1976) menjelaskan bahwa osmoregulasi merupakan upaya
tanaman untuk menjaga turgor sel akibat penurunan potensial air tanaman.
Mekanisme osmoregulasi ini terjadi oleh tanaman sorgum saat mengalami
kekurangan air, dimana tanaman akan menurunkan potensial air daun yang
kemudian diikuti oleh menutupnya stomata daun. Selain itu saat terjadi stress maka
daun akan menggulung ke dalam yang kemudian memperlambat laju transpirasi.
Luas daun sorgum lebih kecil dibandingkan dengan luas daun jagung sehingga
memungkinkan sorgum mengendalikan transpirasi saat kekeringan dan kondisi
angin kencang, dengan cara melakukan adaptasi melalui pengaturan pengeluaran
air dalam bentuk transpirasi melalui stomata sehingga penguapan air pada daun
akan berkurang.
2.4. Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman Sorgum
Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk
mengukur pertumbuhan tanaman oleh pengaruh lingkungan karena mudah dilihat
serta tidak merusak tanaman. Bray (1997) menyatakan bahwa kekeringan
merupakan salah satu cekaman lingkungan yang dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan, serta produktivitas tanaman.
Kekeringan pada tanaman sorgum dapat menyebabkan perubahan morfologi
antara lain terhambatnya pertumbuhan akar, tinggi tanaman, diameter batang, luas
daun, jumlah daun, penutupan stomata dan penggulungan daun (Sinaga, 2007).
Bahkan pada keadaan lebih lanjut, cekaman kekeringan dapat menurunkan tingkat
produktivitas (biomassa) tanaman, karena menurunnya metabolisme primer,
penyusutan luas daun dan aktivitas fotosintesis (Solichatun et al., 2005).
2.5. Seleksi Varietas dan Karakter Terkait Toleransi Kekeringan Sorgum
10
Toleransi tanaman adalah suatu kemampuan tanaman untuk bertahan hidup
dan berproduksi pada kondisi atau lingkungan yang tercekam (Simms, 2000).
Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan umumnya akan mengalami
penurunan hasil dan produktivitas dimana tingkat penurunan tersebut akan berbeda-
beda tergantung kemampuan adaptasi dari setiap varietas pada kondisi cekaman.
Varietas yang toleran terhadap kekeringan dapat diperoleh dari hasil seleksi
genotipe yang mampu beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan. Langkah
penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan varietas yang toleran cekaman
kekeringan adalah dengan cara melakukan penanaman dan penyeleksian varietas
sorgum pada lingkungan dengan kondisi air yang terbatas. Seleksi varietas pada
lingkungan target (cekaman kekeringan) bertujuan meningkatkan produktivitas
tanaman dan melindungi dari kehilangan produktivitas hasil akibat cekaman
kekeringa (Kumar et al., 2012)
Tingkat toleransi varietas sorgum terhadap cekaman kekeringan dapat diukur
berdasarkan nilai indeks toleransi cekaman. Pengukuran indeks toleransi cekaman
dihitung berdasarkan perbandingan kehilangan produktivitas hasil pada kondisi
cekaman kekeringan (Ys) dengan kondisi normal (Yp) (Mitra, 2001). Beberapa
nilai indeks cekaman untuk menentukan tingkat toleran genotipe sorgum terhadap
cekaman kekeringan salah satunya adalah ITC (Indeks Toleran Cekaman) yang
dikemukakan oleh (Fernandez (1992) yang mendefinisikan nilai ITC untuk
mengidentifikasi varietas yang memiliki produksi hasil tinggi pada kondisi normal
dan cekaman. Varietas sorgum yang memiliki nilai ITC (Indeks Toleransi
Cekaman) yang tinggi menunjukkan bahwa varietas tersebut relatif toleran terhadap
kekeringan.
2.6. Pemuliaan Tanaman Sorgum
Pemuliaan tanaman merupakan suatu usaha menghasilkan kombinasi
genetika baru melalui seleksi untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai
potensi lebih baik (Welsh, 1991). Pemuliaan sorgum di Indonesia diarahkan untuk
kebutuhan pangan, pakan dan bahan industri, selain itu percobaan mengenai
adaptasi sorgum terhadap toleransi kekeringan banyak dilakukan, karena sorgum
banyak di budidayakan khususnya di daerah marginal (Human, 2007).
11
Sorgum memiliki keunggulan dalam adaptasi agroekologis yang luas dan
kandungan protein yang tinggi, namun pengembangan sorgum untuk tujuan
konsumsi maupun sebagai bahan baku dalam industri masih sangat rendah.
Menurut Human (2007) potensi peningkatan produksi dan kualitas sorgum di
Indonesia terbuka luas diantaranya melalui program pemuliaan tanaman dan
pemanfaatan plasma nutfah sorgum secara optimal.
Variasi genetik merupakan bahan baku utama dalam melakukan pemuliaan
tanaman, variasi genetik yang besar akan memudahkan pembentukan varietas
unggul. Sorgum merupakan tanaman yang kaya akan keragaman genetik dan
karakteristik utamanya adalah mekanisme toleransi terhadap kekeringan (Poehlman
& Sleper, 1996) . Pemerintah di Indonesia melalui Balai Penelitian Tanaman
Serealia (Balitsereal) telah merilis beberapa kultivar sorgum hasil keragaman
genetik yang memiliki adaptasi pada lingkungan luas diantaranya
1. Varietas Kawali, Varietas kawali merupakan introduksi dari ICRISAT India.
Varietas ini memiliki keunggulan tahan terhadap hama aphids, tahan terhadap
penyakit karat dan bercak daun, serta dapat ditanam di lahan sawah tegalan
(Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2002 ) .
2. Varietas Numbu, Varietas numbu merupakan introduksi dari ICRISAT India.
Varietas ini memiliki keunggulan tahan terhadap terhadap hama aphids, tahan
terhadap penyakit karat dan bercak daun, serta dapat ditanam di lahan sawah
tegalan (Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2002).
3. Varietas Super 2, Varietas Super 2 merupakan perbaikan galur 15021 introduksi
dari ICRISAT. Varietas ini memiliki keunggulan tahan terhadap hama aphids,
tahan terhadap penyakit antraknose, tahan penyakit karat daun dan hawar daun,
cocok ditanam pada musim kering, serta beradaptasi pada lingkungan yang luas
(Departemen Pertanian, 2013).
4. Varietas Pahat, Varietas pahat merupakan varietas zhengzu dari China yang telah
di radiasi sinar gamma dosis 300 Gy. Varietas ini memiliki keunggulan tahan
terhadap penyakit karat daun, dan cocok ditanam pada musim kering
(Departemen Pertanian, 2013).
5. Varietas Samurai 1, Varietas samurai 1 merupakan hasil dari galur Zh-30 yang
telah di radiasi sinar gamma dosis 300 Gy. Varietas ini memiliki keunggulan
12
tahan terhadap penyakit busuk pelepah, tahan terhadap penyakit karat daun,
dapat ditanam di lahan sawah dan tegalan, serta cocok sebagai bahan industri
pangan maupun bioethanol (Departemen Pertanian, 2014).
6. Varietas Bioguma 2, Varietas Bioguma 2 merupakan perbaikan dari sorgum
varietas Numbu yang diberi perlakuan mutasi. Varietas ini memiliki keunggulan
batang lebih besar, tingkat kemanisan atau kandungan brix lebih tinggi, volume
nira dan produksi biji yang lebih tinggi serta tahan terhadap penyakit karat daun
dan busuk batang (Departemen Pertanian, 2019).
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2019 – Januari 2020 di Kebun
Percobaan, Bidang Pertanian, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Pasar Jumat, Jakarta Selatan.
3.2. Rancangan Penelitian
Penelitian disusun dalam rancangan petak terbagi (Split-Plot Design) yang
terdiri atas 3 petak utama dan 6 anak petak, dengan 3 kali ulangan. Petak utama
adalah perlakuan cekaman (C) yaitu kontrol penyiraman setiap hari, cekaman
kekeringan di fase vegetatif 40 HST (hari setelah tanam), dan cekaman kekeringan
di fase generatif 60 HST (hari setelah tanam). Anak petak adalah varietas sorgum
(V) yaitu Bioguma 2, Super 2, Kawali, Numbu, Samurai 1 dan Pahat.
3.3. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, bambu, plastik
sungkup, patok, tali rafia, kawat, ember berukuran 30 cm x 19 cm x 22 cm, plastik
ziplock berukuran 8 cm x 13 cm, penggaris, meteran, timbangan analitik, gunting,
tampah, alat tulis, klorofil meter, kamera handphone, dan kertas label.
Bahan yang digunakan berupa benih dari 6 varietas sorgum, diantaranya
Kawali, Numbu, Super 2, Pahat, Samurai 1, dan Bioguma 2, insektitisida benih
Marshal 25ST, pupuk kandang, pupuk NPK Mutiara (N: 16 %, P: 16 %, K: 16%),
dan Insektisida Curacorn 500EC.
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Persiapan Benih Tanaman Sorgum
Benih yang digunakan adalah benih sorgum varietas Kawali, Numbu, Super
2, dan Bioguma 2 yang diperoleh dari koleksi benih Kementrian Pertanian,
sedangkan varietas Pahat dan Samurai 1 diperoleh dari koleksi benih BATAN.
Benih berpenampilan mengkilap, bersih, kering dan berisi dipisahkan dari benih
yang memiliki penampilan cacat, basah dan berkerut. Setelah itu, benih yang telah
14
dipisahkan dimasukkan kedalam wadah plastik dan diberi obat insektisida Marshal
25ST yang berfungsi untuk pengendalian dari hama semut pada benih.
3.4.2. Persiapan Lahan Tanam
Lahan seluas 7,3 m x 15,2 m diolah dengan cangkul untuk memperbaiki sifat
fisik tanah dan membersihkan tanah dari gulma. Pengolahan lahan dilakukan tanpa
pemberian pupuk. Lahan dibagi menjadi plot-plot menggunakan tali dan patok
dengan 3 baris ke samping sebagai perlakuan dan 3 baris ke belakang sebagai
ulangan. Diatas lahan yang sudah diolah didirikan rainout shelters dengan penutup
plastic dan bambu sebagai penyangganya. Rainout shelters diperlukan untuk
mencegah masuknya air hujan ke lahan budidaya.
3.4.3. Penanaman benih
Tanah ditugal sedalam 3 - 4 cm dari permukaan tanah, setiap lubang tanam
diisi 3 - 4 butir benih sorgum. Sepanjang lubang tanam dialuri pupuk kandang
dengan jarak sekitar 5 cm dari lubang tanam, kemudian ditutup dengan tanah.
Setiap 1 blok ulangan terdiri atas 6 varietas sorgum yang ditanam secara acak. Jarak
tanam antar varietas adalah 70 cm dengan jarak tanam dalam satu varietas adalah
15 cm. Denah tanam persemaian benih keenam varietas sorgum adalah sebagai
berikut.
Gambar 4. Denah tanam proses persemaian benih dari keenam varietas sorgum.
15
3.4.3. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan secara manual sesuai prosedur budidaya
tanaman sorgum, meliputi kegiatan penyiraman, pemupukan, penjarangan,
penyiangan gulma, dan pengendalian hama. Penyiraman dilakukan 1 kali sehari
pada semua perlakuan sampai pada pemberian perlakuan cekaman kekeringan.
Pemberian pupuk NPK dilakukan kembali pada umur 7 hari setelah tanam (HST).
Pupuk diberikan dengan cara disebar dalam larikan atau deretan lurus sekitar 5 cm
dari tanaman, kemudian ditutup kembali dengan tanah. Penjarangan dilakukan pada
umur 7 hari setelah tanaman (HST), dengan cara mengurangi jumlah tanaman
sorgum yang tumbuh pada setiap lubang tanam. Tujuan dilakukan penjarangan
adalah untuk memberi ruang tumbuh yang lebih leluasa bagi tanaman sorgum
sehingga meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman. Pemupukan kedua
dilakukan kembali setelah tanaman berumur 1 bulan menggunakan pupuk NPK.
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh
di sekitar pertanaman tanaman sorgum. Pengendalian hama dilakukan dengan
pemberian insektisida jenis Curacorn 500EC dengan dosis 1 ml/l yang dilakukan 1
kali dalam seminggu selama 3 bulan .
3.4.3. Perlakuan cekaman kekeringan
Perlakuan cekaman kekeringan dilakukan dengan cara penghentian
penyiraman pada fase vegetatif 40 hari setelah tanam (HST) dan fase generatif 60
hari setelah tanam (HST) sampai tanaman memasuki masa panen, sedangkan untuk
kontrol penyiraman tetap dilakukan setiap hari.
3.4.4. Panen
Tanaman sorgum sudah dapat dipanen pada umur 3 - 4 bulan setelah tanam.
Kriteria sorgum yang telah siap panen menurut (Zubair, 2016) yaitu pada saat daun
tanaman mulai menguning, malai telah sempurna, dan biji telah mengeras. Keenam
varietas tanaman sorgum dari setiap perlakuan maupun ulangan dicabut dari tanah
beserta akarnya. Pencabutan dilakukan dengan memegang batang utama dan tangan
pada posisi tepat di bawah cabang yang terbesar. Seluruh tanaman sorgum hasil
panen kemudian diamati dan dilakukan pengambilan data pasca panen, yaitu tinggi
16
tanaman, luas daun bendera, panjang akar, bobot tanaman, bobot malai, bobot akar,
dan bobot biji.
3.4.5. Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan yang diamati meliputi;
a. Tinggi tanaman, diukur dengan menggunakan meteran mulai dari pangkal batang
hingga ujung titik tumbuh tanaman.
b. Luas daun bendera, Luas daun bendera (LD) diukur menggunakan penggaris
dengan mengukur panjang daun (P) dari mulai pangkal daun sampai ujung daun
terpanjang dan lebar daun (L) diukur pada bagian helai daun yang terlebar.
LD = P x L
c. Panjang akar, diukur dengan menggunakan meteran dari pangkal akar sampai
dengan ujung akar terpanjang.
d. Bobot tanaman, bobot dari seluruh bagian tanaman dari akar hingga malai,
ditimbang menggunakan timbangan digital.
e. Bobot malai, malai dari setiap induvidu tanaman dipisahkan terlebih dahulu dari
batang, ditimbang menggunakan timbangan digital.
f. Bobot akar, akar tanaman dipisahkan terlebih dahulu dari batang dan dibersihkan
dari tanah-tanah yang menempel pada akar, ditimbang menggunakan timbangan
digital.
g. Bobot biji per malai, biji per malai dari setiap induvidu dirontokkan terlebih
dahulu dari tangkainya dan dibersihkan mengunakan tampah, dimasukkan
kedalam plastik sampel dan ditimbang menggunakan timbangan digital.
h. Kadar kandungan klorofil dihitung menggunakan alat Chlorophyl Meter Konika
Minolta seri SPAD-502 pada sampel daun. Sampel daun dari keenam varietas
sorgum pada masing-masing perlakuan maupun ulangan diukur dengan tiga kali
pengukuran untuk mendapatkan satu nilai klorofil total per daun. Sampel daun
yang digunakan adalah daun bendera. Menurut Andriani & Isnaini (2013) daun
bendera merupakan daun terakhir yang terbentuk untuk membungkus malai dan
merupakan daun yang paling banyak memberikan hasil fotosintesis ke malai.
Daun yang akan diukur kadar klorofilnya dijepitkan pada bagian sensor dari alat
tersebut. Sensor SPAD ditempatkan dibagian pangkal, tengah dan ujung daun
secara acak hanya pada bagian jaringan mesofil daun dengan menghindari
17
bagian tulang daun. Kemudian angka yang muncul pada monitor dicatat sebagai
nilai klorofil total daun.
3.4.6. Analisis Data
Data penelitian ini dianalisis menggunakan Analysis of Varians (ANOVA)
program Stastical Package for the Social Sciences (SPSS) 22. Perlakuan yang
menunjukkan perbedaan nyata kemudian diuji lanjut dengan uji DMRT pada taraf
nyata 5%.
3.4.7. Indeks Toleransi Cekaman
Tingkat toleran varietas sorgum dihitung berdasarkan hasil bobot biji, bobot
tanaman, dan bobot malai pada kondisi lingkungan optimal dan cekaman
kekeringan. Perhitungan Indeks Toleransi Cekaman (ITC) dihitung mengikuti
persamaan (Fernandez, 1992) dengan rumus :
ITC =𝑌𝑝 × 𝑌𝑠
(�̂�𝑝)2
Keterangan :
𝑌𝑝 : Produktivitas hasil kondisi normal
𝑌𝑠 : Produktivitas hasil kondisi cekaman
(�̂�𝑝)2 : Rata-rata produktivitas hasil semua genotipe kondisi normal.
Kriteria untuk menentukan tingkat toleran terhadap cekaman kekeringan adalah jika
nilai ITC ≤ 0,5 maka genotipe tersebut peka, jika 0,5 < ITC ≤ 1.0 maka genotipe
tersebut medium toleran, dan jika ITC > 1.0 maka genotipe tersebut toleran.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Lapangan
Penelitian ini berlangsung di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan
Tenaga Nuklir Nasional (PAIR-BATAN) Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Suhu
lingkungan selama penanaman berkisar antara 27,3 - 28,1 ℃ (Lampiran 1). Suhu
tersebut merupakan suhu yang optimal untuk pertumbuhan tanaman sorgum. Hal
ini sesuai dengan Sucipto (2010) bahwa suhu udara 23 - 30 ℃ merupakan suhu
yang paling sesuai dengan pertumbuhan tanaman sorgum. Selama penelitian
kelembapan udara cukup tinggi berkisar antara 82,8 - 84,6 %, namun kelembapan
udara tersebut kurang optimal untuk pertanaman sorgum. Menurut Sucipto (2010)
kelembapan udara yang dibutuhkan untuk penanaman sorgum berkisar antara 20
- 40 %. Meskipun pengaruh kelembapan udara terhadap pertumbuhan tidak terlalu
besar, namun secara tidak langsung kelembapan udara yang tinggi akan
berpengaruh terhadap penyebaran hama dan penyakit tanaman.
Keadaan tanaman pada umur 1 - 4 MST menunjukkan pertumbuhan yang
sehat dengan tingkat serangan hama dan penyakit relatif rendah (Gambar 6).
Namun setelah tanaman berumur lebih dari 4 MST terdapat berbagai serangan hama
yang menyerang tanaman sorgum seperti belalang (Locusta sp) dan aphids atau
kutu daun (Aphis sp) (Swastika et al., 2004). Bagian yang diserang oleh belalang
adalah bagian daun, mulai dari daun bagian tengah sampai bagian atas (kuncup).
Belalang akan menimbulkan kerusakan dengan meninggalkan bekas gigitan yang
berupa lubang-lubang pada daun (Gambar 5a). kemunculan hama belalang biasanya
terjadi secara terus menerus dari awal sorgum ditanam sampai dengan musim
panen. Menurut Untung (2006) keberadaan Organisme ini tidak pernah
mendatangkan kerugian berarti dalam pengelolaan agroekosistem normal, sehingga
kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Selain itu bersamaan dengan sebagian daun yang dimakan
muncul juga daun lain dalam waktu relatif singkat, sehingga tidak menyebabkan
kematian pada tanaman sorgum.
19
Kutu daun menyerang pertanaman sorgum terutama pada bagian daun sorgum
(Gambar 5b). Hama ini menyerang mulai dari awal pertanaman sampai dengan
musim panen. Kutu daun lebih senang berada pada suhu yang hangat dibandingkan
pada suhu yang dingin. Chhillar & Verma (1992) melaporkan bahwa imago pada
aphids lebih aktif di lapangan pada suhu 27 ℃. Suhu tersebut sesuai dengan suhu
pertanaman sorgum selama penelitian. Hal ini menyebabkan perkembangan kutu
daun selama penelitian berkembang pesat. Serangan kutu daun cukup mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Umumnya kutu daun ini menginfeksi
semua bagian tanaman, akan tetapi infeksi terbanyak pada penelitian ini terjadi pada
daun. Kutu daun akan menghisap cairan yang berada pada daun sehingga
mengakibatkan warna daun menjadi berubah (Untung, 2006).
Gambar 5. Serangan hama selama penelitian. Kondisi daun sorgum akibat gigitan
belalang A, Hama aphids menyerang pada bagian daun sorgum (B).
4.2. Kondisi Tanaman Sorgum Selama Penelitian
Tanaman sorgum yang digunakan pada penelitian ini setelah diberikan
perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan terjadinya banyak perubahan
morfologi. Pengaruh morfologi akibat cekaman kekeringan biasanya sangat
tergantung pada faktor waktu terjadinya cekaman dan besarnya perlakuan cekaman
(Keles & Oncel, 2002).
Kondisi tanaman pada periode awal pertumbuhan yaitu pada fase
perkecambahan, seluruh sorgum dapat tumbuh dengan baik dan tidak ditemukan
galur yang gagal berkecambah (Gambar 6). Hal ini dikarenakan pada fase
perkecambahan bagian tanaman sedang aktif berkembang. Fase ini sangat penting
bagi tanaman karena pada fase ini seluruh daun mulai terbentuk sempurna, daun
20
tersebut berfungsi memproduksi fotosintat untuk pertumbuhan dan pembentukan
biji (Gerik, Bean, & Vanderlip, 2003).
Gambar 6. Kondisi galur-galur sorgum pada fase vegetatif (4 minggu setelah
tanam).
Memasuki fase awal pembungaan dan pengisian biji beberapa galur
menunjukkan gejala kekeringan seperti daun-daun yang menggulung dan
terdapatnya lapisan lilin pada batang sorgum. Hal ini merupakan respon yang
diberikan tanaman sorgum saat terjadi defisiensi air akibat cekaman kekeringan
(Gambar 7). Adanya lapisan lilin menyebabkan tanaman sorgum mampu bertahan
pada daerah dengan kelembaban yang rendah. Lapisan lilin tersebut membantu
meningkatkan ketahanan tanaman sorgum terhadap cekaman kekeringan. Banziger
et al. (2000) menyatakan bahwa titik kritis pengaruh cekaman kekeringan pada
tanaman adalah terjadinya penggulungan daun. Penggulungan daun menunjukkan
bahwa tanaman telah mengalami kekurangan suplai air dan indikator tingkat
kandungan air daun yang rendah
Gambar 7. Kondisi tanaman sorgum fase generatif (kondisi daun sorgum
kekurangan air dan mengalami penggulungan).
21
Memasuki masa panen galur yang dicekam kering pada fase vegetatif dan fase
generatif memiliki jumlah produksi malai lebih sedikit dibandingkan dengan galur
tanpa cekaman kekeringan (Gambar 8). Nurchaliq et al. (2013) menjelaskan bahwa
secara umum tanaman yang menderita kekurangan air memiliki ukuran organ-organ
tanaman yang lebih kecil bila dibandingkan dengan tanaman yang kebutuhan airnya
tercukupi. Hasil yang sama juga diperoleh Jabereldar at al. (2017) bahwa terjadi
penurunan berat malai pada tanaman jagung yang mendapat perlakuan stres air.
Stres air adalah salah satu faktor lingkungan yang paling penting terhadap
penurunan pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman (Sriagtula &
Sowmen, 2018).
Gambar 8. Kondisi produksi malai pada setiap perlakuan cekaman kekeringan. (C1:
Disiram air setiap hari, C2: Dicekam kekeringan fase vegetatif, C3:
Dicekam kekeringan fase generatif).
4.3. Pengaruh Perlakuan Cekaman Kekeringan pada Beberapa Varietas
Sorgum Terhadap Seluruh Parameter Pengamatan
Kondisi cekaman kekeringan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Tanaman yang diberi perlakuan cekaman kekeringan akan menunjukkan respon
yang berbeda-beda sesuai kemampuan tanaman. Pengukuran pertumbuhan
diperlukan untuk mengetahui respon tanaman dalam kondisi kekeringan dengan
mengukur karakter morfologi, agronomi dan fisiologis tanaman. Hasil analisis
ragam menunjukkan interaksi cekaman kekeringan dengan varietas sorgum tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot akar, bobot malai, bobot biji dan klorofil.
Interaksi cekaman kekeringan dengan varietas sorgum hanya berpengaruh nyata
pada tinggi tanaman, luas daun, panjang akar dan bobot tanaman (Lampiran 2).
22
1. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman merupakan salah satu indikator maupun parameter yang
digunakan untuk mengukur pertumbuhan oleh pengaruh lingkungan karena mudah
dilihat dan pengukurannya tidak merusak tanaman (Taiz & Zeiger, 2002). Salah
satu pengaruh lingkungan yang dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
dan perkembangan serta produktivitas tanaman adalah cekaman kekeringan.
Pengaruh cekaman kekeringan yang dilakukan pada beberapa varietas sorgum
terhadap karakter tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakter tinggi tanaman pada beberapa varietas sorgum terhadap
perlakuan cekaman kekeringan.
Varietas
Perlakuan
Disiram Setiap
Hari (cm)
Cekaman Kering
Fase Vegetatif
(cm)
Cekaman Kering
Fase Generatif (cm)
Bioguma 2
Super 2
Kawali
Numbu
Samurai 1
Pahat
252,08 eB
245,63 dB
192,75 bB
239,63 dB
220,30 cB
177,75 aB
242,58 eA
233,13 dA
180,25 bA
227,13 dA
207,80 cA
166,25 aA
247,66 eA
238,22 dA
185,33 bA
232,22 dA
212,88 cA
170,33 aA
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom,
menujukkan tidak ada perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT 5%.
Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata akibat perlakuan
cekaman kekeringan dan varietas sorgum terhadap tinggi tanaman. Tabel 1
menunjukkan bahwa varietas Bioguma 2 pada perlakuan yang disiram setiap hari
memiliki nilai tinggi tanaman tertinggi sebesar 252,08 cm. Nilai tinggi tanaman
terendah adalah varietas Pahat pada perlakuan cekaman kering fase vegetatif
sebesar 166,25 cm. Berdasarkan deskripsi varietas, tinggi tanaman kedua varietas
sorgum Bioguma 2 dan Pahat masing-masing yaitu sebesar 262 cm dan 142,71 cm
(Lampiran 6 dan 7). Perlakuan cekaman kekeringan pada fase vegetatif memiliki
nilai rata-rata yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang disiram
setiap hari dan perlakuan cekaman kering fase generatif. Hal ini sejalan dengan
pendapat Purwanto & Agustono (2010) yang menyatakan bahwa pada stadium
pertumbuhan vegetatif, cekaman kekeringan dapat mengurangi pertumbuhan tinggi
tanaman, pembentukan daun, dan pertambahan luas daun. Fase vegetatif
merupakan fase perkembangan dan pembelahan sel-sel secara aktif sehingga sangat
23
rentan terhadap kekurangan air. Apabila suplai air ke dalam tanaman tidak
mencukupi, maka hasil fotosintesis akan berkurang sehingga asupan makanan
untuk pertumbuhan juga akan berkurang. Ketersediaan air yang tidak mencukupi
dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman (Djazuli, 2010).
2. Luas daun bendera
`Daun merupakan salah satu sifat morfologi yang berkaitan erat dengan
produktivitas tanaman. Daun berfungsi sebagai tempat terjadinya fotosintesis serta
mengekspor hasil fotosintesis ke seluruh bagian tanaman. Daun bendera
merupakan daun yang terakhir terbentuk berfungsi untuk membungkus malai dan
merupakan daun yang paling banyak memberikan hasil fotosintesis ke malai
(Andriani & Isnaini, 2013). Pada kondisi ketersediaan air yang menurun, semakin
kecil nilai luasan daun bendera menunjukkan tanaman semakin mengalami stress
air. Pengaruh cekaman kekeringan yang dilakukan pada beberapa varietas sorgum
terhadap karakter luas daun bendera dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakter luas daun bendera pada beberapa varietas sorgum terhadap
perlakuan cekaman kekeringan.
Varietas
Perlakuan
Disiram Setiap
Hari (cm)
Cekaman Kering
Fase Vegetatif
(cm)
Cekaman Kering
Fase Generatif (cm)
Bioguma 2
Super 2
Kawali
Numbu
Samurai 1
Pahat
224,81 bB
203,47 bB
218,48 bB
224,77 bB
201,42 bB
174,33 aB
193,44 bA
172,11 bA
187,11 bA
193,40 bA
170,05 bA
142,96 aA
213,71 bB
192,37 bB
207,38 bB
213,67 bB
190,32 bB
163,23 aB
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom,
menujukkan tidak ada perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT 5%.
Perlakuan cekaman kekeringan yang diberikan pada beberapa varietas sorgum
menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap luas daun bendera. Tabel 2
menunjukkan bahwa varietas Bioguma 2 pada perlakuan yang disiram setiap hari
memberikan nilai luas daun bendera tertinggi sebesar 224,81 cm, sedangkan nilai
luas daun bendera terendah adalah varietas Pahat pada perlakuan cekaman kering
fase vegetatif yaitu sebesar 142,96 cm. Tanaman yang diberi perlakuan cekaman
kekeringan memiliki nilai rata-rata luas daun lebih rendah dibandingkan dengan
tanaman yang disiram setiap hari. Turunnya luas daun pada tanaman yang
24
mengalami cekaman kekeringan disebabkan karena keterbatasan air. Arve et al.
(2011) menjelaskan bahwa selama tanaman mengalami cekaman kekeringan, kadar
air tanaman menjadi menurun sehingga mengakibatkan turunnya tekanan turgor sel,
pembesaran dan perpanjangan sel menjadi terganggu yang menyebabkan perluasan
daun terhambat sehingga daun mengecil. Daun pada tanaman berfungsi untuk
absorbsi cahaya yang digunakan dalam proses fotosintesis, dengan berkurangnya
luas daun, maka akan berkurang pula absorbsi cahaya yang diterima tanaman.
Keadaan tersebut akan menyebabkan turunnya laju fotosintesis sehingga
produktivitas juga mengalami penurunan (Oukarroum et al., 2007).
3. Panjang akar
Panjang akar merupakan salah satu karakter yang penting untuk melihat
respon tanaman terhadap cekaman kekeringan, karena akar adalah organ utama
pada tanaman yang berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara yang terlarut di
dalamnya (Sopandie, 2006). Pengaruh cekaman kekeringan yang dilakukan pada
beberapa varietas sorgum terhadap panjang akar tanaman dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3. Karakter panjang akar pada beberapa varietas sorgum terhadap perlakuan
cekaman kekeringan.
Varietas
Perlakuan
Disiram Setiap
Hari (cm)
Cekaman Kering
Fase Vegetatif (cm)
Cekaman Kering
Fase Generatif (cm)
Bioguma 2
Super 2
Kawali
Numbu
Samurai 1
Pahat
18,30 dA
18,19 dA
16,80 cA
15,47 bA
12,75 aA
13,30 aA
20,86 dB
20,75 dB
19,36 cB
18,02 bB
15,30 aB
15,86 aB
18,66 dA
18,55 dA
17,16 cA
15,83 bA
13,11 aA
13,66 aA
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom,
menujukkan tidak ada perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT 5%.
Hasil analisis ragam dari perlakuan cekaman kekeringan dan varietas sorgum
terhadap panjang akar menunjukkan adanya pengaruh nyata. Secara interaksi
panjang akar tertinggi diperoleh pada varietas Bioguma 2 perlakuan cekaman
kering fase vegetatif yaitu mencapai 20,86 cm. Sedangkan varietas Samurai 1 pada
perlakuan yang disiram setiap hari memiliki panjang akar terkecil yaitu 12,75 cm
(Tabel 3). Perbedaan panjang akar tersebut menunjukkan bahwa tiap varietas
25
memiliki respon akar yang berbeda-beda dalam menghadapi cekaman kekeringan
dengan menggambarkan sistem perakaran yang dimiliki. Sejalan dengan
pernyataan Nyakpa et al. (1998) dalam Nazirah (2008) menyatakan bahwa setiap
varietas memiliki respon yang berbeda terhadap kondisi lingkungan yang ada,
respon suatu varietas terhadap perubahan lingkungan dapat berupa respon yang
positif dan negatif tergantung varietas yang diuji. Perbedaan panjang akar pada
ketiga perlakuan ini menunjukkan bahwa perlakuan 2 yaitu cekaman kering fase
vegetatif memiliki nilai rata-rata panjang akar lebih tinggi dibandingkan kedua
perlakuan lainnya. Adanya respon tersebut merupakan bentuk adaptasi tanaman
terhadap kondisi cekaman kekeringan. Pada kondisi ini tanaman sorgum dengan
perlakuan cekaman kering fase vegetatif mengalami cekaman kekeringan yang
lebih lama dibandingkan dengan fase generatif, sehingga perlakuan dengan
cekaman kering fase vegetatif memiliki respon pemanjangan akar lebih tinggi.
Terjadinya cekaman kekeringan tanaman akan menahan laju pertumbuhan tajuk
sehingga memperbesar laju pertumbuhan akar dengan cara meningkatkan panjang
akar dan memperbanyak cabang akar. Mekanisme tersebut merupakan salah satu
toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan yang terkait dengan kemampuan
akar untuk memperoleh air pada lapisan tanah yang lebih dalam sehingga akar
berpeluang besar mengabsorbsi air tanah lebih banyak (Karyudi & Fletcher, 2003).
4. Bobot tanaman
Bobot tanaman dapat digunakan sebagai penentu uji toleransi tanaman
terhadap cekaman kekeringan karena mencakup karakter seleksi yang penting pada
kondisi cekaman kekeringan. Bobot tanaman akan mewakili akumulasi
pertumbuhan dan perkembangan pada fase vegetatif yang terdiri dari akar, batang
dan daun. Produksi biomasa yang rendah dapat menyebabkan hasil pertumbuhan
yang rendah (Sungkono et al., 2009) . Berikut pengaruh cekaman kekeringan yang
dilakukan pada beberapa varietas sorgum terhadap karakter bobot tanaman dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakter bobot tanaman pada beberapa varietas sorgum terhadap perlakuan
cekaman kekeringan.
26
Varietas
Perlakuan
Disiram Setiap
Hari (g)
Cekaman Kering
Fase Vegetatif (g)
Cekaman Kering
Fase Generatif (g)
Bioguma 2
Super 2
Kawali
Numbu
Samurai 1
Pahat
271,33 dC
201,85 bC
176,67 aC
234,29 cC
179,84 aC
169,15 aC
234,49 dA
165,01 bA
139,83 aA
197,45 cA
142,99 aA
132,31 aA
251,22 dB
181,74 bB
156,56 aB
214,18 cB
159,72 aB
149,04 aB
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom,
menujukkan tidak ada perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT 5%.
Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata akibat perlakuan
cekaman kekeringan dan varietas sorgum terhadap bobot tanaman. Tabel 4
menunjukkan bahwa varietas Bioguma 2 memiliki hasil bobot tanaman tertinggi
sebesar 271,33 g, sedangkan hasil bobot tanaman terendah ditunjukkan oleh
varietas Pahat pada perlakuan cekaman kering fase vegetatif sebesar 132,31 g.
Tanaman yang diberi perlakuan cekaman kering fase vegetatif memiliki nilai rata-
rata paling rendah terhadap bobot tanaman, kemudian diikuti oleh perlakuan 3 yaitu
cekaman kering fase generatif. Pemberian perlakuan cekaman kekeringan sangat
berpengaruh terhadap bobot tanaman terutama pada fase vegetatif. Hal ini
dikarenakan cekaman kekeringan yang ringan pada tanaman dapat menurunkan laju
pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, karena pada fase vegetatif tanaman
memerlukan banyak cadangan makanan yang akan diubah menjadi energi untuk
pertumbuhan. Kekurangan air pada fase vegetatif mengakibatkan daun-daun
menjadi lebih kecil (Sasli, 2004). Hal ini sejalan dengan Mubeen et al. (2013) yang
melaporkan bahwa cekaman kekeringan pada gandum dapat menurunkan biomassa
tajuk sebesar 40 %. Penurunan berat biomassa diduga karena penurunan laju
fotosintesis akibat rendahnya asimilasi CO2 akibat penutupan stomata. Kekurangan
air menurunkan perkembangan vegetatif dan hasil panen dengan cara mengurangi
pengembangan daun dan penurunan fotosintesis daun yang berakibat menurunnya
fotosintesis tajuk (Lapanjang et al., 2008).
5. Bobot akar dan Bobot malai
27
Penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekeringan
berpengaruh nyata terhadap bobot akar dan bobot malai tanaman sorgum (Tabel 5).
Cekaman kekeringan pada fase vegetatif menyebabkan peningkatan yang sangat
besar terhadap bobot akar tanaman sorgum yaitu sebesar 42,27 g. Namun pada
bobot malai terjadi penurunan seiring meningkatnya periode cekaman kekeringan
yang diberikan pada tanaman sorgum. Perlakuan cekaman kekeringan pada fase
generatif menyebabkan bobot malai mengalami penurunan sebesar 19,20 g.
Tabel 5. Rataan karakter bobot akar dan bobot malai terhadap perlakuan cekaman
kekeringan.
Perlakuan Karakter
Bobot akar (g) Bobot malai (g)
Disiram Setiap Hari 28,82 a 29,82 b
Dicekam Kering Fase Vegetatif 42,27 b 21,55 a
Dicekam Kering Fase Generatif 32,98 a 19,20 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom menujukkan
tidak ada perbedaa nyata berdasarkan uji DMRT 5%.
Terjadinya peningkatan bobot akar pada perlakuan cekaman kekeringan fase
vegetatif merupakan salah satu bentuk adaptasi tanaman terhadap kondisi cekaman
kekeringan. Perlakuan pada fase vegetatif mengalami cekaman kekeringan lebih
lama dibandingkan dengan fase generatif, sehingga peningkatan bobot akar terbesar
berada pada perlakuan yang diberi cekaman kekeringan fase vegetatif. Sama hal
nya dengan pemanjangan akar, Peningkatan bobot akar menunjukkan bahwa
tanaman melakukan mekanisme toleransi dengan cara meningkatkan
perkembangan dan pertumbuhan akar dibandingkan dengan pertumbuhan dan
perkembangan tajuk. Sistem perakaran ini ditingkatkan agar tanaman lebih efisien
dan efektif dalam memperbaiki serapan air. Hal ini sejalan pada penelitian lain yang
menunjukkan peningkatan rasio bobot akar tanaman jagung pada saat mengalami
cekaman kekeringan (Farsiani. & Ghobadi, 2009), tanaman kacang moth (Soni et
al., 2011), dan tanaman kedelai (Makbul et al., 2011).
Bobot malai pada penelitian ini menunjukkan adanya penurunan seiring
dengan meningkatnya periode cekaman kekeringan yang diberikan. Cekaman
kekeringan pada fase generatif menyebabkan pengurangan yang besar terhadap
bobot malai tanaman sorgum. Jafar et al. (2013) mengungkapkan bahwa
kekurangan air yang terjadi pada fase generatif dapat menghambat proses
fotosintesis dan distribusi asimilat ke dalam organ reproduktif sehingga
28
menyebabkan terjadinya penurunan hasil. Tanaman yang mengalami cekaman
kekeringan stomatanya akan menutup lebih awal untuk mengurangi hilangnya air
dan hal ini mengganggu masuknya CO2 sehingga pertumbuhan tanaman menjadi
terhambat dan fotosintat serta energi yang dihasilkan menjadi rendah sehingga
translokasi hasil fotosintat ke organ reproduktif juga menjadi terhambat akibatnya
bobot malai pada fase generatif mengalami penurunan (Haposh et al., 2005).
6. Bobot biji per malai dan Kadar klorofil
Hasil analisis ragam pada penelitian ini menunjukkan bahwa varietas sorgum
berpengaruh nyata terhadap bobot biji per malai dan kadar kandungan klorofil
(Tabel 6).
Tabel 6. Rataan karakter bobot biji dan kadar klorofil terhadap beberapa varietas
sorgum.
Varietas Karakter
Bobot biji (g) Kadar klorofil (%)
Bioguma 2 21,55 c 47,73 d
Super 2 12,22 b 45,70 cd
Kawali 9,68 ab 35,27 a
Numbu 13,07 b 41,23 bc
Samurai 1 5,96 a 37,87 ab
Pahat 5,44 a 40,35 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom menujukkan
tidak ada perbedaa nyata berdasarkan uji DMRT 5%.
Sungkono et al. (2009) menyatakan bahwa bobot biji per malai mewakili
akumulasi pertumbuhan dan perkembangan fase generatif dan merupakan hasil per
induvidu tanaman sehingga bobot biji menjadi karakter yang sangat penting dalam
menentukan hasil produksi dan produktivitas tanaman. Hasil bobot biji per malai
menunjukkan bahwa varietas Bioguma 2 diketahui memiliki bobot yang paling
tinggi dengan rata-rata bobot biji sebesar 21,55 g, sedangkan varietas Pahat
menunjukkan bobot biji per malai yang paling rendah dengan rata-rata bobot biji
5,44 g (Tabel 6). Berdasarkan penelitian Oktanti (2018), hasil bobot biji per malai
untuk varietas Pahat sebesar 18,37 g, hasil tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan
bobot biji per malai yang didapatkan pada penelitian ini yang hanya 5,44 g. Hal ini
diduga disebabkan oleh adanya cekaman abiotik yaitu cekaman kekeringan.
Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan berdampak terhadap
kemampuan tanaman untuk berfotosintesis, sehingga laju pertumbuhan dan hasil
29
produksi tanaman menjadi menurun. Sungkono et al. (2009) menyatakan bahwa
keragaan pertumbuhan tanaman mengikuti hubungan source (jaringan yang
melakukan fotosintesis) dan sink (jaringan yang menerima hasil fotosintesis). Jika
source terganggu akibat adanya cekaman kekeringan dan defisiensi air, maka
kapasitas sink tidak akan optimal.
Kadar kandungan klorofil pada tanaman sorgum merupakan salah satu faktor
penting yang dapat menentukan kemampuan fotosintesis. Hasil pengukuran kadar
klorofil menunjukkan bahwa varietas Bioguma 2 memiliki persentase kandungan
klorofil tertinggi dengan nilai sebesar 47,73 %, sedangkan persentase kandungan
klorofil terendah terdapat pada varietas Kawali dengan nilai sebesar 35,27 % (Tabel
6). Terjadinya peningkatan dan penurunan kadar klorofil dapat mempengaruhi laju
fotosintesis pada tanaman, hal ini dikarenakan klorofil memegang peranan penting
selama proses fotosintesis. Pada proses fotosintesis klorofil berfungsi menyerap
energi dari cahaya matahari yang kemudian energi tersebut digunakan oleh tanaman
dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya (Li et al., 2006). Tingginya kadar
klorofil pada varietas Bioguma 2 menandakan bahwa varietas tersebut memiliki
kemampuan fotosintesis yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lainnya, hal
ini diperkuat dari pengukuran parameter sebelumnya bahwa varietas Bioguma 2
memiliki nilai produktivitas tanaman dan hasil produksi tertinggi dibandingkaan
varietas lainnya saat terjadi cekaman kekeringan maupun tanpa cekaman
kekeringan.
Rendahnya persentase kandungan klorofil pada varietas Kawali diduga
karena adanya serangan hama aphids pada daun. Berdasarkan deskripsi varietas,
varietas Kawali memiliki sedikit ketahanan terhadap hama aphids atau kutu daun
dibandingkan varietas lainnya (Lampiran 3). Serangan hama aphids merupakan
salah satu indikator gangguan pada klorofil. El-Daly (2008) mengungkapkan bahwa
serangan hama aphids lebih banyak terdapat pada daun, dimana daun yang diserang
akan menunjukkan gejala menguning, daun yang muncul berikutnya menunjukkan
gejala daun menipis dan tampak transparan, dan akhirnya mengalami kelayuan,
sehingga jumlah daun yang masih segar semakin berkurang. Keadaan ini akan
menyebabkan kandungan klorofil pada tanaman mengalami penurunan.
30
4.3. Indeks Toleransi Cekaman Beberapa Varietas Sorgum.
Pemilihan varietas toleran pada penelitian ini dilakukan dengan menilai
besarnya indeks toleransi cekaman (ITC) mengikuti Fernandez (1992). Nilai ITC
dapat digunakan untuk mengidentifikasi varietas unggul yang toleran pada kondisi
cekaman. Bobot bagian yang dipanen dan biomassa merupakan peubah hasil yang
dijadikan dasar seleksi dalam penentuan nilai ITC. Bolanos dan Edmeades (1993)
menjelaskan bahwa penggunaan berbagai karakter dalam menyeleksi varietas untuk
perbaikan sifat toleransi kekeringan lebih disarankan karena terbukti nilai kemajuan
seleksinya lebih baik dibandingkan hanya menggunakan hasil panen sebagai
karakter seleksi. Kriteria suatu varietas sorgum yang toleran berdasarkan nilai ITC
yaitu semakin besar nilai ITC dari suatu varietas sorgum maka semakin toleran
varietas tersebut terhadap kondisi cekaman kekeringan. Nilai indeks toleransi
cekaman beberapa varietas sorgum terhadap kekeringan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Indeks toleransi cekaman beberapa varietas sorgum terhadap kekeringan.
Keterangan : ITC: Indeks Toleran Cekaman, T: Toleran, MT: Medium Toleran, P:
Peka.
Hasil ITC (Indeks Toleransi Cekaman) berdasarkan peubah bobot biji, bobot
tanaman, dan bobot malai pada perlakuan kering fase vegetatif dan fase generatif
menunjukkan bahwa varietas Bioguma 2 dan Numbu memberikan hasil yang tinggi
dibandingkan varietas Super 2, Kawali, Samurai 1, dan Pahat (Tabel 7). Pada
peubah bobot biji varietas Bioguma 2 konsisten bereaksi toleran di kedua perlakuan
dengan nilai ITC yaitu 2,58 dan 2,16. Varietas Numbu bereaksi medium toleran dan
toleran dengan nilai ITC yaitu 0,84 dan 1,05 (Tabel 7).
Varietas
Bobot Biji Bobot Tanaman Bobot Malai
Cekaman
Vegetatif
Cekaman
Generatif
Cekaman
Vegetatif
Cekaman
Generatif
Cekaman
Vegetatif
Cekaman
Generatif
Bioguma
2
2,58 T 2,16 T 2,03 T 2,08 T 2,76 T 2,59 T
Super 2 0,80 MT 0,84 MT 0,51 MT 0,85 MT 0,62 MT 0,65 MT
Kawali 0,66 MT 0,38 P 0,30 P 0,37 P 0,50 P 0,49 P
Numbu 0,84 MT 1,05 T 1,13 T 1,52 T 0,84 MT 1,01 T
Samurai 1 0,21 P 0,17 P 0,35 P 0,42 P 0,21 P 0,20 P
Pahat 0,16 P 0,15 P 0,26 P 0,29 P 0,17 P 0,16 P
31
Pada peubah bobot tanaman varietas Bioguma 2 dan Numbu bereaksi toleran
di kedua perlakuan dengan nilai ITC Bioguma 2 yaitu 2,03 dan 2,08, dan varietas
Numbu yaitu 1,13 dan 1,52. Begitu juga pada peubah bobot malai varietas Bioguma
2 konsisten bereaksi toleran di kedua perlakuan dengan nilai ITC yaitu 2,76 dan
2,59. Varietas Numbu bereaksi medium toleran dan toleran dengan nilai ITC yaitu
0,84 dan 1,01 (Tabel 7). Menurut Tubur et al. (2012) varietas dengan nilai indeks
mendekati 1.00 atau lebih pada perlakuan kekeringan mengindikasikan bahwa
varietas tersebut memiliki indeks toleransi kekeringan untuk daya hasil yang baik.
Hal tersebut menunjukkan bahwa varietas Bioguma 2 dan Numbu memiliki
toleransi terhadap cekaman kekeringan yang lebih baik (relatif lebih toleran)
dibandingkan varietas Super 2, Kawali, Samurai 1, dan Pahat.
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini antara lain :
1. Perlakuan cekaman kekeringan pada tanaman sorgum memberikan respon
berupa penggulungan daun, pemanjangan dan peningkatan bobot akar,
penyempitan luas daun, penurunan produksi sorgum, serta penurunan kadar
klorofil.
2. Varietas Bioguma 2 dan Numbu memiliki toleransi yang lebih baik (relatif lebih
toleran) terhadap cekaman kekeringan dibandingkan varietas Super 2, Kawali,
Samurai 1, dan Pahat berdasarkan indeks toleransi terhadap cekaman kekeringan
pada peubah bobot biji, bobot tanaman, dan bobot malai.
6.2. Saran
Pemilihan varietas untuk penanaman pada musim kemarau disarankan untuk
menggunakan varietas Bioguma 2 dan Numbu karena varietas ini relatif lebih
toleran terhadap kekeringan. Selain itu perlu juga dilakukan pengujian di lapangan
terbuka tanpa naungan dan ditanam di wilayah yang memiliki curah hujan lebih
rendah.
33
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, A., & Isnaini, M. (2013). Morfologi dan Fase Pertumbuhan Sorgum.
Jakarta: IAARD Press.
Aqil, M., & Bunyamin, Z. (2013). Pengelolaan Air Tanaman Sorgum. Sorgum :
Inovasi Teknologi Dan Pengembangan, (1), 118–204.
Arve, L. E., Torre, S., Olsen, J. E., & Tanino, K. K. (2011). Stomatal Responses to
Drought Stress and Air Humidity, Abiotic Stress in Plants - Mechanisms and
Adaptations. London: IntechOpen’s.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (2017). Toleran Cekaman
Kekeringan pada Sorgum. [8 Desember 2019].
Balai Penelitian Tanaman Serealia. (2002). Deskripsi Varietas Sorgum Kawali.
http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/varietas sorgum. [11 September 2019].
Balai Penelitian Tanaman Serealia. (2002). Deskripsi Varietas Sorgum Numbu.
http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/varietas sorgum. [11 September 2019].
Banziger, M., Edmeades, G. O., Beck, D., & Bellon, M. (2000). Breeding for
Drought and Nitrogen Stress Tolerance in Maize: From Theory to Practice. In
Mexico: International Maize and Wheat Improvement Center.
Bolanos, J., & Edmeades, G. O. (1993). Eight cycles of selection for drought
tolerance in lowland tropical maize. I: Responses in grain yield, biomass, and
radiation utilization. Field Crops Research, 31(3), 233–252.
Bray, E. A. (1997). Plant responses to water deficit. Journal Trends in Plant
Science, 2(2), 48–54.
Chhillar, B. S., & Verma, A. N. (1992). Yield losses caused by the aphid,
Rhopalosiphum maidis (Fitch.) in different varieties/strains of barley crop.
Haryana Agricultural University Journal of Research, 12(2), 298–300.
Departemen Pertanian. (2013). Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
4904/Kpts/SR.120/11/2013 tentang pelepasan galur sorgum ZH 30 sebagai
varietas unggul dengan nama Pahat. Jakarta: Deptan.
Departemen Pertanian. (2013). Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
5010/Kpts/SR.120/12/2013 tentang pelepasan galur sorgum 15021 sebagai
varietas unggul dengan nama Super 2. Jakarta: Deptan.
Departemen Pertanian. (2014). Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
191/Kpts/SR.120/2/2014 tentang pelepasan galur sorgum Patir 1 sebagai
varietas unggul dengan nama Samurai 1. Jakarta: Deptan.
34
Departemen Pertanian. (2019). Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
192/HK.540/C/04/2019 tentang pelepasan calon sorgum manis MB-5 sebagai
varietas unggul dengan nama Bioguma 2. Jakarta: Deptan.
Djazuli, M. (2010). Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan
beberapa karakter morfo-fisiologis tanaman nilam. Buletin Penelitian
Tanaman Rempah Dan Obat, 21(1), 8–17.
Earp, C.F. Donough, C.M. & Rooney, L. . (2004). Microscopy of pericarp
development in the caryopsis of Sorghum bicolor (L.) Moench. Journal Cereal
Science, 39(1), 21–27.
El-Daly. (2008). Biochemical influence of cyanophos insecticide on radish plant II.
Effect on some metabolic aspects during the growth period. Research Journal
of Agriculture and Biological Sciences, 4(3), 210–218.
Farooq, M., Wahid, A., Kobayashi, A., Fujita, D., & Basra, B. (2009). Plant drought
stress : effects , mechanisms and management To cite this version : Review
article. Agronomy for Sustainable Developmen, 29(1), 185–212.
Farsiani, A., &, & Ghobadi, M. E. (2009). Effects of PEG and NACL stress on two
cultivars of corn (Zea mays l.) at germination and early seedling stages. World
Academy of Science, Engineering and Technology, 57, 382–385.
Fernandez, G. C. J. (1992). Effective Selection Criteria for Assessing Stress
Tolerance. Proceedings of the International Symposium on Adaptation of
Vegetables and Other Food Crops in Temperature and Water Stress, 257–270.
Tainan.
Fitter, A. H., & Hay, R. K. (1992). Fisiologi lingkungan tanaman. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Gerik, T., Bean, B., & Vanderlip, R. (2003). Sorghum growth and development.
USA: Texas Coorperative Extension Service.
Hamim. (2004). Underlying drought stress effects on plant: Inhibition of
photosynthesis. Journal Hayati, 11(4), 164–169.
Haposh, S., Yahya, B. S., Purwoko, & Hanafiah, A. S. (2005). Hasil beberapa
genotip kedelai yang diinokulasi MVA pada berbagai tingkat cekaman
kekeringan tanah ultisol. Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura, 40(2), 77–83.
Hsiao, T. C., Acevedo, E,. Fereres, E., & D. W. H. (1976). Water stress, growth and
osmotic adjustment. Journal Philosophical Transaction of The Royal Society,
273(927), 479–500.
Human, S. (2007). Perbaikan sifat agronomi dan kualitas sorgum sebagai sumber
pangan pakan ternak dan bahan industri melalui pemuliaan tanaman dengan
teknik mutasi. Prosiding Seminar Nasional Hasil Percobaan Oleh Hibah
Kompetitif. Bogor.
35
Jabereldar, A. A., El Naim, A. M., Abdalla, A. A,. & Dagash, Y. M. (2017). Effect
of water stress on yield and water use efficiency of sorghum (Sorghum bicolor
(L.) Moench ) in semi-arid environment. International Journal of Agriculture
and Forestry, 7(1), 1–6.
Jafar, S., Thomas, A., Kalangi, J. I., & Lasut, M. T. (2013). Pengaruh frekuensi
pemberian air terhadap pertumbuhan bibit Jabon Merah (Anthocephalus
macrophyllus (Roxb.) Havi). Jurnal Agronomi, 2(2), 1–13.
Kalefetoglu, T., & Ekmekci, Y. (2005). The effects of drought on plants and
tolerance mechanisms. Journal of Science, 18(4), 723–740.
Karyudi & Fletcher, R. J. (2003). Osmoregulation in birdseed millet under
conditions of water stress II Variation in F3 lines of (Setaria italica) and its
relationship to plant morphology and yield. Euphytica, 132(2), 191–197.
Keles, Y., & Oncel, I. (2002). Response of antioxidative defence system to
temperature and water stress combinations in wheat seedlings. Plant Science,
163(4), 783–790.
Kumar, S., Singh, R., Grover, M., Singh, A. K. (2012). Terminal heat-an emerging
problem for wheat production. Biotech Today, 2(2), 7–9.
Lapanjang, I., Purwoko, B. S., Wilarso, S., Budi, R., & Melati, M. (2008). Evaluasi
beberapa ekotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) untuk toleransi cekaman
kekeringan. Buletin Agronomi, 36(3), 263–269.
Li, R. H., Guo, P., Baum, M., Grando, S., & Ceccarelli, S. (2006). Evaluation of
chlorophyll content and fluorescence parameters as indicators of drought
tolerance in barley. Agricultural Sciences in China, 5(10), 751–757.
Makbul, S., Guler, N. S., Durmus, N., & Guven, S. (2011). Changes in anatomical
and physiological parameters of soybean under drought stress. Turkish Journal
of Botany, 35(4), 369–377.
Mitra, J. (2001). Genetics and genetic improvement of drought resistance in crop
plants. Current Science, 80(6), 758–763.
Monneveux, P., C. Sa´nchez, D. Beck, G. O. E. (2005). Drought tolerance
improvement in tropical maize source populations. Crop Science, 46(1), 180–
191.
Mubeen, M., Ahmad, A., Wajid, A., Khaliq, T., Sultana, S. R., Hussain, S., Ali, A.,
Ali, H., & Nasim, W. (2013). Effect of growth stage-based irrigation schedules
on biomass accumulation and resource use efficiency of wheat cultivars.
American Journal of Plant Sciences, 04(07), 1435–1442.
Nazirah, L. (2008). Tanggap Beberapa Varietas Padi Gogo Terhadap Interval dan
Tingkat Pemberian Air. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
36
Nurchaliq, A., Baskara, M., & Suminarti, E. (2013). Pengaruh Jumlah dan Waktu
Pemberian Air pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Talas (Colocasia
esculenta (L.) Schott var. Antiquorum). Jurnal Produksi Tanaman, 2(5), 354–
360.
Oktanti, N. (2018). Uji Daya Hasil Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)
Generasi F5 Hasil Seleksi dengan Metode Pedigree. Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Oukarroum, A., Madidi, S. E., Schansker, G., & Strasser, R. J. (2007). Probing the
responses of barley cultivars (Hordeum vulgare L.) by chlorophyll a
fluorescence OLKJIP under drought stress and re-watering. Environmental
and Experimental Botany, 60(3), 438–446.
Peterson, G.C., K. Suksayetrup, D. E., & Webel. (1979). Inheritance and
interrelationship of bloomless and sparse-bloom mutant in sorghum. Sorghum
Newsletter, 22–30.
Poehlman, J. M., & Sleper, D. A. (1996). Breeding Field Crops. USA: Lowa State
Univ Press.
Purwanto & Agustono, T. (2010). Kajian fisiologi tanaman kedelai pada berbagai
kepadatan gulma teki dalam kondisi cekaman kekeringan. Jurnal Agroland,
17(2), 85–90.
Sasli, I. (2004). Peranan MVA Dalam Peningkatan Resistensi Tanaman Terhadap
Cekaman Kekeringan. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.
Simms, E. (2000). Defining tolerance as a norm of reaction. Evolutionary Ecology,
14, 563–570.
Sinaga, R. (2007). Analisis Model Ketahanan Rumput Gajah Dan Rumput Raja.
Jurnal Biologi Sumatera, 2(1), 17–20.
Solichatun, E., Anggarwulan, W., & Mudyantini, M. (2005). The effect of water
availability on growth and saponin content of Talinum paniculatum Gaertn.
Biofarmasi Journal of Natural Product Biochemistry, 3(2), 47–51.
Soni, P., Rizwan, M., Bhatt, K. V., Mohapatra, T., & Singh, G. (2011). In-vitro
response of Vigna aconitifolia to drought stress induced by PEG - 6000.
Journal of Stress Physiology & Biochemistry, 7(3), 108–121.
Sopandie, D. (2006). Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Pangan
di Lahan Marginal. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sriagtula, R., & Sowmen, S. (2018). Evaluation of Growth and Productivity of
Brown Midrib Sorghum Mutant Lines (Sorghum bicolor L. Moench) at
Different Maturity Stages as Forage in Dry Season on Ultisol. Indonesian
Journal of Animal Science, 20(2), 130.
37
Suarni. (2004). Pemanfaatan tepung sorgum untuk produk olahan. Jurnal Litbang
Pertanian, 23(4), 145–151.
Sucipto. (2010). Efektivitas Cara Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Beberapa Varietas Sorghum Manis (Sorghum bicolor L . Moench). 7(2), 68–
74.
Sungkono, Trikosoemaningtyas, D., Wirnas, D., Sopandie, S., Human & Yudianto,
M. A. (2009). Pendugaan parameter genetik dan seleksi galur mutan sorgum
(Sorghum bicolor (L.) Moench) di tanah masam estimation of genetic
parameters and selection of sorghum mutant lines under acid soil stress
conditions. Buletin Agronomi Indonesia, 37(3), 220–225.
Supriyanto. (2010). Pengembangan Sorgum di Lahan Kering untuk Memenuhi
Kebutuhan Pangan, Pakan, Energi dan Industri. Simposium Nasional. Bogor.
Swastika, Dewa, K. S., Kasim, F., Sudana, W., Hendayani, R., Suhariyanto, K.,
Robert, V. G., & P. L. P. (2004). Maize in Indonesia: production systems,
constraints and research priorities. Mexico: International Maize and Wheat
Improvement Center.
Taiz, L., & Zeiger, E. (2002). Plant Physiology Third Edition. United States:
Sinauer Associates Inc Publishers.
Tjionger, M. (2009). Esensialitas Air bagi Pertumbuhan dan Produksi Tanaman.
Jakarta: Erlangga.
Tubur, H. W., Chozin, M. A., Santosa, E., & Junaedi, A. (2012). Respon agronomi
varietas padi terhadap periode kekeringan pada sistem sawah. Jurnal
Agronomi Indonesia, 40(3), 167–173.
Untung, K. (2006). Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
USDA. (2008). Classification for kingdom plantae down to species Sorghum
bicolor (L.) Moench. [14 Agustus 2019].
Vadez, V., Krishnamurthy, L., Kashiwagi, J., & Kholova, J. (2007). Exploiting the
functionality of root systems for dry, saline, and nutrient deficient
environments in a changing climate. Journal of SAT Agricultural Research,
4(1), 1-6.
Welsh, J. R. (1991). Dasar-dasar genetika dan pemuliaan tanaman. Jakarta:
Erlangga.
Zubair, A. (2016). Sorgum Tanaman Multi Manfaat. Bandung: Unpad Press.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data iklim di Lebak Bulus tahun 2019
Bulan Temperatur (℃) Kelembapan Rata-rata (%)
Januari 27,3 84,6
Februari 27,8 83,9
Maret 27,5 82,8
April 28,1 82,9
Sumber : BMKG, 2019
Stasiun Klimatologi Pondok Betung Jakarta Selatan
Elevasi : 27
Lokasi : 6.26151 LS
: 106.75084 BT
39
Lampiran 2. Hasil uji ANOVA Pengaruh cekaman kekeringan pada setiap fase
pertumbuhan tanaman sorgum terhadap seluruh parameter
percobaan.
Karakter
Kuadrat tengah
Varietas Pr(>F) Perlakuan
Cekaman (C)
Pr(>F) C*V Pr(>F)
Tinggi tanaman
Luas daun
Panjang akar
Bobot tanaman
Bobot akar
Bobot malai
Bobot biji
Klorofil
68,035
5,048
29,088
51,124
51,798
12,544
13,623
7,549
0,000
0,002
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
8,966
7,688
77,469
39,029
15,998
19,580
4,574
6,180
0,033
0,043
0,001
0,002
0,012
0,009
0,093
0,060
3,749
2,546
4,610
3,860
1,948
0,693
0,545
0,873
0,002
0,023
0,001
0,002
0,074
0,723
0,844
0,567
F hitung > F tabel
Keterangan: Terdapat pengaruh nyata interaksi perlakuan cekaman kekeringan
dengan varietas sorgum terhadap tinggi tanaman, luas daun, panjang akar dan bobot
tanaman. Bobot akar dan bobot malai hanya berpengaruh nyata terhadap perlakuan
cekaman kekeringan, sedangkan bobot biji dan kadar klorofil hanya berpengharuh
nyata terhadap varietas sorgum.
40
Lampiran 3. Deskripsi sorgum varietas Kawali (Badan Penelitian Tanaman
Serealia, 2002)
Tanggal dilepas : 22 Oktober 2001
Asal : India
Umur berbunga : ± 70 hari
Umur panen : ± 100 - 110 hari
Tinggi tanaman : ± 135 cm
Sifat tanaman : Tidak beranak
Kedudukan tangkai : Di pucuk
Bentuk daun : Pita
Jumlah daun : 13 helai
Sifat malai : Kompak
Bentuk malai : Ellips
Panjang malai : 28 cm
Sifat sekam : Menutup sepertiga bagian biji
Warna sekam : Krem
Bentuk/ sifat biji : Bulat, mudah rontok
Ukuran biji : Panjang 3,2 mm, lebar 3,0 mm, diameter 3,4
mm
Warna biji : Krem
Bobot 1000 biji : 30 gram
Rata-rata hasil : 2,96 ton/ ha
Potensi hasil : 5,0 ton/ ha
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan : Sedikit tahan hama Aphids, sedikit tahan
penyakit karat dan bercak daun
Kadar protein : 8,81 %
Kadar lemak : 1,97 %
Kadar karbohidrat : 87,87 %
41
Lampiran 4. Deskripsi sorgum varietas Numbu (Badan Penelitian Tanaman
Serealia, 2002)
Tanggal dilepas : 22 Oktober 2001
Asal : India
Umur berbunga : ± 69 hari
Umur panen : ± 100 - 105 hari
Tinggi tanaman : ± 187 cm
Sifat tanaman : Tidak beranak
Kedudukan tangkai : Di pucuk
Bentuk daun : Pita
Jumlah daun : 14 helai
Sifat malai : Kompak
Bentuk malai : Ellips
Panjang malai : 28 cm
Sifat sekam : Menutup sepertiga bagian biji
Warna sekam : Coklat muda
Bentuk/ sifat biji : Bulat lonjong, mudah rontok
Ukuran biji : Panjang 4,2 mm, lebar 4,8 mm, diameter 4,4
mm
Warna biji : Krem
Bobot 1000 biji : 36 - 37 gram
Rata-rata hasil : 3,11 ton/ ha
Potensi hasil : 5,0 ton/ ha
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan : Tahan hama Aphids, tahan penyakit karat
dan bercak daun
Kadar protein : 9,12 %
Kadar lemak : 3,94 %
Kadar karbohidrat : 84,58 %
42
Lampiran 5. Deskripsi sorgum varietas Super2 (Departemen Pertanian, 2013)
Tanggal dilepas : 18 Desember 2013
Asal : Perbaikan galur 15021 introduksi dari
ICRISAT (International Crop Research
Institute for the Semiarid Tropics)
Umur berbunga : 60 hst
Umur panen : 115 - 120 hari
Tinggi tanaman : ± 229,7 cm
Sifat tanaman : Menghasilkan ratun
Kedudukan tangkai : Di pucuk
Bentuk daun : Pita, semi tegak
Jumlah daun : 14 helai
Sifat malai : Agak terserak
Bentuk malai : Simetris
Panjang malai : 26,3 cm
Sifat sekam : 75 % biji tertutup (depan), 50 % biji tertutup
(belakang)
Warna sekam : Putih krem (depan), coklat (belakang)
Bentuk/ sifat biji : mudah rontok, permukaan licin dan buram,
lesung pipit, berbiji tunggal
Ukuran biji : Panjang 4,63 mm, lebar 3,62 mm, diameter
2,92 mm
Warna biji : krem kemerahan
Bobot 1000 biji : 30,1 gram
Rata-rata hasil : ± 3,0 ton/ ha
Potensi hasil : 6,3 ton/ ha
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan : Tahan hama Aphids, sedikit tahan penyakit
Antraknose, tahan penyakit karat daun dan
hawar daun
Kadar protein : 9,2 %
Kadar lemak : 3,1 %
Kadar karbohidrat : 75,6 %
Kadar karbohidrat : 87,87 %
43
Lampiran 6. Deskripsi sorgum varietas Bioguma 2 (Departemen Pertanian, 2019)
Tanggal dilepas : Januari 2019
Asal : Perbaikan varietas Numbu menggunakan
iradiasi sinar gamma 50 Gy pada eksplan
mata tunas dengan metode kultur in vitro
Umur berbunga : ± 62 hari
Umur panen : ± 91 – 105 hari
Tinggi tanaman : ± 262 cm
Sifat tanaman : Menghasilkan ratun
Kedudukan tangkai : Pendek
Bentuk daun : Pita
Jumlah daun : 13 helai
Sifat malai : Kompak
Bentuk malai : Simetris
Panjang malai : 28 cm
Sifat sekam : ± 25 % biji tertutup
Bentuk/ sifat biji : Berbiji tunggal, bentuk bulat sedikit lonjong
Ukuran biji : Sedang
Warna biji : Krem
Bobot 1000 biji : ± 32, 03 gr
Rata-rata hasil : ± 7,11 ton/ha
Potensi hasil : ± 9,3 ton/ha
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan : Tahan terhadap penyakit karat daun,
penyakit bercak daun, sedikit tahan terhadap
penyakit antraknosa dan sangat tahan
terhadap penyakit busuk batang
Kadar protein : ± 9,36 %
Kadar lemak : ± 4,09 %
Kadar karbohidrat : ± 61,40 %
44
Lampiran 7. Deskripsi sorgum varietas Pahat (Departemen Pertanian, 2013)
Tanggal dilepas : 19 November 2013
Asal : Varietas Zhengzu dari China, iradiasi
gamma 300 Gy
Umur berbunga : 58 - 71 hari
Umur panen : 88 - 101 hari
Tinggi tanaman : ± 142 cm
Sifat tanaman : Tidak beranak, menghasilkan ratun
Kedudukan tangkai : Di pucuk
Bentuk daun : Pita
Jumlah daun : 10 helai
Sifat malai : Semi kompak
Bentuk malai : Ellips
Panjang malai : 30,4 - 34,3 cm
Sifat sekam : Menutup sepertiga bagian biji
Warna sekam : Putih
Bentuk/ sifat biji : Bulat, Mudah rontok
Warna biji : Putih
Bobot 1000 biji : 27,1 - 28,8 gram
Rata-rata hasil : 4,71 ton/ ha
Potensi hasil : 5,03 ton/ ha
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan : Tahan penyakit karat daun, sangat disukai
hama burung
Kadar protein : 12,8 %
Kadar lemak : 2,4 %
Kadar karbohidrat : 72,9 %
45
Lampiran 7. Deskripsi sorgum varietas Samurai 1 (Departemen Pertanian, 2014)
Tanggal dilepas : 7 Februari 2014
Asal : Galur Zh-30 diradiasi gamma dosis 300 Gy
Umur berbunga : 61 hari
Umur panen : ± 111 hari
Tinggi tanaman : ± 187,7 cm
Sifat tanaman : Menghasilkan ratun
Kedudukan tangkai : Di pucuk
Bentuk daun : Pita, semi tegak
Jumlah daun : 11 helai
Sifat malai : Mudah rontok
Bentuk malai : Ellips, semi kompak dan memiliki leher
malai
Panjang malai : 32,7 cm
Sifat sekam : Menutup setengah bagian biji dan berbulu
halus
Warna sekam : Merah
Bentuk/ sifat biji : Permukaan biji mengkilat, mudah rontok
Ukuran biji :
Warna biji : Bening kemerahan
Bobot 1000 biji : ± 29,4 gram
Rata-rata hasil : ± 6,1 ton/ ha
Potensi hasil : 7,5 ton/ha
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan : Tahan terhadap penyakit busuk pelepah dan
sedikit tahan terhadap penyakit karat daun
Kadar protein : 11,8 %
Kadar lemak : 4,2 %
Kadar karbohidrat : 87,2 %