pendahuluan indonesia merupakan negara kepulauan yang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakangdanMasalah
1.1.1 LatarBalakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang
mempunyaiberbagaimacamsukudankebudayaan.Keanekaragamansukubangsadank
ebudayaanpadahakekatnyamemberi identitaskhusussertamenjadi modal
dasarsebagailandasanpengembanganbudayabangsa.
Bangsa Indonesia adalahbangsa yang
beragamadanpercayaakanadanyaTuhan. Sebagaiumat yang
beragamamerekataatmenjalankankewajiban-kewajiban agama yang merekaanut,
yang bersifat ritual maupun yang bersifatseremonial,
artinyadalamhidupkesehariantidaklepasdarisifatreligiousdansifatagamis
(Jandra,1991:1).Selainsebagaimakhluk beragama,manusiajugasebagaimakhluk
berbudaya,yaitukebudayaansebagaiukurandalamhidupdantingkahlakumanusiaitus
endiri.Dalamkebudayaan yang sedangberkembang,
upacarakeagamaandenganberbagaisimboliknya mencerminkan
normasertanilaibudayasuatusukubangsadi Indonesia. Kebudayaan
merupakanunsurpenting yang menentukan identitasbangsa Indonesia.
Kebudayaanitusendirisebenarnyaterdiridarigagasan-gagasan, simbol-
simbol, dannilai-nilaisebagaihasilkaryadanperilakumanusia, sehingga
tidakberlebihanbiladikatakanbahwamanusiaitu“makhluksimbol” karena manusia
2
berpikir, berperasaandanbersikapdenganungkapan-ungkapan yang
simbolis.Ungkapan-ungkapan yang simbolisinimerupakancirikhasdarimanusia
yangjelasmembedakannyadenganhewan (Cassirer, 1944 via Jandra, 1991:2).
Upacara tradisional merupakan salah satu contoh dari kebudayaan yang
ada di Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia tidakbisa
lepasdariupacaratradisional, termasuk mereka yang menganut agama Hindu. Umat
Hindu tidakbisa lepasdariberbagaimacamupacara yang
berhubungandengankehidupansehari-hari. Jika umat Hindu
inginberhubunganataumanunggaldengan yang MahaSuci (Tuhan Yang Maha Esa)
maka umat
harusmewujudkankesucianlahiriahdanbatiniahdenganjalanmenguasaialamluardan
alamdalam. Alam luar yaitu bagian yang sangat penting dalam persembahyangan
dan pemujaan. Salah satu contohnya adalah pemilihan waktu dalam pemujaan,
dengan diadakannya pemilihan waktu yang tepat diharapkan semua persembahan
diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa dan segala kegiatan persembahyangan
berjalan lancar. Sedangkan alam dalam yaitu keadaan diri umat yang ingin
manunggal dengan Tuhannya, misalnya seseorang tidak boleh melakukan
persembahyangan jika dalam keadaan sebel atau sering disebut dengan cuntaka.
Yang termasuk ke dalam keadaan cuntaka yaitu umat yang sedang datang bulan,
setelah melahirkan, dan kematian karena umat yang sedang dalam keadaan ini
emosinya tidak terkontrol dengan baik. 1
1Wawancara dengan Ibu Triman ahli banten (sesaji) kabupaten Gunungkidul pada tanggal 9 Maret 2009
3
Umat Hindu yang ingin melaksanakan upacara keagamaan dalam lingkup
yang besar harus menentukan harisuci yaitu pemilihan waktu untuk melakukan
persembahyangan karena pada saat ituumat Hindu
wajibmelakukanpemujaankehadapanSang HyangWidhiWasabesertamanifestasi-
Nya (Tim Penyusun, 2005:108). Kegiatan keagamaan yang dilakukan pada hari
suci yaitu peringatan hari besar. Salah satu hari besar yang rutin dilaksanakan oleh
umat Hindu adalah Nyepi2.
Nyepimerupakanpergantiantahunbaruśaka, pada kalender Bali yang jatuh
pada perhitungan Tilem IX (kesanga)ataubulanmatisekitarbulan
Maret.PerkataanNyepi disiniberartisunyiataudiam yaitu
seseorangharusmenenangkandirisecaralahirbatinuntukmembersihkanjiwasertame
mpersiapkan mental dalamrangkamenyambuttahunbaru yang berikutnya.3
UpacaraNyepi mempunyai beberapa tahapan salah satunya adalah Upacara
Labuhan Melasti.
Padahakikatnyaupacara labuhan melastiyang selanjutnya disingkat ULM
merupakan upacara yang dianggap dapat menjadi sarana untuk mensucikan diri
dari berbagai macam dosa yang telah dilakukan sehari-hari (Tim Penyusun,
2005:108). ULM olehumat Hindudianggapsangatpentingdansakral karena ULM
adalah sarana untuk penyucian bhuwanaalit (manusia), bhuwanaageng(bumi),
serta benda-benda yang dianggap sakral dari dosa dan kotoran. Selain itu, dalam
pelaksanaan ULM terdapat berbagai jenis sesaji yang masing-masing mempunyai
nama dan makna yang tersirat di dalamnya. Makna yang tersirat di dalam unsur-
2Nyepi adalah upacara keagamaan yang dilaksanakan setiap tahunnya oleh umat Hindu di seluruh dunia,
upacara ini jatuh setiap bulan mati yaitu sekitar bulan Maret(Tim Penyusun, 2005:108).3Wawancara dengan wasi Triman pemuka agama Hindu kabupaten Gunungkidul pada tanggal 9 Maret 2009
4
unsur sesaji ULM belum terungkap hingga saat ini. Olehkarenaitu, penulis
mencoba melakukanpenelitiantentang ULM di Yogyakarta khususnya Kabupaten
Gunungkidul secara linguistis agar dapatmengungkapmakna-makna yang
terkandung didalamsesaji ULM.
1.1.2 Permasalahan
Dalamsuatuupacaraselaluterdapatsebuahurutantatacara yang
seringdisebutdenganprosesipelaksanaanupacaraserta unsursesaji, demikian juga
halnya ULM bertujuan untuk membersihkan manusia, bumi, serta benda-benda
yang dianggap sakral dari dosa dan kotoran ini memiliki prosesi upacara, selain
itu sesaji dalam upacara ini mengandungmakna yangtersirat didalamnya.
Berdasarkanlatarbelakangpemikiran
diatasdapatdirumuskanpermasalahansebagaiberikut:
1. Bagaimana prosesi ULM dilakukan?
2. Apakah maknasemiotik yang terkandungdalamunsur-
unsursesajipada ULM ?
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan prosesi ULM
danmengungkap makna yang terkandung dalam unsur-unsur sesaji ULM dengan
menggunakan teori semiotik. Selain itu, penelitian ini bertujuan mengenalkan
nama sesaji dan tahapan upacara kepada generasi muda umat Hindu khususnya,
dan masyarakat luas umumnya yang belum mengetahui ULM tersebut.
5
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitianunsur-unsursesajidalam ULM inimeliputiruanglingkup data
danruanglingkuppembahasan.
1.3.1 RuangLingkup Data
Pelaksanaan ULM dilakukantidakhanya di Yogyakarta saja, namun
diberbagaitempat di seluruh Indonesia yang adacandiataupura yang memiliki umat
beragama Hindu. ULM yang dilaksanakan diseluruh Indonesia
merupakansalahsatulangkahpelestarianbudaya yang cepat atau lambat akan
mengalami kepunahan.
Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini diperlukan pembatasan
wilayah agar lebih terperinci serta lebih mendalam. Wilayah penelitian dalam
penelitian ini dibatasi pada tempat ULM yang dilakukan oleh umat Hindu di
Gunungkidul. Alasan penulis melakukan penelitian di tempat ini karena di
wilayah ini masih dilaksanakan ULM dengan unsur sesaji Jawa.
1.3.2 Ruang Lingkup Pembahasan
Penelitian ini membahas tentang prosesi ULM dan analisis semiotik nama-
nama unsur sesaji ULM. Dalam analisis semiotik dibahas mengenai sistem tanda
dan makna tanda pada sesaji ULM. Contohnya caru urip yaitu sebuah sesaji
berupa ayam yang dikuliti dan ditanggalkan kepala, sayap, ekor, dan kakinya.
6
Secara semiotik mempunyai simbol permohonan supaya bhuwana ageng (bumi)
menjadi lebih kuat dan terbebas dari segala mara bahaya.
Adapun yang dimaksud dengan prosesi ULM misalnya para umat Hindu
yang ikut melakukan sembahyangbersama yang pertama harus melantunkan Puja
Trisandya dan dilanjutkan dengan melakukan kramaning sembah yang dipimpin
oleh pedanda4atau para wasi5. Selain itu umat turun ke laut untuk mensucikan
diri.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ada dua macam yaitu manfaat praktis dan manfaat
teoretis. Manfaat praktis penelitian ini adalah memberikan pengertian tentang
prosesi ULM danmemberikanpenjelasanmengenai makna yang terkandung dalam
unsur sesaji ULM.
Denganadanyapenelitianinidiharapkanmembantupelestarianupacaratradisional
ULM di lingkunganmasyarakat Hindu lainnya.Manfaat lain
dalampenelitianiniadalahmemberikaninformasikepadagenerasimudatentang ULM
yangmerupakanwarisandarinenekmoyang yang
mempunyainilaipositifdalamkehidupansehari-hari.
Adapun manfaat teoretis dari penelitian ini adalah menambah penerapan
teori tentang kebudayaan melalui sesaji dan prosesi upacara tradisional yang
4Rohaniawan Hindu yang telah melaksanakan upacara diksa ‘pensucian agar dapat memimpin upacara’
ditapak oleh Nabenya dengan bhiseka. Yang termasuk rohaniawan ini adalah pedanda, bhujangga, resi,bhagawan, empu dan dukuh ( Sujana dan Susila, 2010:96).5Rohaniawan Hindu yang telah melaksanakan upacara pawintenan ‘pensucian agar dapat memimpin upacara’
sampai adiksawidhi, namun tidak ditapak dan amariaran. Yang termasuk rohaniawan ini adalah pemangku,mangku dalang, wasi, pengemban, mangku balian / dukun, dan dharmaacarya (Sujana dan Susila, 2010:97).
7
tumbuhdan berkembang di lingkungan masyarakat. Selain itu, dapat menambah
referensi acuan dalam ilmu linguistik, khususnya dalam ilmu semiotik.
1.5 Tinjauan Pustaka
PenelitiantentangkebudayaanJawakhususnyamengenaisesajidalamupacarat
radisionalsangatbanyakditemukanakantetapipenelitianmengenaiunsur-
unsursesajidantahapan ULM yang ada kaitannyadengan ruang lingkup
semiotikasejauhinibelumditemukan.
Buku yang digunakan sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini
mengacu pada penelitian-penelitian yang sudahdilakukandan secara langsung
berhubungan dengan topik penelitian serta pustaka yang secara tidak langsung
berhubungan dengan topik penelitian, namun dapat digunakan sebagai kerangka
berfikir.
Pustaka yang secara langsung berhubungan dengan topik penelitian adalah
buku yang ditulis oleh Surayin (2005). Dalam bukunya yang berjudul Upakara
Yajña (jilid I, II, III, IV, V, dan VI), Surayin menulis tentang cara-cara
pembuatanbantendanberbagaijejahitandarijanur yang digunakandalam upacara
persembahan, serta bahan-bahan yang digunakan untuk persembahan.
Upacara Tradisional Labuhan Kraton Yogyakarta yang disusun oleh
Sumarsih dan kawan-kawan (1989) menjelaskan tata cara upacara labuhan kraton
Yogyakarta, doa yang digunakannya, sertasesaji yang digunakandalamlabuhan.
Adapun pustaka yang secara tidak langsung berhubungan dengan penelitian ini
adalah buku yang ditulis oleh Mulyadi dan kawan-kawan (1982) yang berjudul
8
Upacara Tradisional Sebagai Kegiatan Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta
berisi tentang prosesi upacara tradisional dalam upacara kematian di wilayah
Yogyakarta khususnya diwilayahkabupatenBantul.
Disertasi yang ditulisolehSuryahadi yang berjudul “SeniSesaji Ritual
Pawiwahan di KabupatenKarangAsem (1997)”.Dalam
disertasinyaSuryahadimenuliskanberbagaijenissenimembuatjejahitandanmaknase
mioticdarisesajipawiwahanumat Hindu di
KabupatenKarangAsemdansedikitperbandingansesajipawiwahan di Pulau Bali.
Skripsi yang ditulis oleh Daryatun (2003) dengan judul “Nama-nama
Unsur Sesaji dalam Upacara Nguras Enceh (Analisis Semantik dan Semiotik)”.
Daryatun menganalisis nama-nama unsur sesaji dalam upacara nguras enceh
yang diselenggarakan di makam raja-raja Mataram di Imogiri dengan tinjauan
semantik dan semiotik.
Skripsi yang ditulis Martanti (2007) dengan judul “Nama-nama Unsur
Sesaji dan Tahapan dalam Upacara Wiwit di Dukuh Pomah, Desa Keceman,
Kecamatan Manisrenggo, Kabupaten Klaten (analisis semantik dan semiotis)”.
Martanti menganalisis nama-nama unsur sesaji dalam upacara Wiwit yang
dilaksanakan di Dukuh Pomah, Keceman, Manisrenggo, Klaten dengan tinjauan
semantik dan semiotik. Pujiati (2005) dalam skripsinya “Sesaji dalam Upacara
Saparan Gunung Gamping Ambarketawang (Analisis Morfosemiotik)”, Pujiati
dalam skripsinya menulis tentang sesaji dalam upacara saparan di
Ambarketawang dengan tinjauan morfosemiotik. Ketiga skripsi dandisertasi di
atas secara tidak langsung berhubungan dengan objek penelitian ini, akan tetapi
9
teori semiotik yang digunakan dalam analisisnya menjadi kerangka berfikir dalam
penelitian ini.
Kamus Baoesastra Djawa (1939) yang disusun oleh Poerwadarminta
digunakan untuk mengartikan data yang masih berupa kata dalam bahasa Jawa.
KamusJawa Kuna – Indonesia (1995) yang disusunoleh P.J.
Zoetmulderbekerjasamadengan S.C. Robson yang
diterjemahkanolehDarusupraptadanSumarti Suprayitna
dapatmembantumengartikan kata yang sukardalambahasa Jawa Kuna. Serta
kamus bahasa Bali – Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Denpasar
sangat membantu mengartikan kata yang sukar dalam bahasa Bali.
1.6 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik.
Semiotik berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti ‘tanda’. Tanda adalah
kombinasi konsep dan gambaran akustik (Saussure, 1988:147). Semiotik adalah
studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara fungsinya,
hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaanya oleh
mereka yang menggunakannya (Sudjiman dan Van Zoest, 1996:VII). Sujimandan
Van
Zoestmenjelaskantentangtigaprinsiphubunganantarapenandadenganpetanda.Ketiga
prinsipiniadalah;
1. Hubunganantaratandadenganacuannya yang
dapatberupahubungankemiripan, tandatersebutdisebutikon.
10
2. Hubunganantaratandadenganacuan yang
timbulkarenaadanyakedekataneksistensi, tandaitudisebutindeks.
3. Hubungan yang sudahterbentuksecarakonvensional,
tandaitudisebutsimbol.
Dalam pandangan Saussure, tanda bahasa adalah menyatukan konsep dan
citra akustis, bukan benda dan nama. Jadi, merupakan wujud psikis dengan dua
muka sebagai tergambar dalam diagram berikut:
Konsep Signifié Petanda
= = =Tanda bahasa
Citra Akustis Signifiant Penanda
(Saussure, 1988:12)
Penanda dan petanda merupakan bagian dari tanda dan tanda itu sendiri
mempunyai sifatnya yang relatif. Langue adalah suatu sistem, bagian dari sebuah
tanda dan tanda itu sebagai kesatuan, maka langue mendapatkan identitas dan arti
karena menjadi bagian dari sistem itu sendiri. Dalam sistem ini tanda
mendapatkan identitas serta arti melalui perbedaan dengan unsur lainnya dari
sistem tersebut. Suatu citra akustis akan mendapatkan identitasnya melalui
pertentangan dengan kualitas citra akustis lainnya dalam sebuah sistem citra
akustis. Sebuah konsep akan mendapatkan arti dalam pertentangannya dengan
konsep-konsep lain dari sistem arti. Sebuah tanda secara utuh akan mendapatkan
11
valensinya dalam perbandingan dengan oposisi bersama tanda-tanda lainnya dari
sistem tanda tempat mereka menjadi bagian (Sudjiman dan Van Zoest, 1992:59).
Menurut de Saussure ciri dasar dari tanda bahasa adalah arbitraritas
(kesemenaan) absolut. Ciri dasar ini dipertentangkan dengan tanda bahasa yang
mempunyai motifasi. Tanda bahasa ini disebut dengan simbol. Abitraritas tanda
bahasa ini tercermin dalam pembentukan signifiant dan signifié secara
sembarangan. Orang tak dapat menjelaskan mengapa kursi disebut kursi bukannya
pohon. Bertentangan dengan itu, simbol mempunyai keterkaitan antara signifiant
dan signifié. Misalnya, timbangan merupakan simbol untuk keadilan. Orang tidak
dapat menggantikan timbangan ini dengan objek yang lainnya, tanpa kehilangan
motivasi kesatuan antara penanda dan petanda (Sudjiman dan Van Zoest,
1992:60). Selanjutnya metode ini digunakan untuk menganalisis nama-nama
unsur sesaji yang ada dalam ULM.
1.7 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu metode
pengumpulan data dan metode analisis data.
1.7.1 Metode Pengumpulan Data
Tahap awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan
data. Data diperoleh dengan tiga cara yaitu wawancara, observasi partisipasi, dan
studi pustaka. Wawancara yaitu dengan melakukan tanya jawab dengan
narasumber secara langsung menggunakan teknik pancing karena penulis
mengajukan pertanyaan-pertanyaan pancingan untuk mendapatkan penjelasan
12
yang diinginkan. Studi pustaka yaitu dengan membaca buku-buku yang memuat
tentang sesaji labuhan pada khususnya. Metode terakhir yang digunakan adalah
observasi partisipasi yaitu mengamati suatu gejala atau peristiwa dalam suatu
masyarakat yang berkaitan dengan topik penelitian dengan cara melibatkan diri
dalam proses tersebut (Rohmatini, 2004:7).
1.7.2 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian di masukkan ke dalam kartu-kartu data dan
diklasifikasi. Setelah itu, data tersebut dianalisis menggunakan teori semiotik
untuk mendapatkan makna yang terkandung di dalamnya. Dalam penelitian ini
analisis semiotik yang digunakan untuk menganalisis unsur-unsur sesaji ULM.
Misalnya, sesaji yang berupa telur mempunyai simbol tiga kerangka hidup
manusia yaitu lahir, hidup, dan mati.
1.8 Sistematika Penyajian
Hasil penelitian yang berjudul Nama-Nama Sesaji dan Prosesi Upacara Labuhan
Melasti Umat Hindu di Pantai Ngobaran Kanigoro Saptosari Gunungkidul
disajikan dalam empat bab sebagai berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah diantaranya
menyatakan perlunya penelitian ini dilakukan; perumusan masalah penelitian
berwujud pertanyaan yang harus dijawab secara lengkap; tujuan dari penelitian;
ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode yang digunakan
dalam penelitian dan sistematika penyajian.
13
Bab II Prosesi ULM berisi tentang urutan pelaksanaan ULM yang
dilaksanakan umat Hindu di Pantai Ngobaran, Kanigoro, Saptosari, Gunungkidul.
Bab III Analisis Semiotis nama-nama unsur sesaji. Bab ini berisi
pengantar dan analisis semiotis unsur-unsur sesaji ULM.
Bab IV Berisi kesimpulan dan saran-saran yang perlu dikemukakan agar
skripsi ini dapat digunakan kedepannya.