pendahuluan latar belakang - abstrak.uns.ac.id · mungkin dilakukan tanpa adanya analisis terhadap...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini muncul upaya melakukan revitalisasi Pancasila dan UUD
1945 terutama revitalisasi tentang kedaulatan rakyat yang bermakna
demokrasi politik. Demokrasi politik dalam komunikasi politik saat ini
semakin diminati oleh masyarakat terutama oleh generasi muda sejalan
dengan berkembangnya penerapan demokrasi politik. Seiring dengan
banyaknya partai, pemilihan langsung presiden dan wakil presiden mendorong
terjadiya persaingan politik yang sangat sengit sehingga membuka prospek
berkembangnya studi komunikasi politik dan penerapannya di lapangan secara
rasional.
Adanya komunikasi politik tidak terlepas dari penggunaan berbagai
media. Media berfungsi sebagai penyampai pesan yang beraneka ragam,
aktual tentang lingkungan sosial dan politik. Media dalam konsep komunikasi
politik kontemporer digunakan untuk membedakan produk politik (partai
politik dan kandidat) (McNair, 2011: 6). Media massa dalam komunikasi
politik sangat sesuai dalam upaya membentuk citra diri para politikus dan citra
partai politik untuk memperoleh dukungan pendapat umum (Arifin, 2011:
159). Untuk itu hubungan antara media dan politik adalah merupakan
hubungan yang saling membutuhkan, artinya para pelaku politik
membutuhkan media untuk mempublikasikan kebaikan partai politiknya atau
bahkan menggunakannya sebagai tempat mengkampanyekan partai politiknya.
Pasca masa reformasi, dengan adanya demokratisasi politik
keterbukaan pendapat seiring dengan persaingan politik secara bebas,
transparan dan terbuka, merupakan tren baru yang hampir bisa dipastikan
kehadirannya dalam dunia komunikasi politik (Firmanzah, 2008: 34).
Sehingga pemahaman mengenai proses komunikasi politik kontemporer tidak
mungkin dilakukan tanpa adanya analisis terhadap media yang digunakan
(McNair, 2011: 13) atau penggunaan media secara terbuka sudah menjadi hal
yang wajar dalam komunikasi politik kontemporer.
Salah satu media yang memimpin perubahan dramatis struktur
komunikasi dari konsumsi komunikasi massa ke era komunikasi digital yang
interaktif adalah sosial media (Khang & Ye, 2012: 281). Media sosial telah
mengubah cara orang dalam mengkomunikasikan sebuah ide dan gagasan.
Media sosial telah merevolusi cara berbagi ide dan informasi dengan jalan
berbagi dalam komunitas dan jaringan online. Selain itu, media sosial telah
merambah pada hampir semua komunitas di masyarakat, termasuk di
dalamnya para pelaku politik (Sandra, 2013).
Setiap pengguna media sosial termasuk didalamnya politisi dapat
memproduksi pesan dengan publik yang lebih terarah karena tersedianya
stimulus teknologi yang modern selama kampanye untuk menjalin hubungan
kembali dengan pemilih (Vergeer, Hermans & Sams, 2013: 4), sehingga Para
pelaku politik dapat menyampaikan pesan mereka kepada pendukungnya baik
secara langsung maupun melalui perantara.
Media sosial mampu memberikan efek positif bagi pelaku politik
dengan terjalinnya komunikasi politik dua arah yang intens dengan para
pendukungnya. Salah satu efek positif dari media sosial yaitu pergeseran opini
dan mobilisasi suara dari suara mengambang (floating voters). Media sosial
mampu memberikan informasi politik yang tidak berbatas sehingga
pembentukan image (citra) politik semakin mudah dilakukan termasuk di
antaranya adalah branding kandidat/partai politik sebagai hasil dari proses
komunikasi politik kontemporer (Sandra, 2013: 277).
Proses komunikasi politik kontemporer pada kampanye pemilihan
umum presiden tahun 2014 berlangsung sangat sengit. Masing-masing tim
kampanye capres dan para pendukungnya semakin gencar menggunakan
media sosial dengan mengunggah beragam video, foto atau pun status seputar
pilpres melalui akun jejaring social Facebook dan Twitter. Bahkan aplikasi
game yang menampilkan sosok capres pun dapat diunduh.
Indonesia disebut sebagai ibukota media sosial di dunia, karena
pengguna akun media sosial yang sangat aktif, dengan jumlah 69 juta orang
memiliki akun Facebook dan lebih dari 30 juta akun Twitter. Tak heran jika
para capres menaruh perhatian besar terhadap media sosial untuk
berkampanye.
Partai Gerindra yang mencalonkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa, bahkan memiliki tim media sosial yang dimotori anak-anak muda.
Kampanye di media sosial dilakukan dengan cara berbeda untuk merebut
suara pemilih muda yang menjadi pengguna aktif Facebook dan Twitter.
Prabowo bahkan sudah memiliki akun Facebook sejak 2009 lalu, dengan
jumlah like mencapai lebih dari 7 juta. Sementara, like di halaman Facebook
Joko Widodo mencapai lebih dari 3 juta. Di Twitter akun Jokowi memiliki
followers lebih banyak yaitu lebih dari 1,2 juta akun, sementara Prabowo
masih dikisaran 972.000 followers.
Penggunaan media sosial tak hanya soal kampanye kreatif, tetapi juga
kampanye negatif bahkan kampanye hitam pun bertebaran, yang disebut oleh
lembaga survei menggerus elektabilitas Jokowi dan menguntungkan Prabowo.
Menurut Politicawave, situs yang menjaring percakapan di media sosial,
Jokowi –JK lebih banyak menjadi sasaran kampanye hitam dengan jumlah
persentase 94,9 % dan 5,1 % kampanye negatif. Sementara kampanye hitam
bagi pasangan Prabowo-Hatta lebih sedikit yaitu 13,5%, sementara kampanye
negatifnya mencapai 86,5%.
Indonesia Election Tracker: Suara Indonesia yaitu aplikasi pelacak
percakapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 bekerjasama dengan
Bubu.com dan Facebook, diketahui sebanyak 44,04% membicarakan
Prabowo, dan Jokowi 52.47%. Dari data tersebut diketahui jumlah pengguna
twitter terbanyak berusia 25-34 tahun disusul 18-24 tahun.
Menurut Sri Lestari, Kampanye melalui media sosial efektif untuk
mempengaruhi para pemilih. Angka golput jadi tidak golput karena
mendengarkan percakapan temannya, anak-anak muda akan mendengarkan
teman, teman berbicara dia akan mendengarkan, dan akan mengambil
keputusan. Percakapan di media sosial akan mempengaruhi orang yang belum
menentukan pilihan dan preferensi pemilih pemula. Jumlah pemilih pada
pilpres 2014 mencapai 190.307.134 orang, jumlah pemilih pemula mencapai
lebih dari 11% dan pemilih muda dibawah usia 30 tahun mencapai 30%.
Lembaga survei menyebutkan sekitar 23% pemilih belum menentukan pilihan
dalam pilpres mendatang (http://www.bbc.co.uk/pilpres_medsos).
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada salah satu pasangan
capres yaitu Jokowi-JK di media sosial. Kejelian Obama memanfaatkan media
sosial ternyata juga diikuti salah satu calon presiden di Indonesia yaitu Joko
Widodo. Halaman Facebook Jokowi yang disukai 3.311.213 orang, diisi
dengan banyak foto dan video. Yang menarik dicermati, Jokowi melengkapi
iklannya di media tradisional dengan memasang banner di Facebook sejak
tanggal 4 Juni.
Gambar 1. Salah Satu Contoh Banner Iklan Jokowi di Media Sosial
Sumber : www.facebook.com/#RamePilih2
Iklan tersebut sangat menonjol karena dipasang di halaman log in
Facebook, bukan iklan kecil di samping atau di dalam News Feed. Dengan
kata lain, seluruh pengguna Facebook yang hendak log in ke dalam akunnya
akan melihat iklan Jokowi. Iklan tersebut dikombinasikan dengan video yang
berisi ajakan Jokowi agar pengguna Facebook untuk mencoblos nomor 2 pada
tanggal 9 Juli, lengkap dengan hashtag #RamePilih2.
Dari sekian banyak media sosial yang digunakan, twitter merupakan
media sosial yang dijalankan secara personal oleh Jokowi, hal ini ditunjukkan
oleh aktivitas twitter Jokowi yang lebih aktif pada masa kampanye dibanding
pada hari biasa. Jokowi aktif menggelar kampanye pada masa pilpres lalu
dengan tweet yang disertai tagar #JKW4P. Calon Presiden Jokowi memiliki
akun Twitter resmi bernama @jokowi_do2 yang dikelola secara personal oleh
Jokowi sendiri. Akun itu diikuti oleh lebih dari 2 juta follower.
Kampanye yang dilakukan Jokowi melalui media sosial digunakan
sebagai political branding salah satunya untuk membangun citra politik.
Dimana salah satu contoh dari branding dalam komunikasi politik
kontemporer adalah yang dilakukan Joko Widodo pada tahun 2012 lalu,
berhasil menang dalam Pemilu Gubernur DKI Jakarta. Strategi kampanye
berbeda yang dilakukan Jokowi tidak hanya pada model face to face
communication atau komunikasi tatap muka yang dilakukan, tapi juga
penggunaan media kampanye yang dipilih. Media sosial mempunyai peranan
untuk Jokowi berkomunikasi dengan publiknya selama masa kampanye
berlangsung untuk menyampaikan pesan-pesan politis.
Jika dibanding dengan politisi lainnya di Indonesia, political branding
yang dilakukan oleh Jokowi mempunyai urgensi lebih dilihat dari dimensi
waktu dimana ia membangun political branding tersebut yakni pada masa
kampanye guna mendapatkan vote rakyat. Dengan berfokus pada pesan yang
disampaikan lewat akun Jokowi pada media sosial Twitter terutama dalam hal
melakukan political branding dengan berfokus pada branding dirinya sendiri.
Melalui personal branding yang dilakukan oleh Jokowi For President
dapat digunakan untuk membantu meningkatkan promosi diri sebagai seorang
tokoh dalam politik dan juga Personal branding yang dimilikinya sangat
membantu karena dapat menjadi pembeda antara dirinya dengan orang lain
sehingga mudah dikenal masyarakat (Bhalotia, 2002). Sehingga terbentuk
brand yang kuat, dan masyarakat akan ingat dengan karakter yang dimiliki
oleh Jokowi dengan demikian hal tersebut dapat memberi keuntungan bagi
Jokowi.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menelaah makna lebih dalam dibalik
konten teks akun Twitter Jokowi (www.twitter.com/JKW4P) dengan batasan
konten teks yang diteliti hanya selama masa pemilihan umum presiden 2014
antara tanggal 4 Juni 2014 – 5 Juli 2014. Pemilihan ini berdasarkan pada isi
konten tweet Jokowi tidak hanya sebatas jumlah tweet namun juga gambar
atau foto yang dimana setiap teks dan foto mempunyai makna yang tidak
terjelaskan bila peneliti memilih pendekatan kuantitatif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka disimpulkan rumusan permasalahannya adalah “Bagaimana political
branding Jokowi For President (JKW4P) selama masa pemilihan umum
presiden tahun 2014 di media sosial Twitter ?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui political branding Jokowi For President (JKW4P) selama
masa pemilihan umum presiden tahun 2014 di media sosial Twitter.
D. Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan.
Manfaat penelitian ini dibedakan antara manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan
kajian komunikasi politik di Indonesia, khususnya pemasaran politik
melalui media sosial.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan pagi para pelaku
kampanye politik dan referensi tambahan bagi peneliti komunikasi politik,
selain sebagai acuan atau menjadi bahan pertimbangan, bagi para
mahasiswa komunikasi politik yang ingin mempelajari political branding
untuk memahami (komunikasi) politik kontemporer di Indonesia. Selain
itu, pendekatan political branding dapat menjadi alternatif bagi upaya
E. Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi Verbal dan Non Verbal
a. Komunikasi Verbal
Purba (2006: 25) mendefinisikan komunikasi verbal adalah
komunikasi yang menggunakan simbol-simbol verbal, baik secara
lisan maupun tertulis. Komunikasi verbal adalah semua jenis simbol
yang menggunakan satu kata atau lebih.
Komunikasi verbal ditandai dengan disampaikan secara lisan /
bicara atau tulisan, Proses komunikasi eksplisit dan cenderung dua
arah, kualitas proses komunikasi seringkali ditentukan oleh
komunikasi non verbal.
Bahasa dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. Bahasa
didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan alunan untuk
mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan
dipahami suatu komunitas. Menurut Larry Barker (dalam Mulyana,
2007: 243) bahasa memiliki 3 fungsi yaitu :
1) Penamaan (naming/labeling)
Penamaan merupakan fungsi bahasa yang mendasar. Penamaan
atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek,
tindakan, atau orang yang menyebut namanya sehingga dapat
dirujuk dalam berkomunikasi
2) Interaksi
Fungsi interaksi merujuk pada berbagai gagasan dan emosi yang
dapat mengunadang simpati pengertian ataupun kemarahan dan
kebingugan. Dalam penelitian ini interaksi yang dimaksud yaitu
untuk menarik simpati dari publik.
3) Transmisi Informasi
Yang dimaksud dengan fungsi transmisi informasi adalah bahwa
bahasa merupakan media untuk menyampaikan informasi kepada
orang lain. Bahasa merupakan media transmisi informasi yang
bersifat lintas waktu, artinya melalui bahasa dapat disampaikan
informasi yang menghubungkan masa lalu, masa kini, masa depan
sehingga memungkinkan adanya kesinambungan budaya dan
tradisi.
b. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi nonverbal adalah proses penyampaian pesan
melalui gerakan-gerakan tubuh, ekspresi wajah, kontak mata,
penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya,
simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan,
kualitas suara, gaya emosi, gaya berbicara. dan bahasa tubuh kepada
orang lain (Pearson, 2003: 102).
Komunikasi nonverbal merupakan atribut atau tindakan
seseorang, selain dari penggunaan kata-kata yang mana komunikasi
nonverbal maknanya dapat ditunjukkan secara sosial. Makna tersebut
dapat dikirimkan dengan sengaja atau memang sengaja ditafsirkan,
dengan dikirim secara sadar atau diterima secara sadar dan memiliki
potensi untuk mendapatkan umpan balik dari penerima pesan.
Pada umumnya komunikasi nonverbal untuk mengekspresikan
emosi. Komunikasi nonverbal mungkin akan lebih sulit untuk
dipahami dan dimengerti daripada komunikasi verbal. Ada tiga sebab
mengapa komunikasi nonverbal sulit untuk dipahami; pertama,
seseorang menggunakan kode nonverbal yang sama untuk
mengkomunikasikan berbagai makna. Kedua, seseorang menggunakan
berbagai macam kode nonverbal untuk untuk menjelaskan satu
makna. Ketiga, tiap orang memiliki penafsiran berbeda untuk
memaknai komunikasi nonverbal (Pearson, 2003: 105-106).
Bentuk komunikasi nonverbal adalah isyarat komunikasi yang
terdiri dari simbol yang bukan kata-kata. Akan tetapi peneliti hanya
akan memberikan bentuk- bentuk komunikasi nonverbal yang
digunakan pada penelitian ini, yaitu : 1) Gerakan tubuh dan ekspresi
wajah seperti postur tubuh, gerakan, gesture, dan ekspresi wajah. 2)
Jarak publik. 3) Pakaian, pakaian dan dandanan yang digunakan
seseorang dapat mengkomunikasikan umur, gender, status, kelas
sosial, kepribadian, dan hubungan dengan lawan jenis (Pearson, 2003:
109-121).
2. Komunikasi Politik
a. Komunikasi Politik
Dalam pengertian umum komunikasi adalah hubungan dan
interaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih. Interaksi itu terjadi
karena seseorang menyampaikan pesan dalam bentuk lambang-
lambang tertentu, diterima oleh pihak lain yang menjadi sasaran,
sehingga sedikit banyak mempengaruhi sikap dan tingkah laku pihak
dimaksud. Anggota masyarakat melakukan komunikasi ini secara terus
menerus. Oleh karena itu, dapat dipahami, komunikasi merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh semua anggota masyarakat dimanapun
dan kapan pun.
Sesuai dengan perkembangan teknologi komunikasi, ilmu
komunikasi saat kini lebih banyak tertuju pada media massa, baik
cetak seperti koran dan majalah, maupun elektronik seperti radio, dan
televisi. Khususnya media elektronik, perkembangannya sangat pesat,
sangat mempengaruhi model dan paradigma komunikasi, yaitu
komunikasi massa.
Komunikasi massa ini sangat berhubungan erat dalam
membahas komunikasi politik. Komunikasi politik di sini mencakup
masyarakat luas yang banyak terlibat dalam bentuk komunikasi
antarpribadi dan kelompok. Mereka mendiskusikan tentang informasi
yang mereka baca dan dengar dari media cetak dan elektronik. Studi
komunikasi politik tidak akan sempurna bila komunikasi antarpribadi
tidak memperoleh tempat yang penting dalam studi tersebut.
Komunikasi politik adalah gejala yang membuat kepentingan-
kepetingan politik dapat disalurkan melalui media dan tindakan yang
lebih tepat dan efektif (Soyomukti, 2013: 22).
Komunikasi politik merupakan jalan mengalirnya informasi
melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam
sistem politik (Masoed dan Andrew, 1990: 130). Fungsi dari
komunikasi politik adalah struktur politik yang menyerap berbagai
aspirasi, pandangan, dan gagasan yang berkembang dalam masyarakat
dan menyalurkannya sebagai bahan dalam penentuan kebijakan.
Dengan demikian fungsi membawakan arus informasi balik dari
masyarakat ke pemerintah dan dari pemerintah ke masyarakat.
Tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik
yang disampaikan komunikator politik. Sesuai dengan tujuan
komunikasi, maka tujuan komunikasi politik itu adakalanya sekedar
penyampaian informasi politik, pembentukan citra politik,
pembentukan publik opinion (pendapat umum). Selanjutnya
komunikasi politik bertujuan menarik simpatik khalayak dalam rangka
meningkatkan partisipasi politik saat menjelang pemilihan umum atau
pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Arifin (2002: 05) salah satu tujuan dari komunikasi politik
adalah membentuk citra politik yang baik bagi khalayak.
1) Pembentukan Citra Politik
Citra politik dapat dipahami sebagai gambaran seseorang yang
terkait dengan politik (kekuasaan, kewenangan, otoritas, konflik,
dan konsesus). Citra politik berkaitan dengan pembentukan
pendapat umum karena pada dasarnya pendapat umum politik
terwujud sebagai konsekuensi dari kognisi komunikasi politik.
Pembentukan citra politik sangat terkait dengan sosialisasi politik.
Hal ini disebabkan karena citra politik terbentuk melalui proses
pembelajaran politik baik secra langsung maupun melalui
pengalaman empirik. Sosialisai politik dapat mendorong
terbentuknya citra politik pada individu. Selanjutnya citra politik
mendorong seseorang mengambil peran atau bagian (partai,
diskusi, demonstrasi, kampanye, dan pemilihan umum) dalam
politik. Hal ini disebut dengan nama partisipasi politik .
2) Pembentukan Opini Publik
Opini publik bukan merupakan kumpulan pendapat individu
namun opini publik adalah proses memperbandingkan dan
mempertentangkan secara berkelanjutan berdasar pada empirik dan
pengetahuan yang luas. Mengenai sesuatu persoalan (issue) yang
dianggap orang aktual sudah biasa mempercakapkannya tanpa
acara, waktu, dan tempat. Percakapan yang berupa pertukaran
pikiran dan kadang-kadang terlibat dalam perdebatan. Masing-
masing pihak yang bersangkutan mengajukan pendapatnya
berlandaskan fakta, perasaan (sentimen), prasangka (prejudice),
harapan, ketakutan, kepercayaan pengalaman, prinsip pendirian,
ramalan-ramalan terhadap berbagai macam kemungkinan, aspirasi,
tradisi serta adat kebiasaan dan keyakinannya. Persoalan yang
dipertentangkan dalam prosesnya semakin lama semakin jelas,
sehingga terwujud bentuk-bentuk pebdapat tertentu. Individu-
individu telah memilih pihak kemudian menggabungkan dengan
pihak yang dianggap sesuai dengan pendapatnya. Dengan
demikian, bentuk penilaian mengenai sesuatu persoalan aktual
yang dipertentangkan yang didukung oleh sebagian orang-orang
telah tercapai. Inilah social judgment (penilaian sosial) dan
penilaian sosial mengenai sesuatu persoalan adalah opini publik.
b. Marketing Politik
Dalam perkembangan kajian komunikasi, komunikasi politik
merupakan hal baru. Marketing politik mulai diperbincangkan menjadi
fenomena menarik di era politik modern dengan menyuguhkan
strategi-strategi berpolitik yang dikemas lebih modern. Nalar
kapitalisme modern mengangkat dimensi politik menjadi dimensi yang
tidak jauh berbeda dengan dunia kepentingan ekonomi. Politik dilihat
sebagai produk. Bagaimana politik dijalankan tidak jauh berbeda
dengan mekanisme sebuah relasi ekonomi bekerja. Bagaimana sebuah
produk politik bisa berkesan dan mendapat dukungan dari banyak
orang tentu membutuhkan proses pengemasan, penawaran dan promosi
yang baik. Keberhasilan politik di era modern tidak lagi dibangun
melalui prinsip-prinsip lama seperti loyalitas ideologi ataupun aliran
politik, melainkan melalui politik perancangan yang lebih modern
melalui infrastruktur media modern. Kampanye-kampanye
keberhasilan politik tidak lagi juga hanya terletak pada karisma tokoh,
kepemimpinan politik, atau militansi visi. Keberhasilan strategi politik
di era modern banyak ditunjang dengan kepiawaian politik
pengemasan dan pencitraan dan sekaligus pemanfaatan sarana-sarana
modern.
Marketing politik telah menampilkan bentuk dan proses politik
yang lebih terkonsep, terancang dan teraplikasikan pada metode-
metode yang lebih rigid. Dengan marketing politik, wajah politik tidak
lagi selalu harus tergambarkan secara menakutkan tetapi mendorong
politik yang lebih terkelola secara menarik. Beberapa rancangan dan
kerja-kerja pelaksanaan, tidak lagi hanya dikerjakan oleh mesin-mesin
politik lama seperti partai, ormas dan kelompok massa pendukung,
tetapi mulai melibatkan kerja-kerja agen kelembagaan yang
menyediakan jasa dalam proses pemenangan politik. Contoh kerja-
kerja agen kelembagaan ini mudah terlihat jelas saat terjadinya
kontestasi politik di pemilu. Banyak jasa-jasa agen telah disewa untuk
melakukan perkerjaan politik (Danial, 2009: 24).
Sebagai salah satu konsep baru marketing politik menawarkan
sejumlah peluang untuk digali dan dielaborasi dalam konteks
Indonesia (Firmanzah, 2006: 21). Tentu sebelum memasuki lebih jauh
tentang apa itu marketing politik lebih tepatnya kita akan
diperkenalkan lebih jauh tentang dua dimensi penting yakni politik dan
marketing.
Domain penting politik yang dimengerti secara umum yakni
mengartikan politik sebagai sebuah aktivitas sosial yang menyangkut
terjadinya perebutan dan distribusi kekuasaan. Apa yang menjadi
dimensi penting dalam dunia politik? Setidaknya ada tiga dimensi
penting dalam politik yang dipahami secara umum. Pertama, adalah
bahwa dunia politik memiliki subjek masyarakat yang terlibat baik
langsung maupun tidak langsung; Kedua, dunia politik memiliki
institusi legal yang mengatur dan menyusun interaksi sosial di
dalamnya; Ketiga, dunia politik mempunyai aturan legal dan juga
aturan, norma-norma dan kaidah-kaidah moral tertentu yang menjadi
rujukan dan norma pengatur berjalannya interaksi politik. Aturan-
aturan etika ini dalam kondisi dan konteks perkembangan politik
tertentu sering berkembang dan tidak seragam. Perkembangan aturan
main dan etika politik amat ditentukan juga dengan dinamika dan
interelasi masing-masing variabel yang menentukan berjalannya
politik. Dalam periode dan konteks jaman tertentu, norma, etika, dan
sistem nilai yang berkait dengan kehidupan politik bisa berubah-rubah.
Pada pandangan marketing politik, dunia politik bisa dibagi
dalam dua kedudukan yakni produsen dan konsumen. Sebagai
produsen adalah mereka-mereka dan lembaga-lembaga yang
berkepentingan atas tujuan politik. Produsen dalam dunia politik bisa
berupa partai politik atau mereka secara individu yang merupakan
penghasil produk politik. Masyarakat di sini dijadikan sebagai
konsumen politik. Masyarakat merupakan pihak-pihak yang akan
menjadi sasaran dari berbagai produk politik yang dicipta oleh para
produsen politik. Dalam masyarakat modern yang sudah begitu
terasionalisasi maka tentu saja masyarakat dianggap sebagai konsumen
aktif dan kritis yang akan bisa menentukan secara rasional, produk
politik mana yang memang baik untuk dikosumsi dan dibeli. Maka
tugas marketing politik sebenarnya berhadapan dengan tuntutan dan
kebutuhan konsumen politik yang semakin bergerak maju dan modern.
Tidak seperti pada era politik tradisional yang lebih menekankan
sentimen-sentimen politik primodialnya, maka marketing politik lebih
menggambarkan masyarakat yang lebih rasional dan terbuka dalam
banyak tuntutan kebutuhan yang kompleks dan beragam.
Sebuah pendekatan baru untuk menjawab kebertemuan dan
interaksi antara produsen dan konsumen dalam dunia kehidupan politik
inilah yang menjadikan marketing politik menjadi kebutuhan yang
dipakai oleh baik para pebisnis maupun para pegiat kehidupan politik
sekaligus. Masyarakat konsumen adalah masyarakat yang dipandang
beragam dan demokratis. Masyarakat konsumen politik tidak lagi bisa
dikenai sebuah penerapan cara-cara mobilisasi politik yang sifatnya
eksploitatif. Kesinambungan relasi antara apa yang dikehendaki
produsen dan apa yang dikehendaki konsumen menjadi amat berharga.
Dalam logika jual beli, seorang konsumen tentu tidak bisa dipaksa
untuk membeli, tetapi yang bisa dilakukan adalah membangun ruang-
ruang pengaruh dan hegemoni. Apalagi dalam dunia ekonomi pasar
modern, tak lagi hanya soal cara membangun transaksi tetapi menjaga
kebertahanan relasi antara produsen dan konsumen yang justru
penting.
Marketing politik secara sederhana yaitu penggunaan metode
marketing dalam bidang politik atau metode dan konsep aplikasi
marketing dalam konteks politik. Firmanzah menjelaskan bahwa dalam
marketing politik yang ditekankan adalah penggunaan pendekatan dan
metode marketing untuk membantu politikus dan partai politik agar
lebih efisien dan efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan
konstituen dan masyarakat (Firmanzah, 2006: 128). Namun diakui
bahwa tentu ada perbedaan mendasar antara marketing dalam dunia
bisnis murni dengan marketing dalam dunia politik. Politik akan
banyak bersinggungan dengan nilai. Artinya isu politik tidak hanya
dipahami sebagai produk tetapi juga berkait dengan relasi berbagai
simbol, nilai dan berbagai makna yang membangun kehidupan
masyarakat.
Perbedaan yang cukup mendasar yang ada dalam rasionalitas
ilmu marketing dan ilmu politik terutama prinsip yang ada dalam dua
dimensi tersebut. Dalam nalar marketing, orientasi keuntungan dan
kompetisi menjadi prinsip mendasar yang amat jauh berbeda dengan
nalar politik yang lebih berorientasi pada pengelolaan tatanan dan
ruang hidup masyarakat melalui dinamika kekuasaan. Tentu sekilas
ada kecenderungan orientasi yang sama, tetapi hakikat dasar ikhwal
awal memang berorientasi pada dua kepentingan yang berbeda. Apa
yang menjadi pijakan awal dari terbangunnya konsep politik dan
tindakan politik adalah terciptanya pengelolaan hidup bersama.
Meskipun kita harus juga sadar bahwa, dimensi utopis itu akan
bersentuhan dengan kenyataan realitas politik yang tidak bisa
terlupakan yakni dimensi kekuasaan. Pada hal yang terakhir inilah
politik kemudian sering terarah dan terbaca sebagai hanya persoalan
perebutan kekuasaan. Mulainya citra buruk atas pengertian politik ada
dalam keterkaitan dengan dimensi perebutan dan pengelolaan
kekuasaan tersebut.
Berkaitan dalam penelitian ini, salah satu strategi yang
merupakan hal penting dalam memenangkan Pilpres yakni konsep
mengenai marketing politik. Melalui aktivitas marketing seperti iklan
dan promosi, informasi serta pengetahuan akan dapat dengan mudah
disebarluaskan oleh para kontestan. Marketing politik dilakukan
dengan melibatkan media TV, radio, Koran dan pamphlet yang perlu
disampaikan kepada publik. Menurut Firmanzah (2012: 261) strategi
dalam mengemas pesan politik merupakan hal yang sangat penting.
Pengemasan sangat berperan dalam mengarahkan cara masyarakat
memaknainya. Pesan yang diangkat harus sesuai dengan isu-isu politik
yang sedang berkembang dalam masyarakat.
Marketing politik memberikan perangkat teknik dan metode
marketing pada dunia politik. Menurut Firmanzah (2012: 199) dalam
marketing politik digunakan penerapan 4p bauran marketing, yaitu:
1) Produk (product) berarti partai, kandidat dan gagasan partai yang
akan disampaikan konstituen. Produk ini berisi konsep, identitas,
ideologi yang berkontribusi dalam pembentukan sebuah produk
politik
2) Promosi (promotion) adalah upaya periklanan, kehumasan dan
promosi untuk sebuah partai yang di mix sedemikian rupa sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini pemilihan media
perlu dipertimbangkan.
3) Harga (price), mencakup banyak hal, mulai ekonomi, psikologis,
sampai citra nasional. Harga ekonomi mencakup biaya yang
dikeluarkan partai selama kampanye. Harga psikologis mengacu
pada harga presepsi psikologis misalnya, rasa nyaman dengan latar
belakang etnis, agama, pendidikan. Harga citra nasional berkaitan
dengan apakah pemilih merasa kandidat tersebut dapat
memberikan citra positif dan menjadi kebanggan Negara.
4) Penempatan (place), berkaitan erat dengan cara hadir atau
distribusi sebuah partai dan kemampuanya dalam berkomunikasi
dengan para pemilih. Ini berarti sebuah paratai atau kandidat harus
dapat memetakan struktur serta karakteristik masyarakat baik itu
geografis maupun demografis.
Menggunakan 4P bauran marketing dalam dunia politik
menjadikan marketing politik tidak hanya sebatas masalah iklan, tetapi
lebih komperhensif. Political marketing menyangkut cara sebuah
institusi politik atau parpol ketika memformulasikan produk politik,
menyusun program publikasi kampanye dan komunikasi politik,
strategi segmentasi untuk memenuhi kebutuhan lapisan masyarakat
sampai ke perhitungan harga sebuah produk politik (Firmanzah, 2012:
201).
Menurut Firmanzah (2012: 323) menjelaskan bawa political
marketing memiliki peran dan fungsi sebagai distribusi informasi
publik, edukasi politik, kesadaran politik, partisipasi dan keterlibatan
politik Marketing politik berperan untuk membiasakan diri bagi partai
politik maupun konstituen dalam bersaing dengan sehat dan terbuka.
Marketing politik diyakini dapat meningkatkan ikatan rasional maupun
emosional kontestan dengan para pendukungnya. Serangkaian aktivitas
marketing politik membuat hubungan antara kontestan dengan
konstituen menjadi lebih intens.
c. Komunikasi Politik di Era Media Baru dan Industri Pemilu
Dewasa ini komunikasi diakui sebagai instrumen yang sangat
penting bagi semua pihak di hampir segala sektor kehidupan dan
bidang kegiatan, terlebih lagi di bidang politik, dalam era informasi,
bahwa information is power. Power melalui komunikasi politik dapat
diperoleh dan dikembangkan dengan berbagai cara, antara lain
pengumpulan informasi yang tinggi, menentukan siapa yang boleh dan
tidak boleh memperoleh informasi dalam kelengkapan, menguasai
akses sarana memperoleh informasi, menentukan penilaian atas
informasi berharga, penguasaan untuk memanipulasi atau mengubah
informasi (Soyomukti, 2013: 16).
Akibatnya, berbagai pihak bertarng saling berebut untuk
memperoleh penguasaan atau berkuasa untuk mempergunakan
instrumen komunikasi. Penguasaan atas instrumen komunikasi dan
informasi mutlak diperlukan untuk menunjang kegiatan, mencapai
tujuan serta mendukung kepentingan politik, untuk itu pertarungan
terhadap instrumen komunikasi paling menonjol dalam perebutan
kekuasaan politik. Seiring dengan perkembangan maupun sinergi
konvergensi teknologi komunikasi dan informasi antara old media dan
new media pertarungan meraih kekuasaan dalam mekanisme pemilihan
umum menjadi industri kampanye pemilu (Soyomukti, 2013: 17).
Komunikasi politik pada era media baru merupakan spirit,
artinya dengan pemilihan langsung, politik berubah mengikuti
gelombang consumerism, celebrity & cynicism. Tokoh-tokoh politik
harus dipasarkan atau dikemas dalam iklan politik menurut gaya tak
berbeda dalam dunia konsumerisme dan selebritas. (Corner & Pels,
2003) atau dapat dikatakan bahwa komunikasi politik Indonesia
mengalami sebuah lompatan yaitu ke dalam politik citra.
3. New Media
Seiring dengan perkembangan sosial dan budaya yang cepat,
direspon juga oleh produksi media. Pergeseran dari mesin analog ke mesin
digital juga sebagai penanda bahwa era komunikasi baru telah tiba. Media
baru atau new media adalah sebuah media yang berbasis internet dengan
berorientasi kepada penggunaan komputer dan hand phone ataupun
smartphone. Komunikasi satelit serta pemanfaatan komputer merupakan
pemicu lahirnya new media.
Media baru ini merupakan bentuk dari new media communication
yaitu proses interaksi antar pribadi dilakukan melalui perantara jaringan
internet. Berbeda dengan interaksi antar pribadi secara langsung dimana
diperlukan kedekatan fisik antara pelaku komunikasi. Bentangan jarak
yang memisahkan antara komunikan dan komunikator dapat diatasi
dengan hadirnya new media communication. Penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan bisa dilakukan dengan cepat serta
memiliki jangkauan yang cukup luas mengingat hadirnya new media
communication dapat menembus hambatan pada komunikasi antar pribadi
pada umumnya yang memerlukan kedekatan fisik.
New media kontennya berbentuk gabungan data, teks, suara dan
berbagai jenis gambar yang disimpan dalam format digital dan
disebarluaskan melalui jaringan berbasis kabel optic broadband, satelit dan
gelombang mikro. Tak ubahnya dengan media sebelumnya, kemunculan
internet dilatar belakangi oleh perkembangan interaksi manusia yang
semakin kompleks. Adapun ciri internet sebagai media McQuail (2011:
45), yaitu : a) Teknologi berbasis komputer, b) Karakteristiknya hibrida,
tidak berdedikasi, fleksibel, c) Potensi interaktif, d) Fungsi publik dan
private, e) Peraturan yang tidak ketat, f) Kesalingterhubungan, g) Ada
dimana-mana/tidak tergantung lokasi, h) Dapat diakses individu sebagai
komunikator, i) Media komunikasi massa dan pribadi.
Salah satu produk yang lahir dari penggunaan internet sebagai
media interaksi adalah media sosial. Melalui media sosial, segala bentuk
penyampaian pesan, pertukaran informasi dan interaksi bisa diwujudkan
melalui konten visual, audio dan audiovisual. Media sosial merupakan
sebuah fitur berbasis website yang dapat membentuk sebuah jaringan serta
memungkinkan untuk setiap orang berinteraksi dalam sebuah kelompok
ataupun komunitas. Orang yang hidup dalam information society tidak
hanya bertemu dan menggunakan teknologi-teknologi informasi dan
komunikasi, melainkan cara tindakan mereka semakin dibingkai oleh
teknologi tersebut (Holmes, 2012: 3).
Media sosial memiliki karakteristik khusus, berikut ini adalah
karakteristik khusus tersebut :
1) Jangkauan, daya jangkauan sosial media dari skala kecil hingga
khalayak global.
2) Aksesibilitas, sosial media lebih mudah diakses oleh publik dengan
biaya yang terjangkau.
3) Penggunaan, sosial media relatif lebih mudah digunakan karena tidak
memerlukan keterampilan dan pelatihan khusus.
4) Aktualitas, sosial media dapat memancing respon khalayak lebih cepat.
5) Tetap, sosial media dapat menggantikan komentar secara instan atau
mudah melakukan proses pengeditan.
McQuail (2011: 154) berpendapat bahwa media baru memiliki efek
kualitatif yang berbeda terhadap integrasi sosial dalam jaringan
masyarakat modern yang mengambil dari teori modernisasi Kontribusi
dari media baru adalah sebagai sebuah jembatan yang memisahkan antara
ruang publik dan privat. Menurut McQuail (2011: 156-157), media baru
dapat diindetifikasikan melalui lima kategori utama yaitu :
1) Media komunikasi antarpribadi (interpersonal communication media),
yakni meliputi telepon (yang semakin mobile) dan surat elektronik.
Secara umum konten bersifat pribadi dan mudah dihapus.
2) Media permainan interaktif (interactive play media). Media berbasis
komputer dan video game, ditambah peralatan realitas virtual. Inovasi
utamanya terletak pada interaktivitas dan mungkin didominasi dari
kepuasan “proses” atas “penggunaan”.
3) Media pencarian informasi (information search media), dianggap
sebagai perpustakaan dan sumber data yang ukuran, aktualitas, dan
aksesibilitasnya belum pernah ada sebelumnya. Sangat penting
posisinya untuk pengguna sekaligus sebagai sumber pendapatan untuk
internet.
4) Media partisipasi kolektif (collective participatory media), meliputi
penggunaan internet untuk berbagi, dan bertukar informasi, gagasan
dan pengalaman serta mengembangkan hubungan pribadi aktif
(diperantarai komputer). Situs jejaring sosial termasuk dalam
kelompok ini.
5) Substitusi media penyiaran (substitution of broadcasting media),
penggunaan media untuk menerima atau mengunduh konten yang di
masa lalu biasanya disiarkan atau disebarkan dengan metode lain yang
serupa.
Media sosial atau jejaring sosial yang bermunculan akibat dari
berkembangnya new media communication merupakan sebuah bentuk
perpanjangan berkembangnya teknologi komunikasi. Kehadiran media
sosial ini juga dimanfaatkan oleh beberapa golongan atau kelompok untuk
mempermudah penyampaian pesan serta proses pertukaran informasi.
Dengan memanfaatkan kelebihan dari media sosial itu sendiri,
penyampaian pesan sendiri dapat disampaikan dalam waktu cepat dan
dapat diterima oleh banyak komunikan. Serupa dengan media massa akan
tetapi memiliki keunggulan seperti biaya yang dikeluarkan lebih murah.
Ada banyak jejaring sosial yang populer dan memiliki banyak
pengguna khusus untuk di Indonesia, dan salah satunya adalah Twitter.
Meskipun bukan yang pertama hadir di Indonesia, Twitter memberikan
kekuatan yang luar biasa dan memiliki basis pengguna tersendiri.
Masyarakat Indonesia pada khususnya sangat antusias dalam
menggunakan media sosial termasuk twitter sebagai salah satu alat pemuas
dan pencapai kebutuhan. Nurudin (2012: 6) menyebutkan teknologi
komunikasi, seperti jejaring sosial, dipercaya sebagai alat yang bisa
dipakai untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya.
Jejaring sosial termasuk Twitter menjadi salah satu sumber
informasi dari hadirnya new media communication. Dalam Twitter,
terdapat beberapa konten yang diunggah oleh para penggunanya yang
memiliki potensi informasi yang dibutuhkan oleh pengguna lainnya.
Twitter juga merupakan sebuah perwujudan dari cyber society, di
dalamnya terdapat beberapa komunitas komunitas yang saling
berhubungan dan saling berinteraksi. Hal ini juga menjadi salah satu
konsep pertukaran informasi.
Situs Twitter dibentuk pada bulan Maret 2006 oleh perusahaan
rintisan Obvious Corp yang terdiri dari Jack Dorsey, Biz Stone, dan Evan
Williams dan telah menjadi wadah pertukaran informasi melalui media
internet. Dengan menggunakan Twitter, seseorang yang memiliki akun
bisa mendapatkan berbagai informasi maupun berbagi informasi kepada
sesama pengguna Twitter lainnya.
Twitter adalah jejaring sosial online dan microblogging (blog
mikro) sebuah pelayanan yang memungkinkan bagi para pengguna untuk
mengirim dan membaca teks tidak melebihi dari 140 karakter, secara
informal disebut dengan tweets (Elvinaro, 2011: 169)
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Twitter adalah
jejaring sosial yang mampu memfasilitasi penggunanya untuk bisa
berinteraksi sekaligus berpromosi. Twitter tidak hanya sekedar mesin
pengirim pesan, nyatanya Elvinaro menjelaskan keunikkan dari Twitter
sebagai jejaring sosial adalah kemampuannya untuk menyebarkan
informasi hanya dengan 140 karakter namun memiliki dampak yang
sangat luas. Twitter tidak membatasi jumlah follower (pengikut), dan oleh
karena itu setiap informasi yang ditulis mampu dibaca oleh berapa
banyakpun audiensnya, dalam waktu yang serentak, dan tidak dibatasi
oleh jarak.
Sebagai microblog, Twitter mengedepankan kecepatan dalam
melakukan pertukaran informasi. Twitter berfungsi untuk pelacakkan
berita, mencari jawaban cepat maupun umpan balik, menemukan sumber-
sumber, membangun komunitas, dan mengikuti isu-isu terbaru yang
sedang menjadi tren dikalangan tweetizens (sebutan untuk para pengguna
twitter). Meskipun Twitter memiliki banyak tools tambahan yang
memperluas penggunanya, pada intinya, Twitter tetap tidak lebih dari
sebuah cara untuk menggambarkan apa yang sedang kita lakukan melalui
tidak lebih dari 140 karakter. Kesederahanaan tersebut yang menjadikan
Twitter berbeda dengan media sosial lainnya.
Secara umum, media online jejaring sosial telah memberikan
kesempatan kepada para penggunanya untuk berkolaborasi dan saling
melengkapi informasi, saling memperbaharui informasi, atau saling
berpartisipasi dalam suatu topik tertentu. Twitter bahkan dapat digunakan
untuk mengajak para pengguna lainnya untuk terlibat dalam suatu aksi.
Selain itu, Twitter memiliki kesan bahwa media online merupakan media
yang netral dalam menyampaikan berita (Weber, 2009: 9).
4. New Media dalam Politik Indonesia Kontemporer
Adanya kontribusi media membuat masyarakat masa kini menjadi
masyarakat yang terbuka (Firmanzah, 2008: 17) Secara general,
didiskusikan bahwa media gagal untuk melayani publik dengan benar,
karena media tidak menyajikan informasi politik yang seimbang. Atau
informasi yang diberikan media sudah diedit oleh jurnalis sehingga media
bergerak sebagai opinion leader karena banyak pesan yang diterima publik
tentang kampanye tidak berasal langsung dari aktivis politik tapi dari
pesan media. (Sandra, 2013: 3). Dengan kata lain, pada era komunikasi
politik kontemporer, ditambah dengan kehadiran internet jelas telah
mengevolusi cara berinteraksi dan berpolitik. Selama beberapa tahun
terakhir, media sosial sudah menjadi sumber penting untuk berita dan
informasi politik, (Weeks & Holbert, 2013: 3) ditambah dengan mudahnya
akses internet sampai ke ruang-ruang kerja individu dapat dimanfaatkan
untuk pembentukan opini publik. Isu tentang emansipasi, keterbukaan,
kebebasan dapat dengan mudah ditransfer melalui internet (Firmanzah,
2008: 23).
Apabila politisi mengerti pemilih, mereka bisa membuat
komunikasi yang lebih efektif dengan mengetahui siapa pemilihnya, apa
yang mereka inginkan dan bagaimana menyentuh mereka dengan
mengembang komunikasi yang lebih tertarget dan diinginkan pemilih.
(Marshment, 2009: 170). New media adalah sebagai informasi dan
teknologi komunikasi serta konteks sosialnya. Sebagai produk dari ide
masyarakat, keputusan dan tindakan dimana mereka menggabungkan
teknologi lama dan baru, kegunaan dan tujuannya. Seperti juga yang
dikatakan sebelumnya, dalam era demokrasi ini, internet sebagai media
komunikasi dan pertukaran informasi, berpeluang merevolusi sistem,
struktur dan proses demokrasi yang selama ini kita kenal. (Firmanzah,
2008: 22) dimana munculnya istilah “digital democracy” atau “virtual
democracy” yang menggambarkan bagaimana kehidupan demokrasi
berlangsung di dunia internet. (Firmanzah, 2008: 23). Atau dengan kata
lain, masyarakat tidak harus datang langsung ke tempat kampanye namun
sudah bisa dilakukan interaktivitas melalui new media termasuk di
dalamnya media sosial. Secara efisien setiap pengguna sosial media
termasuk juga politisi berperan sebagai distributor konten pesan (Weeks &
Holbert, 2012: 2) E-marketing atau political marketing melalui new media,
memegang potensi untuk memperluas juga pasar terutama anak-anak
muda yang sering kali menolak bentuk komunikasi politik lama tapi
menjadi pengguna utama internet dan elektronik digital (Marshment,
2009: 170). Twitter merupakan sebuah media sosial dengan format
mikroblogging yang sangat terkenal di Indonesia. Penetrasi tingkat
penggunaan Twitter di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia. Tidak
sedikit di antara pengguna Twitter adalah perusahaan-perusahaan
terkemuka, politisi, selebriti maupun publik figure lainnya (Satrio, B.,
2011: 245). Sehingga dapat dikatakan pada masa politik Indonesia
kontemporer ini, penggunaan media sosial seperti Twitter merupakan satu
bentuk komunikasi yang telah diadaptasi oleh para politisi dan sebagai
negara berkembang, Indonesia berada pada masa post-modern dimana
teknologi internet mengambil peranan dalam kampanye politik.
5. Political Branding
Political branding adalah konsep yang dalam komunikasi politik
dikembangkan dalam political marketing, atau pemasaran politik.
Walaupun dalam kurun waktu belakangan political branding disebut-sebut
sebagai area baru dari pemasaran politik, (Pich, 2012: 14).
Branding dalam politik bermuara dari konsep consumer branding
di dunia komersial, popularitas konsep branding memang meningkat
sejalan dengan munculnya konsumerisme yang melahirkan konsumen
modern, yang tidak lagi percaya pada iklan produk di media massa akibat
semakin menguatnya riset konsumen, beriringan dengan meningkatnya
persepsi atas kekuatan konsumen dalam bisnis, maupun maraknya atensi
terhadap corporate social responsibility. Hal ini yang mendorong pemasar
membangun relasi emosional dengan para pembeli melalui konsep
branding, yang kemudian turut menginspirasi banyak tokoh publik untuk
membangun citra baik melalui basis yang lebih terintegrasi dibandingkan
iklan biasa.
Political branding adalah sebuah merek yang tidak lagi berkubang
dalam ranah komersial melainkan politik. Political brand yakni jaringan
asosiatif atas informasi dan sikap politik, yang terekam dalam memori dan
dapat diakses ketika memori pemilih distimulasikan. Maksudnya, persepsi
(yang bersumber pada memori), tanpa harus menjelaskan panjang lebar
mengenai identitas, penulis meyakini bahwa political brand juga berusaha
untuk menghadirkan identitas pembeda pada aktor politik yang
menyandang merek politik tertentu.
Hal yang penting bahwa tidak berarti semua jargon dan konsep
branding bisa diaplikasikan secara mentah ke dalam arena politik. Karena,
branding juga ikut berargumen tentang bagaimana di dalam politik,
kejujuran, keunikan, dan personalitas memiliki dampak yang lebih besar
daripada pada wilayah komersial. Ketika masyarakat memberikan
penilaian terhadap stimulus sosial seperti kandidat politik ataupun partai
politik, dengan didasarkan pada penilaian informasi abstrak (seperti
atribut, perangai, dsb.) Jadi political branding merupakan penekanan pada
reaksi manusia terhadap objek politik (Cwalina & Falkowski, 2008: 4).
Jadi, dapat disimpulkan pengerian political branding adalah
Persepsi yang dimiliki konstituen terhadap suatu produk politik (kandidat
politik, atau partai politik, atau kebijakan politik, dll.), yang terbentuk atas
informasi dan sikap politik konstituen atas aspek fungsional, emosional,
natural, dan kultural dari suatu produk politik, di mana persepsi tersebut
membedakan produk tersebut dalam kompetisi dengan produk sejenis.
Political brand memiliki beberapa tujuan, diantaranya Pich (2012:
37) adalah :
a. merek politik dapat membangun kesetiaan pemilih, menguatkan
keyakinan yang telah tercipta atas entitas politik, membangun
identitas, mengkomunikasikan nilai-nilai dari merek politik, membantu
mereposisi sebuah partai.
b. merek politik dapat mengkomunikasikan nilai-nilai yang dianut oleh
merek politik.
c. merek politik dapat membantu mereposisi sebuah partai ataupun
kandidat.
d. merek politik dapat memberikan jaminan kepada pemilih, selain
menyediakan visi jangka panjang atas masa depan politik.
e. merek politik memberikan wajah baru yang menarik bagi prediksi-
prediksi politik yang monoton.
Penerapan branding dalam politik, difokuskan pada upaya entitas
politik untuk melihat dirinya sebagai merek guna membangun karakter
fungsional maupun emosional di kepala para pemilihnya (Pich, 2012: 36),
dan menjadi identitas pembeda yang memampukannya bersaing di tengah
ketatnya kompetisi.
Dalam ilmu politik dan ilmu komunikasi, sudah lama berkembang
konsep-konsep seperti citra, reputasi, atau politik simbolik. Political
branding merupakan konsep yang relatif baru, Political branding dianggap
melengkapi konsep citra, konsep reputasi, dan konsep politik simbolik.
Konsep citra dinilai hanya peduli pada bagaimana pelaku politik disajikan
dan dirasakan di mata rakyat.
Jadi, Political branding merupakan cara strategis dari consumer
branding untuk membangun citra politik. Brand yang baik untuk nama
perusahaan, kandidat atau produk adalah sama sangat pentingnya karena
permintaan konsumen menjadi meningkat dan bisa dengan mudah
menjalin relasi dengan taktik moderen untuk memperlakukan kandidat
politik sama seperti produk (Sonnies, 2011: 3) Dalam tahap dasar,
branding politisi dibentuk dari pengertian masyarakat secara subjektif
terhadap politisi. Tidak hanya elemen personal kandidat, tapi juga elemen
kandidat berupa penampilan seperti gaya rambut, pakaian memberi
dampak jelas untuk citra kandidat. (Mitsikopoulou, 2008: 7) Pentingnya
branding politik sering disimpulkan dengan argumen-argumen sebagai
berikut: branding memasukan sisi emosional, memberikan tanda yang
membuat pemilih bisa memilih kandidat dengan lebih mudah.
(Mitsikopoulou, 2008: 5) Dengan komunikasi yang lebih interaktif dan
membangun, branding bisa mempunyai potensi untuk membangun
hubungan dengan masyarakat yang sebelumnya sudah tidak tertarik
politik.
Ada dua perspektif yang dikembangkan oleh Smith dan French
(2009 dalam Pich, 2012: 44) untuk menganalisa merek politik, yaitu:
a. Dengan mengkaji manajemen merek itu sendiri, atau dengan kata lain
bagaimana pemasar mengaplikasikan teori dan kerangka konseptual
branding.
b. Dengan melihatnya melalui perspektif konsumen, yaitu bagaimana
konsumen memahami merek politik dan bagaimana merek itu
mempengaruhi perilaku konsumen.
F. Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu terkait dengan penelitian serupa pernah
dilakukan oleh Lidya Joyce Sandra (2013) dengan judul penelitian “Political
Branding Jokowi Selama Masa Kampanye Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2012
di Media Sosial Twitter”. Fokus penelitian sebelumnya yaitu penyusunan dan
pemaknaan pesan/teks di media sosial Twitter Jokowi yang membentuk
political branding Jokowi sebagai hasil dari proses komunikasi di ranah
politik Indonesia kontemporer. Metode yang digunakan adalah analisis isi
kualitatif Hsieh & Shannon dengan pendekatan directed content analysis
melalui prosedur induksi. Hasil dari penelitian tersebut adalah political
branding Jokowi sebagai politisi yang terbuka, dekat dengan masyarakat,
kredibel, dan merakyat (egaliter) yang dibentuk melalui personalitas, dan
penampilan di Twitter Jokowi.
Adapun perbedaan dengan penelitian ini dengan penelitian terdahulu
yaitu rentang waktu penelitian. Penelitian terdahulu dilaksanakan saat
pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2012, sedangkan penelitian ini
dilaksanakan pada kampanye Pilpres Tahun 2014, objek penelitian ini yaitu
twitter yang digunakan oleh calon presiden Jokowi dalam Pemilihan Presiden
Tahun 2014, twitter yang digunakan dikelola secara personal oleh Jokowi dan
team sukses, dengan menggunakan tanda pagar (tagar) #JKW4P. Hasil dari
penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya yaitu political
branding Jokowi sebagai politisi yang terbuka, dekat dengan masyarakat,
kredibel, dan merakyat (egaliter) yang dibentuk melalui personalitas,
penampilan, serta pesan-pesan politik atau political key message.
G. Kerangka Pemikiran
Secara sederhana kerangka pemikiran penelitian ini dapat dijelaskan dengan
gambar sebagai berikut :
Peranan media sosial selama masa pemilu Pilpres tahun 2014 berkaitan dengan political branding
Political branding mulai banyak digunakan dalam ranah komunikasi politik kontemporer di Indonesia dengan tujuan
sebagai pembeda dengan kandidat lain
Pendekatan analisis isi kualitatif dalam bentuk naratif deskriptif yang menjelaskan strategi dan aktifitas political branding Jokowi
di media sosial khususnya twitter
Peneliti menggunakan pendekatan directed content analysis penampilan dan personalitas (Mitsikopoulou, 2008) dan
dilanjutkan dengan inisial koding (Litchman, 2010)
Political branding yang dilakukan oleh Jokowi selama
Masa Pemilu Pilpres Tahun 2014 di Twitter
Sumber : Olahan peneliti, dan modifikasi penelitian Sandra LJ (2013)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Seiring berkembangnya teknologi komunikasi dan kedewasaan
demokratisasi di Indonesia secara tidak langsung memberikan dampak pada
budaya politik di Indonesia yang saat ini menuju menjadi politik kontemporer.
Pesatnya perkembangan media dan new media dalam komunikasi politik baik
organisasi politik dan personal dapat mengemas pesan politik disampaikan
secara langsung kepada publik sesuai dengan keinginan. Sehingga keadaan ini
dimanfaatkan oleh partai politik maupun person untuk mendiferensiasi politik
dengan kandidat lain atau dapat disebut branding politik yang bertujuan
menciptakan pencitraan jangka pendek dan jangka panjang.
Salah satu pendekatan yang matching dengan penelitian sebuah
pesan/teks dalam sebuah media yaitu pendekatan analisis isi kualitatif dengan
tujuan meneliti bagaimana political branding Jokowi selama masa kampanye
Pemilu Pilpres tahun 2014 di media sosial Twitter.
H. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan menggunakan metode analisis isi
kualitatif untuk menelaah makna yang lebih dalam dibalik konten teks
akun twitter www.twitter.com/JKW4P). Pemilihan ini berdasarkan pada isi
konten tweet Jokowi For President tidak hanya sebatas jumlah tweet
namun juga gambar atau foto dimana setiap teks dan foto mempunyai
makna yang tidak terjelaskan bila peneliti memilih pendekatan kuantitatif.
Menurut Pawito (2007: 35), penelitian komunikasi kualitatif,
biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan penjelasan-penjelasan
(explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi atau mengemukakan
prediksi-prediksi, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan
gambaran dan/atau pemahaman (understanding) mengenai bagaimana dan
mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi.
Lexy. J Moleong, dalam bukunya “Metodologi Penelitian
Kualitatif” (2005: 6) mengartikan penelitian kualitatif adalah penelitian
yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur
analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dll. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Sehingga pada penelitian kualitatif
diperlukan pola pikir induktif yang digunakan untuk meletakkan teori
bukan sebagai pijakan, melainkan sebuah acuan yang membantu peneliti
menganalisis hasil temuan.
Jadi, penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan “bagaimana”
political branding Jokowi for President dalam media sosial twitter.
2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-
ciri yang telah ditetapkan. Populasi merupakan kumpulan objek penelitian
(Rakhmat, 2007: 106). Populasi merupakan sekumpulan objek yang
lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Sudjana, 2005: 5).
Populasi atau objek dalam penelitian ini ádalah tweet Jokowi For
President yang ada di Media Sosial Twitter yang berjumlah 945 tweet.
Sampel adalah bagian yang diamati. Sampel merupakan sebagian
yang diambil dari populasi (Sudjana, 2005: 5). Sampel dimaksudkan untuk
menggambarkan karakteristik dari suatu populasi, Sampel pada penelitian
ini adalah tweet Jokowi For President yang diupdate pada tanggal 4 Juni
2014 sampai dengan 5 Juli 2014. Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 185 tweet. Alasan memilih rentang waktu tersebut, karena
merupakan jadwal kampanye pemilihan umum presiden tahun 2014.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu
tweet Jokowi for President di media sosial twitter pada rentang waktu 4
Juni – 5 Juli 2014, dengan didukung berbagai buku, jurnal yang relevan
dengan penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi dokumentasi.
Teknik dokumentasi menurut Iskandar (2009: 134) adalah mencari data
mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Dalam
penelitian ini diperoleh dengan tweet Jokowi for President sesuai dengan
periode yang telah ditetapkan. Kemudian penulis juga melakukan
penelusuran berupa studi pustaka untuk menguatkan studi dokumen
tersebut dengan menggunakan bahan maupun referensi yang relevan.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil
penelitian menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses
pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian
dasar, sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kerja seperti yang disaran oleh data (Moleong, 2007: 175)
Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis isi dengan
pendekatan kualitatif Hsieh & Shannon.
Content analysis is a widely used qualitative research technique. Rather than being a single method, current applications of content analysis show three distinct approaches: conventional, directed, or summative. (Hsieh & Shannon, 2005: 1). Ada 3 pendekatan dalam metode analisis isi kualitatif:
konvensional, terarah, dan penggabungan (summative) (Hsieh & Shannon,
2005: 1). Berfokus pada karakteristik bahasa sebagai komunikasi dengan
perhatian pada isi atau arti kontekstual teks. (Hsieh & Shannon, 2005: 3)
Analisis isi kualitatif diartikan sebagai metode riset untuk interpretasi
subjektif dari isi data melalui proses klasifikasi sistematis koding dan
indentifikasi tema/pola (Hsieh & Shannon, 2005: 3).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan directed
content analysis yang berawal dari teori sebagai guide. Elemen political
branding yakni penampilan dan personalitas (Mitsikopoulou, 2008: 7)
digunakan sebagai guide awal dimana setelah nantinya penelitian ini
dilakukan, banyak kemungkinan kategori dari teori yang sudah ada
tersebut meluas dan tergali lebih dalam lewat temuan data yang ada.
Berikut ini adalah cara pembuatan koding dalam analisis isi
kualitatif dengan pendekatan directed content analysis (Litchman, 2010:
197)
Gambar 3.
Analisis Data Kualitatif (Koding) Sumber : (Litchman, 2010: 198)
Bila dijabarkan, langkah-langkah pengkodingan dalam penelitian
kualitatif dimulai dari membuat inisial koding (raw data), pengulangan
inisial koding tersebut (codes), mengembangkan koding yang ada menjadi
subab kategorisasi (penggabungan kode yang sama) (category),
memodifikasi inisial koding untuk bisa akhirnya dikembangkan lebih luas
menuju konsep (concepts). (Litchman, 2010: 199).
6. Validitas Data
Raw
Data
Raw
Data
Raw
Data
Codes
Category
Concepts
Penelitian ini menggunakan Teknik Triangulasi. Triangulasi
merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan melakukan
pengecekan/membandingkan data tersebut.
Teknik triangulasi yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi
data (sumber). Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam metode kualitatif.
Dalam penelitian ini, validitas data diperoleh dengan
mengumpulkan data sejenis dan membandingkannya dengan sumber data
yang berbeda dengan permasalahan yang sama. Cara ini mengarahkan
peneliti agar di dalam mengumpulkan data, ia wajib menggunakan
beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis,
akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data
yang berbeda (Sutopo, 2002: 79).