pendahuluan cara kerja aplikasi klinis

50
BAB I PENDAHULUAN 1. Pemeriksaan Rumple Leed Pemeriksaan Rumple-Leed (RL) merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi kelainan system vaskuler dan trombosit. Tes ini akan menguji ketahanan dinding vaskuler terhadap tekanan sekaligus melihat apakah ada kelainan pada trombosit. Tes RL akan menunjukan pembentukan petechiae pada lengan bawah setelah diberi bendungan pada lengan atas (Merriam-Webster, 2012). Petechiae akan muncul segera setelah diberikan tekanan dengan pemasangan tourniquet atau sphygmomanometer (James et al., 2006). Tes RL dilakukan dengan membendung vena pada tekanan tertentu, bila dinding kapiler kurang kuat akan rusak/pecah oleh bendungan dan terjadi perdarahan di bawah kulit. Tes RL dinyatakan normal apabila dalam waktu 10 menit tak tampak perdarahan pada area pembacaan atau timbul petechiae kurang dari 5 buah. RL akan dinyatakan positif jika dalam waktu 10

Upload: anon550178384

Post on 02-Jan-2016

89 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

BAB I

PENDAHULUAN

1. Pemeriksaan Rumple Leed

Pemeriksaan Rumple-Leed (RL) merupakan salah satu pemeriksaan penyaring

untuk mendeteksi kelainan system vaskuler dan trombosit. Tes ini akan menguji

ketahanan dinding vaskuler terhadap tekanan sekaligus melihat apakah ada kelainan pada

trombosit. Tes RL akan menunjukan pembentukan petechiae pada lengan bawah setelah

diberi bendungan pada lengan atas (Merriam-Webster, 2012). Petechiae akan muncul

segera setelah diberikan tekanan dengan pemasangan tourniquet atau sphygmomanometer

(James et al., 2006).

Tes RL dilakukan dengan membendung vena pada tekanan tertentu, bila dinding

kapiler kurang kuat akan rusak/pecah oleh bendungan dan terjadi perdarahan di bawah

kulit. Tes RL dinyatakan normal apabila dalam waktu 10 menit tak tampak perdarahan

pada area pembacaan atau timbul petechiae kurang dari 5 buah. RL akan dinyatakan

positif jika dalam waktu 10 menit timbul 10 atau lebih petechiae. Sedangkan interpretasi

negatif dilakukan apabila dalam waktu 10 menit atau lebih tidak timbul petechiae atau

kurang dari 10 buah. Fenomena RL dapat dilihat pada pengguna obat intra vena,

meningococcemia, idiopatik trombositopenia purpura, diabetes mellitus, dan pasien

geriatri (Yeon et al., 2010).

Petechiae, tanda dari Tes RL, merupakan fenomena munculnya titik merah atau

ungu pada tubuh dengan diameter 1-2 mm karena adanya perdarahan minor, yaitu

pecahnya pembuluh darah kapiler (Kumar et al., 2007). Ia dapat muncul akibat adanya

Page 2: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

trombositopenia, kondisi dimana jumlah platelet menurun sehingga fungsi platelet dalam

membentuk koagulasi terhambat (misalnya karena penyakit atau efek samping obat). Ia

juga dapat muncul saat ada kekurangan faktor koagulan (Kumar et al., 2007).

2. Pemeriksaan Waktu Perdarahan

Waktu perdarahan adalah tes darah yang sangat populer yang terutama digunakan

untuk mengukur kecepatan dengan mana darah mampu menggumpal. Pembekuan darah

menggabungkan fungsi dari sejumlah faktor seperti faktor koagulasi, trombosit, serta

vasospasme kapal kecil. Tujuan utama dari tes waktu perdarahan adalah untuk menilai

respon keseluruhan trombosit cedera, mendeteksi kehadiran dari setiap kelainan darah

bawaan atau diperoleh serta untuk menilai kapasitas fungsional vasokonstriksi

(Annonimous, 2010).

Hemostasis merupakan istilah untuk mekanisme faali tubuh mencegah

kehilangan darah. Proses hemostasis adalah proses tubuh yang secara simultan

menghentikan perdarahan pada tempat cedera, sekaligus mempertahankan darah

dalam keadan cair pada kompartemen vascular 1. Mekanisme hemostasis

melibatkan beberapa sistem fisiologi yang saling berkaitan. Mekanisme normal

hemastasis terdiri atas: (1) sistem pembuluh darah / vaskular, (2) trombosit, (3)

sistem pembekuan, (4) sistem fibrinolitik 1. Apabila salah satu dari sistem fisiologi

tersebut terjadi ketidaknormalan maka proses hemostasis dapat terganggu.

Kegagalan hemostasis dapat menimbulkan perdarahan, sedangkan kegagalan

mempertahankan darah dalam keadaan cair dapat menyebabkan trombosis .

Perdarahan maupun trombosis merupakan masalah klinis yang patut diperhatikan.

Apabila perdarahan dan trombosis tersebut menjadi suatu keadaan yang patologis

dapat mengganggu keseimbangan mekanisme hemostasis. Gangguan mekanisme

Page 3: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

hemostasis dalam keadaan patologis mempunyai hubungan erat dengan

perkembangan penyakit jantung maupun pembuluh darah. Penyakit

kardiovaskular yang mempunyai hubungan erat dengan gangguan pada

mekanisme hemostasis salah satunya atherosclerosis, ischemic heart disease

(IHD), dan stroke. Selain itu, gangguan hemostasis dapat berkaitan dengan

gaya hidup yang tidak sehat. Salah satu gaya hidup yang tidak sehat yaitu,

kurangnya latihan fisik atau olahraga.

Untuk menurunkan faktor risiko terjadinya gangguan pada mekanisme

hemostasis salah satunya dapat berupa latihan fisik. Latihan fisik sangat penting

untuk menjaga dan meningkatkan kualitas fisik sumber daya manusia. Latihan

fisik tertentu yang dilakukan dapat memberikan pengaruh pada sistem faal dalam

tubuh 2,3. Salah satu pengaruh latihan fisik adalah dapat meningkatkan kesehatan

dan daya tahan jantung, paru, peredaran darah, otot-otot, dan sendi 5.

Latihan fisik yang dilakukan secara teratur telah banyak diketahui

manfaatnya 5. Manfaat dari aktivitas fisik dapat tergantung dari lamanya aktivitas

tersebut dilakukan dan juga teratur atau tidaknya aktivitas fisik tersebut dilakukan.

Salah satu manfaat aktivitas fisik berhubungan dengan penyakit kardiovaskular.

Peningkatan aktivitas tubuh dengan cara berolah raga secara teratur dapat

menurunkan faktor risiko dari penyakit kardiovaskular, dan sebaliknya kurang

melakukan aktivitas fisik merupakan faktor penting peningkatan resiko pada

penyakit kardiovaskular 2. Mekanisme latihan fisik dapat mengurangi resiko

penyakit kardiovaskular belum diketahui secara pasti.

Manfaat lain dari aktivitas fisik secara tidak langsung berhubungan dengan

mekanisme hemostasis. Peningkatan aktivitas faktor-faktor koagulasi darah telah

dilaporkan selama dan setelah latihan fisik. Penelitian-penelitian yang telah

banyak dilakukan, terbatas untuk efek latihan fisik regular yang teratur dan dalam

jangka waktu lama. Penelitian untuk mengetahui efek dari latihan fisik jangka

pendek jarang dilakukan.

Pada penelitian sebelumnya dikemukakan bahwa latihan fisik maksimal

mengakibatkan perubahan signifikan pada peningkatan faktor-faktor koagulasi 2.

Penelitian yang lain menunjukkan adanya peningkatan kadar katekolamin,

Page 4: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

peningkatan adenosin diphosphat (ADP), dan peningkatan tromboxan A2 setelah

latihan fisik 6,7. Kemungkinan peningkatan kadar katekolamin, pelepasan

adrenalin, peningkatan adenosin diphosphat (ADP), peningkatan tromboxan A2

dapat menyebabkan perubahan pada aktivasi trombosit 6,7. Berdasarkan hal-hal

tersebut diduga latihan fisik dapat juga berpengaruh terhadap waktu perdarahan.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka masalah

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut apakah terjadi perubahan waktu

perdarahan setelah melakukan latihan fisik jangka pendek.( BIANTI HASTUTI M.2007)

Ketika cedera vaskular terjadi, respon hemostatik pertama dari tubuh manusia

terutama untuk menghasilkan kontraksi spastik dari kapal yang telah terkoyak. Setelah ini

telah dicapai, trombosit berkumpul di sekitar dinding pembuluh mana telah rusak untuk

menutupi lubang yang telah dibuat sebagai akibat dari trauma. Perdarahan yang

berlebihan dan kehilangan darah terjadi ketika serangkaian peristiwa tidak terjadi dalam

mode normal. Pendarahan waktu karena itu merupakan tes medis penting digunakan

untuk memahami jumlah darah waktu yang dibutuhkan untuk menggumpal pada orang

tertentu. Penelitian medis telah menunjukkan bahwa waktu perdarahan biasanya akan

tetap dalam jangka waktu normal jika jumlah trombosit pasien melebihi 100.000

trombosit per liter mikro. Mendapatkan ke detail lebih lanjut tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kecepatan dari pembekuan, enzim - trombin, diperlukan untuk dan perlu

dihasilkan dari prekursor prothrombin plasma. Hal ini kemudian akan mengkonversi

fibrinogen larut menjadi fibrinogen larut. Akibatnya, jumlah waktu yang dibutuhkan

untuk luka menggumpal dapat langsung dihubungkan dengan jumlah waktu yang

dibutuhkan untuk generasi trombin (Annonimous, 2010).

Page 5: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

Waktu perdarahan yang paling sering digunakan untuk mendeteksi cacat kualitatif

trombosit, seperti penyakit Von Willebrand. Tes ini membantu mengidentifikasi orang

yang memiliki cacat dalam fungsi platelet mereka. Ini adalah kemampuan darah untuk

membeku setelah luka atau trauma. (Henry, 1996).

Penelitian yang dilakukan oleh Adam J Singer et al menyimpulkan adanyapeningkatan waktu perdarahan bermakna secara statistika pada efek ketorolaktromethamine terhadap waktu perdarahan.7 Sedangkan pada penelitian yangdilakukan oleh Stuart-Taylor et al menyimpulkan bahwa tidak ada peningkatanresiko perdarahan deksketoprofen dibandingkan ketoprofen atau natriumdiklofenak meskipun pada kelompok deksketoprofen menerima heparin dosisrendah. Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti ingin mengetahui perbedaanwaktu perdarahan antara ketorolak intravena dan deksketoprofen intravena.( Singer AJ,2003)

Ada empat metode untuk melakukan tes perdarahan. Metode Ivy adalah format

tradisional untuk tes ini. Dalam metode Ivy, manset tekanan darah ditempatkan pada

lengan atas dan meningkat sampai 40 mmHg. Sebuah pisau lanset atau scalpel digunakan

untuk membuat luka tusuk di bagian bawah lengan bawah. Sebuah, otomatis pegas

perangkat pisau ini paling sering digunakan untuk membuat potongan berukuran standar.

Daerah ditusuk dipilih sehingga tidak ada vena dangkal atau terlihat dipotong. Pembuluh

darah, karena ukuran mereka, mungkin memiliki waktu perdarahan lebih lama, terutama

pada orang dengan cacat berdarah. Waktu dari saat luka tusukan dibuat sampai

perdarahan berhenti semua telah diukur dan disebut waktu perdarahan. Setiap 30 detik,

kertas filter atau handuk kertas yang digunakan untuk mengalirkan darah. Tes ini selesai

ketika pendarahan telah berhenti sepenuhnya (Henry, 1996).

Tiga metode lain melakukan uji perdarahan adalah template, template yang

dimodifikasi, dan metode Duke. Template dan metode template yang dimodifikasi adalah

Page 6: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

variasi dari metode Ivy. Sebuah manset tekanan darah digunakan dan kulit pada lengan

bawah dibuat seperti pada metode Ivy. Sebuah template ditempatkan di atas area yang

akan ditusuk dan dua sayatan dibuat di lengan menggunakan template sebagai panduan

lokasi. Perbedaan utama antara template dan metode modifikasi adalah panjang dari

pemotongan dibuat (Henry, 1996).

Untuk metode Duke, nick dibuat dalam cuping telinga atau ujung jari yang

tertusuk menyebabkan perdarahan. Seperti dalam metode Ivy, tes diberi batas waktu dari

awal sampai perdarahan perdarahan benar berhenti. Kerugian dengan metode Duke

adalah bahwa tekanan pada pembuluh darah di daerah menusuk tidak konstan dan hasil

yang dicapai kurang dapat diandalkan. Keuntungan dengan metode Duke adalah bahwa

tidak ada bekas luka tersisa setelah test (Henry, 1996).

Waktu perdarahan normal untuk metode Ivy adalah kurang dari lima menit dari

waktu menusuk sampai semua pendarahan dari luka berhenti. Beberapa teks memperluas

jangkauan normal untuk delapan menit. Nilai normal untuk rentang metode template

sampai delapan menit, sedangkan untuk metode template yang dimodifikasi, hingga 10

menit dianggap normal. Normal untuk metode Duke adalah tiga menit (Henry, 1996).

Sebuah waktu perdarahan yang lebih panjang dari normal adalah hasil abnormal.

Tes harus dihentikan jika pasien tidak menghentikan perdarahan dengan 20-30 menit.

Waktu pendarahan lebih lama ketika fungsi normal trombosit terganggu, atau ada

sejumlah lebih rendah dari normal trombosit dalam darah. Waktu perdarahan lebih lama

dari normal dapat menunjukkan bahwa salah satu dari beberapa cacat hemostasis hadir,

termasuk trombositopenia berat, disfungsi trombosit, cacat pembuluh darah, penyakit

Von Willebrand, atau kelainan lain (Henry, 1996).

Page 7: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

3. Pemeriksaan Waktu Pembekuan

Waktu Pembekuan adalah waktu yang di perlukan darah untuk membeku atau

waktu yang di perlukan saat pengambilan darah sampai saat terjadinya pembekuan. Hal

ini menunjukkan seberapa baik platelet berinteraksi dengan dinding pembuluh darah

untuk membentuk pembekuan darah. Jika plasma tidak segera membeku, itu berarti

kekurangan (fibrinogen kuantitatif) atau cacat kualitatif (fibrinogen disfungsional)

(Ridwan, 2012). 

Pembekuan darah (koagulasi) adalah suatu proses kimiawi dimana proteinproteinplasma berinteraksi untuk mengubah molekul protein plasma besar yanglarut, yaitu fibrinogen menjadi gel stabil yang tidak larut yang disebut fibrin1.Koagulasi terjadi melalui tiga langkah utama. Pertama, sebagai respon terhadaprupturnya pembuluh darah atau kerusakan sel darah itu sendiri. Rangkaian reaksikimiawi kompleks yang melibatkan lebih dari selusin faktor pembekuan terjadidalam darah. Hasil akhirnya adalah aktivator protrombin. Kedua, aktivatorprotrombin mengkatalisis pengubahan protrombin menjadi trombin. Selanjutnya,trombin akan bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benangfibrin yang merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentukbekuan2. Kecepatan pembentukan serta banyaknya jendalan fibrin yang terbentukdiatur oleh mekanisme inhibitor dan sistem fibrinolitik.Ada beberapa hal yang dapat berpengaruh pada sistem koagulasi,diantaranya adalah pemakaian antikoagulan oral, kelainan protein pembekuandarah, pemakaian kontrasepsi oral, vitamin K, gangguan faal hati, keganasan danlatihan fisik3,4,5.Efek dari latihan fisik terhadap pembekuan darah telah lama menjadisubyek penelitian. Secara umum, hasil dari penelitian terdahulu mengindikasikanbahwa pembentukan bekuan darah dipercepat setelah latihan fisik6,7,8. Namunmekanisme bagaimana latihan fisik mengaktifkan koagulasi belum diketahuisecara pasti6,7,8,9,10.Salah satu teori dugaan mekanisme peningkatan aktivitas koagulasi adalahkonsep “General Adaptation Syndome” . Disebutkan bahwa aktivitas fisik sebagaisalah satu bentuk stress menyebabkan respon darurat adrenosimpatetik.Peningkatan respon adrenosimpatetik akan menyebabkan aktivasi koagulasi 9,11.Latihan fisik jangka pendek biasanya dihubungkan dengan pemendekansignifikan dari Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) dan peningkatanFaktor VIII yang berarti. Peningkatan Faktor VIII yang terjadi berhubunganlangsung dengan intensitas latihan fisik3,6,7.Bila darah cenderung meningkat koagulabilitasnya karena pengaruh

Page 8: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

latihan otot, dapat diduga bahwa frekuensi kejadian pembentukan bekuanintravaskuler pada orang yang mempunyai pekerjaan fisik yang berat, maupunpada atlet akan meningkat. Tapi ini tidak terjadi pada kebanyakan kasus.Faktanya, beberapa penelitian menyebutkan bahwa waktu pembekuan darah yangpanjang adalah salah satu efek kronik dari aktivitas fisik yang tinggi12.( ATWITASARI,2007)

Adapun faktor-faktor yang bekerja pada proses pembekuan darah, antara lain:

1. Fibrinogen (faktor I)  adalah glikoprotein dengan berat molekul mencapai 340.000

dalton, fibrinogen di sintesis di hati oleh megakariosit (prekursor fibrin).

2. Protombin (faktor II)  adalah prekursor enzim proteolitik trombin dan mungkin

akselerator lain pada konversi protombin.

3. Tromboplastin (faktor III) adalah jaringan aktivator lipoprotein jaringan pada

konversi protombin.

4. Kalsium (faktor IV) , di perlukan untuk aktivasi protombin dan pembentukan fibrin.

5. Proacelerin (faktor V)  merupakan akselerator plasma globin (suatu faktor plasma

yang mempercepat konversi protombin menjadi trombin.

6. Koagulasi (Faktor VI) adalah bentuk aktif dari faktor 5.

7. Prokonvertin (faktor VII) adalah akselerator konversi protombin serum; suatu faktor

serum yang mempercepat konversi protombin.

8. Globulin antihemofilik (faktor VIII)  suatu faktor plasma yang berkaitan dengan

faktor III trombosit dan faktor Christmas (IX), mengaktivasi protombin.

9. Komponen tromboplastin plasma ( faktor Christmas IX) adalah faktor serum yang

berkaitan dengan faktor-faktor trombosit III dan VIII, mengaktivasi protombin.

10. Stuart (faktor X)  suatu faktor plasma dan serum, akselerator konversi protombin;

mengaktifkan trombokinase.

Page 9: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

11. Tromboplastin plasma (faktor XI) adalah akselerator pembentukan trombin.

12. Hagemen (faktor XII)  adalah suatu faktor plasma mengaktivasi faktor XI.

13. Fibrin (faktor XIII) mengaktivasi bekuan fibrin yang lebih kuat (Price, 2003).

Dalam proses pembekuan darah, diperlukan faktor-faktor pembekuan darah,

antara lain Faktor VIII yang merupakan molekul kompleks yang terdiri atas tiga subunit

yang berbeda, yaitu:

a. Bagian prokoagulan yang mengandung faktor antihemofilia, VIIIAHG, yang tidak

dijumpai pada pasien-pasien hemofilia klasik;

b. Subunit lain yang mengandung tempat antigenic; dan

c. Faktor Von Willebrand, VIIIVWF, yang diperlukan untuk adhesi trombosit pada

dinding pembuluh darah. Faktor Von Willebrand terus-menerus mengalir dan

berlalu-lalang ke seluruh penjuru aliran darah. Protein ini berpatroli, dengan kata lain

bertugas memastikan bahwa tidak ada luka yang terlewatkan oleh trombosit (Price,

2003).

Selain itu masih ada prakalikrein dan kininogen dengan berat molekul tinggi

(HMWK), bersama faktor XII dan XI, disebut faktor-faktor kontak dan diaktivasi pada

saat cedera dengan berkontak dengan permukaan jaringan, faktor-faktor tersebut berperan

dalam pemecahan bekuan-bekuan pada saat terbentuk (Price, 2003).

Aktivasi faktor-faktor koagulasi diyakini terjadi karena enzim-enzim memecahkan

fragmen bentuk precursor yang tidak aktif, oleh karena itu disebut prokoagulan. Tiap

faktor yang diaktivasi, kecuali faktor V, VIII, XIII, dan I (fibrinogen), merupakan enzim

pemecah protein (protease serin), yang mengaktivasi prokoagulan berikutnya (Price,

2003).

Page 10: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

Proses pembekuan darah yang normal mempunyai 3 tahap, yaitu:

1. Fase koagulasi

Koagulasi diawali dalam keadaan homeostasis dengan adanya cedera vaskular.

Vasokonstriksi merupakan respon segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi

trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang terpajan dengan cedera.

Trombosit yang terjerat di tempat terjadinya luka mengeluarkan suatu zat yang dapat

mengumpulkan trombosit-trombosit lain di tempat tersebut. Kemudian ADP dilepas

oleh trombosit, menyebabkan agregasi trombosit. Sejumlah kecil trombin juga

merangsang agregasi trombosit, bekerja memperkuat reaksi. Trombin adalah protein

lain yang membantu pembekuan darah. Zat ini dihasilkan hanya di tempat yang

terluka, dan dalam jumlah yang tidak boleh lebih atau kurang dari keperluan. Selain

itu, produksi trombin harus dimulai dan berakhir tepat pada saat yang diperlukan.

Dalam tubuh terdapat lebih dari dua puluh zat kimia yang disebut enzim yang

berperan dalam pembentukan trombin. Enzim ini dapat merangsang ataupun bekerja

sebaliknya, yakni menghambat pembentukan trombin. Proses ini terjadi melalui

pengawasan yang cukup ketat sehingga trombin hanya terbentuk saat benar-benar

terjadi luka pada jaringan tubuh. Faktor III trombosit, dari membrane trombosit juga

mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbatan trombosit,

kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa / fibrin (Price, 2003).

Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa, seiring dengan

terbentuknya bentuk aktif suatu faktor. Faktor X dapat diaktivasi melalui dua

rangkaian reaksi. Rangkaian pertama memerlukan faktor jaringan, atau tromboplastin

jaringan, yang dilepaskan oleh endotel pembuluh darah pada saat cedera.. karena

Page 11: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

faktor jaringan tidak terdapat di dalam darah, maka faktor ini merupakan faktor

ekstrinsik koagulasi, dengan demikian disebut juga jalur ekstrinsik untuk rangkaian

ini (Price, 2003).

Rangkaian lainnya yang menyebabkan aktivasi faktor X adalah jalur intrinsik,

disebut demikian karena rangkaian ini menggunakan faktor-faktor yang terdapat

dalam sistem vaskular plasma. Dalam rangkaian ini, terjadi reaksi “kaskade”,

aktivasi satu prokoagulan menyebabkan aktivasi bentuk pengganti. Jalur intrinsik ini

diawali dengan plasma yang keluar terpajan dengan kulit atau kolagen di dalam

pembuluh darah yang rusak. Faktor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit yang

melekat pada kolagen berperan. Faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara

berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi. Zat-zat

prakalikrein dan HMWK juga turut berpartisipasi, dan diperlukan ion kalsium (Price,

2003).

Dari hal ini, koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama.

Aktivasi aktor X dapat terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik atau intrinsik.

Pengalaman klinis menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut berperan dalam

hemostasis. Langkah selanjutnya pada pembentukan fibrin berlangsung jika faktor

Xa, dibantu fosfolipid dari trombosit yang diaktivasi, memecah protrombin,

membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk

fibrin. Fibrin ini pada awalnya merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh

faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit,

dan memerangkap sel-sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek (retraksi

Page 12: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

bekuan), mendekatkan tepi-tepi dinding pembuluh darah yang cederadan menutup

daerah tersebut (Price, 2003).

2. Penghentian pembentukan bekuan

Setelah pembentukan bekuan, sangat penting untuk melakukan pengakhiran

pembekuan darah lebih lanjut untuk menghindari kejadian trombotik yang tidak

diinginkan.yang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan.

Antikoagulan yang terjadi secara alami meliputi antitrombin III (ko-faktor heparin),

protein C dan protein S. Antitrombin III bersirkulasi secara bebas di dalam plasma

dan menghambat sistem prokoagulan, dengan mengikat trombin serta mengaktivasi

faktor Xa, IXa, dan XIa, menetralisasi aktivitasnya dan menghambat pembekuan.

Protein C, suatu polipeptida, juga merupakan suatu antikoagulan fisiologi yang

dihasilkan oleh hati, dan beredar secara bebas dalam bentuk inaktif dan diaktivasi

menjadi protein Ca. Protein C yang diaktivasi menginaktivasi protrombin dan jalur

intrinsik dengan membelah dan menginaktivasi faktor Va dan VIIIa. Protein S

mempercepat inaktivasi faktor-faktor itu oleh protein protein C. Trombomodulin,

suatu zat yang dihasilkan oleh dinding pembuluh darah, diperlukan untuk

menimbulkan pengaruh netralisasi yang tercatat sebelumnya. Defisiensi protein C

dan S menyebabkan episode trombotik. Individu dengan faktor V Leiden resisten

terhadap degradasi oleh protein C yang diaktivasi (Price, 2003).

3. Resolusi bekuan

Sistem fibrinolitik merupakan rangkaian yang fibrinnya dipecahkan oleh

plasmin (fibrinolisin) menjadi produk-produk degradasi fibrin, menyebabkan

hancurnya bekuan. Diperlukan beberapa interaksi untuk mengubah protein plasma

Page 13: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

spesifik inaktif di dalam sirkulasi menjadi enzim fibrinolitik plasmin aktif. Protein

dalam bersirkulasi, yang dikenal sebagai proaktivator plasminogen, dengan adanya

enzim-enzim kinase seperti streptokinase, stafilokinase, kinase jaringan, serta faktor

XIIa, dikatalisasi menjadi aktivator plasminogen. Dengan adanya enzim-enzim

tambahan seperti urokinase, maka aktivator-aktivator mengubah plasminogen, suatu

protein plasma yang sudah bergabung dalam bekuan fibrin, menjadi plasmin.

Kemudian plasmin memecahkan fibrin dan fibrinogen menjadi fragmen-fragmen

(produk degradasi fibrin-fibrinogen), yang mengganggu aktivitas trombin, fungsi

trombosit, dan polimerisasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Makrofag dan

neutrofil juga berperan dalam fibrinolisis melalui aktivitas fagositiknya (Price, 2003).

4. Pemeriksaan Kelainan Bentuk Eritrosit

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darahdan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dantrombosit. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badanatau kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanyaterdiri dari sel darah. ( Evelyn C. Pearce, 2006 )

Fungsi utama darah dalam sirkulasi adalah sebagai media transportasi,pengaturan suhu, pemeliharaan keseimbangan cairan, serta keseimbangan basaeritrosit selama hidupnya tetap berada dalam tubuh. Sel darah merah mampumengangkut secara efektif tanpa meninggalkan fungsinya di dalam jaringan,sedang keberadaannya dalam darah, hanya melintas saja.

Darah berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampaimerah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan olehhemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besidalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.

Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darahmengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompaoleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbondioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawakembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen keseluruh tubuh melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darahkemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan

Page 14: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

vena cava inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obatobatandan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuangsebagai air seni. ( Evelyn C. Pearce, 2006 )

Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45%bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yangmembentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah.Korpuskula darah terdiri dari:a. Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidakdianggap sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobindan mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalampenentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit menderitapenyakit anemia. Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%),bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah.b. Sel darah putih atau leukosit (0,2%)Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh danbertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing danberbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboidatau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukositmenderita penyakit leukopenia.c. Plasma darahPada dasarnya adalah larutan air yang mengandung : albumin,bahan pembeku darah, immunoglobin (antibodi), hormon, berbagai jenisprotein, berbagai jenis garam.

Agar darah yang akan diperiksa jangan sampai membeku dapat dipakaibermacam-macam antikoagulan. Tidak semua macam antikoagulan dapat dipakaikarena ada yang terlalu banyak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit atau leukosityang akan diperiksa morfologinya. Antikoagulan tersebut antara lain :EDTA ( Ethylene Diamine Tetra Acetate), sebagai garam natrium ataukaliumnya. Garam-garam itu mengubah ion kalsium dari darah menjadi bentukyang bukan ion. Dalam pemeriksaan hematologi selain pemeriksaan apusan darah,antikoagulan EDTA tidak berpengaruh terhadap besar dan bentuknya eritrosit dantidak juga terhadap bentuk leukosit. Namun untuk pemeriksaan apusan darah,sampel darah EDTA memiliki batasan waktu penyimpanan maximal selama 2jam, karena jika lebih dari batasan waktu eritrosit dapat membengkak dantrombosit dapat mengalami disintegrasi. Tiap 1 mg EDTA menghindarkanmembekunya 1 ml darah. EDTA sering dipakai dalam bentuk larutan 10%. Kalauingin menghindarkan terjadi pengenceran darah, zat kering pun boleh dipakai.

Akan tetapi dalam hal terakhir ini perlu sekali menggoncangkan wadah berisiEDTA dan darah selama 1-2 menit, karena EDTA kering lambat melarutHeparin berdaya seperti antitrombin, tidak berpengaruh terhadap bentukeritrosit dan leukosit. Dalam praktek sehari-hari heparin kurang banyak dipakaikarena mahal harganya. Tiap 1 mg heparin mencegah membekunya 10 ml darah.

Page 15: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

Heparin boleh dipakai sebagai larutan atau dalam bentuk kering.Natriumsitrat dalam larutan 3,8%, yaitu larutan yang isotonic dengandarah. Dapat dipakai dalam beberapa macam percobaan hemoragik dan untuk lajuendap darah cara westergren.Campuran amoniumoxalat dan kaliumoxalat menurut Paul dan Heller yangjuga dikenal sebagai campuran oxalate seimbang. Dipakai dalam keadaan keringagar tidak mengencerkan darah yang diperiksa.Jika memakai amoniumoxalat tersendiri eritrosit membengkak, dan jikakaliumoxalat tersendiri menyebabkan eritrosit mengerut.campuran kedua garamitu dalam perbandingan 3 : 2 tidak berpengaruh terhadap besarnya eritrosit (tetapiberpengaruh terhadap morfologi leukosit). Larutan pokok : amoniumoxalat 12 g,kaliumoxalat 8 g, aquadest ad 1000 ml. botol atau tabung diisi dengan 0,2 atau 0,5ml larutan itu, kemudian dikeringkan pada suhu kurang dari 70 derajat Celcius.Ke dalam botol tersebut kemudian dimasukkan 2 atau 5 ml darah untukpemeriksaan hematologi. ( Pendidikan Ahli Madya Analis Kesehatan, 1996 )

Darah EDTA dapat dipakai untuk beberapa macam pemeriksaanhematologi, seperti penetapan kadar hemoglobin, hitung jumlah eritrosit, leukosit,trombosit, retikulosit, hematokrit, penetapan laju endap darah menurut westergrendan wintrobe.Pemeriksaan dengan memakai darah EDTA sebaiknya dilakukan segerakarena eritrosit dapat membengkak dan trombosit dapat mengalami disintegrasibila pemeriksaan terlalu lama ditunda. Kalau terpaksa ditunda boleh disimpandalam lemari es (40C). Untuk membuat sediaan apus darah tepi dapat dipakaidarah EDTA yang disimpan paling lama 2 jam. ( Pendidikan Ahli Madya AnalisKesehatan, 1996 )

Pembuatan preparat sediaan apus darah adalah untuk menilai berbagaiunsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, trombosit dan mencari adanyaparasit seperti malaria, microfilaria dan lain sebagainya.Bahan pemeriksaan yang digunakan biasanya adalah darah kapiler tanpaantikoagulan atau darah vena dengan antikoagulan EDTA dengan perbandingan 1mg/ cc darah.Ciri sediaan apus yang baik :a. Sediaan tidak melebar sampai tepi kaca objek, panjangnya1/2 sampai 2/3panjang kaca.

b. Mempunyai bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, pada bagian itueritrosit tersebar rata berdekatan dan tidak saling bertumpukan.c. Pinggir sediaan rata, tidak berlubang-lubang atau bergaris-garis.d. Penyebaran leukosit yang baik tidak berkumpul pada pinggir atau ujungsedimen.Teknik pemeriksaan apus darah tepi :Sediaan apus darah terdiri atas bagian kepala dan bagian ekor. Pada bagiankepala sel-sel bertumpuk-tumpuk terutama eritrosit, sehingga bagian ini tidakdapat dipakai untuk pemeriksaan morfologi sel. Eritrosit sebaiknya diperiksa dibagian belakang ekor, karena disini eritrosit terpisah satu sama lain. ( Pendidikan

Page 16: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

Ahli Madya Analis Kesehatan, 1996 )

Eritrosit normal berukuran 6-8 um. Dalam sediaan apus, eritrosit normalberukuran sama dengan inti limposit kecil dengan area ditengah berwarna pucat.Kelainan morfologi eritrosit berupa kelainan ukuran (size), bentuk (shape), warna(staining characteristics) dan benda-benda inklusi.Kelainan ukuran eritrosit :1. MikrositSel ini dapat berasal dari fragmentasi eritrosit yang normal sepertipada anemia hemolitik, anemia megaloblastik dan dapat pula terjadi padaanemia defisiensi besi.2. MakrositMakrosit adalah eritrosit yang berukuran lebih dari 8 um. Sel inididapatkan pada anemia megaloblastik.3. AnisositosisAnisositosis tidak menunjukkan suatu kelainan hematologik yangspesifik. Keadaan ini ditandai dengan adanya eritrosit dengan ukuran yangtidak sama besar dalam sediaan apus darah tepi. Anisositosis jelas terlihat pada anemia mikrositik yang ada bersamaan dengan anemia makrositikseperti pada anemia gizi. ( Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama,1996 )Kelainan bentuk eritrosit :1. OvalositOvalosit adalah eritrosit yang berbentuk lonjong.2. SperositSperosit adalah eritrosit yang berbentuk lebih bulat, lebih kecil danlebih tebal dari eritrosit normal.3. Schitosit atau fragmentositSel ini merupakan pecahan eritrosit.4. Sel target atau leptosit atau sel sasaranEritrosit yang mempunyai masa kemerahan di bagian tengahnya,disebut juga sebagai sel sasaran.5. Sel sabit atau sickle cellSel seperti ini didapatkan pada penyakit sel sabit yang homozigot(SS). Untuk mendapatkan eritrosit yang berbentuk sabit, eritrositdiinkubasi terlebih dahulu dalam keadaan anoksia dengan menggunakanzat reduktor (Na2S2O5 atau Na2S2O3). Hal ini terutama dilakukan padapenyakit sel sabit heterozigot.

6. KrenasiSel seperti ini merupakan artefak, dapat dijumpai dalam sediaanapus darah tepi yang telah disimpan 1 malam pada suhu 200 C ataueritrosit yang berasal dari “washed packed cell”.7. Sel BurrSel ini adalah eritrosit yang kecil atau fragmentosit yangmempunyai duri satu atau lebih pada permukaan eritrosit.8. Akantosit

Page 17: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

Sel ini disebabkan oleh metabolisme fosfolipid dari membraneritrosit. Pada keadaan ini tepi eritrosit mempunyai tonjolan-tonjolanberupa duri.9. Tear drop cellsEritrosit yang mempunyi bentuk seperti tetesan air mata.10. PoiklositosisPoiklositosis adalah istilah yang menunjukkan bentuk eritrosit yangbermacam-macam dalam sediaan apus darah tepi.11. Rouleaux atau auto aglutinasiReuleaux tersusun dari 3-5 eritrosit yang membentuk barisansedangkan auto aglutinasi adalah keadaan dimana eritrosit bergumpal. (Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama, 1996 )

Kelainan warna eritrosit1. HipokromEritrosit yang tampak pucat. Eritrosit hipokrom disebabkan kadarhemoglobin dalam eritrosit berkurang.2. PolikromEritrosit polikrom adalah eritrosit yang lebih besar dan lebih birudari eritrosit normal. Polikromasi suatu keadaan yang ditandai denganbanyak eritrosit polikrom pada preparat sediaan apus darah tepi, keadaanini berkaitan dengan retikulositosis. ( Arjatmo Tjokronegoro dan HendraUtama, 1996 )Benda-benda Inklusi dalam Eritrosit1. Benda Howell JollyBenda howell jolly adalah sisa inti eritrosit.2. Parasit malaria3. Titik basofilTerdapatnya titik biru yang difus dalam eritrosit dikenal sebagaititik basofil atau basophilic stippling. Titik-titik basofil ini tidak dapatdijumpai dalam sdiaan apus darah EDTA. ( Arjatmo Tjokronegoro danHendra Utama, 1996 )4. Eritrosit berinti

5. Pemeriksaan Morfologi Seri Granulosit

Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna,bentuknya lebih besardari sel darah merah, tetapi jumlah sel darah putih lebihsedikit. Diameter lekosit sekitar10 μm. Batas normal jumlah lekosit berkisar4.000 – 10.000 / mm³ darah.Lekosit di dalam tubuh berfungsi untukmempertahankan tubuh terhadap benda –benda asing ( foreign agents)termasuk kuman – kuman penyebab penyakit infeksi.Lekosit yang berperan adalah monosit, netrofil, limfosit.Lekosit jugamemperbaiki kerusakan vaskuler.Lekosit yang memegang peranan adalah

Page 18: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

eosinofil sedangkan basofil belum di ketahui pasti.( Depkes,1989 )

Sel – sel polimorfonuklear dan monosit dalam keadaan normal hanya dibentuk didalam sumsum tulang, sedangkan sel – sel limfosit dan sel – selplasma diproduksi dalam bermacam – macam organ limfoid termasuk limfe,limpa, tonsil, dan bermacam–macamsel – sel limfoid yang lain di dalamsumsum tulang, usus dan sebagainya.Sel – sel darah putih yang di bentuk didalam sumsum tulang, terutama granulosit akan di simpan di dalam sumsumsampai mereka diperlukan di dalam sistem sirkulasi,kemudian bila kebutuhannya meningkat maka akan menyebabkan granulosit tersebutdilepaskan.Dalam keadaan normal granulosit yang bersirkulasi di dalam seluruh alirandarah kira –kira tiga kali daripada jumlah granulosit yang di simpan dalamsumsum, jumlah ini sesuai dengan persediaan granulosit selama enam hari.(A.C Guyton,1995 ).

Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darahputih digolongkan menjadi dua golongan :1. Lekosit bergranulaa. EosinofilEosinofil adalah granulosit dengan inti yang terbagi 2 lobus dan sitoplasmabergranula kasar, refraktil dan berwarna merah tua oleh zat warna yangbereaksi asam yaitu eosin.Walaupun mampu melakukan fagositosiseosinofil tidak mampu membunuh kuman. (F.K Widman,1989)b. BasofilMempunyai bentuk bulat, dan intinya sukar dilihat sebab tertutupoleh granula.Granulanya sangat besar bulat,berwarna ungu tua, jumlahnyabanyak tetapi letaknya tidak begitu rapat. Kadang – kadang vakuol tampakberwarna pucat dalam sitoplasma.

c. NetrofilSel – sel ini di sebut lekosit polimorfonuklear karena bentuk intinyabermacam –macam.Ada dua jenis netrofil yaitu netrofil batang dan netrofilsegment. Ciri –cirri netrofil batang : inti berbentuk seperti batang ,bentukginjal atau huruf S, warna ungu tua.Sitoplasma kemerahan dan granulakecil – kecil halus, warna lembayung muda.Sedangkan netrofil segmenberbentuk bulat, sitoplasma kemerah – merahan banyak.Mempunyai intiterdiri 2-5 lobus yang di hubungkan dengan benang kromatin, warnaungutua padat. Granulanya kecil – kecil ,warna lembayung muda banyak tetapiterpisah.2. Lekosit tidak bergranulaa. LimfositSel limfosit mempunyai ukuran yang kecil, kira-kira hampir samadengan SDM. Limfosit adalah sel lekosit kedua terbanyak di dalam darahsesudah lekositnetrofil. Antara 25% dan 35% dari jumlah seluruh lekositdarah adalah limfosit,mempunyai ciri – ciri sebagai berikut : diameterantara 8 – 10 mikron, nukleous bundar atau lonjong, berlekuk atauberbentuk seperti ginjal dengan kromatin kasar,sitoplasma sedikit,

Page 19: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

berwarna biru muda dan tanpa granula.( Depkes,1989 ).

b. Monosit

Monosit adalah sel darah yang kasar.Konsentrasi sel monosit ini didalamdarah antara 5% sampai 10%. Sel monosit ini hanya berada dalamdarah selama24 jam saja, untuk selanjutnya bermigrasi ke berbagaijaringan, menetap disana dan berubah menjadi sel dengan sitoplasma yanglebih besar dan kerap kali berlekuk-lekuk, dengan diameter antara 16 - 20mikron, nukleous bervariasi biasanya berbentuk ginjal, kromatin tersusundalam untaian dengan warna lembayung muda, sitoplasma banyakberwarna biru keabu – abuan.(Sadikin,M,2002 ).c. Sel PlasmaSel Plasma mempunyai cirri-ciri : ukuran 8-20 um, berbentukbulat, berwarna keungu-unguan , kromatin tersusun retikulair seperi jarijarisepeda , membran inti tidak jelas,danbutir inti tidak ada. (Depkes1989).

Macam-macam Seri granulosit yaitu:

a. MieloblastMieloblast adalah sel termuda diantara seri granulosit. Sel inimemiliki inti bulat yang berwarna biru kemerah-merahan, dengan satuatau lebih anak inti, kromatin inti halus dan tidak menggumpal.Sitoplasma berwarna biru dan sekitar inti menunjukkan warna yanglebih muda.Mieloblast biasanya lebih kecil daripada rubriblast dan sitoplasmanya kurang biru dibandingkan rubriblast.Jumlahnya dalamsumsum tulang normal adalah< 1% dari jumlah sel berinti.

b. PromielositDalam fase ini sitoplasma seri granulosit telah memperlihatkangranula berwarna biru tua / biru kemerah-merahan.Berbentuk bulatdan tidak teratur.Granula sering tampak menutupi inti.Granula initerdiri dari lisozom yang mengandung mieloperoksidase, fosfataseasam, protease dan lisozim.Inti promielosit biasanya bulat dan besardengan struktur kromatin kasar.Anak inti masih ada tetapi biasanyatidak jelas.Jumlah sel ini dalam sumsum tulang normal adalah 1-5 %.c. MielositPada mielosit granula sudah menunjukkan diferensiasi yaitutelah mengandung laktoferin, lisozim peroksidase dan fosfataselindi.Inti sel mungkin bulat atau lonjong atau mendatar pada satu sisi,tidak tampak anak inti, sedangkan kromatin menebal.Sitoplasma sellebih banyak dibandingkan dengan promielosit.Jumlahnya dalamkeadaan normal adalah 2-10 %.d. MetamielositDalam proses pematangan, inti sel membentuk lekukansehingga sel berbentuk seperti kacang merah, kromatin menggumpalwalaupun tidak terlalu padat. Sitoplasma mengandung granula kecil

Page 20: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

berwarna kemerah-merahan.Sel ini dalam keadaan normal tetapberada dalam sumsum tulang dengan jumlah 5-15 %.

e. Neutrofil Batang dan SegmenMetamielosit menjadi batang apabila lekukan pada intimelebihi setengah ukuran inti yang bulat sehingga berbentuk sepertibatang yang lengkung. Inti menunjukkan proses degeneratif, kadangkadangtampak piknotik pada kedua ujung inti. Sitoplasmamengandung granula halus berwarna kemerah-merahan.Dalam darahtepi ditemukan hanya 2-6% dari sel-sel leukosit normal.Selanjutnyasel ini menjadi neutrofil segmen.Dalam sumsum tulang normal sel inimerupakan 10-40 % dari sel berinti.2. Seri Limfosita. Limfoblast dan ProlimfositLimfoblast memiliki inti bulat berukuran besar dengan satuatau beberapa anak inti, kromatin inti tipis rata dan tidakmenggumpal.Sitoplasma sedikit dan berwarna biru.Prolimfositmenunjukkan kromatin lebih kasar tetapi belum menggumpal sepertilimfosit.Kadang-kadang sulit membedakan limfoblast dari limfositdan pada keadaan ragu-ragu dianjurkan untuk menganggap sel itusebagai limfosit.b. LimfositBesarnya sel 10 – 15 mikron , Ada yang besar (limposit besar),ada yang sedang (limposit sedang), ada yang kecil (limposit kecil).Intisel, letaknya dalam sel eksentrik, Bentuk inti Oval / bulat dan relative besar, Warna inti Biru gelap, Kromatin kompak memadat, Membraninti kurang jelas terlihat, Butir inti(nucleoli) tidak ada, sitoplasma,luasnya/lebarnya relatif sempit,Warna sitoplasma Oxyphil,Perinuklear Zone umumnya tidak ada,Granula dalam sitoplasma tidakada. Kalau ada granula disebut granula Azurophil.Fungsi berhubunganaktifitas imunitas seluler dan imunitas humoral.3. Seri Monosita. Monoblast dan PromonositMonoblast dan promonosit dalam keadaan normal sulit dikenalatau dibedakan dari mieloblast dalam sumsum tulang, tetapi padakeadaan abnormal misalnya pada proliferasi berlebihan sel seri ini,monobalst dan promonosit dapat dikenali dari intinya yangmemperlihatkan lekukan terlipat atau menyerupai gambaran otak dansitoplasma dengan pseudopodia.b. MonositBesarnya sel 10 – 22 mikron, Inti sel, Letaknya dalam seleksentrik.Bentuk inti menyerupai otak (brain like form), Warna intikemerah-merahan/keunguan, Kromatin tersusun lebih kasar, butir inti(nucleoli) tidak ada, Sitoplasma, Luasnya/lebarnya relatif lebih besarkadang-kadang ada pseudopodia, Warna sitoplasma biru pucat,Perinuklear Zone tidak ada, Granula dalam sitoplasma kadang-kadangada granula Azurophil, Fungsi melakukan fagositosis.

c. Seri Plasmosit

Page 21: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

Sel Plasma (Plasmosit) mempunyai hubungan erat denganlimfosit.Sel pelopor plasmosit maupun limfosit terdapat dalamjaringan limfoid dan keduanya merupakan unsur penting dalam sistemimun tubuh.Akibat stimulasi antigen, sel limfosit B mengalamitransformasi blast dan membentuk sel plasma yang memproduksiimmunoglobulin.Plasmosit dalam keadaan normal tidak tampak dalam darah tepitetapi dijumpai dengan jumlah sekitar 1 % dari sel berinti dalamsumsum tulang.Dalam keadaan normal plasmablast dan proplasmosittidak dapt dijumpai dalam sumsum tulang tetapi tampak padakeadaan-keadaan tertentu yang disertai proliferasi berlebih dan jugapeningkatan produksi imunoglobulin. Ukuran,bentuk dan strukturplasmablast sulit dibedakan dari blast yang lain, tetapi hanya satu carayang dapat dipakai untuk membedakan plasmosit dari seri balst yanglain, yaitu bentuk inti yang eksentrik dan adanya bagian zona jernihmelingkar (halo) disekitar inti.

Page 22: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

Cara Kerja

1. Pemeriksaan Rumple Leed

a. Memasang manset tensimeter pada lengan atas (kiri maupun kanan) sejauh 10-15 cm dari fossa cubiti.

b. Menghitung tekanan darah pasien dengan sphygmomanometer dan stetoskop.

c. Menghitung tekanan yang akan digunakan dalam pemeriksaan Rumple-Leed

dengan rumus:

tekanan= sistole+diastole2

d. Melakukan bendungan dengan tekanan hasil penghitungan di atas (maksimal

100 mmHg selama 5/10 menit).

e. Membaca hasil pemeriksaan pada volar lengan bawah sejauh 4 cm dari fossa

cubiti dengan diameter 5 cm.

f. Melakukan interpretasi.

Penilaian Hasil

Normal : Bila dalam waktu 10 menit tak tampak perdarahan pada area

pembacaan atau timbul petechiae kurang dari 5 buah.

Positif : Dalam waktu 10 menit timbul 10 atau lebih petechiae.

Negatif : Dalam waktu 10 meit atau lebih tidak timbul petechiae atau

kurang dari 10 buah.

2. Pemeriksaan Bleeding Time

Page 23: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

a. Memijit-mijit cuping telinga tempat pemeriksaan atau menggosoknya supaya

hiperemis.

b. Membersihkan cuping telinga tersebut dengan kapas alkohol dan

membiarkannya kering.

c. Menusuk daerah cuping telinga dengan lancet sedalam 4-5 mm (lancet telah di

masukkan jarum dan diatur kedalamannya 4-5 mm) dan membiarkan darah

keluar dengan bebas, menjalankan stopwatch saat darah keluar.

d. Menghisap darah vena yang keluar dengan kertas saring tiap setengah menit

sampai darah berhenti mengalir dan jangan sampai kertas saring menyentuh

luka, menghentikan stopwatch saat darah tidak dapat dihisap lagi, dan mencatat

waktunya.

Penilaian hasil:

Normal = 1-3 menit.

3. Pemeriksaan Waktu Pembekuan

a. Menyiapkan 3 tabung reaksi di rak tabung.

b. Mengambil sample darah vena sebanyak 3 cc dari probandus.

c. Menyalakan stopwatch segera setelah darah masuk ke spuit.

d. Memasukkan 1 cc darah ke tabung 1, 1 cc ke tabung 2, dan 1 cc ke tabung 3.

e. Mendiamkannya selama 2-3 menit.

f. Memiringkan tabung 1 setiap 30 detik berikutnya sampai darah membeku dan

mencatat waktunya.

Page 24: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

g. Melanjutkan memiringkan tabung 2 setiap 30 detik berikutnya sampai darah

ditabung 2 membeku dan mencatat waktunya.

h. Dilihat tabung 3 apakah sudah membeku, bila belum tampak bekuannya lakukan

hal yang sama seperti tabung 1 dan 2.

i. Menghitung rata-rata waktu pembekuan di tabung 1 dan tabung 2.

Penilaian hasil:

Normal = 9 – 15 menit.

Memanjang = kelainan beberapa faktor koagulasi (koagulopati) inhibitor dalam

darah misal heparin.

4. Pemeriksaan Kelainan Bentuk Eritrosita. Meletakkan preparat di bawah mikroskop.

b. Mengamati jenis dan struktur sel yang terdapat pada preparat.

5. Pemeriksaan Morfologi Seri Granulosita. Meletakkan preparat di bawah mikroskop.

b. Mengamati jenis dan struktur sel yang terdapat pada preparat.

Page 25: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

APLIKASI KLINIS

WAKTU PENDARAHAN

1. Leukemia

Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai denganpenggantian elemen sumsum tulang normal oleh seldarah abnormal atau sel leukemik. Hal ini disebabkanoleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darahimmatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Selleukemik tersebut juga ditemukan dalam darah periferdan sering menginvasi jaringan retikuloendotelialseperti limpa, hati dan kelenjar limfe.1-3Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipesel, baik menurut maturitas sel maupun turunan sel.Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atasakut dan kronik. Jika sel ganas tersebut sebagianbesar immatur (blast) maka leukemia diklasifikasikanakut, sedangkan jika yang dominan adalah sel maturmaka diklasifikasikan sebagai leukemia kronik.Berdasarkan turunan sel, leukemia diklasifikasikanatas leukemia mieloid dan leukemia limfoid. Kelompokleukemia mieloid meliputi granulositik, monositik,megakriositik dan eritrositik.2Salah satu manifestasi klinis dari leukemiaadalah perdarahan. Manifestasi perdarahan yangpaling sering ditemukan berupa ptekie, purpura atauekimosis, yang terjadi pada 40 – 70% penderitaleukemia akut pada saat didiagnosis. Lokasiperdarahan yang paling sering adalah pada kulit,mata, membran mukosa hidung, ginggiva dan salurancerna. Perdarahan yang mengancam jiwa biasanyaterjadi pada saluran cerna dan sistem saraf pusat,selain itu juga pada paru, uterus dan ovarium.4Manifestasi perdarahan ini muncul sebagai akibat dari

Page 26: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

berbagai kelainan hemostasis Perdarahan yang mengancam jiwa lebih sering terjadipada leukemia akut dan merupakan masalah yangserius. Perdarahan menjadi penyebab utamamorbiditas dan mortalitas pada leukemia akutterutama pada leukemia mielositik akut dengandiferensiasi monositik dan leukemia promielositikakut.6 Komplikasi perdarahan mengakibatkanmortalitas 7 – 10% pada pasien leukemia akut yangterjadi dalam beberapa hari atau minggu pertamasetelah diagnosis.7,8Leukemia yang paling sering dihubungkandengan perdarahan yang mengancam jiwa adalahLeukemia Promielositik Akut (AML-M3 atau APL) yaitusuatu subtipe leukemia mielositik akut yang ditandaidengan translokasi resiprokal kromosom 15 dan 17(9).Pada Leukemia Promielositik Akut, hampir 30%kematian dini diakibatkan oleh komplikasiperdarahan.10 Perdarahan yang terjadi pada LeukemiaPromielositik Akut tersebut dihubungkan dengankoagulasi intravaskuler diseminata, hiperfibrinolisisdan aktifitas protease non-spesifik.11,12Penyebab tersering perdarahan padaleukemia adalah trombositopenia(2). Berkurangnyajumlah trombosit pada leukemia biasanya merupakanakibat dari infiltrasi ke sumsum tulang ataukemoterapi, namun bisa juga karena koagulasiintravaskuler diseminata, proses imunologis danhipersplenisme sekunder terhadap pembesaran limpa.Selain trombositopenia, perdarahan dapat juga akibatdisfungsi trombosit, kelainan hepar dan fibrinolisis.4Koagulasi intravaskuler diseminata (KID)sering dilaporkan pada leukemia akut yangdisebabkan oleh pelepasan material prokoagulan dariblast sel leukemik. Leukemia akut yang seringdihubungkan dengan KID yaitu Leukemia PromielositikAkut (AML-M3), diikuti dengan LeukemiaMielomonositik Akut (AML-M4) dan LeukemiaMieloblastik Akut (AML-M1 dan M2) serta LeukemiaLimfositik Akut (ALL).2,13,14 Pada leukemia kronik, KID lebih sering terjadi pada Leukemia Mielositik Kronikdaripada Leukemia Limfositik Kronik.14Kelainan hemostasis lain yang juga dapatterjadi pada leukemia adalah trombosis ataupuntromboemboli. Trombosis dapat merupakan salah satugejala yang ditemukan saat diagnosis yaitu padaleukemia promielositik akut (AML-M3) 9,6%; pada

Page 27: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

AML non-M3 3,2% dan pada ALL 1,4%.15 Patogenesiskeadaan protrombotik pada leukemia sangat kompleksdan melibatkan berbagai mekanisme seperti aktivasikoagulasi oleh substansi prokoagulan yang dilepaskansel leukemik, kegagalan jalur fibrinolitik dan perubahanendotel.15,16Tinjauan kepustakaan ini akan membahasmengenai berbagai kelainan hemostasis yang dapatterjadi pada leukemia. Pengetahuan mengenaipatogenesis dan patofisiologi kelainan hemostasispada leukemia ini sangat penting agar pengelolaanpasien dapat dilakukan secara optimal.( Zelly Dia Rofinda,2012)

2.Penyakit Von Willebrand

Penyakit von Willebrand (PVW) adalah kelainan perdarahan herediter

disebabkan oleh defisiensi faktor von willebrand (vWF). vWF membantu trombosit

melekat pada dinding pembuluh darah dan antara sesamanya, yang diperlukan untuk

pembekuan darah yang normal (Sugianto, 2009).

PVW disebabkan oleh kelainan kuantitatif dan/atau kualitatif vWF, suatu

protein faktor pembekuan yang diperlukan untuk interaksi antara trombosit-dinding

pembuluh darah untuk pembawa faktor VIII. Pada banyak kasus juga terdapat

defisiensi faktor VIII. Kelainan yang nyata pada vWF bertanggung jawab terhadap 3

tipe utama PVW (Sugianto 2009).

Faktor willebrand adalah suatu protein yang mempengaruhi fungsi trombosit.

Gen yang membuat faktor von willebrand bekerja pada dua jenis sel, yaitu:

a. Sel endotel yang melapisi pembuluh darah

b. Trombosit

Jika tidak terdapat cukup faktor von willebrand dalam darah atau faktor von

willebrand tidak bekerja dengan baik, maka dalam proses pembekuan darah

Page 28: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

memerlukan waktu lebih lama. Penyakit ini berbeda dengan hemophilia dan sering

dialami oleh wanita (Price, 2003).

Di dalam tubuh, darah diangkut dalam pembuluh darah, jika terdapat cedera

jaringan, akan terjadi kerusakan pembuluh darah dan akan menyebabkan kebocoran

darah melalui lubang pada dinding pembuluh darah, sehingga terjadi perdarahan

dalam (Price, 2003).

Penderita penyakit ini akan mudah mengalami perdarahan karena faktor

perekatnya dalam proses pembekuan darah berkurang atau proses penuutupan luka

berlangsung lama dikarenakan proses pembekuan darahnya memerlukan waktu yang

lebih lama dibanding orang normal (Ridwan, 2012).

3.Hemofilia

Hemofilia merupakan penyakit kelainan koagulasi yang sering kita jumpai.

Hemofilia adalah gangguan koagulasi herediter akibat terjadinya mutasi atau cacat

genetik pada kromosom X. Kerusakan kromosom ini menyebabkan penderita

kekurangan faktor pembeku darah sehingga mengalami gangguan pembekuan darah.

Dengan kata lain, darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan

sendirinya secara normal (Ridwan, 2012).

Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa.

Namun mayoritas penderita hemofilia adalah pria karena mereka hanya memiliki

satu kromosom X. Sementara kaum hawa umumnya hanya menjadi pembawa sifat

(carrier). Seorang wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya

seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini sangat jarang

Page 29: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun ternyata sebanyak 30 persen tak

diketahui penyebabnya (Ridwan, 2012).

Ada dua jenis utama Hemofilia , yaitu:

2.1 Hemofilia A

Hemofilia A merupakan salah satu penyakit akibat sulitnya terjadi

pembekuan (koagulasi) darah. Hemofilia ini disebut juga dengan Hemofilia

Klasik. Hemofilia A terjadi karena adanya kekurangan pada faktor pembekuan

VII. Hemofilia A bersifat herediter dan berhubungan dengan gen resesif X yang

berasal dari ibu (Betz, 2009).

Hemofilia A merupakan kasus hemofilia yang paling sering terjadi, di

mana terdapat defek pada gen yang mengkode faktor pembekuan VII (James,

2008).

Umumnya, hemofilia A ditemukan pada anak laki-laki yang mendapat gen

defektif pada kromosom X dari sang ibu. Karena adanya kekurangan faktor

pembekuan VII pada hemofilia A, maka perdarahan hebat dapat terjadi hanya

karena luka kecil atau robekan mikrovaskuler. Perdarahan tersebut umumnya

terjadi pada persendian, menimbulkan nyeri, dan disabilitas (Corwin, 2009).

Penatalaksanaan hemofilia A dapat dilakukan dengan pemberian faktor

pembekuan VII sebagai profilaktik sebanyak 2-3 kali selama seminggu. Hal

tersebut dilakukan agar kadar faktor pembekuan darah dapat dipertahankan

(Betz, 2009).

2.2 Hemofilia B

Page 30: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

Disebut juga dengan Christmas Disease. Ditemukan untuk pertama kalinya

pada seorang bernama Steven Christmas yang berasal dari Kanada.pada

Christmas Disease ini, dijumpai defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX

(Ridwan, 2012).

Hemofilia B merupakan penyakit terkait X yang disebabkan tidak adanya

faktor pembekuan IX (Corwin, 2009). Penyakit ini juga dikenal dengan Penyakit

Christmas (James, 2008). Pria dewasa yang mengidap penyakit ini tidak akan

menurunkan kepada anak laki-lakinya. Namun, semua anak perempuannya dapat

menjadi carrier (James, 2008).

Sama halnya dengan Hemofilia A, penatalaksanaan Hemofilia B dapat

dilakukan dengan pemberian faktor IX sebagai profilaktik, sehingga kadarnya

tetap berada dalam darah (Betz, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.undip.ac.id/22397/2/Bianti.pdf

Singer AJ, Mynster CJ, McMahon BJ. The effect of IM ketorolactromethamine on bleeding time. Am J Emerg Med 2003; 21: 441-3. Availablefrom URL: www.journals.elseiverhealth.com

http://eprints.undip.ac.id/22398/1/Atwitasari.pdf

Annonimous. 2010. Bleeding Time Test. Available at: www.medicalhealthtests.com (Diakses

pada tanggal 21 September 2012).

Page 31: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

Annonimous. 2012. Studi Kasus Trombositopenia. Available at:

http://www.scribd.com/doc/8114278/Studi-Kasus-Trombositopenia (Diakses pada

tanggal 25 September 2012).

Dorland, W. A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28 (Alih Bahasa: Albertus

Agung Mahode). Jakarta: EGC.

Henry, J. B. 1996. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Philadelphia:

W. B. Saunders Co.

Mirriam-Webster. 2012. Rumpel-Leede Test. Available at:

http://www.merriam-webster.com/medical/rumpel-leede%20test (Diakses pada tanggal

22 September 2012).

Price, Sylvia A. & Wilson, Lorraine M. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Ed.6 Vol. 1. Jakarta: EGC.

Sik L, Yong BJ, Kyung PK et al. 2010. Rumpel-Leede Phenomenon in a Hemodialysis Patient.

Kidney International 78, 224.

Suharti. 2006. Dasar-dasar hemostasis. (in: Sudoyo, A. W, Setiyohadi, B., Alwi, I. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Ed. 4). Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI.

Yeon SJ. Yong SK. Jung-Ah L. 2010. Rumpel-Leede Phenomenon Associated with Noninvasive

Blood Pressure Monitoring. Korean J Anesthesiol. 2010 September; 59(3): 203–205.

Sugianto. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-aristakurn-5312-2-bab2.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-rizqipujis-6917-3-babii.pdf

Page 32: Pendahuluan Cara Kerja Aplikasi Klinis

http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_1no_2/68-74.pdf